BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan makmur. Sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional yang diatur dalam undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025 yang disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan lainnya didalam satu pola sikap dan pola tindak. Pembangunan di bidang fisik dewasa ini perkembangannya seiring dengan tuntutan kebutuhan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembangunan fisik seperti gedung sekolah, jalan tol, rumah sakit dan lain-lain termasuk pembangunan jaringan telekomunikasi seperti tower adalah obyek dari 1

2 2 perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan bangunan. Perjanjian pemborongan bangunan dilihat dari sistem hukum merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (bouwrecht). Bangunan di sini mempunyai arti yang luas, yaitu segala sesuatu yang didirikan di atas tanah. Dengan demikian yang dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan bangunan, meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik yang bersifat perdata maupun publik. 1 Di Indonesia proyek-proyek pembangunan fisik tersebut datang dari pemerintah, swasta domestik maupun asing. Sedangkan pelaksanaannya hanya sebagian kecil yang ditangani pemerintah, selebihnya sangat diharapkan peran serta pihak swasta baik sebagai investor maupun sebagai kontraktor. Dalam hal ini kontraktor bekerja dengan sistem pemborongan pekerjaan. Itulah sebabnya kontraktor disebut rekanan karena kontraktor dianggap sebagai rekan/mitra kerja. Untuk memberikan kesempatan berpartisipasi serta memberikan kesempatan berusaha bagi swasta maka dapat dibedakan darimana asal pekerjaan pemborongan pekerjaan tersebut, yaitu : 2 a. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa dilakukan melalui proses lelang. b. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang berasal dari swasta yang diperoleh langsung sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas (swasta) dengan 1 Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata. 2 Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

3 3 pemborong (swasta). Borongan pekerjaan yang berasal dari pihak swasta dan dikerjakan oleh perusahaan jasa konstruksi (pemborong) tersebut perlu dibuat suatu perjanjian atau kontrak yang mengikat kedua belah pihak. PT. Telkomsel sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa telekomunikasi, juga sering kali harus bekerjasama dengan pihak lain dalam proses pembangunan fisik, misalnya pembangunan tower dengan perusahaan mitra kerja. Pembangunan tower telkomsel dimaksudkan untuk peningkatan kualitas dan kwantitas pelayanan sekaligus pula sebagai pengembangan dan perluasan jaringan komunikasi telkomsel agar dapat digunakan secara lebih efektif dan efesien oleh para pelanggannya. Tower telkomsel adalah suatu bangunan yang berupa tiang pemancar komunikasi yang berfungsi untuk menangkap sinyal frekuensi radio agar dapat memperlancar jaringan komunikasi antar sesama pelanggan telkomsel. Jangka waktu pelaksanaan pembangunan tower telkomsel sesuai dengan perjanjian pada umumnya adalah 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Perintah Kerja (SPK). Dalam pelaksanaan pembangunan tower tersebut ada faktor resiko yang harus dihadapi baik oleh telkomsel maupun oleh developer (pelaksana pembangunan) resiko tersebut dapat berupa radiasi sinyal yang berasal dari tower yang cukup kuat yang dapat membahayakan masyarakat disekitarnya, resiko rubuhnya tower baik pada saat pelaksanaan pembangunan maupun pada saat telah selesainya pelaksanaan pembangunan tower tersebut. Resiko yang dihadapi tersebut harus dapat diminimalisir oleh pihak telkomsel maupun oleh developer. Pada saat pelaksanaan pekerjaan pihak developer meminimalisir resiko bahaya dengan cara menggunakan

4 4 bahan-bahan material bangunan yang telah sesuai dan diakui berdasarkan standard internasional. Di samping itu digunakan juga alat anti radiasi pada tower tersebut sehingga radiasi yang ditimbul dari tower dapat diminimalisir. Pihak telkomsel dalam mengantisipasi rubuhnya tower wajib mengasuransikan tower tersebut. Apabila tower yang telah terpasang dan telah selesai pembangunan rubuh maka penggantian rugi dapat dilaksanakan oleh pihak asuransi dalam mengkafer seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh rubuhnya tower telkomsel tersebut. Pemilihan lahan/bangunan tempat didirikannya tower telkomsel didasarkan kepada perhitungan kwantitas sinyal frekuensi yang dihasilkan ditempat tersebut. Semakin banyak sinyal frekuensi yang dihasilkan disuatu lahan/bangunan maka semakin strategis pendirian tower di lokasi tersebut. Dengan demikian pendirian tower telekomunikasi tidak dapat dilakukan disembarang tempat karena apabila pembangunan tower telekomunikasi tersebut dilakukan di lokasi yang tidak memiliki sinyal frekuensi yang baik maka akan berdampak sia-sia dalam peningkatan kualitas dan kuantitas jaringan telekomunikasi. Pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi ini tunduk kepada hukum perjanjian, khususnya perjanjian pemborongan. Pembangunan tower merupakan proses pembangunan jaringan telekomunikasi. Berdasarkan Pasal 1 angka (6) Undang-undang NO. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dinyatakan bahwa jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi. Selanjutnya di dalam Pasal 8 undang-undang diatur bahwa penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bisa dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah

5 5 (BUMD), badan usaha swasta atau koperasi. Oleh karena itu, pembangunan tower ini bisa dilakukan oleh perusahaan mitra kerja, baik pihak swasta maupun pemerintah. Perjanjian pemborongan bangunan sebagaimana disebutkan di atas, tunduk pada hukum perjanjian secara umum yang diatur oleh KUHPerdata Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihakpihak tertentu. 3 Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam hukum tentang diri seseorang dan hukum kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang. 4 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor. 5 3 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung : Bina Cipta, 1979), hal R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk Wetboek (terjemahan), Cet. 28, (Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996), hal FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hal. 3

6 6 Secara garis besar, tatanan hukum perdata Indonesia memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk saling mengadakan perjanjian tentang apa saja yang dianggap perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan perlu bagi tujuannya. Sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaimana undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Mensikapi hal tersebut R. Subekti menjelaskan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti undang-undang. Atau dengan perkataan lain, perjanjian tersebut merupakan suatu undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pasal-pasal dari hukum perjanjian hanya berlaku, apabila tidak mengadakan aturanaturan sendiri dalam perjanjian-perjanjian yang dibuat tersebut. 6 Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 7 Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. 8 Hubungan kedua orang yang hal R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1987), hal Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Cet. 1, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), 8 Salim, H.S, Op.cit.

7 7 bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi. Salim, H.S, perjanjian adalah hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. 9 Menurut M. Yahya Harahap, perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian ini dapat dijumpai beberapa unsur antara lain hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. 10 Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi di atas adalah : 11 a. Adanya hubungan hukum Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. b. Adanya subjek hukum Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. 9 Ibid, hal M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Cet. II, (Bandung : Alumni, 1986), hal J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya, 1992), hal. 322.

8 8 c. Adanya prestasi Prestasi terdiri atas melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. d. Dibidang harta kekayaan Perjanjian pemborongan secara khusus di dalam KUH Perdata disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUH Perdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam perjanjian pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor. 12 Perjanjian pemborongan antara pihak pemborong dengan perorangan sebagai pemberian borongan dibuat oleh kedua belah pihak, sedangkan perjanjian pemborongan antara pemborong dan pemerintah sebagai pemberian borongan sebagai peraturan standar, yaitu peraturan tentang syarat-syarat umum perjanjian pemborongan yang berlaku sejak tahun 1941, algemene vooawaarden voor de uitvoering bij van openbare werken in Indonesia (selanjutnya disingkat dengan AV), 12 FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1995), hal. 3.

9 9 yang terjemahannya adalah syarat-syarat umum untuk pelaksanaan pemborongan pekerjaan umum di Indonesia. 13 Perjanjian pemborongan menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. Di dalam Keputusan Presiden No. 29 Tahun 1984 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (selanjutnya disingkat Keppres Nomor 29 Tahun 1984), bahwa perjanjian pemborongan itu harus dengan harga yang pasti. Perjanjian pemborongan atas dasar cost plus fee dilarang. Cost plus fee adalah biaya pemborongan yang jumlahnya tidak dinyatakan dengan pasti terlebih dahulu, melainkan akan ditetapkan kemudian dengan menghitung biaya ditambah dengan upahnya (keuntungannya). 14 Perjanjian pemborongan khususnya dalam pembangunan tower ini akan menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara PT. Telkom dengan pihak perusahaan mitra kerja selaku pemborong pekerjaan tersebut. Hubungan hukum antara kedua belah pihak adalah merupakan hubungan hukum keperdataan, yang 13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, (Yogyakarta : PT. Liberty, 1982), hal Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1986), hal. 96.

10 10 tunduk pada hukum perjanjian atau hukum kontrak, sehingga kedua belah pihak mempunyai posisi dan kedudukan yang sama. 15 Hubungan hukum antara kedua belah pihak (PT. Telkom dan perusahaan mitra kerja) dalam hal pemborongan pekerjaan (pembangunan Tower milik PT. Telkomsel) sebagaimana tersebut di atas, tidak terlepas dari harus terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Banyak aspek yuridis yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak dalam perjanjian pemborongan ini khususnya yang terkait dengan tanggung jawab para pihak. Permasalahan mungkin saja terjadi misalnya menyangkut batas waktu 15 Hukum perjanjian di Indonesia menganut asas kebebasan dalam hal membuat perjanjian (beginsel der contracts vrijheid). Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak. Tetapi dari pasal ini kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Orang tidak saja leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, bahkan pada umumnya juga diperbolehkan mengeyampingkan peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHPerdata. Sistem tersebut lazim disebut dengan sistem terbuka (openbaar system).

11 11 penyelesaian pekerjaan sesuai kontrak. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan sesuai perjanjian, maka tentu akan menghambat penyelesaian pekerjaan yang dilaksanakan. Selain itu permasalahan juga dapat timbul dari pihak pemberi pekerjaan pemborongan bangunan (dalam hal ini PT. Telkomsel) menyangkut penyelesaian pembayaran yang telah terjadwal sebagaimana yang telah diperjanjikan, yang mungkin saja bisa terjadi keterlambatan. Selain masalah-masalah yang umum yang telah disebutkan di atas, mungkin juga terjadi masalah-masalah lain, seperti kesesuaian pembangunan dengan rancangan (design pembangunan), ukuran bangunan, kualitas bangunan dan sebagainya. Oleh karena hal-hal tersebut di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai aspekaspek yuridis dalam perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja di dalam sebuah tesis yang berjudul : Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Antara PT. Telkomsel Dengan Perusahaan Mitra Kerja. B. Perumusan Masalah Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Apakah hubungan hukum yang timbul antara telkomsel dengan perusahaan mitra kerja berdasarkan perjanjian sewa-menyewa lahan/bangunan dan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi telah sesuai dengan persyaratan mengenai hukum perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata?

12 12 2. Apakah pelaksanaan perjanjian pembangunan tower telekomunikasi antara telkomsel dengan mitra kerja telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi? 3. Hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja tersebut, dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa penelitian tentang Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja belum pernah dilakukan, baik dalam judul, topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini adalah merupakan hal yang baru dan asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuwan, yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apakah hubungan hukum yang timbul antara PT. Telkom dengan perusahaan mitra kerja telah sesuai dengan persyaratan mengenai hukum perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

13 13 2. Untuk mengetahui pengaturan hukum atas pembangunan tower telekomunikasi di Indonesia berdasarkan undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi. 3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dapat terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembangunan Tower PT. Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja tersebut, dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu : 1. Secara Teoritis Dari sudut penerapannya dalam ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dan masukan dalam upaya penegakan hukum perjanjian khususnya perjanjian pemborongan kerja sehingga akan lebih menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan bagi para pihak yang terkait. 2. Secara Praktis a. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah dalam hal merumuskan kebijakan dan peraturan tehnis terkait dengan perjanjian kerja pemborongan bangunan, yang selama ini masih tunduk pada hukum perdata. b. Bagi Dunia Pendidikan dan Akademisi

14 14 Penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi dunia pendidikan dan akademisi khususnya untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman terkait dengan hukum perjanjian pemborongan bangunan sehingga dapat lebih mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan. c. Bagi Masyarakat Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya dalam rangka menciptakan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat yang sebagai pihak yang terlibat dalam perjanjian pemborongan. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teoritis dalam penulisan ilmiah berfungsi sebagai pemandu untuk mengorganisasi, menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan atau objek masalah yang diteliti dengan cara mengkontruksi keterkaitan antara konsep secara deduktif ataupun induktif. Oleh karena objek masalah yang diteliti dalam tesis ini berada dalam ruang lingkup ilmu hukum, maka konsep-konsep yang akan digunakan sebagai sarana analisis adalah konsep-konsep, asas-asas, dan norma-norma hukum yang dianggap paling relevan. Teori yang digunakan untuk menganalisa tesis ini adalah teori keadilan yang dipelopori oleh Aristoteles. Teori keadilan menyatakan bahwa setiap orang/pihak wajib memperoleh hak dan kewajibannya secara seimbang (proporsional) dalam suatu kesepakatan perjanjian. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan

15 15 kesepakatan maka perlu dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak. 16 Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak. Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah: 17 suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Menurut Riduan Syahrani bahwa: 18 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan. 16 Pasal 1320 KUHPerdata 17 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hl Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 214.

16 16 Jadi yang dimaksud dengan kesepakatan adalah penyesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang kapan terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni: Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu. 2. Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram. 3. Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung). 4. Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Azas Konsensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya perjanjian terjadi sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian tersebut harus memenuhi persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Syarat sahnya suatu perjanjian seharusnya ditandai dengan adanya kata sepakat secara suka rela dari para pihak. Pasal 1321 KUHPerdata yang mengatakan 2003), hal Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,

17 17 bahwa: Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperbolehnya dengan paksaan atau tipuan. 20 Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu adalah batal demi hukum. Saat terjadinya persesuaian antara pernyataan dan kehendak antara kreditor dan debitur, adakalanya tidak ada persesuaian. Mengenai ketidaksesuaian ini ada tiga teori yang menjawab, yaitu: 1. Teori Kehendak (wilstheorie), bahwa perjanjian itu terjadi apabila ada persesuaian antara kehendak dan pernyataan, kalau tidak maka perjanjian tidak jadi. 2. Teori Pernyataan (verklaringstheorie), kehendak merupakan proses batiniah yang tidak diketahui orang lain. Akan tetapi yang menyebabkan terjadinya perjanjian adalah pernyataan. Jika terjadinya perbedaan antara kehendak dan pernyataan maka perjanjian tetap terjadi. 3. Teori Kepercayaan (vertouwenstheorie), tidak setiap pernyataan menimbulkan perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan saja yang menimbulkan perjanjian. Ada tiga alternatif pemecahan dari kesulitan yang dihadapi ketiga teori di atas sebagai berikut: 20 Subekti dan Titrosudibio, KUHPerdata, (Jakarta: Paramita), 1974.

18 18 1. Dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak yang menganggap perjanjian terjadi jika tidak terjadi persesuaian, pemecahannya: pihak lawan mendapat ganti rugi, karena pihak lawan mengharapkannya. 2. Dengan tetap mempertahankan Teori Kehendak, hanya pelaksanaanya kurang ketat, yaitu dengan menganggap kehendak itu ada. 3. Penyelesaiannya dengan melihat pada perjanjian baku (standart contract), yaitu suatu perjanjian yang didasarkan kepada ketentuan umum didalamnya. Biasanya dalam bentuk formulir. Dalam Burgelijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu. Sedangkan menurut teori ilmu hukum, hukum perjanjian digolongkan kedalam Hukum tentang Diri Seseorang dan Hukum Kekayaan karena hal ini merupakan perpaduan antara kecakapan seseorang untuk bertindak serta berhubungan dengan hal-hal yang diatur dalam suatu perjanjian yang dapat berupa sesuatu yang dinilai dengan uang R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata = Burgelijk Wetboek (terjemahan), Cet. 28, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.

19 19 Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu sebab yang halal Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya. Istilah hukum perjanjian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomrecht. 22 Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau diaman dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 23 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 22 Salim H.S, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cet II, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990), hal. 1.

20 20 Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain. Dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum disebabkan karena karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian dapat dikemukakan sebagai berikut: Adanya kaidah hukum Kaidah dalam hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perjanjian tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat. 2. Subyek hukum Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam 24 Salim HS, Op Cit, hal. 4.

21 21 hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. Kreditur adalah orang yang berpiutang, sedangkan debitur adalah orang yang berutang. 3. Adanya Prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; c. Tidak berbuat sesuatu. 4. Kata sepakat Di dalam Pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian seperti dimaksud di atas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. 5. Akibat hukum Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Dalam Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selama dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas

22 22 kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (consensualisme), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud. 1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract) Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 25 a. Membuat atau tidak membuat perjanjian; b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun; c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta d. Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan. 2. Asas Konsensualisme (concensualism) Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah 1966), hal Tirtodiningrat, K.R.T.M, Ihtisar Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta: Pembangunan,

23 23 persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. 3. Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undangundang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum gereja itudisebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya. Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.

24 24 4. Asas Itikad Baik (good faith) Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subyek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. Berbagai putusan Hoge Raad (HR) yang erat kaitannya dengan penerapan asas itikad baik dapat diperhatikan dalam kasus-kasus posisi berikut ini. Kasus yang paling menonjol adalah kasus sarong Arrest dan Mark Arrest. Kedua arrest ini berkaitan dengan turunnya nilai uang (devaluasi) Jerman setelah Parang Dunia I Asas Kepribadian (personality) Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan 26 Ibid, hal, 11.

25 25 dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana diintridusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini mengkontruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal. Sebagaimana di sebutkan di atas, perjanjian pembangunan tower PT. telkomsel dengan Perusahaan mitra dikategorikan ke dalam perjanjian pemborongan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perjanjian pemborongan disebut dengan istilah Pemborongan Pekerjaan. Menurut Pasal 1601 huruf (b) KUHPerdata, Pemborongan Pekerjaan adalah persetujuan dengan nama pihak yang satu (sipemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak

26 26 lain (pihak yang memborongkan), dengan menerima suatu harga yang ditentukan. Jadi dalam Perjanjian Pemborongan hanya ada dua pihak yang terkait dalam perjanjian pemborongan yaitu pihak kesatu disebut pihak yang memborongkan atau prinsipal dan pihak kedua disebut pihak pemborong kontraktor. 27 Menurut Subekti, pemborongan pekerjaan (aanneming van werk) ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula. 28 Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong pekerjaan mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Perjanjian pemborongan bangunan dapat dilaksanakan secara tertutup, yaitu antara pemberi tugas dan kontraktor atau terbuka yaitu melalui pelelangan umum atau tender. Lain halnya dengan pemborongan bangunan milik pemerintah dimana harus diadakannya pelelangan. Kontrak kerja bangunan dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu: 27 FX. Djumialdji, Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995), hal, Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Bandung: PT. Intermasa, 1987), hal. 174.

27 27 1. Kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, sedangkan bahan-bahannya disediakan oleh pemberi tugas. 2. Kontraktor melakukan pekerjaan dan juga menyediakan bahan-bahan bangunan. Dalam hal kontraktor hanya melakukan pekerjaan saja, jika barangnya musnah sebelum pekerjaan diserahkan, maka ia bertanggung jawab dan tidak dapat menuntut harga yang diperjanjikan kecuali musnahnya barang itu karena suatu cacat yang terdapat di dalam bahan yang disediakan oleh pemberi tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1606 dan 1607 KUHPerdata. Menurut Subekti, Undang-Undang Membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu: 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu, adalah perjanjian dimana satu pihak menghendaki dari pihak lainnya dilakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali tergantung pada pihak lainnya. 2. Perjanjian kerja/perburuhan, adalah perjanjian diaman pihak yang satu, si buruh mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak lainnya yaitu si majikan, untuk suatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. 3. Perjanjian pemborongan pekerjaan, adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1985), hal. 57.

28 28 Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu sama-sama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau kekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan dan perjanjian melakukan jasa tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri. 30 Ketentuan pemborongan pada umumnya diatur dalam Pasal 1601 sampai dengan Pasal 1617 KUHPerdata. Perjanjian pemborongan bangunan juga memperhatikan berlakunya ketentuan-ketentuan perjanjian untuk melakukan pekerjaan, khususnya bagi bangunan yang diatur dalam KUHPerdata yang berlaku sebagai hukum pelengkap peraturan tersebut pada umumnya mengatur tentang hakhak dan kewajiban pemborongan yang harus diperhatikan baik pada pelaksanaan perjanjian, dan berakhirnya perjanjian. Pemborong bertanggungjawab dalam jangka waktu tertentu, pada masa ini pemborong wajib melakukan perbaikan jika terbukti adanya cacat ataupun kegagalan bangunan. Dalam prakteknya pemborong bertanggungjawab sampai masa pemeliharaan sesuai dengan tertulis dikontrak. Menurut Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi : kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa 30 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op cit, hal. 52.

29 29 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Perjanjian pemborongan bersifat konsensuil, artinya perjanjian pemborongan lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, yaitu pihak yang memborongkan dengan pihak pemborong mengenai suatu karya dan harga borongan/kontrak. Dengan adanya kata sepakat tersebut, perjanjian pemborongan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian tanpa persetujuan pihak lainnya. Perjanjian pemborongan bentuknya bebas (vormurij) artinya perjanjian pemborongan dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis. Dalam prakteknya, apabila perjanjian pemborongan menyangkut harga borongan kecil, biasanya perjanjian pemborongan dibuat secara lisan, sedangkan apabila perjanjian pemborongan dengan biaya agak besar maupun besar, perjanjian pemborongan dibuat secara tertulis, baik dengan akta dibawah tangan maupun dengan akta outentik (akta notaris). Menurut cara terjadinya perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dibedakan dalam: 1. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas dasar penawaran yang diajukan. 2. Perjanjian pemborongan pekerjaan atas dasar penunjukkan 3. Perjanjian pemborongan pekerjaan yang diperoleh sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas dengan pemborong.

30 30 Sedangkan menurut cara penentuan harganya perjanjian pelaksanaan pemborongan itu dapat dibedakan atas 3 bentuk utama sebagai berikut: 1. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga pasti (fixed price). Disini harga pemborongan telah ditetapkan secara pasti, ialah baik mengenai harga kontrak maupun harga satuan. 2. Perjanjian pelaksanaan pemborongan dengan harga umum. Disini harga borongan diperhitungkan secara keseluruhan. 3. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar satuan (unit price), yaitu harga yang diperhitungkan untuk setiap unit. Disini luas pekerjaan ditentukan menurut jumlah perkiraan jumlah unit. 4. Perjanjian pelaksanaan pemborongan atas dasar jumlah biaya dan upah (cost plus fee). Disini pemberi tugas akan membayar pemborongan dengan jumlah biaya yang sesungguhnya yang telah dikeluarkan ditambah dengan upahnya. Pada umumnya pemborongan pekerjaan sektor dikenal dua prosedur pemilihan pemborongan, yaitu: 31 a. Pemilihan kontraktor secara negosiasi Melalui sistem negoisasi, pemilihan kontraktor tidak dilakukan dengan suatu tender tertentu, akan tetapi pihak pemilik pekerjaan bernegoisasi langsung dengan pihak pemborong untuk memastikan apakah kontraktor tersebut dapat dipilih untuk mengerjakan proyek yang bersangkutan. Sehingga prosedur negoisasi ini praktis lebih bersifat informal. Dalam hal ini pihak pemilik 31 Ibid, hal

31 31 pekerjaan mengontak satu atau lebih pemborong yang menurut penilaiannya mampu mengerjakan pekerjaan dimaksud, sambil menginformasikan persyaratan-persyaratan untuk itu. Biasanya pihak pemilik pekerjaan memintakan pihak pemborong untuk memasukkan juga penawaran kepada pihak pemilik pekerjaan. b. Pemilihan kontraktor secara tender Ada dua macam tender yang lazim dilakukan dalam praktek, yaitu pertama sistem tender terbuka, pada sistem ini tender mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk berpartisipasi dalam tender tersebut, dalam hal ini dapat diumumkan dengan cara pemasangan iklan dimedia massa. Kemudian tender terbatas, yaitu hanya beberapa pihak tertentu saja untuk berpartisipasi dalam tender tersebut. Tentu saja sungguh pun sistem tender ini terkesan formal dengan dokumentasi yang lebih rumit akan tetapi sistem ini mengandung manfaat yang lebih nyata, antara lain dengan semakin banyaknya pihak yang berpartisipasi dalam tender tersebut, tentu akan dikemukakan semakin banyak pilihan yang pada akhirnya akan menemukan kontraktor yang terbaik. Isi perjanjian pemborongan pada umumnya adalah sebagai berikut: 1. Luasnya pekerjaan yang harus dilaksanakan dan memuat uraian tentang pekerjaan dan syarat-syarat pekerjaan yang disertai dengan gambar (bestek) dilengkapai dengan uraian tentang bahan material, alat-alat, dan tenaga kerja yang dibutuhkan. 2. Penentuan tentang harga pemborongan.

32 32 Mengenai jangka waktu penyelesaian sengketa 3. Mengenai sanksi dalam hal terjadinya wanprestasi 4. Tentang resiko dalam hal terjadi Overmacht 5. Penyelesaian jika terjadi perselisihan 6. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pemborongan. Perjanjian pemborongan juga mengenal jaminan. Macam-macam jaminan dalam perjanjian pemborongan adalah Bank/Garansi Bank/Jaminan Bank. Didalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 80 Tahun 2003 disebutkan bahwa terhitung sejak diterbitkannya surat keputusan penetapan penyedia barang/jasa, penyedia barang/jasa diwajibkan menyerahkan surat jaminan pelaksanaan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai kontrak kepada pengguna barang/jasa. Surat jaminan adalah jaminan tertulis yang ditawarkan bank umum/lembaga keuangan lainnya yang diberikan oleh penyedia barang/jasa untuk menjamin terpenuhinya persyaratan/kewajiban penyedia barang/jasa. Bank garansi merupakan salah satu bentuk dari penanggungan yang diatur dalam Bab XVII Buku III KUHPerdata dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal Apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur/terjamin, maka bank sebagai penanggung/ penjamin menggantikan kedudukan debitur/terjamin, oleh karena itu bank membayar sejumlah uang kepada kreditur/penerima jaminan. Sejak saat itu menjadi hubungan antara pihak yang memberikan kredit/kreditur. Surat jaminan yang dikeluarkan oleh bank umum dapat dikeluarkan baik oleh bank umum pemerintah maupun swasta, baik devisa, di Indonesia atau bank diluar

33 33 Negeri yang direkomendasikan oleh Bank Indonesia jika rekanan berkedudukan di luar Negeri. Selain surat jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh bank umum, dapat juga dikeluarkan surety bond yaitu jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi kerugian yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin cidera janji (wanprestasi). 2. Kerangka Konsep Untuk menghindarkan kesalahan dalam memahami konsep-konsep yang dipergunakan, maka perlu dibuat defenisi operasional atau konsepsi, yaitu sebagai berikut: 1. Perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian Perjanjian Pemborongan, adalah : Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, sipemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan Pembangunan, adalah proses, cara, perbuatan membangun Blacks Law Dictionary dalam Salim, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Cet. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal, 16. Inti defenisi yang tercantum dalam Black s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian. 33 Pasal 1601 butir (b) KUHPerdata. 34

34 34 4. Tower, adalah sarana telekomunikasi yang berfungsi untuk menempatkan antena pemancar sinyal (jaringan akses) untuk memberikan layanan kepada pelanggan di sekitar tower tersebut. Selain itu, penggunaan tower telekomunikasi juga berfungsi untuk menempatkan antena pemancar sinyal transmisi (jaringan transport dengan menggunakan teknologi microwave) untuk menghubungkan pelanggan di daerah tersebut dengan sentral (BSC). Jadi bagian yang terpenting mengapa diperlukan pembangunan tower adalah untuk penempatan antennaantenna tersebut, dimanadibutuhkan ketinggian tertentu untuk dipenuhinya memancarkan dan menerima sinyal Perusahaan mitra, adalah : perusahaan yang menjadi rekanan kerjasama PT. Telkomsel. Perusahaan tersebut baru dapat diketahui setelah tender dimenangkan. 6. Kontraktor adalah perusahaan pelaksana pembangunan tower telkomsel yang diperoleh setelah tender dimenangkan. 7. Pemborongan pekerjaan, adalah : ialah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk keperluan pihak lainnya, melakukan suatu pekerjaan tertentu dengan pembayaran upah yang ditentukan pula. Pemborongan pekerjaan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak yang menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lainnya, atas pembayaran sejumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan. Disini tidaklah penting bagi pihak yang memborongkan pekerjaan bagaiman pihak yang memborong pekerjaan 35 Com/2010/02/tower-telekomunikasi_24.html.

35 35 mengerjakannya, karena yang dikehendaki adalah hasil dari pekerjaan tersebut, yang akan diserahkan kepadanya dalam keadaan baik (mutu dan kwalitas/kwantitas) dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian Kontrak kerja, adalah : hubungan antara dua pihak yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 37 a. Adanya pekerja dan pemberi kerja Antara pekerja dan pemberi kerja memiliki kedudukan yang tidak sama. Ada pihak yang kedudukannya diatas (pemberi kerja) dan ada pihak yang kedudukannya dibawah (pekerja). Karena pemberi kerja mempunyai kewenangan untuk memerintah pekerja, maka kontrak kerja diperlukan untuk menjabarkan syarat, hak dan kewajiban pekerja dan si pemberi kerja. b. Pelaksanaan Kerja Pekerja melakukan pekerjaan sesuai dengan apa yang ditetapkan di perjanjian kerja. c. Waktu tertentu pelaksanaan kerja dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh pemberi kerja. 9. Adanya upah yang diterima Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar 36 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT.Intermasa, Bandung, 1987, hal Pasal 1601 (a) KUHPerdata.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh

Lebih terperinci

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN: SUATU LANDASAN DALAM PEMBUATAN KONTRAK

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN: SUATU LANDASAN DALAM PEMBUATAN KONTRAK ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN: SUATU LANDASAN DALAM PEMBUATAN KONTRAK M. Muhtarom Dosen Jurusan Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. Ahmad Yani, tromol pos I Pabelan Kartasura

Lebih terperinci

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN 23 BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN A. Bentuk dan Isi Pemberian Kuasa Apabila dilihat dari cara terjadinya, perjanjian pemberian kuasa dibedakan menjadi enam macam yaitu: 28

Lebih terperinci

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN Rosdalina Bukido 1 Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring. 28 BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata sebagai bagian dari KUH Perdata yang terdiri dari IV buku. Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli Sebelum membahas tentang pengertian dan pengaturan juali beli, terlebih dahulu perlu dipahami tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. 1. dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. 1. dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia yang tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Berbagai kepustakaan Indonesia menggunakan istilah overeenkomst dan verbintenis sebagai tejemahan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II HUKUM PERJANJIAN. Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh. R.

BAB II HUKUM PERJANJIAN. Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh. R. BAB II HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh. R. Subekti, SH dan R. Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa mengenai

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK Sularto MHBK UGM PERISTILAHAN Kontrak sama dengan perjanjian obligatoir Kontrak sama dengan perjanjian tertulis Perjanjian tertulis sama dengan akta Jadi antara istilah kontrak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN 9 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Hukum Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Kaitannya dengan Perikatan Mengenai perjanjian diatur dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN PEMBORONGAN A. Pengertian Perjanjian Pemborongan Pengertian perjanjian untuk melakukan pemborongan pekerjaan dapat dilihat dalam Buku III KUH Perdata Bab VIIA pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ekonomi dan kemajuan teknologi membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang sangat ketat. Kondisi ekonomi yang semakin terpuruk memaksa pemerintah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan;

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA. 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu; 2. Perjanjian kerja/perburuhan dan; BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBORONGAN KERJA A. Pengertian Pemborongan Kerja Undang-undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi

PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN. Oleh: Taufik Dwi Laksono. Abstraksi PERLUNYA PEMAHAMAN PENYEDIA DAN PENGGUNA BARANG/JASA TERHADAP PERJANJIAN PEMBORONGAN Oleh: Taufik Dwi Laksono Abstraksi Pemahaman terhadap perjanjian pemborongan yang dibuat oleh penyedia dan pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang peting bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Pembangunan bidang fisik

BAB I PENDAHULUAN. yang peting bagi kesejahteraan bangsa Indonesia. Pembangunan bidang fisik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan undang-undang Dasar 1945, maka kegiatan pembangunan baik pembanguanan fisik maupun

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst, yang diterjemahkan

BAB II LANDASAN TEORI. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst, yang diterjemahkan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan. Mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, 1 BAB III KERANGKA TEORI A. Perjanjian Hukum tentang Perjanjian diatur dalam buku III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka, maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan verbintenis, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah perjanjian maupun persetujuan.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, pihak (the party to contract) penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan untuk memenuhi permohonan pihak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, Universitas 2009 Indonesia. Bakti, 1998), hal. 12.

BAB 1 PENDAHULUAN. Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, Universitas 2009 Indonesia. Bakti, 1998), hal. 12. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mempunyai kepentingan terhadap orang lain sehingga timbullah hubungan hak dan kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu di perhatikan orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI. dan perikatan itu merujuk pada dua hal yang berbeda, perikatan ialah suatu hal 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN KONSINYASI 2.1. Perjanjian 2.1.1. Pengertian Perjanjian Dalam ilmu hukum yang kita pelajari menjelaskan bahwa suatu perjanjian dan perikatan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia dalam era globalisasi ini sedang giatnya melakukan pembangunan disegala bidang yang dilaksanakan secara terpadu dan terencana diberbagai sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Hukum Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Hukum perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata. Definisi perikatan tidak ada dirumuskan dalam undang-undang,

Lebih terperinci

Hukum Kontrak Elektronik

Hukum Kontrak Elektronik Kontrak Elektronik (E-Contract) Hukum Kontrak Elektronik Edmon Makarim menggunakan istilah kontrak online (online contract) bagi kontrak elektronik (e-contract) dan mendefinisikan kontrak online sebagai:

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kelancaran sarana telekomunikasi akan menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kelancaran sarana telekomunikasi akan menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dan kelancaran sarana telekomunikasi akan menunjang pelaksanaan pembangunan berupa penyebaran kebutuhan informasi ke seluruh pelosok tanah air, misalnya

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai judul Bab ini yaitu tinjauan pustaka, berikut di bawah ini Penulis mengemukakan bagaimana pustaka atau literatur menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM. MAKALAH KONTRAK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM Di susun oleh: Moh Subekhan B.131.12.0339 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum. ABSTRAK Dita Kartika Putri, Nim 0810015183, Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat di CV. Marissa Tenggarong, Dosen Pembimbing I Bapak Deny Slamet Pribadi, S.H., M.H dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK MILIK ATAS TANAH, HAK PAKAI ATAS TANAH, PERJANJIAN DAN NOMINEE

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK MILIK ATAS TANAH, HAK PAKAI ATAS TANAH, PERJANJIAN DAN NOMINEE BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK MILIK ATAS TANAH, HAK PAKAI ATAS TANAH, PERJANJIAN DAN NOMINEE 2.1. Hak Milik Atas Tanah 2.1.1. Pengertian hak milik atas tanah. Hak milik berdasarkan rumusan Pasal 20

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK DAN PENGADAAN BARANG DAN JASA. A. Pengertian Kontrak Menurut Hukum di Indonesia. 1. Pengertian Kontrak Secara Umum

BAB II KONTRAK DAN PENGADAAN BARANG DAN JASA. A. Pengertian Kontrak Menurut Hukum di Indonesia. 1. Pengertian Kontrak Secara Umum 12 BAB II KONTRAK DAN PENGADAAN BARANG DAN JASA A. Pengertian Kontrak Menurut Hukum di Indonesia 1. Pengertian Kontrak Secara Umum Berdasarkan definisinya, kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian (secara

Lebih terperinci

BAB II. bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. 33 Suatu perjanjian juga dinamakan. sama-sama berjanji untuk melaksanakan suatu hal tertentu.

BAB II. bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. 33 Suatu perjanjian juga dinamakan. sama-sama berjanji untuk melaksanakan suatu hal tertentu. 24 BAB II PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN JASA PEMBORONGAN PEKERJAAN PENYEDIAAN AIR BAKU ANTARA PT. MITHA PRANA CHASEA DENGAN BALAI SUMBER DAYA AIR SUMATERA II PROPINSI SUMATERA UTARA A. Tinjauan Umum Mengenai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam Bab ini, sesuai dengan judulnya, Penulis mengemukakan suatu tinjauan atau analisis kepustakaan mengenai prinsip-prinsip dan kaedah hukum yang mengatur mengenai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa BAB I PENDAHULUAN Salah satu perwujudan dari adanya hubungan antar manusia adalah dilaksanakannya dalam sebuah perjanjian yang di dalamnya dilandasi rasa saling percaya satu dengan lainnya. Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) A. Pengertian Perjanjian Istilah perjanjian sudah lazim dipergunakan dalam lalu lintas hidup masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

Sistematika Siaran Radio

Sistematika Siaran Radio Sistematika Siaran Radio Rabu, 24 Mei 2017 Tema: Penggunaan Perjanjian Tertulis (Kontrak) dalam Transaksi-Transaksi Bisnis Sehari-Hari Oleh: Dr. Bayu Seto Hardjowahono, S.H., LL.M. dan LBH Pengayoman UNPAR

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam Bab ini akan diketengahkan gambaran dari suatu hasil penelitian Penulis. Gambaran hasil penelitian dimaksud bukanlah penelitian terhadap studi kepustakaan seperti

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia 16 BAB 2 PEMBAHASAN 2.1. Pengertian dan Pelaksanaan Jual Beli Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah 2.1.1. Pengertian dan Syarat Sahnya Perjanjian Manusia adalah makhluk sosial yang kodratnya harus

Lebih terperinci