BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gaya berat adalah salah satu metode dalam geofisika. Metode gayaberat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gaya berat adalah salah satu metode dalam geofisika. Metode gayaberat"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori Gayaberat Gaya berat adalah salah satu metode dalam geofisika. Metode gayaberat dipilih dalam penelitian ini karena aplikasi utama metode ini adalah study geologi regional bawah permukssn (area lebih dari 100 km 2 ), sehingga diharapkan dapat menggambarkan struktur geologi bawah permukaan yang lebih baik dibandingkan metode geofisika lainnya. Prinsip metode ini berdasarkan pada anomali gayaberat yang muncul karena adanya variasi rapatmassa batuan yang menggambarkan adanya struktur geologi di bawah permukaan bumi. Adanya variasi rapatmassa batuan di suatu tempat dengan tempat lain, akan menimbulkan medan gaya gravitasi yang tidak merata, perbedaan inilah yang terukur di permukaan bumi. Perbedaan medan gayaberat yang relatif kecil maka diperlukan alat ukur yang mempunyai ketelitian yang cukup tinggi. Alat ukur yang sering digunakan adalah Gravimeter. Alat pengukur gayaberat di darat telah mencapai ketelitian sebesar ±0.01 mgal dan di laut sebesar ±1 mgal. Di setiap tempat di permukaan bumi nilai percepatan gravitasi bumi di permukaan bumi dipengaruhi oleh lima faktor seperti lintang, ketinggian, topografi di sekitar titik pengukuran, interaksi bumi dengan matahari dan bulan (pasang-surut), serta perbedaan (variasi) rapatmassa batuan di bawah permukaan bumi. Perbedaan (variasi) rapatmassa batuan di bawah permukaan bumi merupakan satu-satunya faktor yang signifikan dalam eksplorasi gayaberat dan 10

2 11 pada umumnya memiliki nilai yang sangat kecil dibandingkan kombinasi keempat faktor lainnya. Dasar teori yang digunakan dalam metoda gayaberat ini adalah Hukum Newton tentang gravitasi bumi. 1. Hukum gravitasi Newton Pada dasarnya aplikasi metode gaya berat adalah Hukum Gravitasi Newton, yaitu bahwa gaya tarik menarik antara 2 partikel yang memiliki massa M dan m pada jarak r dapat ditunjukkan dengan gambar di bawah ini: Gambar 2.1 Gaya tarik menarik antara dua benda. ( Secara matematis gaya tarik menarik tersebut dapat dituliskan dalam persamaan: (2.1) Dimana : F G = Gaya tarik menarik antar M dan m (N) = Konstanta universal gravitasi G = ( atau dalam cgs sebesar 6,67 x dyne cm²/g² M,m = Massa partikel (kg) r = Jarak antar partikel = Vektor unit gaya yang bekerja pada benda.

3 12 Dari persamaan (2.1) dapat disimpulkan bahwa gaya tarik bumi dengan massa M dan berjarak r terhadap sebuah benda yang bermassa m di permukaan bumi adalah: (2.2) Jika sebuah benda dengan massa m memiliki gaya berat, yang tidak lain merupakan gaya tarik massa benda terhadap bumi maka penentuan harga percepatan gaya berat dapat dinyatakan dengan (2.3) Dimana: g = percepatan gravitasi bumi (m/s 2 ) M = massa bumi (kg) m = massa benda (kg) F = gaya gravitasi (Newton) 3 m G = konstanta universal gravitasi ( 6.67 x10 11 ) 2 kgdt Pada persamaan (2.3) di atas variable yang menentukan nilai g adalah r. Besar r pada kenyataannya tidak tetap. Hal ini dikarenakan bentuk bumi yang tidak berbentuk bulat sempurna. Nilai percepatan gravitasi di permukaan bumi sekitar 980 cm/s 2. Gravimeter memiliki sensitivitas sekitar Gal atau 0.01 mgal. Namun akurasi pembacaan umumnya hanya 0,03 sampai 0.06 mgal. Mikrogravimeter disediakan dengan ukuran akurasinya sekitar 5 µgal.

4 13 2. Potensial gravitasi a. Newtonian atau potensial 3D Medan gaya tarik bumi (gravitasi) bersifat konservatif artinya usaha yang dilakukan sebuah massa dalam suatu medan gravitasi tidak bergantung pada lintasan yang ditempuhnya, namun hanya bergantung pada titik akhirnya saja. Jika suatu benda yang pada akhirnya kembali pada posisi awalnya, energi yang dikeluarkannya adalah nol. Bentuk gaya gravitasi adalah vektor yang mengarah sepanjang garis yang menghubungkan dua pusat massa. Medan konservatif kemungkinan berasal dari sebuah fungsi potensial skalar U(x,y,z) disebut dengan Newtonian atau potensial 3D. m 2 (2.4) = g (x, y, z) (2.5) Dalam koordinat spherical menjadi : U (r,θ,φ) = -F (r,θ,φ)/m 2 (2.6) U (r,θ,φ) = -g (r, θ, φ) (2.7) Alternatif lainnya kita dapat memecahkan potensial gravitasi dalam bentuk : U (r, θ, φ) =.dr (2.8) Mengingat sebuah massa 3D yang bentuknya berubah-ubah seperti gambar (2.2) dibawah ini :

5 14 Gambar 2.2 Potensial massa 3D (Telford et al.,1990) Potensial dan percepatan gravitasi pada sebuah titik yang paling luar dapat diperoleh dengan membagi massa kedalam elemen kecil (dm) dan menjumlahkannya untuk mendapatkan pengaruh totalnya. Potensial untuk elemen massa dm di titik (x, y, z) dengan jarak r dari P (0, 0, 0) adalah du = G dm/r = Gρ dx dy dz/r (2.9) dimana ρ (x, y, z) adalah rapat massa, dan r² = x² + y² + z². Maka massa m potensial totalnya adalah (2.10) Karena g adalah percepatan gravitasi dalam arah z, dan menganggap ρ konstan, g = - U/ (2.11) g = (2.12)

6 15 b. Logaritmik atau Potensial 2D. Apabila suatu massa sangat panjang dalam arah y dan memiliki cross section seragam, bentuknya berubah-ubah pada bidang xz. Gaya tarik gravitasi diperoleh dari sebuah potensial logaritmik. Persamaanya adalah : (2.13) Dimana r = x² + z². Pengaruh gravitasi untuk bentuk 2-D adalah g = - U/ (2.14) g = (2.15) Dimana (2.16) g= 2G (2.17) g = (2.18) g = 2Gρ (2.19) B. Satuan Percepatan Gravitasi Satuan percepatan gravitasi dalam sistem MKS adalah m/s 2 dan dalam sistem CGS adalah cm/s 2. Pengukuran percepatan gravitasi pertama dilakukan oleh Galileo dalam eksperimennya di Pisa Italia, sehingga untuk menghormati Galileo satuan percepatan gravitasi didefinisikan sebagai berikut : 1 mgal = Gal = cm/s². Satuan anomali gaya gravitasi dalam kegiatan eksplorasi diberikan dalam orde mgal dikarenakan perubahan antar titik yang sangat kecil.

7 16 C. Gravimeter Gambar 2.3 Gravimeter Lacoste & Romberg (M. Dobrin and C. Savit) Gravimeter adalah suatu alat yang digunakan dalam pengukuran gayaberat. Alat ukur ini memiliki tingkat ketelitian yang cukup tinggi, karena dapat mengukur perbedaan percepatan gayaberat yang lebih kecil dari 0,01 mgal. Prinsip kerja gravimeter ini pada dasarnya merupakan suatu neraca pegas yang mempunyai massa yang terkena gaya berat akan menyebabkan panjang pegas berubah (lihat gambar 2.4). Gambar 2.4 Prinsip gravimeter stabil ( Berdasarkan hukum Hook yang menyatakan bahwa perubahan panjang pegas adalah sebanding dengan perubahan panjang gaya, maka :

8 17 F = m x g = k x s (2.20) Dan s= (m/k) x g (2.21) Dengan : m = massa beban (kg) K = konstanta elstis pegas (N/m) s = perubahan panjang pegas (m) g = perubahan gaya berat (m/s²) Gravimeter tipe LaCoste & Romberg termasuk ke dalam tipe zero length spring Gravimeter tersebut. Mempunyai skala pembacaan dari mgal, dengan ketelitian 0.01 mgal. Gravimeter ini dalam penggunaanya memerlukan suhu yang tetap. Pengukuran perbedaan percepatan gravitasi bisa dilakukan dengan mengukur dua tempat yang berbeda dengan alat yang sama. Prinsip gravimeter ini terdiri dari suatu beban pada ujung batang, yang ditahan oleh zero length spring yang berfungsi sebagai pegas utama. Besarnya perubahan gaya tarik bumi akan menyebabkan kedudukan beban dan pengamatan. Hal tersebut dilakukan dengan peraturan kembali beban pada kedudukan semula. Perubahan kedudukan yang dialami ujung batang disebabkan karena adanya goncangan-goncangan, selain karena adanya variasi gayatarik bumi. Ujung batang yang lain dipasang shock eliminating spring untuk menghilangkan efek goncangan.

9 18 D. Eksplorasi Geofisika Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah salah satu metoda dalam geofisika. Prinsip metode ini berdasarkan kepada anomali gayaberat yang muncul karena adanya variasi rapat massa batuan yang menggambarkan adanya struktur geologi di bawah permukaan bumi. Adanya variasi rapat massa batuan di suatu tempat dengan tempat lain, akan menimbulkan medan gaya gravitasi yang tidak merata, perbedaan inilah yang terukur di permukaan bumi. Metode ini dipilih karena kemampuannya dalam membedakan rapat massa suatu material terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga gambaran struktur bawah permukaan dapat diketahui. Metode gayaberat ini juga merupakan metode utama yang digunakan dalam study geologi regional bawah permukaan bumi (area lebih dari 100 km 2 ), sehingga diharapkan gambaran struktur geologi bawah permukaan yang diperoleh lebih baik dibandingkan metode geofisika lainnya. E. Rapat Massa Batuan pada Pengukuran Gayaberat Hal yang terpenting dalam pengukuran gaya berat adalah rapatmassa batuan. Rapatmassa adalah perbandingan massa suatu zat dengan volumenya, yang dinyatakan dengan ρ (rho). Di bawah ini adalah persamaan yang menunjukan hubungan percepatan gravitasi dengan rapat massa (densitas) : F = G (2.22) Dimana m = V X ρ (2.23)

10 19 Dengan m = massa benda, V = volume benda, ρ = rapatmassa benda g = G (2.24) g ρ (2.25) Persamaan diatas menunjukan bahwa nilai medan gayaberat berbanding lurus dengan rapatmassa. Oleh karenanya sangat penting mengetahui nilai rapat massa pada batuan di sekitar titik pengamatan. F. Anomali Gayaberat Pada dasarnya nilai anomali gayaberat adalah selisih antara nilai percepatan gravitasi bumi pada kondisi bumi yang sebenarnya dengan nilai percepatan gravitasi bumi pada kondisi teoritik bumi. Pada kondisi bumi yang sebenarnya terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi nilai percepatan gravitasi bumi seperti efek rotasi bumi, variasi topografi bumi, dan variasi densitas (rapatmassa) secara lateral maupun vertikal. Sedangkan percepatan gravitasi bumi secara teoritik mengasumsikan bahwa bumi berbentuk sferoid dan massa bumi homogen. Nilai percepatan gravitasi bumi di permukaan bumi dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: 1. Lintang 2. Ketinggian 3. Topografi di sekitar titik pengukuran 4. Interaksi bumi dengan matahari dan bulan (pasang-surut), dan 5. Variasi rapat massa batuan di bawah permukaan bumi

11 20 Faktor variasi rapatmassa batuan di bawah pemukaan bumi adalah satusatunya faktor yang signifikan dalam eksplorasi gayaberat dan pada umumnya memiliki nilai yang sangat kecil dibandingkan keempat faktor lainnya. Nilai anomali yang dibutuhkan dalam eksplorasi gayaberat adalah anomali akibat variasi rapatmassa di bawah permukaan sehingga diperoleh gambaran struktur bawah permukaan seperti halnya patahan. Dilakukan koreksi-koreksi gayaberat untuk mereduksi anomali akibat faktor-faktor yang lain. G. Koreksi-Koreksi Gayaberat 1. Koreksi pasang surut (Tidal correction) Koreksi pasang surut bumi dimaksudkan untuk menghilangkan perbedaan pembacaan yang disebabkan oleh pengaruh jarak dari matahari dan bulan pada setiap saat. Pengaruh jarak matahari dan bulan ini akan berpengaruh terhadap pembacaan pada alat gravimeter. Bagian bumi padat juga mengalami pasang surut yang menyebabkan turunnya permukaan bumi secara periodik yang juga menyebabkan perubahan harga gravitasi pengukuran. Perubahan harga gravitasi pengukuran ini diakibatkan karena adanya perubahan jarak pengukuran ke pusat bumi.

12 21 Gambar 2.5 Jarak matahari dan bulan setiap saat (Longman, I.M, 1959) Koreksi pasang surut bumi dimaksudkan untuk menghilangkan efek perubahan nilai gaya berat akibat gaya tarik bulan dan matahari. Alat gravimeter sangat sensitif terhadap perubahan harga gravitasi yang disebabkan oleh pasang surut bumi yang besarnya tergantung pada posisi lintang dan waktu, perubahan itu besarnya ± 0.3 mgal. Koreksi pasang surut berdasarkan Longman, I.M, 1959, yakni 3Gr 2M Mr 2s 2 TiC= q d d 3D 3 ( sin p 1) + ( 5cos p 3cosp) + ( 3cos ) (2.26) Dengan TiC = koreksi pasang surut, p = sudut zenith bulan, q = sudut zenith matahari, M = massa bulan, S = Massa matahari, d = jarak antara pusat bumi-bulan, D = jarak antara pusat Bumi-matahari. Hasil ini kemudian ditambahkan dengan koreksi drift untuk memperoleh anomali gayaberat observasi. (2.27)

13 22 dengan adalah anomali gayaberat observasi yang telah dikoreksi drift dan pasang surut, T adalah koreksi pasang surut. Data koreksi pasang surut bumi merupakan data hasil perhitungan teoritik yang diperoleh dari data stasiun yang melakukan eksplorasi tersebut. Contoh : data koreksi pasang surut bumi ini dapat diperoleh dari BAKOSURTANAL, BMG, Puslitbang Geologi dan Teknik Geodesi ITB. Guna mempermudah perhitungan, peneliti biasanya menggunakan tabel Koreksi Pasang Surut Bumi. 2. Koreksi apung (Drift correction) Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan kesalahan pembacaan pada alat akibat perpindahan dari satu titik pengamatan ke titik pengamatan lain. Secara matematis besarnya koreksi drift dituliskan sebagai berikut g' A ga : Dc = ( tb ta) t' A ta (2.28) Dengan : D C = koreksi drift dititik B g A = harga gaya gravitasi pada saat t A g A t A = harga gaya gravitasi pada saat t A = waktu pengamatan awal dititik A t A = waktu pengamatan akhir dititik A t B = waktu pengamatan di titik terakhir

14 23 Base Titik pengukuran Gambar 2.6 Teknik looping pengukuran gaya berat 3. Koreksi lintang Perputaran bumi mengakibatkan perbedaan percepatan gravitasi bumi pada setiap lintang, oleh karena itu diperlukan koreksi untuk mengatasinya dalam hal ini adalah koreksi lintang. Untuk menghitung koreksi lintang digunakan rumus sebagai berikut: ) (2.29) Dengan G θ adalah nilai percepatan gravitasi teoritik pada posisi titik amat dan θ adalah koordinat lintang. 4. Koreksi udara bebas (Free air correction) g Mean Sea Level h G Gambar 2.7 Perubahan harga gravitasi terhadap ketinggian (Longman, I.M, 1959)

15 24 Pengukuran yang dilakukan diatas mean sea level (lihat gambar 2.7) akan menyebabkan bertambahnya jarak dari titik pengamat ke pusat bumi, perubahan tersebut menyebabkan harga g akan semakin kecil sehingga harus dilakukan koreksi terhadap pembacaan alat. Koreksi ini dilakukan untuk mendapatkan nilai pembacaan gravitasi absolut di titk observasi. Secara matematis Koreksi udara bebas dinyatakan dengan persamaan : (2.30) Dengan h adalah ketinggian dari permukaan laut. Setelah dilakukan koreksi tersebut maka akan didapatkan anomali udara bebas di topografi yang dapat dinyatakan dengan persamaan: (2.31) Dengan: g g obs = anomali udara bebas di topografi (mgal) = percepatan gravitasi observasi di topografi (mgal) = percepatan gravitasi teoritis pada posisi titik amat (mgal) 5. Koreksi Bouger (Bouger correction) Koreksi bouger ini bertujuan untuk menghilangkan perbedaan ketinggian dengan tidak mengabaikan massa di bawahnya. Massa ini dianggap sebagai lempeng massa (slab) tak berhingga, tebal h dan densitas ρ.

16 25 Gambar 2.8 Lempeng Bouger dengan tebal h (Telford et al.,1990) Koreksi Bouger diperoleh dengan persamaan dibawah ini: KB = 2πρGh (2.32) KB = 0,04191 ρh (2.33) Dengan : G = konstanta gravitasi 6,67 x m 3 kg -1 s -2 ρ = densitas benda dari bidang acuan sampai bidang referensi (kg/m 3 ) h = ketinggian titik pengukuran (m) Anomali gayaberat setelah diaplikasikan koreksi udara bebas dan koreksi bouguer disebut simple bouguer anomaly (SBA): (2.34) (2.35) Sehingga koreksi Bouger diberikan oleh persamaan : KB = 0,04191 ρh (2.36) Setelah koreksi bouger (KB) dan anomali udara bebas (AUB) diberikan, anomali gayaberat menjadi anomali Bouguer (ABS) yaitu : ABS = AUB KB (2.37)

17 26 6. Koreksi medan (Terrain Correction) Pengaruh topografi permukaan yang relatif kasar dengan perbedaan elevasi yang besar, seperti halnya gunung dan bukit di sekitar titik pengukuran yang dapat mengurangi besarnya medan gaya berat sebenarnya dapat dihilangkan dengan koreksi ini. Koreksi medan ini digunakan untuk menghilangkan pengaruh efek massa di sekitar titik pengamatan. Koreksi medan (topografi) adalah koreksi pengaruh topografi terhadap gayaberat pada titik amat, akibat perbedaan ketinggian antara titik observasi dengan base. Gambar 2.9 Sketsa koreksi medan terhadap data gayaberat (Zhou, 1990) Cara perhitungan koreksi topografi bisa dilakukan dengan menggunakan Hammer Chart yang dikembangkan oleh Sigmund Hammer. Caranya adalah dengan membagi-bagi daerah penelitian menjadi bagian-bagian yang dibatasi oleh lengkungan ( kompartmen ) yang diberi nama kompartmen A, B, C, D... dan seterusnya. Pembagian zona-zona Hammer Chart adalah sebagai berikut : a. Zona A terdiri dari 1 kompartmen

18 27 b. Zona B terdiri dari 4 kompartmen c. Zona C & D terdiri dari 6 kompartmen d. Zona E & F terdiri dari 8 kompartmen e. Zona G, H, dan I terdiri dari 12 kompartmen f. Zona K, L, dan M terdiri 16 kompartmen Gambar 2.10 Pembagian kompartemen diagram Hammer (Telford et al.,1990:13) Dengan menggunakan pendekatan cincin silinder, maka besarnya koreksi topografi diberikan oleh persamaan : TC = (2.38) Dengan : TC G ρ r 0 dan r 1 z = koreksi terrain (medan) = konstanta gravitasi = rapat massa = jari-jari dalam dan luar zona = perbedaan ketinggian rata-rata kompartemen dan titik pengukuran

19 28 n = jumlah kompartemen pada zona tersebut Gambar 2.11 Cincin melingkar yang terbagi ke dalam delapan kompartemen untuk menghitung koreksi medan ( Tabel 2.1 Jari jari Kompartemen (Telford et.,1990:14) Kopartemen Jari jari dalam ( ) Jari- jari luar ( ) (feet) (feet) B 6,56 54,6 C 54,6 175 D E F H. Anomali Bouguer Lengkap (Complete Bouguer Anomaly) Anomali Bouguer lengkap (CBA) suatu titik amat didefinisikan sebagai penyimpangan harga percepatan gravitasi pengamatan (G obs ) terhadap harga percepatan gravitasi normal (G θ ) di titik tersebut. Anomali bouguer di titik amat pada ketinggian h merupakan anomali kumulatif akibat semua penyebab anomali yang berada di bawah ketinggian titik amat. Untuk mendapatkan harga anomali bouger lengkap digunakan persamaan sebagai berikut : (2.39)

20 29 Dengan : CBA = anomali bouger lengkap Gobs = harga gravitasi pengamatan yang sudah dikoreksi pasang surut dan Drift g φ = harga gravitasi teoritis ditempat pengamatan FAC Bc T c = koreksi udara bebas = koreksi bouger = koreksi terrain I. Moving Average Metode moving average merupakan salah satu cara untuk memisahkan anomali regional-residual dengan noise. Metode moving average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomali, proses perata-rataan dilakukan untuk tiap titik pengamatan dan bergerak dari satu titik ke titik lainnya. Hasil metode moving average adalah anomali regional, sedangkan anomali residualnya diperoleh dengan mengurangkan anomali Bouguer lengkap terhadap anomali regional. Secara matematis pada kasus satu dimensi anomali regional dari moving average adalah: (2.40) Dimana N adalah lebar window yang harus bilangan ganjil, n adalah (N-1)/2.

21 30 Penerapan moving average pada data dua dimensi dengan lebar windows 5x5 dapat diilustrasikan pada gambar Nilai g r pada suatu titik dapat dihitung dengan merata-ratakan semua nilai g bouguer di dalam sebuah kotak persegi dengan titik pusat adalah titik yang akan dihitung harga g R. Gambar 2.12 Ilustrasi moving average dua dimensi dengan lebar windows 5x5 ( Persamaannya diberikan oleh: (2.41) J. Pemodelan 2D Pemodelan 2D ini dibutuhkan dalam interpretasi kuantitatif. Interpretasi pemodelan 2D bertujuan untuk menggambarkan distribusi rapatmassa bawah permukaan dan geometris benda dibawah permukaan berdasarkan kontras rapatmassa lateral. Pada penelitian ini digunakan pemodelan kedepan (forward modelling), menggunakan software Gmsys yang berdasarkan pada metode poligon Talwani 2D karena bentuk geometris polygon menggambarkan kontras rapatmassa semua bentuk benda, sedangkan bentuk geometris lainnya seperti sphere, horizontal cylinder, vertical cylinder, baried slab, infinite slab, horizontal rectanguler prism, vertical rectanguler prism dan step hanya

22 31 digunakan untuk model pendekatan benda sederhana yang menyerupai bentuk geometris tersebut. K. Poligon Talwani 2D Menurut Talwani et al pemodelan metode kedepan untuk efek gravitasi benda bawah permukaan dengan penampang berbentuk sembarang dapat diwakili oleh suatu poligon bersisi n yang dinyatakan sebagai inetgral garis sepanjang sisi-sisi poligon. g z = 2 G ρ (2.42) integral garis tersebut dapat pula dinyatakan sebagai jumlah garis tiap sisinya, sehingga persamaan (2.36) dapat ditulis sebagai berikut: g z = 2 G ρ g 1 (2.43) Model benda anomali sembarang oleh Talwani didekati dengan poligon-poligon dengan sistem koordinat kartesian yang digambarkan seperti di bawah ini: Untuk benda poligon sederhana seperti pada gambar (2.13) dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut: g 1 = dθ (2.44) Gambar 2.13 Efek benda bentuk poligon anomali gravitai menurut Talwani et al.(16)

23 32 Sehingga diperoleh: g 1 = a 1 sinφ 1 cosφ 1 {(θ 1 +θ 2 ) ln( )} (2.45) Dimana : a 1 = x 2 z 2 cot φ 1 = x 2 z 2 ( ) (2.46) Dengan : θ 1= tan -1 ( ) (2.47) φ 1 = tan -1 ( ) (2.48) Persamaan (2.48) dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana, dengan mensubstitusikan harga-harga sin φ, cos φ, tan φ dengan koordinat titik sudut poligon pada sumbu x dan z, sebagai berikut : Z 1 = { θ 1 - θ 2 + )} (2.49) Persamaan (2.49) di atas dijadikan sebagai dasar perhitungan model bawah permukaan yang berbentuk perangkat lunak (software). Dalam pemodelan dilakukan dengan menggunakan software Gmsys Oasis-Montaj. L. Interpretasi 1. Interpretasi kualitatif Interpretasi kualitatif ini dilakukan dengan mengamati data gayaberat yang berupa anomali Bouger. Anomali Bouger akan memberikan hasil secara global,

24 33 yang masih memiliki anomali regional dan anomali residual. Hasil dari interpretasi ini dapat menafsirkan pengaruh anomali berdasarkan bentuk benda. Misalnya, pada peta anomali Bouger diperoleh bentuk kontur tertutup, maka dapat ditafsirkan sebagai struktur batuan berupa lipatan (sinklin atau antiklin) atau patahan. Untuk dapat mengamati lebih jelas struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian dapat dibantu dengan peta kontur anomali residual, karena mencerminkan anomali lokal daerah penelitian. Identifikasi adannya formasi patahan/sesar di bawah permukaan daerah penelitian berdasarkan interpretasi kualitatif yakni dari peta kontur anomali Bouger lengkap dan residual ditunjukkan dengan adanya struktur kelurusan pola dan arah anomali, dapat juga ditunjukkan dengan anomali rendah pada kedua peta kontur tersebut. 2. Interpretasi kuantitatif Interpretasi kuantitatif dilakukan untuk memahami lebih dalam hasil dari interpretasi kualitatif, caranya dengan membuat model 2D berupa penampang bawah permukaan yang garis lintasannya diambil dari peta kontur anomali Bouger lengkap. Selanjutnya kita akan mendapatkan bentukan penampang model 2D struktur geologi bawah permukaan pada daerah penelitian dan jenis lapisan batuan penyusun di daerah penelitian, yang dibantu dengan data geologi dari peta geologi daerah penelitian.. Langkah awal pemodelan adalah dengan mencoba berbagai kemungkinan model geologi bawah permukaan, penggunaan rapatmassa penyusun daerah penelitian pada setiap lapisan dari model geologi yang dihasilkan ditentukan berdasarkan perkiraan model geologi (hasil

25 34 interpretasi), ditunjang dengan rapatmassa Telford dan rapatmassa dari literatur lain serta jenis lapisan batuan penyusun bawah permukaan ditentukan dari lapisan batuan penyusun bawah permukaan pada strukur lapisan dan stratigrafi daerah penelitian dari peta geologi. Hasil bentukan model 2D struktur bawah permukaan harus menyerupai bentukan struktur geologi daerah penelitian. M. Patahan/sesar Gambar 2.14 Sesar bumi (Earth fault) ( Patahan terjadi karena adanya tekanan atau gerakan tektonik secara horizontal maupun vertikal pada kulit bumi yang rapuh. Patahan sering disebut juga sesar. Sesar normal terjadi jika batuan yang berada dibawah permukaan bumi merosot ke bawah akibat batuan di kedua sisinya bergerak saling menjauh. Sesar terbalik (reveres fault) terjadi jika batuan yang menumpu terangkat ke atas akibat batuan penumpu di ke dua sisinya bergerak saling mendorong. Sedangkan sesar geseran jurus (strike-slip fault) terjadi jika ke dua batuan pada sesar bergerak saling menggeser satu sama lain. Sesar normal dan sesar terbalik

26 35 keduanya menghasilkan perpindahan secara vertikal (vertical displacement), sedangkan sesar geseran jurus (strik - slip) mengalami perpindahan secara horizontal. Pada dasarnya fluida - fluida yang secara progresif terkonsentrasi di bawah permukaan dapat menyembur ke permukaan jika cukup tekanan atau jika cukup perbedaan tekanan dan temperatur. Kondisi itu selanjutnya dapat terpenuhi apabila terdapat jalur terbuka, seperti patahan. 1. Patahan/Sesar Watukosek Patahan Watukosek merupakan sesar turun geser mengiri. Reaktifasi sesar ini kemungkinan akibat dari aktifitas tektonik seperti gempabumi, menyebabkan pergerakan segmen struktur geologi pada wilayah semburan lumpur Porong dan sekitarnya, sehingga ada blok batuan yang mengalami perubahan posisi baik secara vertikal maupun horizontal. Pergerakkan itu menyebabkan blok batuan mengalami retak menembus sampai ke permukaan, sehingga material lumpur, fluida dan gas yang terdapat didaerah sekitar dapat menyembur keluar ke atas permukaan. Patahan Watukosek berarah baratdaya-timurlaut dari eksplorasi BJP-1 Porong. Berdasarkan hipotesa yang berkembang saat ini karena letaknya tersebut, menjadikan patahan ini sebagai salah satu sarana keluarnya semburan lumur Porong ke atas permukaan. N. Lumpur Porong 1. Definisi lumpur

27 36 Lumpur adalah material-material yang berasal dari perut bumi yang mengandung mineral, gas, dan kandungan tanah yang keluar ke permukaan sehingga menjadi limbah yang tidak terpakai (Aristianto). Lumpur Porong bersifat plastis bahkan bergerak (mobile, karena sifatnya itu maka lumpur dapat keluar melalui bidang patahan. Semburan lumpur panas Porong merupakan proses geologi, material yang keluar dari perut bumi akibat patahan yang menjadi sarana keluarnya. Menurut Dr. Syamsul dari tim penelitian semburan lumpur Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) mengatakan fluida yang terkonsentrasi di bawah permukaan bumi memang dapat menyembur ke permukaan jika ada cukup perbedaan tekanan dan temperatur. Kondisi ini dapat terpenuhi jika ada jalur terbuka, seperti patahan. Semburan lumpur panas Porong dikategorikan dalam tiga jenis yaitu a. Lumpur panas (yang belum terpisah) b. Air lumpur c. Padatan lumpur O. Daerah Berpotensi Munculnya Semburan Lumpur Terkait dengan pola stratigrafi syarat sebagai daerah yang berpotensi munculnya semburan lumpur, daerah tersebut memiliki : 1. Cekungan Berdasarkan penamaan satuan stratigrafi menurut Pringgoprawiro, (1982) Cekungan Jawa Timur bagian Utara dikenal dengan sebagai daerah yang mengalami penurunan pada zaman Oligo Miosen (Asikin, 1986), pada daerah

28 37 ini terdapat dua cekungan yang berbeda yaitu Cekungan Kendeng dan Cekungan Rembang (Pringgoprawiro, 1982). Cekungan kendeng merupakan Zona Central Depression di Jawa akibat dari tumbukan lempeng Eurasia dengan lempeng India-Australia, sehingga banyak terdapat patahan-patahan yang masih aktif. Dalam tatanan geologi Jawa Timur, lumpur Porong terdapat di "Cekungan pengendapan Porong" (Porong Sub-Basin) yang terletak diantara sesar-sesar (patahan) yang sebagian masih aktif, merupakan bagian dari Cekungan Sentral (Central Deep) yang mempunyai tatanan geologi dan struktur yang kompleks. Menurut van Bemmelen (1949) data geologi menunjukkan bahwa baik stratigrafi maupun tektonika Zona Kendeng bagian timur yang berada diutara sub-cekungan Porong, masih berada dalam keadaan berevolusi (proses tektonik masih berlangsung) dibandingkan dengan di bagian tengah dan barat. Menurut Duyfjes (1938), juga memperlihatkan bahwa antiklin Gujangan dekat Surabaya dan Pulungan di sebelah selatannya, dipotong oleh sesar transversi, dengan bagian timurnya yang turun. Sesar tersebut merupakan tanda peralihan antara bagian ujung dari zona Kendeng (yang telah terlipat lemah) yang menunjam di Delta Porong dengan Selat Madura yang masih menurun dan diisi oleh sedimen yang belum terlipat. Keadaan tersebut menunjang bahwa proses gerak-gerak tektonik di wilayah cekungan Porong masih berlangsung. 2. Endapan Sedimen Endapan sedimen dengan formasi Ngimbang merupakan endapan sedimen paling tua sebagai pengisi cekungan Jawa Timur, mempunyai fasies yang terdiri dari perulangan batupasir, serpih, dan batu lanau dengan lumpur. Litologi paling dominan adalah lempung, lumpur-gas alam, umur dari formasi

29 38 ini adalah Oligosen Awal. Serta endapan sedimen dengan formasi Kujung, formasi bagian dari Mandala Rembang namun pada zaman Oligosen, sedimen formasi ini membagi kearah selatan kedalam cekungan yang lebih dalam dari Mandala Kendeng akibat pengaruh tektonik Half Grabben (BPPKA Pertamina 1996). 3. Deformasi Deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif utaraselatan dengan tipe deformasi berupa deformasi ductile yang pada fase terakhirnya berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok-blok dasar cekungan.. Deformasi pertama yang terjadi pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio-Plistosen), Zona Kendeng. intensitas gaya kompresi semakin besar kearah bagian barat yang menyebabkan banyak dijumpai lipatan overturned dan sesar naik. Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran. Secara umum struktur-struktur yang ada pada Zona Kendeng berupa lipatan, sesar naik, sesar geser, dan struktur kubah. 4. Gunungapi Purba Mengenai terdapatnya endapan lumpur material sedimen didaerah penelitian menurut Pringgoprawiro (1982) material sedimen didaerah penelitian berasal dari produk gunung api purba yang terbentuk akibat adanya busur

30 39 magmatik hasil tumbukan lempeng. Secara regional daerah pelitian termasuk kedalam cekungan belakang busur (back arc) yang kaya akan endapan sedimen. 5. Mud Volcano (Gunung Lumpur) Mud Volcano merupakan sebuah terminologi didalam ilmu geologi yang bersifat genetik. Gunung lumpur merupakan perwujudan dari suatu formasi batuan berbutir pasir hingga lempung dan mempunyai densitas kecil yang mengalami perubahan akibat adanya tekanan aktivitas tektonik yang menyebabkan formasi tersebut tidak terkonsolidasi (unconsolidation formation) karena sifatnya yang lentur. Kenampakan dari mud volcano tidak harus selalu dalam bentuk dome atau kerucut namun dapat merupakan massa yang tidak kompeten (incompetent masses), sebagai lapisan yang tertekan maka lapisan tersebut akan bergerak mencari kesetimbangan dan mengalami pencairan (fluidize) sehingga mudah bergerak melalui zona lemah seperti patahan dan rekahan dan dapat naik muncul kepermukaan. Daerah penelitian termasuk kedalam Cekungan Kendeng yang secara geologi merupakan cekungan pada daerah back arc fold thrust belt, Pringgoprawiro (1982). Mud volcano banyak muncul di sepanjang zona depresi/cekungan Kendeng. Posisi geologi yang berdekatan deretan gunung berapi/busur magma inilah yang menyebabkan daerah semburan lumpur berpotensi terkoneksi dengan sistem geotermal komplek gunung api Penanggungan. Proses sedimentasi yang cepat dengan material kaya organik dan letaknya sangat dalam pada lingkungan yang sesuai, menyebabkan wilayah ini kaya akan kandungan

31 40 gas dan minyak. Sedangkan sedimen yang tidak terkompaksi sempurna, akibat proses tektonik yang terus berlangsung maupun akibat pembebanan lapisan yang ada di atasnya, banyak memunculkan bentukan mud diapir (gunung lumpur). Permeabilitas batuan yang rendah menjadi penghalang fluida formasi yang tersimpan dalam pori batuan mencapai keseimbangan hidrostatis sehingga terjadi 'over pressure', menghasilkan tekanan fluida yang akan ikut menyangga tekanan pembebanan. Bila kondisi bawah permukaan terganggu, lumpur beserta fluida dan gas berpotensi ke luar ke permukaan melalui rekahan maupun sesar dan membentuk gunung lumpur. Hal yang sangat umum menunjukkan bahwa adanya rembesan berupa lumpur dan gas, yang muncul ke permukaan, biasanya menandakan kehadiran mud-volcano di bawahnya melalui manifestasi permukaan tersebut (Tarigan, 2005).

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No.

BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No. BAB III PENGUKURAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pengukuran Gayaberat Penelitian dilakukan menggunakan gravimeter seri LaCoste & Romberg No. G-804. Nomor yang digunakan menunjukkan nomor produksi alat yang membedakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian deskriptif analitis. Penelitian gaya berat yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur bidang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN

BAB 2 LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN BAB LANDASAN TEORITIS PERMASALAHAN. PRINSIP DASAR GRAVITASI Gaya tarik-menarik antara dua buah partikel sebanding dengan perkalian massa kedua partikel tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel

BAB III TEORI DASAR (3.1-1) dimana F : Gaya antara dua partikel bermassa m 1 dan m 2. r : jarak antara dua partikel BAB III TEORI DASAR 3.1 PRINSIP DASAR GRAVITASI 3.1.1 Hukum Newton Prinsip dasar yang digunakan dalam metoda gayaberat ini adalah hukum Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik dua titik massa m

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR METODE GRAVITASI

BAB II TEORI DASAR METODE GRAVITASI BAB II TEORI DASAR METODE GRAVITASI 2.1 Teori Gravitasi Newton 2.1.1 Hukum Gravitasi Newton Metode gravitasi atau gaya berat bekerja berdasarkan Hukum Gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya antara

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat

BAB III TEORI DASAR. 3.1 Metode Gayaberat BAB III TEORI DASAR 3.1 Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah metode dalam geofisika yang dilakukan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan berdasarkan perbedaan rapat massa cebakan mineral dari daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di

BAB I PENDAHULUAN. Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gayaberat merupakan salah satu metode dalam geofisika. Nilai Gayaberat di setiap tempat di permukaan bumi berbeda-beda, disebabkan oleh beberapa faktor seperti

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER

BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi Metode geologi yang dipakai adalah analisis peta geologi regional dan lokal dari daerah penelitian. Untuk peta geologi regional, peta yang dipakai adalah peta geologi

Lebih terperinci

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Dasar Metode Gravitasi Metode gravitasi merupakan salah satu metode survei geofisika yang memanfaatkan sebaran densitas di permukaan bumi sebagai bahan studi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pengukuran lapangan, tahap pemrosesan data, dan tahap interpretasi

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan lokal. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut.

Lebih terperinci

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R.

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Sketsa gaya tarik dua benda berjarak R. BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Konsep Dasar Gayaberat Dasar teori dari metode gayaberat adalah Hukum Newton. Hukum umum gravitasi menyatakan bahwa gaya tarik-menarik antara dua buah benda sebanding dengan kedua

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 6): Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m 1 dan m 2.

III. TEORI DASAR. kedua benda tersebut. Hukum gravitasi Newton (Gambar 6): Gambar 6. Gaya tarik menarik merarik antara dua benda m 1 dan m 2. III. TEORI DASAR A. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 1. Teori gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya tarik menarik

Lebih terperinci

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN MIPA FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK MAKALAH GRAVITASI DAN GEOMAGNET INTERPRETASI ANOMALI MEDAN GRAVITASI OLEH 1. Tutik Annisa (H1E007005) 2. Desi Ari (H1E00700 ) 3. Fatwa Aji Kurniawan (H1E007015) 4. Eri Widianto (H1E007024) 5. Puzi Anigrahawati

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Metode dan Desain Penelitian Data variasi medan gravitasi merupakan data hasil pengukuran di lapangan yang telah dilakukan oleh tim geofisika eksplorasi Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi Metode geologi yang dipergunakan adalah analisa peta geologi regional dan detail. Peta geologi regional menunjukkan tatanan geologi regional daerah tersebut, sedangkan

Lebih terperinci

Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat

Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat POSITRON, Vol. I, No. 1 (011), Hal. 5-30 ISSN : 301-4970 Pendugaan Struktur Patahan Dengan Metode Gayaberat Ibrahim Sota *) *)Prodi Fisika FMIPA UNLAM Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pendugaan

Lebih terperinci

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT

2014 INTERPRETASI STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN DAERAH LEUWIDAMAR BERDASARKAN ANALISIS SPEKTRAL DATA GAYABERAT BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan tektonik di Jawa Barat adalah jalur subduksi Pra-Eosen. Hal ini terlihat dari batuan tertua yang tersingkap di Ciletuh. Batuan tersebut berupa olisostrom yang

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. Dasar dari metode gayaberat adalah hukum Newton tentang gayaberat dan teori

III. TEORI DASAR. Dasar dari metode gayaberat adalah hukum Newton tentang gayaberat dan teori 18 III. TEORI DASAR 3.1. Hukum Newton Dasar dari metode gayaberat adalah hukum Newton tentang gayaberat dan teori medan potensial. Newton menyatakan bahwa besar gaya tarik menarik antara dua buah partikel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki

BAB I PENDAHULUAN. lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lempeng tektonik kepulauan Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng utama yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Interaksi dari ke tiga lempeng tersebut

Lebih terperinci

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002). III. TEORI DASAR 3.1. Metode Gayaberat Metode gayaberat adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di kapal maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/ BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dari suatu data berupa data gayaberat. Adapun metode penelitian tersebut meliputi prosesing/ pengolahan,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... INTISARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii iv v vi viii xi xiii

Lebih terperinci

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS

V. INTERPRETASI DAN ANALISIS V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena

Lebih terperinci

III. TEORI DASAR. variasi medan gravitasi di permukaan bumi. Metode gayaberat dilandasi oleh

III. TEORI DASAR. variasi medan gravitasi di permukaan bumi. Metode gayaberat dilandasi oleh III. TEORI DASAR 3.1 Prinsip Dasar Gayaberat Metode gayaberat merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan berdasarkan adanya variasi medan gravitasi

Lebih terperinci

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak

Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta. Dian Novita Sari, M.Sc. Abstrak Pemodelan Gravity Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul Provinsi D.I. Yogyakarta Dian Novita Sari, M.Sc Abstrak Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode gravity di daerah Dlingo, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN DATA GAYABERAT DI DAERAH KOTO TANGAH, KOTA PADANG, SUMATERA BARAT Diah Ayu Chumairoh 1, Adi Susilo 1, Dadan Dhani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Anomali Bouguer U 4 3 mgal 4 3 Gambar 5.1 Peta anomali bouguer. Beberapa hal yang dapat kita tarik dari peta anomali Bouguer pada gambar 5.1 adalah : Harga anomalinya

Lebih terperinci

EKSPLORASI GAYA BERAT, oleh Muh Sarkowi Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Telp: ; Fax:

EKSPLORASI GAYA BERAT, oleh Muh Sarkowi Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta Telp: ; Fax: EKSPLORASI GAYA BERAT, oleh Muh Sarkowi Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik

Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Modul 1 Pengantar Praktikum Metode Gravitasi dan Magnetik Di antara sifat fisis batuan yang mampu membedakan antara satu macam batuan dengan batuan lainnya adalah massa jenis dan suseptibiltas batuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi sumber daya alam umumnya memerlukan biaya sangat mahal. Oleh karena itu biasanya sebelum melakuka kegiatan eksplorasi dilakukan survey awal, survey

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gaya Gravitasi merupakan gaya yang terjadi antara dua massa yang saling berinteraksi berupa gaya tarik-menarik sehingga kedua benda mengalami percepatan yang arahnya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu

Gambar 4.1. Peta penyebaran pengukuran gaya berat daerah panas bumi tambu BAB IV INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN GRAVITASI Salah satu metode geofisika yang digunakan dalam menentukan potensi suatu daerah panas bumi adalah metode gravitasi. Dengan metode gravitasi diharapkan dapat

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 sampai dengan bulan Februari 2015 di Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG) Bandung dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kegiatan eksplorasi perminyakan, batuan karbonat memiliki peranan yang sangat penting karena dapat berperan sebagai reservoir hidrokarbon. Sebaran batuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian gaya berat ini dilakukan di daerah Kecamatan Porong, Kabupaten

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian gaya berat ini dilakukan di daerah Kecamatan Porong, Kabupaten BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Geologi Regional Daerah Penelitian Penelitian gaya berat ini dilakukan di daerah Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Secara geografis daerah penelitian

Lebih terperinci

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. 23 Juli 2012 Lutfia P.I.A

PRESENTASI SIDANG SKRIPSI. 23 Juli 2012 Lutfia P.I.A PRESENTASI SIDANG SKRIPSI 23 Juli 2012 Lutfia P.I.A EKSPLORASI PARAMETER FISIK CEKUNGAN MIGAS DI PERAIRAN BLOK AMBALAT DENGAN METODE GRAVITY DISUSUN OLEH: LUTFIA P.I.A NRP : 4307100084 DOSEN PEMBIBING

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari, Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah

2 1 2 D. Berdasarkan penelitian di daerah IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BENDUNGAN SUTAMI DAN SEKITARNYA BERDASARKAN ANOMALI GAYABERAT Elwin Purwanto 1), Sunaryo 1), Wasis 1) 1) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH

STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH STUDI IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAN KEBERADAAN HIDROKARBON BERDASARKAN DATA ANOMALI GAYA BERAT PADA DAERAH CEKUNGAN KALIMANTAN TENGAH Dian Erviantari dan Muh. Sarkowi Program Studi Teknik Geofisika

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Data Penelitian Data yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah data gayaberat daerah Garut Utara hasil pengamatan Tim Geoteknologi LIPI Bandung dengan menggunakan gravitimeter

Lebih terperinci

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat

Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor, Jawa Barat JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 1 (218) 2337-352 (231-928X Print) B32 Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Daerah Potensial Mineral dengan Menggunakan Metode Gravitasi di Lapangan A, Pongkor,

Lebih terperinci

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69

BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 66 DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran... 69 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul.... i Lembar Pengesahan.... ii Abstrak.... iii Kata Pengantar.... v Daftar Isi. vii Daftar Gambar.... ix Daftar Tabel.... xi BAB 1 : PENDAHULUAN.... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

KOREKSI-KOREKSI KONVERSI HARGA BACAAN KOREKSI PASANG SURUT KOREKSI DRIFT

KOREKSI-KOREKSI KONVERSI HARGA BACAAN KOREKSI PASANG SURUT KOREKSI DRIFT PENGOLAHAN DATA KOREKSI-KOREKSI KONVERSI HARGA BACAAN KOREKSI PASANG SURUT KOREKSI DRIFT KOREKSI LINTANG KOREKSI UDARA BEBAS KOREKSI BOUGER KOREKSI MEDAN ANOMALI BOUGER ANOMALI UDARA BEBAS KONVERSI HARGA

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi

BAB I PENDAHULUAN. Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi menggunakan kaidah atau prinsip-prinsip fisika. Secara umum, metode geofisika dibagi menjadi dua kategori

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

PEMETAAN ANOMALI BOUGUER LENGKAP DAN TOPOGRAFI SERTA PENENTUAN DENSITAS BOUGUER BATUAN DAERAH PANAS BUMI PAMANCALAN

PEMETAAN ANOMALI BOUGUER LENGKAP DAN TOPOGRAFI SERTA PENENTUAN DENSITAS BOUGUER BATUAN DAERAH PANAS BUMI PAMANCALAN Jurnal Dinamika, April 2018, halaman 1-9 P-ISSN: 2087-7889 E-ISSN: 2503-4863 Vol. 09. No.1 PEMETAAN ANOMALI BOUGUER LENGKAP DAN TOPOGRAFI SERTA PENENTUAN DENSITAS BOUGUER BATUAN DAERAH PANAS BUMI PAMANCALAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Leuwidamar, kabupaten Lebak, Banten Selatan yang terletak pada koordinat 6 o 30 00-7 o 00 00 LS dan 106 o 00 00-106 o

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).

BAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya

Lebih terperinci

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2.

Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan Gultaf 2. PEMODELAN KONFIGURASI BATUAN DASAR DAN STRUKTUR GEOLOGI BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA ANOMALI GRAVITASI DI DAERAH PACITAN ARJOSARI TEGALOMBO, JAWA TIMUR Yesika Wahyu Indrianti 1, Adi Susilo 1, Hikhmadhan

Lebih terperinci

2014 PROGRAM PEMBUATAN KONTUR ANOMALI GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE MESH POLYGON

2014 PROGRAM PEMBUATAN KONTUR ANOMALI GAYABERAT MENGGUNAKAN METODE MESH POLYGON BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan energi dan kekayaan mineral yang sangat melimpah sebagaimana Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral merilis bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (Anomali

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dengan batas koordinat UTM X dari m sampai m, sedangkan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Distribusi Data Gayaberat Daerah pengukuran gayaberat yang diambil mencakup wilayah Kabupaten Magelang, Semarang, Salatiga, Boyolali, Klaten dan Sleman,Yogyakarta. Dengan batas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1. Struktur Sesar Analisis struktur sesar di daerah penelitian dilakukan dengan melakukan pengolahan data berupa kekar gerus, breksiasi, posisi stratigrafi, dan kelurusan

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN)

UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI BASIN DAN PENENTUAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN MENGGUNAKAN DATA GAYABERAT (STUDI KASUS CEKUNGAN SUMATERA SELATAN) SKRIPSI INDRA GUNAWAN 0806399003 FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuban adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Penduduknya berjumlah sekitar satu juta jiwa. Tercatat dua buah sungai yang mempunyai aliran panjang

Lebih terperinci

PENGUKURAN GAYA BERAT DI G. BATUR PEBRUARI - MARET 2009

PENGUKURAN GAYA BERAT DI G. BATUR PEBRUARI - MARET 2009 PENGUKURAN GAYA BERAT DI G. BATUR PEBRUARI - MARET 2009 Iing KUSNADI, Hendra GUNAWAN, Saleh, Dedi ROCHENDI, Muarif dan Wahidin AKHBAR Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi Sari G. Batur merupakan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR HAK CIPTA... i ABSTRAK... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB

Lebih terperinci

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB V SINTESIS GEOLOGI BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

Unnes Physics Journal

Unnes Physics Journal UPJ 3 (1) (2014) Unnes Physics Journal http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN SEKARAN DAN SEKITARNYA BERDASARKAN DATA GAYA BERAT S. Imam, Supriyadi Prodi Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Daerah Sumatera merupakan salah satu daerah yang memiliki tatanan geologi sangat kompleks, baik dari segi sedimentologi, vulkanologi, tektonik dan potensi sumber daya

Lebih terperinci

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB VI SEJARAH GEOLOGI BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor

Lebih terperinci

Geodesi Fisis. Minggu II,III : Review Medan Gayaberat Bumi Metode Pengukuran Gayaberat. Isna Uswatun Khasanah

Geodesi Fisis. Minggu II,III : Review Medan Gayaberat Bumi Metode Pengukuran Gayaberat. Isna Uswatun Khasanah Geodesi Fisis Minggu II,III : Review Medan Gayaberat Bumi Metode Pengukuran Gayaberat Isna Uswatun Khasanah 4/6/2016 Geofis Minggu 2,3 - Teknik Geodesi- FTSP ITP-2016 1 Statistik Pengumpulan Tugas1 Jumlah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL. Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1.

BAB II GEOLOGI REGIONAL. Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1. 4 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Papua, atau lebih tepatnya di area Teluk Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1. Teluk Bintuni Gambar

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2 1. (25 poin) Dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H ditembakkan sebuah bola kecil bermassa m (Jari-jari R dapat dianggap jauh lebih kecil daripada H) dengan kecepatan awal horizontal v 0. Dua buah

Lebih terperinci

MODUL FISIKA BUMI METODE GAYA BERAT

MODUL FISIKA BUMI METODE GAYA BERAT MODUL FISIKA BUMI METODE GAYA BERAT 1. TUJUAN - Memahami hukum dan prinsip fisika yang mendasari metode gaya erat - Mengetahui serta memahami faktor-faktor yang mempengaruhi nilai variasi gaya erat di

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu

PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI. Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu PEMETAAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DAERAH PANAS BUMI MG DENGAN METODE GRAVITASI Magfirah Ismayanti, Muhammad Hamzah, Lantu Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin Kampus UNHAS

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum Daerah penelitian secara regional terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini dibatasi Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah

Lebih terperinci