Rezha Ramadhika 1,Heru Hendrayana 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rezha Ramadhika 1,Heru Hendrayana 2"

Transkripsi

1 PRIORITAS PENGELOLAAN ZONA KONSERVASI AIR TANAH DI KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Management Priority of Groundwater Conservation Zone in Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Rezha Ramadhika 1,Heru Hendrayana 2 1 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah merupakan salah satu upaya untuk mencegah degradasi kuantitas dan kualitas air tanah yang didasarkan pada konsep Pengelolaan Cekungan Air Tanah (CAT), sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program pengelolaan air tanah di Kabupaten Kulon Progo. Tujuan dari penelitian ini adalah (a) mengetahui konfigurasi dan sistem akuifer CAT, (b) menentukan kondisi batas CAT secara lateral dan vertikal, (c) menentukan nilai dari parameter yang digunakan dalam penentuan zona konservasi, dan (d) menentukan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah. Metode yang digunakan untuk penentuan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah dengan menentukan nilai parameter prioritas pengelolaan, yaitu: (a) keterdapatan dan potensi air tanah, (b) kedudukan muka air tanah, (c) kualitas air tanah, (d) lingkungan air tanah, (e) ketersediaan sumber air selain air tanah, (f) prioritas pemanfaatan air tanah, serta (g) kepentingan masyarakat dan pembangunan. Kemudian dengan teknik pembobotan dan penampalan dari setiap parameter dapat ditentukan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah pada daerah penelitian. Daerah penelitian terdapat dua cekungan air tanah yaitu CAT Wates dan CAT yang belum ditetapkan. Hidrogeologi daerah penelitian merupakan sistem akuifer pantai yang terdiri dari Subsistem Aluvial Pantai dengan litologi endapan pasir-lempung dan lensa-lensa pasir serta Subsistem Gumuk Pasir dengan litologi endapan pasir lepas. Dasar akuifer tersusun oleh batuan Tersier bersifat relatif kedap air. Tipe akuifer utama adalah akuifer bebas dengan ketebalan semakin bertambah dari utara ke selatan. Arah aliran air tanah relatif utara selatan. Prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah di daerah penelitian terbagi menjadi 4 zona, yaitu Zona Prioritas I, I, III dan IV. Kata Kunci : Cekungan Air Tanah, Konfigurasi dan Sistem Akuifer, Zona Konservasi, Prioritas Pengelolaan ABSTRACT Management priority of groundwater conservation zone is an effort to prevent the degradation of the quantity and quality of groundwater based on Groundwater Basin (GWB) Management concept, which can be used as a reference in the implementation of groundwater management program in Kulon Progo. The purpose of this study were (a) determine the configuration and aquifer system of GWB, (b) determine the boundary conditions of GWB laterally and vertically, (c) determining the values of the parameters used in determination of conservation zones, and (d) determining the management priority of groundwater conservation zones. The method used to determine the management priority of groundwater conservation zones by determining the value of the parameter management 1

2 priorities, namely: (a) availability and potential groundwater, (b) the position of the groundwater level, (c) the quality of groundwater, (d) environment of groundwater, (e) the availability of sources of water other than groundwater, (f) the priority use of groundwater, and (g) the importance of society and development. Then the weighting technique and overlaying of each parameter can be specified management priority of groundwater conservation zones in the study area. The area of research there are two groundwater basins, namely Wates GWB and Unassigned GWB. Hydrogeological of study area is a coastal aquifer system consisting of alluvialbeach subsystems with sand-clay lithology and some sand lenses, and then sand dunes subsystem with loose sand sediment lithology. Basement aquifer composed of Tertiary rocks are relatively impermeable. The type of main aquifer is a freeboundary aquifer with thickness increasing from north to south. Direction of groundwater flow relatively from north to south. Management priority of groundwater conservation zones in the study area is divided into four zones, namely Zone Priority I, I, III and IV. Keywords : Groundwater Basin, Configuration and Aquifer System, Conservation Zone, Management Priority PENDAHULUAN Pada umumnya kegiatan manusia mempengaruhi kondisi lingkungan, khususnya lingkungan air tanah akibat kegiatan industri, daerah permukiman dan kegiatan pertanian. Menurut Hendrayana dan Putra, 2008, dalam upaya mencegah degradasi kuantitas dan kualitas air tanah, konservasi air tanah merupakan salah satu komponen penting dalam pengelolaan air tanah yang berkelanjutan. Dalam penentuan zona konservasi perlu dilakukan identifikasi geometri dan konfigurasi Cekungan Air Tanah di Kabupaten Kulon Progo untuk mengetahui ruang lingkup daerah penelitan. Hasil dari penelitian ini menghasilkan geometri dan konfigurasi sistem akuifer, zona konservasi dan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah pada Kabupaten Kulon Progo. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menjadi acuan pemerintah dalam melaksanakan program kerja kegiatan konservasi di Kabupaten Kulon Progo dan pengelolaan air tanah secara berkelanjutan dapat tercapai. LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian mencakup seluruh wilayah administrasi Kabupaten Kulon Progo dengan luas wilayah sekitar km 2. Geomorfologi Regional Menurut Van Bemmelen (1949) daerah penelitian secara geomorfologi dapat dibedakan menjadi 6 (enam) satuan geomorfologi sebagai berikut: (a) Satuan Pegunungan Kulon Progo, (b) Satuan Perbukitan Sentolo, (c) Satuan Teras Progo, (d) Satuan Dataran Aluvial, (e) Satuan Dataran Pantai dan (f) Satuan Gumuk Pasir. Stratigrafi Regional Menurut penelitian Rahardjo, 1977, Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 5 (lima) formasi berumur Tersier dan 2 (dua) formasi berumur Kuarter. Batuan Tersier ini merupakan basement dari CAT di Kabupaten Kulon Progo yaitu Formasi Nanggulan, Andesit Tua, Kebo Butak, Jonggrangan dan Sentolo. Sedangkan batuan kuarter merupakan pengisi dari cekungan air tanah, meliputi Formasi Volkanik Merapi Muda dan Endapan alluvium. 2

3 METODE Dalam metodologi penentuan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah di Kabupaten Kulon Progo yang pertama kali dilakukan adalah menentukan konfigurasi dan geometri sistem akuifer dari CAT yang ada pada daerah tersebut dengan korelasi data hasil survey geolistrik yang tersebar di daerah penelitian, baik yang berasal sekunder maupun data primer. Kemudian pengumpulan data yang diperlukan pengelolaan zona konservasi air tanah. Secara rinci dapat dilihat pada diagram alir (lihat Gambar 1). HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Batas CAT Cekungan Air Tanah (CAT) atau groundwater basin adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air tanah Gambar 1. Diagram Alir Penelitian sebagai parameter konservasi air tanah. Setelah itu dengan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dilakukan pembobotan sesuai prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah. Terakhir dilakukan penampalan untuk mendapatkan zona konservasi air tanah dan peta prioritas berlangsung (PP No. 43, 2008). Berdasarkan hasil identifikasi oleh Badan Geologi, Departemen ESDM, tahun 2007, maka Kabupaten Kulon Progo memiliki dua cekungan air tanah, yaitu Cekungan Air Tanah Wates yang merupakan CAT No. 45 dan pada bagian utara 3

4 dari CAT Wates terdapat satu CAT yang belum di tetapkan namun pada penelitian kali ini akan diusulkan nama CAT Menoreh untuk memudahkan identifikasi. Peta Batas Cekungan Air Tanah di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Gambar 2. Batas Horisontal CAT Wates Tipe dan batas horisontal CAT Wates dapat ditentukan dari hasil korelasi data survey geolistrik sebagai berikut (lihat (Gambar 3): (a) Batas Horisontal H2 (Groundwater Divide), (b) Batas Horisontal H3 (External Head-Controlled Boundary), (c) Batas Horisontal H4 (Inflow Boundary) dan (d) Batas Horisontal H5 (Outflow Boundary). Batas Vertikal CAT Wates Tipe dan batas vertikal CAT Wates dapat ditentukan dari hasil korelasi data survey geolistrik sebagai berikut (lihat Gambar 4) : (a) Batas Vertikal V1 (Free Surface Boundary). (b) Batas Vertikal V2 (Internal Head-Controlled Boundary) dan (c) Batas Vertikal V3 (Internal Zero-Flow/No Flow Boundary). Konfigurasi Sistem Akuifer CAT Wates Berdasarkan konsep satuan hidrostratigrafi, maka konfigurasi sistem akuifer di CAT Wates termasuk ke dalam Sistem Akuifer Pantai (Coastal Aquifer System) dan memiliki 2 (dua) subsistem (lihat Gambar 4) yaitu : Subsistem Alluvial - Pantai (Kelompok Akuifer 1) Subsistem Gumuk Pasir (Kelompok Akuifer 2) Dasar Akuifer / Kelompok Non Akuifer Secara geomorfologis rangkaian Perbukitan Kulonprogo dan Perbukitan Sentolo yang tersusun oleh batuan Tersier juga membatasi CAT Wates berturut-turut di bagian barat laut dan timur laut. Sedangkan secara geologis, CAT Wates dibatasi oleh Formasi Kebo Butak, Andesit Tua dan Sentolo. Litologi utama penyusun CAT Wates adalah Formasi Wates dan sebagian Formasi Yogyakarta serta endapan Merapi Muda pada bagian timur (Kusumayudha,2010). Secara umum air tanah mengalir dari utara ke selatan dengan landaian hidraulika yang secara bergradasi semakin kecil (lihat Gambar 8). Di daerah selatan, terdapat subsistem gumuk pasir yang memiliki pola aliran cenderung berlawanan yaitu utara selatan mengikuti pola morfologi dari gumuk pasir tersebut secara local (Santosa,2010). Di dalam CAT Wates, semakin ke arah selatan terjadi penurunan gradien topografi yang disertai dengan penurunan gradien hidraulika serta nilai-nilai karakteristik akuifer, sehingga kecepatan aliran air tanah ke arah selatan juga akan semakin berkurang. Ketebalan sistem akuifer CAT Wates sangat beragam, secara umum ketebalan semakin bertambah besar ke arah selatan dengan ketebalan akuifer mencapai lebih dari 70 meter di daerah Pantai Temon, sedangkan di daerah Pantai Wates mencapai sekitar 50 meter. Ketebalan akuifer ini berkurang menuju tepian cekungan bagian utara, barat dan timur menjadi sekitar 30 m. Berdasarkan data log bor, dapat diketahui bahwa endapan Kuarter Wates yang menyusun daerah dataran Wates atau daerah lepasan air tanah di bagian selatan, merupakan campuran dari rombakan dari Formasi Sentolo, Kebo Butak dan Andesit Tua. Pada log litologi tersebut dapat diketahui adanya pecahan batugamping dan koral. Serta pengaruh fluvial tersusun dari endapan material lempung, lanau, pasir halus serta lensa pasir dan lempung yang berada di sekitar aliran Kali Serang (Kinanda,2016). Dapat disimpulkan, bahwa lensa pasir dan lempung yang berada diantara lempung pasir tersebut merupakan hasil proses fluviatil. Konfigurasi secara horisontal dan vertikal dari penyebaran masing-masing kelompok akuifer utama dan dasar akuifer / kelompok non akuifer, dapat dilihat pada Konfigurasi hidrostratigrafi sistem akuifer CAT Wates (Utara-Selatan) (Gambar 6) dan Konfigurasi hidrostratigrafi sistem akuifer CAT Wates (Barat- Timur) (Gambar 7). Seluruh konfigurasi hidrostratigrafi tersebut memiliki persebaran pada Peta lokasi sumur bor dan survey geolistrik di CAT Wates (Gambar 5). Batas Horisontal CAT Menoreh Tipe dan batas horisontal CAT Menoreh dapat ditentukan dari hasil interpretasi Peta Geologi, dengan batas berupa Batas Horisontal H2 dan Batas Horisontal H5 (lihat Gambar 8). 4

5 Batas Vertikal CAT Menoreh Tipe dan batas vertikal CAT Menoreh dapat ditentukan dari hasil interpretasi Peta Geologi dengan batas sebagai berikut (lihat Gambar 9) : (a) Batas Vertikal V1 (Free Surface Boundary). (b) Batas Vertikal V2 (Internal Head-Controlled Boundary) dan (c) Batas Vertikal V3 (Internal Zero-Flow/No Flow Boundary). Konfigurasi Sistem Akuifer CAT Menoreh Sistem akuifer CAT Menoreh merupakan kelompok akuifer koluvium yang berupa endapan berumur Kuarter. Berdasarkan profil hidrostratigrafi dapat diketahui, bahwa persebaran dari kelompok akuifer koluvium mengikuti morfologi dari daerah CAT tersebut (lihat Gambar 11). Hal tersebut dipengaruhi karena kelompok akuifer ini terbentuk dari material hasil pelapukan maupun rombakan dari formasi yang berumur Tersier. Sehingga ketebalan dari kelompok akuifer ini terpengaruh dari tingkat pelapukan dari daerah tersebut.pada daerah penelitian ketebalan berkisar antara meter. Namun juga beberapa tempat juga ditemukan ketebalan hingga mencapai 30 meter. Untuk daerah di bagian barat CAT Menoreh tersusun oleh litologi yang didominasi oleh endapan hasil rombakan dan lapukan dari Formasi Kebo Butak dan Andesit Tua yang terdiri dari pasir tufan, batupasir, lempung, lanau dan lensa lempung-lanau, sedangkan pada bagian selatan CAT Menoreh didominasi oleh endapan hasil pelapukan Formasi Sentolo yang terdiri dari lapukan lempung pasir, lempung gampingan dan lensa-lensa pasir. Sedangkan pada bagian timur CAT Menoreh di sepanjang aliran Kali Progo terdapat endapan Merapi Muda yang merupakan endapan fluviovolkanik, yaitu adanya pengaruh proses fluviatil pada saat pengendapannya tersusun oleh pasir kasar, pasir konglomeratan sampai pasir sedang-halus. Secara umum, kelompok akuifer Koluvium menunjukkan produktivitas sedang hingga tinggi dan didominasi kedalaman muka air tanah sekitar 3 meter dari permukaan tanah namun juga ditemukan beberapa tempat yang setempat yang ditemukan kedalaman mencapai hingga 15 meter. Kelompok akuifer Koluvium ini termasuk kedalam kelompok akuifer bebas. Berdasarkan profil hidrogeologi pada sistem akuifer CAT Menoreh dapat diketahui dasar dari sistem akuifer ini merupakan batuan berumur Tersier. Berdasarkan profil hidrogeologi tersebut juga dapat disimpulkan, bahwa CAT Menoreh dilandasi batuan Tersier dari Formasi Sentolo, Kebo Butak dan Andesit Tua. Berdasarkan sifat fisik dan karakteristik hidraulika yang tercermin pada nilai-nilai karakteristik akuifer (seperti nilai K, T dan S), maka batuan-batuan berumur Tersier tersebut berfsifat sebagai lapisan non akuifer dan berfungsi sebagai dasar akuifer (aquifer basement) atau dasar cekungan (basin basement) dari sistem akuifer CAT Menoreh, dan disebut sebagai Kelompok Non Akuifer. Parameter Zona Konservasi Daerah imbuhan dan lepasan air tanah Penentuan batas antara daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah sangat penting dalam menyusun rancangan penetapan cekungan air tanah. Menurut penelitian Hendrayana & Vicente, 2015, batas daerah imbuhan air tanah dan daerah lepasan air tanah di Kabupaten Kulon Progo ditetapkan melalui analisis data geologi dan hidrogeologi yang ada, yaitu dengan mendasarkan metoda sebagai berikut : Analisis morfologi tekuk lereng Analisis pemunculan mata air Analisis kedudukan dan kerapatan kontur muka air tanah Hubungan antara kedudukan muka air tanah dan air permukaan Daerah resapan dan imbuhan (lihat Gambar 12) berkaitan dengan ketersediaan air tanah pada CAT yang saling berhubungan satu sama lainnya, karena apabila sistem pada daerah resapan terganggu keseimbangannya maka akan merusak sistem yang ada pada daerah lepasan air tanah, sehingga secara umum akan merusak keseluruhan sistem air tanah pada Kabupaten Kulon Progo. Elevasi dari daerah imbuhan CAT Wates (recharge area) terletak antara elevasi 15 m sd 25 m dml dan daerah lepasan (discharge area) mempunyai elevasi antara 15 sd 0 m dml. Daerah imbuhan mempunyai garis kontur elevasi muka air tanah relatif lebih rapat dibandingkan daerah lepasan yang mimiliki garis kontur elevasi muka air tanah yang jarang. Persebaran daerah imbuhan air tanah berada pada bagian utara di CAT Wates yang memiliki kontur mulai meninggi. 5

6 Sedangkan untuk daerah lepasannya berada pada bagian yang lebih datar berada diselatan daerah imbuhan air tanah. Elevasi dari daerah imbuhan CAT Menoreh (recharge area) terletak antara elevasi 90 m sd 700 m dml dan daerah lepasan (discharge area) mempunyai elevasi antara 20 sd 225 m dml. Daerah imbuhan mempunyai garis kontur elevasi muka air tanah relatif lebih rapat dibandingkan daerah lepasan yang mimiliki garis kontur elevasi muka air tanah yang jarang. Persebaran daerah imbuhan air tanah berada pada bagian barat di CAT Menoreh yang memiliki kontur mulai meninggi. Sedangkan untuk daerah lepasannya berada pada bagian yang lebih datar berada diselatan daerah imbuhan air tanah. Zona perlindungan mata air Zona perlindungan mata air merupakan kawasan semu dengan radius 1000 meter yang ditentukan oleh persebaran mata air pada Kabupaten Kulon Progo yang berkaitan dengan sumber air strategis untuk kepentingan umum. Kawasan ini diperlukan untuk melindungi keberlanjutan pemanfaatan air tanah pada mata air. Kabupaten Kulon Progo sendiri terdapat beberapa mata air dengan debit yang berarti (lihat Gambar 13) Karakteristik potensi akuifer Potensi akuifer berhubungan dengan jumlah besarnya air tanah yang dapat dimanfaatkan pada Kabupaten Kulon Progo. Pada penelitian ini menggunakan nilai transmissivitas sebagai parameter karakteristik potensi akuifer. Besar kecilnya nilai transmissivitas pada Kabupaten Kulon Progo akan berpengaruh terhadap besarnya kemampuan ketersediaan air tanah yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Nilai transmisivitas dari Kabupaten Kulon Progo sebagian besar berkisar 510 m 2 /hari yang termasuk kedalam nilai cukup tinggi yang melampar merata di bagian selatan wilayah penelitian (lihat Gambar 14). Hal ini dipengaruhi litologi penyusun daerah tersebut berupa endapan kuarter dari Formasi Wates dan Yogyakarta serta Endapan Merapi Muda. Pada bagian utara Kabupaten Kulon Progo juga terdapat nilai transmissivitas kurang dari 100 m 2 /hari yang termasuk kedalam nilai rendah, tersebar pada bagian barat daerah penelitian. Hal ini dipengaruhi litologi penyusun daerah tersebut berupa batuan breksi dan andesit yang memiliki nilai permeabilitas yang rendah. Kedalaman muka air tanah Kedalaman muka air tanah umumnya tergantung pada besar kecilnya pemanfaatan yang ada pada suatu daerah. Pemanfaatan air tanah secara berlebihan yang tidak memperhatikan kuantitas ketersediaan air tanah yang ada akan dapat menyebabkan bertambahnya kedalaman muka air tanah di Kabupaten Kulon Progo. Pada umumnya kedalaman muka air tanah pada Kabupaten Kulon Progo berada pada 0-5 m dari permukaan (lihat Gambar 15). Namun ditemukan setempat pada Kecamatan Temon dan Samigaluh dengan kedalaman muka air tanah mencapai 10 m. Kualitas air tanah Daya hantar listrik adalah salah satu parameter kualitas kimia air tanah yang menunjukan sifat menghantarkan listrik dari air. Air yang banyak mengandung garam akan mempunyai harga daya hantar listrik. Berdasarkan nilai daya hantar listrik dapat dibuat klasifikasi air seperti pada Tabel 1, kualitas air tanah di Kabupaten Kulon Progo pada umumnya termasuk Aman dan Aman Sekali (lihat Gambar 16). Namun ditemukan setempat pada Kecamatan Panjatan yang termasuk kedalam zona rawan. Tabel 1. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (modifikasi Bouwer,1978) No Nilai DHL (mikros/cm ) Macam air 1 < 750 Baik sekali baik Baik diijinkan 3 > 1500 Diijinkan - Tidak dapat dipakai Pemanfaatan air tanah Pemanfaatan air tanah ini secara langsung akan mempengaruhi kondisi akuifer yang ada sehingga dalam perkembangannya kondisi akuifer tersebut akan berubah seiring berubahnya jumlah pemanfaatan air tanah. Oleh karena itu, pemanfaatan air tanah ini harus diperhatikan dengan sebaik baiknya disesuaikan dengan kebutuhan sehingga tidak merusak tatanan akuifer yang telah ada. Potensi degradasi kuantitas air tanah pada Kabupaten Kulon Progo dilihat dari pemanfaatan air tanahnya berada di tingkat tinggi, sedang dan rendah (lihat Gambar 17). Dengan pemanfaatan tertinggi pada Kecamatan Pengasih dan Sentolo. Sedangkan pemanfaatan terendah pada Kecamatan Temon. 6

7 Klas resiko lahan terhadap degradasi kuantitas dan kualitas air tanah Pemanfaatan air tanah akan sangat berkaitan dengan pemanfaatan lahan yang berkembang pada suatu daerah. Tata guna lahan dalam kehidupan manusia merupakan aspek yang tidak dapat dikesampingkan, karena dalam upaya manusia memenuhi berbagai kebutuhan dan keperluan hidupnya manusia memanfaatkan lahan untuk keperluan yang berbeda-beda. Perbedaan pemanfaatan tersebut berdasarkan kebutuhan dari manusia itu sendiri dan kemampuan, serta kecocokan lahan dalam penggunaanya. Tiap-tiap pemanfaatan lahan memiliki nilai dan bobotnya terhadap pengaruhnya pada prioritas konservasi. Daerah pada Kabupaten Kulon Progo pada umumnya digunakan sebagai Tegalan, semak/belukar, sawah, kebun, dan pemukiman (lihat Gambar 18). Peta konservasi air tanah Dengan melakukan penampalan pada 3 parameter utama zona konservasi yaitu karakteristik potensi akuifer, kedalaman muka air tanah dan kualitas air tanah, maka daerah pada Kabupaten Kulon Progo dapat dibagi menjadi 3 zona yaitu Zona Aman, Zona Cukup Aman, Zona Kurang Aman dan Zona Rawan (lihat Gambar 19). a. Zona Aman Potensi air tanah baik dan mempunyai tingkat kerusakan air tanah AMAN. Zona ini memiliki potensi air tanah baik, umumnya kedudukan muka air tanah pada kedalaman kurang dari 5 m dari permukaan tanah. Nilai transmissvitas akuifer lebih besar dari 500 m 2 /hari, nilai konduktvitas hidrolika sebesar 17 m/hari, dengan ketebalan akuifer rata-rata 30 m. Kualitas air tanah baik dengan nilai DHL < 750 μs/cm. Pada zona ini diperlukan tindakan perlindungan, pelestarian dan pemantauan pemanfaatan air tanah dimana pada daerah dalam CAT Wates, pemanfaatan air tanah dijaga agar tidak mencapai interface dan pada CAT Menoreh pemanfaatan air tanah perlu dikontrol dikarenakan ketebalan akuifer yang cukup tipis, sehingga sangat memungkinkan terjadinya degradasi kuantitas. b. Zona Cukup Aman Potensi air tanah baik dan mempunyai tingkat kerusakan air tanah CUKUP AMAN. Zona ini memiliki potensi air tanah baik, umumnya kedudukan muka air tanah pada kedalaman kurang dari 5 m dari permukaan tanah. Nilai transmissvitas akuifer lebih besar dari 500 m 2 /hari, nilai konduktivitas hidrolika sebesar 17 m/hari, dengan ketebalan akuifer ratarata 30 m. Kualitas air tanah sangat baik dengan nilai DHL μs/cm. Pada zona ini diperlukan tindakan perlindungan, pelestarian, pengawetan, pengendalian kualitas air tanah dan pemantauan pemanfaatan air tanah dimana pada daerah dalam CAT Wates, pemanfaatan air tanah dijaga agar tidak mencapai interface dan pada CAT Menoreh pemanfaatan air tanah perlu dikontrol dikarenakan ketebalan akuifer yang cukup tipis, sehingga sangat memungkinkan terjadinya degradasi kuantitas c. Zona Kurang Aman Potensi air tanah baik dan mempunyai tingkat kerusakan air tanah Kurang Aman. Zona ini memiliki potensi air tanah baik, umumnya kedudukan muka air tanah pada kedalaman dari 5 10 m dari permukaan tanah. Nilai transmissvitas akuifer m 2 /hari, nilai konduktivitas hidrolika sebesar 0.01 m/hari, dengan ketebalan akuifer rata-rata 20 m. Kualitas air tanah sangat baik dengan nilai DHL < 750 μs/cm. Pada zona ini diperlukan tindakan perlindungan, pelestarian, pengawetan, pengendalian pemanfaatan air tanah dan pemantauan. d. Zona Rawan Potensi air tanah sedang dan mempunyai tingkat kerusakan air tanah RAWAN. Zona ini memiliki potensi air tanah sedang, umumnya kedudukan muka air tanah pada kedalaman lebih dari 10 m dari permukaan tanah. Nilai transmissvitas akuifer m 2 /hari, nilai konduktivitas hidrolika sebesar 0.01 m/hari, dengan ketebalan akuifer rata-rata 20 m. Kualitas air tanah sangat baik dengan nilai DHL < 750 μs/cm. Pada zona ini diperlukan tindakan perlindungan, pelestarian, pengawetan, pemantauan, pengawasan dan pengendalian pemanfaatan air tanah dikarenakan nilai transmisvitas yang kecil, sehingga pemanfaatan air tanah dijaga agar tidak melebihi kemampuan akuifer dalam memenuhi kebutuhan air tanah. Penentuan nilai klas parameter prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah Nilai dari klas-klas parameter ditentukan berdasarkan aspek kerentanan akuifer (aquifer 7

8 susceptibility) terhadap proses pemanfaatan air tanah dan atau resiko terhadap kerusakan kuantitas dan kualitas air tanah dari suatu parameter. Konsep yang digunakan pada pembagian nilai ini adalah semakin tidak rentannya suatu parameter terhadap terjadinya kerusakan kuantitas dan atau kualitas air tanah maka nilainya semakin kecil dalam aspek kepentingannya (necessity) untuk dilakukan suatu tindakan konservasi. Dalam hal ini, klas parameter dengan nilai kerentanan terendah untuk terjadinya kerusakan kuantitas dan atau kualitas air tanah akibat kondisi alamiah maupun aspek pemanfaatan dan atau pencemaran air tanah ditentukan bernilai 1 dan klas kerentanan yang lebih tinggi berturutturut bernilai 2, 3 dan seterusnya sesuai dengan pembagian klas tiap parameter yang digunakan. Adapun, pembagian klas setiap parameter yang digunakan pada penentuan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah di wilayah Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada Tabel 2 s/d Tabel 8. Tabel 2. Nilai Klas Aspek Wilayah Imbuhan dan Lepasan Air tanah Klas Parameter Daerah Imbuhan/Recharge Daerah lepasan/discharge Deskripsi kepentingan Kerusakan daerah ini akan sangat mempengaruhi kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan air tanah di seluruh wilayah CAT Kerusakan daerah ini akan mempengaruhi kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan air tanah di daerah lepasan CAT Susceptibility Nilai tinggi 2 rendah 1 Tabel 3. Nilai Klas Aspek Zona Perlindungan Mataair/ Sumber Air Baku Klas Parameter Daerah dalam sempadan/perlindungan (< 1000 m) Daerah di luar sempadan/perlindungan (> 1000 m) Deskripsi kepentingan Kerusakan daerah ini akan sangat mempengaruhi kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan mataair/sumber air baku Kerusakan daerah ini akan mempengaruhi Susceptibility Nilai tinggi 2 rendah 1 kelestarian dan keberlanjutan pemanfaatan air tanah di mataair/sumber air baku Tabel 4. Nilai Klas Aspek Karakteristik Potensi Akuifer (Transmissivitas) Klas Parameter (Transmissivitas m 2 /hari) Deskripsi kepentingan Transmissivitas rendah, degradasi kuantitas air tanah akibat pemanfaatan tinggi Transmissivitas sedang, degradasi kuantitas air tanah akibat pemanfaatan sedang > 500 Transmissivitas tinggi, degradasi kuantitas air tanah akibat pemanfaatan kecil Susceptibility Nilai Tinggi 3 Sedang 2 Rendah 1 Tabel 5. Nilai Klas Aspek Kedalaman Muka Air tanah Klas Parameter (Kedalaman muka air tanah m dari permukaan) Deskripsi kepentingan 0 5 m Kedalaman MAT yang besar mencapai kurang lebih 1/10 dari total minimum ketebalan akuifer 5 10 m Kedalaman MAT yang sedang mencapai kurang lebih 1/7 dari total minimum ketebalan akuifer > 10 m Kedalaman MAT yang kecil mencapai kurang lebih 1/5 dari total minimum ketebalan akuifer Susceptibility Nilai Kecil 1 Sedang 2 Besar 3 Tabel 6. Nilai Klas Aspek Persebaran Kualitas Air Tanah Klas Parameter (Daya Hantar Listrik - μs/cm) Deskripsi kepentingan > 1500 Konsentrasi garam terlarut yang tinggi menunjukkan tingkat degradasi kualitas yang tinggi Konsentrasi garam terlarut Susceptibility Nilai Tinggi 3 Sedang 2 8

9 yang sedang menunjukkan tingkat degradasi kualitas yang sedang < 750 Konsentrasi garam terlarut yang rendah menunjukkan tingkat degradasi kualitas yang rendah Rendah 1 Tabel 7. Nilai klas Aspek Resiko Kerusakan Air tanah Akibat Tata Guna Lahan Klas Parameter (Tata Guna Lahan) Industri,Komersial/ Pemukiman Pertanian Perkebunan, Tegalan Hutan, Air tawar, Pasir darat, Belukar/semak, bentukan alamiah Deskripsi kepentingan Probabilitas tinggi sebagai pengguna air yang cukup besar dan sumber pencemar Probabilitas sedang sebagai pengguna air yang besar namun relatif sedang sebagai sumber pencemar Probabilitas rendah sebagai pengguna air yang besar dan sumber pencemar Probabilitas sangat rendah sebagai pengguna air yang besar dan sumber pencemar Susceptibilit y Nila i Tinggi 4 Sedang 3 Rendah 2 Sangat rendah Tabel 8. Nilai Klas Aspek Pemanfaatan Air Tanah Klas Parameter (Pemanfaatan Air tanah m 3 /tahun) Deskripsi kepentingan > Potensi degradasi kuantitas air tanah besar Potensi degradasi kuantitas air tanah sedang < Potensi degradasi kuantitas air tanah kecil Susceptibility Penentuan bobot parameter prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah Pada suatu proses overlay, bobot parameter merupakan salah satu hal yang vital untuk ditentukan. Secara sederhana, dapat juga diasumsikan bahwa setiap parameter memiliki bobot pengaruh yang sama, tetapi pada kenyataannya suatu parameter akan lebih penting dibandingkan parameter yang lain. Pada penentuan prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah, penentuan bobot menjadi 1 Nilai Tinggi 3 Sedang 2 Rendah 1 sangat penting oleh karena satu parameter akan memiliki prioritas lebih dalam kerangka konservasi, semisal parameter daerah imbuhanlepasan air tanah adalah parameter yang utama dalam konservasi oleh karena kelestarian, keberlanjutan pemanfaatan air tanah sangat bergantung pada kelestarian zona imbuhan. Sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan yang berlaku, nampak bahwa urutan parameter prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah telah ditetapkan sebagai berikut (dari yang terpenting): 1. Peta daerah imbuhan lepasan air tanah; atau peta daerah resapan air tanah (Re); 2. Peta perubahan muka air tanah (Ked); 3. Peta perubahan kualitas/mutu air tanah (DHL); 4. Peta klas resiko lahan terhadap degradasi kuantitas dan kualitas air tanah (Lahan); 5. Peta karakteristik potensi akuifer (Transmisivitas) yang mewakili potensi air tanah (Tr); 6. Peta zona perlindungan mataair dan perlindungan sumber air baku (Ab); 7. Peta debit pemompaan/pemanfaatan air tanah sekarang yang didasarkan pada wilayah administrasi (Pump). Dengan menggunakan metoda AHP (Analytical Hierarchy Process), bobot masingmasing parameter diatas dihitung dan didapatkan bobot-bobot seperti diperlihatkan pada Tabel 9. Besaran bobot-bobot ini memiliki nilai konsistensi (CI) mendekati 0 ( 0) dan nilai konsistensi yang dapat diterima dalam teori AHP adalah < 0,1, sehingga bobot-bobot tersebut dapat digunakan. Tabel 9. Matrik AHP (Analytical Hierarchy Process) Penentuan Bobot Parameter Re Ke d DH L Lah an Tr Ab Pu mp Bob ot (%) Re ,6 Ked ,3 0 0 DH ,9 L Lah ,6 an Tr , Ab ,4 Pum p ,5 9

10 Peta prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah Untuk menentukan daerah prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah, peta konservasi air tanah ditampalkan lagi dengan parameter daerah imbuhan dan lepasan air tanah, daerah sempadan mata air, tingkat pemanfaatan air tanah dan tataguna lahan. Setelah dilakukan penampalan, maka dapat terlihat Kabupaten Kulon Progo termasuk kedalam zona prioritas I, II, III dan IV (lihat Gambar 20). Gambar 2. Peta batas CAT Wates dan Menoreh

11 Gambar 3. Tipe batas horizontal CAT Wates Gambar 4. Tipe batas vertikal CAT Wates 11

12 Gambar 5. Peta lokasi sumur bor dan survey geolistrik Gambar 6. Konfigurasi sistem akuifer CAT Wates (Barat Timur) 12

13 Gambar 7. Konfigurasi sistem akuifer CAT Wates (Utara Selatan) Gambar 8. Tipe batas horizontal CAT Menoreh 13

14 Gambar 9. Tipe batas vertikal CAT Menoreh Gambar 10. Lokasi sayatan hidrostratigrafi di CAT Menoreh 14

15 Gambar 11. Sayatan hidrostratigrafi di CAT Menoreh Gambar 12. Peta daerah imbuhan dan lepasan air tanah di Kabupaten Kulon Progo 15

16 Gambar 13. Peta kawasan perlindungan mata air di Kabupaten Kulon Progo Gambar 14. Peta zona transsmisivitas di Kabupaten Kulon Progo 16

17 Gambar 15. Peta zona kedalaman muka air tanah di Kabupaten Kulon Progo Gambar 16. Peta zona daya hantar listrik di Kabupaten Kulon Progo 17

18 Gambar 17. Peta pemanfaatan air tanah di Kabupaten Kulon Progo Gambar 18. Peta tataguna lahan di Kabupaten Kulon Progo 18

19 Gambar 19. Peta zona konservasi air tanah di Kabupaten Kulon Progo Gambar 20. Peta prioritas pengelolaan zona konservasi air tanah di Kabupaten Kulon Progo 19

20 KESIMPULAN 1. Berdasarkan pengelompokan satuan-satuan hidrostratigrafi di dalam CAT Menoreh dapat dikelompokan menjadi (a) Sistem Akuifer Koluvium dan (b) Dasar Akuifer. Sedangkan dalam CAT Wates dikelompokan menjadi (a) Subsistem Alluvial - Pantai / Akuifer Bebas (Kelompok Akuifer 1); (b) Subsistem Gumuk Pasir / Akuifer Bebas (Kelompok Akuifer 2) dan (c) Dasar Akuifer / Kelompok Non Akuifer. 2. Secara umum air tanah di CAT Menoreh menuju dari perbukitan Kulon Progo menuju Sungai Progo yaitu dari barat ke timur, sedangkan pada bagian CAT Wates mengalir dari utara ke selatan dengan landaian hidraulika yang secara bergradasi semakin kecil. Di daerah selatan, terdapat subsistem gumuk pasir yang memiliki pola aliran cenderung berlawanan yaitu utara selatan mengikuti pola morfologi dari gumuk pasir tersebut secara lokal. 3. Ketebalan sistem akuifer CAT Wates dan CAT Menoreh sangat beragam, secara umum ketebalan di CAT Wates semakin bertambah besar ke arah selatan dengan ketebalan akuifer mencapai lebih dari 70 meter di daerah Pantai Temon, sedangkan di daerah Pantai Wates mencapai sekitar 50 meter. Pada daerah utara cekungan ketebalan akuifer sekitar 30 m. Ketebalan akuifer ini juga berkurang menuju tepian cekungan bagian barat dan timur menjadi sekitar 30 m. Untuk CAT Menoreh memiliki ketebalan akuifer hingga 30 meter, namun sebagian besar memiliki ketebalan kurang dari 10 meter dengan persebaran mengikuti tingkat pelapukan batuan. 4. Zona konservasi pada Kabupaten Kulon Progo termasuk kedalam tingkat kerusakan air tanah Aman, Cukup Aman, Kurang Aman dan Rawan. Tingkat prioritas pengelolaan pada daerah ini terbagi menjadi Prioritas I, Prioritas II, Prioritas III dan Prioritas IV. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM yang telah memberikan pendanaan penelitian kepada penulis sehingga segala kebutuhan untuk penelitian dapat terpenuhi dengan baik DAFTAR PUSTAKA Bemmelen, R, W The Geology of Indonesia, Vol. 1A. Government Printing Office,The Hauge. Amsterdam Bouwer, H.,1978. Groundwater Hydrology. Mc Graw-Hill series in water resources and environmental engineering. New York Hendrayana, H., dan Putra, D.P.E Konservasi Airtanah Sebuah Pemikiran. Jurusan Teknik Geologi-Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Hendrayana, H., dan Vicente, V.A.D.S, Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Kinanda, A, Geokimia Airtanah di Wilayah Sub Daerah Aliran Sungai Tinalah dan Sub Daerah Aliran Sungai Serang, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Kusumayudha, S.B, Model Konseptual Hidrogeologi Kubah Kulon Progo berdasarkan pemetaan dan Analisis Geometri Fraktal. Jurnal of Proccedings PIT IAGI 39 th Annual Convention and Exhibition. Lombok Santosa, L,W., Pengaruh Genesis Bentuklahan Terhadap Hidrostratigrafi Akuifer dan Hidrogeokimia dalam Evolusi Airtanah Bebas. Program Pascasarjana Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Rahardjo,W dan Rusidi, S., Geological Report to Accompany Geological Map of The Yogyakarta Quadrangle, Java Bandung: Geological Survey of Indonesia 20

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Heru Hendrayana 1* Rezha Ramadhika 2 1,2 Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *) POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI Zeffitni *) Abstrak : Potensi airtanah pada setiap satuan hidromorfologi dan hidrogeologi ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan, 2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan zat yang sangat penting bagi manusia. Salah satu sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air tanah, baik untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di suatu

Lebih terperinci

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Sepanjang sejarah peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi air di bumi terdiri atas 97,2% air laut, 2,14% berupa es di kutub, airtanah dengan kedalaman 4.000 meter sejumlah 0,61%, dan 0,0015% air pemukaan (Fetter, 2000).

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. No.190, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) KEGIATAN KEGIATAN PENYUSUNAN ZONA PEMANFAATAN DAN KONSERVASI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIR TANAH (CAT) DI JAWA TENGAH DINAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta

BAB I PENDAHULUAN. Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Pendoworejo berada pada ketinggian 100 hingga 475 mdpl. Pada peta yang disusun oleh Novianto dkk. (1997), desa ini berada pada Satuan Geomorfologi Perbukitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah administrasi di Kabupaten Temanggung, Kabupaten dan Kota Magelang. Secara morfologi CAT ini dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan utama setiap makhluk hidup, terutama air tanah. Kebutuhan manusia yang besar terhadap air tanah mendorong penelitian

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI IV.1 Kondisi Hidrogeologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang (Distam Jabar dan LPPM-ITB, 2002) dan Peta Hidrogeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Manusia akan memanfaatkan Sumberdaya yang ada di Lingkungan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xii SARI... xiv ABSTRACT... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH 2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH 1. PENDAHULUAN Pengelolaan air tanah yang terbaik didasarkan pada cekungan air tanah. Secara alamiah cekungan air tanah dibatasi oleh batas hidrogeologi yang dikontrol

Lebih terperinci

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Ketika kesetimbangan neraca air suatu daerah terganggu, maka terjadi pergeseran pada siklus hidrologi yang terdapat di daerah tersebut. Pergeseran tersebut dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Permen ESDM No.2 tahun 2017, tentang Cekungan Airtanah di Indonesia, daerah aliran airtanah disebut cekungan airtanah (CAT), didefinisikan sebagai suatu wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kimia airtanah menunjukkan proses yang mempengaruhi airtanah. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen. Nitrat merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat merugikan manusia. Kebencanaan geologi mengakibatkan kerusakan infrastruktur maupun korban manusia,

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA Imam Fajri D. 1, Mohamad Sakur 1, Wahyu Wilopo 2 1Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah 15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Daerah Bangunjiwo yang merupakan lokasi ini, merupakan salah satu desa di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta. Berdasarkan Peta Geologi Lembar Yogyakarta,

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA HIDROGEOLOGI PANTAI GLAGAH-PANTAI CONGOT, KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYKARTA Wahyu Wilopo*, Farma Dyva Ferardi Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada *corresponding

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GEOLOGI REGIONAL...12 II.1. Geomorfologi Regional...12 II.2. Geologi Regional...13 II.3. Hidrogeologi Regional...16.

DAFTAR ISI. BAB II. GEOLOGI REGIONAL...12 II.1. Geomorfologi Regional...12 II.2. Geologi Regional...13 II.3. Hidrogeologi Regional...16. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv SARI...vi DAFTAR ISI...viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xiv BAB I. PENDAHULUAN...1 I.1. Latar belakang...1

Lebih terperinci

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH DR. Heru Hendrayana Geological Engineering, Faculty of Engineering Gadjah Mada University Perrnasalahan utama sumberdaya air di Indonesia Bank data (kelengkapan(

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah adalah air yang terdapat pada lapisan akuifer di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air pada tekanan hidrostatis sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer.

Lebih terperinci

STUDI POTENSI AIRTANAH BEBAS DI DAERAH KEBUMEN JAWA TENGAH

STUDI POTENSI AIRTANAH BEBAS DI DAERAH KEBUMEN JAWA TENGAH STUDI POTENSI AIRTANAH BEBAS DI DAERAH KEBUMEN JAWA TENGAH T 553.79 BAS Daerah penelitian terletak di bagian selatan Propinsi Jawa Tengah, termasuk dalam rangkaian Pegunungan Serayu Selatan dan daerah

Lebih terperinci

Pengelolaan Airtanah

Pengelolaan Airtanah KONSERVASI AIRTANAH Heru Hendrayana Fakultas Teknik UGM Forum Dialog Mediasi Lingkungan Pengelolaan Bahan Galian dan airtanah, BAPEKOINDA-PROPINSI DIY Hotel Matahari Yogyakarta, 22 Oktober 2002. Pengelolaan

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH

ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH Setyawan Purnama 1, Erik Febriarta 2, Ahmad Cahyadi 3, Nurul Khakhim 4, Lili Ismangil 5 dan Hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Evolusi Struktur Geologi Daerah Sentolo dan Sekitarnya, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. I.2. Latar Belakang Proses geologi yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), kepadatan penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta terutama di Kabupaten Sleman mencapai 1.939 jiwa/km 2. Di

Lebih terperinci

A CONCEPT OF GROUNDWATER PROTECTION ZONES

A CONCEPT OF GROUNDWATER PROTECTION ZONES A CONCEPT OF GROUNDWATER PROTECTION ZONES Heru Hendrayana Dept. of Geology, Faculty of Engineering Gadjah Mada University FORKAMI JAKARTA, February 28, 2002 Issue permasalahan air yang semakin kompleks,

Lebih terperinci

CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN

CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN Heru Hendrayana 1), Victor A. de Sousa Vicente 2) 1)&2) Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat

Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Penentuan Zonasi Kawasan Imbuhan Cekungan Air Tanah (CAT) Subang yang ada di Wilayah Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat 1 Ahmad Komarudin, 2 Yunus Ashari

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini, transportasi memiliki peranan yang penting dalam perkembangan suatu negara, sehingga kegiatan perencanaan dalam pembangunan sarana dan prasarana perlu

Lebih terperinci

Jurnal APLIKASI ISSN X

Jurnal APLIKASI ISSN X Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007 Jurnal APLIKASI Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Kabupaten Pasuruan Sukobar Dosen D3 Teknik Sipil FTSP-ITS email: sukobar@ce.its.ac.id ABSTRAK Identifikasi Potensi Sumber

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan airtanah Karanganyar - Boyolali merupakan salah satu cekungan airtanah yang terletak di Provinsi Jawa Tengah. Luas cekungan ini menurut Keppres No.26 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air memiliki peranan yang sangat penting dalam kebutuhan pada jaman modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun kebutuhan bagi industri

Lebih terperinci

PEMETAAN RISIKO PENCEMARAN AIRTANAH DI KECAMATAN PIYUNGAN, KABUPATEN BANTUL MENGGUNAKAN METODE DRASTIC MODIFIKASI

PEMETAAN RISIKO PENCEMARAN AIRTANAH DI KECAMATAN PIYUNGAN, KABUPATEN BANTUL MENGGUNAKAN METODE DRASTIC MODIFIKASI PEMETAAN RISIKO PENCEMARAN AIRTANAH DI KECAMATAN PIYUNGAN, KABUPATEN BANTUL MENGGUNAKAN METODE DRASTIC MODIFIKASI Fedhi Astuty Hartoyo 1, Ahmad Cahyadi 2, Gilang Arya Dipayana 2 1 Mahasiwa Kartografi dan

Lebih terperinci

INFORMASI DETEKSI SUMBERDAYA AIR TANAH ANTARA SUNGAI PROGO SERANG, KABUPATEN KULON PROGO DENGAN METODE GEOLISTRIK

INFORMASI DETEKSI SUMBERDAYA AIR TANAH ANTARA SUNGAI PROGO SERANG, KABUPATEN KULON PROGO DENGAN METODE GEOLISTRIK INFORMASI DETEKSI SUMBERDAYA AIR TANAH ANTARA SUNGAI PROGO SERANG, KABUPATEN KULON PROGO DENGAN METODE GEOLISTRIK Agung Riyadi Peneliti Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumberdaya yang sangat vital untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia menggunakan air untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kawasan Bandung Utara terbentuk oleh proses vulkanik Gunung Sunda dan Gunung Tangkuban Perahu pada kala Plistosen-Holosen. Hal tersebut menyebabkan kawasan ini tersusun

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Metropolitan Makassar, ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan pusat pemerintahan dengan berbagai kegiatan sosial, politik, kebudayaan maupun pembangunan.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMETAAN ZONA KERENTANAN AIRTANAH MENGGUNAKAN METODE AQUIFER VULNERABILITY INDEX (AVI) DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) SALATIGA

UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMETAAN ZONA KERENTANAN AIRTANAH MENGGUNAKAN METODE AQUIFER VULNERABILITY INDEX (AVI) DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) SALATIGA UNIVERSITAS DIPONEGORO PEMETAAN ZONA KERENTANAN AIRTANAH MENGGUNAKAN METODE AQUIFER VULNERABILITY INDEX (AVI) DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) SALATIGA TUGAS AKHIR MUCHAMMAD YUSRIZHAL BAHARUDIN SYAH 21100113120016

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan penduduk yang pesat, kebutuhan manusia akan airtanah juga semakin besar. Sedangkan pada daerah-daerah tertentu dengan penduduk yang padat,

Lebih terperinci

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002) 5 termasuk wilayah daratan Kepulauan Seribu yang tersebar di Teluk Jakarta (Turkandi et al 1992). Secara geografis, wilayah Jakarta terletak antara 5 o 19 12 6 o 23 54 LS dan 106 o 22 42 106 o 58 18 BT.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1.1 Kondisi Geografis dan Wilayah Administrasi Kota Tangerang Selatan merupakan Daerah Otonom Baru (DOB) yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN PEMETAAN KERENTANAN AIRTANAH DAN PERANANNYA DALAM PERENCANAAN PENGEMBANGAN PERMUKIMAN (Studi Kasus Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul) Ahmad Cahyadi 1, Gilang Arya Dipayana 2, Panji Nur Rahmat 3, Fedhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, pendekatan wilayah merupakan alternatif lain dari pendekatan sektoral yang keduanya bisa saling melengkapi. Kelebihan pendekatan wilayah

Lebih terperinci

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Inventarisasi Potensi Bahan Tambang di Wilayah Kecamatan Dukupuntang dan Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Inventory of Mining Potential

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Umum Sekitar Daerah Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung selatan Sumatra, yang mana bagian selatan di batasi oleh Kabupaten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak, Luas dan Batas wilayah Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CAT Karanganyar-Boyolali merupakan cekungan airtanah terbesar di Jawa Tengah, dengan luasan cekungan sebesar 3.899 km 2, dengan potensi airtanah yang sangat melimpah.

Lebih terperinci

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PEMOMPAAN DI KOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH Putranto, T.T. *, M. Imam A.W., Dian A.W. Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro JL. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dari sisi geografi dan letaknya merupakan daerah pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa potensi ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan

BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG. pedataran menempati sekitar wilayah Tappanjeng dan Pantai Seruni. Berdasarkan BAB IV GEOLOGI PANTAI SERUNI DAERAH TAPPANJENG 4.1 Geologi Lokal Daerah Penelitian Berdasarkan pendekatan morfometri maka satuan bentangalam daerah penelitian merupakan satuan bentangalam pedataran. Satuan

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data untuk tugas akhir ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. 4.1.1 Data Primer Data primer adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa

BAB I PENDAHULUAN. Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Desa Tinapan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah dan sekitarnya merupakan bagian dari kawasan karst Sukolilo seperti yang telah ditetapkan dalam

Lebih terperinci

KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH

KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH KONTRUKSI SUMUR BOR AIRTANAH DALAM PADA SUMUR X DESA NYEMOK, KECAMATAN BRINGIN, KABUPATEN SEMARANG, PROVINSI JAWA TENGAH Gilang Cempaka Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

PENDUGAAN IMBUHAN AIRTANAH BEBAS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG, BANDUNG UTARA DENGAN MENGGUNAKAN METODA DRASTIC TUGAS AKHIR

PENDUGAAN IMBUHAN AIRTANAH BEBAS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG, BANDUNG UTARA DENGAN MENGGUNAKAN METODA DRASTIC TUGAS AKHIR PENDUGAAN IMBUHAN AIRTANAH BEBAS DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI CIKAPUNDUNG, BANDUNG UTARA DENGAN MENGGUNAKAN METODA DRASTIC TUGAS AKHIR Dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA

GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA Fisiografi Yogyakarta terbentuk akibat pengangkatan Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo pada Kala Plistosen awal (0,01-0,7 juta tahun). Proses tektonisme diyakini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan terinfiltrasi masuk ke dalam tanah. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi.

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

HIDROGEOLOGI MATA AIR

HIDROGEOLOGI MATA AIR HIDROGEOLOGI MATA AIR DR. Ir. Heru Hendrayana Geological Engineering Dept., Faculty of Engineering Gadjah Mada University heruha@ugm.ac.id PENGERTIAN MATA AIR Airtanah adalah air yang terdapat di bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Penelitian geokimia airtanah merupakan salah satu penelitian yang penting untuk dilakukan, karena dari penelitian ini dapat diketahui kualitas airtanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Airtanah merupakan sumber daya penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sebagai sumber pasokan air, airtanah memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia IDENTIFIKASI AKUIFER AIRTANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI DESA OU KECAMATAN SOJOL IDENTIFICATION GROUNDWATER AQUIFERS METHOD USING GEOELECTRIC DISTRICT IN THE VILLAGE OU SOJOL Rustan Efendi

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA

STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA STUDI PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGELOLAAN AIR TANAH DI KOTA JAYAPURA Tri Winarno1), Mas Agus Mardyanto2) Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37 ISSN: 1693-1246 Januari 2011 J F P F I http://journal.unnes.ac.id MONITORING DAERAH RESAPAN AIR DENGAN METODE GEOLISTRIK STUDI KASUS KELURAHAN SEKARAN, KECAMATAN GUNUNGPATI, KOTA SEMARANG N. Millah*, Khumaedi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di Kecamatan Salaman mencapai 68.656 jiwa dengan kepadatan penduduk 997 jiwa/km 2. Jumlah

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA STUDI KONSERVASI AIR UNTUK PEMANFAATAN AIRTANAH YANG BERKELANJUTAN PADA RECHARGE AREA LERENG GUNUNGAPI MERAPI KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA Oleh: Hendro Murtianto*) Abstrak Manusia dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI DAN ARAHAN PENGGUNAAN AIRTANAH UNTUK KEBUTUHAN DOMESTIK DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN. Andri Yudistira

KAJIAN POTENSI DAN ARAHAN PENGGUNAAN AIRTANAH UNTUK KEBUTUHAN DOMESTIK DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN. Andri Yudistira KAJIAN POTENSI DAN ARAHAN PENGGUNAAN AIRTANAH UNTUK KEBUTUHAN DOMESTIK DI KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN Andri Yudistira yudistiraclan@gmail.com Tjahyo Nugroho Adji adji@geo.ugm.ac.id Abstract The objectives

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di bumi. Airtanah berasal dari pengisian kembali (recharge) dari infiltrasi air hujan ataupun

Lebih terperinci

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat BAB V ANALISIS DATA 5.1 Aliran dan Pencemaran Airtanah Aliran airtanah merupakan perantara yang memberikan pengaruh yang terus menerus terhadap lingkungan di sekelilingnya di dalam tanah (Toth, 1984).

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Vol 1, No.2 2017 p. 01-08 ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Puji Pratiknyo Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

PROCCEDINGS PIT IAGI LOMBOK 2010 The 39th IAGI Annual Convention and Exhibition

PROCCEDINGS PIT IAGI LOMBOK 2010 The 39th IAGI Annual Convention and Exhibition MODEL KONSEPTUAL HIDROGEOLOGI KUBAH KULONPROGO BERDASARKAN PEMETAAN DAN ANALISIS GEOMETRI FRAKTAL Sari B. Kusumayudha Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta Jl. Lingkar Utara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

POTENSI AIR TANAH DI DAERAH CIKARANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN ANALISIS PENGUKURAN GEOLISTRIK

POTENSI AIR TANAH DI DAERAH CIKARANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN ANALISIS PENGUKURAN GEOLISTRIK POTENSI AIR TANAH DI DAERAH CIKARANG DAN SEKITARNYA, KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN ANALISIS PENGUKURAN GEOLISTRIK Oleh : Heru Sri Naryanto Peneliti di Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah dan Mitigasi

Lebih terperinci