PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013"

Transkripsi

1

2 PROFIL KESEHATAN KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL 2014 i

3 Buku ini diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Jalan dr. Sutomo No. 1 C, Slawi Telepon no: Fax no: dinkes@tegalkab.go.id web site: ii

4 TIM PENYUSUN Pengarah dr. Hendadi Setiaji. M.Kes Kepala DInas Kesehatan Kabupaten Tegal Penanggung Jawab Suharinto, S.Sos, M.Si Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Ketua Edy Sucipto, SKM.M.Si Kepala Sub Bag Perencanaan dan Keuangan Penyusun (Editor) Rizal Purnomo, SKM Kontributor Bidang Kesehatan Keluarga, Bidang Pelayanan Kesehatan Bidang Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit, Bidang Promosi Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan Subag Perencanaan dan Keungan; Subag Kepegawaian; Subag Umum; Seksi Pemberantasan Penyakit; Seksi Pencegahan Penyakit; Seksi Imunisasi; Seksi Penyehatan Lingkungan, Seksi Pemberdayaan Masyarakat, Seksi Promosi Kesehatan; Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat; Seksi Upaya Kesehatan Perorangan; Seksi Farmasi dan Perbekalan Kesehatan; Seksi Kesehatan Ibu dan Lansia, Seksi Kesehatan anak dan Remaja Seksi Gizi Masyarakat, UPTD Puskesmas, UPTD Gudang Farmasi; UPTD Laboratorium iii

5 Ucapan Terima Kasih Kami sampaikan kepada : Lina Rahmawati, S.Kep, Ners. Toto Rahardjo, SKM, dr. Titis Cahyaningsih, MMR, dr. Isriyati, Muchtar Mawardi, SKM.MKes Istichomah, S.SiT. M.Kes, Henifah, SKM, Slamet Sukamto, S.Gz Siti Aminah, S.ST, Indah Arumsari, AMd.Keb Moh. Insanudin, SKM, Toto Sugiarto, S.ST, Apt, Dra. Endang Puji H, MMR Dedi Sutanto, SKM. M.Kes, Inayah, S.Kep, Moh. Farhamul Atfal Ari Dwi Cahyani, SKM. M.Kes, Kliwon Sutrisno, SKM, Yulia Prihastuti, SKM Susliastuti, SKM, Bagus Johan Maulana, Eko Budi P. Prabowo P, SKM, Patriawati Narendra, SKM, Drs. Aris Wimbargo, Apt. Edi Ismanto, SKM, Abdurachman, SKM, Nining Listyani, SKM Slamet, SKM, Siti Nur aeny, SKM, Paramitha, SKM Aripin, SIP, MM, Dwi Risdiyanto, AMKL, Dhimas Adiyasa Pramudya SE, Ratna Ika Kumala H, Chabibaeni Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2013 Copyrigh@2014 design by subag perencanaan dan keuangan rencana.dinkes@gmail.com iv

6 KATA PENGANTAR KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2013 ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Tegal merupakan salah satu media publikasi data dan informasi yang terkait dengan situasi dan kondisi kesehatan yang relatif komprehensif. Sumber data Profil Kesehatan Kabupaten Tegal berasal dari Bidang, Seksi dan Pelaksana Program di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal, UPTD Puskesmas, UPTD Gudang Farmasi, UPTD Labaoratorium serta institusi lain yang memiliki data terkait bidang kesehatan seperti Rumah Sakit, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP dan KB), Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahrarag (DIKPORA). Data yang ditampilkan pada Profil Kesehatan Kabupaten Tegal dapat membantu kita dalam membandingkan capaian pembangunan kesehatan antara satu Puskesmas dengan Puskesmas lainnya, mengukur capaian pembangunan kesehatan di Kabupaten Tegal, serta sebagai dasar untuk perencanaan program pembangunan kesehatan selanjutnya. Terdapat perbedaan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2013 dibandingkan dengan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal yang diterbitkan pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu perubahan sistematika bab. Pada Profil Kesehatan Kabupaten Tegal terdahulu, sistematika bab secara berurutan terdiri dari ; Pendahuluan, Gambaran Umum, Situasi Derajat Kesehatan, Upaya Kesehatan, Sumber Daya Kesehatan, dan Perbandingan antara negara. Sedangkan pada Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2013 urutan bab terdiri dari Demografi, Sarana Kesehatan, Tenaga Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, Kesehatan Keluarga (Kesehatan Ibu & Kesehatan Anak), serta Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan. Buku Profil Kesehatan Indonesia 2013 ini disajikan dalam bentuk cetakan dan soft copy (CD) serta dapat diunduh di website Semoga publikasi ini dapat berguna bagi semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi, sektor swasta dan masyarakat serta berkontribusi secara positif bagi pembangunan kesehatan di Kabupaten Tegal. Kritik dan saran kami harapkan sebagai penyempurnaan profil yang akan datang. Kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Tegal 2013 ini, kami mengucapkan terima kasih. Slawi, Juli 2014 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Dr. Hendadi Setiaji, M.Kes Pembina Utama Muda NIP v

7 Daftar Isi halaman Halaman Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Gambar... v Daftar Tabel... vi BAB I DEMOGRAFI... 1 A. Keadaan Penduduk... 2 B. Keadaan Ekonomi... 5 C. Keadaan Pendidikan... 9 D. Indeks Pembangunan Manusia BAB II SARANA KESEHATAN A. Pusat Kesehatan Masyarakat B. Rumah Sakit C. Sarana Kefarmasian dan Alat Kesehatan D. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat E. Institusi Pendidikan Kesehatan Poltekkes BAB III TENAGA KESEHATAN A. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan B. Registrasi Tenaga Kesehatan BAB IV PEMBIAYAAN KESEHATAN A. Anggaran Dinas Kesehatan B. Jaminan Kesehatan Masyarakat C. Bantuan Operasional Kesehatan vi

8 BAB V SITUASI DERAJAT KESEHATAN A. Usia Harapan Hidup (UHH) B. Angka Kematian (Mortalitas) AngkaKematianBayi (AKB) AngkaKematianBalita (AKABA) AngkaKematian Ibu (AKI) BAB VI KESEHATAN KELUARGA A. Kesehatan Ibu Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan Pelayanan Keluarga Berencana B. Kesehatan Anak Berat Badan Bayi Lahir Penanganan Komplikasi Neonatal Pelayanan Kesehatan Neonatus Pelayanan Kesehatan pada Bayi Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A pada Balita Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) Imunisasi Pelayanan Kesehatan pada Balita Pelayanan Kesehatan pada siswa SD dan setingkat C. Gizi Keluarga BAB VII PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN... A. Pengendalian Penyakit Penyakit Menular Penyakit Tidak Menular vii

9 B. Kesehatan Lingkungan Air Minum Sanitasi Layak Pengawasan Tempat Tempat Umum Institusi dibina Kesehatannya LAMPIRAN viii

10 DEMOGRAFI Kabupaten Tegal secara geografis terletak pada koordinat 108 o o BT dan 6 o o LS. Panjang garis pantai 30 km dan panjang perbatasan darat dengan daerah lain adalah 27 Km. Wilayah Kabupaten Tegal terdiri dari daratan seluas ,56 ha dan lautan seluas 121,50 km2. Wilayah daratan mempunyai kemiringan bervariasi, mulai dari yang datar hingga yang sangat curam. Kemiringan lahan tipe datar/pesisir (0-20) seluas ,52 ha (Kecamatan Kramat, Suradadi dan Warureja), tipe bergelombang/dataran (2-150) seluas ,22 ha (Kecamatan Adiwerna, Dukuhturi, Talang, Tarub, Pagerbarang, Dukuhwaru, Slawi, Lebaksiu, sebagian wilayah Suradadi, Warureja, Kedungbanteng dan Pangkah), tipe curam/berbukitbukit (15-400) seluas ,84 ha dan tipe sangat curam/pegunungan (>400) seluas 7.099,97 ha (Kecamatan Jatinegara, Margasari, Balapulang, Bumijawa, Bojong, sebagian Pangkah dan Kedungbanteng). Kondisi dataran tersebut, di antaranya berupa wilayah hutan, persawahan dan ladang yang cukup luas. Upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup terhadap lahan hutan sebagai daerah penyangga dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir memperlihatkan perkembangan yang mengkhawatirkan. Tercatat pada tahun 2009 luas lahan hutan di Kabupaten Tegal seluas ,41 ha dan pada tahun 2013 turun menjadi ,20 ha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1986 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Tingkat II Tegal dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tegal, secara administratif pada tahun 2013 wilayah Kabupaten Tegal terbagi menjadi 18 kecamatan, yaitu Kecamatan Margasari, Bumijawa, Bojong, Balapulang, Pagerbarang, Lebaksiu, Jatinegara, Kedungbanteng, Pangkah, Slawi, Dukuhwaru, Adiwerna, Dukuhturi, Talang, Tarub, Kramat, Suradadi dan Warureja), 281 desa, 6 kelurahan, RW dan RT, sedangkan batas batas wilayah Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut: Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah barat : Kota Tegal dan Laut Jawa : Kabupaten Brebes dan Kabupaten Banyumas : Kabupaten Pemalang : Kabupaten Brebes 1

11 GAMBAR 1.1. PETA WILAYAH ADMINISTRATIVE KABUPATEN TEGAL A. KEADAAN PENDUDUK Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tegal menghitung estimasi penduduk dengan metode geometrik. Metode ini menggunakan prinsip bahwa parameter dasar demografi yaitu parameter fertilitas, mortalitas, dan migrasi per tahun tumbuh konstan. Metode ini lebih mudah dilakukan dengan mengkaji pertumbuhan penduduk di dua atau lebih titik waktu yang berbeda. Hasil estimasi jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar jiwa, yang terdiri atas jumlah penduduk laki-laki sebesar jiwa dan jumlah penduduk perempuan jiwa. Jumlah penduduk di Kabupaten Tegal meningkat dengan relatif cepat. Diperlukan kebijakan untuk mengatur atau membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat dikendalikan dan kesejahteraan penduduk makin meningkat. Rasio jenis kelamin pada tahun 2013 sebesar 97,82. Angka ini berarti bahwa terdapat 98 laki-laki diantara 100 perempuan. Rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kecamatani dapat dilihat pada lampiran tabel 2. Pada Tabel 2, berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk tertinggi di Kabupaten Tegal terdapat di Kecamatan Adiwerna dengan jumlah penduduk sebesar , Margasari sebesar dan Pangkah sebesar Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Kedungbanteng dengan jumlah penduduk sebesar , Warurejo sebesar dan Dukuhwaru sebesar jiwa. 2

12 Struktur penduduk di Kabupaten Tegal termasuk struktur penduduk muda. Hal ini dapat diketahui dari banyaknya jumlah penduduk usia muda yang masih tinggi. Badan piramida besar, ini menunjukkan banyaknya penduduk usia produktif terutama pada kelompok umur tahun dan tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Jumlah golongan penduduk usia tua juga cukup besar, terutama perempuan. Hal ini dapat dimaknai dengan semakin tingginya usia harapan hidup, terutama perempuan. Kondisi ini menuntut kebijakan terhadap penduduk usia tua. Bertambahnya jumlah penduduk tua dapat dimaknai sebagai meningkatnya tingkat kesejahteraan, meningkatnya kondisi kesehatan tetapi juga dapat dimaknai sebagai beban karena kelompok usia tua ini sudah tidak produktif lagi. Rincian jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Kabupaten Tegal tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2. Konsentrasi penduduk disuatu wilayah dapat di pelajari dengan menggunakan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Kepadatan rata-rata penduduk di Kabupaten Tegal berdasarkan hasil estimasi sebesar penduduk per km 2. Kepadatan penduduk berguna sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk. Kepadatan penduduk menurut Kecamatan dapat dilihat pada Lampiran Tabel 1. Gambar 1.2. Grafik Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan Di Kabupaten Tegal Tahun 2013 Warureja Suradadi Kramat Tarub Talang Dukuhturi Adiwerna Dukuhwaru Slawi Pangkah Kedungbanteng Jatinegara Lebaksiu Pagerbarang Balapulang Bojong Bumijawa Margasari 966,1 477,7 870,0 5375,9 5768,5 5286,4 0,0 1000,0 2000,0 3000,0 4000,0 5000,0 6000,0 7000,0 3

13 Berdsasarkan gambar 1.2 dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk di Kabupaten Tegal belum merata. Kepadatan penduduk tertinggi tertinggi terdapat di Kecamatan Dukuhturi. Kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Kedungbanteng dan Jatinegara Kepadatan penduduk tertinggi di Kabupaten Tegal terdapat di Kecamatan Dukuhturi sebesar penduduk per km 2, Talang sebesar penduduk per km 2, dan Adiwerna sebesar penduduk per km 2. Kepadatan penduduk terendah di Kabupaten Tegal terdapat di Kecamatan Kedungbanteng sebesar 477,7 penduduk per km 2, Jatinegara sebesar 870 penduduk per km2 dan Warurejo sebesar 966,1 penduduk per km 2. Untuk pemerataan penduduk di Kabupaten Tegal dapat digunakan cara, antara lain : transmigrasi atau program memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke tempat yang jarang penduduknya baik dilakukan atas bantuan pemerintah maupun keinginan diri sendiri; pemerataan lapangan kerja dengan mengembangkan industri, terutama untuk provinsi yang berada di luar Pulau Jawa; pengendalian jumlah penduduk dengan menurunkan jumlah kelahiran melalui program keluarga berencana atau penundaan umur nikah pertama. Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur tahun). Secara kasar perbandingan angka beban tanggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif terhadap umur nonproduktif. Angka ini dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Angka Beban Tanggungan penduduk Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar 50,27. Hal ini berarti bahwa 100 penduduk Kabupaten Tegal yang produktif, di samping menanggung dirinya sendiri, juga menanggung 50,27 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi. Apabila dibandingkan antar jenis kelamin, maka Angka Beban Tanggungan laki-laki sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan. Pada tahun 2013, angka beban tanggungan laki-laki sebesar 48,41, yang 4

14 berarti bahwa 100 orang penduduk laki-laki yang produktif, di samping menanggung dirinya sendiri, akan menanggung beban 48,41 penduduk laki-laki yang belum/sudah tidak produktif. Angka Beban tanggungan penduduk Kabupaten Tegal dapat dilihat pada tabel berikut table 1.1: TABEL 1.1 JUMLAH PENDUDUK DAN ANGKA BEBAN TANGGUNGAN MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK USIA PRODUKTIF DAN NON PRODUKTIF DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Jenis Kelamin Laki laki No Umur dan Laki-laki Perempuan Perempuan Diatas Jumlah Angka Beban Tanggungan 48,41 52,15 50,27 Sumber: Dinkes Kabupaten Tegal, 2013, Hasil Estimasi Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan dibidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya seperti sektor penididikan, sektor ekonomi, sektor sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai penduduk sebagai sasaran program pembangunan kesehatan. B. KEADAAN EKONOMI Kondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan suatu negara. Produk Domestik Bruto per kapita merupakan Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Berdasarkan data BPS Kabupaten Tegal dalam kurun waktu , Produk Domestik Bruto per kapita atas dasar harga berlaku terus mengalami peningkatan, tahun 2009 sebesar Rp 23,9 juta, tahun 2010 sebesar Rp 27,0 juta, tahun 2011 sebesar Rp 30,7 juta, tahun 2012 sebesar Rp 33,5 juta, dan tahun 2013 sebesar Rp 36,5 juta. 5

15 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tegal pada tahun 2012 (data 2013 masih dalam proses perhitungan) telah mencapai sebesar Rp ,69 juta. Selama kurun waktu dua belas tahun, dari tahun terjadi kenaikan menurut harga berlaku sebesar 4,42 kali lipat (tahun 2000 sebesar 2.214,45 miliyar). Sedangkan pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh indeks perkembangan atas dasar harga konstan tahun 2012 sebesar 1,80 kali lipat (tahun 2000 sebesar Rp 2.214,45 milyar meningkat menjadi Rp ,20 milyar pada tahun 2012). Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) selama tahun 2012 terjadi pertumbuhan menurut harga berlaku sebesar 11,41 persen dengan inflasi harga produsen sebesar 5,86 persen. Untuk pertumbuhan menurut harga konstan yang terjadi selama tahun 2012 sebesar 5,25 persen. Pertumbuhan ekonomi menurut harga konstan pada tahun 2012 sebesar (5,25 persen) tingkat percepatan pertumbuhannya lebih tajam dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2011 sebelumnya (4,81 persen). Percepatan laju pertumbuhan ini didominasi sektor Pertambangan dan Penggalian serta sektor Keuangan, Persewaan, dan jasa perusahaan yang menanjak tajam 7,78 persen seiring menggeliatnya perekonomian yang ditandai dengan perputaran uang yang lebih cepat. Sektor Pengangkutan dan komunikasi juga mengalami percepatan pertumbuhan yakni 7,45 persen. Sektor Pertanian terutama produksi padi pada tahun 2012 kembali mengalami percepatan pertumbuhan seiring membaiknya curah hujan yaitu sebesar 2,41 persen dibanding tahun 2011 yang 1,02 persen. Sektor industri pada tahun 2011 membukukan laju pertumbuhan sebesar positif 5,20 persen melaju pelan pada tahun 2012 sebesar positif 5,28 persen. Sektor jasa-jasa membukukan pertumbuhan positif 5,65 persen, naik jika dibandingkan tahun 2011 sebesar 4,65 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tegal ditopang dari pertumbuhan ekonomi 18 kecamatan yang ada di wilayah pemerintahan Kabupaten Tegal, Kecamatan yang memberikan konstribusi pertumbuhan pada tahun 2012 memiliki rentang pertumbuhan 3,38 persen (Kecamatan Pagerbarang) sampai 8,88 persen (Kecamatan Adiwerna). Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tegal atas dasar harga konstan sebesar 5,25 persen ini masih berada di bawah target rata-rata yaitu 5,72 persen dalam rangka mendukung perekonomian Jawa Tengah. Berikut disajikan indikator ekonomi, khususnya mengenai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tegal tahun yang mencakup pertumbuhan sektoral, struktur ekonomi, pendapatan perkapita, perkembangan dan indeks implisitnya. 6

16 Di bidang ketenagakerjaan, jumlah angkatan kerja Kabupaten Tegal terus mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2009 berjumlah orang, tahun 2010: orang, tahun 2011: orang, tahun orang, dan di tahun 2013 terdapat orang. Mayoritas penduduk Kabupaten Tegal masih bekerja di sektor pertanian dalam arti luas. Berdasarkan data yang ada pada tahun 2012 sebanyak orang (7,78%) yang menggeluti lapangan kerja di sektor pertanian. Jumlah penduduk yang memilih sektor pertanian sebagai lapangan kerjanya, selama 4 tahun terakhir ini cenderung mengalami penurunan seiring dengan semakin berkurangnya lahan pertanian karena beralih fungsi. Disinyalir mereka beralih profesi ke sektor perdagangan, industri dan sektor lainnya. Terbukti jumlah penduduk yang berprofesi di sektor perdagangan pada tahun 2012 sebanyak orang (8,89%). Sektor lainnya yang cukup diminati masyarakat adalah sektor industri pengolahan, dan sektor jasa kemasyarakatan yang masing-masing ditekuni oleh orang (6,22 %) dan orang (4,13 %). Disadari bahwa bidang ketenagakerjaan di Kabupaten Tegal masih menyisakan berbagai persoalan, diantaranya masalah pengangguran. Jumlah pengangguran selama kurun waktu tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi. Tercatat pada tahun 2009 terdapat pengangguran, dan di tahun 2010 jumlahnya mengalami peningkatan menjadi orang, sedangkan di tahun 2011 turun menjadi orang. Dengan semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja, Pemerintah Kabupaten Tegal terus mendorong terbukanya lapangan kerja dan investasi yang selama ini belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Upaya penempatan TKI di luar negeri pun dilakukan. Jumlah TKI selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 terdapat 330 orang TKI. Di tahun 2010 naik menjadi 461, dan di tahun 2011 naik menjadi 490 orang, sementara di tahun 2012 turun menjadi 472 orang. Hal penting lainnya terkait dengan ketenagakerjaan adalah Upah Minimum Regional (UMR). Dari tahun ke tahun UMR di Kabupaten Tegal terus mengalami peningkatan (rata-rata per tahun sebesar 9%). Pada tahun 2009 UMR sebesar Rp ,- dan pada tahun 2010, 2011, 2012 naik menjadi Rp ,-; Rp ,- dan Rp ,-. Persoalan besar bagi semua daerah adalah menurunkan angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Tegal dalam kurun waktu 4 tahun ( ) menunjukkan tren positif/menurun, tercatat pada tahun 2010 sebanyak jiwa ((13,98 %), tahun 2011 kembali turun hingga angka jiwa (13,11%), kemudian tahun 2012 turun lagi menjadi jiwa (7,31%). Batasan/garis keluarga/seseorang (garis kemiskinan) disebut miskin di wilayah Pedesaan pada 7

17 tahun 2009 adalah Rp ,- tahun 2011 naik menjadi Rp ,- dan pada tahun 2012 kembali naik menjadi Rp ,-. Besarnya pendapatan yang diterima rumah tangga dapat menggambarkan kesejahteraan suatu masyarakat. Namun data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, sehingga dilakukan pendekatan melalui data pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan dapat menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya. Walaupun harga antar daerah berbeda, namun nilai pengeluaran rumah tangga masih dapat menunjukkan perbedaan tingkat kesejahteraan penduduk antar kecamatan khususnya dilihat dari segi ekonomi. Pengukuran kemiskinan dari BPS menggunakan konsep memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Kemiskinan dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari pengeluaran. Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun untuk non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk hidup secara layak. Nilai standar kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis pembatas untuk memisahkan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis pembatas tersebut yang sering disebut dengan garis kemiskinan. Kategori penduduk miskin adalah penduduk dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan. Masalah kemiskinan bukan hanya sekedar jumlah dan persentase penduduk miskin saja, ada dimensi lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan, merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. 8

18 C. KEADAAN PENDIDIKAN Pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku masyarakat. Pendidikan menjadi pelopor utama dalam rangka penyiapan sumber daya manusia dan merupakan salah satu aspek pembangunan yang merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Untuk peningkatan peran pendidikan dalam pembangunan, maka kualitas pendidikan harus ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan rata-rata lama sekolah. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia. Peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Ijazah/STTB tertinggi yang dimiliki seseorang merupakan indikator pokok kualitas pendidikan formal. Semakin tinggi ijazah/sttb yang dimiliki oleh rata-rata penduduk suatu negara semakin tinggi taraf intelektualitas negara tersebut. Analisis tentang kondisi pendidikan di Kabupaten Tegal dapat menggunakan dua indikator partisipasi sekolah, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Kedua ukuran tersebut mengukur partisipasi penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan di antara keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan. Usia standar yang dimaksud adalah rentang usia yang dianjurkan pemerintah dan umum dipakai untuk setiap jenjang pendidikan. APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK menunjukkan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu jenjang pendidikan. Angka ini merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing-masing jenjang pendidikan. Hasil perhitungan APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. Semakin tinggi APK menunjukkan semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. APK membagi jumlah siswa dengan tingkat pendidikan tanpa menggunakan batasan kelompok umur. Hal ini memungkinkan nilai APK yang melebihi 100%. Kondisi ini sering terjadi pada jenjang pendidikan SD/MI. Nilai diatas 100% ini terjadi 9

19 karena terdapat penduduk dengan umur dibawah 7 tahun yang sudah bersekolah ditingkat sekolah dasar, atau penduduk yang berusia lebih dari 12 tahun yang masih bersekolah pada tingkat SD/MI. Angka Partisipasi Sekolah pada tingkat Pendidikan Dasar di Kabupaten Tegal dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir ( ) adalah sebagai berikut: 109%, 109,20%, 110,30%, 113,80%, dan 93,80%; sedangkan pada tingkat Pendidikan Menengah masih relatif rendah, sebagaimana tercatat dalam data tahun yaitu 48,20%, 47,10%, 52,40%, 78,50% dan 56,7%. Berdasarkan data tersebut diketahui nilai APK untuk SD/MI melebihi 100%, sedangkan untuk pendidikan SMP/MTs dan SMA/ SMK/MA lebih rendah dari nilai APK SD. Nilai APK ini kurang bagus untuk mencerminkan kondisi pendidikan, karena memasukkan semua penduduk dalam jenjang pendidikan tanpa dibatasi dengan kelompok umur yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Sehingga diperlukan indikator yang lebih mencerminkan partisipasi sekolah, yaitu APM. APM didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dengan usianya. Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya. Semakin tinggi APM menandakan semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator pendidikan yang lebih baik karena memperhitungjkan juga partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. APM membagi jumlah siswa dengan jenjang pendidikan dengan menggunakan batasan kelompok umur. Kondisi ini tidak memungkinkan nilai APM yang melebihi 100%, sehingga nilai APM lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai APK. APM pada jenjang SD/MI dari data menunjukkan tren yang positif, berturut-turut yaitu: 96,72%; 97,38%; 97,11%; 96,64% dan 94,64%. APM pada jenjang SMP/MTs berturut-turut fluktuatif, yaitu sebesar: 89,31%; 89,45%; 89,48%; 88,95 dan 88,95%. D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan suatu ukuran standar pembangunan manusia yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Indeks ini dibentuk berdasarkan empat indikator, yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Indikator angka harapan hidup merepresentasikan dimensi umur panjang dan sehat. Selanjutnya, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah 10

20 mencerminkan capaian pembangunan di bidang pendidikan. Sedangkan indikator kemampuan daya beli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup lebih layak. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Tegal menunjukkan perkembangan yang positif dalam kurun waktu 3 tahun ( ), tercatat pada tahun 2009 adalah 69,54 dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan kembali hingga angka 70,08 dan IPM tahun 2011 adalah 70,59 serta tahun 2012 sebesar 71,09 dengan indikator penentu IPM yaitu angka melek huruf dari tahun berturut-turut yaitu (89,09% ; 89,21% ; 89,26% ; 89,47% dan 95,68%). Keseriusan Pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dasar dapat dilihat dari Angka Rata-rata Lama Sekolah dari tahun menunjukkan tren yang positif, berturut-turut adalah (6,24 ; 6,42 ; 6,56 ; 6,60 ; dan 6,84 tahun). Sedangkan Angka Harapan Hidup juga menunjukkan tren positif tahun 2009 yaitu 68,49 tahun, di tahun yaitu 68,79 tahun dan tahun 2013 naik menjadi 69,12 tahun. Sementara Indeks Daya Beli pada tahun berturut-turut terdapat peningkatan yaitu : Rp ,-; Rp ,- dan Rp ,- (data 2012 dan 2013 belum ada). 11

21 SARANA KESEHATAN Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang diulas pada pada bagian ini terdiri dari fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi pendidikan kesehatan milik pemerintah yang menghasilkan tenaga kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dibahas pada bagian ini terdiri dari : puskesmas, Rumah Sakit, dan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas mendefinisikan puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, dan pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, puskesmas berkewajiban memberikan upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib terdiri dari 1. Upaya promosi kesehatan 2. Upaya kesehatan lingkungan 3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana 4. Upaya perbaikan gizi 5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular 6. Upaya pengobatan Jumlah puskesmas di Kabupaten Tegal sampai dengan Desember 2013 sebanyak 29 unit. Jumlah tersebut terdiri dari 21 unit puskesmas non rawat inap dan 12

22 8 unit puskesmas rawat inap. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak 6 unit. Peningkatan jumlah puskesmas tidak mengindikasikan secara langsung seberapa baik keberadaan puskesmas mampu memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan primer di masyarakat. Indikator yang mampu menggambarkan secara kasar tercukupinya kebutuhan pelayanan kesehatan primer oleh puskesmas adalah rasio puskesmas terhadap penduduk. Rasio puskesmas terhadap penduduk pada tahun 2013 sebesar 0,55 puskesmas per penduduk. Bila dibandingkan dengan konsep wilayah kerja Puskesmas, dengan sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata penduduk per Puskesmas, maka rasio jumlah Puskesmas per penduduk di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar 0,55 menurun jika dibandingkan dengan rasio pada tahun 2011 yaitu sebesar 0,58. Rasio puskesmas per penduduk menurut kecamatan menunjukkan bahwa rasio tertinggi pada tahun 2013 adalah di Puskesmas Kecamatan Jatinegara yaitu sebesar 0,87 sedangkan rasio terendah adalah Kecamatan Bumijawa yaitu sebesar 0,30. Gambaran rasio puskesmas menurut Kecamatan pada tahun 2013 terdapat pada Gambar 2.1. Jatinegara Bojong Kedungbanteng GAMBAR 2.1. GRAFIK RASIO PUSKESMAS PER PENDUDUK MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Tarub Balapulang Suradadi Lebaksiu Talang Dukuhturi Kramat Pangkah Margasari Warureja Sumber: Sekretariat, Dinkes Kab.Tegal, 2013 Adiwerna Dukuhwaru Pagerbarang Slawi Bumijawa 0,30 Seluruh 0,00 kecamatan 0,20 memiliki rasio 0,40puskesmas 0,60 yang rendah. 0,80Hal ini disebabkan 1,00 karena jumlah dan kepadatan populasi yang tinggi. Jika dilihat dari rasio terhadap jumlah penduduk, memang seluruh provinsi di Jawa memiliki angka yang rendah, namun demikian dalam hal keberadaan pelayanan kesehatan dasar, Kabupaten Tegal 0,87 13

23 Jumlah Puskesmas memiliki kondisi baik yang berasal dari penyedia sektor swasta. Kondisi seperti ini sebetulnya tetap harus diperhatikan, karena meskipun kebutuhan pelayanan kesehatan dasar dapat dipenuhi oleh sektor swasta, suatu wilayah tetap membutuhkan entitas yang berperan sebagai penanggungjawab upaya kesehatan masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan dasar, puskesmas melaksanakan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan perorangan yang diberikan terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap untuk puskesmas tertentu jika dianggap diperlukan. Meskipun pelayanan kesehatan masyarakat merupakan inti dari puskesmas, pelayanan kesehatan perorangan juga menjadi perhatian dari Pemerintah. GAMBAR 2.2. GRAFIK PERKEMBANGAN PUSKEMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP DI KABUPATEN TEGAL TAHUN Non Rawat Inap Rawat Inap Sumber: Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes, 2013 Pada gambar di atas diketahui bahwa jumlah puskesmas non rawat inap menurun dari 23 unit pada tahun 2009 menjadi 21 unit pada tahun Hal ini dapat disebabkan karena adanya perubahan status dari puskesmas non rawat inap menjadi puskesmas rawat inap. Peningkatan jumlah juga terjadi pada puskesmas rawat inap yaitu dari 6 unit pada tahun 2009 menjadi 8 unit pada tahun Selain enam upaya kesehatan wajib yang harus diberikan, puskesmas juga menyelenggarakan upaya kesehatan pengembangan. Salah satu upaya kesehatan pengembangan puskesmas di Kabupaten Tegal berupa pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi dasar (PONED) dan pengembangan puskesmas mampu persalinan. Upaya kesehatan ini dilakukan untuk mendekatkan akses masyarakat kepada pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Akses masyarakat 14

24 yang semakin mudah terhadap pelayanan kegawatdaruratan diharapkan dapat berkontribusi kepada penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Badan kesehatan dunia (WHO) menargetkan agar minimal terdapat 4 Puskesmas PONED di tiap kabupaten/kota. Sampai dengan tahun 2013 jumlah kumulatif Puskesmas PONED sebanyak 4 unit dan Puskesmas mampu pertolongan persalinan sebanyak 4 unit. Terdapat 8 puskesmas yang telah memenuhi syarat minimial tersebut. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 4 puskesmas. Konsep rawat inap yang digunakan dalam Puskesmas PONED berbeda dengan konsep yang digunakan puskesmas rawat inap. Konsep rawat inap pada Puskesmas PONED adalah perawatan inap kepada pasien pasca tindakan emergensi (one day care). Dengan demikian, puskesmas non rawat inap yang memiliki tempat tidur dan mampu melakukan tindakan emergensi obstetri dan neonatal dasar, dapat menyelenggarakan PONED. Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal menetapkan indikator persentase puskesmas rawat inap yang mampu PONED pada tahun 2013 dengan target sebesar 90%. Jumlah puskesmas rawat inap yang telah mampu PONED pada tahun 2013 sebanyak 7 puskesmas dengan persentase sebesar 95,86%. Angka ini telah memenuhi target 90% pada tahun B. RUMAH SAKIT Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga diperlukan upaya kuratif dan rehabilitatif selain upaya promotif dan preventif. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan kepemilikan, yaitu rumah sakit public dan rumah sakit privat. Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dikelola Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Hukum yang bersifat nirlaba. Sedangkan rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh bahan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero. 1. Jumlah dan Jenis Rumah Sakit Rumah sakit publik di Kabupaten Tegal dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Tegal, TNI/Polri, serta swasta non profit (organisasi keagamaan dan organisasi sosial). Jumlah rumah sakit publik di Kabupaten Tegal sampai dengan 15

25 tahun 2013 sebanyak 7 unit, yang terdiri atas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) berjumlah 2 unit dan Rumah Sakit Tentara (RSK) berjumlah 1 unit.. Berbeda dengan rumah sakit publik, rumah sakit privat dikelola oleh swasta (perorangan, perusahaan dan swasta lainnya). Pada tahun 2013 terdapat 4 unit rumah sakit swasta di Kabupaten Tegal yang terdiri dari 3 unit RSU dan 1 unit RS Khusus KIA. Jumlah rumah sakit publik maupun privat relative tidak berubah pada kurun waktu 2011 sampai dengan 2013 seperti yang disajikan pada tabel berikut: TABEL 2.1 PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT MENURUT KEPEMILIKAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN No Pengelola/Kepemilikan Pemerintah Kabupaten Tegal TNI/ Polri Swasta Jumlah Sumber: Bidang Yankes, Dinkes 2013 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mengelompokkan rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan menjadi rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Adapun rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus pada tahun 2013 adalah 6 unit dan 1 unit. Jumlah tersebut sama dengan tahun Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur terhadap penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 adalah 0,41 per penduduk. Rasio ini lebih rendah dibandingkan tahun 2012 sebesar 0,46 per penduduk. Rasio tempat tidur di rumah sakit di Indonesia sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 ditampilkan pada gambar berikut. 16

26 GAMBAR 2.3. GRAFIK RASIO TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT PER PENDUDUK DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,47 0,46 0,45 0,44 0,43 0,42 0,41 0,40 0,39 0,38 0,46 0,44 0,44 0, Berdasarkan gambar 2.2, dapat dilihat secara keseluruhan di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 maka jumlah tempat tidur belum mencukupi, karena rasio kurang dari 1 tempat tidur per penduduk. 2. Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emegensi Komprehensif (PONEK) Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif adalah upaya yang dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu dan Angka kematian Anak. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa kematian ibu dan kematian anak banyak terjadi di Rumah Sakit. Rumah Sakit berkontribusi terhadap 40-70% Angka Kematian Ibu, persalinan di rumah berkontribusi sebesar 20-35%, dan persalinan yang terjadi di perjalanan sebesar 10-18% (Lancet, 2005). Dengan melihat fakta tersebut maka dapat dikatakan bahwa dibutuhkan adanya upaya penurunan AKI yang difokuskan di rumah sakit. Salah satu program kesehatan yang dilaksanakan untuk menurunkan kematian ibu adalah implementasi Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK). Jumlah Rumah Sakit PONEK sampai dengan tahun 2013 sebanyak 5 unit. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 4 unit rumah sakit melaksanakan PONEK C. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN 1. Sarana Produksi dan Distribus Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan memiliki peran yang signifikan dalam pelayanan kesehatan. Akses masyarakat terhadap obat khususnya obat esensial merupakan salah satu hak asasi manusia. Dengan demikian penyediaan obat esensial merupakan kewajiban bagi pemerintah dan institusi pelayanan 17

27 kesehatan baik publik maupun privat. Sebagai komoditi khusus, semua obat yang beredar harus terjamin keamanan, khasiat dan mutunya agar dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin mutu obat hingga diterima konsumen adalah menyediakan sarana penyimpanan obat dan alat kesehatan yang dapat menjaga keamanan secara fisik serta dapat mempertahankan kualitas obat di samping tenaga pengelola yang terlatih. Salah satu kebijakan pelaksanaan dalam Program Obat dan Perbekalan Kesehatan adalah pengendalian obat dan perbekalan kesehatan diarahkan untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penyalahgunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan atau penggunaan yang salah/tidak tepat serta tidak memenuhi mutu keamanan dan pemanfaatan yang dilakukan sejak proses produksi, distribusi hingga penggunaannya di masyarakat. Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Yang termasuk sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), Industri Kosmetika, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Produksi Alat Kesehatan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), dan Industri Kosmetika. Sarana produksi dan distribusi di Kabupaten Tegal masih menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Ketersediaan ini terkait dengan sumberdaya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan di Kabupaten Tegal, sehingga terjadi pemerataan jumlah sarana tersebut di seluruh Kabupaten Tegal. Selain itu, hal ini bertujuan untuk membuka akses terhadap keterjangkauan masyarakat terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan alat kesehatan. Jumlah sarana produksi pada tahun 2013 sebesar 118 sarana. 2. Ketersediaan Vaksin Dalam upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan bermutu dengan harga terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus dicapai. Kementerian Kesehatan telah menetapkan indikator rencana strategis tahun

28 2014 terkait program kefarmasian dan alat kesehatan, yaitu meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran hasil tersebut pada tahun 2014 yaitu persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Dalam rangka mencapai target tersebut, salah satu kegiatan yang dilakukan adalah peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar. Pemantauan ketersediaan obat digunakan untuk mengetahui kondisi tingkat ketersediaan obat di berbagai unit sarana kesehatan seperti Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) dan puskesmas. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menentukan langkahlangkah kebijakan yang akan diambil di masa yang akan datang. Di era otonomi daerah, pengelolaan obat merupakan salah satu kewenangan yang diserahkan ke kabupaten/kota, akibatnya sulit bagi pemerintah pusat untuk mengetahui kondisi ketersediaan obat di seluruh Indonesia. Dengan tidak adanya laporan secara periodik yang dikirim oleh provinsi, maka relatif sulit bagi pemerintah pusat untuk menentukan langkah langkah yang harus dilakukan. Adanya data ketersediaan obat di provinsi atau kabupaten/kota akan mempermudah penyusunan prioritas bantuan maupun intervensi program di masa yang akan datang. Untuk mendapatkan gambaran ketersediaan obat dan vaksin di Indonesia, dilakukan pemantauan ketersediaan obat dan vaksin. Obat yang dipantau ketersediaannya merupakan obat indikator yang digunakan untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat yang mendukung pelaksanaan program kesehatan. Jumlah item obat yang dipantau adalah 144 item obat dan vaksin yang terdiri dari 135 item obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan 9 jenis vaksin untuk imunisasi dasar. Indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tahun 2013 memiliki target sebesar 95%, dari data dan perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Binfar dan Alkes didapatkan persentase ketersediaan rata-rata nasional pada tahun 2013 sebesar 96,93%. Dengan demikian apabila dibandingkan dengan target tahun 2013, maka capaian kinerja indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin tersebut adalah sebesar 102,03%. Data dan informasi lebih rinci mengenai ketersediaan obat dan vaksin 144 item terdapat pada Lampiran 2.20 dan D. UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT Pembangunan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya juga memerlukan peran masyarakat. Melalui konsep Upaya 19

29 KesehatanBersumberdaya Masyarakat (UKBM), masyarakat berperan serta aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Bentuk UKBM antara lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan desa/kelurahan siaga aktif. Desa/kelurahan Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan kegawat daruratan, surveilans berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan (gizi), penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Terdapat 287 Desa/kelurahan Siaga Aktif dengan persentase sebesar 100%. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, Desa/kelurahan Siaga Aktif terbagi menjadi empat strata, yaitu pratama, madya, purnama, dan mandiri. Secara persentase jumlah desa/kelurahan siaga aktif di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebagai berikut: GAMBAR 2.4. GRAFIK PERSENTASE DESA SIAGA AKTIF BERDASARKAN STRATA DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 \\\ 28,22 0,70 9,06 62,02 PRATAMA MADYA PURNAMA MANDIRI Jenis UKBM lainnya adalah Poskesdes, yaitu UKBM yang dibentuk di desa untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa sehingga mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan utama poskesdes yaitu pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa berupa pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu menyusui, pelayanan kesehatan anak, pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans perilaku berisiko, surveilans lingkungan dan masalah kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan serta kesiapsiagaan terhadap bencana. Jumlah poskesdes yang beroperasi pada tahun 2013 sebanyak 201 unit. Pada gambar 2.5 dapat diketahui bahwa wilayah Puskesmas di Kabupaten Tegal dengan jumlah poskesedes terbanyak adalah Puskesmas Bumijawa dengan jumlah sebanyak 15 unit Puskesmas Pangkah 14 unit, sedangkan Puskesmas dengan 20

30 jumlah Poskesdes paling sedikit adalah Puskesmas Pagerbarang dan Puskesmas Jatibogor yaitu masing masing sebanyak 2 unit. Distribusi Poskesdes di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 adalah sebagai berikut: GAMBAR 2.5. GRAFIK JUMLAH DESA SIAGA BERDASARKAN WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Bumijawa Pangkah Tarub Talang Adiwerna Dukuhwaru Jatinegara Kramat Kupu Penusupan Warureja Margasari Pagiyanten Kedungbanteng Kesamiran Dukuhturi Lebaksiu Kalibakung Bangun Galih Kaladawa Danasari Kesambi Slawi Balapulang Suradadi Kambangan Bojong Jatibogor Pagerbarang 2 2 Sumber: Seksi Pemberdayaan, Dinkes Kab.Tegal, UKBM lainnya yang memiliki peran signifikan dalam pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah posyandu. Posyandu dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, untuk memberdayakan danmemberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat terutama ibu, bayi dan anak balita. Posyandu memiliki 5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, imunisasi, gizi serta pencegahan dan penanggulangan diare. Jumlah

31 Posyandu yang tercatat posyandu di Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal pada tahun 2013 di Kabupaten Tegal. Dari jumlah tersebut, sebanyak posyandu yang aktif melaksanakan kegiatan secara rutin. Persentase jumlah posyandu berdasarkan strata makan jumlah posyandu pratama sebanyak 32,7%, madya sebanyak 29,1%, purnama sebanyak 29,9%, dan mandiri sebanyak 8,3%. GAMBAR 2.6. GRAFIK PERSENTASE JUMLAH POSYANDU BERDASARKAN STRATA POSYANDU DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,36 20,29 14,10 62,25 PRATAMA MADYA PURNAMA MANDIRI Sumber: Seksi Pemberdayaan, Dinkes Kab.Tegal, 2013 Pada gambar di atas dapat diketahui bahwa proporsi tertinggi adalah posyandu mandiri dan proporsi terendah adalah posyandu pratama. Dengan demikian diperlukan upaya intensif untuk meningkatkan jumlah posyandu mandiri. Dalam menjalankan fungsinya, perlu diketahui rasio kecukupan posyandu terhadap masyarakat yang ada. Pada tahun 2013, rasio posyandu terhadap jumlah desa/kelurahan adalah 5,29. Pada tingkat kabupaten, rasio posyandu terhadap jumlah desa/keluarahan telah mencukupi yaitu lebih dari satu. Gambaran rasio posyandu terhadap jumlah desa/kelurahan berdasarkan wilayah Puskesmas di Kabupaten Tegal adalah sebagai berikut: 22

32 GAMBAR 2.6. GRAFIK RASIO POSYANDU BERDASARKAN WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Suradadi Margasari Slawi Lebaksiu Dukuhwaru Jatibogor Balapulang Kramat Adiwerna Bojong Bumijawa Dukuhturi Kedungbanteng Pagiyanten Jatinegara Kambangan Kesambi Kupu Tarub Kaladawa Penusupan Kalibakung Danasari Kesamiran Pangkah Pagerbarang Talang Warureja Bangun Galih 2,33 8,60 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Sumber: Seksi Pemberdayaan, Dinkes Kab.Tegal, 2013 Gambar di atas menunjukkan bahwa Puskesmas Suradadi memiliki rasio tertinggi sebesar 8,60. sedangkan Puskesmas Bangun Galih memiliki rasio posyandu terendah yaitu sebesar 2,33. Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan juga memerlukan peran serta kader dan tokoh masyarakat/agama. E. INSTITUSI PENDIDIKAN TENAGA KESEHATAN POLTEKES 1. Jumlah Poltekes Pembangunan kesehatan berkelanjutan membutuhkan tenaga kesehatan yang memadai baik dari segi jenis, jumlah maupun kualitas. Untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas tentu saja dibutuhkan proses pendidikan yang 23

33 berkualitas pula. Dinas Kesehatan Republik Indonesia merupakan institusi dari sektor pemerintah yang berperan di dalam penyediaan tenaga kesehatan yang berkualitas tersebut. Institusi pendidikan tenaga kesehatan selain tenaga medis terdiri dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Non Politeknik Kesehatan (Non Poltekkes). Dinas Kesehatan melakukan pembinaan terhadap institusi Poltekkes. Sampai dengan Desember 2013, terdapat 3 Poltekkes di Kabupaten Tegal yang terdiri dari program studi strata S1 sebanyak 2 jurusan/program studi, dan strata Diploma III terdiri dari 3 jurusan/program studi. Jurusan/program studi terbanyak adalah keperawatan dengan jumlah 2 pada Diploma III dan 1 pada S1. Jurusan/program studi keperawatan terdiri dari S1 keperawatan, kebidanan, dan profesi keperawatan. Jurusan/program studi farmasi terdiri S1 Kefarmasian memilki jumlah terendah yaitu 1 program studi pada S1 Kefarmasian. 2. Lulusan Peserta didik yang telah selesai menempuh pendidikan akan menjadi lulusan Poltekkes. Jumlah lulusan pada tahun 2013 adalah sebanyak orang. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu sebanyak orang. Sesuai dengan jumlah peserta didik yang memiliki jumlah terbesar dari program studi keperawatan, hal serupa juga terjadi pada jumlah lulusan dengan jumlah lulusan terbanyak adalah program studi keperawatan sebanyak orang atau 69,22% dari total lulusan. 24

34 TENAGA KESEHATAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 21 menyebutkan bahwa pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan bahwa untuk melaksanakan upaya kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya serta terdistribusi secara adil dan merata. Sumber daya manusia kesehatan yang disajikan pada bab ini lebih diutamakan pada kelompok tenaga kesehatan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan memutuskan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis. Gambaran mengenai jumlah, jenis, dan kualitas, serta penyebaran tenaga kesehatan di seluruh wilayah Indonesia dilakukan dengan cara pengumpulan data pada sarana pelayanan kesehatan baik di wilayah dinas kesehatan kabupaten/kota maupun dinas kesehatan provinsi. Pengumpulan data tenaga kesehatan meliputi tenaga kesehatan yang berstatus PNS pusat, PNS daerah, Pegawai Tidak Tetap (PTT), TNI/POLRI, dan swasta. Metode pengumpulan data yang digunakan melalui mekanisme pemutakhiran data secara berjenjang mulai dari dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi dan secara nasional dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (Badan PPSDMK) Kementerian Kesehatan RI melalui Sistem Informasi SDMK. A. JUMLAH DAN RASIO TENAGA KESEHATAN Salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan di masyarakat. tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pendataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Bagian Kepegawain Sekretariat Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal dan Bagian Perijinan Dinas Kesehatan menggunakan pendekatan tenaga kesehatan yang melaksanakan tugas sesuai dengan 25

35 fungsinya. Berdasarkan pendekatan tersebut, pada tahun 2013 jumlah SDM Kesehatan yang tercatat sebanyak orang yang terdiri atas tenaga kesehatan dan 939 tenaga non kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri atas 176 tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi), 798 perawat, 689 bidan, 284 tenaga farmasi, dan 493 tenaga kesehatan lainnya. Pendataan tenaga kesehatan yang dilakukan oleh Bidang Pelayanan Kesehatan dan Subag Kepegawaian Dinas Kesehatan menggunakan pendekatan jumlah dokter/ dokter spesialis, dokter gigi/ gigi/dokter gigi spesialis yang mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR). Rincian lengkap mengenai rekapitulasi sumber daya manusia kesehatan menurut jenis tenaga dapat dilihat pada Lampiran 3.1. Menurut Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, yang dimaksud dengan dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1. Dokter Spesialis Jumlah Dokter Spesialis di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebanyak 35 orang. Rasio Dokter Ahli per penduduk sebesar 2,46 dimana masih jauh dari target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 6 per penduduk. Berdasarkan hitungan rasio jumlah penduduk dan memperhatikan kondisi geografis Kabupaten Tegal maka dengan jumlah spesialis sebanyak 35 orang belum mencukupi kebutuhan, disamping itu masih ada Rumah Sakit Umum Daerah yang membutuhkan 4 (empat) pelayanan spesialis dasar karena sampai saat ini hanya ada 1 tenaga dokter spesialis/ahli dasar yang memberikan pelayanan di RSUD Suradadi Kabupaten Tegal itupun masih sebagai tenaga harian lepas. 2. Dokter Umum Jumlah dokter umum di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 tercatat sebanyak 123 orang, dari jumlah tersebut sebanyak 41 orang berada di Puskesmas dan 82 orang berada di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya. Rasio dokter umum per penduduk di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar 7,78. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 40 per penduduk. Rasio Dokter Umum terhadap jumlah penduduk di Kabupaten Tegal tahun 2013 menurut wilayah Puskesmas dapat dilihat pada gambar

36 GAMBAR 3.6. GRAFIK RASIO DOKTER UMUM TERHADAP JUMAH PENDUDUK BERDASARKAN PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014 Balapulang Kesambi Bangun Galih Kupu Talang Lebaksiu Danasari Pagiyanten Tarub Kesamiran Dukuhwaru Kramat Pagerbarang Slawi Adiwerna Margasari Kedungbanteng Kambangan Penusupan Kalibakung Bojong Jatibogor Suradadi Kaladawa Dukuhturi Warureja Pangkah Jatinegara Bumijawa 3,79 3,79 3,52 3,45 3,37 3,16 3,03 3,02 3,01 2,88 2,66 2,39 2,27 2,22 2,14 2,11 2,09 2,05 1,91 1,73 1,66 1,56 1,44 1,00 4,91 4,70 4,66 4,31 6,28 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 Puskesmas dengan rasio dokter umum terhadap penduduk tertinggi terdapat di Puskesmas Balapulang sebesar 6,28, sedangkan rasio dokter umum per penduduk terendah terdapat di Puskemas Bumijawa sebesar 1,0. 3. Dokter Gigi Jumlah dokter gigi di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 tercatat sebanyak 38 dan jumlah dokter gigi spesialis sebesar 1 orang. Rasio dokter gigi per penduduk sebesar 2,1 dokter gigi per penduduk. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 11 per Jumlah dokter gigi di Puskesmas Kabupaten Tegal tahun 2013 sebanyak 21 orang, Persebaran dan kebutuhan dokter Gigi di Puskesmas Kabupaten Tegal dapat dilihat pada Tabel 3.3. Rincian lengkap mengenai jumlah tenaga dokter, dokter 27

37 spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis yang mempunyai STR dapat dilihat pada Lampiran Tenaga Keperawatan a. Perawat Perawat dapat menyelenggarakan praktik di fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan atau praktik mandiri. Perawat yang dapat menyelenggarakan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III Keperawatan dan wajib memiliki Surat Ijin Praktek Perawat adalah (SIPP) yang hanya diberikan pada satu tempat praktek. SIPP berlaku selama Surat Tanda Registrasi (STR) masih berlaku. STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jumlah Tenaga Perawat di Kabupaten Tegal yang tercatat pada tahun 2013 sebanyak 762 orang. Tenaga keperawatan yang bekerja di Puskesmas sebanyak 234 orang (baik tenga PNS maupun PTT/THL ), jika dibandingkan dengan jumlah Puskesmas sebanyak 29 Puskesmas maka rata-rata per Puskesmas sebesar 8,1 yang berarti belum sesuai standar yang ada dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81/MENKES/SK /I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit bahwa untuk kategori Puskesmas Perkotaan maka harus memiliki minimal 12 orang tenaga perawat sedangkan Puskesmas pedesaan minimal 8 orang tenaga perawat, Rasio Tenaga Keperawatan per penduduk di Kabupaten Tegal sebesar 53,62, masih di bawah target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 117,5per penduduk. Rasio perawat terhadap jumlah penduduk menurut wilayah Puskesmas pada tahun 2013 terlihat pada Gambar 3.7 berikut: 28

38 Gambar 3.6. RASIO PERAWAT TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MENURUT WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Balapulang Pagiyanten Bumijawa Kesamiran Bojong Kedungbanteng Lebaksiu Penusupan Pangkah Dukuhwaru Margasari Slawi Talang Kalibakung Jatibogor Suradadi Tarub Kupu Warureja Danasari Bangun Galih Kaladawa Kramat Kesambi Jatinegara Dukuhturi Kambangan Pagerbarang Adiwerna 23,57 21,07 19,11 18,97 17,78 17,13 15,81 14,62 13,53 12,93 12,83 12,55 12,31 12,09 11,65 11,63 11,37 9,40 7,63 7,58 7,36 7,22 6,90 6,80 6,04 5,76 31,15 35,25 60,75 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Puskesmas dengan rasio perawat tertinggi terdapat di Puskesmas Balapulang sebesar 60,75 perawat per penduduk, Pagiyanten sebesar 31,2 perawat per penduduk dan Bumijawa sebesar 31,1 perawat per penduduk. Puskesmas dengan rasio perawat terendah terdapat di Puskesmas Adiwerna sebesar 5,76 perawat per penduduk, Pagerarang sebesar 6,04 perawat per penduduk dan Puskesmas Kambangan sebesar 6,80 perawat per penduduk. Persebaran tenaga perawat tidak merata di fasilitas kesehatan khususnya di Puskesmas. Gambaran distribusi tenaga perawat di Kabupaten Tegal menurut fasilitas pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut: 29

39 GAMBAR 3.7. PERSEBARAN TENAGA PERAWAT MENURUT FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN % 6% Ruma Sakit 63% Puskemas Sarkes lain b. Bidan Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/MENKES/ SK/III/ tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan, bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui oleh pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk di register, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasihat selama hamil, masa kehamilan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Jumlah bidan di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 tercatat sebanyak 689 orang, yang meliputi tenaga kebidanan yang bekerja di Puskesmas sebanyak 568 orang (82,4%), Rumah Sakit sebanyak 81 orang (11,8%) dan di fasilitas sarana kesehatan lainnya sebanyak 40 orang (5,8%), DIAGRAM 3.8 PERSEBARAN TENAGA BIDAN BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,8% 5,8% PUSKESMAS 82,4% RUMAH SAKIT SARKES LAIN 30

40 Rasio bidan terhadap penduduk pada tahun 2013 sebesar 43,73. Puskesmas dengan rasio bidan terhadap penduduk tertinggi tertinggi terdapat di Puskesmas Balapulang sebesar 56,56 bidan per penduduk, Kedungbanteng sebesar 52,56 bidan per penduduk dan Bangungalih sebesar 51,71 bidan per penduduk. Rasio bidan terhadap penduduk terendah terdapat di Puskesmas Suradadi sebesar 22,57 bidan per penduduk, Kesambi sebesar 24,55 bidan per penduduk dan Margasari sebesar 26,59 bidan per penduduk. Gambaran rasio bidan terhadap jumlah penduduk menurut Kabupaten Tegal pada tahun 2013 terlihat pada Gambar 3.8. DIAGRAM 3.7 RASIO BIDAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Balapulang Kedungbanteng Bangun Galih Kesamiran Penusupan Tarub Kalibakung Kupu Dukuhwaru Pangkah Pagiyanten Bumijawa Dukuhturi Danasari Kambangan Kramat Jatinegara Jatibogor Pagerbarang Warureja Slawi Kaladawa Talang Bojong Lebaksiu Adiwerna Margasari Kesambi Suradadi 43,78 42,24 41,44 40,63 39,63 39,52 38,92 38,77 38,18 37,98 37,91 36,29 34,85 34,65 33,47 33,24 33,22 33,08 32,41 32,32 31,60 30,35 27,38 26,59 24,55 22,57 56,56 52,56 51,71 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 31

41 5. Tenaga Kefarmasian Tenaga Kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1 Farmasi, D-III Farmasi, dan Asisten Apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian yang terdiri dari Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian yang terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi dan tenaga menengah farmasi/asisten apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Kabupaten Tegal yang tercatat pada tahun 2013 adalah 284 orang, yang tersebar di rumah sakit sebanyak 38 orang (13,4 %),, Puskesmas 20 orang (7,0%), sarana kesehatan lain 226 orang (79,6%). Persebaran tenaga kefarmasian di Kabupaten Tegal dapat dilihat pada gambar grafik berikut: DIAGRAM 3.7 DISTRIBUSI TENAGA KEFARMASIAN BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,0% 13,4% 79,6% PUSKESMAS RUMAH SAKIT SARKES LAIN 6. Tenaga Kesehatan Masyarakat Tenaga kesehatan masyarakat merupakan bagian dari sumberdaya manusia yang sangat penting perannya dalam pembangunan kesehatan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 yang dimaksud dengan tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiologi kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. 32

42 Jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 adalah 47 orang. Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat per penduduk sebesar 3.30,. Rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat 2013 dan standar dari WHO sebesar 40 per penduduk. Distribusi 47 orang tenaga Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Tegal berdasarkan sarana kesehatan atau tempat bekerja adalah, Puskesmas sebanyak 40 orang (85,1%), Rumah Sakit sebanyak 6 orang (12,8%), dan sarana kesehatan lainnya sebanyak 1 orang (2,1 % ). DIAGRAM 3.5 PERSEBARAN TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,8% 2,1% PUSKESMAS 85,1% RUMAH SAKIT SARKES LAIN Dari jumlah tenaga Kesehatan Masyarakat yang bekerja di Puskesmas sebanyak 40 orang, dibandingkan dengan jumlah Puskesmas sebanyak 29 Puskesmas maka rata-rata per Puskesmas adalah 1,38 yang berarti semua Puskemas belum memenuhi standar dari Kepmenkes nomor 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit yaitu masingmasing Puskemas harus memiliki tenaga kesehatan masyarakat minimal 2 orang.. 7. Nutrisionis Tenaga Nutrisionis terdiri dari lulusan D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1 Gizi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Gizi yang dimaksud dengan profesi Nutrisionisi adalah suatu pekerjaan di bidang gizi yang dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, mempunyai kode etik dan bersifat melayani. Ahli Gizi adalah profesi khusus, orang yang mengabdikan diri dibidang gizi serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui suatu pendidikan khususnya dibidang gizi. Pendidikan Gizi dapat ditempuh melalui jalur akademi strata I dan diploma. 33

43 Persebaran tenaga Nutrisionisi menurut sarana kesehatan sebagaian besar di Puskesmas yaitu 32 orang ( 78,0 %),dan Rumah Sakit sebanyak 9 orang (22,0%). Berdasarkan sarana kesehatan maka distribusi tenaga gizi dapat dirinci sebagai berikut : DIAGRAM 3.6 PERSEBARAN TENAGA GIZI BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,0% 78,0% PUSKEMAS RUMAH SAKIT Jumlah Tenaga Gizi yang dimiliki Puskesmas di Kabupaten Tegal sebanyak 32 orang, jika dibandingkan dengan jumlah Puskesmas maka rata-rata Puskesmas mempunyai 1 orang tenaga gizi. Rasio Tenaga Gizi per penduduk di Kabupaten Tegal sebesar 2,88, rasio tersebut masih di bawah target Indonesia Sehat dan standar dari WHO sebesar 22 per penduduk. 8. Tenaga Keterapian Fisik Tenaga keterapian fisik terdiri dari tenaga fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan akupunturis. Jumlah tenaga keterapian fisik di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebanyak 15 orang, yang terdiri dari Diploma III Fisioterapi 14 orang (93,3%) dan DipIoma III Terapi Wicara1 orang (6,7%). Sebagian besar tenaga keterapian fisik bekerja di Rumah Sakit, sedangkan semua Puskesmas di Kabupaten Tegal tidak ada yang memiliki tenaga ketarapian fisik. a. Fisioterapis Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektro terapetis dan mekanis), pelatihan dan komunikasi. 34

44 Menurut Kepmenkes RI nomor: 376/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Fisioterapi yang dimaksud Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk melakukan tindakan fisioterapi atas keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah tenaga fisioterapi di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebanyak 15 orang dan semuanya berada di Rumah Sakit, sedangkan dari 29 Puskesmas yang ada di Kabupaten Tegal semuanya tidak memiliki tenaga fisioterapi. b. Terapi Wicara Menurut Kepmenkes RI nomor: 867/Menkes/SK/III/2004 tentang Registrasi dan Praktek Terapis Wicara yang dimaksud Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di dalam maupun luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jumlah tenaga fisioterapi di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebanyak 1 orang dan semuanya berada di Rumah Sakit, sedangkan dari 29 Puskesmas yang ada di Kabupaten Tegal semuanya tidak memiliki tenaga fisioterapi. c. Tenaga Keteknisan Medis Menurut Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 yang dimaksu tenaga keteknisianmedis terdiri radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedik, analis kesehatan, refraksionis optisien, ortotik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis. Jumlah Tenaga Keteknisian Medis di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 adalah 110 orang. Yang terdiri dari Radiografer sebanyak 17 orang ( 15,6,2% ), Teknisi Elektromedis 3 orang ( 2,8 % ), Analis Kesehatan 70 orang ( 64,2 %), Refraksionis optisien 1 orang ( 0,9 %) dan Rekam Medis 18 orang ( 16,5 %). DIAGRAM 3,7 PERSEBARAN TENAGA KETEKNISIAN MEDIS BERDASARKAN JENIS TENAGA KETEKNISIAN MEDIS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,9% 16,5% 64,2% 15,6% 2,8% Radiografer Teknisi Elektromedis Analis Kesehatan Refraksionis optisien Rekam Medis 35

45 Persebaran tenaga keteknisian medis menurut sarana kesehatan diketahui bahwa tenaga keteknisian medis sebagian besar bekerja di Rumah Sakit sebanyak 57 orang (51,8%), kemudian Puskesmas 43 orang ( 39,1 %), UPTD Laboratorium 5 orang ( 4,5 % ) dan Sarkes lain 5 orang ( 4,5 %). Berdasarkan sarana kesehatan maka distribusi tenaga keteknisian medis dapat dirinci sebagai berikut: DIAGRAM 3.8 PERSEBARAN TENAGA KETEKNISIAN MEDIS BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,5% 4,5% 39,1% 51,8% RUMAH SAKIT PUSKESMAS SARKES LAIN UPTD LABKES Rasio Tenaga Teknisi Medis per penduduk sebesar 7,74. Kebutuhan tenaga tersebut diatas masih kurang dilihat dari kuantitas, setiap puskesmas khususnya puskesmas rawat inap harus memiliki minimal 1 orang tenaga keteknisian medis sesuai dengan jenis tenaga radiografer, analis kesehatan, teknisi elektromedis, ahli radiovaskuler, ahli transfusi darah, analis kesehatan, teknisi laboartorium, refraksi optisi, ortotik prostetik dan perekam medis. Secara umum jumlah tenaga kesehatan di Kabupaten Tegal masih belum tercukupi sesuai dengan indikator Indonesia Sehat maupun Indikator dari WHO. Namun Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) telah berusaha mencukupi kebutuhan tenaganya. Usaha yang dilakukan berupa pengangkatan tenaga baru seperti CPNS, PHL maupun PTT. 9. Tenaga Non Kesehatan di Pelayanan Kesehatan Tenaga non kesehatan merupakan tenaga non teknis pendukung administrasi pelayanan kesehatan, di Puskesmas, Rumah Sakit, UPTD Kesehatan, Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan dan Dinas Kesehatan.Jumlahtenaga non kesehatan di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebanyak 939 orang baik PNS maupun Non PNS, yang terdistribusi ke Dinas Kesehatan ( Dinkes, UPTD Labkes dan UPTD Gudang Farmasi ) sebanyak 106 orang ( 11,3 %), Puskesmas sebanyak 218 orang ( 23,2 %), Rumah Sakit sebanyak 361 orang (38,4 %),Sarkes lain 144 orang ( 36

46 15,3% ) dan Institusi Pendidikan Tenaga Kesehatan sebanyak 110 orang ( 11,7 %). Distribusi tenaga non kesehatan di sarana kesehatan Kabupaten Tegal yang tercatat pada tahun 2013 secara rinci disajikan pada diagram sebagai berikut: GAMBAR 3.9 PERSEBARAN TENAGA NON KESEHATAN BERDASARKAN SARANA KESEHATAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,7% 11,3% 15,3% 38,4% 23,2% DINAS KESEHATAN PUSKESMAS RUMAH SAKIT SARKES LAIN INSTITUSI DIKNAKES 37

47 PEMBIAYAAN KESEHATAN Penyelenggaraan pembangunan kesehatan memerlukan komponen pembiyaan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa pembiayaan kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Pembiayaan kesehatan terdiri dari pembiayaan bersumber pemerintah dan pembiayaan bersumber masyarakat. A. ANGGARAN DINAS KESEHATAN Alokasi anggaran kesehatan yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar Rp ,- yang terdiri dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sebanyak Rp ,- (termasuk belanja gaji pegawai) dan APBN untuk kegiatan yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan Murni sebanyak Rp ,- diluar dana pendampingan namun dalam realisasinya anggaran tersebut terserap sebanyak Rp atau sebesar 93,64 %. Sesuai Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang telah disusun untuk tahun 2013 terdapat 3 sasaran strategis, yang dilaksanakan dalam 15 progam 93 kegiatan yang harus dicapai dan atau dilaksanakan, dengan dukungan anggaran DPA-SKPD Tahun 2013 yang tersedia sebesar Rp ,- termasuk belanja pegawai/gaji pegawai. Pencapaian kinerja input atau realisasi anggaran program/kegiatan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal diluar belanja gaji pegawai pada tahun 2013 adalah sebesar persen dari total pagu anggaran Dinas Kesehatan Rp atau sebesar Rp (Tiga puluh tiga miliar empat ratus tiga puluh enam juta enam ratus delapan puluh enam ribu duaratus dua puluh satu rupiah). Capaian tersebut meningkat (7,14%) jika dibandingkan dengan capaian kinerja input 2012 yang mencapai 84,07%. Capaian kinerja input tertinggi adalah pada Sekretariat yaitu sebesar 90.33%, sedangkan capaian kinerja input terendah pada Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi yaitu sebesar 86.19% B. ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH BIDANG KESEHATAN Pembiayaan kesehatan harus mampu menjamin kesinambungan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna sehingga pembangunan kesehatan demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya dapat terlaksana. Sumber pembiayaan kesehatan berasal 38

48 dari pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, swasta dan sumber lain. Sesuai Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki alokasi minimal sepuluh persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di luar gaji (belanja pegawai). Persentase anggaran kesehatan Pemerintah Daerah terhadap total APBD di Kabupaten Tegal sebesar 11,52% atau Rp dari total APBD sebesar Rp ,- (angka tersebut merupakan anggaran kesehatan yang ada di Dinas Kesehatan, RSUD dr. Soeselo dan RSUD Suradadi). Persentase anggaran kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal terhadap total APBD di atas termasuk dengan gaji pegawai. Data dan informasi lebih rinci mengenai APBD provinsi pada tahun 2013 terdapat pada Lampiran Tabel 79. C. JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT Sampai dengan Desember 2013 terdapat orang yang tercatat memiliki jaminan kesehatan dengan persentase terhadap jumlah penduduk sebesar 41,9%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 ketika terdapat orang yang memiliki jaminan kesehatan atau sebesar 25,1% terhadap jumlah penduduk. Salah satu program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah Jamkesmas. Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan hampir miskin agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien. Jamkesmas diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu, menurunkan angka kematian bayi dan balita serta menurunkan angka kelahiran di samping dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini telah memberikan banyak manfaat bagi peningkatan aksespelayanan kesehatan masyarakat miskin dan hampir miskin di puskesmas dan jaringannya, pelayanan kesehatan di rumah sakit serta memberikan perlindungan finansial dari pengeluaran kesehatan akibat sakit. Penduduk yang menjadi sasaran program Jamkesmas adalah tetap sejak tahun 2008, yaitu sebanyak 76,4 juta jiwa yang terdiri dari masyarakat sangat miskin, miskin dan tidak mampu. Jumlah tersebut terdiri atas jiwa kepesertaan berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati Tegal dan selebihnya adalah peserta di luar SK Bupati Tegal yang berjumlah jiwa. Kepesertaan di luar SK Bupati Tegal terdiri dari gelandangan, pengemis, anak terlantar, panti sosial, penghuni rutan/lapas, korban bencana pasca tanggap darurat, peserta program keluarga harapan (PKH), dan penderita thalasemia mayor yang dijamin dengan pembiayaan kesehatan Jaminan 39

49 Kesehatan Daerah (Jamkesda). Cakupan program Jamkesmas terdiri dari pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit. Kunjungan di pelayanan kesehatan di Puskesmas terdiri dari Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP). Sedangkan kunjungan di pelayanan kesehatan di Rumah Sakit terdiri dari Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL). Gambar berikut ini menyajikan jumlah kunjungan peserta Jamkesmas di puskesmas dan rumah sakit. Pada tahun 2013, terdapat kunjungan peserta jamkesmas ke pelayanan kesehatan rawat jalan, yang terdiri dari kunjungan rawat jalan tingkat pertama dan 15 kunjungan rawat jalan tingkat lanjut. Sedangkan gambaran pada pelayanan kesehatan rawat inap adalah sebanyak 2,543 yang terdiri dari kunjungan rawat inap tingkat pertama dan 24 juta kunjungan rawat inap tingkat lanjut. Jumlah kunjungan di pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjut pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan jumlah kunjungan pada tahun Sejak tahun 2011 telah dilakukan perluasan program Jamkesmas dengan diluncurkannya Jaminan Persalinan (Jampersal) sesuai dengan surat edaran Menkes RI Nomor TU/Menkes/E/391/II/2011 tentang Jaminan Persalinan. Jampersal adalah pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Jampersal melingkupi seluruh ibu yang belum memiliki jaminan kesehatan. Jumlah kunjungan Jampersal tertinggi terdapat pada pelayanan pasca persalinan sebanyak kunjungan, pelayanan pada Ante Natal Care (K1 dan K4) sebanyak kunjungan, dan persalinan normal sebanyak kunjungan. Kunjungan pada ANC yang tinggi diharapkan dapat membantu menurunkan komplikasi maternal dan neonatal serta kematian ibu dan anak melalui pendeteksian dini kehamilan berisiko tinggi. Data dan informasi lebih rinci menurut Puskesmas mengenai cakupan pelayanan Jamkesmas dan Jampersal terdapat pada Lampiran 4.4, D. BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan bantuan dana dari Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan RI dalam membantu pemerintahan kabupaten/kota untuk meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat melalui kegiatan Puskesmas untuk mendukung tercapainya target Millennium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan tahun Selain itu 40

50 diharapkan dengan bantuan ini dapat meningkatkan kualitas manajemen Puskesmas, terutama dalam perencanaan tingkat Puskesmas dan lokakarya mini Puskesmas, meningkatkan upaya untuk menggerakkan potensi masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya, dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif yang dilakukan oleh Puskesmas dan jaringannya serta Poskesdes dan Posyandu. Pemanfaatan dana BOK difokuskan pada beberapa upaya kesehatan promotif dan preventif meliputi KIA, KB, imunisasi, perbaikan gizi masyarakat, promosi kesehatan, kesehatan lingkungan dan pengendalian penyakit, dan upaya kesehatan lain sesuai risiko dan masalah utama kesehatan di wilayah setempat dengan tetap mengacu pada pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan serta target MDGs Bidang Kesehatan tahun Pada proses pelaksanaan, penyaluran dana BOK melalui Tugas Pembantuan telah dilakukan berbagai upaya penyempurnaan. Realisasi pemanfaatan dana BOK pada tahun 2013 sebesar Rp dari alokasi sebesar Rp dengan persentase realisasi 98,75%. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 99,81%. BOK merupakan salah satu program strategis Kementerian Kesehatan RI disamping Jamkesmas/Jampersal sehingga terus diupayakan perbaikan agar BOK dimanfaatkan dengan optimal oleh Puskesmas. Dinas kesehatan provinsi sebagai perpanjangan tangan Kementerian Kesehatan juga memiliki peran serta yaitu melakukan pembinaan dan evaluasi pelaksanaan BOK di kabupaten/kota. Dengan kehadiran BOK diharapkan petugas kesehatan/kader kesehatan tidak lagi mengalami kendala dalam melakukan kegiatan untuk mendekatkan akses pada masyarakat. Hal penting yang perlu dipahami, BOK bukan merupakan dana utama penyelenggaraan upaya kesehatan di kabupaten/kota, namun hanya dana tambahan yang bersifat bantuan sehingga tidak dapat menjawab semua permasalahan kesehatan. Sumber pembiayaan kesehatan yang utama tetap harus disediakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. 41

51 SITUASI DERAJAT KESEHATAN Menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan faktor lainnya. Situasi derajat kesehatan masyarakat dapat tercermin melalui angka morbiditas, mortalitas dan status gizi. Pada bab berikut ini situasi derajat kesehatan di Indonesia digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI), dan angka morbiditas beberapa penyakit serta status Gizi Masyarakat. A. USIA HARAPAN HIDUP Target pencapaian Umur Harapan Hidup (UHH) Waktu Lahir di Kabupaten Tegal pada Tahun 2012 adalah 71 tahun. Umur harapan hidup di Kabupaten Tegal cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Usia Harapan Hidup pada Tahun pada tahun 2010 adalah 68,79 tahun, sedangkan UHH pada tahun 2011 adalah 69,08 tahun dan pada tahun 2012 adalah 69,38 tahun. Peningkatan UHH ini dipengaruhi oleh multifaktor, antara lain faktor kesehatan menjadi salah satu yang berperan penting didalamnya. Peran faktor kesehatan ditunjukkan dari semakin menurunnya angka kematian, perbaikan sistem pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi di masyarakat. B. MORTALITAS Mortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun sebab lainnya. Angka kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI, dan Angka Kematian Kasar. 1. ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) Angka Kematian Bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam kelahiran hidup pada tahun yang sama. 42

52 AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKB. Angka Kematian Bayi di Kabupaten Tegal dalam kurun lima tahun terakhir cenderung meningkat. Pada tahun 2013 jumlah kematian bayi yang tercatat sebanyak 255 bayi dari kelahiran hidup. Sehingga AKB di Kabupaten Tegal sebesar 8,9 per 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut lebih tinggi di bandingkan AKI pada tahun 2012 sebesar 8,1 per 1000 kelahiran hidup (221 kematian bayi dari kelahiran hidup). Lebih tinggi jika dibandingkan dengan AKB tahun 2011 yaitu sebesar 5,8 per 1000 kelahiran hidup (188 kematian bayi dari kelahiran hidup). Bila dibandingkan dengan AKB dua tahun sebelumnya juga mengalami kenaikan, dengan AKB tahun 2010 yaitu sebesar 7,5 per 1000 kelahiran hidup (209 kematian bayi dari kelahiran hidup) dan tahun 2009 yaitu sebesar 6,6 per 1000 kelahiran hidup (178 kematian bayi dari kelahiran hidup). TAHUN ,8 4,8 7,3 8,16 8, Selama kurun lima tahun AKB mengalami kenaikan, upaya untuk meminimalkan kejadian kematian bayi perlu terus ditingkatkan sehingga AKB bisa semakin menurun pada tahun-tahun mendatang. Gambaran Secara rinci jumlah kematian di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebagai berikut: 43

53 Bumijawa Warureja Pangkah Margasari Pagerbarang Bojong Adiwerna Slawi Penusupan Jatinegara Kaladawa Kedungbanteng Kesambi Dukuhwaru Kramat Suradadi Balapulang Kalibakung Dukuhturi Lebaksiu jatinegara Danasari Pagianten Kupu Talang Kambangan Kesamiran Tarub Bangungalih Jumlah GAMBAR 5.2. JUMLAH KEMATIAN BAYI MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN Kasus kematian bayi terjadi hampir di semua wilayah Puskesmas di Kabupaten Tegal. Puskesmas dengan kasus kematian bayi tertinggi yaitu di wilayah Puskesmas Bumijawa, (18 kasus), Warureja (17 kasus) dan Puskesmas Pangkah, Margasari, Pagerbarang masing masing sebanyak 14 kasus. Berbagai faktor dapat menyebabkan peningkatan kematian bayi, diantaranya pemerataan pelayanan kesehatan berikut fasilitasnya. Hal ini disebabkan kematian bayi sangat dipengaruhi oleh pelayanan kesehatan. Selain itu, perbaikan kondisi ekonomi yang tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya tahan terhadap infeksi penyakit. 2. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah anak yang meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per kelahiran hidup. AKABA merepresentasikan peluang terjadinya kematian pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. AKABA dapat pula menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu, dan kondisi sanitasi lingkungan. Angka kematian balita di Kabupaten Tegal cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Angka kematian balita yang terlaporkan pada tahun 2013 sebesar 9,5 per 1000 kelahiran hidup (274 kematian balita dari kelahiran hidup) meningkat dibandingkan AKABA pada tahun 2012 sebesar 8,9 per 1000 kelahiran hidup (243 kematian balita dari kelahiran hidup). 44

54 Pencapain AKABA Tahun 2013 sebenarnya belum memenuhi target renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun Namun demikian apabila dibandingkan dengan indikator nilai normatif AKABA Millenium Development Goals (MDGs) yang menetapkan yaitu sangat tinggi dengan nilai >140, tinggi dengan nilai , sedang dengan nilai dan rendah dengan nilai < 20, maka AKABA di Kabupaten Tegal termasuk dalam kategori rendah yaitu 8,9. Kecenderungan AKABA di Kabupaten Tegal dalam waktu lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik di bawah ini: GRAFIK 5.2. ANGKA KEMATIAN BALITA (AKABA) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,5 8,91 8,36 6,29 2, Indikator kinerja angka kematian balita pada tahun 2013 belum memenuhi target Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan tahun yang sama, yakni sebesar kurang dari 9 per 1000 kelahiran hidup. Meski demikian, terdapat Puskesmas dengan angka kematian balita dibawah 9 per 1000 kelahiran hidup. Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Bangun Galih (tidak ada kasus kematian), Kesamiran (2 kasus) dan Puskesmas Talang (5 kasus kamtian balita),, sedangkan Puskesmas dengan jumlah kasus kematian balita tertinggi adalah Puskesmas Bumijawa (19 kasus), Warureja dan Adiwerna masing masing 17 kasus kematian dan puskesmas Margasari sebanyak 16 kasus kematian balita. Gambaran jumlah kasus kematian balita di Puskesmas Kabupaten Tegal pada tahun 2013 dapat dilihat pada lampiran table ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI dapat menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan 45

55 kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per kelahiran hidup. 250 AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan, dan nifas. AKI di Kabupaten Tegal dalam dua tahun terakhir cenderung meningkat. Pada tahun 2013, angka kematian ibu mengalami perubahan dari angka sebesar 145,4 per kelahiran hidup (39 kematian ibu maternal dari kelahiran hidup) pada tahun 2012 menjadi 146,6 per kelahiran hidup pada tahun Kecenderungan AKI dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada grafik berikut:. GRAFIK 5.3. ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN , ,4 156, ,38 99, , Jika dibandingkan dengan target MDGs maka angka tersebut jauh dari target yaitu 132 pada tahun 2015 sehingga memerlukan kerja keras semua lintas sektor dan stake holder pembangunan bidang kesehatan, AKI tersebut juga masih lebih tinggi atau belum memenuhi target Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 150 per kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan Restra Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal masih perlu ekstra kerja keras karena masih jauh dari target yang diharapkan yaitu 23 kematian ibu pada tahun

56 Kramat Kaladawa Adiwerna Tarub Pangkah Bangungalih Suradadi Warureja Dukuhturi Slawi Dukuhwaru Lebaksiu Margasari Pagerbarang Kalibakung Pagianten Talang Kesamiran Kedungbanteng Balapulang Jatibogor Kupu Kambangan Penusupan Jatinegara Kesambi Bumijawa Bojong Danasari Jumlah Hasil Audit Maternal Perinatal (AMP) menyimpulkan bahwa penyebab kematian ibu pada Tahun 2012 adalah Pre Eklampsia Berat (PEB) sebanyak 29,7%, kasus decomcordis sebanyak 25,6%, kasus pendarahan sebanyak 17,6% dan sepsis sebanyak 5,9% sedangkan sisanya 21,6% kasus disebabkan karena penyebab tidak langsung seperti DM, gangguan jiwa, stroke, kelainan jantung, dan lain-lain. Secara rinci penyebab kematian ibu di Kabupaten Tegal dapat dilihat pada grafik sebagai berikut ini. GRAFIK PENYEBAB KEMATIAN IBU DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 perdarahan; 3 infeksi; 1 Decomp; 7 DHF; 2 TB; 2 Asma; 1 PE / Eklampsia; 15 Hepatitis; 1 Encepatitis; 1 Lupus; 1 Thypoid; 1 Emboli; 1 Aspirasi; 1 Hypermesis; 1 Edema pulmo; 1 Meningitis; 1 Kejang; 1 Perut Sakit; 1 Penyebaran kasus kematian ibu di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 terjadi pada beberapa wilayah kerja Puskesmas, dengan jumlah kasus terbanyak dilaporkan terjadi di Puskesmas Waureja dan Puskesmas Suradadi masing-masing 5 kasus dan 4 kasus. Penyebaran kematian ibu dapat dilihat pada grafik di bawah ini. DISTRIBUSI KEMATIAN IBU DI KABUPATEN TEGAL TAHUN

57 Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk menurunkan kematian ibu, bayi baru lahir, bayi dan balita. Antara lain melalui penempatan bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan masyarakat dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah sakit. Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan) yang digulirkan sejak Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting. 48

58 KESEHATAN KELUARGA Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dan biasanya memiliki hubungan darah atau perkawinan, dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan diantara anggotanya. Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan gizi dan merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya. Anak dan ibu merupakan dua anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Penilaian terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan Angka Kematian Ibu dan Anak merupakan dua indikator yang peka terhadap kualitas fasilitas pelayanan kesehatan. Kualitas fasilitas pelayanan kesehatan yang dimaksud termasuk aksesibilitas terhadap fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri. A. KESEHATAN IBU Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi apalagi jika dibandingkan dengan negara negara tetangga. Sejak tahun 1990 upaya strategis yang dilakukan dalam upaya menekan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah dengan pendekatan safe motherhood, dengan menganggap bahwa setiap kehamilan mengandung risiko, walaupun kondisi kesehatan ibu sebelum dan selama kehamilan dalam keadaan baik. Di Indonesia Safe Motherhood initiative ditindaklanjuti dengan peluncuran Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden yang melibatkan berbagi sector pemerintahan di samping sektor kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah kematian ibu adalah penempatan bidan di tingkat desa secara besarbesaran yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir ke masyarakat. Di tahun 2000, Kementerian Kesehatan RI memperkuat strategi intervensi sektor kesehatan untuk mengatasi kematian ibu dengan mencanangkan strategi Making Pregnancy Safer. Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. 49

59 Program ini dilaksanakan di provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dasar pemilihan provinsi-provinsi tersebut dikarenakan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian ibu di Indonesia berasal dari enam provinsi tersebut. Sehingga dengan menurunkan angka kematian ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian ibu di Indonesia secara signifikan. Khusus di Provinsi Jawa Tengah Program EMAS dilaksanakan di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Tegal dan Kabupaten Banyumas. Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal melalui program EMAS dilakukan dengan cara: 1) Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di rumah sakit (PONEK) dan Puskesmas mampu PONED. 2) Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar Puskesmas dan Rumah Sakit. Selain itu, pemerintah bersama masyarakat juga bertanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, dan memperoleh cuti hamil dan melahirkan serta akses terhadap keluarga berencana. Di samping itu, pentingnya melakukan intervensi lebih ke hulu yakni kepada kelompok remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI. 1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil Pelayanan kesehatan ibu hamil diwujudkan melalui pemberian pelayanan antenatal sekurang-kurangnya 4 kali selama masa kehamilan, dengan distribusi waktu minimal 1 kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal 1 kali pada trimester kedua (usia kehamilan minggu), dan minimal 2 kali pada trimester ketiga (usia kehamilan 24 minggu - lahir). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan dini komplikasi kehamilan. Pelayanan antenatal diupayakan agar memenuhi standar kualitas, yaitu : a. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan; b. Pengukuran tekanan darah; c. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA); 50

60 d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri); e. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status imunisasi; f. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan; g. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ); h. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk keluarga berencana); i. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya); dan j. Tatalaksana kasus. 105 Capaian pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indicator Cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan Cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali sesuai jadwal yang dianjurkan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Gambaran capaian pelayanan K1 dan K4 di Kabupaten Tegal pada tahun secara dapat dilihat sebagai berikut: GAMBAR 6.1. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU K1 DAN K4 DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,51 97,65 85,67 85,58 99,75 99,98 99,17 92,2 89,73 84,69 96,54 89,2 97,12 86,58 K1 K

61 Sumber: Seksi Kesehatan Ibu, Bidang Kesga 2013 Pada gambar 5.1 di atas terlihat bahwa secara umum cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K1 dan K4 mengalami kenaikan. Cakupan K1 dan K4 yang secara umum mengalami kenaikan tersebut menunjukkan semakin baiknya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Dari gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa kenaikan cakupan K1 dari tahun ke tahun relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan cakupan K4. Cakupan K1 selalu mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2012 dimana angkanya mengalami penurunan dari 96,54% pada tahun 2012 kemudian meningkat lagi menjadi 97,12% pada tahun Hal itu sedikit berbeda dengan cakupan K4 yang pernah mengalami kenaikan dari 85,67% pada 2007 menjadi 85,04% pada 2008, kemudian setelah itu mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 89,73% di tahun 2009 kemudian di tahun berikutnya mengalami penurunan menjadi 84,69%. Kemudian setelah terus mengalami kenaikan, cakupan K4 kembali menurun pada 2012 dan tahun 2013 menjadi 89,2% dari 92,2% pada tahun sebelumnya. Indikator kinerja cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 pada tahun 2013 belum dapat mencapai target Rencana Strategis (Renstra) Dinas Kesehatan tahun yang sama, yakni sebesar 93%. Meski demikian, terdapat 4 Puskesmas telah mencapai target cakupan K4 sebesar 93%. Keempat Puskesmas tersebut adalah Puskesmas Margasari (100,13%), Balapulang (96,24%), Adiwerna (93,94%) dan Adiwerna (93,21%). Sementara Puskesmas yang lainnya dengan cakupan K4 lebih dari 80% dan kurang dari 93% sebanyak 22 puskesmas. Gambaran cakupan pelayanan K4 ibu hamil di Puskesmas Kabupaten Tegal pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar

62 GAMBAR 6.2. CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 MENURUT WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Margasari Balapulang Adiwerna Warureja Pangkah Suradadi Lebaksiu Kupu Bojong Pagerbarang Bangun Galih Danasari Dukuhturi Jatibogor Kesambi Dukuhwaru Penusupan Tarub Kambangan Bumijawa Pagiyanten Slawi Kaladawa Kesamiran Kalibakung Kedungbanteng Kramat Talang Jatinegara 63,08 100,13 96,24 93,94 93,21 92,85 92,84 92,22 90,15 89,62 89,47 88,74 88,15 87,20 86,72 86,62 86,47 86,41 85,53 85,44 84,93 83,33 82,64 82,41 81,82 80,70 80,41 77,01 76,52 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes 2013 Pada gambar 5.2 dapat diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) Puskesmas yang memiliki cakupan pelayanan ibu hamil K4 relatif rendah, yakni Puskesmas Jatinegara (63,08%), Talang (76,52%), dan Kramat (77,01%). Berbagai program dan kegiatan telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan untuk semakin mendekatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat hingga ke pelosok desa, termasuk untuk meningkatkan cakupan pelayanan antenatal. Dari segi sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga bulan Desember 2013, tercatat terdapat 29 Puskesmas di Kabupaten Tegal. Dengan demikian rasio Puskesmas terhadap penduduk 0,55 belum melampaui rasio ideal 1: penduduk. Demikian pula dengan Upaya Kesehatan Bersumberdaya 53

63 Masyarakat (UKBM) seperti Poskesdes dan Posyandu. Sampai dengan tahun 2013, tercatat terdapat 201 Poskesdes yang beroperasi dan Posyandu di Kabupaten Tegal. Upaya meningkatkan cakupan pelayanan antenatal juga makin diperkuat dengan adanya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010 dan diluncurkannya Jaminan Persalinan (Jampersal) sejak tahun 2011, dimana keduanya saling bersinergi. BOK dapat dimanfaatkan untuk kegiatan luar gedung, seperti pendataan, pelayanan di Posyandu, kunjungan rumah, sweeping kasus drop out, pelaksanaan kelas ibu hamil serta penguatan kemitraan bidan dan dukun. Sementara itu Jampersal mendukung paket pelayanan antenatal, termasuk yang dilakukan pada saat kunjungan rumah atau sweeping, baik pada kehamilan normal maupun kehamilan dengan risiko tinggi. Semakin kuatnya kerja sama dan sinergi berbagai program yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta diharapkan dapat mendorong tercapainya target cakupan pelayanan antenatal. 2. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan yang dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan diantaranya tingkat kemampuan pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Dari gambar 5.3 dapat diketahui bahwa secara umum cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Tegal mengalami kenaikan setiap tahunnya. Cakupan Pelayanan Persalinan oleh tenaga kesehatan selalu mengalami peningkatan, kecuali di tahun 2009 dimana angkanya mengalami penurunan dari 86,98% pada tahun 2008 menurun menjadi 84,91% pada tahun 2009, kemudian setelah itu mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 91,28% di tahun 2010 kemudian di tahun berikutnya terus mengalami peningkatan menjadi 92,77%. Cakupan pelayanan ibu bersalin kembali menurun pada 2012 menjadi 89,93% dari 92,77% pada tahun sebelumnya.. Cakupan secara pelayanan ibu bersalin oleh tenaga kesehatan pada tahun 2013 adalah sebesar 95,77%, dimana angka ini telah dapat 54

64 memenuhi target Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal tahun 2013 yakni sebesar 90%. 100 GAMBAR 6.3. CAKUPAN PELAYANAN IBU BERSALIN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,28 92,77 95, ,98 89, , , Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes 2013 Sebagian besar Puskesmas (21 puskesmas) telah dapat mencapai target renstra tersebut, dan selebihnya yakni sebanyak 8 puskesmas belum dapat mencapai target. Tiga Puskesmas dengan cakupan tertinggi adalah Balapulang (146,84%), Danasari (144,42%), dan Lebaksiu (113,74%). Sedangkan tiga Puskesmas dengan cakupan terendah adalah Puskesmas Kramat (76,83%), Kupu (80,60%), dan Suradadi (83,26%). Pada ketiga puskesmas dengan cakupan terendah tersebut, cakupannya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Selengkapnya tentang cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kabupaten Tegal menurut Puskesmas tahun 2013 disajikan pada gambar

65 GAMBAR 6.4. CAKUPAN PELAYANAN IBU BERSALIN MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN Balapulang Danasari Lebaksiu Pangkah Dukuhwaru Margasari Pagerbarang Bangun Galih Kesambi Kedungbanteng Pagiyanten Kambangan Jatinegara Adiwerna Tarub Warureja Dukuhturi Penusupan Jatibogor Kaladawa Kesamiran Slawi Talang Bojong Bumijawa Kalibakung Suradadi Kupu Kramat 113,74 108,89 106,36 100,14 98,67 97,41 96,76 96,76 96,45 96,15 94,58 94,22 93,99 93,19 92,37 92,07 91,47 90,46 90,06 89,17 88,74 87,71 86,52 85,89 83,26 80,60 76,83 146,84 144,42 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 Sumber: Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes 2013 Analisis kematian ibu yang dilakukan Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal pada tahun 2013 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan bahwa seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan didorong untuk dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan menggariskan bahwa pembangunan Puskesmas harus satu paket dengan rumah dinas tenaga kesehatan. Demikian pula dengan pembangunan Poskesdes yang harus bisa sekaligus menjadi rumah tinggal 56

66 bagi bidan di desa. Dengan disediakan rumah tinggal, maka tenaga kesehatan termasuk bidan akan siaga di tempat tugasnya dan dapat memberikan pertolongan persalinan setiap saat. 100 Untuk daerah dengan akses sulit, kebijakan Kementerian Kesehatan adalah dengan mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban yang jelas. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan oleh dukun, namun dirujuk ke bidan. Bagi ibu hamil yang di daerah tempat tinggalnya tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan, maka menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu Kelahiran tersebut dapat berupa rumah tunggu khusus maupun di rumah sanak saudara yang dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, Kementerian Kesehatan sejak tahun 2011 hingga tahun 2013 juga telah meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang merupakan jaminan paket pembiayaan sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, hingga pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Penyediaan Jampersal diyakini turut meningkatkan cakupan Pn di seluruh wilayah Indonesia. Keberhasilan pencapaian target indikator Pn merupakan hasil dari kerja keras dan pelaksanaan berbagai program yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat termasuk sektor swasta. GAMBAR 6.7. CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4 DAN CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATANDI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,67 82,3 86,98 85,58 89,73 84,91 91,28 84,69 92,77 92,2 89,2 89,93 95,77 86,58 Nakes K Sumber: Bidang Kesga, Dinkes

67 Dari gambar 5.7 dapat dilihat bahwa meski cakupan pelayanan ibu hamil K4 mengalami penurunan, namun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mengalami kenaikan. Persentasenya bahkan melebihi cakupan K4. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Pelayanan antenatal memiliki peranan yang sangat penting, di antaranya agar dapat dilakukan deteksi dan tata laksana dini komplikasi yang dapat timbul pada saat persalinan. Apabila seorang ibu datang langsung untuk bersalin di tenaga kesehatan tanpa adanya riwayat pelayanan antenatal sebelumnya, maka faktor risiko dan kemungkinan komplikasi saat persalinan akan lebih sulit diantisipasi. 3. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas Nifas adalah periode mulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan pada ibu nifas sesuai standar, yang dilakukan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali sesuai jadwal yang dianjurkan, yaitu pada 6 jam sampai dengan 3 hari pasca persalinan, pada hari ke-4 sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi : a. Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu); b. Pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri); c. Pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain; d. Pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif; e. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin f. Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana; g. Pelayanan keluarga berencana pasca persalinan. Keberhasilan upaya kesehatan ibu nifas diukur melalui indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas (Cakupan KF3). Indikator ini menilai kemampuan negara dalam menyediakan pelayanan kesehatan ibu nifas yang berkualitas sesuai standar. 58

68 GAMBAR 6.8. CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,72 94,21 78,35 96,38 93,3 92,2 93, Sumber: Bidang Kesga, Dinkes 2013 Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa capaian cakupan kunjungan nifas (KF3) di Kabupaten Tegal dalam kurun waktu 7 tahun terakhir mengalami kenaikan. Capaian indikator KF lengkap yang meningkat dalam 6 tahun terakhir merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat termasuk sektor swasta. Program penempatan Pegawai Tidak Tetap (PTT) untuk bidan terus dilaksanakan. Selain itu, dengan diluncurkannya Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) sejak tahun 2010, Puskesmas, Poskesdes, dan Posyandu lebih terbantu dalam mengintensifkan implementasi upaya kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan ibu nifas, di antaranya kegiatan sweeping atau kunjungan rumah bagi yang tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Dukungan Pemerintah makin meningkat sejak diluncurkannya Jampersal pada tahun 2011, dimana pelayanan nifas termasuk paket manfaat yang dijamin oleh Jampersal. Data dan informasi terkait pelayanan kesehatan ibu nifas disajikan pada lampiran tabel Pelayanan/Penanganan Komplikasi Kebidanan Komplikasi kebidanan adalah kesakitan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan atau janin dalam kandungan, baik langsung maupun tidak langsung, termasuk penyakit menular dan tidak menular yang dapat mengancam jiwa ibu dan atau janin, yang tidak disebabkan oleh trauma/kecelakaan. Pencegahan dan penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk mendapatkan perlindungan/pencegahan dan penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Indikator yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pencegahan dan 59

69 penanganan komplikasi kebidanan adalah cakupan penanganan komplikasi kebidanan (Cakupan PK). Indikator ini mengukur kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada ibu (hamil, bersalin, nifas) dengan komplikasi. Capaian indikator penanganan komplikasi kebidanan di Indonesia dari tahun 2007 hingga tahun 2013 disajikan pada gambar berikut. GAMBAR 6.9. CAKUPAN PELAYANAN/PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN DI KABUPATEN TEGAL TAHUN , ,7 38, Sumber: Bidang Kesga, Dinkes 2013 Pada gambar 6.9 di atas dapat diketahui bahwa secara umum, cakupan penanganan komplikasi kebidanan di Kabupaten Tegal selama kurun waktu 6 tahun terakhir cukup stabil, meski pada tahun 2011 dan 2012 sempat mengalami penurunan. Cakupan penanganan komplikasi kebidanan pada tahun 2013 ialah 104,9%. Gambaran mengenai cakupan penanganan komplikasi kebidanan pada tahun 2013 yang disajikan pada gambar 5.7 menunjukkan bahwa angka cakupan penanganan komplikasi kebidanan melebihi 100%, hal ini dimungkinkan karena jumlah sasaran yang digunakan adalah perkiraan, yakni diperkirakan pada kurun waktu 1 tahun sebanyak 20% dari jumlah sasaran ibu hamil di suatu wilayah kerja akan mengalami komplikasi kebidanan. Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar komplikasi dapat dicegah dan ditangani bila : 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2) tenaga kesehatan melakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan partograf untuk memantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif kala III (MAK III) untuk mencegah perdarahan pascasalin; 3) tenaga kesehatan mampu melakukan identifikasi dini komplikasi; 4) apabila 60

70 komplikasi terjadi, tenaga kesehatan dapat memberikan pertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum melakukan rujukan; 5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat guna. Terdapat tiga jenis area intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai; 2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran; serta 3) pelayanan emergensi obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK) yang dapat dijangkau. Upaya terobosan dalam penurunan AKI dan AKB di Indonesia salah satunya melalui Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang menitikberatkan fokus totalitas monitoring yang menjadi salah satu upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil serta menyediakan akses dan pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal dasar di tingkat Puskesmas (PONED) dan pelayanan kegawatdaruratan obstetric dan neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK). Dalam implementasinya, P4K merupakan salah satu unsur dari Desa Siaga. P4K mulai diperkenalkan pada tahun Sampai dengan tahun 2013, tercatat (86%) desa/kelurahan telah melaksanakannya.. Pelaksanaan P4K di desa-desa tersebut perlu dipastikan agar mampu membantu keluarga dalam membuat perencanaan persalinan yang baik dan meningkatkan kesiap-siagaan keluarga dalam menghadapi tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas agar dapat mengambil tindakan yang tepat. Sesuai Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun , ditargetkan pada akhir tahun 2014 di setiap kabupaten/kota terdapat minimal 4 (empat) Puskesmas rawat inap mampu PONED dan 1 (satu) Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang mampu melaksanakan PONEK. Melalui pengelolaan pelayanan PONED dan PONEK, Puskesmas dan Rumah Sakit diharapkan bisa menjadi institusi terdepan dimana kasus komplikasi dan rujukan dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Selain itu dilakukan pula kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP), yang merupakan upaya dalam penilaian pelaksanaan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir melalui pembahasan kasus kematian ibu atau bayi baru lahir sejak di level masyarakat sampai di level fasilitas pelayanan kesehatan. Kendala yang timbul dalam upaya penyelamatan ibu pada saat terjadi kegawatdaruratan maternal dan bayi baru lahir akan dapat menghasilkan suatu rekomendasi intervensi dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan ibu dan 61

71 bayi di masa mendatang. Data dan informasi terkait pelayanan/penanganan komplikasi maternal disajikan pada lampiran Tabel Pelayanan Keluarga Berencana Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Keluarga berencana (KB) merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak, serta perempuan. Pelayanan KB menyediakan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi laki-laki dan perempuan untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak. Baik suami maupun istri memiliki hak yang sama untuk menetapkan berapa jumlah anak yang akan dimiliki dan kapan akan memiliki anak. Melalui tahapan konseling pelayanan KB, pasangan usia subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan. Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia tahun. GAMBAR PRESENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 KONDOM; 1 PIL; 9,5 IUD; 6,2 MOP/MOW; 7,4 IMPLAN; 11,7 SUNTIK; 64,2 Sumber: Dinas PP & KB,

72 Dari gambar 6.10 dapat dilihat bahwa metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntikan (64,2%) dan terbanyak ke dua adalah Pil (11,7%). Sedangkan metode kontrasepsi yang paling sedikit dipilih oleh peserta KB aktif adalah Metoda Operasi Pria (MOP), yakni sebanyak 1,6%, kemudian kondom sebanyak 0,9%. Sedangkan pada peserta KB baru, persentase metode kontrasepsi yang terbanyak digunakan adalah suntikan, yakni sebesar 48,56%. Metode terbanyak ke dua adalah pil, sebesar 26,60%. Metode yang paling sedikit dipilih oleh para peserta KB baru adalah metode operasi pria (MOP) sebanyak 0,25%, kemudian metode operasi wanita (MOW) sebanyak 1,52%, dan kondom (6,09%). Gambaran mengenai persentase peserta KB baru menurut metode kontrasepsi tahun 2013 selengkapnya dapat dilihat pada gambar GAMBAR PRESENTASE PESERTA KB BARU MENURUT METODE KONTRASEPSI DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 KONDOM; 1,7 PIL; 7,4 IUD; 7,2 MOP; 0,1 MOW; 2,4 IMPLAN; 13,1 SUNTIK; 68,1 Sumber: Dinas PP & KB, 2013 B. KESEHATAN ANAK Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator angka kematian yang berhubungan anak adalah Angka Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka Kematian Neonatus (AKN) pada tahun 2012 sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup menurun dari 20 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan 23 per 63

73 1000 kelahiran hidup berdasarkan hasil SDKI Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi terhadap 56% kematian bayi. Untuk mencapai target penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir (neonatal) menjadi prioritas utama. Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait kematian anak yaitu menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun waktu Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indicator kesehatan anak yang meliputi prevalensi berat badan lahir rendah (BBLR), penanganan komplikasi neonatal, kunjungan neonatal, pelayanan kesehatan bayi, inisiasi menyusu dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian vitamin A, penimbangan balita di Posyandu, imunisasi dasar, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan pada siswa SD/setingkat, pelayanan kesehatan peduli remaja, pelayanan kesehatan pada kasus kekerasan anak, dan pelayanan kesehatan anak terlantar dan anak jalanan di panti. 1. Berat Badan Bayi Lahir Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu satu jam pertama setelah lahir. Hubungan antara waktu kelahiran dengan umur kehamilan, kelahiran bayi dapat dikelompokan : bayi kurang bulan (prematur), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi (kehamilan) < 37 minggu (<259 hari). Bayi cukup bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara minggu ( hari); dan bayi lebih bulan, bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (>294 hari). Berkaitan dengan berat badan bayi lahir, bayi dapat dikelompokkan berdasarkan berat lahirnya:, yaitu bayi berat lahir rendah (BBLR), yaitu berat lahir <2500 gram, bayi berat lahir sedang, yaitu berat lahir antara gram, dan berat badan lebih, yaitu berat lahir 4000 gram. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah prematuritas dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur. Persentase balita (0-59 bulan) menurut berat badan lahir rendah menurut Puskesmas tahun 2013 disajikan pada lampiran

74 GAMBAR PERSEBARAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Danasari Penusupan Kedungbanteng Dukuhwaru Kesambi Margasari Pangkah Warureja Dukuhturi Bumijawa Jatinegara Pagiyanten Kesamiran Jatibogor Kambangan Slawi Suradadi Pagerbarang Kramat Bojong Tarub Adiwerna Lebaksiu Balapulang Kupu Kalibakung Kaladawa Talang Bangun Galih 6,68 6,58 6,14 6,07 5,62 5,33 5,19 4,77 4,66 4,65 4,51 4,13 3,96 3,61 3,47 3,36 2,57 2,28 1,95 1,95 1,75 1,70 1,15 0,80 7,91 9,77 9,72 9,50 9,15 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab.Tegal, 2013 Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa persentase balita (0-59 bulan) dengan BBLR tertinggi terdapat di Puskesmas Danasari (9,77%) dan terendah di Puskesmas Bangun Galih (0,80%). Masalah pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut. Bayi berat lahir rendah mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah terserang komplikasi. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro intestinal, ginjal, termoregulasi. 2. Penanganan Komplikasi Neonatal Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, 65

75 ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat lahir < gram), sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah pada pemeriksaan dengan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi (Riskesdas, 2007). Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani. Namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan. Penanganan neonatal dengan komplikasi adalah penanganan terhadap neonatal sakit dan atau neonatal dengan kelainan atau komplikasi/ kegawat daruratan yang mendapat pelayanan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan atau perawat) terlatih baik di rumah, sarana pelayanan kesehatan dasar maupun sarana pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan sesuai standar antara lain sesuai dengan standar MTBM, manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir, manajemen Bayi Berat Lahir Rendah, pedoman pelayanan neonatal essensial di tingkat pelayanan kesehatan dasar, PONED, PONEK atau standar operasional pelayanan lainnya. Pada gambar 6.13 berikut disajikan gambaran cakupan penanganan neonatal dengan komplikasi menurut Puskesmas di Kabupaten Tegal pada tahun

76 GAMBAR CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI NEONATAL MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Kesamiran Pagiyanten Danasari Adiwerna Balapulang Dukuhwaru Talang Jatinegara Bumijawa Tarub Dukuhturi Margasari Kedungbanteng Kupu Dinkes Kab. Tegal Pagerbarang Pangkah Kambangan Slawi Penusupan Suradadi Kesambi Jatibogor Bangun Galih Bojong Kaladawa Kramat Warureja Kalibakung Lebaksiu 164,74 142,62 141,61 132,77 131,85 127,64 127,54 126,17 123,88 116,03 115,20 91,51 86,14 85,75 85,53 83,73 81,74 73,79 73,33 68,52 61,82 51,49 43,81 38,19 35,95 32,44 27,87 20,71 9,82 203,90 0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 Sumber : Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2013 Capaian penanganan neonatal dengan komplikasi mengalami peningkatan dari tahun 2012 yang sebesar 66,48% menjadi 85,75% pada tahun Meskipun terjadi peningkatan capaian, namun masih terdapat disparitas yang cukup besar antar Puskesmas. Capaian tertinggi diperoleh Puskesmas Kesamiran yang mencapai 203,9% diikuti oleh Pagiyanten sebesar 164,74%, dan Danasari sebesar 142,62%. Capaian terendah terdapat di Puskesmas Lebaksiu sebesar 9,82%, diikuti oleh Kalibakung sebesar 20,71%, dan Warureja sebesar 27,87%. 67

77 3. Pelayanan Kesehatan Neonatus Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim menjadi di luar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Pada usia yang rentan ini, berbagai masalah kesehatan bisa muncul. Tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini diantaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Masalah utama penyebab kematian pada bayi dan balita adalah pada masa neonates (bayi baru lahir umur 0-28 hari). Menurut hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada umur 0-6 hari. Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia, bayi berat lahir rendah dan infeksi. Dengan melihat adanya risiko kematian yang tinggi dan berbagai serangan komplikasi pada minggu pertama, maka setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan sesuai standar lebih sering (minimal 2 kali) dalam minggu pertama. Langkah ini dilakukan untuk menemukan secara dini jika terdapat penyakit atau tanda bahaya pada neonatus sehingga pertolongan dapat segera diberikan untuk mencegah penyakit bertambah berat yang dapat menyebabkan kematian. Kunjungan neonatus merupakan salah satu intervensi untuk menurunkan kematian bayi baru lahir. Terkait hal tersebut, pada tahun 2008 ditetapkan perubahan kebijakan dalam pelaksanaan kunjungan neonatal, dari 2 kali yaitu satu kali pada minggu pertama dan satu kali pada 8-28 hari, menjadi 3 kali yaitu dua kali pada minggu pertama dan satu kali pada 8 28 hari. Dengan demikian, jadwal kunjungan neonatal yang dilaksanakan saat ini adalah pada umur 6-48 jam, umur 3-7 hari dan umur 8-28 hari. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu Anak (KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan neonatal yang komprehensif. Kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah cakupan pelayanan kesehatan bayi baru lahir (umur 6 jam - 48 jam) di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu yang ditangani sesuai standar oleh tenaga kesehatan terlatih di seluruh sarana pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan saat kunjungan neonatal adalah pemeriksaan sesuai standar Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan konseling 68

78 perawatan bayi baru lahir termasuk ASI eksklusif dan perawatan tali pusat. Pada kunjungan neonatal pertama (KN1), bayi baru lahir mendapatkan vitamin K1 injeksi dan imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada saat lahir. Cakupan indikator kunjungan neonatal pertama menurut puskesmas digambarkan pada gambar GAMBAR CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Lebaksiu Bumijawa Kupu Kalibakung Kesamiran Kramat Bojong Talang Slawi Dukuhturi Dinkes Kab. Tegal Kaladawa Warureja Jatinegara Jatibogor Kambangan Penusupan Kedungbanteng Kesambi Pagiyanten Tarub Pagerbarang Adiwerna Bangun Galih Suradadi Dukuhwaru Pangkah Margasari Balapulang Danasari 52,81 79,84 85,09 85,55 92,02 92,05 92,73 93,23 93,73 97,01 97,99 98,43 98,61 99,28 100,67 100,91 101,25 101,56 101,63 102,22 103,36 104,52 105,02 107,28 111,28 111,64 114,21 115,50 154,39 169,80 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 Selain KN1, indikator yang menggambarkan pelayanan kesehatan bagi neonatal adalah KN lengkap yang mengharuskan agar setiap bayi baru lahir memperoleh pelayanan Kunjungan Neonatal minimal 3 kali, yaitu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada 3-7 hari, 1 kali pada 8-28 hari sesuai standar di satu wilayah kerja pada satu tahun. Capaian Kunjungan Neonatal Lengkap di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar 95,72%. Capaian ini telah memenuhi target program tahun 2013 sebesar 69

79 90%. Terdapat 5 puskesmas yang masih dibawah target tersebut. Gambaran cakupan kunjungan KN lengkap menurut provinsi di Indonesia terdapat pada gambar 5.13 berikut ini. Lebaksiu Bumijawa Kupu Kalibakung Kesambi Bojong Jatinegara Kramat Talang Kesamiran Slawi Penusupan Kabupaten Tegal Kaladawa Dukuhturi Warureja Tarub Jatibogor Kambangan Kedungbanteng Pagiyanten Pagerbarang Adiwerna Bangun Galih Suradadi Dukuhwaru Margasari Pangkah Balapulang Danasari GAMBAR CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP (KN LENGKAP) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,59 79,59 84,49 85,55 89,24 90,34 90,39 90,97 91,18 92,02 93,00 95,64 95,72 95,97 97,01 97,14 97,53 99,60 100,13 100,14 101,16 103,20 103,90 107,28 107,80 110,78 112,05 113,12 146,99 160,15 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 180,00 Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2013 Pada gambar di atas terlihat bahwa pencapaian indikator KN lengkap cukup baik di Indonesia yang dapat dilihat dari capaian yang cukup tinggi di sebagian besar Puskesmas. Terdapat 24 Puskesmas telah mencapai target Renstra Dinas Kesehatan tahun 2013, yaitu 90%, dimana capaian tertinggi terdapat di Puskesmas Danasari sebesar 160,15%, diikuti oleh Balapulang sebesar 146,99%, dan Pangkah sebesar 113,12%. Sedangkan Puskesmas dengan capaian terendah adalah Lebaksiu sebesar 52,59%, diikuti oleh Bumijawa sebesar 79,59%, dan Kupu sebesar 84,49%. 70

80 Capaian KN lengkap secara kumulatif di tingkat Kabupaten mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012, yaitu dari 92,20% meningkat menjadi 95,72% pada tahun Gambar berikut menampilkan cakupan KN lengkap dari tahun 2009 sampai dengan tahun GAMBAR CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL LENGKAP (KN LENGKAP) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,16 90,02 99,09 92,2 95, Sumber: Bidang Kesga, Dinkes Kab. Tegal, 2013 Cakupan KN lengkap cenderung meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu 82,16% pada tahun 2009 menjadi 90,02% pada tahun Namun demikian Cakupan KN Lengkap ini mengalami penurunan dari 99,09 pada tahun 2011 menjadi 92,20% pada tahun Kemudian cakupan KN lengkap menunjukkan kecenderungan peningkatan seiring dengan pemberlakuannya kebijakan KN lengkap tahun 2008 yang mensyaratkan 3 kali kunjungan diimplementasikan. 4. Pelayanan Kesehatan pada Bayi Bayi juga merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap gangguan kesehatan maupun serangan penyakit. Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal. Pelayanan kesehatan bayi termasuk salah satu dari beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita. Pelayanan kesehatan pada bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari sampai dengan 11 bulan dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan, dan perawat) minimal 4 kali, yaitu pada 29 hari 2 bulan, 3 5 bulan, 6 8 bulan dan 9 12 bulan sesuai standar 71

81 di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Pelayanan ini terdiri dari penimbangan berat badan, pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/ HB1-3, Polio 1-4, dan Campak), Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi, pemberian vitamin A pada bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi serta penyuluhan ASI Eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) dan lain-lain. Gambaran capaian indikator ini di 29 Puskesmas menunjukkan bahwa sebagian besar Puskesmas telah memenuhi target Renstra tahun 2013 seperti yang disajikan pada gambar berikut ini: GAMBAR CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Kramat Lebaksiu Kaladawa Dukuhturi Dukuhwaru Warureja Balapulang Jatibogor Pangkah Danasari Kupu Pagerbarang Kalibakung Talang Kabupaten Tegal Margasari Kambangan Jatinegara Slawi Adiwerna Kesamiran Bojong Kesambi Bangun Galih Suradadi Kedungbanteng Penusupan Bumijawa Pagiyanten Tarub 36,59 147,14 146,34 139,97 137,14 129,01 127,15 125,47 122,79 120,00 118,24 114,12 111,58 106,80 104,22 101,10 98,93 97,59 96,47 95,68 94,34 90,80 87,65 86,35 84,44 83,12 81,89 71,95 68,65 65,42 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 Sumber: Bidang Kesga, DInkes Kab. Tegal,

82 Pada gambar 5.14 di atas dapat dilihat bahwa terdapat 19 Puskesmas (65,52%) dengan capaian melebihi 90%. Puskesmas Kramat memiliki capaian tertinggi sebesar 147,14% diikuti oleh Lebaksiu sebesar 146,43% dan Kaladawa sebesar 139,97%. Puskesmas Tarub memiliki capaian terendah sebesar 36,59% diikuti oleh Pagiyanten sebesar 65,42%, dan Bumijawa sebesar 68,65%. 5. Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Kupu Warureja Kalibakung Suradadi Danasari Slawi Tarub Kedung Banteng Bojong Talang Pagerbarang Balapulang Kambangan Jatinegara Penusupan Kabupaten Tegal Bangungalih Jatibogor Dukuhturi Margasari Lebaksiu Bumijawa Dukuhwaru Kesambi Kesamiran Pagiyanten Pangkah Kramat Kaladawa Adiwerna Cara pemberian makanan pada bayi yang baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan umur 6 bulan dan meneruskan menyusui anak sampai umur 24 bulan. Mulai umur 6 bulan, bayi mendapat makanan pendamping ASI yang bergizi sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya. ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi terhadap penyakit. Gambaran pemberian ASI eksklusif menurut puskesmas disajikan pada gambar berikut ini. GAMBAR CAKUPAN PEMBERIAN ASI EKLUSIF PADA BAYI 0-6 BULAN MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,00 0,00 11,84 88,30 86,57 79,16 78,19 69,09 68,92 68,63 68,46 67,68 64,76 62,30 61,14 59,48 57,50 53,17 52,01 46,99 46,77 45,31 43,22 36,91 36,38 36,24 35,92 32,38 30,93 22,47 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 73

83 Permasalahan terkait pencapaian cakupan ASI Eksklusif antara lain: a. Pemasaran susu formula masih gencar dilakukan untuk bayi 0-6 bulan yg tidak ada masalah medis b. Masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan tidak memberi kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan untuk melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif. Hal ini terbukti dengan belum tersedianya ruang laktasi dan perangkat pendukungnya c. Masih banyak tenaga kesehatan ditingkat layanan yang belum peduli atau belum berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif, yaitu masih mendorong untuk memberi susu formula pada bayi 0-6 bulan. d. Masih sangat terbatasnya tenaga konselor ASI e. Belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10 Langkah MenujuKeberhasilan Menyusui (LMKM). Upaya yang dilakukan dalam memecahkan masalah tersebut yaitu: a. Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif b. Melakukan pelatihan konseling menyusui dan konseling Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Sampai tahun 2012 telah dilakukan pelatihan konseling menyusui kepada orang dan MP-ASI sebanyak 416 orang. c. Melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM), yaitu: 1) Membuat kebijakan tertulis tentang menyusui dan dikomunikasikan kepada semua staf pelayanan kesehatan ; 2) Melatih semua staf pelayanan dalam keterampilan menerapkan kebijakan menyusui tersebut; 3) Menginformasikan kepada semua ibu hamil tentang manfaat dan manajemen menyusui; 4) Membantu ibu menyusui dini dalam 30 menit pertama persalinan; 5) Membantu ibu cara menyusui dan mempertahankan menyusui meskipun ibu dipisah dari bayinya; 6) Memberikan ASI saja kepada bayi baru lahir kecuali ada indikasi medis; 7) Menerapkan rawat gabung ibu dengan bayinya sepanjang waktu (24 jam); 8) Menganjurkan menyusui sesuai permintaan bayi; 9) Tidak memberi dot kepada bayi 10) Mendorong pembentukan kelompok pendukung menyusui dan merujuk ibu kepada kelompok tersebut setelah keluar dari sarana pelayanan; 74

84 d. Sosialisasi dan kampanye ASI Eksklusif e. KIE melalui media cetak dan elektronik f. Mengembangkan Strategi Peningkatan Pemberian ASI Eksklusif g. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui melalui peraturan perundang-undangan dan kebijakan atau PP h. Penguatan sarana pelayanan kesehatan (RS/RSIA, Puskesmas perawatan, klinik bersalin) dalam menerapkan 10 LMKM i. Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatan, melindungi, dan mendukung pemberian ASI j. Pemberdayaan ibu, keluarga, dan masyarakat dalam praktek pemberian ASI k. Menjamin terlaksananya strategi pemberian ASI l. Pengembangan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan atau PP m. Pelaksanaan revitalisasi RS dan sarana pelayanan kesehatan sayang bayi n. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan o. Pemberdayaan ibu, bapak, dan keluarga, serta masyarakat p. Perlindungan pekerja perempuan q. Bekerjasama dengan lintas sektor terkait dalam pengawasan pemasaran susu formula dan produk makanan bayi sesuai standar produk makanan (codex alimentarius) r. Advokasi dan promosi peningkatan pemberian ASI 6. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6-59 Bulan Sampai dengan usia enam bulan, ASI merupakan sumber utama vitamin A jika ibu memiliki vitamin A yang cukup berasal dari makanan atau suplemen. Anak yang berusia enam bulan sampai lima tahun dapat memperoleh vitamin A dari berbagai makanan seperti hati, telur, ikan, minyak sawit merah, mangga dan papaya, jeruk, ubi, sayur daun berwarna hijau dan wortel. Anak memerlukan vitamin A untuk membantu melawan penyakit, melindungi penglihatan mereka, serta mengurangi risiko meninggal. Anak yang kekurangan vitamin A kurang mampu melawan berbagai potensi penyakit yang fatal dan berisiko rabun senja. Oleh karena itu dilakukan pemberian kapsul vitamin A dalam rangka mencegah dan menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A (KVA) pada balita. Cakupan yang tinggi dari pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi terbukti efektif untuk mengatasi masalah KVA pada masyarakat. Di beberapa negara dimana kekurangan vitamin A telah terjadi secara luas, dan anak sering meninggal karena diare, dan campak, vitamin A dalam bentuk kapsul dosis tinggi dibagikan dua kali dalam setahun kepada anak usia enam bulan 75

85 hingga lima tahun. Diare dan campak dapat menguras vitamin A dari tubuh anak. Anak yang menderita diare atau campak, atau menderita kurang gizi harus diobati dengan suplemen vitamin A dosis tinggi yang bisa diperoleh dari petugas kesehatan terlatih. Masalah vitamin A pada balita secara klinis bukan lagi masalah kesehatan masyarakat (prevalensi xeropthalmia < 0,5%). Hasil studi masalah gizi mikro di 10 kota pada 10 provinsi tahun 2006, diperoleh prevalensi xeropthalmia pada balita 0,13%, sedangkan hasil survey vitamin A pada tahun 1992 menunjukkan prevalensi xeropthalmia sebesar 0,33%. Namun demikian KVA subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih ada pada kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. Selain itu, sebaran cakupan pemberian vitamin A pada balita menurut puskesmas sudah mencapai 97,76%. Namun demikian kegiatan pemberian vitamin A pada balita masih perlu dilanjutkan, karena bukan hanya untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan, namun lebih penting lagi, vitamin A meningkatkan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak. Pemberian kapsul vitamin A dilakukan terhadap bayi (6-11 bulan) dengan dosis SI, anak balita (12-59 bulan) dengan dosis SI, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A SI, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI. Pemberian Kapsul Vitamin A diberikan secara serentak setiap bulan Februari dan Agustus pada balita usia 6-59 bulan. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita usia 6-59 bulan di Kabupaten Tegal tahun 2013 mencapai 97,76%. Capaian ini lebih rendah dibandingkan tahun 2012 yang mencapai 98,32%. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan cakupan pemberian kapsul vitamin A. Upaya tersebut antara lain melalui peningkatan integrasi pelayanan kesehatan anak, sweeping pada daerah yang cakupannya masih rendah dan kampanye pemberian kapsul vitamin A. Cakupan pemberian kapsul vitamin A menurut puskesmas ditampilkan pada gambar

86 GAMBAR CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BALITA 6-59 BULAN MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Kramat Tarub Dukuhturi Margasari Kaladawa Suradadi Talang Kambangan Warureja Jatinegara Kesambi Pangkah Kedungbanteng Jatibogor Dukuhwaru Kab. Tegal Pagiyanten Kupu Penusupan Kalibakung Balapulang Lebaksiu Pagerbarang Bojong Adiwerna Slawi Bumijawa Kesamiran Bangun Galih Danasari 100,57 100,00 99,94 99,92 99,74 99,61 99,47 99,23 99,15 98,68 98,62 98,61 98,31 97,81 97,76 97,70 97,51 97,50 97,32 97,15 97,14 96,31 96,04 95,24 94,73 94,65 94,47 93,48 92,74 107,88 85,00 90,00 95,00 100,00 105,00 110,00 Puskesmas dengan cakupan pemberian vitamin A tertinggi pada tahun 2013 adalah Puskesmas Kramat sebesar 107,88%, diikuti oleh Tarub sebesar 100,57% dan Dukuhturi sebesar 100,00%. Sedangkan cakupan terendah terdapat di Puskesmas Danasari sebesar 92,74%, diikuti oleh Bangun Galiht sebesar 93,48% dan Kesamiran sebesar 94,47%. 7. Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) Sejak lahir sampai dengan usia lima tahun, anak seharusnya ditimbang secara teratur mengetahui pertumbuhannya. Cara ini dapat membantu untuk mengetahui lebih awal tentang gangguan pertumbuhan, sehingga segera dapat diambil tindakan tepat secepat mungkin. Hasil penimbangan, dapat mengetahui apakah seorang anak terlalu cepat bertambah berat badannya dibandingkan usianya atau tidak bertambah berat 77

87 badannya. Untuk itu memerlukan pemeriksaan berat badan anak lebih lanjut terkait dengan tinggi badannya, yang dapat menentukan apakah seorang anak mempunyai berat badan berlebih/kurang. Kegiatan penimbangan balita di Posyandu (D/S) menjadi salah satu indikator yang ditetapkan pada Renstra Dinas Kesehatan Tahun Indikator ini berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi serta penanganan prevalensi gizi kurang pada balita. Dengan cakupan D/S yang tinggi, diharapkan semakin tinggi pula cakupan vitamin A, cakupan imunisasi dan semakin rendah prevalensi gizi kurang. Gambaran cakupan penimbangan balita di posyandu masing masing Puskesma ditampilkan pada gambar 6.19 berikut. GAMBAR CAKUPAN PENIMBANGAN BALITA DI POSYANDU (D/S) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Jatinegara Pangkah Kedung Banteng Dukuhwaru Lebaksiu Tarub Bojong Penusupan Bangungalih Talang Pagiyanten Balapulang Jatibogor Kambangan Kalibakung Kesambi Pagerbarang Bumijawa Danasari Kab. Tegal Dukuhturi Warureja Kesamiran Kupu Slawi Adiwerna Kaladawa Margasari Kramat Suradadi 46,6 95,9 93,0 91,6 89,3 89,0 88,5 88,4 87,9 87,2 86,8 86,1 85,4 84,4 84,1 83,7 83,0 82,1 81,5 81,4 80,4 80,0 76,4 76,1 73,7 72,3 72,0 71,9 69,8 62,7 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 Sumber; Bidang Kesga dan Gizi, Dinkes Kab. Tegal,

88 Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar 80,4%. Cakupan ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 77,9%. Capaian pada tahun 2013 telah memenuhi target Renstra 2013 sebesar 80%. Pada tingkat Puskesmas terdapat 20 puskesmas dengan capaian melebihi target 80%. Puskesmas yang memiliki capaian tertinggi adalah Puskesmas Jatinegara sebesar 95,9%, diikuti oleh Pangkah sebesar 93,0%, dan Puskesmas Kedungbanteng sebesar 91,6%. Sedangkan capaian terendah terdapat di Puskesmas Suradadi sebesar 46,6%, diikuti oleh Kramat sebesar 62,7% dan Puskesmas Margasari sebesar 69,8%. Setiap anak harus memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS) yang terdapat dalam buku KIA agar dapat dipantau pertumbuhannya. Dengan KMS terlihat apakah anak tumbuh dengan baik sesuai usianya. KMS diberikan pada orang tua pada saat kunjungan balita ke Posyandu. Maka kunjungan balita ke Posyandu sangat berkaitan dengan indikator D/S. Namun demikian terdapat beberapa kendala yang dihadapi terkait dengan kunjungan balita ke posyandu. Permasalahan tersebut antara lain : dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, tingkat pengetahuan kader dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat terhadap manfaat Posyandu, serta pelaksanaan pembinaan kader. Data dan informasi tentang penimbangan balita di posyandu pada tahun 2013 terdapat pada lampiran table Imunisasi Setiap tahun lebih 1,4 juta anak di dunia meninggal karena berbagai penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah dengan imunisasi. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain : Difteri, Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paruparu, pertusis, dan polio. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian. Proses perjalanan penyakit diawali ketika virus/ bakteri/ protozoa/ jamur, masuk ke dalam tubuh. Setiap makhluk hidup yang masuk ke dalam tubuh manusia akan dianggap benda asing oleh tubuh atau yang disebut dengan antigen. Secara alamiah sistem kekebalan tubuh akan membentuk zat anti yang disebut antibodi untuk melumpuhkan antigen. Pada saat pertama kali antibodi berinteraksi dengan antigen, respon yang diberikan tidak terlalu kuat. Hal ini disebabkan antibodi belum mengenali antigen. Pada interaksi antibodi-antigen yang ke-2 dan seterusnya, 79

89 sistem kekebalan tubuh sudah memiliki memori untuk mengenali antigen yang masuk ke dalam tubuh, sehingga antibodi yang terbentuk lebih banyak dan dalam waktu yang lebih cepat. Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah upaya stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan antigen yang telah dilemahkan yang berasal dari vaksin. Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan. Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi penduduk terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, anak usia sekolah, wanita usia subur, dan ibu hamil. a. Imunisasi Dasar pada Bayi Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang disuntikkan atau diteteskan melalui mulut. Pada beberapa negara hepatitis masih menjadi masalah. Sepuluh dari 100 orang akan menderita hepatitis sepanjang hidupnya jika tidak diberi vaksin hepatitis B. Sampai dengan seperempat dari jumlah anak yang menderita hepatitis B dapat berkembang menjadi kondisi penyakit hati yang serius, seperti kanker hati. Disamping itu wajib diberikan imunisasi hepatitis B segera setelah bayi lahir untuk mencegah penularan virus hepatitis dari ibu kepada anaknya. Imunisasi BCG dapat melindungi anak dari penyakit tuberculosis. Imunisasi DPT dapat mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus. Diptheri menyebabkan infeksi saluran pernafasan atas, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kesulitan bernafas bahkan kematian. Tetanus menyebabkan kekakuan otot dan kekejangan otot yang menyakitkan dan dapat mengakibatkan kematian. Pertusis atau batuk rejan mempengaruhi saluran pernafasan dana dapat menyebabkan batuk hingga delapan minggu. Semua anak perlu mendapatkan imunisasi polio. Tanda-tanda polio adalah tungkai tiba tiba lumpuh dan sulit untuk bergerak. Dari 200 anak yang terinfeksi polio, maka satu orang akan menjadi cacat sepanjang hidupnya. 80

90 Sebagai salah satu kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib mendapatkan lima imunisasi dasar lengkap (LIL) yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis hepatitis B, dan 1 dosis campak. Dari kelima imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih yang dibuktikan dengan komitmen Indonesia pada lingkup ASEAN dan SEARO untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahancampak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita. GAMBAR CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Dukuhwaru Bangun Galih Kaladawa Danasari Adiwerna Kedungbanteng Margasari Pangkah Tarub Kramat Dukuhturi Kupu Warureja Kesamiran Bumijawa Kab. Tegal Slawi Penusupan Kesambi Kambangan Talang Pagerbarang Jatinegara Bojong Balapulang Lebaksiu Pagiyanten Jatibogor Kalibakung Suradadi 110,3 105,7 105,2 104,3 102,7 102,6 102,2 101,9 101,6 101,2 100,4 100,0 99,9 99,6 99,2 99,2 98,8 97,8 97,7 97,5 97,4 97,3 96,3 95,6 95,2 95,0 94,9 94,4 92,3 87,8 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 Sumber: Seksi Imunisasi, Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal,

91 Kabupaten Tegal memiliki cakupan imunisasi campak pada tahun 2013 sebesar 99,2%. Capaian tersebut telah memenuhi target 95% yang menjadi komitmen target pada rencana strategis Dinas Kesehatan. Cakupan pada tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 100,7%. Pada tingkat Puskesmas, terdapat 25 puskesmas yang telah berhasil mencapai target 95% seperti yang disajikan pada gambar 5.18 berikut. Kabupaten Tegal memiliki cakupan imunisasi campak pada tahun 2013 sebesar 99,2%. Capaian tersebut telah memenuhi target 95% yang menjadi komitmen target pada rencana strategis Dinas Kesehatan. Cakupan pada tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 100,7%. Pada tingkat Puskesmas, terdapat 25 puskesmas yang telah berhasil mencapai target 95% seperti yang disajikan pada gambar 5.18 berikut. Pada gambar 6.20 di atas dapat diketahui bahwa Puskesmas Dukuhwaru memiliki capaian tertinggi sebesar 110,3% diikuti oleh Bangun Galih sebesar 105,7% dan Kaladawa sebesar 105,2%. Sedangkan Puskesmas dengan cakupan terendah adalah Puskesmas Suradadi sebesar 87,8%, diikuti oleh Kalibakung sebesar 92,3% dan Jatibogor sebesar 94,4%. Program imunisasi pada bayi mengharapkan agar setiap bayi mendapatkan kelima jenis imunisasi dasar lengkap. Keberhasilan seorang bayi dalam mendapatkan 5 jenis imunisasi dasar tersebut diukur melalui indikator imunisasi dasar lengkap. Capaian indikator ini di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 sebesar 90,00%. Angka ini telah memenuhi target Renstra pada tahun 2013 yang sebesar 88%. Dengan demikian terdapat 15 provinsi (45,45%) yang telah memenuhi target Renstra tahun Tiga puskesmas dengan capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi yang tertinggi pada tahun 2013 adalah di Puskesmas Dukuhwaru sebesar 108,9% diikuti oleh Bangun Galih sebesar 105,7%, dan Kedungbanteng sebesar 102,6%. Sedangkan tiga puskesmas dengan capaian terendah adalah Suradadi sebesar 87,8%, diikuti oleh Warureja sebesar 88,4%, dan Kaladawa sebesar 91,3%. Data dan informasi terkait imunisasi dasar pada bayi yang dirinci menurut puskesmas tahun 2013 terdapat pada lampiran table

92 Dukuhwaru Bangun Galih Kedungbanteng Margasari Tarub Adiwerna Danasari Dukuhturi Kramat Kesamiran Pangkah Slawi Bumijawa Penusupan Kab. Tegal Kesambi Kupu Kambangan Talang Pagerbarang Jatinegara Balapulang Bojong Lebaksiu Pagiyanten Jatibogor Kalibakung Kaladawa Warureja Suradadi GAMBAR CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,9 105,7 102,6 102,2 101,6 101,0 100,6 100,1 99,6 99,6 99,3 98,8 98,7 97,8 97,7 97,7 97,6 97,5 97,3 97,3 96,4 95,2 95,0 94,8 94,5 93,6 92,3 91,3 88,4 87,8 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 b. Universal Child Immunization (UCI) Indikator lain yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi adalah Universal Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu desa/kelurahan dimana 80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/kelurahan tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Target UCI pada Renstra Dinas Kesehatan tahun 2013 adalah sebesar 95%. Pada tahun 2013 terdapat 29 puskesmas yang telah mencapai persentase desa UCI sebesar 100% atau 287 desa/kelurahan telah mencapai presentase UCI. Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan 83

93 imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out (DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi, namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut Drop Out Rate DPT/HB1- Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1. Drop Out Rate imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2013 sebesar 0,55%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2012 sebesar 3,6%. DO rate DPT/HB1-campak diharapkan agar tidak melebihi 5%. Batas maksimal tersebut telah berhasil dipenuhi sejak tahun 2010 sampai dengan tahun Pada tahun 2013 terdapat 19 puskesmas dengan DO rate 5%. Data dan informasi lebih rinci mengenai drop out rate cakupan imunisasi pada tahun 2013 DPT/HB1-campak tahun 2013 terdapat pada lampiran table Pelayanan Kesehatan Anak Balita Kehidupan anak, usia dibawah lima tahun merupakan bagian yang sangat penting. Usia tersebut merupakan landasan yang membentuk masa depan kesehatan, kebahagiaan, pertumbuhan, perkembangan, dan hasil pembelajaran anak di sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan secara umum. Kesehatan bayi dan balita harus dipantau untuk memastikan kesehatan mereka selalu dalam kondisi optimal. Untuk itu dipakai indikator-indikator yang bisa menjadi ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita, salah satu diantaranya adalah pelayanan kesehatan anak balita. Adapun batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur 12 sampai dengan 59 bulan. Pelayanan kesehatan pada anak balita dilakukan oleh tenaga kesehatan dan memperoleh : a. Pelayanan Pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun (Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan minimal 8 kali dalam setahun). b. Pemberian vitamin A dua kali dalam setahun yakni setiap bulan Februari dan Agustus c. Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang balita minimal 2 kali dalam setahun. d. Pelayanan Anak Balita Sakit sesuai standar menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Capaian Indikator pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2013 sebesar 101,1%, yang berarti telah memenuhi target Renstra pada tahun 2013 yang sebesar 90%. Capaian indikator ini juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 84

94 2012 yang sebesar 87,6%. Capaian indikator menurut puskesmas juga menunjukkan bahwa ada 20 puskesmas di Kabupaten Tegal memiliki capaian di atas 90% seperti yang terlihat pada gambar berikut. GAMBAR CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Kramat Lebaksiu Kaladawa Dukuhturi Dukuhwaru Warureja Balapulang Jatibogor Pangkah Danasari Kupu Pagerbarang Kalibakung Talang Kab.Tegal Margasari Kambangan Jatinegara Slawi Adiwerna Kesamiran Bojong Kesambi Bangun Galih Suradadi Kedungbanteng Penusupan Bumijawa Pagiyanten Tarub 36,59 147,14 146,34 139,97 137,14 129,01 127,15 125,47 122,79 120,00 118,24 114,12 111,58 106,80 104,22 101,1 98,93 97,59 96,47 95,68 94,34 90,80 87,65 86,35 84,44 83,12 81,89 71,95 68,65 65,42 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00 160,00 Sumber: Seksi Anak, Bidang Kesga Dinkes Kab. Tegal, 2013 Pada indikator ini terdapat 9 puskesmas yang memiliki capaian kurang dari target 90%, pada tahun 2013 sedangkan 20 puskesmas lainnya memiliki capaian melebihi target 90%. Capaian tertinggi di Puskesmas Kramat sebesar 147,14% disusul oleh Lebaksiu sebesar 146,34% dan Puskesmas Kaladawa sebesar 139,34%. Sedangkan puskesmas dengan capaian terendah adalah Tarub sebesar 36,59%, diikuti oleh Pagiyanten sebesar 65,48%, dan Bumijawa sebesar 68,65%. Data dan informasi 85

95 menurut provinsi terkait upaya pelayanan kesehatan anak balita disajikan pada lampiran table Pelayanan Kesehatan pada Siswa SD dan setingkat Mulai masuk sekolah merupakan hal penting bagi tahap perkembangan anak. Banyak masalah kesehatan terjadi pada anak usia sekolah, seperti misalnya pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti menggosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun, karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi/ketajaman penglihatan dan masalah gizi. Pelayanan kesehatan pada anak termasuk pula intervensi pada anak usia sekolah. Anak usia sekolah merupakan sasaran yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan, karena selain jumlahnya yang besar, mereka juga merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini diutamakan untuk siswa SD/ sederajat kelas 1. Pemeriksaan kesehatan dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bersama tenaga lainnya yang terlatih (guru UKS/UKSG dan dokter kecil). Tenaga kesehatan disini adalah tenaga medis, tenaga keperawatan atau petugas puskesmas lainnya yang telah dilatih sebagai tenaga pelaksana UKS/ UKGS. Guru UKS/UKGS adalah guru kelas atau guru yang ditunjuk sebagai pembina UKS/UKGS di sekolah dan telah dilatih tentang UKS/UKGS. Dokter kecil adalah kader kesehatan sekolah yang biasanya berasal dari murid kelas 4 dan 5 SD dan setingkat yang telah mendapatkan pelatihan dokter kecil. Hal ini dimaksudkan agar pembelajaran tentang kebersihan dan kesehatan gigi bisa dilaksanakan sedini mungkin. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan siswa tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut pada khususnya dan kesehatan tubuh serta lingkungan pada umumnya. Upaya kesehatan pada kelompok ini yang dilakukan melalui penjaringan kesehatan terhadap murid SD/MI kelas 1 juga menjadi salah satu indikator yang dievaluasi keberhasilannya melalui Renstra Kementerian Kesehatan. Kegiatan penjaringan kesehatan selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah kesehatan anak sekolah sehingga dapat dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk memperoleh data atau informasi dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah, maupun untuk dijadikan pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Kegiatan penjaringan kesehatan ini terdiri dari : a. Pemeriksaan kebersihan perorangan (rambut, kulit dan kuku) b. Pemeriksaan status gizi melalui pengukuran antropometri c. Pemeriksaan ketajaman indera (penglihatan dan pendengaran) 86

96 d. Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut e. Pemeriksaan laboratorium untuk anemia dan kecacingan f. Pengukuran kebugaran jasmani dan deteksi dini masalah mental emosional. Penjaringan kesehatan dinilai dengan menghitung persentase SD/MI yang melakukan penjaringan kesehatan terhadap seluruh SD/MI yang menjadi sasaran penjaringan. Cakupan SD atau sederajat yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk siswa kelas 1 pada tahun 2013 di Kabupaten Tegal yang sebesar 95,9% mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 dengan cakupan sebesar 96,2%. Walaupun terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, capaian tersebut juga telah memenuhi target Renstra 2013 yang sebesar 95%. Berdasarkan gambar 5.20 diketahui bahwa ada 11 puskesmas belum memenuhi target 95% dan 18 puskesmas yang telah mencapai target Renstra Ada empat puskesmas dengan capaian 100%, yakni puskesmas Dukuhturi, Kedungbanteng, Kalibakung dan Margasari. Kemudian diikuti oleh Puskesmas Talang sebesar 99,7%, Lebaksiu sebesar 99,2%, dan Dukuhwaru sebesar 99,1%. Sedangkan capaian terendah terdapat di Puskesmas Danasari sebesar 86,1%, diikuti oleh Kaladawa sebesar 87,9%, dan Jatibogor dengan cakupan sebesar 91,2%. Masih adanya puskesmas yang belum memenuhi target Renstra Dinas Kesehatan dapat disebabkan oleh beberapa masalah. Masalah utama yang sering ditemukan di daerah adalah kurangnya tenaga di Puskesmas sedangkan jumlah SD/MI cukup banyak, sehingga untuk melaksanakan penjaringan kesehatan membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu juga manajemen pelaporan belum terintegrasi dengan baik. Walaupun kegiatan penjaringan kesehatan telah dilaksanakan di Puskesmas namun pengelola program UKS di Puskesmas berada pada struktur organisasi yang berbeda sehingga menjadi penyebab koordinasi pencatatan dan pelaporan tidak berjalan dengan baik. Data dan informasi tentang cakupan penjaringan siswa SD/sederajat kelas 1 menurut puskesmas terdapat pada lampiran

97 GAMBAR CAKUPAN PENJARINGAN SISWA SD/MI SETINGKATMENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Dukuhturi Kedungbanteng Kalibakung Margasari Talang Lebaksiu Dukuhwaru Adiwerna Kramat Bangun Galih Penusupan Kupu Kesambi Pangkah Kab. Tegal Kambangan Warureja Tarub Bojong Bumijawa Pagiyanten Slawi Suradadi Kesamiran Pagerbarang Jatinegara Balapulang Jatibogor Kaladawa Danasari 87,9 86,1 100,0 100,0 100,0 100,0 99,7 99,2 99,1 98,6 98,5 98,5 98,0 97,4 97,1 96,5 95,9 95,6 95,3 95,2 95,0 94,4 94,1 94,0 93,4 93,3 92,7 92,2 91,4 91,2 75,0 80,0 85,0 90,0 95,0 100,0 105,0 Sumber: Seksi Pemberdayaan Masyarakat, Bidang PKPL, Dinkes 2013 C. GIZI KELURAGA Setiap tahun lebih dari sepertiga kematian anak di dunia berkaitan dengan masalah kurang gizi, yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Ibu yang mengalami kekurangan gizi pada saat hamil, atau anaknya mengalami kekurangan gizi pada usia 2 tahun pertama, pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi anak balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel umur, BB dan TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan 88

98 menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/U memberikan indikasi masalah gizi secara umum. Indikator ini tidak memberikan indikasi tentang masalah gizi yang sifatnya kronis ataupun akut karena berat badan berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Dengan kata lain, berat badan yang rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi kronis) atau sedang menderita diare atau penyakit infeksi lain (masalah gizi akut). Menurut Laporan Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat, pada tahun 2013, terdapat 6,66% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,6% balita berstatus gizi kurang dan 1,04% berstatus gizi buruk. Sebesar 1,20% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat lebih baik dengan capaian nasional. Untuk mencapai sasaran MDGs tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 % dalam periode 2013 sampai Indikator gizi yang lain yaitu tinggi badan menurut umur (TB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya: kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Indikator status gizi berdasarkan indeks BB/TB memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama (singkat). Misalnya: terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan (kelaparan) yang mengakibatkan anak menjadi kurus. Indikator BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degenerative pada saat dewasa. 89

99 PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KESEHATAN LINGKUNGAN Bab 7 berisi pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan. Data mengenai pengendalian penyakit terdiri atas penyakit menular dan penyakit tidak menular. Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung dan penyakit yang ditularkan melalui binatang. Situasi penyakit, baik kesakitan maupun kematian, merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. A. PENGENDALIAN PENYAKIT Selain membahas pengendalian penyakit yang menjadi prioritas pembangunan kesehatan nasional, pada subbab ini juga dibahas pengendalian penyakit di daerah tropis yang salah satunya disebabkan oleh nyamuk, juga neglected disease seperti filariasis. 1. Penyakit Menular a. Tuberkulosis Paru Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis. Beban penyakit yang disebabkan oleh tuberkulosis dapat diukur dengan case notification rate (CNR) dan prevalensi (didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu) dan mortalitas/kematian (didefinisikan sebagai jumlah kematian akibat tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu). 1) Kasus Baru BTA Positif Pada tahun 2013 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif (BTA+) sebanyak kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di Puskesmas dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Adiwerna, Kalibakung, dan Bumijawa. Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing puskesmas di Kabupaten Tegal kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Kecuali di puskesmas Penusupan, Dukuhwaru, Kramat dan Puskesmas Bangungalih. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Puskesmas Pagiyanten, kasus pada laki-laki dua kali lipat dari kasus pada perempuan. 90

100 Proporsi pasien baru BTA positif di antara semua kasus Tb menggambarkan prioritas penemuan pasien Tb yang menular di antara seluruh pasien Tb paru yang diobati. Angka ini diharapkan tidak lebih rendah dari 65%. Apabila proporsi pasien baru BTA+ di bawah 65% maka hal itu menunjukkan mutu diagnosis yang rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA+). GAMBAR 7.1. PROPORSI BTA + DIANTARA KASUS TB PARU DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,79 75,9 75,6 74,2 68,62 75, ,16 65,68 61,13 59, Sumber: Seksi P2 Pemberantasan, Dinkes Kab.Tegal, 2013 Gambar 6.1 memperlihatkan bahwa sampai dengan tahun 2013 proporsi pasien baru BTA+ di antara seluruh kasus sudah mencapai target yang diharapkan meskipun tidak terlalu jauh berada di atas target minimal yang sebesar 65%. Perkiraan jumlah penderita baru TB Paru BTA (+) di Kabupaten Tegal, pada tahun 2013 sebesar 107 per penduduk, artinya diperkirakan di Kabupaten Tegal terdapat penderita TB Paru baru BTA (+). Jumlah penderita TB Paru baru BTA (+) yang ditemukan pada tahun 2013 sebanyak orang maka didapatkan angka cakupan penemuan penderita TB Paru baru (+) atau Case Detection Rate (CDR) sebesar 75,8%. Angka pencapaian CDR di Kabupaten Tegal tahun 2013 tidak mencapai target renstra Dinas Kesehaatn tahun 2013 sebesar 85%, Hal itu mengindikasikan pentingnya prioritas dan kerja keras untuk menemukan kasus BTA+. Namun, sebanyak 9 puskesmas (31,03%) puskesmas telah mencapai target tersebut. Puskesmas Margasari, Danasari dan Puskesmas Kesambi merupakan puskesmas dengan proporsi pasien penderita TB Paru baru BTA+ di antara seluruh kasus yang terendah yaitu masih di bawah 50%. 91

101 Suradadi Pagerbarang Jatibogor Pagiyanten Dukuhturi Kupu Adiwerna Warureja Kalibakung Bumijawa Kesamiran Bojong Tarub Kedungbanteng Jatinegara Kab. Tegal Dukuhwaru Talang Kaladawa Lebaksiu Bangun Galih Slawi Pangkah Balapulang Penusupan Kambangan Kramat Kesambi Danasari Margasari GAMBAR 7.2. PROPORSI BTA + DIANTARA KASUS TB PARU DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,0 100,0 94,1 91,7 89,7 89,3 89,3 88,4 87,2 83,9 81,3 80,0 79,5 76,9 76,2 75,6 71,4 69,8 69,4 65,8 64,7 62,5 62,3 59,4 53,8 52,0 51,7 44,4 42,1 41,0 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 Angka penemuan TB Paru (CDR) merupakan salah satu indikator keberhasilan program TB Paru di Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Semakin rendah angka penemuan ini berarti semakin banyak kasus TB Paru yang belum terdeteksi dan belum terobati sehingga dapat menjadi sumber penularan bagi lingkungan sekitar para penderita tersebut.oleh karena itu perlu adanya peningkatan upaya penemuan kasus secara aktif oleh petugas kesehatan. Selain itu pengembangan PPM (public private mix) dalam penanggulangan TB dengan melibatkan, dokter praktek swasta, LSM, dan masyarakat. Gambaran CDR menurut Puskesmas adalah sebagai berikut: 92

102 KALIBAKUNG BOJONG ADIWERNA BALAPULANG TALANG MARGASARI KEDUNG BANTENG DUKUHTURI KUPU TARUB WARUREJO PAGIYANTEN BUMIJAWA PAGER BARANG JATINEGARA PANGKAH LEBAKSIU KALADAWA KESAMBI KESAMIRAN SURODADI JATIBOGOR DANASARI KAMBANGAN DUKUHWARU BANGUN GALIH KRAMAT SLAWI PENUSUPAN KAB.TEGAL 112,5 106,4 86,2 75,0 74,9 70,0 63,6 63,5 61,1 59,5 58,5 58,1 57,4 55,8 51,7 49,2 46,1 42,9 42,2 40,6 37,9 34,7 34,2 32,1 24,1 23,0 20,3 11,8 75,6 175,4 GAMBAR 7.3. CAKUPAN PENEMUAN TB PARU (CDR) MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,0 180,0 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Sumber: Seksi Pemberantasan, Bidang P2P Dinkes, 2013 Gambar di atas menunjukan cakupan penemuan penderita TB Paru baru (+) atau Case Detection Rate (CDR) di Kabupaten Tegal sebesar 75,8%. Puskesmas dengan angka pencapaian CDR tertinggi adalah Puskesmas Kalibakung (175,4%), Bojong (112,5%) dan Puskesmas Adiwerna (106,4%) sedangkan puskesmas dengan pencapaian terendah adalah Puskesmas Penusupan (11,8%), Slawi (20,3%) dan Puskesmas Kramat (23,0%). 2) Angka Keberhasilan Pengobatan (Succes Rate) Salah satu upaya untuk mengendalikan TB yaitu dengan pengobatan. Indikator yang digunakan sebagai evaluasi pengobatan yaitu angka keberhasilan pengobatan (success rate). Angka keberhasilan pengobatan ini dibentuk dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Evaluasi pengobatan pada penderita TB pau BTA (+) dilakukan melalui pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif. Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan dahak pada akhir pengobatan ditambah minimal satu kali pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif. Target angka kesembuhan (cure rate) yang harus dicapai minimal 85% dan angka keberhasilan pengobatan (sukses rate) : 90%. Berikut ini digambarkan angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan tahun

103 GAMBAR 7.4. ANGKA KESEMBUHAN DAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN Cure Rate 92,2 88,6 90,3 87,6 89,1 88,4 87,2 85,9 85,5 89,8 Succes Rate 92,5 92,4 92,4 90,7 92,9 93,1 92,7 89,9 89,8 91,6 Sumber: Seksi P2 Pemberantasan, Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal, 2013 Pada Gambar 7.4 terlihat perkembangan angka keberhasilan pengobatan tahun Pada tahun 2013 angka keberhasilan pengobatan sebesar 91,6%. WHO menetapkan standar angka keberhasilan pengobatan sebesar 85%. Dengan demikian pada tahun 2013, Kabupaten Tegak telah mencapai standar tersebut. Sementara Dinas Kesehatan menetapkan target Renstra minimal 90% untuk angka keberhasilan pengobatan pada tahun Berdasarkan hal tersebut, capaian angka keberhasilan pengobatan tahun 2013 yang sebesar 91,6% juga telah memenuhi target Renstra. Angka kesembuhan tahun 2013 di Kabupaten Tegal sebesar : 89,8% dengan perincian angka kesembuhan di puskesmas : 91,58% dan Rumah Sakit : 54%. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan sebesar : 92.45% dengan perincian puskesmas : 94% dan Rumah Sakit 81,65%. Masih rendahnya angka kesembuhan di RS dikarenakan pasien default (menghentikan pengobatan sebelum waktunya) yaitu sebesar 17%. Tingginya angka default dan belum terlibatnya Dokter praktek swasta dalan penanggulangan TB dengan strategi DOTS berpotensi timbulnya MDR (multidrug resisten). b. HIV & AIDS HIV/AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi tersebut menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki fase AIDS, penderita terlebih dulu dinyatakan sebagai HIV positif. Jumlah HIV positif yang ada di masyarakat dapat diketahui melalui 3 94

104 metode, yaitu pada layanan Voluntary, Counseling, and Testing (VCT), sero survey, dan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP). berikut ini. Perkembangan HIV positif sampai tahun 2013 disajikan pada Gambar 7.5 GAMBAR 7.5. JUMLAH KASUS BARU HIV POSITIVE DAN AIDS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN HIV AIDS Kasus HIV dan AIDS dalam empat tahun terakhir ( ) cenderung meningkat, perkembangan jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 56,6% dibanding tahun Kasus terbanyak pada kelompok risiko tinggi yaitu WPS dan pasangan risiko tinggi, dengan usia antara tahun. c. Pneumonia Pneumonia adalah penyakit yang disebabkan kuman pneumococcus, staphylococcus, streptococcus, dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia pada balita di suatu wilayah sebesar 10% dari jumlah balita di wilayah tersebut. Berikut ini gambaran penemuan peneumonia pada balita tahun

105 GAMBAR 7.6. CAKUPAN PENEMUAN DAN PENANGANAN PNEUMONIA PADA BALITA DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,1 53,3 72,49 58, Sumber : Bidang P2P, Dinkes Kab.Tegal 2013 Sampai dengan tahun 2013, angka cakupan penemuan dan penanganan pneumonia pada balita tidak mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 50%-58%. Selama beberapa tahun terakhir cakupan penemuan pneumonia tidak pernah mencapai target nasional, termasuk target tahun 2013 yang sebesar 80%. d. Kusta Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2 3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2 5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. Selama periode , angka penemuan kasus baru kusta pada tahun 2013 meningkat menjadi sebesar 1,5 per penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 1,4 hingga 1,56 per penduduk dan belum mencapai target renstra < 1 per penduduk (< 10 per penduduk). 96

106 GAMBAR 7.7. ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 1,4 1,4 1,6 1,47 1,56 1,5 1,58 1,3 1,3 1, Prevalensi CDR Berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban kusta tinggi (high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high burden jika NCDR (new case detection rate: angka penemuan kasus baru)> 10 per penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan low burden jika NCDR < 10 per penduduk dan atau jumlah kasus baru kurang dari kasus. Kabupaten Tegal merupakan salah satu dari 9 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah yang mempunyai kasus kusta tinggi (high endemic), karena prevalence rate lebih dari 1/ penduduk dan CDR lebih dari 5/ penduduk. Kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan high endemic lainnya adalah Kabupaten Brebes, Pekalongan, Pemalang, Blora, Rembang, Kota Pekalongan, Jepara, Grobogan, Pati, Kudus dan Demak. Pada tahun 2013 dilaporkan 234 kasus baru kusta, lebih tinggi dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 220 kasus. Sebesar 194 kasus di antaranya merupakan tipe Multi Basiler, sedangkan 40 kasus merupakan penderita kusta tipe Pausi basiler. Persentase penderita kusta selesai berobat (RFT), kusta type PB (Pausi Basiler) pada tahun 2013 tahun 2012 sebesar 100% meningkat dibandingkan tahun 2012 sebesar 9%. Sedangkan RFT kusta type MB ( Multi Basiler) pada tahun 2013 sebesar 87.73%, meningkat dibandingkan dengan pada tahun 2012 sebesar 84,5%, angka ini belum mencapai target renstra 90%. Evaluasi RFT ini pada penderita baru kusta yang diobati tahun 2011 untuk kusta PB dan tahun 2010 pada kusta type MB, karena pengobatan kusta memerlukan waktu 6 12 bulan. 97

107 Target angka RFT berdasarkan SPM 2010 adalah > 90% agar dapat memutuskan rantai penularan penyakit kusta. Upaya yang dilakukan untuk mencapai eliminasi kusta (prevalensi kurang 1 per penduduk ) antara lain : 1) Penemuan penderita secara aktif melalui kegiatan kampanye eliminasi kusta (LEC), 2) Peningkatan ketrampilan petugas puskesmas dalam menemukan penderita kusta sedini mungkin, 3) Peningkatkan kesadaran masyarakat dengan menghilangkan stigma yang ada di masyarakat. Pengendalian kasus kusta antara lain dengan meningkatkan deteksi kasus sejak dini. Indikator yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru kusta yaitu angka cacat tingkat dua (II). Angka cacat tingkat II pada tahun 2013 sebesar 11,97 per penduduk, menurun dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 21,4 per penduduk. Berikut grafik angka cacat tingkat 2 selama sepuluh tahun terakhir. GAMBAR 7.8. ANGKA CACAT TINGKAT II PENDERITA KUTA DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,5 10,6 21,1 15,1 22 9,36 18, ,4 11, Sumber: Bidang P2P Dinkes Kab. Tegal, 2013 Puskesmas dengan angka cacat tingkat II per penduduk tertinggi pada tahun 2013 yaitu Puskesmas Bojong sebesar 50%, Jatibogor, Suradadi dan Kedungbanteng masing masing sebesar 40%, dan Puskesmas Kramat sebesar 37,5%. Hal itu menunjukkan kemampuan mendeteksi kasus baru kusta di ketiga puskesmas tersebut masih rendah. 98

108 Bojong Jatibogor Suradadi Kedungbanteng Kramat Warureja Bangun Galih Kesamiran Lebaksiu Dukuhturi Kesambi Pagerbarang Kab.Tegal Pangkah Kupu Kaladawa Margasari Adiwerna Tarub Talang Pagiyanten Dukuhwaru Slawi Penusupan Jatinegara Kambangan Kalibakung Balapulang Danasari Bumijawa e. Diare GAMBAR 7.9. ANGKA CACAT TINGKAT II PENDERITA KUSTA MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN ,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 20,0 16,7 16,7 15,8 11,97 10,5 9,1 7,7 7,7 6,3 25,0 25,0 25,0 40,0 40,0 40,0 37,5 50,0 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakanpenyebab kematianyang ke empat (13,2%). Jumlah penderita pada KLB diare tahun 2013 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2012 dari kasus menjadi 646 kasus pada tahun KLB diare pada tahun 2013 terjadi di 6 provinsi dengan penderita terbanyak terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 294 kasus. Incidence Rate diare Kabupaten Tegal tahun 2012 sebesar 39,74% per 1000 penduduk, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu 38,0 per 1000 penduduk dan 2010 yaitu sebesar 35,4 per 1000 penduduk. Sedangkan Case Fatality Rate diare pada tahun 2012 sebesar 0,004% meningkat jika dibandingkan tahun 2011 sebesar 0,0% dan sama dengan tahun 2010 yaitu sebesar 0,004%. 99

109 Cakupan penanganan penderita diare di Kabupaten Tegal pada tahun 2012 yang dilaporkan sebesar 86,89% lebih rendah dibandingkan cakupan pada tahun 212 sebesar 93.9%, tapi tjika dibandingkan dengan target SPM Inonesia Sehat 2011 dan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal berarti belum memenuhi target yang ditetapkan yaitu 100%. f. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) PD3I adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti Difteri, Pertusis, Tetanus, Tetanus Neonatorum, Polio, Campak dan Hepatitis B. Dalam upaya untuk membebaskan Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi Campak (Redcam) dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN). Dinas Kesehatan saat ini telah melaksanakan Program Surveilans Integrasi PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak). Jumlah kasus PD3I yang dilaporkan selama 3 tahun terakhir menunjukkan bahwa tidak ada kejadian kasus PD3I. Pada tahun 2013 penyakit menular Difteri, Pertusis, Tetanus dan Polio dan Hepatitis B tidak ditemukan kasus. Jumlah kasus Campak di Kabupaten Tegal tahun 2013 sebanyak 21 kasus, menurun jika dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu sebanyak 39 kasus. g. Demam Berdara Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, misalnya Aedes aegypti atau Aedis albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Jumlah penderita DBD di Kabupaten Tegal yang dilaporkan pada tahun 2013 sebanyak 243 kasus dengan jumlah kematian 10 orang. Angka kesakitan sebesar 17, 5 per penduduk dan angka kematian sebesar 4,2%. Terjadi peningkatan jumlah kasus pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 yang sebesar 201 kasus dengan IR 13,9. Target Renstra Dinas Kesehatan untuk angka kesakitan DBD pada tahun 2013 sebesar 20 per penduduk, dengan demikian sudah telah mencapai target Renstra Dinas Kesehatan Tahun Berikut tren kasus DBD selama kurun waktu tahun

110 GAMBAR JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN TEGAL TAHUN Gambaran angka kesakitan DBD menurut puskesmas tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar Pada tahun 2013 terdapat sebanyak 20 puskesmas yang telah mencapai target Puskesmas dengan IR DBD tertinggi tahun 2013 yaitu Slawi sebesar 6,5, Dukuhwaru sebesar 3,6 dan Lebaksiu sebesar 2,9 per penduduk. Kematian akibat DBD dikategorikan tinggi jika CFR > 2%. Dengan demikian pada tahun 2013 terdapat sebelas puskesmas yang memiliki CFR tinggi yaitu Puskesmas Dukuhturi (25,0%), Pangkah (25,0%), Kramat (12,5%) dan Puskesmas Talang (11,1%). Pada puskesmas tersebut masih perlu upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kesehatan di rumah sakit dan puskesmas (dokter, perawat, dan lain-lain) termasuk peningkatan sarana-sarana penunjang diagnostik dan penatalaksanaan bagi penderita di sarana-sarana pelayanan kesehatan. Data dan informasi lengkap terlampir pada table 16. Salah satu indikator yang digunakan untuk upaya pengendalian penyakit DBD yaitu angka bebas jentik. Sampai tahun 2013 angka bebas jentik di Kabupaten Tegal belum mencapai target yang sebesar 95%. Pada tahun 2013 angka bebas jentik yang terlaporkan di Kabupaten Tegal sebesar 39,32%. Sampai tahun 2013 angka bebas jentik belum mencapai target nasional yang sebesar 95%. Belum semua puskesmas melaporkan angka bebas jentik. Informasi lebih rinci menurut puskesmas terkait dengan penyakit DBD dapat dilihat pada Lampiran tabel

111 GAMBAR ANGKA KESAKITAN DBD MENURUT PUSKESMAS DI KABUPATEN TEGAL TAHUN KAB.TEGAL KESAMIRAN DANASARI BUMIJAWA KESAMBI KALIBAKUNG JATINEGARA BOJONG DUKUHTURI JATIBOGOR KUPU KAMBANGAN WARUREJA BANGUNGGALIH BALAPULANG KEDUNGBANTENG KRAMAT PANGKAH KALADAWA PAGIYANTEN TALANG PENUSUPAN SURODADI PAGERBARANG MARGASARI ADIWERNA TARUB LEBAKSIU DUKUHWARU SLAWI 2,9 2,7 2,5 2,6 2,3 2,2 2,0 1,7 1,7 1,5 1,3 1,3 1,4 1,2 1,2 1,2 1,2 1,1 1,1 1,0 1,0 0,8 0,5 0,6 0,2 0,3 0,0 0,0 3,6 6,5 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 Sumber: Bidang P2P, DInkes Kab. Tegal, 2013 h. Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Penyakit inimenginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital. Pada tahun 2013 dilaporkan sebanyak 7 kasus filariasis yang ada di wilayah Puskesmas Balapulang, Pagerbarang, Jatinegara, Pangkah, Talang dan Puskesmas Warurejo masing masing 1 kasus. 102

112 Filariasis dapat dicegah dan diobati dengan melaksanakan Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) filariasis selama lima tahun berturut-turut sehingga diperlukan komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan biaya operasional POMP selama minimal lima tahun berturut- turut yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sedangkan tanggung jawab pemerintah pusat yaitu menyediakan obat. i. Malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles) betina, dapat menyerang semua orang baik laki-laki ataupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang dewasa.. Jumlah kasus klinis malaria di Kabupaten Tegal tahun 2013 tercatat 7 kasus dan 7 penderita positif malaria, kasus tersebut merupakan kasus import. Jika dibandingkan tahun 2012 kasus malaria impor ini menurun (kasus malaria 2012 : 8 kasus). Angka kesakitan malaria tahun 2012 sebesar 0,0057 per penduduk, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 0,002 per penduduk dan hampir sama dengan tahun 2010 sebesar 0,006 per penduduk, dengan demikian maka, sudah melampaui target Indonesia Sehat 2010 sebesar 5 per penduduk. Bentuk pelayanan yang diberikan terhadap penderita malaria adalah pemeriksaan darah dan pengobatan. Pemeriksaan darah dilakukan terhadap penderita klinis, sedangkan pengobatan dilakukan terhadap penderita klinis maupun yang positif malaria. Pemeriksaan darah dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Seorang penderita klinis baru dinyatakan positif malaria apabila sediaan darah yang diperiksa terdapat plasmodium. Selain dilakukan pemeriksaan darah, semua penderita klinis memperoleh pengobatan klinis, sedangkan penderita positif diberikan pengobatan radikal. Sehingga cakupan pengobatan malaria di Kabupaten Tegal selalu mencapai 100% dan mencapai target SPM Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa per tahun (WHO, 2010). Di Indonesia sendiri, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas 103

113 dan mortalitas PTM semakin meningkat. Hal tersebut menjadi beban ganda dalam pelayanan kesehatan, sekaligus tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia. Peningkatan PTM berdampak negatif pada ekonomi dan produktivitas bangsa. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu lama dan memerlukan biaya besar. Beberapa jenis PTM merupakan penyakit kronik dan/atau katastropik yang dapat mengganggu ekonomi penderita dan keluarganya. Selain itu, salah satu dampak PTM adalah terjadinya kecacatan termasuk kecacatan permanen. Secara global, regional, dan nasional pada tahun 2030 diproyeksikan terjadi transisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Berbagai faktor risiko PTM antara lain ialah: merokok dan keterpaparan terhadap asap rokok, minum minuman beralkohol, diet/pola makan, gaya hidup, kegemukan, obat-obatan, dan riwayat keluarga (keturunan). Prinsip upaya pencegahan tetap lebih baik dari pengobatan. Upaya pencegahan penyakit tidak menular lebih ditujukan kepada faktor risiko yang telah diidentifikasi. Kementerian Kesehatan telah mengembangkan program pengendalian PTM sejak tahun Upaya pengendalian faktor risiko PTM yang telah dilakukan berupa promosi Perilaku Bersih dan Sehat serta pengendalian masalah tembakau. Beberapa Pemerintah Daerah telah menerbitkan peraturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan membentuk Aliansi Walikota/Bupati dalam Pengendalian Tembakau dan Penyakit Tidak Menular. Sedangkan untuk pengaturan makanan berisiko, ke depan akan dibuat regulasi antara lain tentang gula, garam dan lemak dalam makanan yang dijual bebas. Upaya pengendalian PTM tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tanpa dukungan seluruh jajaran lintas sektor, baik pemerintah, swasta, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, bahkan seluruh lapisan masyarakat. Beberapa kegiatan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam upayanya untuk mengendalikan penyakit tidak menular pada tahun 2013 adalah sebagai berikut. a. Posbindu PTM Kegiatan yang mulai dikembangkan pada tahun 2011 ini merupakan salah satu wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini terhadap faktor risiko PTM secara terpadu dan terintegrasi dengan kegiatan rutin di masyarakat, seperti di lingkungan tempat tinggal dalam wadah desa/kelurahan siaga aktif. Selain itu, kegiatan tersebut pada saat ini telah 104

114 dikembangkan pada kelompok khusus seperti di Perusahaan Outobus (PO), kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH), sekolah, dan tempat kerja. b. Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM di Puskemas Pada tahun 2013 setiap kabupaten/kota minimal memiliki satu puskesmas dengan program unggulan pelayanan PTM yang dilengkapi dengan sumber daya manusia yang terlatih PTM, fasilitas, dan peralatan untuk penatalaksanaan kasus PTM. Upaya tersebut antara lain peningkatan promosi kesehatan (health promotion) yang dilakukan melalui gaya hidup sehat, melaksanakan deteksi dini dan monitoring faktor risiko PTM dan Pandu PTM, dan atau layanan khusus PTM lainnya (jantung, stroke, Cedera, Tisan, skrining Thalasemia, SLE, kanker anak, layanan upaya berhenti merokok, diet, aktivitas fisik, stres, Tisan, PAL, IVA + CBE, rehabilitasi dan atau paliatif PTM). c. Pengendalian Tembakau Pengendalian tembakau di Indonesia merupakan salah satu upaya pengendalian factor risiko PTM, guna menurunkan prevalensi penyakit tidak menular. beberapa upaya yang telah dikembangkan adalah: 1) Pengembangan kawasan tanpa rokok 2) Upaya berhenti rokok di Fasyankes Primer 3) Kebijakan pengendalian rokok 4) Jajak pendapat masyarakat mengenai penerapan larangan total iklan, promosi dan sponsorship rokok. d. Upaya Pengendalian Kecelakaan Lalu Lintas pada Situasi Mudik Pada musim mudik Hari Raya Idul Fitri tahun 2013, Kemenkes RI menerbitkan Buku Monitoring Evaluasi Kesehatan Pengemudi yang digunakan untuk mengamati perkembangan kesehatan para pengemudi angkutan umum. Penyakit tidak menular mempunyai dampak negatif sangat besar karena merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit tidak menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini menjadi serba terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan gradasi dari penyakit tidak menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan tidak diketahui kapan sembuhnya karena memang secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan tetapi hanya bisa dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan penyakit menular. Jumlah kasus penyakit tidak menular di Kabupaten Tegal yang dilaporkan pada tahun tahun 2013 sebanyak kasus cenderung mengalami meningkat dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2012 yaitu sebanyak kasus, 105

115 sedangkan jenis penyakit tidak menular di Kabupaten Tegal pada tahun 2013 adalah sebagai berikut : GAMBAR DISTRIBUSI PENYAKIT TIDAK MENULAR DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Angina ID DM; 19 Pektoris; 3 Ca servik; 11 Hipertensi Essensial; Ca Mamae; 77 Stroke; PPOK; 480 AMI; 34 Dekomp 257 Kordis; 457 ND DM; Psikosis; Asma; Hipertensi Lainnya; Selama 3 tahun terakhir jenis penyakit tidak menular yang paling banyak terjadi di Kabupaten Tegal adalah hipertensi. Hanya pada tahun 2012 hipertensi dibagi menjadi 2 jenis yaitu hipertensi esensiel dan hipertensi lainnya. Untuk urutan ke 3 s/d 5 mengalami perubahan yaitu Asma Bronkial, Psikosis dan Diabetes Mellitus. Sedangkan urutan nomor 1 dan 2 tetap sama yaitu hipertensi essensial dan hipertensi lainnya. Ruang lingkup pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (PJPD) yang menjadi tanggung jawab Sub Direktorat Penyakit Jantung Dan Pembuluh Darah, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan meliputi hipertensi essensial, penyakit ginjal hipertensi, penyakit jantung hipertensi, stroke, gagal jantung, Penyakit Jantung Koroner (PJK), kardiomipathy, penyakit jantung rheumatic, penyakit jantung bawaan, dan infark miocard akut. 106

116 B. KESEHATAN LINGKUNGAN Kesehatan lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Menurut WHO, ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya meliputi penyediaan air minum serta pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran. 1. Air Minum Komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs) yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/ PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Penyelenggara air minum dapat berasal dari badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum. Tidak semua air dapat diminum, syarat-syarat kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan dimaksud, diantaranya adalah sebagai berikut : - Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna; - Parameter Mikrobiologi E Coli dan total Bakteri Kolifrom, kadar maksimum yang di perbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel; - Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l), ph 6,5-8,5; - Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air); - Dan parameter tambahan lainnya. Salah satu parameter air minum adalah parameter fisik. Parameter fisik yang harus dipenuhi pada air minum yaitu harus jernih, tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Selain itu, air minum tidak menimbulkan endapan. Jika air yang kita konsumsi menyimpang dari hal ini, maka sangat mungkin air telah tercemar. Secara umum, kualitas fisik air minum di Indonesia termasuk dalam kategori baik (tidak keruh, tidak berwarna, tidak berasa tidak berbusa dan tidak berbau) sebesar 94,1%. Rincian lengkap tentang proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum dapat dilihat pada Lampiran

117 Pembahasan air minum meliputi, proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air minum, proporsi rumah tangga berdasarkan kualitas fisik air minum, proporsi rumah tangga berdasarkan pengolahan air minum sebelum diminum, proporsi rumah tangga berdasarkan cara pengolahan air minum sebelum diminum, dan proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sumber air minum berdasarkan kriteria JMP WHO-INICEF GAMBAR PROPORSI RUMAH TANGGA BERDASARKAN SUMBER AIR MINUM DI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 MATA AIR; 0,5 LAINNYA; 3,2 LEDENG; 14,8 SGL; 62,3 SPT; 19,2 LEDENG SPT SGL MATA AIR LAINNYA Sumber: Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinkes Kab.Tegal 2013 Gambar 7.11 menunjukkan bahwa proporsi rumah tangga berdasarkan jenis sumber air minum di Kabupaten Tegal terbesar pada sumur gali terlindung sebesar 62,3%, kemudian sumur pompa tangan sebesar 19,2% dan air ledeng sebesar 14,8%. Air yang layak diminum, mempunyai standar tertentu yaitu telah memenuhi persyaratan fisik, kimiawi dan bakteriologis, dan syarat tersebut merupakan satu kesatuan. Jadi apabila ada satu saja parameter yang tidak memenuhi syarat maka air tesebut tidak layak untuk diminum. Agar air layak untuk diminum maka diperlukan pengolahan air sebelum diminum. 108

PROFIL KESEHATAN. Kabupaten Tegal Tahun 2015

PROFIL KESEHATAN. Kabupaten Tegal Tahun 2015 PROFIL KESEHATAN Kabupaten Tegal Tahun 2015 DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL 2016 i Buku ini diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal Jalan dr. Sutomo No. 1 C, Slawi Telepon no: 0283-491644 Fax

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013

Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013 Tabel 2.6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Tegal Pada Tahun 2013 Kepadatan Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk ( Km 2 ) Penduduk (Jiwa) ( Jiwa/Km 2 ) 010. Margasari 86,83 95.150

Lebih terperinci

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN Lampiran III Peraturan Daerah Nomor Tanggal : : 15 29 December 2016 PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati

KATA PENGANTAR dr. Hj. Rosmawati KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan salah

Lebih terperinci

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Tahun Anggaran 2014

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Tahun Anggaran 2014 DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir DPPA SKPD 2.2 PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Tahun Anggaran 2014 Urusan Pemerintahan : 1 Urusan Wajib Bidang Pemerintahan : 1. 02 Kesehatan

Lebih terperinci

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM

Tim Penyusun Pengarah : dr. Hj. Rosmawati. Ketua : Sitti Hafsah Yusuf, SKM, M.Kes. Sekretaris : Santosa, SKM KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat menyelesaikan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2014 ini dengan baik. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka merupakan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i

KATA PENGANTAR Masyarakat Kolaka yang Sehat, Kuat. Mandiri dan Berkeadilan Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka 2016 Hal. i KATA PENGANTAR Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik dan Hidayah - NYA, sehingga buku Profil Kesehatan Tahun dapat disusun. Profil Kesehatan Kabupaten Kolaka Tahun merupakan gambaran pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Program dan kegiatan pembangunan pada dasarnya disusun untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sebesarbesarnya yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

SEKTOR BANGUNAN PDRB KABUPATEN TEGAL

SEKTOR BANGUNAN PDRB KABUPATEN TEGAL SEKTOR BANGUNAN Sektor Bangunan mencakup kegiatan konstruksi di wilayah Kabupaten Tegal yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1. IV.2. VISI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu dari penyelenggara pembangunan kesehatan mempunyai visi: Masyarakat Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL SEKTOR BANGUNAN Sektor Bangunan mencakup kegiatan konstruksi di wilayah Kabupaten Tegal yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain,

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI

SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI SEKTOR ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI Sektor ini mencakup kegiatan pengangkutan barang dan penumpang, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Pengangkutan meliputi kegiatan pemindahan penumpang dan atau barang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL

PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL PENGUMUMAN RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG DAN JASA DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL : Djuwani EK, SH,M.Kes : Dinas Kesehatan : Dedi Sutanto, SKM, M.Kes & Akhmad Bukhori, SKM, M.Kes NO KEGIATAN NAMA PAKET

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Di wilayah Kabupaten Tegal sektor penggalian pada umumnya adalah penggalian yang dilakukan oleh pengusaha golongan C seluruhnya. Komoditi yang digali antara lain : pasir,

Lebih terperinci

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN Di wilayah Kabupaten Tegal sektor penggalian pada umumnya adalah penggalian yang dilakukan oleh pengusaha golongan C seluruhnya. Komoditi yang digali antara lain : pasir,

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

BAB IX KEUANGAN. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB IX KEUANGAN. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB IX KEUANGAN Pembangunan Keuangan Daerah diarahkan pada peningkatan kemampuan dan daya guna keseluruhan tatanan, kelembagaan dan kebijaksanaan keuangan dalam menunjang keseimbangan pembangunan. Peningkatan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013

LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 LAMPIRAN PENETAPAN KINERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA TARGET PROGRAM /KEGIATAN (1) (2) (3) (4) (5) I Meningkatnya kualitas air 1 Persentase

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

KABUPATEN TEGAL. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL

KABUPATEN TEGAL. Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL KABUPATEN TEGAL Data Agregat per Kecamatan KABUPATEN TEGAL Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TEGAL Anggaran : 205 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan :. 02 Urusan Wajib Organisasi :. 02. 0 Sub Unit Organisasi :.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM

BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM BAB VI INDUSTRI, LISTRIK DAN AIR MINUM A. INDUSTRI Kepercayaan diri sektor sub sektor Industri Besar/Sedang di Kabupaten Tegal mulai bangkit semenjak 1999 setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan

Lebih terperinci

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK Penduduk A. PENDUDUK BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA penduduk Kabupaten Tegal tahun 2007 mencapai 1.492.548 jiwa. Kecamatan yang berpenduduk paling banyak adalah Adiwerna yaitu 124.920 jiwa dan yang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI GARUT P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 505 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DAN JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) PADA FASILITAS

Lebih terperinci

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA NO INDIKATOR SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET SATUAN BESARAN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 99 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM

A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS : VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN PROGRAM Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) Instansi Visi : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR : Mewujudkan Masyarakat Jawa Timur Mandiri untuk Hidup Sehat Misi : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2.

Lebih terperinci

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka

BAB I GEOGRAFI. Kabupaten Tegal Dalam Angka BAB I GEOGRAFI A. LETAK GEOGRAFI Kabupaten Tegal merupakan salah satu daerah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah dengan Ibukota Slawi. Terletak antara 108 57'6 s/d 109 21'30 Bujur Timur dan 6 50'41" s/d

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH DINAS KESEHATAN KANTOR PEMERINTAH KOTA PRABUMULIH LANTAI V JL. JEND SUDIRMAN KM 12 CAMBAI KODE POS 31111 TELP. (0828) 81414200 Email: dinkespbm@yahoo.co.id KOTA PRABUMULIH Lampiran

Lebih terperinci

NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET TAHUN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat

NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET TAHUN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 NO INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET TAHUN 2015 Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat Sasaran 1 : Meningkatnya

Lebih terperinci

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN

PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN Satuan Kerja Perangkat Daerah : DINAS KESEHATAN Tahun Anggaran : 2015 PENGUKURAN INDIKATOR KINERJA SASARAN No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA 1 Peningkatan Mutu Aktivitas Perkantoran Terselenggaranya

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Daerah Dalam Rencana Strategis Dinas Kesehatan 2016-2021 tidak ada visi dan misi, namun mengikuti visi dan misi Gubernur

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas

TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas Indikator Kinerja Utama Pemerintah Kota Tebing Tinggi 011-016 3 NAMA UNIT ORGANISASI : DINAS KESEHATAN TUGAS POKOK : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi

Lebih terperinci

SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN

SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN SEKTOR PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN Sektor perdagangan dalam Penghitungan Regional Income adalah semua balas jasa yang diterima oleh pedagang besar, pedagang eceran, rumah makan dan sebagainya. Adapun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2016

Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2016 NO INDIKATOR KINERJA Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis pada hak-hak dasar masyarakat Sasaran 1 : Meningkatnya Aksesibilitas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2014 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA

Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2014 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA 1 Lampiran Perjanjian Kinerja Tahun 2014 PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GOWA NO INDIKATOR SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET SATUAN BESARAN Misi 1 : Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dengan berbasis

Lebih terperinci

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun

Series Data Umum Kota Semarang Data Umum Kota Semarang Tahun Data Umum Kota Semarang Tahun 2007-2010 I. Data Geografis a. Letak Geografis Kota Semarang Kota Semarang merupakan kota strategis yang beradadi tengah-tengah Pulau Jawa yang terletak antara garis 6 0 50

Lebih terperinci

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK

BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA A. PENDUDUK A. PENDUDUK BAB III PENDUDUK DAN TENAGA KERJA Jumlah penduduk Kabupaten Tegal tahun 2009 mencapai 1.420.760 jiwa. Kecamatan yang berpenduduk paling banyak adalah Adiwerna yaitu 118.824 jiwa dan yang paling

Lebih terperinci

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank)

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) SEKTOR KEUANGAN 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) 8.1.1 PERBANKAN Perbankan adalah suatu kegiatan pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kegiatan operasional Bank yang antara lain

Lebih terperinci

2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta 2014 Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta KATA PENGANTAR Profil Kesehatan merupakan data dan informasi yang menggambarkan situasi dan kondisi Kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN 2017-2019 Lampiran 2 No Sasaran Strategis 1 Mengembangkan dan meningkatkan kemitraan dengan masyarakat, lintas sektor, institusi

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN

BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN BAB III TUJUAN, SASARAN DAN KEBIJAKAN 3.1. TUJUAN UMUM Meningkatkan pemerataan, aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terutama kepada masyarakat miskin dengan mendayagunakan seluruh

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2015 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI

Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bangka Barat Tahun 2014 DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------------------------------------------ i DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia

Lebih terperinci

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada tim penyusun, yang sudah bekerja. Jakarta, 2010 Kepala Pusat Data dan Informasi. dr. KATA PENGANTAR Dalam rangka meningkatkan pelayanan data dan informasi baik untuk jajaran manajemen kesehatan maupun untuk masyarakat umum perlu disediakan suatu paket data/informasi kesehatan yang ringkas

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 PRIORITAS 3 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG KESEHATAN Penitikberatan pembangunan bidang kesehatan melalui pendekatan preventif, tidak

Lebih terperinci

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank)

SEKTOR KEUANGAN. 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) SEKTOR KEUANGAN 8.1 LEMBAGA KEUANGAN (Bank dan bukan bank) 8.1.1 PERBANKAN Perbankan adalah suatu kegiatan pemberian pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kegiatan operasional Bank yang antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. UU otonomi daerah tersebut kemudian 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Lahirnya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 UNIT KERJA : DINAS KESEHATAN A. Tugas Pokok : Melaksanakan urusan pemerintahan daerah bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan serta melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel Judul Halaman: 1.1 Nama Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan Luas Tanah Menurut Penggunaannya 4

DAFTAR TABEL. Tabel Judul Halaman: 1.1 Nama Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan Luas Tanah Menurut Penggunaannya 4 DAFTAR ISI Halaman: KATA PENGANTAR DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR GRAFIK... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Pemerintahan... 1 1.2 Kepegawaian... 2 1.3

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR DAN ANAK BALITA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

Tabel 2.2. Tingkat Produksi Pertanian di Kabupaten Tegal

Tabel 2.2. Tingkat Produksi Pertanian di Kabupaten Tegal kentang, kubis, tomat, wortel, bawang merah dan cabe merah. Kondisi budidaya hortikultura di kawasan Tegal bagian Selatan walaupun telah mempunyai tujuan pemasaran yang jelas, tetapi masih dirasakan belum

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini

Standar Pelayanan Minimal Puskesmas. Indira Probo Handini Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Indira Probo Handini 101111072 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA

KATA PENGANTAR. Surakarta, Desember KEPALA BAPPEDA KOTA SURAKARTA Selaku SEKRETARIS TIM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN KOTA SURAKARTA KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan Daerah (LP2KD)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau

Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau Perencanaan Pembangunan Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau 1 1. Pendahuluan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pembangunan kesehatan bertujuan untuk: meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT

DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT MISI 1 : Tujuan : DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR RENCANA STRATEGIS TAHUN 2009 S/D 2014 MASYARAKAT JAWA TIMUR MANDIRI UNTUK HIDUP SEHAT Menggerakkan Pembangunan Berwawasan Terwujudnya Mutu Lingkungan

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PERSALINAN AMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1118KM2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 367 3 JUMLAH PENDUDUK 1 576,544 561,855 1,138,399 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 469,818 464,301 934,119.0 5 PENDUDUK 10 TAHUN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 8,5 Ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 68 3 JUMLAH PENDUDUK 50,884 493,947,004,83 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 407,97 382,66 790,533 5 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1.753,27 KM 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 309 3 JUMLAH PENDUDUK 1 2,244,772 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 4037,6 ha 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 15 3 JUMLAH PENDUDUK 1 558178 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 327536 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 1762,4 km2 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 desa 270+ kel 10 = 280 3 JUMLAH PENDUDUK 1 341700 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 2388161 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan

7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan 7.6 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Kawasan 1. Rencana Sistem Pusat Kegiatan Wilayah pengembangan dan kawasan pengembangan dalam struktur tata ruang Kabupaten Tegal ditentukan berdasarkan efisiensi

Lebih terperinci

Juknis Operasional SPM

Juknis Operasional SPM DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI Juknis Operasional SPM 1. KESEHATAN KABUPATEN/KOTA PROVINSI KABUPATEN : Jawa Timur : Tulungagung KEMENTERIAN KESEHATAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Lebih terperinci

LPPD Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

LPPD Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 2. URUSAN KESEHATAN Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 LAMPIRAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 167 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 151 3 JUMLAH PENDUDUK 1 1260565 1223412 2483977 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 1083136 1048577 2131713 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 972 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 192 3 JUMLAH PENDUDUK 1 852,799 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 682,447 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 203 KABUPATEN CIREBON NO INDIKATOR TABEL A. GAMBARAN UMUM LUAS WILAYAH 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 3 JUMLAH PENDUDUK 4 PENDUDUK 0 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 0

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM - 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 381/ 5 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 343 3 JUMLAH PENDUDUK 1 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN TERTINGGI SMP+ 6 JUMLAH BAYI

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Batu, Juni 2017 KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA BATU. drg. KARTIKA TRISULANDARI

KATA PENGANTAR. Batu, Juni 2017 KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA BATU. drg. KARTIKA TRISULANDARI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatnya, Profil Kesehatan Kota Batu Tahun 2016 dapat diterbitkan untuk merespon tingginya kebutuhan akan data dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya?

Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Indonesia Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Kuat Atau Sebaliknya? Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, karena dengan tubuh yang sehat atau fungsi tubuh manusia berjalan

Lebih terperinci

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013

RESUME HASIL DESK PROFIL KESEHATAN 2013 A. GAMBARAN UMUM 1 LUAS WILAYAH 1 299,019 2 JUMLAH DESA/KELURAHAN 1 417 desa/17 kel 3 JUMLAH PENDUDUK 1 5,077,210 4 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS MELEK HURUF 4 17,650 5 PENDUDUK 10 TAHUN KE ATAS DENGAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci