DAMPAK KASUS ILLEGAL LOGGING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAMPAK KASUS ILLEGAL LOGGING"

Transkripsi

1 DAMPAK KASUS ILLEGAL LOGGING (PEMBALAKAN LIAR) DI DESA TANGGA BARITO KECAMATAN DULUPI KABUPATEN BOALEMO Yeti s. hasan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Jl.Jend. Soedirman No. 06 Kota Gorontalo. Tel Fax ABSTRAK Penulisan skripsi ini meneliti Dampak Kasus Illegal Logging (Pembalakan Liar) Di Desa Tangga Barito Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, bahwa faktor-faktor yang ditimbulkan dari kasus illegal logging (pembalakan liar) di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi, yakni Penegakan hukum kehutanan yang belum berjalan secara optimal, masih adanya peredaran kayu yang tidak menggunakan dokumen, penebangan yang berlebihan/muatan kayu secara fisik tidak sesuai dengan yang tertera didalam dokumen Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK). Selain itu, dampak yang ditimbulkan dari kasus Illegal Logging yakni kerusakan hutan, berkurangnya lapisan tanah yang subur, berkurangnya sumber mata air, kerugian secara financial dan berkurangnya tegakan pohon pada lokasi perlindungan. Upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam menanggulangi kasus illegal logging (pembalakan liar) di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi, ada dua upaya yang dilakukan pemerintah Boalemo pertama, upaya pencegahan (preventif), pendekatan ini dilakukan oleh pemerintah daerah Boalemo dengan cara menggalang masyarakat sekitar hutan untuk menolak praktek illegal logging (pembalakan liar), melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan menggandeng unsur-unsur yang ada dalam masyarakat. reboisasi atau penanaman hutan yang gundul dan menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.kedua, upaya penanggulangan (represif) yakni memperketat patroli kehutanan dengan menempatkan pos jaga di sekitar kawasan hutan, membentuk tim terpadu pengamanan hutan dan menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar. Kata Kunci : Illegal Logging 1

2 PENDAHULUAN Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional.hal ini disebabkan hutan itu bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Manfaat itu dapat dibedakan atas dua macam yakni manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. 1 Berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kehutanan dan Pertambangan (Dishuttamben) Provinsi Gorontalo, areal hutan Provinsi Gorontalo tercatat seluas , 08 hektar. Luas hutan di Gorontalo ini sudah termasuk didalamnya hutan produksi seluas hektar, hutan konservasi seluas hektar, dan hutan lindung seluas hektar yang tersebar di seluruh Kabupaten dan kota se Provinsi Gorontalo. 2 Kerusakan hutan yang tersebar di masing-masing Kabupaten se provinsi Gorontalo di dominasi aksi perambahan hutan dan illegal logging. Diprediksi luasan hutan yang tersisa itu akan semakin berkurang bila kegiatan pembabatan hutan dan illegal loging masih terus berlangsung. Sementara itu dilihat dari segi luasan kerusakan hutan, Kabupaten Boalemo menempati posisi tertinggi mencapai hektar. Dari beberapa Kecamatan yang ada di Boalemo, yang paling tinggi kerusakan hutan tersebut terdapat di Kecamatan Dulupi mencapai ,52 hektar. Kerusakan hutan ini umumnya akibat dari illegal logging (pembalakan liar). Di Kabupaten Boalemo, pada tahun 2012 terdapat 3 kasus illegal logging 1 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, Halm. 1 2 Harian Gorontalo Post, Edidsi 18, Juli 2012 halm. 1 2

3 (pembalakan liar).dari kasus tersebut, umumnya memiliki izin, hanya saja kelebihan volume. Seperti yang terjadi di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi. Dalam kasus ini pihak Polres Boalemo berhasil menggagalkan aksi pembalakan kayu illegal. Jumlah kayu yang di amankan tersebut 276 balok jenis rimba campuran atau setara 70 kubik. Di duga kuat kayu tersebut berasal dari kawasan hutan lindung Dusun Moliulo, Desa Tangga Barito Kecamatan Dulupi. Luas hutan lindung di Dusun Moliulo, 524 Ha, 3 Akibat dari pembalakan liar tersebut menimbulkan dampak-dampak negatif. Salah satunya bencana banjir bandang dalam kurun waktu tahun 2010 dan tahun 2011, selain itu mengakibatkan kerusakan lingkungan di seluruh wilayah Kabupaten Boalemo. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah dalam penelitian ini yakni : Apakah dampak lingkungan dan faktor-faktor yang ditimbulkan dari kasus illegal logging (pembalakan liar) di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi? Upaya apakah yang dilakukan pemerintah daerah dalam menanggulangi kasus illegal logging (pembalakan liar) di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan menganalisis dampak lingkungan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus illegal logging (pembalakan liar) di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi. 3 Harian Gorontalo Post Edisi 18 Oktober 2012 halm. 1. 3

4 Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam menanggulangi kasus illegal logging (pembalakan liar) di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi. METODE PENELITIAN Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis sosiologis, yaitu suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum (yuridis) tetapi disamping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat. 4 Sarana yang digunakan untuk mengumpulkan data dari lapangan dilakukan dengan cara wawancara dan kuesioner.setelah data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan substansinya di analisis secara kualitatif untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan mempergunakan metode berfikir deduktif yaitu suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. HASIL PENELITIAN Dampak Dan Faktor-Faktor Yang Ditimbulkan Dari Kasus Illegal Logging (Pembalakan Liar) Di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi Illegal logging (pembalakan liar) merupakan kejahatan karena dampak yang ditimbulkan sangat luas mencakup aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. 4 Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jumetri, Jakarta Ghalia Indonesia, h

5 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adapun dampak lingkungan dan faktor-faktor akibat illegal logging (pembalakan liar) adalah bencana alam, kerusakan flora dan fauna dan punahnya spesies langka, kurangnya penerimaan daerah dari sektor kehutanan, karena pencuri tidak membayar biaya dana reboisasi dan iuran hasil hutan. Dampak lainnya adalah bencana banjir. Pohon-pohon ditebang hingga jumlahnya semakin hari semakin berkurang menyebabkan hutan tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam jumlah yang besar, sehingga air tidak dapat meresap ke dalam tanah sehingga bisa menyebabkan banjir. Di Desa Tangga Barito, khusunya di Dusun Moliulo, pembalakan liar) secara illeggal sangat berdampak terhadap keadaan ekosistem. Adapun dampak-dampak Illegal Logging (pembalakan liar) yang terjadi di Desa Tangga Barito, Dusun Moliulo, berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kehutanan Pertambangan dan Energi sebagai berikut: 5 a) Kerusakan Hutan Dengan adanya krisis ekonomi yang berkelanjutan mengakibatkan tingginya harga-harga barang konsumsi. Sementara masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan Tangga Barito, Dusun Moliulo, umumnya berada di bawah garis kemiskinan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga salah satu cara yang paling mudah adalah memanfaatkan hutan untuk kepentingan diri sendiri dengan jalan memanfaatkan hutan dengan tanpa memperhatikan kaidahkaidah pemanfaatan hutan, khususnya kayu yang ada di hutan tersebut. Sehingga 5 Hasil wawancara dengan Ir.Djimlan sebagai Staf Dinas Kehutanan dan Pertambangan. tanggal 16 April 2013 pukul wita. 5

6 praktek Illegal Logging (pembalakan liar) mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan. b) Berkurangnya Lapisan tanah yang subur Lapisan tanah yang subur sering terbawa arus banjir akibat adanya praktek illegal logging (pembalakan liar). Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang. Jadi secara tidak langsung illegal logging (pembalakan liar) juga menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur di daerah pegunungan dan daerah sekitar hutan. c) Berkurangnya sumber mata air Illegal logging (pembalakan liar) juga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk kepentingan masyarakat setempat, semakin berkurang di akibatkan oleh aksi pembalakan liar. Hal ini mengakibatkan masyarakat di daerah sekitar hutan kekurangan air bersih. d) Kerugian secara financial Praktek Illegal logging (pembalakan liar) yang terjadi di Desa Tangga Barito, Dusun Moliulo, memberi dampak yang sangat merugikan masyarakat sekitar. Kerugian yang diakibatkan oleh kerusakan hutan ini tidak hanya kerusakan secara nilai ekonomi, selain itu mengakibatkan kehancuran sumberdaya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran kehidupan masyarakat dan hilangnya kayu sebagai penyangga kehidupan makhluk hidup. e) Berkurangnya tegakan pohon pada lokasi perlindungan. 6

7 Kemampuan tegakan (pohon) pada saat masih hidup sangata penting dalam menyerap karbondioksida. Sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya. Namun dengan adanya praktek illegal longing (pembalakan liar) tegakan pohon menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Illegal logging (pembalakan liar) telah menjadi penyebab utama kerusakan hutan yang sangat parah. Bahkan lebih dari itu, pembalakan liar ini telah melibatkan banyak pihak dan dilakukan secara terorganisir serta sistematis. Beberapa faktor penyebab terjadinya illegal logging di Dusun Moliulo adalah: a. Penegakan hukum kehutanan yang belum berjalan secara optimal. Penegakan hukum terhadap kejahatan illegal logging (pembalakan liar) merupakan wewenang dari aparat keamanan yaitu : polisi, Polisi Kehutanan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Beberapa kondisi yang menyebabkan penegakan hukum kehutanan di Dusun Moliulo tidak dapat berjalan secara maksimal adalah adanya masyarakat yang belum paham terhadap aturanaturan yang berlaku. b. Masih adanya peredaran kayu yang tidak menggunakan dokumen. Umumnya dilakukan oleh masyarakat yang ada di Dusun tersebut. Illegal logging (pembalakan liar) tidak hanya terjadi di segmen hulu yaitu penebangan didalam kawasan hutan dan tidak memiliki izin, namun juga terjadi disegmen peredaran. Hasil hutan kayu (dan non kayu) harus memiliki 7

8 dokumen peredaran ketika diangkut dari hulu ke hilir yang disebut juga dengan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH). c. Penebangan yang berlebihan/ Muatan kayu secara fisik tidak sesuai dengan yang tertera didalam dokumen Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK). Seperti yang terjadi di Dusun Moliulo, pemilik kayu memperlihatkan IPHHK yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Boalemo. Namun izin yang di kantongi oleh pemilik kayu tersebut hanya untuk pengambilan kayu sebanyak 25 kubik saja. Sementara kayu yang sudah di tampung oleh pemilik kayu dari para penebang kayu sudah mencapai 70 kubik. Sehingga selisih kelebihan 45 kubik kayu dianggap sebagai pelanggaran hukum. Penyebab lain kerusakan hutan adalah perbuatan illegal logging (pembalakan liar) dikawasan hutan, baik di hutan lindung, hutan produksi maupun hutan lainnya. Illegal logging (pembalakan liar) tersebut ada yang dilakukan dengan menggunakan alat tradisional dan ada pula yang menggunakan alat-alat atau mesin-mesin modern. Penggunaan gergaji dan mesin dalam pembalakan liar mengakibatkan kerusakan hutan semakin cepat dan parah karena pembalakan dilakukan tanpa terkontrol, sehingga kayu dengan ukuran kecil pun ikut tertebang secara liar dan sewenang-wenang. 8

9 Upaya Yang Dilakukan Pemerintah Daerah Dalam Menanggulangi Kasus Illegal Logging (Pembalakan Liar) Di Desa Tangga Barito Dusun Moliulo, Kecamatan Dulupi Permasalahan Illegal Logging (pembalakan liar) telah menjadi permasalahan nasional yang telah merugikan Indonesia baik secara materi maupun non materi. Penindakan terhadap aksi illegal logging (pembalakan liar) tampaknya belum mampu membuat efek jera. Karena sampai sekarang kegiatan illegal logging (pembalakan liar) di wilayah Gorontalo tak kunjung surut. Buktinya pada tanggal 17 Oktober tahun 2012 Polres Boalemo kembali menggagalkan aksi illegal logging (pembalakan liar) di Dusun Moliulo, Desa Tangga Barito, Kecamatan Dulupi, Boalemo. Jumlah kayu yang diamankan tersebut 276 balok jenis rimba campuran, atau setara 70 kubik. Kayu tersebut berasal dari kawasan Hutan Lindung Dusun Moliulo, Desa Tangga Barito, Dulupi. 6 Pemilik kayu tersebut memperlihatkan Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan Pertambangan Kabupaten Boalemo. Namun izin tersebut hanya untuk pengambilan kayu sebanyak 25 kubik saja. Aparat kepolisian, yang dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) Gorontalo, selaku institusi yang mengemban fungsi keamanan dan ketertiban diharapkan dapat memberikan kontribusi yang aktual dalam rangka mendukung Pemerintah Daerah untuk mengantisipasi kerusakan 6 Harian Gorontalo Post, kamis 18 Oktober 2012, hal.1 9

10 hutan yang diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan Illegal logging (pembalakan liar) yang terjadi saat ini di Dusun Moliulo. Penanggulangan illegal logging (pembalakan liar) dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya pencegahan (preventif), dan upaya penanggulangan (represif). Secara garis besar terdapat dua upaya pendekatan pemberantasan praktek illegal logging (pembalakan liar) yang dilakukan pemerintah. Pendekatan kesejahteraan yang bersifat preventif. a) Pendekatan ini dilakukan oleh pemerintah Daerah Boalemo dengan cara menggalang kekuatan dari masyarakat sekitar hutan untuk menolak praktek illegal logging (pembalakan liar). Masyarakat sekitar hutan merupakan gerbang utama dari praktek illegal logging (pembalakan liar) karena faktor kemiskinan dan ketidakberdayaan. b) Melakukan pembinaan kepada masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan/sosialisasi tentang hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut tindak pidana di bidang kehutanan kepada masyarakat. c) Reboisasi atau penanaman hutan yang gundul. d) Menerapkan system tebang pilih dalam menebang pohon. Tindakan supresi (represif) Pendekatan ini dalam upaya pemberantasan praktek illegal logging (pembalakan liar) perlu dilakukan untuk menciptakan kepastian usaha dan penegakan hukum. Pendekatan keamanan dilakukan terkait dengan penyimpangan peraturan perundang-undangan (khususnya peraturan di bidang kehutanan), baik 10

11 menyangkut perijinan penebangan, keberadaan dokumen hasil hutan, proses pengangkutan hingga pemanfaatannya. Tindakan yang dilakukan antara lain: a) Memperketat patroli kehutanan dengan menempatkan pos jaga di sekitar kawasan hutan dengan cara memeriksa kelengkapan surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan dilakukan Polisi Kehutanan di Dusun Moliulo berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya. Suratsurat atau dokumen yang diperiksa tersebut diantaranya surat keterangan sahnya hasil hutan, dan surat ijin tebang dari aparat desa dimana dilakukan penebangan. b) Membentuk tim terpadu pengamanan hutan, karena banyak masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan, sehingga mereka menebang pohon untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. c) Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. 7 Kesimpulan Akibat perkembangan informasi dan kemajuan pembangunan industry kehutanan sekarang, berbagai dampak dan pengaruh lingkungan hadir di permukaan. Terutama, terjadinya kerusakan lingkungan sumber daya hutan akibat adanya praktek illegal logging (pembalakan liar). Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa : Adapun dampak-dampak Illegal Logging (pembalakan liar) yang terjadi di Desa Tangga Barito, Dusun Moliulo, yakni kerusakan hutan, berkurangnya 7 Hasil wawancara dengan Ir.Djimlan tanggal 16 April 2013 pukul wita. 11

12 lapisan tanah yang subur, berkurangnya sumber mata air,kerugian secara financial dan berkurangnya tegakan pohon pada lokasi perlindungan. Selain itu, Faktor Penyebab Terjadinya Illegal Logging (Pembalakan Liar) Di Dusun Moliulo adalah penegakan hukum kehutanan yang belum berjalan secara optimal, masih adanya peredaran kayu yang tidak menggunakan dokumen dan penebangan yang berlebihan/muatan kayu secara fisik tidak sesuai dengan yang tertera didalam dokumen Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK). Sehubungan dengan dampak dan faktor penyebebab terjadinya illegal logging (pembalakan liar), maka upaya pendekatan pemberantasan praktek illegal logging (pembalakan liar) yang dilakukan oleh pemerintah terbagi atas dua yaitu: a. Pendekatan kesejahteraan yang bersifat preventif. Pendekatan ini dilakukan oleh pemerintah Daerah Boalemo dengan cara menggalang kekuatan dari masyarakat sekitar hutan untuk menolak praktek illegal logging (pembalakan liar), memberikan penyuluhan/sosialisasi tentang hukum dan peraturan-peraturan yang menyangkut tindak pidana di bidang kehutanan kepada masyarakat, reboisasi atau penanaman hutan yang gundul dan menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon. b. Tindakan supresi (represif) Tindakan yang dilakukan antara lain memperketat patroli kehutanan dengan menempatkan pos jaga di sekitar kawasan hutan, membentuk tim terpadu pengamanan hutan dan menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan hutan. 12

13 Saran Dengan adanya praktek illegal logging (pembalakan liar), maka timbul kekhawatiran dari masyarakat akan dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat praktek illegal logging (pembalakan liar), sehingga penulis dapat memberikan saran: 1. Diharapkan kepada penegak hukum ikut mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan illegal logging (pembalakan liar) dengan memberikan masukan-masukan dan informasi yang akurat berkaitan dengan kasus illegal logging (pembalakan liar). 2. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih meningkatkan pengawasan dalam rangka pemberantasan pembalakan liar dengan melibatkan seluruh instansi yang terkait. 13

14 DAFTAR PUSTAKA Abdul Muis Yusuf, Mohamad Taufik Makarawo,2001,Hukum Kehutanan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Alam Setia Zain, 2000, Hukum Lingkungan Konservasi Hutan, PT. Rineka Cipta,Jakarta. Ashshofa, Burhan, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta Bambang Sunggono,2011,Metodologi PenelitianHukum, Rajawali Pers, Jakarta. Hardjosoemantri, Koesnadi, Hukum perlindungan Lingkungan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, 1993, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. IGM. Nurdjana, Teguh Prasetyo, dan Sukardi, 2005, Korupsi dan Illegal Logging dalam Sistem Desentralisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Prasetyo, 24 Juli 2010/10:30/ diupdate Agustus 2010, Pembalakan Liar dalam Prespektif Hukum Administrasi, dalam Website: Rahmi Hidayati D; Charles CH Tambunan; Agung Nugraha; Iwan Aminidin, 2006, Pemberantasan Illegal Logging Dan Penyelundupan Kayu: Menuju Kelestarian Hutan Dan Peningkatan Kinerja Sektor Kehutanan, Wana Aksara, Banten. Salim H.S, 2008, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Sinar Grafika, Jakarta. Silalahi, D,2001, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Cet. 1, Edisi ketiga, Alumni, Bandung. Soemitro,Ronny Hanitijo, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jumetri, Ghalia Indonesia,Jakarta. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Suriansyah Murhaini, 2012, Hukum Kehutanan (Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan di Bidang Kehutanan), Laksbang Grafika, Yogyakarta. Harian Gorontalo Post, Edisi 20 Juli

15 Harian Gorontalo Post Edisi 18 Oktober 2012 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2004 Jo PP No. 60 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Hutan. Inpres No.4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal Di Kawasan Hutan Dan Peredarannya Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. 15

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional.hal ini disebabkan hutan itu bermanfaat bagi sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional.hal ini disebabkan hutan itu bermanfaat bagi sebesar-besarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional.hal ini disebabkan hutan itu bermanfaat bagi sebesar-besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Penegakan hukum terhadap Illegal Logging di Kabupaten Bone Bolango

BAB V PENUTUP. 1. Penegakan hukum terhadap Illegal Logging di Kabupaten Bone Bolango BAB V PENUTUP 1.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian diatas, maka penulis mengemukakan beberapa kesimpulan yaitu : 1. Penegakan hukum terhadap Illegal Logging di Kabupaten Bone Bolango

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU HASIL HUTAN STUDI KASUS KECAMATAN ATINGGOLA Oleh: Arianza Pakay NIM. 271409176 Telah diperiksa dan disetujui oleh: Pembimbing

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN OLEH PENYIDIK POLRI DI WILAYAH HUKUM POLRES PADANG PARIAMAN. Skripsi

PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN OLEH PENYIDIK POLRI DI WILAYAH HUKUM POLRES PADANG PARIAMAN. Skripsi PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEHUTANAN OLEH PENYIDIK POLRI DI WILAYAH HUKUM POLRES PADANG PARIAMAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Bumi, air dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah Bumi, air dan kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia. Hutan merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara yang memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan salah satu sumber daya alam hayati yang memiliki banyak potensi yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat, Pasal 33 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti hutan hujan tropis yang lebat dan kaya akan fauna dan flora langka. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seperti hutan hujan tropis yang lebat dan kaya akan fauna dan flora langka. Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alamnya, contohnya seperti hutan hujan tropis yang lebat dan kaya akan fauna dan flora langka. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun ilegal dan melebihi batas imbang ekologis serta masalah pembakaran

BAB I PENDAHULUAN. maupun ilegal dan melebihi batas imbang ekologis serta masalah pembakaran BB I PENDHULUN. Latar Belakang Masalah Hutan mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. 1 Indonesia merupakan negara tropis yang telah dibayangi kerusakan hutan,

Lebih terperinci

NIRWAN JUNUS, SH.,MH Prof. Dr. FENTY U. PULUHULAWA, SH.,M.Hum

NIRWAN JUNUS, SH.,MH Prof. Dr. FENTY U. PULUHULAWA, SH.,M.Hum LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN PROGRAM STUDI DANA PNBP TAHUN ANGGARAN 2014 EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM DALAM MENANGGULANGI ILLEGAL LOGGING DI PROVINSI GORONTALO NIRWAN JUNUS, SH.,MH Prof. Dr. FENTY U. PULUHULAWA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN DI WILAYAH KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa semangat penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 79 SERI C NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG Menimbang : a. bahwa dalam penjelasan pasal 11 ayat (1)

Lebih terperinci

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar Ketua : Marfuatul Latifah, S.H.I, L.LM Wakil Ketua : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H. Sekretaris : Trias

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki oleh generasi sekarang tetapi juga dimiliki oleh generasi akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan yang merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, selain sebagai sistem penyangga kehidupan, juga memberi kesejahteraan bagi umat manusia. Sebagai sistem penyangga

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU SECARA ILEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN PEREDARANNYA DI SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017 22 SANKSI PIDANA TERHADAP KORPORASI AKIBAT MELAKUKAN PEMBALAKAN LIAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN 1 Oleh: Anjas B. Pratama 2 ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai bangsa yang percaya dan meyakini kemahakuasaan Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai bangsa yang percaya dan meyakini kemahakuasaan Tuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai bangsa yang percaya dan meyakini kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa Indonesia tentunya sangat bersyukur atas rahmat dan karunia kekayaan sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country,

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati di dunia. Indonesia dijuluki sebagai Megadiversity Country, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara tropis yang memiliki keindahan alam dan hutan yang sangat luas. Keindahan alam dan hutan yang dimiliki mulai dari Sabang sampai Merauke.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan memiliki fungsi sebagai pengendali ekosistem, pengaturan tata air dan berfungsi sebagai paru-paru dunia.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2001 Tentang : Pemberantasan Penebangan Kayu Illegal (Illegal Logging) Dan Peredaran Hasil Hutan Illegal Di Kawasan Ekosistem Leuser Dan Taman Nasional Tanjung Puting PRESIDEN

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 2/Februari/2014

Lex et Societatis, Vol. II/No. 2/Februari/2014 HAMBATAN DAN UPAYA PEMBENAHAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN DI BIDANG KEHUTANAN 1 Oleh : Ernest Runtukahu 2 ABSTRAK Akibat yang ditimbulkan dari kejahatan di bidang kehutanan termasuk illegal logging

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN PENEBANGAN KAYU ILLEGAL (ILLEGAL LOGGING) DAN PEREDARAN HASIL HUTAN ILLEGAL Di KAWASAN EKOSISTEM LEUSER DAN TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA,

PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA, PERATURAN DAERAH KOTA BIMA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BIMA, Menimbang : a. bahwa hutan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG PERLINDUNGAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan sumber daya alam yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

DRAFT SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR. (Studi Kasus Di Polres Aro Suka Solok)

DRAFT SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR. (Studi Kasus Di Polres Aro Suka Solok) DRAFT SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENEBANGAN LIAR (Studi Kasus Di Polres Aro Suka Solok) Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH EKO

Lebih terperinci

FUNGSI KOORDINASI PENYIDIK POLISI DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEHUTANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR

FUNGSI KOORDINASI PENYIDIK POLISI DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEHUTANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR FUNGSI KOORDINASI PENYIDIK POLISI DENGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KEHUTANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PEMBALAKAN LIAR ABRAHAM. N. J. ERBABLEY / D 101 10 538 ABSTRAK Tulisan ini membahas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 yang

I. PENDAHULUAN. terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang -Undang Dasar 1945 yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Karena dalam mendukung

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

Wahyu Lukito * Mahasiswa Program Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNISSULA Semarang,

Wahyu Lukito * Mahasiswa Program Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNISSULA Semarang, Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 13. No. 1 Maret 2018 Implementasi Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Bidang (Wahyu Lukito) Implementasi Pelestarian Lingkungan Hidup Dalam Bidang Penegakan Hukum Pidana Terhadap

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM ATAS PENEBANGAN LIAR DI CAGAR ALAM DURIAN LUNCUK I

PENEGAKAN HUKUM ATAS PENEBANGAN LIAR DI CAGAR ALAM DURIAN LUNCUK I PENEGAKAN HUKUM ATAS PENEBANGAN LIAR DI CAGAR ALAM DURIAN LUNCUK I Oleh : Suhaimi Hamid ABSTRAK Pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana penebangan liar di Cagar Alam Durian Luncuk I telah dilaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyangga paru-paru dunia. Menurut Black Law Dictionary, hutan (forest) adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyangga paru-paru dunia. Menurut Black Law Dictionary, hutan (forest) adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Umum Tentang Hutan Hutan sebagai salah satu bagian dari lingkungan hidup merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan salah satu kekayaan alam yang sangat penting

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan sebagai sumber kekayaan alam milik bangsa Indonesia merupakan modal dasar bagi pembangunan nasional yang dipergunakan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat telah

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PADA DINAS KEHUTANAN ACEH GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 8 Tahun 2012 Seri E Nomor 8 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG TATA KELOLA PEMANFAATAN DAN PEREDARAN KAYU YANG BERASAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam lain termasuk ke dalam sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1

KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1 KEJAHATAN KEHUTANAN KONTEMPORER (Studi kasus Riau) 1 Latar Belakang Penangganan tindak pidana kehutanan khususnya kasus penebangan pohon secara tidak sah atau yang secara popular dikenal dengan istilah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR : 8 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN IZIN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI BUPATI ACEH BESAR Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Perubahan Institusi Kehutanan Pada tahun 1999 terjadi reformasi institusi kehutanan yang diformalisasikan dalam perubahan undang-undang no 5 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 33 TAHUN 2005 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PENERTIBAN DAN PENGENDALIAN HUTAN PRODUKSI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PENEBANGAN POHON DI LUAR KAWASAN HUTAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

PERANAN PENEGAK HUKUM DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN KAYU DI KAWASAN HUTAN NEGARA (Studi Di Wilayah Hukum Polres Wonogiri)

PERANAN PENEGAK HUKUM DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN KAYU DI KAWASAN HUTAN NEGARA (Studi Di Wilayah Hukum Polres Wonogiri) PERANAN PENEGAK HUKUM DALAM MENANGGULANGI PENCURIAN KAYU DI KAWASAN HUTAN NEGARA (Studi Di Wilayah Hukum Polres Wonogiri) Oleh: Alim Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2001 NOMOR 80 SERI C NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 49 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan modal pembangunan nasional yang memiliki manfaat ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. 1. bahwa berdasarkan pasal 17 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU LINTAS KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN MANAJEMEN HUTAN. Oleh : Budi Nugroho

SISTEM HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN MANAJEMEN HUTAN. Oleh : Budi Nugroho SISTEM HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN MANAJEMEN HUTAN Oleh : Budi Nugroho Hutan adalah suatu lapangan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang merupakan suatu kesatuan hidup alam hayati bersama alam lingkungannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG PEMANFAATAN HUTAN DAN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Konstruksi perbuatan melawan hukum pidana kehutanan terhadap. penebangan hutan di luar rencana kerja tahunan pada pemilik izin usaha

BAB V PENUTUP. Konstruksi perbuatan melawan hukum pidana kehutanan terhadap. penebangan hutan di luar rencana kerja tahunan pada pemilik izin usaha BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Konstruksi perbuatan melawan hukum pidana kehutanan terhadap penebangan hutan di luar rencana kerja tahunan pada pemilik izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dapat dibagi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa air merupakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam (SDA) yang memiliki peran sangat strategis dan vital sebagai sistem penyangga kehidupan masyarakat dan makhluk hidup lainnya, yaitu dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SELAYAR NOMOR 03 TAHUN 2007 TENTANG PENJUALAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SELAYAR, Menimbang : a. bahwa untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:. 1. Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Penajam Paser Utara masih menggunakan UU atau regulasi di tingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan sejak dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW) LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PAJAK PENGGUNAAN GERGAJI RANTAI (CHAIN SAW) DENGAN RAHAMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TOJO UNA-

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU PADA HUTAN HAK DAN LAHAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KONFLIK KEWENANGAN PENYIDIKAN ANTARA PENYIDIK POLRI DAN POLISI KEHUTANAN DALAM PENCURIAN KAYU

KONFLIK KEWENANGAN PENYIDIKAN ANTARA PENYIDIK POLRI DAN POLISI KEHUTANAN DALAM PENCURIAN KAYU KONFLIK KEWENANGAN PENYIDIKAN ANTARA PENYIDIK POLRI DAN POLISI KEHUTANAN DALAM PENCURIAN KAYU Rinaldy Amrullah Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : rinaldy.amrulllah@fh.unil.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia.

BAB IV ANALISIS DATA. A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia. BAB IV ANALISIS DATA A. Peran Penyidik Pegawai Negri Sipil Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Perspektif Hukum Indonesia. 1. Kendala-kendala Masalah illegal logging merupakan masalah

Lebih terperinci

PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri)

PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri) PERANAN DINAS KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA ILLEGAL LOGGING (Studi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat

BAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan

Lebih terperinci

No bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. De

No bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. De TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5432 LINGKUNGAN HIDUP. Hutan. Pencegahan. Pemberantasan. Perusakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 130) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR : 38 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG GUNUNG CIREMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa Gunung Ciremai sebagai kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PASAL 21 AYAT (2) Jo PASAL 40 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI

IMPLEMENTASI PASAL 21 AYAT (2) Jo PASAL 40 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI 1 IMPLEMENTASI PASAL 21 AYAT (2) Jo PASAL 40 AYAT (2) UNDANG- UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI (Studi di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa Minyak

Lebih terperinci

PR MENTERI LKH: TUTUP CELAH KORUPSI MELALUI REVISI REGULASI SEKTOR KEHUTANAN

PR MENTERI LKH: TUTUP CELAH KORUPSI MELALUI REVISI REGULASI SEKTOR KEHUTANAN Press Release PR MENTERI LKH: TUTUP CELAH KORUPSI MELALUI REVISI REGULASI SEKTOR KEHUTANAN Ada dua prestasi Indonesia yang diakui masyarakat dunia. Pertama, salah satu negara dengan praktik korupsi terbesar.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua setelah Columbia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 126,8 juta hektar yang merupakan kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire, mempunyai fungsi utama sebagai paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam di Indonesia sebagai penunjang perekonomian nasional tetapi juga luas daya

BAB I PENDAHULUAN. alam di Indonesia sebagai penunjang perekonomian nasional tetapi juga luas daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kekayaan alam yang sangat banyak termasuk hutan dibanding Negara ASEAN lainnya.hutan yang merupakan sumber daya alam di Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dapat Penulis ambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB III PENUTUP. dapat Penulis ambil kesimpulan sebagai berikut : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat Penulis ambil kesimpulan sebagai berikut : Bahwa terkait mengenai tindak pidana illegal logging

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa hutan dan lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang:

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGUSAHAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa penggalian kekayaan alam di hutan secara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENERTIBAN PENEBANGAN POHON DAN BAMBU DI LUAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KEWENANGAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENEBANGAN KAYU ILEGAL 1 Oleh: Yolanda Defrity Rompas 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan daerah setempat. Kebijakan pembangunan dalam GBHN dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan daerah setempat. Kebijakan pembangunan dalam GBHN dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Garis-Garis Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999 disebutkan bahwa pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci