PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DAN KEBUTUHAN HUKUM RAKYAT
|
|
- Vera Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DAN KEBUTUHAN HUKUM RAKYAT Sebuah makalah ringkas, disajikan sebagai rujukan ceramah/diskusi dalam rangka Suatu Workshop dan Focus Group Discussion dengan tema Program Legislasi Nasional Sebagai Politik Pembangunan Hukum Nasional" yang diselenggarakan oleh Badan Legislasi DPR RI Rabu, 21 Mei 2008 Soetandyo Wignjosoebroto Gurubesar Emeritus Pada Universitas Airlangga Uraian berikut ini akan berkisar di seputar permasalahan legislasi dalam kehidupan bernegara bangsa, dan kemudian daripada itu juga di sekitar permasalahan sejauh mana hasil legislasi nasional itu bergayungsambut dengan kebutuhan hukum warga masyarakat, khususnya - yang hendak diperbincangkan di sini ialah kepentingan dan kebutuhan hukum mereka yang berstatus sosial-ekonomi di kelas bawah. Legislasi Dan Permasalahannya Legislasi adalah suatu proses pembentukan undang-undang (lege < lex), yang dilakukan oleh suatu badan yang dibentuk secara khusus untuk tujuan itu, disebut badan legislatif. Badan semacam ini - di samping badan eksekutif dan badan yudisial - adalah sesungguhnya suatu invensi bangsa-bangsa Eropa Barat yang pada suatu kurun waktu dalam sejarah, di wilayah mereka itu, memperlihatkan suatu proses transisi dari fakta the making of Europe is the making of Kings and Queens ke faktanya yang baru, yang dikenali sebagai proses the making of Europe is the making of nations. Pada era transisi itu, tatkala hukum bukan lagi terwujud sebagai titah-titah raja atau fatwafatwa para ulama yang berfungsi sebagai direksi-direksi, melainkan hasil konsensus rakyat yang (melalui banyak reformasi dan revolusi) telah beralih status dari kawula raja ke warga negara, hukum pun lalu mempunyai prosedur dan bentuknya yang baru. Ialah, bahwa hukum yang akan diakui secara positif sebagai hukum nasional yang resmi haruslah merupakan hasil kesepakatan rakyat, melalui wakil-wakilnya, di suatu badan musyawarah guna mempertemukan dan menyepakatkan kehendak. Hukum sebagai hasil kesepakatan antar-manusia ini ditirumuskan dalam bentuk tulis, diregistrasi dan didokumentasikan untuk kemudian diundangkan. Hukum hasil kesepakatan ini bukanlah hokum sembarang hukum (ius) melainkan hukum yang - karena telah dirumuskan secara positif dan diregistrasi serta diundangkan itu - lalu tekah mempunyai bentuknya yang formal (ius positivum, ius constitutum). Dalam kehidupan nasional, yang berseiring dengan itu juga diideologikan berkarakter demokratik, hukum hasil kesepakatan
2 warga yang tercapai dalam suatu proses dialogik itu diakui sebagai norma yang berstatus paling tinggi, mengatasi norma macam apapun yang belum pernah disepakatkan melalui proses legislasi. Inilah doktrin hukum modern dalam kehidupan nasional yang demokratik yang disebut doktrin supremasi hukum undang-undang (atau 'negara hukum', yang menyiratkan ajaran bahwa pengemban kekuasaan negara pun wajib menaati hukum undang-undang hasil kesepakatan rakyat itu) Distorsi Dan Kritik Menurut idenya, tak ada yang salah dengan konsep negara hukum dan supremasi hukum undang-undang dalam kehidupan nasional. Bukankah hukum undang-undang itu merupakan manifestasi kesepakatan, dan bukan menyiratkan atau meyuratkan kehendak sepihak yang mampu mengandalkan kekuatan pemaksa berikut ulah kesewenang-wenangannya? Akan tetapi masalah segera mencuat ke permukaan tatkala dalam kenyataannya kesetaraan sosial-ekonomik - dan akibatnya juga kesetaraan sosial-politik - tidak terwujud dalam kehidupan sehari-hari. Dalam situasi yang aktual seperti itu, mereka yang terpuruk ke dan terperangkap di dalam status sosial-ekonomi bawah akan sulit untuk memperoleh akses guna mengemukakan kepentingan dan kebutuhan hukumnya dalam proses-proses legislasi. Dalam kehidupan yang bermodel demokrasi sekalipun, apabila kehidupan telah terlanjur berseiring dengan suatu konfigurasi yang juga kian bersifat kapitalistik, mereka yang tak berbekal modal tidaklah akan mampu membiayai - tak hanya dalam arti ekonomik akan tetapi juga dalam arti sosial dan politik - upaya guna merebut akses dan lobi untuk ikut berproses dalam proses legislasi. Apabila proses legislasi didominasi oleh mereka dari kelas-kelas mapan, maka produk-produk legislasipun akan terang-terangan membiaskan kepentingan-kepentingan kaum mapan itu. Apabila kaum mapan ini tidak hanya berdominasi dalam ihwal proses legislasi, akan tetapi juga mengontrol metode dan prosedur pendayagunaannya dalam proses-proses yudisial, maka in abstracto (menurut bunyi undang-undangnya) maupun in concreto (dalam setiap pemutusan perkara dari kasus ke kasus) mereka yang berkelas paria tidaklah akan banyak terlindungi oleh hukum undang-undang yang ada. Di sini hukum telah menjadi bagian dari kekuatan struktural yang dikontrol kaum mapan, yang memerlukan pemikiran paradigmatik yang baru guna melakukan pembaharuan reformatif atas dasar kesadaran-kesadaran baru yang lebih altruistic. Manakala reformasi seperti ini gagal, yang akan dating membayang tidak akan lain daripada kegeraman dan ketidaksabaran yang akan mengundang revolusi. Dari sinilah datangnya gerakan untuk memberikan bantuan kepada golongan rakyat dari stratum bawah yang mengalami kesulitan dalam kehidupan nasional, nota bene suatu kehidupan yang mengontrol perilaku warga atas dasar hukum undang-undang yang (malangnya!) telah dibakukan secara sentral menurut kebutuhan hukum mereka yang mapan. Bantuan-bantuan telah diupayakan melalui cara; yang pertama dan terbilang klasik adalah pemberian bantuan hukum (legal aid) kepada mereka yang miskin tatkala harus berperkara di sidang-sidang pengadilan, dan yang kedua ialah pemberian bantuan untuk memperjuangkan kepentingan ke sidang-sidang legislative, yang diistilahi bantuan hokum structural di Indonesia, atau legal service dalam khazanah kepustakaan berbahasa Inggris.
3 Masalah Kebutuhan Rakyat Yang Terpuruk di Stratum Bawah Betapapun juga idealistik dan altruistik mereka yang "turun ke bawah" untuk membantu kepentingan golongan miskin dan semua lapisan masyarakat yang lemah dan terdiskriminasi, ada satu masalah yang masih perlu dipikirkan. lalah, apakah para yuris yang aktivis dan populis ini benar-benar memahami kebutuhan kaum miskin yang sesungguhnya, khususnya apabila hendak membawa persoalannya ke sidang-sidang badan legislatif? Apakah sebenarnya yang dibutuhkan oleh mereka yang miskin itu? Siapakah sebenarnya yang berhak mendefinisikan kebutuhan hukum rakyat miskin itu? Mereka yang miskin itu sendiri, ataukah para yuris berdasarkan persepsinya sendiri, yang mungkin saja -- secara subyektif dan di bawah sadar -- masih dipengaruhi oleh kepentingan politik kelasnya sendiri (yang sebenarnya bukan kepentingan kelas bawah ) itu? Dalam percakapan sehari-hari, apa yang disebut 'kebutuhan' (yang di dalam bahasa Inggris diistilahi 'need') dan 'keinginan' (want) tidaklah dibedakan. Akan tetapi, dalam perbincangan kali ini, perbedaan arti antara keduanya perlulah diutarakan. "Kebutuhan" adalah 'kondisi obyektif yang menyatakan hadirnya keharusan dalam diri sejumlah subyek yang tergolong pemuka untuk segera memperoleh sejumlah sumber daya guna memungkinkan kelangsungan eksistensi mereka'. Kebutuhan bukanlah sekedar keinginan, ialah 'suatu kondisi subyektif yang dirasakan mendesak sebagaimana dinyatakan oleh sejumlah subyek awam untuk memperoleh sumberdaya guna memuaskan hajatnya, dan sekaligus meredakan keresahannya'. Pada dasarnya 'kebutuhan' merefleksikan adanya sesuatu yang amat terasa diperlukan, khususnya dalam rentang waktu yang relatif panjang, sementara itu 'keinginan' hanya merefleksikan hadirnya sesuatu hasrat sesaat, yang pemuasannya, untuk kepentingan jangka panjang sebenarnya tidak diperlukan. Dari definisi tersebut di muka ini dapatlah disimpulkan bahwa apa yang disebut 'kebutuhan' itu ialah suatu persyaratan obyektif yang harus dipenuhi guna menjamin kelestarian ekssistensi seseorang atau sekelompok orang dalam jangka yang relatif panjang. Sementara itu, yang disebut 'keinginan' adalah tak lain daripada suatu kondisi subyektif yang dirasakan seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh kepuasan yang berjangka sesaat. Tak pelak lagi, untuk dapat menentukan "kebutuhan sesungguhnya yang obyektif" itu, seseorang haruslah mampu beranalisis untuk memperoleh wawasan atas situasinya yang makro. Sementara itu, untuk "sekedar merasakan keinginannya yang subyektif', seseorang cukuplah apabila mampu bertindak jujur pada dirinya, tanpa hendak mengingkari nafsu dan nalurinya yang bersifat dasar. Sekarang bagaimana halnya dengan orang-orang miskin? Adakah mereka memiliki kebutuhan juga? Kebutuhan apa? Ialah kebutuhan hukum yang terwujud dalam bentuk untuk memperoleh jaminan hak guna perbaikan status sosial-politiknya dalam jangka panjang sebagai warga yang bermartabat dalam kehidupan bernegara bangsa yang demokratik? Ataukah sebenarnya, yang tersimak ada pada diri mereka itu, hanyalah keinginan-keinginan yang terasa mendesak untuk segera memperoleh sandang dan pangan dan ruang papan yang dapat dimanfaatkan tanpa tunda-tunda guna memenuhi keperluan sesaat
4 Tentang persoalan ini banyak kalangan mengatakan - mungkin saja dengan prasangka -- bahwa, per definisi, orang miskin itu tidak akan dapat mengetahui apa kebutuhan mereka yang sebenarnya. Apa yang mereka nyatakan sebagai kebutuhan, umumnya dan sebenarnya tak lain daripada apa yang mereka inginkan. Maka, apa yang harus didefinisikan sebagai kebutuhan orang-orang miskin itu (seperti misalnya kebutuhan hukum dan kebutuhan akan hak) tentulah hanya akan dapat dirumuskan oleh mereka yang profesional, tidak hanya profesional dalam dalam permasalahan hukum, tetapi juga dalam permasalahan sosial dan ekonomi. Acapkali dikatakan bahwa mereka yang terperangkap dalam situasi dan kondisi kemiskinan, yang oleh sebab itu harus bergelut dari hari ke hari untuk mempertahankan hidupnya, tidaklah akan sekali-kali dapat dan sempat mengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri, khususnya yang berjangka panjang. Untuk maksud itu diperlukanlah bantuan orang lain yang tak terdesak situasi kedaruratan orang miskin. Dari hari ke hari, orang-orang miskin tak hendak menghendaki apapun kecuali pangan, dan sesudah itu sandang dan pangan. Semua itu adalah kebutuhan pokok untuk bertahan hidup dalam jangka pendek, yang untuk mendapatkannya, kalaupun perlu, akan dilakukan dengan jalan menghamba, menjual diri dan kesetiaan kepada mereka yang telah mapan di stratumnya yang elit dan berada di atas. Prasangka seperti inilah yang menjadi dasar penjelas mengapa orang-orang miskin sulit diorganisasi untuk suatu perjuangan jangka panjang guna merekonstruksi tatanan sosial yang telah terlanjur terlalu senjang. Mereka Iebih suka menerima sedekah untuk keperluan jangka pendek daripada menerima hak-hak mereka yang asasi yang masih harus diperjuangkan dalam jangka panjang. Mereka Iebih menginginkan sembako daripada membutuhkan hak. Mereka lebih menginginkan nasi kotak dan sebotol air mineral, ditambah uang 25 ribu untuk transport daripada mengukuhi hak suara mereka tatkala acara pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah tiba. Tetapi, betul dan benarkah untuk mengatakan bahwa hanya sembako itu saja yang pada dasarnya dibutuhkan orang miskin? Tidakkah untuk maksud memperoleh kesejahteraan jangka panjang, juga bagi anak-cucu mereka kelak, yang mereka butuhkan itu juga harus Iebih jauh daripada sekedar keinginan untuk menegakkan hidup sesaat? Tidakkah sesungguhnya yang Iebih dibutuhkan itu ialah jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang Iayak, pendidikan yang sepadan, dan yang sejalan dengan tuntutan jaman yang terus berubah? Tidakkah orang itu, miskin ataupun tak miskin membutuhkan jaminan undangundang atas hak-hak yang asasi agar tidak didiskriminasikan secara semena-mena dalam berbagai bidang kehidupan ekonomik dan sosial? Yang Harus Diputuskan Dan Dilanjutkan Sebagai Kebijakan Hukum Maka tidaklah salah kalau dikatakan oleh mereka yang hendak memberikan bantuan hukum struktural kepada golongan rakyat stratum bawah, bahwa --demi terlindunginya kepentingan mereka yang tergolong kelas bawah yang miskin -- hak-hak sosial-ekonomi mereka dalam jangka panjang, haruslah dapat dijamin. Jaminan hukum perundangan-undangan untuk maksud ini tentu saja tidaklah cukup manakala hanya terwujud dalam bentuk statemenstatemen normatif sebagaimana dituliskan dalam tubuh undang-undang saja. Jaminan inipun
5 haruslah terwujud pula dalam realisasi implementatifnya, yang serta merta akan membuktikan telah benar-benar terjadinya reformasi hukum. Namun demikian, jaminan akan terbebaskannya orang-orang miskin dari segala bentuk kekurangan itu tidaklah pula cukup apabila hanya sebatas pembaharuan undang-undang saja (yang dalam istilah asingnya diistilahkan legal reform). Upaya tak boleh berhenti pada tahap proses-prosesnya yang Iegislatifnya saja, melainkan harus bersiterus pada tahaptahap pelaksanaannya, sebagaimana tertampakkan dalam wujud keberpihakan mereka yang berempati kepada golongan rakyat miskin, baik yang berkedudukan di badan-badan eksekutif dan yudisial, maupun mereka yang tengah bergerak sebagai aktivis di berbagai organisasi non-pemerintah, tatkala mereka ini harus mengambil kata putus yang berkonsekuensi hukum. Harus diakui bahwa upaya seperti ini tidak selamanya mudah, dan bahkan tidak akan mungkin berhasil apabila segala upaya berkutat pada formalisme yang terlanjur menjadi esensi hukum undang-undang Jaminan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang terpuruk di lapisan-lapisan bawah sebagai orang-orang miskin dalam perhitungan kepentingan jangka panjang tidaklah cukup apabila hanya diwujudkan dalam bentuk amal-amal penyedekahan semata. Beramal sedekah itu, walaupun terpuji dari sudut etika dan/atau kaidah agama, pada ujung-ujungnya hanya akan melahirkan ketergantungan-ketergantungan semata. Kalaupun amal-amal penyedekahan ini diwujudkan dalam bentuk pemberian subsidi-subsidi, lewat anggaran negara yang memperbesar pos bantuan sosial lewat kebijakan perpajakan, efeknya tidaklah pula jauh berbeda. Ialah meningkatnya ketergantungan yang walau demikian tidak juga segera teratasinya kesenjangan sosial-ekonomi, yang pada gilirannya akan mengancamkan stabilitas politik, terkendalanya perkembangan dan pengembangan modal sosial, dan tetap rendahnya produktivitas nasional.. Dalam jangka panjang, pembaharuan yang lebih menyeluruh dan bersifat struktural pada tatarannya yang makro tak ayal ikut diperlukan. Inilah upaya yang tak cuma sebatas legal reform, melainkan sudah selayaknya apabila diteruskan sebagai pembaharuan seluruh institusi hukum (yang disebut law reform). Bahkan, kesempatan harus dibuka, dan kemampuan harus diupayakan pula, agar mereka yang terbilang golongan Iemah dan belum diuntungkan ini dapat mengembangkan kekuatannya secara terorganisasi dalam percaturan politik dan pembelaan hak. Terbentuknya organisasi-organisasi akar rumput (GRO) sudah selayaknya pula memperoleh kemudahan, dengan tunjangan organisasi-organisasi nonpemerintah (NGO) yang berpeluang mengembangkan perannya. Semua itu diupayakan demi tegaknya hak-hak ekonomi dan hak-hak sosial rakyat yang asasi, yang sebagian besar masih harus diperjuangkan, dari statusnya sebagai ius contituendum menjadi ius constitutum. Manakala selama ini terkesan bahwa kehidupan yang ada cenderung berlaku diskriminatif terhadap mereka yang terbilang miskin dan lemah, kini pemberdayaan rakyat melalui proses-proses yang sering juga disebut "diskriminasi terbalik atau diskriminasi positif' mestilah terus diupayakan, tidak hanya dalam tahap pembaharuan undang-undang in abstracto tetapi juga pada tahap pengambilan kata putus in concreto, di loket-loket layanan publik manapun.[**]
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie
Lebih terperinciKesetaraan vs. Stratifikasi Sosial
Kesetaraan vs. Stratifikasi Sosial Suatu Masalah Legal Gap dalam Studi Sosiologi Hukum Herlambang P. Wiratraman 2016 Bahan Perkuliahan Wignjosoebroto, Soetandyo (2013) Kesetaraan versus Stratifikasi Sosial,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciKritik terhadap Doktrin Positivisme Hukum
Kritik terhadap Doktrin Positivisme Hukum R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pengantar Pendidikan Hukum Kritis HuMa-Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Makassar 7-10 Juli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal sebagai berikut: 1.1 Latar Belakang Dalam sebuah sistem demokrasi, rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada gilirannya berfungsi menjamin perlindungan
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciHak atas Informasi dalam Bingkai HAM
Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan
Lebih terperinciHUKUM DALAM MASYARAKAT
HUKUM DALAM MASYARAKAT Penulis: Soetandyo Wignjosoebroto Edisi Kedua Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian
Lebih terperinciKESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA
KANTOR UTUSAN KHUSUS PRESIDEN UNTUK DIALOG DAN KERJA SAMA ANTAR AGAMA DAN PERADABAN KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA HASIL MUSYAWARAH BESAR PEMUKA AGAMA UNTUK KERUKUNAN BANGSA Jakarta 8-10 Februari 2018
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sama oleh hakim tersebut (audi et alterampartem). Persamaan dihadapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD 1945). Terdapat tiga prinsip dasar negara hukum yaitu: supremasi hukum, persamaan dihadapan
Lebih terperinciASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum
ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN 1945 1 Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum PENDAHULUAN Sebagai negara hukum Indonesia memiliki konstitusi yang disebut Undang- Undang Dasar (UUD
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara
Lebih terperinciPEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA
PEDOMAN POKOK NILAI-NILAI PERJUANGAN YAYASAN LBH INDONESIA DAN KODE ETIK PENGABDI BANTUAN HUKUM INDONESIA Diterbitkan oleh Yayasan LBH Indonesia Jakarta, 1986 KETETAPAN No. : TAP 01/V/1985/YLBHI T e n
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal
165 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Politik hukum sebagai kerangka umum yang akan membentuk hukum (legal frame work), mempunyai peranan penting. Politik hukum sebagai upaya mewujudkan ius contituendum (hukum
Lebih terperinciANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan
ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi adalah kebutuhan pokok bagi setiap manusia untuk dapat mengembangkan hidupnya baik secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial budaya serta keamanan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciPartisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban
Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Pelanggaram HAM dan Pengingkaran Kewajiban Nama Kelompok: 1. Rizeki Amalia 2. Setiawan Hartanto 3. Rizki Saputra 4. Sarah Julianti 5. Yessy Dwi Yulianti 6. Yuniar
Lebih terperinciPENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)
PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH
POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciMATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)
MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1) A. SOSIOLOGI HUKUM 1. Pemahaman Dasar Sosiologi Hukum Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
Lebih terperinciAji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK
Modul ke: Konstitusi dan Rule of Law Pada Modul ini kita akan membahas tentang pengertian, definisi dan fungsi konstitusi dan Rule of Law mekanisme pembuatan konstitusi dan undang-undang serta fungsi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara demokrasi, dimana kekuasaan atau kedaulatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara demokrasi, dimana kekuasaan atau kedaulatan berada ditangan rakyat. Dengan bentuk pemerintahan yang seperti itu, Indonesia menjadi Negara
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA
FINAL HARMONISASI RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat dicapai dalam segala aspek hidup, termasuk kehakiman, politik,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan dengan berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
2 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemekaran daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Alasan paling mengemuka dalam wacana pemekaran
Lebih terperinciANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014
ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan
Lebih terperinciMENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1
MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN.
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciPERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan
PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciTUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4
1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan
Lebih terperinciPenghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia
XVIII Penghormatan dan Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (3) Bab I, Amandemen Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan kembali: Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Artinya, Negara
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK III.1 Sejarah Pengadilan Pajak Pada permulaan abad ke-20 (dua puluh), perdagangan di negeri jajahan Belanda yakni Hindia-Belanda semakin berkembang seiring dengan
Lebih terperinciR U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A
Lebih terperinciAMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur serta menjamin keadilan dan keseimbangan dalam masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan salah satu pranata sosial yang berfungsi untuk mengatur serta menjamin keadilan dan keseimbangan dalam masyarakat. Indonesia sendiri merupakan negara
Lebih terperinciStruktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele
Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan melemahkannya. Birokrasi, misalnya dapat menjadi sarana
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN
Lebih terperinciDemokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia
Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lampung Tengah sebagai kabupaten di provinsi lampung yang sedang giat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lampung Tengah sebagai kabupaten di provinsi lampung yang sedang giat membangun daerahnya yang gencar pembangunan didaerahnya, untuk menjalankan wewenang yang yang
Lebih terperinciKUASA HUKUM Munathsir Mustaman, S.H., M.H. dan Habiburokhman, S.H., M.H. berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 18 Desember 2014
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 15/PUU-XIII/2015 Hak Interpelasi, Hak Angket, Hak Menyatakan Pendapat, dan komposisi jabatan wakil komisi Dewan Perwakilan Rakyat I. PEMOHON Abu Bakar. KUASA HUKUM Munathsir
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMERINTAHAN
KEBIJAKAN PEMERINTAHAN POLICY BERBEDA DENGAN WISDOM KAJIAN UTAMA KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN ADALAH ADALAH KEBIJAKAN PEMERINTAHAN (PUBLIC POLICY) KEBIJAKAN ADALAH WHATEVER GOVERMENT CHOOSE TO DO OR NOT TO
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang: a. bahwa Badan Permusyaratan Desa merupakan perwujudan
Lebih terperinciPOLITIK HUKUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA
POLITIK HUKUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA Deni Bram, S.H.,M.H. Pusat Kajian Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila (PKIH FHUP) i Judul: Politik Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia
Lebih terperinciIII. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Penjelasan Pemohon mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah:
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 91/PUU-XIV/2016 Pemberlakuan Tunjangan Aparatur Sipil Negara Profesi Guru dan Dosen yang Berbeda dengan Aparatur Sipil Negara Non Guru dan Dosen I. PEMOHON Ahmad Amin,
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender
XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teknologi serta nilai-nilai budaya dalam bentuk kegiatan pembelajaran, baik. formal di sekolah maupun non formal di masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan merupakan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, Jaminan Hak Interplasi, Hak Angket, dan Hak Menyatakan Pendapat DPR, serta Komposisi Wakil Ketua
Lebih terperinciMenakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA --------- POINTERS Dengan Tema : Menakar Arah Kebijakan Pemerintah RI Dalam Melindungi Hak Asasi WNI di Luar Negeri OLEH : WAKIL KETUA MPR RI HIDAYAT NUR
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9
RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan
Lebih terperinciPokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara
Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2 Oleh Dadang Juliantara Kalau (R)UU Kebudayaan adalah jawaban, apakah pertanyaannya? I. Tentang Situasi dan Kemendesakkan.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia. Di satu sisi perubahan itu bermanfaat bagi
Lebih terperinciPENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA
PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI
Lebih terperinci1 Abdu`rrahman, Aspek-Aspek Bantuan Hukum di Indonesia,(Jakarta: Cendana Press, 1983), h. 1
Latar Belakang Masalah Program bantuan hukum bagi rakyat kecil yang tidak mampu dan buta hukum adalah merupakan hal yang relatif baru di negara-negara berkembang. Persoalan bantuan hukum di Indonesia adalah
Lebih terperinciPANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem
Lebih terperinci2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
No.605, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. Pegawai Pemasyarakatan. Majelis Kehormatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan
BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan
Lebih terperinciSelasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Selasa, 17 November 2009 HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam penjelasan dalam UUD 1945, maka segala sesuatu yang berhubungan
Lebih terperinciMemilih Calon Anggota DPR RI yang Cermat (Cerdas dan Bermanfaat) (16/U)
KOPI - Sejak era reformasi hingga sekarang, Indonesia masih dihadapkan pada masalah-masalah klasik, misalnya penegakan hukum, pemberantasan korupsi, masalah desentralisasi dan otonomi daerah, serta masih
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PADA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEYNOTE SPEECH MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PADA FOCUS GROUP DISCUSSION KEPATUHAN WAJIB PAJAK DAN FISKUS SEBAGAI UJUNG TOMBAK
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 792 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDisampaikan dalam acara Workshop Memperkuat
HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Soetandyo Wignjosoebroto Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat
Lebih terperinciMAKALAH KEBIJAKAN KOMISI YUDISIAL UNTUK PENGADILAN YANG DAPAT DIAKSES
PENGUATAN KAPASITAS HAKIM DALAM PEMENUHAN HAK ATAS PERADILAN YANG FAIR BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 14-17 April 2014 MAKALAH KEBIJAKAN KOMISI YUDISIAL UNTUK PENGADILAN
Lebih terperinciKOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1
1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan
Lebih terperinciINTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2
INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Intelijen negara diperlukan sebagai perangkat deteksi dini adanya ancaman terhadap keamanan nasional, tidak saja ancaman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja
Lebih terperinciSTRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT
STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT PASAL 18 UUD 1945 (3) Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang menganut Sistem Pemerintahan Presidensiil. Dalam sistem ini dijelaskan bahwa kepala eksekutif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara kita (Indonesia) tentang pendidikan juga diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang isinya disebutkan bahwa Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pengakuan terhadap HAM terkait dengan equality before the law (persamaan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XV/2017 Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Muhammad Hafidz. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Pasal 57 ayat (3) Undang -Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab menjalankan kegiatan administrasi sehari-hari. Dengan tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepala Madrasah adalah unsur pelaksana administrasi dengan tugas dan tanggung jawab menjalankan kegiatan administrasi sehari-hari. Dengan tidak mengecilkan arti keterlibatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan
Lebih terperinciBAB III. A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang No 2 Tahun 2011
47 BAB III PERAN DAN FUNGSI MAHKAMAH PARTAI POLITIK DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK INTERNAL PARTAI MENURUT UNDANG- UNDANG NO 2 TAHUN 2011 TENTANG PARTAI POLITIK A. Mahkamah Partai Politik Menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUrgensi Pengembangan Indikator HAM
Urgensi Pengembangan Indikator HAM Oleh Pihri Buhaerah Pendahuluan Gerakan dan pegiat pembangunan sudah sejak lama mengembangkan indikator-indikator yang terarah dan terukur dalam mengevaluasi kemajuan
Lebih terperinci2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelaya
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1125, 2014 PPATK. Informasi Publik. Layanan. Standar. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.03/PPATK/07/14 TENTANG STANDAR
Lebih terperinciKETETAPAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 023/SK/K01-SA/2002 TENTANG HARKAT PENDIDIKAN DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
Menimbang KETETAPAN SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Nomor : 023/SK/K01-SA/2002 TENTANG HARKAT PENDIDIKAN DI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG SENAT AKADEMIK INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG : (a) bahwa pasal
Lebih terperinci