EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA"

Transkripsi

1 EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2008 EDWIN PRAMUDIA NRP. A

3 ABSTRAK EDWIN PRAMUDIA. Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan. Dibimbing oleh: KUKUH MURTILAKSONO dan UUP SYAFE I WIRADISASTRA (Alm). Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan, memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata untuk menciptakan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan. Terlaksananya pembangunan pariwisata berkelanjutan dan percepatan pengembangan pariwisata di Kabupaten Agam, maka diperlukan suatu strategi dan konsep pengembangan ruang dan potensi pariwisata yang ada. Tujuan penelitian ini adalah menentukan dan memetakan obyek-obyek wisata aktual yang dapat dikembangkan dan menyatukan obyek-obyek wisata menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Penilaian potensi wisata dilakukan dengan model pengharkatan (scoring model) yang diacu dari model penelitian Coppock et al. (1971) dan Gunn (1979). Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari dinas/instasi yang terkait seperti Bappeda, BPS, Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agam dan lainnya. Untuk data primer dilakukan pengamatan langsung ke lapangan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner. Untuk mencapai tujuan penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis Sistem Informasi Geografi (SIG) dan analisis deskriptif. Analisis deskriptif yang dilakukan terhadap wisatawan dan pelaku pariwisata yang bertujuan untuk mengetahui persepsi dan kecenderungan keinginan wisatawan terhadap obyek wisata yang diminati menghasilkan 58 obyek wisata terpilih dari 94 obyek wisata yang ada di Kabupaten Agam. Analisis spasial dengan metode buffer, logical query, spatial overlay dan identify feature within a distance yang dilakukan menghasilkan 52 obyek wisata yang sudah ada saat ini dan layak untuk dikembangkan yang terdiri dari 31 obyek wisata dengan potensi sedang, 15 obyek wisata dengan potensi tinggi dan 6 obyek wisata dengan potensi sangat tinggi untuk dikelompokkan menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Pengelompokkan obyek wisata dibagi menjadi 6 satuan kawasan wisata berdasarkan daya tarik yang terdiri dari obyek-obyek wisata yang mempunyai potensi sedang, potensi tinggi dan potensi sangat tinggi yaitu: (a) Satuan Kawasan Wisata Tanjung Mutiara memiliki 4 obyek wisata dengan daya tarik wisata yaitu wisata alam/pantai, (b) Satuan Kawasan Wisata Lubuk Basung memiliki 4 obyek wisata dengan daya tarik wisata yaitu wisata budaya dan sejarah, (c) Satuan Kawasan Wisata Maninjau terdiri dari 18 obyek wisata dengan daya tarik wisata dominan adalah wisata alam (danau dan pegunungan), (d) Satuan Kawasan Wisata Banuhampu memiliki 9 obyek wisata dengan daya tarik wisata yaitu wisata budaya dan sejarah, (e) Satuan Kawasan Wisata Palupuh memiliki 6 obyek wisata dengan daya tarik wisata yaitu wisata alam, dan (f) Satuan Kawasan Wisata Baso terdiri dari 11 obyek wisata dengan daya tarik di dominasi oleh wisata alam.

4 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor

5 EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

6 Judul Tesis : Evaluasi Potensi Obyek Wisata Aktual di Kabupaten Agam Sumatera Barat Untuk Perencanaan Program Pengembangan Nama : Edwin Pramudia NRP : A Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah Disetujui Komisi Pembimbing ttd Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS Ketua Prof. Dr. Ir. Uup S. Wiradisastra, M. Sc (Alm) Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

7 YANG SELALU DI HATI Yang Mulia: Ayahanda Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibunda Hj. Rosmi. A Kehidupanku Tercinta : Istriku Endang Sukmawaty Pramudia,, A.Md

8 PRAKATA Assalamu alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2006 adalah pendekatan dalam penentuan obyek wisata potensial untuk di kelompokkan menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Uup Syafe i Wiradisastra, M.Sc (Alm) sebagai pembimbing, Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc dan Bapak Ir. Qodarian Pramukanto M.Si sebagai dosen penguji luar. 2. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas masukan dan saran. 3. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB; 4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis; 5. Bupati Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar; 6. Kepala Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agam dan staf yang telah memberikan kemudahan selama proses penelitian; 7. Ibu Nofarianty, S.Hut, M.Si, Staf Bappeda Kabupaten Agam untuk semua datanya. 8. Rekan-rekan PWL 2006 yang selalu kompak dan solid dan semua pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan thesis ini. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada ayahanda, ibunda dan istri tercinta serta yang selalu sabar dan setia dengan doanya, sehingga memberikan kekuatan tersendiri bagi penulis dalam menyelesaikan studi ini walau jarak memisahkan kita. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia atas segala pengorbanan yang ada. Tak ada gading yang tak retak, mohon maaf apabila terdapat kekhilafan dalam karya ilmiah ini dan semoga bermanfaat. Wassalamu alaikum Wr. Wb Bogor, 27 Desember 2007 Edwin Pramudia

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 29 November 1978 dari Ayah yang bernama Drs. H. Syamsul Bahri dan Ibu yang bernama Hj. Rosmi A. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Padang dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Universitas Putra Indonesia (UPI-YPTK) Padang. Di UPI-YPTK penulis mengambil Fakultas Ilmu Komputer, Jurusan Sistem Informasi dan lulus dengan gelar S.Kom pada tahun Tahun 2002 penulis diterima sebagai PNS dan ditempatkan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2006 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi ke jenjang S2 yang dibiayai oleh Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yaitu di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iii v vi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 5 Tujuan Penelitian... 7 Manfaat Penelitian... 7 Ruang Lingkup Penelitian... 7 TINJAUAN PUSTAKA... 9 Pengertian Pariwisata... 9 Sumberdaya Pariwisata Sistem Informasi Geografis Untuk Pariwisata Analisa Spasial Kriteria Penilaian Potensi Obyek Wisata Satuan Kawasan Wisata Peran Pariwisata Dalam Pengembangan Wilayah METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data Analisis Spasial Analisis Deskriptif KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Kondisi Fisik Wilayah Hidrologi Penggunaan Lahan Saat Ini Kependudukan Kondisi Pariwisata di Kabupaten Agam HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Penilaian Parameter Pariwisata Hasil Analisis Parameter Pariwisata Hasil Analisis Potensi Obyek Wisata i

11 Obyek Wisata dan Karakteristik Wilayah Struktur Wilayah Pelayanan dan Obyek Wisata Tata Ruang dan Penyebaran Obyek Wisata Satuan Kawasan Wisata (SKW) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

12 DAFTAR TABEL No Teks Halaman 1. Konstribusi pariwisata dalam perolehan devisa (dalam juta USD) Dampak pariwisata terhadap parameter ekonomi nasional (rupiah) Kriteria-kriteria penilaian ekowisata Indeks skala untuk wisata automobile touring Jenis dan kelengkapan data Jenis Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kabupaten Agam Skoring kelas potensi pariwisata Kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter fisik (Modifikasi model Gunn, 1979 dan Coppock, 1971) Kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi (Modifikasi model Gunn, 1979) Klasifikasi penilaian potensi wisata Pembagian wilayah administrasi di Kabupaten Agam Penggunaan lahan tahun 2005 di Kabupaten Agam Jumlah dan distribusi penduduk Kabupaten Agam per kecamatan tahun Prosentase mata pencaharian penduduk Kabupaten Agam per kecamatan tahun Bobot dan kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter fisik (Modifikasi model Gunn, 1979 dan Coppock, 1971) Bobot dan kriteria penilaian potensi pariwisata berdasarkan parameter kelembagaan, sosial budaya dan ekonomi (Modifikasi model Gunn, 1979) Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter jarak Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter sarana prasarana Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter aksesibilitas Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter daya tarik Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter pengelola Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter atraksi Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter keamanan iii

13 24. Nilai potensi obyek wisata berdasarkan parameter penjualan cendramata, makanan & minuman Hasil analisis penilaian potensi wisata dan rata-rata nilai perpotensi Pembagian ketinggian lahan berdasarkan potensi obyek wisata Pembagian kemiringan lahan berdasarkan potensi obyek wisata Pembagian obyek wisata berdasarkan Satuan Kawasan Wisata (SKW) iv

14 DAFTAR GAMBAR No Teks Halaman 1. Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Agam Tahun Diagram alir pendekatan penelitian Diagram alir analisis obyek wisata aktual berdasarkan kriteria Diagram alir analisis satuan kawasan wisata Pembagian wilayah administrasi Kabupaten Agam berdasarkan kecamatan Pembagian iklim Kabupaten Agam berdasarkan zona Oldeman Ketinggian wilayah Kabupaten Agam (m dpl) Pembagian persentase kemiringan lahan Kabupaten Agam Pembagian wilayah Kabupaten Agam berdasarkan DAS Penggunaan lahan Kabupaten Agam Sebaran obyek wisata di Kabupaten Agam Sebaran obyek wisata berdasarkan ketinggian lahan Sebaran obyek wisata berdasarkan kemiringan lahan Sebaran obyek wisata pada wilayah pelayanan Sebaran obyek wisata pada arahan penggunaan lahan Satuan Kawasan Wisata (SKW) Kabupaten Agam v

15 DAFTAR LAMPIRAN No Teks Halaman 1. Kuisioner pengembangan potensi pariwisata di Kabupaten Agam, Sumatera Barat... 2 Matrik pendekatan penelitian Nama-nama obyek wisata di Kabupaten Agam Data-data sarana prasarana penunjang obyek wisata Hasil analisis potensi wisata dan rata-rata potensi masing-masing obyek wisata Pembagian obyek wisata berdasarkan Satuan Kawasan Wisata (SKW) Satuan Kawasan Wisata Tanjung Mutiara Satuan Kawasan Wisata Lubuk Basung Satuan Kawasan Wisata Maninjau Satuan Kawasan Wisata Banuhampu Satuan Kawasan Wisata Palupuh Satuan Kawasan Wisata Baso vi

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata yaitu (1) meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dalam bentuk jasa atau kemudahan-kemudahan yang diperlukan bagi wisatawan mancanegara yang hendak berkunjung ke-indonesia dan kemudahan bagi wisatawan nusantara dalam melakukan perjalanan untuk mengenali dan mencintai alam dan ragam budaya Indonesia; (2) mengambil langkah-langkah nyata guna mengoptimalkan akselerasi pembangunan kebudayaan dan pariwisata nasional dalam upaya menyejahterahkan masyarakat, membuka lapangan kerja, memberantas kemiskinan dan memeratakan pembangunan; (3) secara proaktif melakukan upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam dan budaya untuk pembangunan kebudayaan dan pariwisata, dan (4) menggunakan tema Indonesia Ultimate in Diversity dalam setiap kegiatan promosi yang dilakukan di luar negeri dan tema "Kenali Negerimu Cintai Negerimu Ayo Tamasya Jelajahi Nusantara" dalam setiap kegiatan promosi di dalam negeri. Pembangunan kepariwisataan pada hakekatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan obyek dan daya tarik wisata dalam bentuk keindahan alam, keragaman flora dan fauna, kemajemukan tradisi dan budaya, serta peninggalan sejarah dan purbakala. Daerah-daerah di Indonesia memiliki kekayaan alam dan budaya yang potensial untuk dikembangkan dalam kerangka kepariwisataan serta memiliki kemampuan untuk menjadi salah satu tujuan pariwisata dunia. Kekayaan alam berbasis bahari merupakan potensi yang tinggi untuk dikembangkan tanpa menghilangkan potensi yang ada di daratan seperti pegunungan, perbukitan, danau, dan sungai. Potensi kekayaan budaya juga patut diperhitungkan dalam mengembangkan suatu daerah sebagai tujuan utama. Keanekaragaman budaya dan kesenian telah dikenal masyarakat dunia, termasuk keterbukaan dan keramahan masyarakat, serta kekayaan kuliner dipercaya memberi andil besar bagi tumbuhnya minat wisatawan untuk datang berkunjung ke suatu daerah. Selain dari

17 2 potensi alam dan budaya, keberadaan sarana dan prasarana kepariwisataan yang lengkap, aksesibilitas yang mudah dan kualitas pelayanan yang memadai mampu menjadi pendukung pengembangan daerah sebagai tujuan wisata. Keragaman obyek, daya tarik wisata dan kelengkapan sarana prasarana menjadi modal penting untuk menciptakan kegiatan pariwisata yang dapat memberikan efek positif terhadap pembangunan berskala nasional maupun lokal. Pariwisata di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembangunan, khususnya sebagai penghasil devisa negara di setelah sektor minyak dan gas. Adapun persentase kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Konstribusi pariwisata dalam perolehan devisa (dalam juta USD) No Sektor Perolehan Devisa (Juta USD) Minyak dan Gas 12,290 15, Pariwisata 4,030 4, Garment 3,890 4, Industri Kayu Lapis 3,160 3, Industri Elektronik 3,120 3,230 Sumber : Biro Pusat Statistik, Secara ekonomi menurut Mill (1990) pariwisata menyumbang pengumpulan mata uang asing (devisa), meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja, dapat meningkatkan struktur perekonomian dan mendorong perkembangan usaha kecil. Sektor pariwisata memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian Indonesia, dimana pada tahun 2004 untuk nilai produk domestik bruto meningkat 16% dari tahun Peningkatan ini juga terjadi pada sektor pajak dan upah/gaji. Dampak dari pariwisata terhadap parameter ekonomi terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Dampak pariwisata terhadap parameter ekonomi nasional (rupiah) No. Dampak PDB 99,240 Milyar 115,500 Milyar 2. Upah dan Gaji 29,310 Milyar 34,150 Milyar 3. Pajak 5,110 Milyar 5,950 Milyar Sumber : Biro Pusat Statistik, 2005.

18 3 Berdasarkan laporan akhir Studi Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Nasional tahap II tahun menyebutkan bahwa, Propinsi Sumatera Barat merupakan salah satu wilayah untuk pengembangan pariwisata dengan produk andalan adalah kawasan laut dan kawasan darat. Kawasan laut yang terkait adalah Kawasan Laut Siberut dan sekitarnya yang memiliki sektor unggulan perikanan dan pariwisata dengan orientasi adalah Kota Padang. Sementara kawasan darat yang terkait adalah Kota Bukit Tinggi, Padangpanjang, Payakumbuh, Batusangkar, dan Lubuk Sikaping. Kota-kota tersebut diatas memiliki fungsi sebagai pusat pelayanan lokal (PPL) dalam struktur pelayanan nasional. Di Sumatera Barat, selain Bukittinggi yang terkenal dengan obyek wisata Jam Gadang-nya, obyek wisata yang tidak kalah menariknya dan menjadi salah satu tujuan wisatawan yang selalu dikunjungi yaitu keindahan alam dari danau Maninjau yang terletak di Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam. Berdasarkan kondisi alamnya, Kabupaten Agam memiliki topografi yang bervariasi pada ketinggian antara 0 m (di Kec. Tanjung Mutiara) hingga m (di Kec. Sungai Pua). Dengan kondisi geografis daerah yang merupakan perpaduan antara pantai, gunung, lembah dan danau, Kabupaten Agam sarat dengan puluhan tempat wisata alam dan bahari yang menawarkan pemandangan alam yang indah dan menarik untuk dikunjungi. Kekayaan tempat-tempat bersejarah, budaya, kesenian rakyat dan aneka kerajinan rakyat yang merupakan atraksi wisata lainnya yang tak kalah menarik. Bedasarkan data Kabupaten Agam dalam angka tahun 2006 (BPS Kab. Agam, 2006), pariwisata di Kabupaten Agam pada saat ini memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap pendapatan dan penerimaan daerah. Pada tahun 2006 diperoleh penerimaan daerah dari sektor ini sebesar Rp Untuk kunjungan wisatawan ke Kabupaten Agam, terjadi peningkatan wisatawan lokal dan wisatawan mancanegara masing-masing sebesar 18 % dan 49 % pada tahun Sedangkan pada tahun 2005 terjadi peningkatan 5 % wisatawan lokal dan 19 % untuk wisatawan mancanegara. Dilihat dari total kunjungan untuk tahun 2004 dan 2005 terjadi peningkatan kunjungan masing-masing sebesar 25 % dan 9 %. Pada tahun 2006 terjadi penurunan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Agam,

19 baik dari kunjungan wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yaitu sebesar 15 %. Grafik kunjungan wisatawan tersebut terlihat pada Gambar ,000 20,000 15,000 10,000 5,000 7,535 13,423 11,264 9,896 18,356 21,646 22,734 20, Wisatawan Mancanegara Wisatawan Lokal Gambar 1 Jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Agam Tahun Dalam pembangunan kepariwisataan masalah yang ditemui adalah mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata, kelangkaan sumberdaya, dan mengenai pemanfaatan yang sesuai dengan peruntukan dan kepemilikan. Hal ini berhubungan dengan upaya untuk menciptakan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan (sustainable tourism development). Pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti disebutkan dalam Piagam Pariwisata Berkelanjutan (1995) dalam Subadra (2007) adalah pembangunan yang dapat didukung secara ekologis dalam jangka panjang sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan berkelanjutan adalah upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya secara berkelanjutan. Ditinjau dari perpektif kepariwisataan sebagai sebagai salah satu sektor pembangunan, karakter keterkaitan antar sektor sangat tinggi. Keterkaitan antar sektor tersebut mencakup aspek makro, yaitu antara lain perencanaan, implementasi, dan pengawasan kebijakan, hingga aspek mikro yaitu perencanaan produk, atribut produk, pasar, kebijakan dan regulasi. Tatanan tersebut juga melibatkan dan menempatkan stakeholders kepariwisataan yang mencakup

20 5 masyarakat, pemerintah, pihak swasta dan wisatawan dalam posisi dan porsi yang berbeda. Tanpa pengelolaan yang tepat akan menimbulkan konflik dan tumpang tindih (overlap) dalam pelaksanaan kepariwisataan (Bahar, 2001). Pada saat ini di Kabupaten Agam, pembangunan kepariwisataan yang dilaksanakan masih mengalami kendala dalam pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan dari obyek-obyek wisata yang ada. Hal ini terlihat di beberapa obyek wisata mengalami kerusakan-kerusakan, terutama pada sarana prasarana yang ada. Salah satu penyebabnya adalah menyebarnya obyek-obyek wisata tersebut dan belum adanya pengelompokan obyek-obyek wisata tersebut untuk memudahkan dalam pembangunan, pengelolaan dan pengawasannya. Oleh karena itu, untuk terlaksananya pembangunan pariwisata berkelanjutan dan terlaksananya percepatan pengembangan pariwisata di Kabupaten Agam maka diperlukan suatu strategi dan konsep pengembangan ruang pariwisata. Salah satu konsep yaitu dengan mengelompokan beberapa obyek wisata menjadi satu kesatuan yaitu Satuan Kawasan Wisata (SKW). SKW merupakan pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu kesatuan kawasan tujuan wisata berdasarkan kedekatan dan homogenitas atau kemiripan dari daya tarik obyek wisatanya. Konsep SKW ini lebih menguntungkan didalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Agam, antara lain: 1. Akan memudahkan kontrol/pengawasan pengelolaan dan pemeliharaan obyek wisata. 2. Memiliki faktor kedekatan jarak/akses antara satu obyek dengan obyek yang lain. 3. Pembangunan sarana prasarana relatif akan membutuhkan biaya investasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pengelompokan wisata yang tersebar. 4. Potensi pengembangan wilayah lebih besar, karena pengembangan obyekobyek wisata berada dalam kantong-kantong cluster. Perumusan Masalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional menyatakan pada pasal 11 ayat 1 menyebutkan bahwa kawasan pariwisata termasuk dalam kawasan budidaya

21 6 sedangkan yang dimaksud dengan kawasan pariwisata meliputi kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pada pasal 49 menyebutkan bahwa kriteria kawasan budidaya untuk kawasan pariwisata adalah : (1) kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk kegiatan pariwisata, serta tidak mengganggu kelestarian budaya, keindahan alam dan lingkungan; (2) kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pariwisata secara ruang dapat memberikan manfaat: a) meningkatkan devisa dan mendayagunakan investasi; b) meningkatkan perkembangan pembangunan lintas sektor dan sub sektor serta kegiatan ekonomi sekitarnya; c) tidak mengganggu fungsi lindung; d) tidak mengganggu upaya pelestarian sumber daya alam; e) meningkatkan pendapatan masyarakat; f) meningkatkan pendapatan nasional dan daerah; g) meningkatkan kesempatan kerja; h) melestarikan budaya; dan i) meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan pasal 4 menyebutkan bahwa obyek dan daya tarik wisata terdiri atas wisata alam (flora dan fauna), museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan. Kabupaten Agam merupakan salah satu tujuan wisata di Propinsi Sumatera Barat. Pada daerah ini terdapat lebih kurang 94 obyek wisata yang tersebar di 14 kecamatan yang terdiri dari 3 jenis wisata yaitu wisata alam, wisata sejarah dan budaya, dan wisata minat khusus (Renstra Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Agam ). Banyaknya obyek wisata yang ada teryata terdapat permasalahan yang harus mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Agam. Terutama belum adanya suatu acuan yang baku untuk penentuan prioritas pengelolaan, pengembangan dan pembangunan yang jelas dari pemerintah Kabupaten Agam terhadap obyek pariwisata yang mempunyai potensi tinggi. Permasalahan lain yang cukup mempengaruhi dalam pengembangan pariwisata juga dialami oleh Kabupaten Agam, yaitu faktor aksesibilitas ke beberapa lokasi wisata yang tidak bisa dilalui kendaraan, kurangnya sarana dan prasarana pendukung obyek wisata dan daya tarik dari obyek wisata itu sendiri.

22 7 Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka timbul beberapa pertanyaan yaitu: 1. Bagaimana menilai keunggulan setiap obyek wisata dari sisi sumberdaya fisik dan kriteria yang dipakai untuk penilaian tersebut. 2. Bagaimana memetakan setiap lokasi wisata sehingga antar lokasi wisata dapat memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. 3. Bagaimana membuat suatu kawasan pariwisata yang bisa mendukung antara satu obyek wisata dengan obyek yang lainnya. Tujuan Penelitian 1. Menentukan dan memetakan obyek-obyek wisata aktual yang dapat dikembangkan berdasarkan kriteria yang ada. 2. Menyatukan obyek-obyek wisata menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan beberapa manfaat, yaitu: 1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Agam sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi dalam perencanaan pembangunan kepariwisataan. 2. Sebagai salah satu model, informasi dasar dan data dalam proses perencanaan dan pengembangan wisata. Ruang Lingkup Penelitian Dalam rangka penentuan kawasan wisata, terdapat dua permasalahan yang perlu dikaji yaitu: (1) obyek wisata yang bagaimana yang layak untuk dikembangkan, dan (2) pendekatan apa yang dilakukan untuk bisa meningkatkan pengembangan pariwisata dalam jangka panjang. Penelitian ini dalam pengambilan data primer (kuisioner) lebih menekankan kepada keinginan dan ketertarikan pengunjung/wisatawan (demand side) terhadap obyek wisata aktual atau obyek wisata yang sudah ada di Kabupaten Agam. Namun sesuai dengan tujuan penelitian, maka ruang lingkup penelitian ini adalah menentukan dan memetakan obyek-obyek wisata aktual yang dapat dikembangkan dan

23 8 mengelompokkan obyek-obyek wisata tersebut menjadi beberapa Satuan Kawasan Wisata (SKW). Penentuan suatu kawasan wisata didasari oleh kemiripan daya tarik dan kedekatan obyek wisata yang ada. Pembentukan satuan kawasan wisata selain lebih efisien dalam proses pengembangan pariwisata juga akan memudahkan kontrol/pengawasan dan pemeliharaan obyek wisata.

24 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Wisata merupakan kata dasar dari pariwisata, dimana menurut Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menajadi sasaran wisata. Sedangkan kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. The Tourism Society United Kingdom dalam Subadra (2007) menyebutkan pariwisata ditunjukkan dengan adanya perjalanan yang singkat dan sementara dari orangorang menuju daerah tujuan wisata di luar tempat kebiasaan mereka hidup dan bekerja dan diluar kegiatan mereka selama tinggal sementara di daerah tujuan wisata. Pariwisata sebagai suatu kegiatan melibatkan banyak orang di dalam masyarakat yang masing-masing melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dan semua kegiatan dalam masyarakat yang berkaitan satu dengan yang lain dan merupakan perkaitan sosial (Soekadijo, 2000). Menurut Wall (1995) pariwisata adalah perpindahan temporer dari orang-orang dari tempat mereka bekerja dan menetap, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama mereka berada di tempat tujuan dan kemudahan yang diberikan dalam melayani kebutuhan mereka. Menurut Wibowo (2001), pariwisata dalam bentuk paling sederhana terdiri dari tiga komponen, yaitu asal (tempat tinggal wisatawan), perjalanan (sarana menuju tempat tujuan dan kembali ke tempat asal), dan tujuan (tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan). Kegiatan pariwisata sangat erat kaitannya dengan keinginan manusia untuk berekreasi. Rekreasi adalah mengerjakan sesuatu perbuatan atau aktifitas yang menyegarkan tubuh, membangun minat, dan menciptakan kembali kesegaran pikiran dan perasaan (Wibowo, 2001). Secara umum dapat disimpulkan bahwa

25 10 wisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok ke suatu tempat tujuan wisata dalam jangka waktu yang singkat untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sumberdaya Pariwisata Menurut Jayadinata (1986), sumberdaya adalah setiap hasil, benda atau sifat/keadaan yang dapat dihargai bilamana poduksi, proses dan penggunaannya dapat dipahami. Sumberdaya dapat dibagi menjadi sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources) dan teknologi. Sumberdaya alam terbagi atas (1) sumberdaya alam abstrak, yaitu hal-hal tidak tampak tetapi dapat diukur, seperti lokasi (keadaan tempat yang dapat dihubungkan dengan jarak dan biaya), tapak atau posisi; (2) sumberdaya alam nyata, berupa bentuk daratan, air, iklim tubuh tanah, vegetasi, hewan yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, dan mineral. Sedangkan sumberdaya manusia terdiri atas (1) keadaan penduduk yaitu jumlah, kerapatan, pendidikan, penyebaran, susunan atau struktur; (2) proses penduduk: kelahiran, kematian, migrasi; dan (3) lingkungan sosial penduduk berupa kebudayaan dan kebiasaan penduduk setempat. Sumberdaya teknologi merupakan kemampuan manusia untuk merubah sumberdaya alam yang ada sehingga bermanfaat bagi kehidupannnya dan perubahan tersebut berdampak pada daerah sekitarnya. Soekadijo (2000) mengemukakan sumberdaya pariwisata (tourism resources) atau sering disebut juga modal atau potensi pariwisata merupakan sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata di suatu daerah atau tempat tertentu. Sumberdaya pariwisata yang menarik kedatangan wisatawan ada tiga yaitu: (1) Sumberdaya alam, yaitu alam fisik, flora dan fauna. (2) Sumberdaya kebudayaan, yang diartikan secara luas bukan kebudayaan yang tinggi saja, tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan hidup ditengah-tengah masyarakat. (3) Sumberdaya manusia, yaitu manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan.

26 11 Seluruh sumberdaya baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan mempunyai peranan penting dalam proses perencanaan dan pengembangan pariwisata dan rekreasi pada suatu daerah, sehingga dukungan dan ketersediaan dari setiap sumberdaya tersebut sangat menentukan bisa tercapainya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Robinson (1976) mengemukakan bahwa komponen geografi yang bernilai bagi pariwisata dapat berupa (1) lokasi dan aksesibilitas, (2) ruang, (3) pemandangan alam berupa gunung, danau, air terjun, air panas dan laut, tumbuhan seperti hutan, padang rumput, (4) iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan, (5) kehidupan binatang seperti kebun binatang, cagar alam atau binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan memancing, (6) kenampakan pemukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah, monumen dan peninggalan arkeologi, dan (7) kebudayaan berupa cara hidup, tradisi, cerita rakyat, seni dan kerajinan tangan. Selain tersebut diatas hal lain yang sangat penting untuk pengembangan pariwisata adalah kelengkapan akomodasi dan fasilitas hiburan lainnya. Dikaitkan dengan keberadaan sumberdaya untuk pariwisata suatu daerah, maka penilaian terhadap sumberdaya fisik tidak hanya menyangkut inventarisasi berbagai aspek fisik seperti fasilitas publik, infrastruktur industri atau sumberdaya alam. Tetapi juga menyangkut analisis mengenai karakteristik dari sumberdaya tersebut dan kemampuannya untuk dapat menopang strategi dan keunggulan daerah (Kertajaya dan Yuswohadi, 2005). Sistem Informasi Geografis untuk Pariwisata Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai peran penting dalam berbagai aspek pembangunan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis, berbagai macam informasi dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisa dan dikaitkan dengan letaknya di muka bumi. Barus dan Wiradisastra (2000) mendefenisikan SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau koordinat geografi. Aronof (1989) dalam Dulbahri (2003) menyebutkan bahwa SIG adalah sistem informasi yang berdasarkan pada kerja dasar komputer yang mampu memasukan, mengelola (memberi dan mengambil

27 12 kembali), memanipulasi dan menganalisis data dan memberi uraian. Dengan kata lain, SIG merupakan suatu sistem basis data yang mempunyai kemampuan khusus dalam pengolahan data yang bereferensi spasial dengan menggunakan perangkat operasi kerja (software dan hardware). Komponen utama SIG terbagi empat kelompok yaitu perangkat keras, perangkat lunak, organisasi (manajemen) dan pemakai. Porsi masing-masing komponen tersebut berbeda dari satu sistem ke sistem lainnya, tergantung dari tujuan dibuatnya SIG tersebut (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sistem Informasi Geografis (SIG) digunakan untuk memperkuat informasi geografis dalam rangka menginformasikan analisis dan pengembangan. SIG telah digunakan untuk menentukan area konservasi dan rekreasi serta menentukan lokasi terbaik untuk pengembangan, yang belakangan telah ditentukan dengan ilmu rancang-bangun, ilmu keindahan dan batasan lingkungan. Williams et al. (1996) menggunakan SIG untuk merekam dan meneliti informasi inventarisasi sumberdaya pariwisata di Columbia Britania, Canada. Windoatmoko (2006) menggunakan SIG untuk menentukan obyek wisata potensial di Semarang. Gunn (1994) telah menyajikan salah satu dari sedikit acuan kepada penggunaan SIG dalam perencanaan pariwisata di Selatan Carolina, Amerika Serikat. Dalam hal ini SIG telah digunakan untuk audit, analisis dan sistem informasi yang berkenaan dengan sumberdaya pariwisata budaya dan alami di wilayah tersebut. Penggunaan suatu peta sederhana dengan proses tumpang tindih (overlay) bisa diidentifikasi zona dengan potensi yang terbesar untuk pengembangan pariwisata. Secara umum SIG untuk pariwisata memproduksi tiga jenis informasi yang berbeda yaitu: peta sumberdaya pariwisata, peta untuk pariwisata, dan peta kemampuan untuk pariwisata. Butler (1993) dalam Bahaire dan Elliott (1999) menyatakan bahwa sistem informasi geografis mempunyai potensi-potensi dalam pemecahan masalah pariwisata yaitu: 1. SIG dapat menginventarisasi secara sistematis sumberdaya pariwisata dan menganalisis tren pariwisata. 2. SIG dapat digunakan untuk memonitor perkembangan aktivitas pariwisata. Dengan pengintegrasian pariwisata, sosial budaya, lingkungan dan data

28 13 ekonomi, SIG dapat memfasilitasi pengidentifikasian dan pengawasan dari pembangunan berkelanjutan. 3. SIG dapat digunakan untuk mengidentifikasi layak atau tidak layaknya suatu wilayah untuk dijadikan tempat pariwisata dan juga dapat mengidentifikasi zona pariwisata. 4. SIG dapat digunakan untuk simulasi dan model hasil mengenai perencanaan pengembangan ruang pariwisata 5. SIG memungkinkan pengintegrasian datasets, pengembangan ekonomi-sosial dan lingkungan di dalam pengaturan keruangan. 6. SIG juga berfungsi sebagai suatu sistem untuk membantu pengambilan keputusan di dalam perencanaan. Hal ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) untuk meneliti sumberdaya dimulai dari (1) mengidentifikasi berapa dan dimana sumberdaya pariwisata tersedia, untuk membantu perencana menentukan kemampuan dari suatu area untuk pengembangan produk dan layanan pariwisata baru; (2) mengevaluasi pilihan pengguna, untuk mengidentifikasi zona dari konflik; dan (3) memonitor resiko pemanfatan sumberdaya pariwisata dari kelemahan manajemen, keputusan perencana dan sektor lain. Analisa Spasial Menurut Rustiadi et al. (2006) pengertian analisa spasial dipahami secara berbeda antara ilmuan berlatar belakang geografi dengan ilmuwan berlatar belakang sosial (termasuk ekonomi). Perbedaan keduanya bersumber dari perbedaan dalam dua hal, pertama perbedaan pengertian kata spasial atau ruang itu sendiri dan kedua fokus kajiannya. Dari pandangan geografi, pengertian spasial adalah pengertian yang bersifat rigid (kaku), yakni segala hal yang menyangkut lokasi atau tempat. Definisi suatu tempat atau lokasi secara geografis sangat jelas, tegas, dan lebih terukur karena setiap lokasi diatas permukaan bumi dalam ilmu geografi dapat diukur secara kuantitatif. Fokus kajian para ahli geografi dalam analisa spasial tertuju pada cara mendeskripsikan fakta, dengan kata lain lebih memfokuskan pada aspek apa dan bagaimana yang terjadi di atas permukaan bumi dan bahkan dimana.

29 14 Domain kajian ilmu geografi lebih banyak menekankan pada bagaimana mendeskripsikan fenomena spasial, oleh karenanya ilustrasi-ilustrasi spasial dengan peta yang memiliki akurasi informasi spasial didalamnya sangat penting. Analisis mengenai pola-pola spasial (pemusatan, penyebaran, kompelsitas spasial, dll) kecenderungan spasial, bentuk-bentuk dan struktur interaksi spasial secara deskriptif menjadi kajian-kajian yang banyak mendapat perhatian dari ahli geografi. Semuanya dikaji tanpa harus mendalami permasalahan sosial ekonomi yang ada didalamnya. Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa anasisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan ilmu wilayah (regional science) pada awal 1960an. Perkembangannya diawali dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif (terutama statistik) untuk menganalisa pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada prosesproses pilihan spasial (spasial choices) dan implikasinya secara spatio-temporal. Kriteria Penilaian Potensi Obyek Wisata Boyd et al. (1994) membuat kriteria-kriteria yang bertujuan untuk menilai kealamian suatu wilayah, penskoran terhadap kriteria dan menentukan selang nilai dari kriteria tersebut untuk menentukan daerah ekowisata di Nothern Ontario. Penilaian dilakukan dengan melihat karakteristik dan kenampakan dari wilayah penilaian seperti keberadaan pemukiman penduduk, aktifitas kehutanan, persentase penutupan hutan, aksesibilitas terhadap hutan, kehidupan satwa liar, ketinggian wilayah, dan persentase luas perairan. Penentuan daerah ekowisata ini mempergunakan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam melakukan proses penilaian dan pengidentifikasian daerah ekowisata. Kriteria-kriteria penilaian ekowisata yang dipergunakan terlihat pada Tabel 3 yang merincikan pembagian dari masing-masing kriteria..

30 Tabel 3 Kriteria-kriteria penilaian ekowisata Skor Atribut Selang Nilai Karakteristik-karakteristik Utama Pemukiman Skor Tipe pemukiman Jumlah penduduk 5 Tidak ada pemukiman 0 3 Pedesaan Kota kecil Kota besar > Penggunaan Sumberdaya Hutan Skor Tipe penggunaan sumberdaya Penggunaan hutan (%) 5 Tidak ada kegiatan kehutanan 100 % 3 Kegiatan kehutanan I < 20 % 2 Kegiatan kehutanan II > 20 % 1 Kegiatan kehutanan III > 20 % selama tahun Penutupan Hutan Skor Tipe Vegetasi Persentase luas 5 Hutan campuran (tipe 1) > 50 % kayu 4 Hutan campuran (tipe 2) > 50 % kayu (> 10% cemara) 3 Hutan kayu > 80 % cemara 2 Hutan kayu yang jarang > 80 % pohon yang rontok daun 1 Pemotongan dan pembakaran hutan Tidak ada pohon kayu Aksesibilitas Skor Tipe Selang Nilai 5 Daerah akses I Tidak ada jalan dalam kawasan 3 Daerah akses II Kawasan < 2 Km dari jalan 2 Daerah akses III Kawasan < 5 Km dari jalan 1 Daerah akses IV Kawasan < 10 Km dari jalan Kehidupan Satwa Liar Skor Tipe Selang Nilai 5 Kehidupan Satwa Liar tipe I Kelas area Kehidupan Satwa Liar tipe II Kelas area Kehidupan Satwa Liar tipe III Kelas area 6-7 Relief Skor Karakteristik Ukuran 5 Relief tinggi > 25 meter 3 Relief sedang meter 1 Relief rendah < 10 meter Perairan Skor Karakteristik Persentase luas 5 Perairan 5-20 % 3 Perairan % 1 Perairan 0-5 % or < 50 % Sumber : Boyd et al. (1994) 15

31 16 Beberapa kriteria penilaian potensi obyek wisata lainnya dikembangkan oleh Coppock et al. (1971). Penelitiannya bertujuan untuk mengidentifikasi bentangan lahan, air dan pemandangan alam yang dapat dimanfaatkan untuk rekreasi di luar rumah. Bentangan lahan tersebut diperuntukan bagi kegiatan (1) berkemah, karavan dan piknik yaitu semua kawasan pedesaan dengan jarak 400 meter dari jalan utama, (2) berkuda, didaerah ketinggian 300 meter dengan dibuat jalur-jalur jalan dan pengekang kuda, (3) jalan-jalan, ketinggian 450 meter dengan dibuat jalur untuk jalan kaki, (4) panjang tebing, semua tebing dengan ketinggian minimal 30 meter, dan (5) ski, daerah ketinggian minimal 25 meter, berelief dan musim saljunya lebih dari tiga bulan. Bentangan air untuk (1) kegiatan memancing, pada sungai dan kanal yang tidak ada polusi, dengan lebar minimal delapan meter, danau/genangan air dengan luas minimal lima hektar, (2) aktifitas air lainnya, air tidak terpolasi, panjang minimal satu kilometer, lebat 200 meter atau luas 20 hektar, (3) informasi rekreasi yang berorientasi ke air, airnya tidak terpolusi dengan jarak minimal 400 meter dari jalan utama, (4) aktifitas sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal 400 meter dengan jalan. Pamandangan alam dapat dinikmati di daerah dataran rendah dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut (dpl). Plato lebih dari meter dpl, bukit 500 sampai meter dpl, pegunungan lebih dari meter dpl. Skala perencanaan untuk wisata menurut Nelson et al. (1993) dapat dibedakan atas tiga skala yaitu (1) skala situs (site scale), (2) skala daerah tujuan wisata (destination scale), dan (3) skala region (regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian ruang daerah-daerah tujuan wisata sesuai dengan tujuan obyek wisata seperti tempat parkir, taman, ruang peristirahatan, hotel, restoran, obyek wisata utama dan pelengkap. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa obyek wisata di suatu darah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam dalam memberikan variasi wisata, sedangkan skala regional melihat keterpaduan kawasan wisata dalam lingkup yang lebih luas misalnya satu propinsi. Metode yang sering diterapkan dalam perencaan wilayah yaitu mengidentifikasi, menyeleksi, mengevaluasi wilayah dan mengukur potensi wisata. Elemen pengembangan pariwisata terdiri atas atraksi, transportasi,

32 akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta menjadi alat yang penting untuk menghasilkan potensi-potensi tersebut sehingga layak untuk dikembangkan. Gunn (1979) mengadakan kajian mengenai struktur geografis dengan pendekatan kartografi untuk mengidentifikasi kawasan wisata yang potensial untuk automobile touring. Diawali dengan mengidentifikasi variabel fisik yang terdiri dari (1) air dan margasatwa, (2) topografi, tanah dan geologi, (3) penutupan vegetasi, hama, (4) iklim, atmosfer, (5) keindahan, (6) atraksi, industri, institusi, (7) sejarah, etnik, arkeologi, legenda, adat istiadat, (8) pusat pelayanan, dan (9) transpotasi dan akses. Pembobotan dilakukan untuk merefleksikan pentingnya setiap kenampakan, sehingga jumlah total skornya 100. Setiap skor dibagi menjadi lima kelompok skala yaitu sangat lemah, lemah, sedang, kuat dan sangat kuat. Akumulasi dari skor tersebut dapat diidentifikasi daerah yang potensial kuat, baik, sedang, cukup lemah dan lemah. Analisis dilakukan dengan overlay sembilan tema peta yang memuat variabel diatas, dan hasilnya berupa peta potensi wisata. Indeks skala untuk wisata automobile touring yang dipergunakan terlihat pada Tabel 4. Tabel 4 Indeks skala untuk wisata automobile touring Skala No Faktor Skor Sangat Sangat Lemah Sedang Kuat Lemah Kuat 1. Air dan margasatwa Topografi, tanah dan geologi Penutupan vegetasi, hama Iklim, atmosfer Keindahan Atraksi, industri, institusi Sejarah, etnik, arkeologi, legenda, adat istiadat Pusat pelayanan Transportasi dan akses Sumber : Gunn, Healey et al. (1988) melakukan proses buffer untuk menganalisa layak atau tidaknya suatu area adalah untuk pengembangan di Taman Nasional Scotlandia. Keberadaan batasan di dalam pemandangan digunakan untuk membatasi yang area itu tak serasi, atau kurang pantas, untuk pengembangan tertentu. Buffering 17

33 18 dilakukan untuk mengidentifikasi area dan penggunaan daratan untuk hunian dan rekreasi pendidikan formal dan fasilitas wisatawan yang berdekatan dengan danau sehingga tidak terjadi gangguan akibat kebisingan dari suara perahu motor. Untuk itu telah ditentukan jarak hunian dari danau dengan menggunakan buffer 250m - 500m dari danau. Karena jarak 250 m 500 m merupakan batas toleransi kebisingan yang ditimbulkan oleh perahu motor. Satuan Kawasan Wisata Gunn (1979) mengidentifikasikan sejumlah prinsip perencanaan pariwisata untuk dijadikan acuan proyek pembangunan pariwisata, salah satunya yaitu pengelompokkan. Pengelompokkan fasilitas dan daya tarik pada satu kawasan akan membuat wisatawan lebih nyaman. Pengelompokkan juga terbukti lebih efisien dalam provisi infrastruktur dan biaya per-unit fasilitas pengelolaan lebih rendah pada fasilitas yang di kelompokkan. Satuan Kawasan Wisata (SKW) dikenal sebagai salah satu istilah pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu rencana pengembangan daerah yang bertujuan untuk kemudahan pembangunan serta pengelolaannya. Satuansatuan kawasan wisata tersebut merupakan kawasan yang memiliki pusat-pusat kegiatan wisatawan dan mempunyai keterkaitan sirkuit atau jalur wisata. Pada suatu daerah administrasi dibagi menjadi beberapa satuan kawasan wisata. Pembagian ini tidak baku untuk seluruh daerah namun pada hakekatnya SKW merupakan pengelompokan obyek-obyek wisata dalam satu kesatuan kawasan tujuan wisata berdasarkan kedekatan, kemiripan daya tarik dan kemudahan aksesibilitasnya (Raksadjaya, 2002). Salah satu daerah yang telah mengelompokkan beberapa obyek wisata menjadi satu kawasan wisata yaitu Kabupaten Garut. Penyatuan satuan kawasan wisata di Kabupaten Garut ini berdasarkan batasan wilayah administrasi yang ada. Peran Pariwisata dalam Pengembangan Wilayah Pariwisata mempunyai peranan yang cukup penting dalam proses pengembangan suatu wilayah, salah satunya pengembangan wilayah di Provinsi Jawa Barat. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi

34 19 Jawa Barat menerangkan bahwa pengembangan kepariwisataan Jawa Barat tidak terlepas dari munculnya berbagai isu strategis pembangunan. Ketimpangan pembangunan poros utara-tengah-selatan, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, optimalisasi kinerja pemerintah daerah, lemahnya sinergitas antar unit kerja, pelibatan masyarakat, maupun pengembangan sumber daya manusia merupakan beberapa isu khusus yang juga berpengaruh terhadap perkembangan kepariwisataan Provinsi Jawa Barat (Bapeda Prop. Jawa Barat, 2005) Kebijakan, strategi, serta program pembangunan mengisyaratkan bahwa pengembangan dan pembangunan sektor pariwisata memegang peranan penting dalam pengembangan wilayah. Melalui pengembangan kawasan-kawasan andalan yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, secara internal pengembangan sektor kepariwisataan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, dan secara eksternal diharapkan mampu menjadi sektor utama yang memberikan dampak menyebar pada wilayah sekitarnya demi menciptakan pemerataan wilayah. RIPPDA tingkat provinsi seyogyanya memfokuskan pada perencanaan satu atau beberapa daerah tujuan wisata yang memang menjadi, atau akan menjadi, unggulan provinsi. Daerah tujuan wisata tersebut kemudian menjadi kawasan wisata unggulan provinsi. Pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi diharapkan nantinya akan berdampak ganda terhadap pengembangan kawasankawasan wisata lainnya maupun sektor-sektor lain di daerah-daerah lain. Pariwisata menjadi alat dalam pengembangan wilayah, sebagai penggerak kegiatan perekonomian wilayah, dan memberikan kontribusi terhadap pemecahan permasalahan kewilayahan, termasuk ketimpangan perkembangan wilayah. Kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk pengembangan pariwisata di Provinsi Jawasa Barat adalah: 1. RIPPDA Provinsi Jawa Barat memfokuskan pada pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi dan kawasan wisata unggulan kabupaten/kota untuk memperkuat daya saing pariwisata Jawa Barat 2. Pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi didasarkan pada daya tarik wisata unggulan yang membentuk suatu tema atau konsep yang berbeda antar

35 20 kawasan, dalam kerangka saling melengkapi dan memperkuat daya tarik yang ditawarkan, dengan tidak memandang batas administratif daerah. 3. Pengembangan kawasan wisata unggulan provinsi dan penyediaan sarana prasarana penunjang pariwisata diprioritaskan di daerah yang relatif belum berkembang, dalam hal ini adalah Jawa Barat bagian selatan, dalam kerangka mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah. 4. Pusat pengembangan pariwisata di setiap kawasan wisata unggulan provinsi berfungsi sebagai pusat kegiatan wisata kawasan dan penyedia fasilitas, serta sebagai pusat penyebaran pengembangan kegiatan wisata ke wilayah lain yang masih termasuk dalam satu kawasan wisata. Subandra (2007) menyebutkan bahwa pembangunan kepariwisataan memberikan dampak terhadap pengembangan wilayah Desa Serangan, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Desa Serangan sebagai salah satu obyek pariwisata di Bali tak luput dari perhatian banyak pihak terutama yang berniat untuk mengembangkan pariwisata dengan melihat potensi yang dimiliki desa Serangan. Jika dilihat secara fisik, sebelum adanya proyek pengembangan pulau Serangan, luas keseluruhan pulau serangan adalah seluas awalnya adalah 112 hektar Sejak adanya proyek pengembangan pulau Serangan oleh PT. Bali Turtle Island Development (BTID) maka ada perubahan yang sangat jelas yang terjadi pada bentuk pulau Serangan tersebut Hal ini disebabkan adanya penambahan luas daratan melalui reklamasi sebanyak 379 hektar sehingga luas seluruhnya setelah direklamasi menjadi 491 hektar. Proyek yang dibangun dengan mega proyek dan investasi yang menelan biaya ratusan milyard tersebut telah merubah wajah pulau kecil tersebut dengan cara mereklamasi pantai di sebelah timur, selatan, barat daya, dan sebagian di utara pulau Serangan Sebelum adanya proyek tersebut, Pulau Serangan dengan jelas masih terpisah dari pulau Bali. Sedangkan sejak adanya pengembangan, maka pulau Serangan telah betul-betul terhubung menjadi satu dengan pulau Bali. Maka secara fisik tidak hanya pulau Serangan yang mengalami perubahan, akan tetapi juga pulau Bali itu sendiri. Dampak positif dari pengembangan ini terlihat bahwa masyarakat desa setempat menjadi lebih mudah dalam melakukan kegiatan

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata Wisata merupakan kata dasar dari pariwisata, dimana menurut Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan. Peluang itu didukung oleh kondisi kondisi alamiah

BAB I PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan. Peluang itu didukung oleh kondisi kondisi alamiah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan bagian dari salah satu sektor industri di Indonesia yang memiliki prospek cerah, dan mempunyai potensi serta peluang yang sangat besar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberdayakan sebagai Daerah Tujuan Wisata. Menurut World Tourism. Tabel 1.1 Data Kunjungan Wisatawan Ke Asia Pasifik

BAB I PENDAHULUAN. diberdayakan sebagai Daerah Tujuan Wisata. Menurut World Tourism. Tabel 1.1 Data Kunjungan Wisatawan Ke Asia Pasifik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Kepulauan Nusantara dengan sebutan untaian zamrud di khatulistiwa, penuh dengan keindahan alam beserta flora dan faunanya, kaya dengan aneka ragam budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pembangunan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dan bersifat multidimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN, Dalam rangka keterpaduan pembangunan kebudayaan dan pariwisata, dengan ini menginstruksikan : Kepada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang telah penulis lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Sorake,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Hal ini didukung dengan fakta menurut Portal Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA PANTAI DI KECAMATAN SINGKAWANG SELATAN KOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Penilaian Parameter Potensi Pariwisata

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Penilaian Parameter Potensi Pariwisata HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan sumberdaya yang mendukung perkembangan pariwisata di Kabupaten Agam menjadi pilihan untuk melakukan pengembangan potensi pariwisata yang ada di daerah ini. Penelitian ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Indonesia merupakan salah satu sektor yang mempengaruhi perekonomian masyarakatnya. Tidak heran jika dewasa ini banyak masyarakat bersikap positif untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berdekatan dengan tempat wisata makam raja-raja Mataram. Menurut cerita

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan

BAB I PENDAHULUAN. untuk datang berkunjung dan menikmati semuanya itu. ekonomi suatu negara. Ada beberapa hal yang menjadi potensi dan keunggulan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau dengan potensi alam dan budaya yang berbeda-beda antara satu pulau dengan pulau lainnya. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hal ini dapat menggerakkan pertumbuhan industri pada sektor-sektor BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor industri yang diharapkan mampu menjadi kekuatan pembangunan, yang dapat diandalkan terutama sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu aset yang strategis untuk mendorong pembangunan wilayah yang mempunyai potensi obyek wisata. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau peristiwa yang terjadi di muka bumi yang timbul dari aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya,

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah termasuk di dalamnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah termasuk di dalamnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak diantara dua benua, yaitu Australia dan Asia, serta diantara dua samudera (Samudera Pasifik dan Samudera Hindia). Sebagai Negara kepulauan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata. berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengembangan Potensi Kawasan Pariwisata Pada dasarnya pengembangan pariwisata adalah suatu proses yang berkesinambungan untuk melakukan matching dan adjustment yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai Tuhan Yang Maha Esa sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu

BAB I PENDAHULUAN. BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan pada ketinggiannya Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Out Bound Pengembangan Obyek Wisata Suban

BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Out Bound Pengembangan Obyek Wisata Suban 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN JUDUL Fasilitas Sarana yang memudahkan dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan. Out Bound - Batas luar - Belajar menuju luar Pengembangan Suatu tahap atau proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa bagi negara yang cukup efektif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini terbilang cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG

KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG KEADAAN UMUM KABUPATEN SINTANG Geografis dan Administrasi Kabupaten Sintang mempunyai luas 21.635 Km 2 dan di bagi menjadi 14 kecamatan, cakupan wilayah administrasi Kabupaten Sintang disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011,

I. PENDAHULUAN. menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pariwisata saat ini sudah menjadi salah satu primadona dunia dan menjadi sumber pendapatan bagi beberapa negara di dunia. Pada tahun 2011, United Nations World

Lebih terperinci