Antara Budak dan Manusia Merdeka

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Antara Budak dan Manusia Merdeka"

Transkripsi

1 Antara Budak dan Manusia Merdeka Oleh: Haikal Kurniawan Ada dua jenis manusia menurut Aristoteles. Manusia merdeka dan budak. Seseorang yang merdeka adalah mereka yang memiliki tubuh dan kemampuan untuk mengatur serta menentukan jalan hidupnya sendiri. Lain halnya dengan seorang budak. Seorang budak adalah manusia yang secara natural dimiliki oleh orang lain, dianggap property dan bukan manusia yang seutuhnya. Aristoteles berpendapat bahwasanya perbudakan merupakan hal yang terjadi secara natural, karena para budak memiliki jiwa yang tidak sempurna sebagaimana manusia merdeka. Para budak tidak memiliki kemampuan untuk mengatur diri mereka sendiri serta kualifikasi yang membuat mereka layak diakui sebagai seseorang yang bebas. Oleh karena itu perbudakan oleh Aristoteles dianggap sebagai institusi yang penting dan sangat bermanfaat, bukan hanya bagi tuannya namun juga bagi budak itu sendiri karena akhirnya para budak memiliki seseorang yang mampu mengatur hidup mereka. Sepanjang sejarah manusia institusi perbudakan merupakan salah satu fenomena yang lumrah dan sangat umum. Mulai dari peradaban mesir dan yunani kuno, kekhilafahan Islam yang meliputi Timur Tengah dan Afrika Utara, hingga era kolonialisme Eropa terhadap Negaranegara dunia ketiga. Para budak menjadi salah satu fondasi perekonomian serta dari tangan dan kaki merekalah berbagai pembangunan dilakukan, baik infrastruktur, perkebunan, hingga tempat-tempat penyembahan kepada Tuhan. Sistem perbudakan, meskipun ada di ribuan kultur yang berbeda-beda, namun memiliki benang merah yang sama, bahwa para budak merupakan manusia yang dimiliki oleh orang lain. Para budak tidak memiliki hak untuk mengatur dan membuat keputusan untuk diri mereka sendiri, sementara pemilik budak memiliki hak absolut atas property mereka. Seorang budak memiliki kewajiban mutlak mentaati perintah tuannya. Mereka tidak berhak menolak, apalagi melawan. Budak yang dianggap melawan atau tidak melakukan tugas mereka dengan benar kerap mendapat hukuman yang sangat keji dan tidak ber-peri kemanusiaan, seperti hukuman cambuk hingga berakhir di tiang gantungan. Di abad modern, praktik perbudakan telah dianggap sebagai kejahatan serius dan hampir semua negara di dunia telah memiliki hukum yang melarang seseorang untuk memperlakukan manusia lain sebagai properti-nya. Inggris telah menghapus perbudakan pada tahun 1807 dan Amerika Serikat pada tahun 1865 men-sahkan amandemen ke 13 dalam 1

2 konstitusinya yang melarang kerja paksa dan segala bentuk pemaksaan. Mauritania menjadi negara terakhir yang mengkriminalkan praktik perbudakan pada tahun Pada tahun 2001, Parlemen Prancis memutuskan bahwa perbudakan merupakan kejahatan melawan kemanusiaan dan kongres Amerika Serikat secara resmi memohon maaf kepada kelompok kulit hitam atas praktik perbudakan di masa lalu pada tahun Abad 21 sepertinya sudah menjadi abad yang menjunjung tinggi kemerdekaan, dimana perbudakan sudah dihapuskan secara total diatas permukaan bumi, setidaknya dalam tataran hukum positif. Kepemilikan seseorang terhadap manusia lain dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral dan tidak bisa dijustifikasi dengan alasan apapun. Hak untuk bebas dari perbudakan sudah diakui sebagai non-derogable rights, hak yang tidak bisa diambil dan dikurangi oleh siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Namun benarkah demikian? Kepemilikan Terhadap Diri Sendiri Kepemilikan bukanlah suatu konsep kosong yang tanpa makna. Konsekuensi logis dari diakuinya hak kepemilikan adalah pengakuan atas kedaulatan seseorang terhadap sesuatu yang ia miliki. Pengakuan terhadap hak milik tanpa diselaraskan dengan kedaulatan seseorang terhadap sesuatu yang dimilikinya sama saja dengan menegasikan konsep kepemilikan itu sendiri. Saya memiliki sebuah pensil, maka saya memiliki kedaulatan mutlak atas barang tersebut. Saya boleh menggunakannya untuk menulis, mematahkannya, membuang ke tempat sampah, ataupun menjualnya kepada siapapun yang saya inginkan. Tiada seorang pun selain saya yang berhak untuk memutuskan takdir dari pensil tersebut. Namun akan lain ceritanya bila pensil itu bukan hanya milik saya, namun juga milik kawan saya karena misalnya, kami membeli pensil tersebut bersama sama. Saya tidak memiliki hak mutlak atas pensil tersebut. Apabila saya ingin meminjamkan ke orang lain, menjual, atau membuangnya saya dan kawan saya harus berunding terlebih dahulu untuk mencapai kesepakatan. Bila saya secara paksa membuang pensil tersebut tanpa berunding terlebih dahulu, maka saya sudah mencederai hak kepemilikan kawan saya atas pensil tersebut, atau dengan kata lain saya sama saja dengan mencuri, dan begitu pula sebaliknya. Contoh diatas tidak perlu lagi saya elaborasikan lebih jauh. Saya yakin sepenuhnya konsep semacam ini sudah sangat dimengerti dan dipahami oleh sebagian besar warga dunia, termasuk masyarakat Indonesia. Pengakuan dan perlindungan atas hak kepemilikan merupakan salah satu fondasi masyarakat modern. Tanpa pengakuan dan perlindungan atas 2

3 hak tersebut maka bisa dipastikan yang terjadi adalah keliaran, dimana setiap orang tidak lagi memiliki batasan mengenai apa yang boleh da tidak boleh ia lakukan. Mengikuti contoh pensil diatas, lalu bagaimana dengan diri kita? Siapakah yang memilikinya? Apakah setiap individu benar benar berhak untuk memiliki dirinya masing - masing? Pengakuan seseorang atas kepemilikan terhadap dirinya merupakan syarat mutlak manusia yang merdeka. Tidak akan ada kemerdekaan bagi seseorang apabila ia hanya dianggap sebagai properti milik pihak lain. Ia hanya akan menjadi budak, pekerja paksa, dan alat dimana seluruh pemikiran, perbuatan dan takdirnya telah ditentukan oleh tuannya. Mengutip filsuf Inggris abad 19, John Stuart Mill dalam bukunya On Liberty menegaskan bahwasanya over himself, over his body and mind, the individual is sovereign (Atas dirinya, tubuh dan pikirannya-lah, seorang individu memiliki kedaulatan.) Pengakuan kepemilikan seseorang atas dirinya juga harus diselaraskan dengan pengakuan dan perlindungan atas kedaulatan setiap individu terhadap tubuh dan pikirannya sebagai entitas yang tidak terpisahkan dari diri seseorang. Tanpa adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hal tersebut konsep kepemilikan diri tidak lain hanyalah menjadi omong kosong belaka. Kedaulatan setiap individu atas tubuh dan pikirannya ini harus diwujudkan dalam kerangka hukum yang melindungi hak dan kebebasan bagi setiap individu untuk melakukan apapun atas tubuh maupun pikirannya. Dewasa ini, bukan hanya di Indonesia namun juga banyak di negara negara lain yang mengagungkan kebebasan, sangat banyak produk hukum yang, bukannya melindungi kedaulatan individu atas tubuh dan pikirannya, namun justru menjadi instumen yang membatasi hak tersebut. Tengoklah berbagai produk hukum moralis dan paternalistik, mulai dari kewajiban menggunakan helm bagi pengendara motor, hingga pelarangan konsumsi narkoba, minuman keras, seks sebelum menikah, prostitusi, aborsi, euthanasia dan transaksi organ tubuh yang dilakukan secara sukarela. Dengan negara memiliki hak untuk, misalnya, mewajibkan warganya untuk melindungi kepala dengan menggunakan helm, sama saja dengan menyatakan bahwa kepala kita bukan seutuhnya milik kita. Bahwa negara memiliki saham sekian persen atas kepala seseorang sehingga berhak memerintahkan dia untuk melindungi kepalanya. Begitu pula dengan pelarangan seks sebelum menikah, prostitusi, maupun transaksi organ tubuh yang dilakukan secara sukarela, sama saja dengan menyatakan bahwasanya alat kelamin serta organ tubuh kita seperti ginjal dan hati bukan 100% milik kita. Bahwa negara juga memiliki sebagian alat kelamin, ginjal dan hati seseorang dan maka dari 3

4 itu negara memiliki hak untuk memerintahkan kepada warganya apa saja yang boleh dan tidak boleh ia lakukan dengan alat kelamin, ginjal, maupun hatinya. Hal ini berlaku juga dengan hukum yang melarang berbagai ideologi, keyakinan, pendapat dan ekspresi tertentu. Indonesia misalnya, ideologi Marxsime-Leninisme secara resmi merupakan gagasan politik yang dilarang. Tanpa mengurangi ketidaksukaan saya yang teramat sangat terhadap Marxsime-Leninisme, pelarangan ini juga merupakan bentuk pembatasan seorang individu bagaimana ia menggunakan pikirannya. Sebagaimana yang sudah diketahui bahwa seluruh pemikiran dan kepercayaan manusia tidak lain adalah hasil kerja otak seseorang dan apabila negara memiliki hak untuk membatasi pemikiran atau ideologi yang boleh dan dilarang sama saja dengan seorang individu tidak seutuhnya memiliki otak dan hasil kerjanya berupa pemikiran, bahwa negara memiliki sekian persen dari otak warganya dan maka dari itu negara memiliki hak untuk mengendalikan apa yang boleh dan tidak boleh dipikirkan dan dipercayai oleh rakyatnya. Begitu pula dengan berbagai pembatasan dan pelarangan terhadap keyakinan keyakinan minoritas yang ada di Indonesia, seperti aliran Al-Qiyadah al-islamiyah pimpinan Ahmad Musadeg dan Jemaat keagamaan pimpinan Lia Eden. Tiada kata lain untuk menggambarkan kepemilikan diri seseorang, baik tubuh maupun pikirannya, diluar dari dirinya sendiri, siapapun dia, selain perbudakan. Kepemilikan mutlak seseorang atas tubuh dan pikirannya juga kembali harus diselaraskan dengan kepemilikan terhadap hasil kerja dari tubuh dan pikirannya. Seseorang yang diakui kedaulatan atas pikiran dan tubuhnya namun kedaulatan atas hasil kerja dari tubuh dan pikirannya tidak sama saja dengan praktik kerja paksa (forced labor) dimana ia hanya bersusah payah bekerja demi keuntungan orang lain dan ia sama sekali tidak mendapat buah kebermanfaatan dari hasil kerja kerasnya. Praktik kerja paksa, sebagaimana perbudakan, merupakan sesuatu yang lumrah di masa lalu, namun kini dilarang di hampir semua yurisdiksi di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Sebagaimana hak mutlak individu atas tubuh dan pikirannya, pengakuan terhadap hak seseorang atas hasil kerja tubuh dan pikirannya juga harus dimanifestasikan dalam produk hukum yang melindungi hak tersebut. Namun, lagi lagi, bukannya menjadi pelindung atas hak tersebut, hukum justru menjadi instrumen yang mencederai hak mutlak seseorang atas hasil kerja kerasnya. Contoh paling nyatanya adalah berbagai kebijakan negara kesejahteraan yang lazim diimplementasikan di negara negara maju seperti Inggris dan Jerman. Indonesia 4

5 sendiri memiliki sistem yang sering disebut keadilan distributif ini melalui berbagai produk kebijakan, seperti sarana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), bermacam macam bentuk subsidi, dan kebijakan Bantuan Langsung Tunai seperti era presiden Yuidhoyono yang sebagian dananya diambil paksa dari hasil kerja keras masyarakat dalam bentuk pajak. Adalah Robert Nozick, filsuf Amerika Serikat yang memberi pernyataan menarik mengenai sistem keadilan distributif yang diambil dari hasil kerja keras masyarakat. Andaikan seseorang yang memiliki penghasilan 20 juta per bulan dan negara mewajibkan ia membayar pajak sebesar 20% dari penghasilannya untuk didistribusikan kepada kalangan yang dianggap miskin. Pajak 20% dari penghasilannya sebulan berarti 20 Juta x 20% = 4 juta dan itulah jumlah yang harus ia serahkan setiap bulannya. Bila orang tersebut bekerja selama 20 hari dalam sebulan, berarti per hari ia mendapat hasil 1 juta dan bila ia harus membayar sebesar 4 juta dari pendapatannya maka dalam sebulan ada 4 hari ia bekerja tanpa hasil. Negara, dalam sebulan, berarti mempekerjakan paksa orang tersebut selama 4 hari dengan dalih pendistribusian kepada kalangan yang dianggap tidak mampu. Argumen yang paling lazim diajukan untuk menentang konsep kepemilikan diri adalah bahwasanya seorang individu merupakan bagian dari entitas yang lebih besar, yakni keluarga, masyarakat, dan negara. Oleh karena itu setiap perbuatan yang dia lakukan pasti akan memiliki third-party effect kepada orang lain. Apabila konsumsi narkoba dan praktik prositusi dibebaskan misalnya, maka yang terkena pengaruhnya bukan hanya individu individu yang secara langsung terlibat, namun juga kepada orang lain dan masyarakat secara keseluruhan. Bayangkan apabila sebagian besar pemuda Indonesia menjadi pecandu narkoba atau terserang penyakit menular seksual karena terlibat praktik prostitusi, masa depan bangsa Indonesia niscaya akan mengalami kemunduran dan bahkan kehancuran karena tidak lagi memiliki sumber daya manusia yang produktif. Skenario tersebut memang sangat dibuat buat dan bertentangan dengan fakta yang ada. Secara pragmatis saya bisa menjawab bahwa di negara negara yang melakukan legalisasi (atau setidaknya dekriminalisasi) narkoba seperti Portugal, tidak membuat sebagian besar masyarakatnya menjadi pecandu dan legalisasi prostitusi justru akan mengurangi berbagai praktik prostitusi ilegal yang lebih berbahaya, namun itu bukanlah fokus saya dalam tulisan ini. Taruhlah memang benar imajinasi sebagian besar orang kalau negara melegalisasi narkoba maka tingkat kecanduan akan meningkat tajam dan produktivitas masyarakat 5

6 menurun, lantas kenapa? Apakah semua anggota masyarakat harus dipaksa untuk menjadi produktif? Lalu bagaimana dengan para pengangguran yang memang mereka tidak ingin bekerja (dan tidak mengkonsumsi narkoba serta tidak terkena penyakit menular seksual), apakah negara lantas mengkriminalisasikan mereka karena tidak menjadi manusia yang produktif? Apakah lalu negara memenjarakan orang orang yang tidak bekerja? Kalau menjadi pengangguran sukarela merupakan sesuatu yang legal, maka anggap saja orang orang yang mengkonsumsi narkoba secara sukarela sebagai kalangan pengangguran yang memang pada dasarnya tidak ingin bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan negara. Begitu pula dengan mereka yang terkena penyakit menular seksual karena terlibat dalam praktik prostitusi. Berkaitan dengan kepemilikan mutlak atas hasil kerja keras seseorang, lantas bagaimana negara mampu mamapu membiayai dirinya jika bukan dari pajak yang diambil secara paksa? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut patut dicermati bahwasanya setiap hak mutlak atas hasil dari kerja tubuh dan pikirannya. Oleh sebab itu tidak ada pihak lain selain orang itu sendiri yang memiliki hak untuk mempergunakan hasil kerjanya. Setiap individu secara rasional akan menggunakan hasil kerjanya untuk sesuatu yang dianggap bermanfaat. Mengutip filsuf Rusia-Amerika Ayn Rand, bila seseorang merasa ada sesuatu yang dapat memberi manfaat bagi dirinya, maka ia secara sukarela akan menggunakan hasil kerjanya untuk membiayai hal tersebut. Sebagai contoh, kita tidak membutuhkan otoritas yang memaksa untuk menggunakan hasil kerja kita untuk membeli susu. Industri susu tetap berjalan dan berkembang bukan karena konsumen dipaksa untuk membeli, namun karena bagi banyak orang susu merupakan sesuatu yang memberi manfaat, dan secara sukarela mereka membeli susu tersebut dari hasil kerja kerasnya. Begitu pula dengan negara, apabila seseorang merasa negara merupakan sesuatu yang penting bagi dirinya, maka ia secara sukarela akan menggunakan hasil kerjanya untuk membiayai kelangsungan negara tersebut. Sebagai penutup tulisan ini saya hanya ingin mengajukan pertanyaan singkat. Kalau toh memang setiap dari kita bukanlah pemilik mutlak atas diri dan hasil kerja dari tubuh dan pikiran kita masing-masing, lalu apa yang membuat pihak lain (siapapun dia) lebih berhak untuk memilikinya? Apakah karena pihak lain tersebut dianggap lebih bijak, cerdas dan memiliki kemampuan untuk mengatur dan membuat keputusan? Kalau alasannya memang demikian, lalu apa bedanya kita dengan para budak sebagaimana definisi Aristoteles? 6

Melihat Yang Tak Terlihat: Perspektif Lain dalam Prostitusi, Lintah Darat, dan Perdagangan Organ

Melihat Yang Tak Terlihat: Perspektif Lain dalam Prostitusi, Lintah Darat, dan Perdagangan Organ Melihat Yang Tak Terlihat: Perspektif Lain dalam Prostitusi, Lintah Darat, dan Perdagangan Organ Oleh: Haikal Kurniawan Judul: Defending the Undefendable Defending the Undefendable II: Freedom in all Realms

Lebih terperinci

Riwayat Hubungan Kerja Oleh: Agusmidah

Riwayat Hubungan Kerja Oleh: Agusmidah Riwayat Hubungan Kerja Oleh: Agusmidah Hubungan kerja dalam arti hubungan antara orang yang melakukan pekerjaan pada/dibawah pimpinan orang lain/badan telah melewati berbagai fase. Di awali dengan hubungan

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 9 Juni 2008 Waktu : 60 Menit PETUNJUK UMUM:

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan akhir dari penulisan skripsi ini. Kesimpulan ini merupakan jawaban terhadap perumusan masalah penelitian yang diajukan. Kesimpulan yang didapatkan, adalah: Pertama,

Lebih terperinci

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA Disampaikan pada acara : Pelatihan Teknis Calon Hakim Ad-Hoc Perselisihan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Hubungan Industrial dan Mahkamah Agung Hotel

Lebih terperinci

Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi

Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi Bagaimana Kebebasan Menyikapi Prostitusi di Indonesia? Oleh: Fadly Noor Azizi Maraknya berita tentang para selebriti ibukota yang menjalani pekerjaan lain sebagai pelaku prostitusi online di media massa

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan

Sumber : Perpustakaan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan 1 UU 7/1950, PERUBAHAN KONSTITUSI SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA SERIKAT MENJADI UNDANG UNDANG DASAR SEMENTARA REPUBLIK INDONESIA Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:7 TAHUN 1950 (7/1950) Tanggal:15 AGUSTUS

Lebih terperinci

FEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak

FEBRUARI Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak FEBRUARI 2016 Berdoa untuk Mengakhiri Pernikahan Anak-anak Setiap hari sekitar 41.000 anak perempuan di seluruh dunia yang berusia di bawah 18 tahun menikah - itu berarti setahun ada 15 juta anak perempuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

PERADABAN AMERIKA MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 PERADABAN MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Revolusi Amerika 1776 Perang Sipil di Amerika 1861-1845 Perkembangan Amerika Serikat dan Amerika Latin Amerika Serikat Sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

Negara Hukum. Manusia

Negara Hukum. Manusia Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara hukum / Rule of Law / Rechtsstaat yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa Negara demokrasi adalah negara hukum, namun negara hukum belum

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa ini, demokrasi merupakan salah satu pandangan dan landasan kehidupan dalam berbangsa yang memiliki banyak negara pengikutnya. Demokrasi merupakan paham

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DAN PERUSAHAAN

ETIKA BISNIS DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DAN PERUSAHAAN ETIKA BISNIS DILIHAT DARI SUDUT PANDANG KARYAWAN DAN PERUSAHAAN 1. Perusahaan Tidak Boleh Mempraktekkan Diskriminasi Diskriminasi muncul sebagai isu dalam etika bisnis setelah pertengahan abad 20. Isu

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 19 Desember 2014 Trend perkembangan kejahatan atau penyalahgunaan narkotika

Lebih terperinci

14TEKNIK. Pendidikan Pancasila. Pancasila dan implementasinya dalam sila ke-4 dan ke-5. Yayah Salamah, SPd. MSi. Modul ke: Fakultas

14TEKNIK. Pendidikan Pancasila. Pancasila dan implementasinya dalam sila ke-4 dan ke-5. Yayah Salamah, SPd. MSi. Modul ke: Fakultas Modul ke: Pendidikan Pancasila Pancasila dan implementasinya dalam sila ke-4 dan ke-5 Fakultas 14TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur Pokok Bahasan Sila Keempat Sila Kelima Arti dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian mengenai permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

ontoh hak warga negara :

ontoh hak warga negara : Pengertian hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang mestinya kita terima atau bisa dikatakan sebagai hal yang selalu kita lakukan dan orang lain tidak boleh merampasnya entah secara

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis. iii

KATA PENGANTAR. Penulis. iii KATA PENGANTAR Pertama-tama, kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Terimakasih juga kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

Lebih terperinci

Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat. By : Amaliatulwalidain, MA

Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat. By : Amaliatulwalidain, MA Konsep Politik Menurut Pemikiran Filsuf Barat By : Amaliatulwalidain, MA NEGARA KOTA Apakah negara-negara kota itu? Terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa persepsi kita mengenai negara saat ini jelas berbeda

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XIII/2015 Syarat Jumlah Perbedaan Suara dalam Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister

Lebih terperinci

"Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia"

Indonesia Bisa Jadi Masalah Baru Bagi Asia H T T P : / / U S. A N A L I S I S. V I V A N E W S. C O M / N E W S / R E A D / 2 8 4 0 2 5 - I N D O N E S I A - B I S A - J A D I - M A S A L A H - B A R U - B A G I - A S I A "Indonesia Bisa Jadi Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA. Supentri, S.Pd

PENDIDIKAN PANCASILA. Supentri, S.Pd PENDIDIKAN PANCASILA Supentri, S.Pd TIK POKOK BAHASAN KET MENJELASKAN UUD 1945 DAN GBHN SEBAGAI BAHAN PEMBANGUNAN NASIONAL 1. PENYUSUNAN DAN RUMUSAN UUD 1945 A. PENGERTIAN UUD 1945 B. KEDUDUKAN DAN SIFAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua kata Yunani kuno yaitu demos dan cratein yang masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari dua kata Yunani kuno yaitu demos dan cratein yang masingmasing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi merupakan suatu bentuk tentang cara- cara penyelenggaraan kekuasaan pemerintah berdasarkan asas kedaulatan rakyat. Istilah demokrasi berasal dari dua

Lebih terperinci

Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini

Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Manifesto Aidit dalam Peranan Koperasi Dewasa Ini Ilustrasi: Moh. Dzikri Handika Melalui buku Peranan Koperasi Dewasa Ini (PKDI), Aidit secara tegas meletakkan koperasi sebagai gerakan sosial dan ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

Aneh jika ada orang yang mengaku Muslim tapi takut terhadap penerapan syariah.

Aneh jika ada orang yang mengaku Muslim tapi takut terhadap penerapan syariah. Aneh jika ada orang yang mengaku Muslim tapi takut terhadap penerapan syariah. Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Tak ada masyarakat yang statis. Masyarakat selalu dinamis. Ketika mereka menghadapi kondisi

Lebih terperinci

Shaharuddin Daming, Komisioner Komnas HAM

Shaharuddin Daming, Komisioner Komnas HAM Shaharuddin Daming, Komisioner Komnas HAM Pasca pemancungan Ruyati, qishas kembali disorot. Pegiat HAM kembali mendapatkan momentum untuk mengampanyekan penghapusan hukuman mati. Alasannya hukuman mati

Lebih terperinci

TECHNICAL MEETING LOMBA CERDAS CERMAT 2018

TECHNICAL MEETING LOMBA CERDAS CERMAT 2018 TECHNICAL MEETING LOMBA CERDAS CERMAT 2018 MEMBANGUN GENERASI MUDA YANG SIAP MENGAHADAPI TANTANGAN DENGAN KESADARAN SEJARAH SEBAGAI UPAYA MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN BANGSA DAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUUXIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati I. PEMOHON a. Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Pemohon I) b. Lembaga Pengawasan

Lebih terperinci

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN

(1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN (1) PENCERMATAN DAN PERNYATAAN (1) Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia (Polri) dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 19 Agustus 1945 (harap cermati : As Fajar, Inti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-rapuhnya-relasi-kebangsaan/ Arie Ruhyanto, CNN Indonesia Kamis, 15/09/2016 08:24

Lebih terperinci

Tugas Akhir. STMIK AMIKOM Yogyakarta Taufik Rizky Afrizal. Kelompok I. S1 Sistem Informasi. Drs. Muhammad Idris P, MM

Tugas Akhir. STMIK AMIKOM Yogyakarta Taufik Rizky Afrizal. Kelompok I. S1 Sistem Informasi. Drs. Muhammad Idris P, MM Tugas Akhir STMIK AMIKOM Yogyakarta 2011 11.12.6036 Taufik Rizky Afrizal Kelompok I S1 Sistem Informasi Drs. Muhammad Idris P, MM HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA ABSTRAK Dalam makalah yang membahas abstrak

Lebih terperinci

Albania Negeri Muslim di Benua Biru?

Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Albania Negeri Muslim di Benua Biru? Faktanya banyak sekali hal-hal yang belum kita ketahui tentang agama islam di dunia ini, bagi kalian yang mengaku masyarakat islam hendaklah kita sesekali menilik lebih

Lebih terperinci

Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2

Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2 + Andi Sabrina Qamarani (4) Dhara Devina Velda (8) REVOLUSI AMERIKA KELAS XI IIS 2 + Revolusi Amerika Revolusi Amerika dikenal sebagai Perang Kemerdekaan Amerika Merupakan perang kemerdekaan Amerika untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR I. PEMOHON Nining Elitos...(Pemohon 1) Sunarno...(Pemohon 2) Eduard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan-perusahaan, terutama perbankan, banyak mengeluarkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan-perusahaan, terutama perbankan, banyak mengeluarkan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ekonomi syariah, banyak dibicarakan beberapa tahun belakangan ini. Perusahaan-perusahaan, terutama perbankan, banyak mengeluarkan produk yang berlabel syariah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Ke Empat yang menyebutkan bahwa tujuan pembentukan Negara Indonesia adalah melindungi segenap

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions)

DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Fakta dan Kekeliruan April 2009 DUA BELAS FAKTA DAN KEKELIRUAN TENTANG KONVENSI MUNISI TANDAN (Convention on Cluster Munitions) Kekeliruan 1: Bergabung dengan Konvensi Munisi Tandan (CCM) menimbulkan ancaman

Lebih terperinci

Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat.

Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat. Semua yang terjadi di Mesir tak lepas dari kepentingan Amerika. Hubungan militer Mesir dan Amerika sangat erat. Detik demi detik perubahan di Mesir tidak lepas dari restu Amerika Serikat. Ketika Jenderal

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENERAPAN PANCASILA DALAM PENDIDIKAN. Tahajudin S, Drs. : Novia Ningsih NIM : Kelompok : D Jurusan : Teknik Informatika

TUGAS AKHIR PENERAPAN PANCASILA DALAM PENDIDIKAN. Tahajudin S, Drs. : Novia Ningsih NIM : Kelompok : D Jurusan : Teknik Informatika TUGAS AKHIR PENERAPAN PANCASILA DALAM PENDIDIKAN Tahajudin S, Drs DI SUSUN OLEH : Nama : Novia Ningsih NIM : 11.11.4958 Kelompok : D Jurusan : Teknik Informatika STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011-2012 1 ABSTRAK

Lebih terperinci

Adam Smith Sebuah Primer Bag. 6: Tentang Wealth of Nations. Sejarah lembaga ekonomi

Adam Smith Sebuah Primer Bag. 6: Tentang Wealth of Nations. Sejarah lembaga ekonomi Adam Smith Sebuah Primer Bag. 6: Tentang Wealth of Nations Sejarah lembaga ekonomi Buku III mempelajari tentang perkembangan hubungan ekonomi, kadang kala lewat perkiraan sejarah, kadang lewat fakta sejarah

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125 PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional I. PEMOHON 1. dr. Sarsanto W. Sarwono, Sp.Og sebagai Pemohon I; 2. Anis Su adah

Lebih terperinci

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 K 158 KONVENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 K-158 Konvensi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional Ifdhal Kasim Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Instrumen yang Diratifikasi

Lebih terperinci

KASUS 1 Apa yang harus dilakukan agar tindak kekerasan maupun tindak indisipliner tidak terulang lagi di dalam IPDN?

KASUS 1 Apa yang harus dilakukan agar tindak kekerasan maupun tindak indisipliner tidak terulang lagi di dalam IPDN? KASUS 1 Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) adalah sebuah kampus yang mendidik para calon birokrat pemerintahan. Pada mulanya IPDN bernama STPDN (Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri), namun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 57/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak I. PEMOHON 1. Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia; (Pemohon I) 2. Samsul Hidayat; (Pemohon II) dan 3. Abdul Kodir Jailani (Pemohon III)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber dana pembangunan yang perlu dipacu secara terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCE NING THE ABOLlT1ON OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 05Fakultas Nurohma, FASILKOM KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Abstraksi dan Kompetensi ABSTRAKSI = Memahami pengertian

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Dengan membaca buku ini kita akan banyak dibantu mengambil keputusan-keputusan etis yang sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab.

Dengan membaca buku ini kita akan banyak dibantu mengambil keputusan-keputusan etis yang sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Di dalam kehidupan kita banyak menjumpai persoalan-persoalan etika. Kalau persoalan itu jelas benar atau salah, kita dengan mudah dapat membuat keputusan. Tetapi kalau keputusan menyangkut banyak hal yang

Lebih terperinci

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL

PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL PERSPEKTIF SOSIOLOGI-MAKRO (MACROSOCIOLOGICAL) TENTANG PENYIMPANGAN SOSIAL Tidak seperti biologi atau teori-teori psikologi yang, untuk sebagian besar, mengeksplorasi faktor-faktor yang terkait kejahatan

Lebih terperinci

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2. PEKERJA ANAK Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2. PASAL 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak Pasal 69 1. Ketentuan sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU)

MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU) MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU) MATA KULIAH ETIKA BERWARGA NEGARA BAGIAN 1 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN Oleh: DADAN ANUGRAH, M.Si. UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 BAGIAN 1 NEGARA DAN SISTEM

Lebih terperinci

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional

Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Budi Mulyana, Pengamat Hubungan Internasional Kasus perburuan Osama merupakan contoh kesekian kalinya yang menunjukkan bahwa hukum internasional merupakan aturan yang sangat multiinterpretasi. Kesepakatan

Lebih terperinci

BAHAN TAYANG MODUL 5

BAHAN TAYANG MODUL 5 Modul ke: PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN HUBUNGAN PANCASILA DENGAN PEMBUKAAN UUD 1945 SERTA PENJABARAN PADA PASAL- PASAL UUD 1945 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN NEGARA SEMESTER GASAL

Lebih terperinci

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) K168 - Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168) 2 K168 Konvensi

Lebih terperinci

Pancasila dan Implementasinya

Pancasila dan Implementasinya Modul ke: Pancasila dan Implementasinya Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Sejarah Lahirnya Pancasila Kata Pancasila pertama kali dapat ditemukan dalam buku Sutasoma karya Mpu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap daerah begitu juga dengan karakter pelajar di sekolah (Ari, 2011: 2).

BAB I PENDAHULUAN. setiap daerah begitu juga dengan karakter pelajar di sekolah (Ari, 2011: 2). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masyarakat di Indonesia memiliki karakter yang berbeda-beda di setiap daerah begitu juga dengan karakter pelajar di sekolah (Ari, 2011: 2). Dalam bidang

Lebih terperinci

Salah Kaprah tentang Individualisme. Jumansyah

Salah Kaprah tentang Individualisme. Jumansyah Salah Kaprah tentang Individualisme Jumansyah Individualisme adalah konsep yang kerap disalahpahami karena lebih sering didefinisikan secara curiga ketimbang obyektif. Kecurigaan yang umumnya dalam pandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis keuangan di Amerika Serikat (AS) yang terjadi di tahun 2008 sangat menggemparkan dunia. Krisis keuangan ini telah berkembang menjadi masalah serius. Krisis keuangan

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. PERTEMUAN KE 4 DEMOKRASI Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law

Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Kontrak: Pendekatan-pendekatan Hukum Perdata dan Common Law Sistem Common Law: Kebanyakan negara-negara yang dulunya di bawah pemerintahan Kolonial Inggris manganut sistem hukum kasus (common law) Inggris.

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Pengertian Kode Etik BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pengertian Kode Etik 1. Kode Etik adalah sebuah pola aturan yang didasarkan pada nilai-nilai moral yang diharapkan selalu menuntun pelaksanaan tugas, kewajiban, dan pekerjaan.

Lebih terperinci

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA

PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA PENTINGNYA PEMIMPIN BERKARAKTER PANCASILA DI KALANGAN GENERASI MUDA (Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas MK Pendidikan Pancasila) Dosen : Abidarin Rosidi, Dr, M.Ma. Disusun Oleh: Nama : WIJIYANTO

Lebih terperinci

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DISUSUN OLEH: NAMA : ARIF NUR CAHYA NIM : 11.01.2905 KELOMPOK PROGRAM STUDI DOSEN : B : PANCASILA : IRTON, SE.M.Si STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 KATA PENGANTAR Puji

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci