JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL TEKNOLOGI INFORMASI & PENDIDIKAN ISSN : VOL. 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012"

Transkripsi

1 STUDI KOMPARASI METODE ARITHMETIC CODING DAN HUFFMAN CODING DALAM ALGORITMA ENTROPY UNTUK KOMPRESI CITRA DIGITAL Hari Antoni Musril 1 ABSTRACT Nowadays, there are many methods of data compression available.most of them can be classified into one of the two big categories, i.e., statistical based and dictionary based. An Example of dictionary based coding is Lempel Zip Welch. The example of statistical based coding are Huffman coding and Arithmetic coding, as the newest algorithm. This paper describes the principles of Arithmetic coding along with its advantages compared to Huffman coding method. In this final paper conducted compression of digital image by use of Arithmetic Coding and Huffman Coding. The test image which have been selected compressed use Minerva software, first image compressed by Arithmetic Coding, then same image compressed by Huffman Coding. Afterwards by using facility exist in Minerva software will getting time use for compression, compression ratio, and image size measure result of compression. As the final conclusion, the algorithm is outstanding for the use of data compression matters. The number of bit coding of arithmetic is less than that of Huffman coding. The modification with the numerical integer is capable of dealing with the limitations of the encoder and decoder equipments over to long floating point processing. Due to the less number of the bit codings, and can be implemented. At Arithmetic Coding getting big compression ratio and image size measure result of compression which is smaller to be compared to Huffman Coding, but time required by Huffman Coding quicker compared to Arithmetic Coding. Keywords : Arithmetic Coding, Huffman Coding, data compression, algorithm INTISARI Ada banyak sekali metode kompresi data yang ada saat ini. Sebagian besar metode tersebut bisa dikelompokkan ke dalam salah satu dari dua kelompok besar, statistical based dan dictionary based. Contoh dari dictionary based coding adalah Lempel Ziv Welch dan contoh dari statistical based coding adalah Huffman Coding dan Arithmetic Coding yang merupakan algoritma terbaru. Tulisan ini mengulas prinsip-prinsip dari Arithmetic Coding serta keuntungan keuntungannya dibandingkan dengan metode Huffman Coding. Dalam tulisan ini dilakukan pengkompresian citra digital menggunakan Arithmetic Coding dan Huffman Coding. Citra uji yang telah dipilih dikompresi menggunakan software Minerva, pertama citra dikompresi menggunakan Arithmetic Coding, kemudian citra yang sama dikompresi dengan Huffman Coding. Setelah itu dengan menggunakan fasilitas yang ada pada software Minerva akan didapatkan waktu 1 Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi 133

2 yang digunakan untuk kompresi, rasio kompresi, dan ukuran citra hasil kompresi. Pada akhirnya ditarik kesimpulan, bahwa algoritma ini cukup baik untuk dipakai dalam keperluan kompresi data. Alasan pertama karena jumlah coding bit pada arithmetic coding lebih sedikit dibandingkan dengan huffman coding. Modifikasi dengan menggunakan bilangan integer juga mampu mengatasi keterbatasan peralatan peralatan encoder dan decoder dari pengolahan floating point yang terlalu panjang. Kedua karena jumlah bit kodenya lebih sedikit dan dapat diimplementasikan. Pada Arithmetic Coding didapatkan rasio kompresi yang besar dan ukuran citra hasil kompresi yang lebih kecil dibandingkan Huffman Coding, namun waktu yang dibutuhkan oleh Huffman Coding lebih cepat dibandingkan Arithmetic Coding. Kata Kunci : Arithmetic Coding, Huffman Coding, kompresi citra, algoritma 134

3 PENDAHULUAN Perkembangan teknologi digital memperlihatkan kemajuan yang sangat pesat. Data digital selain mudah dalam penyebarannya melalui jaringan internet, juga mudah dan murah dalam penggandaan serta penyimpanannya. Perkembangan ini juga berhubungan erat dengan ketersediaan media penyimpanan yang dibutuhkan untuk penyimpanan data tersebut. Kebutuhan ini disebabkan karena data yang disimpan semakin lama semakin banyak, dan ukuran data yang besar. Teknologi kompresi data merupakan suatu teknologi yang bertujuan untuk memaksimalkan keterbatasan ruang penyimpanan. Tujuan utama dari diciptakannya teknologi ini adalah untuk efisiensi ruang dan waktu, dimana kedua elemen inilah yang menjadi titik fokus para pengguna komputer untuk dimaksimalkan. Kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan dalam merepresentasikan citra. Kompresi citra dikembangkan untuk memudahkan penyimpanan dan pengiriman citra. Teknik kompresi yang ada sekarang memungkinkan citra dikompresi sehingga ukurannya menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran citra asli. Berdasarkan output, kompresi data dikelompokkan menjadi teknik kompresi data secara lossless dan lossy. Kompresi tipe lossy adalah kompresi dimana terdapat data yang hilang selama proses kompresi, akibatnya kualitas data yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada kualitas data asli. Sementara itu, kompresi tipe lossless tidak menghilangkan informasi setelah proses kompresi terjadi, akibatnya kualitas citra hasil kompresi tidak menurun. Pada tulisan ini akan memfokuskan proses kompresi dengan tipe lossless. Tipe kompresi secara lossless terdiri dari beberapa algoritma diantaranya run length encoding, entropy encoding, dan adaptive dictionary based. Tulisan ini akan menggunakan algoritma entropy sebagai teknik kompresi citra. Algoritma entropy terdiri dari arithmetic coding dan huffman coding, akan dilakukan pembandingan antara kedua metode tersebut. PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH Pengantar Citra dan Citra Digital Pengolahan citra secara digital mulai diminati pada awal tahun 1921, pada saat pertama kalinya sebuah foto berhasil ditransmisikan secara digital melalui kabel laut dari kota New York ke kota London (Bartlane Cable Picture Transmission System). Keuntungan utama yang dirasakan pada saat itu adalah pengurangan waktu pengiriman foto dari sekitar 1 minggu menjadi kurang dari 3 jam. Foto tersebut dikirim dalam bentuk kode digital dan kemudian diubah kembali oleh pointer telegraph. Sekitar tahun 1960 seiring dengan pertumbuhan komputer, kebutuhan akan pengolahan citra yang sanggup memenuhi suatu kecepatan proses dan kapasitas memori yang dibutuhkan oleh berbagai algoritma pengolahan citra juga semakin pesat. Citra Citra merupakan istilah lain untuk gambar, sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual [1]. Proses pengolahan data dapat dilakukan oleh komputer, baik berupa mikrokomputer sederhana atau komputer biasa, tergantung jumlah data dan jenis pengolahan. Proses penampilan data merupakan salah satu yang penting karena 135

4 bagaimanapun juga citra digital hasil olahan harus dapat dinilai oleh mata manusia melalui sebuah penampilan. Citra dapat didefinisikan sebagai fungsi intensitas cahaya dua dimensi f(x,y), dimana x dan y merupakan koordinat spasial, nilai f pada suatu titik (x,y) sebanding dengan kecerahan (brigthness) yang biasanya dinyatakan dalam tingkatan abu - abu (gray-level) dari citra di titik tersebut. Nilai intensitas cahaya akan bernilai antara 0 sampai tidak berhingga karena cahaya ini merupakan bentuk energi, atau secara matematis : 0 f(x,y) <...(1) Nilai f(x,y) sebenarnya adalah hasil kali dari : 1. i(x,y) = jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya (illumination), intensitasnya antara 0 sampai tidak berhingga. 2. r(x,y) = derajat kemampuan obyek memantulkan cahaya (reflection), nilainya antara 0 dan 1. Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Citra juga didefinisikan sebagai kumpulan dari elemen gambar yang secara keseluruhan merekam suatu adegan/scene melalui media indra visual. Suatu citra didapatkan dari penangkapan kekuatan sinar yang dipantulkan oleh objek. Citra dapat dibedakan atas citra analog dan citra digital. Citra analog adalah citra yang masih dalam bentuk sinyal analog, seperti pengambilan gambar oleh kamera atau citra tampilan di layar ataupun monitor (sinyal video). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam. Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman dapat bersifat : 1. Optik berupa foto, 2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada pita magnetik. Citra Digital Citra digital adalah citra dengan f(x,y) yang nilainya didigitalisasikan (dibuat diskrit) baik dalam koordinat spasialnya maupun dalam gray level-nya [2]. Sebuah citra diubah ke bentuk digital agar mudah diolah atau disimpan dalam memori komputer atau media lain. Secara teoritis citra dapat dikelompokkan menjadi empat kelas citra, yaitu : kontinu kontinu, kontinu diskrit, diskrit kontinu, diskrit diskrit. Penlabelan kontinu berarti nilai yang digunakan adalah tidak terbatas dan tidak terhingga, sedangkan label diskrit menyatakan terbatas dan berhingga. Suatu citra digital merupakan representasi dua dimensi array sampel diskrit suatu citra kontinu f(x,y). Amplitudo setiap sampel dikuantisasi untuk menyatakan bilangan hingga bit. Setiap elemen array dua dimensi disebut suatu pixel (picture element). Ranah nilai intensitas dalam suatu citra ditentukan oleh alat digitalisasi yang digunakan untuk menangkap dan menkonversi citra analog ke citra digital (A/D Converter). Perolehan citra digital ini dapat dilakukan secara langsung oleh kamera digital maupun dengan menggunakan A/D Converter. Untuk mengubah citra kontinu menjadi citra digital diperlukan proses pembuatan 136

5 kisi kisi arah horizontal dan arah vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam bentuk array dua dimensi. Proses ini disebut sebagai proses digitalisasi/sampling. Citra monokrom atau citra hitam putih merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih, x menyatakan variabel baris (garis jelajah) dan y menyatakan variabel kolom atau posisi di garis jelajah. Sebaliknya citra berwarna dikenal juga dengan citra multispectral. Citra diskrit dihasilkan dari melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Sedangkan citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog. Beberapa sistem optik dilengkapi dengan fungsi digitalisasi sehingga ia mampu menghasilkan citra diskrit, misalnya kamera digital dan scanner. Citra diskrit disebut juga sebagai citra digital, seperti gambar 1. dan kolomnya menunjukkan gray level di titik tersebut. Pengolahan citra merupakan pemrosesan citra, sehingga didapatkan hasil berupa citra dalam bentuk lain seperti resampling, pengeditan, kompresi dan lain-lain. Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh mata manusia dan mesin (komputer). Untuk melakukan pengolahan terhadap citra gambar digital, maka pengolahan dilakukan terhadap pixel-pixel dari citra tersebut. Citra digital secara matematis dapat dituliskan sebagai suatu matriks dimana baris dan kolomnya menunjukkan gray level di titik tersebut. Pada umumnya citra digital berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai tinggi x lebar (atau lebar x panjang). Citra digital yang tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi : Citra digital yang berukuran N x M lazim dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut : Gambar 1. Citra Digital Digitalisasi dari koordinat spasial citra disebut dengan image sampling, sedangkan digitalisasi dari gray-level citra disebut dengan graylevel quantization. Citra digital secara matematis dapat dituliskan sebagai suatu matriks dimana baris Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(i,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (i,j). Nilai derajat 137

6 keabuan memiliki rentang nilai dari l min sampai l max, atau Lmin < f < lmax...(2) Selang (lmin, lmax) disebut skala keabuan. Biasanya selang (lmin, lmax) sering digeser untuk alasan alaasan praktis menjadi selang [0, L], yang dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam, nilai intensitas L menyatakan putih, sedangkan nilai intensitas antara 0 sampai L bergeser dari hitam ke putih. Sebagai contoh, citra hitam putih dengan 256 level artinya mempunyai skala abu dari 0 sampai 255 atau [0, 255], yang dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam, nilai intensitas 255 menyatakan putih, dan nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih. Intensitas suatu titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari tiga intensitas : derajat keabuan merah (fmerah(x,y)), hijau (fhijau(x,y)), dan biru (fbiru(x,y)). Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut image elemen, picture element atau pixel. Jadi, citra yang berukuran N x M mempunyai NM buah pixel. Sebagai contoh, misalkan sebuah citra digital berukuran 256 x 256 pixel dan direpresentasikan secara numerik dengan matriks yang terdiri dari 256 buah baris (di-indeks dari 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (diindeks dari 0 sampai 255) seperti contoh berikut : Pixel pertama pada koordinat (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna pixel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0,1) mempunyai intensitas 134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dan seterusnya. Sebagai contoh intensitas f dari gambar hitam putih pada titik (x,y) disebut derajat keabuan, yang dalam hal ini derajat keabuannya bergerak dari hitam ke putih sedangkan citranya disebut citra hitam-putih atau citra monokrom. Citra hitam-putih dengan 256 level artinya mempunyai skala abu dari 0 sampai 255 atau [0,255], dimana nilai intensitas 0 menyatakan hitam, sedangkan nilai intensitas 255 menyatakan putih, dan nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih. Citra hitam-putih disebut juga citra satu kanal, karena warnanya hanya ditentukan oleh satu fungsi intensitas saja. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar 2 berikut : 138

7 Dimana : G = derajat keabuan m = bilangan bulat positif Gambar 2. Nilai Intensitas Citra Digital Citra sering diasosiasikan dengan kedalaman pixel-nya. Jadi, citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8-bit (atau citra 256 warna). Pada kebanyakan aplikasi, citra hitam putih dikuantisasi pada 256 level dan membutuhkan 1 byte (8 bit) untuk representasi setiap pixel-nya (G = 256 = 2 8 ). Citra biner (binary image) hanya dikuantisasi pada dua level : 0 dan 1. Tiap pixel pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit, yang mana bit 0 berarti hitam dan bit 1 berarti putih. Besarnya daerah derajat keabuan yang yang digunakan menentukan resolusi kecerahan dari citra yang diperoleh. Sebagai contoh, jika digunakan 3 bit untuk menyimpan harga bilangan bulat, maka jumlah derajat keabuan yang diperoleh hanya 8, jika digunakan 4 bit, maka derajat keabuan yang diperoleh adalah 16 buah. Semakin banyak jumlah derajat keabuan (berarti jumlah bit kuantisasinya makin banyak), semakin bagus gambar yang diperoleh karena kemenerusan derajat keabuan akan semakin tinggi sehingga mendekati citra aslinya. Penyimpanan citra digital yang menjadi N x M buah pixel dan dikuantisasi menjadi G = 2 m Level derajat keabuan membutuhkan memori sebanyak : b = N x M x m bit... (3) Secara keseluruhan, resolusi gambar ditentukan oleh N dan m. Makin tinggi nilai N (atau M) dan m, maka citra yang dihasilkan semakin bagus kualitasnya (mendekati citra menerus). Unjuk citra dengan jumlah objek yang sedikt, kualitas citra ditentukan oleh nilai m. Sedangkan untuk citra dengan jumlah objek yang banyak, kualitasnya ditentukan oleh N (atau M). Seluruh tahapan proses digitalisasi (penerokan dan kuantisasi) di atas dikenal sebagai konversi analaog ke digital, yang biasanya menyimpan hasil proses di dalam media penyimpanan. Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik [3]. Pengolahan citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah pemampatan citra (image compression). Gambar 3. Operasi Pengolahan Citra 139

8 Pengolahan citra digital dapat dilakukan dengan cara cara sebagai berikut : 1. Representasi dan pemodelan citra 2. Peningkatan kualitas citra 3. Restorasi citra 4. Analisis citra 5. Rekonstruksi citra 6. Kompresi citra Dalam tulisan ini, pengolahan citra digital difokuskan pada teknik kompresi citra. Umumnya, operasi operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila : 1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra, 2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur, 3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain. Kompresi Citra Digital Kompresi citra adalah aplikasi kompresi data yang dilakukan terhadap citra digital dengan tujuan untuk mengurangi redundansi dari data data yang terdapat dalam citra sehingga dapat disimpan atau ditransmisikan secara efisien [4]. Kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan untuk merepresentasikan citra. Kompresi berarti memampatkan/mengecilkan ukuran. Prinsip umum yang digunakan pada proses pemampatan citra adalah mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. Apabila sebuah foto berwarna berukuran 3 inci x 4 inci diubah ke bentuk digital dengan tingkat resolusi sebesar 500 dot per inch (dpi), maka diperlukan 3 x 4 x 500 x 500 = dot (pixel). Setiap pixel terdiri dari 3 byte dimana masingmasing byte merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru. Sehingga citra digital tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar x 3 byte = byte setelah ditambahkan jumlah byte yang diperlukan untuk menyimpan format (header) citra. Citra tersebut tidak bisa disimpan ke dalam disket yang berukuran 1.4 MB. Selain itu, pengiriman citra berukuran 9 MB memerlukan waktu lebih lama. Untuk koneksi internet dial-up (56 kbps), pengiriman citra berukuran 9 MB memerlukan waktu 21 menit. Untuk itulah diperlukan kompresi citra sehingga ukuran citra tersebut menjadi lebih kecil dan waktu pengiriman citra menjadi lebih cepat. Citra yang belum dikompres disebut citra mentah (raw image). Sementara citra hasil kompresi disebut citra terkompresi (compressed image). Proses pengiriman dan penyimpanan citra tersebut diilustrasikan pada gambar 4. Gambar 4. Proses Konversi Citra Analog Ke Citra Digital Beserta Pengirimannya 140

9 Kompresi citra dikembangkan untuk memudahkan penyimpanan dan pengiriman citra. Teknik kompresi yang ada sekarang memungkinkan citra dikompresi sehingga ukurannya jauh lebih kecil daripada ukuran asli. Jenis Kompresi Citra Ada empat pendekatan yang digunakan dalam kompresi citra, yaitu [5]: 1. Pendekatan statistik Kompresi citra didasarkan pada frekuensi kemunculan derajat keabuan pixel di dalam seluruh bagian citra. 2. Pendekatan ruang Kompresi citra didasarkan pada hubungan spasial antara pixel pixel didalam suatu kelompok yang memiliki derajat keabuan yang sama di dalam suatu daerah di dalam citra. 3. Pendekatan kuantisasi Kompresi citra dilakukan dengan mengurangi jumlah derajat keabuan yang tersedia. 4. Pendekatan fraktal Kompresi citra didasarkan pada kenyataan bahwa kemiripan bagian bagian di dalam citra dapat dieksploitasi dengan suatu matriks transformasi. Proses Pada Pemampatan Citra Dalam pemampatan citra terdapat dua proses utama, yaitu: 1. Pemampatan citra (image compression). Pada proses ini, citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan representasi yang meminimumkan kebutuhan memori. Citra dengan format bitmap pada umumnya tidak dalam bentuk mampat. Citra yang sudah dimampatkan disimpan ke dalam arsip dengan format tertentu. Kita mengenal format JPG dan GIF sebagai format citra yang sudah dimampatkan. 2. Penirmampatkan citra (image decompression). Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi (decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika citra tersebut ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format tidak mampat. Dengan kata lain, penirmampatan citra mengembalikan citra yang termampatkan menjadi data bitmap. Kriteria Pemampatan Citra Kriteria yang digunakan dalam mengukur metode pemampatan citra adalah: 1. Waktu pemampatan dan penirmampatan (decompression). Waktu pemampatan citra dan penirmampatannya sebaiknya cepat. Ada metode pemampatan yang waktu pem ampatannya lama, namun wak tu penirmampatannya cepat. Ada pula metode yang waktu pemampatannya cepat tetapi waktu penirmampatannya lambat. Tetapi ada pula metode yang waktu pemampatan dan penirmampatannya cepat atau keduanya lambat. 2. Kebutuhan memori. Memori yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra seharusnya berkurang secara berarti. Ada metode yang berhasil memampatkan dengan persentase yang besar, ada pula yang kecil. Pada beberapa metode, ukuran memori hasil pemampatan bergantung pada citra itu sendiri. Citra yang mengandung banyak elemen 141

10 duplikasi (misalnya citra langit cerah tanpa awan, citra lantai keramik) umumnya berhasil dimampatkan dengan memori yang lebih sedikit dibandingkan dengan memampatkan citra yang mengandung banyak objek (misalnya citra pemandangan alam). 3. Kualitas pemampatan (fidelity) Informasi yang hilang akibat pemampatan seharusnya seminimal mungkin sehingga kualitas hasil pemampatan tetap dipertahankan. Kualitas pemampatan dengan kebutuhan memori biasanya berbanding terbalik. Kualitas pemampatan yang bagus umumnya dicapai pada proses pemampatan yang menghasilkan pengurangan memori yang tidak begitu besar, demikian pula sebaiknya. Dengan kata lain, ada timbal balik (trade off) antara kualitas citra dengan ukuran hasil pemampatan. 4. Format keluaran Format citra hasil pemampatan sebaiknya cocok untuk pengiriman dan penyimpanan data. Pembacaan citra bergantung pada bagaimana citra tersebut direpresentasikan (atau disimpan). Pemilihan kriteria yang tepat bergantung pada pengguna dan aplikasi. Kompresi citra dikembangkan untuk memudahkan penyimpanan dan pengiriman citra. Teknik kompresi yang ada sekarang memungkinkan citra dikompresi sehingga ukurannya menjadi jauh lebih kecil daripada ukuran asli. Teknik Pemampatan Teknik pemampatan citra dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar [6], yaitu : 1. Lossless, yaitu pemampatan yang dilakukan tidak menghilangkan kandungan asal data, seperti membuang atau merubah kandungan asal selama terjadinya pemampatan. Kategori ini banyak digunakan dalam pemampatan data teks. Metode lossless cocok untuk kompresi citra yang mengandung informasi penting yang tidak boleh rusak akibat kompresi. Misalnya kompresi citra hasil diagnosa medis. Contoh teknik dengan menggunakan metode pemampatan lossless adalah : Run Length Encoding, Entropy Encoding (Huffman, Arithmetic), dan Adaptive Dictionary Based (LZW). 2. Lossy, yaitu pemampatan yang dilakukan dengan membuang sedikit kandungan asal dari data, dimana data tersebut banyak terjadi penumpukan nilai atau adanya nilai yang tidak dibutuhkan (mengandung nilai yang tidak mempunyai makna), seperti bingkai gambar, ruang kosong dan lain-lain. Contoh pemampatan ini digunakan pada data gambar (image) atau suara.teknik teknik yang digunakan dalam metode pemampatan dengan lossy adalah :Color reduction, teknik ini digunakan untuk warna warna tertentu yang mayoritas maka informasi dari warna tersebut disimpan dalam color pallet.chroma subsampling, yaitu teknik yang memanfaatkan fakta bahwa mata manusia merasa bahwa brightness 142

11 (luminance) lebih berpengaruh daripada warna (chrominance) itu sendiri, maka dilakukan pengurangan resolusi warna dengan disampling ulang. Nisbah Pemampatan Citra Nisbah (ratio) hasil pemampatan (compress) merupakan indikator untuk mengetahui performance dari hasil sebuah metoda pemampatan. Untuk mendapatkan nisbah dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Besarnya nilai nisbah (ratio) yang didapatkan dari metoda pemampatan, maka performance manipulasi data dari User Interface ke Repository akan meningkat. Algoritma Entropy Coding Entropy coding adalah sebuah skema lossless kompresi berbasis pada properti statistik dari citra atau aliran informasi yang dikompres. Meskipun entropy coding diimplementasikan secara berbeda untuk tiap - tiap standar, dasar dari skema entropy coding adalah dengan menyandikan pola yang paling sering muncul dengan jumlah bit yang paling kecil. Dengan cara ini, data dapat dimampatkan dengan faktor tambahan dari 3 atau 4. Entropi secara umum dapat diinterpretasikan jumlah rata-rata minimum dari jumlah pertanyaan ya/tidak untuk menentukan harga spesifik dari variable x. Dalam konteks bahasan, entropi merepresentasikan batas bawah (lower bound) dari jumlah rata-rata bit per satu nilai input yaitu rata-rata panjang code word digunakan untuk mengkode input. Metode dari entropy encoding adalah pengkodean data dengan BPS (bits per symbol) untuk tiap alphabet yang mendekati nilai entropi, karena semakin dekat BPS dari alphabet tersebut dengan nilai entropi, semakin efisien pula kode kompresi tersebut. Metode entropy coding dalam pemampatan citra terdiri dari arithmetic coding dan huffman coding. Entropy merupakan sebuah nilai/besaran yang merupakan alat yang digunakan untuk menyatakan jumlah dari distorsi probabilitas yang tidak kontinu. Dengan menggunakan sebuah pendekatan statistik yang acak untuk mencirikan tekstur dari input citra. Entropy dirumuskan dengan : Entropy coding merupakan cara yang tepat untuk menghindari sinyal yang tidak kontinu dan untuk mengefisienkan dari representasi sinyal yang kecil. Tetapi dengan adanya penghindaran sinyal yang tidak kontinu ini mengakibatkan adanya pemblokingan pada proses rekonstruksi citranya. Metode Arithmetic Coding Arithmetic coding merupakan metode untuk kompresi data lossless yang menggunakan variabel jumlah bit [7]. Jumlah bit yang digunakan untuk menyandikan setiap simbol bervariasi sesuai dengan kemungkinan kemunculan simbol tersebut. Arithmetic Coding menggantikan satu deretan simbol input dengan sebuah bilangan floating point. Apabila semakin 143

12 panjang dan semakin kompleks pesan yang dikodekan, maka akan semakin banyak bit yang diperlukan untuk keperluan tersebut. Output dari arithmetic coding adalah sebuah angka yang lebih kecil dari 1 dan lebih besar atau sama dengan 0. Angka tersebut secara unik dapat di- decode sehingga menghasilkan deretan simbol yang dipakai untuk menghasilkan angka tersebut. Untuk menghasilkan angka output tersebut, tiap simbol yang akan di- encode diberi satu set nilai probabilitas. Contoh untuk penggunaan metode arithmetic coding ini adalah sebagai berikut, misalnya kata TELEMATIKA akan diencode. Maka didapatkan probabilitas seperti tabel 1 berikut. Tabel 1. Probabilitas Kata TELEMATIKA Karakter Probabilitas A 2/10 E 2/10 I 1/10 K 1/10 L 1/10 M 1/10 T 2/10 Setelah probabilitas tiap karakter diketahui. Tiap simbol/karakter akan diberikan range tertentu yang nilainya berkisar di antara 0 dan 1, sesuai dengan probabilitas yang ada. Dalam hal ini tidak ada ketentuan urutan-urutan penentuan segmen, asalkan antara encoder dan decoder melakukan hal yang sama. Maka didapatkan range untuk kata TELEMATIKA seperti pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Range Kata TELEMATIKA Karakter Probabilitas Range A 2/ E 2/ I 1/ K 1/ L 1/ M 1/ T 2/ Dari tabel ini, satu hal yang perlu dicatat adalah tiap karakter melingkupi range yang disebutkan kecuali bilangan yang tinggi. Jadi huruf/simbol T sesungguhnya mempunyai range mulai dari 0.80 sampai dengan Selanjutnya untuk melakukan proses encoding dipakai algoritma berikut : - Set low = Set high = While (simbol input masih ada) do - Ambil simbol input - CR = high low - High = low + CR*high_range (simbol) - Low = low + CR*low_range (simbol) - End While - Cetak Low Di sini Low adalah output dari proses arithmetic coding. Untuk kata TELEMATIKA di atas, pertama kita ambil karakter T. Nilai CR adalah 1-0 =1. High_range (T) = 1.00, Low_range(T) = Kemudian didapatkan nilai high = CR*1.00 =1.00, low = CR*0.80 = Kemudian diambil karakter E. Nilai CR adalah = 0.2. High_range(E) = 0.40, Low_range (E) = Kemudian didapatkan nilai high = CR*0.4 = 0.88, low = CR*0.2 = sehingga didapatkan nilai-nilai berikut ini untuk encoding kata TELEMATIKA seperti pada tabel 2.3 di bawah ini. 144

13 Tabel 3. Nilai encoding Kata TELEMATIKA Kalimat Low High CR Set T E L E M A T I K A Dari proses ini didapatkan nilai Low = Nilai inilah yang ditransmisikan untuk membawa pesan TELEMATIKA. Untuk melakukan decoding dipakai algoritma berikut: - Ambil encoded-symbol (ES) - Do - Cari range dari simbol yang melingkupi ES - Cetak simbol - CR = high_range - low_range - ES = ES low_range - ES = ES / CR - - Until simbol habis Dalam hal ini simbol habis bisa ditandai dengan simbol khusus (End of Message) atau dengan menyertakan panjang pesan waktu dilakukan transmisi. Untuk pesan yang tadi di- encode (ES = ) dilakukan proses decoding sebagai berikut. Didapatkan range simbol yang melingkupi ES adalah simbol/karakter T. - Low_range = High_range = CR = = ES = low_range - ES = ES = / CR - ES = Untuk ringkasnya, proses decoding bisa dilihat dalam tabel 4 berikut. Tabel 4. Hasil decoding Kata TELEMATIKA ES Kalimat Low High CR T E L E M A T I K A

14 Implementasi Arithmetic Coding harus memperhatikan kemampuan encorder dan decoder, yang pada umumnya mempunyai keterbatasan jumlah mantissa (angka dibelakang koma). Hal ini dapat menyebabkan error / kesalahan apabila suatu arithmetic coding mempunyai kode dengan floating point yang sangat panjang. Masalah ini bisa diatasi dengan mengimplementasikan arithmetic coding menggunakan bilangan integer (16 atau 32 bit integer). Hal ini juga amat mempercepat proses, karena perhitungan integer jauh lebih cepat dari perhitungan floating point. Metode Huffman Coding Metode huffman coding merupakan salah satu metode yang terdapat pada teknik entropy coding. Dalam huffman coding, panjang blok dari keluaran sumber dipetakan dalam blok berdasarkan panjang variabel. Cara seperti ini disebut sebagai fixed to variable-length coding. Ide dasar dari cara huffman ini adalah memetakan mulai simbol yang paling banyak terdapat pada sebuah urutan sumber sampai dengan yang jarang muncul menjadi urutan biner. Dalam variable-length coding, sinkronisasi merupakan suatu masalah. Ini berarti harus terdapat satu cara untuk memecahkan urutan biner yang diterima ke dalam suatu codeword. Seperti yang disebutkan di atas, bahwa ide dari huffman coding adalah memilih panjang codeword dari yang paling besar probabilitasnya sampai dengan urutan codeword yang paling kecil probabilitasnya. Apabila kita dapat memetakan setiap keluaran sumber dari probabilitas pi ke sebuah codeword dengan panjang 1/pi dan pada saat yang bersamaan dapat memastikan bahwa dapat didekodekan secara unik, kita dapat mencari rata rata panjang kode H(x). Huffman coding dapat mendekodekan secara unik dengan H(x) minimum, dan optimum pada keunikan dari kode kode tersebut. Algoritma dari huffman encoding adalah : 1. Pengurutan keluaran sumber dimulai dari probabilitas paling tinggi. 2. Menggabungkan dua keluaran yang sama dekat ke dalam satu keluaran yang probabilitasnya merupakan jumlah dari probabilitas sebelumnya. 3. Apabila setelah dibagi masih terdapat dua keluaran, maka lanjut kelangkah berikutnya, namun apabila masih terdapat lebih dari dua, kembali ke langkah satu. 4. Memberikan nilai 0 dan 1 untuk keluaran. Apabila sebuah keluaran merupakan hasil dari penggabungan dua keluaran dari langkah sebelumnya, maka berikan 0 dan 1 untuk codeword-nya, ulangi sampai keluaran merupakan satu keluaran yang berdiri sendiri. Untuk menetukan kode-kode dengan kriteria bahwa kode harus unik dan karakter yang sering muncul dibuat kecil jumlah bitnya, kita dapat menggunakan algoritma Huffman. Sebagai contoh, sebuah file yang akan dimampatkan berisi karakterkarakter PERKARA. Dalam kode ASCII masing-masing karakter dikodekan sebagai : P = 50H = B E = 45H = B R = 52H = B K = 4BH = B A = 41H = B Maka jika diubah dalam rangkaian bit, PERKARA menjadi : P E R K A R A yang berukuran 56 bit. 146

15 Tugas kita yang pertama adalah menghitung frekuensi kemunculan masing-masing karakter, jika kita hitung ternyata P muncul sebanyak 1 kali, E sebanyak 1 kali, R sebanyak 2 kali, K sebanyak 1 kali dan A sebanyak 2 kali. Jika disusun dari yang kecil : E = 1 A = 2 K = 1 R = 2 P = 1 Untuk karakter yang memiliki frekuensi kemunculan sama seperti E, K dan P disusun menurut kode ASCII-nya, begitu pula untuk A dan R. Selanjutnya buatlah node masing-masing karakter beserta frekuensinya seperti terlihat pada gambar 5. E,1 K,1 P,1 A,2 R,2 Gambar 5. Langkah 1 algoritma Huffman Ambil 2 node yang paling kiri (P dan E), lalu buat node baru yang merupakan gabungan dua node tersebut, node gabungan ini akan memiliki cabang masing-masing 2 node yang digabungkan tersebut. Frekuensi dari node gabungan ini adalah jumlah frekuensi cabangcabangnya. Jika kita gambarkan akan menjadi seperti gambar 6. dan ingat jika menggeser suatu node yang memiliki cabang, maka seluruh cabangnya harus diikutkan juga. Setelah diurutkan hasilnya akan menjadi sebagai seperti gambar 7 P,1 EK,2 A,2 R,2 E,1 K,1 Gambar 7 Langkah 3 algoritma Huffman. Setelah node pada level paling atas diurutkan (level berikutnya tidak perlu diurutkan), berikutnya kita gabungkan kembali 2 node paling kiri seperti yang pernah dikerjakan sebelumnya. Node P digabung dengan node EK menjadi node PEK dengan frekuensi 3 dan gambarnya akan menjadi seperti gambar 8. P,1 PEK,3 EK,2 E,1 K,1 A,2 R,2 EK,2 E,1 K,1 P,1 A,2 R,2 Gambar 8. Langkah 4 algoritma Huffman Kemudian diurutkan lagi menjadi seperti gambar 9 Gambar 6. Langkah 2 algoritma Huffman. Jika kita lihat frekuensi tiap node pada level paling atas, EK=2, P=1, A=2, dan R=2. Node-node tersebut harus diurutkan lagi dari yang paling kecil, jadi node EK harus digeser ke sebelah kanan node P 147

16 A,2 R,2 PEK,3 PEKAR,7 0 1 P,1 EK,2 PEK,3 AR,4 Gambar 9. Langkah 5 algoritma Huffman Demikian seterusnya sampai diperoleh pohon Huffman seperti gambar 10 berikut : PEK,3 PEKAR,7 P,1 EK,2 A,2 R,2 E,1 K,1 E,1 K,1 AR,4 Gambar 10. Langkah 6 algoritma Huffman. Setelah pohon Huffman terbentuk, berikan tanda bit 0 untuk setiap cabang ke kiri dan bit 1 untuk setiap cabang ke kanan seperti gambar 11 berikut : 0 1 P,1 EK,2 A,2 R,2 0 1 E,1 K,1 Gambar 11. Langkah 7 algoritma Huffman. Untuk mendapatkan kode Huffman masing-masing karakter, telusuri karakter tersebut dari node yang paling atas (PEKAR) sampai ke node karakter tersebut dan susunlah bit-bit yang dilaluinya. Untuk mendapatkan kode Karakter E, dari node PEKAR kita harus menuju ke node PEK melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node EK melalui bit 1, dilanjutkan ke node E melalui bit 0, jadi kode dari karakter E adalah 010. Untuk mendapatkan kode Karakter K, dari node PEKAR kita harus menuju ke node PEK melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node EK melalui bit 1, dilanjutkan ke node K melalui bit 1, jadi kode dari karakter K adalah 011. Untuk mendapatkan kode Karakter P, dari node PEKAR kita harus menuju ke node PEK melalui bit 0 dan selanjutnya menuju ke node P melalui bit 0, jadi kode dari karakter P adalah 00. Untuk mendapatkan kode Karakter A, dari node PEKAR kita harus menuju ke node AR melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node A melalui bit 0, jadi kode dari karakter A adalah 10. Terakhir, untuk mendapatkan kode Karakter R, dari node PEKAR kita harus menuju ke 1 148

17 node AR melalui bit 1 dan selanjutnya menuju ke node R melalui bit 1, jadi kode dari karakter R adalah 11. Hasil akhir kode Huffman dari file di atas adalah : E = 010 K = 011 P = 00 A = 10 R = 11 Dengan kode ini, file yang berisi karakter-karakter PERKARA akan menjadi lebih kecil, yaitu : = 16 bit P E R K A R A Dengan Algoritma Huffman berarti file ini dapat kita hemat sebanyak = 40 bit. Nisbah = 100% - 16 x 100% = 56 71,43% Untuk proses pengembalian ke file aslinya, kita harus mengacu kembali kepada kode Huffman yang telah dihasilkan, seperti contoh di atas hasil pemampatan adalah : Ambillah satu-persatu bit hasil pemampatan mulai dari kiri, jika bit tersebut termasuk dalam daftar kode, lakukan pengembalian, jika tidak ambil kembali bit selanjutnya dan jumlahkan bit tersebut. Bit pertama dari hasil pemampatan di atas adalah 0, karena 0 tidak termasuk dalam daftar kode kita ambil lagi bit kedua yaitu 0, lalu digabungkan menjadi 00, jika kita lihat daftar kode 00 adalah kode dari karakter P. Selanjutnya bit ketiga diambil yaitu 0, karena 0 tidak terdapat dalam daftar kode, kita ambil lagi bit keempat yaitu 1 dan kita gabungkan menjadi juga tidak terdapat dalam daftar, jadi kita ambil kembali bit selanjutnya yaitu 0 dan digabungkan menjadi terdapat dalam daftar kode yaitu karakter E. Demikian selanjutnya dikerjakan sampai bit terakhir sehingga akan didapatkan hasil pengembalian yaitu PERKARA. Pemrograman dengan menggunakan algoritma Huffman, menyertakan daftar kode dalam file pemampatan, selain itu jumlah byte disertakan sebagai acuan file untuk pengembalian kebentuk file aslinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Citra Uji Dalam tulisan ini dilakukan pengujian kompresi terhadap citra uji. Agar hasil pengujian dapat dibandingkan hasilnya, maka citra yang diuji tidak dapat satu buah citra saja. Berikut ini dilampirkan sepuluh citra yang akan diuji. Citra uji tersebut berformat BMP dengan kapasitas (ukuran) citra yang berbeda beda antara satu dengan yang lainnya, dapat dilihat pada gambar 12 berikut ini : 149

18 Gambar 12 : Citra Uji Proses Kompresi Proses Kompresi Arithmetic Coding Pada proses kompresi arithmetic coding menggunakan software Minerva, kita harus memilih tipe algoritma kompresi, seperti yang ada pada gambar 13 berikut ini : kompresi arithmetic entropy coding. Setelah melakukan pemilihan dan pengaturan pada menu menu yang ada pada program seperti gambar 3.2 di atas, selanjutnya klik tombol OK. Pada proses kompresi ini akan diperlihatkan rasio kompresi, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi, dan ukuran citra hasil kompresi. Proses Kompresi Huffman Coding Pada proses kompresi huffman coding menggunakan software Minerva, kita harus memilih tipe algoritma kompresi, seperti yang ada pada gambar 14 berikut ini : Gambar 13. Pemilihan Kompresi Arithmetic Coding Untuk melakukan kompresi citra dengan metode arithmetic coding kita memilih pilihan tipe 150

19 Untuk melakukan kompresi citra dengan metode hffman coding kita memilih pilihan tipe kompres huffman coding. Setelah melakukan pemilihan dan pengaturan pada menu menu yang ada pada program seperti gambar 3.3, selanjutnya klik tombol OK. Pada proses kompresi ini akan diperlihatkan rasio kompresi, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kompresi, dan ukuran citra hasil kompresi. Gambar 14. Pemilihan Kompresi Huffman Coding Hasil Kompresi Arithmetic Coding Citra digital yang telah dikompresi menggunakan metode arithmetic coding dapat dilihat pada gambar 15 berikut ini : Gambar 15. Hasil Kompresi Citra dengan Arithmetic Coding Dimana citra hasil kompresi yang dihasilkan jika dilihat secara kasat mata kita tidak dapat melihat perbedaan dengan citra aslinya. Hasil kompresi terhadap citra uji di atas dapat kita lihat besar ukuran filenya, kecepatan kompresi, dan rasio kompresinya pada tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Ukuran Hasil Kompresi Arithmetic Coding Nama Citra Ukuran Asli Ukuran Kecepatan Rasio Setelah Kompresi kompresi kompresi (a) 1.16 Mb 64 Kb detik 19 : 1 (b) 2.25 Mb 86 Kb detik 27 : 1 (c) 550 Kb 12 Kb detik 48 : 1 (d) 995 Kb 21 Kb detik 46 : 1 (e) 1.41 Mb 47 Kb detik 31 : 1 151

20 (f) 0.97 Mb 25 Kb detik 41 : 1 (g) 2.25 Mb 112 Kb detik 21 : 1 (h) 956 Kb 13 Kb detik 77 : 1 (i) 1.25 Mb 39 Kb detik 34 : 1 (j) 1.05 Mb 68 Kb detik 16 : 1 Data pada tabel 5 di atas diperoleh dari perhitungan yang dilakukan oleh software Minerva. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa metode arithmetic coding mampu melakukan kompresi citra digital dengan tingkat rasio yang tinggi, sehingga menghasilkan citra terkompresi dengan ukuran yang kecil. Dari sini dapat dilihat citra yang terkompresi kalau dilihat dengan mata kita sendiri tidak terlihat adanya perbedaan dari citra aslinya, walaupun ukuran file dan data awal dari citra tersebut sudah jauh berkurang dibandingkan citra aslinya. Keterangan yang didapatkan pada tabel 5 di atas diperoleh berdasarkan informasi yang direkam oleh software Minerva yang digunakan. Gambar 16 dan gambar 17 berikut ini secara berurutan memperlihatkan waktu kompresi, rasio kompresi, dan ukuran file hasil kompresi terhadap citra a. Gambar 16. Waktu Proses Kompresi Arithmetic Coding citra Uji a Gambar 17. Ukuran Hasil kompresi, Rasio kompresi Arithmetic Coding Citra Uji a 152

21 Hasil Kompresi Huffman Coding Citra digital yang telah dikompresi menggunakan metode huffman coding dapat dilihat pada gambar 18 berikut ini : (a) (b) (c) (d) (e) (g) (h) (f) (i) Gambar 18 : Hasil Kompresi Citra dengan Huffman Coding (j) Dimana citra hasil kompresi yang dihasilkan jika dilihat secara kasat mata kita tidak dapat melihat perbedaan dengan citra aslinya. Hasil kompresi terhadap citra uji di atas dapat kita lihat besar ukuran filenya, kecepatan kompresi, dan rasio kompresinya pada tabel 6 berikut ini. Nama citra Tabel 6. Ukuran Hasil Kompresi Huffman Coding Ukuran Kecepatan Ukuran asli Setelah kompresi kompresi Rasio Kompresi (a) 1.16 Mb 70 Kb detik 17 : 1 (b) 2.25 Mb 95 Kb detik 25 : 1 (c) 550 Kb 14 Kb detik 42 : 1 (d) 995 Kb 24 Kb detik 41 : 1 (e) 1.41 Mb 52 Kb detik 28 : 1 (f) 0.97 Mb 27 Kb detik 38 : 1 (g) 2.25 Mb 128 Kb detik 18 : 1 (h) 956 Kb 15 Kb detik 66 : 1 (i) 1.25 Mb 44 Kb detik 29 : 1 (j) 1.05 Mb 76 Kb detik 14 : 1 Data pada tabel 6 di atas diperoleh dari perhitungan yang dilakukan oleh software Minerva. Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa metode huffman coding mampu melakukan kompresi citra digital dengan waktu yang relatif singkat, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan citra terkompresi lebih singkat. Dari sini dapat dilihat citra yang terkompresi kalau dilihat dengan mata kita sendiri tidak terlihat adanya perbedaan dari citra aslinya, walaupun ukuran file dan data awal dari citra tersebut sudah jauh berkurang dibandingkan citra aslinya. Keterangan yang didapatkan pada tabel 6 di atas diperoleh berdasarkan informasi yang direkam 153

22 oleh software Minerva yang digunakan. Gambar 19 dan gambar 20 berikut ini secara berurutan memperlihatkan waktu kompresi, rasio kompresi, dan ukuran file hasil kompresi terhadap citra a. Gambar 20. Ukuran Hasil kompresi, Rasio kompresi Huffman Coding Citra Uji a Gambar 19. Waktu Proses Kompresi Huffman Coding citra Uji a Perbandingan Hasil Kompresi Setelah dilakukan kompresi terhadap masing masing citra uji dengan menggunakan teknik kompresi arithmetic coding dan huffman coding dapat kita teliti hasilnya pada gambar 21 berikut ini : Citra Hasil Kompresi dengan Arithmetic Coding : (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h) (i) (j) Citra Hasil Kompresi dengan Huffman Coding : (a) (b) (c) (d) 154

23 (e) (f) (g) (h) (i) Gambar 21. Perbandinga Hasil Kompresi Citra Arithmetic Coding dengan Huffman Coding (j) Secara kasat mata kita tidak dapat memperhatikan letak perbedaan antara citra digital hasil kompresi dengan arithmeti coding dan huffman coding. Namun melalui analisa menggunakan software Minerva kita dapat mengetahui perbandingan hasil kompresi antara kedua citra digital tersebut. Karena pada prinsipnya susunan dari simbol simbol yang merepresentasikan Tabel 7. Perbandingan Ukuran Arithmetic Coding dengan Huffman Coding citra uji tersebut telah mengalami perubahan. Pada tabel 7 berikut ini akan diperlihatkan hasil perbandingan antar arithmetic coding dengan huffman coding terhadap citra uji yang telah ditentukan sebelumnya. Nama Ukuran Arithmetic Coding Huffman Coding citra asli Ukuran Kecepatan Rasio Ukuran Kecepatan Rasio (a) Kb detik 19 : 1 70 Kb detik 17 : 1 Mb (b) Kb detik 27 : 1 95 Kb detik 25 : 1 Mb (c) 550 Kb 12 Kb detik 48 : 1 14 Kb detik 42 : 1 (d) 995 Kb 21 Kb detik 46 : 1 24 Kb detik 41 : 1 (e) Kb detik 31 : 1 52 Kb detik 28 : 1 Mb (f) 0.97 Mb 25 Kb detik 41 : 1 27 Kb detik 38 : 1 (g) 2.25 Mb 112 Kb detik 21 : Kb detik 18 : 1 (h) 956 Kb 13 Kb detik 77 : 1 15 Kb detik 66 : 1 (i) Kb detik 34 : 1 44 Kb detik 29 : 1 Mb (j) 1.05 Mb 68 Kb detik 16 : 1 76 Kb detik 14 : 1 Dari tabel 7 di atas dapat kita ketahui bahwa hasil kompresi terhadap citra uji dengan menggunakan metode arithmetic coding memiliki ukuran citra terkompresinya lebih kecil dibandingkan metode huffman coding, sedangkan dari segi waktu pelaksanaan proses kompresinya metode huffman coding lebih cepat dari pada metode arithmetic coding. Untuk rasio kompresi, metode 155

24 arithmetic coding lebih besar dibandingkan metode huffman coding. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk kompresi citra digital dengan menggunakan metoda arithmetic coding dan huffman coding dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Algoritma arithmetic coding ini cukup baik dipakai untuk kompresi data, 2. Algoritma ini akan lebih optimal dibandingkan dengan huffman coding apabila ada data atau simbol yang memiliki probabilitas besar, 3. Banyaknya simbol dan frekuensi masing masing simbol menentukan nilai entropi suatu data, 4. Berdasarkan hasil penelitian, waktu kompresi huffman coding lebih cepat dibandingkan dengan arithmetic coding, 5. Pada kompresi dengan arithmetic coding, data hasil kompresi lebih kecil (lebih efisien) dibandingkan huffman coding. DAFTAR PUSTAKA [1] Munir, Rinaldi Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritmik. Informatika. Bandung. [2] Gonzales, Rafael C. Woods, Richard E Digital Image Processing Second Edition. Prentice Hall. New Jersey. [3] Marvin, CH Wijaya dan Priyono, Agus Pengolahan Citra Digital Menggunakan Matlab, Informatika Bandung. [4] Gonzales, Rafael C. Woods, Richard E. Image Processing Using Matlab. [5] Erhardt, A. Ferron, Theory and Applications of Digital Image Processing. [6] Kumar, Satish Introduction To Image Compression [7] Santoso, Petrus Studi Kompresi Data dengan Metode Arithmetic Coding, electrical/

Studi Kompresi Data dengan Metode Arithmetic Coding

Studi Kompresi Data dengan Metode Arithmetic Coding Studi Kompresi Data dengan Metode Arithmetic Coding Petrus Santoso Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Kristen Petra e-mail: P.Santoso@cs.utwente.nl Abstrak Ada banyak sekali

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE ARITHMETIC CODING DALAM KAWASAN ENTROPY CODING

NASKAH PUBLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE ARITHMETIC CODING DALAM KAWASAN ENTROPY CODING NASKAH PUBLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE ARITHMETIC CODING DALAM KAWASAN ENTROPY CODING Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra Bab 10 Pemampatan Citra P ada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Sebagai contoh, citra Lena dalam format bitmap yang berukuran 512 512 pixel membutuhkan memori sebesar 32

Lebih terperinci

Implementasi Metode Run Length Encoding (RLE) untuk Kompresi Citra

Implementasi Metode Run Length Encoding (RLE) untuk Kompresi Citra 249 Implementasi Metode Run Length Encoding (RLE) untuk Kompresi Citra Ahmad Jalaluddin 1, Yuliana Melita 2 1) Univers itas Islam Lamongan 2) Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Odden.85@gmail.com, ymp@stts.edu

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas landasan teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, jenis-jenis citra digital, metode

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Pengolahan Citra Digital Kode : IES 6 Semeste r : VI Waktu : x x 5 Menit Pertemuan : & 4 A. Kompetensi. Utama Mahasiswa dapat memahami tentang sistem pengolahan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra KOMPRESI CITRA Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra PEMAMPATAN CITRA Semakin besar ukuran citra semakin besar memori yang dibutuhkan. Namun kebanyakan citra mengandung duplikasi data, yaitu : Suatu piksel

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. foto, bersifat analog berupa sinyal sinyal video seperti gambar pada monitor

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL. foto, bersifat analog berupa sinyal sinyal video seperti gambar pada monitor BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Pendahuluan Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan teknologi komputer memberikan banyak manfaat bagi manusia di berbagai aspek kehidupan, salah satu manfaatnya yaitu untuk menyimpan data, baik data berupa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau benda, misal: foto seseorang mewakili entitas dirinya sendiri di depan kamera. Sedangkan

Lebih terperinci

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan Pemampatan Citra Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Mengapa? MEMORI Citra memerlukan memori besar. Mis. Citra 512x512 pixel 256 warna perlu 32 KB (1 pixel =

Lebih terperinci

Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra

Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra Penerapan Pohon Biner Huffman Pada Kompresi Citra Alvin Andhika Zulen (3507037) Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No 0 Bandung,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi File Pada dasarnya semua data itu merupakan rangkaian bit 0 dan 1. Yang membedakan antara suatu data tertentu dengan data yang lain adalah ukuran dari rangkaian bit dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Citra

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI ALGORITMA METODE HUFFMAN PADA KOMPRESI CITRA

TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI ALGORITMA METODE HUFFMAN PADA KOMPRESI CITRA TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI ALGORITMA METODE HUFFMAN PADA KOMPRESI CITRA Disusun sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

Lebih terperinci

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo Citra Digital Petrus Paryono Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Studi Tentang Pencitraan Raster dan Pixel Citra Digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau

Lebih terperinci

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah DIGITAL IMAGE CODING Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah KOMPRESI LOSSLESS Teknik kompresi lossless adalah teknik kompresi yang tidak menyebabkan kehilangan data. Biasanya digunakan jika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Setelah membaca bab ini maka pembaca akan memahami pengertian tentang kompresi, pengolahan citra, kompresi data, Teknik kompresi, Kompresi citra. 2.1 Defenisi Data Data adalah

Lebih terperinci

PEMAMPATAN DATA DIGITAL MENGGUNAKAN METODA RUN-LENGTH

PEMAMPATAN DATA DIGITAL MENGGUNAKAN METODA RUN-LENGTH PEMAMPATAN DATA DIGITAL MENGGUNAKAN METODA RUN-LENGTH Oleh : Yustini & Hadria Octavia Jurusan Teknik Elektro Politenik Negeri Padang ABSTRACT Data compression can be very effective when we used and store

Lebih terperinci

Penerapan Pengkodean Huffman dalam Pemampatan Data

Penerapan Pengkodean Huffman dalam Pemampatan Data Penerapan Pengkodean Huffman dalam Pemampatan Data Patrick Lumban Tobing NIM 13510013 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori ilmiah untuk mendukung penelitian ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian citra, kompresi citra, algoritma dan jenisnya,

Lebih terperinci

SISTEM ANALISA PERBANDINGAN UKURAN HASIL KOMPRESI WINZIP DENGAN 7-ZIP MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM ANALISA PERBANDINGAN UKURAN HASIL KOMPRESI WINZIP DENGAN 7-ZIP MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM ANALISA PERBANDINGAN UKURAN HASIL KOMPRESI WINZIP DENGAN 7-ZIP MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING Pandi Barita Simangunsong Dosen Tetap STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah menjadi peran yang sangat penting untuk pertukaran informasi yang cepat. Kecepatan pengiriman informasi dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemampatan data (data compression) merupakan salah satu kajian di dalam ilmu komputer yang bertujuan untuk mengurangi ukuran file sebelum menyimpan atau memindahkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA ARIHTMETIC CODING DAN SHANNON-FANO PADA KOMPRESI CITRA BMP

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA ARIHTMETIC CODING DAN SHANNON-FANO PADA KOMPRESI CITRA BMP IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA ARIHTMETIC CODING DAN SHANNON-FANO PADA KOMPRESI CITRA BMP Syahfitri Kartika Lidya 1) Mohammad Andri Budiman 2) Romi Fadillah Rahmat 3) Jurusan Teknologi Informasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi Data Kompresi data adalah proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing unit yang lain yang lebih rendah daripada representasi data yang tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kompresi Data Dalam ilmu komputer, pemampatan data atau kompresi data adalah sebuah cara untuk memadatkan data sehingga hanya memerlukan ruangan penyimpanan lebih kecil sehingga

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA SHANNON- FANO UNTUK KOMPRESI FILE TEXT

IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA SHANNON- FANO UNTUK KOMPRESI FILE TEXT IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KINERJA ALGORITMA SHANNON- FANO UNTUK KOMPRESI FILE TEXT Sutardi Staf Pengajar Jurusan Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kampus Hijau Bumi Tridarma

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kompresi Data Kompresi adalah mengecilkan/ memampatkan ukuran. Kompresi Data adalah teknik untuk mengecilkan data sehingga dapat diperoleh file dengan ukuran yang lebih kecil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Data Data merupakan salah satu hal utama yang dikaji dalam masalah teknologi informasi. Penggunaan dan pemanfaatan data sudah mencakup banyak aspek. Berikut adalah pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kompresi 2.1.1 Sejarah kompresi Kompresi data merupakan cabang ilmu komputer yang bersumber dari Teori Informasi. Teori Informasi sendiri adalah salah satu cabang Matematika yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang terdiri dari sinyal-sinyal frekuensi elektromagnetis yang sudah di-sampling sehingga dapat ditentukan ukuran titik gambar tersebut

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL CODING

KOMPRESI CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL CODING KOMPRESI CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE STATISTICAL CODING Abdul Halim Hasugian Dosen Tetap Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan www.stmik-budidarma.ac.id//email:abdulhasugian@gmail.co.id

Lebih terperinci

Model Citra (bag. I)

Model Citra (bag. I) Model Citra (bag. I) Ade Sarah H., M. Kom Defenisi Citra Citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Jenis dari citra ada 2, yaitu: 1. Citra analog (kontinu) : Dihasilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra merupakan representasi (gambaran) dari sebuah objek nyata yang dihasilkan oleh alat digital. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA. lain. Proses mengubah citra ke bentuk digital bisa dilakukan dengan beberapa perangkat,

KOMPRESI CITRA. lain. Proses mengubah citra ke bentuk digital bisa dilakukan dengan beberapa perangkat, KOMPRESI CITRA Dalam kesempatan ini saya mencoba untuk menjelaskan apa itu kompresi citra dan bagaimana cara-cara format citra dengan menggunakan BMP, PNG, JPEG, GIF, dan TIFF. Kompresi citra itu adalah

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI. Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M

Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI. Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M Pemampatan citra dengan menggunakan metode pemampatan kuantisasi SKRIPSI Oleh : Sumitomo Fajar Nugroho M 0104062 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 BAB

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

Implementasi Metode HUFFMAN Sebagai Teknik Kompresi Citra

Implementasi Metode HUFFMAN Sebagai Teknik Kompresi Citra Jurnal Elektro ELEK Vol. 2, No. 2, Oktober 2011 ISSN: 2086-8944 Implementasi Metode HUFFMAN Sebagai eknik Kompresi Citra Irmalia Suryani Faradisa dan Bara Firmana Budiono Jurusan eknik Elektro, Institut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kompresi Citra. Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017

MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kompresi Citra. Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017 MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kompresi Citra Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017 Latar Belakang 2 Latar Belakang Seringkali representasi citra yang besar membutuhkan memori yang besar Contoh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

Penggunaan Kode Huffman dan Kode Aritmatik pada Entropy Coding

Penggunaan Kode Huffman dan Kode Aritmatik pada Entropy Coding Penggunaan Kode Huffman dan Kode Aritmatik pada Entropy Coding Wisnu Adityo NIM:13506029 Program Studi Teknik Informatika ITB, Jalan Ganesha no 10 Bandung, email : raydex@students.itb.ac.id Abstrak Pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y), berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f di titik kordinat

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra (image) adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu obyek, biasanya obyek fisik atau manusia. Citra dapat

Lebih terperinci

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar,

KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1. Nugroho hary Mindiar, KAMERA PENDETEKSI GERAK MENGGUNAKAN MATLAB 7.1 Nugroho hary Mindiar, 21104209 Mahasiswa Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Sistem Komputer, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Gunadarma mindiar@yahoo.com

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 13 Kompresi Citra. Indah Susilawati, S.T., M.Eng.

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kuliah 13 Kompresi Citra. Indah Susilawati, S.T., M.Eng. TEKNIK PENGOLAHAN CITRA Kuliah 13 Kompresi Citra Indah Susilawati, S.T., M.Eng. Program Studi Teknik Informatika/Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Mercu Buana Yogyakarta 2015 KULIAH

Lebih terperinci

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra

Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Implementasi Morphology Concept and Technique dalam Pengolahan Citra Digital Untuk Menentukan Batas Obyek dan Latar Belakang Citra Eddy Nurraharjo Program Studi Teknik Informatika, Universitas Stikubank

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kompresi Data Kompresi data sudah ada dalam 20 tahun terakhir ini. Kompresi data memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap berbagai bidang studi sekarang ini. Hal ini terbukti

Lebih terperinci

Kata kunci : Rasio Konprensi, Citra Digital, Huffman Coding, Transfer Data

Kata kunci : Rasio Konprensi, Citra Digital, Huffman Coding, Transfer Data MENINGKATKAN RASIO KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN HUFFMAN CODING PADA TRANFER DATA Sapta Aji Sri Margiutomo, Linda Suvi Rahmawati, Retno Sundari Program Studi Teknik Informatika STMIK PPKIA Pradnya Paramita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi ternyata berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan yang lain. Semuanya merupakan informasi yang sangat penting. Oleh karena

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN. Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu *

KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN. Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu * KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN Sarifuddin Madenda, Hayet L. dan I. Bayu * ABSTRAK KOMPRESI CITRA BERWARNA MENGGUNAKAN METODE POHON BINER HUFFMAN. Makalah ini membahas tentang

Lebih terperinci

PEMAMPATAN CITRA (IMA

PEMAMPATAN CITRA (IMA PEMAMPATAN CITRA (IMAGE COMPRESSION) PENGERTIAN Kompresi Citra adalah aplikasi kompresi data yang dilakukan terhadap citra digital dengan tujuan untuk mengurangi redundansi dari data-data yang terdapat

Lebih terperinci

Contoh kebutuhan data selama 1 detik pada layar resolusi 640 x 480 : 640 x 480 = 4800 karakter 8 x 8

Contoh kebutuhan data selama 1 detik pada layar resolusi 640 x 480 : 640 x 480 = 4800 karakter 8 x 8 Kompresi Data Contoh : (1) Contoh kebutuhan data selama 1 detik pada layar resolusi 640 x 480 : Data Teks 1 karakter = 2 bytes (termasuk karakter ASCII Extended) Setiap karakter ditampilkan dalam 8 x

Lebih terperinci

Kata kunci: pohon biner, metode Huffman, metode Kanonik Huffman, encoding, decoding.

Kata kunci: pohon biner, metode Huffman, metode Kanonik Huffman, encoding, decoding. ALGORITMA HUFFMAN KANONIK UNTUK KOMPRESI TEKS SMS Moch Ginanjar Busiri 13513041 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

Algoritma Huffman dan Kompresi Data

Algoritma Huffman dan Kompresi Data Algoritma Huffman dan Kompresi Data David Soendoro ~ NIM 13507086 Jurusan Teknik Informatika ITB, Bandung, email: if17086@students.if.itb.ac.id Abstract Algoritma Huffman merupakan salah satu algoritma

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HUFFMAN DALAM PEMAMPATAN CITRA DIGITAL

PENERAPAN METODE HUFFMAN DALAM PEMAMPATAN CITRA DIGITAL PENERPN MEODE HUFFMN DLM PEMMPN CIR DIGIL Edy Victor Haryanto Universitas Potensi Utama, Jl. K.L. os Sudarso Km. 6,5 No. 3 j Mulia Medan edy@potensi-utama.ac.id, edyvictor@gmail.com abstrak Citra adalah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ALGORITMA RUN LENGTH ENCODING UNTUK PERANCANGANAPLIKASI KOMPRESI DAN DEKOMPRESI FILE CITRA

IMPLEMENTASI ALGORITMA RUN LENGTH ENCODING UNTUK PERANCANGANAPLIKASI KOMPRESI DAN DEKOMPRESI FILE CITRA IMPLEMENTASI ALGORITMA RUN LENGTH ENCODING UNTUK PERANCANGANAPLIKASI KOMPRESI DAN DEKOMPRESI FILE CITRA Cut Try Utari Program Studi Magister Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer dan Teknik Informatika

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

PEMAMPATAN TATA TEKS BERBAHASA INDONESIA DENGAN METODE HUFFMAN MENGGUNAKAN PANJANG SIMBOL BERVARIASI

PEMAMPATAN TATA TEKS BERBAHASA INDONESIA DENGAN METODE HUFFMAN MENGGUNAKAN PANJANG SIMBOL BERVARIASI PEMAMPATAN TATA TEKS BERBAHASA INDONESIA DENGAN METODE HUFFMAN MENGGUNAKAN PANJANG SIMBOL BERVARIASI Tri Yoga Septianto 1, Waru Djuiatno, S.T., M.T. 2, dan Adharul Muttaqin S.T. M.T. 1 Mahasisawa Teknik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Data dan informasi dapat disajikan bukan hanya dalam bentuk teks semata, melainkan dalam bentuk gambar (image), audio dan video. Apalagi dilihat sekarang perkembangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kompresi data merupakan suatu proses pengubahan ukuran suatu file atau dokumen menjadi lebih kecil secara ukuran. Berkembangnya teknologi hardware dan software

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pendahuluan

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pendahuluan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pendahuluan Kompresi data adalah proses pengkodean (encoding) informasi dengan menggunakan bit yang lebih sedikit dibandingkan dengan kode yang sebelumnya dipakai dengan menggunakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Oky Dwi Nurhayati, ST, MT email: okydn@undip.ac.id Pembentukan Citra Citra ada 2 macam : 1. Citra Kontinu Dihasilkan dari sistem optik yang menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kompresi data adalah suatu proses untuk mengubah sebuah input data stream (stream sumber atau data mentah asli) ke dalam aliran data yang lain yang berupa output

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA Nurliadi 1 *, Poltak Sihombing 2 & Marwan Ramli 3 1,2,3 Magister Teknik Informatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses

Lebih terperinci

Image Compression. Kompresi untuk apa?

Image Compression. Kompresi untuk apa? Image Compression Kompresi untuk apa? Volume data yang besar Bit rate tinggi bandwidth yang tinggi Bayangkan sebuah video dengan resolusi 640x480 dengan 30 fps, dimana menggunakan penyimpanan 24-bit. Bila

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital

Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital Implementasi Algoritma Kompresi Shannon Fano pada Citra Digital Muhammad Khoiruddin Harahap Politeknik Ganesha Medan choir.harahap@yahoo.com Abstrak Algoritma kompresi Shannon-Fano merupakan salah satu

Lebih terperinci

Kompresi. Definisi Kompresi

Kompresi. Definisi Kompresi 1 Kompresi Bahan Kuliah : Sistem Multimedia PS TI Undip Gasal 2011/2012 2 Definisi Kompresi Memampatkan/mengecilkan ukuran Proses mengkodekan informasi menggunakan bit yang lain yang lebih rendah daripada

Lebih terperinci

Penyandian (Encoding) dan Penguraian Sandi (Decoding) Menggunakan Huffman Coding

Penyandian (Encoding) dan Penguraian Sandi (Decoding) Menggunakan Huffman Coding Penyandian (Encoding) dan Penguraian Sandi (Decoding) Menggunakan Huffman Coding Nama : Irwan Kurniawan NIM : 135 06 090 1) Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE RUN LENGTH ENCODING UNTUK KEAMANAN FILE CITRA MENGGUNAKAN CAESAR CHIPER

PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE RUN LENGTH ENCODING UNTUK KEAMANAN FILE CITRA MENGGUNAKAN CAESAR CHIPER PERANCANGAN APLIKASI KOMPRESI CITRA DENGAN METODE RUN LENGTH ENCODING UNTUK KEAMANAN FILE CITRA MENGGUNAKAN CAESAR CHIPER Dwi Indah Sari (12110425) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Stmik Budidarma

Lebih terperinci

Teknik Kompresi Citra Menggunakan Metode Huffman

Teknik Kompresi Citra Menggunakan Metode Huffman SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 26 A-5 Teknik Kompresi Citra Menggunakan Metode Huffman Tri Rahmah Silviani, Ayu Arfiana Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Email:

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

ANALISIS BEBERAPA TEKNIK CODING RAHMAD FAUZI, ST, MT JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN

ANALISIS BEBERAPA TEKNIK CODING RAHMAD FAUZI, ST, MT JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN ANALISIS BEBERAPA TEKNIK CODING RAHMAD FAUZI, ST, MT JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN Sistem komunikasi dirancang untuk mentransmisikan informasi yang

Lebih terperinci

Perbandingan Algoritma Kompresi Terhadap Objek Citra Menggunakan JAVA

Perbandingan Algoritma Kompresi Terhadap Objek Citra Menggunakan JAVA Perbandingan Algoritma Terhadap Objek Menggunakan JAVA Maria Roslin Apriani Neta Program Studi Magister Teknik Informatika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Jl. Babarsari no 43 55281 Yogyakarta Telp (0274)-487711

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang Masalah Citra adalah gambar yang berada pada bidang dua dimensi. Agar dapat diproses lebih lanjut, sebuah citra disimpan di dalam bentuk digital. Ukuran citra digital

Lebih terperinci