Faktor Sukses Untuk Rantai Pasok Kelapa Sawit di Provinsi Riau. Rika Ampuh Hadiguna, Saqinah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Faktor Sukses Untuk Rantai Pasok Kelapa Sawit di Provinsi Riau. Rika Ampuh Hadiguna, Saqinah"

Transkripsi

1 Faktor Sukses Untuk Rantai Pasok Kelapa Sawit di Provinsi Riau Rika Ampuh Hadiguna, Saqinah Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Andalas Limau Manis, Padang, Sumatera Barat hadiguna@ft.unand.ac.id Abstrak Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan produksi sebesar 20,6 juta ton yang menguasai hampir separuh dari pangsa pasar minyak sawit dunia. Selama tiga puluh tahun terakhir, industri kelapa sawit Indonesia berkembang cukup pesat, hingga mencapai 7,32 juta ha pada tahun Dengan luas lahan tersebut, lebih dari 80% produksi kelapa sawit nasional merupakan komoditas ekspor dengan berbagai negara tujuan (BAPPENAS, 2010). Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24% dari produksi nasional pada tahun 2009 (BAPPENAS, 2010). Potensi dan peluang kelapa sawit Riau dimanfaatkan oleh pemerintah mempunyai prospek positif ke depan dalam mendorong percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI, 2011), meningkatkan nilai tambah serta daya saing kelapa sawit di Indonesia. Namun, kelapa sawit Riau menghadapi permasalahan dan situasi ketidakpastian yang terkait dalam tata kelola kelapa sawit, dukungan infrastruktur, kapasitas pengolahan kelapa sawit yang kurang serta menghadapi permasalahan berbagai isu berkelanjutan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di Riau. Permasalahan dan isu yang ada, mempengaruhi sistem rantai pasok kelapa sawit yang dimulai dari perkebunan, pengolahan kelapa sawit di pabrik hingga didistribusikan ke konsumen melalui kapal di pelabuhan menjadi tidak terintegrasi secara baik sehingga dapat menurunkan efisiensi operasional, nilai tambah dan daya saing kelapa sawit serta profitabilitas. Dalam industri kelapa sawit dalam persaingan yang semakin ketat dan situasi perdagangan minyak sawit mentah yang dihadapkan pada situasi ketidakpastian membutuhkan sistem rantai pasok yang efektif dan efisien (Hadiguna, 2010). Oleh karena itu, untuk memenuhi sistem rantai pasok yang terintegrasi dan pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan dapat terwujud dalam mengatasi situasi permasalahan serta isu yang ada, maka dibutuhkan faktor sukses rantai pasok kelapa sawit Riau. Faktor sukses ini sebagai penentu keberhasilan rantai pasok industri sawit dari hulu ke hilir dalam memenuhi efisiensi operasional, dan meningkatkan perekonomian, nilai tambah serta daya saing produk-produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia. Keywords: Kelapa sawit, berkelanjutan, rantai pasok, faktor-faktor sukses. Pendahuluan Pengembangan kelapa sawit di Indonesia dimulai sejak 1970 dan mengalami pertumbuhan yang cukup pesat terutama periode 1980-an. Menurut BAPPENAS (2010), pada tahun 1980 areal kelapa sawit hanya seluas 294 ribu ha dan terus meningkat dengan pesat sehingga pada tahun 2009 mencapai 7,32 juta ha, dengan rincian 47,81% berupa Perkebunan Besar Swasta (PBS), 43,76% Perkebunan Rakyat (PR), dan 8,43% perkebunan besar Negara (PBN). Dengan luas areal tersebut, Indonesia merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia. Pada tahun 2009, produksi minyak sawit Indonesia mencapai 20,6 juta ton, diikuti oleh Malaysia pada urutan kedua dengan produksi 17,57 juta ton. Produksi kedua negara ini mencapai 85% dari produksi dunia yang sebesar 45,1 juta ton. Sebagian besar hasil produksi minyak sawit di Indonesia merupakan komoditi ekspor. Pangsa ekspor kelapa sawit hingga tahun 2008 mencapai 80% dari total produksi. Negara tujuan utama ekspor kelapa sawit Indonesia adalah India dengan pangsa sebesar 33%, Cina sebesar 13%, dan Belanda 9% dari total ekspor kelapa sawit Indonesia. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebagian besar berada di pulau Sumatera diikuti oleh Kalimantan. Berdasarkan provinsi, Riau merupakan provinsi penghasil minyak sawit terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 24% dari produksi nasional pada tahun 2009, sementara Jambi menyumbang minyak sawit sebesar 7,70% dari produksi nasional dengan luas lahan mencapai 8,82% dari luas lahan nasional (BAPPENAS, 2010). Provinsi Riau merupakan salah satu koridor wilayah Indonesia untuk melakukan

2 strategi percepatan dan perluasan perekonomian Indonesia dalam rangka kebijakan MP3EI karena potensi dan peluang pembangunan kelapa sawit di Riau mengindikasikan bahwa kelapa sawit mempunyai prospek positif ke depan, khususnya terkait dengan nilai tambah dan daya saing produk-produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia (MP3EI, 2011). Provinsi Riau merupakan daerah yang memiliki potensi lahan perkebunan kelapa sawit setiap tahunnya mengalami peningkatan, berdasarkan data dari BPS (2012), luas areal perkebunan kelapa sawit di Riau ,39 Ha, dan terus bertambah setiap tahunnya. Tahun 2007 menjadi ,60 Ha, tahun 2008 menjadi ,37 Ha, tahun 2009 menjadi Ha dan mencapai Ha tahun Banyaknya luas areal perkebunan sawit di Riau memberi dampak terhadap produksi Crude Palm Oil (CPO) yang juga sebagai produsen CPO terbesar Indonesia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya mencapai produksi CPO ton tahun 2010 (Eriyati & Rosyetti, 2012). Namun, kelapa sawit Riau menghadapi permasalahan dan situasi ketidakpastian yang terkait dalam tata kelola kelapa sawit, dukungan infrastruktur, kapasitas pengolahan kelapa sawit yang kurang serta menghadapi permasalahan berbagai isu berkelanjutan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan di Riau. Berkelanjutan (suistanability) merupakan melakukan pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial politik (The Brundtland Report, 1987) Permasalahan dan isu berkelanjutan, mempengaruhi sistem rantai pasok kelapa sawit yang dimulai dari perkebunan, pengolahan kelapa sawit di pabrik hingga didistribusikan ke konsumen melalui kapal di pelabuhan menjadi tidak terintegrasi secara baik sehingga dapat menurunkan efisiensi operasional, nilai tambah dan daya saing kelapa sawit serta profitabilitas. Dalam industri kelapa sawit dalam persaingan yang semakin ketat dan situasi perdagangan minyak sawit mentah yang dihadapkan pada situasi ketidakpastian membutuhkan sistem rantai pasok yang efektif dan efisien (Hadiguna, 2010). Oleh karena itu, untuk memenuhi sistem rantai pasok yang terintegrasi dalam mengatasi situasi permasalahan dan isu berkelanjutan, maka dibutuhkan faktor sukses rantai pasok kelapa sawit Riau. Faktor sukses ini sebagai penentu keberhasilan rantai pasok industri sawit dari hulu ke hilir dalam memenuhi efisiensi operasional, sehingga dapat meningkatkan perekonomian, nilai tambah dan daya saing produk-produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia serta pembangunan kelapa sawit yang berkelanjutan dapat terwujud. Isu Berkelanjutan Menurut Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP), isu merupakan persoalan atau peristiwa mengenai perkara pokok serta dampak yang diberikan. Maka, Isu berkelanjutan merupakan persoalan atau peristiwa yang memiliki dampak positif maupun negatif untuk melakukan pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial politik. Isu keberlanjutan dalam aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan sebagai berikut. Isu Keberlanjutan dalam Aspek Ekonomi Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Riau menyebabkan produktivitas kelapa sawit meningkat sehingga suplai TBS (Tandan Buah Segar) menjadi meningkat. Peningkatan produktivitas TBS tidak selalu berdampak positif karena terjadinya ketidakseimbangan suplai TBS dengan ketersediaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di daerah Riau menyebabkan terjadinya distorsi harga pada tingkat petani kelapa sawit. Distorsi harga ini sangat dirasakan oleh petani swadaya, karena mereka tidak mempunyai PKS sebagai penampung TBS mereka berbeda dengan TBS yang dihasilkan oleh petani plasma, yang sudah ada jaminan pengolahan dari perusahaan inti (Syahza, 2004). Distorsi harga terjadi karena harga TBS yang diterima oleh petani swadaya bukan didasarkan kepada harga oleh tim PPHP-TBS yang ditetapkan pada harga TBS dari petani plasma, melainkan dari harga yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul (toke). Toke ini merupakan kaki tangan dari PKS di luar empat perusahaan besar kelapa sawit di Riau yaitu (PT Perkebunan Nusantara V, PT Sinar Mas, PT. Astra, dan PT Asian Agri) sehingga harga TBS dari petani swadaya lebih rendah dibandingkan dengan petani plasma. Menurut Basri (1997), ketidakseimbangan antara penawaran sumber daya produktif dengan permintaan (industri pengolah) akan menyebabkan rendahnya daya saing, kondisi ini akan menimbulkan distorsi harga. Akibat terjadinya distorsi harga pada tingkat petani menyebabkan harga TBS turun sehingga menyebabkan menurunnya pendapatan petani (Syahza, 2004).

3 Isu distorsi harga mempengaruhi aliran informasi rantai pasok dalam perencanaan pengolahan kelapa sawit menjadi produk minyak sawit (CPO) tidak terintegrasi di pabrik. Pertumbuhan produksi TBS dan produktivitas CPO yang semakin meningkat namun PKS tidak bertambah. Kurangnya kapasitas pengolahan dan pengembangan PKS di daerah serta ketidakseimbangan antara ketersediaan TBS dengan permintaan menyebabkan suplai TBS khususnya dari petani swadaya tidak semua di proses oleh PKS. Walaupun perkebunan memiliki TPS TBS (Tempat Penampungan Sementara), namun TBS tidak akan bertahan lama apabila tidak segera diolah oleh pabrik. Seperti pada kasus pabrik-pabrik pengolahan minyak mentah (CPO) di Kabupaten Rokan Hulu tidak mampu menampung seluruh hasil petani sehingga puluhan ribu tandan buah segar (TBS) membusuk. Perkara tersebut menyebabkan kerugian pada petani dan merupakan pemborosan (waste) dengan membuang sumber daya alam. Isu Keberlanjutan dalam Aspek Sosial Konflik sosial dalam pandangan ini memiliki pertikaian antara masyarakat, sektor perkebunan hingga perusahaan perkebunan kelapa sawit mengenai sengketa lahan. Seperti pada kasus sengketa lahan pada tahun 2007 terdapat ha lahan yang menjadi sumber konflik sosial antar berbagai pihak, yang melibatkan berbagai perusahaan perkebunan sawit di berbagai wilayah di Provinsi Riau (Sumardjo, 2011). Menurut Frasetiandy (2009), konflik lahan di Riau antar masyarakat dan perusahaan perkebunan kelapa sawit hingga konflik antar sektor perkebunan berhadapan dengan sektor pertambangan. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi perluasan perkebunan sawit maka akan semakin tinggi pula persoalan konflik lahan yang terjadi. Dalam setiap konflik lahan yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit posisi masyarakat selalu terkalahkan. Hal ini terjadi karena lahan (tanah) masyarakat tidak memiliki bukti kepemilikan secara hukum, sehingga kepemilikan lahan (tanah) secara adat (hak ulayat) tidak terakui walaupun dalam UUP Agraria hak ulayat diakui namun dalam prakteknya selalu saja terkalahkan. Konflik sosial yang terjadi selanjutnya yaitu pelaku industri hulu sawit kesulitan mengembangkan lahan karena belum tuntasnya tata ruang provinsi Riau hingga mengakibatkan pengembangan baru perkebunan kelapa sawit mengalami perlambatan cukup serius. Serta konflik sosial yang terjadi antara perkebunan kelapa sawit dengan pemerintah dalam jaminan kejelasan status dan legalitas hutan terdegradasi yang diperuntukkan bagi pembangunan lahan perkebunan kelapa sawit, Isu Keberlanjutan dalam Aspek Lingkungan Kontribusi dari produk kelapa sawit menunjukkan kinerja yang membanggakan, di sisi lain industri kelapa sawit Indonesia dihadapkan pada isu-isu negatif yang dikembangkan oleh kalangan masyarakat Internasional dalam bentuk Negative Campaign secara terencana, sistematis dan terus menerus. Isu-isu yang dikembangkan antara lain berupa stigma pengelolaan industri perkebunan kelapa sawit Indonesia yang mengabaikan kepentingan lingkungan, seperti kegiatan pengelolaan dan pengembangan areal yang cenderung merusak lingkungan, sehingga menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, menjadi penyebab terjadinya degradasi lahan dan deforestasi, penyumbang besar gas rumah kaca ke dalam atmosfir, dan sebagainya. Isu ini terjadi pada kasus PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V Wilayah Riau yang dituding telah melakukan pencemaran limbah pabrik yang mengakibatkan lingkungan sekitar pabrik menjadi kumuh dan tidak sehat. Kasus pencemaran limbah pabrik PTPN V terjadi di beberapa wilayah kabupaten seperti di Rokan Hulu. Sungai-sungai di wilayah Rokan Hulu menjadi tercemar karena saluran airnya langsung mengarah ke anak sungai sehingga menyebabkan ikan-ikan di sungai mati hingga mempengaruhi pendapatan nelayan sebagai mata pencarian sebagian masyarakat di Rokan Hulu. Menurut sumber dari portal kementrian BUMN bahwa perkebunan kelapa sawit Riau mengalami isu green consumerism yang diartikan bahwa konsumen hanya menghendaki produk-produk yang dalam prosesnya senantiasa berorientasi lingkungan dan dibuat dengan proses yang ramah lingkungan. Isu infrastruktur juga terjadi mempengaruhi lingkungan sekitarnya yaitu kasus kerusakan jalan dalam pengiriman CPO ke pelabuhan yang terjadi di Dumai. Hal disebabkan oleh truk yang bermuatan melebihi tonase yang diperbolehkan. Wali Kota Dumai Khairul Anwar menyebutkan, lalu lintas truk, mulai dari CPO dan kendaraan berat lain yang melintas di jalanan Dumai menyebabkan jalan jadi rusak, karena memang badan jalan tidak mampu menampung beratnya truk yang melintas. Jalan-jalan yang rusak tersebut berada disepanjang 4 kawasan industri yakni Belitung, Lubuk Gaung, Bukit Kapur dan kawasan Patra Dock untuk lokasi peti kemas serta Jalan Purnama yang rusak parah mencapai 4,5 km. Produk hilir sawit itu diarahkan ke Dumai oleh kendaraan truk bertonase 40 ton lebih untuk diekspor,

4 sementara badan jalan nasional dan provinsi hanya sanggup menampung ton, akibatnya jalan menjadi rusak parah. Hasil dan Pembahasan Kegiatan awal dalam sistem rantai pasok minyak sawit mentah adalah panen tandan buah segar. Panen adalah pemotongan tandan dari pohon hingga pengangkutan ke pabrik. Urutan kegiatan panen adalah pemotongan buah, pengutipan brondolan, pemotongan pelepah, pengangkutan hasil ke tempat pengumpulan hasil dan pengangkutan hasil ke pabrik. Pencatatan jumlah tandan buah segar di tempat pengumpulan hasil yang dilaporkan kepada mandor satu. Laporan ini akan ditindaklanjuti oleh asisten berupa permintaan pengangkutan kepada seksi transportasi. Berdasarkan data jumlah panen di setiap pengumpulan hasil di setiap afdeling akan diketahui kebutuhan truk angkut. bagian dari kegiatan sistem persediaan produk jadi. Tangki timbun di pabrik akan mendistribusikan minyak sawit mentah ke tangki timbun pelabuhan. Peran tangki timbun di pabrik untuk menjaga tingkat persediaan minyak sawit mentah sehingga mampu memberikan jaminan ketersediaan saat dibutuhkan. Tangki timbun di pelabuhan berfungsi untuk mendistribusikan produk ke konsumen industri di luar pulau. Tangki timbun pelabuhan di Provinsi Riau berada di Dumai yaitu Pelabuhan Putri Tujuh Dumai. Pengisian (replenishment) tangki timbun dipasok dari minyak sawit mentah pabrik atau tangki timbun pabrik. Tangki timbun pelabuhan bertujuan untuk memberikan jaminan ketersediaan produk pada saat kapal datang. Kapal pelabuhan akan mengirimkan pasokan minyak sawit mentah ke konsumen industri di dalam negeri maupun di luar negeri untuk di olah selanjutnya. Di bawah ini gambaran aliran atau sistem rantai pasok minyak sawit mentah. Pasokan tandan buah segar di Riau bersumber dari tiga kebun yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan nasional. Berdasarkan data dinas perkebunan Provinsi Riau (2010), luas areal lahan perkebunan kelapa sawit di Riau ditampilkan di Tabel 1. Tabel 1. Luas Areal Lahan Perkebunan Kelapa Sawit di Provinsi Riau (Ha) Jenis Kepengusahaan Perkebunan Rakyat , , , , ,00 Perkebunan Swasta , , , , ,00 Perkebunan Nasional , , , , ,00 Jumlah , , , , ,00 Pada tahun 2011 mengalami penurunan dalam penggunaan areal lahan untuk perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau menjadi ha, namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena permintaan produksi kelapa sawit semakin meningkat sehingga pada tahun 2012 penggunaan lahan areal kelapa sawit meningkat menjadi ha. Kegiatan manajemen kebun petani swasta dan pihak ketiga sepenuhnya dikelola masing-masing secara berkelompok. Pasokan tandan buah segar akan diangkut ke pabrik untuk dilakukan pengolahan menjadi minyak kelapa sawit. Perencanaan produksi untuk mengolah tandan buah segar didasarkan pada jumlah yang dipasok dari berbagai sumber. Saat ini, jumlah pabrik kelapa sawit di Riau sebanyak 146 buah dengan kapasitas produksi sebesar ton per jam. Hasil pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit mentah oleh pabrik akan disimpan di dalam tangki timbun pabrik. Kegiatan penyimpanan minyak sawit mentah ini Gambar 1. Sistem Rantai Pasok Minyak Sawit Mentah (Hadiguna et al., 2008) Perkebunan Perkebunan merupakan awal industri hulu kelapa sawit yang memberikan pasokan TBS yang akan di proses melalui pabrik kelapa sawit. Produktivitas TBS dan perencanaan transportasi TBS dari kebun ke pabrik menjadi tanggung jawab pihak kebun. Tanggung jawab dalam memenuhi kepentingan industri hilir untuk menghasilkan kualitas produk TBS dan menjaga kualitas TBS sampai ke pabrik serta menghadapi isu maupun konflik terjadi yang mempengaruhi kegiatan pasokan TBS yang dapat menurunkan nilai tambah dan daya saing produk. Isu maupun konflik bisa terjadi dari pihak internal maupun pihak eksternal yang dirugikan dalam produktivitas TBS. Untuk memenuhi tanggung jawab dan menghadapi isu yang terjadi, pihak perkebunan harus memiliki faktor-faktor sukses untuk mewujudkan perkebunan kelapa sawit Riau secara berkelanjutan.

5 Faktor yang harus dimiliki pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Perizinan yang dilakukan untuk mendapatkan izin lokasi untuk mendirikan perkebunan sesuai dengan luas areal perkebunan yang akan didirikan dan kapasitas produksi yang dimiliki perusahaan. Selanjutnya dalam hal lokasi perkebunan, pengelola perkebunan harus memastikan bahwa penggunaan lahan perkebunan telah sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Provinsi (RUTWP) atau Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RUTWK) sesuai dengan perundangan yang berlaku atau kebijakan lain yang sesuai dengan ketetapan yang ditentukan oleh pemerintah setempat serta dalam menghadapi sengketa lahan dan kompensasi. Pengelola perkebunan harus memastikan bahwa lahan perkebunan yang digunakan bebas dari status sengketa dengan masyarakat/petani disekitarnya. Apabila terdapat sengketa maka harus diselesaikan secara musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan sesuai dengan peraturan perundangan atau ketentuan adat yang berlaku namun bila tidak terjadi kesepakatan maka penyelesaian sengketa lahan harus menempuh jalur hukum. Untuk meningkatkan citra perusahaan perkebunan dan melindungi perkebunan dari konflik sengketa, maka perkebunan kelapa sawit yang dikelola harus mempunyai status badan hukum yang jelas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkebunan memiliki rencana dan realisasi pembangunan perkebunan dalam pemanfaatan lahan sesuai untuk tanaman kelapa sawit dan waktu yang diberikan serta ketersediaan pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) dan kapasitasnya. Kondisi saat ini di Riau memiliki isu mengenai keterbatasan jumlah pabrik dan kapasitas pabrik kelapa sawit yang tidak mengikuti luas lahan kebun kelapa sawit dan pasokan TBS yang semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan distorsi harga terjadi pada petani swadaya sehingga mengalami kerugian karena pasokan TBS mereka tidak di proses oleh PKS menyebabkan TBS membusuk serta dalam penentuan harga TBS ditentukan oleh sepihak oleh pembeli TBS (pasar monopsonistik). Berbeda dengan pasokan TBS dari petani plasma yang langsung di proses oleh PKS karena memiliki status kerja sama antara pihak perkebunan dengan PKS dan petani tidak dirugikan dalam penentuan harga. Oleh karena itu, untuk mengatasi distorsi harga antara petani plasma dan swadaya perlu penambahan PKS, terutama di wilayah perkebunan swadaya murni. Pembangunan PKS ini harus dirancang dalam bentuk agroesteit kelapa sawit. Konsep agroesteit kelapa sawit merupakan bentuk kerjasama antara perusahaan inti dengan petani peserta dalam bentuk kepemilikan kebun dan PKS. Pengelolaan perkebunan yang dimulai dari pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, perlindungan terhadap sumber daya terhadap serangan hama dan binatang buas dan menjaga kualitas air memiliki prosedur atau instruksi kerja (SOP) dalam pelaksanaan prosesnya. Prosedur atau instruksi kerja harus mencakup dan menjamin hasil pasokan TBS yang berkualitas. Kegiatan tersebut menjadi tanggung jawab manajer kebun untuk mengatur pasokan TBS tetap berkualitas sampai ke tangan pabrik untuk di olah. Serta melaksanakan kewajiban pengelola kebun yang terkait dengan analisa dampak lingkungan, UKL dan UPL sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku. Kesuksesan faktor rantai pasok kelapa sawit tidak hanya memperhatikan persediaan dan pengelolaan kelapa sawit namun, perencanaan dan pengangkutan pasokan TBS ke pabrik yang dilakukan secara terintegrasi dengan tujuan menghasilkan aliran informasi dan keputusan untuk memasok TBS menjadi jelas dan mengefisiensikan operasional tanpa mengurangi kualitas TBS. Manajer kebun inti dan koperasi petani kebun plasma membutuhkan informasi tentang kebutuhan tandan buah segar yang akan diolah oleh pabrik. Informasi ini dibutuhkan untuk merencanakan target panen, tenaga kerja panen dan transportasi. Meskipun demikian, aspek musiman dari panen yang akan menentukan jumlah realisasi panen. Informasi yang akurat dan tersedia saat dibutuhkan akan memudahkan manajer kebun merencanakan kegiatan pasokan tandan buah segar. Hal yang sama juga dibutuhkan oleh koperasi petani kebun plasma maupun pihak ketiga. Hasil panen dari kebun plasma dan pihak ketiga akan dibeli perusahaan inti melalui surat perjanjian yang telah disepakati bersama dengan mengacu pada peraturan Dirjenbun. Hasil panen diangkut ke tempat pengumpulan hasil dan disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan pemeriksaan dan pengangkutan. Hasil panen disetiap tempat pengumpulan akan dicatat dan dilaporkan. Data tandan buah segar panen sangat dibutuhkan untuk perencanaan transportasi dan pengolahan di pabrik. Perencanaan panen dan pengangkutan yang baik akan menghindarkan pemasok dari sangsi sebagai akibat kualitas tandan buah segar yang rendah.

6 Transportasi Perkebunan ke Pabrik Laporan jumlah tandan buah segar di tempat pengumpulan hasil di setiap afdeling sebagai data informasi untuk kebutuhan truk angkut. Kegiatan pengangkutan dari tempat pengumpulan hasil ke pabrik menjadi sangat penting karena mempunyai resiko meningkatnya kadar asam lemak bebas. Hal ini berarti, selain total biaya pengangkutan juga harus dipertimbangkan waktu angkut (delivery time) dari lokasi menuju pabrik. Pengangkutan TBS mempertimbangkan kondisi jalur lalu lintas untuk melakukan pengiriman TBS dari kebun ke pabrik menjadi faktor penting untuk menghindari kualitas tandan buah segar yang rendah yang apabila terjadi akan mempengaruhi produktivitas CPO di pabrik menurun diakibatkan kualitas TBS yang rendah. Kondisi jalur lalu lintas di Riau saat ini banyak jalur yang mengalami kerusakan jalan. Kerusakan jalan di Riau berada di Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu, Belitung, Lubuk Gaung, Bukit Kapur dan kawasan Patra Dock di Dumai, hal ini disebabkan karena jalan tidak mampu menampung truk tonase pengangkut kelapa sawit. Kerusakan jalan ini mengakibatkan selain terjadinya keterlambatan pengiriman TBS ke pabrik karena mengalami kemacetan jalan dan menurunnya kualitas TBS karena truk pengangkut yang terjebak di jalan rusak, serta juga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas. Apabila keterlambatan ini terjadi, akan mempengaruhi kerja sama terjalin kurang baik antara kebun sebagai pemasok dengan pabrik. Untuk mengatasi hal tersebut, maka mandor kebun harus mengatur jalur yang akan dilewati truk pengangkut agar perjalanan dalam menghantarkan kelapa sawit di pabrik menjadi lancar sehingga tidak mengalami keterlambatan pengiriman sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Mengatasi kerusakan jalan lalu lintas ini juga tidak terlepas dari campur tangan pemerintah dengan memberikan anggaran terhadap perbaikan insfraktuktur jalur lalu lintas yang rusak. Pabrik Pabrik merupakan tempat pengolahan kelapa sawit menjadi produk minyak sawit mentah. Dalam hal pengangkutan, pabrik dan pemasok mempunyai kepentingan sama yaitu ketepatan pengiriman. Pabrik membutuhkan jumlah dan kualitas yang tepat sesuai jadwal produksi, sedangkan pemasok membutuhkan kuantitas pasokan dengan kualitas baik untuk mendapatkan harga yang tinggi. Manajer pabrik adalah pengambil keputusan dalam kegiatan pengolahan tandan buah segar. Dalam sistem rantai pasok, kegiatan ini dikenal dengan istilah perencanaan produksi. Perencanaan produksi untuk mengolah tandan buah segar didasarkan pada jumlah yang dipasok dari berbagai sumber. Pengolahan tandan buah segar berkaitan dengan luas areal kelapa sawit yang siap panen. Penentuan luas areal panen didasarkan pada ketersediaan tenaga permanen, efisiensi pengangkutan dan kapasitas oleh pabrik. Fungsi produksi mengakomodir aspek-aspek yang berhubungan langsung dengan kegiatan pengolahan tandan buah segar. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain bahan baku, tenaga kerja, truk panen, tenaga kerja dan kondisi pabrik. Perencanaan produksi sebelum melakukan tahap pengolahan, maka pengelola pabrik memastikan bahwa TBS yang diterima sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan seperti instruksi kerja penerimaan dan pemeriksaan, penetapan harga TBS serta kriteria TBS yang diterima di pabrik. Setelah TBS telah diperiksa oleh pabrik, maka pengelola pabrik harus merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS menjadi CPO melalui penerapan praktek pengelolaan atau pengolahan terbaik (GHP/GMP). Hasil pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit mentah akan disimpan di dalam tangki timbun pabrik. Peran penting tangki timbun di pabrik diwujudkan dalam bentuk sebuah sistem manajemen persediaan yang memperhatikan sisi produksi dan permintaan. Tujuan dari manajemen persediaan tangki timbun di pabrik adalah menjaga tingkat persediaan minyak sawit mentah sehingga mampu memberikan jaminan ketersediaan saat dibutuhkan dengan memperhatikan total biaya yang minimum. Dalam merencanakan dan melaksanakan pengolahan TBS tidak terlepas dengan ketepatan waktu pasokan TBS. Ketepatan waktu pasokan tandan buah segar dibutuhkan oleh manajer pabrik sehingga tidak terjadi waktu menganggur proses pengolahan. Ketidakteraturan pasokan tandan buah segar bisa menyebabkan penumpukkan di loading ramp sehingga berisiko terhadap peningkatan kadar asam lemak bebas apabila penundaan terlalu lama. Tandan buah segar yang berkualitas dibutuhkan oleh manajer pabrik sehingga kualitas minyak sawit mentah juga bisa dijaga pada kualitas yang diharapkan konsumen. Hal ini memberikan tanggapan positif kepada masyarakat mengenai isu negatif dalam pengolahan kelapa sawit selama ini serta melalui proses pengolahan terbaik dan memperhatikan kualitas hasil produk dapat mengatasi isu green consumerism yang diartikan bahwa konsumen hanya menghendaki produk-produk yang dalam prosesnya senantiasa berorientasi lingkungan dan dibuat dengan proses yang ramah lingkungan

7 Produk ramah lingkungan tidak terlepas kaitannya dengan pengelolaan limbah dan pemanfaatan limbah. Pengelola pabrik memastikan bahwa limbah pabrik kelapa sawit dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku sedangkan pemanfaatan limbah untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan seperti pemanfaatan limbah padat berupa serat cangkang dan janjang kosong untuk bahan bakar dan pupuk organik. Penyimpanan limbah di pabrik tidak menimbulkan pencemaran lingkungan atau menyebabkan terjadinya kecelakaan pabrik dan pemanfaatan limbah cair harus dilaporkan kepada instansi berwenang. Transportasi Pabrik ke Tangki Timbun Manajemen transportasi dari pabrik ke tangki timbun sangat perlu diperhatikan untuk menjaga interval waktu pengisian tangki timbun pelabuhan dengan kondisi ketidakpastian karena kegiatan transportasi disebabkan oleh banyak faktor. Faktor kerusakan jalan menjadi kendala yang mempengaruhi manajemen transportasi tidak lancar. Faktor ini terjadi pada kondisi jalur lalu lintas dilewati truk tonase pengangkut CPO menuju Pelabuhan Putri Tujuh Dumai yang mengalami kerusakan parah karena kondisi jalan tidak sanggup menampung beban truk tonase. Hal ini terjadi pada kasus jalur di jalan purnama di Dumai yang rusak parah mencapai 4,5 km. Manajer Kerusakan jalan ini harus segera diperbaiki oleh pemerintah karena dapat menyebabkan kemacetan karena jalur tersebut merupakan jalur umum yang sering dilewati oleh masyarakat. Selain itu, kerusakan jalan ini dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman CPO ke pelabuhan dan dapat mempengaruhi kualitas CPO menjadi turun. Perbaikan jalan tidak cukup untuk mengatasi hal tersebut, namun perlu dilakukan pengembangan infrastruktur jalur lalu lintas dengan membuka jalur lintasan baru yang dapat dilewati oleh truk tonase pengangkut CPO ke pelabuhan. Pengiriman tepat waktu dan mempertimbangkan kondisi jalur lalu lintas tidak hanya menjadi faktor sukses dalam pengiriman CPO ke pelabuhan, namun memperhatikan kapasitas truk pengangkut CPO dan operasional pengangkutan sesuai dengan prosedur atau instruksi SOP yang telah ditentukan yang dapat mempengaruhi kualitas CPO yang akan dikirimkan ke tangki timbun pelabuhan. Tangki Timbun Tangki timbun di pelabuhan berfungsi untuk mendistribusikan produk ke konsumen industri di luar pulau. Pengisian (replenishment) tangki timbun dipasok dari pabrik atau tangki timbun pabrik. Manajemen persediaan di tangki timbun pelabuhan berorientasi pada sinkronisasi pasokan dari pabrik dan kedatangan kapal di pelabuhan. Tangki timbun pelabuhan bertujuan untuk memberikan jaminan ketersediaan produk pada saat kapal datang. Jadwal pasokan dari pabrik ke pelabuhan menjadi berperan penting dalam hal ini. Pasokan minyak sawit mentah harus menunjang efektivitas manajemen persediaan di pelabuhan, maka perlu ditentukan waktu pemesanan kembali untuk pengisian tangki timbun. Provinsi Riau sebagai produsen CPO terbesar di Indonesia dan selalu meningkat produktivitas CPO setiap tahun dari beberapa perusahaan terbesar CPO di Riau, maka perlunya meningkatkan kapasitas tangki timbun dengan melakukan perluasan dan penambahan tangki timbun di Pelabuhan Dumai untuk menampung CPO sementara sebelum di angkut ke kapal, serta melakukan perluasan terhadap dermaga dermaga kapal seperti saat ini pemerintah kota Dumai melakukan pengembangan pelabuhan Dumai kepada pengembangan Terminal Curah Cair (TCC) dan Terminal Curah Kering (TCK). Hal ini merupakan salah satu faktor sukses dalam meningkatkan nilai tambah dan daya saing ekspor kelapa sawit karena pelabuhan Dumai merupakan tempat strategis untuk pengangkutan dan pengiriman CPO ke luar negeri. Transportasi Tangki Timbun di Pelabuhan ke Konsumen Sistem transportasi yang digunakan dari tangki timbun di pelabuhan yang akan didistribusikan ke konsumen menggunakan sistem pengapalan. Pengapal merupakan rantai terakhir dari subsistem penjualan barang yang mengapalkan barang. Adakalanya, pengapal bukan pemilik barang atau bukan pemilik dari seluruh barang yang diperdagangkan. Masalah yang sering timbul yaitu bill of lading (konosemen) yang merupakan dokumen penting untuk bukti pengiriman dan juga syarat untuk meminta bayaran. Bill of lading tersebut diterima oleh pengirim, bukan oleh pemilik barang. Bisa saja, bill of lading tersebut dituntut oleh beberapa pemilik barang dalam kasus multi cargo. Pemilik kapal berkewajiban menyediakan kapal yang laik laut, menyediakan tenaga kerja, perlengkapan logistik yang cukup, memuat dan merawat barang dengan baik, serta menyediakan bill of loading. Kapasitas kapal untuk mengangkut CPO dan proses pengiriman CPO serta pengiriman tepat waktu menjadi salah satu faktor penting juga dalam distribusikan pasokan CPO melalui kapal ke konsumen.

8 Konsumen Konsumen minyak sawit mentah yang diartikan sebagai konsumen industri minyak sawit mentah yang melakukan pengolahan melakukan minyak sawit mentah menjadi industri pangan maupun industri non pangan kelapa sawit. Konsumen minyak mentah ini berasal dari dalam negeri maupun di luar negeri. Kapal dari pelabuhan Dumai melakukan distribusi minyak sawit mentah ke pelabuhan konsumen. Pemeriksaan kesiapan kapal dan kebersihan kapal menjadi faktor penting untuk memuat minyak yang diperdagangkan. Setelah kapal pengangkut tiba di pelabuhan konsumen, maka akan diangkut oleh truk konsumen sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Kesimpulan Agroindustri minyak sawit mentah merupakan salah satu tipe rantai pasok yang menarik untuk dipelajari. Makalah ini telah memberikan faktor-faktor sukses yang dibutuhkan dalam pengelolaan rantai pasok agroindustri yang dimulai dari pengelolaan perkebunan, perkebunan ke pabrik, pengolahan kelapa sawit di pabrik, pabrik ke tangki timbun pelabuhan, persediaan CPO di tangki timbun, tangki timbun ke konsumen dan konsumen sebagai industri pangan dan non pangan kelapa sawit. Faktor-faktor sukses yang ditemukan adalah pengelolaan perkebunan dan transportasi TBS. Selain aspek ekonomi, kedua elemen tersebut memberikan dampak terhadap aspek lingkungan dan sosial. Kedua hal ini perlu diperhatikan sebagai bentuk langkah industri hulu dan hilir kelapa sawit dalam pengelolaan rantai pasok kelapa sawit dengan tujuan dapat menguatkan koridor perekonomian Indonesia, meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar dunia dengan mempertimbangkan isu berkelanjutan dalam pilar aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek lingkungan. Badan Pusat Statistik. Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit di Riau. Badan Pusat Statistik, Jakarta (2012) Basri, F. Perekonomian Indonesia Menjelang Abad XXI, FE-UI, Jakarta (1997) Eriyati & Rosyetti. Analisis Daya Saing Ekspor Komoditi Crude Palm Oil (CPO) Provinsi Riau. Perpustakaan UNRI : Universitas Riau (2012) Frasetiandy, D. Menakar dampak sosial perkebunan sawit. Kalimantan Selatan (2009). Hadiguna, R. A., Machfud, Eriyatno, Suryani, A. & Arkeman, Y. Manajemen Rantai Pasok Minyak Sawit Mentah. Journal Logistics and Supply Chain, 14(1), (2008) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta (2011) Sumardjo (2011). Model Pemberdayaan Masyarakat Dan Pengelolaan Konflik Sosial Pada Perkebunan Kelapa Sawit Di Propinsi Riau. Semiloka Pengelolaan Terpadu Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan, Propinsi Riau Syahza, A. Distorsi Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Petani Di Pedesaan. Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat: Universitas Riau, 4(1): April-Juli (2004) The Brundtland Report. Our common future, Oxford. Oxford University Press (1987) Ucapan Terima Kasih Penelitian ini didanai oleh Program Penelitian Hibah Bersaing DP2M DIKTI, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan kontrak Nomor: Dipa , tanggal 5 Desember Referensi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Naskah Kebijakan (Policy Paper). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta (2010)

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau

POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau POTENSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KELAPA SAWIT 1 Oleh: Almasdi Syahza Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau A. Kemampuan Daya Dukung Wilayah (DDW) Terhadap Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun BAB I PENDAHULUAN Penelitian menjelaskan bagaimana sistem informasi manajemen rantai pasok minyak sawit mentah berbasis GIS dirancang. Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang penelitian, perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasar bebas dipandang sebagai peluang sekaligus ancaman bagi sektor pertanian Indonesia, ditambah dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 yang diwanti-wanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan baku yang berkualitas akan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Bahan baku suatu perusahaan industri dapat bervariasi dari satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang penting karena secara tradisional Indonesia merupakan negara agraris yang bergantung pada sektor

Lebih terperinci

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perkebunan tahun 2008 di Indonesia terdapat seluas 7.125.331 hektar perkebunan kelapa sawit, lebih dari separuhnya

Lebih terperinci

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5

Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3. Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4. Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5 Lampiran 2 Data Harga Komponen.Lp2 Lampiran 3 Klasifikasi ABC Lp3 Lampiran 4 Perhitungan Interval Waktu Lp4 Lampiran 5 Hasil Perhitungan Interval Waktu Lp5 Lampiran 6 Menghitung MTTF Menggunakan Minitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan devisa negara dan menyerap tenaga kerja. Pemerintah mengutamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah energi yang dimiliki Indonesia pada umumnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di sektor industri (47,9%), transportasi (40,6%), dan rumah tangga (11,4%)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal mengenai penelitian yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah dan asumsi, serta sistematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah

Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah Peluang untuk Meningkatkan Produktivitas dan Profiabilitas Petani Kecil Kelapa Sawit di Kalimantan Tengah April 2015 Supported by: Dalam Konteks Indonesia dan Kalimantan Tengah Indonesia memiliki 10% dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Perkebunan Nusantara atau biasa disebut sebagai PTPN merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewenangan untuk mengelola perkebunan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara terbesar pertama sebagai penghasil Crude Palm Oil (minyak kelapa sawit mentah) mengungguli Malaysia, Riau adalah salah satu provinsi penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Pada tahun 2012, sumbangan sektor pertanian terhadap Produk

Lebih terperinci

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan BAB VII PENUTUP Perkembangan industri kelapa sawit yang cepat ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain : (i) secara agroekologis kelapa sawit sangat cocok dikembangkan di Indonesia ; (ii) secara

Lebih terperinci

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU. Henny Indrawati Pekbis Jurnal, Vol.3, No.2, Juli 2011: 498-503 KAJIAN TENTANG HUBUNGAN STRATEGIS PRODUSEN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU Henny Indrawati Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. strategi yang dimiliki oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk adalah sebagai berikut.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. strategi yang dimiliki oleh PT. Astra Agro Lestari Tbk adalah sebagai berikut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari berbagai tinjauan pembahasan dan analisis dimuka, maka dalam persoalan untuk menemukan keunggulan bersaing dan evaluasi perumusan strategi yang dimiliki oleh PT. Astra Agro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah penelitian, dan sistematika penulisan laporan dari penelitian yang dilakukan. 1. 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO

PRINSIP DAN KRITERIA ISPO Hal. 1 NO. PRINSIP DAN KRITERIA INDIKATOR 1. SISTEM PERIZINAN DAN MANAJEMEN PERKEBUNAN 1.1 Perizinan dan sertifikat. 1. Telah memiliki izin lokasi dari pejabat yang Pengelola perkebunan harus memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai salah satu sub sistem pembangunan nasional harus selalu memperhatikan dan senantiasa diupayakan untuk menunjang pembangunan wilayah setempat.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2014) Gambar 2 Perkembangan Produksi CPO Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar di berbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang subur

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara I.PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara untuk membiayai pembangunan adalah ekspor nonmigas, yang mulai diarahkan untuk menggantikan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA

PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN SWADAYA LAMPIRAN VI PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TANGGAL : PRINSIP DAN KRITERIA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERKELANJUTAN INDONESIA (INDONESIAN SUSTAINABLE PALM OIL/ISPO) UNTUK USAHA KEBUN

Lebih terperinci

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI

PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI PENERAPAN SERTIFIKASI PERKEBUNAN LESTARI OLEH DIREKTUR TANAMAN TAHUNAN HOTEL SANTIKA, JAKARTA 29 JULI 2011 1 KRONOLOGIS FAKTA HISTORIS Sejak 1960-an dikalangan masyarakat internasional mulai berkembang

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Desa Asam Jawa merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Daerah ini memiliki ketinggian

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGATURAN PENGGUNAAN JALAN UMUM UNTUK ANGKUTAN HASIL TAMBANG DAN HASIL PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti

I. PENDAHULUAN. perkebunan kelapa sawit adalah rata rata sebesar 750 kg/ha/tahun. Berarti I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia kini memiliki 8,9 juta hektar perkebunan kelapa sawit, dari luas tanaman tersebut rakyat memiliki 3,7 juta hektar, BUMN 616.575 hektar dan perkebunan swasta

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi

RINGKASAN EKSEKUTIF. Tim Peneliti: Almasdi Syahza; Suwondo; Djaimi Bakce; Ferry HC Ernaputra; RM Riadi KEGIATAN TINDAK LANJUT PENGHIMPUNAN DATA, INFORMASI DANA BAGI HASIL (DBH) SEKTOR PERKEBUNAN (DBH CPO) Kerjasama Dinas Pendapatan Propinsi Riau dengan Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen crude palm oil (CPO)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi

I. PENDAHULUAN. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian yang sangat penting bagi Indonesia. Pengembangan kelapa sawit telah memberikan dampak yang sangat positif bagi kemajuan pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan Umum Kota Dumai Pada tahun 1999, Kota Administratif Dumai berubah status menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Dumai sesuai dengan undang-undang nomor 16 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

I. U M U M. TATA CARA PANEN.

I. U M U M. TATA CARA PANEN. LAMPIRAN : PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 17/Permentan/OT.140/2/2010 TANGGAL : 5 Pebruari 2010 TENTANG : PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDA BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN TATA

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penetapan Target

PEMBAHASAN Penetapan Target 54 PEMBAHASAN Penetapan Target Tanaman kelapa sawit siap dipanen ketika berumur 30 bulan. Apabila memasuki tahap menghasilkan, tanaman akan terus berproduksi hingga umur 25 tahun. Pada periode tanaman

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas. - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA KELOLA PRODUK-PRODUK UNGGULAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI JAWA TIMUR I. UMUM Wilayah Provinsi Jawa Timur yang luasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditanam di hampir seluruh wilayah Indonesia. Bagian utama dari kelapa sawit yang diolah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membuat perekonomian di Indonesia semakin tumbuh pesat. Salah satu sektor agro industri yang cenderung

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Umum Perusahaan Unit Usaha Sawit Langkat (disingkat SAL) mulai berdiri pada tanggal 01 Agustus 1974 sebagai salah satu Unit Usaha dari PTP.VIII yang bergerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, karena selain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, sektor ini juga menyumbang devisa, menyediakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled

I. PENDAHULUAN. minyak goreng, margarine, shortening, food emulsifier, coffee whitener, filled I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit dengan produk turunannya yaitu minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil CPO) merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia karena kontribusinya terhadap perolehan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Agroindustri kelapa sawit di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan minyak nabati di dunia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil yang diperoleh selama periode Maret 2011 adalah data operasional PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan fraksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 395/Kpts/OT.140/11/2005 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN HARGA PEMBELIAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT PRODUKSI PEKEBUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012

Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Disampaikan pada Annual Forum EEP Indonesia 2012 di Provinsi Riau Pekanbaru, 30-31 Oktober 2012 Oleh : Drs. Z U L H E R, MS Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau TERWUJUDNYA KEBUN UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Produktivitas adalah salah satu faktor yang penting dalam mempengaruhi proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini menjadi penyelamat perekonomian nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manajemen rantai pasok, sebagai subyek penelitian, masih dalam masa pertumbuhan. Hal ini dicerminkan dari penggunaan aplikasi logistik dalam perusahaan, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 6 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Penetapan Harga TBS Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et

I. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi dibidang peternakan. Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci