PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN RASIO TETUA JANTAN BETINA PATTA SIJA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN RASIO TETUA JANTAN BETINA PATTA SIJA"

Transkripsi

1 PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN RASIO TETUA JANTAN BETINA PATTA SIJA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Pebruari 2013 Patta Sija A

4

5 ABSTRACT PATTA SIJA. Increasing Hybrid Corn Seed Production through Optimization of Population and Ratio of Male to Female Parents. Supervised by MEMEN SURAHMAN and FAIZA C. SUWARNO. Attempts to increase seed yield of hybrid corn has been done, but the results have not been satisfactorily achieved. Researches should be done in various aspects such as row ratio of parents, planting density, optimum days to harvest and influence of climatic factors (sunlight and rainfall), season and agroecology. The aim of study are to obtain optimum plant population and rasio of male to female parents for increasing seed yield of hybrid corn and to study seed quality of Bima 3 and STJ-01 varieties. The seeds used in the research were parents of Bima 3 (Nei90008 line as female, Mr14 line as male) and STJ-01 (Bima 5 variety as female, Nei9008 line as male). The experiment was arranged in a randomized complete block design with two factors and three replications (replications was nested in factor of parent ratio). The first factor was male to female parent ratio (1:4, 1:5 and 2:6) and the second factor was plant population ( plants/ha, plants/ha and plants/ha). Combined analysis of variance was performed to understand the effects of both factors and their interactions. The results showed that plant population did not significantly affect plant height of Bima 3 and STJ-01 parents, ear height of Bima 3 and STJ-01 female parents, leaf area index of STJ-01 female parent, number of ear of Bima 3 female parent, ear weight of Bima 3, and seed yield of Bima3 and STJ-01. The effect of parents ratio was significant for seed yield of Bima 3 and STJ-01. The highest seed yield of Bima 3 variety was achieved at parent ratio 1: 5 (1.43 tons/ha) and the highest seed yield of STJ-01 was achieved at parent ratio 1:4 (3 tons/ha). Seed quality of Bima 3 variety was better than that of STJ-01. The seedling growth of Bima 3 was more simultaneous more tolerant to drought based on germination percentage and speed of germination and more tolerant to salinity based on the number of green leaves. Key words: seed yield of hybrid corn, Bima 3, STJ-01, plant population, parent of hybrid, seed quality

6

7 RINGKASAN PATTA SIJA. Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina. Dibimbing oleh MEMEN SURAHMAN dan FAIZA C. SUWARNO Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih jagung hibrida sudah pernah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Penelitian harus dilakukan dalam berbagai aspek seperti rasio baris penanaman tetua, kerapatan tanaman dan waktu panen yang optimal serta pengaruh faktor iklim (cahaya matahari dan curah hujan), musim dan agroekologi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan populasi dan rasio tetua jantan betina yang optimal untuk meningkatkan produksi benih jagung hibrida dan mempelajari mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01. Benih jagung yang digunakan dalam penelitian adalah tetua varietas Bima 3 (galur Nei9008 sebagai betina; galur Mr14 sebagai jantan) dan tetua STJ-01 (varietas Bima 5 sebagai betina; galur Nei9008 sebagai jantan) berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Varietas Bima 3 merupakan golongan hibrida silang tunggal (single cross) dan STJ-01 adalah golongan hibrida silang tiga jalur (three way cross). Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu : (1) pengaruh perlakuan populasi tanaman dan rasio tetua terhadap pertumbuhan tanaman dan produktivitas benih dan (2) evaluasi mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01. Percobaan 1 dilaksanakan di lapangan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor dan tiga ulangan (ulangan tersarang pada faktor rasio tetua). Faktor pertama adalah rasio jantan dan betina (R) terdiri atas rasio tetua 1 : 4 (R1), rasio tetua 1 : 5 (R2) dan rasio tetua 2 : 6 (R3). Faktor kedua adalah populasi tanaman (P) terdiri atas tanaman/ha (P1), tanaman/ha (P2) dan tanaman/ha (P3). Setiap lokasi disusun oleh taraf faktor rasio tetua yang sama tetapi taraf populasi berbeda. Analisis ragam gabungan digunakan untuk mengetahui pengaruh kedua faktor perlakuan dan interaksinya. Pengujian kehomogenan ragam dilakukan sebelum dianalisis ragam gabungan. Percobaan 2 dilaksanakan di laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Pengujian viabilitas dan vigor benih disusun oleh satu faktor yaitu varietas (Bima 3 dan STJ-01), pengujian vigor benih terhadap kekeringan (dua faktor : varietas dan tekanan osmotik PEG 6000) dan pengujian vigor benih terhadap salinitas (dua faktor : varietas dan konsentrasi NaCl). Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf uji α=5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi tanaman tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman tetua Bima 3 dan STJ-01, tinggi letak tongkol tetua betina Bima 3 dan STJ-01, indeks luas daun tetua betina STJ-01, jumlah tongkol panen tetua betina Bima 3, bobot tongkol tanpa kelobot Bima 3 serta produktivitas benih Bima 3 dan STJ-01.

8 Rasio tetua berpengaruh terhadap produktivitas benih Bima 3 dan STJ-01. Produktivitas benih jagung varietas Bima 3 tertinggi diperoleh pada rasio tetua 1:5 yaitu 1.43 ton/ha dan produktivitas benih jagung STJ-01 tertinggi pada rasio tetua 1:4 yaitu 3 ton/ha. Mutu benih jagung varietas Bima 3 lebih baik dibandingkan dengan STJ-01. Pertumbuhan kecambah benih varietas Bima 3 lebih serempak, lebih toleran terhadap kekeringan berdasarkan daya berkecambah dan kecepatan tumbuh pada tekanan osmotik bar dan lebih toleran terhadap cekaman salinitas pada konsentrasi NaCl 4000 ppm berdasarkan jumlah daun hijau. Kata kunci: produktivitas benih jagung hibrida, Bima 3, STJ-01, populasi tanaman, tetua hibrida, mutu benih

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh hasil karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

10

11 PENINGKATAN PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA MELALUI OPTIMALISASI POPULASI DAN RASIO TETUA JANTAN BETINA PATTA SIJA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Abdul Qadir, M.Si.

13 Judul Tesis : Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina Nama : Patta Sija NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr. Ketua Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 4 Pebruari 2013 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 sampai Oktober 2012 adalah produksi benih, dengan judul Peningkatan Produksi Benih Jagung Hibrida melalui Optimalisasi Populasi dan Rasio Tetua Jantan Betina. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Faiza C. Suwarno, M.S. sebagai anggota komisi pembimbing, Dr Ir Abdul Qadir, M.Si. sebagai penguji luar komisi, Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S. sebagai Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih serta Badan Litbang Pertanian yang telah memberikan beasiswa pendidikan. Terima kasih dan rasa hormat yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Ayahanda tercinta Alm. Paling Banawa atas doa, nasehat, motivasi dan kasih sayangnya sampai akhir khayat beliau sebelum penelitian dimulai dan Ibunda tercinta Sitti Maryam atas doa, nasehat, motivasi dan kasih sayangnya yang diberikan kepada penulis selama studi, kepada tanteku Sitti Aminah serta seluruh keluargaku atas doa dan dukungannya. Penghargaan dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada isteriku tercinta Aisyah Ahmad atas segala pengertian, dukungan dan dorongan selama penulis menyelesaikan pendidikan, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo beserta staf, Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Gorontalo beserta staf, teman-teman Keluarga Benih Angkatan 2010 atas kebersamaan dan semangat yang telah diberikan, Bapak Darwan Botutihe dan Kak Ramu, Siswa-Siswi PKL SMK Negeri 1 Bone Raya, SMK Negeri Model dan SMK Negeri 1 Paguyaman dan akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis, semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang berlipatganda, jazakumullohu khoiron katsiro. Harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Pebruari 2013 Patta Sija

16

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 11 Juni 1977 sebagai anak sulung dari pasangan Paling Banawa (alm) dan Sitti Maryam. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun Penulis pernah bekerja sebagai tim penyusun Dokumen Pengelolaan Lingkungan bekerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Kota Makassar tahun 2002 sampai Saat ini penulis bekerja sebagai peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo sejak tahun Pada tahun 2010, penulis diterima di Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii DAFTAR LAMPIRAN... xxv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Botani Tanaman Jagung... 5 Populasi Tanaman Jagung... 6 Rasio Jantan dan Betina... 8 Produksi Benih Jagung Hibrida Viabilitas dan Vigor Benih METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Rancangan Percobaan Prosedur Penelitian Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Penelitian Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih Analisis Ragam Variabel Agronomis Tinggi Tanaman Tinggi Letak Tongkol Indeks Luas Daun Jumlah Tongkol Panen Bobot Tongkol Tanpa Kelobot Hasil Benih Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Pengujian Vigor Benih terhadap Kekeringan Pengujian Vigor Benih terhadap Salinitas SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 45

20

21 DAFTAR TABEL Halaman 1 Analisis ragam variabel agronomis tetua Bima 3 dan STJ Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi letak tongkol Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap indeks luas daun Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah tongkol panen Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot tongkol tanpa kelobot Pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap hasil benih Pengaruh varietas terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan keserempakan tumbuh Pengaruh interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh Pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap indeks vigor, potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot kering akar Pengaruh varietas dan NaCl terhadap tinggi bibit, jumlah daun hijau, panjang akar dan bobot kering akar pada umur tanaman 4 minggu... 34

22

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Tata letak percobaan di lapangan... 14

24

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tata letak petak percobaan Tata letak tetua jantan dan betina Data iklim lokasi penelitian Hasil analisis tanah lokasi penelitian Deskripsi galur Mr Deskripsi galur Nei Deskripsi varietas Bima Deskripsi varietas Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap daya tumbuh tetua jantan Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap daya tumbuh tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap umur berbunga tetua jantan Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap umur berbunga tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman tetua jantan Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi letak tongkol tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap indeks luas daun tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah tongkol panen tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot tongkol tanpa kelobot tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap berat kering brangkasan tanaman tetua betina Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap panjang tongkol Bima

26 21 Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap diameter tongkol Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah biji per tongkol Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap hasil benih Bima Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap daya tumbuh tetua jantan STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap daya tumbuh tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap umur berbunga tetua jantan STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap umur berbunga tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman tetua jantan STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap tinggi letak tongkol tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap indeks luas daun tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah tongkol panen tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot tongkol tanpa kelobot tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap bobot kering brangkasan tanaman tetua betina STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap panjang tongkol STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap diameter tongkol STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap jumlah biji per tongkol STJ Analisis ragam pengaruh rasio tetua dan populasi tanaman terhadap hasil benih STJ Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum dan keserempakan tumbuh... 65

27 40 Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) dan PEG 6000 terhadap daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, panjang akar dan bobot kering akar Analisis ragam pengaruh varietas (Bima 3 dan STJ-01) dan NaCl terhadap tinggi tanaman, jumlah daun hijau, panjang akar dan bobot kering akar pada umur tanaman 4 minggu... 67

28 PENDAHULUAN Latar Belakang Program pengembangan jagung dalam upaya peningkatan produksi berlandaskan pada tingkat produktivitas yang telah dicapai saat ini. Program pemantapan produktivitas dilakukan pada daerah-daerah yang telah memiliki produktivitas tinggi (> 6 ton/ha). Daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah (< 5 ton/ha), diprogramkan pergeseran penggunaan jagung ke jenis hibrida dan komposit unggul dengan menggunakan benih berkualitas (Purwanto 2007). Program pengembangan jagung hibrida merupakan salah satu strategi kebijakan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia sebagai produsen jagung yang tangguh dan mandiri. Peningkatan produktivitas dengan memperluas penggunaan benih bermutu di tingkat petani dilakukan melalui penggunaan benih jagung hibrida. Penggunaan benih hibrida diharapkan meningkat 5% setiap tahun. Tahun 2010 penggunaan benih jagung hibrida diproyeksikan 50% dan pada tahun 2025 sebesar 75% (Takdir et al. 2007). Pergeseran penggunaan benih jagung ke jenis hibrida harus diikuti oleh kemampuan memproduksi benih tersebut. Produksi benih terkendala oleh rendahnya produktivitas benih F1 yang berkisar 1 ton/ha (Fadhly et al. 2010). Kondisi ini menyebabkan ketimpangan yang cukup besar antara kemampuan memproduksi benih jagung hibrida dengan kebutuhan usahatani. Kebutuhan benih jagung saat ini sekitar 92 ribu ton dari total kebutuhan benih pada 2014 sebesar 514 ribu ton. Indonesia baru memproduksi setengah dari total kebutuhan benih jagung tersebut (Lazarde 2011) sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut benih harus diimpor. Nilai transaksi impor benih jagung tujuh bulan terakhir hingga Juli 2011 mencapai 5.23 juta dolar AS. Jumlah benih jagung impor pada periode tersebut sebesar ton (BPS 2011). Di sisi lain rendahnya produktivitas benih hibrida menjadi salah satu penyebab mahalnya harga benih sehingga sulit terjangkau oleh petani. Mengingat akan pentingnya ketersediaan benih jagung hibrida yang berdaya hasil tinggi, maka peningkatan produksi benih jagung hibrida terus dilakukan.

29 2 Usaha ke arah peningkatan produktivitas benih jagung hibrida sudah pernah dilakukan, namun hasilnya belum memuaskan. Penelitian harus dilakukan dalam berbagai aspek seperti rasio baris penanaman tetua, kerapatan tanaman dan waktu panen yang optimal serta pengaruh faktor iklim (cahaya matahari dan curah hujan), musim dan agroekologi (Sutoro et al. 1988; Koshawatana et al. 2002; Fadhly et al. 2010). Optimalisasi populasi tanaman merupakan salah satu cara dalam meningkatkan produksi benih jagung hibrida. Jumlah populasi tanaman per hektar merupakan faktor penting untuk mendapatkan hasil maksimal. Jika populasi tanaman lebih rendah dari populasi tanaman optimal maka produksi per hektar akan rendah dan gulma juga akan banyak (Allard 1999), akan tetapi jika peningkatan populasi masih di bawah peningkatan kompetisi maka peningkatan produksi akan tercapai pada populasi yang lebih padat (Liu et al. 2004). Menurut Xue et al. (2002), salah satu faktor efektif dan penting adalah populasi tanaman per hektar yang optimal dan respon jagung hibrida yang berbeda terhadap kepadatan tanaman. Populasi tanaman adalah faktor yang paling sering berubah selama enam dekade terakhir sebagai akibat dari toleransi hibrida terbaru yang diintroduksi ke populasi tanaman yang tinggi (Tollenaar & Lee 2002). Pampolino et al. (2009) menyatakan bahwa populasi tanaman untuk target hasil 10 t/ha atau lebih adalah tanaman/ha dan jika musim kurang mendukung populasi tanaman adalah tanaman/ha. Kepadatan tanaman yang tinggi meningkatkan hasil panen sereal bila dibandingkan dengan kepadatan tanaman yang direkomendasikan dalam beberapa studi (von Qualen et al. 1993; Lafarge & Hammer 2002; Conley et al. 2005). Peneliti lain menemukan bahwa kepadatan tanaman tidak berpengaruh pada hasil panen jagung (Ma et al. 2003; Aflakpui et al. 2005; Shapiro & Wortmann 2006). Kepadatan tanaman memiliki efek signifikan terhadap hasil dan komponen hasil jagung hibrida (Sharifi et al. 2009). Banyak penelitian telah dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kepadatan tanaman yang optimal untuk jagung, namun tidak ada satupun rekomendasi yang dihasilkan karena kepadatan tanaman yang optimal bervariasi

30 3 tergantung pada faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, kelembaban (Gonzalo et al. 2006), pola tanam dan waktu panen. Benih jagung hibrida memberikan hasil yang jauh lebih besar dari hasil yang dicapai kedua tanaman induknya dan di atas hasil populasi non hibrida (Mugnisjah & Setiawan 1990). Kenaikan hasil disebabkan oleh pertambahan ukuran atau vigor pada hibrida F1 yang melebihi tetua-tetuanya atau melebihi rata-rata tetuanya (heterosis/hybrid vigour). Tanaman F1 yang memperlihatkan gejala heterosis/hybrid vigour berarti mengalami peningkatan karakteristik seperti ukuran tanaman, produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan kedua tetuanya (Poehlman & Sleeper 1995). Persilangan secara besar-besaran dapat dilakukan pada tanaman jagung. Menyilangkan galur-galur murni hanya cukup menanam secara berselang-seling antara barisan galur sebagai jantan dan galur sebagai betina. Galur yang dijadikan tetua betina perlu dipotong bunga jantannya untuk menghindari kawin sendiri. Rasio tetua jantan dan betina yang optimal diperlukan agar terjadi persilangan yang juga optimal. Rasio baris betina (baris betina : jantan ) untuk hibrida spesifik sangat terkait dengan kapasitas penyerbukan dari baris tanaman jantan. Kapasitas ini ditentukan oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan viabilitas polen, angin, suhu dan kelembaban. Jumlah polen yang dihasilkan oleh tanaman jantan menentukan jumlah maksimum tanaman betina (yang akan menghasilkan biji) (Godoi 2008). Tujuan Mendapatkan populasi tanaman dan rasio tetua jantan betina yang optimal untuk meningkatkan produksi benih jagung hibrida dan mempelajari mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01. Hipotesis 1. Populasi tanaman yang optimal dapat meningkatkan produksi benih jagung hibrida.

31 4 2. Rasio tetua jantan dan betina yang optimal dapat meningkatkan produksi benih jagung hibrida. 3. Interaksi antara populasi tanaman dan rasio tetua jantan betina yang optimal dapat meningkatkan produksi benih jagung hibrida. 4. Terdapat perbedaan mutu benih varietas Bima 3 dan STJ-01.

32 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk kelas monocotyledoneae, bangsa Poales, suku Poaceae/graminea, marga Zea, spesies Zea mays L. (Sharma 2002) dan merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya memiliki tinggi antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 meter. Tanaman jagung berakar serabut terdiri atas akar yang berkembang dari radikula dan embrio (akar seminal), akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil kemudian berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah (akar adventif) dan akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah (akar kait atau penyangga). Batang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). (Sudjana et al. 1991; Subekti et al. 2007). Menurut Paliwal (2000) bahwa genotipe jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler. Daun tanaman jagung terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun (Sudjana et al. 1991; Subekti et al 2007). Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate) (Paliwal 2000). Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul. Berdasarkan letak daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun

33 6 jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi. Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula (Subekti et al. 2007). Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan (tassel) tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2 sampai 5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Populasi Tanaman Jagung Optimalisasi populasi tanaman dilakukakan dengan mengatur kepadatan populasi melalui jarak tanam antar baris dan jarak tanam dalam barisan serta jumlah benih per lubang. Jarak tanam dalam barisan harus cukup lebar untuk meminimalkan kompetisi antar tanaman terhadap cahaya, air dan unsur hara. Kombinasi optimal antara jarak antar baris dengan jarak dalam barisan harus dapat memberikan lingkungan iklim mikro yang optimal pada tajuk tanaman untuk menekan resiko hama dan penyakit (Pompalino et al. 2009). Tajuk tanaman, perakaran serta kondisi tanah menentukan jarak antar tanaman. Hal ini berkaitan dengan penyerapan sinar matahari dan penyerapan unsur hara oleh tanaman sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Barbieri et al. (2000), jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan produksi secara nyata. Peningkatan produksi akibat pengurangan jarak juga didapatkan oleh Andrade et al. (2002) yaitu ketika jarak antar tanaman

34 7 berkurang, persentase peningkatan produksi per lahan secara nyata ditentukan oleh persentase peningkatan intersepsi cahaya matahari. Maddonni et al. (2006) menyatakan bahwa jarak yang lebih sempit mampu meningkatkan produksi per luas lahan dan jumlah biji namun menurunkan bobot biji. Hal berbeda dikemukakan oleh Westgate et al. (1997) yang menyatakan bahwa jarak tanam tidak memberikan pengaruh pada produksi jagung karena tergantung pada intersepsi radiasi sinar matahari. Pedersen and Lauer (2003) menyatakan bahwa jarak yang lebih sempit menurunkan produksi hingga 11% dibandingkan dengan jarak yang lebih lebar dan Liu et al. (2004) menyatakan variasi jarak tanam berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, tinggi tanaman, indeks luas daun, indeks panen serta jumlah tongkol namun berpengaruh nyata terhadap produksi per hektar. Penyebab perbedaan hasil dari pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi jagung belum diketahui secara pasti. Faktor iklim mempengaruhi produksi jagung pada jarak tanam yang berbeda. Curah hujan yang lebih banyak akan menghasilkan produksi jagung lebih tinggi pada jarak yang lebih sempit (Barbieri et al. 2000). Efisiensi fotosintesis dan pertumbuhan pada jagung sangat berkaitan dengan efek arsitektur kanopi pada distribusi vertikal dari cahaya dalam kanopi. Peningkatan kepadatan tanaman adalah salah satu cara untuk meningkatkan penangkapan radiasi matahari dalam kanopi. Efisiensi konversi penangkapan radiasi matahari untuk produksi jagung berkurang dengan kepadatan populasi tanaman yang tinggi karena saling ternaungi dalam tanaman. Kepadatan populasi tanaman yang dihasilkan dalam kompetisi antar tanaman mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan reproduksi (Zhang et al. 2006). Jumlah tanaman pada lahan sebagai akibat kerapatan tanaman ataupun jarak tanam masih menjadi perhatian selama beberapa dekade. Penambahan kerapatan menyebabkan jarak tanam menjadi rapat dan meningkatkan persaingan antar tanaman. Kepadatan tanaman yang terlalu tinggi mendorong persaingan antar tanaman. Proses fotosintesis tanaman akan terpengaruh karena penetrasi cahaya yang kurang dalam tajuk tanaman serta peningkatan kompetisi terhadap nutrisi yang tersedia dan akan mempengaruhi hasil gabah. Di sisi lain, penerapan

35 8 kepadatan tanaman yang optimum dalam produksi jagung membantu pemanfaatan radiasi matahari dengan tepat. Jika populasi tanaman lebih rendah dari populasi tanaman yang optimal maka produksi per hektar akan rendah dan gulma juga akan banyak (Allard 1999; Farnham 2001). Tanggapan diferensial kepadatan tanaman pada kultivar jagung telah dilaporkan oleh Xue et al. (2002). Umumnya hasil tanaman jagung yang ditanam tunggal berkurang dengan meningkatkan kepadatan populasi tanaman, sementara hasil per unit meningkatkan luasan. Xue et al. (2002) lebih lanjut menyarankan bahwa cara terbaik bagi tanaman untuk meningkatkan kemampuan menghasilkan biji di masa yang akan datang adalah melakukan perbaikan lebih lanjut dalam hal toleransi kepadatan tanaman yang tinggi dan dikombinasikan dengan perbaikan potensi hasil per tanaman di bawah lingkungan stres rendah. Rasio Jantan dan Betina Produksi benih hibrida F1 membutuhkan penyerbukan silang. Untuk menjamin produksi benih yang berkualitas tinggi, tetua jantan yang ideal harus memiliki tassel relatif besar yang melepaskan jumlah serbuk sari secara berlebihan dalam periode waktu lama. Tetua betina yang ideal harus memiliki tongkol relatif besar yang menghasilkan sejumlah besar biji dan tassel yang relatif kecil sehingga energi lebih diarahkan terhadap produksi biji (Upadyayula et al. 2005). Jagung tergolong tanaman berumah satu, namun dapat menyerbuk silang oleh angin karena perbedaan antara sinkronisasi bunga jantan (tassel) dan bunga betina (silk) pada tanaman tunggal, meskipun upaya pemuliaan modern cenderung mengurangi bunga (protandry) agar tassel dapat melepaskan serbuk sari sebelum bunga betina muncul. Tingkat sinkronisasi bunga jantan dan betina spesifik dan sensitif terhadap populasi tanaman, kesuburan tanah dan stres lingkungan (Burris 2001). Tanaman jagung menghasilkan bunga jantan (terletak di tassel) dan bunga betina (terletak di tongkol) dan tanaman bisa menyerbuk sendiri dan menyerbuk silang. Produksi benih jagung hibrida membutuhkan persilangan dua baris tetua inbrida (galur murni) untuk menghasilkan benih hibrida F1. Produksi benih

36 9 hibrida di lapangan, tetua betina harus dicegah dari penyerbukan sendiri yang akan mengurangi kualitas benih. Benih yang digunakan untuk memproduksi jagung hibrida yang dihasilkan oleh persilangan dua galur inbrida (galur murni) yang disebut sebagai tetua jantan (tanaman penyerbuk) dan tetua betina (tanaman di mana benih diproduksi). Tetua jantan dan betina ditanam secara terpisah untuk meningkatkan benih inbrida induk dan diisolasi dari tanaman jagung yang lain untuk mempertahankan kemurnian genetik dan meningkatkan kuantitas tetua. Tetua jantan dan betina ditanam berselang seling pada baris yang berdekatan (misalnya, 2 baris jantan, 4 baris betina, 2 baris jantan) untuk menghasilkan benih hibrida. Penyerbukan silang dilakukan antara tetua jantan dan betina serta tetua betina harus dicegah dari penyerbukan sendiri untuk menghasilkan benih hibrida murni. Teknik yang paling umum yang digunakan adalah untuk memotong bunga jantan (detaselling) pada tanaman tetua betina. Tongkol tetua betina hanya dapat dibuahi oleh serbuk sari dari tetua jantan yang ditanam pada baris yang berdekatan pada produksi benih hibrida di lapangan. Tetua jantan harus dihilangkan dari pertanaman sebelum tongkol masak sehingga benih hibrida yang dihasilkan pada tetua betina akan seragam (Pioneer 2009). Thomison (2002) melaporkan bahwa rasio tetua yang umum digunakan adalah rasio 4:1 (4 baris betina untuk 1 baris jantan), rasio 4:2 (4 baris betina untuk 2 baris jantan), rasio 4:1:4:2 (alternatif 4 baris betina untuk 1 baris jantan dan 4 baris betina untuk 2 baris jantan) dan 6:2 (6 baris betina untuk 2 baris jantan). Komposisi tanaman induk jantan dan betina pada produksi benih yang telah diterapkan di Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros (Balitsereal) juga dilaporakan oleh Fadhly et al. (2010), yaitu 2 baris tanaman induk jantan dan 4 baris induk betina atau 1 baris induk jantan dan 3 baris induk betina, artinya sebesar 25 sampai 33% areal tanam produksi benih F1 ditempati oleh tanaman induk jantan yang tidak digunakan hasilnya sebagai benih sehingga hanya 67% sampai 75% areal produksi yang ditempati tanaman induk betina. Hasil benih yang telah dicapai pada penelitian tertinggi diperoleh pada komposisi tanaman

37 10 1 : 6 (1.35 ton/ha), namun yang terbaik kualitas benihnya dan produktivitasnya adalah pada komposisi 1 : 4 dengan hasil (1.32 ton/ha). Produksi Benih Jagung Hibrida Benih varietas hibrida dihasilkan dari persilangan galur murni (inbred), sehingga diperlukan tetua-tetua untuk memproduksi benih hibrida. Pada mulanya benih hibrida dihasilkan dari persilangan sepasang tetua (single cross). Produksi benih hibrida dilakukan dengan menggunakan hibrida silang ganda. Silang ganda menggunakan 4 tetua galur murni yang disilangkan secara sepasang kemudian tanaman F1 dari kedua persilangan tersebut disilangkan untuk memperoleh hibrida, misalnya terdapat 4 galur murni A, B, C, D. Pasangan A x B dan C x D merupakan silang tunggal kemudian (A x B) x (C x D) merupakan silang ganda (double cross). Cara ini menghasilkan lebih banyak benih karena keturunan silang sepasang mampu memproduksi benih pertanaman, sedangkan silang sepasang lainnya dapat diharapkan tepung sari berlebihan. Kedua hal ini terjadi karena tanaman heterozigot dari silang sepasang lebih produktif dibanding galur murni (tetuanya) (Syukur et al. 2012). Paliwal (2000) menyatakan bahwa faktor terpenting dalam pembentukan hibrida adalah pemilihan plasma nutfah pembentuk populasi dasar yang akan menentukan tersedianya tetua unggul. Tetua yang berasal dari plasma nutfah superior dengan karaktek agronomi yang ideal akan menghasilkan galur yang memiliki daya gabung umum daya gabung khusus yang tinggi. Daya gabung umum merupakan penampilan rata-rata galur murni dalam berbagai kombinasi hibrida, sedangkan daya gabung khusus menunjukkan penampilan galur murni dalam suatu kombinasi hibrida dibandingkan dengan kombinasi lainnya. Benih jagung hibrida dihasilkan dengan cara persilangan galur-galur murni yang telah dikembangkan dengan cara inbreeding dan seleksi selama lima generasi. Cara inbreeding mengakibatkan : 1) penekanan vigor (inbreeding depression), 2) peningkatan keseragaman pertumbuhan (munculnya dominansi homozigot), dan 3) penampakan gen-gen resesif yang tidak diinginkan, tetapi dapat dihilangkan dari populasi (Mugnisjah & Setiawan 1990).

38 11 Benih jagung hibrida dihasilkan dari tiga varietas jagung hibrida yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid), hibrida silang ganda (double cross hybrid) dan hibrida silang tiga (three way cross hybrid). Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain. Galur murni yang digunakan mempunyai vigor yang rendah sehingga produksi hibrida silang tunggal di lapangan menggunakan rasio 1 baris tetua jantan dan 2 baris tetua betina untuk menjamin penyerbukan yang baik. Hibrida silang ganda diperoleh dari persilangan dua hibrida silang tunggal. Rasio penanaman tetua jantan dan betina adalah 1 : 4 atau 1 : 6. Sedangkan hibrida silang tiga diperoleh dari persilangan hibrida silang tunggal (sebagai tetua betina) dengan galur murni/inbrida (sebagai tetua jantan). Tanaman tetua betina (penghasil benih) yang mengeluarkan bunga jantan perlu dibuang sebelum menyebarkan serbuk sari. Pembuangan bunga jantan dilakukan dengan tangan atau mekanis. Periode pembuangan bunga jantan memerlukan waktu 10 sampai 14 hari. Tetua jantan memasok serbuk sari untuk seluruh tanaman di lapang sehingga terjadi penyerbukan. Tanaman tetua jantan dibuang setelah penyerbukan karena benih hibrida akan dihasilkan oleh tanamantanaman tetua betina (Mugnisjah & Setiawan 1990; Suwarno 2008). Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih pada prinsipnya adalah suatu sifat atau karakteristik benih yang merupakan perwujudan secara integral dari berbagai kondisi komponenkomponen benih sehingga nilai viabilitas ini sulit ditentukan secara langsung (Qadir 1994). Menurut Sadjad (1994), viabilitas benih adalah daya hidup benih yang dapat ditunjukkan dalam berbagai fenomena fisiologis maupun biokimia. Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis, dan memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi metabolis yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity) (Ilyas 2012). Vigor benih didefinisikan sebagai sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan kecambah yang cepat, seragam, dan perkembangan kecambah normal pada kondisi lapang yang bervariasi. Vigor benih dipengaruhi oleh berbagai faktor

39 12 mulai dari ketika benih masih berada di tanaman induk sampai pemanenan, pengolahan, ketika dalam transportasi, sampai sebelum tanam (Ilyas 2012). Konsepsi mengenai vigor benih muncul karena nilai daya berkecambah benih seringkali tidak relevan pada kenyataan di lapang karena kondisi lapang yang beragam dan tidak selalu optimum. Vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh cepat dan tidak peka pada kondisi sub optimum. Vigor benih dibagi ke dalam vigor kekuatan tumbuh (V KT ) dan vigor daya simpan (V DS ). Vigor kekuatan tumbuh dapat ditunjukkan oleh kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, indeks vigor atau berbagai uji vigor kekuatan tumbuh yang spesifik, yaitu menilai pertumbuhan kecambah pada media yang disimulasikan pada kondisi tertentu, misalnya pengujian vigor benih pada kondisi kekeringan menggunakan media PEG atau kondisi salinitas menggunakan media NaCl (Sadjad et al. 1999). Menurut Ilyas (2006), penggunaan benih bermutu rendah dengan viabilitas dan vigor yang rendah akan menghasilkan persentase pemunculan bibit yang rendah, bibit kurang toleran terhadap cekaman abiotik dan lebih sensitif terhadap serangan penyakit serta pada akhirnya akan menurunkan hasil.

40 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina Pertanian Kelas II Provinsi Gorontalo serta Unit Pengelolaan Benih Sumber (UPBS) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Gorontalo. Bahan dan Alat Penelitian Benih jagung yang digunakan adalah tetua varietas Bima 3 (galur Nei9008 sebagai betina; galur Mr14 sebagai jantan) dan tetua STJ-01 (varietas Bima 5 sebagai betina; galur Nei9008 sebagai jantan) berasal dari Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) Maros. Varietas Bima 3 merupakan golongan hibrida silang tunggal (single cross) dan STJ-01 adalah golongan hibrida silang tiga jalur (three way cross). Pupuk anorganik (urea, NPK), pupuk organik, pestisida, pasir, larutan NaCl, dan PEG 6000 (Polyethylene glycol). Alat yang digunakan adalah tali tanam, ajir, patok, meteran, papan plot, timbangan digital, jangka sorong, penggaris, boks plastik, oven, germinator dan alat pengukur kadar air (seed moisture tester). Rancangan Percobaan Rancangan percobaan di lapangan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor dan tiga ulangan (ulangan tersarang pada faktor rasio tetua). Faktor pertama adalah rasio jantan dan betina (R) terdiri atas rasio tetua 1 : 4 (R1), rasio tetua 1 : 5 (R2) dan rasio tetua 2 : 6 (R3). Faktor kedua adalah populasi tanaman (P) terdiri atas tanaman/ha (P1), tanaman/ha (P2) dan tanaman/ha (P3). Setiap lokasi disusun oleh taraf faktor rasio tetua yang sama tetapi taraf populasi berbeda (Gambar 1).

41 14 Gambar 1 Tata letak percobaan di lapangan Analisis ragam gabungan digunakan untuk mengetahui pengaruh kedua faktor perlakuan dan interaksinya. Pengujian kehomogenan ragam dilakukan sebelum dianalisis ragam gabungan. Analisis ragam gabungan menggunakan model linear (Gomez dan Gomez, 2007) sebagai berikut : Y ijk = µ + R i + B k(i) + P j + (RP) ij + + ε ijk di mana i = 1,2,3 ; j = 1,2,3 dan k = 1,2,3 Y ijk : nilai pengamatan pada rasio ke-i, populasi ke-j dan ulangan ke-k µ : rataan umum R i : pengaruh rasio ke-i B k(i) P j : pengaruh ulangan ke-k tersarang pada rasio ke-i : pengaruh populasi ke-j (RP) ij : pengaruh interaksi rasio ke-i dan populasi ke-j ε ijk : pengaruh acak rasio ke-i, populasi ke-j dan ulangan ke-k Apabila hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap variabel yang diamati, maka dilakukan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (α=5%). Prosedur Penelitian Percobaan 1. Pengaruh Perlakuan Populasi Tanaman dan Rasio Tetua terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Produktivitas Benih Persiapan Lahan Lahan terbebas gulma, varietas lain dari pertanaman sebelumnya dan tanaman voluntir serta terisolasi dari tanaman jagung lain. Tanah diolah sempurna.

42 15 Pembuatan Petak Percobaan Petak percobaan dibuat berdasarkan populasi tanaman. Panjang petak sesuai dengan populasi tanaman, lebar petak 3 m dan jarak petak antar ulangan 1 m. (Lampiran 1). Penanaman Benih dicampur dengan insektisida sebelum tanam. Tetua jantan dan betina ditanam dalam baris berselang seling. Rasio tetua 1 : 4; ditanam 1 baris tetua jantan dan 4 baris tetua betina, rasio tetua 1 : 5; 1 baris jantan dan 5 baris betina dan rasio tetua 2 : 6; 2 baris jantan dan 6 baris betina. Tetua jagung ditanam sesuai perlakuan populasi tanaman, yaitu tanaman/ha dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm, tanaman/ha (60 cm x 20 cm) dan tanaman/ha (70 cm x 20 cm) dan baris ganda untuk tetua jantan dengan jarak antar baris dan jarak dalam barisan 20 cm). Setiap rasio tetua dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (Lampiran 2). Benih ditanam secara tugal dengan 1 butir per lubang. Tetua jantan Bima 3 ditanam 4 hari lebih awal dibanding dengan tetua betina, sedangkan tetua jantan STJ-01 ditanam lebih lambat 4 hari dibanding tetua betina. Hal ini dilakukan untuk sinkronisasi waktu keluar dan mekarnya bunga jantan pada tetua jantan dan rambut (silking) pada tetua betina sehingga penyerbukan berlangsung secara optimal. Pemeliharaan Pupuk organik sebanyak 2 ton/ha diberikan pada saat tanam sebagai penutup benih atau lubang tanam. Pemupukan anorganik dengan dosis 300 kg urea/ha dan 350 kg NPK/ha. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada umur 7 hari setelah tanam (HST), dengan dosis 150 kg urea dan 175 kg NPK/ha dan umur 40 HST dengan dosis 150 kg urea dan 175 kg NPK/ha. Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali. Penyiangan pertama dilakukan segera jika terdapat gulma setelah tanaman tumbuh. Penyiangan kedua dilakukan pada umur HST. Pembumbunan dilakukan setelah pemupukan kedua (30 HST). Pemberian Carbofuran 3G pada saat tanam dengan dosis 10 kg/ha atau berkisar 3-4 butir/lubang tanam dan bila ada tanda-tanda serangan hama dan penyakit pada masa pertumbuhan akan diberikan melalui pucuk.

43 16 Pemberian air dilakukan pada awal tanam, 3 minggu setelah tanam, menjelang berbunga, dan saat pengisian biji. Roguing/Seleksi Roguing dilakukan dengan membuang varietas lain (tipe simpang), tanaman spesies lain dan gulma untuk menjaga kemurnian genetik benih yang dihasilkan. Roguing dilakukan pada fase vegetatif yaitu pada umur 3 minggu setelah tanam sekaligus sebagai penjarangan. Roguing tidak dilakukan pada saat pembunggan atau menjelang panen karena mengurangi populasi yang mengakibatkan perbedaan hasil akibat perbedaan jumlah tanaman yang diroguing. Detasseling Detasseling merupakan yang paling kritis dan sulit dalam produksi hibrida jagung. Semua tassel (bunga jantan) dari baris tanaman tetua betina harus dibuang sebelum serbuk sarinya (pollen) pecah dan rambut tongkol (silk) muncul untuk menjaga kemurnian genetik. Fase tasseling (berbunga jantan) biasanya berkisar antara HST, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina. Tahap fase tasseling dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul. Saat periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan tetua jantan mulai menyebarkan serbuk sari. Detasseling umumnya berlangsung selama 2 minggu tapi kadang sampai 5 minggu atau lebih. Lama detasseling di lapangan ditentukan oleh keseragaman pertumbuhan, variasi kesuburan tanah, genangan air pada stadia awal, stress air sebelum pembungaan, serangan hama yang berat yang menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan tingginya infeksi penyakit. Terikutnya daun bagian atas tongkol perlu diminimalisasi saat dilakukan detasseling. Panen Panen dilakukan saat tanaman mencapai masak fisiologis, ditandai dengan bintik hitam (black layer) pada biji dengan cara memotong tongkol jagung pada bagian tengah dan apabila seluruh biji pada bagian tengah terdapat black layer maka tanaman jagung sudah siap dipanen.

44 Pengamatan Variabel yang diamati adalah : a. Daya tumbuh tetua (%) Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 7 HST. Jumlah tanaman yang tumbuh dihitung untuk mengetahui persentase tumbuh dengan membagi jumlah tanaman tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam pada setiap petak. b. Umur berbunga jantan dan betina (hari) Pengamatan dilakukan pada saat tanaman dalam unit percobaan berbunga lebih dari 50%. Umur berbunga jantan dihitung pada saat anthesis. Umur berbunga betina (silking, keluar rambut) dicatat bila rambut telah keluar panjang lebih dari 2 cm. c. Tinggi tanaman (cm) Tingggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ujung batang keluarnya daun atau pangkal terakhir bunga jantan pada saat masak fisiologis. Jumlah sampel yang diukur adalah 10 tanaman yang dipilih secara acak. d. Tinggi letak tongkol (cm) Tinggi letak tongkol diukur pada pangkal batang sampai dasar kedudukan tongkol pada saat masak fisiologis. Bila tanaman mempunyai dua tongkol, maka yang diambil adalah tongkol yang teratas/tongkol yang lebih normal perkembangannya. Jumlah sampel yang diukur adalah 10 tanaman yang dipilih secara acak. e. Indeks luas daun Pengamatan dilakukan pada saat masak fisiologis dihitung dengan membandingkan luas daun per tanaman atau per rumpun dengan luas tanah yang ditutupi per tanaman atau per rumpun (jarak tanam) dengan rumus : ILD = LD ; LD = luas daun, A= jarak tanam A Luas daun jagung yang diukur adalah daun ke-8 dengan menggunakan rumus (Pearce et al. 1975) : LD = panjang daun x lebar daun maksimum x 0.75 x 9.39 Jumlah sampel yang diukur adalah 10 tanaman yang dipilih secara acak. 17

45 18 f. Jumlah tongkol panen Jumlah seluruh tongkol yang dipanen pada setiap petak percobaan, kecuali tongkol-tongkol yang sangat kecil dan hanya mempunyai beberapa biji. g. Bobot tongkol tanpa kelobot (g) Tongkol-tongkol yang telah dipanen per petak, dikupas kelobotnya kemudian dilakukan penimbangan. h. Berat kering brangkasan tanaman (g) Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan cara menimbang bobot kering tanaman sampel yang telah dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 C selama 3 x 24 jam. i. Panjang tongkol (cm) Panjang tongkol diukur dari pangkal sampai ke ujung tongkol dari 10 sampel setiap baris pada petak percobaan. j. Diameter tongkol (cm) Diameter tongkol (mm) diukur di pertengahan tongkol dengan menggunakan jangka sorong dari 10 sampel setiap baris pada petak percobaan k. Jumlah biji per tongkol (butir) Jumlah biji dari 10 sampel tongkol pada setiap petak percobaan. l. Rendemen/rasio biji-tongkol (%) Rendemen = Bobot biji 10 sampel tongkol yang telah dipipil x 100% Bobot 10 sampel tongkol yang belum dipipil m. Hasil benih (kg/ha) Hasil benih = m 2 x (100-KA) x B x R JB x JAB x 3 m (100-12) Keterangan : KA : Kadar air panen (%) B R JB JAB : Bobot tongkol tanpa kelobot (kg) : Rendemen : Jumlah baris : Jarak antar baris (m)

46 19 Percobaan 2. Evaluasi Mutu Benih Varietas Bima 3 dan STJ-01 Pengujian Viabilitas dan Vigor Benih Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor (varietas). Sebanyak 25 butir benih dari setiap ulangan pada masing-masing varietas ditanam pada boks plastik yang berisi media campuran pasir dan pupuk organik berbanding 1 : 1. Percobaan dilakukan sebanyak empat ulangan. Variabel viabilitas yang diamati adalah berkecambah (DB) dan potensi tumbuh maksimum (PTM) dan variabel vigor yang diamati adalah indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (K CT) dan keserempakan tumbuh (K ST ). Pengujian Vigor Benih terhadap Kekeringan Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor (varietas dan tekanan osmotik PEG 6000). Tekanan osmotik PEG 6000 terdiri atas empat level yaitu 0 bar, bar, bar, bar dan -0.1 bar. Rumus perhitungan tekanan osmotik PEG 6000 menurut Michel & Kaufmann (1973) adalah sebagai berikut: Ψs = (1.18 x 10-2 ) C (1.18 x 10-4 ) C 2 + (2.67 x 10-4 ) CT + (8.39 x 10-7 ) C 2 T Keterangan : Ψs = tekanan osmotik larutan (bar) C = konsentrasi PEG 6000 dalam gram PEG/kg H 2 O T = suhu ruangan ( o C) Berdasarkan pendekatan rumus Michel & Kaufmann (1973) dengan suhu ruangan 28 o C diperoleh tekanan osmotik bar, bar, bar dan -0.1 bar masing-masing setara dengan 7.89 g PEG/kg H 2 O, g PEG/kg H 2 O, g PEG/kg H 2 O dan g PEG/kg H 2 O. Metode pengujian menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp) dengan substrat kertas merang. Setiap perlakuan terdiri atas empat ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 25 butir benih pada masing-masing varietas. Variabel yang diamati adalah DB, IV, PTM, K CT, panjang akar (PA) dan bobot kering akar (BKA). Pengujian Vigor Benih terhadap Salinitas Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor (varietas dan konsentrasi NaCl). Konsentrasi larutan NaCl terdiri atas 0 ppm dan 4000 ppm (Bintoro 1989). Sebanyak 25 butir benih dari setiap ulangan pada

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei s/d September 2012 di lahan kering Kabupaten Bone Bolango dan bulan Oktober 2012 di Laboratorium Balai Karantina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Tanaman jagung termasuk kelas monocotyledoneae, bangsa Poales, suku Poaceae/graminea, marga Zea, spesies Zea mays L. (Sharma 2002) dan merupakan tanaman semusim (annual).

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Jagung Taksonomi jagung yang dikutip dari Rubatzky dan Yamaguchi (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Monocotyledone

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar

TINJAUAN PUSTAKA. yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tanaman Jagung - Akar Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Bagian pertama dari siklus tersebut merupakan tahap pertumbuhan vegetatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007.

Sumber : Lampiran SK Menteri Pertanian No.76/Kpts/SR.120/2/2007, tanggal 7 Pebruari 2007. 76 Lampiran 1. Deskripsi varietas jagung hibrida Bima3 DESKRIPSI VARIETAS JAGUNG HIBRIDA BIMA3 Tanggal dilepas : 7 Februari 2007 Asal : Silang tunggal antara galur murni Nei 9008 dengan galur murni Mr14.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara

BAB IV METODE PENELITIAN. (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara 25 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (Completely Randomized Block Design) dengan dua faktor yang disusun secara faktorial (Gomez dan

Lebih terperinci

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A

UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA. Oleh. Fetrie Bestiarini Effendi A UJI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) HIBRIDA PADA TINGKAT POPULASI TANAMAN YANG BERBEDA Oleh Fetrie Bestiarini Effendi A01499044 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman setelah perkecambahan. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA PENGARUH WAKTU TANAM INDUK BETINA TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU BENIH JAGUNG HIBRIDA Fauziah Koes dan Oom Komalasari Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

Halimursyadah et al. (2013) J. Floratek 8: 73-79

Halimursyadah et al. (2013) J. Floratek 8: 73-79 Halimursyadah et al. (213) J. Floratek 8: 73-79 PENGGUNAAN POLYETHYLENE GLYCOLE SEBAGAI MEDIA SIMULASI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BEBERAPA VARIETAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara

Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Peluang Produksi Parent Stock Jagung Hibrida Nasional di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), Andi Tenrirawe 2), A.Takdir 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi pertanian Sulawesi Utara dan 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, dari bulan Juni sampai bulan Oktober 2011. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian (serealia). Tanaman jagung tidak membutuhkan persyaratan khusus untuk tumbuh. Iklim yang dikehendaki

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO

PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO PENAMPILAN HIBRIDA, PENDUGAAN NILAI HETEROSIS DAN DAYA GABUNG GALUR GALUR JAGUNG (Zea mays L.) FAHMI WENDRA SETIOSTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida

Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Produksi Benih Jagung Hibrida Oleh: Mildaerizanti, SP, M.Sc Peneliti Muda Ahli pada BPTP Balitbangtan Jambi Pendahuluan Kebutuhan terhadap jagung diproyeksikan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.)

PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) PENGUKURAN KARAKTER VEGETATIF DAN GENERATIF TETUA SELFING BEBERAPA VARIETAS JAGUNG ( Zea mays L.) SKRIPSI Oleh : FIDELIA MELISSA J. S. 040307013 / BDP PET PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DEPARTEMEN BUDIDAYA

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari The Effect of Peanut (Arachis hypogaea L.) and Corn (Zea mays

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 9 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan lapang yang dilakukan di ebun Percobaan University Farm Cikabayan Darmaga IPB, sedangkan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Unit

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH JAGUNG HIBRIDA Dewasa ini, pemerintah terus menggalakkan penggunaan benih jagung hibrida untuk menggenjot produksi jagung nasional. Pangsa pasar jagung hibrida pun terus tumbuh

Lebih terperinci

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI

PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI PENDUGAAN NILAI DAYA GABUNG DAN HETEROSIS JAGUNG HIBRIDA TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN MUZDALIFAH ISNAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan Percobaan dilakukan di dusun Dukuh Asem, Kelurahan Sindang Kasih, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka. Pada percobaan ini, digunakan dua varietas bersari

Lebih terperinci

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT

KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT KERAGAAN BEBERAPA GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA DI LAHAN SAWAH NUSA TENGGARA BARAT Baiq Tri Ratna Erawati 1), Awaludin Hipi 1) dan Andi Takdir M. 2) 1)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN

BAB III TEKNIK PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan BAB III TEKNIK PELAKSANAAN Penelitian ini berlokasi di Badan Pusat Informasi Jagung (BPIJ) Provinsi Gorontalo yang berlokasi di Desa Moutong Kecamatan Tilongkabila Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan Minggu ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Persiapan Lahan X Penanaman X Penjarangan X Pemupukan X X Aplikasi Pupuk Hayati X X X X Pembubunan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Natar, Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Peneletian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

BAB III METODE PENELITIAN. Peneletian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Peneletian ini didesain dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, yang terdiri dari dua faktor: Faktor I: Umur panen jagung (Zea mays

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2009 sampai dengan Juli 2010. Penelitian terdiri dari percobaan lapangan dan analisis tanah dan tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Morfologi Menurut Rukmana (1997) jagung merupakan tanaman berumah satu (monocieus), letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Dalam sistematika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Klasifikasi Jagung Manis Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dengan letak bunga jantan terpisah dari bunga betina pada

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI KABUPATEN TAKALAR Amir dan M. Basir Nappu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA

PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA PENGARUH PUPUK NPK 20:10:10 DAN ASAM HUMAT TERHADAP TANAMAN JAGUNG DI LAHAN SAWAH ALUVIAL, GOWA Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Jagung Hibrida Kegiatan pemuliaan diawali dengan ketersediaan sumberdaya genetik yang beragam. Keanekaragaman plasma nutfah tanaman jagung merupakan aset penting sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0, 4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang dilakukan pada kedua galur murni G.180 dan menunjukkan hasil yang optimal pada berbagai pertumbuhan tanaman, dengan parameter pengamtan seperti

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit rakyat di Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara, Provinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau Desa Simpang Barn Kecamatan Tampan Kotamadya Pekanbaru Propinsi Riau dengan

Lebih terperinci

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah Latar Belakang Di antara pola tanam ganda (multiple cropping) yang sering digunakan adalah tumpang sari (intercropping) dan tanam sisip (relay

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah tanaman jagung sebagaimana diketahui adalah: Kelas: Monocotyledoneae. Familia: Poaceae.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah tanaman jagung sebagaimana diketahui adalah: Kelas: Monocotyledoneae. Familia: Poaceae. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Klasifikasi dan Morfologi Jagung Klasifikasi ilmiah tanaman jagung sebagaimana diketahui adalah: Kerajaan: Plantae Divisio: Angiospermae Kelas: Monocotyledoneae Ordo: Poales

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang Kecamatan Kampar dengan ketinggian tempat 10 meter di atas permukaan laut selama 5 bulan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Oktober 2014 hingga Maret

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2013 sampai Maret 2014 di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Banjarsari Bedeng 29, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro dan Laboratorium Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR

UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR UJI ADAPTASI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI TAKALAR Amir dan St. Najmah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah

Lebih terperinci

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan BPTP Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Benih

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH :

EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : EVALUASI KERAGAMAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) MUTAN ARGOMULYO PADA GENERASI M 4 MELALUI SELEKSI CEKAMAN KEMASAMAN SKRIPSI OLEH : HENDRI SIAHAAN / 060307013 BDP PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1

Blok I Blok II Blok III. c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 Lampiran 1. Bagan Penelitian a Blok I Blok II Blok III V 2 P 0 b V 1 P 1 V c 3 P 0 V 1 P 1 V 5 P 0 V 1 P 1 e d V 3 P 1 V 4 P 0 V 3 P 1 V 2 P 1 V 1 P 0 V 2 P 1 V 3 P 0 V 5 P 1 V 5 P 0 V 4 P 1 V 3 P 0 V

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian Blok I Blok II Blok III TS 1 K TS 2 J TS 3 K TS 2 TS 1 J K J TS 3 TS 3 TS 2 TS 1 Keterangan : J : Jagung monokultur K : Kacang tanah monokultur TS 1 :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit 20 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitan Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang, III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada bulan Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung. Sistem perakaran tanaman jagung mempunyai perakaran yang tersebar

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung. Sistem perakaran tanaman jagung mempunyai perakaran yang tersebar TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Sharma (2002) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman jagung termasuk dalam kelas monocotyledoneae, ordo poales, famili graminae, genus zea dan spesies Zea mays L. Sistem

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 77/Kpts/SR. 120/2/2007 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 77/Kpts/SR. 120/2/2007 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 77/Kpts/SR. 120/2/2007 TENTANG PELEPASAN GALUR JAGUNG LOKAL KUNING NTT SEBAGAI VARIETAS UNGGUL DENGAN NAMA PIET KUNING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci