ANALISIS USAHA TANI AGROFORESTRY NYAMPLUNG DI LAHAN SEMPIT UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DI KABUPATEN CIAMIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS USAHA TANI AGROFORESTRY NYAMPLUNG DI LAHAN SEMPIT UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DI KABUPATEN CIAMIS"

Transkripsi

1 ANALISIS USAHA TANI AGROFORESTRY NYAMPLUNG DI LAHAN SEMPIT UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DI KABUPATEN CIAMIS Devy P. Kuswantoro, Soleh Mulyana, dan Harry Budi Santoso ABSTRAK Kementerian Kehutanan menawarkan pemanfaatan Nyamplung sebagai tanaman sumber bahan bakar nabati (BBN) untuk mendukung kemandirian energi masyarakat. Kelebihan Nyamplung diantara sumber bahan bakar nabati lainnya adalah tidak berkompetisi dengan pangan, merupakan pohon serbaguna, dapat digunakan dalam rehabilitasi pantai, dan dapat ditanam dalam lahan budidaya petani sebagai salah satu sumber pendapatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan pengembangan Nyamplung di hutan rakyat dalam pola agroforestry, khususnya di lahan sempit milik petani. Lokasi penelitian adalah di wilayah Kabupaten Ciamis. Hasil perhitungan analisis usaha tani memberikan indikasi bahwa pola agroforestry Nyamplung layak dikembangkan di lahan sempit dengan pilihan jenis tanaman kelapa, pisang, dan sengon yang sudah terlebih dahulu dikembangkan oleh petani. Kata kunci: Nyamplung, hutan rakyat, agroforestry, lahan sempit, BBN I. PENDAHULUAN Pengunaan bahan bakar minyak di Indonesia memperlihatkan kondisi yang cenderung semakin meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM (211), konsumsi BBM tahun 21 mencapai 61,73 juta liter atau + 388,241 juta setara barel minyak. Di lain pihak, cadangan minyak bumi semakin menurun dan di tahun 21 tinggal 7,76 milyar barel. Impor BBM pada tahun 21 mencapai 38,28% dari konsumsi. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan akan bahan bakar sangat memegang peranan penting di Indonesia. Sumber-sumber energi lain yang dapat mensubstitusi bahkan menggantikan peran minyak bumi terus dicari dan dikembangkan potensinya. Salah satunya adalah pemanfaatan bahan tanaman sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN) yaitu sumber bio diesel (yang dapat menggantikan fungsi minyak solar) dan bio etanol (yang dapat menggantikan bensin), dan bio oil. Kebijakan Energi Nasional telah dikeluarkan oleh pemerintah dengan salah satu sasarannya yaitu menetapkan penggunaan BBN menjadi lebih dari 5% terhadap konsumsi energi nasional pada tahun 225 atau setara dengan 4,7 juta kilo liter. Sampai tahun 21, perkembangan BBN terus mengalami peningkatan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Prosoding Workshop 222 Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry

2 Tabel 1. Perkembangan BBN sampai dengan tahun 21 (ribu kilo liter) Jenis BBN Bio diesel , , , ,57 Bio etanol 2,5 12, ,4 212,5 223,12 Bio oil - 2,4 37,2 37, Jumlah 122,5 471, , , ,69 Sumber: Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (211) Bahan nabati sebagai sumber BBN yang biasa digunakan di dunia adalah dari jagung, kedelai, flaxseed, tebu dan minyak kelapa sawit. Padahal bahanbahan tersebut juga merupakan bahan pangan yang tentu saja menjadi kurang etis dikembangkan di Indonesia mengingat belum tercapainya kemandirian dan kedaulatan pangan. Oleh karena itu, pencarian dan pengembangan sumber BBN non pangan potensial menjadi perlu dan penting dilakukan. Sampai saat ini, jenis yang telah banyak dikembangkan adalah jarak pagar (Jatropha curcas Linn) baik oleh swasta/industri maupun oleh Kementerian Pertanian dalam bentuk Desa Mandiri Energi (DME). Sampai tahun 29, telah tumbuh 612 unit DME dimana sebanyak 429 unit merupakan DME berbasis BBN (Kementerian ESDM, 21). Kementerian Kehutanan melalui Badan Litbang Kehutanan telah meneliti tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) yang mempunyai potensi sebagai sumber BBN. Kelebihan tanaman Nyamplung dibanding sumber BBN lainnya adalah selain tidak berkompetisi dengan pangan, tanaman ini tumbuh dan tersebar alami di hampir seluruh pantai berpasir di Indonesia, merupakan pohon multimanfaat dan dapat digunakan untuk rehabilitasi sempadan pantai, mempunyai produktivitas biji dan rendemen minyak yang lebih tinggi dari jarak pagar maupun sawit (Bustomi et al., 29). Isu perubahan penggunaan lahan dan deforestasi juga dapat ditepis dengan pemanfaatan Nyamplung. Kusdiana (211) menekankan pemanfaatan BBN tetap harus memperhitungkan isu emisi CO 2 pada saat budidaya yaitu dengan tidak merusak hutan tropis dan mengoptimalkan penggunaan lahan tidur. Disinilah letak kelebihan tanaman Nyamplung karena hanya akan diambil buahnya saja sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sehingga tidak akan menambah emisi CO 2. Kementerian Kehutanan dalam memperkenalkan penggunaan Nyamplung sebagai bahan baku BBN telah membuat demplot DME berbasis Nyamplung yang bekerja sama dengan Kementerian ESDM. Demplot DME berlokasi di Kabupaten Kebumen, Purworejo, dan Banyuwangi. Sumber bahan baku pengolahan minyak Nyamplung berasal dari hutan rakyat setempat, tumbuhan alam, maupun tanaman Nyamplung di areal Perum Perhutani. Dengan adanya prospek yang menjanjikan, diharapkan peluang usaha budidaya Nyamplung dapat ditangkap oleh masyarakat sebagai salah satu usaha hutan rakyat untuk menambah pendapatan. Selama ini, hutan rakyat banyak dikembangkan pada lahan sempit dengan pola agroforestry, mengingat terbatasnya luasan kepemilikan lahan petani. Disamping itu, tenaga kerja dapat dihemat karena merupakan tenaga Prosiding Workshop Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry 223

3 kerja keluarga. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis usaha tani agroforestry Nyamplung untuk lahan sempit dengan tanaman yang sudah dikenal oleh petani sehingga diharapkan mampu menumbuhkan minat petani untuk berpartisipasi dalam budidaya Nyamplung di Jawa Barat khususnya di Kabupaten Ciamis yang wilayah pesisirnya potensial untuk pengembangan Nyamplung. Dengan demikian, apabila akan dibentuk suatu DME berbasis Nyamplung di Ciamis, sudah diketahui keekonomian usaha taninya oleh masyarakat. II. METODE Pengambilan data dilakukan di Desa Ciparanti dan Kertamukti yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Cimerak, Kabupaten Ciamis. Data dikumpulkan melalui kegiatan survai dengan melakukan wawancara kepada petani dan kelompok tani hutan rakyat. Survai dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan budidaya di hutan rakyat milik petani termasuk biaya dan pendapatannya. Adapun jenis-jenis tanaman yang ditanam oleh petani akan dikombinasikan dengan tanaman Nyamplung dalam berbagai skenario pola agroforestry. Usaha budidaya dan pengolahan Nyamplung menjadi bio diesel belum ada di Ciamis. Oleh karena itu, sebagai rujukan harga-harga untuk Nyamplung dilakukan pengamatan di Kabupaten Cilacap. Pola agroforestry Nyamplung meskipun dilakukan di lahan sempit, akan tetapi mengingat daur usaha yang lama, maka tetap perlu dilakukan proyeksi atas biaya dan manfaat di masa datang. Karenanya kegiatan usaha dihitung dengan analisis finansial usaha tani menurut rumusan dalam Gray (27). Analisis usaha tani tersebut meliputi analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR). Usaha tani dianggap menguntungkan apabila nilai NPV >, BCR > 1, dan IRR > suku bunga. Selain perhitungan tersebut, dilakukan juga analisis secara deskriptif dan dengan menggunakan data-data pembanding yang ada. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keberadaan Nyamplung dan Kondisi Hutan Rakyat Sebaran alami Nyamplung di Kabupaten Ciamis terletak di kawasan Cagar Alam Pananjung, Pangandaran dan kawasan Pantai Batukaras. Beberapa pohon Nyamplung yang tumbuh alami secara soliter (tidak dalam kelompok) juga ditemukan di kawasan pantai Desa Ciparanti dan Kertamukti. Pohon Nyamplung tumbuh besar di areal pemakaman, tepian sungai, maupun pinggir jalan. Masyarakat selama ini tidak pernah menanam Nyamplung dengan sengaja. Hanya saja sejak terjadi tsunami pada tahun 26, mulai digalakkan rehabilitasi pantai dan daerah pesisir yang salah satu jenis tanamannya adalah Nyamplung. Saat ini, tanaman Nyamplung berumur muda banyak terlihat di sepanjang kanan-kiri jalan Desa Ciparanti dan Kertamukti hasil proyek penghijauan. Meskipun demikian, belum ada petani yang tertarik untuk membudidayakannya Prosoding Workshop 224 Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry

4 di lahan/kebunnya mengingat belum banyak diketahui teknik budidaya dan manfaatnya. Para petani mengetahui bahwa Nyamplung merupakan tanaman pantai yang selama ini banyak dimanfaatkan untuk kayu bakar dan berguna bagi rehablitasi pantai. akan halnya manfaat buah Nyamplung yang dapat diambil bijinya sebagai BBN belum banyak diketahui oleh petani. Apabila prospek budidaya Nyamplung belum banyak diketahui oleh petani, maka keberadaan hutan rakyat maupun kegatan penanaman tanaman kayu-kayuan di lahan milik sudah menjadi budaya masyarakat sampai saat ini. Jenis-jenis pohon seperti sengon, jati, mahoni, dan formis sudah dikenal dan ditanam oleh petani sebagai tanaman tahunan untuk tabungan maupun sumber uang dikala kebutuhan mendesak. Tanaman sengon petani mempunyai kondisi yang cukup baik dan tidak terkena serangan karat tumor yang saat ini marak. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan pesisir yang lebih panas sehingga spora karat tumor tidak mewabah seperti halnya tanaman sengon yang ditanam di pegunungan/ dataran tinggi. Sebagai desa-desa di wilayah pesisir, petani juga menanam kelapa sebagai tanaman khas pesisir untuk diambil buahnya maupun diambil nira kelapa untuk pembuatan gula kelapa disamping nantinya dimanfaatkan kayunya. Petani berusaha mengoptimalkan lahan miliknya dengan penanaman berbagai jenis tanaman yang nantinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan mulai dari harian hingga tahunan. Tabel 2 memperlihatkan jenis-jenis tanaman yang ditanam di lahan (hutan rakyat/kebun) milik responden petani. Tabel 2. Jenis-jenis tanaman di lahan milik responden petani No Desa Jenis tanaman 1 Desa Ciparanti sengon, kelapa, pisang, cengkeh, kapulaga, kacang tanah 2 Desa Kertamukti sengon, jati, mahoni, bayur, kelapa, pisang, ketela pohon, kacang tanah Sumber: pengolahan data primer B. Usaha Tani Agroforestry Nyamplung di Lahan Sempit Skenario pengembangan hutan rakyat Nyamplung dibuat dengan mempertimbangkan asumsi-asumsi baik dari literatur yang dipakai oleh Bustomi et al. (29) maupun data primer dari hasil wawancara sebagai berikut: 1. Lahan yang digunakan adalah lahan milik masyarakat maupun lahan sewa harim laut, sehingga tidak ada pembelian lahan dan yang ada adalah pajak tanah. Daur yang dipakai untuk Nyamplung adalah 5 tahun dalam luasan 1 bata (1.4 m 2 ). 2. Nyamplung mulai berbuah pada umur 7 tahun dengan produksi buah diasumsikan sebanyak 25 kg/pohon/tahun (umur 7-1 tahun), dan 5 kg/pohon/tahun (umur 11-5 tahun). Pemungutan buah yang sudah masak/tua dilakukan oleh petani dan dijual dalam bentuk masih bertempurung. Harga biji Nyamplung adalah Rp. 7,,-/kg di tingkat Prosiding Workshop Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry 225

5 petani sampai tahun ke-1 dan kemudian baru meningkat Rp. 1.1,-/kg setelah tahun ke-11. Ongkos angkut Rp. 1,-/kg. Harga buah Nyamplung diterima di pabrik seharga Rp. 6,-/kg ini sesuai dengan harga beli produsen minyak di Unit Pengolahan Biofuel Koperasi Jarak Lestari Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap tahun 21. Adapun harga buah Nyamplung Rp. 1.,-/kg adalah keinginan responden petani penjual buah di Cilacap. 3. Ongkos tenaga kerja yaitu Rp. 3.,-/HOK. Harga-harga pupuk dan saprodi lainnya mengacu pada harga di Jawa Barat tahun Biaya budidaya tanaman lainnya mengacu pada biaya dan pendapatan setempat. Terdapat tiga pola agroforestry dalam budidaya Nyamplung yang dipilih untuk dilakukan analisis usaha tani yaitu Pola 1: Nyamplung + Kacang Tanah, Pola 2: Nyamplung + Kelapa, dan Pola 3: Nyamplung + Sengon + Pisang. Pemilihan pola ini berdasarkan pada jenis-jenis tanaman yang sudah umum ditanam petani di kebun/hutan rakyatnya. Biaya dan pendapatan pengembangan hutan rakyat Nyamplung dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi biaya dan pendapatan agroforestry Nyamplung No Perihal Nilai (Rp) Pola 1 Pola 2 Pola 3 1 Biaya tetap Biaya variabel budidaya Nyamplung 3 Biaya variabel budidaya Kacang tanah 4 Biaya variabel budidaya Kelapa Biaya variabel budidaya Pisang Biaya variabel budidaya Sengon Total biaya pola agroforestry ( ) Rata-rata biaya per tahun Penerimaan - penjualan Nyamplung - penjualan Kacang tanah - penjualan Kelapa - penjualan Pisang - penjualan Sengon Total pendapatan (8 6) Rata-rata pendapatan per tahun Sumber: pengolahan data primer Prosoding Workshop 226 Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry

6 Jarak tanam tanaman Nyamplung adalah 5m X 5m sesuai untuk jarak tanam bagi tanaman yang akan diambil buahnya. Jumlah tanaman Nyamplung pada Pola 1 sebanyak 56 batang dengan kacang tanah ditanam diantaranya. Adapun jumlah tanaman Nyamplung pada Pola 2 sebanyak 28 batang dengan tanaman Kelapa sebanyak 28 batang. Pada Pola 3, jumlah tanaman Nyamplung sebanyak 28 batang ditanam sebagai pembatas kebun, sedangkan bagian tengah kebun difungsikan sebagai lahan penanaman Sengon seperti pada hutan rakyat pada umumnya. Hasil analisis usaha tani memberikan gambaran bahwa pola agroforestry Nyamplung memberikan pendapatan setiap tahun. Akan tetapi, nilai pendapatan pada Tabel 3 tersebut masih berupa nilai kasar karena belum diproyeksikan atas nilai di masa mendatang berdasar suku bunga yang digunakan. Tabel 4 memberikan gambaran kelayakan investasi 3 pola agroforestry Nyamplung tersebut pada suku bunga pinjaman 15%, sesuai dengan suku bunga kredit investasi di Jawa Barat (Bank Indonesia Jawa Barat, 21). Tabel 4. Analisis finansial pola agroforestry Nyamplung No Perihal Pola 1 Pola Pola 3 1 Biaya terdiskonto Penerimaan terdiskonto NPV (Rp.) IRR (%) 3,41 18,14 44,55 5 BCR 1,749 1,342 2,194 6 Kriteria Layak Layak Layak Sumber: pengolahan data primer Hasil analisis kelayakan memperlihatkan bahwa pola agroforestry dengan tanaman Nyamplung layak diusahakan selama 5 tahun untuk dapat berpartisipasi dalam penyediaan bahan baku BBN. Di lahan sempit, Nyamplung dapat dijadikan tanaman pembatas disekeliling kebun petani, ditanam diantara tanaman lain, maupun ditanam secara monokultur. Petani dapat memilih polapola yang sesuai dengan dana dan tenaga yang dimiliki mengingat usaha tani di lahan sempit biasanya terbatas pemodalannya dan hanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Pola 2 (Nyamplung + Kelapa) meskipun memberikan nilai-nilai yang paling rendah diantara ketiga pola tersebut, namun memberikan kemungkinan budidaya yang paling besar. Hal ini disebabkan kesesuaian lahan pantai dengan tanaman Kelapa dan Nyamplung dimana keduanya adalah tanaman khas pantai. Selama ini, petani di Desa Ciparanti dan Kertamukti sudah mengusahakan Kelapa. Di Desa Ciparanti, Kelapa lebih banyak dijual buahnya, sementara di Desa Kertamukti banyak yang diambil niranya untuk produksi gula kelapa. Hasil wawancara memperlihatkan peran penting tanaman Kelapa bagi masyarakat yaitu dapat memberikan hasil mingguan dan bulanan bahkan untuk kebutuhan harian seperti kebutuhan akan bahan bakar dari pelepahnya. Prosiding Workshop Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry 227

7 Program budidaya Nyamplung perlu didukung oleh sosialisasi dan penyuluhan untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai potensi, manfaat, cara budidaya, dan teknologi yang sudah diperoleh. Hasil wawancara dengan responden petani didapatkan bahwa petani mau turut serta dalam usaha budidaya Nyamplung asalkan mendapatkan kejelasan nilai ekonomi, pemasaran, dan teknik budidayanya. Hasil-hasil penelitian telah menemukan paket iptek berupa iptek perbenihan, teknik budidaya, serta penanggulangan hama dan penyakit Nyamplung (Rostiwati et al., 21). Pasar biodiesel sangat terbuka luas karena keharusan untuk penggunaan BBN sehingga masyarakat dapat berperan dalam membantu penyediaan bahan baku. Meskipun sampai saat ini pengembangan Nyamplung di demplot DME belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, akan tetapi dengan dukungan iptek dan insentif pemerintah untuk pengembangan BBN, diharapkan pengembangan BBN, khususnya Nyamplung dapat membuahkan keberhasilan dan menambah kesejahteraan masyarakat pesisir. Sesuai dengan UU No. 3 tahun 27 tentang energi, pemerintah wajib untuk meningkatkan ketersediaan energi terbarukan. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi penyediaan energi terbarukan yang dilakukan oleh badan usaha maupun perseorangan untuk jangka waktu tertentu hingga tercapai nilai keekonomiannya IV. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hutan rakyat Nyamplung sebagai sumber bahan baku BBN layak secara finansial untuk dikembangkan sebagai salah satu model budidaya tanaman kehutanan dan optimalisasi pemanfaatan lahan di daerah pesisir. Pilihan pola tanam agroforestry di lahan sempit dengan tanaman Nyamplung yang dapat dikembangkan oleh petani adalah pola Nyamplung + Kacang tanah, pola Nyamplung + Kelapa, dan pola Nyamplung + Sengon + Pisang. Petani dapat memilih pola yang sesuai dengan ketersediaan biaya dan tenaga yang dimilikinya. Saran yang dapat diajukan dalam rangka mendukung budidaya Nyamplung di lahan sempit ini adalah perlu adanya sosialisasi dan dukungan iptek budidaya Nyamplung. Insentif dari pemerintah baik berupa bantuan, subsidi, dan peraturan yang mendukung dalam pengembangan BBN menjadi salah satu modal untuk meningkatkan kepercayaan petani dalam mengembangkan Nyamplung sehingga kemandirian energi berbasis BBN Nyamplung di pesisir Kabupaten Ciamis dapat terwujud. DAFTAR PUSTAKA Bustomi, S., T. Rostiwati, R. Sudradjat, A.S. Kosasih, I. Anggraini, B. Leksono, S. Irawanti, R. Kurniaty, D. Syamsuwida, R. Effendi, Mahfudz, dan D. Hendra. 29. Nyamplung (Calophyllum inophyllum L): Sumber Energi Biofuel yang Prosoding Workshop 228 Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry

8 Potensial (Edisi Revisi). Pusat Litbang Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan. Jakarta. Gray, C., P. Simanjuntak, L.K. Sabur, P.F.L. Maspaitella & R.C.G. Varley. 27. Pengantar Evaluasi Proyek Edisi Kedua. Gramedia. Jakarta. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 21. Selama 29 DME Tumbuh 44%. Website: selama-29-dme-tumbuh-44.html. Diakses tanggal 1 Agustus Statistik Minyak Bumi. Website: Publikasi/Statistik/Statistik Minyak Bumi.pdf. Diakses tanggal 1 Agustus 211. Kusdiana, D Aspek Keberlanjutan Bioenergi. Makalah disampaikan pada Seminar dan Eksibisi Indo-Bioenergy 211 tanggal 24 Mei 211 di Jakarta. Rostiwati, T., Nurhasybi, A.A. Pramono, L. Baskorowati, Y. Mile, dan B. Achmad (eds.). 21. Prosiding Seminar Peningkatan Produktivitas Hutan Rakyat untuk Kesejahteraan Masyarakat tanggal 2 Oktober 21 di Bandung. Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Bogor. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 27 tanggal 1 Agustus 27 tentang Energi. Prosiding Workshop Status Riset dan Rencana Induk Penelitian Agroforestry 229

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT AGROFORESTRI NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Oleh: Devy P. Kuswantoro, Tati Rostiwati, dan Rachman Effendi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan ABSTRAK Tanaman

Lebih terperinci

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11

MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis ( ) Kelompok : 11 MK. Biometrika Hutan Hari, tanggal : 16 Desember 2013 Kelas : Kamis (07.00-10.00) Kelompok : 11 MODEL PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT NYAMPLUNG DENGAN SISTEM AGROFORESTRI SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIOFUEL Disusun

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

EDISI REVISI KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN

EDISI REVISI KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN EDISI REVISI KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Di satu sisi konsumsi masyarakat (demand) terus meningkat,

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

Daftar Isi. Daftar Singkatan

Daftar Isi. Daftar Singkatan Daftar Isi Daftar Singkatan i Daftar Isi iii Daftar Table iv Daftar Gambar v Datar Box vi 1 Pendahuluan 1 2 Perhutani 7 3 Dana Pembangunan Kehutanan di Jamali-Nusra 19 4 Rehabilitasi Hutan dan Lahan 29

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK.124 /Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nabati lebih dari 5 %. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peraturan Presiden No 5 tahun 2006 menyatakan bahwa pada tahun 2025 ditargetkan tercapai komposisi sumber energi yang optimal dengan bahan bakar nabati lebih dari 5 %.

Lebih terperinci

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN

Kebijakan Sektor Pertanian Mendukung Pengembangan BBN PENGEMBANGAN TANAMAN DAN BIOENERGI BERBASIS EKOREGION Prof Dr. Risfaheri Kepala Balai Besar Litbang Pasca panen Pertanian Focus Group Discussion Sinergi Riset dan Inovasi Bio-Energi pada Era Industri 4.0

Lebih terperinci

Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009.

Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Peresmian Desa Mandiri Energi oleh Menteri Kehutanan RI Bapak Zulkifli Hasan pada tanggal 6 Desember 2009. Indonesia kaya akan sumber-sumber energi alamnya dan tersebar di lautan hingga daratan. Namun

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R K E P U T U S A N KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN Nomor : SK. 125/Dik-1/2010 T e n t a n g KURIKULUM

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi

PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi PENGEMBANGAN TANAMAN NYAMPLUNG (CALOPHYLLUM INOPHYLLUM L) Oleh H. Marthias Dawi Sekilas Tanaman Nyamplung Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Merupakan jenis pohon dari famili Guttiferae. Tinggi mencapai

Lebih terperinci

Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi

Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Rancangan Umum Pengembangan Bioenergi Berbasis Kehutanan : Sebuah Inisiasi Wening Sri Wulandari Diskusi Ilmiah Badan Litbang Kehutanan Bogor, 22 April 2014 Sistematika Kondisi Energi Nasional dan Peran

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN

KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU PENGENALAN TEMPAT PETUGAS PROGRAM STUDI KEHUTANAN Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN PEMILIK ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PROSPEK PEMASARAN BUDIDAYA GAHARU Dusun PENGENALAN TEMPAT Desa Kecamatan Kabupaten Provinsi Sumatera Utara No urut sampel PETUGAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan minyak bumi yang semakin menipis mempengaruhi aktivitas penduduk di dunia yang diakibatkan oleh sumber daya alam ini tidak dapat diperbaharui dan juga

Lebih terperinci

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200

2015, No Biodiesel Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1217, 2015 KEMEN ESDM. Bahan Bakar Nabati Pembiayaan Badan Pengelola. Kelapa Sawit. Pemanfaatan. Penyediaan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 213 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci

BAB VII ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL

BAB VII ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL BAB VII ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL 7.1. UMUM Bab ini menguraikan lebih lanjut tentang hasil yang diperoleh pada Bab VI Studi Optimasi. Analisa Ekonomi dan Finansial dimaksudkan untuk menilai apakah

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT

Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT Lampiran 1 KUESIONER RESPONDEN/PETANI HUTAN RAKYAT ANALISIS FINANSIAL PERBANDINGAN USAHA HUTAN RAKYAT MONOKULTUR DENGAN USAHA HUTAN RAKYAT CAMPURAN (Studi Kasus di Desa Jaharun, Kecamatan Galang, Kabupaten

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI PEMANFAATAN EMPAT KOMODITAS PERKEBUNAN SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIODIESEL UNTUK PEMENUHAN TARGET KONSUMSI BIODIESEL NASIONAL

MODEL SIMULASI PEMANFAATAN EMPAT KOMODITAS PERKEBUNAN SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIODIESEL UNTUK PEMENUHAN TARGET KONSUMSI BIODIESEL NASIONAL MODEL SIMULASI PEMANFAATAN EMPAT KOMODITAS PERKEBUNAN SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU BIODIESEL UNTUK PEMENUHAN TARGET KONSUMSI BIODIESEL NASIONAL SIMULATION MODEL FOR UTILIZATION OF FOUR PLANTATION COMMODITIES

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha perkebunan merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki potensi sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Konsumsi bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di sisi lain ketersediaan bahan bakar minyak bumi dalam negeri semakin hari semakin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman SINTESA RPI: AGROFORESTRY Koordinator: Encep Rachman TARGET OUTPUT RPI 2012-2014 Sintesa Output 1: Paket Iptek pendukung peningkatan produk0vitas lahan dgn pola agroforestry berbasis kayu pertukangan Output

Lebih terperinci

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung Siwi Purwanto Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan PENDAHULUAN Jagung (Zea mays) merupakan salah satu

Lebih terperinci

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010 Teori Thomas Robert Malthus yang terkenal adalah tentang teori kependudukan dimana dikatakan bahwa penduduk cenderung meningkat secara deret

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Buah-buahan merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang

PENDAHULUAN Buah-buahan merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang 1 BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang bersifat menahun, dan lebih dikenal sebagai sumber vitamin dan mineral yang sangat penting peranannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 02 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 02 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 02 Tahun

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BIOFUEL) SEBAGAI BAHAN BAKAR LAIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat

BAB I PENDAHULUAN. Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Bio Oil Dengan Bahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Melalui Proses Pirolisis Cepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Selama ini Indonesia menggunakan BBM (Bahan Bakar Minyak) sebagai sumber daya energi primer secara dominan dalam perekonomian nasional.pada saat ini bahan bakar minyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI TEPUNG UMBI KETELA POHON (Manihot utilissma, Pohl) VARIETAS MUKIBAT DENGAN PENAMBAHAN Aspergillus niger SKRIPSI Disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Krisis energi dan lingkungan akhir akhir ini menjadi isu global. Pembakaran BBM menghasilkan pencemaran lingkungan dan CO 2 yang mengakibatkan pemanasan global. Pemanasan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

Nyamplung. Ani Mardiastuti

Nyamplung. Ani Mardiastuti Ani Mardiastuti 90 Bab 10 Pengembangan Desa Mandiri dengan Biofuel Nyamplung Desa Mandiri Energi Dalam upaya berkontribusi terhadap pengembangan Desa Mandiri Energi (DME) yang digagas secara nasional,

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN

EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 EVALUASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOENERGI DI SEKTOR PERTANIAN Oleh : Adang Agustian Supena Friyatno Rudy Sunarja Rivai Deri Hidayat Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan bakar minyak dari bahan bakar fosil merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar dibandingkan sumber energi lain. Minyak tanah merupakan salah satu sumber energi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Oleh: Drs. Sudjoko Harsono Adi, M.M. Direktur Bioenergi Disampaikan pada: Seminar Ilmiah dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

CATATAN DISKUSI TENTANG: Kebutuhan Energi, pengembangan energi alternatif dan potensi energi dari minyak jarak (Resume presentasi & makalah pembicara)

CATATAN DISKUSI TENTANG: Kebutuhan Energi, pengembangan energi alternatif dan potensi energi dari minyak jarak (Resume presentasi & makalah pembicara) CATATAN DISKUSI TENTANG: Kebutuhan Energi, pengembangan energi alternatif dan potensi energi dari minyak jarak (Resume presentasi & makalah pembicara) Pengembangan Energi di Dunia 1. BBM berbasis minyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat dunia mengalami krisis bahan bakar, Indonesiapun ikut terkena imbasnya.

I. PENDAHULUAN. Saat dunia mengalami krisis bahan bakar, Indonesiapun ikut terkena imbasnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Saat dunia mengalami krisis bahan bakar, Indonesiapun ikut terkena imbasnya. Kelangkaan bahan bakar terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

AREN (Arenga pinnata MERR)

AREN (Arenga pinnata MERR) AREN (Arenga pinnata MERR) Aren (Arenga pinnata MERR) adalah tanaman perkebunan yang sangat potensial untuk mengatasi kekurangan pangan. Tanaman ini mudah beradaptasi pada berbagai agroklimat, mulai dari

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN 2012-2014 TUJUAN untuk merumuskan model agroforestry yang dapat diterapkan dengan mempertimbangkan aspek budidaya, lingkungan dan sosial ekonomi SASARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2016 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Manfaat dan Biaya Dalam menganalisa suatu usaha, tujuan analisa harus disertai dengan definisi-definisi mengenai biaya-biaya dan manfaat-manfaat.

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi*

A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah Bangunan Peralatan Produksi Biaya Praoperasi* A Modal investasi Jumlah (Rp) 1 Tanah 150.000.000 2 Bangunan 150.000.000 3 Peralatan Produksi 1.916.100.000 4 Biaya Praoperasi* 35.700.000 B Jumlah Modal Kerja 1 Biaya bahan baku 7.194.196.807 2 Biaya

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan Indonesia Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan... 3 2. Metodologi... 6 3. Hasil Pemodelan...

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BIDANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN

PENGEMBANGAN BIDANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN PENGEMBANGAN BIDANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Balikpapan, 10-12 Juni

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii iv v vi DAFTAR TABEL vii viii DAFTAR GAMBAR ix x DAFTAR LAMPIRAN xi xii 1 PENDAHULUAN xiii xiv I. PENDAHULUAN 2 KONDISI UMUM DIREKTOAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2005-2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Jumlah cadangan minyak bumi dunia semakin menipis. Sampai akhir tahun 2013, cadangan minyak bumi dunia tercatat pada nilai 1687,9 miliar barel. Jika tidak

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA POHON PENGGANTI SONOR

KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA POHON PENGGANTI SONOR KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA POHON PENGGANTI SONOR Oleh: Mamat Rahmat dan Bastoni 1) 2) ABSTRAK Sonor adalah pola penanaman padi pada lahan gambut yang sudah terbakar. Persiapan lahan sonor dilakukan dengan

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, jumlah penduduk Indonesia berkembang pesat. Kondisi perkembangan ini akan memberikan dampak pada berbagai bidang kehidupan. Salah satunya adalah dampak

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Jumlah produksi, konsumsi dan impor bahan bakar minyak di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi masyarakat Indonesia. Setiap harinya bahan bakar minyak digunakan untuk membantu aktifitas masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Upaya yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produksi minyak bumi, salah satunya dengan menerapkan teknologi Enhanched Oil Recovery (EOR) pada lapangan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin berkurang. Keadaan ini bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa. digunakan semua orang baik langsung maupun tidak langsung dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga BBM membawa pengaruh besar bagi perekonomian bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK

PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT OLEH PETANI DI KABUPATEN CIAMIS Oleh: Dian Diniyati dan Eva Fauziyah ABSTRAK Kegiatan pengelolaan hutan rakyat telah dilakukan oleh petani sudah sangat lama, dengan teknik yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman asli dari daerah tropis Amerika yang termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae (Heller 1996). Di Indonesia, jarak pagar dapat

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 02 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 02 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 02 Tahun

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

HASIL KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA JATROPHA DI PROVINSI NTT

HASIL KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA JATROPHA DI PROVINSI NTT Boks 1 HASIL KAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN BUDIDAYA JATROPHA DI PROVINSI NTT Latar Belakang Perkembangan industri di dunia tentunya berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Untuk itu peningkatan kapasitas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGGUNAAN PANAS BUMI PADA PENGOLAHAN TEH HITAM

ANALISIS KELAYAKAN PENGGUNAAN PANAS BUMI PADA PENGOLAHAN TEH HITAM ANALISIS KELAYAKAN PENGGUNAAN PANAS BUMI PADA PENGOLAHAN TEH HITAM Oleh: VONNY SETIARIES JOHAN F 31.0208 1999 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Vonny Setiaries lohan, F 31. 0208.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman

BIOENERGI. Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman BIOENERGI Bioenergi : energi yang diperoleh dari biomasa (mahluk hidup) Biofuel : bahan bakar yang berbahan baku dari tanaman Dua tipe Biofuel / BBN (Bahan Bakar Nabati) Biodiesel (bahan campuran/pengganti

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci