PROSES PEMULIHAN EKONOMI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSES PEMULIHAN EKONOMI"

Transkripsi

1 BAB 2 PROSES PEMULIHAN EKONOMI HASIL ANALISA INDIKATOR DINI Seperti telah diuraikan di atas, indikator dini dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk meramalkan ekonomi jangka pendek. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian saat ini indikator dini cukup baik untuk menggambarkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dengan melihat perilaku suatu variabel ekonomi. Dalam bagian ini akan diuraikan ringkasan hasil regresi beberapa variabel ekonomi untuk melihat pengaruhnya terhadap perekonomian. Secara lengkap teori dan hasil regresi variabel ekonomi tersebut dapat dilihat dalam lampiran. 1. Pergerakan Kurs Dan Uang Beredar Sebagai Leading Indicator Inflasi. Perubahan nilai tukar, uang beredar, dan harga BBM dalam negeri merupakan leading indicator yang cukup baik untuk memperkirakan laju inflasi bulanan. Pengaruh nilai tukar terhadap inflasi lebih besar dari uang beredar dan diperkirakan berlangsung selama 3 bulan. Setiap 1 persen kenaikan harga BBM akan memberi tambahan inflasi sekitar 0,085 persen. Laju inflasi tahun 2001 dapat ditekan di bawah 2 digit apabila kurs menguat hingga Rp ,- per dolas AS. 2. Suku Bunga Nominal Sebagai Leading Indicator Ekspektasi Inflasi. Berdasarkan hipotesa Fisher suku bunga nominal yang digambarkan oleh yield curve dapat digunakan sebagai leading indicator untuk melihat ekspektasi inflasi. Karena pasar sekunder obligasi pemerintah di Indonesia belum berkembang, yield curve didekati dengan selisih antara suku bunga deposito jangka panjang dengan jangka yang lebih pendek. Hasil pengujian menunjukkan bahwa selisih suku bunga deposito di Indonesia dapat digunakan sebagai leading indicator terhadap ekspektasi inflasi. Meskipun demikian ia tidak mempunyai prediction power yang tinggi sehingga tidak dapat digunakan sebagai alat forecasting. 3. Perilaku Shock. Perilaku shock suatu variabel terhadap variabel lainnya dianalisa dengan melihat impulse response dalam model vector autoregression (VAR). Dalam studi ini dilakukan analisa impulse response antara nominal dan real shock serta diantara kurs nominal, pertumbuhan uang primer, laju inflasi, dan tingkat suku bungan pada dua periode waktu yaitu sebelum, selama, dan sesudah krisis. Hasil analisa menunjukkan perbedaan perilaku shock antara dua periode sebelum serta selama dan sesudah krisis. II-1

2 4. Indicator of Policy Severity.. Selain melalui perubahan uang beredar, stance kebijakan moneter dapat dilihat dengan indicator of policy severity. Dari hasil perhitungan, kebijakan moneter yang relatif ketat hanya ditemukan antara pertengahan tahun 1997 hingga triwulan I/1998 serta menjelang Pemilu tahun Model Ekspor Non-migas. Perubahan impor bahan baku dan barang modal dengan lag tertentu merupakan salah satu leading indicator yang baik untuk memperkirakan perubahan ekspor non-migas selain variabel lain. Model pertama menunjukkan bahwa pengaruh perubahan nilai impor bahan baku dan barang modal terhadap nilai ekspor nonmigas bersifat positif pada lag 12 dan bersifat negatif pada lag 14 meskipun pengaruh perubahan nilai impor bahan baku dan barang modal pada lag 12 lebih besar daripada pada lag 14. Model kedua menunjukkan bahwa perubahan nilai impor bahan baku dan barang modal pada lag 12 sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai ekspor nonmigas sebesar 0,318 persen. Pada tahun 2001 diperkirakan nilai ekspor nonmigas akan mencapai US$ 48,137 miliar. 6. Model Harga Minyak Mentah. Perilaku harga minyak bumi (crude oil) adalah sama dengan perilaku harga komoditas lainnya yang mengalami perubahan harga yang cukup besar pada saat kelebihan penawaran atau permintaan. Secara umum permintaan akan minyak bumi pada tingkat dunia adalah relatif stabil. Namun, dari sisi penawaran akan sangat dipengaruhi oleh produksi negara-negara penghasil minyak bumi. Untuk memberikan keyakinan penetapan harga minyak mentah sebesar US$ 24 per barrel di dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perlu didukung oleh suatu model. Untuk mengetahui besarnya kemungkinan harga minyak mentah sepanjang tahun 2001 (Juli Desember) apakah akan mencapai US$ 24 per barel, maka dapat digunakan model Brownian Motion dengan mean reversion. 7. Siklus Bisnis Indonesia. Siklus bisnis dengan menggunakan perilaku PDB riil sebagai acuannya adalah dasar yang paling utama untuk memperkirakan indikator-indikator yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Meskipun tidak terlalu nyata, hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa sekali dalam 5 tahun perekonomian Indonesia mengalami tingkat perekonomian terendah. Hal ini terjadi pada tahun terakhir pada setiap akhir periode/awal jabatan presiden. 8. Output Gap dan Inflasi. Output potensial adalah sisi penawaran perekonomian yang menggambarkan output maksimum yang dapat dicapai tanpa menimbulkan tekanan inflasi. Dalam jangka menengah perkiraan terhadap output potensial dapat digunakan untuk menganalisa batas pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, yaitu yang tidak mengganggu keseimbangan internal dan eksternal. Dalam jangka pendek, perkiraan terhadap gap antara output aktual dan potensial dapat digunakan sebagai patokan untuk menganalisa tekanan terhadap inflasi. Hasil regresi dalam studi ini memperlihatkan bahwa output gap (selisih antara PDB aktual dengan PDB potensial) yang positif cenderung akan menekan inflasi, baik dengan tidak maupun dengan II-2

3 menggunakan lag satu triwulan. Ini berarti kebijakan sisi penawaran ekonomi dapat diantisipasi dengan menganalisa besarnya output gap dalam suatu periode. 9. Model Investasi. Meskipun porsi investasi dalam sisi pengeluaran PDB sekitar 20 persen, namun investasi sangatlah penting sebagai salah satu penyebab business cycle. Selanjutnya, berbagai kebijakan utama ekonomi dilakukan untuk mendorong investasi. Dengan demikian dibutuhkan pemahaman mengenai perilaku dan faktor yang menentukan investasi. Pendekatan yang digunakan dalam model ini adalah investasi sebagai fungsi dari suku bunga dan PDB potensial yang dihitung menggunakan metoda Hodrick-Prescott Filter. Dari regresi diperoleh bahwa besarnya investasi pada suatu waktu dipengaruhi oleh trend PDB satu triwulan sebelumnya dan suku bunga deposito dua triwulan sebelumnya. 10. Konsumsi Semen Sebagai Leading Indicator Sektor Konstruksi. Sebagian besar kegiatan sektor konstruksi membutuhkan semen. Umumnya kebutuhan semen sangat tinggi pada awal atau pertengahan aktivitas konstruksi. Dengan demikian, konsumsi semen berpotensi untuk dijadikan sebagai leading indicator kegiatan konstruksi. 11. IHK Sebagai Leading Indicator PDB Deflator. Untuk mengkonversi hasil proyeksi ekonomi riil (PDB riil) ke dalam nilai nominal dibutuhkan perkiraan PDB deflator. Mengingat bahwa komponen pengeluaran terbesar dalam PDB adalah konsumsi maka digunakan elastisitas IHK terhadap PDB deflator sebagai dasar perhitungan perkiraan PDB deflator. Dari hasil regresi IHK terhadap double log PDB deflator diperoleh elastisitas sebesar 0,96 yang berarti setiap kenaikan 1 persen IHK akan menyebabkan kenaikan 0,96 persen PDB deflator. 12. Model Nilai Tukar. Berdasarkan pendekatan moneter, faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai tukar adalah keseimbangan yang terjadi antara fungsi permintaan uang dan fungsi penawaran uang. Berdasarkan pendekatan ini disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar adalah perbedaan jumlah uang beredar antara dalam negeri dan luar negeri; perbedaan pendapatan riil dalam negeri dan luar negeri; dan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri. KONDISI EKONOMI SAAT INI Dalam tahun 2000 proses pemulihan ekonomi terus berlangsung. Perekonomian tumbuh sekitar 4,8 persen dengan ekspor dan investasi sebagai penggeraknya (masing-masing tumbuh sekitar 16,1 persen dan 8,9 persen); sedangkan konsumsi rumah tangga tumbuh lebih lambat (sekitar 3,6 persen). Dari sisi produksi, semua sektor menunjukkan pertumbuhan yang positif. Industri pengolahan nonmigas tumbuh sekitar 7,2 persen; pertanian sekitar 1,7 persen; dan sektor-sektor lainnya sekitar 5,1 persen. Di dalam kelompok industri nonmigas, sub-sektor (a) alat angkut, mesin, dan peralatan, (b) logam dasar, besi, dan baja, (c) pupuk, kimia, dan barang karet, (d) tekstil, barang kulit dan alas kaki, serta (e) kertas dan barang cetakan, tumbuh dua digit. II-3

4 Di sektor pertanian, produksi beras meningkat menjadi 51,2 juta ton dan turut menyumbang bagi stabilnya harga beras di dalam negeri. Harga beras rata-rata mutu sedang di ibukota propinsi dalam tahun 2000 sekitar Rp per kg, menurun dari tahun 1999 sekitar Rp per kg. Sumbangan kenaikan harga beras terhadap inflasi dalam tahun 2000 tercatat sekitar 11 persen. Beberapa leading indicator menunjukkan perkembangan yang searah. Konsumsi listrik oleh sektor industri tumbuh sekitar 8,5 persen dan bahkan sudah melebihi masa sebelum krisis; impor bahan baku/penolong dan barang modal masing-masing sekitar 40,2 persen dan 59,4 persen; serta konsumsi semen sekitar 23,5 persen. Penjualan mobil dan sepeda motor naik ke tingkat yang mendekati sebelum krisis. Arus wisatawan asing juga menunjukkan peningkatan meskipun tidak merata pada semua bandara. Pertumbuhan ekonomi membantu menciptakan lapangan kerja bagi tambahan angkatan kerja dan pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka dalam tahun 2000 menurun menjadi 6,1 persen angkatan kerja. Sejalan dengan itu upah riil pekerja di berbagai daerah dan kegiatan ekonomi meningkat mendekati masa sebelum krisis. Pendapatan per kapita masyarakat mencapai Rp 6,3 juta atau setara dengan US$ 756. Meskipun terjadi perbaikan di sektor riil, pertumbuhan ekonomi tahun 2000 lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain yang mengalami krisis serupa. Perekonomian Korea Selatan tumbuh 10,9 persen dan 8,8 persen dalam tahun 1999 dan 2000 setelah mengalami kontraksi sekitar 6,7 persen pada tahun Demikian pula perekonomian Thailand tumbuh sekitar 4,2 persen dan 4,3 persen setelah mengalami kontraksi sekitar 10,2 persen dalam kurun waktu yang sama. Pertumbuhan ekonomi tahun 2000 juga belum didukung oleh pulihnya kepercayaan masyarakat. Minat investasi dalam tahun 2000 masih jauh di bawah tingkat sebelum krisis. Persetujuan PMDN dan PMA hanya mencapai masing-masing Rp 60,1 triliun dan US$ 14,9 miliar atau sekitar 50,2 persen dan 44,1 persen dari investasi yang disetujui dalam tahun 1997 yang lalu. Arus keluar penanaman modal asing (neto) masih meningkat, dari US$ 2,7 miliar pada tahun 1999 menjadi US$ 3,9 miliar pada tahun Fungsi intermediasi perbankan juga belum sepenuhnya pulih antara lain karena sebagian nasabahnya sedang dalam proses restrukturisasi utang. Sedangkan untuk nasabah baru, perbankan masih diliputi oleh kekuatiran mengingat masih besarnya unsur ketidakpastian. Sampai dengan akhir tahun 2000, jumlah kredit dalam rupiah hanya naik 8,5 persen. Adapun kenaikan kredit dalam valuta asing lebih didorong oleh melemahnya rupiah. Sehingga meskipun dalam nilai rupiah, kredit valuta asing meningkat sekitar 37,7 persen, namun dalam dolar AS hanya naik sekitar 1,8 persen. II-4

5 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO HINGGA TRIWULAN II/2001 Dalam tahun 2000 proses pemulihan ekonomi terus berlangsung. Perekonomian tumbuh 4,8% dengan ekspor dan investasi sebagai penggeraknya. Namun memasuki tahun 2001, terjadi peningkatan ketidakpastian yang mengganggu proses pemulihan ekonomi. Sidang Paripurna DPR-RI tanggal 30 April dan 30 Mei 2001, yang dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian politik, menimbulkan kekuatiran yang berlebihan akan timbulnya konflik horisontal di kalangan masyarakat. Terutama pada hari-hari menjelang Sidang Paripurna DPR. Ketidakstabilan politik ini selanjutnya mempengaruhi kepercayaan masyarakat luar dan dalam negeri. Kepercayaan masyarakat luar negeri yang masih lemah tercermin antara lain dari hasil survei yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat internasional. Pada tanggal 21 Mei 2001 Standard and Poor s (S&P) menurunkan peringkat utang pemerintah (sovereign rating) yaitu untuk utang jangka panjang dalam valuta asing dari B menjadi CCC+; sedangkan dalam mata uang lokal dari B menjadi B karena penyesuaian fiskal dianggap tidak memadai, beban utang pemerintah yang berat, dan tidak pastinya pembiayaan defisit anggaran tahun S&P juga menempatkan prospek utang pemerintah pada negative outlook. Penurunan peringkat ini adalah kedua kalinya sejak bulan Maret 2001 yang lalu. Pada tanggal 8 Maret 2001, S&P menurunkan dari B stable outlook menjadi negative outlook. Sementara itu rating yang dilakukan oleh Moody s tidak mengalami perubahan dalam penilaian yang diumumkan awal Juni Meskipun demikian Moody s mengingatkan akan besarnya resiko melakukan transaksi dengan perbankan di Indonesia. Sebagai catatan pada tanggal 6 Maret 2001 Moody s menurunkan sovereign rating dari B3 positive outlook menjadi stable outlook. Rendahnya peringkat ini kembali menempatkan Indonesia pada posisi yang sulit terutama dalam upaya meningkatkan peluang dan iklim investasi. Survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute menyimpulkan sentimen konsumen yang semakin melemah selama semester I/2001. Sampai dengan Juni 2001, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK), yang dipengaruhi oleh Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan Indeks Ekspektasi (IE), melemah untuk kelima kalinya (dari 103,3 pada bulan Januari menjadi 101,1 pada bulan Februari; 98,5 pada bulan Maret; 97,9 pada bulan April; 96,3 pada bulan Mei; dan 91,6 pada bulan Juni 2001). Dibandingkan dengan bulan sebelumnya, dalam bulan Juni 2001 ISS turun sekitar 6,2% didorong oleh kondisi ekonomi dan politik yang masih belum stabil; sedangkan IE turun sekitar 4,2% didorong oleh keraguan masyarakat atas perkembangan politik di dalam negeri. Selanjutnya pembicaraan dengan tim kaji ulang Dana Moneter Internasional (IMF) sampai dengan semester I/2001 yang belum menghasilkan kesepakatan mengenai pelaksanaan Letter of Intent (LoI) dan revisi APBN 2001 telah menimbulkan keraguan masyarakat akan keberhasilan upaya pemerintah menunda pembayaran utang luar negeri melalui Paris Club II; meskipun Jepang telah menyatakan kesediaannya untuk melakukan restrukturisasi utang Indonesia. II-5

6 Minat asing pada pasar modal di dalam negeri masih rendah. Apabila pada akhir tahun 1999 nilai saham yang dimiliki asing mencapai Rp 122,2 triliun (atau sekitar 27% dari nilai kapitalisasi pasar) maka pada akhir triwulan I/2001 telah menurun menjadi Rp 45,3 triliun (atau sekitar 20% dari nilai kapitalisasi pasar). Pada akhir triwulan II/2001 minat asing sedikit meningkat menjadi sekitar Rp 54,2 triliun atau sekitar 20,4% dari nilai kapitalisasi pasar. Namun angka tersebut masih jauh dibandingkan posisi akhir tahun Ketidakpastian ini selanjutnya mempengaruhi pasar uang dan pasar modal. Faktor-faktor non-ekonomi yang tidak menguntungkan, seperti kekuatiran adanya kerusuhan massa dan pemogokan buruh, terus melemahkan kurs rupiah harian hingga pada sesi penutupan sempat melebihi Rp ,- per dolar AS dalam bulan April 2001 dan menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bawah 400. Dengan amannya pelaksanaan Sidang Paripurna DPR-RI pada tanggal 30 April dan 30 Mei 2001, nilai tukar rupiah dan IHSG sempat menguat. Namun peningkatannya masih sangat lemah. Melemahnya rupiah turut mendorong laju inflasi. Dalam lima bulan pertama tahun 2001 (Jan Mei 2001), laju inflasi telah mencapai 3,73%, lebih tinggi dari kurun waktu yang sama tahun 2000 (sekitar 2,35%). Rupiah yang melemah selanjutnya menimbulkan kekuatiran mengenai ketahanan fiskal sehingga diperlukan penyesuaian APBN antara lain dengan mengurangi subsidi BBM. Terhitung sejak tanggal 16 Juni 2001 harga BBM di dalam negeri dinaikkan rata-rata sekitar 30,1%. Kenaikan harga BBM ini memberi dorongan inflasi bulan Juni dan Juli 2001 berturut-turut sekitar 1,67% dan 2,12%. Dengan demikian selama setahun (year-on-year, yaitu sejak Agustus 2000 hingga Juli 2001), laju inflasi mencapai 13,04%. Sementara itu, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 1 bulan pada akhir triwulan II/2001 meningkat menjadi 16,7% dari 15,8% pada akhir triwulan I/2001 Hal ini juga ikut menambah kekuatiran mengenai ketahanan fiskal. Rp Triliun Grafik II.1 PERKEMBANGAN UANG PRIMER 60 Jan '99 Jul Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Target Indikatif Realisasi II-6

7 Selain oleh melemahnya rupiah, tingginya laju inflasi juga didorong oleh pertumbuhan uang beredar yang relatif masih tinggi dan announcement effects dari pelaksanaan kebijakan penyesuaian harga barang dan jasa yang dikendalikan oleh pemerintah (administered price). Kecuali untuk bulan Februari 2001, sampai dengan Juli 2001 pertumbuhan uang primer selalu di atas target yang ditetapkan. Target indikatif dan realisasi uang primer dapat dilihat pada Grafik II.1. Adapun announcement effects terutama didorong oleh ketidakpastian pelaksanaan kebijakan pengurangan subsidi BBM yang selanjutnya mengakibatkan kebingungan pelaku ekonomi serta mendorong timbulnya antisipasi masyarakat yang berlebihan. Pada akhir triwulan II/2001 penyaluran kredit meningkat menjadi Rp 306,3 triliun. Meskipun penyaluran kredit tersebut naik 7,3% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, fungsi intermediasi perbankan belum sepenuhnya pulih antara lain karena sebagian nasabahnya sedang dalam proses restrukturisasi utang; sedangkan untuk nasabah baru, perbankan masih diliputi oleh kekuatiran mengingat masih besarnya unsur ketidakpastian. Sementara itu perekonomian dunia mengalami perlambatan termasuk perekonomian tiga negara tujuan ekspor terbesar, yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Singapura. Dalam triwulan II/2001 (y-o-y) perekonomian AS, Jepang, dan Singapura berturut-turut tumbuh 0,2%, 0,7%, dan 0,8%. Perlambatan perekonomian dunia berpengaruh terhadap harga-harga komoditi terutama komoditi primer di luar migas. Pada akhir triwulan II/2001, harga karet RSS-1 di bursa New York, kayu lapis di bursa Tokyo, minyak kelapa sawit Sumatera di bursa Rotterdam, kopi robusta Lampung di bursa New York, lada putih di bursa Singapura, timah di bursa Kuala Lumpur, alumunium di bursa London turun berturut-turut 10,7%, 5,2%, 14,7%, 37,2%, 51,8%, 77,1%, dan 3,5%. Menurunnya permintaan eksternal dan merosotnya harga komoditi tersebut turut menyumbang bagi perlambatan kinerja ekspor nasional. Total nilai ekspor dalam bulan Juni 2001 hanya mencapai US$ 4,80 miliar, turun sekitar 1% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut selama semester I/2001, total nilai ekspor mencapai US$ 29,30 miliar atau lebih rendah 0,2% dibandingkan dengan semester yang sama tahun Penurunan tersebut terutama didorong oleh nilai ekspor nonmigas yang tumbuh negatif sekitar 2,2%; sedangkan nilai ekspor migas naik sekitar 6,7% dengan masih tingginya harga ekspor minyak mentah di pasar internasional selama semester I/2001. Total nilai impor selama semester I/2001 mencapai US$ 17,75 miliar atau naik sekitar 29,1% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan terutama didorong oleh impor nonmigas yang naik sekitar 37,2%; sedangkan impor migas menurun sekitar 5,0%. Sementara itu kondisi neraca transaksi berjalan mengalami perbaikan. Dalam semester I/2001, surplus transaksi berjalan meningkat menjadi US$ 3,8 miliar dari US$ 3,3 miliar dalam semester I/2000. II-7

8 Masih besarnya defisit pada arus modal swasta (neto) dan terhambatnya pencairan pinjaman luar negeri mempengaruhi cadangan devisa. Defisit neraca modal meningkat dari US$ 2,7 miliar dalam semester I/2000 menjadi US$ 5,0 miliar pada semester I/2001. Cadangan devisa turun dari US$ 29,4 miliar pada akhir tahun 2000 menjadi US$ 28,6 miliar pada akhir semester I/2001. Ringkasan neraca pembayaran dapat dilihat pada Tabel II.1. Transaksi Berjalan Tabel II.1 NERACA PEMBAYARAN (US$ miliar) Twl. I Twl. II Twl. III 5,8 1,9 1,4 2,2 Twl. IV 2, Twl. I Twl. II 1,6 2,2 Neraca Modal Modal Pemerintah Modal Swasta -4,6 5,4-9,9-0,7 1,3-2,0-2,0 0,8-2,8-1,6 0,6-2,2-1,4 0,6-2,0-2,9-0,1-2,8-2,1-0,0-2,1 Cadangan Devisa Sumber: Bank Indonesia 27,1 29,3 27,5 28,1 29,4 28,7 28,6 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO PASKA SI-MPR Dalam upaya menciptakan kepastian politik yang sangat diperlukan bagi lancarnya penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara diselenggarakan Sidang Istimewa MPR (SI-MPR) pada tanggal 23 Juli Pelaksanaan SI-MPR yang berlangsung dengan aman dan lancar tersebut telah memberi dorongan bagi pulihnya kepercayaan masyarakat. Secara umum respon awal yang diberikan oleh pasar paska SI-MPR sangat positif. Kurs rupiah menguat secara tajam dari Rp ,- per US$ pada akhir minggu II Juli 2001 menjadi Rp 9.525,- per US$ pada akhir Juli 2001 dan bahkan menguat hingga Rp 8.425,- per US$ pada sesi penutupan 14 Agustus Dengan demikian kurs harian menguat sekitar 30% dari kurs terendah dalam 4 bulan terakhir. Relatif sama dengan penguatan kurs harian saat pemilu tahun 1999 yang lalu berjalan lancar (sekitar 28%). Sejalan dengan penguatan rupiah, kegiatan pasar modal mulai bergairah. Nilai kapitalisasi pasar meningkat dari Rp 266,3 triliun pada akhir Juni 2001 menjadi Rp 283,2 triliun pada akhir Juli Perubahan kepemimpinan nasional yang berlangsung secara demokratis mengurangi ketidakpastian politik serta memberi landasan yang kokoh bagi pemerintah yang baru. Kepercayaan masyarakat internasional mulai menunjukkan perbaikan. Pada tanggal 30 Juli 2001, Standard and Poor s (S&P) merevisi prospek (outlook) peringkat utang jangka panjang dari II-8

9 negatif menjadi stabil, meskipun peringkat utang pemerintah (sovereign rating) yaitu untuk utang jangka panjang dalam valuta asing masih CCC+; sedangkan mata uang lokal masih B. Survei yang dilakukan oleh Danareksa Research Institute menunjukkan peningkatan yang signifikan pada ekspektasi konsumen dan dunia usaha. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang dipengaruhi oleh Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan Indeks Ekspektasi (IE) meningkat dari 91,6 pada bulan Juni 2001 menjadi 94,1 pada Juli 2001; kemudian naik lagi menjadi 112,3 pada bulan Agustus Demikian pula Indeks Kepercayaan Bisnis (IKB) yang dipengaruhi oleh Indeks Situasi Sekarang (ISS) dan Indeks Ekspektasi (IE), meningkat dari 109,0 pada bulan Juni- Juli 2001 menjadi 116,0 pada bulan Agustus-September Ekspektasi konsumen dan dunia usaha belum tentu terealisasikan dalam kegiatan di sektor riil karena disamping itu dibutuhkan kebijakan yang kondusif untuk mewujudkannya. Namun mulai pulihnya kepercayaan masyarakat merupakan modal awal yang diperlukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Perkembangan IKK dan IKB dapat dilihat pada Grafik II.2. Grafik II.2 Indeks Kepercayaan Konsumen dan Indeks Kepercayaan Bisnis INDEKS KEPERCAYAAN KONSUMEN 60 Oct-99 Feb-00 Jun-00 Oct-00 Feb-01 Jun-01 IKK ISS IE 140 INDEKS KEPERCAYAAN BISNIS Oct-Nov 99 Apr-May 00 Oct-Nov 00 Apr-May 01 IKB ISS IE II-9

10 Selanjutnya pada tanggal 27 Agustus 2001 dicapai kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tentang paket program kebijakan ekonomi dan keuangan. Pokok-pokok kebijakan mencakup 6 bidang utama yaitu yang berkaitan dengan kerangka dan kebijakan ekonomi makro, desentralisasi fiskal, reformasi sistem perbankan, asset recovery, restrukturisasi perusahaan dan reformasi hukum, serta reformasi sektor publik. Dengan tercapainya kesepakatan ini diharapkan upaya penundaan pembayaran utang pemerintah melalui Paris Club II dan pertemuan CGI berjalan lancar. Dalam triwulan III/2001, perekonomian Indonesia tumbuh sekitar 3,5% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan III/2000 yang mencapai 4,4%. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, serta ekspor barang dan jasa yang berturut-turut naik sekitar 11,9%, 7,1%, dan 6,6%. Sementara itu pembentukan modal tetap bruto turun sekitar 4,3% Dari sisi produksi, semua sektor tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan triwulan III/2000 kecuali sektor listrik gas dan air bersih; perdagangan, hotel, dan restauran; jasa-jasa; serta sub-sektor industri migas. Bahkan sektor industri pengolahan non-migas hanya tumbuh sekitar 5,8% dibandingkan triwulan sama tahun sebelumnya yang meningkat sekitar 6,5%. Dengan perkembangan tersebut, selama tiga triwulan pertama tahun 2001 perekonomian tumbuh sekitar 3,3%, lebih rendah dari kurun waktu yang sama tahun 2000 yang mencapai 4,6%. Ringkasan pertumbuhan ekonomi sampai dengan triwulan III/2001 dapat dilihat pada Tabel II.2. Tabel II.2 RINGKASAN PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN III/2001 (dalam persen, y-o-y) Triwulan Triwulan Triwulan III/2000 I-III/2000 III/2001 PDB 4,4 4,6 3,5 PDB Nonmigas 5,0 5,0 4,1 Konsumsi Rumah Tangga 4,0 3,3 7,1 Konsumsi Pemerintah 11,7 4,7 11,9 Pembentukan Modal Tetap Bruto 22,3 18,7-4,3 Ekspor Barang dan Jasa 14,1 16,7 6,6 Impor Barang dan Jasa 20,1 9,7-1,7 Pertanian 3,4-0,5-0,1 Industri 5,1 6,8 5,3 Industri Nonmigas Lainnya Sumber: BPS 6,5 4,4 7,7 5,3 5,8 3,7 Triwulan I-III/2001 3,3 4,0 5,9 7,3 5,0 14,0 23,1 0,9 4,6 5,3 3,4 Perlambatan ini sejalan dengan perkembangan beberapa leading indicator. Dalam tiga triwulan pertama tahun 2001 konsumsi listrik oleh sektor industri hanya tumbuh 5,5% (y-o-y), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2000 yang tumbuh sekitar 10,6%. Demikian II-10

11 pula penjualan mobil yang melambat drastis menjadi sekitar 6,9% dalam tiga triwulan pertama tahun 2001 dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2000 yang tumbuh lebih dari 300%. Meskipun demikian beberapa leading indicator masih menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi. Penjualan sepeda motor misalnya dalam tiga triwulan pertama tahun 2001 masih tumbuh sekitar 78% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (lihat Boks II.1). Perkembangan beberapa leading indicator dapat dilihat pada Grafik II.3. BOKS II.1 Mengapa Penjualan Sepeda Motor Meningkat? Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perlambatan. Beberapa faktor yang memperlambat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah melemahnya kinerja ekspor dan investasi. Selama tiga bulan terakhir, penjualan mobil menunjukkan kecenderungan yang datar; sementara pengeluaran konsumen untuk barang kebutuhan rumah tangga sedikit menurun. Namun, penjualan sepeda motor terus meningkat; bahkan bila dibandingkan dengan tahun 2000 maka penjualan sepeda motor dalam tiga triwulan pertama tahun 2001 telah meningkat sebesar 78%; dan diperkirakan mencapai tingkat sebelum krisis akhir tahun ini. Tiga faktor utama yang mempengaruhi naiknya permintaan sepeda motor dalam 12 bulan terakhir: (a) perbaikan pendapatan riil masyarakat; (b) pengucuran kembali kredit perbankan; serta (c) perubahan pola permintaan para pembeli pertama yang bergeser dari mobil ke sepeda motor dan lebih oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Pendorong perubahan pola permintaan ini adalah tingginya persaingan dari produk negara Cina yang memproduksi sepeda motor dengan harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Permintaan PENINGKATAN PENDAPATAN. Berdasarkan data dari Astra-Honda, pemulihan di sektor industri pada tahun 2000, khususnya di sektor ekspor serta pertanian yang tumbuh berkembang di Pulau Jawa ikut mendorong penjualan sepeda motor. Pembeli terbesar adalah pedagang kecil dan menengah (bukan pedagang lepas) serta pegawai (baik swasta maupun negeri). Peningkatan arus uang ke daerah (dalam rangka desentralisasi) juga mendorong perekonomian di daerah yang kaya sumber daya alam, tercermin dari kenaikan penjualan sepeda motor di Riau dan Kaltim. SUMBER PEMBIAYAAN. Pengucuran kembali kredit pada akhir tahun 2000 merupakan salah satu faktor tingginya pertumbuhan penjualan sepeda motor. Sumber pendanaan terbesar untuk pembelian sepeda motor di tahun 2001 ini adalah melalui sistem kredit. Sekitar 55% dari keseluruhan penjualan didanai oleh kredit, dan sisanya dilakukan secara tunai. Pola pembiayaan ini sama yang dilakukan pada masa sebelum krisis, dimana 57% dari total penjualan didanai oleh sistem kredit. Pada tahun 1998 banyak terjadi kredit macet, tercermin dari besarnya tingkat penjualan sepeda motor secara tunai (sekitar 65% dari keseluruhan penjualan). Sejalan dengan perubahan pola pembiayaan yang telah kembali ke masa sebelum krisis, komposisi sumber-sumber kredit telah berubah secara drastis. Jika pada tahun 1997 perbankan menyumbang sekitar 45% dari pemberian kredit, maka pada tahun 2001 ini turun menjadi hanya sekitar 9%. Kenaikan paling tinggi untuk pemberian kredit berasal dari para pedagang (dealers), dimana sumbangan mereka meningkat dari 9% pada tahun 1997 menjadi sekitar 25% pada tahun II-11

12 PERUBAHAN PERMINTAAN AKIBAT DARI PERUBAHAN HARGA RELATIF. Walaupun pengucuran kembali kredit telah meningkatkan penjualan selama lebih dari 18 bulan terakhir, menurunnya harga relatif antar merk sepeda motor juga turut mendorong penjualan tahun ini. Persaingan dari sepeda motor merk Cina telah menurunkan harga sepeda motor secara keseluruhan, yang berakibat meningkatnya pangsa pasar sepeda motor untuk kalangan konsumen penghasilan rendah. Persaingan harga merupakan dampak langsung dari liberalisasi impor untuk perangkat built-up selama beberapa tahun terakhir. Sebagian besar importir adalah produsen lokal yang memproduksi barang selain sepeda motor dan memiliki jaringan distribusi yang kuat atau penyalur domestik. Ini mencerminkan bahwa jaringan distribusi bukan merupakan hambatan untuk masuk (entry barrier) ke dalam persaingan di sektor ini. Beberapa importir bahkan telah mendirikan perusahaan perakitan sehingga mereka dapat merakit sendiri kebutuhan impornya. Persaingan yang ada telah memberikan keuntungan bagi konsumen. Pertama, kini terdapat lebih banyak pilihan sepeda motor. Kedua, harga sepeda motor impor relatif lebih murah bila dibandingkan dengan buatan dalam negeri. Sepeda motor Cina dijual dengan harga sekitar Rp 8,7 juta per unit, sehingga dapat dijangkau oleh hampir semua lapisan masyarakat. Sebagai respons terhadap tingginya tingkat persaingan harga ini, Astra-Honda berusaha untuk mempertahankan harga jual yang rendah. Pada bulan Juni ini diperkenalkan Legenda yaitu sepeda motor dengan harga jual yang relatif terjangkau; sekitar Rp. 9,4 juta. Grafik II.3 Perkembangan Beberapa Leading Indicator 50 PENJUALAN MOBIL DAN SEPEDA MOTOR Jan Sept Mobil (ribu unit) Jan '97 Jul Jan '98 Jul Jan '99 Jul Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Sepeda motor (ribu unit) Mobil Sepeda Motor II-12

13 Grafik II.3 (Lanjutan) 3 PENJUALAN SEMEN DAN LISTRIK Jan Sept ,5 Semen (juta ton) 2,5 2 1,5 1 0,5 Jan '97 Jul Jan '98 Jul Jan '99 Jul Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul 3 2,5 2 1,5 1 Listrik (miliar KWH) Semen Listrik kepada Industri ribu orang JUMLAH WISATAWAN ASING Jan Sept Jan '97 Jul Jan '98 Jul Jan '99 Jul Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Bandara Soekarno-Hatta Bandara Ngurah Rai KARAKTERISTIK PEMULIHAN EKONOMI MASA DATANG Meskipun terjadi perbaikan pada beberapa indikator makro setelah SI-MPR, tantangan pokok yang dihadapi oleh perekonomian nasional masih sangat besar. Besarnya tantangan tersebut tercermin dalam beberapa leading indicator. Pertama adalah meningkatnya ketidakpastian global berkaitan dengan melambatnya perekonomian dunia dan dampak lanjutan dari tragedi World Trade Center (WTC), New York. World Economic Report, IMF, September 2001 memperkirakan, pertumbuhan ekonomi dunia hanya mencapai 2,6%, jauh lebih rendah dari tahun 2000 yang mencapai 4,7%. Perlambatan diperkirakan hampir terjadi pada semua kelompok negara. Pertumbuhan negara industri maju (major advanced economies) diperkirakan melambat dari 3,4% pada tahun 2000 menjadi 1,1% pada II-13

14 tahun Perekonomian AS dan Jepang berturut-turut diperkirakan melambat dengan pertumbuhan sekitar 1,3% dan 0,5%. Sedangkan Singapura sebagai salah satu negara tujuan ekspor terbesar diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 0,3%. 1 Perlambatan ekonomi dunia mengakibatkan menurunnya perdagangan dunia. Pertumbuhan impor negara industri paling maju melambat dari 11,5% pada tahun 2000 menjadi 3,6% pada tahun Sejalan dengan itu ekspor negara berkembang menurun dari 15,1% menjadi 5,0% dalam kurun waktu yang sama. Melambatnya perekonomian dunia tahun 2001 ini antara lain disebabkan oleh menurunnya kepercayaan dunia usaha (dimulai dari AS kemudian meluas ke Eropah) didorong oleh menurunnya investasi di bidang teknologi informasi. Revolusi teknologi umumnya mengakibatkan unsustainable financial boom karena dorongan investasi yang berlebihan. Dengan penggunaan teknologi informasi yang sudah sangat luas, maka penurunan invetasinya akan memberi pengaruh bagi perekonomian dunia. Disamping itu perlambatan ekonomi dunia juga disebabkan oleh relatif ketatnya penyaluran kredit di beberapa negara emerging market serta meningkatnya resiko usaha. Perlambatan ekonomi dunia tersebut diperkirakan akan mempengaruhi kinerja ekspor dalam keseluruhan tahun Selama sembilan bulan pertama (Januari September 2001), total nilai ekspor turun 5,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ekspor terbesar pada periode tersebut terutama terjadi pada kelompok nonmigas dengan pertumbuhan negatif sebesar 6,0%. 2 Penurunan ekspor nonmigas dalam sembilan bulan pertama tahun 2001 terutama terjadi pada kelompok komoditi pertanian dan industri pengolahan masing-masing turun 16,1% dan 9,0%. Sementara itu nilai ekspor komoditi pertambangan dan lainnya mengalami kenaikan sebesar 60,3%. Selama 9 bulan pertama tahun 2001, ekspor nonmigas ke AS, Jepang, dan Singapura berturut-turut turun sekitar 5,3%. 2,2%, dan 17,4%. Dari 9 negara tujuan ekspor terbesar, hanya ekspor ke Korea Selatan yang mengalami kenaikan yaitu sebesar 4,9%. Perkembangan ekspor dapat dilihat pada Grafik II.4. 1 Studi lain oleh Bank Dunia (Global Economic Prospect 2002) yang memasukkan dampak dari tragedi WTC, New York, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia melambat dari 3,8% pada tahun 2000 menjadi 1,3% pada tahun 2001; serta pertumbuhan volume perdagangan dunia melemah dari 13,3% menjadi 1% dalam kurun waktu yang sama. 2 Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia, penurunan nilai ekspor Indonesia tidak terlalu buruk. Dalam 8 bulan pertama tahun 2001, total nilai ekspor Thailand, Malaysia, dan Filipina turun berturut-turut sebesar 3,7%, 6,0% sampai Juli 2001), dan 13,8%. Untuk 8 bulan pertama tahun 2001, ekspor Thailand, Malaysia, dan Filipina berturut-turut turun sebesar 3,6%, 5,7% (sampai Juli 2001), dan 22,4%. II-14

15 Grafik II.4 PERKEMBANGAN EKSPOR US$ miliar Jan '97 Jul Jan '98 Jul Jan '99 Jul Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Hasil Industri Nonmigas Total Ekspor Serangan pemerintah AS terhadap Afghanistan telah mendorong reaksi yang berlebihan di dalam negeri antara lain dengan ancaman adanya sweeping terhadap warga negara asing, terutama Amerika Serikat. Kekuatiran yang dapat ditimbulkannya perlu dicermati dengan baik karena dapat mengganggu investasi tidak saja yang berasal dari luar tetapi juga dalam negeri serta arus wisatawan asing, yang pada gilirannya akan memperburuk citra Indonesia di luar negeri. Padahal investasi merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2002 nanti di saat permintaan ekspor masih lemah. 3 Kedua, berkaitan dengan yang pertama, adalah melemahnya kembali beberapa indikator ekonomi makro antara lain menurunnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya kecenderungan inflasi. Kebutuhan devisa bagi swasta dan pemerintah untuk membayar utang luar negerinya serta meningkatnya kemungkinan gangguan keamanan di dalam negeri antara lain menyangkut ancaman sweeping bagi warga asing di Indonesia mendorong melemahnya nilai tukar rupiah dari sekitar Rp 8.860,- pada akhir bulan Agustus 2001 menjadi Rp 9.675,- per US$ pada akhir bulan September Selanjutnya melemahnya nilai tukar dan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) turut mendorong laju inflasi pada bulan September 2001 menjadi sebesar 0,64%. Dengan demikian, laju inflasi tahun kalender (Januari-September) 2001 mencapai 8,16%. Selama setahun (year-onyear, yaitu sejak Oktober 2000 September 2001), laju inflasi mencapai 13,01%. Perkembangan inflasi dapat dilihat pada Grafik II.5. 3 Selama 9 bulan pertama tahun 2001, kedatangan wisatawan asing ke Indonesia meningkat sekitar 6%. Dengan adanya tragedi WTC, kunjungan wisatawan asing diperkirakan turun. Sebagai contoh, sebelum tragedi WTC, tingkat hunian hotel di Bali mencapai sekitar 70%; pada pertengahan Oktober 2001 turun menjadi 20 30%. II-15

16 Bulanan (%) Grafik II.5 LAJU INFLASI Jan '98 Jul Jan '99 Jul Jan' 00 Jul Jan' 01 Jul Y-O-Y (%) Bulanan Y-O-Y Tragedi WTC dan meningkatnya ancaman gangguan keamanan di dalam negeri turut melemahkan pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya turun masing-masing dari 435,6 dan 260,8 pada akhir Agustus 2001 menjadi 392,5 dan 229,6 pada akhir September Pergerakan kurs rupiah dan IHSG dapat dilihat pada Grafik II.6. Grafik II.6 KURS HARIAN DAN IHSG-BEJ Kurs (Rp/US$) IHSG-BEJ Apr May Jun Jul Jul Aug Sep-01 Kurs IHSG-BEJ Ketiga adalah menurunnya ketahanan fiskal. Lambannya pemulihan ekonomi, beratnya beban utang pemerintah terutama utang dalam negeri, melemahnya beberapa indikator moneter, lambatnya penjualan aset yang berada di bawah pengawasan BPPN, belum optimalnya privatisasi, serta belum mantapnya pelaksanaan desentralisasi dapat menurunkan ketahanan fiskal dan keseimbangan fiskal (fiscal sustainability). Keempat adalah masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat tercermin antara lain dari besarnya jumlah pengangguran terbuka, tidak terhitungnya tenaga kerja yang terdesak ke sektor yang kurang produktif, serta kemungkinan meningkatnya jumlah penduduk miskin terutama mereka yang hidup di sektor pertanian. Dalam tahun 2000, angka pengangguran terbuka mencapai 5,9 juta orang atau sekitar 6,1% dari total angkatan kerja. Sementara itu jumlah setengah penganggur mencapai sekitar 30 juta orang atau sekitar 33,5% dari seluruh orang yang II-16

17 bekerja. Dari jumlah tersebut terdapat sekitar 10,6 juta orang yang menginginkan pindah ke pekerjaan yang lebih baik. Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sekitar 3,5% pada tahun 2001, jumlah penganggur terbuka diperkirakan masih meningkat menjadi 6,80 juta jiwa atau sekitar 7,0% dari total angkatan kerja. Jumlah penganggur terbuka akan terus bertambah apabila lapangan kerja yang diciptakan melalui kegiatan ekonomi tidak mampu menampung angkatan kerja baru yang masuk ke pasar tenaga kerja. Keadaan ini juga akan lebih diperparah apabila pengguna pekerja merasakan adanya peningkatan dalam biaya yang berkaitan dengan penggunaan pekerja. Salah satu penyebab meningkatnya biaya pekerja adalah kewajiban untuk membayar upah sesuai dengan patokan Upah Minimum Regional (UMR) yang terus meningkat. UMR yang dinaikkan tanpa mempertimbangkan peningkatan produktivitas justru dapat menghambat penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu tuntutan pekerja yang berlebihan terhadap peningkatan hak perlindungan, seperti uang pesangon, uang ganti rugi, uang penghargaan pada saat pekerja berhenti berpotensi meningkatkan biaya pekerja yang pada gilirannya dapat mengurangi penciptaan lapangan kerja baru. Situasi ini juga akan diperburuk apabila hubungan pengusaha dan pekerja makin tidak harmonis yang pada gilirannya akan merugikan kepentingan kedua belah pihak. Kesemuanya ini dapat mengakibatkan ketidakpastian dalam pasar tenaga kerja yang pada gilirannya dapat mendorong kegiatan ekonomi lebih padat modal daripada padat tenaga kerja. Pada akhir bulan Maret 2001 upah riil buruh tani yang merupakan indikator daya beli penduduk miskin di desa menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan terutama terjadi di propinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Sementara itu dibandingkan dengan semester I/1997 (sebelum krisis), upah riil buruh tani pada bulan Maret/April 2001 masih jauh lebih rendah. Indeks upah riil buruh tani di Jawa dan Luar Jawa diberikan pada Grafik II.7. Jan 1996 = Grafik II.7 INDEKS UPAH RIIL BURUH TANI Jawa Luar Jawa Kelima adalah melambatnya proses reformasi di bidang hukum yang salah satu penyebabnya adalah belum dikembangkannya konsep reformasi legislasi (legislation reform) secara lebih terarah dan konseptual. II-17

18 Beberapa masalah pokok yang berkaitan dengan reformasi legislasi antara lain: (i) peraturan perundang-undangan seringkali tidak dapat diimplementasikan dengan baik atau bahkan tidak dapat diimplementasikan setelah diundangkan. Ketidakmampuan suatu legislasi untuk diimplementasikan salah satunya diakibatkan oleh tidak adanya atau sangat kurangnya peran dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan dan penyusunan keputusan publik, sehingga peraturan perundang-undangan yang disusun tidak mencerminkan kebutuhan pengaturan yang sesungguhnya diperlukan oleh masyarakat; (ii) sering ditemukan pertentangan atau konflik pada substansi dan materi pengaturan diantara perangkat perundang-undangan yang telah diundangkan; serta (iii) adanya kebutuhan masyarakat, yang sampai saat ini belum diakomodasikan oleh penyelenggara negara, akan suatu sistem penilaian dan pengawasan atas konsistensi dan keterkaitan antar materi atau substansi suatu peraturan dengan peraturan lainya maupun dengan UUD 1945 dan Ketetapan MPR; demikian pula terhadap putusan suatu pengadilan sebagai salah satu sumber hukum di Indonesia. Selain leading indicator yang telah disebutkan di atas (ekspor, inflasi, nilai tukar, IHSG-BEJ) dalam triwulan III/2001, beberapa indicator lain juga menunjukkan perlambatan. Pertumbuhan konsumsi listrik oleh industri, serta penjualan mobil dan sepeda motor melambat dibandingkan dengan triwulan III/2000. Tantangan-tantangan yeng telah disebutkan di atas tampaknya belum akan dapat diatasi Pemerintah pada triwulan IV/2001, terutama kepercayaan masyarakat terhadap pemulihan ekonomi. Kecenderungan melemahnya rupiah, meningkatnya suku bunga SBI, meningkatnya inflasi, melambatnya pertumbuhan ekspor khususnya nonmigas, masih tingginya ketidakstabilan politik dan keamanan akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat dan pada gilirannya mempengaruhi ekonomi. Hasil Survei Ekspektasi Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bulan November 2001 yang menunjukkan bahwa konsumen kembali pesimis terhadap perekonomian untuk 6-12 bulan mendatang. Dengan perkembangan ini, dalam triwulan IV/2001 kepercayaan masyarakat diperkirakan masih tetap rendah. Pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan melambat sehingga pertumbuhan ekonomi dalam triwulan IV/2001 diperkirakan melambat sekitar 3,2 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tahun 2001 diperkirakan sekitar 3,3% lebih rendah dibandingkan perkiraan semula sebesar 4,5-5,5 %. Pola pertumbuhan ekonomi triwulan I IV/2001 dapat dilihat pada tabel berikut. Sementara itu, prospek ekonomi tahun 2002 akan dibahas pada bab berikutnya. II-18

19 Tabel 2.3 PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Y-O-Y I/2001 II/2001 III/2001 IV/2001 1) ) Konsumsi Rumah Tangga 5,9 4,8 7,1 7,0 6,2 Pengeluaran Pemerintah 6,0 4,2 11,9 13,9 9,0 PMTB 2) 12,9 7,1-4,3-8,0 1,6 Ekspor Barang dan Jasa 18,4 17,4 6,6 3,0 11,2 Impor Barang dan Jasa 46,6 29,0-1,7-15,6 11,5 Produk Domestik Bruto 3,1 3,3 3,5 3,2 3,3 1) proyeksi 2) tidak termasuk perubahan stok II-19

20 PERGERAKAN KURS DAN UANG BEREDAR SEBAGAI LEADING INDICATOR INFLASI ABSTRAK Perubahan nilai tukar, uang beredar, dan harga BBM dalam negeri merupakan leading indicator yang cukup baik untuk memperkirakan laju inflasi bulanan. Pengaruh nilai tukar terhadap inflasi lebih besar dari uang beredar dan diperkirakan berlangsung selama 3 bulan. Setiap 1 persen kenaikan harga BBM akan memberi tambahan inflasi sekitar 0,085 persen. Laju inflasi tahun 2001 dapat ditekan di bawah 2 digit apabila kurs menguat hingga Rp ,- per dolar AS. LANDASAN TEORI Model disusun dengan menggunakan basis data bulanan (monthly base) dan dimaksudkan untuk memperkirakan laju inflasi dalam setahun. Persamaan disusun dengan menggunakan peubah yang utamanya adalah perubahan nilai tukar, dan laju pertumbuhan uang beredar, dan perubahan harga BBM di dalam negeri. Dalam kaitannya dengan leading indicator, model yang dikembangkan berguna untuk melihat terutama pengaruh nilai tukar mata uang dan uang beredar terhadap inflasi. Model inflasi untuk Indonesia diturunkan melalui persamaan permintaan akan uang (money demand) dalam perekonomian terbuka dimana selain uang beredar, nilai tukar mata uang juga mempengaruhi laju inflasi melalui harga komoditi yang diimpor. Apabila uang beredar, tingkat harga, PDB riil, dan suku bunga jangka pendek pada waktu t dinyatakan berturut-turut sebagai M, P, Y, dan R, maka permintaan akan uang dapat dinyatakan dalam Persamaan (L-1-1) sebagai berikut: M P t t = LY (, R) (L-1-1) t t Dalam bentuk natural logarithm, persamaan di atas selanjutnya dapat dituliskan sebagai Persamaan (L-1-2). mt pt = c0 + c1yt + c2r (L-1-2) t Selanjutnya dalam perekonomian terbuka nilai tukar riil dapat dinyatakan dalam persamaan (L-1-3) sebagai berikut: II-20

21 Q t SP t t = P t * (L-1-3) dimana Q, S, P, dan P* berturut-turut menyatakan nilai tukar riil, nilai tukar nominal, serta tingkat harga dalam dan luar negeri. Dalam bentuk natural logarithm, persamaan di atas selanjutnya dapat dituliskan dalam persamaan (L-1-4) sebagai berikut: q = s ( p p * t t t t ) (L-1-4) Dengan asumsi bahwa dalam jangka pendek nilai tukar riil rupiah dan harga luar negeri konstan, maka perubahan dalam harga-harga di dalam negeri merupakan fungsi dari perubahan nilai tukar mata uang nominalnya atau dinyatakan dalam Persamaan (L-1-5) sebagai berikut: p = p ( s ) (L-1-5) t t t Selanjutnya dengan memasukkan persamaan (L-1-5) ke dalam persamaan permintaan uang (L-1-2) dan mengasumsikan bahwa suku bunga riil dan pertumbuhan ekonomi adalah konstan dalam jangka pendek serta memperhitungkan lag dari pengaruh perubahan uang beredar dan kurs nominal terhadap inflasi, maka persamaan inflasi dapat dituliskan sebagai Persamaan (L-1-6). π t = c0 + ai mt i + b j st j + ε (L-1-6) t dimana persamaan di atas memenuhi standar ordinary least square (OLS). ASUMSI YANG DIPERGUNAKAN Dalam penyusunan model ini digunakan beberapa asumsi dan variabel tambahan antara lain sebagai berikut: Dalam jangka pendek, pergerakan kurs tidak dipengaruhi oleh uang beredar sehingga hubungan antara uang beredar dan kurs adalah independent. Kurs dalam jangka pendek bergerak sesuai dengan perkembangan sentimen pasar yang terjadi. Untuk menggambarkan periode dimana terjadi dampak yang berlebihan perubahan kurs terhadap laju inflasi sebagai akibat dilepaskan kurs intervensi (hard bandwidth) serta kerusuhan sosial, digunakan dummy variable antara bulan September 1997 hingga Januari Peubah dummy ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak serial correlation yang terjadi sebagai akibat ekspektasi inflasi yang berlebihan. Dalam persamaan dimasukkan peubah kenaikan harga BBM (weighted average) yang merupakan unsur cost push terhadap inflasi. Sementara itu kenaikan gaji (income policy) tidak ditambahkan dengan pertimbangan bahwa pengaruhnya sudah tercermin dari pergerakan uang primer. II-21

22 Persamaan inflasi dalam model ini tidak menggunakan teori velocity of money, MV = PY, dimana M, V, P, dan Y berturut-turut menyatakan uang beredar, velocity of money, tingkat harga, dan pendapatan nasional (riil), didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, data pendapatan nasional hanya tersedia tiga bulan sekali sehingga dibutuhkan estimasi untuk setiap bulannya yang pada gilirannya bertentangan dengan aksioma OLS. Dalam terminologi ekonometrik estimasi PDB triwulan kepada PDB bulanan dapat menimbulkan masalah error dalam independent variable. Kedua, secara teoritis dalam jangka pendek velocity of money tidak stabil. Dalam persamaan tidak digunakan pengaruh inertia inflation (laju inflasi bulan sebelumnya) atas dasar dua pertimbangan. Pertama, mengakibatkan koefisien yang didapatkan dari OLS biased dan tidak konsisten (inconsistent). Dengan demikian ukuran Durbin-Watson tidak dapat digunakan. Kedua, tidak dapat mengetahui pengaruh lag baik uang primer maupun nilai tukar rupiah karena pengaruh lag semua variable yang ada dicakup oleh inflasi bulan sebelumnya. HASIL PENGUJIAN Model persamaan inflasi ini menggunakan data uang primer sebagai proxy uang beredar, kurs rata-rata harian, dan Indeks Harga Konsumen (IHK) setiap akhir bulan. Model disusun dengan menggunakan data sejak Januari 1983 hingga Juni 2001 dengan menggunakan 2 x 2 skenario yaitu kurs menguat dan melemah serta distribusi pengaruh kenaikan BBM selama 4 dan 5 bulan (uniform). Sedangkan pertumbuhan uang primer hanya dibuat dalam satu skenario yaitu rata-rata sekitar 17,0 persen setiap bulannya (y-o-y). Misalnya untuk skenario kurs menguat secara bertahap hingga mencapai Rp per dolar AS pada akhir Desember 2001 dan distribusi pengaruh kenaikan harga BBM di dalam negeri terjadi selama 4 bulan secara merata, hasil estimasi dan proyeksi diberikan dalam persamaan dan grafik sebagai berikut. Dependent Variable: DLCPI Method: Least Squares Date: 07/18/01 Time: 21:39 Sample(adjusted): 1983: :06 Included observations: 218 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-statistic Prob. C DLER(-1) DLER(-2) DLER(-3) DLMO(-1) DLMO(-2) DLFUEL IDUL DKRISIS II-22

23 R-squared Mean dependent var Adjusted R-squared S.D. dependent var S.E. of regression Akaike info criterion Sum squared resid Schwarz criterion Log likelihood F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Forecast: DLCPIF_HK4 Actual: DLCPI Forecast sample: 1983: :06 Adjusted sample: 1983: :06 Included observations: 218 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Abs. Percent Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion DLCPIF_HK4 dimana dlcpi, dler, dlm0, dlfuel menggambarkan perubahan tingkat harga (laju inflasi), nilai tukar rupiah, uang primer, harga BBM. Sedangkan peubah idul dan dkrisis menggambarkan peubah dummy untuk Hari Raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru serta kondisi dimana perubahan nilai tukar memberi dampak yang berlebihan terhadap laju inflasi didorong oleh perubahan sistem nilai tukar mata uang dan kerusuhan sosial yang terjadi sejak September 1997 hingga Januari Dari persamaan di atas dapat disimpulkan beberapa butir pokok sebagai berikut. Pertama secara statistik, hasil estimasi cukup baik. Pengaruh nilai tukar rupiah dan uang primer menunjukkan direction sebagaimana yang diharapkan. Durbin-Watson yang berada sekitar 2 menunjukkan tidak adanya masalah serial autocorrelation. Kemampuan prediksi memang tidak terlalu tinggi (R2 sekitar 0,8) namun dapat digunakan untuk prediksi selama setahun. Kedua, pengaruh perubahan nilai tukar rupiah terhadap inflasi berlangsung selama 3 bulan. Ketiga, pengaruh perubahan nilai tukar rupiah lebih besar daripada perubahan uang primer. Keempat, setiap 1 persen kenaikan harga BBM akan memberi tambahan inflasi sebesar 0,085 persen. Secara lengkap perkiraan laju inflasi tahun 2001 dengan 2 skenario perubahan nilai tukar rupiah dan 2 skenario distribusi kenaikan harga BBM dapat dilihat pada tabel berikut. Dari tabel di bawah dapat dilihat bahwa laju inflasi tahun 2001 diperkirakan antara 9,4 13,1 persen. Laju inflasi dapat berada di bawah 2 digit apabila kurs menguat hingga mencapai Rp per dolar AS. II-23

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain

Lebih terperinci

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 Kondisi ekonomi makro bulan Juni 2001 tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002 Kepercayaan masyarakat baik dalam maupun luar negeri masih relatif lemah sebagaimana yang tercermin dari survei yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/22 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 22 Mengawali tahun 22, kepercayaan masyarakat kembali meningkat seperti yang tercermin dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

Kondisi Perekonomian Indonesia

Kondisi Perekonomian Indonesia KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2003 2005 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2003 2005 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2003 dan dua tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR... i iii iv vi vii BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF... I-1 A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003... I-1 B. TANTANGAN DAN

Lebih terperinci

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004 Bab ini membahas prospek ekonomi Indonesia tahun 2004 dalam dua skenario, yaitu skenario dasar dan skenario dimana pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat. Dalam skenario

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2005 A. TANTANGAN DAN UPAYA POKOK TAHUN 2005 Meskipun secara umum pertumbuhan ekonomi semakin meningkat dan stabilitas moneter dalam keseluruhan tahun 2004 relatif terkendali,

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri APRIL 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi April 2017 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I 2017 Pada triwulan 1 2017 perekonomian Indonesia, tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik B O K S Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-29 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Zona Sumbagteng terus

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat tetapi tekanan semakin meningkat Indikator ekonomi global telah sedikit membaik, harga komoditas telah mulai meningkat

Lebih terperinci

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2006 BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 26 Kondisi ekonomi makro pada tahun 26 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, memasuki tahun 26, stabilitas moneter di dalam negeri membaik tercermin dari stabilnya

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari

Lebih terperinci

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007 Prospek ekonomi tahun 2007 lebih baik dari tahun 2006. Stabilitas ekonomi diperkirakan tetap terjaga dengan nilai tukar rupiah yang stabil, serta laju inflasi dan suku

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Boks I Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1 Gambaran Umum Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini menghadapi risiko yang meningkat seiring masih berlangsungnya krisis

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH Asumsi nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu indikator makro penting dalam penyusunan APBN. Nilai tukar rupiah terhadap US$ sangat berpengaruh

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2004 2006 Bab mengenai perkembangan ekonomi makro tahun 2004 2006 merupakan kerangka ekonomi makro (macroeconomic framework) yang dimaksudkan untuk memberi gambaran

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Asesmen Ekonomi Pemulihan ekonomi Kepulauan Riau di kuartal akhir 2009 bergerak semakin intens dan diperkirakan tumbuh 2,47% (yoy). Angka pertumbuhan berakselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian 4. Outlook Perekonomian Pada tahun 2007-2008, ekspansi perekonomian Indonesia diprakirakan terus berlanjut dengan dilandasi oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 diprakirakan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012 Asesmen Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan II 2012 tercatat sebesar 7,25%, mengalami perlambatan dibandingkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun

Lebih terperinci

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator

Lebih terperinci

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA

BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 11/02/34/Th.XVI, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN SEBESAR 5,40 PERSEN Kinerja perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) selama tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH

LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH LAPORAN PERKEMBANGAN KOMODITI INDUSTRI TERPILIH Triwulan I Tahun 2010 Industrialisasi menuju kehidupan yang lebih baik KATA PENGANTAR Pengembangan sektor industri saat ini diarahkan untuk lebih mampu

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Produksi Minyak Mentah Produksi Kondensat Produksi Kendaraan Non Niaga Produksi Kendaraan Niaga Produksi Sepeda Motor Ekspor Besi Baja Ekspor Kayu Lapis Ekspor Kayu Gergajian Penjualan Minyak Diesel Penjualan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini pasar modal merupakan instrumen penting dalam perekonomian suatu negara. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini 42 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Unit Root Untuk mengetahui apakah data yang dipakai sudah stationary dalam penelitian ini diuji dengan uji unit roots yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL

BAB IV ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL BAB IV ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL 4.1 Estimasi Regresi Model Akibat dari penggunaan Logaritma Natural (ln) pada sebagian variabel model, maka nilai koefisien dari model dengan (ln) menunjukkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN 2 BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 48/08/34/Th.XVI, 5 Agustus 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2014 SEBESAR -2,98 PERSEN Kinerja pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini 2. Perkembangan Makroekonomi Terkini Penguatan pertumbuhan ekonomi diprakirakan berlanjut pada triwulan II-2007. Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan I-2007, PDB diprakirakan tumbuh

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri FEBRUARI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Februari 2017 Pendahuluan Pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,02%, lebih tinggi dari pertumbuhan tahun

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata berdampak kepada negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF A. PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003 Dalam tahun 2003 stabilitas moneter tetap terkendali tercermin dari stabil dan menguatnya rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK

Lebih terperinci

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT A. INFLASI Adalah kecederungan tingkat perubahan harga secara terus menerus, sementara tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi inflasi terdahulu. π =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik BAB I PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan ekonomi, baik perkembangan ekonomi domestik maupun global.

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci