PERAN DAN POLA KERJASAMA KADIN DALAM PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI DAERAH 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia, 2008
|
|
- Vera Tedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PERAN DAN POLA KERJASAMA KADIN DALAM PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI DAERAH Tulus Tambunan Kadin, 2008 Visi 2030 dan Roadmap 200 Kadin mengenai Industri Nasional Visi 2030 dan Roadmap 200 Kadin menekankan pada pembangunan sektor industri. Ada tiga misi utama pembangunan industri nasional atau industrialisasi, yakni () Pertumbuhan ekonomi di atas 7% (atau paling tidak sama seperti pertumbuhan rata-rata per tahun pada era Orde Baru), melalui: (a) peningkatan ekspor produk berteknologi tinggi seperti elektronika dan komponen elektronika, otomotif dan komponen otomotif, industri padat modal dan keterampilan sumber daya manusia seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu dan alas kaki; (b) peningkatan kapasitas ekspor produk industri olahan berbasis bahan baku migas dan non-migas, yang berasal dari eksplorasi sumur minyak dan gas alam yang baru; dan (c) pembangunan 9 (sembilan) refineries yang diintegrasikan dengan pengembangan industri petrokimia, dan pengembangan industri berbasis teknologi yang menyerap banyak tenaga kerja. (2) Peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa, melalui: (a) langkah restrukturisasi untuk penciptaan struktur biaya produksi yang kompetitif dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri dari industri pengembang infrastruktur seperti pengembang jalan tol, industri pembangkit sumber enersi, industri telekomunikasi; dan (b).implementasi kebijakan pendalaman struktur industri untuk mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan komponen setengah jadi, dengan pengembangan klaster industri pendukung dan jaringan industri komponen, agar terjadi: (i). pengurangan impor bahan baku dan produk komponen setengah jadi, dengan kebijakan stimulus fiskal bagi terciptanya jaringan industri pendukung dan industri komponen pada sektor elektronika dan otomotif, (ii). penciptaan dan implementasi Standar Nasional (SNI) untuk rintangan-rintangan non-tarif bagi produk industri negara lain, (iii). pemberantasan penyelundupan untuk menghilangkan distorsi pasar domestik, (iv) pembenahan infrastruktur jalan raya dari kawasan industri ke pelabuhan bongkar muat dan bandara, untuk penurunan biaya transportasi, logistik dan distribusi produk industri ke pasar, dan (v) modernisasi alat peralatan produksi dengan penggunaan mesin berenergi efisien dan ramah lingkungan. (3) Penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan, melalui: (a) langkah pemberdayaan: (i). sektor industri berbasis pertanian dan perkebunan, dan (ii) sektor industri berbasis tradisi dan gbudaya, dan (iii). sektor industri TPT, sebagai motor pencipta lapangan kerja; (b) pelaksanaan reorientasi Acara Rapat Kerja Dinas Perindustrian, Makassar, Maret 2008.
2 kebijakan ekspor, dari orientasi ekspor bahan mentah menjadi orientasi ekspor produk setengah jadi atau produk akhir, dan (c) pelaksanaan langkah restrukturisasi total industri nasional untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas, dengan pengembangan klaster industri dan modernisasi permesinan. Untuk mencapai tiga misi tersebut, ada tiga ujung tombak kebijakan strategis, yakni: () kebijakan untuk melakukan restrukturisasi total industri nasional; (2) kebijakan untuk melakukan reorientasi arah kebijakan ekspor bahan mentah; dan (3) kebijakan untuk melakukan penataan ulang tata niaga pasar dalam negeri. Pengembangan industri nasional menurut visi Kadin tersebut (roadmap industri nasional 200) terfokus pada pengembangan 0 klaster industri dengan pembagian menurut perannya masing-masing sebagi berikut: () Empat klaster industri unggulan pendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 7%: - industri tekstil dan produk tekstil (TPT), sepatu dan alas kaki -industri elektronika dan komponen elektronika -industri otomotif dan komponen otomotif -industri perkapalan (2) Tiga klaster industri unggulan peningkatan daya tarik investasi dan daya saing bangsa -industri pengembang infrastruktur, seperti: industri pembangkit sumber energi, industri telekomunikasi, pengembang jalan tol, konstruksi, industri semen, baja dan keramik -industri barang modal dan mesin perkakas -industri petrokimia hulu/antara, termasuk industri pupuk (3) Tiga klaster industri unggulan penggerak penciptaan lapangan kerja dan penurunan jumlah orang miskin: -industri pengolahan hasil laut & kemaritiman -industri pengolahan hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perkebunan, termasuk industri makanan dan minuman -industri berbasis tradisi dan budaya, utamanya : industri Jamu, kerajinan kulit-rotan dan kayu (permebelan), rokok kretek, batik dan tenun ikat Peran Kadin Peran Kadin dalam pembangunan dan peningkatan industri nasional dan di daerah pada khususnya ditetapkan dalam beberapa pasal dari UU No. 987 tentang Kadin. Pertama, pasal 7 (bab IV) mengenai fungsi dan kegiatan, khususnya butir-butir berikut ini: (a) penyampaian informasi mengenai permasalahan dan perkembangan perekonomian dunia, yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan ekonomin dan dunia usaha nasional, kepada pemerintah dan para pengusaha; (b) penyaluran 2
3 aspirasi dan kepentingan para pengusaha di bidang perdagangan, perindustrian, dan jasa dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan di bidang ekonomi; dan (c) penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan pengusaha. Kedua, pasal 9 mengenai fungsi (bab IV mengenai fungsi, tugas pokok dan etika bisnis) yang menyatakan sebagai berikut: Kadin berfungsi sebagai wadah dan wahana komunikasi, informasi, representasi, konsultasi, fasilitasi dan advokasi pengusaha, antara para pengusaha dan pemerintah, dan antara para pengusaha dan para pengusaha asing, mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah perdagangan, perindustrian, dan jasa dalam arti luas yang mencakup seluruh kegiatan ekonomi, dalam rangka membentuk iklim usaha yang bersih, transparan dan profesional, serta mewujudkan sinergi seluruh potensi ekonomi nasional. Sedangkan tugas pokok Kadin ditetapkan di dalam Pasal 0, diantaranya yang sangat penting adalah: (a) memfasilitasi penciptaan sinergi antara pengusaha dalam pemenuhan kebutuhan sumber daya; (b) melaksanakan komunikasi, konsultasi dan advokasi dengan pemerintah dalam rangka mewakili kepentingan dunia usaha; dan (c) mewakili dunia usaha dalam berbagai forum penentuan kebijaksanaan ekonomi. Visi 2030 dan Roadmap 200 Kadin mengenai arah pembangunan industri nasional di masa depan adalah salah satu bagian penting dari peran Kadin selama ini. Di dalam Roadmap tersebut, Kadin mengusulkan enam (6) langkah strategis dan riil sebagai berikut:. Dukungan Insentif fiskal dan pendanaan bagi Peningkatan Investasi dan Daya Saing Industri melalui pembenahan dan modernisasi sarana-prasarana, seperti : Pembangkit Listrik dan Sumber Energi Lainnya, Industri Telekomunikasi, Pengembangan Jalan Tol, Konstruksi, Industri Semen, Baja dan Keramik, Industri Barang Modal dan Mesin Perkakas. 2. Dukungan Finansial bagi Industri Pengolahan Hasil Laut dan Kemaritiman, melalui integrasi antara Pengembangan Klaster Industri Pengolahan Hasil Laut dengan Program Peningkatan Produktivitas Nelayan dan Program Peningkatan Kestabilan Feedstock. Hal ini terkait dengan : Pengembangan Kawasan/Zona Penangkapan Ikan, Klaster Pelabuhan dan Tempat Pelelangan ikan yang menyediakan fasilitas cold storage, SPBU penyedia solar dan bahan bakar bersubsidi bagi perahu nelayan. Pengembangan kapasitas Laboratorium Uji Produk Perikanan di sentra-sentra produksi. Pengembangan Pusat Benih Unggul dan Sentra Produksi Pakan Ikan Budi Daya. Pemberdayaan Industri Perkapalan Dalam Negeri untuk program motorisasi perahu nelayan dan pengembangan Armada Kapal Penangkap Ikan Nasional. 3
4 3. A. Dukungan prioritas kebijakan ekonomi bagi terwujudnya kemampuan Pengolahan Hasil Pertanian dan Perkebunan di dalam negeri, melalui integrasi antara Klaster Industri Pengolahan Hasil Pertanian dan Perkebunan dengan Program Peningkatan dan Kestabilan Feedstock yang berkualitas tinggi. B. Dukungan Peningkatan Kepastian Hukum dan Jaminan Keamanan untuk Pengembangan Hutan Tanaman Industri serta Pencegahan Illegal Logging, bagi terwujudnya integrasi Industri Kehutanan (Pengolahan Kayu, Pulp & Kertas dan Industri Mebel) dengan jaminan Feedstock Hal ini juga terkait dengan Program Peningkatan Produktivitas Lahan, Penggunaan Benih Unggul, Pupuk Majemuk dan Pupuk Nutrisi, Pembenahan Infrastruktur Irigasi dan Skema Pembiayaan Pertanian. 4. Restrukturisasi, Modernisasi dan Pendalaman Struktur Industri Padat Modal dan Teknologi. Modernisasikan mesin/peralatan produksi Industri Tekstil dan Produk Tekstil. Kembangankan Industri Komponen dan Pendukung (Supporting Industries) Elektronika dan Otomotif. Diperlukan Insentif-insentif untuk Investasi yang berorientasi pada pengembangan Industri Komponen dan Supporting Industry, modernisasi permesinan dan peningkatan kandungan teknologi produk. Misal : modernisasi permesinan untuk Industri Tekstil dan Produk Tekstil, perpindahan Teknologi dari Analog ke Digital untuk Industri Elektronika yang diikuti dengan Pengembangan Industri Komponen dan Supporting Industry. Pengembangan basis global value chain untuk Industri Otomotif. 5. Reorientasi Pendekatan Hubungan Dagang Bilateral, Regional dan Multilateral serta Penguatan Jaring- Jaring Pengaman Pasar Domestik untuk Menciptakan Persaingan yang Adil bagi Pertumbuhan Industri Dalam Negeri Lebih selektif dalam liberalisasi perdagangan internasional dengan memperhatikan kondisi objektif industri dalam negeri, terutama faktor-faktor eksternal yang menghadang perkembangan dunia usaha. Merekomendasikan agar Pemerintah melakukan Langkah-langkah Proaktif untuk mengatur pola kompetisi pasar domestik. Perlindungan Pasar Domestik dari penetrasi barang ilegal (selundupan, barang palsu/tiruan), produk impor yang tidak memenuhi Standar Nasional, Barang-barang Bekas yang Membahayakan Kesehatan dan Lingkungan. 6. Reorientasi Kebijakan Ekspor Produk Bahan Mentah MIGAS dan Non MIGAS. Laksanakan proses shifting kebijakan ekspor bahan mentah, menjadi kebijakan ekspor produk bernilai tambah tinggi melalui proses produksi di dalam negeri Kembangkan klaster Petrokimia terintegrasi yang terdiri dari jejaring Industri Pengolah Crude Oil (Refineries) dan Gas Alam dengan industri Olefin, Aromatik dan Pupuk serta Industri Hilir seperti Tekstil, Plastik sebagai bahan baku Industri Komponen Elektronika, Otomotif, Perkapalan dan Industri 4
5 Packaging. Bangun industri Bio-Fuel berbasis CPO dan Etanol untuk sustainability sumber energi bagi masa depan industri Kekuatan Daya Saing Industri Daerah Kemampuan atau daerah pada khususnya untuk menembus pasar global atau meningkatkan ekspornya atau memenangi persaingan dengan produk-produk impor ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah faktor keunggulan relatif yang dimiliki masing-masing perusahaan di daerah atas pesaingpesaingnya dari negara-negara lain. Dalam konteks ekonomi/perdagangan internasional pengertian daripada keunggulan relatif dapat didekati dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Suatu negara atau wilayah memiliki keunggulan bisa secara alami (natural advantages) atau yang dikembangkan (acquired advantages). Keunggulan alami yang dimiliki adalah jumlah tenaga kerja, khususnya dari golongan berpendidikan rendah dan bahan baku yang berlimpah. Kondisi ini membuat upah tenaga kerja dan harga bahan baku di relatif lebih murah dibandingkan di negara-negara lain yang penduduknya sedikit dan miskin SDA. Keunggulan alamih ini sangat mendukung perkembangan ekspor komoditas-komoditas primer seperti minyak dan pertanian dan sebagian besar ekspor manufaktur khususnya yang padat karya dan berbasis SDA (seperti produk-prduk dari kulit, bambu, kayu dan rotan) hingga saat ini. Sedangkan yang dimaksud dengan keunggulan yang dikembangkan adalah misalnya tenaga kerja yang walaupun jumlahnya seidkit memiliki pendidikan atau keterampilan yang tinggi dan penguasaan teknologi sehingga mampu membuat bahan baku sintesis yang kualitasnya lebih baik daripada bahan baku asli, atau berproduksi secara lebih efisien dibandingkan negara lain yang kaya SDA. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah bahwa keunggulan suatu industri di suatu wilayah dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya, yang diperkuat dengan proteksi atau bantuan dari pemerintah (terutama pemerintah daerah), juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Faktor-faktor keungggulan kompetitif yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan/pengusaha nasional dan Brebes pada khususnya untuk dapat unggul dalam persaingan di pasar dunia adalah diantaranya yang paling penting: ) Penguasaan teknologi dan know-how; 2) SDM (pekerja, manajer, insinyur, saintis) dengan kualitas tinggi, dan memiliki etos kerja, kreativitas dan motivasi yang tinggi, dan inovatif; 3) Tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi dalam proses produksi; 4) Kualitas serta mutu yang baik dari barang yang dihasilkan; 5) Promosi yang luas dan agresif; 5
6 6) Sistem manajemen dan struktur organisasi yang baik; 7) Pelayanan teknikel maupun non-teknikel yang baik (service after sale); 8) Adanya skala ekonomis dalam proses produksi; 9) Modal dan sarana serta prasarana lainnya yang cukup; 0) Memiliki jaringan bisnis di dalam dan terutama di luar negeri yang baik; ) proses produksi yang dilakukan dengan sistem just in time; 2) tingkat entrepreneurship yang tinggi, yakni seorang pengusaha yang sangat inovatif, inventif, kreatif dan memiliki visi yang luas mengenai produknya dan lingkungan sekitar usahanya (ekonomi, sosial, politik, dll.), dan bagaimana cara yang tepat (efisien dan efektif) dalam menghadapi persaingan yang ketat di pasar global. 3) Birokrasi yang efisien dan kondusif bagi pengembangan usaha. Secara teoritis (hipotesis), faktor-faktor yang diduga punya pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja ekspor dapat dibedakan antara faktor-faktor dari sisi permintaan dan faktor-faktor dari sisi penawarannya. Dari sisi permintaan pasar adalah terutama pendapatan dan selera masyarakat dunia (atau negara tujuan ekspor), yang merupakan dua faktor eksternal yang tidak dapat dipengaruhi oleh pengusaha itu sendiri (negara/daerah eksportir), Sedangkan dari sisi penawaran, sebagian adalah faktor-faktor yang hingga tingkat tertentu dapat dipengaruhi oleh pengusaha bersangkutan seperti dalam hal peningkatan SDM, penyediaan modal, dan penguasaan atau pengembangan teknologi. 2 Dari sekian faktor daya saing di atas, kemampuan daerah mengembangkan atau menguasai teknologi, SDM dan kewirausahaan, merupakan tiga faktor terpenting. Dalam proses globalisasi saat ini, dunia kini bergerak semakin cepat menciptakan sistem ekonomi baru yang berbasis pengetahuan, yang umum disebut knowledge economy, dengan terobosan teknologi khususnya di bidang mikroelektronika, bioteknologi, nanoteknologi, telekomunikasi, komputer dan robotik. Sayangnya, hingga saat ini masih lemah dalam penguasaan/pengembangan teknologi. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya posisi di dalam Indeks Pencapaian Teknologi, yakni pada posisi ke 60 dari 63 negara yang masuk di dalam survei. Demikian juga dalam pengembangan SDM, posisi masih rendah di dalam Indeks Pembangunan Manusia (HDI) dari UNDP; misalnya pada tahun 2004 posisi pada peringkat ke 08 dari lebih dari 33 negara yang masuk di dalam penelitiannya (Zuhal, 2008). 2 Baik di sisi permintaan maupun di sisi penawaran, tidak semua faktor-faktor tersebut merupakan variabel-variabel bebas, melainkan terdapat sejumlah interdependent variables, yakni saling mempengaruhi satu sama lainnya. Bahkan saling mempengaruhi antar variabel tidak hanya terjadi di dalam kelompok masing-masing, tetapi juga lintas kelompok. Misalnya, dari sisi permintaan, kebijakan WTO mengenai lingkungan yang dikaitkan dengan perdagangan dunia (misalnya dalam konteks ISO) membuat teknologi dan SDM menjadi dua faktor produksi dari sisi penawaran yang sangat penting. Dalam perkataan lain, apabila perusahaan-perusahaan tidak bisa memenuhi ketetapan-ketetapan yang terkandung di dalam, misalnya ISO 4000 karena kekurangan teknologi dan SDM, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam pemasaran produk-produknya di pasar global. 6
7 Namun demikian, atau daerah pada khususnya tidak akan berhasil mengembangkan ketiga faktor utama tersebut, apabila tidak didukung sepenuhnya oleh perubahan budaya masyarakat di dalam negeri. Sejarah dunia menunjukkan bahwa sebuah masyarakat maju adalah masyarakat yang bisa atau mau membebaskan diri dari dogma dan segala jenis hambatan budaya, yang memudahkan individu-individu di dalam masyarakat tersebut mengembangkan dirinya secara bebas sesuai keterarikannya terhadap profesi tertentu dan kemampuannya. Daya Saing Global versi World Economic Forum (WEF) Kadin juga bekerjasama dengan berbagai lembaga asing dalam upaya meningkatkan daya saing industri pada khususnya dan ekonomi pada umumnya. Salah satunya dengan World Economic Forum di Geneva, sebuah lembaga peringkat daya saing negara di dunia, dalam melakukan survei tahunan di untuk laporan tahunannya mengenai daya saing global. Laporannya tahun 2008, The Global Competitiveness Report , menunjukkan bahwa tingkat daya saing berada pada peringkat ke 54 dari 3 negara yang masuk di dalam sampel survei, dibandingkan peringkat ke 50 dari 25 negara yang disurvei untuk laporan periode (Tabel ). 3 Tabel : Peringkat Indeks Daya Saing Global (GCI) No Amerika Serikat Swiss Denmark Sweden Jerman Finlandia Jepang Inggris Belanda Swiss Finlandia Sweden Denmark Amerika Serikat Jepang Jerman Belanda Inggris Amerika Serikat Finlandia Denmark Swiss Jerman Sweden Taiwan, China Inggris Jepang (54) (50) (69) Sumber: WEF (2007, 2006, 2005) Daya saing dalam pengertian WEF ini adalah daya saing suatu negara/ekonomi, bukan daya saing suatu produk. Tentu daya saing yang tinggi dari suatu negara akan sangat membantu daya saing dari produkproduk dari negara tersebut; namun demikian daya saing suatu produk juga ditentukan oleh sejumlah faktor baik internal seperti nilai tukar (walaupun pergerakan nilai tukar tidak sepenuhnya internal), tingkat suku 3 Dalam melakukan survei, WEF bermitra dengan sebuah lembaga di masing-masing negara, dan di bermitra dengan Kadin sejak 996 yang kegiatan surveinya dilakukan oleh Tulus Tambunan hingga saat ini. Untuk laporan ini, survei di dilakukan pada tahun 2007 dan yang disurvei adalah pengusaha/pimpinan perusahaan/manajer/ceo lebih dari 200 perusahaan dari semua skala usaha di semua sektor ekonomi di hampir semua propinsi di tanah air.. 7
8 bunga yang mempengaruhi biaya produksi/investasi, produktivitas, dll. dan eksternal seperti struktur pasar global. Metodologi yang digunakan oleh WEF untuk menentukan daya saing global sebuah negara adalah suatu kombinasi antara analisis data sekunder dan data primer yang meliputi sejumlah aspek (lihat pembahasan di bawah) yang secara teoritis dianggap sangat berpengaruh terhadap tingkat daya saing suatu negara/ekonomi, dan dalam penghitungan dengan rumus-rumus tertentu masing-masing aspek/faktor tersebut diberi bobotbobot tertentu yang besarannya didasarkan pada `signifikansi dari pengaruh dari aspek bersangkutan. Data sekunder diambil dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan sumber-sumber lainnya, sedangkan data primer adalah hasil survei dari pengusaha-pengusaha seperti yang telah dijelaskan di atas, disebut Executive Opinion Survey. Ada tiga kolompok faktor yang menentukan tingkat daya saing sebuah negara (Gambar ). Pertama, persyaratan-persyaratan dasar seperti kelembagaan, infrastruktur, kondisi ekonomi makro dan tingkat pendidikan serta kesehatan masyarakat. Faktor-faktor ini dianggap sebagai motor utama penggerak proses/pertumbuhan ekonomi. Secara empiris, faktor-faktor ini sudah terbukti berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kelompok kedua adalah faktor-faktor yang bisa meningkatkan efisiensi (atau produktivitas) ekonomi seperti pendidikan tinggi dan pelatihan (kualitas sumber daya manusia), kinerja pasar yang efisien, dan kesiapan teknologi di tingkat nasional maupun perusahaan secara individu. Kelompok ketiga adalah faktor-faktor inovasi dan kecanggihan proses produksi di dalam perusahaan yang secara bersama menentukan tingkat inovasi suatu negara. Tabel 2 menunjukkan posisi untuk ketiga kelompok faktor tersebut. Untuk persyaratanpersyaratan dasar yang merupakan faktor-faktor kunci penggerak ekonomi, posisi relatif memburuk dari 68 ( ) menjadi 82 ( ). Untuk faktor-faktor kunci peningkatan efisiensi, peringkat 37 dibandingkan 50 setahun yang lalu. Sedangkan untuk faktor-faktor yang menentukan kemampuan suatu negara membuat inovasi, juga sedikit lebih baik, di 34 dibandingkan 4 untuk periode Dari kelompok faktor-faktor persyaratan dasar, posisi tidak bagus, karena berada di luar 50% pertama dari jumlah negara yang disurvei. Untuk kualitas kelembagaan, jumlah dan kualitas infrastruktur, stabilitas ekonomi makro, dan kesehatan dan pendidikan primer masyarakat, peringkat memburuk tahun ini dibandingkan periode sebelumnya (Tabel 3). Dari kelompok faktor-faktor penggerak efisiensi, posisi tidak tidak tambah bagus, terkecuali untuk luas pasar karena jumlah penduduk sangat besar maka dengan sendirinya skornya termasuk bagus. Tentu untuk luas pasar, tidak bisa dengan sendirinya berada pada peringkat pertama, atau kedua, atau lebih baik daripada 5, karena pendapatan per kapita juga merupakan faktor penting penentu 8
9 pasar, yang mana masih jauh lebih rendah dibandingkan misalnya, dan (Tabel 4). Gambar : Tiga Kelompok Faktor Utama Penentu Daya Saing Negara versi M. Porter Sumber: WEF (2007) Tabel 2: Tiga Sub-indeks dari GCI Periode Persyaratan dasar Efisiensi Inovasi Tabel 3: Empat Sub-indeks dari Persyaratan Dasar, Periode Kelembagaan Infrastruktur Stabilitas ekonomi makro Kesehatan & pendidikan primer Tabel 4: Empat Sub-indeks dari Penggerak Efisiensi, Periode Pendidikan tinggi & pelatihan Efisiensi pasar Kesiapan teknologi Luas pasar pasar barang: 23 -pasar buruh: 3 -pasar keuangan: 50 (kecanggihan) Untuk inovasi dan kecanggihan bisnis, posisi memang masih di dalam 50% pertama dari jumlah negara yang disurvei (Tabel 5). Namun demikian, keadaan masih termasuk buruk. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa adalah sebuah negara besar dengan potensi sumber daya
10 manusia (SDM) yang sangat besar, yang berarti seharusnya harus lebih unggul dibandingkan misalnya dalam kemampuan membuat berbagai inovasi. Tabel 5: Dua Sub-indeks dari Inovasi, Periode Kecanggihan Bisnis Inovasi Lebih jelasnya, berada di posisi ke 5 dibandingkan misalnya Malasyia pada peringkat 22 atau pada peringkat 23 dalam hal kemampuan melakukan sendiri inovasi. Peringkat pertama dipegang oleh Jerman. Di dalam kelompok ASEAN,, dan lebih baik dibandingkan (Gambar 2). Hasil survei ini tentu sangat memprihatinkan, karena kemampuan inovasi merupakan salah satu atau mungkin faktor kunci terpenting dalam menentukan kemampuan suatu negara untuk bisa unggul di dalam persaingan di pasar global saat ini, dan terlebih lagi di masa depan. Gambar 2: Kapasitas untuk Inovasi Jerman Kemampuan suatu negara melakukan inovasi tercerminkan oleh kemampuan melakukan inovasi dari perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga penelitian dan universitas di negara itu. Kemampuan suatu perusahaan melakukan sendiri inovasi, baik produk maupun proses, ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk besarnya pengeluaran atau anggaran yang khusus disiapkan perusahaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pengembangan dan penelitian (atau R&D) di dalam perusahaan. Sedangkan kemampuan lembaga-lembaga R&D melakukan inovasi mencerminkan kualitas dari lembaga-lembaga tersebut. Hipotesisnya sangat sederhana: semakin banyak inovasi bisa dihasilkan oleh sebuah lembaga R&D berarti semakin bagus kualitasnya; atau, kebalikannya, semakin bagus kualitas dari suatu universitas semakin banyak inovasi yang dihasilkannya. Selain itu, hubungan yang erat atau kerjasama yang baik antara lembaga-lembaga R&D (atau universitas) dan dunia usaha, di satu sisi, dan kualitas yang tinggi dari 0
11 lembaga-lembaga R&D, di sisi lain, membuat semakin besar kemampuan perusahaan-perusahaan melakukan inovasi. Untuk kualitas dari lembaga-lembaga R&D dan besarnya pengeluaran perusahaan untuk membiayai kegiatan R&D di dalam perusahaan, dan di dalam kelompok ASEAN, posisi dibawah dan dan peringkat pertama dipegang oleh Swiss (Gambar 3 dan Gambar 4). Sedangkan untuk kerjasama antara dunia usaha dan akademis, posisi lebih buruk dan di dalam kelompok ASEAN berada di bawah selain dua negara anggota yang sama tersebut juga dibawah. Salah satu contoh dari kerjasama dalam kegiatan R&D yang erat antara dunia akademis dan dunia usaha yang sangat dikenal di dunia adalah di Amerika Serikat (AS), dan memang dalam laporan WEF ini, AS berada pada posisi pertama (Gambar 5). Gambar 3: Kualitas dari Lembaga R&D Swiss Gambar 4: Pengeluaran Perusahaan untuk R&D Swiss Dua isu lainnya yang juga menjadi perhatian besar dari survei WEF yang juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan negara atau perusahaan melakukan inovasi adalah kemampuan perusahaan menyerap teknologi dan ketersediaan teknologi baru di dalam negeri. Untuk isu pertama itu, posisi di dalam
12 kelompok ASEAN sangat buruk, hanya di atas (Gambar 6). Sedangkan untuk isu kedua tersebut, di dalam kelompok ASEAN, dibawah, dan (Gambar 7).. Gambar 5: Kerjasama antara Universitas dan Perusahaan AS Gambar 6: Kemampuan perusahaan menyerap teknologi Iceland Gambar 7: Ketersediaan teknologi baru Sweden
13 Salah satu faktor penting dari persyaratan-persyaratan dasar untuk menggerakkan ekonomi atau mendorong pertumbuhan ekonomi adalah kelembagaan. Seperti yang telah diperlihatkan di Tabel 3, untuk kelembagaan, berada pada peringkat ke 63. Dari aspek kelembagaan, ada sejumlah isu yang disurvei oleh WEF, diantaranya: (a) hak kekayaan (apakah didefinisikan secara baik dan dilindungi oleh undang-undang), (b) perlindungan kekayaan intelektual (apakah perlindungannya kuat dan dijalankan sepenuhnya), (c) kepercayaan masyarakat terhadap kejujuran pejabat dalam hal keuangan, dan (d) kemandirian judisial (dari pengaruh politik dari pejabat pemerintah, masyarakat dan perusahaan). Untuk kelima isu tersebut, seperti hal-hal lainnya, tidak pada posisi teratas dalam kelompok ASEAN (Gambar 8 s/d ). Gambar 8: Hak Kekayaan Jerman Gambar 9: Perlindungan Kekayaan Intelektual Jerman Salah satu yang menarik dari hasil survey perushaaan-perusahaan ini adalah mengenai permasalahanpermasalahan utama yang dihadapi pengusaha-pengusaha di. Seperti yang dapat dilihat di Gambar 2, hasil survei menunjukkan bahwa menurut 20% dari 23 pengusaha yang mengisih 3
14 daftar pertanyaan, masalah paling besar adalah keterbatasan infrastruktur. Mereka pada umumnya mengatakan bahwa kualitas jalan raya, transportasi, kereta api, dan fasilitas telekomunikasi serta listrik dibawah nilai rata-rata, yang artinya buruk. Kelompok kedua dan ketiga, masing-masing hampir 5% mengatakan bahwa masalah bisnis terbesar adalah birokrasi pemerintah yang tidak efisien yang mengakibatkan biaya tinggi dan ketidakstabilan politik. Gambaran ini relatif tidak terlalu beruba dengan hasil survei , khususnya dalam dua persoalan terbesar. Seperti yang ditunjukkan di Gambar 3, infrastruktur yang buruk (dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk) tetap pada peringkat pertama, dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien pada peringkat kedua. Jika dalam survei tahun lalu keterbatasan akses keuangan tidak merupakan suatu problem serius, hasil survei tahun ini masalah itu berada di peringkat ketiga. Gambar 0: Kepercayaan Masyarakat terhadap Pejabat Gambar : Kemandirian Judisial Jerman
15 Gambar 2: Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di, Memang opini pribadi dari para pengusaha yang masuik di dalam sampel survei mengenai buruknya infrastruktur di dalam negeri selama ini sejalan dengan kenyataan bahwa selalu berada di peringkat rendah, bahkan terendah di dalam kelompok ASEAN. Seperti yang dapat dilihat di Gambar 4, berada di posisi 02, satu poin lebih rendah daripada. Jika dalam survei WEF selama beberapa tahun berturut-turut belakangan ini menempatkan pada posisi sangat buruk untuk infrastruktur, ini berarti memang kondisi infrastruktur di dalam negeri sangat memprihatinkan. Padahal, salah satu penentu utama keberhasilan suatu negara untuk dapat bersaing di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini dan di masa depan adalah jumlah dan kualitas infrastruktur yang mencukupi. Buruknya infrastruktur dengan sendirinya meningkatkan biaya produksi yang pada akhirnya menurunkan daya saing harga dengan konsukwensi ekspor menurun. Konsukwensi lainnya adalah menurunnya niat investor asing (atau PMA) untuk membuka usaha di dalam negeri, dan ini pasti akan berdampak negatif terhadap produksi dan ekspor di dalam negeri. 5
16 Gambar 3: Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di, Kriminal & pencurian 0.5 Etik kerja TK buruk Pajak terlalu besar Pemerintah yang tidak stabil Regulasi uang asing Korupsi Inflasi Keterbatasan tenaga kerja terdidik Regulasi perpajakan tidak kondusif 8 Peraturan ketenaga kerjaan yang restriktif 8.5 Kebijakan tidak stabil Akses terbatas untuk pendanaan Birokrasi tidak efisien 6. Infrastruktur buruk Sumber: (WEF, 2007) Gambar 4: Kualitas Infrastruktur Swiss
17 Daftar Pustaka Friedman, Thomas L. (2002), Memahami Globalisasi. Lexus dan Pohon Zaitun, Penerbit ITB. Fukuyama, Francis (999), The End of History and The Last Man. Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi Liberal, Edisi Baru, Penerbit Qalam. Giddens, Anthony (200), Runaway World-Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halwani, R. Hendra (2002), Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Penerbit Ghalia. Khor, Martin(2002), Globalisasi & krisis Pembangunan Berkelanjutan, Seri Kajian Global, Yogyakarta, Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. Naisbitt, John (997), Megatrends Asia 2000, London: Nicholas Brealey Publishing. Porter, M.E. (980), Competitive Strategy, New York: Free Press. Porter, M.E. (998a), The Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction, New York: The Free Press. Porter, M.E. (998b), On Competition, Boston: Harvard Business School Press.WEF (2004), The Global Competitiveness Report , Oxford University Press. Tambunan, Tulus (2004), Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta: Ghalia. Tambunan, Tulus (2006), Perekonomian Sejak Orde Lama hingga Pasca Krisis, Jakarta: Pustaka Quantum. Toffler, Alvin (980), Future Shock, London: Pan Book Ltd. WEF (2005), The Global Competitiveness Report , Geneva: World Economic Forum WEF (2006), The Global Competitiveness Report , Geneva: World Economic Forum WEF (2007), The Global Competitiveness Report , Geneva: World Economic Forum Zuhal (2008), Kekuatan Daya Saing, Jakarta: Kompas. 7
PERAN DAN POLA KERJASAMA. SAING INDUSTRI DAERAH[ Tulus Tambunan Kadin Indonesia, 2008
PERAN DAN POLA KERJASAMA KADIN DALAM PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI DAERAH[ Tulus Tambunan Kadin Indonesia, 2008 Visi 2030 dan Roadmap 2010 Kadin mengenai Industri Nasional (1) Empat klaster industri
Lebih terperinciDaya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia
Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang
Lebih terperinciVISI KADIN INDONESIA DAN DAYA SAING INDONESIA Mencari Solusi untuk Meningkatkan Kemampuan Teknologi/Inovasi Perusahaan Nasional 1
VISI KADIN INDONESIA DAN DAYA SAING INDONESIA Mencari Solusi untuk Meningkatkan Kemampuan Teknologi/Inovasi Perusahaan Nasional Visi Kadin Tulus Tambunan Kadin, 2008 Visi Kadin 200 menekankan pada pembangunan
Lebih terperinciRingkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional
Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan
Lebih terperinciDISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI
DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciMenteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016
Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;
Lebih terperinciPEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
PEREKONOMIAN INDONESIA DI ERA GLOBALISASI Globalisasi Ekonomi Adalah suatu kehidupan ekonomi secara global dan terbuka, tanpa mengenal batasan teritorial atau kewilayahan antara negara satu dengan yang
Lebih terperinciINDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014
INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA
KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi
Lebih terperinciWritten by Danang Prihastomo Friday, 06 February :22 - Last Updated Wednesday, 11 February :46
RUMUSAN HASIL RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2015 Jakarta, 5 Februari 2015 Rapat Kerja Menteri Perindustrian Tahun 2015 dengan tema Terbangunnya Industri yang Tangguh dan Berdaya Saing Menuju
Lebih terperinciVisi 2030 & Roadmap 2010 Industri Nasional
Visi 2030 & Roadmap 2010 Industri Nasional Ringkasan Eksekutif Rekomendasi Maret 2007 www.kadin-indonesia.or.id Rekomendasi Visi 2010 Industri Nasional Dalam periode 25 tahun ke depan dengan dasar sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinciBAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun
Lebih terperinciBAHAN KULIAH DAN TUGAS
BAHAN KULIAH DAN TUGAS SISTEM INDUSTRI KECIL MENENGAH MAGISTER TEKNIK SISTEM FAKULTAS TEKNIK UGM Ir. SUPRANTO, MSc., PhD. 3/13/2012 supranto@chemeng.ugm.ac.id. 1 PERANAN IKM DALAM MENOPANG PEREKONOMIAN
Lebih terperinciBAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini
Lebih terperinciPeningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang
Lebih terperinciRANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017
RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara
Lebih terperincidan kelembagaan yang kegiatannya saling terkait dan saling mendukung dalam peningkatan efisiensi, sehingga terwujudnya daya saing yang kuat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaruan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di dunia
Lebih terperinciMenteri Perindustrian Republik Indonesia
Menteri Perindustrian Republik Indonesia KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA MUSYAWARAH PROPINSI VI TAHUN 2015 KADIN DENGAN TEMA MEMBANGUN PROFESIONALISME DAN KEMANDIRIAN DALAM MENGHADAPI ERA
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional
Lebih terperinciMendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia
E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas
Lebih terperinciNARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas
NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan penting terhadap pembangunan perekonomian suatu negara. Struktur perekonomian suatu negara
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009
KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009 Â Krisis keuangan global yang melanda dunia sejak 2008 lalu telah memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor perekonomian, misalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciKEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara
KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2019 Disampaikan pada acara: Rapat Kerja Kementerian Perindustrian Di Hotel Bidakara Jakarta, 16 Februari 2016 I. TUJUAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL 2 I. TUJUAN KEBIJAKAN
Lebih terperinciADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014
ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi
Lebih terperinciMenteri Perindustrian Republik Indonesia
Menteri Perindustrian Republik Indonesia BUTIR-BUTIR BICARA MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAPAT KOORDINASI PEMERINTAH PUSAT, PEMERINTAH DAERAH, DAN BANK INDONESIA MEMPERCEPAT DAYA SAING INDUSTRI UNTUK
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,
Lebih terperinciLAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh
Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciLAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN
LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERDAGANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN PERINDUSTRIAN
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak kepada ketatnya persaingan, dan cepatnya perubahan lingkungan usaha. Perkembangan
Lebih terperinciIndustrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015
Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu
Lebih terperinciBAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan
Lebih terperinciTANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS. Garment Factory. Automotive Parts
TANTANGAN EKSTERNAL : Persiapan Negara Lain LAOS Garment Factory Automotive Parts 1 Tantangan eksternal : persiapan Negara Lain VIETNAM 2 Pengelolaaan ekspor dan impor Peningkatan pengawasan produk ekspor
Lebih terperinciMATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011
I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 250,0 275,0 320,0 360,0 1 Peningkatan Pengelolaan Pelayanan Publik 2 Pengembangan SDM Industri Tersebarnya informasi,
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA BREAKFAST MEETING PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI NASIONAL JUMAT, 10 JUNI 2011 Yth. Para Narasumber (Sdr. Dr. Chatib Basri, Dr. Cyrillus Harinowo,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015
BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan
Lebih terperinciARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.
Lebih terperinciKAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan
Lebih terperinciV. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
115 V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA 5.1. Pertumbuhan Ekonomi Petumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan proses perubahan PDB dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,
BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.
Lebih terperinciPEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan
2014 PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PEMBINAAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH MELALUI PENERAPAN STANDAR NASIONAL INDONESIA Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi
Lebih terperinciSAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT. Bandung, 8 Juni 2013
SAMBUTAN Pada Acara FORUM EKONOMI JAWA BARAT Bandung, 8 Juni 2013 Yang Saya Hormati: 1. Gubernur Jawa Barat; 2. Saudara Menteri PPN/Kepala Bappenas; 3. Ketua Kadin Prov. Jawa Barat; 4. Ketua Forum Ekonomi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JULI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Laju pertumbuhan Produk domestik bruto (PDB) Saudi Arabia selama kuartal kedua tahun 2015
Lebih terperinciPERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS
PERAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DALAM MENDORONG INOVASI PRODUK DI INDUSTRI PULP DAN KERTAS Jakarta, 27 Mei 2015 Pendahuluan Tujuan Kebijakan Industri Nasional : 1 2 Meningkatkan produksi nasional. Meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan, baik berupa perdagangan barang maupun jasa. pasar yang mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri besar dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indikator kemandirian daerah adalah besarnya pendapatan asli daerah (PAD), semakin besar PAD maka daerah tersebut akan semakin mandiri. Salah satu sektor yang dapat
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015
DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PENGEMBANGAN CLUSTER EKONOMI DI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI PERSIAPAN PEMBERLAKUAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN 2015 Palangka Raya, 18 Agustus 2015
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, negara-negara di seluruh dunia menjadi satu
Lebih terperinciMENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : 7 TAHUN 2015 TANGGAL : 18 SEPTEMBER 2015 KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Sekretariat Kementerian
Lebih terperinciDinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja
Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso
Lebih terperinciREKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005
BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan
Lebih terperinciPengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia
Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang
Lebih terperinciKEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015
KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015 Yang Mulia Duta Besar Turki; Yth. Menteri Perdagangan atau yang mewakili;
Lebih terperinciKebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2010 III- 1
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kredit macet sektor perumahan di Amerika Serikat menjadi awal terjadinya krisis ekonomi global. Krisis tersebut menjadi penyebab ambruknya pasar modal Amerika
Lebih terperinciKEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan
Lebih terperinciBoks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model
Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. haruslah ditekankan pada pembangunan produksi dan infrastruktur untuk memacu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses berkesinambungan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu strategi pembangunan haruslah ditekankan
Lebih terperinciBAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
BAB 18 DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004 2009 dinyatakan bahwa daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap dapat berperan
Lebih terperinciMenjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan
BAB 3 ISU ISU STRATEGIS 1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN a. Urusan Perdagangan, menghadapi permasalahan : 1. Kurangnya pangsa pasar
Lebih terperinciBAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,
BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru
Lebih terperinciProspek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan
Prospek Ekonomi Regional ASEAN+3 2018 ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) 2018 Ringkasan Prospek dan Tantangan Ekonomi Makro Prospek ekonomi global membaik di seluruh kawasan negara maju dan berkembang,
Lebih terperinciMENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO
MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk
Lebih terperinciPENINGKATAN SDM IKM KAROSERI KE JAWA TIMUR
KERANGKA ACUAN KEGIATAN ( KAK ) PENINGKATAN SDM IKM KAROSERI KE JAWA TIMUR MELALUI KEGIATAN PEMBINAAN DI LINGKUNGAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI DI WILAYAH IHT BIDANG INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI ELEKTRONIKA
Lebih terperinciVI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA
VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi
Lebih terperinciREVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR
REVIEW PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014 DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI JAWA TIMUR SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM / KEGIATAN PERINDUSTRIAN 1 Meningkatnya perkembangan
Lebih terperinciSAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN
SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA RAPAT KERJA DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DENGAN DINAS PERINDUSTRIAN KABUPATEN/KOTA KAWASAN TIMUR INDONESIA TAHUN 2008 Makassar, 25-28 Maret 2008 Penjabat Gubernur Sulawesi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui
Lebih terperinciDengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan
1 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan Karunia-Nya, kami telah dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah
Lebih terperinciANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA
ANDRI HELMI M, SE., MM. SISTEM EKONOMI INDONESIA Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan yang tertuang di dalam Bab I sampai dengan Bab IV tesis ini, maka sebagai penegasan jawaban atas permasalahan penelitian yang
Lebih terperinciIV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian
6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor
Lebih terperinciStrategi Peningkatan Daya Saing Pengusaha Daerah dalam Era Liberalisasi Ekonomi 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia
Permasalahan Strategi Peningkatan Daya Saing Pengusaha Daerah dalam Era Liberalisasi Ekonomi 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Belakangan ini banyak pernyataan di media masa dan seminar-seminar mengenai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di suatu negara. Fluktuasi harga minyak mentah dunia mempengaruhi suatu negara
Lebih terperinci