SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH"

Transkripsi

1 DEWAN ENERGI NASIONAL SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH SOSIALISASI RUEN SE JAWA DAN SE KALIMANTAN Jakarta, 20 September 2016

2 BAHAN PRESENTASI BAGIAN PERTAMA KEN sebagai Pedoman Penyususan RUEN oleh Prof. Rinaldy Dalimi a. Pokok - Pokok KEN b. Pola Penyusunan RUEN BAGIAN KEDUA RUEN sebagai Pedoman Penyusunan RUED oleh Dr. Sonny Keraf a. Pokok - Pokok RUEN b. Faktor - Faktor Untuk Penyusunan RUED BAGIAN KETIGA Sisi Energi Baru dan Terbarukan oleh Abadi Poernomo a. Potensi EBT b. Pengembangan EBT dan Konservasi Energi BAGIAN KEEMPAT Pedoman dan Kerangka Penyusunan RUED oleh Rizal Primana, Bappenas a. Pedoman dan Model b. Pemanfaatan Potensi Daerah 2 2

3 BAGIAN PERTAMA KEN sebagai Pedoman Penyusunan RUEN oleh Prof. Rinaldy Dalimi 3 3

4 DEWAN ENERGI NASIONAL TUGAS DEN (Pasal 12 Ayat (2) UU No. 30/2007) MERANCANG DAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL* MENETAPKAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN)* * MENETAPKAN LANGKAH-LANGKAH PENANGGULANGAN KONDISI KRISIS DAN DARURAT ENERGI MENGAWASI PELAKSANAAN KEBIJAKAN BIDANG ENERGI YANG BERSIFAT LINTAS SEKTOR 4 4

5 Struktur Dewan Energi Nasional Ketua : Presiden Wakil Ketua : Wakil Presiden Ketua Harian : Menteri ESDM Anggota Unsur Pemerintah 1. Menteri Keuangan 2. Menteri Bappenas 3. Menteri Perhubungan 4. Menteri Perindustrian 5. Menteri Pertanian 6. Menteri Ristekdikti 7. Menteri Lingkungan Hidup Unsur Pemangku Kepentingan 1. Dr.Ir. Andang Bachtiar, MSc (Teknologi) 2. Dr. Ir. Tumiran, M.Eng (Akademisi) 3. Prof. Ir. Rinaldy Dalimi, M.Sc, Ph. D (Akademisi) 4. Ir. Abadi Poernomo Dipl. Geoth.En.Tech (Industri) 5. Ir. Achdiat Atmawinata (Industri) 6. Sonny Keraf, PhD (Lingkungan Hidup) 7. Prof.Dr.Ir. Syamsir Abduh (Konsumen) 8. Ir. Dwi Hary Soeryadi, M.MT (Konsumen) DALAM PENYUSUNAN KEN DAN PENETAPAN RUEN SEMUA SEKTOR TERKAIT DILIBATKAN 5 5

6 KEBIJAKAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL (SAAT INI) UU No. 30/2007 Tentang Energi KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) PP No. 79 Tahun 2014 RUEN RUKN Kepmen ESDM No : 2682 K/21/MEM/2008 RUED Propinsi/Kab/Kota RUPTL Kepmen ESDM No : 4092 K/21/MEM/

7 KEBIJAKAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL (SAAT INI) UU No. 30/2007 Tentang Energi KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) PP No. 79 Tahun 2014 Perencanaan Energi Nasional Untuk Memanfaatkan Potensi Energi Dalam Bentuk BBM. BBG, dan Listrik RUEN RUKN Kepmen ESDM No : 2682 K/21/MEM/2008 Perencanaan Tenaga Listrik Untuk Memanfaatkan Potensi Energi Nasional RUED Propinsi/Kab/Kota RUPTL Kepmen ESDM No : 4092 K/21/MEM/2013 Terjemahan dari RUKN Untuk Pembangunan infrastruktur Listrik dengan memanfaatkan 7 Potensi Energi Nasional 7

8 KEBIJAKAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL (SEHARUSNYA) UU No. 30/2007 Tentang Energi KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) Berisikan Kebijakan Energi Nasional secara Umum Berdasarkan Potensi dan Kebutuhan Nasional PP No. 79 Tahun 2014 RUEN RUKN RUED Propinsi/Kab/Kota RUPTL 8 8

9 KEBIJAKAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL (SEHARUSNYA) UU No. 30/2007 Tentang Energi KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) Berisikan Kebijakan Energi Nasional secara Umum Berdasarkan Potensi dan Kebutuhan Nasional PP No. 79 Tahun 2014 RUEN RUKN Terjemahan dari KEN Guna Memanfaatkan Potensi Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Nasional Dilihat Dari Kepentingan Nasional RUED Propinsi/Kab/Kota RUPTL 9 9

10 KEBIJAKAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL (SEHARUSNYA) UU No. 30/2007 Tentang Energi KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) Berisikan Kebijakan Energi secara Umum Berdasarkan Potensi dan Kebutuhan Nasional PP No. 79 Tahun 2014 RUEN RUKN Terjemahan dari KEN Guna Memanfaatkan Potensi Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Nasional Dilihat Dari Kepentingan Nasional RUED Propinsi/Kab/Kota RUPTL Terjemahan dari R U E N/RUKN pada masing2 Daerah dengan Memanfaatkan Potensi di Daerah Untuk Memenuhi Kebutuhan Daerah Dilihat Dari Kepentingan Nasional 10 10

11 K E N RUEN _RUED Untuk Jangka Panjang Dalam Merancang Kebijakan Energi Nasional 2050 Pola Pikirnya adalah Apa yang bisa ingin Dilakukan dan Apa yang bisa ingin Dicapai Dengan Asumsi Semua Hambatan Dapat Diatasi Karena Waktunya Cukup Panjang KEN RUEN RUED T A H U N KEMANDIRIAN & KETAHANAN ENERGI NASIONAL

12 K E N RUEN - RUED Untuk Jangka Panjang Dalam Merancang KEN/RUEN/KEN sampai dengan 2050 Pola Pikirnya adalah Apa yang (bisa) ingin Dilakukan dan Apa yang (bisa) ingin Dicapai Dengan Asumsi Semua Hambatan Dapat Diatasi Karena Waktunya Cukup Panjang KEN RUEN RUED T A H U N KEMANDIRIAN & KETAHANAN ENERGI NASIONAL

13 Tujuan Kebijakan Energi Nasional (KEN-2050) Pasal 5 : Kebijakan Energi Nasional merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi Nasional

14 Tujuan Kebijakan Energi Nasional (KEN-2050) Pasal 5 : Kebijakan Energi Nasional merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi Nasional. Kemandirian Energi adalah terjaminnya ketersediaan energi dengan Memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber dalam negeri

15 Tujuan Kebijakan Energi Nasional (KEN-2050) Pasal 5 : Kebijakan Energi Nasional merupakan kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi Nasional. Kemandirian Energi adalah terjaminnya ketersediaan energi dengan Memanfaatkan semaksimal mungkin potensi sumber dalam negeri. Ketahanan Energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan, akses Masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka Panjang dgn tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingk. hidup 15 15

16 ARAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL PP No. 79 Tahun 2014 Kebijakan Utama Kebijakan Pendukung 16 16

17 ARAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL PP No. 79 Tahun 2014 Kebijakan Utama Kebijakan Pendukung Ketersediaan Energi untuk Kebutuhan Nasional Prioritas Pengembangan Energi Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Cadangan Energi Nasional 17 17

18 ARAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL PP No. 79 Tahun 2014 Kebijakan Utama Ketersediaan Energi untuk Kebutuhan Nasional Kebijakan Pendukung Konservasi Energi, Diversifikasi Sumber Daya Energi dan Diversifikasi Energi Prioritas Pengembangan Energi Lingkungan Hidup dan Keselamatan Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Cadangan Energi Nasional Harga, Subsidi, dan Insentif Energi Infrastruktur, Akses untuk Masyarakat, dan Industri Energi Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Teknologi Energi Kelembagaan dan Pendanaan 18 18

19 Prioritas Pembangunan Energi Nasional 1. Maksimumkan pemanfaatan Energi Terbarukan 2. Minimumkan penggunaan minyak 3. Optimalkan penggunaan gas bumi 4. Batubara sebagai andalan pasokan energi nasional 5. Energi nuklir pilihan terakhir 19 19

20 TARGET KEN Peran energi Sebagai modal pembangunan Bauran EBT 23% 31% Penyediaan energi > 400 MTOE > MTOE Pembangkit Listrik > 115 GW > 430 GW Elastisitas energi < 1 < 1 TARGET BAURAN ENERGI DALAM RUEN Listrik /kapita/thn kwh kwh Rasio elektrifikasi 100% 100% TARGET RUEN % 25% TARGET RUEN % MTOE 20% 31% KONDISI SAAT INI 26% 30% MTOE 25% 23% MTOE 46% 23% 5% Energi Baru dan Terbarukan Minyak Bumi Gas Bumi Batubara 20 20

21 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 6, 7, dan 9 Terwujudnya Paradigma Baru bahwa Sumber Daya Energi Tidak Dijadikan Sebagai Komoditas Ekspor Semata Tetapi Untuk Modal Pembangunan Guna Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat Dengan Cara Mengoptimalkan Pemanfaatannya Bagi Pembangunan Ekonomi Nasional, Penciptaan Nilai Tambah Didalam Negeri dan Penyerapan Tenaga Kerja. PASAL 10 Mengurangi Ekspor Energi Fosil Secara Bertahap Terutama Gas dan Batubara Serta Menetapkan Batas Waktu Untuk Memulai Menghentikan Ekspor.. Dalam Mewujudkan Ketersediaan Energi Untuk Kebutuhan Nasional, Jika Terjadi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Dalam Penyediaan Energi Maka Didahulukan Yang Memiliki Nilai Ketahanan Nasional dan/atau Nilai Strategis Yang Lebih Tinggi

22 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 6, 7, dan 9 Terwujudnya Paradigma Baru bahwa Sumber Daya Energi Tidak Dijadikan Sebagai Komoditas Ekspor Semata Tetapi Untuk Modal Pembanguna Guna Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat Dengan Cara Mengoptimalkan Pemanfaatannya Bagi Pembangunan Ekonomi Nasionall, Penciptaan Nilai Tambah Didalam Negeri dan Penyerapan Tenaga Kerja. PASAL 10 Mengurangi Ekspor Energi Fosil Secara Bertahap Terutama Gas dan Batubara Serta Menetapkan Batas Waktu Untuk Memulai Menghentikan Ekspor.. Dalam Mewujudkan Ketersediaan Energi Untuk Kebutuhan Nasional, Jika Terjadi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Dalam Penyediaan Energi Maka Didahulukan Yang Memiliki Nilai Ketahanan Nasional dan/atau Nilai Strategis Yang Lebih Tinggi

23 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 6, 7, dan 9 Terwujudnya Paradigma Baru bahwa Sumber Daya Energi Tidak Dijadikan Sebagai Komoditas Ekspor Semata Tetapi Untuk Modal Pembanguna Guna Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat Dengan Cara Mengoptimalkan Pemanfaatannya Bagi Pembangunan Ekonomi Nasionall, Penciptaan Nilai Tambah Didalam Negeri dan Penyerapan Tenaga Kerja. PASAL 10 Mengurangi Ekspor Energi Fosil Secara Bertahap Terutama Gas dan Batubara Serta Menetapkan Batas Waktu Untuk Memulai Menghentikan Ekspor.. Dalam Mewujudkan Ketersediaan Energi Untuk Kebutuhan Nasional, Jika Terjadi Tumpang Tindih Pemanfaatan Lahan Dalam Penyediaan Energi Maka Didahulukan Yang Memiliki Nilai Ketahanan Nasional dan/atau Nilai Strategis Yang Lebih Tinggi

24 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 11 Pengembangan Energi dengan Mengutamakan Sumber Daya Energi Setempat, dan Pengembangan Industri Dengan Kebutuhan Energi Yang Tinggi Diprioritaskan Didaerah Yang Kaya Sumber Daya Energi. PASAL 19 Pengelolaan Energi Nasional Diselaraskan Dengan Arah Pembangunan Nasional Berkelanjutan Pelestarian Sumber Daya Alam, Konservasi Sumber Daya Energi, dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup

25 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 11 Pengembangan Energi dengan Mengutamakan Sumber Daya Energi Setempat, dan Pengembangan Industri Dengan Kebutuhan Energi Yang Tinggi Diprioritaskan Didaerah Yang Kaya Sumber Daya Energi. PASAL 19 Pengelolaan Energi Nasional Diselaraskan Dengan Arah Pembangunan Nasional Berkelanjutan Pelestarian Sumber Daya Alam, Konservasi Sumber Daya Energi, dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup

26 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 20 Harga Energi Terbarukan Diatur berdasarkan pada perhitungan harga energi terbarukan dengan asumsi untuk bersaing dengan harga energi dari sumber energi minyak bumi yang berlaku disuatu wilayah dalam kurun waktu tertentu, PASAL 21 Subsidi disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong Program diversifikasi sumber energi dan pengembangan energi terbarukan. Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan insentif bagi pengembangan, pengusahaan, dan Pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk skala kecil dan berlokasi didaerah terpencil sampai Nilai keekonmiannya kompetitif dengan energi konvensional

27 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 20 Harga Energi Terbarukan Diatur berdasarkan pada perhitungan harga energi terbarukan dengan asumsi Untuk bersaing dengan harga energi dari sumber energi minyak bumi yang berlaku disuatu wilayah Dalan kurun waktu tertentu, PASAL 21 Subsidi disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong Program diversifikasi sumber energi dan pengembangan energi terbarukan. Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan insentif bagi pengembangan, pengusahaan, dan Pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk skala kecil dan berlokasi didaerah terpencil sampai Nilai keekonmiannya kompetitif dengan energi konvensional

28 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 20 Harga Energi Terbarukan Diatur berdasarkan pada perhitungan harga energi terbarukan dengan asumsi Untuk bersaing dengan harga energi dari sumber energi minyak bumi yang berlaku disuatu wilayah Dalan kurun waktu tertentu, PASAL 21 Subsidi disediakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan insentif fiskal dan nonfiskal untuk mendorong Program diversifikasi sumber energi dan pengembangan energi terbarukan. Pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan insentif bagi pengembangan, pengusahaan, dan Pemanfaatan energi terbarukan terutama untuk skala kecil dan berlokasi didaerah terpencil sampai Nilai keekonmiannya kompetitif dengan energi konvensional

29 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 23 Pengembangan dan penguatan infrastruktur energi serta akses untuk masyarakat terhadap energi dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pengembangan infrastruktur enegi memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri dari perairan laut, dengan memperkuat infrastruktur eksplorasi, produksi, transportasi, Distribusi, dan transmisi di wilayah kepulauan. PASAL 26 Regionalisasi penyediaan energi listrik untuk memperkecil disparitas Penyediaan energi listrik diluar pulau jawa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya Bertanggung jawab dalam menangani dan mengatasi permasalahan energi 29 29

30 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 23 Pengembangan dan penguatan infrastruktur energi serta akses untuk masyarakat terhadap energi dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pengembangan infrastruktur enegi memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri dari perairan laut, dengan memperkuat infrastruktur eksplorasi, produksi, transportasi, Distribusi, dan transmisi di wilayah kepulauan. PASAL 26 Regionalisasi penyediaan energi listrik untuk memperkecil disparitas Penyediaan energi listrik diluar pulau jawa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya Bertanggung jawab dalam menangani dan mengatasi permasalahan energi 30 30

31 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 23 Pengembangan dan penguatan infrastruktur energi serta akses untuk masyarakat terhadap energi dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pengembangan infrastruktur enegi memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri dari perairan laut, dengan memperkuat infrastruktur eksplorasi, produksi, transportasi, Distribusi, dantransmisi di wilayah kepulauan. PASAL 26 Regionalisasi penyediaan energi listrik untuk memperkecil disparitas Penyediaan energi listrik diluar pulau jawa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya Bertanggung jawab dalam menangani dan mengatasi permasalahan energi 31 31

32 BEBERAPA YANG PENTING DALAM KEN PASAL 23 Pengembangan dan penguatan infrastruktur energi serta akses untuk masyarakat terhadap energi dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Pengembangan infrastruktur enegi memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri dari perairan laut, dengan memperkuat infrastruktur eksplorasi, produksi, transportasi, Distribusi, dan transmisi di wilayah kepulauan. PASAL 26 Regionalisasi penyediaan energi listrik untuk memperkecil disparitas Penyediaan energi listrik diluar pulau jawa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya Bertanggung jawab dalam menangani dan mengatasi permasalahan energi 32 32

33 IMPLIKASI KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERWUJUDNYA KEMANDIRIAN DAN KETAHANAN ENERGI GUNA MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL BERKELANJUTAN ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri akses untuk masyarakat terhadap energi secara adil dan merata pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan pengembangan kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata tetapi sebagai modal pembangunan nasional 33 33

34 IMPLIKASI KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERWUJUDNYA KEMANDIRIAN DAN KETAHANAN ENERGI GUNA MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL BERKELANJUTAN terciptanya lapangan kerja ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri akses untuk masyarakat terhadap energi secara adil dan merata terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup kemandirian pengelolaan energi pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan pengembangan kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia Sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata tetapi sebagai modal pembangunan nasional pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor 34 34

35 Energi sebagai Modal Pembangunan NILAI ENERGI SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN Peningkatan porsi gas & batubara untuk domestik dibanding ekspor Perubahan paradigma energi Komoditi Khusus Ekspor 0% Gas 57% 64% 2035 Batubara 20% 60%

36 Energi sebagai Modal Pembangunan NILAI ENERGI SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN Peningkatan porsi gas & batubara untuk domestik dibanding ekspor Perubahan paradigma energi Komoditi Khusus Ekspor 0% Gas 57% 64% 2035 Batubara 20% 60% 2046 Penyelarasan target fiskal dengan kebijakan energi Cukai BBM Premi pengurasan di hulu (depletion premium) Insentif fiskal Anggaran Pemerintah Kemenkeu dan Bappenas 36 36

37 Energi sebagai Modal Pembangunan NILAI ENERGI SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN Peningkatan porsi gas & batubara untuk domestik dibanding ekspor Perubahan paradigma energi Komoditi Khusus Ekspor 0% Gas 57% 64% 2035 Batubara 20% 60% 2046 Penyelarasan target fiskal dengan kebijakan energi Cukai BBM Premi pengurasan di hulu (depletion premium) Insentif fiskal Anggaran Pemerintah Kemenkeu dan Bappenas Multiplier effect ekonomi Peningkatan: Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan industri Penyerapan tenaga kerja 37 37

38 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 38 38

39 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 39 39

40 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 40 40

41 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 4. Perluasan jargas kota dan infrastruktur ketenagalistrikan 41 41

42 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 4. Perluasan jargas kota dan infrastruktur ketenagalistrikan 5. Audit energi dalam rangka konservasi energi 42 42

43 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 4. Perluasan jargas kota dan infrastruktur ketenagalistrikan 5. Audit energi dalam rangka konservasi energi 6. Subsidi energi yang bersumber dari APBD 43 43

44 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 4. Perluasan jargas kota dan infrastruktur ketenagalistrikan 5. Audit energi dalam rangka konservasi energi 6. Subsidi energi yang bersumber dari APBD 7. Penyederhanaan perizinan 44 44

45 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 4. Perluasan jargas kota dan infrastruktur ketenagalistrikan 5. Audit energi dalam rangka konservasi energi 6. Subsidi energi yang bersumber dari APBD 7. Penyederhanaan perizinan 8. Pengembangan transportasi massal 45 45

46 BEBERAPA POIN PENTING PERAN DAERAH 1. Penyelarasan lahan energi dengan RTRW 2. Lahan untuk BBN 3. Pembangunan pembangkit EBT 4. Perluasan jargas kota dan infrastruktur ketenagalistrikan 5. Audit energi dalam rangka konservasi energi 6. Subsidi energi yang bersumber dari APBD 7. Penyederhanaan perizinan 8. Pengembangan transportasi massal 9. Optimalisasi layanan penerbitan izin pemanfaatan kawasan hutan 46 46

47 Dewan Energi Nasional Jalan Gatot Soebroto Kav. 49 Jakarta Selatan Website: Phone: (021)

48 BAGIAN KEDUA RUEN sebagai Pedoman Penyusunan RUED oleh Dr. Sonny Keraf 48 48

49 SASARAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL Sumber Energi dan/atau Sumber Daya Energi ditujukan untuk modal pembangunan guna sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan cara mengoptimalkan pemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi nasional, penciptaan nilai tambah di dalam neberi dan penyerapan tenaga kerja

50 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Kebutuhan (Demand) Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Transformasi (Transformation) Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Sumber Daya (Resources) Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT Keterangan: Arus model Iterasi 50 50

51 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Kebutuhan (Demand) Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Transformasi (Transformation) Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Sumber Daya (Resources) Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT Keterangan: Arus model Iterasi 51 51

52 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Kebutuhan (Demand) Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Transformasi (Transformation) Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Sumber Daya (Resources) Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT Keterangan: Arus model Iterasi 52 52

53 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Kebutuhan (Demand) Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Transformasi (Transformation) Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Sumber Daya (Resources) Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT Keterangan: Arus model Iterasi 53 53

54 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Kebutuhan (Demand) Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Transformasi (Transformation) Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Sumber Daya (Resources) Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT Keterangan: Arus model Iterasi 54 54

55 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan dapat menggunakannya 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi 55 55

56 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan memahami prosesnya 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi 56 56

57 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan memahami prosesnya 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi 57 57

58 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan memahami prosesnya 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi 58 58

59 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan memahami prosesnya 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi 59 59

60 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan memahami 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi 60 60

61 STRUKTUR PERMODELAN RUEN Asumsi Dasar (Key assumption) Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Sumber Daya (Resources) PDB Pertumbuhan PDB PDB per kapita Pertumbuhan PDB per kapita Populasi Pertumbuhan populasi Populasi urban Jumlah Rumah Tangga Transportasi Industri & bahan baku Rumah Tangga Komersial Sektor Lainnya Pembangkit listrik Kilang minyak Kilang gas bumi Infrastruktur lainnya losses own use Potensi, Cadangan dan Produksi energi, yaitu: Minyak Bumi Gas Bumi Batubara EBT 1. Permodelan RUEN menggunakan aplikasi LEAP (Long Run Energy Alternatif Planning) 2. Aplikasi LEAP bukan suatu keharusan, namun Pemerintah Daerah dianjurkan dapat menggunakannya 3. Untuk mulai mengaplikasikan model, pertama susun dulu kebutuhan energi nasional maupun daerah 4. Proyeksi pemodelan kebutuhan energi tahun disusun dengan mempertimbangkan asumsi dasar, asumsi pertumbuhan kebutuhan dan rencana pengembangan sektor pengguna yaitu industri (dan bahan baku), transportasi, rumah tangga, komersial dan energi lainnya 5. Transformasi merupakan proses yang mengubah energi primer menjadi energi final, seperti pembangkit listrik dan kilang minyak 6. Sumber daya energi meliputi potensi energi, cadangan energi dan produksi energi Keterangan: Arus model Iterasi RUED tidak harus menggunakan model yang sama dengan RUEN 61 61

62 ASUMSI DASAR DALAM RUEN No. Indikator Satuan PDB* 2 Pertumbuhan ekonomi 3 PDB per Kapita* 4 Pertumbuhan PDB perkapita* 5 Populasi 6 Pertumbuhan Populasi Triliun Rupiah % 4,8 5,3 7,1 7,5 8,0 8,0 8,0 7,5 7,0 6,3 Juta Rupiah 12,0 12,5 13,2 14,1 15,0 16,0 22,4 31,2 58,9 104,7 % 3,8 4,0 5,8 6,2 6,7 6,8 7,0 6,7 6,3 5,7 Juta Penduduk 255,5 258,6 261,7 264,8 267,9 271,1 284,8 296,4 315,2 335,3 % 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,0 0,8 0,6 0,6 0,6 7 Populasi Urban % 53,3 54,0 54,7 55,3 56,0 56,7 60,0 63,4 67,7 70,0 8 Jumlah Rumah Tangga Juta RT 66,5 67,5 68,5 69,5 70,5 71,5 76,2 80,3 87,2 94,7 Catatan: 1) Angka PDB*: Atas dasar harga konstan tahun 2000; 2) Pertumbuhan ekonomi tahun 2015, berdasarkan realisasi tahun 2015; 3) Pertumbuhan ekonomi tahun 2016, berdasarkan asumsi dalam UU No. 14/2015 Tentang APBN tahun 2016; 4) Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 s.d. 2019, berdasarkan asumsi dalam Perpres No. 2/2015 tentang RPJMN ; 5) Pertumbuhan ekonomi tahun 2020 s.d. 2050, berdasarkan asumsi dalam KEN

63 MELIHAT POTENSI PADA SISI PENYEDIAAN ENERGI 63 63

64 POTENSI ENERGI FOSSIL DI INDONESIA TAHUN 2015 No. Jenis Energi Sumber Daya Cadangan Produksi Umur* 1 Minyak Bumi 151 Miliar barel 3,6 Miliar barel 288 Juta barel 12 tahun 2 Gas Bumi 487 TCF 98,0 TCF 3,0 TSCF 33 tahun 3 Batubara 120,5 Miliar ton 32,4 Miliar ton 393 Juta ton 82 tahun 4 CBM 453 TSCF Shale Gas 574 TSCF Catatan: *) asumsi apabila tidak ada temuan cadangan baru 64 64

65 HASIL PEMODELAN KEBUTUHAN ENERGI FINAL NASIONAL 641,5 248,

66 Domestik HASIL PEMODEL PASOKAN BATUBARA Batubara - Juta Ton 461,6 juta ton Produksi batubara dibatasi 400 juta ton mulai 2019 Dimethyl Ether (DME) & gasifikasi 439 Ekspor 205 Industri 96 Pembangkit Kegiatan Ekspor 365,8 288,1 274,8 251,6 232,9 220,4 194,8 147,3 59,9 0 Pembangkit 63,2 82,4 94,2 106,8 120,0 131,1 152,3 186,7 248,5 326,6 Domestik Industri 15,8 43,5 44,5 45,6 47,0 48,4 55,2 67,4 92,9 114,8 DME ,1 2,5 3,2 4,0 Gasifikasi 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,2 0,4 0,5 0,7 0,9 Total Produksi 461,6 414,0 413,0 403,0 400,0 400,0 400,0 400,0 400,0 438,

67 Domestik HASIL PEMODEL PASOKAN BATUBARA 96 Batubara - Juta Ton 461,6 juta ton Kegiatan Ekspor 365,8 288,1 274,8 251,6 232,9 220,4 194,8 147,3 59,9 0 Pembangkit 63,2 82,4 94,2 106,8 120,0 131,1 152,3 186,7 248,5 326,6 Domestik Industri 15,8 43,5 44,5 45,6 47,0 48,4 55,2 67,4 92,9 114,8 DME ,1 2,5 3,2 4,0 Gasifikasi 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,2 0,4 0,5 0,7 0,9 Total Produksi 461,6 414,0 413,0 403,0 400,0 400,0 400,0 400,0 400,0 438,7 Ekspor Produksi batubara dibatasi 400 juta ton mulai Industri Pembangkit Dimethyl Ether (DME) & gasifikasi 439 KEGIATAN 1. Mengendalikan produksi batubara maksimal sebesar 400 juta ton mulai tahun 2019 dengan prioritas pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan menghentikan ekspor pada saat kebutuhan domestik mencapai 400 juta ton. (KESDM) 2. Mengurangi porsi ekspor batubara secara bertahap dan menghentikan ekspor batubara paling lambat pada tahun (KESDM) 3. Membangun industri gasifikasi batubara. (Kemenperin) 4. Meningkatkan kapasitas industri kimia dasar berbasis migas dan batubara untuk peningkatan nilai tambah dan subtitusi impor. (Kemenperin) 5. Menyusun master plan rencana pembangunan pelabuhan terpadu batubara. (Kemenhub) 6. Meningkatkan pemanfaatan batubara untuk sektor industri dengan target mencapai 55,2 juta ton pada tahun (Kemenperin) 67 67

68 HASIL PEMODELAN MINYAK DAN GAS BUMI Satuan: Ribu bopd Potensial Potensipenambahanproduksi tambahan produksi darieksplorasi Kegiatan EOR 800 Committed produksi Total 600 Potensi penambahan produksi dari eksplorasi 400 Kegiatan EOR 200 Committed produksi Satuan: MMSCFD Potensi PotensiPenambahan penambahanproduksi dari produksi Eksplorasi dari eksplorasi Committed Commited produksi Produksi Potensi penambahan produksi dari eksplorasi Committed produksi

69 HASIL PEMODELAN MINYAK DAN GAS BUMI Satuan: MMSCFD Satuan: Ribu bopd Potensial Potensipenambahanproduksi tambahan produksi darieksplorasi Kegiatan EOR Committed produksi Total Committed produksi Committed produksi Kegiatan EOR Potensi penambahan produksi dari eksplorasi Potensi PotensiPenambahan penambahanproduksi dari produksi Eksplorasi dari eksplorasi Committed Commited produksi Produksi Potensi penambahan produksi dari eksplorasi KEGIATAN 1. Menerapkan keterbukaan data migas dan tidak menjadikan data migas sebagai objek Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) semata. 2. Melakukan riset dasar eksplorasi migas dalam rangka meningkatkan cadangan migas antara lain riset migas non-konvensional, riset sistem petroleum pra-tersier, riset sistem petroleum gunung api, dan riset gas biogenik 3. Menyiapkan WK migas konvensional minimal 9 WK per tahun dan penandatangan WK migas konvensional minimal 6 WK per tahun 4. Melakukan survei umum migas minimal 3 wilayah per tahun 5. Mengoptimalkan produksi lapangan migas antara lain dengan memberlakukan kontrak bagi hasil (PSC) khusus untuk kegiatan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan segera memutuskan status kontrak yang akan berakhir pada lapangan-lapangan yang mempunyai potensi EOR. 6. Mempercepat penyelesaian proyek gas bumi, antara lain Blok Sengkang, Blok Matindok, Proyek IDD, Lapangan MDA-MBH, Blok A, Lapangan Jangkrik, Lapangan Jambaran Tiung Biru, Proyek Tangguh Train-3, Lapangan Abadi (Masela), dan Blok East Natuna 7. Meningkatkan rasio pemulihan cadangan minyak dan gas bumi hingga mencapai 100% pada tahun 2025, dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi secara masif menjadi tiga kali lipat. 8. Meningkatkan keterlibatan negara dalam pendanaan kegiatan 69 eksplorasi melalui mekanisme pendanaan dari sebagian pendapatan negara dari migas (petroleum fund) yang merupakan bagian dari premi pengurasan (depletion premium) atau dari sumber pendanaan lainnya. 69

70 PASOKAN MINYAK MENTAH DOMESTIK DAN IMPOR MINYAK MENTAH 4,6 5 4 Satuan : Juta bopd Impor minyak mentah Minyak mentah domestik 3 Input kilang 2,2 2 1 Impor minyak mentah Minyak mentah domestik , Satuan: MMSCFD Additional Supply/Import Committed Supply RUEN Perkiraan defisit gas mulai tahun ,1 Additional Supply/Import Committed Supply

71 PASOKAN MINYAK MENTAH DOMESTIK DAN IMPOR MINYAK MENTAH KEGIATAN Satuan : Juta bopd Satuan: MMSCFD Additional Supply/Import Committed Supply RUEN Perkiraan defisit gas mulai tahun 2020 Impor minyak mentah Minyak mentah domestik Input kilang Minyak mentah domestik 2, ,1 Impor minyak mentah Additional Supply/Import Committed Supply 4, ,1 1. Memastikan produksi minyak bumi tidak kurang dari 567,7 ribu barrel oil per day (bopd) dan produksi gas bumi menjadi tidak kurang dari juta kaki kubik per hari (mmscfd) pada tahun Mengurangi ketergantungan impor BBM secara bertahap dan menghentikan impor BBM paling lambat tahun Meningkatkan kapasitas kilang minyak nasional menjadi lebih dari 2 juta barel per hari pada tahun 2025, melalui pembangunan kilang baru dan Rencana Induk Pengembangan Kilang (RDMP) 4. Mengurangi ekspor minyak mentah semaksimal mungkin dalam rangka memprioritaskan kebutuhan dalam negeri dan menghentikannya pada saat kilang dalam negeri sudah mampu menyerap seluruh produksi dalam negeri. 5. Memastikan produksi gas bumi menjadi tidak kurang dari juta kaki kubik per hari (MMSCFD) pada tahun Mengurangi porsi ekspor gas bumi menjadi kurang dari 20% pada tahun 2025 dan menghentikan ekspor gas bumi paling lambat tahun 2036, dengan menjamin penyerapan produksi gas dalam negeri untuk industri yang terintegrasi hulu-hilir, transportasi dan sektor lainnya. 7. Menyelesaikan kebijakan harga gas bumi dengan membentuk badan penyangga gas nasional

72 PEMBANGUNAN KILANG DAN PENYEDIAAN MINYAK Potential tambahan kilang baru Impor BBM Produksi BBM dari kilang dalam negeri Kebutuhan BBM sesuai KEN Satuan: Juta bpd 2,8 3,3 3,72 1,4 1,6 1,76 2,1 2,4 Potential Tambahan Kilang Baru Impor BBM Produksi BBM dari Kilang dalam negeri

73 PEMBANGUNAN KILANG DAN PENYEDIAAN MINYAK KEGIATAN 1,4 Potential tambahan kilang baru Impor BBM Produksi BBM dari kilang dalam negeri Kebutuhan BBM sesuai KEN 1,6 Impor BBM Produksi BBM dari Kilang dalam negeri 1,76 2,1 Satuan: Juta bpd 3,3 2,8 2,4 Potential Tambahan Kilang Baru 3,72 1. Meningkatkan kapasitas kilang minyak nasional menjadi lebih dari 2 juta barel per hari pada tahun 2025, melalui pembangunan kilang baru dan Refinery Development Master Plan (RDMP). (KESDM) 2. Menetapkan jenis dan volume cadangan operasional untuk keperluan minimal 30 hari konsumsi. (KESDM dan Kementerian BUMN) 3. Menetapkan jenis, jumlah, waktu, dan lokasi serta pengelolaan Cadangan Penyangga Energi (CPE) dan menyusun rencana induk/roadmap pengelolaan CPE. (Dewan Energi Nasional) 4. Memberikan insentif fiskal dan non fiskal untuk penjualan energi dalam negeri khususnya pada kegiatan industri. (Kemenkeu) 5. Meningkatkan kualitas pelayanan publik Pemerintah Daerah yang mendukung percepatan penerbitan/penyerderhanaan izin dan pembangunan infrastruktur energi di daerah. (Kemendagri c.q. Pemda) 6. Meningkatkan rasio pemulihan cadangan (RRR) hingga mencapai 100% pada tahun (KESDM)

74 PENGEMBANGAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK Pembangkit Fosil 60 Pembangkit EBT JENIS EBT % 19.4% 33.3% 36.6% 37.4% 37.8% FOSIL % 80.6% 66.7% 63.4% 62.6% 62.2% Total

