BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
|
|
- Yohanes Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Kajian Pustaka Teori Portofolio Teori portofolio modern berkembang sejak ditemukan cara berinvestasi yang efisien dan optimal oleh Harry Markowitz pada tahun Markowitz menemukan fenomena bahwa jika saham-saham berisiko tinggi disatukan dalam suatu portofolio dengan suatu cara, portofolio tersebut memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan risiko masing-masing saham secara individu. Teori ini, yang kemudian dikenal dengan nama Model Markowitz. Markowitz mengajarkan bagaimana cara berinvestasi yang efisien dan optimal yaitu dengan membentuk portofolio optimal. Dalam model ini portofolio optimal disusun dari saham-saham yang terletak di permukaan yang efisien (efficient frontier). Gambar 3.1 Efficient Set (Bodie: 2008) 29
2 30 Efficient set atau efficient frontier adalah kumpulan dari portofolioportofolio efisien. Portofolio efisien adalah portofolio yang menawarkan hasil maksimal pada tingkat risiko tertentu atau menawarkan tingkat risiko paling rendah untuk tingkat return tertentu. Teori portofolio model Markowitz kemudian dikembangkan oleh William Sharpe melalui artikelnya dalam Journal of Finance, September 1964 yang diberi judul Capital Asset Prices : A Theory of Market Equilibrium. Model Markowitz juga dikembangkan oleh John Lintner melalui artikelnya dalam Review of Economics and Statistic, Februari 1965 yang diberi judul The Valuation of Risk Assets and the Selection of Risky Investments in Stock Portfolios and Capital Budgets. Jan Mossin juga ikut andil dalam mengembangkan model Markowitz melalui artikelnya yang diberi judul Equilibrium in Capital Asset Market yang diterbitkan dalam Econometrica, Oktober Ketiga ilmuwan tersebut memberikan kontribusi dalam pengembangan teori portofolio menjadi Teori Keseimbangan Pasar Modal atau Capital Assets Pricing Model (CAPM). Teori Keseimbangan Pasar Modal merupakan model keseimbangan yang menunjukkan hubungan antara risiko dan tingkat pengembalian yang diminta (required rate of return) dari aset yang dimiliki dalam suatu portofolio yang telah didiversifikasi dengan baik. Dalam model teori keseimbangan pasar modal ini digunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Individual investors are price takers. 2) Single-period investment horizon.
3 31 3) Investments are limited to traded financial assets. 4) No taxes and transaction costs. 5) Information is costless and available to all investors. 6) Investors are rational mean-variance optimizers. 7) There are homogeneous expectations. Teori keseimbangan pasar modal ini menyatakan bahwa jika seluruh investor dalam berinvestasi melakukan hal yang sama sebagaimana dikemukakan oleh Markowitz, maka aset yang diperdagangkan di pasar modal akan habis terbagi dibeli oleh investor, dan proporsi masing-masing surat berharga yang dipegang oleh investor akan identik dengan kapitalisasi pasar aset tersebut di pasar modal. Teori ini berkesimpulan bahwa portofolio yang efisien dan optimal adalah portofolio pasar itu sendiri. Dengan demikian, investor tidak perlu membentuk portofolio efisien dan optimal sebagaimana dikemukakan Markowitz, melainkan cukup membentuk portofolio yang identik dengan portofolio pasar. Naik turunnya nilai portofolio ini akan sebanding dengan naik turunnya imbal hasil pasar (Indeks Harga Saham Gabungan). Risiko investasi yang relevan pada teori keseimbangan pasar, adalah risiko yang ditimbulkan oleh fluktuasi harga di pasar modal, atau yang lebih dikenal dengan risiko sistematik. Risiko lain yang tidak berkaitan dengan fluktuasi harga di pasar modal atau disebut pula risiko tidak sistematik, akan sama dengan nol. Model pembentukan portofolio yang optimal yang dikemukakan oleh William Sharpe (1963), Elton dan Gruber (1995) merupakan penyederhanaan
4 32 dari model Markowitz. Model ini dikenal dengan nama Single Index Model, atau model indeks tunggal. Model ini memiliki kelebihan dibanding model Markowitz dalam hal input yang diperlukan yaitu lebih sedikit sehingga perhitungan yang dibuat jauh lebih sederhana dan proporsi investasi dari anggota portofolio sudah dapat ditentukan. Asumsi yang dipergunakan dalam model indeks tunggal adalah bahwa return sekuritas berkaitan hanya melalui respon umum terhadap pasar, hal ini karena pergerakan antar saham individu disebabkan oleh satu pengaruh atau indeks tunggal (Jogiyanto, 1998) Risk and Return Berkaitan dengan pembentukan portofolio optimal, maka terdapat dua hal yang harus dipertimbangkan yaitu risiko dan tingkat pengembalian (return). Hampir semua investasi mengandung risiko, karena pada dasarnya return suatu investasi tidak dapat diketahui dengan pasti. Jika ternyata return realisasi lebih rendah dibandingkan dengan return ekspektasi maka hal ini berarti telah terjadi kerugian bagi investor, dan inilah yang oleh Jones (1998 : 162) disebut sebagai risiko, yaitu kemungkinan terjadinya perbedaan antara return yang sesungguhnya dengan return yang diharapkan. Husnan (2004) juga mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan adanya penyimpanan antara tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) dengan tingkat keuntungan yang diperoleh (actual return), sedangkan Jogiyanto (2000), mengelompokkan risiko menjadi dua macam yaitu risiko tidak sistematik (unsystematic risk) dan risiko sistematik (systematic risk).
5 33 a. Risiko Tidak Sistematik (Unsystematic Risk) Merupakan risiko yang terkait dengan suatu portofolio tertentu yang umumnya dapat dihindari (avoidable) atau diperkecil melalui diversifikasi (diversifiable). Risiko ini dalam literatur keuangan disebut dengan standar deviasi dan dapat dirumuskan sebagai berikut. Keterangan : [ r E( r) ] 2... σ = P (3.1) σ P r E(r) = Standar deviasi = Probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan = Kemungkinan tingkat hasil = Hasil yang diharapkan b. Risiko Sistematik (Systematic Risk) Merupakan risiko pasar yang bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal. Risiko ini tidak dapat dihindari oleh investor melalui diversifikasi sekalipun. Bodie, Kane & Marcus (2006 : 366), mengukur risiko sistematik dengan beta. Beta adalah sensitivitas return portofolio tertentu terhadap return rata-rata di pasar. σ im β i = (3.2) σ m Keterangan : βi σ im = Beta saham i = Covarian return saham i dan return pasar σ m 2 = Varian pasar
6 34 Penjumlahan risiko sistematik dan risiko tidak sistematik merupakan total risiko, yaitu risiko suatu aset yang disimpan secara terisolasi atau risiko dari suatu aset tunggal. Gambar 3.2 Diversifiable risk, Systematic risk, dan Total risk (Alex Tajirian : 1997) Selain faktor risiko, faktor lain yang juga harus dipertimbangkan dalam berinvestasi adalah return atau tingkat pengembalian investasi. Return investasi merupakan tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Jogianto (1989:85) mengemukakan bahwa return investasi dapat berupa return yang diharapkan (expected return) maupun return yang benar-benar diterima (realized return) Standar Deviasi Sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu, deviasi standar adalah ukuran simpangan nilai-nilai dari nilai yang diharapkan. Jika kita mendefinisikan risiko investasi sebagai kondisi investor memperoleh
7 35 keuntungan kurang dari yang diharapkan, maka risiko dapat diukur dengan menggunakan deviasi standar. Dalam hal distribusi probabilitas keuntungan terdistribusi secara normal atau simetris, selama kemungkinan untuk memperoleh keuntungan di atas yang diharapkan sama dengan kemungkinan untuk memperoleh keuntungan di bawah keuntungan yang diharapkan maka semakin besar ukuran simpangan atau deviasi standar maka semakin besar pula risiko. Standar deviasi untuk investasi tunggal dapat dirumuskan sebagai berikut. σ = P [ r E( r) ] (3.3) Keterangan : σ P r = Standar deviasi = Probabilitas kejadian dari setiap hasil yang diharapkan = Kemungkinan tingkat hasil E(r) = Hasil yang diharapkan Beta portofolio Bodie, Kane & Marcus (2006 : 366) menjelaskan, risiko sistematik suatu portofolio diukur dengan beta. Beta menunjukkan tingkat sensitivitas return saham tertentu terhadap return rata-rata di pasar. Adapun rumus penggunaan beta adalah: β = i σ σ im 2 m (3.4) Keterangan :
8 36 βi = Beta i σ im = Covarian return i dan return pasar σ2 σ 2 m = Varian pasar Risiko sistematik tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Diversifikasi dapat menghilangkan risiko jika portofolionya terdiri atas saham-saham yang return-nya satu sama lain adalah perfectly-negatively correlated. Sebaliknya, diversifikasi tidak dapat mengurangi risiko jika portofolionya terdiri atas saham-saham yang return-nya perfectly-positively correlated Nilai Aktiva Bersih (NAB) Nilai aktiva bersih (NAB) atau net asset value merupakan cerminan kinerja investasi pengelolaan portofolio reksadana. Kinerja investasi portofolio yang dikelola oleh manajer investasi dipengaruhi oleh kebijakan dan strategi investasi yang dijalankan oleh manajer investasi yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk mengetahui perkembangan nilai investasi suatu reksadana dapat dilihat dari peningkatan nilai aktiva bersihnya yang sekaligus merupakan nilai investasi yang dimiliki investor. NAB dihitung oleh bank kustodian, untuk reksadana terbuka, NAB per saham dihitung setiap hari dan diumumkan kepada masyarakat sedangkan untuk reksadana tertutup, NAB dihitung cukup hanya seminggu sekali. Dalam perhitungan NAB, dimasukkan pula biaya-biaya pengelolaan investasi (investment management fee), biaya bank kustodian, biaya akuntan
9 37 publik, dan biaya-biaya lainnya sehingga nilai yang tercermin pada NAB tersebut merupakan nilai yang benar-benar milik investor. NAB per unit merupakan perbandingan antara total nilai investasi yang dilakukan manajer investasi dengan total volume reksadana yang diterbitkannya. Setiap reksadana mempunyai apa yang disebut harga saham atau lazim disebut Nilai Aktiva Bersih (Net Assets Value)/Unit Penyertaan (UP) yang merupakan Nilai Aktiva Bersih (NAB) dibagi dengan total jumlah unit penyertaan (outstanding UP) atau nilai dari setiap satu unit saham reksadana. Sebagai contoh, bila pada penawaran umum suatu reksadana terkumpul dana sebesar Rp100 juta dan terdapat 100 ribu lembar Unit Penyertaan beredar maka nilai NAB/UP adalah Rp Jika selama suatu periode, MI mampu membukukan keuntungan 40% maka dana yang terkumpul akan menjadi Rp140 juta. Jika sebelumnya NAB/UP adalah sebesar Rp1.000, kini nilainya naik menjadi Rp Jika biaya yang dibebankan 1%, maka NAB per unit = Rp140 juta (1% x Rp140 juta) atau NAB/UP menjadi Rp Setelah dikurangi biaya-biaya tersebut, hasil investasi akan menjadi hak investor. NAB memang mempengaruhi dana investor, namun demikian NAB bukan harga mati, artinya bahwa masih perlu dilihat secara lebih mendalam bagaimana MI mengatur stuktur portofolionya. Jika NAB besar tetapi returnnya tidak terlalu bagus berarti MI kurang pintar mengelola dananya. Namun demikian, reksadana dengan NAB besar memang cenderung lebih aman daripada reksadana dengan NAB rendah.
10 38 NAB = Total Aktiva Total Kewajiban (3.5) Nilai Aktiva Bersih (NAB) NAB/UP = Jumlah Unit Penyertaan Beredar (3.6) Keuntungan dan Risiko Reksadana Keuntungan Reksadana Investor akan mendapat keuntungan jika nilai NAB/UP mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan nilai NAB/UP pada saat pembelian. Sebagai contoh, pada awal tahun 2007, Manajer Investasi X menerbitkan 1 juta lembar reksadana, dengan harga Rp Harga ini bisa dianggap NAB/UP awal. Pada akhir tahun 2007, nilai investasi meningkat menjadi Rp1.600 juta (1,6 miliar), akibat kenaikan harga saham yang menjadi portofolio Manajer Investasi X, dan juga pembayaran dividen dan bunga obligasi. NAB/UP baru adalah Rp1.600 juta : = Rp Dengan demikian terdapat keuntungan sebesar Rp1.600 Rp1.000 = Rp600. Selain keuntungan dalam bentuk peningkatan nilai nominal NAB/UP, reksadana juga merupakan sarana investasi yang memberikan kemudahankemudahan dan keunggulan lainnya. Pratomo (2000), menyebutkan lima kemudahan-kemudahan dan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh reksadana tersebut sebagai berikut. 1) Dikelola secara Profesional Pengelolaan portofolio suatu reksadana dilakukan oleh Manajer Investasi yang memang mengkhususkan dirinya untuk hal tersebut. Keberadaan Manajer Investasi ini membawa manfaat bagi investor individu yang biasanya mempunyai keterbatasan pengetahuan investasi,
11 39 keterbatasan waktu untuk mengelola investasinya secara penuh, serta keterbatasan akses informasi ke pasar. 2) Risiko Rendah Risiko investasi dapat diminimalkan melalui diversifikasi atau penyebaran investasi. Dengan jumlah dana yang cukup besar pada suatu reksadana, memungkinkan Manajer Investasi melakukan diversifikasi pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun tersebar. Hal ini berarti bahwa risiko pada reksadana tidak sebesar risiko bila seseorang membeli satu atau dua jenis saham secara individu. 3) Kemudahan Pencairan Investasi reksadana mudah untuk diuangkan kembali serta efisien karena unit penyertaan yang dimiliki dapat dijual kembali kepada pengelola investasi. Dengan demikian investor dapat dengan sewaktuwaktu untuk mencairkan reksadananya pada saat investor membutuhkan dana tunai dalam waktu cepat. 4) Kemudahan Investasi Berinvestasi di reksadana relatif mudah karena prosesnya mudah, memiliki beberapa pilihan investasi dan strategi yang sesuai. 5) Biaya Rendah Investasi melalui reksadana relatif lebih ringan biayanya karena pengelola investasi menghimpun dana dalam skala besar sehingga dapat mengefisienkan biaya transaksinya.
12 Risiko Reksadana Sementara risiko yang didapat pada saat berinvestasi pada reksadana adalah: 1) Risiko Menurunnya NAB Risiko ini merupakan risiko utama dalam berinvestasi di reksadana. Menurunnya NAB disebabkan oleh penurunan harga pasar instrumen investasi yang dimasukkan dalam portofolio reksadana. Penurunan harga ini disebabkan oleh memburuknya kinerja bursa saham, menurunnya kinerja emiten, dan boleh jadi akibat situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu. Untuk efek saham, fluktuasi harga terjadi sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi di bursa efeknya. Untuk efek utang, harganya cenderung naik pada saat tingkat bunga turun, dan sebaliknya, harganya akan cenderung turun pada saat tingkat bunga naik. Untuk instrumen pasar uang, fluktuasinya mengikuti tingkat suku bunga yang ada. Selain itu, kondisi ekonomi dan politik juga dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Semua kebijakan politik dan hukum yang berkaitan dengan usaha dapat mempengaruhi harga suatu saham. 2) Risiko Default Risiko ini terjadi apabila emiten yang menerbitkan obligasi yang termasuk dalam komposisi reksadana mengalami kesulitan keuangan. Kondisi ini menyebabkan emiten tersebut terpaksa tidak membayar kewajibannya. Risiko ini dapat dihindari dengan cara memilih Manajer
13 41 Investasi yang menerapkan strategi pembelian portofolio investasi secara ketat. 3) Risiko Likuiditas Risiko likuiditas berpotensi terjadi apabila pemegang unit penyertaan reksadana pada salah satu Manajer Investasi tertentu melakukan penarikan dana dalam jumlah besar dan pada waktu yang bersamaan. Kemungkinan ini terjadi pada saat terdapat faktor negatif yang luar biasa yang mempengaruhi investor reksadana untuk melakukan penjualan kembali unit penyertaannya. Faktor luar biasa tersebut misalnya adalah gejolak politik, kebangkrutan emiten yang sahamnya masuk komposisi reksadana, dan dilikuidasinya perusahaan Manajer Investasi sebagai pengelola reksadana tersebut Analisis Kinerja Reksadana Kinerja reksadana umumnya dievaluasi dengan dua metode yaitu perbandingan langsung (raw performance) dan perbandingan tidak langsung (risk-adjusted performance). Dalam metode perbandingan langsung, kinerja reksadana hanya dinilai berdasarkan besarnya excess return. Besarnya excess return masing-masing reksadana diperbandingkan untuk suatu periode yang sama untuk menentukan reksadana unggulan. Metode perbandingan ini tidak sesuai untuk reksadana yang komposisinya terdiri atas saham-saham yang berkarakteristik high risk-high return. Dalam kasus ini maka metode
14 42 perbandingan yang juga memperhitungkan unsur risiko lebih cocok untuk diterapkan. Metode yang mempertimbangkan faktor risiko dengan return-nya sekaligus disebut pula dengan istilah risk-adjusted perfomance. Dalam hal ini maka kinerja reksadana diukur tidak hanya berdasarkan return-nya saja tetapi juga mempertimbangkan faktor risikonya Risk-Adjusted Performance Index Atmaja (2008 : 35) menjelaskan, kerangka analisis risiko dan tingkat keuntungan sangat penting bagi seorang investor yang melakukan investasi pada kondisi yang tidak pasti. Semakin tinggi tingkat keuntungan suatu investasi maka semakin besar pula risikonya, oleh karena itu investor harus mengetahui cara mengukur risiko suatu investasi atau himpunan investasi (portofolio). Tanpa mengetahui ukuran risiko tersebut, sulit bagi investor untuk menentukan tingkat keuntungan yang seharusnya ada pada suatu investasi atau portofolio. Tingkat return dan risiko ini yang kemudian digunakan oleh investor untuk menilai kinerja suatu portofolio investasi. Pengukuran kinerja portofolio saham yang demikian disebut dengan pengukuran yang bersifat risk-adjusted, artinya kinerja portofolio saham tidak hanya diukur berdasarkan besarnya return portofolio tetapi juga memperhatikan besarnya risiko yang harus ditanggung. Terdapat tiga indeks pengukuran yang bersifat risk-adjusted yaitu indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen.
15 43 a. Indeks Sharpe Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga (benchmark), yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Premi risiko adalah perbedaan (selisih) antara rata-rata kinerja yang dihasilkan oleh portofolio dengan rata-rata kinerja investasi yang bebas risiko (risk free asset). Risiko diukur dengan standar deviasi portofolio. Secara matematis, indeks ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (3.7) Keterangan: = indeks Sharpe = rata-rata return portofolio selama jangka waktu pengukuran = rata-rata return aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran σ p = standar deviasi portofolio selama jangka waktu pengukuran Patok duga (benchmark) yang digunakan dalam rumus tersebut adalah garis pasar modal (capital market line) sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 3.3. di bawah. Garis pasar modal (capital market line) tersebut memiliki persamaan sebagai berikut. E( R p ) = R f + E( R M ) R f σ p (3.8) σ M
16 44 Gambar 3.3 Capital Market Line (CML) Standar deviasi, sebagaimana dalam rumus tersebut, merupakan risiko fluktuasi portofolio yang dihasilkan karena berubah-ubahnya return dari subperiode ke subperiode lainnya selama seluruh periode. Dalam teori portofolio, standar deviasi merupakan risiko total yaitu penjumlahan dari risiko pasar (systematic/market risk) dan unsystematic risk. Indeks Sharpe dapat digunakan untuk mengukur premi risiko untuk setiap unit risiko pada portofolio tersebut yaitu mengukur seberapa besar penambahan hasil investasi yang diperoleh (risk premium) untuk tiap unit risiko yang diambil. Jika investasi pada SBI tidak mengandung risiko, sedangkan investasi pada portofolio mengandung risiko, maka investasi pada portofolio diharapkan memberikan hasil yang lebih besar daripada kinerja investasi bebas risiko. Dengan demikian, peringkat kinerja portofolio dapat dilakukan dengan menggunakan indeks Sharpe ini. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu portofolio dibandingkan dengan portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut.
17 45 b. Indeks Treynor Indeks ini dikembangkan oleh Jack Treynor, sering juga disebut reward to volatility ratio. Sama halnya dengan indeks Sharpe, kinerja portofolio pada indeks Treynor dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Indikator risiko yang digunakan dalam indeks ini adalah beta yang mencerminkan risiko pasar. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa beta ini mencerminkan seberapa besar reksadana tersebut bergerak sebagai respon terhadap perubahan di pasar. Indeks Treynor dihitung dengan rumus yang hamper sama dengan indeks Sharpe namun hanya berbeda pada faktor pembilang yang merupakan beta, bukan standar deviasi sebagaimana pada indeks Sharpe (3.9) Keterangan: Tp = indeks Treynor = rata-rata return portofolio selama jangka waktu pengukuran = rata-rata return aset bebas risiko selama jangka waktu pengukuran β p = risiko sistematik dari portofolio selama jangka waktu pengukuran Perbedaan indeks ini dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security market line) sebagai patok duga, bukan garis pasar modal seperti pada indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta).
18 46 Gambar 3.4 Security Market Line (SML) Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara menghitung indeks Sharpe, perbedaannya hanya pada indikator risiko yang digunakan yaitu pada indeks Sharpe, risiko diukur dengan standar deviasi sedangkan pada indeks Treynor, risiko diukur dengan beta portofolio. Semakin tinggi indeks Treynor yang dimiliki suatu portofolio, berarti semakin baik kinerja portofolio tersebut dibandingkan dengan kinerja portofolio dengan indeks Treynor yang lebih rendah. Pengukuran kinerja dengan menggunakan indeks Sharpe dan indeks Treynor bersifat komplementer karena memberikan informasi yang berbeda. Pilihan indeks mana yang akan digunakan tergantung pada persepsi investor terhadap tingkat diversifikasi dari portofolio tersebut. Dalam indeks Sharpe, risiko yang dianggap relevan adalah risiko total (penjumlahan risiko sistematis dan risiko tidak sistematis), sedangkan pada indeks Treynor hanya menggunakan risiko sistematis (beta). Oleh karena itu, jika suatu portofolio dianggap telah terdiversifikasi dengan baik, berarti return portofolio tersebut hampir semuanya dipengaruhi oleh return pasar. Untuk portofolio tersebut
19 47 tentu saja lebih tepat menggunakan indeks Treynor. Sebaliknya, jika return suatu portofolio hanya sebagian kecil yang dipengaruhi return pasar, lebih tepat menggunakan indeks Sharpe. Untuk mengetahui seberapa besar suatu portofolio terdiversifikasi, maka perlu dilakukan analisis regresi antara return portofolio dengan return pasar. Dari hasil regresi tersebut akan didapatkan besarnya nilai kuadrat dari koefisien korelasi yang sering disebut dengan koefisien determinasi (R2). Nilai R2 dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat diversifikasi dari suatu portofolio karena R2 menunjukkan persentase dari varian return portofolio (variabel independen). Semakin terdiversifikasi suatu portofolio maka nilai R2 portofolio tersebut akan semakin mendekati 1,0. Nilai R2 sebesar 1,0 menunjukkan bahwa return portofolio tersebut sepenuhnya dapat dijelaskan oleh return pasar. c. Indeks Jensen Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar sekuritas. Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar). Oleh karena itu, nilai indeks Jensen bisa saja lebih besar (positif), lebih kecil (negatif), atau sama (nol). Akan tetapi, dalam
20 48 penggunaan indeks Jensen untuk mengevaluasi kinerja portofolio, perlu dilakukan pengujian apakah perbedaan kedua return tersebut signifikan. Bisa saja suatu portofolio mempunyai indeks Jensen tertentu, tetapi setelah dilakukan pengujian ternyata angka tersebut tidak signifikan. Indeks Jensen menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal (CML). Keterangan: R α [ R + ( R R ) β ] P R f = P f m f P (3.10) R P = return portofolio selama jangka waktu pengukuran t /indeks Jensen α P = exess performance portofolio selama jangka waktu pengukuran R f = return bebas risiko selama jangka waktu pengukuran R m = return pasar selama jangka waktu pengukuran β P = Risiko sistemaik selama jangka waktu pengukuran Makin tinggi nilai α positif, makin baik kinerjanya. d. Kelebihan dan Kekurangan Indeks Sharpe, Treynor, Jensen Indeks Sharpe atau yang dikenal juga reward-to-variability ratio (RVAR) mengukur risiko dengan standar deviasi portofolio. Indeks ini menggunakan garis pasar modal/capital market line (CML) dalam analisisnya. Kelebihan Indeks Sharpe ini adalah memungkinkan untuk melakukan pemeringkatan reksadana berdasarkan RVAR terhadap RVAR pasar
21 49 (benchmark). Namun demikian indeks ini tidak memperhitungkan value added, tetapi semata hanya memberi peringkat (ranking criterion). Keterbatasan lain indeks ini adalah digunakannya asumsi yang berdasarkan garis pasar modal / capital market line (CML). Karakteristik utama CML adalah hanya portofolio yang efisien yang dapat diplot ke CML, dengan demikian indeks Sharpe berasumsi bahwa setiap portofolio/ reksadana telah efisien. Indeks Treynor atau disebut juga reward-to-volaility ratio (RVOL), membandingkan rata-rata excess return portofolio dalam periode tertentu dengan risiko sistematis yang dihitung dengan beta. Sama halnya dengan Sharpe, Treynor memiliki kekurangan pada asumsi yang digunakan yaitu bahwa portofolio telah terdiversifikasi penuh sehingga satu-satunya risiko yang diperhitungkan hanyalah systematic risk atau risiko pasar. Portofolio dengan systematic risk yang sama namun memiliki total risk yang berbeda, akan dihitung/dianggap memiliki risiko yang sama. Keterbatasan lain indeks Treynor adalah hanya dapat diaplikasikan untuk beta positif ketika pasar berada dalam fase bullish yaitu mengalami tren kenaikan. Sebaliknya, indeks Treynor dapat menyebabkan kekeliruan apabila diaplikasikan dalam fase bearish dengan kondisi nilai beta negatif. Baik indeks Sharpe maupun indeks Treynor, akan memberikan peringkat yang serupa jika portofolio yang dievaluasi merupakan portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Dengan adanya diversifikasi yang baik maka faktor unsystematic risk telah diminimalkan sehingga hanya faktor
22 50 systematic risk saja yang diperhitungkan. Dengan demikian walaupun dalam indeks Sharpe menggunakan standar deviasi yang mencerminkan total risiko yang meliputi risiko sistematis dan non sistematis, karena risiko non sitematis telah diminimalkan maka hanya faktor risiko sistematis saja yang diperhitungkan, dengan demikian kondisi ini akan sama dengan indeks Treynor yang tidak memperhitungkan faktor risiko tidak sistematis melainkan hanya risiko sistematis saja. Jika portofolio terdiversifikasi dengan sempurna maka peringkat yang diberikan oleh indeks Sharpe dan Treynor akan sama karena risiko yang tersisa tinggal risiko pasar saja. Bila portofolio tidak terdiversifikasi dengan sempurna maka Treynor akan memberikan peringkat yang lebih tinggi daripada Sharpe, hal ini karena peringkat di Sharpe masih mengandung risiko tidak sistematis sehingga indeks kinerjanya lebih kecil dibandingkan dengan indeks kinerja menurut Treynor. Dengan demikian maka pengukuran Sharpe lebih layak digunakan terhadap well-diversified portofolios bukan perfectdiversified portofolios, sedangkan indeks Treynor lebih layak untuk asset individual. Maksudnya adalah apabila satu set entitas portofolio diberikan kepada satu manajer, maka risiko yang harus diperhatikan adalah total variabilitas kinerja portofolio. Manajer menghadapi baik risiko sistematis maupun risiko non sistematis karena portofolio tidak terdiversifikasi antar manajer. Maka metode evaluasi yang relevan adalah indeks Sharpe yang menggunakan total risiko. Tapi apabila portofolio terdiversifikasi dengan dikelola oleh banyak manajer, maka risiko firm-specific akan hilang dan
23 51 hanya tersisa risiko market specific (beta). Dalam hal ini pengukuran Treynor dapat digunakan untuk setiap asset individual yang dikelola banyak manajer. Pemilihan metode pengukuran bergantung pada definsi risiko yang akan digunakan. Jika investor cenderung menggunakan risiko total, RVAR lebih cocok, tetapi jika hanya risiko sistematik saja yang digunakan maka RVOL yang lebih baik digunakan. Dalam kondisi reksadana not completely diversified, maka Treynor dan Jensen dapat memberikan peringkat yang lebih tinggi dibandingkan metode Sharpe. Baik Sharpe maupun Treynor, keduanya tidak memperhitungkan value added. Treynor semata-mata hanya memberi peringkat (ranking criterion). Peringkat yang dihasilkan dengan indeks Treynor hanya berguna jika portofolio yang dimiliki merupakan sub-sub portofolio yang lebih luas atau lebih terdiversifikasi penuh. Berbeda dengan indeks Sharpe dan indeks Treynor, Indeks Jensen menggunakan capital asset pricing model (CAPM) untuk menentukan apakah portofolio telah menghasilkan kinerja yang superior bila dibandingkan dengan indeks pasar. Indeks Jensen menambahkan faktor alpha sebagai pengukur manajer superior/inferior sebagai pembeda kinerja portofolio yang diukur dengan beta. Jika alpha secara statistik tidak berbeda dengan nol maka tidak terdapat abnormal return. Jika alpha bernilai positif dan siginifikan, berarti manajer telah bekerja dengan superior, artinya menghasilkan return yang lebih baik daripada indeks pasar, sebaliknya jika alpha bernilai negatif berarti manajer investasi memiliki kinerja inferior. Seperti halnya Treynor, indeks Jensen
24 52 mengasumsikan bahwa portofolio telah terdiversifikasi secara penuh sehingga satu-satunya risiko pada portofolio adalah risiko sistematis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alpha merupakan ukuran tingkat differential return antara expected return berdasarkan CAPM dalam security market line (SML) yang merupakan patokan nilai wajar suatu portofolio, terhadap harga aktual portofolio tersebut. Menurut Jensen, kinerja manajer yang superior disebabkan oleh dua hal yaitu kemampuan manajer dalam memprediksi pasar dan mengganti-ganti portofolio untuk beradaptasi dengan pasar (market timing) dan kemampuan manajer investasi untuk menyeleksi reksadana yang secara konsisten undervalued (stock selection) Penelitian Terdahulu Yasmin and Lawrence (1996) dalam Wahyudi (2003) melakukan pengujian terhadap konsistensi indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen pada reksadana di Inggris selama periode 1975 sampai dengan Hasil penelitian mereka menemukan bahwa korelasi terhadap ketiga indeks Sharpe, indeks Jensen, dan indeks Treynor menunjukkan derajat yang tinggi, artinya bahwa terjadi konsistensi terhadap ketiganya. Konsistensi ketiga alat ukur risk-adjusted return tersebut juga ditemukan dalam penelitian Wahyudi (2003) yang menghasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan kinerja berdasarkan variabel risiko dan return yang diukur dengan indeks Treynor, indeks Sharpe, dan indeks Jensen, baik pada investasi insurance-linked saham maupun reksadana saham.
25 53 Penelitian Wilson and Jones (1981) terhadap 34 reksadana di Amerika Serikat menemukan bahwa hubungan antara ketiga alat ukur indeks Sharpe, indeks Jensen, dan indeks Treynor bisa negatif atau positif tergantung pada return pasar yang digunakan sebagai variabel bebas (independent variable). Wiksuana dan Purnawati (2008) juga melakukan penelitian mengenai konsistensi risk-adjusted performance terhadap kinerja portofolio saham periode tiga bulan di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks-indeks Sharpe, Treynor, dan Jensen tidak konsisten sebagai pengukur kinerja portofolio saham dengan pendapatan yang tinggi dan korelasi yang rendah. Indeks Treynor dan Jensen mempunyai korelasi signifikan dan positif bagi kelompok portofolio saham 20, 25 dan 8, sedangkan indeks Sharpe dan Jensen menunjukkan korelasi yang tidak signifikan tetapi positif untuk semua kelompok portofolio saham Rerangka Pemikiran Dalam rangka pengujian konsistensi risk-adjusted performance terhadap kinerja reksadana saham di Indonesia periode tahun 2006 sampai dengan 2010 dalam karya akhir ini, pengujian tidak hanya melalui uji korelasi saja namun juga melalui uji peringkat. Dalam uji peringkat, masing-masing reksadana diukur kinerjanya untuk periode per tiga bulan berdasarkan masing-masing indeks. Setelah diketahui hasil pengukuran kinerja tersebut kemudian dilakukanlah pemeringkatan untuk mengetahui reksadana peringkat terbaik berdasarkan masing-masing indeks dan juga untuk mengetahui urutan peringkat kinerja pada masing-masing indeks.
26 54 Berdasarkan urutan peringkat kinerja reksadana tersebut pula, kemudian dilakukan uji korelasi untuk mengetahui derajat korelasi antar peringkat tersebut. Tingkat kuat lemahnya korelasi dan signifikansinya, digunakan untuk mengukur konsistensi antar indeks tersebut. Gambar 3.5 Rerangka Pemikiran Investasi di Reksadana Saham: Banyak pilihan reksadana Memilih Reksadana: Mengukur kinerja reksadana Risk-adjusted performance Menghitung indeks kinerja Indeks Kinerja 3 Bulanan Sharpe, Treynor, Jensen Peringkat Kinerja Masing-masing indeks Uji Korelasi Rank Spearman Reksadana Peringkat Terbaik Berdasarkan Sharpe, Treynor, Jensen Derajat Korelasi Antar Masing-masing Indeks Reksadana Peringkat Terbaik Berdasarkan Rata2 Seluruh Indeks Rekomendasi Indeks Kinerja Yang Paling Konsisten Rekomendasi Reksa Dana Peringkat Terbaik END
27 Hipotesis Kesimpulan terhadap konsistensi ketiga indeks kinerja tersebut tergantung dari korelasi diantara ketiga indeks tersebut. Konsistensi terjadi jika koefisien korelasinya adalah positif signifikan dan sempurna artinya besaran koefisien korelasi sama dengan satu. Berdasarkan hal tersebut maka pengujian konsistensi ini didasarkan pada hipotesis sebagai berikut. H 0 : tidak terdapat korelasi peringkat kinerja reksadana berdasarkan indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen H a : terdapat korelasi peringkat kinerja reksadana berdasarkan indeks Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen Kriteria pengujian: Tolak H 0 apabila -1< ρ xy < 1 dan p > 0,05.
BAB I PENDAHULUAN. nilai investasi yang diserahkan oleh investor sedangkan risiko adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam teori investasi dikatakan bahwa setiap sekuritas akan menghasilkan return dan risiko. Return merupakan tingkat pengembalian dari nilai investasi yang diserahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Di era globalisasi ini, perkembangan perusahaan go public semakin pesat. Saham-saham diperdagangkan untuk menarik para investor menanamkan modal pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi perhatian banyak pihak, khususnya masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pasar
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan menggunakan tipe sampel yang berbasis pada kemungkinan
Lebih terperinciModel-model Keseimbangan
Materi 5 Model-model Keseimbangan Prof. Dr. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. MODEL-MODEL MODEL KESEIMBANGAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PORTOFOLIO PASAR GARIS PASAR MODAL (CAPITAL GARIS PASAR SEKURITAS
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dua hal, yaitu risiko dan return. Dalam melakukan investasi khususnya pada
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Investasi Teori investasi menjelaskan bahwa keputusan investasi selalu menyangkut dua hal, yaitu risiko dan return. Dalam melakukan investasi khususnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bank. Suatu perusahaan dapat menerbitkan saham dan menjualnya di pasar. beban bunga tetap seperti jika meminjam ke bank.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi perhatian banyak pihak, khususnya masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pasar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Menginvestasikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Menginvestasikan sejumlah dana pada asset
Lebih terperinciMATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN
MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) PORTOFOLIO PASAR GARIS PASAR MODAL (CAPITAL MARKET LINE/CML) GARIS PASAR SEKURITAS (SECURITY MARKET LINE/SML) PENGUJIAN TERHADAP CAPM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini banyak orang tertarik untuk melakukan investasi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sekarang ini banyak orang tertarik untuk melakukan investasi. Mereka berharap dengan melakukan investasi dapat memperoleh keuntungan di waktu mendatang. Sesuai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kinerja reksa dana syariah
30 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kinerja reksa dana syariah pendapatan tetap yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan. Reksa dana yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berlandaskan dari teori yang ada pada bab II sebelumnya. Pengelolahan data
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, penulis membahas mengenai pengolahan data-data yang berlandaskan dari teori yang ada pada bab II sebelumnya. Pengelolahan data tersebut akan menghasilkan hasil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. bertahan dari terpaan krisis tersebut. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan. Tabel 1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meskipun sejak tahun 2008 perekonomian dunia sedang mengalami perlambatan dikarenakan krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan
Lebih terperinciProsiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Ferikawita Magdalena Sembiring
Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 ANALISIS PERFORMANCE DAN SYSTEMATIC RISK PORTOFOLIO INDEKS LQ-45 BERDASARKAN JENSEN MODEL Ferikawita Magdalena Sembiring Jurusan Manajemen,
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini akan membahas teori dasar portofolio dan teori kinerja portofolio. Secara spesifik teori kinerja portofolio ini akan digunakan pada bab bab selanjutnya untuk mengevaluasi kinerja
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA PORTFOLIO
MATERI 14 EVALUASI KINERJA PORTFOLIO Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW 1/27 Bab ini membahas tahapan penting dalam proses investasi, yaitu tahap evaluasi kinerja portofolio. Dalam tahap ini
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Pasar Modal no.8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27)
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Reksadana Menurut Undang-Undang Pasar Modal no.8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27) disebutkan bahwa Reksadana adalah wadah yang digunakan untuk menghimpun dana masyarakat
Lebih terperinciDua model keseimbangan:
Dua model keseimbangan: 3/40 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Arbitrage Pricing Theory (APT) CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) CAPM adalah model hubungan antara tingkat return harapan dari suatu aset
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diperdagangkan di Bursa Efek dan Pasar Uang, dengan tujuan menyebarkan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Portofolio Teori investasi lebih menganjurkan investor untuk membentuk portofolio dalam berinvestasi saham. Menurut
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. kelas aset investasi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL XVIII DAFTAR GAMBAR XX DAFTAR LAMPIRAN XXI DAFTAR PERSAMAAN XXI DAFTAR ISTILAH XXII 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 7
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sejarah Bursa Efek Indonesia Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperoleh rasa aman melalui tindakan berjaga-jaga dengan mencadangkan. yang mungkin akan timbul karena adanya ketidakpastian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi pada hakikatnya memiliki tujuan untuk memperoleh suatu keuntungan tertentu. Tujuan mencari keuntungan merupakan hal yang membedakan kegiatan
Lebih terperinciTEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO. MATERI 15 dan 16.
TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 15 dan 16 KERANGKA PIKIR UNTUK EVALUASI KINERJA PORTOFOLIO Evaluasi Kinerja portofolio akan terkait dua isu utama : 1. Mengevaluasi apakah return portofolio yang telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan. mengharapkan return (tingkat pengembalian) berupa capital gain, dan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat menarik bagi seorang investor. Para investor yang menginvestasikan dananya, pasti akan mengharapkan return
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada. saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Namun dalam dunia yang sebenarnya
Lebih terperinciCAKUPAN PEMBAHASAN MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN
MATERI 6 MODEL-MODEL KESEIMBANGAN Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. CAKUPAN PEMBAHASAN Overview CAPM (Capital Asset Pricing Model) Portofolio pasar Garis pasar modal Garis pasar sekuritas Estimasi Beta
Lebih terperinciMATERI 14 EVALUASI KINERJA PORTFOLIO. Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si.
MATERI 14 EVALUASI KINERJA PORTFOLIO Prof. DR. DEDEN MULYANA, SE., M.Si. OVERVIEW 1/27 Bab ini membahas tahapan penting dalam proses investasi, yaitu tahap evaluasi kinerja portofolio. Dalam tahap ini
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... IV DAFTAR GAMBAR... VI DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR LAMPIRAN... X
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... I DAFTAR ISI... IV DAFTAR GAMBAR... VI DAFTAR TABEL... VIII DAFTAR LAMPIRAN... X I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah... 5 1.3. Tujuan Penelitian...
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Investasi adalah pengumpulan dana dalam mengantisipasi penerimaan yang
15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi adalah pengumpulan dana dalam mengantisipasi penerimaan yang lebih besar pada masa mendatang. Investasi merupakan penanaman dana yang bertujuan untuk mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjuan Umum Terhadap Objek Studi Gambaran Umum LQ Kriteria Pemilihan Saham LQ45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjuan Umum Terhadap Objek Studi 1.1.1 Gambaran Umum LQ45 Indeks LQ45 terdiri dari 45 saham dengan likuiditas (liquidity) tinggi yang diseleksi melalui beberapa kriteria pemilihan.
Lebih terperinciOVERVIEW. Dua model keseimbangan: Arbitrage Pricing Theory (APT) Capital Asset Pricing Model (CAPM) 3/40
OVERVIEW Dua model keseimbangan: 3/40 Capital Asset Pricing Model (CAPM) Arbitrage Pricing Theory (APT) PENDAHULUAN TENTANG CAPM Penentuan asset pricing suatu sekuritas individual dan/atau portofolio merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi adalah Proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan bagaimana mencapai tujuan tersebut dan bagaimana mencapai tujuan tersebut Pratomo (2004) Definisi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Investasi terdiri dari investasi pada aset riil (tanah, mesin, bangunan),
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian investasi Investasi terdiri dari investasi pada aset riil (tanah, mesin, bangunan), maupun pada aset-aset financial (deposito, saham ataupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal Indonesia dalam menggalang dana mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan suatu alternatif bagi para pemodal untuk berinvestasi. Perkembangan pasar modal Indonesia dalam menggalang dana mempunyai peranan yang penting
Lebih terperinciBAB III PORTOFOLIO OPTIMAL. Capital assets pricing model dipelopori oleh Treynor, Sharpe, Lintner
BAB III PORTOFOLIO OPTIMAL 3.1 Capital Asset Pricing Model Capital assets pricing model dipelopori oleh Treynor, Sharpe, Lintner dan Mossin pada tahun 1964 hingga 1966. Capital assets pricing model merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Tujuan yang ingin kita capai, ialah kesuksesan finansial. Sukses finansial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan yang ingin kita capai, ialah kesuksesan finansial. Sukses finansial adalah kondisi ketika kita hidup berkecukupan, mempunyai pendapatan yang lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seperti di negara negara berkembang lainnya, para investor di Pasar Modal Indonesia mengharapkan keuntungan yang lebih besar karena ada dua alasan (Mobius, 1996 ).
Lebih terperinciPORTFOLIO EFISIEN & OPTIMAL
Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah: Manajemen Investasi Dikompilasi oleh: Nila Firdausi Nuzula, PhD Portofolio Efisien PORTFOLIO EFISIEN & OPTIMAL Portofolio efisien diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Investasi. cukup, pengalaman, serta naluri bisnis untuk menganalisis efek-efek mana yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2005:4). Untuk melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuntungan di masa datang. Harapan keuntungan (return) di masa datang tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi merupakan komitmen sejumlah dana dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang. Harapan keuntungan (return) di masa datang tersebut merupakan kompensasi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. korelasi antar return. Teori ini memformulasikan keberadaan unsur return dan risiko
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Portofolio Harry Markowitz mengembangkan suatu teori pada dekade 1950- an yang disebut dengan Teori Portofolio Markowitz. Teori Markowitz menggunakan beberapa pengukuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar dari pengembangan perumusan Capital Assets Pricing Model (CAPM)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Dasar dari pengembangan perumusan Capital Assets Pricing Model (CAPM) mula-mula adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Markowitz (1952). Secara sederhana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah hasil (return) dan risiko (risk). Return merupakan hasil yang diperoleh dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang (Tandelilin,
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. portofolio agar tetap optimal. Kondisi pasar yang berubah misalnya akan berpotensi
1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja suatu portofolio harus selalu dipantau untuk menjaga kinerja portofolio agar tetap optimal. Kondisi pasar yang berubah misalnya akan berpotensi mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Model penetapan harga asset Capital Assets Pricing Model, biasa disebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Model penetapan harga asset Capital Assets Pricing Model, biasa disebut CAPM. Model ini memberikan prediksi yang tepat tentang bagaimana hubungan antara risiko
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal merupakan sarana efektif sebagai penggalang dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Aktivitas pasar modal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. datang. (Tandelilin, 2010:2). Investasi merupakan Penundaan konsumsi sekarang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan di masa datang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan investasi pada umumnya dilakukan untuk memperoleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan investasi pada umumnya dilakukan untuk memperoleh keuntungan tertentu. Investasi memiliki 2 bentuk yaitu investasi pada real asset produktif seperti
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Investasi Investasi merupakan penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan didalam produksi efisien selama periode waktu tertentu (Hartono,2010:5). Investasi
Lebih terperinciBAB IV METODE RISET. penelitian adalah tahun 2006 s.d maka reksadana saham yang dijadikan
BAB IV METODE RISET 4.1. Objek Penelitian Dari berbagai jenis reksadana sebagaimana telah diuraikan pada Bab III, yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah reksadana saham. Karena periode penelitian
Lebih terperinciABSTRAKSI. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAKSI Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang Dalam melakukan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin, 2010:1). Pengertian investasi
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Investasi Investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka hal yang perlu dilakukan oleh calon investor adalah menilai kinerja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penilaian kinerja suatu organisasi sangat perlu dilakukan untuk memperoleh informasi tentang bagus atau tidaknya kinerja suatu organisasi. Kinerja merupakan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Reksa Dana Saham dan Reksa Dana
29 III. METODE PENELITIAN 3.1 Teknik dan Pengambilan Sampel 3.1.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Pendapatan Tetap yang terdaftar di Badan Pengawas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak yang akan menginvestasikan dananya (investor). Prinsip-prinsip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal Indonesia sebagai lembaga keuangan selain perbankan keberadaannya dapat dijadikan tempat untuk mencari sumber dana baru dengan tugasnya sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Single Index Model Pada dasarnya Single Index Model menyederhanakan masalah portofolio dengan mengkaitkan hubungan antara setiap saham dalam portofolio
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengukuran dan Evaluasi Terhadap Kinerja Reksa Dana Saham Keseluruhan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data historis, sehingga tidak ada suatu kepastian
Lebih terperinciLANDASAN TEORI. atau keuntungan atas uang tersebut (Ahmad, 1996:3). Investasi pada hakikatnya
II. LANDASAN TEORI 2.1. Investasi Investasi adalah menempatkan dana dengan harapan memperoleh tambahan uang atau keuntungan atas uang tersebut (Ahmad, 1996:3). Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana tertentu yang ditanamkan pada periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran di kemudian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi yang dipilih peneliti untuk penelitian adalah di Pojok BEI UIN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih peneliti untuk penelitian adalah di Pojok BEI UIN malang. Untuk mencari sampel dan populasi Reksadana Saham sebagai bahan penelitian,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
71 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan studi deskriptif, karena tujuan penelitian
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHAS AN. Padahal reksa dana syariah memiliki perkembangan yang cukup pesat, tercatat
BAB IV PEMBAHAS AN IV.1 Analisis Kinerja Portofolio Melihat kinerja portofolio perlu dilakukan sebelum melakukan keputusan investasi. Dengan membandingkan kinerja antar reksa dana, maka investor mendapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan dengan ditandai semakin maraknya kegiatan investasi di Pasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan keberadaan isu globalisasi tidak dapat di elakkan lagi. Hal itu dapat kita lihat dampaknya pada perkembangan perekonomian dunia yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan (financial assets) merupakan salah satu bentuk dari investasi selain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi pada pasar modal merupakan salah satu cara bagi masyarakat pemodal untuk memperoleh keuntungan dengan cepat. Investasi pada aktiva keuangan (financial assets)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar Belakang Pasar Modal merupakan sebuah organisasi
Lebih terperinciRita Indah Mustikowati, SE, MM
Rita Indah Mustikowati, SE, MM TINGKAT PENGEMBALIAN Tingkat pengembalian disebut juga return Return berarti keuntungan atau tingkat pengembalian yang diharapkan Pengembalian investasi adalah dalam bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Definisi Indeks LQ Kriteria Indeks LQ45
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Definisi Indeks LQ45 Pasar modal di Indonesia masih tergolong pasar modal yang transaksinya tipis (thin market), yaitu pasar modal yang sebagian
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN. Dalam pengukuran kinerja reksa dana saham dengan menggunakan ukuran Sharpe,
BAB 4 ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN 4.1 Perhitungan Return Pengembalian Bebas Risiko Dalam pengukuran kinerja reksa dana saham dengan menggunakan ukuran Sharpe, Treynor, dan Jensen, digunakan suatu tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungan atau merugikan. Ketidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Risiko Pada dasarnya risiko muncul akibat adanya kondisi ketidakpastian akan sesuatu yang diharapkan terjadi dimasa yang akan datang. Sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas investasi yang mereka lakukan. Hal ini sekarang bukan menjadi masalah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia memerlukan dana investasi yang sangat besar agar mampu menciptakan kesempatan kerja baru dan meningkatkan tingkat pertumbuhan Produk Nasional
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27):
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Reksadana Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27): Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan berisikan latar belakang permasalahan, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan dalam pembuatan laporan tugas akhir. 1.1 Latar
Lebih terperinciRETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO
RETURN YANG DIHARAPKAN DAN RISIKO RETURN Definisi : merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Komponen Return : Yield dan Capital Gain ( Loss). Yield
Lebih terperinciEVALUASI KINERJA REKSA DANA PENDAPATAN TETAP BERDASARKAN METODE SHARPE, METODE TREYNOR DAN METODE JENSEN
EVALUASI KINERJA REKSA DANA PENDAPATAN TETAP BERDASARKAN METODE SHARPE, METODE TREYNOR DAN METODE JENSEN Fitaning Intan Pradani R. Rustam Hidayat Topowijono Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Lebih terperinciPEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL TIGA SAHAM LQ45 DAN PERBANDINGAN TERHADAP KINERJA REKSA DANA SAHAM PADA OKTOBER 2016
PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL TIGA SAHAM LQ45 DAN PERBANDINGAN TERHADAP KINERJA REKSA DANA SAHAM PADA OKTOBER 2016 Erick Saputra Hidayat PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL TIGA SAHAM LQ45 DAN PERBANDINGAN
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian/Design Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian lebih bersifat deskriptif analitis untuk menggambarkan sekuritas-sekuritas
Lebih terperinciREVIEW REKSADANA SAHAM TAHUN 2014
REVIEW REKSADANA SAHAM TAHUN 2014 Edisi No.2, Tahun 2015, Tanggal: 2 Maret 2015 Definisi Reksadana Campuran : Reksadana campuran adalah reksadana yang melakukan investasi dalam efek ekuitas dan efek hutang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar modal di Indonesia makin menunjukkan perkembangan yang signifikan ditunjukkan dengan kapitalisasi pasar modal mencapai Rp 5.071 triliun (Oktober
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejumlah saham kepada public di pasar modal atau go public. Selain untuk
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu akibat dari persaingan bisnis yang semakin ketat adalah perusahaan harus mencari sumber modal lebih untuk mendanai kegiatan ekspansinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam pasar modal saat ini kian menarik banyak investor untuk melakukan investasi. Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumberdaya lainnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi reksa dana berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995
18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Reksa Dana Definisi reksa dana berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27 adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tandelilin (2001 : 3), investasi merupakan komitmen atas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Investasi 2.1.1.1 Pengertian Investasi Menurut Tandelilin (2001 : 3), investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat hasil atau return sehingga dapat meningkatkan besarnya harta atau
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Investasi adalah hal yang dilakukan oleh masyarakat agar mendapatkan tingkat hasil atau return sehingga dapat meningkatkan besarnya harta atau kekayaaan yang dimilikinya.
Lebih terperinciSecurity Market Line & Capital Asset Pricing Model
Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah: Manajemen Investasi Dikompilasi oleh: Nila Firdausi Nuzula, PhD Systematic Risk & Beta Security Market Line & Capital Asset Pricing Model Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu tempat bagi suatu perusahaan untuk memperoleh pembiayaan atau dana dengan cara penjualan saham. Pasar modal menjadi alternatif bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimasukkan ke aktiva produktif selama periode waktu tertentu (Hartono, 2003).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi merupakan kegiatan untuk mengubah satu unit konsumsi dimasa sekarang yang akan menghasilkan lebih dari satu unit konsumsi dimasa yang akan datang. Investasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pilihan instrumen investasi. Menurut Tandelilin (2010, h.1), investasi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investor dihadapkan pada berbagai pilihan dalam menentukan sumber daya yang dimiliki untuk konsumsi saat ini atau di investasikan pada berbagai jenis pilihan instrumen
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. berbagai macam cara menginvestasikan sejumlah dana pada real aset seperti
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Investasi Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya dengan tujuan memperoleh keuntungan di masa datang. Investasi bisa berkaitan
Lebih terperinciBab 3 Risiko dan Hasil pada Aset
M a n a j e m e n K e u a n g a n 59 Bab 3 Risiko dan Hasil pada Aset Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan mengenai definisi, teknik perhitungan, jenis, dan hubungan antara risiko dan hasil.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peringkat investment grade dari lembaga pemeringkat kredit international fitch
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi pada tahun 1997 berdampak pada banyak terlikuidasinya perbankan di Indonesia, pasar modal dianggap mampu menjadi alternatif penghimpun dana selain
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Lingkungan Investasi 2.1.1 Pengertian Investasi Lingkungan investasi meliputi berbagai jenis sekuritas atau efek yang ada, di mana dan bagaimana mereka diperjualbelikan. Proses
Lebih terperinciCAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) Zainul Muchlas,
First Publised: 2 November 2007 Revision: 6 August 2009 Second revision: 29 January 2016 CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) Zainul Muchlas, zainulm@yahoo.com Definisi Capital Asset Pricing Model (CAPM)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Risiko Dan Tingkat Imbal Hasil (Return) Dalam melakukan segala hal, kita selalu dihadapkan pada risiko (risk). Objek penelitian tesis ini adalah NAB pada sebuah reksadana
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Investasi Zvi Bodie (2008) menyatakan an investment is the current commitment of money or other resources in the expectation of reaping future benefit. Komitmen yang terjadi merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Investasi 2.1.1 Definisi Investasi Investasi merupakan salah satu aspek penting dalam perencanaan keuangan setiap individu, dimana keputusan melakukan investasi pada umumnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa capital gain. Menurut Indriyo Gitosudarmo dan Basri (2002: 133),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi perekenomian yang tidak stabil dan sulit diprediksi sangat berpengaruh terhadap perkembangan dunia bisnis dewasa ini. Kondisi tersebut bisa menyebabkan penurunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat semakin sadar akan kebutuhan untuk berinvestasi. Hal ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin sadar akan kebutuhan untuk berinvestasi. Hal ini dapat terlihat dari berbagai ragam sarana investasi yang ditawarkan kepada masyarakat.
Lebih terperinciIV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1.1 Analisis Portofolio Pada Aktiva Berisiko (Saham dan Emas)
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 1.1 Analisis Portofolio Pada Aktiva Berisiko (Saham dan Emas) Investor dalam membentuk portofolio diperlukan perhitungan return ekspektasi dari masing-masing aktiva untuk dimasukkan
Lebih terperinciBAB III CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING TEORY (APT)
BAB III CAPITAL ASSET PRICING MODEL (CAPM) DAN ARBITRAGE PRICING TEORY (APT) 3.1 Model Keseimbangan Pada titik keseimbangan, investor mempunyai harapan yang sama terhadap return dan risiko. Menurut Jacob
Lebih terperinciJudul : Kinerja Portofolio Optimal Berdasarkan Model Indeks Tunggal (Studi pada Perusahaan Sektor Basic Industry and Chemicals
Judul : Kinerja Portofolio Optimal Berdasarkan Model Indeks Tunggal (Studi pada Perusahaan Sektor Basic Industry and Chemicals dan Sektor Trade, Service, and Investment) Nama : Golden Jr. Aliakur NIM :
Lebih terperinci