DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA (THE INDONESIAN INSTITUTE OF ACCOUNTANTS) SURAT KEPUTUSAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA (THE INDONESIAN INSTITUTE OF ACCOUNTANTS) SURAT KEPUTUSAN"

Transkripsi

1 DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA (THE INDONESIAN INSTITUTE OF ACCOUNTANTS) SURAT KEPUTUSAN DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA NOMOR: KEP-011A/SK/DPN/IAI/V/2011 TENTANG PERATURAN ORGANISASI IKATAN AKUNTAN INDONESIA TAHUN 2011 DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA Menimbang : a. Bahwa ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2010 harus dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi IAI. b. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan kegiatan/program organisasi perlu adanya Peraturan Organisasi yang mengatur masalah tata kerja dan tata laksana administrasi organisasi dan pembagian tugas unit-unit kerja di lingkungan Ikatan Akuntan Indonesia; c. bahwa berdasakan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu ditetapkan Peraturan Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia Tahun Mengingat : Pasal 23 Anggaran Rumah Tangga IAI Tahun 2010 ayat (1) dan (2). Memperhatikan : a. Surat Keputusan Dewan Pengurus Nasional IAI No. Kep- 043/SK/DPN/IAI/VIII/2008 tentang Peraturan Organisasi IAI Tahun 2008; b. Keputusan Rapat Dewan Pengurus Nasional IAI tanggal 23 Desember 2010 dan 14 April Menetapkan MEMUTUSKAN : KEPUTUSAN DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA NOMOR: KEP 011A/SK/DPN/IAI/V/2011 TENTANG PERATURAN ORGANISASI IKATAN AKUNTAN INDONESIA TAHUN 2011.

2 DEWAN PENGURUS NASIONAL IKATAN AKUNTAN INDONESIA (THE INDONESIAN INSTITUTE OF ACCOUNTANTS) PERTAMA : Menetapkan Peraturan Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2011 secara lengkap sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Keputusan Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia ini. KEDUA : Peraturan Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2011 merupakan pedoman yang mengikat seluruh anggota, pengurus, manajemen eksekutif dan seluruh komponen organisasi di lingkungan Ikatan Akuntan Indonesia. KETIGA : Peraturan Organisasi Ikatan Akuntan Indonesia Tahun 2011 dapat mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan dinamika organisasi. KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dalam hal terdapat kekeliuran dalam penetapan ini akan diperbaiki sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Mei 2011 Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak Ketua

3 Lampiran Keputusan Kep-011A/SK/DPN/IAI/V/2011 Tanggal: 5 Mei 2011 PERATURAN ORGANISASI IKATAN AKUNTAN INDONESIA TAHUN 2011 BAB I DASAR HUKUM, DEFINISI, SIFAT DAN RUANG LINGKUP Pasal 1 Dasar Hukum Anggaran Rumah Tangga Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pasal 23 ayat 1 dan 2. Pasal 2 Definisi Peraturan Organisasi adalah ketentuan operasional organisasi yang ditetapkan oleh Dewan Pengurus Nasional (DPN) dan berisi ketentuan lebih lanjut dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pasal 3 Sifat dan Ruang Lingkup Peraturan Organisasi bersifat mengikat dan wajib ditaati oleh seluruh anggota IAI. BAB II KEANGGOTAAN Pasal 4 Prosedur Penerimaan Anggota Perorangan 1. Permohonan untuk menjadi Anggota Biasa dan Anggota Luar Biasa harus diajukan secara tertulis kepada Dewan Pengurus Nasional: a. Melalui Pengurus Wilayah, apabila Calon Anggota yang bersangkutan berdomisili di daerah yang mempunyai Wilayah. Pengurus Wilayah selanjutnya menyampaikan data-data Calon Anggota tersebut disertai rekomendasinya kepada Dewan Pengurus Nasional untuk memperoleh keputusan.

4 b. Langsung kepada Dewan Pengurus Nasional apabila Calon Anggota yang bersangkutan berdomisili di daerah yang belum atau tidak mempunyai Wilayah IAI. 2. Dewan Pengurus Nasional setelah meneliti persyaratan yang harus dipenuhi oleh Calon Anggota tersebut, harus memberitahukan keputusannya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak surat permohonan tersebut diterima secara lengkap dengan tembusan ke Wilayah IAI tempat berdomisili Anggota tersebut. 3. Kepada Anggota baru diberikan Kartu Tanda Anggota yang diterbitkan oleh Dewan Pengurus Nasional. 4. Jika Dewan Pengurus Nasional memutuskan untuk menolak permohonan menjadi Anggota, maka Dewan Pengurus Nasional harus memberitahukannya secara tertulis berikut alasannya kepada Calon Anggota yang bersangkutan. 5. Calon Anggota yang permohonannya ditolak oleh Dewan Pengurus Nasional, dapat mengajukan keberatannya secara tertulis kepada Majelis Kehormatan. Majelis Kehormatan berkewajiban menanggapi dan menyampaikan secara tertulis mengenai keputusannya terhadap keberatan tersebut kepada Dewan Pengurus Nasional untuk diteruskan kepada Calon Anggota yang ditolak. 6. Prosedur penerimaan anggota asosiasi profesi negara lain yang telah memiliki perjanjian saling mengakui keanggotaan dengan IAI akan diatur kemudian sesuai kesepakatan dengan asosiasi profesi negara yang bersangkutan. Pasal 5 Prosedur Pengangkatan Anggota Kehormatan 1. Dewan Pengurus Nasional mengajukan dan mengesahkan nama-nama calon anggota kehormatan dan berkoordinasi dengan Dewan Penasehat. 2. Nama-nama yang disetujui menjadi Anggota Kehormatan tersebut diberitahukan kepada anggota IAI. Pasal 6 Prosedur Penerimaan Anggota Asosiasi 1. Anggota asosiasi eks kompartemen harus menempuh prosedur pembubaran kompartemen terlebih dahulu. a. Disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir pada forum rapat anggota kompartemen. b. Dikukuhkan melalui SK DPN 2. Mengajukan permohonan secara tertulis kepada Dewan Pengurus Nasional. 3. Mengisi formulir keanggotaan. 4. Melengkapi dokumen administrasi pendukung sesuai persyaratan keanggotaan yang ditetapkan pada AD/ART IAI, yaitu: 1) Dibentuk berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2) Berskala Nasional, yaitu minimal ada di 10 propinsi.

5 3) Mempunyai anggota minimal 100 orang. 4) Aktivitas anggotanya relevan dengan bidang profesi akuntansi. 5) Mempunyai Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga yang tidak bertentangan dengan AD/ART dan peraturan organisasi IAI serta mempunyai etika profesi. 6) Mempunyai Komite Penegakan Disiplin Anggota. 7) Berkedudukan di Ibukota Negara. 5. Membuat pernyataan besedia mematuhi seluruh peraturan yang ditetapkan IAI. 6. Keputusan akan diberikan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah permohonan lengkap diterima. 7. Dikukuhkan melalui SK DPN atas persetujuan DPN dan DP 8. Anggota asosiasi yang diterima akan dideklarasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pasal 7 Hak Suara Anggota Asosiasi 1. Hak suara untuk memilih bagi Asosiasi diberikan secara proporsional setiap 50 anggota asosiasi yang menjadi anggota individu IAI mempunyai hak satu suara. 2. Hak suara Anggota Asosiasi akan bertambah sesuai dengan jumlah kelipatan anggotanya yang menjadi anggota individu IAI. 3. Hak suara Anggota Asosiasi akan berkurang secara otomatis apabila terjadi penurunan anggota asosiasi yang menjadi anggota individu IAI. 4. Hak suara Anggota Asosiasi akan hilang apabila Anggota Asosiasi sedang dalam proses menjalani sanksi organisasi. Pasal 8 Kewajiban Anggota Asosiasi 1. Anggota asosiasi wajib mendukung dan mensukseskan program kerja IAI. 2. Anggota asosiasi wajib menyampaikan laporan kegiatannya pada setiap rapat DPN. 3. Asosiasi anggota IAI harus membayar uang pangkal dan iuran keanggotaan: a. Uang pangkal sebesar Rp 20 juta b. Iuran anggota sebesar Rp 30 jt pertahun 4. Nama asosiasi yang baru harus mencantumkan: member of IAI dalam setiap atribut asosiasi. 5. Asosiasi wajib menyampaikan kepada IAI apabila terjadi perubahan, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, kode etik, susunan pengurus dan perubahan anggota asosiasi.

6 Pasal 9 Disiplin, dan Sanksi 1. Anggota IAI akan diberhentikan keanggotaannya apabila membuat kesalahan yang merugikan organisasi yaitu melanggar kewajiban anggota IAI. 2. Anggota yang belum melunasi iuran anggota selama 6 (enam) bulan berturut-turut akan diberikan peringatan pertama, kedua, dan ketiga dalam waktu masing-masing dua bulan. Apabila sesudah peringatan ketiga iuran tersebut tetap belum dilunasi maka Dewan Pengurus Nasional dapat membekukan keanggotaan Anggota yang bersangkutan. 3. Apabila Anggota yang telah dibekukan keanggotaannya ingin kembali menjadi anggota IAI maka harus menempuh prosedur penerimaan anggota baru dan melunasi seluruh tunggakan iurannya. 4. Berakhirnya status keanggotaan atas permintaan sendiri hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan tertulis secara langsung kepada Dewan Pengurus Nasional atau melalui Pengurus Wilayah, sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sebelumnya, dengan syarat kewajiban yang belum dipenuhi harus segera diselesaikan. 5. Pengenaan sanksi pembekuan dan pemberhentian status keanggotaan harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan. Pasal 10 Bentuk dan Tata Cara Penggunaan Kartu Anggota 1. Bentuk Kartu Anggota a. Kartu anggota IAI berbentuk segi empat dengan ukuran 8,5 x 5,35 cm. b. Di dalam kartu anggota tersebut paling tidak terdapat logo IAI, nomor anggota, nama anggota, periode berlaku, dan simbol-simbol lain untuk identifikasi kartu anggota yang dikeluarkan. c. Jenis bahan, warna kartu anggota, dan hal-hal lain yang terkait ditentukan oleh Manajemen Eksekutif. 2. Tata Cara Penggunaan Kartu Anggota a. Kartu anggota harus dibawa dan ditunjukkan untuk mendapatkan pelayanan tertentu yang diberikan oleh organisasi. b. Sebagai syarat untuk bisa menggunakan hak suara maka kartu anggota wajib dibawa dan ditunjukkan pada acara-acara organisasi yang membutuhkan pengambilan suara dalam pengambilan keputusannya. c. Apabila anggota tidak dapat menunjukkan kartu seperti yang dimaksud dalam huruf b di atas maka anggota yang bersangkutan wajib mendapatkan keterangan dari IAI Wilayah dan atau IAI Pusat sebagai ganti sementara fungsi kartu anggota yang bersangkutan.

7 Pasal 11 Pendidikan dan Pelatihan bagi Anggota 1. Program PPL tersedia untuk diikuti oleh semua anggota IAI. 2. Materi PPL disusun dengan memperhatikan kebutuhan khas masing-masing kompartemen, pemerintah, pengguna, dan pihak-pihak yang terkait dengan jasa profesi. 3. Kewajiban mengikuti PPL ditetapkan dan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga masing-masing kompartemen. Pasal 12 Ketentuan Kewajiban SKP bagi Anggota 1. Dalam periode tiga tahun, seorang anggota harus menempuh program PPL sekurangkurangnya 120 Satuan Kredit PPL (SKP), dengan syarat bahwa dalam satu tahun harus ditempuh sekurang-kurangnya 30 SKP. Satu SKP adalah 50 menit kegiatan PPL. 2. Sekurang-kurangnya 90% dari total SKP yang diwajibkan harus merupakan kegiatan belajar terstruktur. Pasal 13 Bentuk Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan 1. Kegiatan terstruktur tatap muka, yaitu: a Pelatihan b Lokakarya c Seminar d Diskusi panel e Konferensi f Konvensi 2. Terhadap kegiatan tersebut berlaku ketentuan sebagai berikut: a Satu SKP terdiri dari 50 menit efektif. b Bila suatu kegiatan terdiri dari beberapa sesi atau bagian, maka SKP dihitung setelah menjumlahkan terlebih dahulu waktu atau menit untuk seluruh sesi dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, jumlah waktu dibagi dengan 50 menit dengan pembulatan apabila hasilnya berupa pecahan. 3. Bentuk kegiatan tidak diselenggarakan oleh IAI dan kompartemen: a Peserta kegiatan Program Pasca Sarjana b Pengajar atau pembicara pada suatu program PPL c Kegiatan belajar jarak jauh

8 d Penulisan artikel yang dipublikasikan, buku atau modul pelatihan e Kegiatan penelitian atau riset profesional f Anggota Dewan Penguji pada USAP g Anggota komite teknis di IAI 4. Terhadap kegiatan tersebut, nilai SKP ditetapkan dalam kebijakan IAI. Pasal 14 Perhitungan SKP 1. Perhitungan SKP kegiatan pelatihan, kursus, lokakarya, diskusi panel, seminar, konverensi, konvensi dan simposium adalah sebagai berikut: a. Satu SKP terdiri dari 50 menit efektif; b. Bila suatu kegiatan terdiri dari beberapa sesi atau bagian, maka SKP dihitung setelah menjumlahkan terlebih dahulu waktu atau menit untuk seluruh sesi dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, jumlah waktu dibagi dengan 50 menit dengan pembulatan apabila hasilnya berupa pecahan. 2. Perhitungan SKP untuk Peserta Kegiatan Program Pascasarjana. Bagi peserta kegiatan program pascasarjana diakui nilai SKP berdasarkan SKS yang diambilnya dengan ketentuan 1 SKS = 1 SKP. Dalam periode tiga tahunan, maksimum SKP yang bisa diakui untuk belajar jarak jauh adalah 36 SKP. 3. Perhitungan SKP untuk Pengajar atau Pembicara pada Suatu Program PPL. Pengajar atau pembicara pada program PPL berhak mendapat SKP untuk persiapan dan presentasi yang dilakukannya. Untuk presentasi, SKP dihitung berdasarkan jumlah waktu tatap muka. Di samping itu, jika pengajar atau pembicara tersebut melaksanakan suatu program untuk pertama kalinya, maka dia berhak menerima SKP untuk waktu aktual yang digunakan untuk persiapan. Waktu persiapan ini dibatasi maksimal 2 kali waktu yang diperlukan untuk menyampaikan materi presentasinya. Untuk presentasi yang pernah dilakukan sebelumnya, pembicara atau pengajar tidak akan menerima SKP kecuali jika pembicara atau pengajar tersebut dapat menunjukkan bahwa materi presentasi telah diubah secara signifkan dan perubahan tersebut memerlukan persiapan atau penelitian tambahan yang signifikan. 4. Perhitungan SKP untuk Kegiatan Belajar Jarak Jauh. Bila seseorang menjalani program belajar jarak jauh, maka dia berhak mendapatkan SKP dengan perhitungan 1 SKS = 1 SKP. Dalam periode tiga tahunan, maksimum SKP yang bisa diakui untuk kegiatan belajar jarak jauh adalah 36 SKP. 5. Perhitungan SKP untuk Kegiatan Penulisan Artikel yang Dipublikasikan, Buku atau Modul Pelatihan. Penulis artikel, buku atau program PPL berhak menerima SKP untuk waktu aktual yang digunakannya dalam melakukan penelitian dan penulisan, sepanjang waktu yang digunakan tersebut meningkatkan kompetensi profesionalnya. Dalam periode tiga tahunan, maksimum SKP yang bisa diakui untuk kegiatan menulis artikel, buku atau modul adalah 30 SKP.

9 6. Perhitungan SKP untuk Kegiatan Penelitian atau Riset Profesional. Peneliti berhak menerima 36 SKP untuk setiap penelitian yang dilaksanakan. Dalam periode tiga tahunan, jumlah maksimum SKP yang bisa diakui untuk kegiatan penelitian adalah 30 SKP. 7. Perhitungan SKP bagi Anggota Dewan Penguji pada USAP. Sebagai anggota Dewan Penguji pada USAP, seseorang berhak mendapatkan 10 SKP per tahun. Dalam periode tiga tahunan, maksimum SKP yang bisa diakui untuk kegiatan penelahaan atau persiapan materi USAP tersebut adalah 30 SKP. 8. Perhitungan SKP untuk Partisipasi sebagai Anggota Komite Teknis di IAI. Sebagai anggota komite teknis IAI, seseorang berhak mendapatkan 12 SKP per tahun. Dalam periode tiga tahunan, maksimum SKP yang bisa diakui untuk partisipasi sebagai anggota komite teknis adalah 30 SKP. 9. Perhitungan SKP untuk Kegiatan non IAI. Untuk kegiatan yang diikuti di luar IAI maka SKP yang diakui oleh IAI maksimal adalah 12 SKP per tahun. Kegiatan yang diikuti harus relevan dengan peningkatan pengetahuan dan keahlian dibidang Akuntansi, Auditing, Keuangan, Manajemen Keuangan, Akuntansi Manajemen, Perbankan, ataupun Perpajakan. BAB III DEWAN PENGURUS NASIONAL Pasal 15 Mekanisme Kerja Dewan Pengurus Nasional 1. DPN membagi tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota dalam bidangbidang. 2. DPN berwenang untuk membentuk komite ad hoc untuk melaksanakan tugasnya. Pasal 16 Rapat Dewan Pengurus Nasional 1. Rapat rutin DPN dilaksanakan minimal satu kali dalam sebulan. 2. DPN melaksanakan rapat koordinasi dengan Dewan Penasehat, Majelis Kehormatan dan Badan-badan IAI sendiri-sendiri dan atau bersama-sama, sesuai dengan kebutuhan, baik minimal satu kali dalam setahun yang dapat dilaksanakan bersamaan dengan rapat rutin DPN.

10 Pasal 17 Keputusan Dewan Pengurus Nasional 1. Rapat dianggap sah apabila memenuhi kuorum, yaitu 50 % plus 1 dari total seluruh anggota DPN. 2. Apabila rapat tidak memenuhi kuorum maka rapat diskors terlebih dahulu dalam waktu yang disepakati, dan selanjutnya dinyatakan telah memenuhi kuorum. 3. Pendapat anggota DPN dapat disampaikan secara langsung pada rapat DPN atau secara tertulis yang disampaikan melalui sms/ /surat. 4. Pengambilan keputusan dilaksanakan secara musyawarah mufakat. Apabila musyawarah mufakat tidak terpenuhi maka dilaksanakan voting. 5. Segala sesuatu yang didiskusikan dalam rapat DPN tidak boleh dipublikasikan kepada pihak-pihak diluar pengurus IAI dan manajemen eksekutif kecuali yang telah diputuskan dalam rapat DPN bahwa informasi tersebut dapat dipublikasikan. Pasal 18 Peserta Rapat Dewan Pengurus Nasional 1. Rapat dihadiri oleh anggota DPN. 2. Apabila anggota DPN berhalangan hadir, maka anggota DPN dapat memberikan surat kuasa kepada anggota DPN lainnya dan surat kuasa tersebut dianggap sah dan dapat mewakili untuk mengambil keputusan. 3. Satu orang anggota DPN hanya berhak menerima surat kuasa dari satu orang anggota DPN lainnya. 4. Dewan Pengurus Nasional yang merupakan wakil dari kompartemen/asosiasi dapat menghadirkan pendamping dari pengurus kompartemen/asosiasi yang bersangkutan untuk rapat DPN yang membahas agenda khusus terkait dengan kompartemen/asosiasi yang bersangkutan. 5. DPN dapat menghadirkan nara sumber pada rapat DPN yang membahas agenda khusus. 6. Direktur Eksekutif dan Direktur Lainnya hadir pada setiap rapat DPN. Pasal 19 Pimpinan Rapat Dewan Pengurus Nasional 1. Pimpinan rapat adalah ketua DPN. 2. Dalam hal ketua DPN berhalangan hadir, maka anggota yang hadir menentukan pimpinan rapat secara musyawarah mufakat.

11 Pasal 20 Kehadiran Anggota Dewan Pengurus Nasional 1. Kehadiran Dewan Pengurus Nasional dilaporkan pada Kongres. 2. Manajemen eksekutif melaporkan secara berkala kehadiran DPN pada rapat rutin DPN. BAB IV MAJELIS KEHORMATAN Pasal 21 Tanggung Jawab 1. Menyelesaikan kasus-kasus tingkat banding berdasarkan permohonan banding yang diajukan Anggota atau Pengadu atas sanksi yang dijatuhkan oleh DPN atau Komite Penegakan Disiplin Anggota (KPDA). 2. Mempertanggungjawabkan aktivitasnya kepada Kongres pada akhir masa jabatannya. Pasal 22 Wewenang 1. Menangani kasus pengajuan banding dari Anggota atau Pengadu atas sanksi yang dijatuhkan oleh DPN atau KPDA. 2. Meminta kepada Pengadu yang bukan Anggota IAI untuk didampingi oleh anggota IAI yang dipilih oleh pengadu. 3. Menetapkan sanksi yang sifatnya final kepada Anggota atas pelanggaran Kode Etik dan/atau Standar Profesi. 4. Memperoleh berkas perkara dari DPN atau KPDA apabila terdapat pengajuan banding. 5. Meminta penjelasan kepada KPDA atas kasus banding yang diajukan kepada MK. 6. Memantau efektivitas pelaksanaan tugas KPDA. Pasal 23 Benturan Kepentingan 1. Anggota MK yang mempunyai benturan kepentingan dalam suatu kasus banding, tidak menangani dan melepaskan hak suaranya dalam perkara banding yang bersangkutan. 2. Benturan kepentingan timbul bila anggota MK tertentu mempunyai hubungan yang disebutkan di bawah ini dengan Anggota atau Pengadu:

12 a. hubungan keluarga karena keturunan horizontal dan vertikal sampai dengan derajat kedua; b. hubungan keluarga karena perkawinan horizontal dan vertikal sampai dengan derajat kedua; c. hubungan pekerjaan karena menjadi kolega sesama rekan atau atasan dengan bawahan; d. hubungan kendali antara dua atau lebih perusahaan yang salah satu mengendalikan atau dikendalikan oleh yang lainnya di mana anggota MK menjadi salah satu pengurusnya; atau e. hubungan kepentingan karena transaksi keuangan (investasi atau bisnis). Pasal 24 Pengajuan Permohonan Banding 1. Pemohon banding wajib membayar biaya pendaftaran permohonan banding sebesar Rp ,- (lima juta rupiah); 2. Permohonan banding diajukan secara tertulis kepada MK dengan tembusan DPN atau KPDA; 3. Permohonan banding diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal diterimanya keputusan DPN atau KPDA oleh Anggota; 4. Permohonan banding harus disertai dengan alasan yang jelas; 5. MK berhak untuk meminta agar surat permohonan banding diperbaiki apabila dianggap kurang lengkap atau berisi hal yang kurang jelas. Pasal 25 Pencabutan Permohonan Banding 1. Permohonan banding dapat dicabut atau dibatalkan oleh pemohon dan atas dasar itu MK menghentikan prosesnya. 2. Jangka waktu pencabutan atau pembatalan permohonan banding baik oleh pemohon maupun oleh MK paling lambat 30 hari sejak MK memutuskan permohonan banding dapat diproses. 3. Biaya pendaftaran banding yang telah dibayarkan tidak dapat dikembalikan. Pasal 26 Penanganan Banding 1. MK meneliti kelengkapan pengajuan permohonan banding, termasuk pembayaran biaya pendaftaran permohonan banding seperti disebut pada buti 1.a.;

13 2. Apabila permohonan banding dianggap tidak lengkap atau kurang jelas, maka MK akan mengembalikan permohonan tersebut dan meminta untuk diperbaiki atau dilengkapi; 3. MK memutuskan permohonan banding dapat diproses atau tidak paling lambat 14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan banding diterima dengan lengkap dan jelas. Apabila tidak dapat diproses, MK memberitahu pemohon secara tertulis disertai dengan alasannya; 4. Apabila 14 (empat belas) hari setelah tanggal permohonan banding MK tidak memberikan tanggapan, maka permohonan banding dianggap diterima dan akan diproses oleh MK; 5. MK meminta berkas hasil pemeriksaan dari DPN atau KPDA dan dapat meminta DPN atau KPDA untuk memaparkan dasar-dasar keputusannya; 6. MK dapat mengundang Anggota atau Pengadu, bilamana dianggap perlu; 7. MK dapat meminta pendapat narasumber yang diperlukan, termasuk ahli hukum; 8. Setiap pengajuan permohonan banding diselesaikan dalam waktu paling lama 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan jelas oleh MK dan dapat diperpanjang paling lama 120 (seratus dua puluh) hari lagi, dengan memberitahukan secara tertulis kepada Anggota dan Pengadu. Pasal 27 Keputusan Majelis Kehormatan 1. Membatalkan sanksi yang dijatuhkan oleh DPN atau KPDA; 2. Memperingan sanksi yang dijatuhkan oleh DPN atau KPDA; 3. Memperkuat sanksi yang dijatuhkan oleh DPN atau KPDA, dan 4. Memperberat sanksi yang dijatuhkan oleh DPN atau KPDA. Pasal 28 Proses Pengambilan Keputusan 1. Pengambilan keputusan dilakukan oleh seluruh anggota MK yang dilakukan secara musyawarah untuk mufakat; 2. Jika keputusan tidak dapat diambil secara musyawarah untuk mufakat, maka pengambilan keputusan dilakukan dengan pemungutan suara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sidang dianggap sah jika dihadiri oleh minimal 4 (empat) orang anggota MK. Keputusan MK dianggap sah bila disetujui minimal 4 (empat) orang anggota MK; b. Jika pada pemungutan suara pertama diperoleh hasil dengan komposisi berimbang maka dilakukan pemungutan suara kedua;

14 c. Jika setelah pemungutan suara kedua masih diperoleh suara yang berimbang, maka anggota MK yang tidak hadir pada pemungutan suara kedua dimintakan pendapatnya sebagai pemungutan suar ketiga; d. Jika setelah pemungutan suara ketiga masih diperoleh suara yang berimbang, MK berkonsultasi dengan Dewan Penasehat untuk mendengar pendapatnya; e. Suara anggota MK atas suatu keputusan yang dilakukan melalui telepon atau lisan harus didukung dengan pernyataan tertulis; f. Alasan anggota MK yang setuju dan anggota MK yang tidak setuju atas suatu keputusan harus dimuat dalam Risalah Rapat MK; g. Dalam pengambilan keputusannya, anggota MK tidak boleh memberikan kuasa kepada orang lain. 3. Surat keputusan MK ditandatangani oleh Ketua MK sedangkan salinannya ditandatangani oleh seluruh anggota MK; 4. Anggota MK yang tidak setuju dengan suatu surat keputusan, tidak menandatangani salinan tersebut dan membuat pernyataan tentang alasan ketidaksetujuannya; 5. Penyerahan Surat Keputusan : a. Surat Keputusan MK dapat dikirimkan melalui faksimili untuk kemudian disampaikan kepada Anggota melalui kurir atau pos tercatat yang memungkinkan diperolehnya bukti tanda terima atas surat keputusan tersebut; b. MK membuat surat pemberitahuan tentang surat keputusan kepada : 1) KPDA Kompartemen; 2) Ketua Kompartemen; 3) Ketua DPN; 4) Pengadu; dan 5) Instansi pengatur (otoritas) yang dipandang perlu oleh MK. 6. Surat keputusan Majelis Kehormatan hanya ditujukan dan berlaku di lingkungan internal Ikatan Akuntan Indonesia sebagai bentuk penegakkan disiplin dan hanya berdampak terhadap status keanggotaan serta tidak ditujukan untuk maksud lain. Surat keputusan ini bukan merupakan produk hukum. Hal ini dinyatakan dalam format surat Keputusan Majelis Kehormatan. BAB V KOMPARTEMEN Pasal Pengurus Kompartemen berwenang: a. menyusun program kerja Kompartemen yang mengacu kepada program kerja DPN IAI; b. pengurus Kompartemen membentuk badan kelengkapan organisasi yang dapat membantu kelancaran tugas pengurus Kompartemen dengan persetujuan DPN;

15 c. mengusulkan Manajemen Eksekutif Kompartemen sebagai alat kelengkapan Pengurus Kompartemen untuk diangkat oleh Manajemen Eksekutif IAI Pusat; d. mengelola keuangan sendiri sesuai dengan ketentuan IAI Pusat; dan e. mewakili Kompartemen dalam bentuk perikatan hukum dengan pihak luar setelah mendapat persetujuan DPN. 2. Pengurus Kompartemen bertanggung jawab: a. melaksanakan segala ketentuan yang dihasilkan rapat anggota Kompartemen dan semua keputusan organisasi IAI; b. memperhatikan dan melaksanakan saran, petunjuk, maupun pengarahan dari DPN; c. memberikan pertanggungjawaban kepada DPN dan rapat anggota Kompartemen; d. menyampaikan laporan kegiatan secara berkala kepada DPN dalam setiap rapat DPN sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat (2) butir a; dan e. menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit setiap tahun sesuai dengan periode pelaporan keuangan IAI Pusat. 3. Pengurus Kompartemen wajib berkoordinasi dengan Pengurus IAI Wilayah dan Manajemen Eksekutif untuk setiap kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah. Pasal 30 Pembubaran Kompartemen 1. Kompartemen dapat dibubarkan apabila rapat anggota kompartemen menghendaki hal tersebut. 2. Prosedur pembubaran kompartemen sebagai berikut : a. Disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir pada forum rapat anggota kompartemen. b. Dikukuhkan melalui SK DPN. BAB VI WILAYAH Pasal 31 Wilayah 1. Pengurus IAI Wilayah berwenang: a. menyusun program kerja IAI Wilayah yang mengacu kepada program kerja DPN IAI;

16 b. membentuk badan-badan kelengkapan organisasi yang dapat membantu kelancaran tugas pengurus IAI Wilayah dengan persetujuan DPN. c. mengusulkan Manajemen Eksekutif sebagai alat kelengkapan Pengurus IAI Wilayah untuk diangkat oleh Manajemen Eksekutif IAI Pusat; d. mengelola keuangan sendiri sesuai dengan ketentuan IAI Pusat; e. mewakili IAI Wilayah dalam bentuk perikatan hukum dengan pihak luar setelah mendapat persetujuan DPN. 2. Pengurus IAI Wilayah bertanggung jawab: a. melaksanakan segala ketentuan yang dihasilkan rapat anggota IAI Wilayah dan semua keputusan organisasi; b. memperhatikan dan melaksanakan saran, petunjuk, maupun pengarahan dari DPN; c. menyiapkan infrastruktur pendukung kesekretariatan di IAI Wilayah; d. membentuk IAI Knowledge Center sebagai pusat pelayanan keanggotaan dan kegiatan rutin IAI lainnya; e. memberikan pertanggungjawaban kepada DPN dan rapat anggota IAI Wilayah; f. menyampaikan laporan kegiatan secara berkala kepada DPN dalam setiap rapat DPN; g. menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit setiap tahun sesuai dengan tahun buku IAI Pusat. 3. Pengurus IAI Wilayah wajib berkoordinasi dengan Pengurus Kompartemen untuk setiap kegiatan yang akan dilaksanakan di wilayah terkait dengan kompartemen, dan Manajemen Eksekutif untuk setiap kegiatan yang akan dilaksanakan di daerah. 4. Pengurus IAI Wilayah yang berada dalam satu Provinsi yang sama wajib melakukan koordinasi dengan IAI Wilayah lain dalam satu Provinsi yang sama. Pasal 32 Penggantian kepengurusan IAI Wilayah 1. Pengurus IAI Wilayah dapat diganti sebelum masa bakti kepengurusannya berakhir apabila: a. Meninggal dunia b. Mengundurkan diri c. Dinilai tidak dapat menjalankan kegiatan dan fungsi organisasi IAI di wilyahnya, dan melaksanakan keputusan rapat anggota wilayah d. Melanggar kode etik IAI e. Berhalangan tetap (sakit atau dikenai sanksi pidana) f. Berpindah tugas dan atau tempat tinggal 2. Prosedur penggantian dilaksanakan melalui mekanisme rapat anggota IAI Wilayah.

17 Pasal 33 Syarat Pembentukan Wilayah 1. IAI Wilayah dapat dibentuk apabila memiliki Anggota Biasa sekurang-kurangnya 50 orang. 2. Apabila jumlah minimum Anggota Biasa tidak dapat dipenuhi maka pembentukan wilayah dapat dilakukan dengan persetujuan DPN. 3. IAI Wilayah dapat dibentuk apabila telah mempersiapkan kelengkapan manajemen dan infrastruktur pendukung kesekretariatan, antara lain kantor tempat kedudukan dan sarana pendukung operasional yang memadai untuk memenuhi kebutuhan organisasi Wilayah. 4. Pembentukan Wilayah minimal harus meliputi Daerah Kabupaten atau Kota. 5. Pembentukan IAI Wilayah baru di suatu Daerah Kabupaten atau Kota yang merupakan perluasan dari IAI Wilayah yang telah ada, wajib dikoordinasikan dengan IAI Wilayahnya. Pasal 34 Tata Cara Pembentukan Wilayah 1. Anggota Biasa di suatu Daerah Kabupaten atau Kota membentuk panitia persiapan pembentukan IAI Wilayah. 2. Pembentukan IAI Wilayah baru di suatu Daerah Kabupaten atau Kota yang merupakan perluasan dari IAI Wilayah yang telah ada, mengajukan permohonan dukungan pembentukan IAI Wilayah secara tertulis kepada IAI Wilayahnya. 3. Panitia persiapan pembentukan IAI Wilayah mengajukan permohonan pembentukan IAI Wilayah secara tertulis kepada DPN dengan dilampiri kelengkapan persyaratan pembentukan IAI Wilayah. 4. Keputusan DPN atas pembentukan IAI Wilayah harus diberitahukan secara tertulis kepada panitia persiapan pembentukan IAI Wilayah dalam jangka waktu selambatlambatnya 2 (dua) bulan sejak permohonan diterima dan diumumkan kepada seluruh anggota. 5. DPN menetapkan nama wilayah sesuai dengan tempat dan kedudukan wilayah yang bersangkutan. 6. Panitia persiapan pembentukan IAI Wilayah harus melaksanakan Rapat Anggota Wilayah untuk membentuk Pengurus Wilayah dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak persetujuan pembentukan IAI Wilayah dari DPN. 7. Pengurus IAI Wilayah terpilih harus melaporkan susunan pengurus dan alat kelengkapan untuk ditetapkan oleh DPN dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak dilaksanakannya Rapat Anggota Wilayah. 8. Pengurus IAI Wilayah wajib menandatangani formulir kesediaan dan komitmen sebagai Pengurus IAI Wilayah.

18 9. Pelantikan Pengurus IAI Wilayah dilaksanakan oleh DPN dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya pengurus IAI Wilayah. 10. Tata cara pelantikan Pengurus IAI Wilayah minimal meliputi: a. pembacaan Naskah Pelantikan oleh DPN; b. penandatanganan Berita Acara Pelantikan; c. penyerahan Surat Keputusan dan Berita Acara Pelantikan kepada Pengurus IAI Wilayah. Pasal 35 Tata Cara Pembubaran Wilayah 1. Pembubaran Wilayah dapat dilakukan secara langsung oleh Dewan Pengurus Nasional ataupun berdasarkan permohonan dari Pengurus Wilayah. 2. Wilayah yang terbentuk dapat dibekukan sementara oleh Dewan Pengurus Nasional jika: d. Wilayah yang bersangkutan secara 2 (dua) tahun berturut-turut tidak mempunyai kegiatan dan atau tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban baik keuangan maupun operasional kepada Dewan Pengurus Nasional setelah diberikan permintaan, peringatan dan teguran secara tertulis kepada Pengurus Wilayah, dan atau; e. Jumlah Anggota Wilayah pada 2 (dua) triwulan berturut-turut dibawah persyaratan minimal jumlah Anggota untuk membentuk Wilayah. 3. Dalam hal kondisi pada butir 2.a terjadi, Pengurus Wilayah harus memberikan jawaban tertulis atas permintaan, peringatan, dan teguran tertulis dari Dewan Pengurus Nasional selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tanggal diterimanya permintaan, peringatan, dan teguran tertulis tersebut. 4. Pembubaran Wilayah dilakukan secara langsung oleh Dewan Pengurus Nasional terhadap Wilayah yang dibekukan sementara setelah Pengurus Wilayah tidak memberikan jawaban dalam batas waktu yang ditentukan sebagaimana ditentukan oleh butir Dalam hal kondisi pada butir 2.b terjadi, Dewan Pengurus Nasional memberikan jangka waktu 6 (enam) bulan kepada Pengurus Wilayah untuk mengupayakan penambahan jumlah Anggota baik dalam Wilayah itu sendiri maupun daerah lainnya yang belum tergabung dengan Wilayah IAI lainnya. 6. Penggabungan satu Wilayah dengan Wilayah lainnya sebagai upaya untuk menambah jumlah Anggota harus berdasarkan persetujuan Dewan Pengurus Nasional dan Rapat Anggota dari masing-masing Wilayah yang bergabung. 7. Usulan tertulis penggabungan Wilayah beserta hasil rapat Anggota dari masingmasing Wilayah yang akan bergabung disampaikan kepada Dewan Pengurus Nasional paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum batas waktu sebagaimana disebutkan oleh butir d berakhir. 8. Dewan Pengurus Nasional harus memberitahukan keputusannya dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah usulan tersebut diterima.

19 9. Pembubaran Wilayah dilakukan secara langsung oleh Dewan Pengurus Nasional terhadap Wilayah yang dibekukan sementara setelah Pengurus Wilayah tidak mampu memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan oleh butir 4 dan Dalam hal pembubaran Wilayah diajukan oleh Pengurus Wilayah maka permohonan pembubaran Wilayah harus diajukan secara tertulis kepada Dewan Pengurus Nasional dengan dilampiri persetujuan rapat Anggota atas pembubaran Wilayah tersebut disertai dengan alasan-alasan pembubaran dengan jelas. 11. Dewan Pengurus Nasional harus memberitahukan keputusannya dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah permohonan tersebut diterima. 12. Persetujuan atas pembubaran Wilayah tersebut harus diberitahukan secara tertulis oleh Dewan Pengurus Nasional kepada semua Anggota dengan tembusan ke Wilayah-Wilayah lain dan Kompartemen. 13. Jika Dewan Pengurus Nasional memutuskan untuk menolak permohonan tersebut, kepada yang mengajukan harus diberitahukan secara tertulis disertai dengan alasan dan langkah alternatif yang harus ditempuh untuk menghindari pembubaran Wilayah. BAB VII DEWAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN Pasal 36 Tugas DSAK 1. Melakukan perumusan, pengembangan, dan pengesahan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang meliputi: a. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan; b. Pernyataan SAK; c. Panduan Aplikasi SAK; d. Interpretasi SAK; e. Panduan Implementasi SAK; f. Buletin Teknis. 2. Menjawab pertanyaan yang terkait dengan SAK dari pemerintah, asosiasi industri dan lembaga luar negeri. Pasal 37 Keanggotaan DSAK 1. Anggota DSAK berjumlah 17 orang yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota, 2 orang wakil ketua merangkap anggota, dan 14 orang anggota. 2. Anggota DSAK ditetapkan dan diberhentikan oleh DPN dengan mempertimbangkan masukan dari DKSAK.

20 3. Proses recruitment anggota DSAK menjadi tanggung jawab DPN. DPN dapat meminta usulan calon anggota DSAK kepada DKSAK dan DSAK. 4. Masa kerja anggota DSAK adalah 4 tahun. 5. Untuk kesinambungan penyusunan SAK, penggantian anggota DSAK dilakukan secara bergiliran. Dalam satu periode masa jabatan, jumlah anggota DSAK yang diganti sedapat mungkin tidak lebih dari 8 orang. 6. Atas dasar masukan/pertimbangan khusus dari DKSAK dan/atau DSAK, masa jabatan anggota DSAK dapat diperpanjang maksimal untuk 2 tahun berikutnya melalui ketetapan DPN. Pasal 38 Kriteria anggota DSAK 1. Memiliki pengetahuan mengenai akuntansi dan pelaporan keuangan; 2. Memiliki tingkat intelektual, integritas, dan disiplin tinggi; 3. Memiliki temperamen judisial; 4. Mampu untuk bekerja dengan suasana kolegial; 5. Memiliki kemampuan komunikasi; 6. Memiliki pemahaman lingkungan bisnis dan pelaporan keuangan; 7. Mempunyai komitmen untuk menjalankan misi DSAK dan IAI; 8. Secara sukarela bersedia mencurahkan waktu untuk menjalankan tugasnya sebagai anggota DSAK; 9. Bersedia mendahulukan kepentingan menegakkan citra profesi akuntansi dan kepentingan menciptakan standar pelaporan keuangan yang bernilai tinggi diatas kepentingan lainnya. Pasal 39 Komposisi Anggota DSAK 1. Komposisi anggota DSAK terdiri dari : a. wakil dari setiap asosiasi/kompartemen IAI; b. wakil dari instansi pemerintah, asosiasi bisnis, lembaga non pemerintah yang berkepentingan dengan pengembangan SAK; c. orang pribadi yang ditunjuk berdasarkan kapasitas pribadinya (tidak mewakili instansi/asosiasi); 2. Wakil dari pihak-pihak seperti yang disebut pada ayat 1 diatas harus memenuhi seluruh kriteria yang disebut pada pasal 35. Tidak diperkenankan adanya lebih dari satu anggota DSAK yang bekerja/berpraktek pada instansi/lembaga yang sama. 3. Instansi pemerintah, asosiasi bisnis, lembaga non pemerintah yang diwakili di DSAK ditetapkan oleh Dewan Pengurus Nasional (DPN) setelah berkonsultasi dengan DKSAK dan DSAK.

21 4. DSAK dapat mengusulkan kepada DPN untuk menunjuk orang pribadi yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang tertentu sebagai nara sumber tetap untuk membantu pelaksanaan tugas DSAK. Pasal 40 Ketua DSAK 1. Ketua DSAK mempunyai tanggung jawab untuk memimpin rapat-rapat DSAK dan pertemuan lain, pengembangan dan pengawasan kebijakan administratif, bekerjasama dengan pengurus dalam membuat anggaran DSAK, melakukan kontak dengan konstituen dan DPN IAI. 2. Kriteria tambahan untuk Ketua DSAK yaitu : a. Kemampuan untuk membuat, menetapkan tujuan dan mengelola organisasi DSAK; b. Kemampuan untuk memberikan inspirasi untuk kolega dan bawahan agar tercapai usaha yang maksimum; c. Kemampuan untuk mengalokasikan sumber daya DSAK; d. Kemampuan untuk mewakili organisasi secara efektif; e. Kemampuan untuk mengatasi konflik antar pihak yang berkepentingan dalam penyusunan SAK dan untuk mencapai konsensus; f. Sensitif terhadap perbedaan kepentingan antara pemerintah dan sektor swasta dalam konteks standar pelaporan keuangan. Pasal 41 Gugurnya Keanggotaan DSAK Anggota akan gugur dari keanggotaan DSAK secara otomatis jika: 1. Tidak hadir dalam rapat DSAK sebanyak 4 kali berturut-turut terhadap rapat DSAK yang dijadualkan dalam 1 tahun (12 bulan). Perhitungan ketidakhadiran tidak berlaku apabila anggota DSAK menyampaikan tanggapan/masukan atas hal-hal yang sedang dibahas dalam agenda rapat DSAK. 2. Tidak hadir sebanyak 50% atau lebih dalam seluruh rapat DSAK dan tim perumus yang diselenggarakan dalam periode 1 tahun (12 bulan); 3. Tidak memenuhi salah satu ketentuan kriteria anggota DSAK sebagaimana disebutkan dalam butir 3 diatas; 4. Mengundurkan diri; 5. Berhalangan secara tetap.

22 Pasal 42 Due Process Prosedur penyusunan SAK 1. Due Process Prosedur penyusunan SAK sebagai berikut : a. Identifikasi issue untuk dikembangkan menjadi standar; b. Konsultasikan issue dengan DKSAK; c. Membentuk tim kecil dalam DSAK; d. Melakukan riset terbatas; e. Melakukan penulisan awal draft; f. Pembahasan dalam komite khusus pengembangan standar yang dibentuk DSAK; g. Pembahasan dalam DSAK; h. Penyampaian Exposure Draft kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak penerapan standar; i. Peluncuran draft sebagai Exposure Draft dan pendistribusiannya; j. Public hearing; k. Pembahasan tanggapan atas Exposure Draft dan masukan Public Hearing; l. Limited hearing m. Persetujuan Exposure Draft PSAK menjadi PSAK; n. Pengecekan akhir; o. Sosialisasi standar. 2. Due Process Procedure penyusunan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing. Pasal 43 Due Process Prosedur pencabutan SAK 1. Due Process Prosedur pencabutan SAK sebagai berikut : a. Identifikasi isu mengenai pencabutan standar b. Konsultasikan isu dengan Dewan Konsultatif SAK c. Membentuk tim kecil dalam DSAK d. Melakukan riset terbatas e. Melakukan penulisan awal draft pencabutan standar f. Pembahasan dalam komite khusus pencabutan standar yang dibentuk Dewan SAK g. Pembahasan dalam Dewan SAK h. Penyampaian exposure draft pencabutan standar kepada DKSAK untuk meminta pendapat dan pertimbangan dampak pencabutan standar i. Peluncuran draft pencabutan standar sebagai exposure draft dan pendistribusiannya

23 j. Penyelenggaraan public hearing atau limited hearing k. Pembahasan tanggapan atas exposure draft pencabutan standar dan masukan public hearing/limited hearing l. Persetujuan pencabutan standar m. Sosialisasi pencabutan standar 2. Due Process Procedure pencabutan Interpretasi SAK, Panduan Implementasi SAK dan Buletin Teknis tidak wajib mengikuti keseluruhan tahapan due process yang diatur dalam ayat 1 diatas, misalnya proses public hearing. Pasal 44 Proses pengambilan keputusan dalam rapat DSAK 1. DSAK hanya dapat mengambil keputusan mengikat dalam rapat DSAK yang dihadiri oleh paling kurang 51% dari jumlah seluruh anggota atau 51% dari jumlah seluruh anggota yang tidak memiliki benturan kepentingan (apabila terdapat anggota DSAK yang memiliki benturan kepentingan dalam pengambilan keputusan tertentu). 2. Anggota DSAK wajib mengungkapkan apabila ia memiliki Benturan Kepentingan dengan masalah pokok yang akan dibahas dan diputuskan oleh DSAK 3. Dalam hal terdapat Benturan Kepentingan : a. Anggota DSAK wajib mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud sebelum rapat dimulai (dalam upaya memenuhi Aspek Transparansi) b. Pengungkapan Benturan Kepentingan tersebut pada butir a mencakup nama pihak yang memiliki benturan kepentingan dan masalah pokok Benturan Kepentingan c. Anggota DSAK dilarang terlibat dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan (dalam upaya memenuhi Aspek Independensi) d. Pengambilan keputusan dilakukan oleh anggota DSAK lain yang tidak memiliki benturan kepentingan 4. Pengambilan keputusan rapat DSAK dilakukan berdasarkan musyawarah mufakat 5. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud dalam butir 4, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak 6. Segala keputusan rapat DSAK mengikat bagi seluruh anggota DSAK 7. Hasil rapat DSAK wajib dituangkan dalam risalah rapat dan didokumentasikan secara baik 8. Benturan Kepentingan dan perbedaaan pendapat (dissenting opinion) wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat beserta alasan perbedaan pendapat tersebut. Pasal 45 Laporan Kegiatan DSAK DSAK menyampaikan laporan kegiatannya secara berkala kepada DPN.

24 Pasal 46 Pengawasan DSAK Pengawasan atas mekanisme kerja DSAK dilakukan oleh DPN. Pasal 47 Lain-lain DPN dapat menetapkan keputusan yang tidak sesuai keputusan diatas berdasarkan pertimbangan tertentu setelah konsultasi dengan DSAK dan DKSAK. BAB VIII STANDAR PROFESI AKUNTAN PUBLIK DAN STANDAR KOMPETENSI LAINNYA Pasal 48 Standar Profesi Akuntan Publik dan Standar Kompetensi Lainnya 1. Pengalihan mandat perumusan, pengembangan dan pengesahan Standar Profesi Akuntan Publik dan Standar Kompetensi lainnya dapat dilakukan oleh DPN kepada asosiasi/kompartemen yang dinilai mampu untuk merumuskan, mengembangkan dan mengesahkan Standar Profesi Akuntan Publik dan Standar Kompetensi lainnya. 2. Pengalihan mandat dikukuhkan melalui SK DPN. 3. Mandat yang diberikan dapat ditarik kembali/dibatalkan apabila terbukti asosiasi/kompartemen tidak dapat melaksanakan perumusan, pengembangan, dan pengesahan Standar Profesi Akuntan Publik dan Standar Kompetensi Lainnya dengan baik. 4. Asosiasi/kompartemen wajib menyampaikan secara rutin perkembangan aktivitas perumusan, pengembangan dan pengesahan Standar Profesi Akuntan Publik dan Standar Kompetensi Lainnya kepada DPN BAB IX DEWAN PENGUJI UJIAN SERTIFIKASI Pasal 49 Kewenangan DP US 1. Merumuskan, mengembangkan dan mengesahkan standar pengendalian mutu pelaksanaan ujian sertifikasi.

25 2. Melaksanakan quality control pelaksanaan ujian sertifikasi melalui proses assasment terhadap penyelengaraan ujian sertifikasi. 3. Memberikan rekomendasi kelayakan pelaksanaan ujian sertifikasi baru yang akan dilaksanakan IAI. 4. Memberi masukan kepada dewan penguji ujian sertifikasi. 5. Memperluas kerjasama dengan pihak terkait untuk pengembangan ujian sertifikasi. 6. Meningkatkan pengakuan publik akan pelaksanaan ujian sertifikasi. Pasal 50 Keanggotaan DP US 1. Anggota DP US berjumlah 9 orang yang terdiri atas akuntan yang memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan ujian sertifikasi. 2. Masa kerja anggota DP US adalah 4 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. 3. DP US menyampaikan pertanggungjawaban hasil kegiatannya secara berkala kepada DPN 4. Keputusan rapat DP US akan dianggap sah apabila dihadiri minimal 5 orang anggota. 5. DP US melaksanakan rapat minimal 4 kali dalam setahun. 6. Anggota DP US wajib menghadiri minimal 50 % dari seluruh rapat DP US. 7. Apabila ketentuan kehadiran tidak terpenuhi maka anggota DP US yang bersangkutan dengan suka rela mengundurkan diri dari jabatannya. BAB X KOMITE ETIKA Pasal Masa kerja anggota Komite Etika adalah 4 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. 2. Komite Etika menyampaikan pertanggungjawaban hasil kegiatannya secara berkala kepada DPN 3. Keputusan rapat komite etika akan dianggap sah apabila dihadiri minimal 5 orang anggota. 4. Komite Etika melaksanakan rapat minimal 4 kali dalam setahun. 5. Anggota komite etika wajib menghadiri minimal 50 % dari seluruh rapat komite etika. 6. Apabila ketentuan kehadiran tidak terpenuhi maka anggota Komite Etika yang bersangkutan dengan suka rela mengundurkan diri dari jabatannya.

26 BAB XI KOMITE PENEGAKAN DISIPLIN ANGGOTA Pasal Hasil keputusan KPDA harus ditembuskan kepada MK. 2. Apabila ada proses banding, maka Majelis Kehormatan akan melaksanakan koordinasi dengan Komite Penegakan Disiplin Anggota. 3. Dalam proses banding, KPDA harus memberikan penjelasan kasus penegakan disiplin anggota yang ditanganinya dan menyampaikan materi/dokumen terkait kepada Majelis Kehormatan. 4. Dalam penyampaian penjelasan kepada MK, KPDA harus diwakili oleh Ketua KPDA dan dapat didampingi oleh anggotanya. BAB XII BADAN KHUSUS Pasal Badan-badan khusus yang dibentuk oleh Dewan Pengurus Nasional tidak bersifat adhoc. 2. Dalam Pelaksanaan kegiatannya, badan-badan khusus dapat meminta bantuan administratif dan/atau teknis grup pelaksana. 3. Masa kerja anggota Badan Khusus adalah 4 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan. 4. Badan Khusus menyampaikan pertanggungjawaban hasil kegiatannya secara berkala kepada DPN 5. Keputusan rapat Badan Khusus akan dianggap sah apabila dihadiri minimal 50% + 1 dari seluruh anggota. 6. Badan Khusus melaksanakan rapat sesuai dengan kebutuhannya. 7. Anggota Badan Khusus wajib menghadiri minimal 50 % dari seluruh rapat Badan Khusus. 8. Apabila ketentuan kehadiran tidak terpenuhi maka anggota Badan Khusus yang bersangkutan dengan suka rela mengundurkan diri dari jabatannya.

27 BAB XIII MANAJEMEN EKSEKUTIF Pasal 54 Fungsi Manajemen Eksekutif berfungsi sebagai berikut: 1. menyiapkan dan menyelenggarakan penjabaran Garis-garis Besar Haluan Organisasi, dan Program Umum IAI; 2. melaksanakan operasionalisasi semua kebijakan DPN; 3. menjaga kesesuaian perumusan kebijakan DPN dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Peraturan Organisasi dan hasil Kongres; 4. memberikan pelayanan bagi Dewan Penasehat, Majelis Kehormatan, Kompartemen, IAI Wilayah, serta semua Badan-badan kelengkapan organisasi lainnya; 5. menjaga konsistensi pelaksanaan program dan operasional organisasi; dan 6. mewakili IAI dalam bentuk perikatan hukum dengan pihak luar. Pasal 55 Tata Kerja 1. Dalam melaksanakan tugasnya manajemen eksekutif tidak dibatasi untuk mendapat masukan dan bekerjasama dengan pihak manapun. 2. Manajemen eksekutif dapat mengusulkan, mengembangkan dan melaksanakan aktivitas baru misalnya berupa pelaksanaan sertifikasi, pendidikan dan pelatihan, serta aktivitas lainnya yang tidak bertentangan dengan tujuan organisasi. 3. Direktur eksekutif berhak menetapkan peraturan organisasi manajemen eksekutif yang mengatur hak-hak dan kewajiban organisasi dan karyawan. 4. Manajemen eksekutif melakukan pengelolaan kekayaan sesuai dengan kebijakan yang ditentukan oleh DPN. 5. Manajemen eksekutif menyusun anggaran penerimaan dan pengeluaran tahunan IAI untuk mendapat persetujuan DPN 6. Manajemen eksekutif menyampaikan secara berkala laporan pertanggungjawaban kepada DPN. 7. Manajemen eksekutif berhak memperoleh penghargaan, rasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. 8. Manajemen eksekutif IAI Wilayah melaksanakan koordinasi dengan manajemen eksekutif IAI Pusat.

28 BAB XIV UANG PANGKAL DAN IURAN ANGGOTA Pasal Besarnya uang pangkal dan iuran anggota adalah sebagai berikut : a. Anggota Perorangan. Uang Pangkal: Rp ,- Iurang Tahunan: Rp ,- b. Anggota Asosiasi Uang Pangkal: Rp ,- Iurang Tahunan: Rp ,- c. Anggota Junior Iurang Tahunan: Rp ,- d. Anggota Perusahaan Uang Pangkal: Rp ,- Iurang Tahunan: Rp ,- 2. Uang pangkal dibayarkan pada saat anggota pertama kali mendaftar menjadi anggota IAI 3. Iuran Tahunan dibayar dimuka pada saat pendaftaran dan saat perpanjangan keanggotaan. 4. Uang pangkal dan iuran anggota junior, asosiasi dan perusahaan sepenuhnya merupakan hak dan dikelola oleh IAI Pusat. 5. Pemungutan iuran dan uang pangkal bagi anggota IAI dilakukan di IAI Wilayah dimana anggota berdomisili. 6. Pembagian hasil penerimaan uang pangkal dan iuran anggota ditentukan 50% untuk Dewan Pengurus Nasional dan 50% untuk Pengurus Wilayah untuk Pengurus Wilayah yang bersangkutan. 7. Dewan Pengurus Nasional mempunyai kewenangan untuk mengubah ketentuan pembagian uang pangkal dan iuran anggota sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan organisasi. 8. Sharing iuran dan uang pangkal dari IAI Wilayah dilaksanakan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterimanya uang pangkal dan/atau iuran anggota tersebut. BAB XV TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN ORGANISASI Pasal DPN menetapkan kebijakan pengelolaan kekayaan IAI termasuk keuangan IAI.

29 2. Badan-badan IAI tidak memiliki kewenangan secara langsung atas pengelolaan keuangan. 3. Laporan keuangan IAI Pusat, Wilayah, dan Kompartemen disusun setiap tahun. 4. Laporan keuangan gabungan IAI meliputi laporan keuangan IAI Pusat, Wilayah, dan Kompartemen yang disusun setiap tahun. 5. Laporan keuangan IAI Pusat dan laporan keuangan gabungan IAI diaudit oleh Auditor Independen. 6. Periode tahun buku IAI adalah 1 Juli sampai dengan tanggal 30 Juni tahun berikutnya. 7. Laporan keuangan Wilayah dan Kompartemen harus disusun setiap tahun sejak masa jabatan Pengurus yang bersangkutan untuk dilaporkan kepada Dewan Pengurus Nasional dan dipertanggungjawabkan dalam Rapat Anggota Wilayah dan Kompartemen.

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN. Pasal 1 KETENTUAN UMUM ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2009 BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 KETENTUAN UMUM Anggota Institut Akuntan Manajemen Indonesia (IAMI) adalah perseorangan dan perusahaan yang

Lebih terperinci

Ketentuan Pengalaman Praktik Keprofesian di Bidang Akuntansi Anggota Utama/Pemegang Sertifikat CA IAI

Ketentuan Pengalaman Praktik Keprofesian di Bidang Akuntansi Anggota Utama/Pemegang Sertifikat CA IAI KETENTUAN CHARTERED ACCOUNTANT (CA) IKATAN AKUNTAN INDONESIA (IAI) Penerimaan Anggota Utama / Pemberian Sertifikat CA IAI 1) Permohonan untuk menjadi Anggota Utama/PenerimaSertifikat CA IAI harus diajukan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016 ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN MANAJEMEN INDONESIA TAHUN 2016 BAB I KEANGGOTAAN DAN PERSYARATANNYA Pasal 1 Ketentuan Umum Anggota Akuntan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANTROPOLOGI INDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Nama Organisasi Asosiasi Antropologi Indonesia disingkat AAI selanjutnya disebut AAI. Pasal 2 Makna AAI adalah wadah tunggal

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA AD & ART LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT NUSANTARA CORRUPTION WATCH LSM NCW

ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA AD & ART LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT NUSANTARA CORRUPTION WATCH LSM NCW ANGGARAN DASAR dan ANGGARAN RUMAH TANGGA AD & ART LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT NUSANTARA CORRUPTION WATCH LSM NCW ANGGARAN RUMAH TANGGA Nusantara Corruption Watch (NCW) BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Persyaratan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA TAHUN 2017

ANGGARAN DASAR INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 ANGGARAN DASAR INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 MUKADIMAH Kegiatan perekonomian yang transparan, akuntabel, responsibel, efisien, dan bersih membutuhkan informasi keuangan yang berkualitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA w w w.bp kp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA DRAFT ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA IKATAN KELUARGA ALUMNI TEKNIK KIMIA (IKA TEKNIK KIMIA) Politeknik Negeri

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.196, 2012 ADMINISTRASI. Akuntan Publik. Komite. Profesi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5352) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT. BPR KANAYA PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS I. LATAR BELAKANG Dewan Komisaris diangkat oleh Pemegang Saham untuk melakukan pengawasan serta

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI mencakup: A. Komposisi, Kriteria, dan Independensi Direksi B. Masa Jabatan Direksi C. Rangkap Jabatan Direksi D. Kewajiban, Tugas, Tanggung Jawab

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 BAB II KEANGGOTAAN ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA (AIPTKMI) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Institusi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Kesehatan Masyarakat yang dimaksud

Lebih terperinci

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION

PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA INDONESIAN LEGAL AID AND HUMAN RIGHTS ASSOCIATION PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN BANTUAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA INDONESIA BAB I PERHIMPUNAN WILAYAH Syarat dan Tatacara Pendirian Perhimpunan Wilayah Pasal 1 (1) Perhimpunan Wilayah adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk Page 1 of 11 Daftar Isi 1. Organisasi 2. Independensi 3. Tugas dan Tanggung Jawab 4. Pembentukan Komite-Komite 5. Fungsi

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15 ANGGARAN DASAR BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 15 (1) Pengambilan keputusan organisasi dilaksanakan dalam forum musyawarah dan mufakat. 14 (2) Forum musyawarah dan mufakat diselenggarakan dalam bentuk:

Lebih terperinci

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL DPN APPEKNAS ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 SYARAT MENJADI ANGGOTA Syarat menjadi anggota APPEKNAS, adalah sebagai berikut : 1. Anggota Biasa a. Badan Usaha

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA Masyarakat Telematika Indonesia The Indonesian ICT Society ANGGARAN DASAR ANGGARAN RUMAH TANGGA Anggaran Dasar MASTEL MUKADIMAH Bahwa dengan berkembangnya teknologi, telah terjadi konvergensi bidang Telekomunikasi,

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.761, 2014 KEMENKEU. Konsultan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT SUMBERDAYA SEWATAMA 1 DAFTAR ISI I. DEFINISI...3 II. VISI DAN MISI...4 III. TUJUAN PENYUSUNAN PIAGAM KOMITE AUDIT...4 IV. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB...4 V.

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN AHLI PERENCANA BAB I UMUM Pasal 1 Pengertian Anggaran Rumah Tangga merupakan penjabaran Anggaran Dasar IAP Pasal 2 Pengertian Umum (1) Ahli adalah seorang yang berlatar belakang

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI KONTRAKTOR MEKANIKAL ELEKTRIKAL INDONESIA ( A S K O M E L I N ) BAB I UMUM Pasal 1 DASAR 1. Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Anggaran Dasar yang ditetapkan pada

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.03/2014 TENTANG KONSULTAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan mengenai

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM

ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI ANALIS KEBIJAKAN INDONESIA - AAKI (ASSOCIATION OF INDONESIAN POLICY ANALYSTS - AIPA) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 (1) Analis Kebijakan adalah seseorang yang memiliki kompetensi

Lebih terperinci

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Departemen Keuangan RI Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik Panitia Antar Departemen Penyusunan Rancangan Undang-undang Akuntan Publik Gedung A Lantai 7 Jl. Dr. Wahidin No.1 Jakarta 10710 Telepon:

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA

UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA UNDANG UNDANG KELUARGA BESAR MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN RAYA MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN MAHASISWA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN, PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: 17/PMK.01/2008 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat dan efisien,

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA TAHUN 2017

ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 ANGGARAN RUMAH TANGGA INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Anggaran Rumah Tangga ini yang dimaksud dengan: (1) Anggaran Rumah Tangga ini adalah penjabaran lebih

Lebih terperinci

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk Page 1 of 12 Daftar Isi 1. Organisasi 2. Independensi 3. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi 4. Fungsi Direktur Utama 5. Direktur Kepatuhan 6. Rapat 7. Benturan Kepentingan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2002 TAHUN : 2002 NOMOR : 28 S E R I : D PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT. BANK MESTIKA DHARMA, Tbk Kata Pengantar Komite Audit merupakan komite yang membantu tugas Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsinya terutama dalam meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

K O M I S I I N F O R M A S I

K O M I S I I N F O R M A S I K O M I S I I N F O R M A S I PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN TATA TERTIB KOMISI INFORMASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Komisi Informasi

Lebih terperinci

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain No.62, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Akuntan Publik. Jasa Keuangan. Penggunaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6036) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT BANK MASPION INDONESIA Tbk

PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT BANK MASPION INDONESIA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER) PT BANK MASPION INDONESIA Tbk PENDAHULUAN Komite Audit merupakan komite yang membantu tugas Dewan Komisaris dalam melaksanakan fungsi pengawasan terutama dalam:

Lebih terperinci

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan

PIAGAM KOMISARIS. A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan PIAGAM KOMISARIS A. Organisasi, Komposisi dan Keanggotaan I. Struktur: 1. Dewan Komisaris paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang anggota. Salah satu anggota menjabat sebagai Komisaris Utama dan satu

Lebih terperinci

Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN

Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek SALINAN Yth. Direksi Perusahaan Efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 19 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 141 /PMK.010/2009 TENTANG PRINSIP TATA KELOLA LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH MINYAK DAN GAS BUMI KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA

ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA BAB I U S A H A Pasal 1 U s a h a (1) Kegiatan usaha yang diatur dalam Anggaran Dasar HPJI diselenggarakan dengan acuan sebagai berikut : 1.

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN

ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN Pasal 1 1. Anggota AJI adalah jurnalis yang telah memenuhi syarat profesional dan independen yang bekerja untuk media massa cetak, radio, televisi, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI. PT Mandom Indonesia

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI. PT Mandom Indonesia PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT Mandom Indonesia Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 1 ANGGARAN DASAR Halaman 1 dari 2 halaman 2 IKATAN ALUMNI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS 4 IKATAN KELUARGA ALUMNI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA

ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA ANGGARAN RUMAH TANGGA ASOSIASI AHLI MANAJEMEN ASURANSI INDONESIA BAB I PENERIMAAN DAN PENGANGKATAN ANGGOTA Pasal 1 1. Permintaan untuk menjadi anggota, dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk

PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk I. LATAR BELAKANG Berdasarkan Pasal 35 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten

Lebih terperinci

BATANG TUBUH PENJELASAN

BATANG TUBUH PENJELASAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2016 TENTANG TATA CARA DALAM MENGGUNAKAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK BAGI LEMBAGA YANG DIAWASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 67 /POJK.04/2017 TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Anggaran Rumah Tangga Daihatsu Zebra Club (ZEC)

Anggaran Rumah Tangga Daihatsu Zebra Club (ZEC) Anggaran Rumah Tangga Daihatsu Zebra Club (ZEC) BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Anggota Anggota ZEC adalah seperti yang dimaksud dalam Pasal 11 Anggaran Dasar Daihatsu Zebra Club. Pasal 2 Ketentuan dan Syarat

Lebih terperinci

-1- SALINANSALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /SEOJK.04/2016 TENTANG

-1- SALINANSALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /SEOJK.04/2016 TENTANG -1- Yth. Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINANSALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /SEOJK.04/2016 TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL PENJAMIN

Lebih terperinci

Pedoman Kerja Komite Audit

Pedoman Kerja Komite Audit Pedoman Kerja Komite Audit PT Erajaya Swasembada Tbk & Entitas Anak Berlaku Sejak Tahun 2015 Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PERUBAHAN KE VII Hasil Keputusan Rapat Kerja Nasional Pra Kongres di Jakarta tanggal 25-26 Oktober 2013 BAB I STATUS PERKUMPULAN Pasal 1 IKATAN PEJABAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH AGRO SELAPARANG KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.116 /SEOJK.04/ TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.116 /SEOJK.04/ TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI -1- Yth. Wakil Manajer Investasi di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.116 /SEOJK.04/2016.. TENTANG PENGAKUAN TERHADAP ASOSIASI WAKIL MANAJER INVESTASI Dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6A TAHUN 2009 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR RESIK KOTA TASIKMALAYA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6A TAHUN 2009 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR RESIK KOTA TASIKMALAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6A TAHUN 2009 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR RESIK KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN ALUMNI STEMBAYO BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini bersumber pada Anggaran Dasar IKA- STEMBAYO yang berlaku oleh karena itu tidak bertentangan dengan ketentuan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS. PT Mandom. Indonesia

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS. PT Mandom. Indonesia PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Mandom Indonesia TBK 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Komite Audit

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Komite Audit PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Komite Audit PIAGAM KOMITE AUDIT PT LIPPO KARAWACI Tbk ( Perseroan ) I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Komite Audit berdasarkan kepada: a. Keputusan Direksi PT Bursa Efek

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.04/2014 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.04/2014 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2014 TENTANG AHLI SYARIAH PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA MUKADIMAH

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA MUKADIMAH ANGGARAN DASAR HIMPUNAN PENGEMBANGAN JALAN INDONESIA MUKADIMAH Bahwa sesungguhnya pengabdian kepada bangsa dan negara adalah kewajiban setiap warga negara Indonesia yang harus dilaksanakan dan dikembangkan

Lebih terperinci

PEDOMAN KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI PT UNILEVER INDONESIA TBK

PEDOMAN KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI PT UNILEVER INDONESIA TBK PEDOMAN KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI PT UNILEVER INDONESIA TBK I. LATAR BELAKANG Komite Nominasi dan Remunerasi ( Komite ) PT Unilever Indonesia Tbk., ( Perseroan ) adalah komite yang dibentuk dan bertanggung

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PERATURAN KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK NOMOR 3/PKPAP/2014 TENTANG TATA KERJA PERUMUSAN PERTIMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK, Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Dewan Komisaris... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Waktu

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA.

ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA. ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II BAB I IKATAN PENSIUNAN PELABUHAN INDONESIA II DAN WILAYAH KERJA Pasal 1 (1) Ikatan Pensiunan Pelabuhan Indonesia II disingkat IKAPENDA sebagaimana

Lebih terperinci

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1

ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM. Pasal 1 ANGGARAN RUMAH TANGGA BADAN PERFILMAN INDONESIA BAB I UMUM Pasal 1 Anggaran Rumah Tangga ini disusun berdasarkan Pasal 28 Anggaran Dasar Badan Perfilman Indonesia, merupakan rincian atas hal-hal yang telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PASAR SELAPARANG KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN RUA No.05/CIVAS/RUA/XII/14. Tentang

KEPUTUSAN RUA No.05/CIVAS/RUA/XII/14. Tentang KEPUTUSAN RUA No.05/CIVAS/RUA/XII/14 Tentang ANGGARAN DASAR CENTER FOR INDONESIAN VETERINARY ANALYTICAL STUDIES (CIVAS) BAB I NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN, WAKTU PENDIRIAN DAN WILAYAH KEGIATAN Pasal 1 Organisasi

Lebih terperinci

PEDOMAN dan TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT BANK MASPION INDONESIA Tbk

PEDOMAN dan TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT BANK MASPION INDONESIA Tbk PEDOMAN dan TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT BANK MASPION INDONESIA Tbk Pedoman dan Tata Tertib Kerja untuk anggota Dewan Komisaris PT. Bank Maspion Indonesia Tbk, yang selanjutnya disebut Bank, disusun

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT Matahari Department Store Tbk ( Perseroan ) Daftar Isi 1. Landasan Hukum 2. Fungsi Dewan Komisaris 3. Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang 4. Pelaporan dan

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS I. Pengantar Pedoman ini membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Direksi dan Dewan Komisaris di Perseroan, seperti : tugas, wewenang, pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

Pedoman Dewan Komisaris. PT Astra International Tbk

Pedoman Dewan Komisaris. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Desember 2015 PEDOMAN DEWAN KOMISARIS 1. Pengantar Sebagai perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, PT Astra International Tbk ( Perseroan atau Astra )

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA

ANGGARAN DASAR IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA ANGGARAN DASAR IKATAN AHLI KESEHATAN MASYARAKAT INDONESIA Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa Bangsa Indonesia telah berhasil merebut kemerdekaan dari penjajah, dan oleh karena itu adalah kewajiban segenap

Lebih terperinci