75 PENGEMBANGAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK JENIS EBT % 19.4% 33.3% 36.6% 37.4% 37.8% FOSIL % 80.6% 66.7% 63.4% 62.6% 62.2% Total Pembangkit Fosil Pembangkit EBT 443 KEGIATAN 1. Merencanakan rasio elektrifikasi tahun 2020 mendekati 100%. (KESDM) 2. Membangun infrastruktur ketenagalistrikan : tahun 2025 sebesar 135,4 GW dengan Pembangkit Fosil sebesar 90,4 GW dan EBT sebesar 45 GW tahun 2050 sebesar 444,5 GW dengan Pembangkit Fosil sebesar 275,4 GW dan EBT sebesar 169 GW (KESDM) 3. Menyusun mekanisme pemanfaatan lahan untuk penyediaan energi pada lahan yang tumpang tindih dengan kebutuhan lain. (Kementerian ATR) 4. Regionalisasi penyediaan listrik dengan cara membentuk wilayah usaha baru ketenagalistrikan di luar Jawa, Madura dan Bali. (Kementerian ESDM) 5. Menerapkan tarif dasar listrik progresif dan memberlakukan regionalisasi harga. (KESDM) 6. Menjaminan proyek infrastruktur energi yang strategis. (Kemenkeu) 7. Mengembangkan prototipe pembangkit listrik tenaga uap dengan TKDN 100% untuk kapasitas 200 MW ke bawah hingga siap komersial. (Kemenristek Dikti) 8. Menyiapkan penguasaan teknologi PLTN. (Kemenristek Dikti) 9. Memperkuat penerapan dan pemanfaatan teknologi dan komponen teknologi pembangkit listrik. (Kemenristek Dikti) 10. Mendorong pembentukan Engineering Procurement Construction (EPC) dalam negeri proyek ketenagalistrikan berkapasitas di bawah 200 MW. (Kemenperin) Memfasilitasi proses layanan penerbitan pinjam pakai, kerja sama, pemanfaatan jasa lingkungan, atau pelepasan kawasan hutan sesuai ketentuan yang berlaku. (KemenLHK) 75

76 SISI KEBUTUHAN ENERGI 76 76

77 HIGHLIGHT RUEN 77 77

78 SEKTOR TRANSPORTASI Satuan: Juta TOE 168,9 Gas Listrik TOTAL BBN BBM 75,2 49, Energi Listrik TWh 0,2 0,9 2,3 5,2 14,9 31,6 BBG MMscfd 19,1 130,9 288,7 429,8 832, ,0 78 BBM Juta KL 56,9 65,1 74,2 84,1 111,4 144,9 BBN Juta KL 2,0 6,7 12,0 17,3 26,1 38,1 78

79 SEKTOR TRANSPORTASI KEGIATAN 49,6 Gas Listrik TOTAL 75,2 BBN BBM Satuan: Juta TOE 168,9 1. Mempercepat pelaksanaan subtitusi BBM dengan gas disektor transportasi dengan pembangunan 632 SPBG di 15 kota sampai tahun (Kemenhub) 2. Mengembangkan produk secara bertahap sebanyak unit kendaraan roda 4 dan 2,1 juta kendaraan roda 2 bertenaga listrik pada tahun (Kemenhub) 3. Peningkatan penggunaan biofuel. (KESDM) Jenis Biofuel Biodiesel Campuran 20% 30% 30% Juta KL 2,9 8,7 20,4 Bioethanol Campuran 5% 20% 20% Juta KL 0,1 3,3 14,1 Bioavtur Campuran 2% 5% 5% Juta KL 0,0 0,1 3, Energi Listrik TWh 0,2 0,9 2,3 5,2 14,9 31,6 BBG MMscfd 19,1 130,9 288,7 429,8 832, ,0 BBM Juta KL 56,9 65,1 74,2 84,1 111,4 144,9 BBN Juta KL 2,0 6,7 12,0 17,3 26,1 38,1 4. Mengembangkan KA (Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), Trem) di 13 wilayah perkotaan serta KA Bandara di Jawa dan Sumatera. (Kemenhub) 5. Share angkutan ditargetkan sebesar 30% di tahun 2025 dengan pengembangan sistem angkutan umum massal perkotaan KA bandara. (Kemenhub) 6. Mengembangkan manajemen transportasi dengan membangun Intelligent Transport System di 50 kota dan Area Traffic Control System di 70 lokasi. (Kemenhub) 79 79

80 HIGHLIGHT RUEN 80 80

81 SEKTOR INDUSTRI ENERGI DAN BAHAN BAKU Satuan: Juta TOE 293 Produk minyak lainnya BBM Listrik Gas Bumi (termasuk LPG, Syngas) Batubara Bioenergi (BBN, Biomasa) Total Jenis Listrik TWh 83,5 157,1 286,1 363,8 535,0 670,5 Gas & Syngas MMscfd 2.014, , , , , ,8 BBM Juta KL 6,2 6,2 7,2 9,8 17,0 26,3 LPG Juta Ton 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Batubara Juta Ton 43,2 48,4 55,2 67,4 92,9 114,8 BBN Juta KL 0,3 1,5 2,3 3,6 6,9 11,0 Biomasa Juta Ton 9,3 11,1 13,6 17,2 25,5 34,0 Non BBM Juta KL 63,1 73,7 87,4 103,1 140,5 186,

82 SEKTOR INDUSTRI ENERGI DAN BAHAN BAKU 72 Produk minyak lainnya BBM Listrik Gas Bumi (termasuk LPG, Syngas) Batubara Bioenergi (BBN, Biomasa) Total 118 Satuan: Juta TOE Jenis Listrik TWh 83,5 157,1 286,1 363,8 535,0 670,5 Gas & Syngas MMscfd 2.014, , , , , ,8 BBM Juta KL 6,2 6,2 7,2 9,8 17,0 26,3 LPG Juta Ton 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 Batubara Juta Ton 43,2 48,4 55,2 67,4 92,9 114,8 BBN Juta KL 0,3 1,5 2,3 3,6 6,9 11,0 Biomasa Juta Ton 9,3 11,1 13,6 17,2 25,5 34,0 Non BBM Juta KL 63,1 73,7 87,4 103,1 140,5 186,5 293 KEGIATAN 1. Memprioritaskan penggunaan sumber energi dan sumber daya energi fosil untuk bahan baku industri nasional. (KESDM) 2. Memberikan insentif fiskal dan non fiskal serta harga energi yang kompetitif untuk kebutuhan industri. (Kemenkeu dan KESDM) 3. Meningkatkan porsi investasi industri pengolahan nonmigas luar Jawa di banding Jawa menjadi 40% : 60% pada tahun (Kemenperin) 4. Meningkatkan kapasitas industri kimia dasar berbasis migas dan batubara untuk peningkatan nilai tambah dan subtitusi impor. (Kemenperin) 5. Menetapkan prioritas lokasi kawasan industri berkebutuhan energi tinggi di daerah mendekati sumber daya energi. (Kemenperin) 6. Menerapkan sistem pengelolaan energi dan optimalisasinya di industri secara bertahap. (Kemenperin) 7. Membangun industri gasifikasi batubara. (Kemenperin) 82 82

83 HIGHLIGHT RUEN 83 83

84 SEKTOR RUMAH TANGGA JARGAS DAN DME Produksi LPG Adsorbed Natural Gas (ANG) DME Jargas setara LPG Impor LPG Kebutuhan LPG Produksi LPG Juta Ton 13.2 Absorbed Natural Gas 4 2 Impor LPG Kegiatan Produksi LPG 3,1 3,1 3,2 3,2 3,3 3,3 3,9 3,9 3,9 3,9 DME 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,2 1,5 1,9 Jargas setara LPG 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,3 0,7 1,0 1,9 2,8 Absorbed Natural Gas (ANG) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,03 0,09 0,1 0,2 0,4 Impor LPG 3,1 3,5 3,7 4,0 4,2 4,5 3,8 3,9 4,0 4,2 50% 53% 53% 55% 55% 55% 40% 38% 35% 32% Total demand LPG 6,2 6,6 6,9 7,3 7,7 8,1 9,5 10,2 11,5 13,

85 Produksi LPG DME Impor LPG Produksi LPG Impor LPG SEKTOR RUMAH TANGGA JARGAS DAN DME Adsorbed Natural Gas (ANG) Jargas setara LPG Kebutuhan LPG Kegiatan Produksi LPG 3,1 3,1 3,2 3,2 3,3 3,3 3,9 3,9 3,9 3,9 DME 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,2 1,5 1,9 Jargas setara LPG 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,3 0,7 1,0 1,9 2,8 Absorbed Natural Gas (ANG) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,03 0,09 0,1 0,2 0,4 Impor LPG 3,1 3,5 3,7 4,0 4,2 4,5 3,8 3,9 4,0 4,2 50% 53% 53% 55% 55% 55% 40% 38% 35% 32% Total demand LPG 6,2 6,6 6,9 7,3 7,7 8,1 9,5 10,2 11,5 13, Juta Ton 13.2 Absorbed Natural Gas KEGIATAN 1. Membangun jaringan gas kota bagi 4,7 juta sambungan rumah tangga pada tahun Membangun fasilitas pengolahan Dimethyl Ether/DME (sebagai campuran LPG) dengan rencana produksi sekitar 1 juta ton pada tahun Memperluas wilayah konversi penggunaan minyak tanah ke gas dan bioenergi pada sektor rumah tangga. 4. Mengadakan digester biogas dengan target 1,7 juta rumah tangga pada tahun Memberlakukan kewajiban pemanfaatan sel surya minimum sebesar 25% dari luas atap bangunan rumah mewah, kompleks perumahan, apartemen, melalui Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 6. Menerapkan SNI atas peralatan pemanfaat energi di sektor rumah tangga. 7. Mengembangkan tabung khusus (absorbed natural gas/ang) dengan rencana pengembangan sebesar 0,1 juta ton pada tahun

86 HIGHLIGHT RUEN 86 86

87 SEKTOR KOMERSIAL Jenis Energi Listrik Gas BBM Bioenergi ET lainnya Satuan: MTOE 4,5 4,8 5,1 5,6 6,1 6,7 10,1 15,3 32,7 63,8 77,0% 77,7% 78,4% 79,0% 79,7% 80,3% 82,9% 84,7% 86,7% 87,4% 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,6 0,9 1,3 2,7 5,1 7,2% 7,2% 7,2% 7,2% 7,2% 7,2% 7,4% 7,3% 7,1% 7,0% 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,6 0,5 0,5 12,2% 11,4% 10,6% 9,9% 9,1% 8,4% 5,4% 3,5% 1,4% 0,6% 0,002 0,003 0,01 0,01 0,01 0,01 0,03 0,06 0,14 0,2 0,0% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,2% 0,3% 0,3% 0,4% 0,3% 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 0,3 0,5 0,8 1,7 3,4 3,7% 3,7% 3,7% 3,8% 3,8% 3,9% 4,1% 4,2% 4,4% 4,7% Total 5,8 6,1 6,6 7,1 7,6 8,3 12,2 18,1 37,7 73,

88 SEKTOR KOMERSIAL KEGIATAN Jenis Energi Listrik Gas BBM Bioenergi ET lainnya Satuan: MTOE 4,5 4,8 5,1 5,6 6,1 6,7 10,1 15,3 32,7 63,8 77,0% 77,7% 78,4% 79,0% 79,7% 80,3% 82,9% 84,7% 86,7% 87,4% 0,4 0,4 0,5 0,5 0,5 0,6 0,9 1,3 2,7 5,1 7,2% 7,2% 7,2% 7,2% 7,2% 7,2% 7,4% 7,3% 7,1% 7,0% 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,6 0,5 0,5 12,2% 11,4% 10,6% 9,9% 9,1% 8,4% 5,4% 3,5% 1,4% 0,6% 0,002 0,003 0,01 0,01 0,01 0,01 0,03 0,06 0,14 0,2 0,0% 0,1% 0,1% 0,1% 0,1% 0,2% 0,3% 0,3% 0,4% 0,3% 0,2 0,2 0,3 0,3 0,3 0,3 0,5 0,8 1,7 3,4 3,7% 3,7% 3,7% 3,8% 3,8% 3,9% 4,1% 4,2% 4,4% 4,7% Total 5,8 6,1 6,6 7,1 7,6 8,3 12,2 18,1 37,7 73,0 1. Menerapkan SNI atas peralatan pemanfaat energi di sektor komersial. 2. Menerapkan manajemen dan audit energi sesuai standar internasional untuk sektor komersial. 3. Menyusun standar terkait rancang bangun gedung hemat energi

89 Dewan Energi Nasional Jalan Gatot Soebroto Kav. 49 Jakarta Selatan Website: Phone: (021)

90 BAGIAN KETIGA SISI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN oleh Abadi Poernomo 90 90

91 SISI PENGEMBANGAN EBT DAN KONSERVASI ENERGI 91 91

92 Tahun 2025 Tahun 2050 * Tidak termasuk biofuel untuk pembangkit listrik sebesar 0,7 juta KL tahun 2025 dan 1,2 juta KL tahun % Bauran EBT 31% Bauran EBT TARGET ENERGI BARU DAN TERBARUKAN 92,2 MTOE 315,7 MTOE 69,2 MTOE 23,0 MTOE 236,3 MTOE 79,4 MTOE Listrik Biofuel Biomassa Biogas CBM Listrik Biofuel Biomassa Biogas CBM 45,2 GW 13,9* Juta KL 8,4 juta ton 489,8 Juta M3 46,0 MMSCFD 167,7 GW 52,3* Juta KL 22,7 juta ton 1.958,9 Juta M3 576,3 MMSCFD KEGIATAN 1. Membangun pembangkit EBT dengan rincian: Jenis Pembangkit (MW) Panas Bumi Air & Mikrohidro Bioenergi Surya Angin EBT Lainnya (KESDM) 2. Membentuk badan usaha EBT tersendiri. (Kementerian BUMN) 3. Mengalokasikan subsidi feed-in tariff dari pembangkit EBT. (KESDM) 4. Menyediakan lahan seluas 4 juta hektar secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan bahan baku BBN untuk menghasilkan 15,6 juta kl biofuel. (Kementerian ATR) 5. Menyusun roadmap jenis tanaman prioritas bahan baku BBN dan menyiapkan benih tanaman dengan tetap menjaga ketahanan pangan. (Kementan) 6. Memenuhi target produksi biofuel minimal 15,6 juta kl di tahun 2025 dan 54,2 juta kl di tahun (KESDM) 7. Menyusun roadmap pengembangan biogas dan memenuhi target produksi sebesar 47,4 mmscfd tahun (KESDM) 8. Menugaskan BUMN/BLU untuk mengembangkan PLTP. (KESDM) 9. Menugaskan BUMN khusus untuk produksi dan pembelian BBN. (KESDM) 10. Memperkuat litbang dan penerapan komponen industri energi terutama EBT (Kemenristek Dikti) 11. Menyiapkan lokasi panas bumi dan sumber energi air di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung (KemenLHK) 12. Menyusun pedoman untuk mendorong potensi subsidi energi dari Pemda (Kemendagri) 92 92

93 EFISIENSI DAN KONSERVASI ENERGI Perbandingan konsumsi energi MTOE 1,200 1, Target KEN : Skenario BAU 152,8 300,7 397, ,1 Skenario RUEN 148,0 248,4 310,0 641,5 Konservasi energi 4,8 52,3 87,1 407,6 3,1% 17,4% 21,9% 38,9% BAU RUEN 17% 22% Satuan: MTOE 39% KEGIATAN 1. Restrukturisasi permesinan industri, penerbitan standar industri hijau dan pemberian fasilitas insentif bagi industri yang melaksanakan energi efisiensi. (Kemenperin) 2. Akselerasi pengembangan transportasi massal dan peningkatan penggunaan gas dan listrik. (Kemenhub) 3. Meremajakan armada angkutan umum untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi. (Kemenhub) 4. Penerapan Minimum Energy Performance Standard (MEPS) dan labelisasi pada peralatan pemanfaat energi. (KESDM) 5. Mengembangkan kebijakan Energy Service Company (ESCO) untuk implementasi proyek efisiensi energi. (KESDM) 6. Percepatan pelaksanaan subtitusi BBM dengan gas disektor transportasi dan pengembangan kereta api listrik. (Kemenhub) 7. Melaksanakan program audit dan manajemen energi. (KESDM) 8. Melaksanakan konservasi energi di sisi suplai energi (KESDM) - Elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun Penurunan intensitas energi final 1% per tahun s.d. Tahun

94 PEMANFAATAN ENERGI NUKLIR KEN PP 79/2014 Dalam prioritas penggunaan energi nasional, energi nuklir dimanfaatkan dengan mempertimbangkan keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon dan tetap mendahulukan potensi EBT sesuai nilai keekonomiannya, serta mempertimbangkannya sebagai pilihan terakhir dengan memperhaikan faktor keselamatan secara ketat. (ref. Ps 11 ayat 3) RUEN (final) SIDANG PARIPURNA DEN KE-3 22 Juni 2016 Penguasaan teknologi PLTN Kerja sama internasional pengembangan PLTN Analisis multi kriteria terhadap implementasi PLTN Menyusun roadmap implementasi PLTN sebagai pilihan terakhir dalam prioritas pengembangan energi nasional 94 94

95 POTENSI TENAGA AIR DAN PANAS BUMI PER PROVINSI TENAGA AIR Satuan: MW No. Wilayah/Provinsi Potensi 1 Papua Kalsel, Kalteng, Kaltim Sulsel, Sultra Aceh Kalimantan Barat Sulut, Sulteng Sumatera Utara Sumatera Barat, Riau Sumsel, Bengkulu, Jambi, Lampung Jawa Barat Jawa Tengah Bali, NTB, NTT Jawa Timur Maluku Total No. Provinsi Sumber Daya PANAS BUMI Potensi Cadangan Satuan: MW Speculative Hypothetical Total Possible Probable Proven Total 1 Jawa Barat Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Jawa Tengah Sumatera Barat Nusa Tenggara Timur Jawa Timur Bengkulu Aceh Jambi Sulawesi Utara Maluku Utara Sulawesi Tengah Maluku Banten Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Bali Sulawesi Tenggara Gorontalo Nusa Tenggara Barat Bangka Belitung Papua Barat Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Utara Riau Kalimantan Timur Yogyakarta Total

96 POTENSI BAYU DAN ENERGI LAUT PER PROVINSI (lanjutan ) Satuan: MW BAYU Satuan: MW No. Provinsi Potensi No. Provinsi Potensi 1 Nusa Tenggara Timur Kepulauan Riau Jawa Timur Sulawesi Tengah Jawa Barat Aceh Jawa Tengah Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Kalimantan Barat Maluku Sulawesi Barat Nusa Tenggara Barat Maluku Utara Bangka Belitung Papua Barat Banten Sumatera Barat Bengkulu Sumatera Utara Sulawesi Tenggara Sumatera Selatan Papua Kalimantan timur Sulawesi Utara Gorontalo Lampung Kalimantan Utara DI. Yogyakarta Jambi Bali Riau Kalimantan Selatan DKI Jakarta 4 Total ,0 No. Wilayah/Provinsi Satuan: MW Potensi Teoritis Teknis Praktis 1 Nusa Tenggara Barat Kepulauan Riau Jawa Barat-Lampung Papua Barat Nusa Tenggara Timur Bali Total ENERGI LAUT

97 POTENSI MINIHIDRO, MIKROHIDRO DAN TENAGA SURYAPER PROVINSI (lanjutan ) MINIHIDRO DAN MIKROHIDRO Satuan: MW Satuan: MW No. Provinsi Potensi No. Provinsi Potensi 1 Kalimantan Timur Riau Kalimantan Tengah Maluku Aceh Kalimantan Selatan Sumatera Barat Kalimantan Barat Sumatera Utara Gorontalo Jawa Timur Sulawesi Utara Jawa Tengah Bengkulu Kalimantan Utara Nusa Tenggara Timur 95 9 Sulawesi Selatan Banten Jawa Barat Nusa Tenggara Barat Papua Maluku Utara Sumatera Selatan Bali Jambi Sulawesi Barat 7 14 Sulawesi Tengah DI. Yogyakarta 5 15 Lampung Papua Barat 3 16 Sulawesi Tenggara 301 Total TENAGA SURYA Satuan: MW No. Provinsi Potensi No. Provinsi Potensi Satuan: MW 1 Kalimantan Barat Sumatera Barat Sumatera Selatan Kalimantan Utara Kalimantan timur Sulawesi Tenggara Sumatera Utara Bengkulu Jawa Timur Maluku Utara Nusa Tenggara Barat Bangka Belitung Jawa Barat Banten Jambi Lampung Jawa Tengah Sulawesi Utara Kalimantan Tengah Papua Aceh Maluku Kepulauan Riau Sulawesi Barat Sulawesi Selatan Bali Nusa Tenggara Timur Gorontalo Papua Barat DI. Yogyakarta Sulawesi Tengah Riau Kalimantan Selatan DKI Jakarta 225 Total

98 POTENSI ENERGI LAUT DAN BIOENERGI PER PROVINSI No. Wilayah/Provinsi Satuan: MW Potensi Teoritis Teknis Praktis 1 Nusa Tenggara Barat Kepulauan Riau Jawa Barat-Lampung Papua Barat Nusa Tenggara Timur Bali Total ENERGI LAUT No. Provinsi Satuan: MW Potensi Biomass/Biofuel Biogas Total 1 Riau 4.157,4 37, ,1 2 Jawa Timur 2.851,3 569, ,9 3 Sumatera Utara 2.796,1 115, ,6 4 Jawa Barat 1.979,8 574, ,1 5 Jawa Tengah 1.884,1 348, ,5 6 Sumatera Selatan 2.061,4 71, ,6 7 Jambi 1.821,0 18, ,9 8 Kalimantan Tengah 1.486,7 12, ,9 9 Lampung 1.407,6 84, ,1 10 Kalimantan Barat 1.279,3 28, ,2 11 Kalimantan Selatan 1.266,3 23, ,9 12 Aceh 1.136,6 37, ,3 13 Kalimantan Timur/Utara 946,6 17,7 964,3 14 Sulawesi Selatan 890,3 69,1 959,4 15 Sumatera Barat 923,1 34,7 957,8 16 Bengkulu 633,0 11,8 644,8 17 Banten 346,5 118,6 465,1 18 Nusa Tenggara Barat 341,3 52,8 394,1 19 Sulawesi Tengah 307,4 19,5 326,9 20 Nusa Tenggara Timur 192,5 48,0 240,5 21 DI. Yogyakarta 183,1 41,1 224,2 22 Bangka Belitung 217,7 5,4 223,1 23 Sulawesi Barat 197,8 8,1 205,9 24 Bali 146,9 44,7 191,6 25 Sulawesi Utara 150,2 13,8 164,0 26 Sulawesi Tenggara 132,8 17,7 150,5 27 Gorontalo 119,1 11,5 130,6 28 DKI Jakarta 0,5 126,1 126,6 29 Papua 81,4 15,1 96,5 30 Papua Barat 50,8 4,1 54,9 31 Maluku Utara 27,5 7,0 34,5 32 Maluku 23,6 9,0 32,6 33 Kepulauan Riau 11,6 4,3 15,9 Total BIO ENERGI , , ,

99 INDIKASI RENCANA PENYEDIAAN KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI PER PROVINSI TAHUN No. Provinsi Total Kapasitas Terpasang per Tahun Jawa Barat 1.164, , , , , , , , , , ,0 7 Lampung 110,0 165,0 220,0 220,0 220,0 220,0 220,0 275,0 495,0 605,0 825,0 2 Sumatera Utara 12,0 122,0 232,0 342,0 347,0 507,0 587,0 587,0 587,0 717,0 717,0 10 Jawa Tengah 60,0 60,0 70,0 70,0 80,0 140,0 200,0 420,0 640,0 710,0 710,0 11 Jawa Timur ,0 165,0 165,0 220,0 440,0 520,0 5 Bengkulu ,0 110,0 140,0 140,0 255,0 255,0 340,0 505,0 6 Sumatera Selatan - 55,0 110,0 110,0 201,0 201,0 256,0 371,0 371,0 505,0 3 Sumatera Barat ,0 80,0 80,0 100,0 100,0 300,0 300,0 16 Sulawesi Utara 80,0 100,0 125,0 130,0 150,0 150,0 170,0 170,0 170,0 210,0 250,0 1 Aceh ,0 10,0 10,0 65,0 65,0 120,0 230,0 4 Jambi ,0 60,0 115,0 115,0 145,0 145,0 200,0 8 Banten ,0 110,0 150,0 150,0 14 Nusa Tenggara Timur 12,5 12,5 12,5 12,5 42,5 77,5 82,5 92,5 102,5 102,5 117,5 21 Maluku Utara ,0 20,0 55,0 70,0 17 Sulawesi Tengah ,0 13 Nusa Tenggara Barat ,0 40,0 18 Sulawesi Tenggara ,0 19 Gorontalo ,0 20,0 20 Maluku ,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 20,0 12 Bali ,0 15 Kalimantan Tengah Total Kapasitas Terpasang Total Tambahan/Tahun 1.438, , , , , , , , , , ,5-215,0 255,0 225,0 360,0 616,0 450,0 858,0 650, ,0 999,

100 INDIKASI RENCANA PENYEDIAAN KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA AIR PER PROVINSI TAHUN No. Provinsi Satuan: MW Total Kapasitas Terpasang per Tahun Jawa Barat 1.991, , , , , , , , , , ,6 2 Sulawesi Selatan 521,6 521,6 521,6 521,6 521,6 569,1 803,6 965, , , ,6 3 Sumatera Utara 922,5 967,5 967,5 967, , , , , , , ,8 4 Papua 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 3,9 27,9 47, ,9 5 Aceh 2,4 2,4 12,4 110,4 128,4 128,4 187,4 187,4 318,4 318, ,4 6 Nusa Tenggara Timur ,0 16,5 16,5 16,5 16,5 929,9 7 Sulawesi Barat ,0 56,0 206,0 847,8 8 Jawa Tengah 306,8 306,8 306,8 306,8 306,8 306,8 306,8 306,8 306,8 656,8 667,1 9 Kalimantan Timur ,0 605,0 10 Jawa Timur 293,2 293,2 293,2 293,2 293,2 293,2 293,2 430,2 430,2 430,2 430,2 11 Sulawesi Tengah 195,0 195,0 195,0 195,0 195,0 265,0 265,0 265,0 265,0 345,0 425,0 12 Sumatera Barat 254,2 254,2 254,2 254,2 254,2 254,2 254,2 306,2 306,2 395,2 395,2 13 Jambi ,0 350,0 350,0 370,7 14 Papua Barat 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 22,0 22,0 358,1 15 Bengkulu 248,0 248,0 248,0 269,0 269,0 269,0 269,0 296,5 321,5 321,5 348,5 16 Kalimantan Barat 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 2,2 243,5 17 Kalimantan Utara ,0 220,0 18 Sulawesi Tenggara 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 146,6 182,6 182,6 19 Kalimantan Selatan 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 30,0 95,0 20 Sulawesi Utara 51,4 51,4 51,4 51,4 51,4 63,4 93,4 93,4 93,4 93,4 93,4 21 Lampung ,0 56,0 56,0 56,0 83,0 83,0 83,0 83,0 22 Riau ,4 23 Nusa Tenggara Barat ,0 18,0 18,0 24 Maluku ,0 16,0 16,0 Total Kapasitas Terpasang Total Tambahan/Tahun 4.826, , , , , , , , , , ,7-45,0 57,0 175,0 364,5 147,0 330,0 638, , , ,

101 INDIKASI RENCANA PENYEDIAAN KAPASITAS PLT MINIHIDRO DAN MIKROHIDRO PER PROVINSI TAHUN No. Provinsi Satuan: MW Total Kapasitas Terpasang per Tahun Sumatera Utara 23,93 40,83 48,93 93,93 150,83 160,83 170,83 236,33 236,33 289,83 352,03 2 Kalimantan Tengah 0,48 0,48 0,48 28,95 28,95 59,49 93,26 122,29 164,81 199,45 243,92 3 Jawa Barat 18,34 23,34 48,34 91,33 113,83 132,13 167,63 178,08 195,31 219,69 237,39 4 Kalimantan Timur 0,69 0,82 0,82 13,42 13,42 32,73 71,46 97,79 144,86 173,88 173,88 5 Nusa Tenggara Timur 4,09 5,18 5,58 23,59 25,19 46,72 66,40 85,67 111,03 134,85 163,45 6 Sumatera Barat 18,82 20,10 37,75 37,75 77,78 91,18 91,18 111,78 117,78 142,50 142,50 7 Aceh 1,06 1,06 1,06 9,32 11,52 21,82 44,65 81,70 88,53 107,73 132,35 8 Papua 3,47 3,72 8,42 13,63 27,43 28,50 46,55 61,41 83,98 101,50 124,53 9 Sulawesi Selatan 39,06 39,39 48,62 68,92 97,27 107,27 107,27 108,97 108,97 122,27 122,27 10 Jawa Tengah 4,65 8,28 9,23 9,23 16,22 25,27 25,27 38,95 47,84 91,86 119,00 11 Sulawesi Barat 5,02 5,12 5,12 13,27 13,27 27,34 43,17 56,67 76,57 92,65 113,37 12 Bengkulu 0,68 0,68 0,68 0,68 0,68 0,68 7,45 13,35 29,42 34,35 95,42 13 Sulawesi Tengah 42,34 42,34 43,54 43,54 74,64 74,64 74,64 76,04 76,04 90,04 90,04 14 Sulawesi Tenggara 2,86 2,86 7,66 7,66 12,66 13,99 29,40 40,06 58,83 70,67 88,03 15 Jambi 0,30 0,30 0,30 4,36 4,36 11,41 27,44 37,93 57,31 68,68 86,04 16 Maluku 0,05 0,05 0,05 3,32 37,12 42,12 42,12 42,12 50,67 60,65 76,18 17 Nusa Tenggara Barat 13,18 13,28 13,28 14,58 31,98 31,98 31,98 32,33 49,01 58,72 73,61 18 Maluku Utara 0,00 0,00 0,00 3,16 3,16 8,74 22,46 31,24 47,78 57,20 71,83 19 Jawa Timur 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 4,45 4,45 8,95 37,11 49,24 63,04 20 Gorontalo 4,04 4,08 4,08 4,08 6,08 6,08 16,43 24,09 40,58 48,22 61,66 21 Banten 0,09 4,29 15,29 15,29 16,79 21,79 34,79 43,29 43,29 58,29 58,29 22 Lampung 0,56 0,56 0,56 0,56 0,56 0,56 10,06 31,82 35,11 41,16 54,36 23 Sumatera Selatan 1,31 1,31 1,31 2,71 2,71 2,71 20,23 30,23 30,23 36,23 52,42 24 Kalimantan Barat 0,91 0,91 1,03 2,25 17,45 17,45 17,45 17,45 29,71 34,70 46,23 25 Riau 0,19 0,22 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 2,42 20,52 22,95 33,77 26 Kalimantan Utara 0,04 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 14,43 14,43 28,37 27 Sulawesi Utara 8,20 8,20 8,20 8,70 16,40 16,40 19,70 19,70 19,70 26,10 26,10 28 Kalimantan Selatan 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 15,08 16,30 25,81 29 Bali 0,03 0,03 0,03 1,43 1,43 1,43 1,43 7,28 7,28 23,52 23,52 30 Papua Barat 1,03 1,03 1,03 2,03 11,03 11,03 11,03 11,03 11,09 11,54 19,79 31 DI. Yogyakarta 0,22 0,22 0,22 0,22 0,22 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 0,82 Total Kapasitas Terpasang Total Tambahan/Tahun 197,41 230,53 313,71 520,00 815, , , , , , ,00-33,12 83,18 206,29 295,07 184,93 300,00 350,00 400,00 450,00 500,

102 INDIKASI RENCANA PENYEDIAAN KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOENERGI PER PROVINSI TAHUN Satuan: MW No. Provinsi Total Kapasitas Terpasang per Tahun Riau 179,4 183,4 193,4 195,4 195,4 195,4 195,4 220,7 260,9 306,8 359,0 2 Nusa Tenggara Timur 38,8 39,8 43,8 81,0 110,5 136,9 161,4 190,2 224,0 263,3 308,1 3 Jawa Timur 145,4 145,4 145,4 145,4 145,4 145,4 145,4 172,5 204,7 240,9 281,9 4 Sumatera Utara 126,0 174,5 174,5 176,5 176,5 176,5 176,5 176,5 192,2 226,1 264,5 5 Jambi 88,4 104,4 104,4 104,4 104,4 108,9 132,2 157,1 185,5 218,1 255,2 6 Sulawesi Barat 30,0 30,0 31,0 41,2 75,3 100,7 120,3 142,3 167,9 197,3 230,9 7 Jawa Tengah 98,5 98,5 98,5 98,5 98,5 98,5 111,3 134,5 159,6 187,8 219,8 8 Sumatera Selatan 94,6 98,6 101,1 101,1 101,1 101,1 110,0 132,7 157,4 185,2 216,7 9 Jawa Barat 109,3 121,8 121,8 121,8 121,8 121,8 121,8 131,7 157,0 184,9 216,4 10 Kalimantan Tengah 71,7 72,7 72,7 82,7 82,7 84,2 105,0 125,8 148,9 175,1 204,9 11 Lampung 70,6 70,6 70,6 70,6 70,6 79,5 100,2 120,4 142,6 167,7 196,3 12 Kalimantan Barat 63,9 63,9 85,9 105,9 105,9 105,9 105,9 117,6 139,2 163,8 191,7 13 Aceh 58,2 71,2 81,0 82,5 82,5 82,5 92,2 110,9 131,3 154,5 180,8 14 Papua Barat 10,2 10,2 10,2 10,8 49,8 75,5 92,0 109,5 129,3 152,0 177,9 15 Nusa Tenggara Barat 31,1 31,1 32,1 32,1 46,5 74,6 91,6 109,3 129,2 151,9 177,8 16 Kalimantan Selatan 60,4 66,8 66,8 66,8 66,8 66,8 81,9 99,6 118,4 139,4 163,1 17 Sulawesi Tenggara 20,8 20,8 20,8 20,8 38,0 65,5 81,1 97,0 114,7 134,9 157,9 18 Sulawesi Tengah 26,5 26,5 26,5 26,5 33,6 63,1 78,9 94,6 112,0 131,8 154,2 19 Maluku Utara 16,2 16,2 16,2 16,2 35,7 62,6 77,8 93,0 110,1 129,4 151,5 20 Bengkulu 36,8 42,8 42,8 42,8 42,8 58,2 74,8 90,4 107,3 126,2 147,7 21 Sulawesi Selatan 47,3 47,3 57,3 57,3 57,3 57,3 72,5 88,5 105,2 123,8 144,9 22 Maluku 15,2 15,2 21,2 21,2 30,5 58,1 72,8 87,4 103,5 121,7 142,4 23 Gorontalo 17,8 23,8 23,8 29,8 29,8 53,6 68,3 82,3 97,6 114,8 134,3 24 Sumatera Barat 46,1 46,1 47,1 47,1 47,1 47,6 66,2 81,6 97,4 114,7 134,2 25 Kalimantan Timur 45,2 46,2 58,3 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 67,8 76,7 89,8 26 Sulawesi Utara 14,5 14,5 14,5 14,5 14,5 28,9 43,2 54,2 64,9 76,5 89,6 27 Banten 24,8 24,8 24,8 24,8 24,8 24,8 41,2 53,2 64,1 75,7 88,6 28 Papua 21,2 21,2 21,2 31,2 31,2 31,2 41,8 52,4 62,8 74,1 86,7 29 Bangka Belitung 15,9 25,7 25,7 65,7 65,7 65,7 65,7 65,7 65,7 70,7 82,7 30 DI. Yogyakarta 15,4 15,4 15,4 15,4 15,4 20,2 35,7 46,3 56,0 66,1 77,3 31 Kalimantan Utara ,0 29,8 42,1 51,8 61,4 71,8 32 Bali 11,7 12,1 12,1 12,1 12,1 12,1 19,2 29,7 37,3 44,3 51,8 33 Kepulauan Riau 13,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 14,0 16,2 22,1 26,6 31,1 34 DKI Jakarta 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 6,2 11,8 15,8 18,4 Total Kapasitas Terpasang 1.671, , , , , , , , , , ,0 Total Tambahan/Tahun - 130,6 79,4 149,0 170,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 800,

103 INDIKASI RENCANA PENYEDIAAN KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA PER PROVINSI TAHUN Satuan: MW No. Provinsi Total Kapasitas Terpasang per Tahun Nusa Tenggara Timur 4,2 14,2 15,0 15,0 20,3 40,5 96,8 159,6 238,0 320,7 414,9 2 Kalimantan Barat 1,3 1,3 1,6 15,1 24,3 43,8 88,3 140,9 209,2 282,4 366,4 3 Gorontalo 0,7 4,7 9,7 9,7 19,7 19,7 35,7 65,4 128,8 218,6 343,3 4 Sumatera Selatan 1,1 1,1 1,1 12,8 20,0 35,8 71,7 114,1 169,3 228,5 296,6 5 Nusa Tenggara Barat 4,7 4,9 25,2 90,2 90,2 90,2 90,2 112,3 167,2 225,4 292,0 6 Sulawesi Barat 0,5 0,5 0,5 2,4 9,8 23,3 60,5 100,7 150,4 202,6 261,8 7 Jambi 1,0 1,0 3,0 7,1 13,6 27,1 60,7 98,6 146,7 197,9 256,3 8 Kalimantan Timur 1,6 1,9 2,0 8,4 15,3 27,7 56,1 89,3 132,5 178,9 232,1 9 Sumatera Utara 16,0 17,7 57,7 57,7 57,7 57,7 57,7 86,2 128,0 176,2 224,1 10 Sulawesi Tengah 1,4 1,4 11,4 11,4 31,4 31,4 52,7 86,2 128,4 173,1 224,1 11 Kalimantan Tengah 0,8 1,1 1,1 6,7 13,4 23,7 52,5 85,0 126,5 170,6 221,1 12 Papua 7,8 8,2 19,4 19,4 39,4 39,4 50,7 84,2 125,7 169,3 218,8 13 Sulawesi Tenggara 1,9 2,4 9,6 9,6 10,5 21,6 49,7 81,9 122,1 164,6 212,9 14 Aceh 0,8 0,8 2,8 6,2 12,7 22,5 50,2 81,3 121,0 163,2 211,4 15 Maluku Utara 4,5 4,6 9,6 9,6 9,7 18,9 47,3 78,3 116,8 157,3 203,5 16 Jawa Tengah 0,4 0,4 0,4 6,7 12,3 22,1 44,6 71,7 106,6 143,8 186,4 17 Jawa Timur 0,5 0,6 3,4 7,7 13,2 23,1 44,9 71,7 106,4 143,6 186,4 18 Sulawesi Selatan 3,9 7,0 8,1 8,1 11,5 21,2 43,8 70,8 105,2 142,0 184,0 19 Maluku 5,0 5,3 10,3 15,3 15,3 17,6 41,9 69,6 103,8 139,9 180,8 20 Papua Barat 1,8 4,1 4,1 5,0 15,0 19,0 39,8 64,6 96,1 129,5 167,8 21 Jawa Barat 0,3 0,3 0,4 6,8 11,5 20,2 39,3 62,7 93,1 125,6 163,0 22 Kalimantan Selatan 1,9 3,9 3,9 4,8 9,7 18,1 38,0 61,5 91,5 123,5 160,0 23 Bengkulu 0,6 0,7 0,7 3,1 8,2 16,5 37,3 61,2 91,3 123,0 159,2 24 Sumatera Barat 1,7 2,0 2,9 4,6 9,3 17,2 35,9 58,1 86,4 116,6 151,0 25 Lampung 1,3 1,6 1,6 2,1 6,5 13,5 31,3 51,6 77,0 103,8 134,3 26 Kepulauan Riau 1,1 1,1 1,1 5,8 9,5 16,5 31,5 50,2 74,4 100,5 130,4 27 Sulawesi Utara 3,8 3,8 3,8 3,8 5,6 11,5 26,5 43,7 65,1 87,8 113,6 28 Bangka belitung 1,6 1,6 3,6 3,6 5,9 11,7 25,9 42,4 63,2 85,2 110,3 29 Bali 4,4 7,5 8,2 8,2 8,2 108,2 108,2 108,2 108,2 108,2 108,2 30 Kalimantan Utara 0,4 0,6 0,6 3,6 6,6 12,0 24,3 39,1 58,1 78,5 101,7 31 Banten 0,2 0,2 0,3 2,1 5,1 10,0 22,2 36,3 54,0 72,9 94,3 32 Riau 0,9 1,0 1,0 1,0 4,1 9,0 21,8 36,2 54,1 72,8 94,2 33 DI. Yogyakarta 0,1 0,1 0,1 1,1 3,7 8,0 18,9 31,3 46,8 63,0 81,5 34 Jakarta 0,2 0,2 0,3 0,3 0,7 1,4 3,2 5,3 7,9 10,7 13,8 Total Kapasitas Terpasang 78,5 107,8 224,5 375,0 550,0 900, , , , , ,0 Total Tambahan/Tahun - 29,3 116,6 150,5 175,0 350,0 700,0 900, , , ,

104 INDIKASI RENCANA PENYEDIAAN KAPASITAS PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BAYU PER PROVINSI TAHUN No. Provinsi Satuan: MW Total Kapasitas Terpasang per Tahun Jawa Barat 0,0 0,9 0,9 80,9 160,9 250,9 250,9 250,9 250,9 250,9 410,9 2 Nusa Tenggara Timur 0,1 0,1 0,1 0,1 5,1 31,2 131,1 175,0 216,7 261,1 266,1 3 Sulawesi Selatan 0,5 0,5 70,5 70,5 130,5 170,5 170,5 170,5 230,5 230,5 230,5 4 Banten 0,0 0,0 0,0 0,0 35,0 70,0 70,0 70,0 70,0 70,0 150,0 5 Maluku 0,0 0,0 0,0 0,0 5,0 10,0 41,3 67,8 86,9 108,8 113,8 6 Sulawesi Barat ,1 52,1 66,3 82,4 82,4 7 Nusa Tenggara Barat 0,0 0,0 0,0 0,0 5,0 5,0 23,2 43,5 56,7 72,4 72,4 8 Papua ,1 41,6 54,0 68,5 68,5 9 DI. Yogyakarta 0,1 0,1 0,1 50,1 50,1 50,1 50,1 50,1 50,1 50,1 60,1 10 Sulawesi Tenggara 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 14,4 32,6 43,4 56,6 56,6 11 Jawa Timur 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 14,6 27,6 46,8 46,8 12 Jawa Tengah 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 12,3 22,3 36,9 36,9 13 Kalimantan Tengah ,7 22,9 34,2 34,2 14 Aceh ,3 21,3 32,4 32,4 15 Bengkulu ,4 17,6 27,8 27,8 16 Kalimantan Barat ,2 17,4 27,6 27,6 17 Lampung ,9 12,4 22,2 22,2 18 Sulawesi Utara 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 2,8 9,9 20,8 20,8 19 Bali 1,5 1,5 1,5 1,5 6,5 11,5 11,5 11,5 11,5 11,5 11,5 20 Papua Barat ,4 10,5 10,5 21 Bangka Belitung 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 9,1 9,1 22 Kalimantan Selatan ,8 8,8 23 DKI Jakarta 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 24 Maluku Utara 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Total Kapasitas Terpasang Total Tambahan/Tahun 3,1 3,9 73,9 203,9 398,9 600,0 820, , , , ,0-0,9 70,0 130,0 195,0 201,1 220,0 230,0 240,0 250,0 260,

105 Dewan Energi Nasional Jalan Gatot Soebroto Kav. 49 Jakarta Selatan Website: Phone: (021)

106 BAGIAN KEEMPAT Pedoman dan Kerangka Penyususan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) oleh Rizal Primana, Bappenas

107 PEDOMAN PENYUSUNAN Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan RUEN PEDOMAN PENYUSUNAN TUJUAN Memberikan pedoman dalam penyusunan RUEN bagi Pemerintah, RUED-P bagi pemerintah provinsi, dan RUED-Kab/Kota bagi pemerintah kabupaten/kota dan Mewujudkan konsistensi materi dan keseragaman sistematika dalam penyusunan RUEN bagi Pemerintah, RUED-P bagi pemerintah provinsi, dan RUED- Kab/Kota bagi pemerintah kabupaten/kota ( Pasal 3 butir a dan b) PRINSIP PENYUSUNAN RUEN, RUED-P, dan RUED-Kab/Kota disusun dengan memperhatikan prinsip efisiensi, transparansi, dan partisipasi (Pasal 4) SISTEMATIKA PENYUSUNAN Penyusunan rancangan RUED-P dilaksanakan sesuai dengan sistematika sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. (Pasal 16 Ayat 4) PEMBINAAN DALAM PENYUSUNAN RUED-P Unit kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang penyusunan RUEN pada Kementerian melakukan sinkronisasi dan integrasi penyusunan rancangan RUEN dan rancangan RUED-P. (Pasal 21 Ayat 1)

108 PEDOMAN PENYUSUNAN Sistematika Penyusunan RUED I. Pendahuluan latar belakang dan aspek legal penyusunan RUED-P, keterkaitan antara KEN-RUEN-RUED-P II. Kondisi Energi Daerah Saat ini dan Ekspektasi Masa Mendatang isu dan permasalahan energi, kondisi energi daerah saat ini dan di masa mendatang III. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Energi Daerah menunjang visi,misi, tujuan dan sasaran pengelolaan energi nasional IV. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Daerah penjabaran dari kebijakan dan strategi pengelolaan energi nasional V. Penutup Lampiran MATRIK PROGRAM DAERAH

109 PETUNJUK PELAKSANAAN DAFTAR DATA KEBUTUHAN PENYUSUNAN RUED-PROVINSI Asumsi Dasar (Key assumption) Profil dan Energi Indikator Daerah Demografi dan Sektor Pengguna Energi Kebutuhan (Demand) Transformasi (Transformation) Produksi, Ekspor Dan Pemanfaatan Batubara Produksi, pembelian dan pertumbuhan kebutuhan listrik Data realisasi BBM PSO Realisasi dan proyeksi penggunaan BBM Non Subsidi per sektor dan Bahan Bakar Khusus Realisasi dan Proyeksi Penggunaan Gas (termasuk LPG) per Sektor Pembangkit tenaga listrik PLN per jenis pembangkit fosil Infrastruktur Kilang Eksisting Dan Rencana Pembangunan Per Jenis Kilang Infrastruktur Terminal BBM/LPG Eksisting dan Rencana Pembangunan Infrastruktur Pipa BBM, Minyak Bumi Dan Gas Bumi Eksisting dan Rencana Pembangunan Kapasitas Terpasang Eksisting Dan Rencana Pembangunan Pembangkit EBT Data Pembangunan Instalasi Biogas Dan Pemasangan Solar Home System Sumber Daya (Resources) Daftar Kontraktor Kontrak Kerja Sama Migas (Eksisting) Daftar Pelabuhan Khusus Batubara Daftar Jalan Khusus Batubara Potensi dan Rencana Profil Produksi Energi 109 Keterangan: Arus model Iterasi 109

110 INTERFACE PERMODELAN RUEN KE DALAM RUED PROVINSI RUEN INTERFACE RUED Bottom Up Asumsi Dasar PDRB + Populasi Kebutuhan Energi Daerah 34 Provinsi Transformasi EBT Transformasi Fosil Sumber Daya Energi Top Down

111 PASOKAN DAN KEBUTUHAN ENERGI RUED-P KEBUTUHAN KEBUTUHAN = PASOKAN PASOKAN BALANCING & ADJUSTMENT 1. Mewajibkan Daerah untuk melakukan konservasi energi 2. Meningkatkan penyediaan energi setempat khususnya ET 3. Diversifikasi energi 4. Dan lain-lain

112 PETUNJUK PELAKSANAAN TAHAPAN DAN PERKIRAAN WAKTU PENYUSUNAN RUED PROVINSI RUED-P ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun setelah RUEN ditetapkan - Pasal 17 Ayat 1 Perpres 1 Tahun 2014 TAHAP PERSIAPAN TAHAP PENGUMPULAN DATA TAHAP PERHITUNGAN TAHAP PERUMUSAN TAHAP PENETAPAN 1. PERSIAPAN AWAL 2. IDENTIFIKASI AWAL 3. PERSIAPAN TEKNIS 4. DATA & INFORMASI UMUM 5. DATA & INFORMASI TEKNIS 6. MENENTUKAN ASUMSI DASAR 7. PENYUSUNAN MODEL 8. MATRIK PROGRAM RUED PROVINSI 9. NARASI RUED PROVINSI 11. PEMBAHASAN DENGAN DPRD 12. PENETAPAN PERDA RUED PROVINSI 10. RANCANGAN PERDA RUED PROVINSI bulan 1-2 bulan 1-2 bulan 2-5 bulan 1-2 bulan 112

SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH DEWAN ENERGI NASIONAL SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH SOSIALISASI RUEN SE SUMATRA Jakarta, 8 September 2016 BAHAN PRESENTASI BAGIAN PERTAMA KEN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL JAKARTA, 28 JANUARI 2015 MASALAH PENGELOLAAN ENERGI 1. Ketergantungan pada energi fosil yang sebagian besar di impor Harga energi fosil masih disubsidi Terbatasnya kilang dalam

Lebih terperinci

BAHAN PRESENTASI. 3. BAGIAN KETIGA oleh Ir. Bambang Prihartono, Wakil Tetap Kementerian Perhubungan RUEN Sisi Transportasi

BAHAN PRESENTASI. 3. BAGIAN KETIGA oleh Ir. Bambang Prihartono, Wakil Tetap Kementerian Perhubungan RUEN Sisi Transportasi BAHAN PRESENTASI SESI PERTAMA 1. BAGIAN PERTAMA oleh Prof. Rinaldy Dalimi (AUPK) KEN sebagai Pedoman Penyusunan RUEN 2. BAGIAN KEDUA oleh Ir. Abadi Poernomo (AUPK) RUEN sebagai Pedoman Penyusunan RUED

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 Disampaikan oleh: Dwi Hary Soeryadi Anggota Dewan Energi Nasional BANJARMASIN, 8 SEPTEMBER 2015 STRUKTUR ORGANISASI DEWAN ENERGI NASIONAL PIMPINAN Ketua

Lebih terperinci

SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH DEWAN ENERGI NASIONAL SOSIALISASI RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH SOSIALISASI RUEN SE SULAWESI, BALI, NUSA TENGGARA, MALUKU DAN PAPUA Makassar, 11 Oktober

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 Disampaikan oleh: Abadi Poernomo Anggota Dewan Energi Nasional JAKARTA, 7 MEI 2015 DEWAN ENERGI NASIONAL Pasal 1 angka 26 UU No. 30/2007 Dewan Energi

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED Workshop Nasional Kick Off Penyusunan RUED 13 Maret 2017 1 1 Landasan Perencanaan Energi Nasional

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA Lampiran Surat Nomor: Tanggal: RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 INSTANSI PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NO. C. INDUSTRI SUMBER DAYA ALAM DAN JASA KELAUTAN

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) 2017-2026 disampaikan oleh: Alihuddin Sitompul

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

Membangun Kedaulatan Energi Nasional KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Membangun Kedaulatan Energi Nasional Disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama pada Pra-Musrenbangnas 2015 Jakarta, 16 April

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan

Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN () Coffee Morning dengan Para Pemangku Kepentingan Sektor Ketenagalistrikan Ruang Samaun Samadikun Lt.

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK Insider Forum Series Indonesia Energy Roadmap 2017 2025 Jakarta, 25 Januari 2017 I Kondisi

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMBANGUNAN ENERGI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Temu Konsultasi Triwulanan I - 2017 Bappenas dengan Bappeda Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERTEMUAN MULTILATERAL I PENYUSUNAN RKP 2017 KEDAULATAN ENERGI

PERTEMUAN MULTILATERAL I PENYUSUNAN RKP 2017 KEDAULATAN ENERGI PERTEMUAN MULTILATERAL I PENYUSUNAN RKP 2017 KEDAULATAN ENERGI Kedeputian Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Jakarta, 26 Februari 2016 PENDAHULUAN TUJUAN MULTILATERAL MEETING I 1. Mengintegrasikan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008

RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 RINGKASAN EKSEKUTIF INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2008 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2008 disusun untuk menggambarkan kecenderungan situasi permintaan dan penyediaan energi Indonesia hingga 2030 dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Dr. Unggul Priyanto Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi 1 Pendahuluan Energi Primer Kelistrikan 3 Energy Resources Proven Reserve Coal 21,131.84 million tons Oil Natural Gas (as of 2010) 3,70

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK)

Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK) Perpres No. 41 Tahun 2016 Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan Darurat Energi oleh Prof. Syamsir Abduh (AUPK) 1 1 LANDASAN HUKUM UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Pasal 6 Pasal 12

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL DEWAN ENERGI NASIONAL REPUBLIK INDONESIA LAPORAN Dewan Energi Nasional 2014 Jakarta 2014 Sambutan Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenan-nya, Laporan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang

Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang JURNAL HUKUM LINGKUNGAN VOL. 4 ISSUE 1, SEPTEMBER 2017 Ulasan Peraturan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional Grita Anindarini Widyaningsih 1 I. Pendahuluan Pada 13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

INDONESIA PATHWAY 2050 CALCULATOR: PENYEDIAAN MINYAK DAN GAS BUMI. Ariana Soemanto

INDONESIA PATHWAY 2050 CALCULATOR: PENYEDIAAN MINYAK DAN GAS BUMI. Ariana Soemanto INDONESIA PATHWAY 2050 CALCULATOR: PENYEDIAAN MINYAK DAN GAS BUMI Ariana Soemanto Biro Perencanaan dan Kerja Sama - Sekretariat Jenderal KESDM ariana@esdm.go.id S A R I Melakukan perencanaan energi dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin)

MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) LAMPIRAN II MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN (Di Sempurnakan Sesuai dengan Usulan Kadin) Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Produksi Energi Fosil Minyak, Gas dan Batubara Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Produksi Energi Fosil... 3 2. Asumsi... 4 3. Metodologi... 13

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN

INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN INFRASTRUKTUR ENERGI DI PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) Jl. Raya Palima Pakupatan, Curug Serang; Telp / Fax : 0254

Lebih terperinci

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL PRE SI DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi disampaikan pada Forum Sinkronisasi Perencanaan Strategis 2015-2019 Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Kebijakan Energi Nasional Yogyakarta, 13 Agustus 2015

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) TAHUN 2017 PRIORITAS NASIONAL BIDANG KEDAULATAN ENERGI

RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) TAHUN 2017 PRIORITAS NASIONAL BIDANG KEDAULATAN ENERGI RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) TAHUN 2017 PRIORITAS NASIONAL BIDANG KEDAULATAN ENERGI Multilateral Meeting II, Senin 18 April 2016 Agenda Multilateral Meeting II 1. Finalisasi Program dan Kegiatan Prioritas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi Program ICCTF 2010-2011 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Tata Cara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.90, 2016 ENERGI. Darurat. Krisis. Penanggulangan. Penetapan. Tata Cara. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

Informasi Berkala Sekretariat Jenderal Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral 1. Biro Kepegawaian Dan Organisasi Sekretariat Jenderal 1.1. Formasi CPNS KESDM yang telah ditetapkan 1.2. Penerimaan CPNS 1.3. Pengangkatan CPNS 1.4. Penempatan CPNS 1.5. Pelantikan Pejabat Struktural

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN PENANGGULANGAN KRISIS ENERGI DAN/ATAU DARURAT ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015 Yth. : Para Pimpinan Redaksi dan hadirin yang hormati;

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI REGULASI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI ANGIN Disampaikan oleh Abdi Dharma Saragih Kasubdit

Lebih terperinci

SELAMAT DATANG ANGGOTA DEWAN ENERGI NASIONAL DALAM ACARA SIDANG ANGGOTA KE AGUSTUS

SELAMAT DATANG ANGGOTA DEWAN ENERGI NASIONAL DALAM ACARA SIDANG ANGGOTA KE AGUSTUS SELAMAT DATANG ANGGOTA DEWAN ENERGI NASIONAL DALAM ACARA SIDANG ANGGOTA KE - 22 4 AGUSTUS 2017 #EnergiBerkeadilan 1 SIDANG ANGGOTA KE - 22 4 AGUSTUS 2017 #EnergiBerkeadilan 2 AGENDA SIDANG ANGGOTA KE-22

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P) JAWA BARAT

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P) JAWA BARAT Jalan Soekarno Hatta Nomor 576 Telepon +62 22 756 2048 Faksimil +62 22 756 2049 website http://www.esdm.jabarprov.go.id/ - e-mail: admin.esdm@jabarprov.go.id RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P)

Lebih terperinci

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi

LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN. Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu. Jaminan pasokan energi LAMPIRAN II: MATRIKS PROGRAM 100 HARI, 1 TAHUN DAN 5 TAHUN Isu Pokok Output yang Diharapkan Program Aksi Kerangka waktu Jaminan pasokan energi Terjaminnya pasokan batubara Diversifikasi energi dengan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini

Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini Agus Sugiyono Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT Gedung 625, Klaster Energi, Kawasan Puspiptek, Kota Tangerang Selatan Email: agus.sugiyono@bppt.go.id

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Indonesia Energy Roadmap 2017-2025 Jakarta, 25 Januari 2017 1 1 Daftar Isi I.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI

KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN ALOKASI GAS BUMI UNTUK DALAM NEGERI Jakarta, 6 Februari 2014 I KONDISI HULU MIGAS 2 CADANGAN GAS BUMI (Status

Lebih terperinci

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014

Energi di Indonesia. Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. 3 Mei 2014 Energi di Indonesia Asclepias Rachmi Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi 3 Mei 2014 SUMBER ENERGI TERBARUKAN HULU HULU TRANS- FORMASI TRANSMISI / BULK TRANSPORTING TRANS- FORMASI DISTRIBUSI SUMBER

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan nasional mutlak dimiliki setiap negara yang berdaulat. Salah satu faktor penentu pencapaian ketahanan nasional adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci