BAB I PENDAHULUAN. Air adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi bagi manusia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Air adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi bagi manusia"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Air adalah salah satu kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi bagi manusia dan makhluk hidup untuk tumbuh dan berkembang atau dengan kata lain air adalah salah satu material yang membuat kehidupan terjadi di muka bumi. Dalam sejarah perkembangan manusia juga diceritakan bahwa air menjadi tempat dan sumber peradaban tumbuh dan berkembang, karena air merupakan kebutuhan dasar dan juga sebagai pusat kegiatan untuk berbagai aktifitas seperti pengairan lahan pertanian, berbagai kebutuhan rumah tangga dan bahkan dahulunya perkampungan dan kota-kota tumbuh disekitar perairan seperti daerah aliran sungai dan kota-kota pelabuhan di pinggir laut. Air bersih merupakan potensi alamiah suatu wilayah, tidak semua daerah mempunyai kekayaan alam seperti itu sehingga diperlukan pengelolaan dalam menjaga keberadaan dan kelestarian lingkungannya. Pengelolaan sumberdaya alam ( resources) sebagai modal dasar pembangunan suatu wilayah akan berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat apabila dikelola secara efektif dan efisien. Realitas yang banyak ditemui dan kemungkinan yang akan terjadi di masa datang adalah perkembangan jumlah penduduk dan tingginya permintaan akan air bersih menyebabkan pengelolaan yang kurang memperhatikan daya dukung lingkungan dikarenakan melimpahnya

2 2 sumber daya dari segi kuantitas saat ini sering menjadi faktor penyebab kurangnya kepedulian terhadap usaha-usaha untuk menjaga keberlajutannya. Penggunaan lahan yang kurang memperhatikan kondisi dan kualitas lingkungan untuk menopang kehidupan seperti penggunaan ruang di daerah resapan dan aliran sungai juga mempunyai andil besar dalam kualitas dan kelangsungan sumber air sepanjang waktu. Semakin meningkatnya kerusakan hutan dan lahan mengakibatkan rendahnya kemampuan daerah resapan dan aliran sungai dalam menyimpan air di musim kemarau sehingga kejadian banjir dan tanah longsor semakin meningkat, pendangkalan sungai karena sedimentasi dan sumber-sumber air cepat mengering hanya dalam hitungan dua atau tiga bulan tidak turun hujan. Ketersediaan air baku untuk air minum telah menimbulkan berbagai permasalahan dan konflik kepentingan bagi pengguna di berbagai daerah yang menimbulkan biaya dan waktu yang tidak sedikit dalam mengatasinya. Berdasarkan info kajian Bappenas (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2011), terjadinya konflik pemanfaatan air disebabkan oleh adanya perbedaan nilai pandang dan nilai manfaat, adanya aktor atau pemeran utama beserta peran kepentingan terhadap air. Kasus-kasus konflik pemanfaatan air sudah mulai terjadi di Pulau Jawa seperti 1). Kasus Umbul Temanten di Kabupaten Sleman, DIY tentang pembagian alokasi air untuk PDAM dan irigasi; 2) Kasus di Kabupaten Kuningan dan Kota Cirebon tentang pemanfaatan mata air sumber PDAM yang berada di dua wilayah; 3). Konflik sumber air Umbul Betek, Kabupaten Klaten tentang perebutan pemanfaatan sumber air antara pihak masyarakat desa sebagai pemangku wilayah air yang berlangsung secara turun

3 3 temurun dengan PDAM Klaten dan berbagai kasus lainnya yang membutuhkan waktu dan dana besar dalam penyelesaiannya. Konflik yang terjadi dalam beberapa kasus diatas berawal dari adanya perbedaan nilai pandang diantara pemangku kepentingan dimana nilai pandang yang sudah terbangun di suatu kelompok masyarakat sering berbeda dengan pandangan yang ada di pihak lain. Terbatasnya ketersediaan air tanah di alam dan maraknya pengambilan sumber mata air karena tuntutan kebutuhan air bersih yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan akan menjadi tantangan dalam pengelolaannya. Salah satu penyebab krisis air di dunia sebagaimana terungkap pada 2 nd World Water Forum di Den Haag adalah kelemahan penyelenggaraan ( governance) pengelolaan air di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Menurut Danaryanto, dkk (dalam Kodoatie, 2012:280) pelaksanaan pengelolaan sumber air masih ditemukan berbagai permasalahan antara lain sulitnya berkoordinasi antar institusi pengelola sumber air, eksploitasi yang berlebihan, dan masih kurang pedulinya masyarakat terhadap keberadaan dan fungsi air tanah, baik kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya. Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut menimbulkan berbagai tantangan dalam pengelolaan air tanah antara lain bagaimana pengelolaan secara terpadu terhadap keberlanjutan ketersediaan air tanah dengan menjamin keseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air tanah serta bagaimana memberdayakan sumber daya dari masyarakat, swasta, para pihak berkepentingan, dan pemerintah. Kabupaten Lima Puluh Kota sebagai salah satu kabupaten dalam lingkup Provinsi Sumatera Barat, memiliki kondisi geografis dengan topografi yang

4 4 cenderung berbukit-bukit dan terdapat tiga buah gunung berapi yang tidak aktif. Dari struktur geologi, daerah ini termasuk dalam daerah cekungan Payakumbuh. Dengan kondisi alam tersebut sangat memungkinkan banyaknya tersedia sumber daya air baku yang tersebar pada 11 (sebelas) titik lokasi sumber air bersih. Salah satu sumber air yang menarik dan berbeda dengan lainnya adalah sumber air bersih Batang Tabik dimana sumber airnya berupa mata air dengan debit air liter/detik yang berada di tengah permukiman masyarakat dan telah dimanfaatkan secara turun temurun oleh masyarakat sekitarnya. Pemanfaatan secara bersama oleh masyarakat setempat dan pemerintah daerah adalah untuk air baku PDAM Kota Payakumbuh sejak tahun 1974 dengan kapasitas terpasang L/dtk. Selain itu, juga dimanfaatkan untuk irigasi yang mengaliri 828,35 hektar persawahan dan kolam pemandian yang dikelola oleh organisasi pemuda jorong setingkat dusun dengan pengunjung rata-rata setiap bulannya mencapai orang. Dalam pengelolaan selama ini, dengan perkiraan kemungkinan potensi konflik yang timbul berdasarkan contoh berbagai kasus konflik pemanfaatan air bersih di daerah-daerah lain baik antar wilayah maupun antar sektor dimana permasalahan sering timbul karena terusiknya keadilan yang telah dirumuskan bersama, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi bagi masyarakat lokal yang berdomisili di sumber air bersih Batang tabik yang berlokasi di Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota. Tentunya hal tersebut menarik untuk diteliti tentang bagaimana masyarakat setempat dapat berbagi dan saling memanfaatkan sumber air. Prinsip-

5 5 prinsip dan tata nilai seperti apa yang ada di tengah masyarakat dalam menjaga aturan-aturan dan kesepakatan yang telah disepakati untuk manfaat secara adil sehingga pengelolaannya mampu mewakili berbagai kepentingan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat lokal Rumusan Masalah Sumber air bersih Batang Tabik telah dimanfaatkan secara turun temurun oleh masyarakat setempat untuk berbagai kebutuhan hidup seperti keperluan rumah tangga dan pengairan persawahan. Disisi lain, sumber air bersih ini juga dimanfaatkan oleh Kota Payakumbuh untuk air baku PDAM dimana penggunaan air bersih tersebut justru dimanfaatkan oleh masyarakat diluar kawasan yang menjadi sumber air tersebut yaitu masyarakat Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota. Kondisi tersebut sangat memungkinkan terjadinya situasi yang tidak menguntungkan yang bermuara kepada konflik kepentingan dan kepemilikan sumber air. Banyak kasus yang terjadi di berbagai daerah dalam pengelolaan sumber daya adalah munculnya pertikaian lebih didominasi oleh adanya konflik kepentingan dan terusiknya keadilan yang telah dirumuskan bersama. Perbedaan antar individu, kelompok atau golongan dapat berupa perbedaan prinsip dan kepentingan. Tentunya didalam setiap permasalahan selalu ada jalan keluarnya. Seperti halnya pengelolaan air bersih di Nagari Sungai Kamuyang yang selama ini belum ditemukan adanya konflik yang timbul ditengah masyarakat berkaitan dengan pemanfaatan sumber air bersih Batang Tabik.

6 6 Berdasarkan uraian masalah tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu Prinsip-prinsip dan tata nilai seperti apa yang terdapat di masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya air? 1.3. Tujuan Penelitian Menemukan prinsip-prinsip dan tata nilai masyarakat yang mendasari pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air bersih Batang Tabik di Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat dalam hal menemukan prinsip-prinsip dan tata nilai (kearifan lokal) yang ada ditengah masyarakat dalam mengelola pemanfaatan sumberdaya air yang adil, optimal dan berkelanjutan antar berbagai pemangku kepentingan antara lain: 1. Membangun ilmu pengetahuan dalam hal partisipasi dan kearifan lokal masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya air. 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan terhadap pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan/keputusan untuk pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air agar melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pembangunan kedepannya sehingga manfaat dan kelestarian pembangunan dapat lebih baik, terjaga dan tepat sasaran.

7 7 3. Masyarakat dapat mengetahui dan memahami akan pentingnya prinsipprinsip dan tata nilai (kearifan lokal) yang ada selama ini untuk dijaga dan diwariskan kepada generasi selanjutnya dan masyarakat luas Keaslian Penelitian Keaslian penelitian secara ilmiah pada hakekatnya mengacu pada tiga pilar utama yang secara struktural merupakan satu kesatuan yaitu lokasi, fokus dan metoda penelitian. Mengacu pada uraian tersebut, maka keaslian penelitian ini dapat diuraikan berdasarkan struktur tersebut diatas sebagai berikut : Lokasi : Jorong Batang Tabik Nagari Sungai Kamuyang Kecamatan Luak Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Fokus : Prinsip dan tata nilai masyarakat dalam pengelolaan air bersih berbasis multi kepentingan. Metoda : Kualitatif Induktif Fenomenologi. Berdasarkan bacaan pustaka telah ada beberapa penelitian yang sejenis namun mempunyai lokasi, fokus dan metode yang berbeda. Penelitian ini sendiri memfokuskan pada prinsip-prinsip dan tata nilai masyarakat yang mendasari pengelolaan sumber daya air berbasis multikepentingan di Batang Tabik Nagari Sungai Kamuyang Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Meskipun terdapat beberapa kesamaan dalam sumber-sumber literatur yang digunakan namun karena adanya perbedaan lokasi, fokus dan metode penelitian, maka keaslian penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

8 8 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Nama Lokasi Substansi Keterangan 1 Trenggono Trimulyo, 2005 (S2/ MPKD/UGM) 2 Ekanita Sovianti, 2014 (S2/ MPKD/UGM) Sumber : Hasil Analisis, 2014 Desa Bugel Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulon Progo Desa Aik Berik Kabupaten Lombok Tengah Pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat Konsep pengelolaan sumber air secara sosial budaya oleh masyarakat lokal Menjelaskan konsep-konsep pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat Melakukan eksplorasi tentang pengelolaan sumberdaya air yang dilakukan oleh masyarakat lokal secara sosial budaya

9 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Ruang lingkup kajian pustaka dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan sumber air oleh masyarakat dalam memanfaatkan sumber air bersih dalam bentuk prinsip dan tata nilai yang mendasari kesepakatan dalam pengelolaannya. Adapun topik-topik yang akan dikaji antara lain: 1). Sumber Daya Air; 2). Pengelolaan Sumber Daya Air; 3). Multi Kepentingan; 4). Masyarakat Lokal; 5). Landasan Teori Sumber Daya Air Pengertian Air Air merupakan suatu zat atau material atau unsur penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain dalam sistem tata surya dan air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Wujudnya bisa berupa cairan, es (padat) dan uap/gas. Dengan kata lain karena adanya air, maka bumi merupakan satu-satunya planet dalam tata surya yang memiliki kehidupan (Parker 2007 dalam Kodoatie, 2012:35) Sumber Daya Air Sumber daya air berdasarkan Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mendefinisikan bahwa sumber daya air adalah air, sumber air,

10 10 dan daya air yang terkandung didalamnya sedangkan daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya Jenis-jenis Sumber Air Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, diatas, ataupun dibawah permukaan tanah. Sumber air dapat digolongkan kedalam dua sumber yaitu air tanah dan air permukaan. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah permukaan tanah yang dapat dikumpulkan ke permukaan dengan sumur-sumur, pemompaan ataupun aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran ataupun rembesan. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah seperti air dalam sistem sungai, air dalam sistem irigasi, air waduk, danau, dan kolam retensi (Kodoatie, 2008:12). Mata air merupakan bagian dari air tanah. Dalam ilmu hidrogeologi mata air merupakan titik atau kadang-kadang suatu areal kecil tempat air tanah muncul atau dilepaskan dari suatu akuifer ke permukaan tanah (Bear 1979 dalam Kodoatie, 2012:80). Mata air dapat diklasifikasikan berdasarkan besaran debit, jenis akuifer, karakteristik kimia dan temperatur air tanah, arah migrasi air tanah, topografi dan kondisi geologi. Debit mata air ditentukan oleh permeabilitas akuifer, daerah tangkapan keakuifer dan jumlah tangkapan, apabila tingkat permeabilitas yang tinggi akan memberikan volume air yang besar menjadi terpusat pada suatu

11 11 daerah yang kecil. Pada beberapa mata air dengan akuifer yang mempunyai debit yang agak besar, tetapi permeabililtasnya terlalu rendah maka tekanan air kepermukaan yang luas lebih kuat (Davis & De Wiest, 1966 dalam Kodoatie, 2012:80) Pengelolaan Sumber Daya Air Pengelolaan sumber daya air merupakan suatu rangkaian ketentuan yang perlu ditaati agar hasil pengelolaan tersebut dapat bermanfaat bagi kesejahteraan bersama. Pengaturan pengelolaan sumberdaya air bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah serta antisipasi terhadap berbagai kemungkinan konflik kepentingan yang akan dan mungkin terjadi karena pemanfaatan potensi sumberdaya alam memerlukan berbagai pemangku kepentingan dalam pegelolaan pemanfaatanya. Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 pasal 1 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air menyatakan bahwa: Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan mengendalikan daya rusak air. Kegiatan pengelolaan sumber air meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, konservasi, pengendalian daya rusak dan pendayagunaan. Pengelolaan sumberdaya air juga dapat didefenisikan sebagai suatu proses koordinasi pengembangan dan pengelolaan air, tanah dan sumber daya terkait dengan tujuan untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi dan

12 12 kesejahteraan sosial yang serasi tanpa mengganggu kestabilan dari ekosistemekosistem penting (Global Water Partnership, 2001 dalam Kodoatie, 2012:281). Menurut Grigg (1996) bahwa pengelolaan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan Manajemen Sumber Daya Air Air tanah mempunyai ciri khas dan unik sehingga menyebabkan pengelolaan air tanah menjadi spesial dan perlu dikelola dengan baik dan komprehensif. Secara menyeluruh sumber daya air tanah tergantung dari banyak hal yang memerlukan perpaduan baik dalam sistem alam maupun dalam sistem kehidupan. Perpaduan tersebut antara lain: (Global Water Partnership, 2001 dalam Kodoatie, 2012:282) 1. Perpaduan dalam sistem alam : antara pemakaian tanah dan air, antara air permukaan dan air tanah, antara jumlah dan kualitas air, antara hulu dan hilir, antara air tawar dan air asin, antara penyebab dan penerima dampak. 2. Perpaduan pengelolaan untuk pencapaian keseimbangan ideal dalam sistem alam dan dalam sistem kehidupan (sistem manusia). Langkah - langkah yang perlu diambil antara lain : pengutamaan air dalam sistem ekonomi, sosial dan lingkungan, kepastian koordinasi antar sektor-sektor, kepastian adanya kerjasama antara pengelolaan sektor umum dan pribadi,

13 13 pengikutsertaan semua pemangkukepentingan karena : water is every one s business!. Mengacu kepada konfrensi tingkat tinggi bumi ( earth summit) yang dilaksanakan oleh badan UNCED PBB (the United Nations Converence On Environment Dan Development, 1992 dalam Kodoatie, 2012:293) tentang lingkungan dan pembangunan yaitu mewujudkan hubungan kemitraan yang bertujuan terciptanya keserasian antara dua kepentingan, yaitu lingkungan yang bermutu tinggi dan perkembangan serta pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi seluruh penduduk dengan substansi sebagai berikut: 1. Air tawar baik air permukaan dan air tanah adalah terbatas dan dengan sumber yang rentan dan lemah namun sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, pengembangan dan lingkungan yang harus dikelola secara terpadu dan holistik. 2. Pengembangan dan pengelolaan air harus didasari dalam pendekatan partisipatif, melibatkan pemakai, perencana dan penentu kebijakan dalam semua tingkatan yaitu mengelola air dengan manusia dan dekat dengan manusia. 3. Air memiliki nilai ekonomi dalam setiap pemakaian kompetitifnya dan harus dipahami sebagai benda ekonomi. 4. Air juga memilliki nilai sosial sebagai salah satu sumber kehidupan. Ini berarti semua orang mempunyai hak atas air dan bagi yang tidak mampu wajib disediakan oleh pemerintah.

14 14 Azas manajemen air tanah berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral nomor 1451.K/10/MEM/2000 yaitu dilaksanakan berdasarkan asas fungsi sosial dan nilai ekonomi meliputi : 1. Azas kemanfaatan umum, dalam arti pengelolaan sumber daya air tanah dilaksanakan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum secara efektif dan efisien. 2. Asas keterpaduan dan keserasian, artinya pengelolaan air tanah perlu dilakukan secara seimbang dalam mewujudkan keserasian untuk berbagai kepentingan dengan memperhatikan sifat alamiah air yang dinamis. 3. Asas kelestarian, yakni pengelolaan air tanah diselenggarakan untuk menjaga kelestarian fungsinya secara berkelanjutan Kepemilikan Sumber Daya Air Menurut Tuner dan Bateman (1994), mengemukakan bahwa bentuk dan status kepemilikan secara umum terhadap sumberdaya alam termasuk air dapat dibedakan atas empat kelompok yaitu : 1. Hak milik yang bersifat umum (common property) Pemilikan yang bersifat umum apabila dipandang dari segi ekonomi sebenarnya bukanlah merupakan hak milik karena barang yang dimiliki secara umum merupakan barang yang dapat digunakan oleh setiap orang untuk berbagai keperluan tanpa adanya biaya yang dikeluarkan seperti halnya udara dan air.

15 15 2. Hak milik umum yang terbatas (restricted common property) Umumnya asset masyarakat dikelola oleh suatu badan publik atau pemerintah dimana pemerintah dapat membatasi penggunaan hak milik tersebut dengan berbagai cara. 3. Hak pakai (status tenure) Pemakai asset dibatasi hanya untuk orang-orang atau badan-badan tertentu yang ditetapkan berdasarkan hukum. Dengan demikian pemilikan menjamin pemakaian asset sesuai dengan kewenangan atas pemilikan tersebut. Hak pakai dapat dipindah tangankan. 4. Hak milik penuh (private property right) Dalam hal ini hak milik dapat dipindahkan dan pemindahan suatu asset mengarah pada terbentuknya harga yang sebenarnya. Hal ini berarti hak milik dapat dipindahkan sehingga hak milik akan menjadi/ mempunyai harga. Sesuatu yang dimiliki dapat dihargai dan sesuatu yang berharga dapat dimiliki, tetapi hubungan secara fungsional antara harga dan hak milik sulit ditentukan secara tepat. Walaupun hak milik ini merupakan dasar konsepsi pemilikan dalam masyarakat, namun hak milik tersebut perlu dibatasi guna mencegah munculnya kesenjangan sosial. Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dalam pasal 6 Ayat (2) dan ayat (3) menyatakan : 1. Ayat (2) Penguasaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak

16 16 bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundangundangan. 2. Ayat (3) Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat Kepemilikan terhadap suatu sumber daya alam di tingkat lokal juga dapat diatur oleh Pemerintah daerah, berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Nagari menyatakan: yang termasuk dalam kekayaan nagari adalah pasar nagari, tanah lapang atau tempat rekreasi nagari, balai atau mesjid, tanah, hutan, tambang, batang air, tebat, danau dan atau laut yang menjadi ulayat nagari, bangunan yang dibuat oleh penduduk perantau untuk kepentingan umum, harta benda dan kekayaan lainnya, yang semua itu masuk dalam asset nagari. Dalam pengelolaan asset nagari, masing-masing nagari memiliki sistem dan mekanisme sendiri melalui kesepakatan dan kesepahaman. Penghormatan dan perlindungan terhadap masyarakat adat merupakan suatu yang tidak boleh tidak, dilihat dari sudut pandang nasional maupun regional. Sikap yang arif didasari pada penilaian objektif rasional berkenaan dengan keberadaan hak masyarakat adat sangat diperlukan agar tercapai rasa keadilan, kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terkait menyangkut hak masyarakat adat dimana dituntut persepsi dan sikap yang sama dari pihak legislatif, eksekutif, yudikatif maupun masyarakat pada umumnya (Sumardjono, 2009:168) Kelembagaan Kelembagaan pengelolaan sumber daya air sangat diperlukan untuk dapat menyelenggarakan pengelolaan secara benar, efisien dan efektif dimana tantangan

17 17 dalam pengelolaan sumber daya air disamping menyangkut masalah fisik dan pembiayaan, juga akan sangat ditentukan oleh peran-peran institusi pengelola (Kodoatie, 2012:316). Kelembagaan mempunyai peran yang sangat penting dalam menangani dan memecahkan masalah-masalah nyata dalam pembangunan. Kelembagaan merupakan inovasi manusia untuk mengatur atau mengontrol interdepedensi antar manusia terhadap sesuatu, kondisi atau situasi melalui inovasi dalam Property right (hak kepemilikan), aturan representatif atau batas yurisdiksi (Pakpahan, 1989) Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air dapat berbentuk pemberdayaan dari sekelompok masyarakat atau organisasai kemasyarakatan di bidang sumber daya air seperti misalnya subak atau pun perhimpunan petani pemakai air (P3A). Kelompok masyarakat tersebut berdasarkan prakarsa sendiri atau dari pihak luar untuk dapat melakukan pemberdayaan dengan tetap berpedoman pada tujuan pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing (Kodoatie dan Sjarif, 2008:332). Pengelolaan dan pengembangan sumber daya air, partisipasi masyarakat merupakan salah satu unsur yang sangat penting dan strategis terutama dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebijakan publik seperti pembiayaan pengembangan kegiatan dan pengelolaan sumber daya air. (Budirahardjo, 2006:26). Beberapa nilai strategis dalam pemberdayaan masyarakat, antara lain:

18 18 1. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat, maka dapat dihindari kemungkinan adanya kesalahan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. 2. Dengan melibatkan masyarakat, maka keputusan yang diambil pemerintah akan lebih mudah diterima oleh masyarakat ( public legitimation). 3. Tumbuhnya aliansi strategis antara pemerintah dan masyarakat yang sangat penting dalam pembangunan (strategic partnership) Permasalahan dan Tantangan Pengelolaan Air Bersih Air bersih sebagai kebutuhan pokok manusia untuk hidup tentunya akan menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan dalam pengelolaannya karena seiring dengan meningkatnya pertumbuhan dan kebutuhan penduduk akan air bersih tersebut. Dilain sisi, keberadaan air bersih semakin berkurang karena pencemaran dan degradasi lingkungan. Menurut Danaryanto, dkk (dalam Kodoatie, 2012:280) pelaksanaan pengelolaan sumber air masih ditemukan berbagai permasalahan antara lain: 1). Pengelolaan sumber air dan pendukungnya tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu institusi, akan tetapi dalam pelaksanaannya sulit terkoordinasi. 2). Pemanfaatan lebih menitikberatkan pada eksploitasi untuk mendapatkan pendapatan bagi daerah daripada konservasinya.

19 19 3). Masih terbatasnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman air tanah, sehingga kurang peduli terhadap keberadaan dan fungsi air tanah, baik kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya. Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut, menurut Danaryanto, dkk (dalam Kodoatie, 2012:280) menimbulkan tantangan dalam pengelolaan air tanah antara lain : 1). Pengelolaan secara terpadu antara air tanah dan air permukaan dengan menyadari bahwa air tanah adalah bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem dan berinteraksi dengan air permukaan. 2). Desentralisasi pengelolaan dengan cara memberdayakan daerah untuk mengelola air tanah dalam lingkup wilayahnya tanpa mengabaikan sifat keterdapatan dan aliran air tanah serta prinsip-prinsip pengelolaan akuifer lintas batas. 4) Keberlanjutan ketersediaan air tanah dengan menjamin keseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan air tanah sebagai bagian dari ekosistem. 5). Ketersediaan sumber daya (keahlian, peralatan dan biaya) pengelolaan, yaitu dengan memberdayakan sumber daya dari masyarakat, swasta, para pihak berkepentingan, dan pemerintah Multi Kepentingan Kepentingan dapat diartikan sebagai sikap/perbuatan seseorang terhadap satu atau lain hal yang ingin untuk dipenuhi. Setiap orang mempunyai

20 20 kepentingan yang berbeda-beda. Terlepas dari penting atau tidaknya, kepentingan menjadi sesuatu yang relatif ketika tidak hanya diri kita sendiri yang memerlukannya. Jika kita sendiri yang memandang itu sebagai suatu kepentingan maka bisa saja dikatakan sebagai kepentingan pribadi. Akan tetapi bisa saja bukan hanya kepentingan diri sendiri, mungkin saja adalah kepentingan bersama (untuk kepentingan pribadi). Kepentingan bersama juga bisa jadi adalah kepentingankepentingan pribadi yang bersepakat dan mengakui bahwa suatu hal tersebut adalah penting. Multi kepentingan adalah segenap pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang sedang diangkat. Pengelolaan sumber daya alam saling terkait antar berbagai kepentingan, sifatnya milik bersama dan saling terintegrasi akan semakin membuat tingginya potensi konflik karna multikepentingan dengan banyak pihak terkait sebagai pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan atau lebih dikenal dengan istilah stakeholder telah dipakai oleh banyak pihak dalam hubungannnya dengan berbagi ilmu atau konteks. Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu, suatu rencana, dan terkena dampak dari suatu kegiatan Konflik Kepentingan Konflik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam setiap sendi kehidupan, tidak terkecuali dalam pengelolaan sumberdaya air terutama dengan

21 21 sifatnya sebagai salah satu sumber kehidupan dan juga ketika sumberdaya air yang terbatas, dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Kemungkinan konflik yang timbul, menurut Kodoatie (2012:344) mengatakan bahwa apabila dikelola dan saling adil maka bisa saja konflik tersebut menjadi sesuatu yang bersifat positif dimana konflik dapat membantu membuat ikatan hubungan baru serta perubahan cara kita melihat persoalan dan penjelasan tujuan. Para ahli sumber daya air sering melihat pertikaian sebagai masalah yang aktual akibat suatu mis-informasi, mis-intepretasi ataupun kesalahpahaman dari suatu data, akan tetapi kasus yang sering terjadi di lapangan adalah munculnya pertikaian yang lebih didominasi oleh konflik kepentingan dibandingkan dengan fakta. Pengelolaan bersama meliputi pembagian kekuasaan yang sesungguhnya antara pengelola pada tingkat lokal dan kantor pemerintah, sehingga masingmasing dapat mengontrol penyimpangan yang dilakukan oleh pihak lain. (Pinkerton, 1993:37, dalam Mitchell, dkk, 2000:312). Pengelolaan bersama akan meningkatkan pembangunan masyarakat secara luas, membantu menyerahkan kekuasaan pada masyarakat setempat, serta mengurangi konflik melalui kesepakatan dan prinsip-prinsip partisipasi Masyarakat Lokal Pengertian Masyarakat Lokal Masyarakat lokal adalah penduduk yang bermukim di sekitar lokasi sumber air. Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dalam Kongres

22 22 Masyarakat Adat Nusantara I (1999), disepakati bahwa masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat lokal merupakan gambaran secara menyeluruh terhadap aturan dan norma yang berlaku ataupun prinsip-prinsip dan tata nilai dalam suatu komunitas yang secara umum disebut dengan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah norma adat dan tradisi budaya daerah setempat seperti kawasan strategis pusaka budaya, adat istiadat, wilayah adat, serta kebiasan suatu daerah yang telah berlangsung secara turun temurun. Kearifan lokal atau sering disebut local wisdom adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis (Keraf, 2002). Menurut Gobyah (2003) menyatakan bahwa kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Dengan demikian kearifan lokal pada suatu masyarakat dapat dipahami sebagai nilai yang dianggap baik dan benar yang berlangsung secara turuntemurun dan dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada tingkat masyarakat lokal seperti dibidang pertanian, pendidikan, pengelolaan sumber daya alam dan kegiatan masyarakat pedesaan lainnya. Dalam kearifan lokal,

23 23 terkandung pula kearifan budaya lokal dalam bentuk prinsip-prinsip dan tata nilai pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya serta diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama Adat Budaya Minangkabau Budaya masyarakat lokal Sumatera Barat, khususnya masyarakat Nagari Sungai Kamuyang adalah masyarakat adat Minangkabau. Ciri khas masyarakat Minangkabau yaitu masyarakat beradat dengan falsafah Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) yaitu adat yang berlandaskan kepada agama yaitu islam dan agama yang berdasarkan Al-quran dan Sunnah Rasul artinya dalam setiap aktifitas masyarakatnya senatiasa berpegang teguh terhadap ajaran agama islam. ABS-SBK menjadi konsep dasar Adat Nan Sabana Adat, diungkap dalam bahasa yang direkam dalam kato pusako itu mempengaruhi sikap umum dan tata-cara pergaulan masyarakat dalam tatanan dan tataran kekerabatan masyarakat menurut tatanan nilai dan norma dasar sosial budaya yang membentuk pandangan dunia dan panduan hidup (Edison dan Nasrun, 2009:355). Gambaran budaya Minangkabau berdasarkan ABS-SBK mendasari seluruh aspek kehidupan masyarakat nagari dalam kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam bentuk sikap yang mempengaruhi perilaku serta tata cara pergaulan masyarakat seperti nan rancak/elok (kebaikan), pengurusan harta milik kaum dan tanah ulayat, cupak (hukum adat), mupakaik (musyawarah dalam pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah), adat istiadat, hubungan kekeluargaan dan

24 24 kekerabatan, peran dan fungsi pemuka adat, dan dalam komunikasi formal maupun informal serta komunikasi non verbal. Berbagai bentuk sikap dan prilaku tersebut menjadi landasan pembentukan pranata sosial dan menjadi petunjuk perilaku bagi setiap dan masing-masing anggota masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari, individu maupun bermasyarakat. Adat Minangkabau terbagi kepada 4 bagian yang disebut dengan Adaik nan ampek (adat yang empat) yaitu (Ibrahim, 2009:375) : 1. Adaik Nan Sabana Adaik (Adat yang Sebenarnya Adat) Merupakan adat yang paling utama, tidak dapat dirubah, dan merupakan harga mati dan prinsip bagi seluruh masyarakat Minangkabau yaitu falsafah ABS-SBK. 2. Adaik Nan Diadaikkan (Adat yang di Adatkan) Sebuah aturan yang telah disepakati dan diundangkan dalam tatanan adat Minangkabau dari zaman dulu oleh Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan yang dilihat dari Adaik Nan Sabana Adaik dalam bentuk pepatah tentang persoalan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat disegala bidang seperti kedudukan dan susunan masyarakat, kekerabatan Matrilineal, memilih dan atau menetapkan Penghulu Suku dan Ninik Mamak dari garis persaudaraan, harta. Kedua adat ini (Adaik Nan Sabana Adaik dan Adaik Nan Diadaikkan) disebut Adaik Nan Babuhua Mati (Adat yang diikat mati). Sebuah ketetapan dan keputusan berdasarkan kajian dan musyawarah yang menjadi kesepakatan bersama antara Tokoh Agama, Tokoh Adat dan

25 25 Cadiak Pandai diranah Minangkabau, adat ini tidak boleh dan tidak dapat dirubah lagi oleh siapapun dan sampai kapanpun. Kedua adat ini sama diseluruh daerah dalam wilayah masyarakat adat Minangkabau. 3. Adaik Nan Taradaik (Adat yang Teradat) Peraturan yang dibuat secara bersama oleh para pemangku adat dalam suatu nagari. Peraturan ini berguna untuk merealisasikan peraturanperaturan yang dibuat oleh nenek moyang dalam Adaik Nan Diadaikkan yang dituangkan dalam bentuk pepatah-petitih, mamang bidal, pantun dan gurindam yang mengandung arti dan kiasan. Adat ini tidak sama di semua nagari karena peraturan tersebut telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi disetiap nagari, adat ini juga disebu dalam istilah Adaik Salingka Nagari (Adat Selinkar Nagari/Daerah). Adat ini merupakan kesepakatan bersama antara Penghulu/Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari, disesuaikan dengan perkembangan zaman, namun tetap memakai dasar adat Minangkabau yang berlandaskan ajaran Agama Islam. 4. Adaik Istiadaik (Adat istiadat) Adat ini adalah kebiasaan suatu nagari, merupakan ragam adat dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari dan kesukaan dalam masyarakat suatu nagari di Minangkabau seperti kesenian, acara pinang meminang, pesta pernikahan dan sebagainya. Adat inipun tidak sama dalam wilayah Minangkabau, bisa berbeda-beda disetiap daerah tetapi tetap harus mengacu kepada ajaran Agama Islam.

26 26 Kedua adat yang terakhir ini (Adaik Nan Taradaik dan Adaik Istiadaik) disebut Adaik Nan Babuhua Sintak (adat yang tidak diikat mati) dan inilah yang namakan Istiadat, dapat berubah kapan saja berdasarkan kesepakatan Penghulu/Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik Pandai, Bundo Kanduang dan pemuda dalam suatu nagari yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dengan acuan tidak melanggar ajaran adat dan ajaran agama islam. Berdasarkan adat yang empat diatas, adat Minangkabau adalah ragam budaya dan prilaku kehidupan masyarakat dalam nilai dan norma yang berlaku berdasarkan falsafah ABS-SBK. Adaik Nan Babuhua Mati dapat dikatakan sebagai undang-undang dasar yang tidak dapat dirubah, sedangkan adaik nan babuhua sintak dapat dikatakan sebagai aturan penjelasan yang yang dapat dirubah melalui musyawarah mufakat oleh seluruh elemen nagari berdasarkan situasi kondisi dan perkembangan zaman Landasan Teori Pengelolaan sumber daya air bersih oleh masyarakat lokal melalui kesepakatan yang ditaati bersama merupakan suatu bentuk prinsip-prinsip dan tata nilai yang menjadi kearifan lokal masyarakat. Prinsip dan tata nilai tersebut bisa saja terbentuk sebagai pengaturan dalam pengelolaan suatu sumber daya alam seperti air bersih. Menurut Kodoatie (2012:347) mengemukakan bahwa kesepahaman dan kesepakatan ( consensus building) adalah suatu strategi atau pendekatan yang

27 27 dipakai untuk dialog kebijakan sumber daya air antar sektor. Prosesnya secara umum mempunyai beberapa tahap, prosedur ataupun intensitas meliputi : 1. Dimulai dengan definisi masalah daripada mencari solusi ataupun pengambilan posisi. 2. Berfokus kepada kepentingan. 3. Mengidentifikasi beberapa alternatif. 4. Persetujuan pada prinsip atau kriteria untuk mengevaluasi alternatif. 5. Mengharapkan persetujuan untuk mengurangi resiko kesalahpahaman. 6. Setuju dalam proses dimana persetujuan terbuka untuk direvisi dan juga ketidaksetujuan yang lain dapat dipecahkan solusinya. 7. Pemakaian proses untuk menciptakan persetujuan. 8. Penciptaan komitmen untuk diimplementasikan oleh para partisipan yang ikut dalam pengambilan keputusan. Beberapa instrumen atau alat yang berkaitan dengan kesepakatan dan kesepahaman adalah : 1. Dialog kebijakan yang akan membawa para pelaku konflik bersama dalam suatu pandangan akhir. Partisipasi semua pihak dalam penentuan formulasi kebijakan akan mempercepat pelaksanaan dan mengurangi konflik. 2. Penilaian konflik strategi yang digunakan pada tahap intervensi awal, untuk intervensi konflik yang nyata dan sekaligus dapat direncanakan resolusi konflik tersebut.

28 28 3. Negosiasi berbasis kepentingan yang dipakai oleh individual atau lembaga netral untuk menciptakan dan mengelola proses. Pengalaman melakukan kegiatan ini menunjukan keberhasilan dalam berbagai kegiatan antara lain proyek konstruksi, implementasi peraturan dan operasi infrastruktur air dan lain-lain. Kesepahaman dan kesepakatan akan sangat berguna menyelesaikan situasi konflik tingkat rendah sampai sedang dimana setiap pihak akan saling mengenal satu sama lain. Kesepahaman dan kesepakatan dapat dipakai ditingkat lokal, kabupaten/kota, lintas kabupaten/kota, provinsi bahkan nasional. Sumber Air Bersih Dimanfaatkan untuk Berbagai Kepentingan Kesepakatan dan Kesepahaman Sistem Pengelolaan Kearifan Lokal Prinsip-prinsip dan Tata Nilai Gambar 2.1. Landasan Pemikiran Sumber : Hasil analisis, 2014 Landasan pemikiran berawal dari adanya potensi sumber daya air yang dimiliki. Pengelolaan yang baik tentunya akan dapat memberikan kemaslahatan dan manfaat optimal dalam pemanfaatan sumber air secara bersama untuk

29 29 berbagai kepentingan. Untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan tentunya ada suatu dasar pengelolaan yang disepakati dan di taati secara bersama. Dasar pengelolaan bisa saja dalam bentuk kesepakatan/perjanjian. Alasan-alasan yang mendasari kesepakatan tersebut akan membentuk suatu prinsip-prinsip dan tata nilai yang dipegang teguh oleh seluruh masyarakat (kepemimpinan, pemahaman tentang budaya, cara pengambilan keputusan, dan cara pemanfaatan sumber air).

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI

RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002. Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI RANCANGAN PERATURAN NAGARI SITUJUAH GADANG Nomor: 03/NSG/2002 Tentang BENTUK PARTISIPASI ANAK NAGARI DALAM PEMBANGUNAN NAGARI Menimbang : a. bahwa modal dasar pembangunan Nagari yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT Menimbang: PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 POKOK-POKOK PEMERINTAHAN NAGARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi penyelenggaraan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM... 2 BAB II LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH... 3 Bagian Kesatu Umum... 3 Bagian Kedua Kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10, Pasal

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 125 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan dan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan pengelolaan sumber daya air bersih Batang Tabik dapat berlangsung dengan

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 8 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2012 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi debit air khususnya debit air tanah. Kelangkaan sumberdaya air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelangkaan Sumberdaya Air Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu penyebab pemanfaatan berlebihan yang dilakukan terhadap sumberdaya air. Selain itu, berkurangnya daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH 1 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU SALINAN BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. komunitas masyarakat matrilineal paling besar di dunia (Kato, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Minangkabau merupakan satu-satunya budaya yang menganut sistem kekerabatan matrilineal di Indonesia. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas masyarakat matrilineal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.34/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2017 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN KEARIFAN LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN, SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa air tanah mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sumber daya air adalah merupakan

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi

OTONOMI DAERAH. Terjadi proses desentralisasi OTONOMI DAERAH Otda di Indonesia dimulai tahun 1999 yaitu dengan disyahkannya UU No.22 thn 1999 ttg Pemerintah Daerah yang kemudian disempurnakan dengan UU No.32 thn 2004. Terjadi proses desentralisasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI

NO LD. 23 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI I. UMUM 1. Peran sektor pertanian dalam struktur perekonomian nasional sangat strategis dan kegiatan pertanian tidak

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1996 TENTANG PELAKSANAAN HAK DAN KEWAJIBAN, SERTA BENTUK DAN TATA CARA PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 5 2013 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN HARI AIR SE-DUNIA TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2016

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN HARI AIR SE-DUNIA TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2016 1 BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERINGATAN HARI AIR SE-DUNIA TINGKAT KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2016 TANGGAL 22 MARET 2016 HUMAS DAN PROTOKOL SETDA KABUPATEN SEMARANG Assalamu alaikum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam, terutama vegetasi, tanah dan air berada dan tersimpan, serta tempat hidup manusia dalam memanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. daerah di Indonesia. Sumatera Barat dengan sistem pemerintahan nagari yang. tersendiri yang berbeda dengan masyarakat Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang memakai sistem pemerintahan lokal selain pemerintahan desa yang banyak dipakai oleh berbagai daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH, Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA b. c. BUPATI LOMBOK TENGAH, bahwa sumber daya air tanah merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 616 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG Menimbang :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH 30 Juni 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa pengaturan pengelolaan

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR

~ 1 ~ BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KATONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan atau kontribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara menduduki

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA, bahwa

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK

PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR. Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR Cut Azizah Dosen Teknik Sipil Fakultas TekikUniversitas Almuslim ABSTRAK PENDAHULUAN Sumber daya air yang terdiri atas air, sumber air, dan daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

Shared Resources Joint Solutions

Shared Resources Joint Solutions Lembar Informasi Shared Resources Joint Solutions Sawit Watch - Padi Indonesia SRJS di Kabupaten Bulungan Program dengan pendekatan bentang alam ini memilih Daerah Aliran Sungai Kayan dengan titik intervensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON

PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON Menimbang : a. bahwa Tata Kelola Sumber Daya Air Desa Patemon

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya perkembangan

Lebih terperinci