ABSTRAK. Kata kunci : Pelaksanaan Penyidikan dan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK. Kata kunci : Pelaksanaan Penyidikan dan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika."

Transkripsi

1 PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Kasus Di Polresta Surakarta) Oleh : Budi Wicaksono NIM Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Terjadinya penyalahgunaan narkotika menyebabkan pelaku menderita dan tentunya dapat merusak masa depannya. Peran serta aparat penegak hukum sangat penting di dalam mengungkap kasus penyalahgunaan narkotika. Oleh karenanya proses penyidikan harus dilakukan dengan cermat untuk dapat mengungkap kasus tindak pidana ini. Penelitian ini bertujuan mengkaji proses penyidikan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dan mengkaji masalah dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyidikan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika serta upaya mengatasinya. Penelitian dilakukan di Polresta Surakarta. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sifat penelitian yuridis sosiologis. Sumber data menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan studi lapangan dan studi kepustakaan. Analisis datanya menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian mengenai pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika, pertama-tama Polresta Surakarta menerima laporan dari masyarakat, setelah itu dibuatkan Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Tugas, untuk melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian dan ditemukan Agnes Triana Dewi Alias Neicya bersama teman-temanya sedang melakukan pesta sabu. Pihak Polresta melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap barang bukti dan dilakukan tes urine di Laboratorium Forensik.Agnes Triana Dewi dilakukan Pemeriksaan sebagai tersangka (Penyidik membuat Berita Acara Pemeriksaan), menahan NIECYA selama 20 (dua puluh) hari. Dalam proses Penahanan, Penyidik melengkapi Berkas Perkara dan mengirim berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri Surakarta dan berkas perkara dinyatakan telah lengkap (P-21), setelah itu dilakukan tahap pengiriman tersangka beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Surakarta. Hambatan dalam penyidikan tidak ada, karena pada waktu di tangkap semua tidak melakukan perlawanan dan barang bukti semuanya masih ada di tempat. Kata kunci : Pelaksanaan Penyidikan dan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. PENDAHULUAN Sampai saat ini banyak terjadi tindak pidana penyalahgunaan narkotika di berbagai wilayah hukum di Indonesia. Penyalahgunaan narkotika tidak hanya dilakukan 1

2 oleh orang-orang yang kaya saja ataupun para artis, namun sudah merambah kesemua lapisan masyarakat, baik itu usia tua maupun usia muda, kaya ataupun miskin, laki-laki maupun perempuan. Narkotika pada dasarnya digunakan untuk pengobatan, oleh karenanya untuk memenuhi kebutuhan dalam bidang pengobatan di lingkungan kedokteran, dilakukan produksi narkotika yang terus menerus. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama. Kasus penyalahgunaan narkotika golongan 1 (shabu) juga terjadi di kota Surakarta, tepatnya di Kampung Kebonan RT 04 RW 06 Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres, oleh seorang perempuan yang masih muda kelahiran tahun 1994, bernama Agnes Triana Dewi Alias Neicya pada hari Kamis tanggal 20 Februari 2014 sekitar jam WIB. 1 Terjadinya penyalahgunaan narkotika ini menyebabkan pelaku menderita dan tentunya dapat merusak masa depannya. Kondisi seperti ini dirasakan sudah sangat mengkhawatirkan dan perlu untuk segera disikapi baik dengan upaya preventif maupun represif oleh aparat penegak hukum. Peran serta aparat penegak hukum sangat penting di dalam mengungkap kasus penyalahgunaan narkotika tersebut. Oleh karenanya proses penyidikan harus dilakukan dengan cermat untuk dapat mengungkap kasus tindak pidana ini. Aparat yang mempunyai peran penting terhadap adanya kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika ialah "Penyidik", dalam hal ini penyidik POLRI satuan Reserse Narkoba Polresta Surakarta diharapkan mampu membantu proses penyelesaian terhadap kasus 1 Berita Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. Polresta Surakarta,

3 tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Tindakan-tindakan yang dilakukan penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, meliputi tindakan penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan serta pemeriksaan pihak-pihak yang tersangkut dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Tindakan penyidikan merupakan suatu tindakan yang diambil oleh aparat kepolisian yang bertujuan untuk membuat terang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang menyebabkan ketergantungan. Proses penyidikan berfungsi sebagai tindakan pertama dalam upaya pengungkapan penyalahgunaan narkotika. Proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik berdasarkan ketentuan tentang penyidikan yang terdapat di dalam KUHAP yang diatur dalam Bab XIV bagian kedua Pasal 106 sampai Pasa Tindakan-tindakan yang dilakukan penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika meliputi tindakan penangkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan serta pemeriksaan pihak-pihak yang tersangkut dengan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan mengkaji proses penyidikan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika, dan mengkaji masalah dan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam penyidikan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika serta upaya mengatasinya. LANDASAN TEORI Tinjauan tentang Penyidikan Secara formal prosedural, suatu proses penyidikan dikatakan mulai dilaksanakan sejak dikeluarkannya Surat Perintah penyidikan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang oleh instansi penyidik, setelah pihak kepolisian menerima laporan atau informasi tentang adanya suatu peristiwa tindak pidana dan telah memeriksa dan 3

4 informasi tersebut secara cermat, cepat dan teliti. Hal ini selain untuk menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dari pihak Kepolisian, dengan adanya surat perintah tersebut adalah sebagai jaminan terhadap perlindungan hak-hak yang dimilikinya 2. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP pada Pasal 1 ayat (1), menjelaskan penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang Undang untuk melakukan penyidikan. Atas dasar pengertian ini maka yang melakukan tugas sebagai penyidik adalah : a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. b. Pejabat Pegawai Negara Sipil (PPNS). Penyidik Pejabat Polisi Negara tersebut diangkat oleh Kepala Kepolisian Respublik Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenangnya kepada pejabat polisi lain. Sedangkan penyidik yang berasal dari Pejabat Pegawai Negeri Sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul Departemen yang membawahi pegawai tersebut. Wewenang tersebut dapat dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman. Sebelum pengangkatan Menteri Kehakiman harus terlebih dahulu meminta pertimbangan Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. 3 Berdasarkan tugas utama penyidik agar dapat berjalan dengan lancar maka sesuai Pasal 7 ayat (1) penyidik Polisi Negara Republik Indonesia mempunyai wewenang, antara lain: a. Menerima laporan atau pengaduan dari sesorang tentang adanya tindak pidana b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian 2 Hamrad Hamid dan Harun M, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, Jakarta: Sinar Grafika, Hal Andi Hamzah, 1990, Pengantar Hukum Acara Pidana, Jakarata : Ghalia Indonesia, hal. 75 4

5 c. Menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, dsb. Tindakan penyidik dalam melakukan penyidikan, meliputi: a. Penangkapan Berdasarkan Pasal 1 butir 20 KUHAP, yang dimaksud dengan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa penangkapan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan atau peradilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana. b. Penahanan Penahanan berdasarkan Pasal 1 butir 21 KUHAP yaitu penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau Penuntut Umum atau Haklim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diataur dalam Undangundang Hukum Acara Pidana, sedangkan dalam Pasal 20 ayat (1) dijelaskan bahwa untuk kepentingan penyidikan, penyidik ataupun penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. c. Penggeledahan Penggeledahan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penggeledahan rumah dan penggeledahan badan. Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Pasal 1 butir 17 KUHAP), sedangkan butir 18 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian 5

6 tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita. d. Penyitaan Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaanya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dan penyidikan (Pasal 1 butir 16 KUHAP). e. Penahanan Pasal di atas menyatakan bahwa semua aparat penegak hukum mempunyai wewenang untuk melakukan penahanan. Hal ini karena tujuan dari penahanan sesuai dengan Pasal 20 KUHAP, adalah untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dalam sidang di pengadilan. f. Penggeledahan Penyidik berwenang melakukan penggeledahan yang meliputi penggeledahan rumah, penggeledahan pakaian atau badan (Pasal 32 KUHAP). g. Penyitaan Melakukan penyitaan termasuk kewenangan yang dimiliki oleh penyidik seperti disebutkan Pasal 7 ayat (1) huruf d. h. Pemeriksaan Ada dua kewajiban penyidik sebelum melakukan penyidikan, yaitu: 1) Wajib memberitahu Penuntut Umum 2) Wajib memberitahu tersangka dan hak-haknya Tugas dan kewenangan BNN diatur dalam pasal 70 dan 75 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Adapun kewenangan penangkapan yang dilakukan oleh 6

7 penyidik BNN didasarkan pada Pasal 76 ayat (1) bahwa penangkapan dilakukan paling lama 3x24 jam sejak penangkapan diterima penyidik, sedangkan ayat (2) berbunyi penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3x24 jam. Kemudian, di dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut diatur mengenai beberapa penyidik terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika: a. Badan Narkotika Nasional; b. Penyidik Kepolisian Negara RI; c. Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Tinjauan tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XV Undang- Undang Narkotika No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dapat dikelompokkan dari segi perbuatannya sebagai berikut: 1. Tindak pidana yang menyangkut produksi narkotika 2. Jual beli narkotika 3. Pengangkutan dan transito narkotika 4. Penguasaan narkotika 5. Penyalahgunaan narkotika 6. Tidak melaporkan kecanduan narkotika 7. Label dan publikasi narkotika 8. Jalannya peradilan narkotika 9. Penyitaan dan pemusnahan narkotika 10. Keterangan palsu 11. Penyimpangan fungsi lembaga. Dari sebelas segi perbuatan tindak pidana yang tercantum dalam Undang- Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut, yang diteliti dalam peneliti ini adalah segi perbuatan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. 7

8 Hal-hal lain yang diatur didalam UU Narkotika atau UU No. 35 Tahun 2009 selain orang atau korporasi bisa dijadikan subjek hukum yang telah melakukan tindak pidana narkotika atau prekursor narkotika adalah: 1. Pengurus industri farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban untuk mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku narkotika; 2. Nahkoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan tentang tata cara pengangkutan, penyimpanan maupun penyegelan dan pengangkutan narkotika; 3. Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak membuat berita acara penyitaan dan tidak mematuhi tenggang waktu untuk paling lama 3x24 jam tentang penyerahan benda sitaan dan berita acaranya kepada penyidik BNN dan penyidik Kepolisian Negara RI; 4. Penyidik Kepolisian Negara RI dan penyidik BNN yang tidak melakukan penyegelan dan tidak membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan serta tidak memberitahukan penyitaan paling lama 3x24 jam kepada Kepala Kejaksaan; 5. Kepala Kejaksaan Negeri yang secara melawan hukum setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang narkotika dan precursor narkotika yang dikirim oleh penyidik Kepolisian Negara RI atau penyidik BNNdalam waktu paling lama 7 hari tidak menetapkan status barang sitaan narkotika dan precursor narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan atau dimusnahkan. 8

9 6. Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum; 7. Saksi yang memberikan keterangan yang tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika di muka sidang pengadilan; 8. Pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, apotik, yang mengedarkan narkotika golongan II dan III bukan untuk kepentingan kesehatan; 9. Pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai tanaman narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian di Polresta Surakarta. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan analisis data yang cermat terhadap suatu fenomena sosial tertentu. Penelitian deskriptif kualitatif ini merupakan usaha untuk mengungkapkan suatu masalah, keadaan, atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga hanya bersifat sekadar mengungkap fakta (fact finding. Berdasarkan pengertian tersebut, penelitian ini mengungkapkan tentang proses penyidikan yang telah dilakukan penyidik POLRI dari Polresta Surakarta terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh tersangka yang bernama Agnes Triana Dewi alias Neicya. Sifat dari penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis. Penelitian ini akan meneliti tentang proses penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Polres Surakarta berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang- Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. 9

10 Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer, berupa: Penyidik di Polres Surakarta, dan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data sekunder, berupa: Bahan hukum primer, meliputi: Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, KUHAP, Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bahan hukum sekunder, berupa: buku-buku atau literatur-litiatur, laporan-laporan penelitian, catatan, majalah, koran, makalahmakalah, artikel-artikel dan sumber-sumber lain di bidang hukum yang berhubungan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk melakukan penelitian terdiri dari studi lapangan, dan studi kepustakaan. Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif. Analisa data dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang ada serta disusun secara sistematis dan logis, sehingga diperoleh suatu hasil penelitian tentang: Pelaksanaan penyidikan terhadap kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh Agnes Triana Dewi alias Neicya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika di Polresta Surakarta Berdasarkan hasil proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh aparat penyidik dari Polresta Surakarta terhadap tersangka AGNES TRIANA DEWI Alias NEISCYA, telah sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, diantaranya: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. Proses penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika, baik yang 10

11 dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang sudah dewasa adalah sama. Lebih lanjut Bripka Agung Pramudiyantoro menjelaskan, bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak, hukumannya setengah dari tuntutan, dengan masa tahanan 15 (lima belas) hari yang terbagi atas 2 (dua) tahanan, yaitu 8 (delapan) hari tahanan dari Kepolisian dan 7 (tujuh) hari tahanan dari Kejaksaan. Sementara untuk pelaku tindak pidana dewasa, dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari dari Kepolisian dan 40 (empat puluh) hari dari Kejaksaan. Proses pelaksanaan penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh pihak Polresta Surakarta adalah suatu sistem atau cara penyidikan yang dilakukan untuk mencari, serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya sesuai dengan cara yang diatur dalam KUHAP. Tindakan penyidikan merupakan suatu tindakan kedua dari proses sistem peradilan pidana setelah tindakan penyelidikan. 1. Dasar Hukum Penyidikan Polresta Surakarta dalam hal proses penyidikan, Polresta Surakarta mendasar pada : a. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981) b. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia c. Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. 2. Tahapan Penyidikan a. Awal Dimulainya Penyidikan Tahap pertama dalam suatu penyidikan adalah membuat rencana penyidikan. Rencana penyidikan ini dibuat agar dari awal dapat ditentukan arah 11

12 dari suatu penyidikan, cara yang akan digunakan, personil yang akan digunakan, dan jangka waktu yang dibutuhkan dalam suatu penyidikan. Pembuatan rencana penyidikan adalah suatu keharusan dalam penyidikan terhadap suatu perkara yang akan dilaksanakan oleh penyidik. Ada beberapa kegunaan dari membuat rencana penyidikan yaitu : 1) Memberikan gambaran mengenai penyidikan yang akan dilakukan sehingga dapat dilakukan pembetulan apabila tindakan yang akan dilakukan oleh penyidik tidak sesuai dengan taktik dan teknik dalam penyidikan. 2) Merupakan proses kontrol oleh atasan penyidik terhadap penyidikan yang akan dilakukan oleh penyidik. 3) Mencegah terjadi bias dan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik dalam penyidikan. b. Tujuan Penyidikan Tujuan daripada penyidikan adalah untuk mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data data yang akan digunakan untuk : 1) Membuat terang tindak pidana yang terjadi. 2) Siapa yang dapat dipertanggungjawabkan (secara pidana) terhadap tindak pidana tersebut. c. Sasaran Penyelidikan Sasaran penyidikan yang dilakukan oleh Polreta Surakarta, yaitu : 1) Orang yang diduga telah melakukan tindak pidana. 2) Benda atau barang atau surat yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan yang dapat dipergunakan untuk barang bukti dalam sidang pengadilan. 3) Tempat daerah dimana suatu kejahatan telah dilakukan. 12

13 d. Cara Penyidikan Cara yang dilakukan Polresta Surakarta yaitu dengan melakukan penyidikan secara terbuka. Penyidikan dilakukan dengan cara terbuka karena keterangan-keterangan atau data data atau bukti bukti yang diperlukan mudah untuk mendapatkan dan dengan cara tersebut dianggap tidak akan mengganggu dan menghambat proses penyidikan selanjutnya. Dalam melakukan penyidikan secara terbuka, pihak penyidik dari Polresta Surakarta memperlihatkan tanda pengenal diri sebagaimana diatur dalam Pasal 104 KUHAP. e. Penyidikan Tindakan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah sebagai berikut : 1) Menerima Laporan Sesuai dengan tugas dan kewajibannya, maka Penyidik harus menerima laporan tentang telah terjadinya suatu tindak pidana penyalahgunaan narkotika. 2) Melakukan Tindakan Pertama Penyidik mengecek kebenaran laporan atau pengaduan tersebut dengan memeriksa di tempat kejadian. Penyidik harus berusaha mencari dan mengumpulkan bahan bahan keterangan dan bukti yang digunakan untuk melakukan kejahatan. 3) Penangkapan Setelah penyidik menerima laporan atau pengaduan tentang telah terjadinya suatu peristiwa pidana berupa penyalahgunaan narkotika, maka sebagai kelanjutan daripada adanya tindakan yang dilakukan oleh seseorang, apabila 13

14 penyidik mempunyai dugaan keras disertai bukti-bukti permulaan yang cukup maka penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka. 4) Penggeledahan Penggeledahan dilakukan setelah diterbitkan Surat Perintah Penggeledahan yang ditandatangani pejabat yang berwenang. Namun demikian mengingat keadaan yang sangat perlu atau mendesak, penyidik melakukan penggeledahan tanpa surat ijin dari Ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu, karena dikhawatirkan tersangka segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan, sedangkan surat ijin Ketua Pengadilan Negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat. Setelahnya penyidik segera melaporkan ke Pengadilan Negeri dengan mendapatkan surat penetapan penggelehan dari Ketua Pengadilan Negeri Surakarta, yaitu Nomor : Sp. Dah/10/II/2014/Res Narkoba, tertanggal 20 Februari ) Penyitaan Alat-alat atau barang-barang yang di temukan pada saat penggeledahan diamankan atau diadakan penyitaan. Maksud diadakan penyitaan untuk memberikan keyakinan bahwa tersangkalah yang telah melakukan tindak pidana itu. Pada waktu penyidik akan mengadakan penyitaan suatu barang bukti, maka penyidik terlebih dahulu harus memperlihatkan surat bukti diri, surat tugas dan sebagainya kepada pemilik barang. 6) Pemeriksaan Tersangka dan Saksi Sebelum pemeriksaan dimulai, penyidik perlu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan apakah pemeriksa tersangka atau saksi telah ditunjuk 14

15 orangnya, dimana tersangka atau saksi akan diperiksa dan apakah tersangka atau saksi yang akan diperiksa telah dipanggil sesuai ketentuan yang berlaku. 7) Penahanan Kebebasan bergerak adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang Undang Dasar 1945 bagi setiap warga negara maka penahanan hanya dapat dilakukan atas perintah kekuasaan yang sah menurut peraturan yang ditetapkan dalam Undang Undang. Penahanan bertujuan untuk kepentingan penyidikan dan untuk kepentingan pemeriksaan hakim di persidangan. 8) Selesainya Penyidikan Setelah penyidik menganggap bahwa pemeriksaan terhadap suatu tindak pidana telah cukup, maka penyidik atas kekuatan sumpah jabatannya segera membuat berita acara. Pada berita acara penyidikan ini sekaligus pula dilampirkan semua berita acara yang dibuat sehubungan dengan tindakantindakan yang diperlukan dalam rangka penyidikan. Hambatan yang Dihadapi Penyidik dalam Pelaksanaan Penyidikan Terhadap Kasus Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Dalam proses penyidikan tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan tersangka AGNES TRIANA DEWI ini, pihak kepolisian masih mengalami hambatan, terutama dalam melacak pengedarnya atau penjualnya, dalam kasus ini adalah saudara KOLIK. Berdasarkan hasil penelitian mengenai hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyidikan terhadap kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika dengan tersangka Agnes Triana Dewi, peneliti berpendapat bahwa dalam pengungkapan kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika, merupakan kasus yang cukup sulit untuk 15

16 diungkapkan. Kesulitan dalam mengungkapkan kasus tersebut, karena antara pembeli dan penjual menggunakan sistem putus atau tidak bertemu langsung. Segala transaksi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual narkotika semuanya tanpa mengenali satu sama lainnya. Ketika seseorang mendapatkan barang narkotika tersebut belum tentu dia tahu dan kenal siapa yang diajak transaksinya. Begitu juga dengan masyarakat untuk dimintai keterangan atau informasi malah sering kali saling lempar-lemparan. Terkadang warga masyarakat menjawab tidak tahu atau malah mengatakan untuk minta keterangan ke pihak ketua RT atau pihak keamanan. Demi kepentingan bangsa dan negara, peneliti berharap kepada seluruh lapisan masyarakat untuk tidak takut ataupun merasa ragu memberikan keterangan kepada pihak Penegak Hukum, apabila mempunyai informasi mengenai tindak pidana, khususnya tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Pemberi informasi tidak perlu merasa takut ataupun kawatir, karena pihak penegak hukum akan melindunginya dari ancaman-ancaman atau kejadian yang tidak diinginkan. KESIMPULAN Hasil penelitian yang dilakukan peneliti, bahwa pelaksanaan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika (Studi Kasus di Polresta Surakarta) yaitu Polresta Surkarta menerima Laporan dari masyarakat setempat tentang adanya dugaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika kemudian Polresta Surakarta membuat Laporan Polisi terhadap laporan tersebut setelah itu dibuatkan Surat Perintah Penyidikan dan Surat Perintah Tugas kemudian Anggota Polresta Surakarta melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian dan ditemukan saudari AGNES TRIANA DEWI Alias NEICYA bersama teman-temanya TARA DWI RIYANTO, RIOVY SETIAWAN SOETANTA dan DODY INDRA KUSUMA sedang melakukan pesta sabu sehingga 16

17 Anggota Polresta Surakarta melakukan upaya paksa penangkapan terhadap saudari AGNES TRIANA DEWI bersama teman-temannya tersebut, penggeledahan dan penyitaan terhadap barang bukti dan dilakukan tes urine di Laboratorium Forensik, selanjutnya dilakukan Gelar Perkara untuk menganalisis penerapan Pasal yang yang akan disangkakan terhadap saudari AGNES TRIANA DEWI, setelah itu melengkapi administrasi penyidikan (membuat Surat Perintah Penyidikan) kemudian saudari AGNES TRIANA DEWI dilakukan Pemeriksaan sebagai tersangka (Penyidik membuat Berita Acara Pemeriksaan), selanjutnya saudari AGNES TRIANA DEWI dilakukan Penahanan selama 20 (dua puluh) hari. Kemudian dalam proses Penahanan, Penyidik melengkapi Berkas Perkara dan mengirim berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Negeri Surakarta dan berkas perkara dinyatakan telah lengkap (P-21), setelah itu dilakukan tahap pengiriman tersangka AGNES TRIANA DEWI beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Surakarta. Hambatan yang dihadapi oleh penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh tersangka AGNES TRIANA DEWI bersama temannya TARA DWI RIYANTO, RIOVY SETIAWAN SOETANTA dan DODY INDRA KUSUMA boleh dibilang tidak ada, karena pada waktu di tangkap semua tidak melakukan perlawanan. Di samping itu semua barang bukti yang digunakan masih di tempat, seperti: 2 (dua) plastik kecil transparan terdapat sisa shabu, 2 (dua) pipa kaca terdapat sisa shabu, seperangkat alat hisap shabu (Bong) dari botol Aqua kecil, sebuah Hp merk EVERCROSS warna putih kombinasi biru beserta No. IM , dan sebuah Bungkus rokok Sampoerna mild merah. 17

18 DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 1990, Pengantar Hukum Acara Pidana, Jakarata : Ghalia Indonesia. Hamrad Hamid da Harun M Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan. Jakarta: Sinar Grafika. Sumber lain : Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Berita Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika. Polresta Surakarta,

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5 Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 3.5.1 Kewenangan Penyidikan oleh BNN Dalam melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698] UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698] BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 78 (1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum: a. menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG 2.1 Bentuk Kejahatan Narkotika Kejahatan adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang merusak moral bangsa dan merugikan seluruh lapisan masyarakat, sehingga harus dilakukan penyidikan sampai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta

2013, No.96 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari ta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.96, 2013 KESEHATAN. Narkotika. Penggunaan. Larangan. Aturan Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu realita, bahwa proses sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, tidak dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam masyarakat. Proses

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 9/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 9/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 9/PID.SUS.Anak/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

BAB I BERKAS PENYIDIKAN

BAB I BERKAS PENYIDIKAN BAB I BERKAS PENYIDIKAN Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan, suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, namun untuk menentukan apakah

Lebih terperinci

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014

PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN. Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 PERLUNYA NOTARIS MEMAHAMI PENYIDIK & PENYIDIKAN Dr. Widhi Handoko, SH., Sp.N. Disampaikan pada Konferda INI Kota Surakarta, Tanggal, 10 Juni 2014 Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N NOMOR : 443/PID.SUS/2017/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada pengadilan tingkat banding

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA UU 22/1997, NARKOTIKA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 573/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tgl lahir : 44 tahun / 02 Mei 1969;

P U T U S A N. Nomor : 573/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur/Tgl lahir : 44 tahun / 02 Mei 1969; P U T U S A N Nomor : 573/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN

GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN GUBERNUR BANTEN PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20..

SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN RUANG / /20.. LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PENATAAN RUANG SAMPUL BERKAS PERKARA Nomor: BP-../PPNS PENATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

Bagian Kedua Penyidikan

Bagian Kedua Penyidikan Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N NOMOR 577/PID.SUS/2017/PTMDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat banding menjatuhkan putusan sebagai

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 169 / PID SUS / 2016 / PT PBR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor 169 / PID SUS / 2016 / PT PBR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 169 / PID SUS / 2016 / PT PBR DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Pekanbaru yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara pidana dalam peradilan tingkat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.844, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Rehabilitasi. Penyalahgunaan. Pencandu. Narkotika. Penanganan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 182/PID.SUS/2016/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 62/Pid.B/2013/PN. BJ.-

P U T U S A N Nomor : 62/Pid.B/2013/PN. BJ.- P U T U S A N Nomor : 62/Pid.B/2013/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana biasa dalam peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 116/PID.SUS/2017/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1 I. PENDAHULUAN Sebagai akibat aktivitas perekonomian dunia, akhir-akhir ini pemanfaatan hutan menunjukkan kecenderungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan atas

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL GUBERNUR

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor 429/Pid.Sus/2017/PTMDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam pengadilan tingkat banding,

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 168/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN TERSANGKA DAN/ATAU TERDAKWA PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T No. 339, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pencucian Uang. Asal Narkotika. Prekursor Narkotika. Penyelidikan. Penyidikan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELIDIKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang

Lebih terperinci

SUYETNO Binjai. 37 Tahun/16 Desember Laki-laki. Indonesia. Kabupaten Langkat Islam. Wirawasta.

SUYETNO Binjai. 37 Tahun/16 Desember Laki-laki. Indonesia. Kabupaten Langkat Islam. Wirawasta. P U T U S A N No. 487/PID.Sus/2014/PN.Bj DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam peradilan tingkat pertama dengan

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN,

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 153/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 42/Pid.Sus-Narkotika/2016/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 42/Pid.Sus-Narkotika/2016/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 42/Pid.Sus-Narkotika/2016/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang mengadili perkara pidana dalam peradilan tingkat Banding, menjatuhkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera,

Lebih terperinci

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG S A L I N A N BUPATI TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 104/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap yang dilakukan oleh pelakunya. Dalam realita sehari - hari, ada 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan- peraturan yang menentukan perbuatan apa saja yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5419 KESEHATAN. Narkotika. Penggunaan. Larangan. Aturan Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 96) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N NOMOR 442/PID.SUS/2017/PT MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat banding menjatuhkan putusan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 42 TAHUN : 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 20/PID.SUS/2017/PT MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, menjatuhkan putusan

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 29 TAHUN 2017 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL KOTA YOGYAKARTA DALAM ACARA PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

: 241 /PID.SUS/2015/PT-MDN.-

: 241 /PID.SUS/2015/PT-MDN.- P U T U S A N Nomor : 241 /PID.SUS/2015/PT-MDN.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang mengadili perkara-perkara Pidana pada peradilan tingkat banding telah menjatuhkan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016 PERTIMBANGAN YURIDIS PENYIDIK DALAM MENGHENTIKAN PENYIDIKAN PERKARA PELANGGARAN KECELAKAAN LALU LINTAS DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAMBI Islah 1 Abstract A high accident rate makes investigators do not process

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimang : a. b. bahwa dalam upaya penegakan Peraturan Daerah

Lebih terperinci

PENGADILAN NEGERI STABAT

PENGADILAN NEGERI STABAT PUTUSAN No : 130/Pid/Sus/2014/PN.Stb DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Stabat yang mengadili perkara - perkara pidana dengan acara pemeriksaan perkara biasa dalam peradilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyelidikan dan Penyidikan. Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penyelidikan dan Penyidikan Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR DOMPU STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SAT RES NARKOBA Dompu 2 Januari 2016 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto *

Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum. Cakra Nur Budi Hartanto * Fungsi Pra Penuntutan Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Penuntutan Perkara Pidana Oleh Penuntut Umum Cakra Nur Budi Hartanto * * Jaksa Kejaksaan Negeri Salatiga, mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI MEDAN

PENGADILAN TINGGI MEDAN P U T U S A N Nomor : 311/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 441/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 441/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 441/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL HSL RPT TGL 13 JULI 2009 PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI P U T U S A N. Nomor : 788/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGGI P U T U S A N. Nomor : 788/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 788/PID.SUS/2016/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N P U T U S A N Nomor 157/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM

Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kedua, Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2 Penyidikan Oleh Kepolisian RI 3.2.1 Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

Lebih terperinci

PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA

PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA P U T U S A N Nomor : 113/PID.SUS/2017/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat

Lebih terperinci

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP)

STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARAN BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERATION PROCEDURE (SOP) Tentang PENYIMPANAN DAN PEMUSNAHAN BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOBA POLRES BIMA KOTA

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 306/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Terdakwa ditangkap pada tanggal 14 Oktober 2014;

P U T U S A N. Nomor : 306/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Terdakwa ditangkap pada tanggal 14 Oktober 2014; P U T U S A N Nomor : 306/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 7 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 11 TAHUN 2001 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 373/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 373/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 373/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah

Lebih terperinci

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id. P U T U S A N No. 11 / Pid.B / 2014 / PN. Sbg

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id. P U T U S A N No. 11 / Pid.B / 2014 / PN. Sbg P U T U S A N No. 11 / Pid.B / 2014 / PN. Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga, yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam tingkat pertama, telah

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4.1 Kewenangan KPK Segala kewenangan yang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Ta No.407, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENATR/BPN. PPNS. Penataan Ruang. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI

Lebih terperinci

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara

1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara 1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG BUKTI DI LINGKUNGAN BADAN

Lebih terperinci

*9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/1997, NARKOTIKA *9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana

Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang : Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 8 TAHUN 1981 (8/1981) Tanggal : 31 DESEMBER 1981 (JAKARTA) Sumber : LN 1981/76;

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 82/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 82/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 82/PID/2013/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN TINGGI MEDAN di Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG ADMINISTRASI PENYIDIKAN DAN PENINDAKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil

Lebih terperinci