Kurikulum dan Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kurikulum dan Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM"

Transkripsi

1 Ind k Kurikulum dan Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di indonesia KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA 2014 i

2 Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Ind k Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kurikulum dan Modul Pelatihan untuk Pelatih Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di Indonesia._ Jakarta : Kementerian Kesehatan RI ISBN Judul II. SANITARY ENGINEERING IV. ENVIRONMENT AND PUBLIC HEALTH I. SANITATION EDUCATION III. WASTE MANAGEMENT ii

3 Pemerintah Indonesia melakukan upaya percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi yang layak. Tahun 2005, pendekatan Community-Led Total Sanitation (CLTS) diujicobakan di 6 kabupaten dan selanjutnya direplikasi pada tahun 2006 dan Hasilnya, pada tahun 2007 ada 680 desa yang telah mendeklarasikan kondisi terbatas dari praktek buang air besar sembarangan (BABS) atau biasa disebut Open Defecation Free (ODF). Ini memperlihatkan bahwa pendekatan subsidi dan penyediaan sarana fisik (hardware), yang sebelumnya dilakukan pemerintah, ternyata tidak mampu menjamin perubahan perilaku masyarakat maupun meningkatkan akses sanitasi. Tahun 2009, pemerintah menekankan perhatian kepada aspek sanitasi dan higiene dengan memasukkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) prioritas 3 bidang kesehatan memprioritaskan upaya preventif dan promotif terpadu melalui peningkatan akses air minum 67% dan sanitasi 75% pada tahun Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam pencapaian target MDG s Kata Pengantar Direktur Jenderal PP & PL Kemenkes Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan yang cukup efektif untuk mempercepat akses terhadap sanitasi yang layak melalui perubahan perilaku secara kolektif dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini STBM dilaksanakan melalui berbagai program pembangunan sanitasi, diantaranya program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Masyarakat (PAMSIMAS), PAM STBM, program Urban Sanitation and Rural Infrasructure (USRI), program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), dan program-program yang dilakukan oleh mitra seperti Water Sanitation Program-Bank Dunia, Wes UNICEF, IUWASH, High Five-USAID, Plan Internasional Indonesia, WVI, Simavi, USDP, YPCII, CD Bethesda, Yayasan Dian Desa dan lain-lain.

4 STBM yang mengutamakan pendekatan perubahan perilaku membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik sebagai fasilitator STBM, wirausaha sanitasi maupun tenaga pelatih yang akan menghasilkan SDM STBM baru di masa depan. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga kualitas pelatihan melalui proses akreditasi kurikulum dan modul pelatihan sebagai berikut : 1. Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator STBM 2. Kurikulum dan Modul TOT Fasilitator STBM 3. Kurikulum Pelatihan Wirausaha Sanitasi 4. Kurikulum Pelatihan TOT Wirausaha Sanitasi Diharapkan peserta latih nantinya akan memiliki keterampilan di bidang pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan perubahan perilaku dan mampu berkontribusi dalam percepatan pencapaian target MDG 7c dan pembangunan kesehatan nasional khususnya untuk memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat mandiri dan berkeadilan. Terimakasih kami sampaikan kepada WSP-Bank Dunia, yang telah memfasilitasi penyusunan kurikulum dan modul STBM, serta tim penyusun yang telah berbagi pembelajaran dan pengalaman berharga hingga modul STBM terakreditasi. Semoga modul ini bermanfaat. Jakarta, 21 November 2013 Direktur Jenderal PP dan PL Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama iv Kurikulum dan

5 DAFTAR ISI Bagian 1 - Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)... 1 Bagian 2 - Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Modul MD.1 - Kebijakan dan Strategi Nasional STBM Modul MI.1 - Konsep Dasar Pendekatan STBM Modul MI.2 - Pemberdayaan Masyarakat Dalam STBM Modul MI.3 - Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi STBM Modul MI.4 - Pemicuan STBM di Komunitas Modul MI.5 - Teknik Melatih Modul MP.1 - Membangun Komitmen Belajar (BLC) Modul MP.2 - Rencana Tindak Lanjut (RTL) Kurikulum dan v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Komponen Pokok STBM Gambar 2 Tupoksi STBM Gambar 3 Tiga Pilar Utama PRA Gambar 4 Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM Gambar 5 Pendekatan Penilaian Partisipatif Gambar 6 Jamban Individual Gambar 7 Jamban Komunal Gambar 8 Jenis Jamban Gambar 9 Septik Tank dengan Ventilasi Gambar 10 Jamban Permanen Gambar 11 Desain Lantai Kamar Mandi Gambar 12 Jamban yang Aman Gambar 13 Contoh Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun yang Layak Gambar 14 Pengelolaan Air Baku Gambar 15 Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga Gambar 16 Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga Gambar 17 Pengomposan Takakura, Sumber ICWMRIP Gambar 18 Contoh Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Gambar 19 Bak Penangkap Lemak Gambar 20 Bio Filter, Sumber: Buku Opsi Teknologi Sanitasi vi Kurikulum dan

7 DAFTAR TABEL Gambar 1 Komponen Pokok STBM Gambar 2 Tupoksi STBM Gambar 3 Tiga Pilar Utama PRA Gambar 4 Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM Gambar 5 Pendekatan Penilaian Partisipatif Gambar 6 Jamban Individual Gambar 7 Jamban Komunal Gambar 8 Jenis Jamban Gambar 9 Septik Tank dengan Ventilasi Gambar 10 Jamban Permanen Gambar 11 Desain Lantai Kamar Mandi Gambar 12 Jamban yang Aman Gambar 13 Contoh Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun yang Layak Gambar 14 Pengelolaan Air Baku Gambar 15 Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga Gambar 16 Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga Gambar 17 Pengomposan Takakura, Sumber ICWMRIP Gambar 18 Contoh Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas Gambar 19 Bak Penangkap Lemak Gambar 20 Bio Filter, Sumber: Buku Opsi Teknologi Sanitasi Kurikulum dan vii

8 viii Kurikulum dan

9 KURIKULUM PELATIHAN UNTUK PELATIH (TOT) FASILITATOR STBM Bagian 1 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 1

10 BAB I. PENDAHULUAN... 3 A. Latar Belakang... 3 B. Filosofi Pelatihan... 4 BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI... 5 A. Peran... 5 B. Fungsi... 5 C. Kompetensi... 6 BAB III. TUJUAN PELATIHAN... 6 A. Tujuan Umum... 6 B. Tujuan Khusus... 6 BAB IV. STRUKTUR PROGRAM... 7 BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN... 8 BAB VI. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN BAB VII. PESERTA, PELATIH DAN PENGENDALI PELATIHAN A. Peserta B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur C. Pengendali Pelatihan (Master of Training) D. Narasumber BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN A. Penyelenggara B. Tempat Penyelenggaraan BAB IX. EVALUASI A. Evaluasi terhadap peserta melalui : B. Evaluasi terhadap pelatih/fasilitator/narasumber C. Evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan BAB X. SERTIFIKAT Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

11 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut STBM merupakan pendekatan dan paradigma baru pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/ SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun Tahun 2014, Kepmenkes ini diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2014 tentang STBM. Adapun tujuan penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Diharapkan pada tahun 2025, Indonesia bisa mencapai sanitasi total untuk seluruh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia. Dalam pelaksanaannya, STBM membutuhkan sumber daya manusia terampil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu komponen terpenting dalam penerapan STBM adalah adanya fasilitator-fasilitator yang berkualitas dan tersebar diseluruh pelosok nusantara. Hasil studi kerjasama antara Bappenas dan Bank Dunia (2012) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, dibutuhkan tenaga sanitasi profesional dan dalam jangka menengah diperlukan tambahan tenaga sanitasi profesional. Sehubungan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan berupaya untuk meningkatkan kompetensi pelaksana STBM melalui pelatihan-pelatihan terakreditasi. Diharapkan dengan pelatihan-pelatihan tersebut, tenaga STBM, khususnya fasilitator STBM, memiliki keahlian dan kompetensi yang terstandar dan mumpuni. Pendekatan STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak. Perubahan perilaku BAB merupakan pintu masuk perubahan perilaku santasi secara menyeluruh. Atas dasar pengalaman keberhasilan CLTS, pemerintah menyempurnakan pendekatan CLTS dengan aspek sanitasi lain yang saling berkaitan yang ditetapkan sebagai 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan (5) Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT). Pendekatan STBM terdiri dari tiga komponen yang harus dilaksanakan secara seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif. Dalam upaya penguatan kapasitas pelaksana program STBM, perlu disusun Buku Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Diharapkan Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 3

12 pelatihan tersebut mampu mencetak lebih banyak fasilitator STBM yang handal, yang mampu merencanakan dan melaksanakan program STBM untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat untuk mempraktikkan hidup bersih dan sehat, termasuk melakukan monitoring dan evaluasi program STBM secara partisipatif dengan masyarakat. Kurikulum ini didesain dengan pendekatan learner centered yakni pendekatan yang menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatian, sedangkan pelatih/fasilitator lebih berperan sebagai katalisator (catalyst), pembantu proses (process helper), dan penghubung sumber daya (resource linker). Mengingat adanya perbedaan gaya pengajaran dan budaya setempat, maka tujuan pembelajarannyapun diarahkan pada tumbuhnya proses penemuan sendiri (self-discovery), sehingga kompetensi yang telah diperoleh dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas sebagai seorang fasilitator STBM. Kebutuhan terhadap Pelatihan Fasilitator STBM ini masih belum diimbangi dengan ketersediaan jumlah tenaga pelatih yang mencukupi, mumpuni dan mampu memahami serta menyampaikan atau memfasilitasi materi sesuai kurikulum dan modul pelatihan yang telah ditetapkan. sehingga untuk mengakomodir kebutuhan ini maka perlu dilakukan suatu Pelatihan untuk Pelatih (Traning of Trainer / TOT) Fasilitator STBM ini. Sehubungan dengan hal itu, Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM ini menjadi begitu penting dan perlu segera dilaksanakan untuk mencetak fasilitator-fasilitator STBM yang handal, yang mampu mendorong percepatan pencapaian target sanitasi Indonesia yang berkelanjutan dan juga untuk meningkatkan keterampilan para fasilitator dalam hal melatih, serta untuk memberikan penyamaan persepsi diantara para fasilitator agar terdapat keseragaman materi yang akan disampaikan pada pelatihan Pelatihan fasilitator STBM sesuai kurikulum yang telah ditetapkan. Adapun penyelenggaraan pelatihan ini mengacu pada kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM bagi pelaksana STBM. B. Filosofi Pelatihan Filosophi pelatihan untuk pelatih (TOF) Fasilitator STBM ini diselenggarakan dengan memperhatikan: 1. Prinsip pembelajaran orang dewasa (andragogi), dimana selama pelatihan peserta berhak untuk: a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai pemberdayaan masyarakat, perubahan perilaku, dan STBM. b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam konteks pelatihan. c. Diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap proses pembelajaran. d. Tidak dipermalukan, dilecehkan ataupun diabaikan. 2. Berorientasi kepada peserta, di mana peserta berhak untuk: a. Mendapatkan 1 paket bahan belajar tentang STBM. b. Mendapatkan pelatih profesional yang dapat menfasilitasi dengan berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi STBM. 4 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

13 c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, baik secara visual, auditorial maupun kinestetik (gerak). d. Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang STBM, saling berbagi antar peserta maupun fasilitator. e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka. f. Melakukan evaluasi dan dievaluasi tingkat kemampuannya. 3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam mengelola program STBM. b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mencapai kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan. 4. Melakukan experimentasi dengan menggunakan metode Experimental Learning Cycle (ELC) yang memberikan petunjuk praktis tentang desain pembelajaran, dengan karakteristik: a. terkait dengan kehidupan nyata, b. mendorong peserta untuk dapat mengekspresikan perasaan dan opini berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka, dan c. menerapkan evaluasi terintegrasi dengan memberikan umpan balik kepada peserta latih tentang kemajuan yang telah dicapai. 5. Berdasarkan azas manfaat artinya setelah menyelesaikan pelatihan peserta diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan sebagai pelatih pada Pelatihan Fasilitator STBM BAB II. PERAN, FUNGSI, DAN KOMPETENSI Peserta yang telah menyelesaikan Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM bagi pelaksana STBM mempunyai peran dan fungsi serta kompetensi sebagai berikut: A. Peran Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta berperan sebagai pelatih pada pelatihan fasilitator STBM di wilayah kerjanya masing-masing. B. Fungsi Dalam melaksanakan perannya peserta mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Menjelaskan konsep dasar STBM 2. Menjelaskan pemberdayaan masyarakat dalam STBM 3. Melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi 4. Melakukan pemicuan STBM di komunitas 5. Melatih pada pelatihan fasilitator STBM Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 5

14 C. Kompetensi Untuk melaksanakan peran dan fungsi tersebut, maka peserta memiliki kompetensi sebagai berikut : 1. Menjelaskan Konsep Dasar STBM. 2. Menerapkan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM. 3. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi. 4. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas. 5. Melatih pada Pelatihan Fasilitator STBM. BAB III. TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu melatih dalam pelatihan fasilitator STBM di wilayah kerjanya masing-masing sesuai dengan peran dan fungsinya. B. Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu: 1. Menjelaskan Konsep Dasar STBM. 2. Menerapkan Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM. 3. Melakukan Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi. 4. Melakukan Pemicuan STBM di Komunitas. 5. Melatih pada Pelatihan Fasilitator STBM. 6 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

15 BAB IV. STRUKTUR PROGRAM Untuk mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan tersebut, maka disusun materi pelatihan dengan struktur program yang terdiri dari materi dasar, materi inti dan materi penunjang dengan jumlah keseluruhan jam pelajaran (JP) sebanyak 55 JP seperti yang tertera pada struktur program sebagai berikut : No MATERI WAKTU T P PL JML A 1 MATERI DASAR Kebijakan dan Strategi Nasional STBM Subtotal A : B MATERI INTI 1 Konsep Dasar STBM Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi Pemicuan STBM di komunitas Teknik Melatih Subtotal B : C MATERI PENUNJANG 1 Membangun Komitmen Belajar (BLC) Rencana Tindak Lanjut (RTL) Subtotal C : Total Keterangan: T: Teori; P: Penugasan; PL: Praktik Lapangan 1 menit 50 JP = 6 hari pelatihan Untuk praktek micro teaching per orang 30 menit Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 7

16 8BAB V. GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN Nomor : MD.1 Judul Materi : Kebijakan dan Strategi Nasional STBM Waktu : 2 JP (T= 2jp; P= 0 jp; PL= 0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami arah kebijakan dan strategi nasional STBM. Referensi Media dan Alat Bantu Metode Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Setneg RI, Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN , Jakarta:2005. Depkes RI, Kepmenkes No. 852/2008, tentang Strategi Nasional STBM, Jakarta: Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: Setneg RI, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: Kemenkes RI, Renstra , Jakarta: Kemenkes RI, Buku Profi Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: Kemenkes RI, Permenkes No.3/2014 tentang STBM Update STBM, Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, Komputer / laptop, Modul. CTJ, Curah Pendapat 1. Arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi, b. Arah kebijakan dan strategi STBM. 1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi Indonesia, CTJ, Curah Pendapat. 2. Peran dan strategi STBM a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C, b. Strategi STBM, c. Pemetaan peran dan tanggung jawab pemangku kebijakan di masing-masing tingkatan. 2. Menjelaskan peran dan strategi STBM. Nomor : MI.1 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

17 Judul Materi : Konsep Dasar Pendekatan STBM Waktu : 4JP (T=2 jp; P=2 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar STBM. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan pengertian STBM, 2. Menjelaskan komponen STBM, 3. Menjelaskan lima pilar STBM, 1. Pengertian STBM a. Pengertian STBM, b. Tujuan STBM, c. Sejarah program pembangunan sanitasi, d. Konsep STBM. 2. Tiga Komponen STBM a. Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi, b. Peningkatan layanan penyediaan sanitasi, dan c. Penciptaan lingkungan yang kondusif. 3. Lima Pilar STBM a. Pengertian, b. Penyelenggaran pelaksanaan 5 pilar STBM, c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM, d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM. CTJ, Putar film, Tanya jawab, Curah Pendapat, Bermain Peran. CTJ, Curah Pendapat. CTJ, Curah Pendapat. Bahan tayang (slide ppt, film), LCD, Komputer/laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Modul, Panduan Diskusi, Panduan Bermain Peran. Kar, Kamar, Working Paper 184, Subsidy or Self-Respect? Total Community Sanitation in Bangladesh, Institute for Development Studies, September Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change, Community Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta: Kemenkes RI, Modul Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: Kemenkes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: Update STBM, Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23, www. ampl.or.id. Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 9

18 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 4. Menjelaskan prinsip-prinsip STBM, 5. Menjelaskan tangga perubahan perilaku. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan 4. Prinsip-Prinsip STBM a. Tanpa subsidi, b. Masyarakat sebagai pemimpin, c. Tidak menggurui/ memaksa, Totalitas seluruh komponen masyarakat. 5. Tangga Perubahan Perilaku a. Perilaku BABS, b. Perilaku SBS, c. Perilaku Higienies dan Saniter, d. Perilaku Sanitasi Total. Metode CTJ, Curah Pendapat, Diskusi. CTJ, Curah Pendapat, Diskusi. Media dan Alat Bantu Referensi 10 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

19 Nomor : MI.2 Judul Materi : Pemberdayaan Masyarakat dalam STBM Waktu : 3 JP (T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menerapkan pemberdayaan masyarakat dalam STBM. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan pemberdayaan masyarakat, 2. Menerapkan partisipasi masyarakat dalam STBM. 1. Pemberdayaan Masyarakat a. Pengertian pemberdayaan masyarakat, b. Tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat, c. Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat. 2. Partisipasi Masyarakat Dalam STBM a. Pengertian partisipasi masyarakat dalam STBM, b. Tingkatan partisipasi masyarakat di STBM. CTJ, Diskusi kelompok. CTJ, Diskusi kelompok, Bermain Peran. Bahan tayang (slide ppt), LCD, Komputer/ laptop, Flipchart, Spidol Meta plan, Kain tempel, Panduan Diskusi Kelompok, Panduan Bermain Peran. DepKes RI, Pusat Promkes, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta: DepKes RI, Pusat Promkes, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Jakarta: Totok Mardikanto, Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta, 2010 Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 11

20 Nomor : MI.3 Judul Materi : Komunikasi, Advokasi, dan Fasilitasi STBM Waktu : 4 JP (T= 2 jp; P= 2 jp; PL= 0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi STBM. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Melakukan komunikasi yang efektif, 2. Melakukan advokasi, 3. Menerapkan prinsip-prinsip dasar fasilitasi, 1. Komunikasi a. Pengertian komunikasi, b. Bentuk-bentuk komunikasi, c. Membangun komunikasi yang efektif. 2. Advokasi a. Pengertian advokasi, b. Langkah-langkah advokasi STBM, c. Cara melakukan advokasi yang efektif. 3. Prinsip-Prinsip Dasar Fasilitasi a. Prinsip dasar fasilitasi, b. Peran dan fungsi fasilitator, c. Perilaku fasilitator dalam STBM, d. Fasilitasi yang harus dilakukan dan dihindari dalam STBM. CTJ, Diskusi kelompok, Bermain peran, CTJ, Bermain peran. CTJ, Diskusi kelompok. Bahan tayang (slide ppt,) LCD, Komputer/ laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Skenario, Kain tempel, Lembar diskusi kelompok, Panduan Bermain Peran. Dinkes RI, Pusat Promosi Kesehatan, Modul Teknologi Advokasi Kesehatan, Jakarta: Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: Menerapkan teknik-teknik fasilitasi. 4. Teknik Fasilitasi a. Teknik mendengar, b. Teknik bertanya, c. Teknik menghadapi situasi sulit, d. Dinamika bertanya, e. Curah pendapat. CTJ, Curah Pendapat, Bermain peran. 12 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

21 Nomor : MI.4 Judul Materi : Pemicuan STBM di Komunitas Waktu : 16 JP (T=4 jp; P=2 jp; PL=10 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan pemicuan STBM di komunitas. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Memahami kegiatan pra-pemicuan, 1. Kegiatan Pra-Pemicuan a. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat, b. Persiapan pemicuan dan menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan 2. Melakukan pemicuan, 2. Pemicuan a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan, b. Elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan, c. Langkah-langkah pemicuan, d. Proses Pemicuan Lima Pilar STBM e. Komposisi tim pemicu. CTJ, Diskusi kelompok, Simulasi. CTJ, Diskusi kelompok, Bermain peran, Putar film, Bahan tayang (slide ppt, Film), LCD, Komputer/ laptop, Flipchart, Spidol, Meta plan, Lembar diskusi kelompok, Tali, Kain tempel, Alat-alat dan bahan untuk pemicuan, Lembar observasi, Panduan Praktik Kerja Lapang, Pedoman simulasi. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Proses Pemicuan di Kenongo, Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Pemicuan di Muara Enim, Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 13

22 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 3. Melakukan fasilitasi paska pemicuan, 4. Melakukan simulasi pemicuan STBM di komunitas, 5. Mampu mempraktikkan pemicuan di lapangan. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode 3. Fasilitasi Paska Pemicuan a. Cara membangun ulang komitmen, b. Pilihan teknologi sanitasi untuk 5 pilar STBM, c. Cara membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi, d. Pendampingan dan monitoring, e. Media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan. CTJ, Diskusi kelompok, Simulasi. 4. Simulasi Pemicuan STBM di Komunitas a. Pembentukan kelompok dan tim pemicu, b. Penyiapan alat dan bahan, c. Pembagian peran pada kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok. Pemilihan kelompok secara partisipatif, Penugasan. 5. Praktik Pemicuan di Lapangan Praktik Kerja Lapang. Media dan Alat Bantu Referensi 14 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

23 Nomor : MI. 5 Judul Materi : Teknik Melatih Waktu : 15 JP (T= 6jp; P=9 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan fasilitator STBM Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu : 1. Menjelaskan model pendekatan Pembelajaran orang dewasa (POD). 2. Menyusun satuan acara pembelajaran (SAP) 3. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dalam sebuah proses pembelajaran 1. Model pendekatan Pembelajaran Orang Dewasa (POD). a. Perubahan Paradigma Pendidikan b. Pedagogi dan Andragogi c. Prinsip-prinsip POD d. Ruang lingkup Pendekatan & tujuan POD e. Strategi POD 2. Satuan Acara Pembelajaran (SAP). a. Pengertian SAP b. Manfaat SAP c. Tujuan SAP d. Sistematika SAP e. Teknik Penyusunan SAP f. Kegiatan Pembelajaran 3. Penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif : a. Pengelolaan kelas secara efektif b. Perkembangan kelompok c. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada pembelajar d. Jurnal pembelajaran Curah pendapat CTJ Latihan Diskusi Kelompok Praktik melatih (micro-teaching) Komputer, LCD, Papan/ kertas Flipchart, Spidol Lembar latihan Panduan diskusi kelompok Pedoman praktik melatih (micro-teaching) LAN RI, Modul Widyaiswara, Jakarta: Kemenkes RI, Modul Pelatihan untuk Pelatih Program Kesehatan, Jakarta: WSP-EAP, Penyelenggaraan Pelatihan Wirausaha Sanitasi, Jakarta: Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: Menggunakan teknik presentasi interaktif dalam proses pembelajaran. 4. Teknik presentasi interaktif dalam proses pembelajaran. a. Pengertian dan tujuan presentasi interaktif b. Menghantar sesi pembelajaran c. Merangkum sesi pembelajaran d. Teknik tanya jawab efektif e. Teknik Mengelola hubungan interaktif Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 15

24 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) 5. Menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran 6. Menggunakan media dan alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan metode pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 7. Melakukan evaluasi hasil pembelajaran Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode 5. Metode pembelajaran : a. Pengertian dan Manfaat metode pembelajaran b. Delapan Ragam metode pembelajaran c. Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran. d. Metode pembelajaran yang efektif 6. Media dan alat bantu pembelajaran a. Pengertian media dan alat bantu pembelajaran b. Peranan media dan alat bantu pembelajaran c. Kriteria pemilihan media dan alat bantu pembelajaran d. Jenis-jenis media dan alat bantu pembelajaran. e. Karakteristik media dan alat bantu pembelajaran. 7. Evaluasi hasil pembelajaran a. Pengertian b. Tujuan c. Prinsip evaluasi hasil pembelajaran d. Jenis-jenis, tujuan dan proses evaluasi hasil pembelajaran e. Bentuk, kaidah dan instrument serta pengukuran evaluasi hasil pembelajaran f. Nilai hasil pembelajaran Media dan Alat Bantu Referensi 16 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

25 Nomor : MP.1 Judul Materi : Membangun Komitmen Belajar (BLC) Waktu : 3 JP (T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu membangun komitmen belajar dalam rangka menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif selama proses pelatihan berlangsung. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Mengenal sesama warga pembelajar pada proses pelatihan 1. Perkenalan CTJ Curah pendapat 2. Menyiapkan diri untuk belajar bersama secara aktif dalam suasana yang kondusif 3. Merumuskan harapan- harapan yang ingin dicapai bersama baik dalam proses pembelajaran maupun hasil yang ingin dicapai di akhir pelatihan. 2. Pencairan (ice breaking) Permainan 3. Harapan-harapan dalam proses pembelajaran dan hasil yang ingin dicapai CTJ Curah pendapat Diskusi kelompok Bahan tayang (slide ppt), Flipchart/ papan tulis, Spidol, Meta plan, Kain tempel, Jadwal dan alur pelatihan, Norma/tata tertib standar pelatihan, Panduan permainan, Petunjuk games. Munir, Baderal, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta: Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, Kumpulan Games dan Energizer, Jakarta: LAN dan Pusdiklat Aparatur Kemenkes RI, Buku Panduan Dinamika Kelompok, Jakarta: Merumuskan kesepakatan norma kelas yang harus dianut oleh seluruh warga pembelajar selama pelatihan berlangsung 4. Norma kelas dalam pembelajaran CTJ Curah pendapat Diskusi kelompok 5. Merumuskan kesepakatan bersama tentang kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas 5. Kontrol kolektif dalam pelaksanaan norma kelas CTJ Curah pendapat Diskusi kelompok 6. Membentuk organisasi kelas 6. Organisasi kelas Diskusi kelompok Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 17

26 Nomor : MP.2 Judul Materi : Rencana Tindak Lanjut (RTL) Waktu : 3 JP T=1 jp; P=2 jp; PL=0 jp) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menyusun rencana tindak lanjut dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan STBM. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan Metode Media dan Alat Bantu Referensi Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan pengertian dan ruang lingkup RTL. 2. Menjelaskan langkah-langkah penyusunan RTL 3. Melakukan evaluasi dan penyusunan RTL 4. Pelaksanaan STBM 1. RTL: a. Pengertian RTL b. Ruang lingkup RTL. 2. Langkah-langkah penyusunan RTL. 3. Evaluasi dan RTL a. Evaluasi Pelaksanaan STBM b. Penyusunan RTL dan gantt chart Ceramah Tanya Jawab Latihan Diskusi kelompok Flipchart, Spidol, Meta plan, Kain tempel, LCD, Presentasi, Lembar/Format RTL. Kemenkes RI, Pusdiklat Aparatur, Rencana Tindak Lanjut, Kurmod Surveillance, Jakarta: BPPSDM Kesehatan, Rencana Tindak Lanjut, Modul TOT NAPZA, Jakarta: Kemenkes RI, Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, Jakarta: Kemenkes RI, Second Decentralized Health Services Project, Model Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Bagi Petugas Puskesmas, Jakarta: Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

27 BAB VI. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN Rincian rangkaian alur proses pelatihan sebagai berikut : 1. Pembukaan Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut: a. Pembacaan susunan acara pembukaan oleh pembawa acara. b. Laporan ketua penyelenggara pelatihan dan penjelasan program pelatihan. c. Pengarahan dari pejabat yang berwenang tentang latar belakang perlunya pelatihan TOT fasilitator STBM dan dukungannya terhadap program STBM, sekaligus membuka pelatihan dengan resmi serta penyematan tanda peserta pelatihan sebagai tanda pelatihan dimulai. Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 19

28 d. Pembacaan doa agar pelatihan berjalan dengan lancar dan berhasil tanpa ada hambatan yang berarti. 2. Pelaksanaan Pre-Test Pelaksanaan pre-test dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal peserta terhadap materi yang akan diberikan pada proses pembelajaran. 3. Membangun Komitmen Belajar Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses belajar mengajar selanjutnya dan menciptakan komitmen terhadap norma-norma kelas yang disepakati bersama oleh seluruh peserta serta membentuk struktur kelas sebagai penghubung antara peserta, MOT, dan panitia penyelenggara, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan kondusif. Kegiatannya antara lain: a. Penjelasan oleh MOT tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan yang akan dilakukan dalam materi membangun komitmen belajar. b. Perkenalan antara peserta dan para fasilitator dan panitia penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif. c. Mengemukakan kebutuhan/harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing peserta selama pelatihan. d. Kesepakatan antara para fasilitator, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas (pemilihan ketua kelas dan sekretaris), kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya. 4. Pengisian wawasan Setelah materi Membangun Komitmen Belajar, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui oleh peserta dalam pelatihan ini, yaitu Kebijakan dan Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). 5. Pemberian pengetahuan dan keterampilan Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan dari proses pelatihan mengarah pada kompetensi keterampilan yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu metode ceramah tanya jawab, studi kasus, diskusi kelompok, bermain peran, tugas baca, simulasi, presentasi, pemutaran film dan latihan-latihan tentang konsep dasar dan fasilitasi dengan menggunakan kurikulum dan modul pelatihan fasilitator sanitasi total berbasis masyarakat. 20 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

29 6. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapang Tujuan dari Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini adalah agar peserta mampu menerapkan peran dan fungsinya sebagai pelatih fasilitator STBM di Indonesia. 7. Evaluasi Evaluasi dilakukan setiap hari dengan cara melakukan review terhadap kegiatan proses pembelajaran yang sudah berlangsung sebagai umpan balik untuk menyempurnakan proses pembelajaran selanjutnya. Proses umpan balik juga dilakukan dari pelatih ke peserta berdasarkan penjajagan awal melalui pre-test, pemetaan kemampuan dan kapasitas peserta, penilaian penampilan peserta, juga melalui pengamatan langsung baik di kelas selama proses pembelajaran maupun selama mengikuti praktik kerja lapangan. 8. Microteaching Setelah semua materi selesai dipaparkan dan praktik kerja lapangan telah dilaksanakan maka dilanjutkan dengan microteaching yang dilaksanakan secara perkelompok dengan masing-masing peserta menyiapkan materi Satuan Acara Pembelajaran (SAP) dan bahan paparan terkait materi yang telah disampaikan sebelumnya. Dan masing-masing peserta diberikan waktu selama kurang lebih 30 menit untuk pemaparan materinya dalam praktik microteaching (teknik melatih) dengan penilaian dilakukan oleh seorang widyaiswara dan faslitator pelatihan dimana hasil microteaching ini menentukan layak atau tidaknya seorang peserta menjadi fasilitator STBM. 9. Rencana Tindak Lanjut (RTL) Masing-masing peserta menyusun rencana tindak lanjut dari hasil pelatihan berupa rencana peserta latih untuk mengintegrasikan pendekatan STBM ke dalam pekerjaannya masing-masing. 10. Post-Test Post-test dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta dapat menyerap materi selama pelatihan. Selain post-test, dilakukan evaluasi kompetensi yaitu penilaian terhadap kemampuan yang telah didapat peserta melalui penugasan-penugasan dan praktik lapangan, termasuk didalamnya pengamatan yang dilakukan oleh fasilitator terhadap peserta latih selama proses pelatihan. 11. Penutupan Acara penutupan dapat dijadikan sebagai upaya untuk mendapatkan masukan dari peserta kepada penyelenggara dan pelatih untuk perbaikan pelatihan yang akan datang. Dalam penutupan dilakukan laporan hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan termasuk terhadap fasilitator, narasumber, peserta, sarana dan prasarana yang ada maupun kepada penyelenggara sendiri yang disampaikan oleh Ketua panitia penyelenggara. Selanjutnya pelatihan ditutup dengan resmi oleh pejabat yang berwenang, dengan ditandai pelepasan kartu tandu peserta oleh masing-masing peserta latih dan diakhiri dengan pembacaan doa semoga hasil dari pelatihan ini dapat bermanfaat sesuai dengan harapan dan tujuan pelatihan fasilitator STBM. Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 21

30 BAB VII. PESERTA, PELATIH DAN PENGENDALI PELATIHAN A. Peserta Kriteria peserta : Peserta pelatihan untuk pelatih (TOT) Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat ini adalah: a. Aparatur Dinas Kesehatan Provinsi yang terkait dengan program STBM. b. Widyaiswara, diutamakan Widyaiswara yang memiliki minat di bidang STBM. c. Master Trainer (MT) / Pelatih Nasional STBM yang telah mengikuti pelatihan kepemimpinan dan sejenisnya. d. Bersedia menyelesaikan seluruh rangkaian pelatihan. e. Berkomitmen sebagai pelatih pada pelatihan fasilitator STBM minimal 3 tahun ke depan. Jumlah Peserta : Jumlah peserta dalam satu kelas maksimal 30 orang. B. Pelatih/Fasilitator/Instruktur Pelatih adalah tim pelatih/fasilitator STBM dari Kementerian Kesehatan dan praktisi STBM dari berbagai instansi dan proyek pendukung STBM, dengan memenuhi salah satu dari kriteria berikut ini yaitu : a. Memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman serta terlibat dalam kegiatan STBM, b. Memiliki pengalaman menjadi pelatih untuk STBM, c. Widyaiswara sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki, d. Pejabat struktural yang membidangi sanitasi dan penyehatan lingkungan. C. Pengendali Pelatihan (Master of Training) Pengendali pelatihan adalah orang yang mengatur proses kegiatan pelatihan dari awal sampai akhir pelaksanaan pelatihan. Persyaratan: a. Mengetahui program STBM, b. Merancang kerangka acuan, c. Menguasai materi secara garis besar, d. Pernah mengikuti pelatihan MOT, atau e. Pernah mengikuti Training of Trainer (TOT). D. Narasumber Narasumber berasal dari: a. Ditjen PP dan PL, Badan PPSDM Kementerian Kesehatan RI dan Master Trainer/Pelatih Nasional STBM. b. Narasumber/pelatih dari mitra STBM. Kriteria narasumber: a. Menguasai materi di bidangnya. b. Menguasai teknik melatih. c. Pernah mengikuti pelatihan fasilitator STBM. d. Pelaksana di salah satu program STBM 22 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

31 BAB VIII. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN A. Penyelenggara Penyelenggara pelatihan untuk pelatih (TOT) fasilitator STBM di Indonesia adalah: 1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, Badan PPSDM Kesehatan, 2. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan Badan PPSDM Kesehatan, 3. Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK), Badan PPSDM Kesehatan, 4. Balai Pelatihan Kesehatan Nasional, Badan PPSDM Kesehatan, 5. Balai Pelatihan Kesehatan Daerah di tingkat Provinsi, atau 6. Dinas atau lembaga / institusi yang sudah bekerja sama dengan Balai Pelatihan Kesehatan. B. Tempat Penyelenggaraan Pelatihan akan diselenggarakan pada tempat/lokasi program yang telah menggunakan pendekatan STBM di seluruh wilayah Republik Indonesia. BAB IX. EVALUASI Evaluasi yang dilakukan dalam pelatihan ini meliputi : A. Evaluasi terhadap peserta melalui : a. Menilai penyerapan materi pelatihan oleh peserta latih (pre dan post-test), b. Evaluasi penyusunan SAP, c. Evaluasi praktik melatih (microteaching). B. Evaluasi terhadap pelatih/fasilitator/narasumber Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penilaian yang menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan pelatih dalam menyampaikan pengetahuan dan atau keterampilan kepada peserta dengan baik, dapat dipahami dan diserap oleh peserta, meliputi: a. Penguasaan materi, b. Ketepatan waktu memulai dan mengakhiri pembelajaran, c. Sistematika penyajian materi, d. Penggunaan metode dan alat bantu pembelajaran, e. Empati, gaya dan sikap terhadap peserta, f. Penggunaan bahasa dan volume suara, g. Pemberian motivasi belajar kepada peserta, h. Pencapaian Tujuan Pembelajaran (TPU/TPK), i. Kesempatan tanya jawab, j. Kemampuan menyajikan, k. Kerapihan berpakaian, l. Kerjasama antar Tim Pengajar. Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM 23

32 C. Evaluasi terhadap penyelenggara pelatihan Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksanaan pelatihan. Obyek evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis, yang meliputi : a. Tujuan pelatihan, b. Relevansi program pelatihan dengan tugas, c. Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta di tempat kerja, d. Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi, e. Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan, f. Pelayanan sekretariat terhadap peserta, g. Pelayanan akomodasi dan lainnya, h. Pelayanan konsumsi, i. Pelayanan komunikasi dan informasi. BAB X. SERTIFIKAT Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 01/PER/M. PAN/2008 tanggal 28 Januari 2008 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengangkatan Tenaga Fungsional dan Angka Kreditnya, maka bagi peserta yang telah menyelesaikan proses pelatihan selama 30 jp dengan kehadiran minimal 95 persen dan dinyatakan lulus berdasarkan hasil evaluasi pelatihan akan diberikan sertifikat dengan angka kredit 1 (satu). Sertifikat akan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang atas nama Menteri Kesehatan dan oleh panitia penyelenggara. Sertifikat juga bisa diberikan oleh Lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat untuk pelatihan untuk pelatih Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. 24 Kurikulum Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator STBM

33 MODUL PELATIHAN UNTUK PELATIH (TOT) FASILITATOR STBM Bagian 2 Modul Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Fasilitator Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) 25

34 26

35 Modul MD.1 Kebijakan dan Strategi Nasional STBM KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM MD.1 27

36 MODUL MD.1 - KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM I. DESKRIPSI SINGKAT II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum B. Tujuan Pembelajaran Khusus III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1 - Kebijakan dan Strategi Pembangunan Sanitasi di Indonesia.. 30 B. Pokok Bahasan 2 - Peran dan Strategi STBM IV. BAHAN BELAJAR V. METODE PEMBELAJARAN VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit) B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit) C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit): VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1 - KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA B. POKOK BAHASAN 2 - PERAN DAN STRATEGI STBM VIII. REFERENSI

37 MODUL MD.1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI NASIONAL STBM I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Kebijakan dan Strategi Nasional STBM ini disusun untuk membekali peserta agar dapat memahami kebijakan dan stategi nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dalam kaitannya dengan keberhasilan pembangunan kesehatan manusia Indonesia. STBM merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di Indonesia yang mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM diadopsi dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang saniter dan layak. STBM ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM. Adapun tujuan penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Selanjutnya, pada tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses sanitasi dasar yang layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kesehariannya, sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Indonesia Pendekatan STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan penyediaan akses sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif. Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT), dan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT). II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami kebijakan dan strategi nasional STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu : 1. Menjelaskan arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi Indonesia. 2. Menjelaskan peran dan strategi STBM. 29

38 III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. POKOK BAHASAN 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA a. Arah kebijakan dan strategi nasional pembangunan sanitasi. b. Arah kebijakan dan strategi STBM. B. POKOK BAHASAN 2 PERAN DAN STRATEGI STBM a. Peran STBM dalam pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs tujuan 7C, b. Strategi STBM, c. Pemetaan peran dan tanggung jawab pemangku kebijakan di masing-masing tingkatan. IV. BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt), LCD projector, komputer / laptop, modul. V. METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab dan curah pendapat. VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 2 jam pelajaran (T=2 jp, P=0jp, menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1: Pengkondisian (20 menit) a. Fasilitator memperkenalkan diri, b. Perkenalan dan pencairan suasana, c. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, d. Menggali pendapat peserta tentang kebijakan STBM dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, e. Berdasarkan pendapat peserta, fasilitator menjelaskan tentang kebijakan STBM. B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (60 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: Arah kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi di Indonesia, Peran dan Strategi STBM. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta. 3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi diskusi dan interaksi yang baik. 30

39 C. Langkah 3: Rangkuman (10 menit): 1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi ini. VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI DI INDONESIA a. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Sanitasi Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun menetapkan bahwa Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia No. HK.03.01/160/1/2010 ditetapkan bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Adapun Misi Kemenkes adalah 1) Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat madani; 2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; 3) Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan 4) Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik. Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan kesehatan, khususnya bidang air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan studi Basic Human Services di Indonesia, kurang dari 15% penduduk Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap tingginya angka diare yaitu 423 per seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16 provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 2,52. Untuk memperbaiki capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan sanitasi total berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku higienis. Pada tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada tahun 2006, ujicoba ini telah 31

40 berhasil menciptakan 160 desa bebas buang air besar sembarangan (open defecation free-odf), sehingga pada tahun 2006, pemerintah mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci tangan pakai sabun nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun 2008 pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 852/MENKES/SK/IX/2008. Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut disesuaikan dan diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM b. Arah Kebijakan dan Strategi STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM memiliki indikator outcome dan indikator output. Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output STBM adalah sebagai berikut: 1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (SBS). 2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga. 3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar. 4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar. 5. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar. B. POKOK BAHASAN 2 PERAN DAN STRATEGI STBM a. Peran STBM Dalam Pencapaian RPJPN, RPJMN dan MDGs Tujuan 7C STBM adalah pendekatan yang digunakan dalam program nasional pembangunan sanitasi di Indonesia yang dipilih untuk: memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses sanitasi dasar yang layak dan berkesinambungan. Komitmen pemerintah tersebut tercantum dalam pencapaian target pembangunan milennium (Millenium Development Goal), khususnya target 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun Komitmen pemerintah terkait sanitasi lainnya tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah sanitasi total untuk seluruh rakyat Indonesia pada tahun

41 Kontribusi STBM dalam MDGs, terlihat pada tabel di bawah: Goal 7 Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup Target 10 Menurunkan hingga separuhnya proporsi rumah tangga tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar pada tahun 2015 INDIKATOR Baseline 1993 Capaian 2010*) Target MDGs 2015 Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap air minum layak (Kota & Desa) Proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak (Kota & Desa) Kota 50,58% 42,51% 75,29% Desa 31,61% 45,85% 65,81% Total 37,73% 44,19% 68,87% Kota 53,64% 72,78% 76,82% Desa 11,10% 38,50% 55,55% Total 24,81 55,54% 62,41% *) BPS; Susenas b. Strategi STBM Tabel 1: Tujuan MDG Untuk mencapai kondisi sanitasi total, STBM memiliki 6 strategi, yaitu : 1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment) Prinsip : Meningkatkan dukungan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya dalam meningkatkan perilaku higienis dan saniter. Pokok Kegiatan : Melakukan advokasi dan sosialisasi kepada pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya secara berjenjang, Mengembangkan kapasitas lembaga pelaksana di daerah, Meningkatkan kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan swasta. 2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation) Prinsip : Menciptakan perilaku komunitas yang higienis dan saniter untuk mendukung terciptanya sanitasi total. 33

42 Pokok Kegiatan : Meningkatkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan dan pelaksanaan sosialisasi pengembangan kebutuhan Mengembangkan kesadaran masyarakat tentang konsekuensi dari kebiasaan buruk sanitasi (buang air besar) dan dilanjutkan dengan pemicuan perubahan perilaku komunitas, Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memilih teknologi, material dan biaya sarana sanitasi yang sehat. Mengembangkan kepemimpinan di masyarakat (natural leader) untuk memfasilitasi pemicuan perubahan perilaku masyarakat. Mengembangkan sistem penghargaan kepada masyarakat untuk meningkatkan dan menjaga keberlanjutan sanitasi total. 3. Peningkatan penyediaan suplai (supply improvement) Prinsip : Meningkatkan kertersediaan sarana sanitasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pokok Kegiatan : Meningkatkan kapasitas produksi swasta lokal dalam penyediaan sarana sanitasi Mengembangkan kemitraan dengan kelompok masyarakat, koperasi, lembaga keuangan dan pengusaha lokal dalam penyediaan sarana sanitasi Meningkatkan kerjasama dengan lembaga penelitian perguruan tinggi untuk pengembangan rancangan sarana sanitasi tepat guna. Peningkatan lingkungan yang kondusif Institusionalisasi Peningkatan kebutuhan sanitasi Peningkatan penyediaan sanitasi Gambar 1: Komponen Pokok STBM 34

43 Ketiga komponen sanitasi total tersebut menjadi landasan strategi pelaksanaan untuk pencapaian 5 (lima) pilar STBM, yaitu: 1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS); 2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS); 3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT); 4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT); 5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT). c. Pemetaan Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kebijakan di Masing-Masing Tingkatan STBM dilakukan di semua tingkatan dengan memperhatikan koordinasi lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan, termasuk lintas program pembangunan air minum dan sanitasi, sehingga keterpaduan dalam persiapan dan pelaksanaan STBM dapat tercapai. 35

44 Tahapan penyelenggaraan STBM terlihat pada bagan dibawah : Tabel 2: Tahapan Penyelenggaraan STBM 36

45 Tugas dan fungsi pemangku kebijakan (stakeholder) dalam menfasilitasi penyelenggaraan STBM di setiap tingkatan, digambarkan pada bagan dibawah: a. Advokasi kebijakan program, koordinasi dan penyediaan bantuan teknis b. Penyiapan NSPK, modul pelatihan, sistem monitoring dan evaluasi Tugas dan Fungsi Pusat Tugas dan Fungsi Propinsi Tugas dan Fungsi Kabupaten a. Advokasi program, pendanaan dan koordinasi b. Menyapkan panel pelatih master STBM propinsi c. Pemantauan dan fasilitasi pembelajaran d. Bekerjasama dengan lembaga riset pasar untuk mengembangkan strategi pemasaran & komunikasi perubahan perilaku a. Mengelola dan memantau program b. Advokasi dan komunikasi kepada Bupati/DPRD untk pendanaan dan dukungan program. c. Mengorganisir pelatihan fasilitator CLTS Memfasilitasi wirausaha sanitasi melayani konsumen warga ekonomi rendah. d. Memfasilitasi wirausaha sanitasi Tugas dan Fungsi Kecamatan Tugas dan Fungsi Puskesmas/Mitra di tingkat masyarakat a. Memicu masyarakat & melakukan pendampingan tindak lanjut pasca pemicuan. b. Memantauan, melaporkan data secara regular ke kabupaten, verifikasi ODF. c. Melakukan fasilitasi kepada masyarakat dalam memilih teknologi sanitasi. d. Melakukan fasilitasi di antara masyarakat yang dipicu dan wirausaha sanitasi VIII. REFERENSI Gambar 2: Tupoksi STBM 1. Bappenas, Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Sanitasi, Jakarta: Setneg RI, Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN , Jakarta: Depkes RI, Kepmenkes No. 852/MENKES/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Jakarta: Depkes RI, Strategi Nasional STBM, Jakarta: Setneg RI, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Jakarta: Kepmenkes RI, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan , Jakarta: Kepmenkes RI, Buku Profil Program Penyehatan Lingkungan Ditjen P2PL, Jakarta: Kemenkes RI, Permenkes No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Update terkait STBM, 37

46 38

47 Modul MI.1 Konsep Dasar Pendekatan STBM KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM MI.1 39

48 MODUL MI.1 - KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM I. DESKRIPSI SINGKAT II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum B. Tujuan Pembelajaran Khusus III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Pengertian STBM B. Pokok Bahasan 2: Tiga Komponen STBM C. Pokok Bahasan 3: Lima Pilar STBM D. Pokok Bahasan 4: Prinsip-prinsip STBM E. Pokok Bahasan 5: Tangga Perubahan Perilaku IV. BAHAN BELAJAR V. METODE PEMBELAJARAN VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM B. POKOK BAHASAN 2: TIGA Strategi STBM C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU VI. REFERENSI VII. LAMPIRAN

49 MODUL MI.1. KONSEP DASAR PENDEKATAN STBM I. DESKRIPSI SINGKAT Modul Konsep Dasar Pendekatan STBM ini disusun untuk membekali peserta agar memahami pengertian, komponen-komponen pokok, pilar-pilar, prinsip-prinsip dasar, dan tangga perubahan perilaku pada STBM secara lebih rinci dan mendalam. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2011, baru 55,60% penduduk Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang layak, yang terbagi antara 72,54% di perkotaan dan 38,97% di perdesaan. Angka ini masih jauh dari target MDG yaitu 62,40% atau 76,82% di perkotaan dan 55.55% di perdesaan. Dari target RPJMN bidang kesehatan untuk mencapai desa SBS pada tahun 2014, usaha keras masih sangat diperlukan.berdasarkan data Kemenkes, hingga November 2013, baru desa yang sudah Stop Buang Air Besar Sembarangan. Oleh karena itu, pemahaman terkait konsep dasar pendekatan STBM menjadi sangat penting agar peserta pelatihan bisa memahami secara utuh, untuk selanjutnya dapat memfasilitasi penerapan STBM di masyarakat. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami konsep dasar pendekatan STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu : 1. Menjelaskan pengertian STBM, 2. Menjelaskan strategi STBM, 3. Menjelaskan lima pilar STBM, 4. Menjelaskan prinsip-prinsip STBM, dan 5. Menjelaskan tangga perubahan perilaku. III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM 1. Pengertian STBM, 2. Tujuan STBM, 3. Sejarah program pembangunan sanitasi, 4. Konsep STBM. 41

50 B. POKOK BAHASAN 2: TIGA KOMPONEN STBM 1. Peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi, 2. Peningkatan layanan penyediaan sanitasi, dan 3. Penciptaan lingkungan yang kondusif. C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM 1. Pengertian, 2. Penyelenggaraan pelaksanaan 5 pilar STBM, 3. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM, 4. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM. D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM 1. Tanpa subsidi, 2. Masyarakat sebagai pemimpin, 3. Tidak menggurui/memaksa, 4. Totalitas seluruh komponen masyarakat. E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU 1. Perilaku BABS, 2. Perilaku SBS, 3. Perilaku Higienis dan Saniter, 4. Perilaku Sanitasi Total. IV. BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt, Film CLTS dan STBM), LCD, komputer / laptop, flipchart (lembar balik), spidol papan tulis, meta plan, kain tempel, panduan diskusi dan panduan bermain peran serta modul. V. METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab, putar film, curah pendapat, diskusi dan bermain peran. VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 4 jam pelajaran (T=2 jp, P=2 jp, PL=0 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1: Pengkondisian (30 menit) 1. Penyegaran dan pencairan suasana, 2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini, 3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, 42

51 4. Fasilitator mengajak peserta untuk curah pendapat mengenai sejarah program sanitasi di Indonesia dan lahirnya STBM, 5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang konsep dasar STBM. B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (135 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: Pengertian STBM, Tiga Strategi STBM, Lima Pilar STBM, Prinsip-prinsip STBM, Tangga Perubahan Perilaku. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta. 3. Fasilitator memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya sehingga antar peserta juga terjadi diskusi dan interaksi yang baik. 4. Fasilitator menugaskan peserta untuk melakukan diskusi kelompok tentang: a. Pembelajaran Penerapan STBM (30 menit), b. Komponen STBM (30 menit), c. Kaitan Tiga Komponen STBM (15 menit). C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit): 1. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 2. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 3. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan bahwa TPU dan TPK sesi telah tercapai. VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: PENGERTIAN STBM a. Pengertian STBM STBM adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Penyelenggara pelaksanaan pendekatan STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari individu, rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat. 43

52 Definisi Operasional STBM Kondisi Sanitasi Total adalah kondisi ketika suatu komunitas (i) tidak buang air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan makanan yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. Sanitasi dalam dokumen ini meliputi kondisi sanitasi total di atas. Berbasis masyarakat adalah kondisi yang menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan dan penanggungjawab dalam rangka menciptakan/meningkatkan kapasitas masyarakat untuk memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, kesejahteraan, serta menjamin keberlanjutannya. ODF (Open Defecation Free) atau SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit. Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun. Sarana CTPS adalah sarana untuk melakukan perilaku cuci tangan pakai sabun yang dilengkapi dengan sarana air mengalir, sabun dan saluran pembuangan air limbah. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT) ) adalah melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) adalah adalah melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) adalah melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memnuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusa mata rantai penularan penyakit. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 44

53 Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Peningkatan kebutuhan sanitasi adalah upaya sistematis untuk meningkatkan kebutuhan menuju perubahan perilaku yang higienis dan saniter. Peningkatan penyediaan sanitasi adalah meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses terhadap produk dan layanan sanitasi yang layak dan terjangkau dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi. Penciptaan lingkungan yang kondusif adalah menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya sanitasi total, yang tercipta melalui dukungan kelembagaan, regulasi, dan kemitraan antar pelaku STBM, termasuk didalamnya pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, institusi keagamaan dan swasta. Sanitasi komunal adalah sarana sanitasi yang melayani lebih dari satu keluarga, biasanya sarana ini dibangun di daerah yang memiliki kepadatan tinggi dan keterbatasan lahan. Verifikasi adalah proses penilaian dan konfirmasi untuk mengukur pencapaian seperangkat indikator yang dijadikan standar. LSM/NGO adalah organisasi yang didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Natural leader merupakan anggota masyarakat baik individu maupun kelompok masyarakat, yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut. Rencana Tindak Lanjut (RTL) merupakan rencana yang disusun dan disepakati oleh masyarakat dengan didampingi oleh fasilitator. Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan intervensi pendekatan STBM dan dijadikan target antara karena untuk mencapai kondisi sanitasi total dibutuhkan pencapaian kelima pilar STBM. Ada 3 indikator desa/kelurahan yang melaksanakan STBM: (i) minimal telah ada intervensi melalui pemicuan di salah satu dusun dalam desa/kelurahan tersebut; (ii) ada masyarakat yang bertanggung jawab untuk melanjutkan aksi intervensi STBM seperti disebutkan pada poin pertama, baik individu (natural leader) ataupun bentuk komite; (iii) sebagai respon dari aksi intervensi STBM, masyarakat menyusun suatu rencana aksi kegiatan dalam rangka mencapai komitmenkomitmen perubahan perilaku pilar-pilar STBM, yang telah disepakati bersama; misal: mencapai status SBS. 45

54 Desa/Kelurahan ODF(Open Defecation Free) / SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah desa/kelurahan yang 100% masyarakatnya telah buang air besar di jamban sehat,yaitu, mencapai perubahan perilaku kolektif terkait Pilar 1 dari 5 pilar STBM Desa STBM, selain menyandang status ODF,100% rumah tangga memiliki dan menggunakan sarana jamban yang ditingkatkan dan telah terjadi perubahan perilaku untuk pilar lainnya seperti memiliki dan menggunakan sarana cuci tangan pakai sabun dan 100% rumah tangga mempraktikan penanganan yang aman untuk makanan dan air minum rumah tangga. Desa/kelurahan Sanitasi Total selain menyandang status Desa STBM/ ODF++, 100% rumah tangga melaksanakan praktik pembuangan sampah dan limbah cair domestik yang aman, yaitu desa/kelurahan yang telah mencapai perubahan perilaku kolektif terkait seluruh Pilar 1-5 STBM, artinya Kondisi Sanitasi Total. b. Tujuan STBM Tujuan pendekatan STBM adalah untuk mencapai kondisi sanitasi total dengan mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat yang meliputi 3 strategi yaitu penciptaan lingkungan yang mendukung, peningkatan kebutuhan sanitasi, serta peningkatan penyediaan akses sanitasi. c. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier, pada tahun 1699 masyarakat Indonesia sudah terbiasa mandi ke sungai dan buang air besar di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada masa itu, masyarakat di Eropa dan India masih menggunakan jalan-jalan kota atau air tergenang untuk BAB. Di tahun 1892, HCC Clockener Brouson mencatat bahwa orang Indonesia terbiasa mandi 3 kali sehari, menggunakan bak, menyabun, membilas dan mengeringkan badannya. Pada akhir tahun 1800an, pemerintah Belanda sudah membuat sambungan air ke rumah-rumah di kawasan komersial di Jakarta dan membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Bandung pada tahun Selanjutnya di tahun 1930, mantri hygiene Belanda, Dr. Heydrick melakukan kampanye untuk BAB di kakus. Dr. Heydrick sendiri dikenal sebagai mantri kakus. Di tahun 1936, didirikanlah sekolah mantri higiene di Banyumas. Siswa mendapatkan pendidikan 18 bulan sebelum mereka diterjunkan ke kampung-kampung untuk mempromosikan hidup sehat dan melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit. Setelah merdeka, pemerintah mencanangkan program Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga (SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk mendapatkan sumber daya manusia dalam melaksanakan program-program tersebut, Kementerian Kesehatan mendirikan sekolah-sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang dikenal dengan nama Politeknik Kesehatan (Poltekes). Periode , pemerintah melakukan beragam 46

55 program pembangunan sanitasi. Program-program tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan keproyekan, sehingga faktor keberlanjutannya sangat rendah. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan rendahnya peningkatan akses sanitasi masyarakat. Hasil studi ISSDP mencatat hanya 53% dari masyarakat Indonesia yang BAB di jamban yang layak pada tahun 2007, sedangkan sisanya BAB di sembarang tempat. Lebih jauh hal ini berkorelasi dengan tingginya angka diare dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih. Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program dan tingkat keberhasilan yang ingin dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan pembangunan sanitasi, dari keproyekan menjadi keprograman. Pada tahun 2008, pemerintah mencanangkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Secara ringkas, perbedaan pendekatan pembangunan sanitasi sebelum dan saat ini terlihat pada tabel di bawah ini: Program-Program Terdahulu (biasanya Target Oriented) Perkembangan jumlah sarana Subsidi Model-model sarana disarankan oleh pihak luar Sasaran utama adalah kepala keluarga Top down (dari atas ke bawah) Fokus pada: jumlah jamban Pendekatannya bersifat blue print Kecenderungan Saat Ini Perubahan perilaku dan kesehatan Solidaritas sosial Model-model sarana digagas dan dikembangkan oleh masyarakat Sasaran utama adalah masyarakat desa secara utuh Bottom up (dari bawah ke atas) Fokus pada: berhentinya BAB di sembarang tempat Pendekatannya lebih fleksibel. Tabel 3: Kecenderungan Pelaksanaan Program Air dan Sanitasi di Indonesia d. Konsep STBM Konsep STBM diadopsi dari konsep Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah disesuaikan dengan konteks dan kebutuhan di Indonesia. Sebelum memahami konsep dan prinsip STBM, berikut dijelaskan secara singkat konsep CLTS. CLTS adalah sebuah pendekatan dalam pembangunan sanitasi pedesaan dan mulai berkembang pada tahun Pendekatan ini awalnya diujicobakan di beberapa komunitas di Bangladesh dan saat ini sudah diadopsi secara massal di negara tersebut. Salah satu negara bagian di India yaitu Provinsi Maharasthra telah mengadopsi 47

56 pendekatan CLTS ke dalam program pemerintah secara massal yang disebut dengan program Total Sanitation Campaign (TSC). Beberapa negara lain seperti Cambodia, Afrika, Nepal, dan Mongolia juga telah menerapkan CLTS. Pendekatan ini berawal dari sebuah penilaian dampak partisipatif air bersih dan sanitasi yang telah dijalankan selama 10 tahun oleh Water Aid. Salah satu rekomendasi dari penilaian tersebut adalah perlunya mengembangkan sebuah strategi untuk secara perlahan-lahan mencabut subsidi pembangunan toilet. Ciri utama pendekatan ini adalah tidak adanya subsidi terhadap infrastruktur (jamban keluarga), dan tidak menetapkan model standar jamban yang nantinya akan dibangun oleh masyarakat. Pada dasarnya CLTS adalah pemberdayaan dan tidak membicarakan masalah subsidi. Artinya, masyarakat yang dijadikan guru dengan tidak memberikan subsidi sama sekali. Gambaran tentang CLTS dapat diperoleh melalui VCD tentang implementasi CLTS di Propinsi Maharashtra di India dan pengembangan CLTS di Indonesia (Awakening). Community lead (dipimpin oleh masyarakat) tidak hanya dalam sanitasi, tetapi dapat dalam hal lain seperti dalam pendidikan, pertanian, dan lain lain, prinsip yang terpenting adalah: Inisiatif masyarakat, Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci utama, Solidaritas masyarakat (laki perempuan, kaya miskin) sangat terlihat dalam pendekatan ini, Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada ikut campur pihak luar, dan biasanya akan muncul natural leader. Dasar dari CLTS adalah tiga pilar utama PRA, yaitu: 1. Attitude and Behaviour Change (perubahan perilaku dan kebiasaan) 2. Sharing (berbagi) 3. Method (metode) 48

57 Personal Profesional Perilaku dan kebiasaan Proses Berbagi Penerapan Metode Gambar 3: Tiga Pilar Utama PRA Ketiganya merupakan pilar utama yang harus diperhatikan dalam pendekatan CLTS, namun dari ketiganya yang paling penting adalah perubahan perilaku dan kebiasaan (Attitude and Behavior Change), karena jika perilaku dan kebiasaan tidak berubah maka kita tidak akan pernah mencapai tahap berbagi (sharing) dan sangat sulit untuk menerapkan metode yang tepat. Perubahan perilaku dan kebiasaan tersebut harus total, dimana didalamnya meliputi perilaku personal atau individual, perilaku institusional atau kelembagaan dan perilaku profesional atau yang berkaitan dengan profesi. Salah satu perilaku dan kebiasaan yang harus berubah adalah perilaku fasilitator, diantaranya: Pandangan bahwa ada kelompok yang berada di tingkat atas (upper) dan kelompok yang berada di tingkat bawah (lower). Cara pandang upper-lower harus dirubah menjadi pembelajaran bersama, bahkan menempatkan masyarakat sebagai guru karena masyarakat sendiri yang paling tahu apa yang terjadi dalam masyarakat itu. Cara pikir bahwa kita datang bukan untuk memberi sesuatu tetapi menolong masyarakat untuk menemukan sesuatu. Bahasa tubuh (gesture); sangat berkaitan dengan pandangan upper lower. Bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa seorang fasilitator mempunyai pengetahuan atau keterampilan yang lebih dibandingkan masyarakat, harus dihindari. Ketika perilaku dan kebiasaan (termasuk cara berpikir dan bahasa tubuh) dari fasilitator telah berubah maka sharing akan segera dimulai. Masyarakat akan merasa bebas untuk mengatakan tentang apa yang terjadi di komunitasnya dan mereka mulai merencanakan untuk melakukan sesuatu. Setelah masyarakat dapat berbagi, maka metode mulai dapat diterapkan. Masyarakat secara bersama-sama melakukan analisa terhadap kondisi dan masalah masyarakat tersebut. 49

58 Dalam CLTS fasilitator tidak memberikan solusi. Namun ketika metode telah diterapkan (proses pemicuan telah dilakukan) dan masyarakat sudah terpicu sehingga diantara mereka sudah ada keinginan untuk berubah tetapi masih ada kendala yang mereka rasakan misalnya kendala teknis, ekonomi, budaya, dan lain-lain maka fasilitator mulai memotivasi mereka untuk mecapai perubahan ke arah yang lebih baik, misalnya dengan cara memberikan alternatif pemecahan masalah-masalah tersebut. Tentang usaha atau alternatif mana yang akan digunakan, semuanya harus dikembalikan kepada masyarakat tersebut. Konsep-konsep inilah yang kemudian diadopsi oleh STBM dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia. Konsep STBM menekankan pada upaya perubahan perilaku yang berkelanjutan untuk mencapai kondisi sanitasi total melalui pemberdayaan masyarakat. B. POKOK BAHASAN 2: TIGA STRATEGI STBM Pendekatan STBM merupakan interaksi yang saling terkait antara ketiga komponen pokok sanitasi, yang dilaksanakan secara terpadu, sebagai berikut: a. Peningkatan Kebutuhan dan Permintaan Sanitasi Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa: Pemicuan perubahan perilaku; Promosi dan kampanye perubahan perilaku higiene dan sanitasi secara langsung; Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya; Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku; Memfasilitasi terbentuknya komite/ tim kerja masyarakat; Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi. b. Peningkatan Layanan Penyediaan Sanitasi Peningkatan penyediaan sanitasi yang secara khusus diprioritaskan untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan pasar sanitasi, yaitu: Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan dan terjangkau; Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi perdesaan dan; Mengembangkan mekanisme peningkatan kapasitas pelaku pasar sanitasi. c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif. Komponen ini mencakup advokasi kepada para pemerintah, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam mengembangkan komitmen bersama untuk melembagakan program pembangunan sanitasi perdesaan yang diharapkan akan menghasilkan : Komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan sumber daya untuk melaksanakan program STBM yang dinyatakan dalam surat kepemintaan; 50

59 Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi seperti SK Bupati, Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain; Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor sanitasi, menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi sumber daya dari pemerintah maupun non-pemerintah; Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan program peningkatan kapasitas; Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses pengelolaan pembelajaran. Komponen strategi peningkatan kebutuhan sanitasi dapat dilaksanakan terlebih dulu untuk memberikan gambaran kepada masyarakat sasaran tentang resiko hidup di lingkungan yang kumuh, seperti mudah tertular penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman yang tidak higienis, lingkungan yang kotor dan bau, pencemaran sumber air terutama air tanah dan sungai, daya belajar anak menurun, dan kemiskinan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk peningkatan kebutuhan dan permintaan sanitasi adalah Community Led Total Sanitation (CLTS) yang mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu membangun sarana sanitasi secara mandiri sesuai kemampuan. Peningkatan penyediaan akses sanitasi dilakukan untuk mendekatkan pelayanan jasa pembangunan sarana sanitasi dan memudahkan akses oleh masyarakat, menyediakan bebagai tipe sarana yang terjangkau oleh masyarakat dan opsi keuangan khususnya skema pembayaran sehingga masyarakat yang kurang mampu memiliki akses terhadap sarana sanitasi yang sehat. Pendekatan ini dapat dilakukan tidak hanya dengan melatih dan menciptakan para wirausaha sanitasi, namun juga memperkuat layanan melalui penyediaan berbagai variasi/opsi jenis sarana yang dibangun, sehingga dapat memenuhi harapan dan kemampuan segmen pasar. Infomasi yang rinci, akurat dan mudah dipahami oleh masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung promosi sarana sanitasi yang sehat yang dapat disediakan oleh wirausaha sanitasi dan hal ini dapat disebarluaskan melalui jejaring pemasaran untuk menjaring konsumen. Kedua komponen tersebut dapat berinteraksi melalui mekanisme pasar bila mendapatkan dukungan dari pemerintah yang dituangkan dalam bentuk regulasi, kebijakan, penganggaran dan pendekatan yang dikembangan. Bentuk upaya tersebut adalah penciptaan lingkungan yang kondusif untuk mendukung kedua komponen berinteraksi. Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan lingkungan yang kondusif antara lain: Kebijakan, Produk dan perangkat, Kelembagaan, Keuangan, Metodologi pelaksanaan program, Pelaksanaan dengan biaya yang efektif, Kapasitas pelaksaan, Monitoring dan evaluasi 51

60 C. POKOK BAHASAN 3: LIMA PILAR STBM a. Pengertian pilar pilar dalam STBM Lima Pilar STBM terdiri dari: 1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi menyebarkan penyakit. 2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan sabun. 3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT) melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga. 4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS-RT) melakukan kegiatan pengolahan sampah di rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan mendaur ulang 5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT) melakukan kegiatan pengolahan limbah cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur yang memnuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang mampu memutusa mata rantai penularan penyakit. b. Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM Penyelenggara pelaksanaan 5 pilar STBM adalah masyarakat, baik yang terdiri dari individu, rumah tangga maupun kelompok-kelompok masyarakat. c. Manfaat pelaksanaan 5 pilar STBM Adanya lima pilar STBM akan membantu masyarakat untuk mencapai tingkat higiniene yang paripurna, sehingga akan menghindarkan mereka dari kesakitan dan kematian akibat sanitasi yang tidak sehat. d. Tujuan pelaksanaan 5 pilar STBM Dibaginya pelaksanaan STBM di bawah naungan lima pilar akan mempermudah upaya mencapai tujuan akhir STBM, tidak hanya untuk meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik tetapi juga merubah dan mempertahankan keberlanjutan praktik-praktik budaya hidup bersih dan sehat. Sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. 52

61 D. POKOK BAHASAN 4: PRINSIP-PRINSIP STBM Prinsip-prinsip STBM adalah: a. Tanpa subsidi. Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk menyediakan sarana sanitasi dasarnya. Penyediaan sarana sanitasi dasar adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu masyarakat belum mampu menyediakan sanitasi dasar, maka diharapkan adanya kepedulian dan kerjasama dengan anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan solusi. b. Masyarakat sebagai pemimpin Inisiatif pembangunan sarana sanitasi hendaknya berasal dari masyarakat. Fasilitator maupun wirausaha sanitasi hanya membantu memberikan masukan dan pilihan-pilihan solusi kepada masyarakat untuk meningkatkan akses dan kualitas higiene dan sanitasinya. Semua kegiatan maupun pembangunan sarana sanitasi dibuat oleh masyarakat. Sehingga ikut campur pihak luar tidak diharapkan dan tidak diperbolehkan. Dalam praktiknya, biasanya akan tercipta naturalnatural leader di masyarakat. c. Tidak menggurui/memaksa STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui dan memaksa mereka untuk mempraktikkan budaya higiene dan sanitasi, apalagi dengan memaksa mereka membuat/ membeli jamban atau produk-produk STBM. d. Totalitas seluruh komponen masyarakat Seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan-perencanaan-pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan. Keputusan masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci keberhasilan STBM. Secara lebih rinci, keempat prinsip diatas bisa dipahami dari perbedaan antara sistem kejar target/ protek dengan STBM yang dapat dilihat pada table di bawah: Kriteria Sistem Kejar Target (Proyek) STBM Input dari luar masyarakat Subsidi benda-benda untuk jamban Pemberdayaan masyarakat Model Model ditentukan Muncul inovasi lain dari masyarakat. Cakupan Sebagian Menyeluruh Indikator keberhasilan Menghitung jamban Tidak ada lagi kebiasaan BAB di sembarang tempat 53

62 Kriteria Bahan yang digunakan Sistem Kejar Target (Proyek) Semen, porselen, batu bata, dan lain-lain STBM Bisa dimulai dengan bambu, kayu, dan lainlain Biaya Berkisar antara Rp per model Relatif lebih murah Pemanfaat Yang punya uang Masyarakat yang sangat miskin Waktu yang dibutuhkan Seperti yang ditargetkan oleh proyek Ditentukan oleh masyarakat Motivasi utama Subsidi / bantuan Harga diri Model penyebaran Oleh organisasi luar / formal Oleh masyarakat melalui hubungan persaudaraan, perkawanan dan lain-lain Keberlanjutan Sulit untuk dipastikan Dipastikan oleh masyarakat Sanksi bila melakukan BAB sembarangan Tidak ada Disepakati oleh masyarakat. Contoh denda Rp di desa Jombe, kecamatan Turatea, kab. Jeneponto Tipe monitoring Oleh proyek Oleh masyarakat (bisa harian, bulanan, mingguan) Tabel 4: Perbedaan Pendekatan Proyek dan Pendekatan STBM E. POKOK BAHASAN 5: TANGGA PERUBAHAN PERILAKU Tangga perubahan perilaku higiene dan sanitasi masyarakat adalah tahap perkembangan perubahan perilaku dari kebiasaan awal yang masih buang air besar sembarangan, tidak berperilaku cuci tangan dengan benar, tidak mengelola sampah dan limbah cair rumah tangga berubah mempraktikkan perilaku higienis dan saniter dengan budaya sehari-hari hidup bersih dan sehat. Bila budaya masyarakat sudah mempraktikkan perilaku hieginies dan saniter secara permanen maka sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan sehingga akan terjadi kondisi sanitasi total sesuai dengan tujuan dari pendekatan STBM ini. Tangga perubahan perilaku (terlihat dalam gambar dibawah), belajar dari pengalaman global, diketahui perilaku higiene tidak dapat dipromosikan untuk seluruh rumah tangga secara bersamaan. Promosi perubahan perilaku kolektif harus berfokus pada satu atau dua perilaku yang berkaitan pada saat bersamaan. 54

63 Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM SANITASI TOTAL Masyarakat sudah mempraktekk an perilaku Hygienes sanitasi secara permanen Improved + Perilaku Hygienes lainnya Terjadinya peningkatan kualitas sarana sanitasi. Terjadinya perubahan perilaku hygienes lainnya di masyarakat. Adanya upaya pamasaran dan promosi sanitasi. Adanya pemantauan dan evaluasi OD ODF Adanya proses pemicuan Adanya Komite/ Natural leaders Adanya Rencana Aksi Adanya pemantauan terus menerus Tersedianya supply 100 % masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status ODF (terverifikasi). Adanya rencana untuk merubah perilaku Hygienes lainnya. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status ODF Adanya pemantauan dan verifikasisecara berkala Diterbitkan oleh: Sekretariat STBM Gambar 4: Tangga Perubahan Perilaku Visi STBM a. Perilaku BABS Perilaku BABS (Buang Air Besar Sembarangan) adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat terbuka dan tanpa ada pengelolaan tinja yang higienis. Tempat terbuka untuk BABS biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah, sungai maupun di tempat-tempat masyarakat secara kolektif membuat jamban helikopter/ jamban plung lap (jamban yang dibuat tanpa ada lubang septik langsung dibuang ke tempat terbuka seperti sungai, rawa dll). Kebiasaan BABS ini terjadi karena tidak adanya pengelolaan tinja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan, sehingga menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan baik untuk individu yang melakukan praktik BABS maupun komunitas lingkungan tempat hidupnya. Kondisi masyarakat seperti ini perlu diubah melalui sebuah kegiatan perubahan perilaku secara kolektif dengan pendekatan STBM, yang bisa dilakukan dengan cara: 1. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan atau masyarakat yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM. 55

64 2. Dari pemicuan tersebut diharapkan munculnya natural leader atau komite yang dibentuk oleh komunitas masyarakat tersebut. 3. Komite yang terbentuk mempunyai rencana aksi yang sistematis dalam rangka menuju status SBS. 4. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh individu maupun kelompok dari masyarakat tersebut. 5. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk masyarakat dengan kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga yang terjangkau. b. Perilaku SBS Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) adalah kebiasaan/ praktik budaya seharihari masyarakat yang tidak lagi membuang kotoran/tinjanya di tempat yang terbuka dan sudah dilakukan pengelolaan tinjanya yang efektif untuk memutus rantai penularan penyakit. Perilaku SBS ini biasanya diikuti dengan kemauan masyarakatnya yang mempunyai kemampuan untuk mendapatkan sarana akses sanitasi yang dimulai dari sarana jamban sehat paling sederhana sampai dengan tingkat sarana jamban yang sudah bagus sistem pengelolaannya seperti IPAL komunal maupun IPAL terpusat. Kemauan serta komitmen dari masyarakat ini dilakukan secara kolektif dan partisipatif dalam mengambil keputusannya. Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku SBS maka dikatakan komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan SBS/ODF dimana kondisi komunitas tersebut dengan kondisi sebagai berikut: % masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status SBS (sudah terverifikasi oleh tim verifikasi dari puskesmas setempat), 2. Adanya rencana untuk merubah perilaku higiene lainnya, 3. Adanya aturan dari masyarakat untuk menjaga status SBS, dan 4. Adanya pemantauan dan verifikasi secara berkala. c. Perilaku Higienene dan Saniter Perilaku Higienene dan Saniter dalam dokumen ini diartikan sebagai kebiasaan/ praktik budaya sehari-hari masyarakat yang sudah tidak lagi BAB sembarangan dengan akses sarana sanitasi jamban yang sehat dan berperilaku higienis saniter lainnya yang merupakan bagian dari salah satu 4 pilar yang lainnya seperti berperilaku cuci tangan pakai sabun, mengelola air minum dan makanan yang aman, mengelola sampah dan mengelola limbah cair rumah tangga. Ketika masyakat secara keseluruhan sudah berperilaku higienis dan saniter maka dikatakan komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dimana kondisi komunitas tersebut dengan kondisi sebagai berikut: % masyarakat sudah berubah perilakunya dengan status Desa/Kelurahan SBS (sudah terverifikasi oleh tim verifikasi dari puskesmas setempat), 56

65 2. Terjadi peningkatan kualitas sarana sanitasi yang ada, 3. Terjadi perubahan perilaku higienis saniter lainnya di masyarakat, 4. Adanya upaya pemasaran dan promosi sanitasi untuk pilar-pilar STBM yang lainnya, dan 5. Adanya pemantauan dan evaluasi secara berkala. d. Perilaku Sanitasi Total Perilaku Sanitasi Total adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-hari masyarakat yang sudah mempraktikkan perilaku higiene sanitasi secara permanen dimana kebiasaan ini meliputi (i) tidak buang air besar sembarangan; (ii) mencuci tangan pakai sabun; (iii) mengelola air minum dan makanan yang aman; (iv) mengelola sampah dengan aman; dan (v) mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman. Ketika masyarakat secara keseluruhan sudah berperilaku sanitasi total maka dikatakan komunitas tersebut mencapai kondisi Desa/Kelurahan STBM dengan Kondisi Sanitasi Total. VI. REFERENSI 1. Kar, Kamar, Working Paper184, Subsidy or Self-Respect Total Community Sanitation in Bangladesh, Institute for Development Studies, September Kelompok Kerja Antar Departemen, Project WASPOLA, Film Awakening Change Community Led Total Sanitation in Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI, Film STBM, Jakarta, Kemenkes RI, Modul Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman, Dit. PL, Jakarta: Kemenekes RI, Materi Advokasi STBM, Sekretariat STBM Nasional, Jakarta: Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta:enkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: Update STBM, 8. Sejarah Sanitasi, Seri AMPL 23, VII. LAMPIRAN Lembar Penugasan a. Pembelajaran Penerapan STBM Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit. Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok: 1. Pembelajaran/Refleksi Ajukan pertanyaan kepada peserta program/proyek apa saja yang memfasilitasi penerapan STBM yang sedang atau pernah dilaksanakan di kabupaten/wilayah kerja peserta. 57

66 Sepakatilah dengan peserta 3-4 program/proyek pelaksana STBM yang akan diambil pembelajarannya, dan juga 1-2 nara sumber yang memahami program /proyek tersebut. Minta peserta berbagi dalam 3-4 kelompok sesuai program/proyek yang akan didiskusikan. Aturlah agar jumlah peserta setiap kelompok seimbang. Minta setiap kelompok untuk menganalisa/mendiskusikan program/proyek yang menjadi pilihannya (selama 10 menit) dengan pokok-pokok kajian, sebagai berikut: Capaian ODF/SBS dibandingkan dengan target? dan kenapa capaiannya seperti itu? Kesinambungan program (replikasi atau penyebarluasan ke wilayah lain)? Dan kenapa kondisinya seperti itu? Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas plano, dan jika sudah selesai menempelkannya di dinding atau kain rekat. Setelah seluruh kelompok menyelesaikan diskusinya, minta masing-masing kelompok mempresentasikan secara singkat hasil diskusinya selama 3 menit. Berikan kesempatan kepada peserta lain untuk mengajukan pertanyaan klarifikasi, tetapi bukan pertanyaan diskusi. Dari hasil diskusi pleno, Pemandu memfasilitasi penyimpulan diskusi refleksi pelaksanaan STBM. Penyimpulan jangan terlalu difokuskan pada hasil diskusi yang membahas mengenai kenapa, karena akan dibahas pada diskusi selanjutnya. Poin kunci untuk pemandu: Ada 2 kemungkinan hasil diskusi peserta tentang pembelajaran penerapan STBM: 1. Jawaban Pesimis, yaitu target ODF/SBS sulit tercapai dan penerapan STBM tidak berkesinambungan atau tidak di replikasi, 2. Jawaban Optimis, yaitu target ODF/SBS akan tercapai dan penerapan STBM berkesinambungan atau akan menyebar ke wilayah lain. 2. Diskusi Faktor Pendukung dan Penghambat Sebagai pengantar diskusi, pemandu mengangkat kembali hasil diskusi sebelumnya bahwa ada 2 kondisi berbeda yaitu a) optimis, target tercapai dan penerapan STBM berkesinambungan, dan b) pesimis, target sulit tercapai dan penerapan STBM tidak berkesinambungan. Pemandu meminta peserta kembali ke kelompok diskusi semula untuk mendiskusikan hal berikut selama 10 menit: a. Apa yang menjadi faktor pendukung untuk kondisi yang optimis? b. Apa yang menjadi faktor penghambat bagi kondisi yang pesimis? Minta kelompok menuliskan hasil diskusi pada kertas metaplan dengan warna yang berbeda untuk jawaban faktor pendukung dan faktor penghambat. 58

67 Sementara peserta berdiskusi, pemandu menyiapkan kain rekat dengan 2 kolom terpisah dengan judul faktor pendukung dan faktor penghambat dalam kertas metaplan panjang. Mintalah salah satu kelompok untuk menempelkan terlebih dahulu jawaban faktor pendukung. Kemudian kelompok lain menambahkan jika ada jawaban yang berbeda. Lakukan hal yang sama untuk jawaban faktor penghambat. Lakukan proses klarifikasi dan penyepakatan dengan peserta jika ada beberapa jawaban yang kurang pas atau tidak jelas. 3. Penutup Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang faktor-faktor pendukung dan penghambat. b. Komponen STBM Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 30 menit. Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok: 1. Pemandu menanyakan apakah peserta pernah mendengar mengenai komponen STBM. Mintalah 2-3 peserta untuk menjelaskan mengenai komponen STBM. 2. Tuliskan poin-poin kunci jawaban peserta ke dalam kertas plano. Poin kunci untuk pemandu: Pilih peserta yang sudah mengenal 3 komponen STBM Giring diskusi untuk menyepakati 3 komponen STBM berikut: peningkatan kebutuhan, penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif. Jika muncul komponen lain tanyakan pada peserta apakah komponen tersebut berdiri sendiri atau bagian dari dari salah komponen tersebut. 3. Peserta diminta untuk kembali dalam kelompoknya untuk mendiskusikan hal berikut dengan menggunakan hasil diskusi tentang faktor pendukung dan penghambat: Kegiatan apa saja yang diperlukan untuk memunculkan faktor pendukung dan mengatasi faktor penghambat dalam pelaksanaan STBM? 4. Mintalah kelompok menulis kegiatan-kegiatan tersebut pada kertas metaplan. 5. Sementara peserta berdiskusi, pemandu menuliskan 3 komponen STBM (demand, supply, enabling) dalam kertas metaplan dan menempelkan pada kain rekat di 3 tempat berbeda yang berbentuk segitiga. 59

68 ilustrasi: 6. Pemandu meminta kelompok untuk menempelkan kegiatan-kegiatan yang sudah diidentifikasi per komponen. Mulailah dengan komponen peningkatan kebutuhan, mintalah peserta untuk mengidentifikasi kegiatan mana yang masuk komponen peningkatan kebutuhan, ingatkan peserta mengenai pengertian peningkatan kebutuhan dari diskusi sebelumnya. 7. Lanjutkan proses diatas untuk komponen penyediaan dan lingkungan yang mendukung. 8. Lakukan klarifikasi agar tidak terjadi pengelompokan yang kurang tepat. Poin kunci untuk pemandu: Kegiatan peningkatan kebutuhan adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penumbuhan kebutuhan terhadap sanitasi (perubahan perilaku), misalnya: pemicuan, promosi kesehatan dan sanitasi, pendampingan tindak lanjut, dll. Kegiatan penyediaan layanan adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan peningkatan penyediaan layanan sanitasi (wirausaha sanitasi), misalnya: memfasilitasi pemilihan opsi teknologi jamban sehat, menciptakan wirausaha sanitasi, menghubungkan masyarakat dengan wirausaha sanitasi, dll. Kegiatan penciptaan lingkungan yang mendukung adalah kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penciptaan dan penguatan lingkungan pendukung (dukungan dan keterlibatan para pelaku), misalnya: advokasi kebijakan dan pendanaan, peningkatan kapasitas (pelatihan, fasilitasi pembelajaran), pemantauan, dll. 9. Jika sebagian komponen memiliki kegiatan yang terbatas, pemandu dapat meminta peserta untuk menambahkan kegiatan dalam komponen tersebut, atau pemandu dapat juga menambahkan dengan terlebih dahulu meminta tanggapan dan konfirmasi peserta. 10. Dari hasil diskusi pleno, pemandu memfasilitasi penegasan (bukan penyimpulan) tentang kegiatan-kegiataan untuk 3 komponen STBM 60

69 c. Kaitan Tiga Komponen Dilakukan melalui Diskusi Kelompok. Maksimal waktu 15 menit. Langkah-langkah melakukan diskusi kelompok: 1. Pemandu memulai sesi belajar dengan menanyakan apakah kegiatan-kegiatan di masing-masing komponen dapat berdiri sendiri? Kenapa? 2. Mintalah 4-5 peserta untuk menanggapi dengan singkat (catatan untuk pemandu: jika ada peserta yang menjawab bisa, biarkan jangan ditanggapi dulu). 3. Ajaklah peserta untuk mengetes jawaban mereka dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: Jika tim fasilitator melakukan pemicuan dengan baik dan masyarakat terpicu, namun pada saat bersamaan Bupati meluncurkan program bantuan jamban. Apakah upaya pemicuan akan berhasil? Jika masyarakat sudah terpicu untuk berubah dan ingin segera membuat jamban sendiri, namun material untuk jamban sulit diperolah atau harganya sangat mahal. Apakah upaya perubahan perilaku tidak terhambat? Jika pemerintah daerah sudah termotivasi untuk untuk mendukung percepatan program STBM, namun kondisi wilayahnya sulit dan belum tersedia opsi teknologi jamban yang terjangkau. Apakah tujuan programnya akan berhasil? 4. Dari hasil curah pendapat dengan 3 pertanyaan diatas, pemandu menanyakan kembali, apakah peserta masih ragu bahwa 3 komponen STBM saling terkait dan tidak dapat dipisahkan? 5. Tegaskan kembali keterkaitan komponen STBM dengan membuat tulisan dalam kartu ke 3 komponen STBM dan menempelkan di kain tempel dalam bentuk segitiga besar. 6. Dari visualisasi ke 3 komponen tersebut, ajak peserta melakukan análisis bersama: 1. Komponen mana saja sudah dan belum dilaksanakan? 2. Mengapa itu terjadi? 3. Bagaimana seharusnya? 7. Minta 2-3 peserta untuk memberikan tanggapannya. 8. Pemandu memfasilitasi penyimpulan dengan menegaskan kembali bahwa dalam penerapan STBM ketiga komponen harus diterapkan secara terintegrasi. Pemandu dapat memotivasi peserta untuk mulai dari sekarang menerapkan ke 3 komponen STBM secara lengkap. 9. Penutup. Pemandu memberikan salam penutup. 61

70 62

71 Modul MI.2 Pemberdayaan Masyarakat Dalam STBM MI.2 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM 63

72 MODUL MI.2 - PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM I. DESKRIPSI SINGKAT II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum B. Tujuan Pembelajaran Khusus III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Pemberdayaan Masyarakat B. Pokok Bahasan 2: Partisipasi Masyarakat dalam STBM IV. BAHAN BELAJAR V. METODE PEMBELAJARAN VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) B. Langkah 2; Pengkajian Pokok Bahasan (105 menit) C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit): VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT B. POKOK BAHASAN 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM STBM VIII. REFERENSI IX. LAMPIRAN A. Pokok Bahasan 1: Prinsip Pemberdayaan Masyarakat B. Pokok Bahasan 2: Tingkat Partisipasi

73 MODUL MI.2 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM STBM I. DESKRIPSI SINGKAT Masyarakat merupakan pondasi paling utama dari pendekatan STBM. Suksesnya STBM hanya akan terjadi apabila masyarakat terpicu untuk mau, berdaya dan melakukan praktik-praktik hidup bersih dan sehat. Kegiatan STBM dimulai dari adanya pemahaman masyarakat atas permasalahan yang mereka hadapi, adanya inisiatif dan keputusan masyarakat untuk berubah, dan diikuti dengan pelaksanaan kegiatan secara bersama-sama menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Untuk memberdayakan masyakat, dibutuhkan fasilitator-fasilitator handal yang mampu membantu masyarakat menyadari permasalahan yang mereka hadapi, mencari solusi dan mewujudkan solusi yang mereka sepakati. Dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, fasilitator hendaknya memiliki pemahaman dan kompetensi untuk melakukan promosi kesehatan, yaitu upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Modul pemberdayaan masyarakat dalam STBM disusun untuk memberikan pemahaman kepada para pihak yang menfasilitasi peyelenggaraan STBM untuk memahami secara utuh perannya sebagai fasilitator STBM. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menerapkan pemberdayaan masyarakat dalam STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Menjelaskan pemberdayaan masyarakat, 2. Menerapkan partisipasi masyarakat dalam STBM. III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. POKOK BAHASAN 1: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT a. Pengertian pemberdayaan masyarakat, b. Tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat, c. Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat. 65

74 B. POKOK BAHASAN 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM STBM a. Pengertian partisipasi masyarakat dalam STBM, b. Tingkatan partisipasi masyarakat di STBM. IV. BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt), LCD, komputer/laptop, flipchart (lembar balik), spidol, metaplan, kain tempel, panduan diskusi kelompok, panduan bermain peran. V. METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, dan bermain peran. VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 3 jam pelajaran (T=1 jp, P=2jp, menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) 1. Penyegaran dan pencairan suasana, 2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini, 3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, 4. Menggali pendapat peserta tentang pemberdayaan masyarakat dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, 5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang pemberdayaan masyarakat dalam STBM. B. Langkah 2; Pengkajian Pokok Bahasan (105 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: Pemberdayaan masyarakat, Partisipasi masyarakat dalam STBM. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta, 3. Fasilitator mengajak peserta untuk terlibat aktif dalam pembelajaran melalui diskusi kelompok dan simulasi, 4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok dan simulasi yang dilakukan. C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit): 1. Fasilitator merangkum sesi pembelajaran, 2. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain, 3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan, 4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan TPU dan TPK sesi telah tercapai. 66

75 VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT a. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Istilah pemberdayaan masyarakat sebagai terjemahan dari kata empowerment mulai ramai digunakan dalam bahasa sehari-hari di Indonesia bersama-sama dengan istilah pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) sejak digulirkannya Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Sejak itu, istilah pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan merupakan saudara kembar yang selalu menjadi topik dan kata kunci dari upaya pembangunan. Pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin, marjinal, terpinggirkan) untuk menyampaikan pendapat dan atau kebutuhannya, pilihan-pilihannya, berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengelola kelembagaan masyarakatnya secara bertanggung-gugat (accountable) demi perbaikan kehidupannya. Dalam pengertian tersebut, pemberdayaan mengandung arti perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan setiap individu dan masyarakat baik dalam arti : 1. Perbaikan ekonomi, terutama kecukupan pangan, 2. Perbaikan kesejahteraan sosial (pendidikan dan kesehatan), 3. Kemerdekaan dari segala bentuk penindasan, 4. Terjaminnya hak asasi manusia yang bebas dari rasa takut dan kekhawatiran, dan lain-lain. Beberapa komponen penting yang harus diperhatikan dalam upaya pemberdayaan masyarakat yaitu (1) Enabling ; menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang (enabling). Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena jika demikian maka dapat dikatakan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. (2) Empowering ; memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat. Pengkuatan ini meliputi langkah lebih nyata dan menyangkut penyediaaan potensi berbagai masukan serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang yang akan membuat masyarakat berdaya upaya berupa peningkatan taraf pendidikan dan derajat kesehatan, sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi dan informasi, serta peningkatan pranata, kerja keras, hemat, keterbukaan dan kebertanggungjawaban. b. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Adapun tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu penyadaran, menunjukkan adanya masalah, membantu pemecahan masalah, memproduksi dan mempublikasi informasi, melakukan pengujian dan demonstrasi, menunjukkan pentingnya perubahan dan akhirnya melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas. Untuk dapat 67

76 memaksimalkan pemberdayaan masyarakat, diperlukan pendekatan-pendekatan berupa: 1. Pendekatan Mikro: berpusat pada tugas, pemberdayaan dilakukan terhadap penerima manfaat secara langsung berupa bimbingan, konseling, stress management dan crisis intervention. 2. Pendekatan Meso: dilakukan terhadap sekelompok penerima manfaat, pemberdayaan dengan menggunakan kelompok, berupa pelatihan dan pendidikan 3. Pendekatan Makro: berupa perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobi-lobi, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik, dan lainlain. Selain pendekatan-pendekatan tersebut diatas, diperlukan juga strategi pemberdayaan masyarakat berupa pengembangan sumber daya manusia, pengembangan kelembagaan kelompok, pemupukan modal masyarakat (swasta), pengembangan usaha produktif dan penyedia tepat guna. c. Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat. Ada beberapa prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang perlu dipahami. Dalam pemberdayaan masyarakat dikenal istilah pengorganisasian masyarakat (community organization) dan pengembangan masyarakat (community development). Keduanya berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya kemandirian melalui keterlibatan dan peran serta aktif dari keseluruhan anggota masyarakat. Lima prinsip dasar pemberdayaan masyarakat adalah: 1. Menumbuhkembangkan kemampuan, peran serta masyarakat dan semangat gotong royong. 2. Melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan, serta dalam operasi dan pemeliharaan. Berbasis masyarakat (community based), memberikan kesempatan mengemukakan pendapat, memilih dan menetapkan keputusan bagi dirinya (voice and choice), keterbukaan (openness), kemitraan (partnership), kemandirian (self reliance). 3. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam dana, baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber lainnya seperti penyandang dana dan sponsor pembangunan sosial. 4. Fasilitator berperan sebagai pendorong dan pendamping masyarakat dalam mencari solusi permasalahan yang mereka hadapi. B. POKOK BAHASAN 2: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM STBM a. Pengertian Partisipasi Masyarakat Dalam STBM Dalam pendekatan STBM dan pendekatan partisipatif lainnya, partisipasi atau keterlibatan masyarakat merupakan hal yang mutlak diperlukan. 68

77 `Beberapa hal terpenting dalam STBM adalah: STBM adalah inisiatif masyarakat, Total atau keseluruhan, keputusan masyarakat dan pelaksanaan bersama (kolektif) adalah kunci utama, Solidaritas masyarakat (laki-laki, perempuan, kaya, miskin, tua, muda) sangat penting dan terlibat dalam pendekatan STBM, Semua dibuat oleh masyarakat, tidak ada campur tangan pihak luar, dan biasanya akan muncul natural leader di masyarakat. b. Tingkatan Partisipasi Masyarakat di STBM Tingkatan partisipasi masyarakat, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah sebagai berikut: Masyarakat hanya menerima informasi; keterlibatan masyarakat hanya sampai diberi informasi (misalnya melalui pengumuman) dan bagaimana informasi itu diberikan ditentukan oleh si pemberi informasi (pihak tertentu). Masyarakat mulai diajak untuk berunding; Pada level ini sudah ada komunikasi dua arah, dimana masyarakat mulai diajak untuk diskusi atau berunding. Dalam tahap ini meskipun sudah dilibatkan dalam suatu perundingan, pembuat keputusan adalah orang luar atau orang-orang tertentu. Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar; Pada tahapan ini masyarakat dilibatkan dalam memutuskan sebuah kegiatan/program, namaun dalam pelaksanaan, evaluasi, monitoring dan pengembangan masih dilakukan oleh pihak luar Masyarakat mendapatkan wewenang untuk mengatur sumber daya dan membuat keputusan; Pada tahapan ini masyarakat dilibatkan secara keseluruhan, yaitu mulai dari melakukan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi sampai pada tahap replikasi/pengembangan. Dari keempat tingkatan partisipasi tersebut, yang diperlukan dalam STBM adalah tingkat partisipasi tertinggi dimana masyarakat tidak hanya diberi informasi, tidak hanya diajak berunding tetapi sudah terlibat dalam proses pembuatan keputusan dan bahkan sudah mendapatkan wewenang atas kontrol sumber daya masyarakat itu sendiri serta terhadap keputusan yang mereka buat. Dalam prinsip community-led (dipimpin masyarakat) disebutkan bahwa keputusan bersama dan aksi bersama dari masyarakat itu merupakan kunci utama. 69

78 VIII. REFERENSI 1. DepKes RI, Pusat Promkes, Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan, Jakarta: DepKes RI, Pusat Promkes, Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, Jakarta: Totok Mardikanto, Konsep-Konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta: Kemenkes RI, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan: Buku Sisipan STBM, Jakarta: IX. LAMPIRAN Panduan Diskusi Kelompok A. POKOK BAHASAN 1: PRINSIP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 1. Peserta di bagi ke dalam 3 kelompok. 2. Setiap kelompok diminta berdiskusi mengenai: a. Kelompok 1 : Pengertian Pemberdayaan Masyarakat b. Kelompok 2 : Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat c. Kelompok 3 : Prinsip-prinsip Pemberdayaan Masyarakat 3. Setelah 10 menit, tuliskan hasil diskusi ke dalam kertas flipchart. Beri kesempatan masingmasing kelompok untuk mempresentasikan hasilnya. 4. Berdasarkan hasil diskusi kelompok, bahas dan sepakati rumusan masing-masing sub pokok bahasan. B. POKOK BAHASAN 2: TINGKAT PARTISIPASI 1. Minta masing-masing peserta menggambarkan contoh partisipasi masyarakat dari pengalaman sendiri yang mereka pahami dalam bentuk gambar (masing-masing mengambil selembar kertas dan alat tulis/gambar). 2. Sementara mereka membuat gambar, fasilitator menyiapkan kartu-kartu yang bertuliskan tingkatan partisipasi yang terdiri dari 4 kriteria (tingkat terendah sampai dengan tertinggi): Menerima Informasi Diajak Berunding Membuat keputusan secara bersama-sama antara masyarakat dan pihak luar Mendapatkan wewenang untuk mengatur sumber daya dan membuat keputusan 3. Tempelkan keempat tingkatan kelompok tersebut pada dinding atau kain tempel. Tanpa memberikan tingkatan partisipasi 70

79 4. Saat peserta telah selesai menggambar, tempelkan gambar-gambar tersebut di kain tempel. Setelah itu minta mereka menjelaskan maksud dari gambar-gambar tersebut, lalu mereka diminta untuk mengelompokkan gambar mereka kedalam kelompok-kelompok tingkat partisipasi mana yang ada dalam keempat kelompok tersebut. 5. Minta peserta untuk membuat peringkat tingkat partisipasi dari yang terendah sampai tertinggi (dimulai dengan tingkat terendah dan tertinggi, baru kemudian yang ada diantaranya). 6. Tanyakan pada tingkat partisipasi mana yang dibutuhkan dalam proses pelaksanaan STBM. Fasilitasikan beberapa diskusi tentang hal tersebut sekitar 5-10 menit, kemudian minta peserta untuk memilih (voting) tentang tingkatan yang seharusnya ada. Akhiri dengan kesepatan dari hasil pilihan tersebut. Panduan Bermain Peran 1. Fasilitator membagi kelompok menjadi 3 kelompok. 2. Setiap kelompok akan bermain peran dengan skenario yang sudah disiapkan. 3. Setiap kelompok mempunyai waktu 10 menit untuk persiapan dan 10 menit untuk bermain peran sementara peserta lain yang tidak sedang bermain peran memperhatikan kelompok yang sedang bermain peran. 4. Setelah semua kelompok bermain peran, tanyakan bagaimana perasaan peserta? Apakah kegiatan tersebut dapat membantu pemahaman peserta tentang pemberdayaan masyarakat dan juga tingkatan partisipasi masyarakat? Skenario pertama: Desa Suka Damai, terletak di kecamatan Pantang Mundur merupakan salah satu desa yang cukup jauh dari perkotaan. Sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai buruh tani, sebagian mempunyai ladang yang cukup jauh dari rumahnya. Di desa tersebut mengalir sungai yang setiap hari dipergunakan masyarakat untuk melakukan aktivitas mencuci pakaian, mandi dan juga BAB. Selain di sungai mereka juga terbiasa BAB di kebun/ladang. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat desa Suka Damai berkeinginan untuk membangun jamban. Pak kepala desa mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, kader dan anggota masyarakat untuk melakukan pertemuan dengan agenda menyusun rencana kegiatan siapa saja yang sudah berminat untuk membangun jamban, kapan akan dilaksanakan, jenis jamban yang akan dibangun dan besarnya dana yang diperlukan serta bagaimana melaksanakan rencana tersebut. Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga. Skenario kedua: Kelurahan Riuh Rendah terletak di Kecamatan Suka Senang. RW 10 merupakan RW terpadat dengan gang-gang sempit dan juga kumuh. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai buruh pabrik, pedagang dan penarik becak. Sebagian besar tidak mempunyai jamban, kalaupun ada 71

80 rumah yang mempunyai jamban pembuangannya disalurkan ke sungai yang mengalir di dekat permukiman RW 10. Hanya 15 rumah yang mempunyai jamban dengan tangki septik. Karena layanan pembuangan sampah dari pemerintah tidak sampai ke RW mereka dan belum ada petugas yang mengumpulkan sampah sehingga masyarakat membuang sampah di sungai bahkan ada yang membuang sampah begitu saja di pinggir jalan, sehingga lingkungan mereka terlihat sangat kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat tergerak untuk memperbaiki lingkungan mereka. Masyarakat berkeinginan untuk mempunyai jamban tetapi karena lahan terbatas mereka memutuskan untuk membangun jamban umum, hanya saja belum mendapatkan lahan. Masyarakat juga berkeinginan untuk membersihkan lingkungan dari sampah. Disepakati akan dibuat pertemuan untuk membahas rencana tersebut dipimpin oleh Pak RW. Pada pertemuan tersebut hadir juga Ketua RT 01 dan RT 02, tokoh agama, Ibu kader kesling, kader PKK dan masyarakat. Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga. Skenario ketiga: Kelurahan Nyiur Melambai terletak di Kecamatan Pantai Indah. Sebagian besar masyarakatnya adalah Nelayan. Ada beberapa masyarakat mempunyai kapal ikan. Di Kelurahan Nyiur Melambai juga sudah ada Koperasi nelayan. Rumah mereka terletak di pinggir pantai bahkan ada sebagian yang rumahnya terletak diatas laut. Masyarakat mempunyai kebiasaan untuk BAB di pinggir pantai, sementara rumah di atas laut tinggal membuat lubang di lantai rumah yang dipergunakan untuk BAB dan juga untuk membuang sampah ke laut. Akibat pasang surut, sampah-sampah yang berasal dari rumah-rumah penduduk menumpuk di perumahan dekat laut dan kolong-kolong rumah di atas laut. Sehingga lingkungan menjadi kotor. Setelah dilakukan pemicuan oleh fasilitator STBM, masyarakat tergerak untuk melakukan perubahan dan berkeinginan untuk memperbaiki lingkungan mereka. Pak Lurah mengundang tokoh masyarakat, tokoh agama, pengurus koperasi, tokoh pemuda, kader dan masyarakat untuk membahas rencana tersebut. Tugas: Sepakati bentuk partisipasi yang bisa diberikan oleh warga. 72

81 Modul MI.3 Komunikasi, Advokasi dan Fasilitasi STBM MI.3 KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI STBM 73

82 MODUL MI.3 - KOMUNIKASI, ADVOKASI DAN FASILITASI STBM I. DESKRIPSI SINGKAT II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum B. Tujuan Pembelajaran Khusus III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Komunikasi B. Pokok Bahasan 2: Advokasi C. Pokok Bahasan 3: Prinsip-Prinsip Dasar Fasilitasi D. Pokok Bahasan 4: Teknik Fasilitasi IV. BAHAN BELAJAR V. METODE PEMBELAJARAN VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) B. Langkah 2: Pembahasan Pokok Bahasan (150 menit) C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit): VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: KOMUNIKASI B. POKOK BAHASAN 2: ADVOKASI C. POKOK BAHASAN 3: PRINSIP-PRINSIP DASAR FASILITASI D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK FASILITASI VIII. REFERENSI IX. LAMPIRAN

83 MODUL MI-3 KOMUNIKASI, ADVOKASI, DAN FASILITASI STBM I. DESKRIPSI SINGKAT Keberhasilan STBM ditentukan oleh perubahan perilaku masyarakat untuk menerapkan perilaku sanitasi yang sehat dan berkelanjutan, yang didukung oleh tiga komponen STBM, yaitu peningkatan kebutuhan, penyediaan layanan, dan lingkungan yang kondusif. Untuk itu diperlukan fasilitatorfasilitator yang terampil, khususnya dalam berkomunikasi, melakukan advokasi dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan masyarakat. Komunikasi dapat diartikan sebagai proses pertukaran pendapat, pemikiran atau informasi, melalui ucapan, tulisan, maupun tanda-tanda yang dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan orang lain. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi kelompok tersebut. Modul komunikasi, advokasi dan fasilitasi ini disusun untuk memberikan pemahaman dan keterampilan kepada para pelaksana STBM untuk memahami secara utuh perannya sebagai fasilitator STBM. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi, advokasi dan fasilitasi STBM. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini peserta mampu: 1. Melakukan komunikasi yang efektif, 2. Melakukan advokasi, 3. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar fasilitasi, 4. Melakukan teknik-teknik fasilitasi. III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. POKOK BAHASAN 1: KOMUNIKASI a. Pengertian komunikasi, b. Bentuk-bentuk komunikasi, c. Membangun komunikasi yang efektif. 75

84 B. POKOK BAHASAN 2: ADVOKASI a. Pengertian advokasi, b. Langkah-langkah advokasi STBM, c. Cara melakukan advokasi yang efektif. C. POKOK BAHASAN 3: PRINSIP-PRINSIP DASAR FASILITASI a. Prinsip dasar fasilitasi, b. Peran dan fungsi fasilitator, c. Perilaku fasilitator dalam STBM, d. Fasilitasi yang harus dilakukan dan dihindari dalam STBM. D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK FASILITASI a. Teknik mendengar, b. Teknik bertanya, c. Teknik menghadapi situasi sulit, d. Dinamika bertanya, e. Curah pendapat. IV. BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt), LCD, komputer / laptop, flipchart (lembar balik), spidol, metaplan, kain tempel, skenario, lembar diskusi kelompok dan panduan bermain peran. V. METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, curah pendapat dan bermain peran. VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 4 jam pelajaran (T=2 jp, P=2 jp, PL=0 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) 1. Penyegaran dan pencairan suasana, 2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini, 3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, 4. Menggali pendapat peserta tentang komunikasi, advokasi, dan fasilitasi, dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, 5. Berdasarkan pendapat peserta, pelatih menjelaskan tentang komunikasi, advokasi, dan fasilitasi. 76

85 B. Langkah 2: Pembahasan Pokok Bahasan (150 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: Komunikasi, Advokasi, Prinsip-prinsip dasar fasilitasi, dan Teknik fasilitasi. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta. 3. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk bermain peran komunikasi, advokasi dan fasilitasi yang efektif. 4. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok dan simulasi yang dilakukan. C. Langkah 3: Rangkuman (15 menit): 1. Fasilitator merangkum sesi pembelajaran. 2. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan TPU dan TPK sesi telah tercapai. VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: KOMUNIKASI a. Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan, pendapat, perasaan, atau berita kepada orang lain. Komunikasi dapat pula diartikan sebagai proses pertukaran pendapat, pemikiran atau informasi melalui ucapan, tulisan maupun tanda-tanda. Dengan demikian maka komunikasi dapat mencakup segala bentuk interaksi dengan orang lain. b. Bentuk-Bentuk Komunikasi 1. Komunikasi Verbal Yang dimaksud dengan verbal adalah lisan, dengan demikian komunikasi verbal adalah penyampaian suatu informasi secara lisan, yang biasa kita kenal dengan berbicara. Namun dalam praktik sehari-hari, informasi juga disampaikan melalui tulisan. Meskipun dalam bentuk tulisan tetapi bahasa yang dipakai adalah bahasa lisan, sehingga digolongkan ke dalam komunikasi verbal. Pengiriman SMS (Short Message Service) merupakan salah satu contoh. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan, yang menunjukkan hubungan personal yang tinggi. Penerima pesan juga dapat langsung memberikan umpan balik. Bahkan orang dapat bertransaksi melalui SMS, seolah-oleh berbicara satu sama lain. 77

86 Contoh lainnya adalah media tulisan, seperti buletin, pamflet, leaflet, dan sebagainya yang juga bertutur menyampaikan maksud dan tujuannya. 2. Komunikasi Non Verbal Selain melalui lisan atau tulisan, pesan dapat disampaikan melalui cara berpakaian, waktu, tempat, isyarat (gestures), gerak-gerik (movement), sesuatu barang, atau sesuatu yang dapat menunjukkan suasanan hati perasaan pada saat tertentu. Contoh komunikasi non verbal: a. Cara berpakaian Orang yang sedang berkabung karena kematian seseorang, biasanya akan berpakaian hitam-hitam atau memasang tanda dengan kain hitam di lengan bajunya, dengan demikian kita menjadi tahu bahwa orang tersebut dalam suasana berkabung. Seseorang yang biasanya berpakaian biasa-biasa saja tiba-tiba berpakaian lengkap dengan jas atau dasi, ini tentu juga suatu informasi bahwa yang bersangkutan mungkin sedang dalam suasana yang lain misalnya akan dilantik menjadi pejabat, akan menghadiri pesta atau pertemuan yang penting dan sebagainya. b. Waktu Bunyi beduk atau lantunan suara azan di mesjid atau mushola, memberikan informasi bahwa waktu shalat telah tiba. Contoh lain adalah bunyi bel di sekolah yang menunjukkan bahwa waktu masuk kelas, istirahat atau pulang telah tiba. c. Tempat Pemimpin suatu pertemuan atau rapat biasanya duduk di depan atau di kepala meja. Ini menginformasikan bahwa yang bersangkutan adalah pemimpin rapat yang biasanya orang penting atau memiliki jabatan tertentu. Ruang kerja kepala Puskesmas tentunya akan berbeda dengan ruang kerja juru imunisasi demikian juga ruang kerja dan peralatannya. d. Isyarat Peserta di suatu seminar secara spontan bertepuk tangan dengan riuh setelah mendengarkan paparan seorang penyaji yang mempresentasikan materinya dengan baik dan menarik. Tepuk tangan tersebut merupakan isyarat bahwa peserta puas terhadap paparan penyaji tersebut. Sebaliknya, jika peserta mulai menguap, atau keluar masuk kelas, atau ada yang berbisik-bisik ketika fasilitator memberikan materi/kuliah, ini suatu isyarat bahwa materi, atau cara membawakan materi tersebut kurang berkenan di hati peserta. Contoh lain misalnya mengacungkan dua jari tanda victory (kemenangan), menggeleng tanda tidak tahu, raut wajah yang asam tanda tidak senang, murung tanda bersedih, tangan mengepal tanda marah, tatapan mata bisa bermacam arti dan sebagainya. 78

87 c. Membangun Komunikasi yang Efektif 1. Strategi Membangun Komunikasi yang Efektif Komunikasi yang efektif dapat terjadi apabila pesan yang dikirim oleh komunikator (sender) dapat diterima dengan baik dalam arti kata menyenangkan, aktual, nyata oleh si penerima (komunikan), kemudian penerima menyampaikan kembali bahwa pesan telah diterima dengan baik dan benar. Dalam hal ini terjadi komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik. Agar terjadi komunikasi yang efektif, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Mengetahui siapa mitra bicara Dalam berkomunikasi kita harus menyadari benar dengan siapa kita berbicara, apakah dengan camat, lurah, bidan desa, tokoh masyarakat, atau kader. Kenapa kita harus mengetahui dengan siapa kita bicara? Karena dengan mengetahui audience, kita harus cerdas dalam memilih kata-kata yang digunakan dalam menyampaikan informasi buah pikiran kita. Kita harus memakai bahasa yang sesuai dan mudah dipahami oleh audience kita. Selain itu pengetahuan mitra bicara kita juga harus diperhatikan. Informasi yang ingin kita sampaikan mungkin bukan merupakan hal yang baru bagi mitra kita, tetapi kalau penyampaiannya menggunakan istilah-istilah yang tidak dipahami oleh mitra kita, informasi atau gagasan yang kita sampaikan bisa saja tidak dipahami oleh mitra. Dengan memperhatikan mitra bicara kita akan dapat menyesuaikan diri dalam berkomunikasi dengannya. b. Mengetahui apa tujuan komunikasi Cara kita menyampaikan informasi sangat tergantung kepada tujuan kita berkomunikasi, misalnya: - Fasilitator STBM ingin menyampaikan informasi mengenai pelatihan pembuatan jamban di wilayah kecamatan A. Jika tujuannya hanya menyampaikan informasi maka komunikasi dapat dilakukan dengan membuat pengumuman atau surat edaran. - Sebagian besar masyarakat di desa A masih BAB sembarangan, sehingga angka diare di desa A tinggi. Untuk itu, fasilitator mengusulkan dilakukan pemicuan di masyarakat. Bila tujuannya seperti ini tentu pendekatannya bukan dengan surat tapi melalui advokasi. - Masyarakat desa A yang sudah terpicu, ingin membuat jamban sehat, namun, mereka tidak memiliki cukup biaya untuk membayar biaya pembuatan jamban secara kontan. Mereka mampu membayar secara mencicil selama beberapa waktu. Untuk kasus seperti ini tentunya yang paling cocok adalah melalui negosiasi dengan penyedia jasa (wirausaha STBM). - Mengetahui dalam konteks apa komunikasi dilakukan. 79

88 Dalam berkomunikasi maka kita perlu mempertimbangkan keadaan atau lingkungan saat kita berkomunikasi. Bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita menggunakan bahasa dan informasi yang jelas dan tepat tetapi karena konteksnya tidak tepat, reaksi yang kita peroleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Misalnya penggunaan kata mendukung : Kita harus mendukung pelaksanaan STBM di desa/kelurahan kita. Pemuda itu mendukung nenek tua yang sakit itu. Penggunaan kata mendukung pada kedua kalimat tersebut konteksnya berbeda satu sama lain. c. Mengetahui kultur Dalam berkomunikasi harus diingat peribahasa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung artinya dalam berkomunikasi kita harus memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan budaya atau kebiasaan orang atau masyarakat setempat. Misalnya berbicara sambil menunjuk sesuatu dengan telunjuk kepada orang yang lebih tua atau lebih tinggi kedudukannya di daerah Jawa Barat atau Jawa Tengah bisa dianggap kurang sopan atau kurang ajar walaupun mungkin di daerah lain itu biasa-biasa saja. Atau kalau di daerah Sumatera Utara orang bisa berbicara dengan intonasi dan suara yang keras, maka apakah orang non Sumatera Utara harus mengimbangi pula dengan nada yang keras? Dalam hal ini, misalnya orang Sunda kalau berbicara dengan orang Batak tidak perlu bertutur seperti orang Batak, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka tidak terjadi salah tafsir yang mengakibatkan kegagalan komunikasi. d. Mengetahui bahasa Dalam berkomunikasi seyogyanya kita memahami bahasa mitra kita. Hal ini tidak berarti kita harus memahami semua bahasa dari mitra bicara. Oleh karena ada katakata yang menurut etnis tertentu merupakan hal yang lumrah tapi menurut etnis lain merupakan hal yang tabu untuk dikatakan atau mempunyai arti yang berbeda. Misalnya ucapan nangka tok menurut bahasa Sunda berarti nangka saja, tetapi untuk orang Jawa ini lain artinya. Begitu juga gedang menurut orang Sunda artinya pepaya tapi menurut orang Jawa artinya pisang. Bahasa asing juga perlu kita pahami manakala kita berkomunikasi dengan orang asing yang tidak bisa berbahasa Indonesia, misalnya ada turis asing yang tersasar ke kampung kita, kita ingin menolongnya tapi tidak mengerti bahasa asing misalnya bahasa Inggris, padahal si turis tidak menguasai Bahasa Indonesia, maka jelas komunikasi akan terhambat sebab komunikasi verbal tidak jalan. Selain itu untuk memperjelas pesan yang hendak disampaikan dalam berkomunikasi, gunakanlah kalimat-kalimat sederhana 80

89 yang mudah dipahami. Kalimat panjang dan kompleks seringkali mengaburkan arti dan makna pesan yang akan disampaikan. Misalnya kepala puskesmas, berbicara kepada para sanitarian dalam suatu rapat Bapak Ibu Sanitarian sekalian dalam rangka mensukseskan STBM, maka semua sanitarian harus menyadari akan arti pentingnya pembangunan kesehatan dengan memberdayakan semua potensi yang ada dalam masyarakat, untuk itu maka Bapak Ibu Sanitarian harus berusaha sekuat tenaga untuk membuat masyarakat berdaya dan mendukung STBM. Kalimat tersebut terlalu panjang dan kompleks. Padahal informasi yang perlu disampaikan adalah bahwa agar program sanitasi yang menggunakan pendekatan STBM dapat dilaksanakan dengan memberdayakan potensi yang ada di masyarakat. 2. Komunikasi Verbal yang Efektif Komunikasi akan efektif bila pesan yang disampaikan pemberi pesan diterima oleh penerima pesan sesuai dengan maksud penyampai pesan dan menimbulkan saling pengertian. Dalam komunikasi verbal atau berbicara yang didengar adalah suara yang diucapkan melalui kata-kata yang keluar dari mulut. Suara-suara itu harus mempunyai makna sehingga maksud dari berbicara itu dapat dimengerti. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila: - Pesan diterima dan dimengerti sebagaimana yang dimaksud oleh si pengirim. - Pesan disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang dikehendaki oleh pengirim. - Tidak ada hambatan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim. a. Ciri-ciri komunikasi verbal yang efektif - Langsung (to the point, tidak ragu menyampaikan pesan). - Asertif (tidak takut mengatakan apa yang diinginkan dan mengapa). - Ramah dan bersahabat (congenial). - Jelas (hal yang disampaikan mudah dimengerti). - Terbuka (tidak ada pesan dan makna yang tersembunyi). - Secara lisan (menggunakan kata-kata untuk menyampaikan gagasan dengan jelas). - Dua arah (seimbang antara berbicara dan mendengarkan). - Responsif (memperhatikan keperluan dan pandangan orang lain). - Nyambung (menginterpretasi pesan dan kebutuhan orang lain dengan tepat). - Jujur (mengungkapkan gagasan, perasaan, dan kebutuhan yang sesungguhnya). 81

90 b. Ciri-ciri komunikasi verbal yang tidak efektif - Tidak langsung (bertele-tele). - Tidak mengatakan. - Pasif (malu-malu, tertutup). - Antagonistis (marah-marah, agresif, atau bernada kebencian). - Kriptis (pesan atau maksud yang sesungguhnya tidak pernah diungkapkan secara terbuka). - Satu arah (lebih banyak berbicara daripada mendengarkan). - Tidak responsif (sedikit/ tidak ada minat terhadap pandangan atau kebutuhan orang lain). - Tidak nyambung (respon dan kebutuhan orang lain disalahartikan dan disalah interpretasikan). - Tidak terus terang (perasaan, gagasan dan keputusan diungkapkan secara tidak jujur). c. Keterampilan berbicara Pada dasarnya keterampilan berbicara dapat dipelajari dan ditingkatkan dengan berlatih, agar mampu berbicara secara efektif maka dalam tiap komunikasi baik informal maupun formal, beberapa teknik dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan efektivitas berbicara sebagai berikut: - Percaya diri. - Ucapkan kata-kata dengan jelas dan perlahan-lahan. - Bicara dengan wajar, seperi biasanya jangan terkesan sebagai penyair atau sedang deklamasi. - Atur irama dan tekanan suara dan jangan monoton. Gunakan tekanan dan irama tertentu, untuk menampilkan poin-poin tertentu, tapi hindarkan kesan sebagai pemain drama. - Tarik nafas dalam-dalam 2 atau 3 kali untuk mengurangi ketegangan. Mengatur nafas secara normal dan jangan terkesan seperti orang yang dikejar-kejar. Bila perlu menghentikan pembicaraan sejenak, selain untuk mengambil napas juga berfungsi menarik perhatian. - Hindari sindrom: ehm, ah, au, barangkali, mungkin, anu, apa, dan lain-lain. Jika terpojok dan kehabisan bicara atau lupa cukup berhenti sejenak, cara ini menunjukkan bahwa seakan-akan kita sedang berpikir dan akan berdampak positif dibanding mengatakan mengatakan apa, ya, eh..., apa ya, saya pikir..., barangkali, dan seterusnya. 82

91 - Membaca paragraf yang dianggap penting dari teks tulisan. Jangan merasa malu melakukan hal ini, karena pendengar akan berpikir bahwa kita hanya menekankan poin pembicaraan tertentu agar lebih lengkap. - Siapkan air minum. Ini sangat membantu pembicara berhenti sejenak juga untuk membasahi kerongkongan. 3. Komunikasi Non-Verbal yang Efektif Komunikasi non verbal adalah proses pertukaran pesan/makna melalui berbagai cara selain kata-kata, yaitu melalui bahasa tubuh, ekspresi muka, tatapan, sentuhan tampilan vokal suara (volume, intonasi, irama, dsb.), baju yang dipakai, penggunaan ruangan, dll. Wajah mengekspresikan bagaimana perasaan kita, tubuh mengekspresikan intensitas emosi. Misal kalau sedih wajah terlihat murung atau dengan tangan mengepal kalau sedang marah. Dalam komunikasi pertukaran makna verbal dan non verbal saling melengkapi, saling mempengaruhi dan tidak terpisahkan satu sama lain. Komunikasi interpersonal selalu menyangkut pesan verbal dan non verbal. Suatu kata yang sama diekspresikan dengan berbeda emosi yang berbeda akan bermakna berbeda. Misal: sebaiknya Bapak tidak buang air besar di sungai lagi, tapi di rumah, bila disampaikan dengan kata-kata yang lembut akan diterima berbeda jika disampaikan dengan dengan kata-kata yang sama tapi dengan volume suara yang keras dan tegas. Kualitas komunikasi verbal seringkali ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: intonasi suara, ekspresi raut wajah, gerakan tubuh (body language). Sebuah hasil riset (Mechribian & Ferris) menunjukkan bahwa dalam komunikasi verbal, khususnya pada saat presentasi keberhasilan penyampaian informasi adalah sebagai berikut : - 55 % ditentukan oleh bahasa tubuh (body language), - 38 % ditentukan oleh isyarat dan kontak mata, - 7 % ditentukan oleh kata-kata. Beberapa contoh yang dapat dikembangkan, agar komunikasi non verbal dapat lebih efektif : a. Cara berpakaian Cara berpakaian mengkomunikasikan siapa dan apa status seseorang, baik dalam pekerjaan sehari-hari maupun dalam waktu tertentu. Dalam STBM, fasilitator yang bertugas untuk membantu masyarakat, hendaknya berpakaian seperti masyarakat. Fasilitator janganlah berpakaian yang berbeda, misalnya datang ke masyarakat dengan menggunakan jas atau pakaian dokter, karena masyarakat akan merasa sungkan untuk berdiskusi dengan fasilitator ataupun dengan anggota masyarakat lainnya di dekat fasilitator. Jangan pula fasilitator 83

92 datang dengan pakaian compang-camping seperti pengemis, karena masyarakat akan merasa fasilitator sebagai orang yang lebih rendah dari mereka dan tidak bisa menghargai fasilitator secara setara dengan mereka. b. Waktu Di dalam berkomunikasi manfaatkan waktu secara tepat, artinya manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya. Karena waktu adalah sesuatu yang sangat berarti. Misalnya, kalau fasilitator akan berdiskusi dengan masyarakat, maka pilihlah waktu ketika masyarakat sedang santai, misalnya di sore atau malam hari. c. Tempat Tempat sangat menentukan efektivitas komunikasi, misalnya kantor adalah tempat kerja, restoran adalah tempat makan, lapangan tenis adalah tempat olahraga. Namun demikian seringkali urusan kantor bisa diselesaikan di lapangan tenis atau bahkan di hotel atau restoran. Dalam dunia bisnis dikenal istilah entertain yaitu untuk melobi rekan bisnis, pertemuan diadakan di restoran atau di hotel sambil menjamu rekan bisnis. Dan hal ini ternyata banyak membawa hasil ketimbang pertemuan dilakukan secara formal di kantor. Demikian pula misalnya tim fasilitator STBM bertemu dengan masyarakat di sawah, di sela-sela waktu istirahat dapat berkomunikasi secara informal mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sanitasi masyarakat. Selanjutnya hasil pembicaraan tersebut ditindaklanjuti di puskesmas bersama sanitarian dan tim fasilitator kecamatan lainnya. Selain hal-hal tersebut diatas, perlu juga dipahami fungsi-fungsi yang menunjukkan ke-non-verbal-an komunikasi, antara lain : Pengulangan (repetition) yaitu pengulangan pesan dari individu dilakukan dengan verbal. Penyangkalan (contradiction) yaitu penyangkalan pesan yang dilakukan terhadap seseorang. Misalnya mengangkat bahu menyatakan tidak tahu, menggeleng kepala sama dengan tidak, dan sebagainya. Namun penggunaannya juga harus memperhatikan budaya atau kebiasaan, misal, untuk orang India menggelengkan kepala bukan berarti tidak. Pengganti pesan (substitution) misal mendelik berarti marah. Melengkapi pesan verbal, misalnya mengatakan bagus sambil mengacungkan ibu jari, dan sebagainya. Penekanan (accenting) menggarisbawahi pesan verbal misalnya berbicara dengan sangat pelan atau menekan kaki. 84

93 B. POKOK BAHASAN 2: ADVOKASI a. Pengertian Advokasi Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui macam-macam bentuk komunikasi persuasif (JHU, 1999). Advocacy is a combination on individual and action to design to gain political commitment, policy support, social acceptance and system support for particular health goal programs (WHO, 1989). Advokasi kesehatan dapat diartikan juga suatu rangkaian komunikasi strategis yang dirancang secara sistematis dan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu baik oleh individu maupun kelompok agar pembuat keputusan membuat suatu kebijakan publik yang menguntungkan masyarakat. Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana, advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dll. Stakeholders yang dimaksud bisa tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan (tidak tertulis) di bidangnya. Yang juga tidak boleh dilupakan adalah tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari adanya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu: 1. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi, 2. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah, 3. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah, 4. Berdasarkan kepada fakta (evidence-based), 5. Dikemas secara menarik dan jelas, 6. Sesuai dengan waktu yang tersedia. Advokasi akan lebih efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan yaitu dengan membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. 85

94 b. Langkah-Langkah Advokasi STBM Mendefinisikan isu strategis Untuk melakukan advokasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan atau mendefinisikan isu-isu strategis di suatu wilayah. Penetapan isu ini sangat penting sebagai dasar untuk melakukan kebijakan. Sebagai contoh, isu strategis di bidang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah sebagai berikut : - Enam puluh persen penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan tidak mempunyai akses terhadap sanitasi yang layak dan menghadapi resiko kesehatan yang lebih tinggi, setiap tahun tercatat sekitar kasus diare yang memakan korban lebih dari jiwa akibat kondisi sanitasi yang buruk, biaya kesehatan per tahun akibat sanitasi yang buruk mencapai 31 triliun rupiah. Indonesia kehilangan 5 triliun per tahun akibat buruknya sanitasi dan kebersihan, dan air limbah yang tidak diolah menghasilkan 6 juta ton kotoran manusia per tahun yang dibuang langsung ke badan air, sehingga biaya pengolahan air bersih menjadi semakin mahal. Setelah diterapkan isu-isu strategis, kemudian dilakukan inventarisasi pemangku kepentingan, dan kemudian ditetapkan kegiatan-kegiatan advokasi yang perlu dilakukan. Sebagai contoh, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : NO. ISU PEMANGKU KEPENTINGAN KEGIATAN ADVOKASI 1 Kurangnya pengetahuan dan kepedulian pada kondisi PHBS 2 Masyarakat tidak mampu dalam penyediaan jamban sehat Pemda, dinas kesehatan, dinas pendidikan dan kebudayaan, TP PKK, LSM, orsosmas, toga / toma, media massa. Pemda,dinas kesehatan, dinas pendidikan dan kebudayaan, TP PKK, LSM, orsosmas, toga/toma, media massa. Peningkatan kebijakan dan pendanaan untuk mendukung kegiatan PHBS. Penelitian formatif mengenai perilaku masyarakat dan strategi perubahan perilaku masyarakat yang berkelanjutan. Peningkatan ekspos media massa tentang PHBS. Pengkajian peraturan-perundangundangan terkait dengan penerapan PHBS. Kajian mengenai jamban sehat (cost benefit analysis). Peningkatan ekspos media massa tentang cost benefit dan benchmarking penyediaan jamban sehat. Tabel 5: Inventarisasi Pemangku Kepentingan dan Kegiatan Advokasi Kerangka Isu Pilihan 86

95 NO KRITERIA UNTUK MEMILIH ISU NILAI (P) Isu yang mempengaruhi banyak orang 2 Isu yang mempengaruhi terhadap program kesehatan 3 Isu dengan misi/mandat organisasi 4 Isu dengan tujuan pembangunan berwawasan kesehatan 5 Isu dapat dipertanggung jawabkan dengan intervensi advokasi 6 Isu dapat memobilisasi para mitra/pemangku kepentingan TOTAL NILAI Tabel 6: Pemilihan Isu Advokasi Menentukan Tujuan Advokasi Tujuan adalah suatu pernyataan tentang suatu keadaan yang akan dicapai pada masa tertentu. Dalam menetapkan tujuan advokasi lebih diarahkan pada perubahan perilaku untuk meyakinkan para penentu kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam menetapkan harus didahulukan dengan pertanyaan, Siapa yang diharapkan mencapai seberapa banyak dalam kondisi apa, berapa lama, dan dimana?. Jadi secara umum dapat dikatakan tujuan advokasi adalah : - Realistis, bukan angan-angan. - Jelas dan dapat diukur. - Isu yang akan disampaikan. - Siapa sasaran yang akan diadvokasi. - Seberapa banyak perubahan yang diharapkan. Penetapan tujuan advokasi sebagai dasar untuk merancang pesan dan media advokasi dalam merancang evaluasi. Jika tujuan advokasi yang ditetapkan tidak jelas dan tidak operasional maka pelaksanaan advokasi menjadi tidak fokus. Berikut adalah salah satu contoh menetapkan tujuan mengenai pentingnya sanitasi yang layak untuk masyarakat. Tujuan Umum: Meningkatnya akses masyarakat perdesaan di Kabupaten Bojonegoro atas jamban yang layak dari 37% menjadi 100% pada tahun

96 Mengembangkan Pesan Advokasi Pesan adalah terjemahan tujuan advokasi ke dalam ungkapan atau kata yang sesuai untuk khalayak sasaran. Mengembangkan pesan advokasi diperlukan kemampuan perpaduan antara ilmu pengetahuan dan seni. Pesan advokasi mengajukan fakta dan data akurat, juga diharuskan mampu untuk membangkitkan emosi dan kemampuan seni untuk mempengaruhi para penentu kebijakan. Efektivitas pesan (Seven C s for Effective Communication) Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika memenuhi tujuh kriteria sebagai berikut : - Command Attention Kembangkan suatu isu atau ide yang merefleksikan desain suatu pesan. Bila terlalu banyak ide akan membingungkan penentu kebijakan, sehingga mudah dilupakan. - Clarify the Message Buatlah pesan advokasi yang mudah, sederhana dan jelas. Pesan yang efektif harus memberikan informasi yang relevan dan baru bagi penentu kebijakan. Sebab bila diremehkan oleh mereka secara otomatis pesan tersebut sudah gagal. - Create Trust Pesan advokasi dapat dipercaya dengan menyajikan data dan fakta yang akurat. - Communicate the Benefit Tindakan yang dilakukan harus memberi keuntungan sehingga penentu kebijakan merasa termotivasi untuk menerapkan kebijakan yang baru. - Consistency Pesan advokasi harus konsisten. Artinya sampaikan suatu pesan utama di media apa saja secara terus-menerus, baik melalui pertemuan, tatap muka, atau pun melalui media. - Cather to the Heart and Head Pesan advokasi harus bisa menyentuh akal dan rasa. Komunikasi yang efektif tidak hanya memberikan alasan teknis, tetapi harus menyentuh nilai-nilai emosi dan membangkitkan kebutuhan yang nyata. - Call to Action Pesan advokasi harus dapat mendorong penentu kebijakan untuk bertindak atau berbuat sesuatu. Kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang dicanangkan oleh pemerintah, merupakan suatu tindakan nyata untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan terhadap jamban yang layak. Pesan Advokasi - Merupakan pernyataan yang singkat, padat dan bersifat membujuk. - Berhubungan dengan tujuan Anda dan menyimpulkan apa yang ingin Anda capai. - Bertujuan untuk menciptakan aksi yang Anda inginkan untuk dilakukan oleh pendengar pesan Anda. 88

97 Gaya Pesan Advokasi - Seruan : Emosional vs Rasional - Seruan : Positif vs Negatif - Seruan : Masa vs Individu - Kesimpulan Tertutup vs Kesimpulan Terbuka Pengemasan Pesan - Presentasi adalah kunci untuk menyampaikan pesan. - Sebuah presentasi yang berhasil adalah presentasi yang menarik, didukung oleh fakta yang sahih dan tampilan yang menarik. - Pengemasan mencakup cetakan, materi audiovisual. - Dukungan kemasan dengan ilustrasi sederhana, grafik dan foto. a. Pengemasan materi bagi kelompok sasaran berbeda. b. Penggalangan sumberdaya termasuk dana. Kenali dan coba dapatkan sumber daya (uang, tenaga, keahlian, jejaring dan perlengkapan lainnya) untuk melaksanakan kampanye advokasi. c. Mengembangkan rencana kerja Pelaksanaan rencana kegiatan advokasi sesuai dengan identifikasi kegiatan, tugas pokok, dan fungsi dari para pelaksana, jangka waktu, serta sumber daya, POA yang dibutuhkan. c. Cara Melakukan Advokasi yang Efektif 1. Analisa Pemangku Kepentingan Analisis pemangku kepentingan diperlukan karena sangat penting peranannya dalam pengembangan rencana advokasi selanjutnya. Dalam analisis tersebut, setiap pemangku kepentingan potensial dijajagi siapa dan seberapa besar peranannya dalam isu yang akan diadvokasi. Contoh Analisis Pemangku Kepentingan: 89

98 Pengambil Keputusan Hal yang perlu diidentifikasi adalah: - Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin. - Pengetahuan tentang masalah atau isu advokasi. - Saluran untuk mencapai pengambil keputusan. - Seberapa jauh pengaruhnya terhadap isi advokasi. - Apakah mendukung atau menentang masalah/isu advokasi dan alasannya. Sekutu/mitra/teman Hal yang perlu diidentifikasi adalah : Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin. Pengetahuan tentang isu advokasi. Jejaring kerja dan besarnya kelompok. Kekuatan spesial seperti hubungan dengan media, kemampuan mobilisasi massa. Pengalaman masa lalu di bidang advokasi. Keinginan untuk membagi pengalaman keahlian dan sumber daya. Harapan bergabung sebagai anggota sekutu. Kelompok bertahan/menolak lawan Hal yang perlu diidentifikasi adalah : Siapa, jumlah, lokasi dan jenis kelamin. Pengetahuan tentang masalah atau isu advokasi. Alasan bertahan/menentang. Bagaimana menjangkau kelompok oposisi. Kepada siapa kelompok tersebut berkonsultasi dan melihat kelemahan dan kekuatannya. 2. Strategi Advokasi Adalah sebuah kombinasi dari pendekatan, teknik dan pesan-pesan yang diinginkan oleh para perencana untuk mencapai maksud dan tujuan advokasi. Langkah-langkah kunci dalam merumuskan strategi advokasi: - Mengidentifikasi dan menganalisa isu advokasi. - Mengidentifikasi dan menganalisa pemangku kepentingan utama. - Merumuskan tujuan yang terukur. - Mengembangkan pesan-pesan utama advokasi. - Mengembangkan strategi (pendekatan, teknik-teknik, pesan-pesan, dll). - Mengembangkan rencana aksi advokasi. - Merencanakan pengawasan, pemantauan, dan penilaian. 90

99 Rangkaian Perubahan Perilaku : Strategi Advokasi yang memungkinkan perubahan 3. Pendekatan Pendekatan merupakan kunci advokasi - Melibatkan para pemimpin/pengambil keputusan, - Menjalin kemitraan, - Memobilisasi kelompok peduli. a. Lobi Politik Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan kebijakan publik melalui pertemuan, telepon resmi, surat, intervensi media, dll. Lobi politik seringkali diarahkan kepada sekelompok pemimpin politik. Hal-hal yang harus diingat: - Akan efektif bila terdapat kebutuhan bersama yang spesifik dari sistem legislatif. 91

100 - Identifikasi anggota DPRD kunci yang anda ingin raih, jadikan mereka sebagai individu atau komite yang berhubungan dengan pokok persoalan. - Bertindaklah secara terfokus, tetapkan hanya pada satu pokok persoalan untuk tiap-tiap komunikasi. - Cari tahu posisi anggota DPRD dan latar belakangnya. - Buatlah hubungan pribadi, jika Anda memiliki teman atau kolega yang akrab dengan anggota parlemen tersebut, beritahu dia mengenai hal ini. - Sampaikan kebenaran, memberikan informasi yang salah akan berakibat sebaliknya. - Melobi membutuhkan kesinambungan, kadang-kadang melebihi waktu yang telah ditentukan. b. Petisi Merupakan pernyataan tertulis dan resmi untuk menyampaikan isu masalah yang sedang hangat diperbincangkan. Mewakili suatu pandangan kolektif dan tidak hanya individu dan kelompok tertentu. Merupakan pernyataan yang singkat dan jelas atas isu permasalahan dan tindakan apa yang perlu dilakukan diikuti dengan nama dan alamat dari sejumlah besar inividu yang mendukung petisi tersebut. C. POKOK BAHASAN 3: PRINSIP-PRINSIP DASAR FASILITASI a. Prinsip Dasar Fasilitasi Fasilitasi adalah proses sadar untuk membantu sebuah kelompok sehingga dapat berhasil melaksanakan tugas mereka sambil tetap berhasil menjaga eksistensi kelompok tersebut. b. Peran dan Fungsi Fasilitator Sesuai dengan semangat partisipatif, fasilitator mempunyai peran: 1. Sebagai Katalisator (Catalyst), 2. Sebagai Pemberi Bantuan dalam Proses (Process helper), 3. Sebagai Pengubung dengan Sumber Daya (Resource Linker), 4. Sebagai Pemandu Masyarakat untuk Menemukan Solusi, 5. Sebagai Pendamping dalam Proses Pemantauan dan Evaluasi. c. Perilaku Fasilitator dalam STBM Tugas seorang fasilitator dalam pendekatan STBM adalah memfasilitasi suatu proses pemicuan agar terjadi perubahan perilaku masyarakat atas inisiatif masyarakat sendiri. 92

101 Atas dasar prinsip-prinsip dalam metode pemicuan STBM yaitu: 1. Tanpa subsidi kepada masyarakat, 2. Tidak menggurui, tidak memaksa dan tidak mempromosikan jamban, 3. Masyarakat sebagai pemimpin, 4. Totalitas; seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan perencanaan pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan. 5. Hindari formalitas (berpakaian seragam dinas dan membawa nama instansi atau lembaga). Maka perilaku seorang fasilitator pemicu kepada masyarakat berdasarkan prinsip kesetaraan, tidak ada yang dianggap lebih tinggi (upper) atau dianggap lebih rendah (lower). Bahkan masyarakat sasaran adalah pihak yang lebih tahu tentang perilaku dan kebiasaan yang sudah mereka lakukan selama bertahun-tahun. Untuk menggali dan mengidentifikasi bagaimana seharusnya sikap dan perilaku seorang fasilitator pemicu pada saaat proses pemicuan, lakukan curah pendapat dan diskusi secara partisipatif kepada semua peserta pelatihan. Tanyakan bagaimana sikap kita saat berhadapan dengan orang yang lebih banyak tahu dibanding diri kita. Hubungan antara seorang fasilitator dan masyarakat sasaran dapat diumpamakan seperti sikap antara seorang murid (diri fasilitator) terhadap guru (masyarakat sasaran). Jawaban peserta yang diharapkan muncul adalah bahwa perilaku seorang fasilitator haruslah: Penuh sopan santun dan hormat, Banyak bertanya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan, Selalu mendengarkan apapun informasi yang disampaikan masyarakat, Bersikap kritis dan ingin menggali lebih dalam (misalnya tentang kenapa masyarakat berperilaku buruk, dan apa sebenarnya pendapat masyarakat terhadap perilaku buruknya), Sabar dan tidak terburu-buru dalam memfasilitasi proses, Tidak mengajari/tidak menggurui/tidak menyuruh ataupun manganjurkan sasaran harus berbuat ini dan itu, Tidak langsung menjawab terhadap pertanyaan masyarakat sasaran, tetapi mengembalikan mereka untuk mencoba menjawabnya (tidak memberikan solusi. Solusi ada pada masyarakat sendiri). Dari berbagai informasi dan pendapat masyarakat, fasilitator kemudian meramu suatu pertanyaan tentang apa yang akan diperbuat masyarakat ke depan untuk keluar dari kondisi buruk/tidak nyaman seperti sekarang ini. Jawaban masyarakat akan menjadi komitmen mereka tentang apa yang akan mereka lakukan (berubah perilaku), kapan memulai dan bagaimana caranya. 93

102 Jika seorang calon fasilitator belum bersikap dan perilaku seperti diatas maka sangat penting untuk memulai perubahan sikap dan perilaku dari sisi diri sendiri (sebagai individu), juga dari sisi profesi dan dari sisi institusi. Jika perubahan sikap dan perilaku seorang fasilitator sudah terjadi maka dia akan bisa berbagi (sharing) informasi dengan masyarakat sasaran dan dapat berupaya untuk merubah perilaku masyarakat menggunakan metode pemicuan yang ada. Hal diatas menjadi 3 pilar utama dalam pendekatan penilaian secara partisipatif seperti tergambar dalam segitiga berikut: Gambar 5: Pendekatan Penilaian Partisipatif d. Fasilitasi yang Harus Dilakukan dan Dihindari dalam STBM Dalam STBM, faktor penentu keberhasilan dan kegagalan (dapat diterapkan dan tidaknya) pendekatan ini sangat tergantung dari masyarakat. Meskipun bukan merupakan kesalahan fasilitator jika masyarakat menolak untuk mengimplementasikan pendekatan STBM dalam komunitas mereka, namun peran fasilitator sangat berpengaruh. Sehingga, ada beberapa hal yang harus dihindari oleh fasilitator dan beberapa hal yang sebaiknya dilakukan saat memfasilitasi masyarakat. misalnya: Menawarkan subsidi JANGAN LAKUKAN Memicu kegiatan setempat. LAKUKAN Dari awal katakan bahwa tidak akan pernah ada subsidi dalam kegiatan ini. Jika masyarakat bersedia maka kegiatan bisa dilanjutkan tetapi jika mereka tidak bisa menerimanya, hentikan proses. Mengajari Memfasilitasi 94

103 Menyuruh membuat jamban, sarana dan prasarana sanitasi, atau memperlihatkan contoh-contoh tipe jamban selama proses pemicuan Memfasilitasi masyarakat untuk menganalisa kondisi mereka, yang memicu rasa jijik dan malu dan mendorong orang dari BAB di sembarang tempat menjadi BAB di tempat yang tetap dan tertutup. Memberikan alat-alat atau petunjuk kepada orang perorangan Menjadi pemimpin, mendominasi proses diskusi. (selalu menunjukkan dan menyuruh masyarakat melakukan ini dan itu pada saat fasilitasi) Memberitahukan apa yang baik dan apa yang buruk Langsung memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan masyarakat Melibatkan masyarakat dalam setiap pengadaan alat untuk proses fasilitasi. Fasilitator hanya menyampaikan pertanyaan sebagai pancingan dan biarkan masyarakat yang berbicara/ diskusi lebih banyak. (masyarakat yang memimpin). Membiarkan mereka menyadarinya sendiri Kembalikan setiap pertanyaan dari masyarakat kepada masyarakat itu sendiri, misalnya: jadi bagaimana sebaiknya menurut bapak/ibu? APA YANG DILAKUKAN (DO) DAN TIDAK DILAKUKAN (DON T) UNTUK PELATIHAN DAN PERLUASAN KEGIATAN Dilakukan Identifikasi orang yang sudah dilatih dengan kinerja yang baik selama melakukan pemicuan. Pilih, latih dan dukung fasilitator yang baik kinerjanya. Menegaskan bahwa semua pelatihan memanfaatkan pengalaman pembelajaran pemicuan dan tindak lanjut yang segera dapat dilaksanakan. Komitmen untuk bekerja penuh waktu (full time) bagi tenaga pelatih dan fasilitator. Arahkan fasilitator untuk berkerja secara tim. Mulai dengan situasi yang menyenangkan. Cari dan bentuk jejaring dengan duta (champion). Penyuluhan/kampanye. Mendorong kompetisi dan rayakan bila ada yang sukses. Perkuat inovasi dan pembelajaran. Identifikasi dan dukung fasilitator masyarakat. Monitor progress setelah pemicuan. Kembangkan metode yang menjadikan STBM sebuah gerakan yang luas dan mandiri. Pertimbangkan penggunaan STBM bagai pintu masuk untuk pengembangan strategi program lain. Mungkin yang Paling Penting dari Semua adalah Pastikan bahwa semua pelatihan dilaksanakan sesuai prinsip STBM termasuk pemicuan masyarakat 95

104 Tidak Dilakukan Jangan mengorbankan kualitas untuk mempercepat perluasan kegiatan. Jangan mengijinkan atau mendukung pelatihan bagi pelatih atau fasilitator dalam kelas tanpa proses pemicuan dan tidak lanjut. Jangan merekrut lembaga pelatihan atau lembaga lainnya yang tidak pernah melakukan proses STBM di lapangan. Jangan merekrut atau mendukung lembaga atau LSM yang menyalah-gunakan metode STBM. D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK FASILITASI a. Teknik Mendengar Apakah bedanya mendengar dan mendengarkan? Apakah bedanya menggambar dan menggambarkan? Mendengar yang pertama adalah memasukkan suara ke telinga, sedangkan mendengar yang kedua (mendengarkan) adalah mengolah suara yang masuk ke telinga menjadi lebih bermakna. Menggambar yang pertama adalah kerja teknis tangan kita dengan pensil atau alat tulis di atas kertas, sedangkan menggambar yang kedua adalah menggambarkan bentuk yang bermakna. Untuk mendengar secara lebih bermakna, kita dibantu sejumlah pertanyaan. Pertanyaan itu membuat kita lebih mengerti makna dari pernyataan atau ucapan dari si pembicara. Ketika si pembicara mengatakan Saya setuju bahwa. Maka kita ajukan pertanyaan: Apa yang anda setuju tadi?. Sehingga kita menjadi pendengar yang lebih baik, atau mendorong orang lain untuk mendengar secara lebih baik. Apabila terdapat peserta yang berbicara berputar- putar dan nampak tidak yakin apakah penjelasannya ditangkap oleh pendengar sehingga mengulang-ulang dan menjadi bingung sendiri, triks paraphrasing diperlukan untuk membantu si pembicara memperjelas GAGASAN POKOK yang ingin disampaikannya. Itu juga berarti kita mendengarkan si pembicara secara lebih baik dan membantu pendengar untuk mendengarkan secara lebih baik. Untuk peserta atau pembicara yang pelit bicara, atau peserta yang kesulitan menyampaikan gagasannya secara lengkap, triks drawing people out diperlukan. Triksi ini dimaksudkan untuk meminta pembicara menjelaskan lagi pernyataannya dan atau mengklarifikasi, serta merumuskan kembali gagasan pokoknya. Triks mirroring serupa tapi tidak sama dengan paraphrasing, karena menyampaikan kembali pembicaraan peserta tetapi dengan mengutip kembali kalimatnya secara lengkap. Jadi, fasilitator tidak menggunakan kalimatnya sendiri melainkan kalimat si peserta (si pembicara) seperti apa adanya. 96

105 Trik - Trik Mendengarkan Berikut adalah 11 macam teknik mendengarkan yang sebaiknya dimiliki fasilitator: Triks 1: Membahasakan Kembali (Paraphrasing) Membahasakan kembali merupakan teknik yang paling penting untuk dipelajari. Teknik ini merupakan dasar dari teknik lainnya. Teknik ini bersifat menenangkan, membuat peserta paham bahwa ucapannya dimengerti orang lain. Terutama digunakan untuk menanggapi jawaban yang berbelit dan membingungkan. Bagaimana Caranya? Gunakan kalimat sendiri untuk membahasakan kembali jawaban warga. Kalau jawabannya pendek, bahasakan kembali secara pendek pula, jika panjang, bahasakan kembali dengan meringkasnya. Awali dengan kalimat seperti, Tadi ibu mengatakan... Sesudahnya perhatikan reaksi orang itu. Sertai dengan kata, misalnya : Apa itu yang ibu maksud? Trik 2 : Menarik Keluar (Drawing People Out) Karena jawaban warga kurang lengkap, fasilitator perlu menarik keluar gagasan yang belum dikatakan. Gunakan teknik ini bila warga mengalami kesulitan menjelaskan gagasan. Bagaimana Caranya? Dahului dengan teknik membahasakan kembali, tadi Bapak mengatakan... Lanjutkan dengan pertanyaan terbuka, seperti, bisa lebih diperjelas?. Ada juga cara lain. Setelah peserta selesai bicara sambut dengan kata sambung seperti, karena atau jadi. Trik 3: Memantulkan (Mirroring) Fasilitator berfungsi sebagai dinding, yang memantulkan kata-kata warga. Tujuannya, meyakinkan warga bahwa fasilitator mendengarkan ucapannya. Biasanya digunakan mempercepat diskusi yang lamban. Sesuai untuk memfasilitasi proses curah pendapat. Bagaimana Caranya? Kalau warga mengatakan satu kalimat, pantulkan kata demi kata setepat-tepatnya. Tidak kurang tidak lebih. Jika lebih dari satu kalimat, pantulkan kata-kata yang penting. Gunakan kata-kata warga, bukan kata-kata fasilitator. Kalau dia berkata-kata dengan menggebu-gebu, pantulkan dengan nada bicara tenang. Tujuan utamanya adalah membangun kepercayaan peserta. 97

106 Trik- 4 : Mengumpulkan Gagasan (Gathering Ideas) Adalah teknik mendata gagasan secara cepat. Hanya untuk mengumpulkan dan bukan hendak mendiskusikannya. Kumpulkan gagasan dengan memadukan teknik membahasakan kembali. Agar lebih cepat, gunakan teknik memantulkan. Dengan memantulkan ucapan, warga merasa didengarkan dan mereka akan ikut menyampaikan gagasan secara singkat. Biasanya dalam 3 sampai 5 kata. Jadi, kita lebih mudah menuliskannya di papan tulis. Bagaimana Caranya? Awali dengan penjelasan tugas secara singkat. Lakukan curah pendapat. Kumpulkan gagasan sebanyak-banyaknya. Tuliskan gagsaan para peserta, apapun yang mereka katakan, dengan memakai teknik memantulkan atau teknik membahasakan kembali. Jika peserta telah merasa cukup, sudahi proses ini. Berikan penghargaan terhadap semua pandangan peserta Triks- 5 : Mengurutkan (stacking) Adalah semacam teknik menyusun antrian bicara, ketika beberapa orang bermaksud berbicara pada waktu bersamaan. Dengan teknik ini, setiap orang akan mendengarkan tanpa gangguan dari orang yang berebut kesempatan bicara. Karena setiap orang tahu gilirannya, tugas fasilitator menjadi lebih ringan. Bagaimana Caranya? Fasilitator meminta mereka yang hendak bicara untuk mengacungkan tangan. Fasilitator mengurutkan giliran yang akan bicara. Fasilitator mempersilahkan peserta untuk bicara ketika tiba gilirannya. Sesudah peserta terakhir selesai bicara, fasilitator memeriksa jika ada peserta lain yang hendak bicara. Jika ada, fasilitator kembali melakukan teknik mengurutkan. Triks-6 : Mengembalikan ke Jalurnya (Tracking) Bayangkan bila ada lima orang yang ingin membicarakan berbagai akibat dari penumpukan sampah. Empat orang ingin menghitung biaya pengadaan kereta pengangkut sampah. Tiga orang tertarik membahas pemanfaatan sampah menjadi pupuk organik. Biasanya orang menganggap bahwa apa yang ia anggap penting seharusnya terpilih menjadi topik diskusi. Pada keadaan ini, fasilitator bertugas mengembalikan diskusi ke jalurnya Teknik ini akan menenangkan orang yang bingung karena gagasannya tidak mendapatkan sambutan dari orang lain. 98

107 Biasanya teknik ini membuat orang lebih memahami situasi diskusi. Jika ada yang mencoba menjelaskan bahwa saran dia penting, tunjukkan perhatian. Namun, jangan bersikap pilih kasih. Tanyakan juga pendapat orang yang lain. Triks-7 : Menguatkan (Encouraging) Adalah teknik mengajak orang ikut terlibat dalam diskusi, tanpa membuat mereka tersiksa karena terpaksa menjadi pusat perhatian. Dalam diskusi biasanya ada peserta yang hanya duduk dan diam. Diam bukan berarti malas atau tidak mau tahu. Mereka merasa kurang terlibat. Dengan sedikit dorongan, temukan sesuatu yang menarik perhatian mereka. Teknik menguatkan terutama membantu selama tahap awal diskusi, pada saat para peserta masih menyesuaikan diri. Bagi peserta yang lebih terlibat, mereka tidak membutuhkan begitu banyak penguatan untuk berpartisipasi. Bagaimana caranya? Siapa lagi yang ingin menyumbangkan gagasan?, Sudah ada beberapa pendapat dari perempuan, sekarang mari kita dengar pendapat dari laki-laki. Kita sudah mendengar pendapat ibu Tini tentang prinsip-prinsip umum memilih kepala desa. Adakah yang ingin memberikan contoh tentang pelaksanaan prinsip tersebut?. Apakah masalah ini dirasakan oleh semua yang hadir di sini?. Mari kita dengar pendapat dari teman-teman yang sementara ini belum berbicara. Triks 8 : Menyeimbangkan (Balancing) Pendapat paling kuat dalam suatu diskusi seringkali datang dari orang yang mengusulkan topik diskusi. Mungkin ada sebagian peserta yang mempunyai pendapat lain, tapi belum mau bicara. Teknik menyeimbangkan membantah anggapan umum bahwa diam berarti setuju. Teknik menyeimbangkan gunanya untuk membantu orang yang tidak bicara karena merasa pendapatnya pasti tidak disetujui banyak orang. Dengan teknik menyeimbangkan, fasilitator sebenarnya menunjukkan bahwa dalam diskusi orang boleh menyatakan pendapat apapun. Bagaimana Caranya? Baiklah, sekarang kita mengetahui pendirian dari tiga orang. Adakah yang lain atau memiliki pendirian yang berbeda? Ada yang mempunyai pendangan lain? Apakah klita semua setuju dengan ini?. 99

108 Triks 9 : Membuka Ruang (Making Space) Teknik membuka ruang adalah teknik membuka kesempatan kepada peserta yang pendiam untuk terlibat dalam diskusi. Dalam setiap diskusi selalu ada yang bicara terus, ada yang jarang bicara. Pada saat diskusi berlangsung cepat, orang pendiam dan yang berpikir lambat mungkin mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri. Ada orang yang tidak mau berperan banyak, karena tidak ingin dianggap ingin menang sendiri. Ada pula yang ikut dalam diskusi sambil meraba-raba apakah ia dapat diterima atau tidak. Banyak juga yang enggan bicara karena menganggap dirinya bodoh. Maka, fasilitator perlu membuka ruang partisipasi. Bagaimana Caranya? Amati peserta diskusi yang pendiam. Perhatikan gerak tubuh atau mimik mukanya, apakah menunjukkan bahwa mereka ada hasrat untuk bicara? Persilakan mereka untuk bicara. Apakah ada yang hendak Ibu kemukakan?. Apakah Bapak ingin menambahkan sesuatu?. Kelihatannya Anda mau mengatakan sesuatu?. Jika mereka mundur, perlakukan mereka dengan ramah dan segeralah beralih. Tak seorangpun suka dipermainkan. Setiap orang berhak memilih kapan ia berpartisipasi. Jika si pendiam tampaknya ingin bicara, jika perlu tahan orang lain, untuk bicara. Triks - 10 : Diam Sejenak (Intentional Silence) Adalah berhenti bicara selama beberapa detik. Menunggu sejenak agar si pembicara menemukan apa yang ingin ia katakan. Banyak orang membutuhkan keadaan tenang untuk untuk mengenali pemikiran atau perasaannya. Kadang - kadang berhenti bicara beberapa detik sebelum mengatakan sesuatu yang mungkin berisiko. Ada pula yang diam sejenak untuk menyusun pikirannya. Gunakan teknik ini jika peserta diskusi terlalu mudah berbicara. Teknik ini akan mengajak mereka untuk berpikir lebih mendalam. Bagaimana Caranya? Hening selama lima detik tampaknya begitu lama, Banyak orang tak sabar dengan keheningan tersebut. Jika fasilitator mampu melakukannya, orang lain pun akan mampu. Tetaplah tenang. Pelihara kontak mata pada pembicara. Jangan berkata apapun. Bahkan tidak juga berdehem atau batuk-batuk kecil atau menggaruk dan menggeleng-gelengkan kepala. Tetaplah tenang dan berikan perhatian. Jika perlu, angkat tangan untuk memberi isyarat kepada orang-orang agar tidak memecahkan keheningan. 100

109 Triks-11: Menemukan Kesamaan Pemikiran Dasar Teknik menemukan kesamaan pemikiran dasar terutama berguna ketika peserta diskusi terbelah oleh perbedaan pendapat. Teknik ini dapat memperjelas letak persamaan dan pertentangan pendapat yang terjadi dalam diskusi. Teknik ini dapat membangkitkan harapan. Membuat warga tersadar bahwa mereka saling bertentangan, mereka memiliki kesamaan tujuan. Untuk hal yang dasar mereka memiliki banyak kesamaan. Bagaimana Caranya? Katakan bahwa kita akan merangkum hal-hal yang menjadi perbedaan dan persamaan di dalam kelompok diskusi. Ringkaskan perbedaan-perbedaan. Catat aspek-aspek dasar yang sama. Periksa catatan tersebut bersama peserta. b. Teknik Bertanya Agar proses fasilitasi berhasil, fasilitator harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan matang. Sebagai acuan dalam diskusi penting dilakukan untuk membuat daftar pertanyaan kunci supaya proses diskusi tidak melebar kemana-mana. Dalam pelaksanaan juga perlu diperhatikan karakteristik peserta supaya kita dapat mengatasi peserta-peserta yang sulit (dominan, diam saja, ngobrol sendiri dan sebagainya). Anggapan banyak pihak, keterampilan yang paling dibutuhkan untuk memfasilitasi adalah pandai berbicara padahal keterampilan yang sangat penting dimiliki oleh seorang fasilitator adalah mendengarkan dan bertanya. Bertanya adalah keterampilan yang mutlak harus dikuasai oleh fasilitator, karena hakekat dari fasilitasi dan komunikasi partisipatif adalah menggali dengan pertanyaan-pengalaman peserta dan membantu proses agar peserta bisa menganalisa sendiri masalah-masalah yang dihadapi dan menemukan jalan pemecahannya. Tidak jarang ditemui, biasanya terjadi pada fasilitator pemula, fasilitator panik dan bukannya menggali pemahaman peserta akan tetapi malah menyimpulkan dan berceramah berdasarkan pengetahuannya dengan mengatasnamakan pengalaman belajar para peserta. Di lain pihak fasilitator juga seiringkali tidak sabar untuk menunggu peserta berpikir dan mendengarkan peserta dalam mengungkapkan isi pikirannya. Agar peserta bisa mengungkapkan isi pikirannya, dan fasilitator konsentrasi mendengarkan yang diungkapkan peserta maka kita perlu dibantu oleh beberapa pertanyaan. Pertanyaan itu akan membuat peserta lain dan kita lebih mengerti makna yang ingin diungkapkan oleh si pembicara. Teknik bertanya dalam proses fasilitasi sebenarnya sederhana, yang paling penting harus tetap mencerminkan komunikasi yang dialogis dan multi arah sehingga proses diskusi bukan hanya 101

110 milik fasilitator akan tetapi milik para peserta diskusi. Artinya fasilitator harus memberikan ruang kepada peserta untuk mengungkapkan pendapat dan pengalamannya. Secara teknis sebaiknya diperhatikan agar: 1) Setiap pertanyaan yang diajukan tidak panjang lebar singkat dan jelas, jika perlu ulangi sampai peserta merasa jelas, terutama jika pertanyaan tersebut hanya ditujukan pada peserta tertentu. 2) Usahakan jangan sampai peserta gelagapan atau malah gugup menjawabnya, maka hindari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tendensius apalagi dengan gaya bertanya yang menghakimi. 3) Tidak terjadi debat kusir apabila ada pertanyaan dari peserta dilempar kepada peserta lainnya. Contoh jenis-jenis pertanyaan yang paling sering digunakan : Pertanyaan Ingatan Dimana Anda mengalami? Kapan hal itu terjadi? Apakah kejadian seperti itu pernah terjadi pada diri Anda? Dengan pengalaman ini, apakah bisa dikatikan dengan pengalaman Anda sebelumnya? Pertanyaan Pengamatan Apa yang sedang terjadi? Apakah Anda melihatnya? Pertanyaan Analitis Mengapa perbedaan itu terjadi? Bagaimana akibat kegiatan ini terhadap perilaku kelompok? Pertanyaan Hipotetik (Memancing Praduga) Apa yang akan terjadi jika.? Kemungkinan apa akibat seandainya.? Pertanyaan Pembanding Siapakah yang dalam hal ini yang benar? Mana yang Anda anggap paling tepat antara. dan.? Pertanyaan Proyektif (Mengungkap ke Depan) Coba bayangkan seandainya Anda menghadapi situasi seperti itu, apa yang akan Anda lakukan? 102

111 Apapun bentuk dan jenis pertanyaannya, semuanya mengacu pada pertanyaan pokok, APA, SIAPA, DIMANA, MENGAPA, KAPAN dan BAGAIMANA. Bila dihubungkan dengan tahapan dalam alur belajar pengalaman berstruktur, maka kunci kunci pertanyaan yang biasa dipakai adalah: Mengungkapkan; 1) Mengungkapkan fakta biasanya memakai kata tanya : APA, SIAPA, DIMANA dan KAPAN 2) Mengungkapkan fakta atau pendapat (opini) bisanya memakai kata kunci BAGAIMANA ; 3) Mengungkapkan apa yang nyata-nyata terjadi dan dialami peserta memakai kata kunci APA, SIAPA, DIMANA dan KAPAN selain itu juga jenis-jenis pertanyaan ingatan dan pengamatan banyak digunakan dalam tahap ini. Menganalisa dan kesimpulan menggunakan kata kunci BAGAIMANA dan MENGAPA. Jenis pertanyaan analitik, hipotetik dan pembanding juga lebih banyak digunakan. Jenis pertanyaan proyektif lebih tepat digunakan pada tahap kesimpulan. c. Teknik Menghadapi Situasi Sulit Cek perasaan semua peserta/seluruh kelompok: lemparkan pertanyaan kepada seluruh kelompok untuk memperoleh pendapat kelompok tentang masalah yang muncul: Bagaimana menurut yang lain? Pusatkan kembali perhatian Ok Lin, saya rasa itu masalah yang berbeda dengan apa yang sedang kita bahas boleh disimpan dulu untuk kemudian kita diskusikan? Gunakan bahasa tubuh. Berdirilah dan berjalan menuju tengah-tengah ruangan, ajak peserta untuk terlibat dengan kontak mata dan mencondongkan badan ke depan. Gunakan humor yang sepantasnya; kalau digunakan dengan pantas, humor akan mengurangi ketegangan. Tetapi, kalau bercanda jangan membuat orang lain ditertawakan. Ingatkan akan norma kelompok, Satu hal yang kita sepakati pada awal pertemuan adalah jangan ada diskusi swasta. Bisakah kita mentaati norma ini? Alihkan perhatian, Bisa minta waktu 2 menit lagi sebelum kita lanjutkan ke kesimpulan? Jangan mengabaikan atau menghindar. Memang sulit untuk menghadapi resistensi ketika kita mendeteksinya. Tetapi, mengabaikan atau menghindar dari resistensi yang ada akan mengacaukan proses-proses selanjutnya. Bukan tidak mungkin akan menghentikan (membubarkan) proses itu sama sekali. 103

112 d. Dinamika Bertanya Metode ini kita terapkan untuk melakukan pendalaman materi. Sesuai dengan prinsip, bahwa orang dewasa adalah orang yang telah memiliki berbagai pengalaman, proses tanya jawab tidak berarti pertanyaan dari peserta harus kita jawab. Kita bisa memberikan kesempatan kepada peserta yang bersangkutan untuk menggali pengalamannya sendiri, atau memberikan kesempatan kepada peserta lain untuk memberikan jawaban. Biasanya metode ini digunakan setelah kita menyampaikan materi (seperti ceramah, demonstrasi, atau penugasan). Langkah Umum Penggunaan Metode Jika proses diawali dengan pertanyaan dari peserta belajar: Persilakan peserta untuk bertanya tentang topik yang disampaikan. Ketika sebuah pertanyaan diajukan, persilakan peserta yang lain untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan tersebut berdasarkan pengalaman mereka. Pada saat tanya jawab berlangsung, jaga proses agar tetap mengarah pada persoalan yang sedang dipertanyakan, tidak melebar ke mana-mana. Simpulkan jawaban-jawaban tersebut, jika perlu kita bisa memberikan masukan. Jika proses diawali dengan pertanyaan dari fasilitator: Persiapkan beberapa pertanyaan kunci untuk memperdalam pemahaman materi yang akan disampaikan. Ajukan pertanyaan kunci tersebut dan minta peserta untuk menanggapinya. Pada saat tanya jawab berlangsung, jaga proses agar tetap mengarah pada persoalan yang sedang dipertanyakan, tidak melebar kemana-mana. Simpulkan jawaban- jawaban tersebut, jika perlu kita bisa memberikan masukkan. e. Curah Pendapat Metode curah pendapat (asah otak/brainstorming) adalah suatu cara yang cocok untuk menghasilkan ide-ide baru. Asah otak memungkinkan warga belajar saling bekerjasama mengumpulkan ide-ide untuk memecahkan masalah mereka. Metode ini umumnya kita gunakan untuk kegiatan yang berhubungan dengan pemecahan masalah tertentu, atau kegiatan-kegiatan lain yang membutuhkan munculnya gagasangagasan baru. Ada dua tahap pengorganisasian dan peraturan dari kegiatan asah otak : Tahap pertama adalah untuk menghasilkan sebanyak mungkin ide. Ide tersebut bisa ditulis di atas lembaran kertas dan memperkenalkannya di atas papan atau 104

113 menuliskannya secara langsung dalam sebuah bagan-bagan. Warga dilarang berkomentar selama tahap ini. Tahap kedua adalah mengevaluasi ide-ide yang dihasilkan selama tahap pertama. Kemudian, warga belajar diminta mengelompokan ide-ide yang sama, lalu memberikan tanda pada setiap kelompok dalam sebuah prioritas (ada kelompok ide dengan prioritas paling penting, kedua terpenting, dan seterusnya) Langkah Umum Penggunaan Metode Identifikasi dan tulis masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta di papan tulis atau lembaran kertas, Mintalah peserta untuk memikirkan masalah-masalah tersebut selama beberapa menit, Mintalah ide-ide/gagasan seketika peserta (tanpa perlu dipikirkan terlebih dahulu) terhadap pemecahan masalah tersebut, Mintalah warga belajar untuk memberi tanggapan atau mendebat ide-ide yang dilontarkan tersebut, Tunjuklah seseorang untuk menulis ide-ide tersebut di papan tulis, Hentikan kegiatan brainstorming pada beberapa titik permasalahan dan mintalah warga belajar untuk menjelaskan setiap ide tersebut, Kelompokkan ide-ide tersebut, lalu tentukan tingkat prioritasnya, dan Diskusikan dan garisbawahi ide-ide yang telah disetujui bersama. VIII. REFERENSI 1. Depkes RI, Pusat Promosi Kesehatan, Modul Teknologi Advokasi Kesehatan, Jakarta: Kemenkes RI, Buku Sisipan STBM: Kurikulum dan Modul Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Kesehatan, Jakarta: IX. LAMPIRAN LEMBAR KERJA a. Simulasi (Games) Perubahan Perilaku: 1. Minta peserta untuk membagi dalam 3 kelompok kecil, dan masing-masing kelompok membahas sekurang-kurangnya 5 point siapa yang dianggap upper dan lower (1 kelompok membahas personal, 1 kelompok membahas institusional dan yang lainnya membahas dari segi profesional). 2. Setelah diskusi dalam kelompok kecil, minta masing-masing mempresentasikan dan kelompok lain memanggapi atau memberi masukan. 3. Kembangkanlah diskusi tentang mengapa seseorang atau sesuatu dianggap upper dan yang lainnya dianggap lower. 105

114 4. Di akhir diskusi sepakati bahwa dalam pendekatan STBM cara pandang tersebut harus diubah sehingga tidak ada pendapat siapa upper dan siapa lower (tidak ada yang memposisikan dirinya sebagai upper dan tidak ada pula pihak lain yang dipandang sebagai lower). 5. Setelah diskusi pleno 1 selesai, minta kelompok yang sama untuk membuat skenario melalui bahasa tubuh (gesture), masing-masing kelompok menggambarkan kegiatan yang top down, partisipatif dan bersahabat. 6. Minta masing-masing kelompok untuk menampilkan skenarionya (hanya melalui bahasa tubuh) dan kelompok lain menjadi pengamat. 7. Di setiap akhir penampilan kelompok, tanyakan kepada kelompok pengamat apa yang menjadi karakteristik dari bahasa tubuh yang ditampilkan. 8. Pada diskusi pleno, tanyakan kepada peserta bahasa tubuh yang bagaimana yang sesuai untuk pendekatan STBM (didasarkan pada pemahaman bahwa tidak ada yang dianggap upper dan lower). b. Panduan Role-play Guru Anda mempunyai 10 menit untuk mempersiapkan role-play sepanjang 7 menit. Salah satu anggota kelompok akan memainkan peran seorang guru, sementara yang lainnya menjadi peserta. Sebagai persiapan, perhatikan beberapa ciri seorang guru sebagai berikut. Seorang guru adalah seseorang yang: 1. Memberitahu peserta apa yang perlu mereka ketahui, 2. Harus menjadi (atau pura-pura menjadi) seorang ahli yang bisa menjawab apa saja, 3. Datang dengan kuliah yang disiapkan sebelumnya, dan menyampaikan fakta serta gagasan, 4. Mempunyai fokus pada materi teoritis dan teori-teori, 5. Tidak tertarik akan pengetahuan atau latar belakang peserta, 6. Mendominasi materi dan proses, 7. Hanya mengijinkan pertanyaan sesekali saja, 8. Menguji pengetahuan dan keterampilan. Selamat berpentas! c. Panduan Role-Play Fasilitator Kelompok anda mempunyai 10 menit untuk mempersiapkan role-play sepanjang 7 menit. Salah satu anggota kelompok akan memainkan peran seorang fasilitator, sementara yang lainnya menjadi peserta. Sebagai persiapan, perhatikan beberapa ciri seorang fasilitator sebagai berikut. Seorang fasilitator adalah seorang yang: 1. Mendukung peserta dalam berbagi dan belajar sendiri, 2. Memobilisasi pengetahuan yang sudah dimiliki peserta, 3. Tertarik akan pengalaman dan masalah peserta, 106

115 4. Tidak mendominasi materi atau proses, tetapi menjamin partisipasi yang setara, 5. Hanya melakukan intervensi kalau peserta mengalami kesulitan, 6. Membantu peserta untuk merangkum, menyimpulkan dan mengambil keputusan, 7. Tidak menguasai hasilnya. Selamat berpentasi! d. Diskusi Strategi/Cara dan Materi Advokasi Peserta berbagi ke dalam beberapa kelompok beranggota 5-7 orang setiap kelompok. Setiap kelompok berdiskusi selama 10 menit menjawab tugas berikut ini: Siapkanlah suatu konsep advokasi yang memuat materi dan strategi/cara advokasinya untuk suatu kabupaten yang memiliki banyak permasalahan sanitasi dan belum ada dukungan kebijakan yang memadai dari pemerintah dan DPRD setempat serta juga masyarakatnya. e. Mempraktikkan Kemampuan Menyimak Pengantar Menyimak adalah ketrampilan fasilitasi yang paling mendasar untuk setiap fasilitator karena semua keterampilan fasilitasi lain tidak bisa dilakukan tanpa menyimak. Tujuan : Pada akhir praktik, peserta: Dapat menjelaskan perbedaan antara mendengar dan menyimak, Dapat menjelaskan kenapa menyimak itu sulit dengan mendaftar beberapa hambatan dalam menyimak, Dapat mendaftar apa yang dilakukan dan tidak dilakukan selama menyimak sebagai seorang fasilitator. Langkah-langkah : 1. Bentuk kelompok menjadi Minta peserta dalam setiap kelompok jangan menulis apa pun selama menyelesaikan teka-teki yang Anda akan bacakan berikut. Bacakan keras-keras (jangan dibagikan): Anda seorang sopir bis. Pada pemberhentian berikutnya 12 orang naik. Pada pemberhentian berikutnya 3 orang turun dan 5 naik. Pada pemberhentian ketiga 1 turun dan 6 naik. Pada pemberhentian keempat 5 naik 8 turun. Pada pemberhentian kelima 9 turun dan 3 naik. Pada pemberhentian keenam 3 turun dan 7 naik. Siapa kah sopir bisnya? Jawab: nama Anda! 107

116 3. Minta setiap kelompok (5 kelompok) untuk mendiskusikan apa yang terjadi. Gunakan pertanyaan panduan berikut: Kenapa kebanyakan orang tidak tahu jawabannya (melewatkan bagian awal, asumsi mengenai masalahnya)? Apakah perbedaan antara mendengar dan menyimak? Bagaimana kaitannya dengan menyimak sebagai seorang pelatih? (menyimak masukan dan opini peserta tanpa mengadili, membandingkan, mengambil poinpoin utama, elemen-elemen umum, merumuskan dll.) 4. Minta setiap kelompok menuliskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat menyimak sebagai fasilitator pada flipchart seperti berikut ini; seorang fasilitator yang baik akan... Seorang fasilitator yang baik tidak akan Bantu kelompok untuk melakukan sharing dengan meminta menempel hasilnya (kertas flipcharts) dan minta semua orang berkeliling untuk membaca Komentar : Aktifitas ini bisa digunakan sebagai ilustrasi pendek yang menyegarkan mengenai fakta bahwa menyimak secara aktif tidak segampang seperti yang dibayangkan. Hal ini menunjukkan betapa gampangnya untuk tenggelam dalam detail dan melewatkan poin-poin kritis. f. Mengembangkan dan Menggunakan Pertanyaan Berenergi Pengantar Ada keterampilan yang bisa diuji dan bisa membantu seorang fasilitator untuk melakukan sesi pelatihan atau pemicuan yang lebih efektif. Jadilah seorang pendengar yang baik kemudian menjadi ahli dalam seni menggunakan pertanyaan yang tepat dengan cara yang tepat pada waktu yang tepat. Beberapa cara yang bisa Anda lakukan, Anda bisa mendorong partisipasi peserta dan memberi mereka kesempatan untuk merefleksikan, berpikir, menemukan dan belajar sendiri. Mengajukan pertanyaan adalah alat fasilitasi yang sangat berguna dalam lingkungan pelatihan partisipatif dan pemicuan STBM. Fasilitator harus bisa mengajukan pertanyaan yang tepat dengan cara yang tepat pula. Diskusikan dalam kelompok selama 20 menit: 1. Mengapa kita sebagai fasilitator perlu mengajukan pertanyaan. 2. Apa perbedaan antara pertanyaan tertutup dan terbuka, berikan contoh keduanya. 3. Buat 1 contoh pertanyaan yang mampu menjawab alasan seperti tabel berikut: 108

117 Alasan untuk: Buatkan 1 contoh kalimat pertanyaan yang tepat 1) Meraih keterlibatan peserta 2) Merasakan pikiran, ide-ide atau opini peserta 3) Melibatkan orang yang non-partisipatif 4) Mengenali kontributor penting 5) Mengelola waktu kelas 6) Meraih pemahaman dengan menggali pertanyaan dari kedua belah pihak tentang suatu hal. 4. Diskusikan pertanyaan yang tepat untuk memicu berbagai elemen pemicuan Elemen Pemicuan Daftar minimal 3 contoh pertanyaan dari setiap elemen pemicuan 1. Memicu Rasa Malu 2. Memicu Rasa Jijik 3. Memicu Rasa Takut Berdosa (aspek Agama) 4. Memicu Takut Sakit 5. Privacy (terutama dengan kelompok perempuan) 6. Jawaban kelompok ditulis di kertas plano untuk dipresentasikan setelah diskusi selesai. 109

118 g. Diskusi kelompok Bentuk Intervensi Dalam Menghadapi Situasi Sulit Selama 10 menit diskusikan dalam kelompok apa bentuk intervensi yang memungkinkan untuk menghadapi berbagai tipe dan kesulitan orang yang difasilitasi. Tipe pada umumnya Kemungkinan Intervensi yang tepat 1. Pendiam atau pemalu 2. Marah terhadap tugas atau mengecewakan orang 3. Agresif 4. Terlalu dominan 5. Motivasi rendah atau malas 6. Pelawak 7. Penyendiri Setelah selesai diskusi pleno, bagikan tulisan Tips untuk menyeimbangkan dinamika dan mengelola anggota kelompok yang sulit terlampir. 110

119 Modul MI.4 Pemicuan STBM di Komunitas MI.4 PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS 111

120 MODUL MI.4 - PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS I. DESKRIPSI SINGKAT II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum B. Tujuan Pembelajaran Khusus III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. Pokok Bahasan 1: Pra Pemicuan B. Pokok Bahasan 2: Pemicuan C. Pokok Bahasan 3: Paska Pemicuan D. Pokok Bahasan 4: Simulasi Pemicuan STBM di Komunitas E. Pokok Bahasan 5: Praktik Pemicuan di Lapangan IV. BAHAN BELAJAR V. METODE PEMBELAJARAN VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (1050 menit) C. Langkah 3 : Rangkuman (15 menit) VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1: PRA PEMICUAN B. POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN C. POKOK BAHASAN 3: PASKA PEMICUAN D. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS E. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN IV. REFERENSI V. LAMPIRAN

121 MODUL MI-4 PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS I. DESKRIPSI SINGKAT Modul ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menerapkan pendekatan STBM ketika memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam melakukan pemicuan STBM di komunitas. Dalam materi ini dibahas bagaimana melakukan prapemicuan, pemicuan, fasilitasi paska pemicuan, simulasi pemicuan STBM di komunitas dan mempraktikkan pemicuan di lapangan untuk pilar 1 (Stop Buang Air Besar Sembarangan/SBS). Metode ini dapat digunakan untuk melakukan pemicuan pada pilar-pilar lainnya. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan pemicuan STBM di komunitas. B. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: 1. Melakukan pra pemicuan, 2. Melakukan pemicuan, 3. Melakukan fasilitasi paska pemicuan 4. Melakukan simulasi pemicuan STBM di komunitas 5. Mampu mempraktikkan pemicuan di lapangan. III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN A. POKOK BAHASAN 1: PRA PEMICUAN a. Observasi kebiasaan PHBS masyarakat, b. Persiapan pemicuan dan menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan. c. Persiapan teknis dan logistic. B. POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN a. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan, b. Memahami elemen pemicuan dan faktor penghambat pemicuan, c. Langkah-langkah pemicuan, d. Memahami apa yang boleh dan tidak boleh dalam pemicuan, e. Komposisi tim pemicu. C. POKOK BAHASAN 3: PASKA PEMICUAN a. Membangun ulang komitmen, b. Pilihan teknologi sanitasi untuk 5 pilar STBM, c. Membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi, 113

122 d. Pendampingan dan monitoring, e. Menggali media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan. D. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS a. Pembentukan kelompok dan tim pemicu, b. Penyiapan alat dan bahan, c. Pembagian peran pada kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok. E. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN. IV. BAHAN BELAJAR Bahan tayang (slide ppt, film), LCD, komputer/laptop, flipchart (lembar balik), spidol, metaplan, lembar diskusi kelompok, tali, kain tempel, Alat-alat dan bahan untuk pemicuan, lembar observasi, pedoman simulasi, dan panduan praktik kerja lapang. V. METODE PEMBELAJARAN Ceramah tanya jawab, diskusi kelompok, simulasi, bermain peran, putar film, pemilihan kelompok secara partisipatif, penugasan, dan praktik kerja lapang. VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 16 jam pelajaran (T=4 jp, P=2 jp, PL=10 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: A. Langkah 1: Pengkondisian (15 menit) 1. Energizer penyegaran dan pencairan suasana, 2. Fasilitator menggali harapan peserta tentang materi dan keterampilan yang ingin dicapai melalui sesi ini, 3. Fasilitator menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan, 4. Menggali pendapat peserta tentang pemicuan STBM di komunitas, dan mendiskusikannya. Proses pembelajaran menggunakan metode dimana semua peserta terlibat secara aktif, B. Langkah 2: Pengkajian Pokok Bahasan (1050 menit) 1. Fasilitator menyampaikan pokok bahasan: Pra pemicuan, Pemicuan, Paska pemicuan, Simulasi pemicuan STBM di komunitas, Praktik pemicuan di lapangan. 2. Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan memberikan jawaban dan klarifikasi atas pertanyaan-pertanyaan peserta. 3. Fasilitator mengajak peserta untuk melakukan diskusi kelompok, simulasi, dan curah pendapat. 114

123 4. Membagi peserta ke dalam 4 kelompok dan meminta mereka untuk bermain peran terkait pemicuan STBM di masyarakat. 5. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanggapi hasil diskusi kelompok dan simulasi yang dilakukan. C. Langkah 3 : Rangkuman (15 menit) 1. Fasilitator merangkum sesi pembelajaran. 2. Peserta dipersilahkan untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas, dan fasilitator memfasilitasi pemberian jawaban, baik dari fasilitator maupun dari peserta lain. 3. Meminta komentar, penilaian, saran bahkan kritik dari peserta pada kertas evaluasi yang telah disediakan. 4. Fasilitator menutup sesi pembelajaran dengan memastikan tercapainya TPU dan TPK sesi. VII. URAIAN MATERI Pengantar Pemicuan adalah kegiatan bersama masyarakat untuk memfasilitasi masyarakat melakukan analisa terkait perilaku mereka dalam melakukan buang air besar. Maksud pemicuan adalah masyarakat secara bersama-sama bisa menyadari bahaya kebiasaan buang air besar sembarangan dan merasa jijik melakukan kebiasaan BABS, meskipun mereka hanya melakukan BABS satu hari saja, dan sudah tiap hari. Tujuannya adalah agar masyarakat mau berubah perilakunya dari buang air besar sembarangan menjadi buang air besar di jamban yang higiene dan layak. Sering kali dalam pemicuan, masyarakat berkomentar mengenai sulitnya mengubah kebiasaan BABS karena beberapa alasan klise seperti: kita ini orang miskin dan tidak mampu untuk membangun jamban. Apakah Anda bisa membantu untuk membangun jamban? kami akan berhenti melakukan BABS secepatnya dan kami akan segera membangun lubang dll. Oleh karena itu pemicuan dilakukan bersama-sama sekelompok masyarakat agar masyarakat yang sudah terpicu dapat dengan cepat mengambil keputusan secara kolektif untuk menghentikan kebiasaan BABS. Kegiatan pemicuan dilakukan secara bertahap, yang terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu kegiatan pra-pemicuan, saat pemicuan dan pasca pemicuan. Penjelasan lebih detail akan dijabarkan pada pokok bahasan berikut. A. POKOK BAHASAN 1: PRA PEMICUAN a. Observasi PHBS Masyarakat Sebelum melakukan pemicuan di masyarakat, peserta hendaklah sudah memiliki informasi dan data-data dasar terkait perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. 115

124 Untuk itu peserta pelatihan sebaiknya sudah melakukan observasi (peninjauan) maupun diskusi dengan masyarakat di lokasi pemicuan untuk mendapatkan informasi. Beberapa informasi yang perlu dicari adalah: Jumlah KK / kependudukan dibedakan atas kaya, sedang, miskin. Pendidikan dan pekerjaan masyarakat setempat. Kondisi geografis. Kepemilikan jamban: cemplung terbuka, cemplung tertutup, leher angsa. Ada tidaknya aliran sungai, kolam, rawa. Tradisi/ budaya : karakter, tokoh masyarakat. Sarana dan prasarana yang ada di masyarkat seperti sekolah, madrasah, masjid, gereja dll. Ada tidaknya program sanitasi 3 tahun terakhir (proyek/pemberian subsidi jamban). b. Persiapan Pemicuan dan Menciptakan Suasana yang Kondusif Sebelum Pemicuan Persiapan pemicuan dan menciptakan suasana yang kondusif sebelum pemicuan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses pemicuan. Persiapan ini dilakukan dengan kunjungan kepada pemerintah setempat yang akan digunakan sebagai lokasi pemicuan dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama proses pemicuan STBM termasuk proses pemberdayaan masyarakat yang akan dilaksanakan di lapangan. Kordinasi yang perlu dilakukan dengan pemerintah setempat lokasi pemicuan: - Penting dan perlunya kegiatan pemicuan STBM ini dilakukan berdasarkan hasil data dan fakta observasi PHBS yang dilakukan sebelumnya. - Pemilihan prioritas lokasi pemicuan berdasarkan data dan masukan dari pemerintah setempat. - Dukungan dari tokoh-tokoh utama yang ada di masyarakat, misalkan tokoh agama dan tokoh adat. - Penyusunan rencana jadwal dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah setempat antara lain: Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta. Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, produk yang akan diserah kepada pemerintah daerah untuk ditindak lanjuti. Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya. Logistik yang disediakan. c. Persiapan Teknis dan Logistik Sebelum kita melakukan kegiatan pemicuan STBM di komunitas/masyarakat kita memerlukan beberapa peralatan dan logistik yang akan digunakan untuk mendukung proses partisipatif masyarakat. Persiapan teknis dan logistik ini menjadi bagian penting yang akan mendukung proses analisa partisipatif yang membantu masyarakat untuk mengenal kondisi wilayahnya beserta 116

125 dengan permasalahan dan potensi yang ada sehingga diharapkan bisa membantu masyarakat untuk menemukan solusi secara kolektif dari mereka sendiri. Persiapan teknis dan logistik ini rinciannya tergantung dari lokasi dan rencana proses pemicuan yang dilakukan oleh tim fasilitator sehingga tidak ada standar baku yang harus disiapkan, misalnya bagaimana teknis pemberangkatan tim pemicu, teknis masuk sebelum pemicuannya dan proses pemicuannya. Bisa jadi proses pemicuan dilakukan pada saat ada kegiatan posyandu, PKK, temu warga dll. Dalam pemicuan di masyarakat langkah-langkah pemicuan sebenarnya tidak dibakukan, namun pemetaan sosial mesti dilakukan pertama sekali. Lokasi pemetaan sosial sebaiknya dilakukan di lahan (halaman) terbuka. Hasilnya kemudian harus dipindahkan ke kertas plano. Pemicuan bisa dilakukan di ruang terbuka maupun tertutup, asal bisa mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll., yang bisa memicu masyarakat untuk berubah. Beberapa kegiatan bisa dilakukan pada proses pemicuan. Untuk pemicuan pilar 1 STBM, Stop Buang Air Besar Sembarangan, tim pemicu bisa mengajak masyarakat melakukan kegiatan mencari tinja, menghitung tinja, dan demonstrasi air yang terkena tinja. Untuk pilar 2 STBM, Cuci Tangan Pakai Sabun, tim pemicu bisa mengajak masyarakat bermain alur penularan penyakit (diagram F) dan simulasi cuci tangan pakai sabun. Tim pemicu bisa menyesuaikan kegiatan sesuai dengan tujuan pemicuan yang akan dilakukan, baik untuk pilar 1,2,3,4, ataupun 5. Sebelum melakukan pemicuan, tim pemicu perlu mempersiapkan alat-alat yang dibutuhkan, seperti tepung, dedak, botol air mineral, puzzle simulasi diagram F, sabun, ember, kertas metaplan, spidol, kertas potong, lem, dll. Peserta perlu mendiskusikan lebih detail dengan anggota kelompok mengenai alat yang diperlukan sesuai dengan kondisi dan rencana proses melakukan pemicuan di masyarakat. B. POKOK BAHASAN 2: PEMICUAN a. Alat-Alat Utama Partisipasi Untuk Pemicuan Dasar utama pemicuan adalah bagaimana masyarakat memahami alur penularan penyakit yang disebabkan kondisi lingkungan yang tidak sehat, sehingga masyarakat menjadi tahu dengan sendirinya, terkait perilaku dan kondisi lingkungannya selama ini. Dengan mengetahui kondisi tersebut, masyarakat diharapkan mempunyai komitmen secara kolektif untuk berubah perilakunya dan mempunyai kemauan untuk membangun akses sanitasi secara mandiri dan bersama-sama. Alat-alat utama partisipasi untuk pemicuan digunakan sebagai sarana untuk memfasilitasi masyarakat dalam menganalisa kondisinya. Ada beberapa alat yang diperlukan, seperti: Pemetaan, yang bertujuan untuk mengetahui/melihat peta wilayah BAB masyarakat serta sebagai alat monitoring (paska pemicuan, setelah ada mobilisasi masyarakat), Transect Walk, bertujuan untuk melihat dan mengetahui lokasi yang paling sering dijadikan tempat BAB. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke lokasi BAB sembarangan dan 117

126 berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik. Lebih jauh, diharapkan orang yang biasa BAB di tempat tersebut akan terpicu rasa malunya, Alur Kontaminasi (Oral Fecal); mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Alur penularan penyakit (diagram F) : Penjelasan Tanda: Alur Penularan Penyakit Gambar 6: Alur Penularan Penyakit (Diagram F) --- (garis merah): penghambat Laporan WHO tahun 2009 menyebutkan bahwa sekitar 1,1 juta anak usia di bawah lima tahun meninggal karena diare. Sementara UNICEF memperkirakan bahwa setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal karena diare. Kematian diare pada balita di negara-negara berkembang mencapai 1,5 juta jiwa. Data di Indonesia menunjukkan diare adalah pembunuh balita kedua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Di Indonesia setiap tahun balita meninggal karena diare. Penyebab utama diare adalah bakteri Eschericia coli selanjutnya disingkat menjadi E.coli. E. coli adalah tipe bakteri fecal coliform yang biasanya terdapat pada alat pencernaan binatang dan manusia. Adanya E.coli di dalam air adalah indikasi kuat adanya kontaminasi adanya kotoran manusia dan hewan. 118

127 Diagram penyebaran kuman diare biasa di sebut Diagram F. Diagram ini pertama ditemukan oleh E.G. Wagner dan J.N. Lanoix pada tahun Diagram F menggambarkan bagaimana bakteri E.coli yang ada di dalam kotoran manusia dan hewan bisa masuk ke perut melalui beberapa cara, antara lain melalui tangan (fingers), air (fluid), dan lalat (flies). Lalat sering hinggap di kotoran manusia dan hewan. Pada saat hinggap di makanan, lalat menempelkan kotoran manusia dan hewan ke makanan dan minuman yang tidak ditutup dengan baik, yang bisa menyebabkan diare. Makanan dan minuman yang tidak ditutup rapat, juga bisa terkena udara yang mengandung kuman penyakin dan bisa menyebabkan diare. Kotoran manusia yang berserakan ataupun tidak dibuang ke saluran yang benar, dapat mencemari air. Jika langsung diminum, air tersebut bisa berbahaya. Sehabis buang air besar/ buang air kecil, tangan kita juga bisa mengandung kuman penyakit diare, yang bisa masuk ke tubuh kita jika kita tidak membersihkan tangan. Perilaku buang air besar sembarangan merupakan perilaku yang dapat membantu penyebaran bakteri E. Coli. Saat turun hujan, E. Coli dapat terbawa ke sumber-sumber air misalnya ke sungai, danau, dan air bawah tanah. Jika sumber-sumber air ini tidak diolah dengan baik, maka E. Coli akan masuk ke dalam makanan dan minuman kita. Kuman penyakit yang terdapat dalam tinja, tidak sengaja masuk ke dalam mulut. Bagaimana kita bisa mencegah penyakit diare tersebut? 1. Pembuatan jamban sehat, sehingga lalat tidak dapat menyentuh kotoran manusia. 2. Pengelolaan air minum mulai dari sumber sampai siap untuk diminum. 3. Mengolah makanan dengan benar serta menutup makanan. 4. Mencuci tangan menggunakan sabun pada waktu-waktu penting. Simulasi air yang telah terkontaminasi; mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Diskusi Kelompok (FGD); bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Pembahasannya meliputi: 1. FGD untuk menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang BAB di sembarang tempat selama 1 hari, 1 bulan, dan dalam 1 tahunnya. 2. FGD tentang privacy, agama, kemiskinan, dan lain-lain Adapun alat yang digunakan dalam proses monitoring, diantaranya: Pemetaan dan skoring pemetaan, untuk melihat akses masyarakat terhadap tempat-tempat BAB (dengan cara membandingkan antara akses sebelum pemicuan dan akses yang terlihat paska pemicuan dan tindak lanjut masyarakat). 119

128 Rating Scale atau Convinient, yang bertujuan untuk: melihat dan mengetahui apa yang dirasakan masyarakat (bandingkan antara yang dirasakan dulu ketika BAB di sembarang tempat dengan yang dirasakan sekarang ketika sudah BAB di tempat yang tetap dan tertutup). mengetahui apa yang masyarakat rasakan dengan sarana sanitasi yang dipunyai sekarang, dan hal lain yang ingin mereka lakukan Hal ini berkaitan dengan tangga sanitasi di masyarakat. Langkah kerja dari masing-masing alat tersebut dapat dilihat (untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan lapangan) dalam lampiran PANDUAN FASILITASI DI TINGKAT KOMUNITAS b. Elemen Pemicuan dan Faktor Penghambat Pemicuan. Dalam pemicuan di masyarakat terdapat beberapa faktor yang harus dipicu sehingga target utama yang diharapkan dari pendekatan STBM, salah satunya, yaitu: merubah perilaku sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat dapat tercapai. Secara umum faktor-faktor yang harus dipicu untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dalam suatu komunitas, diantaranya: o Perasaan jijik, o Perasaan malu dan kaitannya dengan privacy seseorang, o Perasaan takut sakit, o Perasaan takut berdosa, o Perasaan tidak mampu dan kaitannya dengan kemiskinan. Berikut ini adalah elemen-elemen yang harus dipicu, dan alat alat PRA yang digunakan untuk pemicuan faktor-faktor tersebut. Hal hal yang harus dipicu Alat yang digunakan Rasa jijik Transect walk Demo air yang mengandung tinja, untuk digunakan cuci muka, kumur-kumur, sikat gigi, cuci piring, cuci pakaian, cuci makanan / beras, wudlu, dll Rasa malu Transect walk (mengelaborasi pelaku BAB sembarangan) FGD (terutama untuk perempuan) Takut sakit Aspek agama FGD: Perhitungan jumlah tinja Pemetaan rumah warga yang terkena diare dengan didukung data puskesmas Alur kontaminasi Mengutip hadits atau pendapat-pendapat para ahli agama yang relevan dengan perilaku manusia yang dilarang karena merugikan manusia itu sendiri. 120

129 Privacy Kemiskinan FGD (terutama dengan perempuan) Membandingkan kondisi di desa/dusun yang bersangkutan dengan masyarakat termiskin seperti di Bangladesh atau India. Tabel 5: Elemen Pemicuan Dalam memicu elemen-elemen di atas, dalam suatu komunitas biasanya ada juga faktor-faktor penghambat pemicuan. Salah satunya adalah bahwa masyarakat sudah terbiasa dengan subsidi, sementara dalam pendekatan STBM tidak ada unsur subsidi sama sekali. Berikut adalah beberapa hal yang biasanya menjadi penghambat pemicuan di masyarakat, dengan alternatif solusi untuk mengurangi atau mengatasi faktor penghambat tersebut. Hal-hal yang Menjadi Penghambat Pemicuan di Masyarakat Solusi Kebiasaan dengan subsidi / bantuan Faktor gengsi; malu untuk membangun jamban yang sangat sederhana (ingin jamban permanen) Tidak ada tokoh panutan Jelaskan dari awal bahwa kita tidak punya apaapa, kita tidak membawa bantuan Gali model-model jamban menurut masyarakat dan jangan memberikan 1 pilihan model jamban Munculkan natural leader, jangan mengajari dan biarkan masyarakat mengerjakannya sendiri. Tabel 6: Faktor Penghambat Pemicuan c. Langkah-langkah pemicuan 1. Perkenalan dan penyampaian tujuan Perkenalkan terlebih dahulu anggota tim fasilitator dan sampaikan tujuan bahwa tim ingin melihat kondisi sanitasi dari kampung tersebut. Jelaskan dari awal bahwa kedatangan tim bukan untuk memberikan penyuluhan apalagi memberikan bantuan. Tim hanya ingin melihat dan mempelajari bagaimana kehidupan masyarakat, bagaimana masyarakat mendapat air bersih, bagaimana masyarakat melakukan kebiasaan buang air besar, dan lain-lain. Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka mau menerima tim dengan maksud dan tujuan yang telah disampaikan 2. Bina suasana Untuk menghilangkan jarak antara fasilitator dan masyarakat sehingga proses fasilitasi berjalan lancar, sebaiknya lakukan pencairan suasana. Pada saat itu temukan istilah setempat untuk tinja (misalnya tai, dll) dan BAB (ngising, naeng, dll) 3. Analisa partisipatif dan pemicuan Memulai proses pemicuan di masyarakat, yang diawali dengan analisa partisipatif misalnya melalui pembuatan peta desa/dusun/kampung yang akan menggambarkan wilayah BAB masyarakatnya. 121

130 Pemetaan Tujuan: Mengetahui/ melihat peta wilayah BAB masyarakat, Sebagai alat monitoring (pasca pemicuan, setelah ada mobilisasi masyarakat). Alat yang diperlukan: Tanah lapang atau halaman, Bubuk putih untuk membuat batas desa, Potongan-potongan kertas untuk menggambarkan rumah penduduk, Bubuk kuning untuk menggambarkan kotoran, Spidol, Kapur tulis berwarna untuk garis akses penduduk terhadap sarana sanitasi, Bahan tersebut bisa digantikan dengan bahan lokal seperti daun, batu, ranting, kayu. Proses: Ajak masyarakat untuk membuat outline desa/ dusun/ kampong, seperti batas desa/ dusun/kampong, jalan, sungai, dll. Siapkan potongan-potongan kertas dan minta masyarakat untuk mengambilnya, menuliskan nama kepala keluarga masing-masing dan menempatkannya sebagai rumah, kemudian peserta berdiri di atas rumah masing-masing. Minta mereka untuk menyebutkan tempat BAB di luar rumahnya, baik itu di tempat terbuka maupun numpang di tetangga, tunjukkan tempatnya dan tandai dengan bubuk kuning. Beri tanda (garis akses) dari masing-masing KK ke tempat BABnya. Tanyakan pula dimana tempat melakukan BAB dalam kondisi darurat seperti malam hari, saat hujan atau saat terserang penyakit perut. Pendalaman/ Analisa Partisipatif dari Kegiatan Pemetaan Tanyakan berapa kira-kira jumlah tinja yang dihasilkan oleh setiap orang setiap harinya. Sepakati jumlah rata-ratanya. Minta masyarakat untuk menulis jumlah anggota keluarga di atas kertas yang berisi nama KK dan berapa jumlah total tinja yang dihasilkan oleh 1 keluarga/rumah setiap harinya. Ajak masyarakat untuk melihat rumah mana (yang masih BAB di sembarang tempat) yang paling banyak menghasilkan tinja. (Beri tepuk tangan). Pada penduduk yang BAB di sungai, tanyakan ke mana arah aliran airnya. Pada penduduk yang berada di daerah hilir, tanyakan dimana mereka mandi. Picu masyarakat bahwa bapak/ibu telah mandi dengan air yang ada tinjanya. Ajak masyarakat menghitung jumlah tinja dari masyarakat yang masih BAB di sembarang tempat per hari, dan kemudian per bulan. Berapa banyak tinja yang ada di desa/ dusun tersebut dalam 1 tahun? Berapa lama kebiasaan BAB sembarangan tempat berlangsung? Tanyakan kemana kira-kira perginya tinja-tinja tersebut. 122

131 Di akhir kegiatan, tanyakan: kira-kira kemana besok mereka akan BAB? Apakah mereka akan melakukan hal yang sama? Catatan: Untuk kepentingan masyarakat dalam memonitor kondisi wilayahnya sendiri, peta di atas lahan harus disalin ke dalam kertas flipchart, Jika tempat tidak memungkinkan, pemetaan bisa dilakukan dengan menggunakan kertas yang cukup besar. Transect Walk Tujuan Melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat BAB, dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik dan bagi orang yang biasa BAB di tempat tersebut, diharapkan akan terpicu rasa malunya. Proses : Ajak masyarakat untuk mengunjungi wilayah-wilayah yang sering dijadikan tempat BAB (didasarkan pada hasil pemetaan), Lakukan analisa partisipatf di tempat tersebut, Tanya siapa saja yang sering BAB di tempat tersebut atau siapa yang hari ini telah BAB di tempat tersebut. Jika diantara masyarakat ada yang ikut transect walk ada yang biasa melakukan BAB di tempat tersebut, tanyakan: o o o Bagaimana perasaannya, Berapa lama kebiasaan itu berlangsung, Apakah besok akan melakukan hal yang sama? Jika diatara masyarakat yang ikut transect tidak ada satupun yang biasa melakukan BAB di tempat tersebut, tanyakan pula bagaimana perasaannya melihat wilayah tersebut. Tanyakan hal yang sama pada warga yang rumahnya berdekatan dengan tempat yang sering dipakai BAB tersebut. Jika ada anak kecil yang ikut dalam transect atau berada tidak jauh dengan tempat BAB itu, tanyakan apakah mereka senang dengan keadaan itu? Jika anak-anak kecil menyatakan tidak suka, ajak anak-anak itu untuk menghentikan kebiasaan itu, yang bisa dituangkan dalam nyanyian, slogan, puisi, dan bentuk-bentuk kesenian (lokal) lainnya. Catatan: Jika masyarakat sudah terpicu tetapi belum total (yang mau berubah baru sebagian), natural leader dan anggota masyarakat lainnya dapat melakukan kembali transect walk dengan membawa peta. Transect walk ini dilakukan dengan mengunjungi rumah-rumah dan menanyakan kepada mereka kapan mereka mau berubah seperti masyarakat lainnya yang sudah mulai berubah? Minta waktu yang detil, misalnya tanggal berapa. Tandai rumah masing-masing dengan tanggal sesuai kesiapan mereka. 123

132 Alur Kontaminasi (Oral Fecal) Tujuan Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya. Alat yang digunakan: Gambar tinja dan gambar mulut, Potongan-potongan kertas, Spidol. Proses Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut? Tanyakan bagaimana tinja bisa dimakan oleh kita? melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan atau menuliskan hal-hal yang menjadi perantara tinja sampai ke mulut. Analisa hasilnya bersama-sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya FGD untuk memicu rasa takut sakit). Simulasi Air yang Telah Terkontaminasi Simulasi dengan menggunakan air ini dapat dilakukan pada saat transect, saat pemertaan atau pada saat diskusi kelompok lainnya/ Tujuan Mengetahui sejauh mana persepsi masyarakat terhadap air yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Alat yang digunakan Ember yang diisi air (air mentah/sungai atau air masak/minum), Polutan air (tinja). Proses Dengan disaksikan oleh seluruh peserta, ambil 1 ember air sungai dan minta salah seorang untuk menggunakan air tersebut untuk cuci muka, kumur-kumur, cuci pakaian dan lain-lain yang biasa dilakukan warga disungai, Bubuhkan sedikit tinja ke dalam ember yang sama, dan minta salah seorang peserta untuk melakukan hal yang dilakukan sebelumnya. Tunggu reaksinya. Jika ia menolak melakukannya, tanyakan apa alasannya? Apa bedanya dengan kebiasaan masyarakat yang sudah terjadi dalam kurun waktu tertentu? Apa yang akan dilakukan masyarakat di kemudian hari? Peragaam ini bisa ditambhakan dengan hal-hal lain seperti mencampur sedikit kotoran ke dalam gelas dan minta mereka untuk meminumnya, meminta masyarakat untuk mencuci beras, sikat gigi atau berwudlu dengan air sungai yang telah dicampur dengan kotoran, dll. 124

133 Bila peragaan ini dilakukan pada saat transect ke wilayah sungai, untuk menunjukkan bahwa air telah terkontaminasi tidak perlu memasukkan kotoran ke dalam air dalam ember, melainkan bisa langsung mengambil air yang di sekitar air tersebut terdapat tinja. Kegiatan-kegiatan pemicuan tersebut dilakukan dengan cara simulasi dan dilanjutkan dengan: Diskusi Kelompok (FGD) Tujuan Bersama-sama dengan masyarakat melihat kondisi yang ada dan menganalisanya sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan. Banyak hal yang harus dipicu yang dapat dilakukan melalui diskusi dengan masyarakat, diantaranya: FGD untuk memicu rasa malu dan hal-hal yang bersifat pibadi Tanyakan seberapa banyak perempuan yang biasa melakukan BAB di tempat terbuka dan alasan mengapa mereka melakukannya Bagaimana perasaan kaum perempuan ketika BAB di tempat terbuka yang tidak terlindung dan kegiatan uang dilakukan dapat dilihat oleh setiap orang? Bagaimana perasaan laki-laki ketika istrinya, anaknya atau ibunya melakukan BAB di tempat terbuka dan dapat dilihat oleh siapapun juga yang kebetulan melihatnya secara sengaja atau tidak sengaja? Apa yang dilakukan perempuan ketika harus BAB (di tempat terbuka) padahal ia sedang mendapatkan rutinitas bulanan. Apa yang dirasakan? Apa yang akan dilakukan besok hari? Apakah tetap akan melakukan kebiasaan yang sama? Catatan: Dalam kebiasaan BAB di sembarang tempat, perempuan adalah pihak yang paling terbebani (kehilangan privacy0, jadi perempuan termasuk kelompok yang paling kompeten untuk dipicu. FGD untuk memicu rasa jijik dan takut sakit Ajak masyarakat untuk menghitung kembali jumlah tinja di kampungnya, dan kemana perginya sejumlah tinja tersebut, Jika dalam diagram alur terdapat pendapat masyarakat bahwa lalat adalah salah satu media penghantar kotoran ke mulut, lakukan probing tentang lalat. Misalnya: jumlah dan anatomi kaki lalat, bagaimana lalat hinggap di kotoran dan terbang kemana saja dengan membawa kotoran di kaki-kakinya, bagaimana memastikan bahwa rumahrumah dan makanan-makan di dalam kampong itu dijamin bebas dari lalat, dsb. 125

134 Ajak untuk melihat kembali peta, dan kemudian tanyakan rumah mana saja yang pernah terkena diare (2-3 tahun yang lalu), berapa biaya yang dikeluarkan untuk berobat, adakah anggota keluarga (terutama anak kecil) yang meninggal karena diare, bagaimana perasaan bapak/ibu atau anggota keluarga lainnya. Apa yang dilakukan kemudian? FGD untuk memicu hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan (Contohnya dalam komunitas yang beragama Islam) Bisa dengan mengutip hadist atau pendapat para alim ulama yang relevan dengan larangan atau dampak buruk dari melakukan BAB sembarangan, seperti yang dilakukan oleh salah seorang fasilitator di Sumbawa, yang intinya kurang lebih: bahwa ada 3 kelompok yang karena perbuatannya termasuk orang-orang yang terkutuk, yaitu orang yang biasa membuang air (besar) di air yang mengalir (sungai/kolam), di jalan dan di bawah pohon (tempat berteduh), Bisa dengan mengajak untuk mengingat hokum berwudlu, yaitu untuk menghilangkan najis. Tanyakan air apa yang selama ini digunakan masyarakat untuk wudlu? Apakah benar-benar bebas dari najis? Apa yang akan dilakukan kemudian? FGD Menyangkut Kemiskinan FGD ini biasanya berlangsung ketika masyarakt sudah terpicu dan ingin berubah, namun terhambat dengan tidak adana uang untuk membangun jamban. Apabila masyarakat mengatakan bahwa membangun jamban itu perlu dana besar, fasilitator bisa menanyakan apakah benar jamban itu mahal? Bagaimana dengan bentuk ini (berikan alternatif yang paling sederhana). Apabila masyarakat tetap beralasan mereka cukup miskin untuk bisa membangun jamban (meskipun dengan bentuk yang paling sederhana), fasilitator bisa mengambil perbandingan dengan masyarakat yang jauh lebih miskin daripada masyarakat Indonesia, misalnya Bangladesh. Bagaimana masyarakat miskin di Bangladesh berupaya untuk merubah kebiasaan BAB di sembarang tempat. Apabila masyarakat masih mengharapkan bantuan, tanyakan kepada mereka: tanggung jawab siapa masalah BAB ini? Apakah untuk BAB saja kita harus menunggu diurus oleh pemerintah dan pihak luar lainnya? CATATAN PENTING SAAT PEMICUAN Di setiap akhir fasilitasi (FGD) tanyakan kepada mereka Bagaimana perasaan Ibu/Bapak terhadap kondisi ini? Apakah Bapak/Ibu ingin terus berapa dalam kondisi seperti ini? 126

135 Fasilitator menyampaikan kesimpulan atas analisa yang telah dilakukan oleh masyarakat. Jika masyarakat masih senang dengan kondisi sanitasi mereka, artinya tidak mau berubah dengan berbagai macam alasan, fasilitator bisa menyampaikan: Terima kasih telah memberikan kesempatan melakukan analisa tentang sanitasi di desa bapak/ibu, silahkan bapak/ibu meneruskan kebiasaan ini, dan ibu/bapak adalah satusatunya kelompok masyarakat yang masih senang untuk membiarkan masyarakatnya saling mengkonsumsi kotoran. Dengan senang hati kami akan menyampaikan hasil analisa Bapak/Ibu ini kepada bapak Camat/Bupati, dst. Bahwa di wilayah kerja mereka masih terdapat masyarakat yang mau bertahan dengan kondisi seperti ini. 4. Tindak lanjut oleh masyarakat Jika masyarakat sudah terpicu dan kelihatan ingin berubah, maka saat itu juga susun rencana tindak lanjut oleh masyarakat. Semangati masyarakat bahwa mereka dapat 100% terbebas dari kebiasaan BAB di sembarang tempat. 5. Monitoring Lebih kepada memberikan energi bagi masyarakat yang sedang dalam masa perubahan di bidang sanitasinya. 127

136 d. Proses Pemicuan Lima Pilar STBM Pemicuan bisa dilakukan untuk semua pilar STBM. Proses pemicuan akan dijelaskan pada tabel di bawah ini. ALAT/ELEMEN STOP BABS CTPS PAM-RT SAMPAH LIMBAH Pemetaan Transect Walk Oral fecal ( diagram F) Hitung volume Tinja Hitung volume sampah Hitung Volume Limbah Focus Group Discution Simulasi/demo air + tinja Simulasi /cuci tangan ++ Simulasi ELEMEN PEMICUAN Rasa Jijik, Rasa Malu, Takut Dosa/ rasa bersalah/takut masuk neraka, Takut sakit, Harga diri, Privasi, Rasa aman, Rasa gengsi, Faktor ekonomi, Rasa takut/ mistis, Perumpamaan spt hewan (kucing, anjing, babi dll) Takut Sakit, Jijik, Agama, Gaya hidup, Rasa malu. Takut sakit, Jijik, Gengsi, Ekonomis, Hemat, Dosa terhadap keluarga, Air Hidup Takut sakit, Jijik, Najis,Bau, Banjir, Kecelakaan, Pencemaran, Perda Nilai ekonomi Keindahan Takut sakit, Jijik, Kotor, Najis, Bau, Agama, Dosa,Tokoh masyarakat/ keteladanan Pecemaran lingkungan, kumuh, nyaman, Perselisihan. Hasil yang diharapkan ODF = 100 % masyarakat akses ke wc 100 % masyarakat CTPS, dengan benar dan pada saat yang tepat 100 % masyarakat mengelola air (...) dan melakukan 5 kunci keamanan pangan 100 % masyarakat mengelola sampah ditingkat keluarga/ lingkungan Kawasan Bebas Sampah. 100 % KK mengelola limbah secara aman. Ada resapan atau dialirkan. FECAL ORAL YANG DIGUNAKAN SATU UNTUK SEMUA PADA TAHAP AWAL KEMUDIAN UNTUK SELANJUTNYA PENEKANAN PADA BLOKING YANG DIKEHENDAKI. 128

137 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM KOMPONEN 1 (STOP BABS) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES 1. Perkenalan dan penyampaian tujuan. Agar masyarakat dengan fasilitator saling mengenal, Agar masyarakat mengetahui maksud kedatangan fasilitator. Agar masyarakat mengetahui bahwa fasilitator tidak membawa bantuan apapun. 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi. 2. Pencairan suasana Agar masyarakat merasa senang mengikuti acara pertemuan Agar masyarakat tidak merasa rendah diri terhadap fasilitator Agar tidak ada kekakuan suasana acara pertemuan 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang menimbulkan rasa lucu dan membuat gembira. 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/ lelucon. 3. Kesepakatan istilah tinja, BAB & Jamban Agar ada kesepakatn istilah tinja, BAB & Jamban antara masyarakat dengan fasilitator. Agar istilah tinja, BAB & Jamban yang digunakan betul-betul istilah sehari-hari dan cenderung bahasa kasar sehingga efektif dipakai sebagai bahasa pemicu. 4. Pemetaan Digunakan untuk alat P.R.A. Digunakan untuk mengetahui tempat-tempat masyarakat biasa BABS. Digunakan sebagai alat bantu pemicuan Digunakan sebagai alat monitoring 1. Tanyakan kebiasaan masyarakat setiap bangun pagi. 2. Gali intilah tinja, BAB & jamban yang dipakai seharihari masyarakat setempat. 3. Sepakati istilah istilah tersebut yang akan dipakai selama pertemuan berlangsung. 1. Minta beberapa sukarelawan untuk meng-gambarkan batas desa/dusun/rw. 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat yang mungkin dipakai sebagai BABS. 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan pertemuan. 4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir menandai rumah-nya masing-masing dengan benda sesuai kesepakatan. 5. Pemicuan dengan FGD : a. Elemen Rasa Malu Menimbulkan rasa malu melakukan BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi ini tadi BAB di sungai/sawah/kebun dll? (Jangan sebut : tidak dijamban ). Minta untuk tunjuk tangan. WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit - 15 menit Sesuai kebutuhan 10 menit - 25 menit Bahan setempat 15 menit - 129

138 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES Yang tunjuk tangan pisahkan/minta maju satu langkah dari lingkaran (dipisahkan dari lingkaran diharapkan sudah muncul rasa malu) Gali Rasa Malu mereka dengan per-tanyaanpertanyaan yang ada kaitannya dengan rasa malu. Bila ada yang menyatakan malu, tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. b. Elemen Rasa Jijik Menimbulkan rasa jijik terhadap tinja yang dibuang sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, lanjutkan dengan elemen rasa jijik. Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali setiap hari BAB. Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai tinja (yang sudah disiapkan) sejumlah anggota keluarganya. Minta mereka untuk melihat visualisasi tumpukan tinja dan tanyakan perasaan mereka Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah tinja yang dihasilkan perhari/bulan dan tahun. c. Elemen Rasa Takut Sakit Menimbulkan rasa takut sakit karena tahu bahwa tinja yang dibuang sembarangan bisa termakan dan mengakibatkan sakit. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu dan jijik lanjutkan dengan elemen rasa takut sakit. Simulasikan air minum yang tercemar tinja atau gali pengetahuan masyarakat bagaimana tinja seseorang bisa masuk kemulut. Tanyakan perasaan mereka setelah melihat peragaan tinja bisa masuk mulut. Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit Visualisasi tinja 15 menit Diagram F, Meta plan & alat tulis, Flip Chart 130

139 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya. d. Elemen Rasa Takut Dosa Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa tinja yang dibuang sem-barangan bisa membuat najis alat ibadah atau orang lain yang mau beribadah. Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa tinja yang dibuang sem-barangan bisa membuat orang lain jatuh sakit. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, jijik dan rasa takut sakit lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa tinja mereka bisa masuk mulut orang lain dan menimbulkan sakit atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa tinja mereka bisa membuat ibadah orang lain tidak diterima Tuhan karena alat ibadah atau badannya tidak suci karena terkenan najisnya? atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa tinja mereka bisa masuk mulut orang lain dan menimbulkan sakit. Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan hadist atau ayat dari Kitab Suci. e. Elemen Rasa Harga Diri Menimbulkan rasa jatuh harga diri karena masih berperilaku BABS. Menumbuhkan kebanggaan karena telah mempunyai jamban dan telah melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemenelemen diatas lanjut-kan dengan elemen rasa harga diri. Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang sangat dihormatinya mau numpang BAB dan ternyata nggak punya jamban atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak orang yang lebih miskin darinya sudah mau berubah atau sudah punya jamban? atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa dirinya tidak lebih baik dari kucing dalam hal BAB. WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit - 15 menit - 131

140 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES Bila ada yang menyatakan jatuh harga diri/gengsi tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan hadist atau ayat dari Kitab Suci. f. Elemen lain. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan elemen-elemen pemicu lain yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. 5. Transect Walk Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/takut dosa/ jatuh harga diri Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan BABS-nya dengan melaksanakan Stop BABS. Menimbulkan keinginan kuat untuk membangun & menggunakan jamban sebagai tempat BAB. Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta pertemuan untuk menelusuri desa/dusun/kampung untuk melihat dimana masyarakat biasa melakukan BAB. Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau sesudah pemetaan dan tidak ada yang terpicu (setelah ada pemicuan) atau tidak usah dila-kukan bila dengan pemetaan dan elemen pemicunya sudah berhasil ada yang terpicu. Ditempat yang ada tumpukan tinja lakukan FGD dengan elemen-ele-men pemicuan. Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian. 6. Kesepakatan Membangun komitmen dari masyara-kat yang mau berubah: kapan akan merealisasikan keinginannya untuk berubah. Membuat kesepakatan keberadaan Komite Masyarakat yang akan mempelopori pembangunan jamban di komunitasnya. Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk menuliskan komitmen/ kesanggupan mereka untuk mulai membangun jamban Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil karya mereka bisa dilihat oleh...? Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun Struktur Organisasi Komite Masyarakat. 7. RTL Memfasilitasi masyarakat yang terpicu untuk membuat Rencana Tindak Lanjut untuk merealisasikan Komitmen mereka Minta kepada Komite untuk membu-at Rencana Tindak Lanjut dalam rangka untuk merealisasikan komit-men mereka untuk mewujudkan ODF. WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 30 menit - 30 menit Flip Chart & alat tulis 30 menit Flip Chart & alat tulis 132

141 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (CTPS) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES 1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat dengan fasilitator), Masyarakat/ Peserta pertemuan merasa senang, tanpa beban mengikuti orientasi.maksud dan tujuan diketahui oleh masyarakat. 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi. 2 Alur Penyakit Untuk mengetahui penyebab penyakit, cara penularan, pencegahan. 1. Fasilitator menanyakan beberapa penyakit yang sering muncul. 2. Masyarakat diminta menuliskan di kertas meta plan. 3. Pilih salah satu penyakit yang berkaitan dengan sanitasi (contoh diare) 4. Buat alur penyakit tersebut 5. Fasilitator menanyakan bagaimana cara pencegahannya dan masyarakat menuliskannya. 3 Demo cuci tangan pakai sabun Memberi penjelasan pentingnya cuci tangan pakai sabun 1. Minta kesediaan dua orang (si A dan B) dari masyarakat 2. Si A praktik ctps yang benar 3. Si B praktik ctps yang tidak benar 4. Fsilitator meminta masyarakat untuk menilai dan memberikan tanggapan 5. Fasilitator menyimpulkan perilaku CTPS yang benar WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit o Kertas meta plan Spidol Stiky cloth Aqua botol Lem dari tepung kanji Betadin Ember Sabun Tisu 133

142 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (PAM RT/AIR) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES 1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat dengan fasilitator), Masyarakat/ Peserta pertemuan merasa senang, tanpa beban mengikuti orientasi. Maksud dan tujuan diketahui oleh masyarakat. 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan Note: Sampaikan akan belajar mengenai upaya warga disini dalam menyediakan air minum di rumah tangga Karena mau belajar maka kami sekelompok tidak membawa bantuan 2. Perkenalan dimulai dari lead fasilitator dilanjutkan anggota kelompok. Cukup sebutkan nama dan kota asal (jangan sebutkan asal instansi karena akan membangun gap anatar fasilitator dengan masyarakat) 3. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi. Pemetaan Fokus disamping wc/sumber air: Pemetaan rumah, tempat buang air besar, metode mendapatkan air minum di RT (gali mulai dari pengolahan, wadah penyimpanannya dan perilaku pennganannya) Lanjutkan dengan simulasi air minum yang terkontaminasi Transect Diagram 5 F dimainkan oleh masyarakat Masyarakat diajak untuk menyusuri lokasi tempat BAB (upayakan cari yang masih ditempat terbuka/sembarangan) Lakukan simulasi minum air, lalat, tinja. Alur kontaminasi Peserta menyusun alur kontaminasi Peserta membuat blocking kontaminasi Peserta menyajikan dan menyimpulkan FGD Gali informasi mengenai upaya penyediaaan air minum di rumah masing-masing peserta (pengolahan, penyimpanan dan perilaku penanganannya) --- grand tour Tandai/ingat beberapa peserta yang belum melakukan upaya pengelolaan air minum dan gali menuju 3 komponen PAM RT -- mini tour Lemparkan kepada peserta yang telah melakukan upaya 3 komponen PAM RT Lakukan simulasi minum air yang terkontaminasi Takut Sakit Kesepakatan Dilakukan penyediaan air minum di rumah tangga masing-masing WAKTU (DURASI) 15 menit 15 menit 15 menit 20 menit BAHAN ALAT 134

143 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES RTL Memperbaiki cara pengelolaan air minum di rumah tangga masing-masing HASIL Perubahan sikap pengetahuan perilaku dalam pengelolaan air minum RT. 100 % masyarakat mengelola air minum dan melakukan 5 kunci keamanan pangan. Total safe drinking water. WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 135

144 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM (PAMRT/PENGELOLAAN MAKANAN DI RUMAH TANGGA) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 1. Perkenalan Saling mengenal (antar masyarakat dengan fasilitator), Masyarakat/ Peserta pertemuan merasa senang, tanpa beban mengikuti orientasi. Maksud dan tujuan diketahui oleh masyarakat. 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi. 15 menit Pemetaan. Dimana Sumber airnya Dimana keluarga BAB Dimana keluarga membuang sampah Dimana keluarga membuang limbahnya? Dimana keluarga memasak makanan Siapa yang memiliki tudung saji? 30 menit Pemutaran Film Fasilitator Memutar film tentang makanan yang dihinggapi lalat 5 menit Media audiovisual Diagarma F Peserta diminta untuk membuat alur kontaminasi makanan dengan gambargambar diagaram lima F. 5 menit Gambar Alur FGD Takut Sakit, Rosa Jijik Fasilitator melakukan simulasi dengan menawarkan makanan yang diwadahi pada tempat yang kotor Fasilitator melakukan simulasi mencuci buah yang langsung dimakan menggunakan air yang kotor Fasilitator menanyakan Bagaimana keluarga melakukan Cara Pengelolaan Makanan Yang Baik di Rumahnya al : Menjaga Kebersihan - CTPS sebelummengolah pangan dan sesering mungkin - CTPS dari toilet - Mencuci peralatan masak dan makan - Menjaga dapur tetap bersih (dari serangga, hama dan binatang) Pisahkan makanan mentah dengan yang matang - Memisahkan daging, ikan, pangan dari laut dengan pangan lain - Menggunakan peralatan (pisau, talenan) terpisah untuk pangan mentah - Simpan pangan pada wadah untuk menghindari kontak pangan mentah dan matang. 20 menit Poster 136

145 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES Masaklah dengan benar - Masaka pangan (daging, telur, ikan, unggas, dan pangan hasil laut) - Rebus pangan seperti sup sampai mendidih, kalau daging usahakan airnya bening tidak merah muda) - Memasakan kembali pangan ( sisa) dengan benar. Jagalah Pangan Pada Suhu Yang Aman - Jangan membiarkan pangan matang pada suhu kamar lebih dari dua jam - Simpan semua pangan yang cepat rusak dalam lemari es - Sajikan makanan dengan suhu yang hangat - Jangan menyimpan makanan di lemari es terlalu lama - Makanan yang sudah beku harus dipanaskan kembali. Gunakan air dan bahan baku yang aman - Gunakan air yang aman atau beri perlakuan agar air aman - Pilih pangan yang segar dan bermutu - Pilih pangan yang aman - Cuci buah dan sayur yang dimakan mentah - Jangan mengkonsumsi pangan kadaluwarsa Kesepakatan - Fasilitator memfasilitasi peserta untuk membuat kesepakatan bahwa seluruh komunitas di desa tsb akan menerapkan CPMB (Cara Pengelolaan Makanan Yang Baik ) dengan menerapkan 5 kunci kemanan pangan RTL - Buat RTL dengan masyarakat sbb : - kapan komunitas akan meimulai mengelola makanan makanan dengan CPMB yaitu menerapkan 5 kunci kemanan pangan (CPMB) Cara Pengelolaan Makanan yang Baik - Siapa yang akan memonitoring Merubah perilaku masyarakat untuk menjaga kebersihan makanan & minuman ( Total Food Safety ) WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 10 menit Kertas flano spidol 10 menit Kertas flano spidol 137

146 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATORSTBM ( LIMBAH) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 1. Perkenalan Saling mengenal ( antar masyarakat dengan fasilitator), Maksud dan tujuan diketahui oleh masyarakat. 1. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa anggota masyarakat yang hadir 2. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 5 menit 2 Bina suasana Masyarakat/peserta merasa senang, tanpa beban dalam mengikuti pertemuan Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi 10 menit 3 Identifikasi limbah cair rumah tangga, Pemetaaan Hitung Volume limbah cair Mengajak masyarakat mengenali permasalahan pengelolaan limbah cairnya sendiri Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air limbah di rumah? Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang dihasilkan, fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan menempelkan pada kain tempel. Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan wujud limbah yang disampaikan, kemudian diminta untuk menggambarkan bagaimana air limbah itu disalurkan? Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya limbah cair dari setiap jenis penyaluran? Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat lingkungan kita dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam bagan identifikasi? Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan setiap harinya? 25 menit Kertas flipchart Spidol Kertas metaplan 3 Pemicuan: A Alur kontaminasi Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut? Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan hal hal yang menjadi perantara limbah cair sampai ke mulut. Analisis hasilnya bersama sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya FGD) 10 menit Gambar tinja dan gambar mulut Potongan kertas Spidol 138

147 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES C FGD Bersama dengan masyarakat, mendiskusikan kondisi yang ada dan menganalisisnya, sehingga diharapkan dengan sendirinya masyarakat dapat merumuskan yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan Ajak semua peserta untuk berjalan-jalan mengelilingi kampung mereka. Tujuan perjalanan adalah lokasi-lokasi dimana masyarakat membuang limbah cair tidak pada tempatnya Jika menemukan lokasi pembuangan limbah cair, ajukan pertanyaan: siapa yang buang limbah cair di sini? Bagaimana perasaan kita dengan melihat kondisi lingkungan yang seperti ini? Penelusuran Wilayah Untuk melihat dan mengetahui tempat yang paling sering dijadikan tempat buang limbah cair. Dengan mengajak masyarakat berjalan ke sana dan berdiskusi di tempat tersebut, diharapkan masyarakat akan merasa jijik, bau, dsb Memicu rasa malu bagi yang membuang limbah cair tidak pada tempatnya. Fasilitator bertanya: Apakah bapak/ibu mau terus dalam kondisi seperti ini? Apa yang akan dilakukan? Apakah kita sepakat untuk melakukan tindakan tersebut? Kesepakatan Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka mewujudkan kesepakatan RTL Fasilitator mengajak masyarakat untuk menuliskan rencananya dalam rangka mewujudkan kesepakatan WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 20 menit 5 menit 5 menit kertas flipchart spidol 5 menit kertas flipchart spidol 139

148 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM KOMPONEN 4 ( PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA ) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES 1. Perkenalan dan penyampaian tujuan. Agar masyarakat dengan fasilitator saling mengenal, Agar masyarakat mengetahui maksud kedatangan fasilitator. Agar masyarakat mengetahui bahwa fasilitator tidak membawa bantuan apapun. 1. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 2. Fasilator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi. 2. Pencairan suasana Agar masyarakat merasa senang mengikuti acara pertemuan Agar masyarakat tidak merasa rendah diri terhadap fasilitator Agar tidak ada kekakuan suasana acara pertemuan 1. Ajak masyarakat melakukan perma-inan/game yang menimbulkan rasa lucu dan membuat gembira. 2. Atau ajak masyarakat bernyanyi atau membuat joke/lelucon. 3. Pemetaan Digunakan untuk alat P.R.A. Digunakan untuk mengetahui tempattempat masy. biasa Buang Sampah. Digunakan sbg alat bantu pemicuan Digunakan sbg alat monitoring 1. Minta bbrp sukarelawan untuk meng-gambarkan batas desa/ dusun/rw. 2. Minta sukarelawan menggambarkan tempat-tempat yang mungkin dipakai sebagai tempat buang sampah. 3. Minta sukarelawan menandai posisi melakukan pertemuan. 4. Minta kepada semua peserta/masya-rakat yang hadir menandai rumah-nya masing-masing dengan benda sesuai kesepakatan. 4. Pemicuan dengan FGD : a. Elemen Rasa Malu Menimbulkan rasa malu melakukan buang sampah sembarangan Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Buat posisi masyarakat melingkar satu lapis. Tanya kepada peserta pertemuan : siapa yang pagi ini tadi buang sampah di sungai/sawah/kebun dll? Minta untuk tunjuk tangan. Yang tunjuk tangan pisahkan/minta maju satu langkah dari lingkaran (dipisahkan dari lingkaran diharap-kan sudah muncul rasa malu) Gali Rasa Malu mereka dengan per-tanyaan-pertanyaan yang ada kaitannya dengan rasa malu. Bila ada yang menyatakan malu, tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit - 15 menit Sesuai kebutuhan 25 menit Bahan setempat 15 menit - 140

149 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. b. Elemen Rasa Jijik Menimbulkan rasa jijik terhadap sampah yang dibuang sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, lanjutkan dengan elemen rasa jijik. Tanyakan berapa anggota keluarga dan berapa kali setiap hari membuang sampah Minta mereka membuat tumpukan bahan menyerupai sampah (yang sudah disiapkan) sejumlah berapa kali keluarga mereka buang sampah. Minta mereka untuk melihat visuali-sasi sampah berserakan dan tanyakan perasaan mereka Bila ada yang menyatakan jijik, tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, kita ajak menghitung jumlah sampah yang dihasilkan perhari/bulan dan tahun. c. Elemen Rasa Takut Sakit Menimbulkan rasa takut sakit karena tahu bahwa sampah yang dibuang sembarangan bisa termakan dan mengakibatkan sakit. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu dan jijik lanjutkan dengan elemen rasa takut sakit. Simulasikan air minum yang terce-mar kotoran dari sampah atau gali pengetahuan masyarakat bagaima-na kotoran disampah seseorang bisa masuk kemulut. Tanyakan perasaan mereka setelah melihat peragaan kotoran disampah bisa masuk mulut. Bila ada yang menyatakan jijik atau takut sakit tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya. WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit Visualisasi sampah 15 menit Diagram F, Meta plan & alat tulis, Flip Chart 141

150 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES d. Elemen Rasa Takut Dosa Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa sampah yang dibuang sembarangan bisa membuat najis alat ibadah atau orang lain yang mau beribadah. Menimbulkan rasa takut dosa karena tahu bahwa sampah yang dibuang sembarangan bisa membuat orang lain jatuh sakit. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen rasa malu, jijik dan rasa takut sakit lanjutkan dengan elemen rasa takut dosa. Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka buang bibit penyakit yang dibawanya bisa masuk mulut orang lain dan menimbulkan sakit atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa sampah yang mereka buang (misalnya ke sungai) bisa membuat ibadah orang lain tidak diterima Tuhan karena alat ibadah atau badannya tidak suci karena terkenan najis dari sampah? atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa bibit penyakit yang ada disampah yang mereka buang sembarangan bisa masuk mulut orang lain dan menimbulkan sakit. Bila ada yang menyatakan takut dosa tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan hadist atau ayat dari Kitab Suci. e. Elemen Rasa Harga Diri Menimbulkan rasa jatuh harga diri karena masih berperilaku buang sampah sembarangan. Menumbuhkan kebanggaan karena telah mengelola sampah dengan baik sehingga tidak menimbulkan efek negatif bahkan mendapatkan peningkatan nilai ekonomis.. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan. Kalau belum ada yang terpicu dengan elemen-elemen diatas lanjut-kan dengan elemen rasa harga diri. Tanyakan perasaan mereka kalau ada tamu yang sangat dihormatinya tau disekitar rumahnya banyak sampah berserakan. atau Tanyakan perasaan mereka kalau tau bahwa banyak orang yang lebih miskin darinya sudah mau berubah atau sudah mengelola sampahnya dengan baik/memenuhi syarat kesehatan? atau Bila ada yang menyatakan jatuh harga diri/gengsi tanyakan : Apakah mau seperti ini terus? Bila mereka menyatakan mau ber-ubah, berikan reward/pujian. Yang menyatakan mau berubah itulah masyarakat yang terpicu. Bila belum terpicu juga, gunakan elemen selanjutnya atau gunakan hadist atau ayat dari Kitab Suci. f. Elemen Nilai Tambah dari sampah Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan memberikan nilai ekonomi dengan 3 R. Tanyakan apakah masyarakat tau bahwa ada kegiatan pengelolaan sampah yang bisa mendatangkan keuntungan secara ekonomi? Tanyakan apakah ada yang sudah kenal dengan 3 R dan apa manfaat yang didapatkannya. WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 15 menit Visualisasi sampah 15 menit - 15 menit Barang hasil Reuse & Recycle 142

151 NO KEGIATAN TUJUAN PROSES g. Elemen lain. Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan memberikan nilai ekonomi dengan 3 R. Tanyakan perasaan mereka dengan menggunakan elemen-elemen pemicu lain yang sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. 5. Transect Walk Menimbulkan rasa malu/jijik/takut sakit/ takut dosa/jatuh harga diri Menimbulkan keinginan kuat untuk merubah kebiasaan buang sampah sembarangan. Menimbulkan keinginan kuat untuk mengelola sampah yang memenuhi syarat kesehatan dan memberikan nilai ekonomi dengan 3 R. Transect Walk adalah kegiatan mengajak peserta pertemuan untuk menelusuri desa/dusun/kampung untuk melihat dimana masyarakat biasa melakukan buang sampah sembarangan. Transect bisa dilakukan sebelum pemetaan, atau sesudah pemetaan dan tidak ada yang terpicu (setelah ada pemicuan) atau tidak usah dila-kukan bila dengan pemetaan dan elemen pemicunya sudah berhasil ada yang terpicu. Ditempat yang ada tumpukan sam-pah lakukan FGD dengan elemen-elemen pemicuan. Bila ada yang menyatakan mau berubah, berikan reward/pujian. 6. Kesepakatan Membangun komitmen dari masyarakat yang mau berubah : kapan akan merealisasikan keinginannya untuk berubah. Membuat kesepakatan keberadaan Komite Masyarakat yang akan mempelopori Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Berbasis Masyarakat dengan 3 R ( Reduce, Reuse & Recycle ) di komunitasnya. Minta kepada masyarakat yang terpicu untuk menuliskan komitmen/ kesanggupan mereka untuk mulai melaksanakan 3 R dan membentuk PSRT-BM Minta kepada masyarakat yang terpicu : kapan hasil karya mereka bisa dilihat oleh...? Fasilitasi masyarakat yang terpicu dalam menyusun Struktur Organisasi PSRT-BM 7. RTL Memfasilitasi masyarakat yang terpicu untuk membuat Rencana Tindak Lanjut untuk merealisasikan Komitmen mereka membentuk PSRT-BM. Minta kepada Komite PSRT-BM untuk membuat Rencana Tindak Lanjut dalam rangka untuk merealisasikan komitmen mereka untuk mewujudkan Kawasan Bebas Sampah (KBS). WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT - 30 menit - 30 menit Flip Chart & alat tulis 30 menit Flip Chart & alat tulis 143

152 LEMBAR PROSES UNTUK FASILITATOR STBM,(KOMPONEN 5 LIMBAH) NO KEGIATAN TUJUAN PROSES 1. Perkenalan Saling mengenal ( antar masyarakat dengan fasilitator), Maksud dan tujuan diketahui oleh masyarakat. 3. Fasilitator memperkenalkan diri dan mencoba mengenal beberapa anggota masyarakat yang hadir 4. Fasilitator menyampaikan maksud dan tujuan. 2 Bina suasana Masyarakat/peserta merasa senang, tanpa beban dalam mengikuti pertemuan Fasilitator melakukan bina suasana/ice breaking yang sesuai dengan situasi kondisi 2 Identifikasi limbah cair rumah tangga, Pemetaaan Hitung Volume limbah cair Mengajak masyarakat mengenali permasalahan pengelolaan limbah cairnya sendiri Fasilitator menyampaikan pertanyaan apa saja yang menjadi air limbah di rumah? Ketika masyarakat telah menyampaikan wujud limbah cair yang dihasilkan, fasilitator menuliskan pada kertas metaplan dan menempelkan pada sticky cloth Fasilitator meminta peserta membagi kelompok sesuai dengan wujud limbah yang disampaikan, kemudian diminta untuk menggambarkan bagaimana air limbah itu disalurkan? Fasilitator menanyakan apakah nilai positif dan negatif dari adanya limbah cair dari setiap jenis penyaluran? Ajukan pertanyaan kunci: Bagaimana perasaan kita kalau melihat lingkungan kita dengan limbah cair seperti tergambarkan dalam bagan identifikasi? Fasilitator menanyakan berapa banyak limbah cair yang dihasilkan setiap harinya? 3 Pemicuan: a Alur kontaminasi Mengajak masyarakat untuk melihat bagaimana kotoran manusia dapat dimakan oleh manusia yang lainnya Tanyakan kepada masyarakat apakah mereka yakin bahwa tinja bisa masuk ke dalam mulut? Tanyakan bagaimana limbah cair masuk ke tubuh kita? melalui apa saja? Minta masyarakat untuk menggambarkan hal hal yang menjadi perantara limbah cair sampai ke mulut. Analisis hasilnya bersama sama dengan masyarakat dan kembangkan diskusi (misalnya FGD) Tabel 9: Lembar Proses Pemicuan STBM WAKTU (DURASI) BAHAN ALAT 5 menit 10 menit 25 menit Kertas flipchart Spidol Kertas metaplan 10 menit Gambar tinja dan gambar mulut Potongan kertas Spidol 144

153 e. Komposisi tim pemicu Komposisi tim pemicu yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas, sebagai berikut: Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang Co facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi Content recorder: perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan dokumentasi/pelaporan program Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi. Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana serius proses fasilitasi, misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb. C. POKOK BAHASAN 3: PASKA PEMICUAN a. Membangun Ulang Komitmen Membangun ulang komitmen masyarakat ini dimaksudkan untuk meningkatnya motivasi masyarakat untuk melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun pada saat memberikan komitmen mereka di kegiatan pemicuan sebelumnya. Hasil akhir dari tahap ini adalah disepakatinya komitmen semua pihak untuk keberhasilan pencapaian rencana kegiatan masyarakat. Membangun komitmen ini diawali dengan mempersilahkan kepada wakil masyarakat untuk mempresentasikan kondisi sanitasi di komunitasnya dan rencana mereka ke depan. Selanjutnya kita melakukan penegasan-penegasan untuk meningkatkan motivasi masyarakat, misalnya: mengajak peserta memberi tepuk tangan, menegaskan tentang tanggal bebas dari BAB terbuka untuk setiap komunitas, menunjukkan para natural leader yang akan memotori gerakan masyarakat, dll. Pada akhir kegiatan berikanlah penegasan-penegasan untuk membangun komitmen bersama semua pihak dalam upaya pencapaian bebas dari BAB terbuka di tingkat yang lebih luas. Hasil komitmen yang telah disepakati bersama dengan masyarakat, diserahkan oleh perwakilan kelompok masyarkat kepada pejabat yang berwenang di daerah untuk dilakukan tindak lanjut sesuai dengan rencana. Diharapkan pemerintah daerah dapat menindaklanjuti sesuai proses yang telah terjadi dan dapat menghasilkan keluaran yang diharapkan oleh masyarakat. 145

154 b. Pilihan Teknologi Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM Pencapaian Desa/Kelurahan STBM dengan kondisi sanitasi total yang mencakup 5 pilar STBM akan diikuti dengan pencapaian akses sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat. Pencapaian sarana sanitasi ini akan ada di masyarakat mulai teknologi yang paling sederhana hingga teknologi yang canggih dan terkelola dengan baik. Pilihan teknologi sanitasi untuk 5 pilar STBM ini berprinsip harus sesuai dengan standar kesehatan, mudah dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam pemilihan opsi teknologi yang ada, masyarakat harus memahami tangga sanitasi. Tangga sanitasi ini akan membantu masyarakat untuk mempraktikkan kebiasan pola hidup bersih dan sehat, dengan bantuan alat yang sederhana hingga alat yang lebih canggih dan permanen. Sebagai contoh, untuk pilar 1, masyarakat naik dari kebiasaan awal yang masih BAB sembarangan hingga mencapai kondisi berperilaku higienis dan saniter dengan BAB di jamban yang sehat dan permanen. Untuk pilar 2, masyarakat berubah perilakunya dari tidak mencuci tangan hingga mencuci tangan pakai air dan sabun, dan naik lagi misalnya dengan melakukannya di wastafel yang permanen. Begitupun dengan pilar-pilar lainnya, yang menunjukkan adanya perubahan dan peningkatan perilaku menjadi lebih baik. c. Tangga Sanitasi Untuk 5 Pilar STBM Sanitation Ladder atau tangga sanitasi merupakan tahap perkembangan sarana sanitasi yang digunakan masyarakat, dari sarana yang sangat sederhana sampai sarana sanitasi yang sangat layak dilihat dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Dalam STBM, masyarakat tidak diminta atau disuruh untuk membuat sarana sanitasi tetapi hanya mengubah perilaku sanitasi mereka. Namun pada tahap selanjutnya ketika masyarakat sudah mau merubah kebiasaan BAB nya, sarana sanitasi menjadi suatu hal yang tidak terpisahkan. Seringkali pemikiran masyarakat akan sarana sanitasi adalah sebuah bangunan yang kokoh, permanen, dan membutuhkan biaya yang besar untuk membuatnya. Pemikiran ini sedikit banyak menghambat animo masyarakat untuk membangun sarana sanitasi, seperti jamban, karena alasan ekonomi dan lainnya sehingga kebiasaan masyarakat untuk buang air besar pada tempat yang tidak seharusnya tetap berlanjut. Pada prinsipnya sebuah jamban yang saniter dan layak terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak konstruksi dan kegunaannya. Pertama adalah bangunan bawah tanah yang berfungsi sebagai tempat pembuangan tinja. Fungsi bangunan bawah tanah adalah untuk melokalisir tinja dan mengubahnya menjadi lumpur stabil. Kedua adalah bangunan di permukaan tanah (landasan). Bangunan di permukaan ini erat kaitannya dengan keamanan saat orang tersebut membuang hajat. Terminologi aman disini dapat diartikan aman dari terperosok kepada lubang kotoran, aman saat membuang hajat (malam hari/saat hujan/ aman digunakan oleh orang jompo). Ketiga adalah bangunan dinding. Bangunan atau dinding penghalang erat kaitannya dengan faktor kenyamanan, psikologis dan estetika. 146

155 Definisi jamban sehat (improved latrine) mengacu kepada definisi dalam Joint Monitoring Program (JMP), dengan batasan sebagai berikut: Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang memenuhi syarat : Tidak mengkontaminasi badan air. Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja. Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga vektor lainnya termasuk binatang. Menjaga buangan tidak menimbulkan bau. Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna. d. Tangga Perubahan Perilaku Pilar-Pilar STBM Kondisi perilaku masyarakat yang menjadi sasaran intervesi pelaksanaan STBM tentunya berbeda satu dengan yang lainnya. Sasaran perubahan perilaku dalam STBM ada 5 pilar perilaku yaitu : Menghentikan kebiasaan BAB sembarangan, Membiasakan cucitangan pakai sabun dengan air yang mengalir, Mengelola air minum dan makanan secara aman, Mengelola sampah rumah tangga secara aman, Mengelola air limbah cair denga aman. Pencapaian masyarakat pada status sanitasi total adalah pada kondisi masyarakat yang telah mencapai 5 pillar STBM. Status sanitasi total tentunya tidak dicapai sekaligus, tapi memerlukan tahapan proses. Tangga perubahan perilaku STBM berikut dapat menggambarkan proses pencapaian tahapan status untuk mencapai suatu komunitas masyarakat yang telah bersanitasi total. e. Desa/Kelurahan mencapai status ODF/Stop BABS Parameter desa/kelurahan dikatakan telah mencapai status ODF/SBS adalah Semua masyarakat BAB hanya di jamban yang sehat dan buang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban yang sehat ( termasuk di sekolah), Tidak terlihat tinja/kotoran manusia di lingkungan sekitar, Ada penerapan sangsi, peraturan upaya lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadiaan BAB di sembarang tempat, Ada mekanisme pemantauan umum yang dibuat oleh masyarakat untuk mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat, Ada upaya strategi yang jelas untuk mencapai Sanitasi Total. 147

156 f. Desa/kelurahan Mencapai Status Sanitasi Total Indikator untuk mencapai Sanitasi Total sebagai berikut : No. Pilar STBM Indikator Keberhasilan terkait dengan perilaku Indikator Keberhasilan terkait dengan akses Indikator Keberhasilan 1 Stop Buang Air Besar Sembarangan Jumlah dan persentase penduduk tidak buang air besar sembarangan Jumlah dan persentase rumah tangga menggunakan jamban sehat Jumlah desa/kelurahan di kabupaten /kota yang mencapai Stop BABS/ODF, dievaluasi setiap tahun setelah deklarasi ODF 100% 2 Cuci Tangan Pakai Sabun Setiap anggota keluarga cuci tangan pakai sabun pada waktu kritis Jumlah dan persentase rumah tangga memiliki dan menggunakan saran untuk melakukan CTPS Setiap institusi pendidikan dan kesehatan mempunyai sarana untuk melakukan CTPS 100% 3 Pengelolaan Air Minum/ Makanan yang aman ( PAMM RT ) Jumlah dan persentase rumah tangga yang melakukan pengelolaan aitr dengan aman Jumlah dan persentase rumah tangga yang melakukan pengelolaan makanan dengan aman Jumlah dan persentase rumah tangga yang mempunyai sarana untuk melakukan pengeloaan air minum dengan aman, Jumlah dan persentase rumah tangga yang memiliki sarana untuk melakukan pengeloaan makanan dengan aman 100% 4 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Setiap rumah tangga melakukan pengelolaan sampah dengan aman Setiap rumah tangga dapat melakukan akses terhadap sarana pengelolaan sampah 100% 5 Pengelolaan limba cair rimah tangga Jumlah dan prosentase rumah tangga yang mengelola limbah cait dengan aman Jumlah dan prosentase rumah tangga yang mempunyai saran pengelolaa limbah cair yang aman 100% Tabel 7: Indikator Sanitasi Total 148

157 Opsi Teknologi untuk 5 Pilar STBM a. Jamban Sehat Untuk pilar I STBM: Stop Buang Air Besar Sembarangan, jenis produk STBM yang bisa ditawarkan ke masyarakat adalah jamban sehat. Jamban sehat memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Tidak mencemari air (badan air, air tanah), 2. Tidak mencemari tanah permukaan (air resapan), 3. Bebas dari serangga, 4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, 5. Aman digunakan oleh pemakainya, 6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya, 7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan. Berikut deskripsi singkat terkait dengan kriteria diatas: 1. Jamban individual yang tidak mencemari badan air dan air tanah memiliki lobang septiktank yang dipadatkan dengan plester atau di cor semen dan pasir. Gambar 6: Jamban Individual 2. Jamban komunal atau jamban individu di daerah padat permukiman, agar tidak mencemari badan air dan air tanah haruslah memiliki dinding septiktank komunal yang kedap air atau memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal. Gambar 7: Jamban Komunal 149

158 3. Jamban yang bebas dari serangga memiliki lobang jamban yang tertutup atau berupa jamban leher angsa. Lobang jamban yang terbuka akan memudahkan lalat masuk ke lobang tersebut, sebagai contoh jamban cubluk haruslah dibuatkan tutup dari kayu atau benda lain agar serangga atau lalat tidak dapat menembusnya. Gambar 8: Jenis Jamban 4. Agar jamban tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan, untuk jamban cemplung harus dibuatkan tutup dari kayu atau benda lain sehingga bau tidak kemana-mana. Septiktank harus dibuatkan lobang buangan atau ventilasi udara ke atas minimal 2 meter untuk membuang bau. Namun, akan lebih baik jika menggunakan kloset leher angsa karena pada permukaan selalu tertutup rapat oleh air. Ruang jamban harus bersih dari genangan air dan tidak licin. Untuk itu perlu dibersihkan secara rutin. Gambar 9: Septik Tank dengan Ventilasi 5. Jamban yang aman digunakan sebaiknya memiliki septiktank pada tanah yang tidak mudah longsor, jambannya aman dari hujan dan panas. Gambar 10: Jamban Permanen Gambar 11: Desain Lantai Kamar Mandi 150

159 Jamban hendaknya mudah dibersihkan, dimana lantai kamar mandi berada pada posisi miring 1 derajat mengarah ke saluran pembuangan air supaya kamar mandi selalu bersih dan kering. Disana juga dilarang membuang sampah, seperti plastik, puntung rokok atau benda lainnya karena bisa menghambat saluran pembuangan. 6. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan sehingga jamban sebaiknya memiliki dinding yang lebih tinggi dari manusia dan memiliki pintu. Sebaiknya jamban 7. juga memiliki atap agar penggunanya aman dari hujan dan panas Gambar 12: Jamban yang Aman b. Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun Kriteria sarana cuci yangan yang memenuhi syarat kesehatan adalah: 1. Adanya air bersih yang dapat dialirkan, 2. Adanya sabun, dan 3. Adanya penampungan atau saluran air limbah yang aman. Sarana cuci tangan tidak perlu terdiri dari keran dan wastafel yang mewah atau mahal. Sarana CTPS yang sederhana dan yang tepat guna yaitu dibuat dari bahan/material yang dapat diperoleh dengan mudah, misalnya: dapat dibuat dari ruas bambu, tempat-tempat bekas seperti botol plastik besar, jerigen, gentong, kaleng besar dan lain sebagainya, yang dibolongi sehingga air dapat mengalir dan ditutup kembali. 151

160 Contoh-contoh sarana CTPS yang memenuhi persyaratan minimum adalah antara lain: Kiri dan bawah: penyimpanan air menggunakan potongan paralon sisa dilengkapi dengan penutup dibagian bawah. Paralon dilubangi dan dilengkapi penutup lubang. Sarana CTPS sederhana dari ruas bambu yang dilubangi dan dilengkapi penyumbat dan ember. Sabun dapat dimasukan jala plastik dan digantung. Foto WSP. Sarana CTPS ini digantung dekat sarana air bersih dan dilengkapi dengan penampung limbah air. Sabun dimasukkan ke dalam jala plastik dan digantung. Foto: WSP Sarana CTPS ini ditemukan di restaurant di Yogyakarta, dibuat dari tempat air tradisionil dari keramik. Sumber foto ESP- USAID Sarana CTPS di sekolah. Sumber foto: ESP- USAID 152

161 Sarana CTPS dibuat untuk acara gerakan CTPS serempak pada hari-hari perayaan khusus. Suplai air adalah melalui selang yang disambung ke truk air. Sumber: Hari CTPS Sedunia 15 Oktober 2008/ Unilever Sarana CTPS (CARE) dibuat dari jerigen dileng-kapi stand dan penampungan air limbah untuk acara gerakan CTPS serempak pada hari-hari perayaan khusus. Sumber: PP&PL, Departemen Kesehatan Sarana CTPS yang dibuat khusus dengan ukuran tinggi untuk anak-anak sekolah. Sumber foto: WSLIC-2 Sarana CTPS dari gentong plastik ditemukan di Posyandu Subang Cijambe. Foto: ESP-USAID 153

162 Tippy-tap contoh dari Kenya. Tippy-tap atau keran miring dikembangkan di tempat-tempat yang sulit air seperti Amerika Selatan dan Afrika dengan menggunaan bahan bekas (botol atau jerigen platik). Lihat sketsa Tippy-tap untuk rincian cara membuatnya. Sumber: Sarana CTPS disekolah di Sambak, Magelang dibuat dari bambu, diisi ulang dengan air bersih pakai ember. Sumber: ESP- USAID Sarana CTPS sederhana menggunakan botol gallon dan ember yang dilubangi untuk mengalirkan air, dilengkapi sumbat dan ember penampungan air limbah. Sumber: Muhammdiyah, Jakarta. Sarana CTPS menggunakan bak sampah platik dilengkapi keran dan stand kerangka besi ditemukan di sekolah di Jawa Panggung Rejo. Gambar 13: Contoh Sarana Cuci Tangan Pakai Sabun yang Layak 154

163 c. Sarana Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga Hal penting untuk dilakukan : - Cucilah tangan sebelum menangani air minum dan mengolah makanan siap santap. - Mengolah air minum secukupnya sesuai dengan kebutuhan rumah tangga. - Gunakan air yang sudah diolah untuk mencuci sayur dan buah siap santap dan mengolah makan siap santap. - Tidak mencelupkan tangan ke dalam air yang sudah diolah menjadi air minum. - Secara periodik meminta petugas untuk melakukan pemeriksaan air guna pengujian laboratorium. (1) Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Pengolahan air Baku Apabila air baku keruh perlu dilakukan pengolahan awal : 1. Pengendapan dengan gravitasi alami. 2. Penyaringan dengan kain. 3. Pengendapan dengan bahan kimia/tawas. Gambar 14: Pengelolaan Air Baku Pengolahan Air Minum Rumah Tangga Pengolahan air minum di rumah tangga merupakan kegiatan mengolah air untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Masyarakat dapat melakukan dengan cara : 1. Mengolah air minum 2. Menyimpan air minum yang aman. 155

164 1. Bagaimana Mengolah Air Minum yang Saniter? Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan kuman dan penyakit, selain itu wadah air harus bersih dan tertutup, air yang tidak dikelola dengan standar Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (PAMRT) dapat menimbulkan penyakit. Gambar 15: Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga (a). Filtrasi/ Penyaringan - Biosan Filter - Keramik Filter (b). Khlorinasi - Khlorine Cair - Khlorine tablet (c). Penggumpalan dan Disinfeksi - SODIS (Solar Water Disinfektion) - Merebus Gambar 16: Pengolahan Air Minum di Rumah Tangga 156

165 2. Wadah Penyimpanan Air Minum : - Wadah yang aman adalah bertutup, berleher sempit dan lebih baik juga dilengkapi dengan keran. - Air minum sebaiknya di simpan di wadah pengolahannya - Air yang sudah diolah sebaiknya disimpan dalam tempat yang bersih dan selalu tertutup. - Jangan minum air langsung dari mulut/wadah keran, gunakan gelas yang bersih dan kering. - Letakkan wadah penyimpanan air minum di tempat yang bersih dan sulit terjangkau oleh binatang. - Wadah air minum sebaiknya dicuci setiah tiga hari atau saat air habis. Gunakan air yang sudah diolah sebagai air bilasan terakhir. (2) Pengelolaan Makanan Rumah Tangga Makanan harus dikelola dengan baik dan benar agar tidak menyebabkan gangguan kesehatan dan bermanfaat bagi tubuh. Cara pengelolaan makanan yang baik yaitu dengan menerapkan prinsip higiene dan sanitasi makanan. Pengelolaan makanan di rumah tangga, walaupun dalam jumlah kecil atau skala rumah tangga juga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan. Berbicara tentang higiene sanitasi makanan ada 4 (empat) aspek yang saling berpengaruh satu sama lain yaitu tempat/bangunan, peralatan, orang/penjamah makanan dan bahan makanan, sedangkan prinsip higiene sanitasi makanan adalah : 1. Pemilihan bahan makanan Pemilihan bahan makanan harus memperhatikan mutu dan kualitas serta memenuhi persyaratan yaitu untuk bahan makanan tidak dikemas harus dalam keadaan segar, tidak busuk,tidak rusak/berjamur, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun serta berasal dari sumber yang resmi atau jelas. Untuk bahan makanan dalam kemasan atau hasil pabrikan, mempunyai label dan merk, komposisi jelas, terdaftar dan tidak kadaluarsa. 2. Penyimpanan bahan makanan Menyimpan bahan makanan baik bahan makanan tidak dikemas maupun dalam kemasan harus memperhatikan tempat penyimpanan, cara penyimpanan, waktu/lama penyimpanan dan suhu penyimpanan. Selama berada dalam penyimpanan harus terhindar dari kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya serta bahan kimia berbahaya dan beracun. Bahan makanan yang disimpan lebih dulu atau masa kadaluarsanya lebih awal dimanfaatkan terlebih dahulu. 157

166 3. Pengolahan makanan Empat aspek higiene sanitasi makanan sangat mempengaruhi proses pengolahan makanan, oleh karena itu harus memenuhi persyaratan, yaitu : Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap makanan serta dapat mencegah masuknya serangga, binatang pengerat, vektor dan hewan lainnya. Peralatan yang digunakan harus tara pangan (food grade) yaitu aman dan tidak berbahaya bagi kesehatan (lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa dan tidak mengeluarkan bahan berbahaya dan beracun) serta peralatan harus utuh, tidak cacad, tidak retak, tidak gompel dan mudah dibersihkan. Bahan makanan memenuhi persyaratan dan diolah sesuai urutan prioritas Perlakukan makanan hasil olahan sesuai persyaratan higiene dan sanitasi makanan, bebas cemaran fisik, kimia dan bakteriologis. Penjamah makanan/pengolah makanan berbadan sehat, tidak menderita penyakit menular dan berperilaku hidup bersih dan sehat 4. Penyimpanan makanan matang Penyimpanan makanan yang telah matang harus memperhatikan suhu, pewadahan, tempat penyimpanan dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu yang tepat baik suhu dingin, sangat dingin, beku maupun suhu hangat serta lama penyimpanan sangat mempengaruhi kondisi dan cita rasa makanan matang. 5. Pengangkutan makanan Dalam pengangkutan baik bahan makanan maupun makanan matang harus memperhatikan beberapa hal yaitu alat angkut yang digunakan, teknik/cara pengangkutan, lama pengangkutan dan petugas pengangkut. Hal ini untuk menghindari risiko terjadinya pencemaran baik fisik, kimia maupun bakteriologis. 6. Penyajian makanan Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik atau uji biologis atau uji laboratorium, hal ini dilakukan bila ada kecurigaan terhadap makanan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan : Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat (penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma), mendengar (bunyi misal telur) menjilat (rasa). Apabila secara organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap. Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda tanda kesakitan, makanan tersebut dinyatakan aman. 158

167 Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara penyajian dan prinsip penyajian. Lamanya waktu tunggu makanan mulai dari selesai proses pengolahan dan menjadi makanan matang sampai dengan disajikan dan dikonsumsi tidak boleh lebih dari 4 (empat) jam dan harus segera dihangatkan kembali terutama makanan yang mengandung protein tinggi, kecuali makanan yang disajikan tetap dalam keadaan suhu hangat. Hal ini untuk menghindari tumbuh dan berkembang biaknya bakteri pada makanan yang dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan. (3) Sarana Pengelolaan Sampah di Rumah Tangga Pengelolaan sampah dapat dilakukan di skala rumah tangga dan skala komunitas. Prinsip pengelolaan sampah adalah Pilah-Pilih-Kumpul-Jual. Prinsip ini memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energy, kompos, pupuk, ataupun untuk bahan baku industri, dsb. Pengomposan Takakura (Skala Rumah Tangga) Gambar 17: Pengomposan Takakura, Sumber ICWMRIP Pengomposan ini diperkenalkan oleh Mr. Koji Takakura dari Jepang. Langkah-langkah membuat kompos Tatakura: a) Sampah sisa sayur/nasi, sebelum dimasukkan ke dalam keranjang/komposter perlu dicacah terlebih dahulu, b) Masukkan sisa makanan yang akan dikompos ke dalam keranjang, dan usahakan sampah yang dimasukkan adalah sampah baru, c) Tekan-tekan atau masukkan sampah ke dalam materi kompos dalam keranjang atau aduk-aduk sehingga materi sampah tertutup oleh komps dalam keranjang. Tutup dengan bantal sekam hingga rapat untuk mencegah lalat atau binatang lain masuk. d) Tutup dengan kain hitam. 159

168 Selain kompos, kita juga bisa mendaur ulang kertas. Berikut alat-alat dan langkahlangkah daur ulang kertas yang bisa dilakukan di skala rumah tangga: Alat-Alat: 1. Blender, 2. Sceen (Cetak saring), 3. Rekel (dapat dibeli di toko kertas), 4. Papan kayu yang dilapisi kain tipis (disebut sebagai kain hero), 5. Bak besar. Bahan-Bahan: 1. Kertas bekas (sewarna dan sejenis lebih baik), 2. Lem kertas, 3. Air. Langkah Pembuatan: 1. Kertas bekas dipotong kecil-kecil dengan ukuran sekitar 3 x 3 cm. Potongan kertas direndam di dalam bak air selama sekitar tiga jam (tergantung jenis kertasnya). Kertas dilunakkan dengan blender hingga halus hasilnya dan menyerupai bubur kertas (pulp). Masukkan bubur kertas (pulp) ke dalam bak besar lagi. Bubur kertas dan lem kemudian dimasukkan ke dalam bak besar berisi air. Perbandingan antara air, bubur kertas dan lem adalah: 15 liter air : liter bubur kertas : 2 sendok makan lem. Masukkan karakteristik yang dipilih ke dalam bak, lalu aduk hingga merata dengan campuran pulp dan lem. 3. Masukkan screen ke dalam bak. Angkat screen hingga pulp tinggal di atas screen. 4. Basahi papan yang telah dilapisi dengan kain hero. Tempelkan screen ke papan lalu dirakel sehingga airnya turun. Angkat screen hingga kertas menempel di papan. 5. Ulangi langkah berkali-kali hingga papan dipenuhi oleh kertas secara merata, jemur papan di tempat panas hingga kertas menjadi kering. 6. Setelah kering, cabut kertas dengan perlahan-lahan. Pengolahan Sampah Mandiri Berbasis Komunitas 1. Mengurangi sampah mulai dari sumbernya - Mengurangi sampah liar, - Mengurangi sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 2. Pemilahan sampah; antara sampah basah dan sampah kering 3. Mengolah sampah; - Sampah basah diolah menjadi kompos, - Sampah kering dijual kepada pemulung atau dijadikan bahan daur ulang. 160

169 Berikut adalah beberapa kegiatan pengelolaan sampah berbasis komunitas: Pengomposan Skala Kawasan Pemanfaatan Plastik Kemasan Pemilahan & Pengomposan dengan Komposter Gambar 18: Contoh Pengelolaan Sampah Berbasis Komunitas 161

170 (4) Sarana Pengelolaan Limbah Cair Limbah cair rumah tangga dapat dibedakan menjadi black water dan grey water. Black water dihasilkan dari WC sebagai buangan seperti urin, tinja, air guyuran, dan materi pembersih lainnya yang dibuang ke toilet, seperti kain lap, pembalut, dll. Grey water dihasilkan dari air bekas mandi, mencuci pakaian, dan buangan cair dari dapur. Air seperti ini bisa mencapai 60% dari air yang dihasilkan rumah tangga. Contoh sarana pengelolaan limbah cair adalah bak perangkap lemak. Lemak dan minyak bisa merusak sistem pengolahan, sehingga lemak dan minyak tidak boleh dimasukkan ke dalam tempat cuci (sink). Perangkap lemak adalah metode sederhana yang dipakai dalam sistem pengolahan grey water skala kecil. Gambar 19: Bak Penangkap Lemak Contoh lain adalah filter anaerobik, yaitu bak kedap air yang terbuat dari beton, fiberglas, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Ini adalah tangki pengendapan, dan proses anaerobic membantu mengurangi padatan serta material organik. Gambar 20: Bio Filter, Sumber: Buku Opsi Teknologi Sanitasi 162

171 Catatan: Contoh-contoh yang disampaikan diatas hanya sebagian dari jenis pilihan produk dan jasa sanitasi yang ada. Masih banyak sarana lain yang tersedia. Wirausaha STBM dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat di wilayah kerjanya. c. Membangun Jejaring layanan penyediaan sanitasi Setelah masyarakat terpicu dan mau berubah, secara otomatis masyarakat akan membutuhkan sarana sanitasi yang higiene dan layak. Perlu dicatat bahwa tidak semua masyarakat memiliki akses dan kemampuan keuangan untuk menyediakan sarana sanitasi yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, setelah dilakukan pemicuan, wirausaha STBM diundang untuk menyediakan opsiopsi pilihan sarana sanitasi yang dibutuhkan masyarakat dengan proses pembiayaan yang juga sesuai dengan kemampuan masyarakat. Disamping itu perlunya membangun jejaring layanan penyediaan sanitasi untuk mensinergikan potensi-potensi yang ada di masyarakat dalam percepatan pencapaian rencana yang sudah disusun oleh masyarakat, hal ini bisa juga dilakukan dan dibantu oleh wirausaha STBM yang ada dan muncul di masyarakat, jika belum muncul para wirausahawan di bidang sanitasi hal ini bisa diawali dan difasilitasi oleh dinas kesehatan setempat yang sudah mendapatkan ketrampilan terkait wirausaha STBM. Keberadaan wirausaha STBM akan mendekatkan suplai sanitasi kepada masyarakat dan mempermudah perwujudan niat mereka untuk merubah perilaku. d. Pendampingan dan Monitoring Pendampingan dilaksanakan untuk memperkuat keyakinan masyarakat tentang komitmen yang telah dibangun melalui perubahan perilaku secara kolektif yang diaplikasikan dengan upaya individu dalam upaya mewujudkannya. Disamping itu, dalam keadaan tertentu masyarakat membutuhkan mitra untuk melakukan dialog dalam upaya mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Pada saat itu diperlukan pendampingan untuk melakukan dialog dan mewujudkan komitmen masyarakat. Oleh karena itu, fasilitator datang kembali untuk mendampingi masyarakat melakukan monitoring terhadap progress dari rencana tindak lanjut yang mereka buat. Pendampingan dilakukan berdasarkan komitmen dengan masyarakat dan disesuaikan dengan proses alur pemberdayaan. Alur dan Proses pendampingan masyarakat sebagai contoh untuk perubahan perilaku menghilangkan Buang Air Besar Sembarangan (BABS): 163

172 Tabel 8: Alur dan Proses Pendampingan Masyarakat Proses pemicuan juga perlu diitegrasikan dengan perilaku cuci tangan pakai sabun. Terutama ditujukan pada ibu-ibu dan anak-anak sekolah sebagai kelompok sasaran sehingga kedua kelompok tersebut dapat berinteraksi melalui kegiatan di sekolah dan di lingkungan rumah. Pentahapan pendampingan dapat dilaksanakan sebagai berikut : Tabel 9: Tahapan Pendampingan Pilar 1 dan Pilar 2 Keberhasilan suatu kegiatan yang dilakukan apakah mempengaruhi perubahan yang diinginkan atau tidak, tidak akan terjadi apabila kita tidak melakukan monitoring. Informasi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses dan pendekatan kegiatan, dan bahan perencanaan ke depan. 164

173 Monitoring dan evaluasi program STBM melalui Sistem Informasi Monitoring dilaksanakan secara umum melalui tahapan, yaitu pengumpulan data dan informasi, pengolahan dan analisis data dan informasi, dan pelaporan dan pemberian umpan-balik. Tahapan ini terjadi di masing-masing tingkatan. Monitoring program STBM sedapat mungkin dapat dilakukan secara mandiri dan partisipatori oleh masyarakat sendiri, dan diharapkan peran aktif dari natural leader yang muncul dan organisasi masyarakat seperti PKK, kelompok dasa wisma, dan lainnya. Namun demikian tetap diharapkan peran aktif dari petugas PUSKESMAS/ sanitarian sebagai fasilitator dan katalisator di tingkat kecamatan/desa dalam mengelola data dan informasi hasil monitoring kegiatan kesehatan lingkungan ini. Bila di tingkat kabupaten terdapat proyek terkait STBM sedang berjalan, fungsi monitoring ini akan diperkuat dengan memanfaatkan sumber daya tenaga konsultan/fasilitator di tingkat kabupaten untuk melakukan alih pengetahuan dan pembinaan, baik terhadap para petugas PUSKESMAS/sanitarian maupun langsung kepada masyarakat (natural leader/ organisasi masyarakat yang berperan aktif). Adapun gambaran sederhana dari pelaksanaan monitoring program STBM seperti pada tabel 13 berikut. 165

174 Tingkatan Pelaku pemantauan Aksi yang dilakukan Pelaporan Tahap Desa/ Kelurahan Kecamatan Kabupaten/ Kota Provinsi Pusat Fasilitator Natural leader/ Komite Staf Puskesmas Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota DInas Kesehatan Provinsi Kementerian Kesehatan Melalui pemicuan masyarakat ataupun secara khusus ada upaya untuk melakukan pengumpulan data dasar STBM oleh kabupaten/ kota Memantau perkembangan pemicuan di masyarakat Permintaan verifikasi STBM Mengkompilasi update progress pemicuan Memverifikasi klaim STBM dan melaporkan hasil verifikasi Feedback temuan Mengirim laporan pemantauan via SMS Konsolidasi data melalui SMS gateway Analisis data: perbaikan kegiatan dan perencanaan kedepan Feedback kepada staf puskesmas Disseminasi kepada lintas program terkait dan sektor AMPL Workshop review pembelajaran tahunan dan analisis komparatif pencapaian hasil antar kabupaten/ kota Disseminasi kepada lintas program terkait dan sektor AMPL Evaluasi tahunan kompetitif melalui media massa (contoh JPIP) Rakornas STBM: review tahunan dan analisis komparatif pencapaian hasil antar propinsi. Disseminasi kepada lintas program terkait dan sektor AMPL Data dasar STBM (misal melalui peta sosial), berisi akses sanitasi di masyarakat Mencatat kemajuan dan memperbaharui dalam peta sosial terhadap perubahan yang terjadi Pelaporan bulanan. Verifikasi STBM. Pelaporan bulanan. Pelaporan tahunan Bahan untuk publikasi Penilaian kinerja per tahun (Benchmarking) program sanitasi kabupaten/kota Konsolidasi untuk pencapaian MDG. Penilaian kinerja per tahun (Benchmarking) program sanitasi propinsi. Tabel 10 : Alur pikir tata laksana monitoring dan pelaporan dari masyarakat hingga tingkat pusat 166

175 Peran dan fungsi pelaku dalam pelaksanaan STBM, terlihat sebagai berikut: Pelaku Peran Penanggung Jawab Pusat Melakukan pemantauan rutin terhadap pencapaian kinerja kabupaten/provinsi terhadap program sanitasi yang berjalan, Memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data dan informasi monitoring tersebut, Melakukan sharing informasi antar kabupaten/ provinsi, Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap provinsi dan kabupaten yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar). Provinsi Melakukan pemantauan rutin terhadap pencapaian kinerja kabupaten terhadap program sanitasi yang berjalan, Menganalisis data dan informasi hasil monitoring, dan memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data dan informasi monitoring tersebut, Melakukan sharing informasi antar kabupaten, Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap kabupaten yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar). Kabupaten Merekam/ entry data dan informasi hasil monitoring kedalam database, Melakukan pemantauan rutin terhadap indikatorindikator tertentu yang harus dilakukan oleh tim kabupaten 1, Menganalisis data dan informasi hasil monitoring, Memberikan umpan balik terhadap hasil analisis data dan informasi monitoring, Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap kecamatan yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar). Staf Kemenkes yang membidangi Program STBM Staf Dinkes yang membidangi Program STBM Staf Dinkes yang membidangi Program STBM Resource Agency (RA) Melakukan bimbingan kepada pelaku di kabupaten, kecamatan dan masyarakat dalam pelaksanaan monitoring keluaran program STBM, Membantu kecamatan dalam melakukan pengumpulan data dan informasi monitoring di tingkat masyarakat, Membantu kabupaten dalam menganalisis data dan informasi hasil monitoring, Memonitor keefektifan kegiatan Program melalui sistem monitoring rutin. Fasilitator Kabupaten 167

176 Kecamatan Melakukan pengumpulan data dan informasi monitoring di tingkat masyarakat, Melakukan verifikasi dan sertifikasi hasil monitoring yang dilakukan oleh masyarakat, sebelum dikirimkan ke kabupaten untuk direkam/ di-entri dalam database,. Melakukan verifikasi dan sertifikasi terhadap komunitas yang telah mencapai ODF, hingga Sanitasi Total (5 pilar). Masyarakat Melakukan monitoring mandiri terhadap hasil perkembangan kegiatan Program STBM. Petugas PUSKESMAS/ Sanitarian Natural leader/ Organisasi Masyarakat Tabel 11: Peran dan Fungsi Pelaku dalam pelaksanaan Monitoring Program STBM 1) Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat/ desa Pelaksanaan monitoring di tingkat masyarakat akan lebih bertumpu kepada indikator monitoring yang mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh masyarakat itu sendiri, antara lain terkait: 1. Pengumpulan data dasar terkait indikator 5 pilar perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu: a) data akses awal jumlah masyarakat yang memiliki dan menggunakan jamban sehat, memiliki dan menggunakan jamban tidak sehat, jumlah masyarakat yang masih numpang ke jamban tetangga atau umum dibedakan menurut jenis jamban sehat dan tidak sehat, dan terakhir masih BAB di sembarang tempat; b) data akses awal jumlah keluarga (termasuk anggota keluarga di dalamnya) yang telah terbiasa cuci tangan pakai sabun pada waktu-waktu kritis; c) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola air minumnya dengan aman; d) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola sampahnya dengan aman; e) data akses awal jumlah keluarga yang telah mengelola limbah cair rumah tangganya dengan aman. 2. Proses pemicuan perubahan perilaku Buang Air Besar masyarakat. Indikator yang direkam antara lain: a) peningkatan akses masyarakat kepada penggunaan sarana jamban sehat; b) kebersihan lingkungan sekitar rumah keluarga; c) peningkatan perubahan perilaku pilar lainnya. 3. Pendataan tukang yang terkait dengan jasa dan layanan sanitasi. Pendataan ini bertujuan untuk menjaring informasi jumlah tukang yang beredar di desa bersangkutan yang memiliki pengalaman dan/ atau ketrampilan membangun/ memperbaiki sarana jamban. 168

177 Berikut dibawah ini disajikan beberapa model pelaksanaan monitoring yang dapat dilakukan di tingkat masyarakat. Pelaku Cara Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan Monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan kotoran anak batita Masyarakat Persiapan: Pihak kabupaten/ kecamatan/ desa menyediakan kertas spot berwarna (merah, kuning, hijau), dengan yang mudah terlihat dari jarak pandang cukup jauh, misal: bentuk bulat dengan diameter 15 cm; bentuk bujursangkar dengan ukuran 15 cm X 15 cm. Menginformasikan penggunaan kertas berwarna kepada masyarakat setelah proses pemicuan awal atau saat monitoring lanjutan. Kertas merah (jamban numpang), kuning (jamban blm sehat), hijau (jamban sehat). Untuk aspek PHBS lain, seperti cuci tangan, pengelolaan dan penyimpanan air minum dan makanan, pengelolaan limbah RT dapat mengikuti pola monitoring mandiri untuk perilaku BAB di jamban. Untuk efektivitas monitoring dapat menggunakan kartu sehat Pelaksanaan Monitoring: Masyarakat yang telah berupaya berubah perilaku untuk tidak BAB di sembarang tempat (termasuk membuang kotoran anak batita tidak sembarangan), menempelkan tanda kertas spot di depan rumah mereka pada tempat yang tampak dari pandangan orang yang berdiri di depan atau melalui rumah tersebut. Warna yang ditempel sesuai kondisi perkembangan upaya perubahan perilaku mereka. Pada kertas tersebut dapat dituliskan tanggal mereka melakukan perubahan tersebut. Apabila pada keluarga tertentu ada peningkatan perubahan perilaku dengan ditandai perubahan warna kertas spot yang ditempel. Tempel warna baru diatas warna lama, sehingga informasi warna awal masih ada. Natural leader atau komite secara berkala memperbaharui informasi tersebut dalam peta masyarakat (tanpa mengganggu informasi baseline) Setiap saat ada perubahan perilaku yang terjadi pada komunitas tersebut. Tabel 12: Model Pelaksanaan Monitoring di Masyarakat 169

178 Telah dijelaskan sebelumnya bahwa monitoring di tingkat masyarakat ini menggunakan pendekatan partisipatori dan mengangkat peran aktif masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri. Oleh karena itu, penting sekali bahwa selama proses kegiatan STBM, fasilitator kabupaten membantu meningkatkan kapasitas masyarakat untuk melakukan monitoring mandiri melalui on the job training. 2) Pelaksanaan monitoring di tingkat puskesmas/ kecamatan Pelaksanaan monitoring di tingkat puskesmas/ kecamatan akan lebih bertumpu kepada mengumpulkan perkembangan informasi di tingkat desa dan menjaring indikator monitoring yang terjadi di tingkat puskemas/ kecamatan, antara lain sebagai berikut: Pelaku Cara Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan 1. Perekaman monitoring perkembangan perubahan perilaku BAB dan pembuangan kotoran anak batita (kemajuan pemicuan), perilaku cuci tangan pakai sabun, serta pilar lainnya Fasilitator pemicu (Kecamatan/ Puskesmas) Persiapan: Pihak kecamatan/ puskesmas menyiapkan dan memahami pengisian format monitoring perkembangan perubahan perilaku pilar-pilar STBM (pilar 1 hingga pilar 5). Contoh Pelaksanaan monitoring: Mengacu kepada peta sosial masyarakat, informasi perkembangan hasil pemicuan (akses masyarakat kepada jamban) dipindahkan kedalam format LB-1. Melakukan kunjungan ke rumah tangga yang telah melakukan perubahan (berdasarkan perkembangan data pada peta sosial) untuk mengamati kondisi dan pemeliharaan jamban dan lingkungan sekitarnya (lihat panduan transect walk). Penting: Monitoring perkembangan perubahan perilaku masyarakat terkait kebiasaan BAB, sekaligus sebagai kegiatan verifikasi ODF per rumah tangga, yang digunakan sebagai dasar verifikasi status ODF suatu komunitas. Perekaman data dasar (baseline) di awal dan kemajuan hasil pemicuan dilakukan bulanan (misal: minggu ke-empat setiap bulannya) 2. Monitoring status ODF yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi ODF) 170

179 Pelaku Tim kecamatan bersama masyarakat. Persiapan: Cara Pelaksanaan Masyarakat melalui natural leader atau komite menginformasikan pihak Puskesmas untuk dilakukan verifikasi status ke-odf-an mereka (akan lebih baik bila penginformasian dilakukan melalui surat pernyataan yang diketahui oleh kepala desa). Tim kabupaten menyiapkan stiker atau papan ODF. Waktu Pelaksanaan Sebaiknya dilakukan begitu menerima informasi dari masyarakat bersangkutan Pelaksanaan monitoring: Tim kecamatan melakukan pengecekan informasi total masyarakat yang sudah berubah perilakunya. Dengan alat bantu peta sosial dan ceklist jamban, tim mengunjungi rumah masyarakat dan mencocokkan warna kertas spot (kaitkan dengan proses monitoring no.1). Rekaman hasil verifikasi dicantumkan dalam format LB-2. Tim melakukan penilaian terhadap total akses masyarakat. Hasilnya diinformasikan kepada masyarakat. Bila telah mencapai 100% akses, tim dapat menempelkan stiker atau menempatkan papan ODF dengan diisi tanggal kapan mereka mencapai ODF dan verifikasi dilakukan. 3. Monitoring status Desa STBM yang dicapai suatu komunitas (Verifikasi Desa STBM) 171

180 Pelaku Tim kecamatan bersama masyarakat. Persiapan: Cara Pelaksanaan Masyarakat melalui natural leader atau komite menginformasikan pihak Puskesmas untuk dilakukan verifikasi status ke-stbm-an mereka (akan lebih baik bila penginformasian dilakukan melalui surat pernyataan yang diketahui oleh kepala desa). Tim kabupaten menyiapkan stiker atau papan pencapaian Desa STBM. Waktu Pelaksanaan Begitu menerima informasi dari masyarakat bersangkutan Pelaksanaan monitoring: Tim kecamatan melakukan pengecekan informasi total masyarakat yang sudah berubah perilakunya. Dengan alat bantu peta sosial dan ceklist capaian 5 pilar STBM, tim mengunjungi rumah masyarakat dan mencocokkan warna kertas spot (kaitkan dengan proses monitoring no.1). Rekaman hasil verifikasi dicantumkan dalam format rekam pilar-1 sampai pilar-5 STBM. Tim melakukan penilaian terhadap total akses masyarakat. Hasilnya diinformasikan kepada masyarakat. Bila telah mencapai 100% akses kelima pilar STBM, tim dapat menempelkan stiker atau menempatkan papan Desa STBM dengan diisi tanggal kapan mereka mencapai status tersebut dan verifikasi dilakukan. 4. Investasi jamban oleh masyarakat Fasilitator pemicu (Kecamatan/ Puskesmas) Persiapan: Menyiapkan dan memahami cara pengisian format LB

181 Pelaku Cara Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan: Kegiatan ini dapat dilaksanakan saat fasilitator pemicu memperbaharui (updating) informasi kemajuan pemicuan. Pada saat kunjungan ke rumah tangga, dapat menanyakan kepada keluarga bersangkutan perkiraan biaya untuk membangun jamban. (untuk membantu dapat melakukan perkiraan bahan yang digunakan dan tenaga yang dikeluarkan) 5. Pendataan tukang terkait jasa dan layanan sanitasi Fasilitator pemicu bekerja sama dengan natural leader (NL)/ komite Persiapan: Menyiapkan dan memahami cara pengisian format LT-3. Pelaksanaan: Pendataan awal tentang tukang yang ada di komunitas/ desa tersebut sebagai data dasar, dilakukan selang 1 2 minggu setelah pemicuan awal, Pembaharuan pendataan tukang dilakukan setiap 3 bulan, baik ada pengurangan (karena pindah atau bekerja diluar) atau penambahan jumlah tukang. 6. Monitoring mandiri terhadap dampak yang dirasakan Masyarakat bekerja sama dengan pihak puskesmas/ kecamatan/ kabupaten Persiapan: Masyarakat membuat tulisan gambaran kondisi masyarakat sebelum intervensi (pemicuan awal) dilakukan Pelaksanaan monitoring: Masyarakat membuat tulisan perubahan kondisi masyarakat yang dirasakan setelah intervensi (pemicuan awal) dilakukan. Hasil tulisan masyarakat ini dapat didokumentasi secara elektornik dan dipublikasi dalam media daerah lokal hingga situs AMPL. Minimal 6 bulan setelah ODF 173

182 Pelaku Cara Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan Tim kecamatan Persiapan: Membuat pemberitahuan kepada setiap desa agar mempersiapkan hasil capaian kegiatan program sanitasi di masing-masing wilayah Berkala per triwulan (pada pertemuan regular yang ada di kecamatan) Pelaksanaan monitoring: Kegiatan review dan sharing hasil capaian program sanitasi dapat dilakukan melalui forum komunikasi tingkat kecamatan Kegiatan review dan sharing ini dapat diikutkan/ dititipkan dalam kegiatan rutin di tingkat kecamatan yang meng-agenda-kan pertemuan kemajuan desa 7. Pendataan toko dan produsen produk sanitasi Tim puskesmas/ kecamatan Persiapan: Menyiapkan dan memahami cara pengisian format pendataan toko dan produsen produk sanitasi Pelaksanaan: Tim mengidentifikasi dan memetakan toko bangunan dan produsen produk sanitasi yang ada di wilayah kerja Puskesmas/ kecamatan bersangkutan Tim membagi tugas kunjungan ke toko bangunan dan/atau produsen produk sanitasi Petugas mewawancarai pemiliki toko dan/atau produsen produk sanitasi dan mengisi informasi yang dijaring sesuai dengan format LT-2A dan 2B. Pendataan dilakukan secara berkala per triwulan 8. Pendataan kegiatan peningkatan kapasitas (capacity building) Tim Puskesmas/ kecamatan Persiapan: Menyiapkan dan memahami cara pengisian format pendataan kegiatan peningkatan kapasitas (format LT-5) 174

183 Pelaku Cara Pelaksanaan Waktu Pelaksanaan 9. Monitoring institusionalisasi sistem monitoring Tim Puskesmas/ kecamatan Pihak Puskesmas/ kecamatan mencatat dan mengkompilasi data komunitas yang menggunakan peta sosial atau instrumen lainnya dalam memonitor pencapaian ODF dan perilaku cuci tangan pakai sabun oleh seluruh masyarakat Tabel 13: Model Pelaksanaan Monitoring di Tingkat Puskesmas e. Menggali media promosi untuk perubahan perilaku yang berkelanjutan Perubahan perilaku perlu terus dipromosikan agar masyarakat tetap mempraktikkan budaya perilaku hidup bersih dan sehat. Biasanya setelah masyarakat terbiasa, masyarakat akan otomatis berubah ke perilaku yang lebih baik tersebut, namun dalam jangka panjang jika perubahan perilaku tidak terus dipromosikan, maka sangat mungkin sekali masyarakat akan lupa dan kembali ke praktik budaya hidup yang tidak sehat. Promosi bisa dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui iklan, penyebaran media komunikasi, ataupun melalui kegiatan-kegiatan formal dan informal di masyarakat. D. POKOK BAHASAN 4: SIMULASI PEMICUAN STBM DI KOMUNITAS a. Pembentukan Kelompok dan Tim Pemicu Sebelum melakukan simulasi pemicuan perlu disusun kelompok-kelompok praktik lapang yang komposisinya mencakup seluruh komponen tim. Komposisi tim pemicu terdiri dari: o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang. o Co facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi. o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan dokumentasi /pelaporan program. o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kodekode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi. o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana serius proses fasilitasi, misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb. 175

184 Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan praktik kerja lapang idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang). Setiap kelompok diharapkan merupakan gabungan dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok memikili kapasitas yang berimbang. Proses pembentukan/pembagian kelompok dilakukan dengan cara membentuk barisan memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk membagi peserta berdasar komposisi (gender) dan unsur peserta. Misalnya, peserta dari bidang kesehatan mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya dari unsur teknis, bidang perenanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender, sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok. b. Penyiapan Alat dan Bahan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan pada saat pemicuan: Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial, Kertas potong (metaplan), Kertas plano, Spidol besar dan kecil, Ember berisi air bersih, Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas), Bubuk kuning untuk penanda tinja/kotoran manusia, Bubuk putih untuk penanda batas desa/wilayah, Bubuk biru/warna lainnya untuk penanda sungai, kebun atau wilayah-wilayah penting lainnya. c. Pembagian Peran Pada Kelompok Simulasi Pemicuan Kelompok Kelompok yang sudah membentuk tim pemicu menyusun strategi dan skenario proses pemicuan yang akan dilakukan pada saat praktik lapang. Masing-masing peserta memerankan sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam tim. Skenario dibuat berdasarkan data dan fakta yang ada di lapangan berdasarkan informasi yang didapatkan dari petugas kesehatan atau dari tokoh pemerintah setempat yang sebelumnya sudah dilakukan kordinasi. Setelah skenario dan strategi tersusun, masing-masing kelompok melakukan simulasi praktik pemicuan dengan dua kelompok yang berpasangan. Satu kelompok berperan sebagai tim pemicu kelompok yang lain berperan sebagai masyarakat jika sudah selesai bisa bergantian untuk bertukar peran dengan kelompok lainnya. 176

185 E. POKOK BAHASAN 5: PRAKTIK PEMICUAN DI LAPANGAN Praktik pemicuan di lapangan Praktik pemicuan di lapangan ini bertujuan untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan peserta dalam menerapkan pendekatan STBM, sehingga kegiatan ini banyak dilakukan dalam diskusi dan praktik di kelompok. Sesi praktik lapang ini diawali dengan persiapan lapang, praktik lapang itu sendiri, refleksi dan review proses dan hasil dari kegiatan praktik lapang tersebut dalam bentuk laporan tertulis IV. REFERENSI 1. WSP, Film Memicu Perubahan Menuju Sanitasi Total di Maharashta, India, New Delhi: Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Proses Pemicuan di Kenongo, Depkes RI, Sekretariat STBM, Film Pemicuan di Muara Enim, Kemenkes RI, Pedoman Teknis Lapangan STBM, Ditjen PP&PL, Jakarta: V. LAMPIRAN LEMBAR KERJA a. Panduan Persiapan Lapang Persiapan lapang menjadi bagian yang terpisahkan dengan pesiapan penyelenggaran pelatihan. Panitia/pelatih melakukan kunjungan kepada pemerintah daerah yang akan digunakan sebagai lokasi praktik kerja lapangan dan dijelaskan secara rinci kegiatan yang akan dilaksanakan selama kunjungan lapangan termasuk proses pemberdayaan masyarakat. Komponen yang perlu diketahui oleh pemerintah daerah antara lain : Tanggal kunjungan lapangan dan jumlah peserta, Kegiatan di lapangan yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui perubahan perilaku secara kolektif, keluaran yang diharapkan setelah praktik, dan produk yang akan diserah kepada pemerintah daerah untuk ditindaklanjuti. Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah pada waktu kegiatan dan tindak lanjutnya, Logistik yang disediakan. b. Panduan Pembentukan Kelompok 1. Jelaskanlah kepada peserta, bahwa akan dilaksanakan Praktik Kerja Lapang Fasilitasi STBM di masyarakat. Peserta akan dibagi menjadi kelompok kecil (catatan: untuk kepentingan praktik kerja lapang idealnya anggota kelompok tidak lebih dari 6 orang) Setiap kelompok diharapkan merupakan gabungan dari individu-individu yang mewakili berbagai komponen yang ada (berdasarkan bidang keahlian, unsur instansi atau lokasi kerja, dan seterusnya), sehingga diharapkan semua kelompok memiliki kapasitas yang berimbang. 2. Laksanakanlah proses pembentukan/ pembagian kelompok, dengan cara membentuk barisan memanjang ke belakang sesuai jumlah kelompok yang disepakati. Penting untuk 177

186 membagi peserta berdasarkan komposisi (gender) dan unsur peserta. Misal, peserta dari bidang kesehatan mengambil tempat dahulu untuk berbaris di kelompok yang berbeda, selanjutnya dari unsur teknis, bidang perencanaan, dan selanjutnya. Perhatikanlah pula aspek gender, sehingga tidak terjadi sebaran tidak merata jenis kelamin tertentu. 3. Tulislah di papan tulis/ kertas plano daftar nama anggota setiap kelompok. c. Panduan Praktik Lapang Dan Simulasi Kelompok TUJUAN: 1. Tersusunnya panduan praktik lapang, 2. Peserta siap memfasilitasi proses STBM di masyarakat. WAKTU: Maksimum 90 menit METODE: Simulasi Penugasan dan pendampingan. MATERI: Komposisi tim dalam memfasilitasi STBM di komunitas Panduan Fasilitasi STBM di Komunitas ALAT BANTU: Bahan-bahan untuk simulasi Pemetaan Sosial: Kertas potong (metaplan), Kertas plano, Spidol besar dan kecil, Flagband, Ember berisi air bersih, Air mineral dalam kemasan gelas (2 gelas), Video camera. PROSES: 1. Jelaskanlah bahwa peserta akan melaksanakan praktik kerja lapang. Oleh karena itu setiap kelompok harus mempersiapkan diri (menyusun panduan dan berlatih bila perlu). Berikanlah gambaran tentang komposisi tim fasilitasi yang biasanya digunakan dalam memfasilitasi STBM di komunitas, sebagai berikut: o Lead facilitator : fasilitator utama, yang menjadi motor utama proses fasilitasi, biasanya 1 orang, o Co facilitator : membantu fasilitator utama dalam memfasilitasi proses sesuai dengan kesepakatan awal atau tergantung pada perkembangan situasi, o Content recorder : perekam proses, bertugas mencatat proses dan hasil untuk kepentingan dokumentasi/pelaporan program, o Process facilitator : penjaga alur proses fasilitasi, bertugas mengontrol agar proses 178

187 sesuai alur dan waktu, dengan cara mengingatkan fasilitator (dengan kode-kode yang disepakati) bilamana ada hal-hal yang perlu dikoreksi, o Environment Setter : penata suasana, menjaga suasana serius proses fasilitasi, misalnya dengan: mengajak anak-anak bermain agar tidak mengganggu proses (sekaligus juga bisa mengajak mereka terlibat dalam kampanye STBM, misalnya dengan: menyanyi bersama, meneriakkan slogan, dsb.), mengajak berdiskusi terpisah partisipan yang mendominasi atau mengganggu proses, dsb. 2. Panitia menjelaskan lokasi praktik lapang dan gambaran awal jika tersedia, rencana keberangkatan (waktu, perlengkapan yang harus dibawa, kendaraan, alur perjalanan, dll.), 3. Berikanlah penugasan kepada setiap kelompok untuk mempersiapkan diri dan dampingilah sesuai dengan keperluan. Berpakaian yang bersahaja guna menghidari kesan upper-lower, bia perlu berpakaian seperti yang dikenakan oleh masyarakat yang akan dikunjungi. 4. Bila masih ada cukup waktu, lakukan bermain peran fasilitasi STBM di masyarakat. Minta salah satu kelompok untuk menjadi tim fasilitator dan peserta lainnya sebagai masyarakat (10 15 orang). CATATAN PENTING»» Dalam fasilitasi sebenarnya, urutan tidaklah dibakukan, namun pemetaan sosial semestinya dilakukan pertama,»» Lokasi pemetaan sosial sebaiknya di lahan terbuka (halaman), namun hasilnya harus segera dipindahkan ke kertas plano,»» Lokasi pemicuan dengan alat-alat seperti alur kontaminasi, menghitung tinja, dll. tidaklah harus di ruang pertemuan tertutup, tetapi sebaiknya di lokasi-lokasi yang bisa mengoptimalkan rasa jijik, takut penyakit, berdosa, dll. d. Panduan Pemicuan Di Masyarakat TUJUAN: 1. Masyarakat memahami permasalahan sanitasi di komunitasnya dan berkomitmen untuk memecahkannya secara swadaya, 2. Tersusunnya rencana kegiatan masyarakat dalam rangka pemecahan masalah sanitasi di komunitasnya, 3. Terpilihnya panitia lokal komunitas yang mengkoordinir kegiatan masyarakat. WAKTU: 4 jam di masyarakat 179

188 METODE: Praktik Lapang: 1. Pemetaan 2. Transect walk 3. Fokus group discussion untuk melakukan pemicuan dan rencana tindak lanjut untuk mendukung individu yang telah terpicu. 4. Alur kontaminasi Pemantauan: Observasi dan asistensi terhadap praktik fasilitasi yang dilakukan peserta. MATERI: - Buku catatan - Spidol - Alat dokumentasi seperti kamera - Kertas flipchart ALAT BANTU: - Tali rafia/plastik - Bubuk/tepung berwarna : 3-4 warna PROSES: Karena kegiatan praktik kerja lapang yang dilakukan peserta ini merupakan kegiatan riil (bukan simulasi), maka kesalahan proses dan hasil sedapat mungkin diminimalisir. Fungsi pelatih yang melakukan observasi dan asistensi adalah menjamin agar proses dan hasil fasilitasi yang dilakukan peserta benar dan optimal. Langkah-langkah yang bisa ditempuh perlu disepakati dengan para peserta yang memfasilitasi di tingkat komunitas, agar proses dan hasil sesuai yang diharapkan namun eksistensi peserta sebagai fasilitator haruslah dijaga (apalagi akan terus memfasilitasi komunitas tersebut). Bila memungkinkan, setiap kelompok sebaiknya didampingi oleh 1-2 fasilitator yang hanya berkonsentrasi untuk kelompok tersebut. CATATAN PENTING»» Ingatkanlah, bahwa perwakilan masyarakat (6 orang per dusun atau total 12 orang per desa, dengan perimbangan laki-laki dan perempuan) diundang dan akan dijemput (jam pagi) untuk menyampaikan pengalamannya (kondisi sanitasi hingga saat ini) dan rencana ke depan kepada seluruh peserta pelatihan di tempat penyelenggaraan pelatihan, sekaligus makan siang bersama. Wakil masyarakat akan diantar kembali ke dusun/desa sekitar jam dari tempat pelatihan.»» Untuk itu, peta lapangan dan rencana kegiatan sebaiknya disalin ke kertas (plano) sebagai bahan presentasi masyarakat.»» Hal ini bisa disesuaikan dengan rencana pelatihan yang akan dilaksanakan. 180

189 e. Panduan Kompilasi Temuan Dan Pelaporan TUJUAN: 1. Tersusunnya item-item pembelajaran dari praktik lapang setiap kelompok, 2. Tersusunnya laporan proses dan hasil praktik lapang setiap kelompok. WAKTU: Maksimum 60 menit METODE: Diskusi kelompok MATERI: Hasil praktik lapang. ALAT BANTU: Kertas plano dan peralatan lain sesuai kreatifitas peserta PROSES: 1. Jelaskanlah, bahwa esok hari sebelum bertemu dengan masyarakat akan dilakukan refleksi temuan praktik lapang. Untuk itu setiap kelompok perlu menyusun laporan yang menggambarkan proses dan hasil serta pembelajaran yang diperoleh dari praktik lapang tersebut. Berikan penegasan, bahwa peserta boleh berkreasi dalam menyajikan laporannya. Untuk membantu dalam memetik pembelajaran, berikanlah penjelasan tentang analisis yang bisa membantu menemukan pembelajaran dimaksud, misalnya: analisa SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman). 2. Persilahkanlah masing-masing kelompok melaksanakan tugasnya. Fasilitaor pendamping di lapang setiap kelompok, tetaplah mendampingi agar tugas benarbenar terselesaikan dengan baik. CATATAN PENTING»» Fasilitator pendamping dalam penyusunan laporan sebaiknya adalah fasilitator yang mendampingi dalam praktik lapang. f. Panduan Refleksi Temuan Praktik Kerja Lapang TUJUAN: 1. Ditemukannya item-item pembelajaran yang perlu diperhatikan dalam proses memfasilitasi STBM selanjutnya, 2. Ditemukannya item-item pembelajaran yang spesifik lokal yang perlu dikembangkan dalam rangka optimalisasi STBM. 181

190 WAKTU: Maksimum 60 menit METODE: Presentasi kelompok Diskusi pleno MATERI: Laporan praktik lapang masing-masing kelompok ALAT BANTU: Sesuai keperluan presentasi PROSES: 1. Jelaskanlah tujuan dari session ini dan tegaskanlah bahwa waktu yang tersedia untuk setiap kelompok hanya sekitar 15 menit (5 menit presentasi dan 10 menit untuk diskusi penajaman) 2. Berikanlah kesempatan kepada kelompok yang ingin memulai presentasi dan tanya jawab pendalaman khususnya tentang pembelajaran yang diperoleh (total 25 menit), lanjutkan sampai seluruh kelompok mempresentasikan laporannya. 3. Diskusikanlah secara pleno tentang pembelajaran bersama yang diperoleh, khususnya tentang apa yang seharusnya dilakukan, apa yang seharusnya dihindari serta apa yang spesifik bisa dikembangkan di daerah setempat. g. Pleno Dengan Masyarakat PENGANTAR Dalam rangka memastikan rencana individu/ rumah tangga terkonsolidasi di tingkat RT dan Kelurahan/ Desa, serta Kelurahan/Desa memiliki rencana yang jelas tentang target STBM dalam perubahan perilaku yang lebih luas, maka dipandang perlu melakukan pleno masyarakat. Pleno menjadi ajang kompetisi dan pemicuan ulang antar RT, sehingga akan melahirkan komitmen kongkrit dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan di tingkat kelurahan/desa secara bersama-sama (collective action). TUJUAN : Memicu kembali antar RT untuk memastikan target perubahan perilaku yang lebih luas dan kongkrit. Mengkonsolidasikan RTL antar RT sehingga menghasilkan RTL di tingkat Kelurahan. Meningkatnya motivasi masyarakat dan RT untuk melaksanakan rencana kegiatan yang mereka susun. WAKTU : Maksimum 120 menit 182

191 METODE : Presentasi masyarakat Sharing pengalaman Diskusi pleno Feedback progresif. ALAT/TOOLS/ MEDIA INDIKATOR PENCAPAIAN TUJUAN : 3. Semua visual hasil pemicuan ditempel di dinding. 4. Matriks kompetisi antar kelompok (benchmark). : Rencana kongkrit dari masing-masing komunitas dalam mewujudkan ODF PERSIAPAN PENTING FASILITATOR : 5. Ruangan sudah disetting sedemikian rupa untuk dinamisnya proses pleno 6. Matriks kompetisi antar komunitas sudah disiapkan sebelumnya 7. Audio (sound system)dipastikan sudah berfungsi PESERTA Peserta pleno dari setiap RT yang dipicu sebanyak 4 orang yang terdiri dari unsure: 1. Natural Leader (Kampium) 3 orang 2. Ketua RT atau tokoh formal 1 orang Peserta adalah mereka-mereka yang kita sebut tamu istimewa, karena mereka adalah pilihan dan leader alami yang diharapkan akan menjadi pemicu lanjutan. Peserta dari Natural Leader atau kampium umumnya mereka yang terpicu lebih awal atau memiliki semangat belajar dan kerelawanan yang kuat. Nama-nya sangat tergantung siapa yang terpicu lebih awal dan muncul tanda-tanda sebagai relawan untuk menjadi leader alami. Sedangkan peserta dari unsure RT atau tokoh formal, secara otomatis harus diinformasikan oleh Peserta Latih. Peserta dari setiap RT diundang secara lisan oleh Tim Pemicu. Peserta lainnya adalah perwakilan Dinas Kesehatan Kota Depok dan Unsur Puskemas yang diundang oleh Panitia. PEMANDU/FASILITATOR Pleno dipandu atau difasilitasi oleh peserta latih yang dipilih pada saat pelatihan di kelas (sebelum ke lapangan) dan disebut Tim Pemandu. Fasilitator adalah dalam bentuk tim yang terdiri dari: 1. Pembawa Acara/MC (menghantar acara menyambut tamu istimewa dari RT). 2. Pemandu Utama, yang akan memandu/memfasilitasi proses pleno dan pemicuan ulang 3. Pemandu Pendamping, mendampingi pemandu Utama dalam menjalankan perannya 4. Pencatat 183

192 Proses: No Langkah Output PERSIAPAN 1. Tim Pemandu menata ruangan tempat pertemuan. Ruangan harus dipastikan menarik dan dinamis untuk proses pleno. 2. Tim Pemandu berbagi tugas dan memastikan bahwa rencana pleno benar-benar siap. Ruangan siap digunakan Tugas dihapami dengan baik. 3. Perwakilan Tim Pemandu memastikan bahwa pleno akan dimulai jika semua perwakilan RT sudah tiba. Sementara menunggu lengkap, perwakilan RT yang sudah hadir belum diperkenankan masuk ke dalam ruangan, tetapi diajak ngobrol di luar ruangan. 4. Tim pemicu (kelompok lapangan) memastikan kelengkapan bahan presentasi setiap wakil komunitas. Peserta perwakilan RT berkumpul. Hasil visual lengkap dan siap dipresentasikan. PELAKSANAAN PLENO 1. Rombongan peserta dari perwakilan RT diminta masuk ke dalam ruangan secara beriringan oleh MC. 2. MC meminta masing-masing tim pemicu (5 kelompok lapangan) untuk menyambut wakil komunitas dan mengajak masuk ke ruang kelas diiringi dengan musik yang bersemangat dan tepuk tangan dari semua yang hadir. MC mempersilahkan mereka foto bersama fasilitator pemicu yang datang ke wilayahnya secara bergantian (pastikan semua wakil masyarakat dapat foto bersama). 3. MC mengucapkan selamat datang dan menjelaskan tujuan mereka diundang dan membangun komitmen bahwa semua akan menghargai siapapun yang melakukan presentasi. 4. MC menyerahkan kegiatan pleno kepada Pemandu Utama dan Pemandu Pendamping untuk memandu proses pleno. Penghargaan untuk wakil komunitas. Pemahaman tujuan pertemuan oleh komunitas. Pemandu Utama mulai berperan. 184

193 No Langkah Output 5. Pemandu utama memfasilitasi/memoderasi masing-masing komunitas RT untuk mempresentasikan hasil diskusi dan RTL pasca pemicuan sementara Pemandu lainnya memasang bagan/matriks untuk bahan penilaian (lihat lampiran di bawah). 6. Pencatat/Pemandu Pendamping mengisi matriks selama presentasi setiap RT. Komitmen dan rencana pasca pemicuan. Matriks terisi (sementara). 7. Pemandu Utama memicu kembali komunitas yang belum berkomitmen ODF dan mendorong percepatan bagi komunitas yang sudah mempunyai komitmen. Pemandu Pendamping/Pencatat bisa merubah nilai/bagan/grafik jika warga RT menyatakan perubahannya dalam pemicuan. 8. Pemandu Utama meminta komunitas yang mau berubah lebih cepat, maju kedepan kelas untuk diberi applaus dan selamat serta foto bersama sebagai reward. Tanyakan siapa lagi yang mau menyusul?. Pemantapan komitmen baru untuk ODF secepatnya dan tidak berharap subsidi. Kemungkinan setiap matriks akan berubah nilai/ grafiknya. Reward untuk kampiun RTL dan PENUTUPAN 9. Pemandu Utama meminta komunitas didampingi tim pemicu memperbaiki strategi dan menyusun rencana tindak lanjut-nya. 10. MC memberikan salam, ucapan terima kasih, dan memberikan applaus diiringi musik yang bersemangat. Strategi dan RTL pasca pemicuan (pleno). Semangat mendorong perubahan. 185

194 Lampiran: Matriks Aspek Benchmark antar RT (Harus Divisualisasikan ketika pleno) Aspek Kategori RW 2 (Kelurahan Pasir Putih) RW 6 (Kel. Pasir Putih) RT 2 RT 4 RT 5 RT 2 RT 4 1. Mengharap Bantuan dari pihak Luar (Subsidi) Jika masih ada yang mengharap nilai-nya 0 dan sebaliknya. 2. Jumah warga yang terpicu Semakin banyak yang terpicu semakin tinggi nilainya (%). 3. Adanya Tim Komite Semakin lengkap nama dan struktur tim-nya semakin besar nilainya. 4. Rencana tindak lanjut dan strategi Semakin lengkap/ detail RTL-nya semakin tinggi nilainya. 5. Target ODF Semakin jelas, lebih dekat dari sisi waktu dan semakin terukur, maka semakin tinggi nilainya. 186

195 MI.5 TEKNIK MELATIH Modul MI.5 TEKNIK MELATIH 187

196 MODUL MI.5 - TEKNIK MELATIH I. DESKRIPSI SINGKAT II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : B. Tujuan Pembelajaran Khusus : III. Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan A. Pokok Bahasan 1: Model pendekatan pembelajaran orang dewasa (POD) B. Pokok Bahasan 2: Satuan Acara Pembelajaran (SAP) C. Pokok Bahasan 3: Penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif D. Pokok Bahasan 4: Teknik presentasi interaktif dalam proses pembelajaran E. Pokok Bahasan 5: Metode pembelajaran F. Pokok Bahasan 6: Media dan alat bantu pembelajaran G. Pokok Bahasan 7: Evaluasi hasil pembelajaran IV. BAHAN BELAJAR V. METODE PEMBELAJARAN VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1 : MODEL PENDEKATAN PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (POD) B. POKOK BAHASAN 2 : SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) C. POKOK BAHASAN 3 : PENCIPTAAN IKLIM PEMBELAJARAN YANG KONDUSIF D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK PRESENTASI INTERAKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN E. POKOK BAHASAN 5: METODE PEMBELAJARAN F. POKOK BAHASAN 6: MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN D. POKOK BAHASAN 7: EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN VIII RANGKUMAN IX. REFERENSI X. LAMPIRAN

197 MODUL MI-5 TEKNIK MELATIH I. DESKRIPSI SINGKAT Modul ini bertujuan membekali fasilitator dengan beberapa keterampilan dasar mengajar dan proses pembelajaran. Bagi para calon fasilitator modul ini tentunya akan memberikan pengalaman mengajar yang nyata dan memberikan latihan dengan sejumlah keterampilan dasar mengajar secara terpisah, serta dapat mengembangkan dengan baik keterampilan dasar mengajarnya sebelum mereka melaksanakan tugasnya sebagai tenaga fasilitator pada pelatihan selanjutnya. Didalam praktik melatih (micro teaching) ini diperlukan beberapa pemahaman tentang materi model pendekatan pembelajaran orang dewasa (POD), pembuatan satuan acara pembelajaran (SAP), iklim pembelajaran yang kondusif dalam sebuah proses pembelajaran, pemahaman tentang metode dan media alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran serta teknik presentasi interaktif itu sendiri sebagai bahan dalam melakukan teknik melatih. Diharapkan dengan mempelajari modul ini dengan seksama akan dapat menghantarkan para pembacanya untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang lebih baik lagi dalam melakukan kegiatan pelatihan dan memberikan tambahan wawasan yang lebih luas bagi para fasilitator. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melatih pada pelatihan Fasilitator STBM B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu : 1. Menjelaskan model pendekatan Pembelajaran orang dewasa (POD). 2. Menyusun satuan acara pembelajaran (SAP). 3. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dalam sebuah proses pembelajaran. 4. Menggunakan teknik presentasi interaktif dalam proses pembelajaran. 5. Menentukan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuanpembelajaran. 6. Menggunakan media dan alat bantu pembelajaran yang sesuai dengan metode pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 7. Melakukan evaluasi hasil pembelajaran. 189

198 III. POKOK BAHASAN DAN SUB POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai berikut : A. POKOK BAHASAN 1: MODEL PENDEKATAN PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (POD) a. Perubahan paradigma pendidikan b. Pedagogi dan Andragogi c. Prinsip-prinsip POD d. Ruang lingkup Pendekatan & tujuan POD e. Strategi POD B. POKOK BAHASAN 2: SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) a. Pengertian SAP b. Manfaat SAP c. Tujuan SAP d. Sistematika SAP e. Teknik Penyusunan SAP f. Kegiatan Pembelajaran C. POKOK BAHASAN 3: PENCIPTAAN IKLIM PEMBELAJARAN YANG KONDUSIF a. Pengelolaan kelas secara efektif b. Perkembangan kelompok c. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada pembelajar d. Jurnal pembelajaran D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK PRESENTASI INTERAKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN a. Pengertian dan tujuan presentasi interaktif b. Menghantar sesi pembelajaran c. Merangkum sesi pembelajaran d. Teknik tanya jawab efektif e. Teknik Mengelola hubungan interaktif E. POKOK BAHASAN 5: METODE PEMBELAJARAN a. Pengertian dan Manfaat metode pembelajaran b. Ragam metode pembelajaran c. Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran. d. Metode pembelajaran yang efektif F. POKOK BAHASAN 6: MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN a. Pengertian media dan alat bantu pembelajaran b. Peranan media dan alat bantu pembelajaran c. Kriteria pemilihan media dan alat bantu pembelajaran d. Jenis-jenis media dan alat bantu pembelajaran. e. Karakteristik media dan alat bantu pembelajaran. 190

199 G. POKOK BAHASAN 7: EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN a. Pengertian b. Tujuan c. Prinsip evaluasi hasil pembelajaran d. Jenis-jenis, tujuan dan proses evaluasi hasil pembelajaran e. Bentuk, kaidah dan instrument serta pengukuran evaluasi hasil pembelajaran f. Nilai hasil pembelajaran IV. BAHAN BELAJAR Flipchart (lembar balik), meta plan, kain tempel lembar diskusi/simulasi, spidol papan tulis, alat-alat pemicuan, lembar diskusi, lembar latihan, pedoman praktik melatih (micro teaching) V. METODE PEMBELAJARAN Curah pendapat, Ceramah Tanya Jawab, Diskusi kelompok, Latihan dan praktik melatih (micro teaching). VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN Jumlah jam yang digunakan dalam modul ini adalah sebanyak 15 jam pelajaran (T=6 jp, P=1 jp, PL=8 menit. Untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan partisipasi seluruh perserta, dilakukan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: Agar proses pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut : Langkah 1. Penyiapan proses pembelajaran (30 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana dikelas b. Fasilitator menyampaikan salam dengan menyapa peserta dengan ramah dan hangat. c. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas mulailah dengan memperkenalkan diri, Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan. d. Menggali pendapat pembelajar (apersepsi) tentang apa yang dimaksud dengan microteaching / teknik melatih dengan metode curah pendapat (brainstorming). e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran tentang materi teknik melatih yang akan disampaikan dengan menggunakan bahan tayang. 2. Kegiatan Peserta a. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan b. Mengemukakan pendapat atas pertanyaan fasilitator c. Mendengar dan mencatat hal-hal yang dianggap penting d. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas dan perlu diklarifikasi. 191

200 Langkah 2 : Review pokok bahasan (210 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Menyampaikan Pokok Bahasan dan sub pokok bahasan dari materi awal sampai dengan materi terakhir secara garis besar dalam waktu yang singkat b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang masih belum jelas. c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan oleh peserta 2. Kegiatan Peserta a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting. b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan. c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator. Langkah 3 : Pendalaman pokok bahasan. (70 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Meminta kelas dibagi menjadi beberapa kelompok (4 kelompok) dan setiap kelompok akan diberikan tugas diskusi kelompok. b. Menugaskan kelompok untuk memilih ketua, sekretaris dan penyaji. c. Meminta masing-masing kelompok untuk menuliskan hasil dikusi untuk dipresentasikan. d. Mengamati peserta dan memberikan bimbingan pada proses diskusi. 2. Kegiatan Peserta a. Membentuk kelompok diskusi dan memilih ketua, sekretaris dan penyaji. b. Mendengar, mencatat dan bertanya terhadap hal-hal yang kurang jelas kepada fasilitator. c. Melakukan proses diskusi sesuai dengan pokok bahasan / sub pokok bahasan yang ditugaskan fasilitator dan menuliskan hasil dikusi pada kertas flipchart untuk dipresentasikan. Langkah 4 : Penyajian dan pembahasan hasil pendalaman pokok bahasan (20 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Dari masing-masing kelompok diminta untuk melakukan presentasi dari hasil diskusi yang telah dilakukan sebelumnya. b. Memimpin proses tanggapan (tanya jawab) 192

201 c. Memberikan masukan-masukan dari hasil diskusi. d. Memberikan klarifikasi dari pertanyaan-pertanyaan yang belum dimengerti jawabannya e. Merangkum hasil diskusi 2. Kegiatan Peserta a. Mengikuti proses penyajian kelas b. Berperan aktif dalam proses tanya jawab yang dipimpin oleh fasilitator c. Bersama dengan fasilitator merangkum hasil presentasi dari masing masing pokok bahasan yang telah dipresentasikan dengan baik. Langkah 5 : Rangkuman dan evaluasi hasil belajar (10 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Mengadakan evaluasi dengan melemparkan 3 pertanyaan sesuai topik pokok bahasan secara acak kepada peserta. b. Memperjelas jawaban peserta terhadap masing masing pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. c. Bersama peserta merangkum poin-poin penting dari hasil proses pembelajaran tentang POD, SAP dan metode, media dan alat bantu pembelajaran, penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif, teknik presentasi interaktif serta evaluasi proses pembelajaran. d. Membuat kesimpulan dapat dilakukan sendiri oleh fasilitator atau membuat kesimpulan dengan mengajak peserta secara bersama-sama. 2. Kegiatan Peserta a. Menjawab pertanyaan yang diajukan fasilitator. b. Bersama fasilitator merangkum hasil proses pembelajaran teknik melatih. Langkah 6 : Praktik Melatih (microteaching) (360 menit) 1. Kegiatan Fasilitator a. Mempersiapkan peserta untuk kegiatan praktik melatih. b. Mempersiapkan kelas untuk praktik melatih berikut sarana dan prasarana. c. Mempersiapkan lembar penilaian peserta. c. Menyampaikan tata cara praktik melatih kepada peserta. d. Menilai pembuatan SAP yang telah dibuat oleh peserta dan penampilan peserta dalam teknik melatih sesuai dengan pedoman praktik melatih yang sudah ada. 193

202 2. Kegiatan Peserta a. Mempersiapkan bahan SAP dan paparan untuk presentasi. b. Mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan paparannya. c. Mempresentasikan bahan paparannya dengan bekal teknik melatih yang sudah didapat sebelumnya. VII. URAIAN MATERI A. POKOK BAHASAN 1 : MODEL PENDEKATAN PEMBELAJARAN ORANG DEWASA (POD) a. Perubahan Paradigma Pendidikan Salah satu aspek penting dalam pendidikan saat ini yang perlu mendapat perhatian adalah mengenai konsep pendidikan untuk orang dewasa. Tidak selamanya kita berbicara dan mengulas di seputar pendidikan murid sekolah yang relatif berusia muda. Kenyataan di lapangan, bahwa tidak sedikit orang dewasa yang harus mendapat pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal, misalnya pendidikan dalam bentuk keterampilan, kursus-kursus, penataran dan sebagainya. Masalah yang sering muncul adalah bagaimana kiat, dan strategi membelajarkan orang dewasa yang notabene tidak menduduki bangku sekolah. Dalam hal ini, orang dewasa sebagai siswa dalam kegiatan belajar tidak dapat diperlakukan seperti anak-anak didik biasa yang sedang duduk di bangku sekolah tradisional. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa, orang dewasa yang tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri bergerak dari ketergantungan seperti yang terjadi pada masa kanak-kanak menuju ke arah kemandirian atau pengarahan diri sendiri. Kematangan psikologi orang dewasa sebagai pribadi yang mampu mengarahkan diri sendiri ini mendorong timbulnya kebutuhan psikologi yang sangat dalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri, bukan diarahkan, dipaksa dan dimanipulasi oleh orang lain. Dengan begitu apabila orang dewasa menghadapi situasi yang tidak memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri maka dia akan merasa dirinya tertekan dan merasa tidak senang. Karena orang dewasa bukan anak kecil, maka pendidikan bagi orang dewasa tidak dapat disamakan dengan pendidikan anak sekolah. Perlu dipahami apa pendorong hagi orang dewasa belajar, apa hambatan yang dialaminya, apa yang diharapkannya, bagaimana ia dapat belajar paling baik dan sebagainya (Lunandi, 1987). Pemahaman terhadap perkembangan kondisi psikologi orang dewasa tentu saja mempunyai arti penting bagi para pendidik atau fasilitator dalam menghadapi orang dewasa sebagai siswa. Berkembangnya pemahaman kondisi psikologi orang dewasa semacam itu tumbuh dalam teori yang dikenal dengan nama andragogi. Andragogi 194

203 sebagai ilmu yang memiliki dimensi yang luas dan mendalam akan teori belajar dan cara mengajar. Secara singkat teori ini memberikan dukungan dasar yang esensial bagi kegiatan pembelajaran orang dewasa. Oleh sebab itu, pendidikan atau usaha pembelajaran orang dewasa memerlukan pendekatan khusus dan harus memiliki pegangan yang kuat akan konsep teori yang didasarkan pada asumsi atau pemahaman orang dewasa sebagai siswa. Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan. Salah satu masalah dalam pengertian andragogi adalah adanya pandangan yang mengemukakan bahwa tujuan pendidikan itu bersifat mentransmisikan pengetahuan. Tetapi di lain pihak perubahan yang terjadi seperti inovasi dalam teknologi, mobilisasi penduduk, perubahan sistem ekonomi, dan sejenisnya begitu cepat terjadi. Dalam kondisi seperti ini, maka pengetahuan yang diperoleh seseorang ketika ia berumur 21 tahun akan menjadi usang ketika ia berumur 40 tahun. Apabila demikian halnya, maka pendidikan sebagai suatu proses transmisi pengetahuan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan modern (Arif, 1994). Oleh karena itu, bagaimana caranya untuk mengkaji berbagai aspek yang mungkin dilakukan dalam upaya membelajarkan orang dewasa sebagai salah satu altematif pemecahan masalah kependidikan, sebab pendidikan sekarang ini tidak lagi dirumuskan hanya sekedar sebagai upaya untuk mentransmisikan pengetahuan, tetapi dirumuskan sebagai suatu proses pendidikan sepanjang hayat (long life education). b. Pedagogi dan Andragogi Malcolm Knowles (1970) menguraikan perbedaan antara anak-anak (pedagogi) dan orang dewasa (andragogi) sebagai kerangka model pendekatan pendidikan, perbedaan antara kedua pendekatan ini bukan hanya sebatas objek pesertanya tetapi juga dalam hal seni bagaimana mendidik. Pedagogi yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu ilmu dan seni dalam mengajar anak-anak, dimana sepenuhnya peserta didik menjadi objek yang dalam hal ini guru menggurui, guru memilih apa yang akan dipelajari, guru mengevaluasi dan muid tunduk pada pilihan guru. Sedangkan andragogi yang juga berasal dari bahas Yunani yang berarti ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar, diman fungsi guru hanya sebagai fasilitator dan bukan menggurui. Pembelajaran yang diberikan kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (fasilitator, pengajar, penatar, instruktur, 195

204 dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan alternatifalternatif untuk mengembangkan kepribadian mereka. Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekatnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut. Di samping itu, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka. Oleh karena sifat belajar bagi orang dewasa adalah bersifat subjektif dan unik, maka terlepas dari benar atau salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dari pembimbingnya, dan pada akhirnya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak akan pernh terwujud. Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berbeda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling berbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang bagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll). Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadinya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan fisik mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau dipermalukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai alternatif kebebasan mengemukakan ide/ gagasan dapat diciptakan. Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar secara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus 196

205 diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribadi orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam pribadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersebut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi warna yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil. Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, berani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dari belajar. Pada akhimya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok yang dirasakannya berharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan. Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pendidikan dengan langkah-langkah sehagai berikut: 1. Menciptakan suatu struktur untuk perencanaan bersama. Secara ideal struktur semacam ini seharusnya melibatkan semua pihak yang akan terkenai kegiatan pendidikan yang direncanakan, yaitu termasuk para peserta kegiatan belajar atau siswa, pengajar atau fasilitator, wakil-wakil lembaga dan masyarakat. 2. Menciptakan iklim belajar yang mendukung untuk orang dewasa belajar. Adalah sangat penting menciptakan iklim kerjasama yang menghargai antara fasilitator dan siswa. Suatu iklim belajar orang dewasa dapat dikembangkan dengan pengaturan lingkungan fisik yang memberikan kenyamanan dan interaksi yang mudah, misalnya mengatur kursi atau meja secara melingkar, bukan berbaris-baris ke belakang. Fasilitator lebih bersifat membantu bukan menghakimi. 3. Mendiagnosa sendiri kebutuhan belajarnya. Diagnosa kebutuhan harus melibatkan semua pihak, dan hasilnya adalah kebutuhan bersama. 4. Memformulasikan tujuan. Agar secara operasional dapat dikerjakan maka perumusan tujuan itu hendaknya dikerjakan bersama-sama dalam deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diatas. 197

206 5. Mengembangkan model umum, ini merupakan aspek seni dan perencanaan program, dimana harus disusun secara harmonis kegiatan belajar dengan membuat kelompok-kelompok belajar baik kelompok besar maupun kelompok kecil. 6. Perencanaan evaluasi, seperti halnya dalam diagnosa kebutuhan, dalam evaluasi harus sejalan dengan prinsip-prinsip orang dewasa, yaitu sebagai pribadi dan dapat mengarahkan diri sendiri. Maka evaluasi lebih bersifat evaluasi sendiri atau evaluasi bersama. Aplikasi yang diuraikan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsip-prinsip atau ramburambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih banyak bergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Tapi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap pembelajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan andragogi ini. c. Prinsip-prinsip POD Pendidikan orang dewasa dapat. diartikan sebagai keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, mengenai apapun bentuk isi, tingkatan status dan metoda apa yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut, baik formal maupun nonformal, baik dalam rangka kelanjutan pendidikan di sekolah maupun sebagai pengganti pendidikan di sekolah, di tempat kursus, pelatihan kerja maupun di perguruan tinggi, yang membuat orang dewasa mampu mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau keprofesionalannya dalam upaya mewujudkan kemampuan ganda yakni di suatu sisi mampu mengembangankan pribadi secara utuh dan dapat mewujudkan keikutsertaannya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara bebas, seimbang dan berkesinambungan. Dalam hal ini, terlihat adanya tekanan rangkap bagi perwujudan yang ingin dikembangankan dalam aktivitas kegiatan di lapangan, pertama untuk mewujudkan pencapaian perkembangan setiap individu, dan kedua untuk mewujudkan peningkatan keterlibatannya (partisipasinya) dalam aktivitas sosial dari setiap individu yang bersangkutan. Begitu pula pula, bahwa pendidikan orang dewasa mencakup segala aspek pengalaman belajar yang diperlukan oleh orang dewasa baik pria maupun wanita, sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuannya masing-masing. Dengan demikian hal tersebut dapat berdampak positif terhadap keberhasilan pembelajaran orang dewasa yang tampak pada adanya perubahan perilaku ke arah pemenuhan pencapaian kemampuan / keterampilan yang memadai. Di sini, setiap individu yang berhadapan dengan individu lain akan dapat belajar hersama dengan penuh keyakinan. Perubahan perilaku dalam hal kerjasama dalam berbagai kegiatan, 198

207 merupakan hasil dari adanya perubahan setelah adanya proses belajar, yakni proses perubahan sikap yang tadinya tidak percaya diri menjadi peruhahan kepercayaan diri secara penuh dengan menambah pengetahuan atau keterampilannya. Perubahan perilaku terjadi karena adanya perubahan (penambahan) pengetahuan atau keterampilan serta adanya perubahan sikap mental yang sangat jelas, dalam hal pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan, tetapi harus dibekali juga dengan rasa percaya yang kuat dalam pribadinya. Pertambahan pengetahuan saja tanpa kepercayaan diri yang kuat, niscaya mampu melahirkan perubahan ke arah positif berupa adanya pembaharuan baik fisik maupun mental secara nyata, menyeluruh dan berkesinambungan. Perubahan perilaku bagi orang dewasa terjadi melalui adanya proses pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan dirinya sebagai individu, dan dalam hal ini sangat memungkinkan adanya partisipasi dalam kehidupan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan diri sendiri, maupun kesejahteraan bagi orang lain, disebabkan produktivitas yang lebih meningkat. Bagi orang dewasa pemenuhan kebutuhannya sangat mendasar, sehingga setelah kebutuhan itu terpenuhi ia dapat beralih kearah usaha pemenuhan kebutuhan lain yang lebih diperlukannya sebagai penyempurnaan hidupnya. Setiap individu wajib terpenuhi kebutuhannya yang paling dasar (sandang dan pangan), sebelum ia mampu merasakan kebutuhan yang lebih tinggi sebagai penyempurnaan kebutuhan dasar tadi, yakni kebutuhan keamanan, penghargaan, harga diri, dan aktualisasi dirinya. Bilamana kebutuhan paling dasar yakni kebutuhan fisik berupa sandang, pangan, dan papan belum terpenuhi, maka setiap individu belum membutuhkan atau merasakan apa yang dinamakan sebagai harga diri. Setelah kebutuhan dasar itu terpenuhi, maka setiap individu perlu merasa aman jauh dari rasa takut, kecemasan, dan kekhawatiran akan keselamatan dirinya, sebab ketidakamanan hanya akan melahirkan kecemasan yang berkepanjangan. Kemudian kalau rasa aman telah terpenuhi, maka setiap individu butuh penghargaan terhadap hak azasi dirinya yang diakui oleh setiap individu di luar dirinya. Jika kesemuanya itu terpenuhi barulah individu itu merasakan mempunyai harga diri. Dalam kaitan ini, tentunya pendidikan orang dewasa yang memiliki harga diri dan dirinya membutuhkan pengakuan, dan itu akan sangat berpengaruh dalam proses belajarnya. Secara psikologis, dengan mengetahui kebutuhan orang dewasa sebagai peserta kegiatan pendidikan/pelatihan, maka akan dapat dengan mudah dan dapat ditentukan kondisi belajar yang harus disediakan, isi materi apa yang harus diberikan, strategi, teknik serta metode apa yang cocok digunakan. Menurut Lunandi(1987) yang terpenting dalam pendidikan orang dewasa adalah: Apa yang dipelajari pembelajar, bukan apa yang diajarkan pengajar. Artinya, hasil akhir yang dinilai adalah apa yang diperoleh orang dewasa dari pertemuan pendidikan/pelatihan, bukan apa yang dilakukan pengajar, fasilitator atau penceramah dalam pertemuannya. 199

208 d. Ruang lingkup Pendekatan & tujuan POD Pertumbuhan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, di mana setiap individu tidak hanya memiliki kecenderungan tumbuh kearah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual dia menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Dia mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan memanipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling dirinya. Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar alau pendidikan orang dewasa tentunya lehih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri menurut Rogers dalam Knowles (1979), kegiatan belajar bertujuan menghantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemukan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau kalau meminjam istilah Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization). Seperti telah dikemukakan diatas bahwa dalam diri orang dewasa sebagai siswa yang sudah tumbuh kematangan konsep dirinya timbul kebutuhan psikologi yang mendalam yaitu keinginan dipandang dan diperlakukan orang lain sebagai pribadi utuh yang mengarahkan dirinya sendiri. Namun tidak hanya orang dewasa tetapi juga pemuda atau remaja juga memiliki kebutuhan semacam itu. Sesuai teori Peaget (1959) mengenai perkembangan psikologi dari kurang lebih 12 tahun ke atas individu sudah dapat berfikir dalam bentuk dewasa yaitu dalam istilah dia sudah mencapai perkembangan pikir formal operation. Dalam tingkatan perkembangan ini individu sudah dapat memecahkan segala persoalan secara logik, berfikir secara ilmiah, dapat memecahkan masalahmasalah verbal yang kompleks atau secara singkat sudah tercapai kematangan struktur kognitifnya. Dalam periode ini individu mulai mengembangkan pengertian akan diri (self) atau identitas (identity) yang dapat dikonsepsikan terpisah dari dunia luar di sekitarnya. Berbeda dengan anak-anak, di sini remaja (adolescence) tidak hanya dapat mengerti keadaan benda-benda di dekatnya tetapi juga kemungkinan keadaan benda-benda itu di duga. Dalam masalah nilai-nilai remaja mulai mempertanyakan dan membandingbandingkan nilai-nilai yang diharapkan selalu dibandingkan dengan nilai yang aktual. 200

209 Secara singkat dapat dikatakan remaja adalah tingkatan kehidupan dimana proses semacam itu terjadi, dan ini berjalan terus sampai mencapai kematangan. Dengan begitu jelaslah kiranya bahwa pemuda (tidak hanya orang dewasa) memiliki kemampuan memikirkan dirinya sendiri, dan menyadari bahwa terdapat keadaan yang bertentangan antara nilai-nilai yang dianut dan tingkah laku orang lain. Oleh karena itu, dapat dikatakan sejak pertengahan masa remaja individu mengembangkan apa yang dikatakan pengertian diri (sense of identity). Selanjutnya, Knowles (1970) mengembangkan konsep andragogi atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi. Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut. Asumsi Pertama, seseorang tumbuh dan matang konsep dirinya bergerak dan ketergantungan total menuju ke arah pengarahan diri sendiri. Atau secara singkat dapat dikatakan pada anak-anak konsep dirinya masih tergantung, sedang pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian konsep dirinya inilah orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain sebagai manusia yang dapat mengarahkan diri sendiri. Apabila dia menghadapi situasi dimana dia tidak memungkinkan dirinya menjadi self directing maka akan timbul reaksi tidak senang atau menolak. Asumsi kedua, sebagaimana individu tumbuh matang akan mengumpulkan sejumlah besar pengalaman dimana hal ini menyebabkan dirinya menjadi sumber belajar yang kaya, dan pada waktu yang sama memberikan dia dasar yang luas untuk belajar sesuatu yang baru. Oleh karena itu, dalam teknologi andragogi terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang dipakai dalam pendidikan tradisional dan lebih mengembangkan teknik pengalaman (experimental-technique). Maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai. Asumsi ketiga, bahwa pendidikan itu secara langsung atau tidak langsung, secara implisit atau eksplisit, pasti memainkan peranan besar dalam mempersiapkan anak dan orang dewasa untuk memperjuangkan eksistensinya di tengah masayarakat. Karena itu, sekolah dan pendidikan menjadi sarana ampuh untuk melakukan proses integrasi maupun disintegrasi sosial di tengah masyarakat (Kartini Kartono, 1992). Sejalan dengan itu, kita berasumsi bahwa setiap individu menjadi matang, maka kesiapan untuk belajar kurang ditentukan oleh paksaan akademik dan perkembangan biologisnya, tetapi lebih ditentukan oleh tuntutan-tuntutan tugas perkembangan untuk melakukan peranan sosialnya. Dengan perkataan lain, orang dewasa belajar sesuatu karena membutuhkan tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi peranannya apakah sebagai pekerja, orang tua, pimpinan suatu organisasi, dan lain-lain. Kesiapan belajar mereka bukan semata-mata karena paksaan akademik, tetapi karena kebutuhan hidup dan untuk melaksanakan tugas peran sosialnya. Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi masalah hidupnya. 201

210 e. Strategi POD Proses belajar manusia berlangsung hingga akhir hayat (long life education). Namun, ada korelasi negatif antara perubahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Artinya, setiap individu orang dewasa, makin bertambah usianya, akan semakin sukar baginya belajar (karena semua aspek kemampuan fisiknya semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, kemampuan berkonsentrasi, dan lain-lain semuanya memperlihatkan penurunannya sesuai pertambahan usianya pula. Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan berarti tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan. Menurut Vemer dan Davidson dalam Lunandi (1987) ada enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan: 1. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh. Pada usia dua puluh tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm dari matanya. Sekitar usia empat puluh tahun titik dekat penglihatan itu sudah menjauh sampai 23 cm. 2. Dengan bertambahnya usia, titik jauh penglihatan atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, yakni makin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan penggunaan bahan dan alat pendidikan. 3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar. Kalau seseorang pada usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya maka pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas. 4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah dari pada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya ialah kurang dapat dibedakannya warna-warna lembut. Untuk jelasnya perlu digunakan warna-warna cerah yang kontras untuk alat-alat peraga. 5. Pendengaran atau kemampuan menerima suara mengurang dengan bertambahnya usia. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam kemampuannya membedakan nada secara tajam pada tiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini daripada wanita. Hanya 11 persen dari orang berusia 20 tahun yang mengalami kurang pendengaran. Sampai 51 persen dari orang yang berusia 70 tahun ditemukan mengalami kurang pendengaran. 6. Perbedaan bunyi atau kemampuan untuk membedakan bunyi makin mengurang dengan bertambahnya usia. Dengan demikian, bicara orang lain yang terlalu cepat makin sukar ditangkapnya, dan bunyi sampingan dan suara di latar belakangnya 202

211 bagai menyatu dengan bicara orang. Makin sukar pula membedakan bunyi konsonan seperti t, g, b, c, dan d. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu, maka perlu diperhatikan hal-hal tersebut di bawah ini: a. Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang ingin diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong untuk mencari pengetahuan yang lebih tinggi. b. Setiap individu orang dewasa dapat belajar secara efektif bila setiap individu mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik itu berhubungan dengan keperluan pribadinya. c. Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, hal ini dikarenakan belajar hanya diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedang perubahan perilaku saja tidak cukup, kalau perubahan itu tidak mampu menghargai budaya bangsa yang luhur yang harus dipelihara, di samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah. d. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik dan khusus serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi sendiri untuk mempelajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran tersebut. Dengan adanya peluang untuk mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan hal itu dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efeklif. e. Faktor pengalaman masa lampau sangat berpengaruh pada setiap tindakan yang akan dilakukan, sehingga pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat. f. Pengembangan intelektualitas seseorang melalui suatu proses pengalaman secara bertahap dapat diperluas. Pemaksimalan hasil belajaran dapat dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya Di satu sisi, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses evolusi. Artinya penerimaan ilmu tidak dapat dipaksakan sekaligus begitu saja, tetapi dapat dilakukan secara bertahap melalui suatu urutan proses tertentu. Dalam kegiatan pendidikan, umumnya pendidik menentukan secara jauh mengenai materi pengetahuan dan keterampilan yang akan dipresentasikan. Mereka mengatur isi (materi) ke dalam unit-unit, kemudian memilih alat yang paling efisien untuk menyampaikan unit-unit dari materi tersebut, misalnya ceramah, membaca, pekerjaan laboratorium, pemutaran film, mendengarkan kaset dan lain-lain. Selanjutnya mengembangkan suatu rencana untuk menyampaikan unit-unit isi ini dalam suatu bentuk urutan. 203

212 Dalam andragogi, pendidik atau fasilitator mempersiapkan secara jauh satu perangkat prosedur untuk melibatkan siswa, untuk selanjutnya dalam prosesnya melibatkan elemenelemen sebagai berikut : a) Menciptakan iklim yang mendukung belajar, b) Menciptakan mekanisme untuk perencanaan bersama, c) Mendiagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar, d) Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar, e) Merencanakan pola pengalaman helajar, f) Melakukan pengalaman belajar ini dengan teknik-teknik dan materi yang memadai, dan g) Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosa kembali kebutuhan-kebutuhan belajar. Dalam pembelajaran orang dewasa banyak metode yang diterapkan. Untuk memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja. Dalam penetapan pemilihan metode seharusnya fasilitator mempertimbangkan aspek tujuan yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang dibagi dalam dua jenis: 1. Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi pengalaman baru dengan memmedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya. 2. Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia bekerja. 3. Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif lagi kalau dapat juga mengerjakan. 204

213 Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan adalah seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan akan menjadi paling efektif B. POKOK BAHASAN 2 : SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) a. Pengertian SAP SAP atau disebut juga satuan acara pembelajaran, ada pula yang menyebutnya dengan Satpel atau satuan pelajaran atau kurikulum mikro. SAP merupakan pedoman / panduan yang memberi arah kepada fasilitator dalam menyajikan materi pembelajaran kepada para peserta, dalam kurun waktu tertentu dengan menggunakan metode dan alat bantu yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. SAP adalah rumusan pokok dan sub-pokok bahasan yg disusun secara rinci utk kegiatan belajarmengajar perpertemuan atau beberapa pertemuan (S Nasution, 1991) Ada berbagai pengertian tentang SAP tersebut, antara lain : a) SAP merupakan suatu uraian rinci tentang langkah-langkah proses transfer suatu mata ajaran atau materi latihan untuk bidang kemampuan tertentu, yang akan dipaparkan atau dilatihkan kepada peserta, dalam kegiatan pembelajaran. b) SAP merupakan rencana pelaksanaan proses pembelajaran mata diklat yang dibuat oleh fasilitator. Dengan tersedianya SAP, fasilitator akan memperoleh arah dalam materi diklatnya. c) SAP adalah proses merancang kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah yang tertata, tepat dan logis guna mencapai tujuan pembelajaran. b. Manfaat SAP Manfaat penyusunan SAP dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh setiap fasilitator antara lain : a) Menjadi instrumen pengendalian dan pembinaan terhadap fasilitator dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. b) Fasilitator dan peserta dapat mengetahui proses pembelajaran yang akan berlangsung dan metode-metode untuk mencapai tujuan materi tersebut. c. Tujuan SAP Sebagai pedoman dan arah bagi fasilitator dalam melaksanakan proses kegiatan pembelajaran. 205

214 d. Sistematika SAP Komponen komponen suatu SAP adalah sebagai berikut : a) Mata diklat (materi) : diisi dengan pokok / sub pokok bahasan b) Tujuan materi : di ambil dari tujuan pembelajaran umum (TPU) dan tujuan pembelajaran khusus (TPK). c) Sasaran latihnya : sebutkan kriteria / siapa pesertanya. d) Waktu : dalam menit atau jam pelajaran (JP). e) Tempat : Kelas / Lab. / tempat lain (mis : bangsal RS). f) Metode yg digunakan : cara pembelajaran yang akan digunakan. g) Alat bantu : alat / instrumen yang akan digunakan. h) Slide / transparant : bahan yang akan dipaparkan/ ditayangkan. i) Lembar tugas : petunjuk penugasan. j) Kegiatan pembelajaran : pembukan, pelaksanaan (inti)/penyajian, penutup. k) Daftar Rujukan : buku yang digunakan sebagai referensi/ kepustakaan l) Evaluasi : nilai evaluasi. e. Teknik Penyusunan SAP Dalam melakukan penyusunan SAP beberapa komponen penting yang perlu dipahami yaitu : a) Tujuan pembelajaran ; umum maupun khusus. b) Metode pembelajaran c) Alat bantu pembelajaran. d) Kegiatan pembelajaran. e) Instrument evaluasi formatif (setelah materi selesai). Adapun komponen-komponen yang lain seperti ; pokok bahasan / sub pokok bahasan, waktu dan tempat bukan tidak penting akan tetapi cara penulisannya lebih bervariasi tergantung tujuan dan kebutuhan peserta. Tujuan pembelajaran umum (TPU) : Menggambarkan kompetensi atau kemampuan / kecakapan umum / ketrampilan tertentu yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran satu mata diklat / materi. Rumusan TPU yang baik harus memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut : 1. Merupakan kompetensi umum dari suatu kemampuan tertentu (TPU merupakan gabungan dari beberapa kompetensi khusus). 2. Terdiri dari kata kerja operasional (= hasilnya dapat diukur dan diamati) yang diikuti kata benda (objek = keterangan dari perilaku yang akan dicapai), sehingga rumusan TPU menjadi rasional. 206

215 Tujuan pembelajaran khusus (TPK) : Merupakan penjabaran lebih lanjut dari TPU yang harus dicapai atau dikuasai oleh peserta setelah menyelesaikan suatu kegiatan pembelajaran. 1. Rumusan TPK memerlukan kriteria, bahwa kompetensi yang harus dicapai harus berorientasi pada peserta dan dapat diukur. Mengingat yang menjadi subjek aktif proses diklat adalah peserta. 2. Rumusan TPK harus mengandung komponen A, B, C dan D yang berarti (A=audience [peserta] harus dapat mengerjakan atau berpenampilan seperti yang dinyatakan dalam TPK, B=behaviour [perilaku] peserta setelah selesai kegiatan pembelajaran, C=condition [persyaratan] yang harus dipenuhi pada saat peserta menampilkan perilaku setelah selesai kegiatan pembelajaran, D=degree [tingkat keberhasilan] peserta setelah selesai kegiatan pembelajaran). Contoh TPK : Peserta latih (Audience) dapat melakukan pengobatan (Behaviour) pasien HIV AIDS (Condition) sesuai dengan standar pengobatan yang ada (Degree). Metode pembelajaran Metode pembelajaran yang digunakan dalam suatu pelatihan sangat tergantung dari tujuan kompetensi yang ingin dicapai. Walaupun hampir sama tujuannya, tetapi dengan audience yang berbeda mungkin metode yang dipilih tidak persis sama. Dalam setiap kegiatan pelatihan mungkin akan bervariasi metodenya, selain materi dan peserta juga sangat tergantung pada waktu, alat yang tersedia, lokasi pembelajaran, fasilitator dan sebagainya. Alat bantu pembelajaran Memilih alat bantu pembelajaran sangat tergantung pada tujuan diklat yang akan dicapai. Pada dasarnya ada 2 macam alat bantu pembelajaran yaitu : yang bersifat umum dan khusus. 1. Alat bantu pembelajaran umum : seperti papan tulis (white board) beserta kelengkapannya. 2. Alat bantu pembelajaran khusus : seperti alat peraga tertentu atau disebut teaching / training aids (Sebaiknya ditulis secara spesifik seperti contohnya : dildo, model jantung, phantom., instrumen kesehatan seperti tensimeter, alat KB kondom dll) merupakan alat yang mendukung peningkatan pemahaman, kemampuan dan memperlancar kegiatan pembelajaran. 3. Pemilihan alat bantu pembelajaran, didasarkan atau sesuai tujuan dari metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. 4. Alat bantu pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran HARUS ditulis secara jelas dan rinci, agar tidak menimbulkan kesulitan pada saat kegiatan berlangsung. 207

216 f. Kegiatan Pembelajaran Penyusunan kegiatan pembelajaran harus berfokus kepada peserta yang diposisikan sebagai subyek, diikuti dengan bentuk kegiatan yang harus dilakukannya (behaviour). Setiap langkah kegiatan pembelajaran harus ditulis secara berurutan (sequencing) mulai dari awal s/d akhir, juga disesuaikan dengan pokok dan sub pokok bahasan yang tertera dalam GBPP. C. POKOK BAHASAN 3 : PENCIPTAAN IKLIM PEMBELAJARAN YANG KONDUSIF a. Pengelolaan Kelas secara efektif Pengelolaan kelas merupakan suatu seni proses mengorganisasikan segala sumber daya kelas yang diarahkan agar dapat tercipta suatu kondisi yang menunjang terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran. (Sudarwan Danim, 2002). Konsep pengelolaan kelas modern mengisyarakatkan bahwa semua sumber daya yang terdapat dikelas selalu dalam keadaan yang dapat menimbulkan perhatian, motivasi dan suasana yang menyenangkan para pembelajar. Hal ini seiring dengan konsep Quantum Learning (Bobbi de Porter & Mike Hemacki, 1992) yang menyatakan bahwa semua sumber daya dikelas dapat berbicara sehingga menimbulkan rasa, memotivasi karena dapat menstimulir pembelajar. Untuk itu seluruh sumber daya di kelas yang terlibat dalam proses pembelajaran diupayakan agar senantiasa menimbulkan perasaan nyaman dan menyenangkan pembelajar. Keberadaan pembelajar yang hadir dan diterima seutuhnya dalam proses pembelajaran akan melibatkan seluruh unsur individu yang terdiri dari intelektualitas, kondisi fisik, maupun mentalnya yang sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal yang berbeda disekitarnya. Keterampilan mengelola kelas merupakan seni yang harus dikuasai oleh fasilitator karena hal ini merupakan bagiab dari tugasnya dalam menciptakan iklimpembelajaran yang kondusif. Untuk itu diperlukan kreatifitas dalam menciptakan proses pembelajaran yang nyaman, aman dan juga menyenangkan Kegagalan mengelola kelas dengan baik biasanya akan memunculkan indikator yang segera tampak yakni ritme proses pembelajaran melemah karena keterlibatan pembelajar berada pada titik yang terendah. Masalah ini dapat terjadi karena berbagai sebab antara lain oleh : Manusia (pembelajar, pelatih/fasilitator atau panitia), sarana (misalnya : media pembelajaran dan fasilitas fisik lainnya) dan organisasi (misalnya : perubahan jadwal, pergantian fasilitator dsbnya). Masalah pengelolaan kelas yang disebabkan oleh pembelajar dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masalh individual dan masalah kelompok. Menurut R.Dreikurs 208

217 dan P. Cassel menyatakan bahwa kegagalan mengelola kelas akan memunculkan masalah kelas secara individual yang dapat dikelompokkan sebagai berikut : i. Memancing perhatian, misalnya dengan melucu, bercanda atau membuat keributan disaat proses pembelajaran sedang berlangsung. ii. Konfrontasi atau mencari kuasa, dengan manifestasinya seperti melawan, membantah, menentang dan bertindak emosional pada hal-hal yang sepele. iii. Menyakiti / mengejek orang lain yang lebih rendah, lemah atau kurang pengetahuan / pengalamannya ketika ia berbuat kekeliruan. iv. Memboikot, beraksi seperti menyerah atau tidak berdaya, pasif, apatis, acuh tak acuh atau bahkan menolak sama sekali untuk melakukan apapun. Sedangkan masalah kelompok dalam pengelolaan kelas menurut LV Johnson dan MA Bany mengklasifikasikannya sebagai berikut : i. Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas yang bernuansa negatif ii. Kelas sukar diatur, melakukan berbagai cara yang menunjukkan pemberontakkan. iii. Kelas bereaksi negatif ketika salah seorang anggotanya/kelompok lain berlaku disiplin dan serius dalam mengikuti proses pembelajaran. iv. Kelas mendukung anggota kelas yang melanggar norma kelompok. v. Kelas mudah sekali dialihkan perhatiannya. vi. Semangat kerja rendah, lamban dan bermalas-malasan. vii. Kelas sulit menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan yang dilakukan oleh pengendali pelatihan, misalnya perubahan jadwal, pergantian fasilitator dsb nya. Untuk mencegah terjadinya masalah-masalah tersebut diatas maka perlu dilakukan pengelolaan keas seperti berikut yakni : i. Menciptakan iklim kelas yang baik berupa tindakan positif untukpreventif. ii. Memacu motivasi pembelajar iii. Memberi umpan balik postif kepada pembelajar. b. Perkembangan kelompok Pengelompokan orang dapat terjadi karena disengaja ataupun karena tanpa disengaja. Pengelompokan orang yang disengaja biasanya menggunakan kriteria tertentu yang sudah dirancang sebelumnya, tetapi pengelompokan yang tidak disengaja biasanya berkaitan dengan adanya kesamaan tujuan tertentu yang dirasakan oleh anggotanya. Dalam kegiatan diklat sering terjadi keduanya, kelompok formal biasanya dilakukan pengelompokannya oleh fasilitator dengan menggunakan kriteria / variabel tertentu 209

218 sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, sedangkan kelompok non formal biasanya terjadi karena adanya kesamaan tertentu misalnya : merasa satu suku, merasa pernah bersama-sama dalam satu diklat terdahulu,merasa ada kesamaan hobi dan kesamaan lainnya. Semua jenis kelompok hampir dipastikan mengalami tahapan ini dkarenakan adanya sifat manusia yang ingin selalu berkembang melalui berbagai kesempatan. Dalam kaitan ini tugas fasilitator adalah memfasilitasi terbentuknya kelompok menjadi tim efektif yang berguna untuk turut berperan menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Kelompok yang dinamis selalu terjadi siklus perkembangan dalam empat tahapan sebagai berikut : 1) Tahap Forming Pada tahap ini setiap anggota kelompok berhubungan secara formal, masing-masing masih saling mengobservasi dan melempar ide / pendapat ke forum kelompok. Ide / pendapat terus bermunculan. Fasilitator / pelatih pada tahap ini berperan dalam memberikan rangsangan agar pada tahapini seluruh anggota kelompok berperan serta dan memunculkan ide /pendapat yang bervariasi. 2) Tahap Storming Pada tahap ini mulai terjadi debat yang makin lama suasananya makin memanas karena ide / pendapat yang dilemparkan mendapat tanggapan yang saling mempertahankan ide / pendapatnya masing-masing. Fasilitator / pelatih pada saat tahapan ini memberikan rangsangan pada individu yang kurang terlibat menanggapi atau mempertahankannya, dan hendaknya para fasilitator / pelatih secara samar (tidak terbuka) berusaha mempertahankan keutuhan kelompok. 3) Tahap Norming Tahap selanjutnya suasana tegang sudah mulai reda karena kelompok sudah setuju dengan klarifikasi yang dibuat dan adanya kesamaan persepsi. Masing-masing anggota kelompok mulai menyadari dan muncul rasa mau menerima ide /pendapat orang lain demi kepentingan kelompok./ Tahapan inilah sebenarnya telah terbentuk norma baru yang telah disepakati oleh kelompok. Fasilitator / pelatih pada tahapan ini harus mampu membulatkan ide/ pendapat yang telah disepakati kelompok menjadi ide / pendapat kelompok. 4) Tahap Performing Pada tahapan ini kelompok telah menjadi kompak, diliputi suasana kerja sama yang harmonis sesuai dengan norma baru yang telah disepakati bersama untuk menyelesaikan tugas sebaik-baiknya. 210

219 Peranan fasilitator / pelatih pada tahapan ini adalah memacu kelompok agar masingmasing idividu berperan serta dalam setiap proses kerja kelompok dengan tetap pada jalur norma yang telah disepakati bersama. c. Kondisi dan situasi belajar yang berpusat pada pembelajar Salah satu komponen penting dalam upaya penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif adalah rancangan pembelajaran yang menempatkan pembelajar sebagai pusat perhatiannya (learner centered) desain pembelajaran seperti ini menempatkan pembelajar pada posisi utama yang harus dilayani atau difasilitasi dan diarahkan untuk memenuhi harapan / keinginan dan kebutuhan belajarnya, bukan untuk mengajarkan apa yang diketahui fasilitator ataupun keahlian apa yang diberikan oleh si penyaji untuk memecahkan suatu masalah. Untuk dapat memenuhi desain pembelajaran seperti tersebut diatas maka seorang pelatih / fasilitator harus mampu menciptakan kondisi-kondisi tertentu dan situasi belajar yang berpusat pada pembelajar. 1) Kondisi belajar yang berpusat pada pembelajar Seluruh sumber daya pembelajaran harus dikondisikan agarpembelajar untuk senantiasa dapat meresponnya dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan menuju kompetensi seperti yang diharapkan pada tujuan pembelajaran, salah satu contohnya adalah dengan penyiapan bahan belajar (learning material) yang disesuaikan dengan karakteristik pembelajar, sehingga dapat memotivasi dan memberikan respon dalam bentuk keterlibatan aktif pada proses pembelajaran. Oleh karena itu bahan pembelajaran dan contoh yang ditampilkan diupayakan sebanyak mungkin identik atau menyerupai dengan tugas kesehariannya. 2) Situasi belajar yang berpusat pada pembelajar Fasilitator harus dapat mengendalikan diri agar tidak terjebak pada situasi belajar searah dalam arti pembelajar menjadi objek fasilitator / pelatih yang sedang berorasi, dengan cara mengambil posisi pasif. Belajar terakselerasi dapat memberikan kebebasan belajar yang dapat membantu menuju pencarian makna untuk menemukan sendiri (self discovery) apa-apamyang sesuai dengan kebutuhannya. Collin Rose dan Malcom J. Nicholl (1997) merumuskan enam tahapan pembelajaran terakselerasi dalam kata MASTER sebagai berikut ; Motivation, memberikan dorongan sikap belajar yang positif dengan membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan tanpa tekanan meskipun terdapat gaya belajar yang berbeda-beda. 211

220 Acquiring, memperoleh informasi yang terkait fakta yang relevan dengan kepentigan pembelajar serta jika diperlukan dapat memanipulasinya dengan cara mengkombinasikannya dengan fakta lainnya. Searching, selalu mencari kebermaknaan agar dapat memahami setiaptopik bahasan dan menjadikannya berarti dalam kehidupannya (personal meaning). Trigger, menyulut memori sehingga materi, pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam long term memory dapat digali kembali dan berasosiasi dengan yang baru diterima. Exhibiting, memaparkan apa yang telah diketahui kepada forum kelas untuk berbagi pengalaman dengan sesama sejawat. Reflecting, merefleksikan kembali tentang apa-apa yang telah didapat pada proses pembelajaran terdahulu dan bagaimana mempelajarinya. Dengan menggunakan MASTER pelatih / fasilitator dapat mengarahkan pembelajar agar dapat menggabungkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk mencapai hasil yang optimal dalam suasana yang bebas tanpa merasa disuruh, apa lagi dipaksa. d. Jurnal pembelajaran Jurnal pembelajaran merupakan sebuah refleksi berupa proses pembelajaran, dan pengalaman belajar yang muncul setelah sehari berproses. Isi jurnal dapat berupa halhal sebagai berikut : 1) Apa saja materi yang telah dipelajari sepanjang hari. 2) Bagaimana proses pembelajaran yang telah terjadi. 3) Bagaimana perasaan yang muncul setelah mendapat pengalaman pembelajaran pada kurun waktu sehari. 4) Apa manfaat yang telah dirasakan oleh pembelajar terhadap pembahasan materi, proses pembelajaran dan pengalaman belajar yang telah dialami. Pembuatan jurnal pembelajaran merupakan salah satu unsur penunjang dalam penciptaan iklim pembelajaran yang kondusif, karena melalui jurnal pembelajaran, pembelajar secara individual dapat mengekspresikan / merefleksikan perasaan dan tanggapannya terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah didapat hari demi hari. Demikian juga bagi fasilitator jurnal pembelajaran berguna sebagai cermin umpan balik tentang respon pembelajar baik secara individual mauun rata-rata kelas terhadap materi, proses dan pengalaman belajar yang telah dialami. Manfaat jurnal pembelajaran bagi pembelajar yaitu : 1) Pembelajar tanpa sadar telah melakukan review tentang substansi materi yang ia tangkap pada proses pembelajaran setiap harinya. 212

221 2) Berani mengungkapkan apa yang dilihat, dirasakan dan didapatkan secara tulus demi kemajuan bersama. 3) Ikut bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran sesi-sesi berikutnya. 4) Dapat mengukur seberapa jauh dirinya telah mendapatkan manfaat dan keterlibatan diri pada setiap pembahasan materi pembelajaran. 5) Dengan membandingkan jurnal yang dibuatnya setiap hari maka dapat diketahui tingkat perkembangan pembelajaran yang dialaminya. Manfaat jurnal pembelajaran bagi fasilitator : 1) Mengukur seberapa jauh materi bahasan telah dapat diserap dengan benar oleh pembelajar secara rerata kelas. 2) Mengetahui efektivitas metode, media dan alat bantu serta sumber daya pembelajaran lainnya yang telah dipergunakan. 3) Mengetahui tingkat atensi pembelajar terhadap setiap materi yang dipelajari. 4) Mengetahui kualitas interaksi sesama pembelajar dan pembelajar dengan fasilitator. D. POKOK BAHASAN 4: TEKNIK PRESENTASI INTERAKTIF DALAM PROSES PEMBELAJARAN a. Pengertian dan tujuan presentasi interaktif Presentasi interaktif terdiri dari 2 (dua) kata yaitu presentasi dan interaktif. Presentasi yang berarti pemaparan atau penyajian, sedangkan interaktif mengandung arti saling mempengaruhi secara timbal balik (mutually). Jadi presentasi interaktif mempunyai makna suatu penyajian timbal balik / bergantian antara pelatih / fasilitator (penyaji) dengan pembelajar yang saling merespon pembelajaran dalam suatu topik bahasan. Dalam kaitan ini pembelajar dapat merespon ditengah-tengah paparan penyaji dan penyaji dapat mengembangkan respon pembelajar sepanjang masih dalam koridor pokok bahasan dan hal ini dapat dilakukan berulang-ulang sampai tuntas. ~ KATA-KATA BIJAK ~ Pembelajar akan belajar dari apa yang kita sampaikan Sementara kita perlu belajar dari apa yang mereka tanyakan Dengan kata lain penyajian (stimulus) yang dilakukan oleh pelatih / fasilitator telah memperoleh respon dari pembelajar dan respon pembelajar ini (sebagai stimulus) mengundang respon pelatih/fasilitator. Dengan demikian dalampresentasi interaktif yang terjadi sebenarnya adalah interaksi stimulus-rspon yang terjadi diantara pelatih/fasilitator dan pembelajar dengan saling menyajikan dan saling membelajarkan. 213

222 Yang perlu diperhatikan oleh fasilitator / peatih dalam menggunakan pendekatan presentasi interaktif adalah : 1) Waktu 2) Jangan keluar dari pokok bahasan 3) Tidakmendominasi 4) Menangkap dan membulatkan masukan/tanggapan. b. Menghantar sesi pembelajaran Beberapa menit pertama setiapsesi penyajian merupakan waktu yang kritis, sepertiyang dikatakan oleh Andreas Harefa : Lima menit pertama dari presentasi anda dapat menentukan keberhasilan ratusan menit berikutnya dari presentasi anda. Hal ini mudah dipahami karena pada menit-menit pertama kemungkinan beberapa pembelajar berfikir berbagai hal yang tidak ada kaitannya dengan materi pembelajaran, atau sebaliknya mereka berharap yang berlebihan terhadap materi yang akan dibahas. Oleh karena itu untuk menjajaginya pelatih / fasilitator harus mampu : 1) Menangkap minat seluruh kelompok pembelajar dan menyiapkan informasi agar pembelajar dapat berproses secara optimal. 2) Membuat pembelajar menyadariharapan pelatih / fasilitator tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai bersama, sehingga dapat diciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Untuk mewujudkan keadaan tersebut, langkah awal yang harus dilakukan pelatih / fasilitator sebagai prakondisi menghantar sesi adalah hal-hal sebagai berikut : 1) Mereview tujuan sesi. 2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan pokok bahasan 3) Menghubungkan pokok bahasan dengan materi sebelumnya, pengalaman nyata penyaji, pengalaman kerja pembelajar atau berbagi pengalaman. 4) Menggunakan alat bantu yang sesuai / tepat. Bila kelas masih belum kondusif maka ada baiknya jika hal-hal berikut ini dilakukan untuk merebut atensi pembelajar yaitu : 1) Mengajukan pertanyaan retorikal (tidak perlu jawaban) yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas. 2) Memberikan definisi yang tidak ghalib (tidak biasa) terhadap salah satu ungkapan yang terkandung dalam topik bahasan. 3) Mengutip pndapat orang bijak yang dapat menegaskan topik bahasan. 4) Memebrikan pertanyaan misterius dengan tujuan agar pembelajar penasaran dan mengikutinya untuk menemukan jawabannya. 5) Kemukakan hal-hal yang endukung ide tyang terkandung dalam pokok bahasan. 214

223 c. Merangkum sesi pembelajaran Rangkuman digunakan untuk menguatkan isi penyajian dan menyediakan ruang bagi pembelajar untuk meninjau ulang butir-butir inti penyajian. Pada umumnya rangkuman dibuat pada setiap akhir presentasi. Apabila pokok bahasannya kompleks atau terputus oleh waktu istirahat maka rangkuman perlu dibuat secara periodik per pokok bahasan untuk meyakinkan bahwa pembelajar telah dapat menangkap materi yang disajikan dengan benar. Syarat membuat rangkuman : 1) Singkat, rangkuman tidak terlalu banyak sehingga memudahkan setiap pembelajar mengingatnya. 2) Menggambarkan kesatuan butir-butir inti, rangkuman hendaknya dibuat secara kronologis berupa butir-butir inti sesuai dengan sekuens pembahasan. 3) Melibatkan pembelajar, rangkuman sebaiknya dilakukan oleh pembelajar secara curah pendapat yang dipandu oleh pelatih/fasilitator dengan maksud disamping untuk memperekat daya ingat juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat penyerapannya. Beberapa teknik merangkum yang dapat digunakan antara lain : 1) Meminta pembelajar bertanya 2) Bertanya kepada pembelajar 3) Melaksanakan latihan atau tes tertulis 4) Tanya jawab silang antar kelompok pembelajar. d. Teknik tanya jawab efektif Inti dari keberhasilan presentasi interaktif terletak pada dinamika proses pembelajaran yang tercipta, kualitas dinamika proses pembelajaran terletak pada ketepatan dan keserasian hubungan stimulus-respon (fasilitator/pelatih pembelajar) yang terjadi. Sedangkan kualitas interaksi stimulus-respon yang terjadi sangat ditentukan oleh kualitas kesediaan pelatih/fasilitator pada momentum tanya jawab. Dan momentum tanya jawab akan produktif bila pelatih/fasilitator menguasai teknik tanya jawab dengan baik. Agar kegiatan tanya jawab menjadi momentum produktif maka pelatih/fasilitator perlu mempunyai kemampuan dalam hal-hal sebagai berikut ; 1) Menyusun dan mengajukan pertanyaan; dengan menguasai prinsip-prinsip umum yaitu Clarity, Simplicity, Challenging, Specific 2) Menentukan jenis pertanyaan ; pertanyaan tertutup, pertanyaan mendugaduga, pertanyaan mengarahkan, pertanyaan terbuka, pertanyaan hipotetik, 215

224 pertanyaan menyelidik, pertanyaan ingatan, pertanyaan pengamatan, pertanyaan analisis, pertanyaan perbandingan, pertanyaan proyektif. Apapun jenis pertanyaan yang akan dipakai sebaiknya pergunakan kata tanya : APA, SIAPA, DIMANA, KAPAN, BAGAIMANA dan MENGAPA dengan panduan : Untuk mengungkap fakta pergunakan :Apa, Siapa, Kapan dan Dimana, Sedangkan untukmengungkap ide, pendapat atau gagasan yang berhubungan dengan proses,kerangka pikir dan fakta lain pergunakan :Mengapa dan Bagaimana. 3) Teknik bertanya; overhead question, target question 4) Teknik menanggapi pertanyaan 5) Teknik menghadapi situasi sulit e. Teknik Mengelola hubungan interaktif Pelatih/fasilitator bukanlah satu-satunya orang yang harus melakukan komunikasi karena dalam proses pembelajaran dengan pola interaktif pelatih/fasilitator harus dapat memfasilitasi komunikasi interaktifyang efektif.interaktif yang dimaksud adalah keadaan yang memungkinkan terjadinya interaksi antar sumber belajar. Secara nyata interaksi yang terjadi adalah terciptanya stimulus-respon antara pelatih / fasilitator dengan pembelajar, antar pembelajar dan antar pembelajar / fasilitator dengan sarana pembelajaran. Berikut ini beberapa strategi untuk mengelola hubungan interaktif yang berguna bagi pelatih / fasilitator agar dapat mempertahankan suasana kondusif sampai akhir sesi, yakni : 1) Menyesuaikan diri dengan pembelajar yang menjadi pendengar yaitu : a. Pergunakan bahasa yang mudah dipahami. b. Berbicaralah secara efektif. c. Gaya dan penampilan harus tetap dijaga 2) Mendengar secara efektif yaitu : a. Temukan beberapa are minat pembicara ketika komunikasi itu terjadi b. Nilailah isinya, bukan pada cara menyampaikannya. c. Tahanlah keinginan untuk menjawab sebelum paham betul apa yang diutarakan oleh lawan bicara. d. Dengarkan dan temukan ide (isu inti) yang diutarakanoleh lawan bicara. e. Ajukanpertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu pemahaman dan memperdalam mengenai apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh lawan bicara. f. Bersikaplah toleran pada gangguan yang ada pada saat pembicara mengutarakan ide/pendapatnya. 216

225 g. Bukalah pikiran dengan mempertimbangkan perbedaan sudut pandang walaupun tajam adanya. h. Usahakan agar tidak dengan segera melakukan evaluasi tentang apa yang sedang dikatakan,kecuali jika lawan bicara telah mengutarakan kesimpulan akhir. 3) Menyadari apa yang sedang terjadi ketika proses pembelajaran sedang berlangsung; contohnya : pembelajar terlihat resah, suasana kelas menjadi hening, ekspresi wajah gerak tubuh dan suara fasilitator/pelatih E. POKOK BAHASAN 5: METODE PEMBELAJARAN a. Pengertian dan manfaat metode pembelajaran Metode pembelajaran diklat didiskripsikan sebagai suatu rencana untuk penyajian yang sistematis berdasarkan pendekatan yang telah dipilih. Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi. Dengan demikian suatu strategi dapat dilaksanakan dengan berbagai metode. Terdapat empat strategi dasar dalam pemilihan metode pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan yaitu : a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik yang diharapkan sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. b. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. c. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para fasilitator dalam menunaikan kegiatan mengajarnya; dan d. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh fasilitator dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan. Dari setiap metode pembelajaran, memiliki satu ranah pembelajaran yang paling menonjol meskipun juga mengandung ranah pembelajaran lainnya. Ranah pembelajaran 217

226 tersebut ada 3 (tga), yaitu: Ranah kognitif atau ranah perubahan pengetahuan(p); Ranah afektif atau ranah perubahan sikap-perilaku (S);dan Ranah psikomotorik atau ranah perubahan / peningkatan keterampilan (K). Hubungan Metode Pembelajaran Diklat dengan Ranah Pembelajaran Metode Pembelajaran Diklat Pengetahuan (P) kognitif Ranah Pembelajaran Sikap-nilai (S), afektif Keterampilan(K), psikomotorik 1. Diskusi kelas 2. Curah pendapat 3. Diskusi kelompok 4. Ceramah 5. Penugasan 6. Bermain peran (roleplay) 7. Drama / sandiwara 8. Simulasi 9. Studi kasus 10. Kunjungan Silang 11. Permainan (games) 12. Praktik Laboratorium 13. Praktik Lapangan 14. Demonstrasi b. Ragam metode pembelajaran Berikut ini pemaparan berbagai jenis metode yang ada yaitu : CERAMAH Metode ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang partisipatif (curah pendapat, diskusi, pleno, penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud di sini adalah ceramah yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan pengalaman peserta. 218

227 DISKUSI KELAS Metode ini bertujuan untuk tukar-menukar gagasan, pemikiran, informasi/pengalaman di antara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya.kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan dan lain-lain. CURAH PENDAPAT Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat, ide/ gagasan orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama. BERMAIN PERAN (ROLEPLAY) Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk menghadirkan peranperan yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas / pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, untuk selanjutnya memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran. SIMULASI Simulasi digunakan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan mental/ fisik/ teknis peserta diklat. Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktik didalam situasi yang sesungguhnya. Misalnya: sebelum melakukan praktik penerbangan, seorang siswa sekolah penerbangan melakukan simulasi penerbangan terlebih dahulu (belum benar-benar terbang). Situasi yang dihadapi dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar merupakan keadaan yang sebenarnya (replikasi kenyataan). Contoh lainnya, dalam sebuah pelatihan fasilitasi, seorang peserta melakukan simulasi suatu metode belajar seakan-akan tengah melakukannya bersama kelompok dampingannya. Pendamping lainnya berperan sebagai kelompok dampingan yang benar-benar akan ditemui dalam keseharian peserta (ibu tani, bapak tani, pengurus 219

228 kelompok, dsb.). Dalamc ontoh yang kedua, metode ini memang mirip dengan bermain peran. Tetapi dalam simulasi, peserta lebih banyak berperan sebagai dirinya sendiri saatmelakukan suatu kegiatan / tugas yang benar-benar akan dilakukannya. SANDIWARA Metode sandiwara seperti memindahkan sepenggal cerita yang menyerupai kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan. Penggunaan metode ini ditujukan untuk mengembang kan diskusi dan analisis peristiwa (kasus). Tujuannya adalah sebagai media untuk memperlihatkan berbagai permasalahan pada suatu tema (topik) sebagai bahan refleksi dan analisis solusi penyelesaian masalah. Dengan begitu, ranah penyadaran dan peningkatan kemampuan analisis dikombinasikan secara seimbang. DEMONSTRASI Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan sekaligus memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu. Demonstrasi merupakan praktik yang diperagakan kepada peserta. Karena itu, demonstrasi dapat dibagi menjadi dua tujuan: demonstrasi proses untuk memahami langkah demi langkah; dan demonstrasi hasil untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari sebuah proses. Biasanya, setelah demonstrasi dilanjutkan dengan praktik oleh peserta sendiri. Sebagai hasil,peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktik adalah membuat perubahan pada ranah keterampilan. PRAKTIK LAPANGAN Metode praktik lapangan bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan peserta dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya. Kegiatan ini dilakukan di lapangan, yang dapat berarti di tempat kerja, maupun di masyarakat. Keunggulan dari metode ini adalah pengalaman nyata yang diperoleh bisa langsung dirasakan oleh peserta, sehingga dapat memicu kemampuan peserta dalam mengembangkan kemampuan nya. Sifat metode praktik adalah pengembangan keterampilan. PERMAINAN (GAMES) Permainan (games), populer dengan berbagai sebutan antara lain pemanasan (icebreaker) atau penyegaran (energizer). Arti harfiah ice-breaker adalah pemecah es. Jadi, arti pemanasan dalam proses belajar adalah pemecah situasi kebekuan pikiran atau fisik peserta. Permainan juga dimaksudkan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat, dan antusiasme. Karakteristik permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan (fun) serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Metode ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai 220

229 secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-halyang sulit atau berat. Sebaiknya permainan digunakan sebagai bagian dari proses belajar, bukan hanya untuk mengisi waktu kosong atau sekedar permainan. Permainan sebaiknya dirancang menjadi suatu aksi atau kejadian Suasana Saat Permainan yang dialami sendiri oleh peserta, kemudian ditarik dalam proses refleksi untuk menjadi hikmah yang mendalam (prinsip, nilai, atau pelajaran-pelajaran). Wilayah perubahan yang dipengaruhi adalah ranah sikap-nilai. c. Keunggulan dan kelemahan masing-masing metode pembelajaran 1) Ceramah Kelebihan : a. Mencakup banyak pendengar. b. Mendorong diskusi dalam kelompok c. Memerlukan sedikit peralatan d. Penyaji bisa tepat waktu Kekurangan : a. Tidak mendorong peserta mengingat materi b. Penilaian terbatas pada kemampuan audien c. Partisipasi pendengar terbatas d. Tidak ada keseimbangan berpikir antar pembicara 2) Diskusi Kelas Kelebihan : a. Anggota kelompok berpartisipasi aktif b. Mengembangkan tanggung jawab peserta c. Mengukur konsep & ide dari peserta d. Mengembangkan percaya diri e. Mendorong cara berpikir yang terbuka f. Memperoleh banyak informasi Kekurangan : a. Memerlukan waktu yang relatif lama b. Keterealisasian kurang (lebih banyak bertukar pendapat) c. Memerlukan persiapan matang (bahan) d. Tidak cocok jika ada yang terlalu dominan dan ada yang terlalu minor 221

230 3) Curah Pendapat Kelebihan : a. Merangsang partisipasi aktif b. Menghasilkan reaksi rantai pendapat c. Tidak menyita waktu d. Dapat dipakai dalam kelompok besar maupun kecil e. Memerlukan pengalaman yang cukup f. Tidak perlu figur pimpinan yang terlalu dominan Kekurangan : a. Mudah terpancing emosi b. Kesulitan dalam menyatukan pendapat 4) Bermain peran (roleplay) Kelebihan : a. Mendorong keterlibatan yang mendalam b. Membangkitkan pengertian, prasangka, dan persepsi c. Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki Kekurangan : a. Keengganan untuk memerankan sesuatu b. Kurang realistis c. Dianggap dialog biasa 5) Simulasi Kelebihan : a. Menyenangkan peserta didik b. Eksperimen dilakukan tanpa memerlukan lingkungan sebenarnya c. Mengurangi hal-hal yang abstrak d. Tidak memerlukan pengarahan yang rumit e. Menimbulkan interaksi aktif antar peserta f. Menumbuhkan cara berpikir kritis g. Memperbanyak kesiapan dan penguasaan keterampilan h. Mampu menambah kepercayaan diri Kekurangan : a. Peserta harus siap mental b. Lebih mementingkan proses pengertian dan kurang memperhatikan pembentukan sikap c. Tidak memberikan kesempatan berpikir kreatif d. Peran fasilitator dalam membangun suasana sangat penting. 222

231 6) Sandiwara Kelebihan : a. Lebih mengena pada sasaran b. Dapat dikemas dengan menarik sehingga peserta tidak bosan c. Menimbulkan pengertian, prasangka, persepsi, dan imajinasi yang lengkap Kekurangan : a. Butuh waktu persiapan yang panjang b. Memerlukan biaya yang relatif besar c. Sulit menemukan ide cerita yang cocok dengan materi yang akan disampaikan d. Peserta kurang aktif karena sudah disetting dari awal 7) Demonstrasi Kelebihan : a. Lebih menimbulkan minat b. Menjelaskan sesuatu yang sifatnya masih abstrak c. Penyampaian materi lebih jelas dan terarah Kekurangan : a. Membutuhkan persiapan yang matang b. Memerlukan biaya yang relatif mahal c. Hanya cocok diterapkan untuk kelompok kecil d. Perlu persiapan yang panjang. 8) Praktik Lapangan Kelebihan : a. Menyenangkan peserta didik b. Mengurangi hal-hal yang abstrak c. Tidak memerlukan pengarahan yang rumit d. Menimbulkan interaksi aktif antar peserta e. Menumbuhkan cara berpikir kritis f. Memperbanyak kesiapan dan penguasaan keterampilan g. Mampu menambah kepercayaan diri Kekurangan : a. Peserta harus siap mental b. Lebih mementingkan proses pengertian dan kurang memperhatikan pembentukan sikap c. Tidak memberikan kesempatan berpikir kreatif d. Peran fasilitator dalam membangun suasana sangat penting 223

232 9) Permainan (games) Kelebihan : a. Menarik dalam penyajiannya b. Mendorong keterlibatan yang mendalam c. Membangkitkan pengertian, prasangka, dan persepsi d. Memusatkan perhatian pada aspek tertentu yang dikehendaki Kekurangan : a. Menyita banyak waktu b. Materi kurang dapat disampaikan dengan lugas c. Keengganan untuk memerankan sesuatu d. Kurang realistis e. Dianggap dialog biasa f. Cenderung memperhatikan peran orang lain, sehingga kurang menghayati peran sendiri. d. Metode pembelajaran yang efektif Dave Meier (2001) menjelaskan dalam the accelerated learning bahwa : 1) Keterlibatan total pembelajar dalam meningkatkan pembelajaran. 2) Belajar bukanlah mengumpulkan informasi secara pasif melainkan menciptakan pengetahuan secara aktif 3) Kerjasama diantara pembelajar sangat membantu meningkatkan hasil belajar 4) Belajar berpusat aktivitas sering berhasil daripada belajar berpusat presentasi. 5) Belajar berpusat aktivitas dapat dirancang dalamwaktu yang jauh lebih singkat dari pada waktu yang diperlukan untuk merancang pengajaran dengan presentasi. Accelerated Learning atau pemercepatan belajar merupakan filosofi pembelajaran atau kehidupan yang mengupayakan mekanisasi dan memanusiakan kembali proses belajarserta menjadikannya pengalaman seluruh tubuh, seluruh pikiran dan seluruh pribadi. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode pembelajaran adalah sebagai berikut : 1) Pengajar / fasilitator : (pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, kepribadian, tanggung jawab dan responsif) 2) Peserta pelatihan : (tingkat intelektual, latar belakang pendidikan, umur, pengalaman kerja, lingkungan sosial dan budaya) 3) Tujuan pembelajaran : (pengetahuan, sikap dan ketrampilan) 4) Bidang pelatihan 224

233 5) Waktu dan peralatan : (lama persiapan, jangka waktu pelatihan, kapan pelaksanaannya, fasilitas sarana prasarana) 6) Prinsip-prinsip pembelajaran (tingkat motivasi, keterlibatan aktif peserta, pendekatan perorangan, pengaturan urutan dan struktur, umpan balik dn pengalihan) F. POKOK BAHASAN 6: MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN a. Pengertian media dan alat bantu pembelajaran Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti Perantara atau Pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran antara lain: a) Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologipembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. b) Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti: buku, film, dan video. c) Sedangkan menurut National Education Associaton (1969) mengungkap kan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta diklat sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta diklat. Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada awalnya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad ke 20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet. Dari uraian tersebut maka jenis dari media pembelajaran bisa dikelompokkan menjadi: a) Media Visual: grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik b) Media Audio: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya 225

234 c) Projected still media: slide; over head projector (OHP), LCD projector, dan sejenisnya d) Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya. Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audio, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut Multi Media. Contoh: dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif. b. Peranan media dan alat bantu pembelajaran Yang termasuk perangkat media adalah material, equipment, hardware, dan software. Istilah material berkaitan erat dengan istilah equipment dan istilah hardware berhubungan dengan istilah software. Material (bahan media) adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk menyimpan pesan yang akan disampaikan kepada audience dengan menggunakan peralatan tertentu atau wujud bendanya sendiri, seperti transparansi untuk perangkat overhead, film, filmstrip, dan film slide, gambar, grafik, dan bahan cetak. Sedangkan equipment (peralatan) ialah sesuatu yang dipakai untuk memindahkan atau menyampaikan sesuatu yang disimpan oleh material kepada audience, misalnya proyektor film slide, video tape recorder, papan tempel, papan flanel, dan sebagainya. Istilah hardware dan software tidak hanya dipakai dalam dunia komputer, tetapi juga untuk semua jenis media pembelajaran. Contoh, isi pesan yang disimpan dalam transparansi OHP, kaset audio, kaset video, film slide. Software adalah isi pesan yang disimpan dalam material, sedangkan hardware adalah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang telah dituangkan ke dalam material untuk dikirim kepada audience. Contoh : OHP, proyektor film, video tape recorder, proyektor slide, proyektor filmstrip. Setelah kita mengetahui begitu banyaknya media pembelajaran diklat memang agak sulit menentukan kelemahan masing masing media dan keuntungannya tetapi setidaknya sedikit banyak kita dapat mengetahui hubungan antar media pembelajaran tersebut. Allen mengemukakan tentang hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut : 226

235 Tabel : Hubungan antara media dengan tujuan pembelajaran No. Jenis Media Gambar Diam S T S S R R 2 Gambar Hidup S T T T S S 3 Televisi S S T S R S 4 Obyek Tiga Dimensi R T R R R R 5 Rekaman Audio S R R S R S 6 Programmed Instruction S S S T R S 7 Demonstrasi R S R T S S 8 Buku teks tercetak S R S S R S Keterangan : R = Rendah 3 = Belajar prinsip, konsep dan aturan S = Sedang 4 = Prosedur belajar T = Tinggi 5 = Penyampaian keterampilan persepsi motorik 1 = Belajar Informasi faktual 6 = Mengembangkan sikap, opini dan motivasi 2 = Belajar pengenalan visual c. Kriteria pemilihan media dan alat bantu pembelajaran Kriteria Penggunaan Media Pembelajaran Diklat Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997). Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara peserta didik, pengajar, dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Bentuk-bentuk stimulus bisa digunakan sebagai media, diantaranya adalah hubungan atau interaksi manusia; realita; gambar bergerak atau tidak; tulisan dan suara yang direkam. Kelima bentuk stimulus ini akan membantu peserta didik mempelajari bahasa asing. Namun demikian tidaklah mudah mendapatkan kelima bentuk itu dalam satu waktu atau tempat. Teknologi komputer adalah sebuah penemuan yang memungkinkan menghadirkan beberapa atau semua bentuk stimulus di atas sehingga pembelajaran bahasa asing akan lebih optimal. Namun demikian masalah yang timbul tidak semudah yang dibayangkan. Pengajar adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk merealisasikan kelima bentuk stimulus tersebut dalam bentuk pembelajaran. Namun kebanyakan pengajar 227

236 tidak mempunyai kemampuan untuk menghadirkan kelima stimulus itu dengan program komputer sedangkan pemrogram komputer tidak menguasai pembelajaran bahasa. Jalan keluarnya adalah merealisasikan stimulus-stimulus itu dalam program komputer dengan menggunakan piranti lunak yang mudah dipelajari sehingga dengan demikian para pengajar akan dengan mudah merealisasikan ide-ide pengajarannya. Media pembelajaran yang baik harus memenuhi beberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi peserta didik. Penggunaan media mempunyai tujuan memberikan motivasi kepada peserta didik. Selain itu media juga harus merangsang peserta didik mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan belajar baru. Media yang baik juga akan mengaktifkan peserta didik dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong peserta diklat untuk melakukan praktik-praktik dengan benar. Ada beberapa kriteria untuk menilai keefektifan sebuah media. Hubbard mengusulkan sembilan kriteria untuk menilainya (Hubbard, 1983). Kriteria pertamanya adalah biaya. Biaya memang harus dinilai dengan hasil yang akan dicapai dengan penggunaan media itu. Kriteria lainnya adalah ketersediaan fasilitas pendukung seperti listrik, kecocokan dengan ukuran kelas, keringkasan, kemampuan untuk dirubah, waktu dan tenaga penyiapan, pengaruh yang ditimbulkan, kerumitan dan yang terakhir adalah kegunaan. Semakin banyak tujuan pembelajaran yang bisa dibantu dengan sebuah media semakin baiklah media itu. Kriteria di atas lebih diperuntukkan bagi media konvensional.thorn mengajukan enam kriteria untuk menilai multimedia interaktif (Thorn, 1995). Kriteria penilaian yang pertama adalah kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga peserta didik bahasa tidak perlu belajar komputer lebih dahulu. Kriteria yang kedua adalah kandungan kognisi, kriteria yang lainnya adalah pengetahuan dan presentasi informasi. Kedua kriteria ini adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan pembelajaran peserta didik atau belum. Kriteria keempat adalah integrasi media di mana media harus mengintegrasikan aspek dan keterampilan bahasa yang harus dipelajari. Untuk menarik minat peserta didik program harus mempunyai tampilan yang artistik maka estetika juga merupakan sebuah kriteria. Kriteria penilaian yang terakhir adalah fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan pembelajaran yang diinginkan oleh peserta didik. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program dia akan merasa telah belajar sesuatu. Kriteria yang paling utama dalam pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh: bila tujuan atau kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di 228

237 samping itu, terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer), seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan mutu teknis. Alat bantú pembelajaran (instructional aids) berperan sebagai perlengkapan yang digunakan oleh pengajar dalam memperjelas materi yang disampaikan, oleh karena itu disebut juga alat bantú mengajar (teaching aids), yang bertujuan agar dapat mempermudah dan mempercepat proses penyampaian pesan / materi pembelajarannya kepada peserta latih. Adapun pesan yang disampaikan tidak sepenuhnya termuat didalamnya, karena hanya berperan sebagai alat bantú yang menyalurkan media yang berisi pesan, oleh karena itu alat bantú tidak mampu menimbulkan efek interaktif tanpa ditunjang oleh fasilitator. Dan fasilitatornyapun harus memiliki ketrampilan yang mumpuni dalam mengoperasionalisasikan alat bantu tersebut. Fungsi yang diharapkan dari alat bantú pembelajaran adalah : 1. Sebagai alat untuk merangsang indera yang dikehendaki oleh fasilitator sesuai dengan tingkatan domain yang ingin dicapai dalam tujuan pembelajaran. 2. Mengurangi efek distorsi persepsi, pemahaman, dan komunikasi yang sedang ditangkap oleh peserta latih. 3. Menghasilkan daya lekat yang relatif lebih lama pada memori peserta latih. 4. Meningkatkan minat / gairah pembelajar dalam mengikuti proses pembelajaran terutama sesi dengan durasi yang lama. Ketepatan dalam pemilihan dan penggunaan alat bantú pembelajaran ini akan menghasilkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien karena disamping dapat merangsangindera penglihatan juga indera yang lainpun ikut dirangsangnya pula dan hal ini akan berefek secara kumulatif. d. Jenis-jenis media dan alat bantu pembelajaran. Media pembelajaran diklasifikasi berdasarkan tujuan pemakaian dan karakteristik jenis media. Terdapat lima model klasifikasi, yaitu menurut : a) Wilbur Schramm, Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal, dan media sederhana. Schramm juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan, yaitu: liputan luas dan serentak seperti TV, radio, dan fax iputan terbatas pada ruangan, seperti film, video, slide, poster, audio tape media untuk belajar individual, seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dam telepon. 229

238 b) Gagne, Menurut Gagne, media diklasifikasi menjadi tujuh kelompok, yaitu : 1. benda untuk didemonstrasikan, 2. komunikasi lisan, 3. media cetak, 4. gambar diam, 5. gambar bergerak, 6. film bersuara, dan 7. mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hierarki belajar yang dikembangkan, yaitu pelontar stimulus belajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berpikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi, dan pemberi umpan balik. c) Allen, Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu : 1) visual diam, 6) pelajaran terprogram, 2) film, 7) demonstrasi, 3) televisi, 8) buku teks cetak, dan 4) obyek tiga dimensi, 9) sajian lisan. 5) rekaman, Di samping mengklasifikasikan, Allen juga mengaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa, media tertentu memiliki kelebihan untuk tujuan belajar tertentu tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain : 1. info faktual, 2. pengenalan visual, 3. prinsip dan konsep, 4. prosedur, 5. keterampilan, dan 6. sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar; ada tinggi, sedang, dan rendah. d) Gerlach dan Ely Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu : 1) benda sebenarnya, 2) presentasi verbal, 230

239 3) presentasi grafis, 4) gambar diam, 5) gambar bergerak, 6) rekaman suara, 7) pengajaran terprogram, dan 8) simulasi. e) Ibrahim. Menurut Ibrahim, media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleks tidaknya alat dan perlengkapannya atas lima kelompok, yaitu : 1) media tanpa proyeksi dua dimensi; 2) media tanpa proyeksi tiga dimensi; 3) media audio; 4) media proyeksi; 5) televisi, video, komputer. Berdasarkan pemahaman atas klasifikasi media pembelajaran tersebut, akan mempermudah para pengajar/fasilitator atau praktisi lainnya dalam melakukan pemilihan media yang tepat pada waktu merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan media yang disesuaikan dengan tujuan, materi, serta kemampuan dan karakteristik peserta didik, akan sangat menunjang efisiensi dan efektivitas proses dan hasil pembelajaran e. Karakteristik media dan alat bantu pembelajaran. Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya : a) Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda- beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial; b) Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (1) obyek terlalu besar; (2) obyek terlalu kecil; (3) obyek yang bergerak terlalu lambat; 231

240 (4) obyek yang bergerak terlalu cepat; (5) obyek yang terlalu kompleks; (6) obyek yang bunyinya terlalu halus; (7) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik; c) Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya ; d) Media menghasilkan keseragaman pengamatan; e) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkret, dan realistis; f) Media membangkitkan keinginan dan minat baru; g) Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar; h) Media memberikan pengalaman yang integral / menyeluruh dari yang kongkret sampai dengan abstrak. G. POKOK BAHASAN 7: EVALUASI HASIL PEMBELAJARAN a. Pengertian Evaluasi pembelajaran adalah suatu proses pengambilan keputusan untuk memberikan nilai dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasilbelajar dengan menggunakan instrumen tes ataupun non tes./ b. Tujuan Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah : 1) Mengetahui tingkat kebehasilan pencapaian TPU dan TPK 2) Umpan balik perbaikan proses pembelajaran. 3) Pedoman penentuan passing grade dan posisi peringkat. 4) Dasar untuk menyusun laporan kemajuan pembelajaran. c. Prinsip evaluasi hasil pembelajaran Prinsip-prinsip dalam evaluasi hasilpembelajaran : 1) Harus jelas kemampuan mana yang dinilai. 2) Penilaian merupakan bagian integral dari seluruh rangkaian proses pembelajaran dalam sebuah diklat. 3) Mengukur seluruh domain kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan hasil analisis TPK. 4) Alat pengukuran yang digunakan harus sesuai dengan apa yang harus diukur. (mengukur apa yang harus diukur) 5) Pengukuran harus diikuti dengan tindak lanjut. 232

241 d. Jenis-jenis, tujuan dan proses evaluasi hasil pembelajaran Jenis-jenis : 1) Pre dan post test 2) Formative test 3) Sumative test Tujuan : 1) Pre dan post test : untuk mengetahui hasilpembelajaran secara rata-rata kelas dan hasilnya dapat dianggap sebagai hasil penyelenggaraan pelatihan. 2) Formatve test : untuk mengetahui tingkat perkembangan dan daya serap yang dapat dilihat melalui butir-butir soal yang dapat dijawab dengan benar. 3) Sumative test : untuk menentukan kelulusan bagi setiap individu peserta diklat yang ber STTPL (Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan). Proses : 1) Pre dan post test : menghitung prosentase rata-rata kenaikan nilai yang didapat melalui tes sebelum dan sesudah pembelajaran, bila perlu lakukan t-test, dengan anggapan selisih kenaikan nilai yang didapat adalah sebagai hasil pembelajaran pada diklat yang diselenggarakan. Perakitan soal disusun secara komprehensif yang mewakili materi-materi yang telah dipelajari (dangkal tetapi luas). 2) Formative test : dilakukan ditengah-tengah diklat yang pelaksanaannya lebih dari 3 (tiga) minggu), perakitan soal memenuhi seluruh TPK pada materi inti dengan tingkat kesulitan bervariasi dari 30% mudah, 50% sedang dan 20% sulit. Memeriksa nilai rata-rata, tertinggi, terendah, modus dan lakukan difficulty index untuk mengetahui tingkat kesulitan soal, bila hasilnya negatif maka perlu meninjau ulang berbagai aspek yang dianggap dapat memengaruhi proses pembelajaran, antara lain :metode, alat bantu, fasilitator, lingkungan pembelajaran dan lain-lain. Serta lakukan remedial khususnya pada materi / TPK yang terlemah. 3) Sumative test : dilakukan pada akhir sebuah diklat, dengan perakitan soal memenuhi seluruh TPU / TPK pada meteri dasar 15, materi inti 70% dan materi penunjang 15% yang disusun dengan tingkat kesulitan bervariasi dari yang mudah 20%, sedang 50% dan sulit 30%. Penentuan batas kelulusan menggunakan PAP / CRT (Criterion Referenced Test) menetapkan batas kelulusan. Butir-butir soal harus mempunyai daya saring / daya pembeda dan jika lulus melewati saringan ujian ini berarti yang bersangkutan memang memenuhi kualifikasi seperti yang diharapkan oleh tujuan pelatihan dan berhak mendapatkan STTPL. 233

242 e. Bentuk, kaidah dan instrument serta pengukuran evaluasi hasil pembelajaran Prosedur penyusunan instrumen penilaian pembelajaran : Syarat Penilaian : 1) Validitas (menilai apa yang seharusnya dinilai) 2) Reliabilitas (kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun penilaian itu digunakan kan mendapatkan hasil yang relatif sama) 3) Pengukuran evaluasi hasil pembelajaran a. Pengukuran domain kognitif Mengukur apa yang diketahui, bukan apa yang dirasakan / dikerjakan Jenjang domain kognitif terdiri dari : 1) Pengetahuan 2) Pemahaman 3) Penerapan 4) Analisa 5) Sintesis 6) Penilaian Metode pengukuran dengan tes lisan dan tertulis, dengan alat ukur : soal, kuesioner, checklist, angket dan lembar panduan. b. Pengukuran domain afektif Mengukur apa yang dirasakan, bukan apa yang diketahui. Jenjang domain afektif terdiri dari : 1) Receiving 2) Responding 3) Valuing 4) Organization 5) Character 234

1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES 2. HEALTH DEVELOPMENT 3. PUBLIC HEATLH SERVICES

1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES 2. HEALTH DEVELOPMENT 3. PUBLIC HEATLH SERVICES 351.077 Ind p Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 351.077 Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat Promosi Kesehatan P Pedoman umum pengembangan desa dan keluarga siaga aktif: dalam rangka

Lebih terperinci

KURIKULUM DIKLATPIM II

KURIKULUM DIKLATPIM II KURIKULUM DIKLATPIM II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik, yang dilakukan bersama dengan unsur-unsur

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT I

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT I PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT I LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2013 SALINAN PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT II

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT II PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT II LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 2013 SALINAN PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

PANDUAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PANDUAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN PANDUAN PENYUSUNAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN JENJANG PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH BADAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN 2006 KATA PENGANTAR Buku Panduan ini dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KULIAH KERJA NYATA (KKN) TEMATIK PUSAT KAJIAN KULIAH KERJA NYATA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN

PEDOMAN PELAKSANAAN KULIAH KERJA NYATA (KKN) TEMATIK PUSAT KAJIAN KULIAH KERJA NYATA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PEDOMAN PELAKSANAAN KULIAH KERJA NYATA (KKN) TEMATIK PUSAT KAJIAN KULIAH KERJA NYATA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG 2014 DAFTAR

Lebih terperinci

KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang

KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA PENINGKATAN KOMPETENSI SDM BIDANG PENATAAN RUANG Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang STANDAR Proses UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Badan Standar Nasional Pendidikan Tahun 2007 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH)

PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PANDUAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) Disusun oleh San Afri Awang, Wahyu Tri Widayanti, Bariatul Himmah, Ambar Astuti, Ratih

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI Materi inti 1. PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI PUSKESMAS... 2 Materi inti 2. JEJARING KERJA SAMA DALAM PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR)... 23 Materi Inti 3 TUMBUH KEMBANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DAERAH PENYANGGA

PEDOMAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DAERAH PENYANGGA PEDOMAN PENGELOLAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DAERAH PENYANGGA Oleh : Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam Direktorat Jenderal PHKA Departemen Kehutanan DIPA BA-29 TAHUN 2008 SATKER

Lebih terperinci

Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat

Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat Local Governance Support Program Local Government Management Systems Juni 2009 Praktek-praktek yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan tentang Standar Proses

BAB II KAJIAN TEORI. A. Tinjauan tentang Standar Proses 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan tentang Standar Proses Standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran yang berarti dalam standar proses pembelajaran berlangsung. Penyusunan standar

Lebih terperinci

P a n d u a n P e n g e l o l a a n D a t a AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN DI DAERAH. WASPOLA Facility

P a n d u a n P e n g e l o l a a n D a t a AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN DI DAERAH. WASPOLA Facility P a n d u a n P e n g e l o l a a n D a t a AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN DI DAERAH WASPOLA Facility Panduan Pengelolaan Data AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN DI DAERAH PANDUAN PENGELOLAAN DATA AIR

Lebih terperinci

PEDOMAN KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2011/2012

PEDOMAN KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2011/2012 PEDOMAN KULIAH KERJA NYATA UNIVERSITAS SILIWANGI PERIODE II TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TEMA : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MELALUI KKN TEMATIK UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN IPM KABUPATEN TASIKMALAYA LEMBAGA

Lebih terperinci

PEDOMAN PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA (PMW) TAHUN 2015

PEDOMAN PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA (PMW) TAHUN 2015 PEDOMAN PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA (PMW) TAHUN 2015 DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI KATA PENGANTAR Sebagai pelengkap program-program

Lebih terperinci

Rancangan 5 September 2011 RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 2025

Rancangan 5 September 2011 RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 2025 Rancangan 5 September 2011 RENCANA PENGEMBANGAN TENAGA KESEHATAN TAHUN 2011 2025 JAKARTA, 2011 DAFTAR ISI Sambutan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat...... Sambutan Menteri Dalam Negeri...

Lebih terperinci

PANDUAN P2M STANDAR PROSES PEMBELAJARAN PENGANTAR

PANDUAN P2M STANDAR PROSES PEMBELAJARAN PENGANTAR PENGANTAR Buku panduan standar proses pembelajaran ini dibuat dengan maksud dan tujuan untuk mengukur pelakanaan proses pembelajaran mahasiswa di STTR Cepu. Hal ini dilaksanakan agar pelaksanaan proses

Lebih terperinci

Kementerian Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum Kementerian Pekerjaan Umum S e k r e t a r i a t J e n d e r a l Satuan Kerja Pusat Kajian Strategis LAPORAN AKHIR Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Tahun 2010 PT. DDC CONSULTANTS Jl. Masjid

Lebih terperinci

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) KELAS V SD NEGERI GIWANGAN YOGYAKARTA

PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) KELAS V SD NEGERI GIWANGAN YOGYAKARTA PROSES PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) KELAS V SD NEGERI GIWANGAN YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH KOMPETENSI EVALUASI PENDIDIKAN PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH EVALUASI PROGRAM SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri

Lebih terperinci

STBM. Lebih Bersih, Lebih Sehat. Lebih Bersih, Lebih Sehat. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

STBM. Lebih Bersih, Lebih Sehat. Lebih Bersih, Lebih Sehat. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Lebih Bersih, Lebih Sehat Lebih Bersih, Lebih Sehat Materi Advokasi STBM - 2012 a Penyusun Buklet ini dikembangkan oleh tim Water and Sanitation Program yang terdiri

Lebih terperinci

PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN

PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN PRAKTIK YANG BAIK DALAM FASILITASI DAN PENDAMPINGAN Pebruari 2013 Modul Pelatihan Modul pelatihan ini dikembangkan dengan dukungan penuh rakyat Amerika melalui United States Agency for International Development

Lebih terperinci

Kontributor Naskah : Purnomosidi, Irene Maria J. Astuti, Marina Novianti, Taufina, dan Faisal.

Kontributor Naskah : Purnomosidi, Irene Maria J. Astuti, Marina Novianti, Taufina, dan Faisal. Hak Cipta 2014 pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN Disklaimer: Buku ini merupakan buku guru yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka implementasi

Lebih terperinci

Pedoman Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIMAR Poso PJM. Pusat Penjaminan Mutu Unsimar 1

Pedoman Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIMAR Poso PJM. Pusat Penjaminan Mutu Unsimar 1 Pusat Penjaminan Mutu Unsimar 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karunia- Nya pembuatan buku Pedoman Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Sintuwu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

Penuntun Hidup Sehat

Penuntun Hidup Sehat Edisi Keempat Dengan Nasihat Tentang : Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Perkembangan Anak & Pembelajaran Usia Dini Air Susu Ibu Gizi dan Pertumbuhan Imunisasi Diare Malaria HIV Perlindungan Anak dll i

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA SEKOLAH DASAR DI KOTA DENPASAR

BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA SEKOLAH DASAR DI KOTA DENPASAR 136 BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS PADA SEKOLAH DASAR DI KOTA DENPASAR Sebagai bagian dari kajian budaya kritis (critical cultural studies) penelitian ini berfokus pada implementasi

Lebih terperinci