BAB II. PARASITOID PADA Erionota Thrax YANG TERDAPAT DALAM. TANAMAN PISANG ( Musa paradisiaca) DENGAN METODE REARING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. PARASITOID PADA Erionota Thrax YANG TERDAPAT DALAM. TANAMAN PISANG ( Musa paradisiaca) DENGAN METODE REARING"

Transkripsi

1 BAB II PARASITOID PADA Erionota Thrax YANG TERDAPAT DALAM TANAMAN PISANG ( Musa paradisiaca) DENGAN METODE REARING A. Parasitoid 1. Pengertian Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang bersifat sebagai parasit pada serangga atau binatang Arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasanya (larva) sedangkan pada fase dewasanya mereka hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Umumnya parasitoid akhirnya dapat membunuh inangnya meskipun ada inang yang mampu melengkapi siklus hidupnya sebelum mati. Parasitoid dapat menyerang inang pada setiap instar serangga, meskipun instar dewasa yang paling jarang terparasit. Fase inang yang diserang umumnya adalah telur dan larva, beberapa parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang menyerang imago (serangga dewasa) (Hidayat et al., 2006). Parasitoid menyedot energi dan memakan selagi inangnya masih hidup dan membunuh atau melumpuhkan inang untuk kepentingan keturunannya (Jumar, 2000). Parasitoid memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. Kebanyakan parasitoid bersifat monofag (memiliki inang spesifik), akan tetapi ada juga yang oligofag. b. Parasitoid memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibanding inangnya. Evi Soviani, 2012 Identifikasi Parasitoid pada Erionota Thrax yang terdapat dalam daun pisang (Musa Paradiciaca) Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

2 8 c. Inang parasitoid adalah serangga juga. d. Parasitoid hanya berkembang pada satu inang dalam siklus hidupnya. e. Parasitoid dewasa tidak lagi melakukan aktivitas parasitasi. f. Pada parasitoid yang mencari inang adalah serangga dewasa betina. Ada enam ordo dengan 86 familia serangga yang tercatat sebagai parasitoid yaitu Coleoptera, Diptera, Hymenoptera, Lepidoptera, Neuroptera dan Strepsiptera. Namun dua ordo yang terpenting yaitu Hymenoptera dan Diptera. Dalam ordo Hymenoptera yang terbanyak mengandung parasitoid adalah famili Icneumonidae, Braconidae dan beberapa famili yang termasuk Chalcidoidea. Sedangkan pada ordo Diptera famili Tachinidae merupakan famili yang terpenting (Untung, 1996). 2. Jenis-jenis Parasitoid Berdasarkan posisi makan parasitoid digolongkan menjadi ektoparasitoid dan endoparasitoid. Ektoparasitoid adalah parasitoid yang seluruh siklus hidupnya ada di luar tubuh inang (dengan menempel pada tubuh inang). Campsomeris spp. (Hymenoptera;Scoliidae) yang menyerang larva Exopholis sp. adalah contoh Ektoparasitoid. Endoparasitoid adalah parasitoid yang berkembang dalam tubuh inang dan sebagian besar dari fase hidupnya ada di dalam tubuh inangnya. Sebagai contoh adalah: Trichogramma sp. (Hymenoptera;Trichogrammatidae) sebagai parasit telur penggerek batang tebu dan padi. Opius sp.(hymenoptera; Braconidae) yang memparasit larva lalat padi (Whorl maggot) (Jumar, 2000).

3 9 Pembagian kategori parasitoid terus berkembang, hingga sampai pada kemampuan parasitoid itu mempengaruhi fisiologi inangnya. Spesies parasitoid seperti Braconidae endoparasitoid yang hidup dalam tubuh inangnya yang masih hidup, aktif bergerak dan mendapatkan keuntungan untuk terus hidup dan makan pada inangnya sering disebut sebagai koinobiont. Ektoparasitoid yang membunuh inangnya dulu sebelum meletakkan telur dan berkembang pada atau di dalam inang yang sudah mati atau paralisis dikenal sebagai idiobiont ( Purnomo, 2010). Parasitoid juga dapat digolongkan berdasarkan fase tumbuh inang yang diserangnya, yaitu parasitoid telur, parasitoid larva, parasitoid telurlarva, parasitoid larva-pupa, parasitoid pupa, dan parasitoid imago. Parasitoid telur adalah parasitoid yang menyerang inang pada fase telur dan bersifat endoparasitoid. Misalnya Anagrus optabilis (Hymenoptera; Mymaridae) merupakan parasitoid telur wereng coklat dan wereng lainnya. Ooencyrtus malayensis (Hymenoptera; Encyrtidae) sebagai parasitoid telur walang sangit. Parasitoid telur-larva adalah parasitoid yang berkembang mulai dari telur hingga larva. Misalnya Chelonus sp. (Hymenoptera; Braconidae) yang menyerang penggerek mayang kelapa. Parasitoid larva-pupa adalah parasitoid yang berkembang mulai inang dalam bentuk larva sampai menjadi pupa. Misalnya Tetrestichus brontispae (Hymenoptera; Eulopidae) yang menyerang Brontispa. Parasitoid ini lebih menyukai larva instar terakhir yang akan menjadi pupa. Trichomma cnaphalocrosis (Hymenoptera; Icneumonidae) yang menyerang larva yang

4 10 tua dari penggulung daun padi. Parasitoid ini meletakkan telur pada tiap larva penggulung daun padi yang dijumpai. Satu larva parasitoid ini berkembang dan berkepompong di dalam inangnya, kemudian muncul dari ujung kepala kepompong (pupa) penggulung daun padi. Parasitoid larva adalah parasitoid yang menyerang inang yang berada pada fase larva atau ulat. Misalnya Apanteles erionotae (Hymenoptera; Braconidae) yang menyerang larva penggulung daun pisang, Erionota thrax. Itoplectis narangae (Hymenoptera; Ichneumonidae) yang merupakan parasit pada larva penggulung daun, ulat jengkal hijau, ulat bulu, ulat penggerek batang padi bergaris dan penggerek batang padi merah jambu. Parasitoid kepompong (pupa) adalah parasitoid yang menyerang inang pada fase kepompong (pupa). Misalnya, Opius sp.(hymenoptera; Braconidae) yang memparasit kepompong lalat buah. Brachymeria euploeae yang memparasit kepompong Hidari, Erionota, dan Plusia. Parasitoid imago adalah parasitoid yang menyerang serangga dewasa. Misalnya, Comperiella unifasciata (Hymenoptera; Encyrtidae) yang memparasit Aspidiotus rigidus. Aphytis chrysomphali (Hymenoptera; Aphelinidae) yang menyerang Aspidiotus destructor (Jumar, 2000). Jika dalam satu individu inang hanya terdapat satu ekor parasitoid yang dapat tumbuh dan berkembang secara normal sampai dewasa, maka parasitoid tersebut dinamakan parasitoid soliter. Misalnya, seekor Xanthopimpla flavolineata (Hymenoptera; Icneumonidae) ke luar dari tiap kepompong penggerek batang padi dan hama putih palsu. Itoplectis

5 11 narangae (Hymenoptera; Icneumonidae) yang memparasit larva penggulung daun, ulat bulu, dan larva penggerek batang padi bergaris. Sebaliknya, jika beberapa ekor parasitoid dapat berkembang secara normal menjadi dewasa dalam satu individu (tubuh) inang, maka parasitoid semacam ini dinamakan parasitoid gregarius (Mangoendihardjo dan Mahrub, dalam Jumar, 2000). Jumlah imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat banyak sekali (Hidayat et al., 2006). Contoh dari parasitoid gregarius adalah Trichomalopsis apanteloctena yang dapat muncul sebanyak ekor dari kepompong ulat hesperiid yang terparasit. Sejumlah tabuhan dari famili Icneumonidae merupakan parasitoid soliter dan sejumlah tabuhan dari famili Braconidae dan Chalcidoidae bersifat gregarius (Untung, 1993 dalam Jumar, 2000). Fenomena parasitoid yang menyerang parasitoid lainnya dan memanfaatkannya sebagai inang dinamakan hiperparasitasi, dan parasitoidnya dinamakan hiperparasitoid. Parasitoid sekunder, parasitoid tersier, dan parasitoid kuarter, termasuk dalam kelompok hiperparasitoid. Parasitoid yang menyerang inang utama (hama tanaman) dinamakan parasitoid primer. Parasitoid sekunder adalah parasitoid yang menyerang parasitoid primer. Misalnya, Tetrastichus (Hymenoptera; Eulophidae) yang memarasit Opius sp. (Shepard et al., 1991 dalam Jumar, 2000). Tetrastichus di sini bertindak sebagai parasitoid sekunder karena menyerang Opius sp. yang merupakan parasitoid primer yang diketahui menyerang larva lalat padi

6 12 (whorl maggot) (Jumar, 2000). Pada beberapa spesies, semua telurnya ada dalam kondisi masak. Parasitoid tersier adalah parasitoid yang menyerang parasitoid sekunder. Selanjutnya, parasitoid yang menyerang parasitoid tersier dinamakan parasitoid kuarter. Rangkaian urutan menyerang dari fenomena hiperparasitasi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Parasitoid Kuarter Parasitoid Tersier Merupakan Hiperparasitoid Parasitoid Sekunder Parasitoid Primer Hama tanaman inang Gambar. 2.1 Bagan Urutan Penyerangan Parasitoid Pada Fenomena Hiperparasitasi. (Sumber : Mangoendihardjo dan Mahrub dalam Jumar, 2000)

7 13 3. Siklus Hidup Parasitoid Siklus hidup pada parasitoid dapat terbagi menjadi empat tahap yaitu, telur, larva, pupa, imago (Gambar 2.2), atau dengan kata lain termasuk serangga dengan perkembangan holometabola (Godfray, 1994 dalam Permatasari, 2010). Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, dimana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang (long and short range). Hal itu merupakan proses yang dilakukan oleh parasitoid betina sebelum meletakkan telurnya pada inang. Parasitoid betina dalam meletakkan telur pada permukaan kulit inang atau dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang. Larva yang keluar dari telur menghisap cairan inangnya dan menyelesaikan perkembangannya dapat dari luar tubuh inang (sebagai ektoparasitoid )dan sebagian besar dari dalam tubuh inang (sebagai endoparasitoid). Gambar 2.2 Siklus Hidup Parasitoid (Sumber : Pedigo, 1989 dalam Jumar, 2000)

8 14 Larva parasitoid yang sudah siap menjadi pupa keluar dari tubuh larva inang yang sudah mati dan kemudian memintal kokon untuk memasuki fase pupa. Imago parasitoid muncul dari kokon pada waktu yang tepat kemudian mencari pasangannya dan berkopulasi dan meletakkan telur pada tubuh inang bagi generasi berikutnya (Hadi et al., 2009). 4. Parasitoid Sebagai Pengendali Hayati Setiap spesies serangga termasuk serangga hama sebagai bagian dari kompleks komunitas yang dapat diserang atau menyerang organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme penyerang kemudian disebut musuh alami. Hampir semua kelompok organisme dapat berfungsi sebagai musuh alami serangga hama termasuk binatang vertebrata, nematoda, organisme mikro, invertebrata di luar serangga. Kelompok musuh alami yang paling penting adalah dari golongan serangga sendiri. Berdasarkan fungsinya, salah satu kelompok musuh alami yaitu parasitoid. Sebagai agensia pengendalian hayati parasitoid sangat baik digunakan dan selama ini yang paling sering berhasil mengendalikan hama dibandingkan dengan kelompok agensia pengendali lainnya. Faktor-faktor yang mendukung efektivitas pengendalian oleh parasitoid adalah : a. Daya kelangsungan hidup ( survival ) baik. b. Hanya satu atau sedikit individu inang diperlukan untuk melengkapi daur hidupnya.

9 15 c. Populasi parasitoid dapat tetap bertahan meskipun dalam aras yang rendah. d. Sebagian besar parasitoid adalah monofag atau oligofag berarti hanya memiliki kisaran inang yang sempit. Hal ini menyebabkan populasi parasitoid memiliki respons numerik yang baik terhadap perubahan populasi inangnya. Beberapa kelemahan yang biasanya dihadapi dalam penggunaan parasitoid untuk pengendalian hayati adalah : a. Daya cari inang seringkali dipengaruhi oleh cuaca atau faktor lainnya. b. Serangga betina yang berperan utama karena mereka yang melakukan pencarian inang untuk peletakan telur. c. Parasitoid yang memiliki daya cari tinggi biasanya jumlah telurnya sedikit. Keberhasilan semua teknik pengendalian dengan parasitoid sangat ditentukan oleh sinkronisasi antara fenologi inang dan parasitoid di lapangan. Fase larva parasitoid hanya dapat hidup pada fase hidup inang tertentu terutama telur dan larva sehingga kelanjutan hidup parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan fase inangnya yang tepat. Apabila pada waktu induk parasitoid akan meletakkan telurnya tetapi pada waktu itu tidak tersedia fase inang yang tepat parasitoid tersebut tidak akan dapat melaksanakan fungsinya untuk mengendalikan populasi hama. Oleh karena itu siklus hidup dan fenologi hama dan inang perlu dipelajari dan diketahui lebih dahulu sebelum usaha penggunaan parasitoid misalkan dengan

10 16 introduksi dan pelepasan dilaksanakan di lapangan. Juga perlu dipelajari pengaruh berbagi faktor lain seperti cuaca dan tindakan manusia terhadap fenologi dan perkembangan populasi parasitoid dan inangnya. Meskipun parasitoid serangga sering disebut sebagai serangga yang berguna dan dimanfaatkan dalam pengendalian hayati, namun ada beberapa jenis parasitoid yang dapat dianggap kurang bermanfaat yang justru keberadaannya dapat mengganggu usaha pengendalian hayati. Kelompok parasitoid ini adalah parasitoid yang memparasitoid serangga predator dan parasitoid. Serangga predator dan serangga parasitoid juga memiliki musuh alami yang berupa parasitoid. Adanya parasitoid sekunder perlu diperhitungkan dalam setiap usaha pengendalian hayati dengan menggunakan predator atau parasitoid. Tidak semua parasitoid primer berguna untuk pengendalian hayati yaitu parasitoid primer yang menyerang serangga herbivora yang kita gunakan untuk pengendalian hayati gulma (Untung, 1996). 5. Sistem Navigasi Parasitoid Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, di mana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang (long and short range). Proses perilaku pencarian inang pada parasitoid dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), dimana merupakan proses pencarian habitat inang, dan host location yang merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang (van Alphen dan Jervis, 1996 dalam Purnomo, 2010 ).

11 17 Proses penemuan inang pada jarak yang panjang selalu ditentukan secara kimiawi, berupa kairomon atau synomon yang secara umum berasal dari 1) diproduksi oleh inang itu sendiri, yang berupa kotoran inang, selama ganti kulit, selama proses makan dan feromon agregasi, atau kairomon 2) tanaman dimana inang menyerang berupa synomon untuk parasitoid, dan 3) berasal dari interaksi antara inang dan tanaman inang seperti kerusakan selama proses makan inang, yang berupa synomon pada parasitoid. Senyawa kimia sangat menentukan dapat tidaknya parasitoid mengidentifikasi arah dimana inang itu berada. Senyawa kimia yang diproduksi oleh inang mungkin merupakan feromon sex atau senyawa kimia yang diproduksi ketika proses makan atau perkembangan inang. Pada beberapa kasus, daya pandang sangat penting dalam penemuan inang jarak jauh. Daun-daun yang terserang inang menunjukkan kenampakan yang berbeda dalam warna dan bentuk dengan daun yang tidak terserang inang, sehingga memberikan pengaruh ketertarikan yang berbeda bagi parasitoid yang menyerang inang pemakan daun. Suara yang dikeluarkan oleh inang kadang-kadang juga menjadi penyebab ketertarikan parasitoid, seperti lalat parasitoid yang menggunakan mating call dari jengkerik dan cicada inangnya. Proses penemuan inang dalam jarak pendek oleh parasitoid sangat ditentukan oleh senyawa kimia tertentu yang memberitahukan kepada parasitoid itu bahwa inangnya sudah dekat, yang membuat parasitoid semakin mengintensifkan pencariannya pada area tertentu. Senyawa kimia ini sering dinamakan arrestants yang berupa senyawa kimia yang kurang

12 18 mudah menguap dibandingkan senyawa attractans. Senyawa ini sering diproduksi inang ketika dalam proses makan atau peletakan telur. Ketika inang sudah ditemukan, beberapa senyawa kimia dan tandatanda fisik akan memacu parasitoid untuk meletakkan telurnya, disebut oviposisi. Telur dapat diletakkan dalam hitungan detik seperti pada Ichneumonid yang menyerang larva Lepidoptera atau juga bisa membutuhkan waktu beberapa jam. Dalam kasus parasitoid pupa, parasitoid membutuhkan beberapa waktu untuk drilling permukaan pupa yang sangat keras. Ektoparasitoid umumnya membunuh inangnya terlebih dahulu dengan menggunakan racun sebelum dapat melakukan oviposisi untuk mencegah inang itu menyingkirkan telurnya yang diletakkan pada permukaan luar tubuh si inang. Hal itu juga membantu melindungi larva parasitoid yang memakan permukaan luar tubuh inang (Purnomo,2010). Larva yang keluar dari telur menghisap cairan inangnya dan menyelesaikan perkembangannya dapat dari luar tubuh inang (sebagai ektoparasitoid) dan sebagian besar dari dalam tubuh inang (sebagai endoparasitoid). Larva parasitoid yang sudah siap menjadi pupa keluar dari tubuh larva inang yang sudah mati dan kemudian memintal kokon untuk memasuki fase pupa. Imago parasitoid muncul dari kokon pada waktu yag tepat kemudian mencari pasangannya da berkopulasi dan meletakkan telur bagi generasi berikutnya (Hadi et al., 2009). Rangkaian sistem navigasi parasitoid dapat dilihat pada Gambar 2.3.

13 19 B. Erionota thrax Gambar 2.3 Sistem Navigasi Parasitoid (Sumber : Hajek, 2004 dalam Purnomo, 2010) 1. Klasifikasi Erionota thrax Klasifikasi dari Erionota thrax menurut Kalshoven adalah : Kingdom Phylum Classis Ordo Familia Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Hesperiidae : Erionota Species : Erionota thrax (Linnaeus, 1767) (Sumber : Kalshoven, 1981)

14 20 2. Ciri Morfologi Skipper dewasa, seperti skipper lainnya yang termasuk ke dalam famili hesperiidae memiliki ciri-ciri kepala besar (Gambar 2.4A) dan antena yang berbentuk seperti tongkat (Gambar 2.4B) dengan ujung yang melengkung (Dammerman,1929 dalam Mau dan Kessing, 1993). Erionota thrax memiliki mata merah (Gambar 2.4A) (Tn.2011). A B Gambar 2.4 (A) Kepala Erionota thrax (arah lateral) ; (B) Antena Erionota thrax (Sumber : Banana skipper adalah Hesperiid yang berwarna coklat besar dengan tiga bintik kuning besar (Gambar 2.5A) pada sayap depan bagian atas (Capinera, 2008). Tiga bintik kuning ini tembus cahaya dan menonjol. Sayap bagian depan berwarna cokelat tua (Mau dan Kessing, 1993). Tiga bintik kuning pada sayap anterior, memiliki letak yang berbeda-beda. Bintik kuning pertama terletak bersilangan dengan sel, yang kedua di bawah sel dan diantara dua nervula median yang lebih bawah. Bintik kuning ketiga dan terkecil terletak diantara nervula median yang pertama dan kedua. Sayap posterior dengan pinggir berwarna keabu-abuan-kuning tua. Sayap belakang lebih pucat dibandingkan dengan sayap atas (Gambar 2.5B). Sayap posterior dengan sebuah discal, membulat, macular, lebih gelap dari fascia

15 21 (Watson, 1891). Rentangan sayap 70 hingga 75 mm pada jantan dan mencapai 80 mm pada betina (Waterhouse dan Norris, 1989). Kaki berwarna coklat (Gambar 2.6), kurang lebih sama dengan sayap (Watson, 1891). A B Gambar 2.5 Sayap (A) Sayap depan Erionota thrax ; (B) Sayap belakang Erionota thrax (Sumber : 3. Distribusi Gambar 2.6 Bagian Kaki Erionota thrax (Sumber : Shung, 2008) Banana skipper berasal dari Asia Tenggara (Gambar 2.7). Dari tempat asalnya menyebar ke Mauritius (1970), Hawaii (1973), Guam (1956), Saipan (Akhir 1960) dan Papua New Guinea (1983) (Arura 1987; Sands et al.1991,1993; Waterhouse 1991; Waterhouse dan Norris 1989). Skipper (Erionota thrax) menyebar sepanjang rangkaian pulau ke bagian utara Pulau

16 22 Solomon dan ke Pasifik barat. Telah diketahui bahwa, setelah kedatangannya di Oahu, Hawaii tahun 1973, skipper menyebar dua atau tiga tahun berikutnya ke pulau lain dalam kelompok melalui laut hingga mencapai jarak 150 km (Waterhouse dan Norris 1989). 4. Siklus Hidup Gambar 2.7 Distribusi Erionota thrax di dunia (Sumber : a. Telur Telur memiliki diameter 2 mm, berwarna kuning cerah (Gambar 2.8) hingga orange kemudian berubah warna menjadi kuning kembali (Mau dan Kessing, 1993). Telur diletakkan pada waktu petang atau malam hari baik secara satu per satu atau berkelompok mencapai sekitar 25 buah (Waterhouse et al., 1988). Seringkali, telur diletakkan pada permukaan bawah daun daripada di atas dan biasanya sekitar titik tengah yang berada di antara midrib dan tepi luar daun (Waterhouse dan Norris, 1989).

17 23 Gambar 2.8 Telur Erionota thrax (Sumber: Betina banana skipper dapat meletakkan telurnya hingga mencapai 60 buah dan kemungkinan lebih tergantung dari kualitas daun sebagai makanan dari tiap individu larva (Tn. 2004). Setelah 5-8 hari telur menetas (Lembaga Biologi Nasional, 1980). b. Larva Ulat daun pisang ini umum dikenal dengan rumahnya yang berbentuk kerucut gulungan daun pisang (Lembaga Biologi Nasional, 1980). Dalam waktu 5-8 hari setelah oviposisi, larva hijau pucat dengan kepala hitam berkilauan menetas (Waterhouse dan Norris, 1989). Ulat yang dewasa berwarna putih kekuningan (Pracaya, 2010). Ukurannya sebesar kelingking, berkepala hitam sebesar biji kedelai (Lembaga Biologi Nasional, 1980). Larva di tutupi dengan rambut pendek seperti sutera dan subtansi bubuk putih (Gambar 2.9), yang diduga merupakan produk buangan dari metabolismenya (Corbet dan Pendlebury, 1956 dalam Mau dan Kessing, 1993). Larva memiliki panjang sekitar 2 inchi saat dewasa. Larva bergerak ke helaian daun luar dimana dia memulai makan dan kemudian menghasilkan gulungan yang longgar dengan memotong daun dan menggulung lamina (helaian daun) ke arah midrib.

18 24 Larva makan dan tumbuh dalam gulungan, memulai gulungan baru segera setelah mencapai midrib (Capinera, 2008). Gambar 2.9 Larva Erionota thrax (Sumber : www. forestryimages.org ) Ada lima larva instar yang perkembangannya mencapai hari tergantung dari temperatur (Waterhouse dan Norris, 1989). Semua kecuali larva instar pertama tertutup oleh bubuk lilin keputihan, beberapa di transfer ke dalam gulungan daun. Bubuk lilin meningkat jumlahnya seiring dengan perkembangan larva. Hujan deras menyebabkan tingginya kematian larva muda berkaitan dengan kurangnya bubuk lilin pelindung dan perlindungan yang tidak mencukupi dari gulungan daun pertama (Waterhouse et al., 1988). Larva yang lebih tua menutup gulungan daunnya lebih rapat dan menghasilkan bubuk lilin yang cukup sebagai anti air atau water repellent (Waterhouse dan Norris 1989). Sobekan daun pisang oleh angin yang kencang mencegah daun menggulung dan dapat menyebabkan tingginya kematian larva muda (Waterhouse et al.,1988). Larva akan bergoyang dari sisi ke sisi ketika di ganggu dan meneteskan cairan kehijau-hijauan (Capinera, 2008). Ulat daun pisang giat makan pada waktu malam. Pada siang hari bersembunyi di dalam gulungan daun (Lembaga Biologi Nasional,

19 ). Ulat yang masih muda memotong tepi daun miring, lalu daun digulung hingga membentuk tabung kecil. Ulatnya berada di dalam tabung sambil memakan daun. Setelah bagian dalam gulungan itu habis termakan, ulat pindah ke tempat lain dan membuat lagi gulungan daun yang lebih besar. Hal ini diulanginya sampai beberapa kali sehingga ulat mencapai fase dewasa penuh. Setelah dewasa, ulat membentuk pupa (Pracaya, 2010). c. Pupasi (pembentukan pupa) Pupanya berukuran sama dengan ulatnya (Lembaga Biologi Nasional,1980). Panjangnya sekitar 6 cm dan mempunyai belalai (Pracaya, 2010). Pupa berwarna coklat muda bentuknya panjang dan langsing (Mau dan Kessing, 1993). Pupa juga tertutup oleh bubuk lilin (Gambar 2.10). Pupasi (pembentukan pupa) terjadi dalam daun yang menggulung dan periode pupa sekitar 10 hari. Pupa sangat sensitif terhadap pergerakan dan bergeliang-geliut dengan keras pada provokasi (pancingan sentuhan) yang paling kecil (Waterhouse dan Norris, 1989). Gambar 2.10 Pupa Erionota thrax (Sumber : Dokumen Pribadi)

20 26 d. Kupu-kupu (dewasa) Kupu-kupu ulat tersebut berwarna coklat (Gambar 2.11). Pada sayap depan terdapat tiga bintik berwarna kuning (Lembaga Biologi Nasional, 1980). Rentangan sayap 70 hingga 75 mm pada jantan dan mencapai 80 mm pada betina (Waterhouse dan Norris, 1989). Kupukupu ini mengisap madu bunga pisang. Perkawinannya dilakukan sambil beterbangan pada waktu sore dan pagi hari. Kupu-kupu ini akan bertelur pada waktu malam hari (Pracaya, 2010). Kupu-kupu ini biasanya muncul pada sore hari dan terbang dengan kuat dan terlihat tidak teratur di sekitar tanaman pisang pada awal malam dan awal pagi. Dewasa jarang terlihat walaupun ulat biasanya dapat terlihat pada tanaman inang. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa kupu-kupu hanya aktif selama waktu awal pagi dan sebelum menjelang malam atau petang (Capinera, 2008). Mereka seringkali tertarik pada cahaya. Cahaya di kapal dan pesawat terbang yang melaju dapat menarik dewasa, membantu pergerakan ke daerah yang tidak di tempati (Waterhouse et al.,1988). Gambar 2.11 Kupu-kupu Erionota thrax (Sumber :

21 27 5. Gejala Serangan Larva yang menetas dari telur-telur yang diletakkan pada daun muda, memakan daun pisang dari dalam gulungan-gulungan daun (Gambar 2.12). Gulungan-gulungan tersebut dibuat dengan cara memotong sebagian daun sejajar dengan tulang daun utama, dan direkat dengan benang-benang halus berwarna putih yang dikeluarkan oleh ulat. Setelah satu gulungan habis dimakan, ulat tersebut berpindah ke bagian lain dan membuat gulungan baru yang lebih lebar dan demikian seterusnya, sampai larva siap berkepompong. Gambar 2.12 Gejala serangan (tanda panah) (Sumber: Dokumen Pribadi) Akibatnya pada serangan berat tinggal tulang-tulang daun yang tegak dengan gulungan-gulungan yang bergelantungan akhirnya mengering (Mansyur dan Sudarto, 2003).

22 28 6. Pengendalian Pengendalian hama ulat penggulung daun (Erionota thrax) dapat dilakukan baik secara mekanis maupun secara biologi, diantaranya sebagai berikut : a. Cara mekanis Daun pisang yang kelihatan menggulung diambil, kemudian ulat yang berada di dalamnya dimatikan. b. Cara biologi Cara biologi untuk mengendalikan Erionota thrax yaitu dengan memanfaatkan musuh alami. Musuh alami ini diantaranya sebagai berikut : 1). Parasitoid telur : Ooencyrtus erionotae Ferr. (kumbang tabuhan), Agiommatus Sumatraensis, Anastatus sp, dan Pediobius erionotae. 2). Parasitoid larva : Cotesia erionotae Wlk., Elasmus Sp., Casinaria sp., Charops sp. 3). Parasitoid pupa : Brachymeria lasus, B. Thracis, Theronia zebrazebra, Xanthopimpla gampsura, 4). Parasitoid lainnya : Agiommatus spp., Anastatus sp., Brachymeria sp., dan Pediobius erionotae. 5). Predator untuk hama penggulung daun pisang diantaranya burung kutilang dan gagak (Poerwanto et al., 2004).

23 29 C. Pisang (Musa paradisiaca) 1. Klasifikasi Musa paradisiaca Berdasarkan taksonomi menurut Cronquist, klasifikasi dari tanaman pisang adalah : Kingdom Divisio Classis Ordo Familia Genus Species : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Zingiberales : Musaceae : Musa : Musa paradisiaca (Cronquist,1981) (Sumber : Cronquist, 1981) 2. Sejarah Singkat Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar agama Islam disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke seluruh dunia, meliputi daerah tropis dan sub tropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya Brasil, Filipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Meksiko, Venezuela dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia (Satuhu dan Supriyadi, 2000).

24 30 3. Morfologi a. Akar Pohon pisang memiliki akar serabut yang banyak ( ). Pada sistem pengairan yang baik, dalam dan tanah yang subur akar dapat memanjang hingga kedalaman 1,5 m dan tumbuh ke samping hingga 4-9 m. Pada tanah yang kering, dangkal atau tanah yang berbatu akar tidak dapat tumbuh dengan baik (Nelson et al., 2006). b. Batang Batang Musa paradisiaca sebenarnya terletak di dalam tanah berupa umbi batang, sedangkan yang terlihat adalah batang semu. Batang semu ini terbentuk dari upih daun yang saling menelungkup dan menutupi dengan kuat dan kompak. Tinggi batang semu ini berkisar antara 3,5-7,5 meter, tergantung jenisnya. Batang berbentuk bulat (teres). Permukaan batang licin. Musa paradisiaca merupakan tumbuhan herba menahun (Wildachusnia, 2010). c. Daun Helaian daun pisang berbentuk lanset memanjang (Gambar 2.13) yang letaknya tersebar dengan bagian bawah daun tampak berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara cm (Suyanti dan Supriyadi, 2010). Daun mudah terkoyak oleh hembusan angin yang kencang karena tidak mempunyai tulang-tulang pada bagian tepi yang menguatkan daun (Wildachusnia, 2010).

25 31 Gambar 2.13 Daun pisang (Sumber : d. Bunga Bunga pisang disebut juga jantung pisang karena bentuknya menyerupai jantung. Bunga pisang tergolong berkelamin satu, yakni berumah satu dalam satu tandan. Daun penumpu bunga biasanya berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung yang berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok berukuran panjang cm. Bunga tersebut tersusun dalam dua baris melintang, yakni bunga betina berada di bawah bunga jantan (jika ada). Benang sari yang berjumlah lima buah pada bunga betina terbentuk tidak sempurna. Pada bunga betina terdapat bakal buah yang berbentuk persegi, sedangkan pada bunga jantan tidak terdapat bakal buah (Suyanti dan Supriyadi, 2010). e. Buah Buah pisang bervariasi dalam ukuran, bentuk, dan warna. Pada umumnya berbentuk memanjang silindris, lurus kemudian membelok. panjangnya 3-40 cm dan berdiameter 2-8 cm. Kulitnya tipis dan lembut

26 32 hingga tebal dan kasar. Kulitnya berwarna kuning, hijau atau merah. Pada buah yang matang berwarna putih, cream, kuning, atau kuningorange. Pisang bervariasi dalam ketebalan kulit (Nelson et al., 2006). 4. Syarat Tumbuh a. Iklim 1). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27 º C, dan suhu maksimumnya 38 º C 1). Keasaman tanah (ph) antara 4,5-7,5. 2). Curah hujan optimal adalah mm/tahun dengan dua bulan kering. Variasi curah hujan harus diimbangi dengan ketinggian air tanah agar tanah tidak tergenang. 3). Angin dengan kecepatan tinggi seperti angin kumbang dapat merusak daun dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. 4). Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. 5). Pada kondisi tanpa air, pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi produksinya tidak dapat diharapkan.

27 33 b. Media tanam 1). Pisang dapat tumbuh di tanah yang kaya humus, mengandung kapur atau tanah berat. 2). Tanaman ini rakus makanan sehingga sebaiknya pisang ditanam di tanah berhumus dengan pemupukan. 3). Air harus selalu tersedia tetapi tidak boleh menggenang karena pertanaman pisang harus diari dengan intensif. 4). Tanah yang telah mengalami erosi tidak akan menghasilkan panen pisang yang baik. Tanah harus mudah meresapkan air. 5). Pisang tidak hidup pada tanah yang mengandung garam 0,07 %. 6). Tanaman pisang dapat ditanam dan tumbuh dengan baik pada berbagai macam topografi tanah, baik tanah datar ataupun tanah miring. c. Ketinggian 1). Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. 2). Di Indonesia umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi m dpl (di atas permukaan laut). 3). Pisang ambon, nangka dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian m dpl. 4). Ketinggian air tanah di daerah basah adalah cm, di daerah setengah basah cm dan di daerah kering cm.

28 34 D. Metode rearing Metode rearing pada Erionota thrax dilakukan dengan mengambil daun yang terinfeksi (daun yang menggulung) dan dimasukkan ke dalam screen cage. Metode yang dilakukan sama dengan metode rearing pada lalat buah (Widarto,1996). Hanya, metode rearing pada Erionota thrax tidak menggunakan pasir sebagai media tumbuh untuk perkembangan larva menjadi pupa. Pasir pada metode rearing lalat buah diperlukan sebagai media untuk pembentukan pupa dalam tanah seperti pada habitat alaminya. Pada habitat alaminya, pembentukan pupa Erionota thrax tidak berada di dalam tanah. Tetapi tetap berada dalam gulungan daun, sehingga tidak membutuhkan pasir untuk rearing pupa. Daun pisang yang terinfeksi Erionota thrax, dimasukkan ke dalam screen cage. Kemudian diamati hingga pupa menetas. Perkembangan pupa hingga menetas sekitar 10 hari. Pengamatan dilakukan untuk melihat kemunculan parasitoid pada pupa Erionota thrax.

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. 4 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp. Penggunaan parasitoid sebagai agens pengendali biologis untuk mengendalikan serangga hama merupakan salah satu tindakan yang bijaksana dan cukup beralasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hymenoptera. Ordo Hymenoptera memiliki ciri-ciri empat sayap yang tipis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hymenoptera. Ordo Hymenoptera memiliki ciri-ciri empat sayap yang tipis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis Parasitoid Berdasarkan hasil rearing daun pisang yang dilakukan di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat di peroleh empat jenis parasitoid dari pupa Erionota

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Klasifikasi Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Klasifikasi Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pisang Klasifikasi Tanaman pisang termasuk dalam golongan Monocotyledonae, famili Musaceae, genus Musa. Tanaman pisang merupakan tanaman herbaceous dan berkembang biak secara vegetatif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api 1. Biologi Setothosea asigna Klasifikasi S. asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Phylum Class Ordo Family Genus Species : Arthropoda : Insekta : Lepidoptera

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian yang dilakukan dalam mengontrol populasi Setothosea asigna dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto dkk., 2010), Konsep ini bertumpu pada monitoring

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp.) adalah spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini tumbuh tegak, bercabang dan apabila tidak dipangkas tanaman ini dapat mencapai tinggi 12 m. Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae

TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi Tanaman Pisang. Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai. berikut: : Plantae 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Pisang Menurut Cronquist (1981) Klasifikasi tanaman pisang kepok adalah sebagai berikut: Regnum Divisio Classis Ordo Familya Genus : Plantae : Magnoliophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Raven (1992) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Anthophyta : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN) HAMA Hama utama tanaman kedelai adalah: 1. Perusak bibit 2. Perusak daun 3. Perusak polong 4.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA TANAMAN KEHUTANAN Yeni Nuraeni, Illa Anggraeni dan Wida Darwiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kampus Balitbang Kehutanan, Jl.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ujung batang atau tunas. Tanaman ini mempunyai bunga sempurna dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kubis Tanaman Brassicaceae (kubis-kubisan) memiliki ciri daun dan bunga yang berbentuk vas kembang. Umumnya bunga berwarna kuning, tetapi ada pula yang berwarna putih.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUN PUSTAKA. penghasil pisang yang terkenal diantaranya Brasil, Filipina, Panama,

II. TINJAUN PUSTAKA. penghasil pisang yang terkenal diantaranya Brasil, Filipina, Panama, II. TINJAUN PUSTAKA 2.1. Pisang Pisang berasal dari Asia Tenggara yang oleh para penyebar agama islam disebarkan ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke seluruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung TINJAUAN PUSTAKA Kepik Coklat (R.linearis Fabr.) Biologi Hama Hama ini sering dikenal dengan sebutan kepik penghisap polong kedelai karena hama ini menyerang polong kedelai. Menurut Wahyu (2010), klasifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

(Prihatman,2000). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani, 2009; Swennen & Ortiz, 1997).

(Prihatman,2000). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani, 2009; Swennen & Ortiz, 1997). II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Taksonomi Tanaman Pisang Pisang (Musa spp.) merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman,2000).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang (Musa spp.) Indonesia pisang merupakan tanaman yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pisang adalah tanaman herba yang berasal

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,

Lebih terperinci

Pengorok Daun Manggis

Pengorok Daun Manggis Pengorok Daun Manggis Manggis (Garcinia mangostana Linn.) merupakan tanaman buah berpotensi ekspor yang termasuk famili Guttiferae. Tanaman manggis biasanya ditanam oleh masyarakat Indonesia di pertanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sangat cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional,

II. TINJAUAN PUSTAKA. sangat cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Pisang Kepok (Musa paradisiaca L.) Pisang kepok (Musa paradisiaca L.) merupakan jenis pisang olahan yang paling sering diolah terutama dalam olahan pisang goreng dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jenis-Jenis Predator pada Tanaman Padi Hasil pengamatan predator pada semua agroekosistem yang diamati sebagai berikut: 1. Tetragnatha sp. Klas : Arachnida Ordo : Araneae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KLASIFIKASI KELAPA SAWIT Dalam ilmu tumbuhan, tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas

Lebih terperinci