DATA DAN ANALISIS Kondisi Fisik Kelurahan Kuin Utara Topografi Hidrologi Kondisi Fisik Bangunan Tata Guna Lahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DATA DAN ANALISIS Kondisi Fisik Kelurahan Kuin Utara Topografi Hidrologi Kondisi Fisik Bangunan Tata Guna Lahan"

Transkripsi

1 DATA DAN ANALISIS Kondisi Fisik Kelurahan Kuin Utara Topografi Sebagaimana umumnya Kota Banjarmasin, topografi atau relief permukaan tanah di kawasan Kuin Utara atau yang biasa disebut Kampung Kuin relatif datar, dalam arti tidak terdapat perbedaan permukaan tanah di kawasan studi. Hidrologi Di kawasan ini selain Sungai Kuin dan Sungai Barito yang bertemu sebagai muara terdapat 4 anak sungai seperti Sungai Pandai dan Sungai Jaya baya. Semua anak sungai ini mengalami pasang surut air laut sehingga mempengaruhi kondisi air tanah di kawasan Kuin. Morfologi yang datar membuat drainase tidak berfungsi dan kondisi tanah di daerah menjadi berawa dikenal dengan rawa gambut. Bahkan di sepanjang Jalan Kuin tidak ditemui drainage sehingga air hujan mengalir langsung ke daerah yang lebih rendah (kiri kanan jalan) atau langsung ke sungai. Kondisi Fisik Bangunan Seperti umumnya di kota Banjarmasin, konstruksi rumah di kawasan Kuin Utara terbuat dari konstruksi kayu dengan tipe rumah panggung. Kepadatan bangunan yang mengarah ke badan Sungai Kuin hanya taerdiri dari satu lapis, sedangkan di muara Sungai Kuin, yakni Sungai Barito, kepadatan bangunan terdiri 4-5 lapis. Kondisi bangunan yang ada umumnya buruk terutama bangunan lama sedangkan kondisi yang relatif lebih baik sebagian besar terlihat dari umur bangunan yang relatif lebih baru dan terdapat di sepanjang kiri kanan jalan Kuin. Tata Guna Lahan Kelurahan Kuin Utara memiliki luas sebesar 14,45 ha. Kawasan ini terdiri dari lahan terbagun dengan luas 4,30 ha atau 30% dari luas keseluruhan. Yang terdiri dari permukiman yang membentuk pola menyerupai huruf L dan pabrik.

2 33 Sisanya masih berupa lahan terbuka hijau yang terdiri dari sawah dan kebun yang berada di sekitar anak Sungai Kuin dan hutan (Sumber: Gambaran tata guna lahan di Kelurahan Kuin Utara ini dapat dilihat pada Gambar 16. Lahan Terbuka Hijau Pabrik Permukiman Gambar. 16 Tata Guna Lahan Kelurahan Kuin Utara Karakteristik Permukiman Kampung Kuin Sejarah Perkembangan Kampung Kuin terbentuk dari sebuah kerajaan, yakni Kerajaan Banjar. Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau Kalimantan yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar daerah Kalimantan pada saat sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada September dengan Sultan Suriansyah (Raden Samudera) sebagai Sultan pertama (Sumber: Pada tahun 1612 terjadi peristiwa penyerangan yang dilakukan oleh pasukan Belanda yang menghancurkan dan membumihanguskan Keraton Banjar. Saat itu Kerajaan Banjar di bawah pemerintahan Raja Mustaqimbillah ( ). Setelah keraton hancur dan habis terbakar, maka pusat kerajaan dipindahkan ke Teluk Selong daerah Martapura (Muchamad dan Aufa, 2006). Kerajaan Banjar runtuh pada saat berakhirnya Perang Banjar pada tahun Tempat yang diyakini sebagai lokasi Keraton Banjar adalah lokasi yang saat ini terdapat kompleks makam Sultan Suriansyah dan sekitarnya di Kelurahan Kuin Utara, Kota Banjarmasin. Kompleks ini dahulunya sangat tidak terawat

3 34 akibat kerusakan dan padatnya perumahan penduduk. Berdasarkan kondisi tersebut, maka pada tahun 1982 oleh Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan melaksanakan Proyek Pemugaran Sejarah dan Purbakala Kalimantan Selatan. Proyek pemugaran dimulai tahun 1982 hingga 1986 (Muchamad dan Aufa, 2006). Kerajaan Banjar pertama inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya pemukiman di sepanjang tepian Sungai Kuin. Rumah Patih Masih merupakan bangunan pertama yang kemudian dijadikan istana. merupakan bangunan tertua yang didirikan di tepian sungai yang diikuti dengan rumah-rumah yang menjadi tempat tinggal para keturunan raja dan bangunan lainnya yang mendukung pemerintahan serta bangunan masjid yang dikenal dengan Masjid Sultan Suriansyah. Sebagai kediaman raja, istana atau keraton biasanya merupakan kompleks bangunan yang dikelilingi batas-batas teritorial yang jelas. Batas-batas ini merupakan penanda yang secara visual sangat dikenal serta sangat fungsional, antara lain sebagai benteng pertahanan. Dari aspek keruangan, terdapat batasbatas imaginer yang memisahkan peruangan keraton, sehingga membentuk konsep hierarki yang berjenjang sesuai dengan strata sosial-kemasyarakatan ataupun maksud-maksud lainnya (Muchamad dan Aufa, 2006). Lapangan Keraton dan rumah kerabat raja Menara pengawas Gambar 17. Sketsa ilustrasi Keraton Banjar di Kuin sebelum tahun 1612 (Sumber: Muchamad dan Aufa, 2006). Adanya kerajaan pada kawasan ini dengan semua pengikut dan pegawai yang bekerja pada kerajaan serta penduduk dapat diidentifikasi secara spasial. Istana yang menjadi pusat kerajaan berada di tengah yang selanjutnya diikuti

4 35 dengan rumah kerabat dekat raja dan para penggawa mentri serta prajurit yang kemudian disusul dengan adanya permukiman penduduk atau rakyat Banjar pada umumnya. Pada awal kemerdekaan daerah Kuin merupakan satu wilayah desa. Pada tahun Desa Kuin dimekarkan menjadi lima desa yang masing-masing dipimpin oleh pembakal (Kepala Desa), yaitu Kuin Utara, Kuin Selatan, Kuin Cerucuk, Pangeran dan Antasan Kecil. Pada tanggal 1 Oktober 1980, desa telah diubah statusnya menjadi kelurahan yang kini dikenal dengan nama Kelurahan Kuin Utara (Sumber: Pola Permukiman Pola permukiman terbentuk karena budaya yang menyangkut cara hidup, cara beradaptasi dengan alam dan lingkungan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan (Goenmiandari, 2010). Berdasarkan pengamatan lapang, rumah-rumah tua yang masih bernilai tradisional dibangun menghadap sungai dengan pola linear mengikuti sungai. Maka, dapat disimpulkan pola awal permukiman dibangun linear dan berorientasi menghadap sungai. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya arti sungai bagi masyarakat permukiman ini. Selain itu, arah orientasi ini juga menggambarkan masyarakat sangat menghargai keberadaan sungai sebagai sumber kehidupan karena pada saat itu sungai memegang peranan penting sebagai akses keluar masuk kawasan ini Perkembangan yang terjadi di kawasan Kuin ini cukup pesat. Seiring dengan pertambahan penduduk, rumah tidak hanya dibangun di sepanjang tepian sungai tetapi juga di atas badan sungai. Para pendatang umumnya mendirikan rumah ke arah daratan sehingga terbentuklah kompleks perumahan Dasa Maya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Syamsiar Seman peneliti sejarah dan budaya banjar (2009), perkembangan juga terjadi setelah dibangunnya jalan darat yang memasuki perkampungan. Perkembangan ini mengubah pola permukiman yang sudah ada, yang awalnya berpola linear. Pembangunan jalan darat ini juga mengubah arah orientasi rumah yang ada. Rumah-rumah yang baru dibangun kini berorientasi pada jalan. Pola perkembangan permukiman ini dapat dilihat pada Gambar 17.

5 36 Gambar 18. Ilustrasi Perkembangan Permukiman di Kuin Utara Rumah-rumah yang berada di tepian sungai memiliki pola linear dan menghadap sungai seperti awalnya berdiri. Sedangkan rumah-rumah yang berada di atas badan sungai meskipun memiliki pola linear yang mengikuti sungai, tetapi arah orientasinya menghadap jalan yang artinya rumah-rumah ini membelakangi sungai. Rumah yang berada lebih ke tengah atau darat memiliki arah orientasi menghadap jalan yang menyebabkan pola yang terbentuk sesuai dengan perkembangan jalan yang ada sehingga terkesan berantakan. Hal ini dapat dilihat pada peta hasil analisis (Gambar 19 dan Gambar 20)

6 37

7 38

8 39 Dari keadaan tersebut, terlihat banyak perubahan yang terjadi di Kuin Utara jika dibandingkan dengan keadaan pada masa awalnya. Perubahanperubahan ini terlihat jelas pada pola pemukiman dan arah orientasi rumah-rumah yang ada. Pola permukiman yang dulunya linear kini menjadi tidak teratur. Hal ini dikarenakan pertambahan penduduk kian banyak ditambah tidak adanya peraturan yang tegas mengenai izin mendirikan bangunan. Masyarakat mendirikan rumahrumah baru untuk mereka tempati tanpa memperhatikan tata ruang dan kondisi sungai. Bahkan ketika mendirikan rumah di darat dirasa mahal, mereka mendirikan rumah-rumah di atas badan sungai. Adanya rumah yang dibangun di atas badan sungai memiliki dampak yang cukup besar, yakni berkurangnya badan sungai yang akan menyebabkan menurunnya kualitas dan fungsi ekologis sungai. Perubahan orientasi rumah yang terjadi menyebabkan perubah prilaku masyarakat terhadap sungai. Rumah-rumah yang membelakangi sungai berarti memiliki dapur yang tepat berada di pinggir sungai yang membuat sampah dengan mudah dibuang ke sungai. Hal inilah yang menjadikan masyarakat yang memiliki rumah di atas badan sungai kurang menghargai sungai dan menganggap sungai adalah tempat pembuangan. Selain itu rumah-rumah yang berada di atas badan sungai pun cenderung lebih rapat dan lebih buruk dibadingkan dengan rumah-rumah yang berada di tepian sungai. Hal inilah yang membuat daerah tepian sungai terkesan kumuh. Perubahan-perubahan yang ada akan mengancam keberadaan permukiman Kampung Kuin yang masih memiliki nilai tradisional. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan pelestarian untuk melindungi kawasan yang masih memiliki nilainilai tradisional agar tidak lekang dengan adanya perkembangan yang terjadi di kawasan ini. Tindakan pelestarian yang penting di Kuin Utara ini adalah dengan mempertahankan pola linearnya dan arah orientasinya yang menghadap sungai seperti pada awalnya berdiri. Bangunan dan Struktur Dalam suatu perkampungan suku Banjar, terdiri dari bermacam-macam jenis rumah tradisional Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Rumah tradisional tidak sekedar bangunan untuk

9 40 tempat berlindung tetapi memiliki makna lahir dan batin yang sangat luas dan tidak terbatas. Rumah tradisional juga dapat mencerminkan status sosial pemiliknya. Keaslian rumah dapat dilihat dari segi arsitektur yang khas yang berorientas pada sungai. Di Kampung Kuin, awalnya rumah dibangun dengan pola linear di sepanjang tepian sungai mengikuti arah aliran sungai. Rumah tersebut terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering (Seman dan Irhamna, 2001). Tipe rumah Bubungan Tinggi yang merupakan bangunan Istana Sultan Banjar merupakan tipe tertua. Menurut hasil wawancara, bangunan ini tidak terdapat lagi di Kampung Kuin. Bangunan istana dahulu terdapat di area yang menjadi makam Sultan Suriansyah. Makam Sultan Suriansyah sejak ditemukan sudah diyakini baik oleh para peneliti maupun masyarakat sebagai situs makam. Sedangkan dari hasil kajian historis-arkeologis dan arsitektural dapat disimpulkan bahwa situs tersebut telah mengalami alih fungsi, yaitu dari semula yang merupakan kompleks bangunan keraton, kemudian difungsikan sebagai bangunan sakral. (Muchamad dan Aufa, 2006) Rumah-rumah tradisional masih dapat dijumpai di sepanjang tepian Sungai Kuin dari muara Sungai Kuin sampai batas dengan Kelurahan Pangeran. Penduduk pada kawasan ini merupakan Suku Banjar. Rumah yang berada di atas badan sungai umumnya merupakan rumah panggung tetapi ada beberapa yang merupakan rumah lanting. Pada kawasan yang lebih ke darat tidak ada rumah yang berarsitektur tradisional, kalaupun ada merupakan percampuran dengan arsitektur modern. Penduduk yang ada pada kawasan ini memiliki suku yang beragam karena tidak hanya bersuku Banjar tetapi ada juga Suku Jawa, Minang, Batak, dan lain-lain. Peta persebaran arsitektur ini dapat dilihat pada Gambar 21.

10 41

11 42 Sayangnya, ada beberapa rumah tradisional yang mengalami perubahan dalam hal arsitektur. Hal ini dikarenakan rumah-rumah tradisional yang ada terlampau tua dan tidak dapat dipertahankan lagi keberadaannya. Bangunan tradisional yang ada dirombak, kemudian dibangun rumah baru dengan gaya arsitektur yang lebih modern sesuai selera pemiliknya. Fungsi bagunan yang ada pun kini tidak hanya sebagai rumah atau tempat tinggal. Beberapa rumah yang ada juga difungsikan sebagai sarana perdagangan dan jasa, seperti warung, bengkel dan wartel. Gambar 22. Perubahan Arsitektur Pada Rumah Tradisional Gambar 23. Rumah yang Juga Difungsikan Sebagai Warung Selain rumah-rumah tradisional Banjar yang memiliki nilai tradisional dalam hal arsitektur, terdapat pula sebuah masjid yng usianya lebih dari 400 tahun yang masih berdiri kokoh di Kampung Kuin. Masjid ini dikenal dengan nama Masjid Sultan Suriansyah. Masjid yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah ( ), Raja Banjar pertama yang memeluk Islam. Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya

12 43 tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi Sungai Kuin dengan luas 22,1x22,6 m. Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek tersebut: atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Terdapat empat buah tiang guru yang melingkupi ruang cella (ruang keramat) (Sumber: Selain Masjid Sultan Suriansyah terdapat pula bangunan kuno, yaitu komplek pemakaman yang menjadi bukti bahwa daerah ini merupakan bekas Kerajaan Banjar. Gambar 24. Masjid dan Makam Sultan Suriansyah

13 44 Bahan bangunan utama yang digunakan dalam rumah adat Banjar adalah kayu. Hal ini dikarenakan Kalimantan kaya akan hutan. Berbagai macam kayu yang digunakan sebagai bahan bangunan, diantaranya adalah kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), kayu galam (Melaleuca spec), dan kayu lainnya. Kayu ulin atau kayu besi merupakan bahan utama dalam bangunan rumah tradisional Banjar, karena memiliki daya tahan yang luar biasa, baik sebagai penahan beban maupun keawetannya terhadap tanah, air, maupun panas matahari. Umumnya kayu ulin digunakan untuk keperluan tiang, gelagar, slop, lantai, tangga dan bagian rumah lainnya. Dalam konstruksi bangunan, kayu ulin dalam bentuk balokan digunakan sebagai tihang (tiang) dan tongkat yang mendukung bangunan. Tihang dan tongkat merupakan istilah pondasi utama yang berbeda. Tihang merupakan balok yang pangkalnya bertumpu dalam tanah yang ujungnya sampai pada dasar atap. Sedangkan tongkat adalah balok yang pangkalnya bertumpu di dalam tanah dengan ujunganya sampai pada dasar lantai. Selain kayu ulin, kayu galam juga dipergunakan dalam konstruksi rumah adat Banjar. Kayu galam tumbuh di hutan-hutan rawa Kalimantan. Pada konstruksi rumah Banjar, kayu ini digunakan untuk keperluan pondasi yang dibenamkan ke dalam tanah sebelum di pancangkan tihang. Dengan kondisi yang sedemikian kokohnya, kayu galam mampu bertahan dalan tanah tanpa membusuk, meskipun daya tahannya dibawah kayu ulin. Kayu galam juga diperlukan untuk keperluan turab, pondasi jalan, jembatan dan titian yang sifatnya sementara serta bangunan-bangunan lainnya yang sifatnya tidak permanen. Jenis kayu ini biasanya digunakan untuk keperluan bahan yang bersifat balokan. Rumah tradisional Banjar yang banyak menggunakan tihang adalah tipe Bubungan Tinggi, Gajah Baliku, Balai Bini dan Joglo, sementara rumah tradisional tipe Gajah Manyusu, Cacak Burung, Palimasan dan Palimbangan lebih banyak mempergunakan tongkat. Untuk bagian atap ada dua macam bahan yang biasanya digunakan, yaitu atap sirap yang bahan dasarnya terbuat dari kayu ulin, dan atap sirap. Atap sirap memiliki daya tahan yang lama dibandingkan dengan atap daun rumbia yang bisa mencapai sepuluh tahun. Namun, seiring dengan semakin langka dan mahalnya

14 45 kayu ulin sebagai bahan baku untuk atap sirap kini rumah-rumah tradisional yang ada tidak menggunakan seng sebagai bahan untuk atap. Sedangkan untuk lantai, bahan dasar yang digunakan juga dari kayu. Kayu yang biasa digunakan adalah kayu ulin, meranti, bungur, angsana, jingah, dan banyak kayu lainnya. Gambar 25. Konstruksi Pondasi (Sumber:http//kerajaanbanjar.files.wordpress.com) Kampung Kuin merupakan suatu kawasan pemukiman tradisonal yang memperlihatkan pola-pola tradisionalnya. Di kawasan ini masih dapat dijumpai rumah-rumah tradisional Banjar yang berumur ratusan tahun yang menjadi warisan budaya. Rumah-rumah tradisional ini berada di sepanjang tepian Sungai Kuin dengan kayu ulin sebagai material utamanya. Tetapi, bahan konstuksi atap pada rumah-rumah tradisional yang ada, kini umumnya menggunakan material seng. Hal ini dikarenakan atap sirap hanya mampu bertahan sampai sepuluh tahun. Semakin langka dan mahalnya kayu ulin sebagai bahan dasar pembuatan atap sirap, membuat atap pada rumah-rumah tradisional yang ada kini diganti dengan seng yang dapat bertahan lebih lama dan jauh lebih murah. Seiring dengan perkembangan yang ada di kawasan ini, rumah-rumah yang ada tidak hanya menggunakan material kayu sebagai bahan utamanya. Rumah-rumah yang didirikan ke arah daratan dibangun dengan konstruksi beton. Hal ini dikarenakan konstruksi dengan beton lebih murah dibandingkan kayu ulin yang langka dan mahal. Gambaran mengenai data spasial bahan kostruksi rumah dapat dilihat pada Gambar 26.

15 46

16 47 Perlu adanya upaya pelestarian untuk mempertahankan bangunanbangunan yang masih memiliki nilai tradisional. Jika perubahan gaya arsitektur terus terjadi pada rumah-rumah tradisional yang ada, maka rumah-rumah tradisional yang menjadi bukti sejarah ini lambat laun akan hilang. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian dari berbagai pihak baik dari masyarakat maupun pemerintah untuk melestarikan rumah-rumah tradisional yang tersisa. Bentuk perhatian ini dapat berupa apresiasi atau subsidi pemerintah bagi warga untuk mempertahankan rumah tradisional, sehingga masyarakat tergerak untuk mlestarikan peninggalan rumah adat yang masih ada. Selain itu, perlu adanya perbaikan elemen-elemen rumah yang telah rusak atau hilang. Fasilitas Fasilitas merupakan hal yang paling penting dalam suatu permukiman. Dalam suatu permukiman terdapat beberapa fasilitas yang harus dipenuhi, seperti jalan, MCK, dan lainnya yang dapat mempermudah warganya dalam beraktivitas. Adanya fasilitas dapat menunjang kenyamanan warga yang menghuni suatu pemukiman. Tidak hanya ketersediaan fasilitas yang sangat penting, namun kondisi dari fasilitas-fasilitas yang ada juga sangat penting. Fasilitas yang penting dalam sebuah permukiman adalah aksesibilitas untuk mencapai kawasan ini. Fasilitas jalan untuk jalur darat di Kampung Kuin tersedia dengan kondisi yang cukup baik. Jalan yang ada telah diberi perkerasan berupa aspal. Dahulu, jalan yang ada hanya berupa jalan setapak, tetapi setelah penguasaan kawasan ini oleh Belanda, jalan mulai diperbaiki dan diberi perkerasan. Jalan utama dibangun linear mengikuti sungai yang disebut dengan jalan inspeksi. Fasilitas yang tidak kalah pentingnya adalah sistem sanitasi dalam permukiman. Sanitasi ini penting agar masyarakat yang tinggal di dalamnya merasa nyaman. Salah satu sistem sanitasi adalah ketersediaan septic tank. Pada awal tebentuknya permukiman di Kampung Kuin ini jumlah rumah dan penduduknya masih sedikit sehingga pembuangan limbah rumah tangga secara langsung ke sungai masih dapat direduksi secara alami oleh sungai. Daya reduksi

17 48 secara alami yang disebut dengan daya asimilasi sungai ini masih tinggi sehingga sungai dapat mengurai zat-zat pencemar tersebut. Tetapi, dengan perkembangan permukiman yang ada dengan jumlah penduduk dan rumah yang meningkat membuat pembuangan limbah secara langsung ke suangai memberikan dampak yang buruk bagi sungai. Pembuangan limbah dengan intensitas yang melebihi daya asimilasi sungai menyebabkan sungai tidak mampu lagi mengurai zat pencemar. Hal ini menyebabkan tingkat pencemaran tinggi yang dapat dilihat dari keruhnya air sungai. Gambar 27. Kondisi Jamban di Kampung Kuin Sistem pembuangan pada seluruh rumah yang berada di atas badan sungai Kuin langsung ke bawah rumah (sungai), sedangkan rumah yang berada di darat pembuangan tinja langsung ke septic tank dan limbah rumah tangga langung ke bawah rumah. Umumnya rumah yang berada di darat sudah memiliki WC, sedangkan rumah yang berada di atas badan sungai sebagian besar masih menggunakan jamban yang berada tepat di atas sungai. Di Kelurahan Kuin Utara ini masih terdapat 25 jamban yang masih digunakan. Berdasarkan data kelurahan, tercatat 97 rumah belum memiliki WC sehat, 150 rumah memiliki WC dengan kondisi kurang baik dan 427 rumah telah memiliki WC sehat (Gambar 28).

18 49

19 50 Pembangunan jalan mengubah arah orientasi rumah yang ada. Rumahrumah yang awalnya berorientasi pada sungai kini dibangun dengan orientasi jalan darat. Pembangunan jalan meyebabkan munculnya rumah-rumah di atas badan sungai. Hal ini berarti rumah yang berada di atas badan sungai dibangun membelakangi sungai. Perubahan arah orientasi ini juga turut mengubah prilaku masyarakat terhadap sungai. Masyarakat kini kurang menghargai sungai dan cenderung menganggap sungai sebagai tempat pembuangan. Jika keadaan ini dibiarkan, maka keadaan sungai akan terganggu yang juga akan mengancam keberadaan permukiman. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan ulang seperti pembuatan septic tank komunal dan undang-undang yang mengatur tata ruang, orientasi rumah, densitas dan prilaku masyarakat Zonasi Lanskap Permukiman Kampung Kuin Zona inti merupakan kawasan yang memiliki nilai tradisional tinggi sehingga perlu dilestarikan. Zona ini, terbentuk dari sosial budaya masyarakat setempat. Pada zona ini terdapat lanskap vernakular yang memiliki nilai budaya tinggi meskipun ada beberapa yang telah mengalami perubahan arsitektur. Lanskap vernakular tersebut adalah rumah-rumah tradisional Banjar, komplek masjid dan makam Sultan Suriansyah. Permukiman yang terdapat pada zona inti harus berorientasi pada sungai dan berpola linear mengikuti arah sungai seperti awalnya berdiri. Zona inti pada kawasan yang mengarah ke badan sungai memiliki intensitas yang cukup parah. Adanya rumah-rumah yang menjorok sampai ke badan sungai membuat kesan kumuh pada kawasan ini. Selain itu, adanya rumah yang semakin berkembang di kawasan ini menyebabkan kerusakan pada sungai. Oleh karena itu, perlu adanya upaya pernataan pada kawasan ini. Salah satu upaya perbaikan pada kawasan ini adalah dengan relokasi rumah-rumah yang.berada di atas badan sungai yang berumur kurang dari 50 tahun. Sebagian rumah pada area ini masih dipertahankan karena ini menjadi bagian dari budaya masyarakat yang tidak bisa lepas dari sungai. Zona penyangga merupakan zona yang melindungi zona inti. Zona penyangga kawasan pemukiman tradisional merupakan zona yang membatasi

20 51 permukiman dengan kawasan permukiman yang tidak memiliki nilai tradisional. Zona ini melindungi zona permukiman tradisional dari pembangunan yang kurang mendukung. Zona ini masih dapat dikembangkan tetapi dengan batasan tertentu agar tidak menganggu zona inti. Batasannya adalah dalam hal perkembangan pembangunan pada zona ini, harus mengikuti zona inti, yakni berpola linear dan berorientasi pada sungai. Zona pengembangan merupakan zona terluar yang merupakan zona terluar yang dapat dikembangkan tanpa batasan. Zona ini dikhususkan bagi perkembangan permukiman karena pada kawasan ini masih banyak terdapat lahan terbuka. Zonasi eksisting di Kampung Kuin ini dapt dilihat pada Gambar 29.

21 Gambar 29. Peta Zonasi Eksisting Permukiman (Hasil Sintesis) 52

22 53 Karakteristik Sungai Kuin Karakter Sungai Karakter Sungai dipengaruhi oleh adanya bantaran sungai dan kondisi pasang surut. Menurut Maryono (dalam Aini, 2005) sempadan sungai sering disebut sebagai bantaran sungai. Namun sebenarnya ada perbedaan karena bantaran sungai merupakan daerah pinggir sungai yang tergenangi air pada saat banjir. Sedangkan sempadan sungai merupakan daerah bantaran banjir ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis, dan lebar keamanan yang diperlukan terkait dengan letak sungai seperti areal pemukiman dan non pemukiman. Bantaran sungai hampir tidak ada di sepanjang Sungai Kuin karena di sepanjang sungai terdapat bangunan yang umumnya adalah permukiman. Rumah di atas badan sungai memiliki panjang yang melintang ke tengah sungai. Panjang rata-rata bangunan di atas badan Sungai Kuin adalah 9,33 m (Hayati, 2004). Apabila diasumsikan di kiri dan kanan sepanjang Sungai Kuin yang memiliki lebar 40 m terdapat rumah dengan panjang yang sama, maka ruang sungai hanya tersisa ± 20 m. Hal ini membuktikan bahwa hampir tidak adanya bantaran di sepanjang Sungai Kuin. Bahkan tidak hanya itu, ruang terbuka sungai pun semakin menyempit dengan adanya bangunan di atas badan sungai. Bantaran sungai hanya terdapat di depan Masjid Sultan Suriansyah (Gambar 30). Gambar 30. Analisis Spasial Ketersediaan Bantaran Sungai Kuin

23 54 Dengan keadaan yang demikian ini, Pemerintah kota Banjarmasin tidak tinggal diam. Pemerintah mulai menerapkan sistem Surat Keterangan Keadaan Tanah (SKKT) untuk menekan laju pertumbuhan permukiman di atas badan sungai. Selain itu, dibuat pula kebijakan berupa Perda no. 2 tahun 2007 yang terkait dengan penataan sungai. Perda ini mulai disosialisasikan sejak tahun 2008 dan mulai diterapkan tahun ini. Selain bantaran sungai, karakter sungai juga dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu karena adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut dibumi. Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali pasang surut tetapi ada pula yang mengalami pasang surut dua kali dalam sehari. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan empat tipe, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran (Rahmat, 2009). Sungai Kuin sangat dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Barito. Pasang surut di Sungai Kuin setiap harinya tidak sama. Menurut hasil wawancara dengan lurah setempat, pasang surutnya Sungai Kuin tidak menentu. Terkadang muka air sungai naik pada pagi hari dan baru surut pada sore hari begitu pula sebaliknya, jika sungai pasang pada sore hari maka baru surut pada pagi hari. Jika periode pasang surut Sungai Kuin seperti ini, maka dapat dikategorikan dalam pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Selama ini dikatakan bahwa terjadinya air pasang di Sungai Kuin tidak sampai menyebabkan banjir di daratan. Pasang surutnya sungai juga tidak terlalu berpengaruh pada rumah yang berada di atas badan sungai karena semua tipe rumah yang ada di daerah ini adalah rumah panggung. Dampak pasang surutnya Sungai Kuin tidak terlalu berpengaruh pada permukiman yang ada (Gambar 31), tetapi berpengaruh pada warna atau kekeruhan sungai. Jika air sedang surut, maka air sungai akan terlihat lebih keruh.

24 55 Gambar 31. Analisis Spasial Kondisi Pasang Surut Sungai Kuin Kualitas Sungai Sungai di Kota Banjarmasin terdiri dari tiga kelas, yaitu sungai besar, sungai sedang dan sungai kecil yang penetapannya berdasarkan lebar sungai. Sungai Kuin digolongkan dalam sungai sedang karena memiliki lebar antara m. Panjang sungai mencapai ±3100 m yang melewati beberapa kelurahan, diantaranya Kelurahan Kuin Utara, Kelurahan Kuin Cerucuk, Kelurahan Kuin Selatan dan Kelurahan Pangeran. Kualitas sungai ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya debit air. Debit air sungai adalah kecepatan air yang mengalir dalam satu detik. Sungai Kuin merupakan sungai dengan kemiringan yang relatif kecil dengan kecepatan pengaliran (debit) 0,74-1,45 m/s. Debit air yang relatif kecil ini menyebabkan kondisi air di Sungai Kuin relatif tenang. Debit air di muara Sungai Kuin lebih besar karena bentukan sungai yang relatif lebih lurus (Gambar 32). Debit air ini sangat berpengaruh pada tingkat erosi sungai. Selain itu seringnya perahu motor (klotok) yang melewati sungai ini menyebabkan meningkatnya laju erosi.

25 56 Gambar 32. Analisis Spasial Kondisi Debit Air Sungai Kuin Selain debit, kadar pencemaran juga mempengaruhi kualitas air. Pencemaran air sungai dapat disebabkan banyak hal, seperti buangan industri, ceceran minyak, pupuk ataupun limbah rumah tangga. Data Bapedalda Banjarmasin menunjukkan limbah padat dan cair yang paling berpengaruh terhadap pencemaran sungai berasal dari sampah perumahan, yaitu 14 m³/hari yang merupakan sumber sampah terbesar di Kota Banjarmasin (Bapedalda Kota Banjarmasin, 2002). Tabel 6 menunjukkan tingkat pencemaran disungai Kuin. Tabel 7. Tingkat Pencemaran Sungai Kuin Parameter Kualitas Sungai Baku Mutu Suhu (ºC) 29,3 Suhu air normal ph (mg/l) 6,3 5-9 Detergen (mg/l) 0,19 0,5 Eschericia coli (MPN/100) > BOD 12,35 6 COD (mg/l) 30,8 10 (Sumber: Hayati, 2004) Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kandungan yang melebihi baku mutu adalah Eschericia coli atau E. coli. E. coli adalah salah satu bakteri penghuni usus manusia yang dikeluarkan secara rutin bersamaan dengan tinja.

26 57 Kandungan E. coli yang melebihi ambang baku mutu ini menunjukkan air sungai yang tidak higienis. Hal ini disebabkan pembuangan dari jamban pada rumah yang berada di atas badan sungai. Adanya pencemaran ini menyebabkan pendangkalan pada Sungi Kuin. Selain karena pembuangan limbah padat dari sampah dan pembuangan kotoran secara langsung ke sungai adanya klotok juga mempengaruhi kualitas air sungai. Klotok yang merupakan perahu mesin juga menyumbangkan minyak hasil sisa pembakaran. Ceceran minyak sisa pembakaran ini dapat terlihat pada siang hari ketika permukaan air sungaai terkena sinar matahari. Jadi, secara keseluruhan dapat dikatakan Sungai Kuin sudah tercemar (Gambar 33). Gambar 33. Analisis Spasial Tingkat Pencemaran Sungai Kuin Selain digunakan sebagai sarana lalu lintas dan perdagangan, Sungai Kuin juga digunakan untuk aktivitas MCK. Warga yang menggunakan air sungai untuk MCK sebagian besar adalah warga yang tinggal di atas badan sungai. Kebiasaan inilah yang membuat air sungai semakin tercemar. Selain digunakan sebagai fasilitas MCK, sungai juga tercemar karena masyarakat sekitar sering membuang sampah di sungai.

27 58 Zonasi Kondisi dan Kualitas Sungai Kondisi Sungai Kuin yang juga digunakan sebagai permukiman membuat sungai ini tidak memiliki bantaran. Tidak hanya sekedar tidak memiliki bantaran, ruang terbuka sungai pun berkurang hampir 20 m dengan adanya permukiman ini. Padahal lebar sungai mempengaruhi daya asimilasi air sungai. Semakin lebar sungai, maka semakin baik daya asimilasi sungai itu untuk mengurai zat pencemar. Oleh karena itu, diperlukan suatu tindak pelestarian sungai untuk memperbaiki kondisi sungai. Perbaikan kualitas sungai ini diperlukan untuk mendukung upaya pelestarian. Kualitas sungai secara spasial diperoleh dari overlay peta ketersediaan bantaran dan debit air (Gambar. 34). Kondisi sungai ini terbagi menjadi kualitas buruk, cukup baik dan baik. Kondisi Sungai ini digunakan untuk menentukan program atau tindakan untuk memperbaiki kondisis sungai. Gambar 34. Peta Hasil Sintesis Karakteristik Sungai Tindakan yang perlu dilakukan dalam pelestarian Sungai Kuin adalah pengembalian fungsi bantaran sungai sebagai ruang terbuka. Pengembalian fungsi bantaran ini difokuskan pada daerah sungai yang rentan. Pengembalian fungsi bantaran sungai sebagai ruang terbuka hijau dengan penanaman vegetasi lokal untuk menguragi erosi. Pembuatan turab juga dapat menjadi alternatif lain untuk mengatasi erosi.

28 59 Pengerukan dasar sungai juga perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pendangkalan sungai yang diakibatkan oleh kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai. Sedangkan untuk merngurangi pencemaran sungai oleh bakteri Eschericia coli akibat adanya permukiman di tepi sungai maka perlu adanya suatu sistem sanitasi berupa septick tank komunal. Septick tank komunal berfungasi untuk menyaring limbah agar tidak mencemari sungai. Selain itu, diperlukan undang-undang yang tegas mengenai izin pendirian bangunan untuk menghentikan pertumbuhan permukiman baru di tepi sungai dan undang-undang mengenai pemanfaatan sungai agar penggunaannya tidak melebihi daya dukungnya. Aktivitas Sosial Budaya Kuin Utara merupakan kawasan permukiman tradisional yang tidak hanya dapat dilihat dari fisiknya, yakni dengan adanya bangunan rumah tradisional banjar tetapi juga dapat dilihat dari aktivitas sosialnya budayanya. Seperti umumnya masyarakat yang ada di Kota Banjarmasin, masyarakat di Kuin Utara juga tidak dapat dipisahkan dari sungai. Arah orientasi rumah tradisional yang mengarah pada sungai menjadi bukti bahwa sungai memiliki peran penting bagi masyarakat sekitar. Dahulu, sungai merupakan jalur transportasi utama sebelum adanya jalan darat. Namun, seiring dengan perkembangan yang ada transportasi sungai mulai luntur. Hal lain yang menjadi bukti yang sangat kuat bahwa masyarakat di kawasan ini sangat bergantung pada sungai adalah adanya pasar apung di muara Sungai Kuin. Pasar apung ini sudah ada lebih dari 400 tahun yang lalu. Pasar Terapung Muara Kuin merupakan salah satu bentuk pola interaksi jual-beli masyarakat yang hidup di atas air. Para pedagang dan pembeli malakukan aktivitas jual-beli di atas jukung, sebutan perahu dalam bahasa Banjar. Pasar ini dimulai setelah shalat Subuh dan akan berakhir ketika matahari telah beranjak naik atau sekitar jam 09:00 WITA. Apabila lewat dari jam tersebut, maka sudah dapat dipastikan bahwa pasar bakal sepi karena para pedagang akan berpencar, menyusuri Sungai Kuin dan sungai-sungai kecil lainnya untuk menjual barang dagangnya ke penduduk yang rumahnya berada di bantaran sungai.

29 60 Gambar 35. Pasar Apung Muara Kuin Selain itu, ada pula aktivitas pertanian yang juga menjadi bagian dari budaya di masyarakat sekitar. Daerah di sekitar anak Sungai Kuin digarap menjadi kebun dan sawah (Sumber: Tidak hanya sebagai sarana transportasi, adanya lahan pertanian yang berada tidak jauh dari sungai menegaskan pentinganya sungai sebagai sumber kehidupan masyarakat sekitar

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara

METODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat

Lebih terperinci

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL

KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KONSEP PERENCANAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL Konsep Lanskap Total Konsep total dari perancanaan ini adalah menata apa yang ada saat ini dan mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan

Lebih terperinci

V. ANALISIS DAN SINTESIS

V. ANALISIS DAN SINTESIS V. ANALISIS DAN SINTESIS 5.1 Analisis 5.1.1 Analisis Fisik 5.1.1.1 Analisis Topografi Wilayah Banjarmasin bagian utara memiliki ketinggian permukaan tanah rata-rata 0,16 m di bawah permukaan air laut,

Lebih terperinci

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO

PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO PERUMAHAN PINGGIR SUNGAI DI BANJARMASIN AKIBAT PERILAKU PASANG SURUT SUNGAI BARITO Oleh : Purwito Peneliti Bahan Bangunan dan Konstruksi Puslitbang Permukiman Ringkasan: Sebagai Ibu Kota Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan

Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan Bambang Daryanto Staf Pengajar Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNLAM Abstrak Salah satu bentuk rumah tradisional Banjar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota-kota di Pulau Kalimantan memiliki kaitan yang erat terhadap sungai. Hal ini dikarenakan kota-kota tersebut merupakan kota yang mengalami perkembangan dari jejalur

Lebih terperinci

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar

Lebih terperinci

PENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN BERDASARKAN BUDAYA SETEMPAT. Betty Goenmiandari NRP

PENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN BERDASARKAN BUDAYA SETEMPAT. Betty Goenmiandari NRP PENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN BERDASARKAN BUDAYA SETEMPAT Betty Goenmiandari NRP. 3208201802 Latar Belakang Banjarmasin adalah kota tertua di Kalimantan. Kondisi geografis wilayahnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Permukimam Tradisional

TINJAUAN PUSTAKA Permukimam Tradisional TINJAUAN PUSTAKA Permukimam Tradisional Menurut Aryaoka (2009) rumah-rumah membentuk suatu pola perumahan yang menempati suatu wilayah yang disebut permukiman. Masing-masing permukiman mempunyai konsep

Lebih terperinci

KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA

KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA KONSEP DRAINASE DI LAHAN RAWA Oleh: Rusdi HA Perumahan yang dibangun di Banjarmasin dan daerah rawa sekitarnya, tidak terlihat adanya penataan drainase lahan yang sistematis. Keadaan tanah pada daerah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50)

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50) MUTU PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI BANJARMASIN Kurnia Widiastuti Jurusan Arsitektur Univ. Lambung Mangkurat Banjarmasin Abstrak Secara empiris daerah bantaran

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi

Lebih terperinci

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler

BAB I. Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG KUIN, BANJARMASIN DIAH ANGGUN DARA

RENCANA PENATAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG KUIN, BANJARMASIN DIAH ANGGUN DARA RENCANA PENATAAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL KAMPUNG KUIN, BANJARMASIN Oleh: DIAH ANGGUN DARA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RENCANA PENATAAN LANSKAP

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang

BAB V KESIMPULAN 5.1. Karakteristik Fisik Lingkungan Perumahan Pahandut Seberang BAB V KESIMPULAN Berdasarkan sejarah awal keberadaannya, Perumahan Pahandut Seberang merupakan perpaduan dari dua tipe kronologis. Tipe kronologis pertama dengan kedatangan kelompok etnis Dayak sebagai

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepian sungai adalah termasuk kawasan tepian air yang memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Banjarmasin merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), sebagai Kota Pusat Pemerintahan serta sebagai pintu gerbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota kota besar di Indonesia semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang tinggi terbentur pada kenyataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Permukiman Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari. Permukiman perlu ditata agar dapat berkelanjutan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga kebersihan daerah aliran sungai. Membuang limbah padat dan cair dengan tidak memperhitungkan dampak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah genangan pasang adalah daerah yang selalu tergenang air laut pada waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran rendah di dekat

Lebih terperinci

EKSISTENSI RUMAH TRADISIONAL BANJAR SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN BERSEJARAH DI KELURAHAN KUIN UTARA, BANJARMASIN

EKSISTENSI RUMAH TRADISIONAL BANJAR SEBAGAI IDENTITAS KAWASAN BERSEJARAH DI KELURAHAN KUIN UTARA, BANJARMASIN Eksistensi Rumah Tradisional Banjar Sebagai Identitas Kawasan Bersejarah Di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin (Banjar Traditional House Existence As Historical Region Identity In North Kuin-Banjarmasin)

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN SISTEM DRAINASE PERMUKAAN Tujuan pekerjaan drainase permukaan jalan raya adalah : a. Mengalirkan air hujan dari permukaan jalan agar tidak terjadi genangan. b. Mengalirkan air permukaan yang terhambat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS 3.3.1. Analisis Kedudukan Kawasan A. Analisis Kedudukan Kawasan Kawasan prioritas yaitu RW 1 (Dusun Pintu Air, Dusun Nagawiru, Dusun Kalilangkap Barat, dan Dusun Kalilangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1 Program Ruang Rekapitulasi Ruang Dalam No Jenis Ruang Luas 1 Kelompok Ruang Fasilitas Utama 2996 m2 2 Kelompok Ruang Fasilitas

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal, Kemendikbud. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat Data dan Statistik Daftar Isi A. Pendahuluan B. Hasil Verifikasi dan Validasi Data Master Referensi Cagar Budaya Kota Banjarmasin C. Konsep Integrasi dan Pendidikan D. Arah Pembangunan Informasi,

Lebih terperinci

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami jenis sungai berdasarkan formasi batuan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado

PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK. kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK Kegiatan studi lapangan untuk kasus proyek ini dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan selama dalam pembuatan proyek dan juga untuk mengetahui kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum Kota Banjarmasin yang terdiri dari kondisi fisik dasar, pemanfaatan lahan dan kependudukan. Selain itu, dibahas pula

Lebih terperinci

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Tapak Tahun Jenis Penggunaan Lahan

Tabel 9. Penggunaan Lahan di Tapak Tahun Jenis Penggunaan Lahan Berdasarkan urutan terbesar penggunaan lahan saat ini, tapak dibedakan penggunaan lahannya untuk pemukiman, fasilitas umum, industri kayu, ruang terbuka hijau (sawah, tegalan, hutan), dan jalan. Luasan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan Masyarakat 1 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan komponen sosial masyarakat, usaha dan ekonomi, serta lingkungan sebagai pendekatan pembangunan permukiman yang berkelanjutan KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota di Indonesia merupakan sumber pengembangan manusia atau merupakan sumber konflik sosial yang mampu mengubah kehidupan dalam pola hubungan antara lapisan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air, terutama di kelokan sungai.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR

GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR GAMBARAN UMUM SUKU BANJAR 1. Terbentuknya Suku Banjar Suku Banjar termasuk dalam kelompok orang Melayu yang hidup di Kalimantan Selatan. Suku ini diyakini, dan juga berdasar data sejarah, bukanlah penduduk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari. KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN

BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN BAB II TINJAUAN ASET WISATA DAN PEMUKIMAN TRADISIONAL MANTUIL 2.1. TINJAUAN KONDISI DAN POTENSI WISATA KALIMANTAN SELATAN 2.1.1. Kondisi Wisata di Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan merupakan salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisa Hidrologi Analisis hidrologi merupakan salah satu bagian dari keseluruhan rangkaian dalam perencanaan bangunan air seperti sistem drainase, tanggul penahan banjir dan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI

BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI BAB I KONDISI PINGGIRAN SUNGAI DELI Keadaan sungai Deli yang sekarang sangat berbeda dengan keadaan sungai Deli yang dahulu. Dahulu, sungai ini menjadi primadona di tengah kota Medan karena sungai ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISA KAWASAN. Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal,

BAB 2 ANALISA KAWASAN. Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal, BAB 2 ANALISA KAWASAN Dalam menghasilkan sebuah pemrograman dan inventarisasi data yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dari kawasan tersebut. Data kawasan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN TENTANG PEND IRIAN BANGUNAN D I SEMPAD AN SUNGAI D ALAM MENINGKATKAN KESAD ARAN HUKUM MASYARAKAT AGAR MENJAD I WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 KAJIAN TENTANG PEND IRIAN BANGUNAN D I SEMPAD AN SUNGAI D ALAM MENINGKATKAN KESAD ARAN HUKUM MASYARAKAT AGAR MENJAD I WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman, kemajuan teknologi serta pertumbuhan penduduk menimbulkan berbagai permasalahan sosial, terutama pesatnya perkembangan masyarakat diperkotaan

Lebih terperinci

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin 418 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Selatan Pasar Terapung Muara Kuin Pasar Terapung Muara [Sungai] Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar terapung tradisional yang berada

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah termasuk permasalahan lingkungan seperti kebersihan lingkungan. Hal ini disebabkan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE

BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE BAB IV PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DI KELURAHAN KALIGAWE 4.1. Konsep Dasar Rumah susun sederhana sewa di Kalurahan Pandean Lamper ini direncanakan untuk masyarakat berpenghasilan

Lebih terperinci

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene

4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene BAB 4 Program Pengembangan Sanitasi saat ini dan yang direncanakan 4.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Promosi Hygiene 4.2 Peningkatan Pengelolaan Air Limbah Domestik 4.3. Peningkatan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyajian Data Survei Dari survei menggunakan metode wawancara yang telah dilakukan di Desa Karanganyar Kecamatan Karanganyar RT 01,02,03 yang disebutkan dalam data dari

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)

Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan DIPRESENTASIKAN OLEH : 1. MAGDALENA ERMIYANTI SINAGA (10600125) 2. MARSAHALA R SITUMORANG (10600248) 3. SANTI LESTARI HASIBUAN (10600145) 4. SUSI MARIA TAMPUBOLON

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS)

POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS) POLA HUNIAN DI KAWASAN PERMUKIMAN DIATAS SUNGAI (DESA TANJUNG MEKAR, KABUPATEN SAMBAS) Ely Nurhidayati *1 1 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang * Email : elmartptk@gmail.com

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan menunjukkan bahwa manusia dengan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

Lebih terperinci

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota

WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota WATERFRONT CITY, BANJARMASIN Sebuah Upaya Inovatif Pengembalian Citra Kota Oleh: Raditya PU * Kepala Bappeda Banjarmasin Kota Seribu Sungai. Sudah sewajarnya jika sebutan tersebut diberikan masyarakat

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI

ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI BAB V ISU STRATEGIS DAN REKOMENDASI A. ISU STRATEGIS Penentuan Isu Strategis dikaji dengan pendekatan kuantitatif berdasarkan data dan tekanan lingkungannya serta status nilai, dan juga dikaji dari pendekatan

Lebih terperinci

Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin

Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin C166 Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin Abi Syarwan Wimardana, dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang 62 BAB VII PERENCANAAN 7.1 KONSEP PERENCANAAN 7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati

Lebih terperinci