PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ"

Transkripsi

1 PERILAKU KOMUIKASI APARAT PEMDA KABUPATE DALAM PEGARUSUTAMAA GEDER DI ERA OTOOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJAA ISTITUT PERTAIA BOGOR 2006

2 PERYATAA MEGEAI TESIS DA SUMBER IFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2006 Abdul Khaliq RP P

3 ABSTRAK ABDUL KHALIQ. Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah: Kasus pada Kabupaten Lampung Timur. Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA dan MITARTI. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (2) Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan perilaku komunikasi mereka dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. (3) Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam Pengarusutamaan Gender di era Otonomi Daerah. Penelitian ini didesain sebagai penelitian survai deskriptif korelasional, dilaksanakan di Pemda Kabupaten Lampung Timur, pada bulan Oktober sampai ovember Populasi penelitian adalah seluruh pejabat struktural di lingkungan Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Responden penelitian berjumlah 68 orang. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Penelitian menggunakan analisis Chi-Kuadrat (?²) dan analisis korelasi Rank Spearman (r s ) untuk melihat hubungan antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik individu aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah yang berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di Pemda Kabupaten Lampung Timur adalah variabel jenis kelamin. Variabel golongan hanya berhubungan nyata dengan partisipasi dan tidak dengan persepsi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Sedang variabel usia, pendidikan, dan jabatan responden tidak berhubungan nyata dengan persepsi dan partisipasi mereka dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. (2) Perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten ternyata memiliki hubungan yang signifikan dengan persepsi dan partisipasi dalam pelaksanaan PUG di era otonomi daerah. Rendahnya akses aparat Pemda terhadap informasi PUG baik melalui media interpersonal maupun media massa, menyebabkan rendahnya tingkat persepsi aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur terhadap PUG (3) Jenis kelamin, jabatan dan golongan aparat Pemda kabupaten di era otonomi daerah ternyata berhubungan nyata dengan perilaku komunikasi aparat Pemda kabupaten dalam PUG, karena perbedaan persepsi perempuan dan laki-laki tentang PUG, perbedaan yang signifikan dari jumlah aparat laki-laki dan perempuan yang menduduki jabatan struktural dan terkait dengan fungsi dan kebijakan pemerintahan Kabupaten Lampung Timur tentang pelaksanaan PUG. Sosialisasi tentang program pengarusutamaan gender di Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu ditingkatkan baik melalui pelatihan maupun media massa lokal khususnya. Rendahnya persepsi pegawai Pemda Kabupaten Lampung Timur perlu diatasi dengan penyelenggaraan pelatihan khusus tentang PUG bagi Pejabat Struktural Kabupaten Lampung Timur. Penerbitan Surat Keputusan Bupati tentang PUG dalam Pembangunan Kabupaten Lampung Timur harus segera direalisasikan oleh Pemda sebagai dasar pelaksanaan program PUG di Kabupaten Lmpung Timur.

4 PERILAKU KOMUIKASI APARAT PEMDA KABUPATE DALAM PEGARUSUTAMAA GEDER DI ERA OTOOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan SEKOLAH PASCASARJAA ISTITUT PERTAIA BOGOR 2006

5 Judul Penelitian ama RP Program Studi : Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) : Abdul Khaliq : P : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir.Aida Vitayala S.Hubeis Ketua Ir. Mintarti. M.Si Diketahui Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Sumardjo. MS Dr.Ir. Khairil Anwar otodiputro, MS Tanggal Ujian : 23 Juni 2006 Tanggal Lulus : 14 AUG 2006

6 PRAKATA Puji syukur atas kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT, yang atas rahmat dan karuniaya penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salahsatu syarat dalam menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Selama penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis dan Ir. Mintarti, M.Si, selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan sejak persiapan penelitian hingga tersusunnya tesis ini. 2. Ibu Dra. Winati Wigna, MDS selaku Penguji yang telah menguji serta menambah masukan demi perbaikan penulisan tesis ini. 3. Dr. Ir. Sumardjo, MS, dan Ir. Hadiyanto, MS selaku Ketua dan fungsional sekretaris program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan seluruh staff pengajar yang telah membekali ilmu bagi penulis. 4. Bapak Usman Effendi. HM, S.E, Kepala Bagian Sosial Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Timur, yang membawahi Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan selaku penanggungjawab terhadap kegiatan yang berhubungan dengan strategi Pengarusutaman Gender (PUG), atas informasi serta masukannya. 5. Ibu Azna Kepala Sub Bagian Kesehatan dan Pemberdayaan Perempuan Bagian Sosial, yang telah banyak membantu penulis dalam menggali informasi secara mendalam, menyampaikan secara terbuka kondisi sebenarnya dalam pelaksanaan PUG di Kabupaten Lampung Timur. 6. Bapak Jarot Suseno, SH atas nama Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan Izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana KMP angkatan 2003, khususnya Mas Bekti dan Kang Asep teman satu kosan atas dukungan dan motivasinya selama menjalani perkuliahan.

7 8. Bapak Jimo Direktur Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Surya Dharma Bandar Lampung, atas izin dan rekomendasinya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan pada program Pasca Sarjana IPB. 9. Bapak Ir. Tonih Usmana, M.Si Direktur Utama PT. PPA Consultants beserta rekan-rekan sekerja pada PPA Group, yang telah banyak membantu terutama pada saat proses penyelesaian studi, atas dukungan dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta atas doa-doanya, istri dan anak-anakku (Fathia, Efi, Alif dan Hani) terima kasih atas keceriaan dan pengertiannya. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT. Bogor, Juni 2006 Abdul Khaliq

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 6 Mei Penulis adalah putera ke dua dari tujuh bersaudara, pasangan ayah Zainal Fattah Abidin (Alm) dan ibunda Hj. Siti Fathimah. Jenjang pendid ikan penulis dimulai dari SD egeri Mataram Marga, Sukadana Lampung Tengah lulus tahun 1977, SMP egeri Sukadana lulus tahun 1980 dan pada tahun 1983 penulis lulus dari SMA egeri 1 Tanjungkarang. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Ju rusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unversitas Lampung (UILA) dan lulus pada tahun Penulis tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2003 pada program studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Pengalaman kerja penulis dimulai pada tahun 1985 sebagai asisten dosen Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Tenaga Konsultan Lapangan pada Pusat Pengembangan Agribisnis Jakarta ( ). Dosen tetap Yayasan pada Sekolah Tinggi Pertanian (STIPER) Surya Dharma Bandar Lampung sejak tahun Sejak tahun sekarang menjadi staf Professional pada PT. PPA Consultants Jakarta.

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRA PEDAHULUA Halaman Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan Penelitian... 7 Kegunaan Penelitian... 7 TIJAUA PUSTAKA Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi... 8 Konsep Gender 11 Kondisi Perempuan Indonesia. 13 Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan 15 Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun Pengarusutamaan Gender (Gender Mainstreaming) Pengertian Persepsi.. 24 Pengertian Partisipasi.. 26 Pengertian Otonomi Daerah 27 KERAGKA PIKIR, HIPOTESIS DA DEFIISI OPERASIOAL Kerangka Pikir Hipotesis. 34 Definisi Operasional 34 METODE PEELITIA Desain Penelitian. 38 Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian.. 38 Data dan Instrumentasi Validitas dan Reliabilitas Instrumen Metode Analisis Data dan Pengujian Hipotesis.. 41 HASIL DA PEMBAHASA Gambaran Umum Pelaksanaan Program Pengarusutamaan Gender (PUG) di Era Otonomi Daerah Struktur Administrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur... Perencanaan Startegik Program Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur... Pelaksanaan Program PUG di Kabupaten Lampung Timur... Kondisi Sumberdaya Perempuan dalam Bidang Pendidikan... Kondisi Sumberdaya Perempuan di Sektor Publik/Pemerintahan.. xi xii xiii

10 Karakteristik Responden 54 Usia.... Jenis Kelamin. Pendidikan.. Jabatan.... Golongan Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten Lampung Timur dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) di era otonomi daerah Persepsi dan Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender (PUG) di era otonomi daerah Pengujian Hipotesis Hipotesis Hipotesis Hipotesis Hubungan Antara Variabel Penelitian Hubungan Karakteristik Individu dan Persepsi serta Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah Hubungan usia dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan tingkat pendidikan formal dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan jabatan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan golongan dan persepsi serta partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan antara Karakteristik Individu dan Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah Hubungan usia dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan pendidikan formal dan perilaku komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan jabatan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan golongan dan perilaku komunikasi aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di era otonomi daerah Hubungan antara Perilaku Komunikasi dan Persepsi serta Partisipasi Aparat Pemda Kabupaten dalam PUG di Era Otonomi Daerah SIMPULA DA SARA Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRA

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun Jumlah kepala daerah menurut wilayah pemerintahan dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, tahun Jumlah dan persentase pejabat yang menduduki jabatan struktural menurut eselon dan jenis kelamin di Kabupaten Lampung Timur, Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasar usia dan jenis kelamin, tahun Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasar pendidikan dan jenis kelamin, Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan jabatan dan jenis kelamin, Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan golongan dan jenis kelamin, Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan perilaku komunikasi dan jenis kelamin, Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan persepsi tentang program PUG dan jenis kelamin, Jumlah dan persentase responden Aparat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur berdasarkan partisipasi dalam kegiatan PUG dan jenis kelamin, Uji chi square (χ 2 ) antara karakteristik jenis kelamin dengan perilaku komunikasi, persepsi dan partisipasi Uji korelasi antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi Pedoman untuk memberikan interpretasi dengan koefisien korelasi Hasil perhitungan perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi Hasil perhitungan korelasi antara karakteristik individu dan perilaku komunikasi... 68

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Aliran Informasi Hasil Evaluasi PP Dan KPA Model Komunikasi dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah Kabupaten Lampung Timur, Tahun Kerangka pikir hubungan antara karakteristik, perilaku komunikasi serta persepsi dan partisipasi aparat Pemda Kabupaten dalam pengarusutamaan gender di era otonomi daerah... 33

13 DAFTAR LAMPIRA Halaman 1 Kuesioner Penelitian Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) Bagan Struktur Orgnisasi dan Tata Kerja Sekretariat Pemda Kabupaten Lampung Timur Susunan Personalia Tim Koordinasi dan Sekretariat Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur, Susunan Keanggotaan Kelompok Kerja Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Lampung Timur Karakteristik responden penelitian Jawaban responden pada variabel perilaku komunikasi Jawaban responden pada variabel persepsi Jawaban responden pada variabel partisipasi Uji Validitas Perhitungan korelasi untuk input uji reliabilitas Uji reliabilitas spearman brown Distribusi variabel penelitian Uji Chi Square Uji korelasi rank spearman Perhitungan t-hitung untuk korelasi rank spearman Distribusi karakteristik responden Surat Izin Penelitian/Survei/KK

14 PEDAHULUA Latar Belakang Pada Konferensi Wanita Sedunia keempat yang diselenggarakan di Beijing tahun 1995, istilah pengarusutamaan gender (gender mainstreaming) tercantum di Beijing Platform of Action yang berbunyi: Gender mainstreaming is a strategy for integrating gender concerns in the analysis formulation and monitoring policies, programs and projects. Semua negara-negara peserta termasuk Indonesia dan organisasi yang hadir pada konferensi itu, secara eksplisit menerima mandat untuk mengimplementasikan pengarusutamaan gender di negara dan tempat masing-masing (Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, BKKB, UFA, 2003). Mengacu pada konsep gender yang diakomodasi PBB dan perjuangan perempuan internasional setelah Konferensi Beijing 1995, secara formal, pemerintah Indonesia sejak 1978 telah membentuk institusi Menteri Muda Peranan Perempuan sampai menjadi Menteri egara Peningkatan Peranan Perempuan tahun Fokus lembaga tersebut pada peningkatan peranan perempuan dalam pembangunan (women role) seperti prinsip-prinsip WID yang membuat perjuangan perempuan menjadi dua arah, di domestik dan di publik atau sebatas terkait pada aspek peningkatan kualitas perempuan (Hubeis, 2004). Dalam era reformasi nomanklatur institusi ini berubah menjadi Menteri eg ara Pemberdayaan Perempuan dengan titik berat pada pemberdayaan perempuan agar mampu berperan aktif dalam pembangunan yang merupakan aktualisasi dari konsep WAD. Untuk menjadikan kepentingan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi dimensi integral dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian kebijakan-kebijakan dalam program pembangunan dan upaya-upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender, maka Pemerintah Indonesia melalui GBH 1999 menyatakan bahwa pengarusutamaan gender (PUG) merupakan kebijakan nasional yang harus diemban oleh lembaga yang mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Meskipun begitu usaha untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender ternyata masih mengalami hambatan dan masih sulit untuk dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat pada umumnya

15 2 dan khususnya oleh perempuan. Data Biro Pusat Statistik mengilustrasikan bahwa: (a) tingkat buta huruf perempuan usia 10 tahun ke atas berkisar 2-3 kali lipat di banding laki-laki, (b) dari setiap 25 pejabat eselon I & II di birokrasi pemerintah hanya satu perempuan, (c) mayoritas (sekitar 54 persen) guru SD adalah perempuan, tetapi yang menjadi kepala sekolah SD kurang dari 15 persen, (d) lebih dari 57 persen pemilih dalam Pemilu 1999 adalah perempuan, namun yang duduk di DPR dan DPRD rata-rata kurang dari sembilan persen. Bahkan di beberapa DPRD kabupaten/kota ada yang tidak memiliki wakil perempuan (Hubeis, 2004), meskipun dalam Undang-Undang o.12 Tahun 2003 memberikan kuota 30 persen pada perempuan. Menurut Andarus (2004), ada lima faktor yang menyebabkan kondisi ketimpangan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang, yaitu: (1) pengaruh tata nilai sosial budaya yang masih menganut paham patriarkhi; (2) produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender; (3) kebijakan dan program pembangunan yang masih bias gender; (4) penafsiran terhadap aktualisasi ajaran agama yang kurang tepat; (5) kelemahan, kurang percaya diri, dan inkonsistensi serta tekad kaum perempuan dalam memperjuangkan nasib kaumnya. Dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga/bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Pemerintah Indonesia melalui IPRES o. 9 tahun 2000, melakukan strategi pengarusutamaan gender (PUG) ke dalam seluruh proses Pembangunan asional yang terintegrasi ke dalam kegiatan fungsional semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah. PUG bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan daerah yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Sampai saat ini para pembuat kebijakan dan kaum perempuan sendiri belum sensitif melihat pentingnya perubahan menuju kesetaraan dan keadilan

16 3 gender. Walaupun Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan telah merumuskan visinya yang berbunyi Terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam pelaksanaannya di era otonomi daerah masih ditemukan berbagai kendala, seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) pegawai negeri sipil khususnya SDM perempuan di tingkat kabupaten. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh 43,5 persen tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yang lebih rendah dibanding 72,6 persen TPAK laki-laki (BPS, 2003). Otonomi daerah pada hakikatnya berkeinginan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya di daerah guna pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan itu, PUG yang dicanangkan oleh pemerintah harus dapat menjadi strategi untuk pencapaian tujuan otonomi daerah tersebut. Pemberdayaan perempuan, promosi kesetaraan gender dan perlindungan anak merupakan satu kesatuan dalam proses pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas. Oleh sebab itu, PUG atau gender mainstreaming sebagai satu strategi, pada dasarnya merupakan rangkaian kebijakan pemerintah untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Kesetaraan gender yang dimaksud diartikan sebagai kondisi yang mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak -haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan sosial dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Adapun keadilan gender adalah proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan (Subhan, 2002). Sejalan dengan paradigma otonomi daerah dan sejalan pula dengan Keputusan Menteri Dalam egeri o. 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan PUG dalam Pembangunan Daerah, Pemerintah Daerah bersama DPRD baik pada tingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan dapat bersikap pro-aktif dan mengambil prakarsa agar kebijakan pembangunan daerah betul-betul mempertimbangkan laki-laki maupun perempuan untuk mendapatkan akses,

17 4 kontrol, partisipasi serta manfaat dari seluruh investasi pembangunan di masingmasing daerah. Di Propinsi Lampung dasar hukum pelaksanaan PUG melalui Instruksi Gubernur Lampung o: IST/02/B.VIII/HK/2002 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Daerah. Pedoman PUG dalam pembangunan daerah dilaksanakan dengan menggunakan analisis gender dan upaya komunikasi, informasi dan edukasi tentang PUG pada dinas/instansi/badan lembaga pemerintah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Di tingkat propinsi kegiatan pemberdayaan perempuan dikoordinasikan oleh Biro Bina Pemberdayaan Perempuan yang ditetapkan dalam Perda omor: 15 tahun 2000, tentang Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Propinsi Lampung dimana dalam struktur tersebut dibentuk Biro Bina Pemberdayaan Perempuan (Esselon II). Demikian juga pada tingkat Kabupaten, telah dibentuk bagian/sub bagian pemberdayaan perempuan melalui Perda Kabupaten Kota masing-masing. Biro Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dalam setiap melakukan kegiatannya selalu berkoordinasi dengan Dinas/Instansi Pemerintah, organisasi perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat. Rapat koordinasi program/kegiatan Pemberdayaan Perempuan Propinsi Lampung dilaksanakan per Triwulan ( 3 bulan sekali) dengan melibatkan Dinas/Instansi tingkat propinsi dan Kabag/Kasubbag Pemberdayaan Perempuan Bappeda Kabupaten/Kota, organisasi perempuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat. Untuk melakukan Koordinasi telah dibentuk Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan (TKPP) Propinsi Lampung dengan SK Gubernur omor: G/039/B.VIII/HK/2002, dan melalui SK TKPP Propinsi Lampung omor 188/1836/08/2002 terbentuk Gender Focal Point Pemberdayaan Perempuan di Propinsi Lampung, dengan personalia terdiri dari unsur: Biro Bina Pemberdayaan Perempuan; Kanwil BKKB; Dinas Kesehatan; Kanwil Departemen Agama; BAPPEDA; BPS; PSW Unila dan PKBI. Gender Focal Point bertugas yaitu: untuk membantu Biro Bina Pemberdayaan Perempuan untuk mensosialisasikan PUG pada beberapa sektor, minimal pada sektor dimana Focal Point bekerja, memberikan masukan dan saran pada Biro Pemberdayaan Perempuan dan sektor-sektor berbagai upaya pembangunan pemberdayaan perempuan yang dapat dan perlu dilakukan untuk

18 5 mencapai kesetaraan dan keadilan gender, membuat kesepakatan dalam pengembangan metode dan teknik-teknik PUG dalam pembangunan daerah, meningkatkan pemahaman diantara mitra sejajar tentang upaya pemberdayaan perempuan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Dengan menyelenggarakan PUG di era otonomi daerah, maka dapat diidentifikasi apakah laki-laki dan perempuan telah memperoleh akses yang sama kepada sumberdaya pembangunan, berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan, memiliki kontrol yang sama atas sumberdaya pembangunan, dan memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan. Dengan demikian, melalui strategi PUG tersebut dapat dikembangkan kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan yang responsive gender, sehingga dapat mengurangi kesenjangan gender dan mengantar pada pencapaian kesetaraan dan keadilan gender khususnya ditingkat aparat Pemda Kabubapaten. Perumusan Masalah Pemahaman tentang gender di semua lapisan masyarakat masih kurang tepat, secara umum gender masih diartikan sebagai perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Pemahaman bahwa gender adalah suatu kerangka budaya tentang peran sosial dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan masih sangat kecil dan terbatas pada kalangan tertentu saja. Akibatnya terjadi kesenjangan peran sosial dan tanggungjawab yang mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan. Rendahnya partisipasi, akses, dan kontrol serta manfaat pembangunan yang dinikmati perempuan menimbulkan kesenjangan gender. Kesenjangan gender terjad i di berbagai bidang pembangunan, salah satunya ditandai oleh masih rendahnya peluang yang dimiliki perempuan untuk bekerja dan berusaha termasuk sebagai Pegawai egeri Sipil (PS). Hal ini antara lain ditunjukkan oleh lebih rendahnya kualitas dan jumlah PS wanita di Pemda Kabupaten Lampung Timur yang hanya 3902 jiwa (41,5 persen) yang sebagian besar bekerja sebagai staf, sedangkan laki-laki 5497 jiwa (58,5 persen) yang sebagian besar menduduki posisi jabatan yang tinggi mulai dari Eselon IV-a sampai dengan II-a dari 9399 jumlah pegawai di Pemda Lampung Timur.

19 6 Keadaan ini menyebabkan perempuan yang jumlahnya tidak berbeda jauh dengan laki-laki tidak mampu secara maksimal memberikan sumbangan yang positif terhadap pembangunan, hal ini dapat dibuktikan dari isi Rencana Strategis Kabupaten Lampung Timur yang masih belum mencerminkan upaya strategis pengarusutamaan gender. Terlihat pada matrik Renstra Lampung Timur dari 48 Program hanya satu program yang mencerminkan upaya PUG yaitu program memperkuat kelembagaan sosial dengan bentuk kegiatan mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan (pemuda, wanita, LSM dll). Aparat Pemda Kabupaten dalam era otonomi daerah merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan program pembangunan di daerah, khususnya dalam mendiseminasikan konsep gender. Dalam penyebarluasan konsep gender Bupati/Walikota melalui Inpres nomor 9 Tahun 2000, diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan PUG guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing. Oleh karena itu kualitas SDM aparat Pemda sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan PUG di daerah, termasuk perilaku komunikasi aparat dalam era Otda. Perilaku komunikasi aparat pemerintah kabupaten mempunyai peranan penting dalam melaksanakan PUG yang merupakan strategi untuk pencapaian tujuan otonomi daerah. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi aktivitas mereka dalam PUG, diantaranya adalah karakteristik individu. Perilaku komunikasi dan karakteristik individu aparat menentukan tingkat partisipasi dalam terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender sebagai indikator keberhasilan aparat Pemda dalam PUG ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dengan laik-laki, memiliki akses, kesempatan berbartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Peran aktif dan tindakan -tindakan proaktif yang tercermin dalam perilaku komunikasi aparat Pemda sangat menunjang upaya mewujudkan PUG.

20 7 Berdasarkan uraian tersebut, masalah penelitian ini disusun sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah?. 2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan perilaku komunikasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah? 3. Bagaimana hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah? Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengkaji hubungan antara karakteristik individu dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah. 2. Mengkaji hubungan antara karakteristik individu aparat Pemda dengan perilaku komunikasi mereka dalam PUG di era Otonomi Daerah. 3. Mengkaji hubungan antara perilaku komunikasi dengan persepsi dan partisipasi aparat Pemda dalam PUG di era Otonomi Daerah. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan berguna bagi berbagai pihak, diantaranya adalah sebagai masukan bagi pemerintah pusat khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Pemda Kabupaten Lampung Timur, serta untuk kepentingan penelitian lanjutan berupa hasil analisis pengukuran pengaruh karakteristik dan perilaku komunikasi terhadap upaya mewujudkan PUGdi era Otonomi Daerah.

21 TIJAUA PUSTAKA Karakteristik Aparat Pemda dan Perilaku Komunikasi Lionberger dan Gwin (1982) mengemukakan bahwa peubah-peubah yang penting dalam mengkaji suatu komunitas antara lain adalah peubah personal, karena karakteristik yang dimiliki oleh seseorang berbeda antarorang, dan kadangkadang perbedaan tersebut sangat bervariasi. Dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi, terdapat beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang penting antara lain umur, pendidikan, dan pendapatan (Bettinghaus, 1973). Rogers (1983) mengungkapkan beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang banyak digunakan dalam penyerapan suatu program baru, antara lain: umur, pendidikan, kemampuan baca tulis, status sosial (pendapatan, kesehatan, dan lain - lain), mobilitas ke atas, orientasi ekonomi, dan sikap terhadap hibah. Hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan pemerintah daerah dibahas oleh Biryanto (2003) bahwa proses komunikasi aparat pemerintah daerah (PS) dipengaruhi oleh karakteristik individu PS yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan keterampilan PS dalam berkomunikasi. Faktor-faktor individu yang mempunyai pengaruh besar terhadap keefektifan komunikasi adalah usia, jenis kelamin, pendidikan formal, diklat, jabatan, dan masa kerja. Selanjutnya hasil penelitian Halim (1999) dalam Biryanto (2003) menyebutkan efektifitas komunikasi dengan atasan, bawahan, sesama level jabatan, dan pegawai lain yang berbeda unit kerja dipengaruhi oleh pola dasar karir pegawai, yaitu usia, pangkat/golongan, masa kerja, pendidikan, dan pengembangan. Perilaku komunikasi pegawai tidak terlepas dari karakteristik pegawai itu sendiri, di samping pengaruh organisasi dan lingkungan. Hal itu menunjukkan bahwa perilaku komunikasi merupakan peubah yang berhubungan dengan persepsi dan sikap terhadap penerimaan informasi. Prilaku komunikasi adalah segala aktifitas yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh informasi dari berbagai sumber dan untuk menyebarluaskan informasi kepada pihak manapun yang memerlukannya. Dharma (1982) berpendapat bahwa perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh keinginan memperoleh tujuan tertentu. Satuan perilaku adalah aktivitas, dimana semua

22 9 perilaku merupakan rangkaian aktivitas. Sementara itu, Siagian (1982) mengungkapkan pendapat lain bahwa dalam suatu organisasi, perilaku seseorang dibentuk oleh watak, temperamen, ciri-ciri, pembawaan, cita-cita, keinginan dan harapan orang tersebut. Perilaku tadi pada mulanya berorientasi pada diri sendiri kemudian berkembang menjadi perilaku organisasi. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi secara lisan dan bukan lisan sehingga orang-orang yang berperan sebagai pengirim dan penerima informasi tersebut akan memperoleh makna yang sama. Secara umum, terdapat dua model komunikasi yaitu model linear dan model konvergen. Model komunikasi linear sebagaimana dijelaskan oleh Laswell (1948) adalah siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dan dengan efek apa. Sementara model komunikasi konvergen menurut Kincaid dan Schramm (1975) adalah suatu proses pemberian makna dari informasi yang dipertukarkan oleh dua individu atau lebih menuju suatu titik kesepahaman yaitu saling pengertian. Perilaku komunikasi adalah aktivitas seseorang dalam membuka diri dan mencari informasi melalui saluran komunikasi yang tersedia. Aktivitas tersebut meliputi komunikasi interpersonal, dan keterdedahan pada media massa. Komunikasi interpersonal adalah proses penyampaian pesan secara langsung dari komunikator kepada komunikan yang biasa disebut dengan tatap muka atau faceto-face communication (Rogers dan Shoemaker, 1971). Komunikasi interpersonal efektif dilakukan untuk menyampaikan pesan-pesan yang bersifat persuasif karena komunikator dapat melihat secara langsung tanggapan dari komunikan berupa kata-kata maupun isyarat gerak-gerik tubuh dan mimik wajah sehingga komunikator dapat segera mengambil langkah -langkah lebih lanjut dalam merespon pesan-pesan yang disampaikan agar komunikasi berjalan efektif. Seseorang untuk meyakinkan informasi yang diperolehnya, akan melakukan kontak interpersonal dengan tokoh maupun dengan agen pembaharu. Pada tahap ini akan memerlukan pendapat dan nasehat dari orang yang dipercayai atau diseganinya. Sastropoetro (1988) mengemukakan bahwa kepemimpinan tokoh masyarakat sekitarnya atau orang yang memiliki kompetensi teknis dapat memberikan fungsi legitimasi terhadap keputusan yang akan dibuatnya. Hal tersebut selaras dengan Havelock at.all (1971) yang berpendapat bahwa tokoh

23 10 masyarakat memiliki peranan di dalamnya sebagai pendorong dan legitimato r (pengukuhan) dari tahap adopsi proses difusi sosial. Meningkatnya pengaruh pada seseorang untuk mengadopsi atau menolak inovasi, merupakan suatu hasil aktifitasnya dalam jaringan komunikasi dengan individu lain yang dianggap dekat dan akrab serta memilik i pengaruh terhadap dirinya. Individu lain yang dianggap memiliki pengaruh dalam sistem jaringan komunikasi tersebut adalah tokoh masyarakat, namun demikian hal ini tergantung sebagian pada norma-norma yang berlaku, apakah mendukung atau menolak perubahan (Roger, 1983). Seseorang akan lebih cepat mengadopsi inovasi, apabila ia lebih banyak melakukan kontak komunikasi interpersonal dengan agen pembaharu dan tokoh masyarakat (Roger dan Shoemaker,1983). Di sisi lain Kincaid dan Schramm (1984), berpendapat bahwa proses mengetahui (kognitif), memahami (afektif) sampai dengan perilaku (konatif) pada diri seseorang sangat dipengaruhi oleh hubungan interpersonal. Keterdedahan pada media massa adalah aktivitas komunikasi seseorang dalam memperoleh informasi melalui media massa, baik media cetak (surat kabar, buku, brosur) maupun media elektronik (TV, radio, internet). Berbeda dari komunikasi interpersonal, komunikasi massa kurang memanfaatkan tanggapan dari komunikan. Komunikasi ini memanfaatkan kekuatan media massa dalam hal cakupan khalayak yang luas, serentak, dan pesan yang relatif seragam (Rogers & Shoemaker, 1971). Soekartawi (1988) menyebutkan bahwa sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi, sumber yang dimaksud dapat berasal dari media massa maupun media interpersonal, petugas penyuluh, aparat desa dan lain sebagainya. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan. Media komunikasi massa dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat serta memberikan efek kognitif yang meliputi peningkatan kesadaran untuk belajar dan menambah pengetahuan. Media komunikasi personal dapat menimbulkan efek perubahan perilaku. Media massa memiliki peranan memberikan informasi untuk memperluas cakrawala, memusatkan perhatian, menumbuhkan aspirasi dan sebagainya

24 (Schramm, 1984), tetapi tergantung pada keterdedahan khalayaknya di media massa. Menurut Jahi (1988) keterdedahan pada media massa akan memberikan kontribusi terhadap perbedaan perilaku. Sejalan dengan hal tersebut, perubahan perilaku khalayak tidak saja dipengaruhi oleh keterdedahannya pada satu saluran media massa, tetapi juga memerlukan lebih dari satu saluran komunikasi massa lainnya seperti tv, radio, film, dan bahan-bahan cetakan (Kincaid dan Schramm, 1984). Konsep Gender Konsep gender berbeda dari konsep jenis kelamin (sex). Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis, sementara gender adalah pembedaan antara perempuan dan laki-laki secara sosial budaya. Perbedaan atribut sosial budaya yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki mengakibatkan timpangnya relasi kekuasaan di antara keduanya. Kata gender bukanlah merupakan istilah yang baru, kata ini telah dipakai oleh para ahli bahasa untuk menggambarkan kata benda yang merujuk pada jenis kelamin laki-laki (male) dan perempuan (female) (Raharjo, 1997). Lebih lanjut Raharjo menjelaskan bahwa para antropolog dan ahli ilmu sosial menggunakan istilah gender untuk menggambarkan ciri-ciri atau karakter pria dan perempuan yang terbentuk karena faktor budaya, dan bukan ciri-ciri yang diakibatkan oleh perbedaan fisik biologis. Dalam penelitian ini istilah wanita tidak dibedakan dari istilah perempuan dan pria dari istilah laki-laki kecuali dinyatakan secara khusus berbeda yaitu merujuk pada fungsi-fungsi biologis. Gender, dengan demikian adalah konstruksi sosial budaya yang membedakan wanita dari pria. Definisi-definisi lain yang merujuk pada pengertian yang kurang lebih sama dikemukakan oleh berbagai ahli berikut...process by which individuals who are born into biological categories of male or female become the sosial categories of women and men through the acquisition of lokally defined attributes of masculinity and feminity (aila Kabeer,1992) (.proses melalui mana orang yang dilahirkan dalam kategori biologis sebagai perempuan dan laki-laki berubah menjadi kategori sosial perempuan dan pria melalui proses pembentukan ciri-ciri maskulinitas dan feminitas berdasar istilah setempat/lokal ). 11

25 .people are born female or male, but learn to be girls and boys who grow into women and men. They are taugh what the appropriate behavior and attitudes, roles and activities are for them, and how they should relate to other people. This learned behavior is what makes up gender identity, and determined gender roles. (Suzanne Williams, Janet Seed and Adelina Mwau, 1994) (.orang dilahirkan dalam kategori anak laki-laki dan anak perempuan, kemudian tumbuh menjadi perempuan dan pria. Mereka diajari tentang sikap dan tingkah laku yang sesuai untuk masing-masing, dan bagaimana mereka harus berhubungan dengan orang lain. Perilaku yang dipelajari dari keluarga dan masyarakat inilah yang kemudian menentukan identitas gender dan peran gender ). Kategori jenis kelamin dan sifat-sifat biologis perempuan dan laki-laki (seperti perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, sedang laki-laki memiliki sperma dan dapat membuahi) dibawa orang sejak ia dilahirkan. Sedangkan kategori gender (seperti perempuan itu lembut, keibuan, emosional, sopan, pemelihara rumahtangga, sedangkan laki-laki itu gagah, cerdas, tegas, kasar, obyektif, kepala rumah tangga) diperoleh lewat proses sosialisasi dalam keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakatlah yang menyebabkan perempuan dan pria memiliki sifat-sifat gender seperti harapan keluarga dan masyarakat, seperti disebutkan di muka. Kategori biologis tidak dapat dipertukarkan (kecuali dalam beberapa kasus dimana orang berganti jenis kelamin meski fungsi menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui sampai sekarang tetap belum dapat dipertukarkan) sementara kategori gender dapat dipertukarkan. Status gender ditentukan secara sosio-kultural. Hanya karena seseorang dilahirkan menjadi perempuan atau laki-laki, dia kemudian diberi peran dan tugas yang berbeda. Karena itu, berbeda dengan ciri-ciri biologis, peran gender berbeda dari satu konteks budaya ke budaya lainnya. Umur, ras, dan kondisi ekonomi adalah variabel-variabel yang mempengaruhi hubungan dan peran gender. Gender itu dipelajari dan berubah dari waktu ke waktu. Gender merujuk pada hubungan kekuasaan antara perempuan dan pria, yang pada umumnya menguntungkan pria. Hubungan kekuasaan yang tidak imbang telah menyebabkan subordinasi status perempuan. Subordinasi status perempuan kemudian dipelihara dan dilanggengkan melalui pembagian gender yang tidak adil atas akses dan kontrol sumberdaya (Raharjo, 1997). 12

26 13 Fadhil (2002) menyebutkan bahwa gender adalah pembagian peran dan tanggungjawab keluarga dan masyarakat, sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman. Selanjutnya dijelaskan bahwa gender bukanlah kodrat dan ketentuan Tuhan. Oleh karena itu, gender berkaitan dengan keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Hubeis (2004) menjelaskan bahwa pemahaman gender dalam konteks Gender and Development (GAD) adalah pencapaian kesetaraan dan kesederajatan atau kesederajatan dan keadilan, dalam tatanan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara. Selanjutnya disebutkan bahwa secara teoritis, pembicaraan tentang gender berarti kita bicara tentang relasi sosial antara lelaki dan perempuan, wujud relasi sosial ini berbeda antar-negara, antar-wilayah, antar-suku, dan perseorangan sebagai hasil pembelajaran sosial. Dengan kata lain gender adalah pembedaan peran dan tanggungjawab antara perempuan dan lakilaki sebagai hasil konstruksi sosial budaya masyarakat. Kondisi Perempuan Indonesia Secara keseluruhan indeks kualitas hidup manusia digambarkan melalui Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index (HDI) yang berada pada peringkat ke-96 pada tahun 1995 yang kemudian menurun ke peringkat 109 pada tahun 1998 dari 174 negara. Tahun 1999 berada pada peringkat 102 dari 162 negara dan tahun 2002, 110 dari 173 negara. Berdasarkan Human Development Report 2003, HDI Indonesia menempati urutan ke-112 dari 175 negara, dibandingkan egara-negara ASEA lainnya seperti HDI Malaysia, Thailand, Philippina yang menempati urutan 59, 70 dan 77. Sedangkan Gender related Development Index (GDI) berada pada peringkat ke-88 pada tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 (1998) dan peringkat 92 (1999 dari 146 negara). Kemudian pada tahun 2002 pada peringkat 91 dari 144 negara GDI inipun masih tertinggal dibandingkan dengan negaranegara di ASEA seperti Malaysia, Thailand, Philippina yang masing-masing berada pada peringkat 54, 60, 63. (BPS&UDFW, 2000).

27 14 Berdasarkan hasil Survey Penduduk (BPS, 2000) diketahui jumlah penduduk Indonesia sebesar orang. Jumlah laki-laki sedikit lebih banyak dibandingkan perempuan, (50,1 persen diantaranya laki-laki dan 49,9 persen perempuan). Menurut Laporan Jurnal Perempuan (2004), Indeks pembangunan manusia skala internasional dan nasional dilihat dari tiga aspek yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Kondisi dan posisi perempuan meliputi 3 (tiga) aspek tersebut di atas sebagai berikut: (1) Pendidikan Di bidang pendidikan, kaum perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Kondisi ini antara lain disebabkan adanya pandangan dalam masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan laki-laki untuk mendapatkan pendidikan daripada perempuan. Ketertinggalan perempuan dalam bidang pendidikan tercermin dari peresentase perempuan buta huruf (14,54 persen tahun 2001) lebih besar dibandingkan laki-laki (6,87 persen), dengan kecenderungan meningkat selama tahun Tetapi pada tahun 2002 terjadi penurunan angka buta huruf yang cukup signifikan. amun angka buta huruf perempuan tetap lebih besar dari laki-laki, khususnya perempuan kepala rumah tangga. Angka buta huruf perempuan pada kelompok 10 tahun ke atas secara nasional (2002) sebesar 9,29 persen dengan komposisi laki-laki 5,85 persen dan perempuan 12,69 persen (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat ). Menurut Statistik Kesejahteraan Rakyat Angka buta huruf perempuan 12,28 persen sedangkan laki-laki 5,84 persen. (2). Kesehatan Menurut Gender Statistics and indicators 2000 (BPS), kemajuan di bidang kesehatan ditunjukkan dengan menurunnya angka kematian bayi (dari 49 bayi per 1000 kelahiran pada tahun 1998 menjadi 36 tahun 2000, (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat ). Menurunnya angka kematian anak serta meningkatnya angka harapan hidup dari 64,8 tahun (1998) menjadi 67,9 tahun (2000). Berdasarkan estimasi parameter demografi 1998 yang dikeluarkan BPS, angka harapan hidup pada periode cenderung meningkat. Usia harapan

28 15 hidup (life expectancy rate) perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 69,7 tahun berbanding 65,9 tahun (Sumber: BPS, Estimasi Parameter Demografi, 1998). Di bidang kesehatan, selama periode ada penurunan angka kematian bayi, Infant Mortality Rate (IMR), namun angka kematian bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan angka kematian bayi perempuan. Laki-laki 41, perempuan 31 (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat ). Sejalan dengan semakin meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat, angka kematian anak, Child Mortality Rate (CMR) periode ini juga menunjukkan penurunan, namun demikian angka kematian anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan kematian anak perempuan, laki-laki 9,8 sedangkan perempuan 7,9. (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat ). Di bidang kesehatan dan status gizi perempuan masih merupakan masalah utama, yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI) 390/ (SDKI 1994), 337/ (SDKI 1997), dan menurun 307/ (SDKI 2002). (3). Ekonomi Di bidang ekonomi, secara umum partisipasi perempuan masih rendah, kemampuan perempuan memperoleh peluang kerja dan berusaha masih rendah, demikian juga dengan akses terhadap sumber daya ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki, yaitu 45 persen (2002) sedangkan laki-laki 75,34 persen, (Sumber: BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat ). Ditahun 2003 TPAK laki-laki lebih besar dibanding TPAK perempuan yakni 76,12 persen berbanding 44,81 persen (BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat, 2003). Upaya Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak dilakukan secara lintasbidang dan lintasprogram. Pencapaian pembangunan pemberdayaan perempuan hingga tahun 2004 dari berbagai bidang pembangunan adalah sebagai berikut. Di bidang pendidikan, keberhasilan ditandai oleh menurunnya persentase penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah dan penduduk

29 16 perempuan yang buta huruf (masing-masing 11,56 persen dan 12,28 persen pada tahun 2003). Di bidang kesehatan, angka kematian ibu melahirkan berhasil diturunkan meskipun masih yang tertinggi di ASEA, yaitu 307 per kelahiran hidup (SDKI ). Prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil, juga dapat diturunkan meskipun angkanya masih tinggi (45 persen pada tahun 2003). Selanjutnya, partisipasi perempuan yag diukur melalui tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) juga menunjukkan peningkatan (sekitar 45 persen pada tahun 2003). Guna meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan ekonomi, juga telah dilakukan beberapa kegiatan afirmasi, seperti pengintegrasian kepentingan perempuan ke dalam beberapa program pembangunan, seperti: Program Pemberdayaan Keluarga (PPK), Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PPMP), dan Program Kelompok Usaha Bersama (KUB). Di samping itu, juga telah dibentuk unit kerja yang khusus menangani kredit kepada usaha mikro, kec il, dan menengah (UMKM) perempuan, pemetaan potensi usaha perempuan pengusaha, dan pemberian pendampingan dan fasilitasi manajemen keuangan dengan pihak perbankan. Dalam pembangunan politik, hasil yang dicapai adalah telah disahkannya UU omor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu, yang mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan di lembaga legislatif (DPR dan DPD). Meskipun hasil yang dicapai belum sesuai dengan amanat UU tersebut, namun keterlibatan perempuan dalam pembangunan politik menunjukkan peningkatan, terutama di daerah perdesaan. Di bidang hukum, hingga tahun 2004 telah dihasilkan lima usulan naskah akademis dalam upaya penyempurnaan produkproduk hukum yang bias gender dan atau diskriminatif terhadap perempuan, serta belum peduli anak. Telah pula disusun tiga usulan naskah RUU dan RPP yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan anak. Keberhasilan dari berbagai bidang pembangunan, khususnya pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, dan pengambilan keputusan selanjutnya turut menurunkan kesenjangan pencapaian pembangunan antara perempuan dan lakilaki yang ditandai oleh meningkatnya angka Indeks Pembangunan Gender (IPG) atau Gender-related Development Index (GDI) dan Indeks Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement, GEM). Berdasarkan Human Development

30 17 Report 2004, angka GDI sebesar 59,2 dan angka GEM sebesar 54,6. Angka-angka tersebut masih terendah dibandingkan dengan negara-negara ASEA. Meskipun banyak hasil pembangunan yang telah dicapai hingga tahun 2005, beberapa permasalahan masih akan dihadapi pada tahun Permasalahan tersebut, antara lain adalah masih rendahnya nilai indeks pembangunan gender (Gender-Related Development Index, GDI), yang berarti ketidaksetaraan gender di berbagai bidang pembangunan masih merupakan masalah yang dih adapi di masa mendatang; masih banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, diskriminatif terhadap perempuan, dan tidak peduli anak; masih rendahnya tingkat kesejahteraan dan perlindungan anak, serta kebutuhan tumbuh kembang anak belum menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan; dan masih rendahnya peran masyarakat dalam mendukung upaya pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak, termasuk kapasitas kelembagaan di tingkat nas ional dan daerah. Masalah lain yang belum teratasi adalah masalah perdagangan perempuan dan anak, serta kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak. Sementara itu, tantangan yang dihadapi sejalan dengan era desentralisasi, yaitu timbulnya masalah kelembagaan dan jaringan di daerah (propinsi dan kabupaten/kota), terutama yang menangani masalah-masalah pemberdayaan perempuan dan anak. Program-program pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan program lintasbidang dan lintasprogram, sehin gga diperlukan koordinasi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi. Di samping itu, terbatasnya data pembangunan yang terpilah menurut jenis kelamin, mengakibatkan kesulitan dalam menemukenali masalah-masalah gender yang ada. Sasaran dan Arah Kebijakan Pembangunan Tahun 2006 Sasaran pembangunan yang hendak dicapai pada tahun 2006 dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak adalah: (1) terumuskannya kebijakan aksi afirmasi peningkatan kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, politik, dan ekonomi di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota; (2) terlaksananya berbagai upaya perlindungan perempuan; (3) tersusunnya

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ

PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ PERILAKU KOMUNIKASI APARAT PEMDA KABUPATEN DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER DI ERA OTONOMI DAERAH (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) ABDUL KHALIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM

BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM BAB 11 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK A. KONDISI UMUM Upaya peningkatan kualitas kehidupan dan peran perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN 1 PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARIMUN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH 1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju

Lebih terperinci

Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur)

Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan Gender di Era Otonomi Daerah (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) Jurnal Komunikasi Pembangunan ISSN 1693-3699 Februari 9, Vol. 7, No. 1 Perilaku Komunikasi Aparat Pemda Kabupaten dalam Pengarusutamaan (Kasus pada Kabupaten Lampung Timur) A. Khaliq a), A.V.S. Hubeis

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH 1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN NOMOR 29/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUOTA 30 PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEGISLATIF

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUOTA 30 PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEGISLATIF PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUOTA 30 PERSEN KETERWAKILAN PEREMPUAN DI LEGISLATIF (Studi Kasus : Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat) Oleh : AFRINA SARI P 054040091 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DI BIDANG POLITIK MENYONGSONG PEMILU 2009 Deputi Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 132 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN AKTIVITAS KOMUNIKASI DENGAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM MENGEMBANGKAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SITU BABAKAN JAKARTA SELATAN USMIZA ASTUTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG PENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Lebih terperinci

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN

KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Nomor : 06/MEN.PP & PA/5/2010 Nomor

Lebih terperinci

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI

PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI PROSES KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA (Kasus Program Raksa Desa di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor) SRI WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA

PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA PEMANFAATAN INTERNET DAN CD ROM OLEH PENELITI DAN PEREKAYASA BADAN LITBANG PERTANIAN OLEH: INTAN YUDIA NIRMALA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini Saya menyatakan

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 14. URUSAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 60 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA KANTOR PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010

Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 RAKORNAS PP DAN PA 2010 Jakarta, 29 Juni 2010 Jakarta, KLA.Org - Press Release Rapat Koordinasi Nasional Pembangunan Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tahun 2010 Rakornas PP dan PA Tahun 2010

Lebih terperinci

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017

POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/2017 POLICY BRIEF NO. 005/DKK.PB/017 Upaya Percepatan Pengarusutamaan Gender di Birokrasi Pendahuluan Istilah gender yang berasal dari bahasa Inggris tidak merujuk kepada jenis kelamin tertentu (laki-laki atau

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe No.927, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pengarusutamaan Gender. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Negara dapat dikatakan maju apabila memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembangunan sumberdaya manusia sangat penting dan strategis guna menghadapi era persaingan ekonomi

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu

BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI SIAK PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI SIAK NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN KELOMPOK KERJA PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah

Sulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NOMOR : 27 /KEP /MEN.PP /IV /2005 TENTANG

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NOMOR : 27 /KEP /MEN.PP /IV /2005 TENTANG SURAT KEPUTUSAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NOMOR : 27 /KEP /MEN.PP /IV /2005 TENTANG PENETAPAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN TAHUN 2005 2009 MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Reformasi pada tahun 1998 merupakan momentum yang menandai berakhirnya sistem ketatanegaraan Indonesia yang bersifat sentralistik. Pasca runtuhnya rezim orde baru,

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TORAJA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

KESEPAHAMAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

KESEPAHAMAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA KESEPAHAMAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DENGAN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENINGKATAN EFEKTIFITAS

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 25 TAHUN 2017 GUBERUR SUMATERA BARAT PERATURA GUBERUR SUMATERA BARAT OMOR 25 TAHU 2017 T E T A G RECAA AKSI DAERAH PEGARUSUTAMAA GEDER PROVISI SUMATERA BARAT DEGA RAHMAT TUHA YAG MAHA ESA GUBERUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI RIAU

PEMERINTAH PROVINSI RIAU SALINAN R I A U PEMERINTAH PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 1 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH DAN SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KELUARGA BERENCANA DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA PEMBUKAAN WORKSHOP PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) KABUPATEN MALINAU TAHUN 2016 RABU, 6 APRIL 2016

SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA PEMBUKAAN WORKSHOP PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) KABUPATEN MALINAU TAHUN 2016 RABU, 6 APRIL 2016 SAMBUTAN BUPATI MALINAU PADA ACARA PEMBUKAAN WORKSHOP PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) KABUPATEN MALINAU TAHUN 2016 RABU, 6 APRIL 2016 YTH. KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 53 TAHUN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN WALIKOTA PAREPARE PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci