BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL"

Transkripsi

1 DIREKTORAT SUMBER DAYA ENERGI, MINERAL DAN PERTAMBANGAN BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL POLICY PAPER KESELARASAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) DENGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) LAPORAN AKHIR 2012

2 KATA PENGANTAR Sejak tahun 1980an, pemerintah sudah menyadari pentingnya peranan energi dalam pembangunan. Melalui Kebijakan Umum Bidang Energi yang dikeluarkan tahun 1981, pengelolaan energi Indonesia telah mulai ditata. Namun demikian sampai sekarang, kebijakan energi nasional yang telah dikeluarkan belum menghasilkan perubahan yang berarti dalam mencapai kondisi keenergian yang positif. Permasalahan implementasi, koordinasi dan payung regulasi masih menjadi kendala utama. Melihat kondisi demikian, pada tahun 2007 pemerintah bersama DPR mengesahkan UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang salah satu amanatnya menyusun Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang dirumuskan Dewan Energi Nasional dan ditetapkan Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR. KEN ini akan menjadi pedoman bagi Rencana Umum Energi Nasional serta Rencana Umum Energi Daerah. Sampai saat ini, Draft KEN yang sudah tersusun belum dibahas bersama DPR. Sementara proses penyusunan RUEN masih bersifat sosialisasi. Walaupun demikian beberapa daerah telah menyusun draft RUED. Isu strategis dalam semua proses tersebut di atas adalah keselarasan antara ketiga produk tersebut. Hal ini akan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan energi di masa mendatang. Penyusunan Policy Paper Keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED dilakukan untuk memetakan permasalahan dan bottlenecking dalam penyelesaian penyusunan KEN, RUEN dan RUED selain isu-isu strategis berkaitan keselarasan dari ketiga produk tersebut. Dari hasil pemetaan itu diharapkan dapat tersusun solusi berupa strategi dalam menyelesaikan penyusunan KEN, RUEN dan RUED dengan saling mendukung. Policy Paper ini disusun melalui studi literatur, diskusi, dan seminar untuk mendapatkan masukan dari narasumber dan para stakeholder. Sebagai penutup, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penyusunan Policy Paper ini, mulai dari persiapan, diskusi, seminar, sampai dengan penulisan laporan. Semoga policy paper ini dapat memberikan kontribusi dalam rangka penyusunan kebijakan dan perencanaan di sektor energi. Saran dan kritik sangat kami harapkan demi penyempurnaan laporan ini. Jakarta, Desember 2012 Direktur Sumber Daya Mineral, Energi dan Pertambangan Montty Girianna i

3 ABSTRAK Penyusunan kajian bertujuan untuk merumuskan arah kebijakan atau pedoman dalam mendukung tercapainya keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED yang yang akan disusun dengan KEN yang saat ini dalam tahap finalisasi. Penyusunan policy paper ini dilakukan melalui brainstorming dengan serangkaian diskusi dan seminar yang mengundang berbagai pihak yang berkaitan dengan penyusunan KEN, RUEN dan RUED baik secara langsung maupun tidak langsung dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun dari kalangan akademisi atau universitas, serta para pelaku usaha dan asosiasi yang langsung terlibat dalam sektor energi ini. Saat ini, sektor energi memiliki peran strategis dalam mencapai kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Atas dasar itulah perlu adanya suatu kebijakan yang khusus tentang energi. Sejak tahun 1981 Indonesia mulai menyusun kebijakan energi. Sampai tahun 2006, kebijakan energi yang dikeluarkan cenderung bersifat parsial dan kurang melibatkan sektor selain energi. Melalui UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi dibentuk Dewan Energi Nasional untuk menyusun kebijakan energi nasional secara komprehensif. Sebagai kebijakan publik, KEN setidaknya harus memiliki unsur paksaan dan insentif selain tentunya mengikuti siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dimonitoring dan dievaluasi Untuk mengimplementasikan KEN, RUEN dibentuk sebagai pentahapan dari pencapaian sasaran KEN dan juga memuat lokasi detail dari program yang akan dijalankan. RUEN dan RUED merupakan perencanaan yang memadukan perencanaan sektor (aspasial) dan perencanaan spasial. Dalam prakteknya, RUEN dan RUED akan saling mempengaruhi dengan perencanaan sektor lainnya yang berkaitan dengan sektor energi. Isu terkait KEN terdiri dari proses penyusunannya dan substansi dari KEN itu sendiri. Dalam proses penyusunannya, aspek keanggotaan dan mekanisme kerja DEN mempengaruhi lambatnya penyelesaian KEN. Sementara dari sisi substansi, terkait dengan fungsi KEN sebagai kebijakan publik, aspek tujuan, keterkaitan KEN dengan kebijakan sektor non energi dan aspek kekuatan hukum perlu ditinjau lebih dalam agar efektif dalam mencapai sasaran yang ditentukan. Sementara isu terkait RUEN dan RUED adalah belum adanya regulasi yang jelas mengenai pedoman penyusunan RUEN dan RUED selain tentunya kondisi kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang belum sepenuhnya mendukung terutama di daerah. Terkait substansi RUEN dan RUED, tantangan terbesar adalah menselaraskan dengan perencanaan sektor lainnya selain tentunya menselaraskan dengan sasaran yang ditetapkan RUEN dan RUED. Beberapa rekomendasi dalam keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED adalah : penentuan roadmap yang jelas dalam penyelesaian KEN, RUEN dan RUED, penentuan roadmap yang jelas dalam sinkronisasi kebijakan masing-masing subsektor energi dan kebijakan sektor lainnya, peningkatan koordinasi vertikal dan horizontal terkait perencanaan energi antara pusat dan daerah dan antar daerah, pengkajian mekanisme insentif dan disinsentif yang jelas, pembentukan expert pool, intensifikasi pemetaan potensi dan kebutuhan energi daerah, mempromosikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Kegiatan (UPTK) di daerah yang berfungsi inventarisasi data, mempromosikan pembentukan Forum Energi Daerah, memutuskan segera mengenai asumsi, kriteria dan tool model yang akan digunakan pada penyusunan rencana umum energi nasional dan daerah. ii

4 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR. ABSTRAK.. ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR.. iv DAFTAR TABEL.. iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup Studi Pendekatan Studi Keluaran.. 3 BAB 2 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 2.1. Peran Penting Kebijakan Energi Nasional Perkembangan Kebijakan Energi Nasional Kebijakan Energi Nasional KEN sebagai Kebijakan Publik Perkembangan Penyusunan KEN Prinsip Pokok dan Susunan Rancangan KEN 16 BAB 3 RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) 3.1. Konsep RUEN dan RUED dalam Perencanaan Nasional Hubungan KEN dengan RUEN dan RUED Perkembangan Penyusunan RUEN Format RUEN dan RUED Struktur Model Energi RUEN BAB 4 KESELARASAN KEN, RUEN DAN RUED 4.1. Isu Strategis KEN Isu Terkait Proses Penyusunan KEN Isu Terkait Substansi KEN Isu Strategis RUEN dan RUED Isu Terkait Penyusunan RUEN dan RUED Isu Terkait Substansi RUEN.. 39 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Rekomendasi.. 42 DAFTAR PUSTAKA. 45 i iii

5 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun Gambar 2. Perbandingan Konsumsi Energi Per Kapita dan Elastisitas Energi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura 6 Gambar 3. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Perekonomian (GDP) Di Beberapa Negara Tahun Gambar 4. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Kesejahteraan (Peringkat IPM) Di Beberapa Negara Tahun Gambar 5. Konsep Kebijakan Energi Nasional dalam Pembangunan Nasional Gambar 6. Perbandingan Fokus Kebijakan Energi Nasional (1981 sekarang).. 14 Gambar 7. Sasaran Bauran Energi dalam Draft Kebijakan Energi Nasional dalam Persentase 18 Gambar 8. Keterkaitan RUEN dan RUED dengan Perencanaan Lainnya 20 Gambar 9. Arus Energi dalam Neraca Energi Gambar 10. Siklus Penyusunan KEN, RUEN, dan RUED. 22 Gambar 11. Alur Proses Penyusunan dan Penetapan KEN dan RUEN.. 23 Gambar 12. Keterkaitan KEN dengan RUEN dan RUED.. 23 Gambar 13. Struktur Model Permintaan dan Penyediaan Energi 30 Gambar 14. Keterkaitan KEN dengan Kebijakan Subsektor Energi dan Kebijakan Sektor Lainnya 35 DAFTAR TABEL Tabel 1. Neraca Energi Fosil Indonesia.. 5 Tabel 2. Neraca Energi Terbarukan Indonesia 5 Tabel 3. Susunan Keanggotaan Dewan Energi Nasional 15 Tabel 4. Sasaran Energi (Draft KEN DEN).. 17 Tabel 5. Proses Penyusunan RUEN dan Pedoman RUEN dan RUED.. 25 Tabel 6. Time Table Pelaksanaan Sidang Anggota DEN iv

6 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 7 persen saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara dengan potensi ekonomi yang cukup kuat di Asia. Terlebih lagi pada tahuntahun terakhir ini, di tengah krisis global yang melanda dunia, Indonesia masih mampu tumbuh secara ekonomi. Namun demikian, sebenarnya potensi ekonomi Indonesia masih bertumpu pada tingkat konsumsi dalam negeri yang tinggi. Sementara tingkat produktivitas Indonesia masih belum kuat yang ditandai dengan masih lemahnya daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara sekitarnya. Salah satu faktor produksi yang saat ini penting dalam menumbuhkan tingkat produktivitas adalah energi. Pada saat ini, fungsi energi menjadi lebih strategis, tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara tetapi juga dapat berfungsi sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi dan bahkan sebagai aspek penting yang menentukan ketahanan nasional suatu negara. Kondisi keenergian Indonesia saat ini masih memiliki banyak persoalan. Besarnya ketergantungan energi Indonesia terhadap minyak bumi dan rendahnya pemanfaatan energi terbarukan bila dibandingkan dengan potensi yang dimiliki masih menjadi tantangan tersendiri di sektor energi. Selain itu, keterbatasan infrastruktur energi juga membatasi akses masyarakat terhadap energi dan juga penggunaan energi yang masih belum efisien. Kompleksitas permasalahan sektor energi di Indonesia memerlukan suatu pengelolaan energi nasional yang komprehensif melalui Kebijakan Energi Nasional yang jelas dan terukur. Atas dasar itulah, Undang Undang (UU) No. 30 tahun 2007 tentang Energi mengamanatkan penyusunan Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Kebijakan ini dirancang dan dirumuskan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) dan ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR-RI. Prinsip dasar yang menjadi acuan dalam proses penyusunan KEN sebagaimana tercantum dalam UU No. 30 tahun 2007 pasal 1 angka 25 adalah prinsip berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan guna tercapainya kemandirian dan ketahanan 1

7 energi nasional dengan arah kebijakan mewujudkan ketahanan energi dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan. UU tersebut juga mengamanatkan penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) untuk mendukung implementasi KEN. Sehubungan dengan hal tersebut, maka KEN yang dihasilkan harus benar-benar didukung dan selaras dengan RUEN dan RUED agar mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. 1.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari kegiatan penyusunan policy paper ini adalah untuk merumuskan arah kebijakan atau pedoman dalam mendukung tercapainya keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED yang akan disusun dengan KEN yang saat ini dalam tahap finalisasi. Tujuan selanjutnya adalah untuk memberi landasan yang kuat dan cukup comprehensif kepada stakeholders yang terlibat, terutama KESDM dan pemerintah daerah, dalam mengintegrasikan rencana umum energi dengan proses penyusunan rencana di sektor atau daerahnya. Adapun sasaran kegiatan penyusunan policy paper ini adalah tersusunnya arah kebijakan atau pedoman agar terjadi keselarasan yang saling mendukung antara RUEN dan RUED dengan KEN. 1.3 Ruang Lingkup Studi a. Inventarisasi dan mengevaluasi peraturan dan ketentuan berkaitan dengan pengelolaan energi secara umum maupun energi berdasarkan jenisnya. b. Identifikasi masalah-masalah yang ada dalam penyusunan KEN, RUEN dan RUED. c. Analisis kajian akademis sebagai landasan penyusunan pedoman keselarasan KEN dengan RUEN dan RUED. d. Perumusan strategi kebijakan dalam rangka sinkronisasi antara KEN dengan RUEN dan RUED. 1.4 Pendekatan Studi a. Melaksanakan koordinasi melalui rapat, konsinyiring, lokakarya ataupun seminar. 2

8 b. Melakukan FGD dengan stakeholder terkait dari berbagai kalangan seperti instansi pemerintahan baik pusat dan daerah, praktisi, pelaku usaha untuk melihat sejauh mana pemahaman terhadap KEN yang sedang disusun, dan RUEN serta RUED yang akan mengacu pada KEN. c. Melakukan kunjungan lapangan ke beberapa daerah untuk lebih memahami permasalahan energi dalam ruang lingkup kedaerahan yang lebih kecil. 1.5 Keluaran Keluaran dari penyusunan policy paper ini adalah laporan yang dapat dijadikan rekomendasi kebijakan sinkronisasi KEN dengan RUEN dan RUED untuk stakeholder. Selain itu laporan ini juga dapat dijadikan bahan pendukung yang akan disampaikan dalam forum-forum internasional terkait dengan pengembangan energi. 3

9 BAB 2 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 2.1 Peran Penting Kebijakan Energi Nasional Selama beberapa tahun terakhir, pertumbuhan energi Indonesia mencapai angka 7 8 persen per tahun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang berkisar antara 5 6 persen. Meskipun demikian, masih tingginya elastisitas energi Indonesia yang berada pada kisaran 1,6, mencerminkan belum efisiennya penggunaan energi di Indonesia. Sebagai perbandingan, Thailand dan Singapura memiliki elastisitas energi sebesar 1,4 dan 1,1. Sementara negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika memiliki elastisitas energi yang berkisar antara 0,1 dan 0,2. Namun pertumbuhan energi yang tinggi ini tidak pula ditunjang dengan kebijakan penyediaan energi yang baik. Data menunjukkan, pada tahun 2011, minyak masih menjadi energi dengan pangsa terbesar yang mencapai 49,5 persen dari jumlah total energi sebesar 1,176 miliar Setara Barel Minyak (SBM)/Barrel Oil Equivalent (BOE). Pangsa terbesar selanjutnya adalah Batubara dan Gas dengan jumlah proporsi masing-masing sebesar 26 persen dan 20,4 persen (Gambar 1). Hal ini menunjukkan sangat tingginya ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil yang mencapai 95 persen. Bauran Energi 2011 Minyak 49.5 % Gas 20.4 % Air 2.1 % Batubara 26.0 % Panas Bumi 1.2 % ET Lainnya 0.9 % Gambar 1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2011 Sumber : (Pusdatin, KESDM, 2012) 4

10 Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius mengingat dari tahun ke tahun kondisi cadangan energi fosil semakin menipis. Berdasarkan data neraca energi tahun 2011 (Tabel 1), diperkirakan potensi minyak bumi Indonesia akan habis sekitar 23 tahun dari sekarang, sementara gas bumi dan batubara diperkirakan akan habis masing-masing pada 55 dan 83 tahun dari sekarang. Kondisi tersebut mengisyaratkan keharusan untuk mengoptimalkan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Dengan kondisi geologis dan letak geografisnya, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar. No Energi Fosil (Tidak terbarukan) Tabel 1. Neraca Energi Fosil Indonesia Sumber Daya (SD) Cadangan (Cad) 5 Rasio Sd/Cad (%) Produksi (Prod) Rasio Cad/Prod (Tahun)*) = 4/3 6 7 = 4/6 1 MinyakBumi(miliar **) barel) 2 Gas Bumi(TSCF) Batubara(miliarton) Coal Bed Methane/ CBM (TSCF) * ) Dengan asumsi tidak ada penemuan baru ** ) Termasuk blok Cepu Sumber : KESDM, 2012 No Energi Terbarukan Tabel 2. Neraca Energi Terbarukan Indonesia Sumber Daya(SD) Kapasitas Terpasang(KT) RasioKT/SD(%) = 4/3 1 Tenaga Air 75,670 MW 5, MW Panas Bumi 28,543 MW 1,189 MW Mini/Mikro Hidro MW MW Biomasa 49,810 MW 1, MW Tenaga Surya 4.80 kwh/m 2 /day 13.5 MW - 6 Tenaga Angin 3 6 m/s 1.87 MW - Sumber : KESDM, 2012 Tingginya pertumbuhan dan elastisitas energi ternyata belum diiringi dengan tingginya konsumsi energi per kapita Indonesia. Berdasarkan data tahun 2011, konsumsi energi per kapita Indonesia hanya mencapai 0,85 Ton Oil Equivalent (TOE) di bawah ratarata konsumsi dunia sebesar 1,7 TOE dan beberapa negara ASEAN (Singapura 3,7 TOE, Malaysia 2,5 TOE, dan Thailand 1,5 TOE) (Gambar 2).

11 Indonesia Malaysia Thailand Singapura Konsumsi Energi Per kapita (ToE) Elastisitas Energi Gambar 2. Perbandingan Konsumsi Energi Per Kapita dan Elastisitas Energi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapura (KESDM, 2011) Rendahnya konsumsi energi per kapita ini disebabkan masih rendahnya akses masyarakat terhadap energi. Hal ini dapat dilihat dari rasio elektrifikasi tahun 2011 sebesar 72,95 persen, yang artinya masih ada 27,05 persen rumah tangga di Indonesia masih belum mendapatkan layanan listrik. Penyebab utama rendahnya rasio elektrifikasi ini adalah kurangnya pembangunan infrastruktur energi terutama di daerah terpencil dan pulau-pulau terluar yang pembangunannya akan memakan biaya yang tidak sedikit. Selain isu-isu di atas, di masa mendatang, kondisi energi Indonesia tentunya akan dipengaruhi juga oleh isu lingkungan global seperti komitmen Presiden RI di dunia internasional untuk menurunkan emisi sebesar 26 persen melalui upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan pihak luar di tahun Tentunya isu lingkungan ini akan mempengaruhi kebijakan energi yang akan diambil. KEN akan menjadi kebijakan strategis dalam mencapai ketahanan energi nasional yang turut menentukan keberhasilan pembangunan Indonesia di masa mendatang. Sebagai ilustrasi mengenai peran strategis sektor energi, gambar berikut ini memperlihatkan adanya korelasi antara pertumbuhan sektor energi dengan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. 6

12 Konsumsi Listrik per Kapita (kwh) Konsumsi Listrik KWH Per kapita GDP USD per kapita China Jepang Rusia Kanada Malaysia Singapura Thailand Korea Selatan Indonesia Philipina Gambar 3. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Perekonomian (GDP) Di Beberapa Negara Tahun 2010 Iceland 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 Japan Netherlands France United States Singapore Korea (Republic of) United Arab Emirates Saudi Arabia Malaysia Thailand Philippines Paraguay Viet Nam Occupied Palestinian Territories Indonesia Peringkat IPM Gambar 4. Korelasi Antara Konsumsi Listrik Dengan Kesejahteraan (Peringkat IPM) Di Beberapa Negara Tahun

13 2.2 Perkembangan Kebijakan Energi Nasional Sampai dengan tahun tujuh puluhan, sumber daya energi dianggap masih sangat melimpah. Persoalan utama pada masa itu adalah usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak bumi melalui kontrak bagi hasil. Dengan meningkatnya produksi minyak maka penerimaan negara yang masih bertumpu pada ekspor komoditas ini diharapkan semakin besar. Gagasan penyusunan kebijakan energi di Indonesia itu sendiri pertama kali muncul pada tahun Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya energi. Pemerintah kemudian membentuk Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) yang setingkat dengan departemen dan bertanggung jawab memformulasikan kebijakan energi serta mengkoordinasikan implementasi kebijakan ini. BAKOREN untuk pertama kalinya mengeluarkan Kebijaksanaan Umum Bidang Energi (KUBE) pada tahun Kebijakan ini terus menerus diperbarui sesuai dengan perkembangan strategis lingkungan yang mempengaruhi pembangunan energi di Indonesia. KUBE 1981 yang selanjutnya direvisi pada tahun 1987, dan 1991 memfokuskan pada intensifikasi, diversifikasi dan konservasi energi. Upaya intensifikasi dilakukan melalui peningkatan kegiatan survei dan eksplorasi sumber daya energi untuk mengetahui potensinya secara ekonomis. Diversifikasi merupakan upaya untuk penganekaragaman penggunaan energi non-minyak bumi melalui pengurangan penggunaan minyak dan menetapkan batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit listrik dan industri semen. Konservasi dilakukan melalui penggunaan peralatan pembangkit maupun peralatan pengguna energi yang lebih efisien. Pada awal tahun sembilan puluhan, ekspor komoditas energi mulai berkurang peranannya dan digantikan dengan komoditas industri berbasis manufaktur. Ekspor lebih diarahkan pada komoditas yang mempunyai nilai tambah yang tinggi dari pada ekspor sumber daya alam yang nilai tambahnya rendah. Seiring dengan proses industrialisasi ini banyak terjadi kerusakan lingkungan. Aspek lingkungan mulai mendapat perhatian dan kebijakan energi mulai diarahkan untuk menggunakan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Pada tahun 1998, BAKOREN menyusun KUBE baru menggantikan KUBE KUBE ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendukung terlaksananya strategi 8

14 pembangunan bidang energi dan memberikan kepastian kepada pelaku ekonomi dalam kaitannya dengan pengadaan, penyediaan dan penggunaan energi. Dalam KUBE ini mulai diindikasikan adanya keterbatasan sumber daya energi, terutama minyak bumi. Minyak bumi diarahkan secara bertahap untuk digunakan di dalam negeri sebagai bahan bakar dan bahan baku industri yang dapat meningkatkan nilai tambah yang tinggi. Kebijakan energi yang perlu ditempuh mencakup lima kebijakan utama dan sembilan kebijakan pendukung (BAKOREN 1998). Kebijakan utama tersebut adalah: a. Diversifikasi, yaitu penganekaragaman pemanfaatan energi, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Untuk energi fosil tidak menutup kemungkinan untuk melakukan impor sejauh menguntungkan secara ekonomis dan tidak merusak lingkungan. b. Intensifikasi, yaitu pencarian sumber energi melalui kegiatan survei dan eksplorasi agar dapat meningkatkan cadangan baru terutama energi fosil. Pencarian sumber daya energi diarahkan di daerah yang belum pernah disurvei dan untuk daerah yang terindikasi dilakukan upaya untuk peningkatan status cadangan menjadi lebih pasti. c. Konservasi, yang dilakukan mulai dari sisi hulu sampai ke hilir. d. Penetapan harga rata-rata energi yang secara bertahap diarahkan mengikuti mekanisme pasar. e. Memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunan di sektor energi termasuk didalamnya memberikan prioritas dalam pemanfaatan energi bersih. Sedangkan kebijakan pendukung meliputi: meningkatkan investasi, memberikan insentif dan disinsentif, standardisasi dan sertifikasi, pengembangan infrastruktur, peningkatan kualitas sumber daya manusia, pengelolaan sistem infomasi, penelitian dan pengembangan, serta pengembangan kelembagaan dan pengaturan. Pada akhir tahun 2003, DESDM mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru dan Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi Hijau). Kebijakan ini merupakan pembaruan dari KUBE tahun 1998 yang penyusunannya dilakukan bersama-sama dengan stakeholders di bidang energi. Selain itu, kebijakan ini juga menjadi acuan utama dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang energi yang saat itu sedang dipersiapkan. Kebijakan yang ditempuh masih serupa dengan KUBE 9

15 sebelumnya yaitu intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi dengan menambah instrumen legislasi dan kelembagaan. Secara umum, sasaran dari kebijakan energi, yaitu mengurangi ketergantungan pada minyak bumi sebagai sumber energi melalui diversifikasi dan intensifikasi sumber daya energi, sudah cukup berhasil. Namun sasaran efisiensi penggunaan melalui konservasi dapat dikatakan gagal. Hal ini disebabkan adanya kontradiksi antara kebijakan konservasi dengan kebijakan pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM). Meskipun proses pembuatan kebijakan energi dari waktu ke waktu mengalami perbaikan tetapi masih banyak terjadi kontradiksi materi kebijakan. Strategi pengembangan energi baik jangka pendek maupun jangka panjang juga belum tersusun dengan jelas. Kebijakan-kebijakan yang ada masih terkesan sebagai kebijakan parsial yang tidak ada aliran strategis terhadap program jangka panjangnya. Dalam perkembangannya, kebijakan-kebijakan tersebut belum dapat menjawab permasalahan secara menyeluruh, sehingga untuk mengimplementasikan KEN disusunlah Blueprint Pengelolaan Energi Nasional yang mencakup aspek-aspek peningkatan produksi, diversifikasi, permintaan, maupun kebijakan harga, yang realistis dan bersifat lintas sektor sehingga berbagai sumber energi yang ada diharapkan dapat dikelola secara optimal. Blueprint tersebut telah ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagai pedoman dalam pengelolaan energi nasional. Berdasarkan Perpres No 5 Tahun 2006 tersebut, tujuan kebijakan energi nasional adalah untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sementara sasaran kebijakan energi nasional adalah: a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun b. Terwujudnya bauran energi primer dengan peranan masing-masing jenis energi pada tahun 2025 adalah: - Minyak bumi menjadi kurang dari 20 persen. - Gas Bumi menjadi lebih dari 30 persen. - Batubara menjadi lebih dari 33 persen. - Bahan bakar nabati menjadi lebih dari 5 persen. - Panasbumi menjadi lebih dari 5 persen. 10

16 - Biomassa, nuklir, mikrohidro, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi5 persen. - Batubara yang dicairkan menjadi lebih dari 2 persen. Sasaran kebijakan energi nasional seperti disebutkan dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 merupakan suatu tantangan yang cukup berat untuk diwujudkan. Mengingat bauran energi primer pada saat ini masih menunjukkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap minyak bumi.untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang No.30 tahun 2007 tentang Energi yang diharapkan akan dapat menjawab persoalan bidang energi. Pada era setelah UU Energi ini, kebijakan energi nasional akan bergeser tidak hanya bertujuan untuk mengamankan pasokan energi seperti di Perpres 2006 tetapi juga mencakup kebijakan pemanfaatan energi ( Gambar 5). Gambar 5. Konsep Kebijakan Energi Nasional dalam Pembangunan Nasional (KESDM, 2012) 2.3 Kebijakan Energi Nasional KEN sebagai Kebijakan Publik Sebagai kebijakan publik, dilihat dari aspek subyek dan obyeknya, KEN memiliki tiga aspek yaitu pemerintah, masyarakat dan umum. Dalam dimensi subyek, 11

17 kebijakan publik adalah kebijakan dari pemerintah, maka salah satu ciri kebijakan adalah what government do or not to do. Kebijakan dari pemerintahlah yang dapat dianggap kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Sedangkan dalam dimensi obyek, pengertian publik disini adalah masyarakat. Atas dasar itulah, pendekatan perumusan KEN dilakukan secara teknokratif oleh pemerintah dengan melibatkan lintas kementerian dan elemen masyarakat yang tercermin dalam keanggotaan Dewan Energi Nasional (DEN). Selanjutnya, rancangan KEN yang dihasilkan oleh DEN akan diajukan ke DPR untuk dimintakan persetujuan sebagai proses politik dari suatu kebijakan. Selain itu, KEN sebagai kebijakan publik harus dapat mengarahkan pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya energi yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik secara umum sehingga KEN yang dihasilkan tidak hanya melihat permasalahan energi tetapi juga memperhatikan permasalahan di sektor lainnya yang memanfaatkan energi seperti transportasi, industri dan lainnya. Easton (1969) menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengalokasian nilainilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini, hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah dan merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Oleh karena itu, KEN tidak hanya bersifat normatif tetapi juga mengandung unsur tindakan baik berupa paksaan maupun insentif yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang menjadi obyek kebijakan. Tanpa adanya tindakan tersebut, kebijakan yang dihasilkan umumnya tidak terlaksana secara efektif. Perumusan KEN sebagai kebijakan publik haruslah mempertimbangkan faktor-faktor strategis, di antaranya : a. Faktor politik Faktor ini perlu dipertimbangkan karena dalam perumusan kebijakan diperlukan dukungan dari stakeholder baik dari pemerintah maupun dari lembaga non-pemerintah seperti DPR. Besar dan jenis dukungan ini tentunya akan mempengaruhi isi kebijakan. 12

18 b. Faktor ekonomi dan finansial Faktor ekonomi dan finansial selalu menjadi faktor penting dari kebijakan. Dukungan faktor ekonomi dan finansial akan sangat mempengaruhi keberhasilan dari kebijakan walaupun bukan sebagai penentu. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah pembiayaan dari kebijakan tersebut dan dampak dari kebijakan tersebut terhadap kondisi ekonomi negara. Indikator yang perlu diperhatikan antara lain adalah tingkat inflasi danhutang luar negeri, daya beli dan pendapatan perkapita penduduk,serta potensi daerah dan komoditas unggulan. c. Faktor kelembagaan dan administratif Pelaksanaan kebijakan akan sangat ditentukan oleh kesiapan kelembagaan yang didukung dengan proses administrasi yang jelas. d. Faktor teknologi Pertimbangan faktor ini akan menjadi hal yang pertama kali dilakukan untuk mentukan kebijakan yang akan diambil. Kebijakan publik terutama dalam hal keteknikan akan selalu melihat kesiapan teknologi yang mendukung. e. Faktor sosial dan budaya Faktor ini seringkali menjadi faktor yang dilupakan dalam pertimbangan kebijakan publik seperti energi. Hal ini umumnya karena kurangnya keterlibatan masyarakat umum secara aktif. Padahal dalam praktiknya, faktor sosial dan budaya kadang kala menjadi faktor penentu efektifnya kebijakan. f. Faktor keamanan dan pertahanan Perlu dipertimbangkan apakah kebijakan yang akan dikeluarkan ini tidak akan mengganggu stabilitas keamanan negara. Setiap kebijakan publik, sebagaimana juga KEN, akan memiliki tiga aspek yaitu input, proses dan output. Sebagai input dalam hal ini adalah permasalahan energi yang timbul karena faktor lingkungan dan keadaan yang melatarbelakangi suatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya masalah kebijakan tersebut, yang berupa tuntutan masyarakat atau tantangan dan peluang, dan diharapkan dapat diatasi melalui suatu kebijakan publik. Sementara itu, proses perumusan KEN telah berjalan dengan mengikuti tata kerja DEN yang ditetapkan melalui Permen ESDM. Untuk output, KEN masih menunggu persetujuan DPR. Penyusunan KEN harus juga memperhatikan siklus kebijakan yaitu dapat dirumuskan, dapat diimplementasikan, dapat dimonitoring dan dapat dievaluasi. 13

19 2.3.2 Perkembangan Penyusunan KEN Penyusunan KEN dilakukan atas dasar amanat UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi yang keluar pada tahun 2007 sebagai kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian dan ketahanan energi nasional. Secara substansi, KEN meliputi : a. Ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional b. Prioritas pengembangan energi c. Pemanfaatan sumberdaya energi nasional d. Cadangan penyangga energi nasional KEN yang saat ini disusun akan didasarkan pada tahun dasar 2008 dengan tahun target Secara ruang lingkup dan fokus kebijakan, KEN yang diamanatkan UU No. 30 tahun 2007 ini sangat berbeda dengan kebijakan energi yang sudah dikeluarkan sebelumnya seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 6. Perbandingan Fokus Kebijakan Energi Nasional (1981 sekarang) KEN yang telah disusun nantinya akan ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR (Pasal 11 Ayat 2, UU No. 30 tahun 2007). Dalam proses penyusunan KEN, Presiden membentuk DEN yang bertugas : a. Merancang dan merumuskan KEN untuk ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. 14

20 b. Menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). c. Menetapkan langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi. d. Mengawasi pelaksanaan kebijakan bidang energi yang bersifat lintas sektor. Berdasarkan Perpres No. 26 tahun 2008, DEN terdiri dari Pimpinan dan Anggota sebagai berikut: Tabel 3. Susunan Keanggotaan Dewan Energi Nasional Pimpinan Ketua Wakil Ketua Ketua Harian Anggota Unsur Unsur Pemerintah (AUP) Menteri Keuangan Presiden Wakil Presiden Menteri ESDM Unsur Unsur Pemangku Kepentingan (AUPK) 2 orang kalangan akademi (pakar energi) Menteri PPN/Kepala Bappenas Menteri Perhubungan Menteri Perindustrian Menteri Pertanian Menteri Riset dan Teknologi Menteri Lingkungan Hidup 2 orang kalangan industri (praktisi industri energi) 1 orang kalangan teknologi (pakar rekayasa) 1 orang kalangan lingkungan (pakar lingkungan energi) 2 orang kalangan konsumen (masyarakat pengguna energi) Khusus untuk anggota unsur pemangku kepentingan, pengangkatan dan penetapannya dilakukan setelah melalui proses pemilihan oleh DPR. AUPK tidak diberhentikan dari jabatan organik dan/atau kehilangan statusnya sebagai pegawai tempat yangbersangkutan bekerja selama menjadi anggota DEN. Setelah melalui fit and proper test pada akhir tahun 2008, AUPK yang terpilih adalah : a. Ir. Agusman Effendi dari kalangan konsumen; b. Prof. Dr. Herman Agustiawan dari kalangan konsumen; c. Dr. Ir. Tumiran, M.Eng dari kalangan akademisi; d. Prof.Dr.Ir. Rinaldi Dalimi, M.Sc, Ph. D dari kalangan akademisi; e. Ir. Eddie Widiono S, M.Sc dari kalangan Industri; 15

21 f. Dr. Ir. Herman Darnel Ibrahim, M.Sc dari kalangan Industri; g. Prof. Widjajono Partowidagdo, Ph.D (Alm) dari kalangan pakar teknologi; dan h. Dr. Ir. Mukhtasor, M. Eng. Ph.D dari kalangan lingkungan hidup; AUP menunjuk wakil tetap AUP yaitu sekurang-kurangnya pejabat eselon I untuk mewakili AUP secara tetap dan terus menerus apabila yang bersangkutan berhalangan hadir dalam mengikuti sidang atau rapat. Masa jabatan anggota DEN yang berasal dari unsur pemerintah berakhir setelah tidak menjabat lagi, sementara untuk AUPK selama lima tahun. Dalam melaksanakan tugasnya, DEN dibantu oleh Sekjen DEN yang khusus bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada DEN. Walaupun demikian, secara administratif Setjen DEN ini bertanggungjawab kepada Menteri ESDM. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DEN, Menteri ESDM dapat membentuk Kelompok Kerja (Pokja) yang terdiri dari pejabat struktural eselon I. Berikut adalah tahapan yang sudah dilalui dalam proses penyusunan KEN yang sudah berlangsung. 16

22 2.4 Prinsip Pokok dan Susunan Rancangan KEN Penyusunan rancangan KEN ditujukan untuk mecapai sasaran di bidang penyediaan energi primer, pemanfaatan energi primer perkapita, penyediaan kapasitas pembangkit dan pemanfaatan listrik perkapita. Untuk penyediaan energi primer, ditargetkan akan mencapai 400 MTOE pada tahun 2025 dan 100 MTOE pada tahun Sedangkan untuk pemanfaatan energi primer perkapita ditargetkan pada tahun 2025 akan mencapai 1.4 TOE dan 3.2 TOE pada tahun Di bidang penyediaan kapasitas pembangkit, ditargetkan 115 GW pada tahun 2025 dan 430 pada tahun Selain itu, untuk pemanfaatan listrik perkapita ditargetkan mencapai KWh pada tahun 2025 dan pada tahun 2050 mencapai 7000 MW seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Sasaran Energi (Draft KEN DEN) SASARAN SATUAN Penyediaan energi primer MTOE Pemanfaatan energi primer per kapita TOE 1,4 3,2 Penyediaan kapasitas pembangkit GW Pemanfaatan listrik per kapita KWh Prinsip lain yang akan dijadikan acuan untuk penyusunan KEN adalah sasaran bauran energi nasional sampai dengan tahun Ditargetkan pada tahun 2050, bauran energi nasional akan didominasi oleh Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 40 persen yang meliputi energi air, panas bumi, biomasa sampah, Bahan Bakar Nabati (BBN), energi surya, energi laut, energi angin dan energi nuklir. Sedangkan untuk minyak bumi, gas bumi dan batubara akan berada di kisaran 20 persen. 17

23 Gambar 7. Sasaran Bauran Energi Dalam Draft Kebijakan Energi Nasional Dalam Persentase (DEN, 2012) Rancangan KEN yang sedang disusun akan berisi struktur berikut ini : BAB I KETENTUAN UMUM BAB II TUJUAN DAN SASARAN Bagian 1 Tujuan Bagian 2 Sasaran BAB III ARAH KEBIJAKAN NASIONAL Bagian 1 Ketersediaan Energi Bagian 2 Prioritas pengembangan Energi Bagian 3 Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Bagian 4 Cadangan Energi Nasional Bagian 5 Konservasi dan Diversifikasi Bagian 6 Lingkungan dan Keselamatan Bagian 7 Harga, Subsidi dan Intensif Energi Bagian 8 Infrastruktur dan Industri Energi Bagian 9 Penelitian dan Pengembangan Energi Bagian 10 Kelembagaan dan Pendanaan BAB IV KETENTUAN PENUTUP 18

24 BAB 3 RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL (RUEN) DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) 3.1 Konsep RUEN dan RUED dalam Perencanaan Nasional Secara konsep, perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang. Dengan merencanakan berarti memilih berbagai alternatif tujuan agar tercapai kondisi yang lebih baik atau memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut. Sebagai suatu perencanaan, RUEN dan RUED harus bersifat sebagai berikut : a. Sebagai alat untuk mengalokasikan sumber daya: SDA, SDM, Modal akibat keberadaannya yang terbatas. Sebagai konsekuensi, pengumpulan dan analisis data dan informasi mengenai ketersediaan sumber daya yang ada menjadi sangat penting. b. Sebagai alat untuk mencapai tujuan/sasaran. Sebagai konsekuensi proses perencanaan akan membutuhkan dokumen perencanaan, organisasi, anggaran dan sebagainya. c. Berhubungan dengan masa depan. Sebagai konsekuensi perencanaan akan membutuhkan perkiraan, penjadwalan, monitoring dan evaluasi. Dalam kaitannya dengan RUEN dan RUED, UU No.30 tahun 2007 menyatakan bahwa Rencana Umum Energi adalah rencana pengelolaan energi di suatu wilayah, antar wilayah, atau nasional (pasal 1 angka 27). Dari uraian tersebut, RUEN dan RUED sangat mempertimbangkan perencanaan spasial. Kedudukan RUEN dan RUED merupakan gabungan dari rencana spasial (RTRWN/D) dengan rencana aspasial (RPJPN/D RPJMN/D) seperti pada gambar berikut ini. 19

25 RENCANA A SPASIAL RPJPN/D RPJMN/D RENCANA SPASIAL RTRWN/D RUEN - RUED Masterplan Tansportasi Masterplan Industri Perencanaan lainnya: RAN GRK, dsb RPP Lingkungan Hidup Gambar 8. Keterkaitan RUEN dan RUED dengan Perencanaan Lainnya Rencana umum energi dilakukan di pusat dan di daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing sesuai dengan semangat otonomi daerah. RUEN dan RUED idealnya harus dapat menjadi pedoman bagi perencanaan subsektor energi seperti Rencana Umum Kelistrikan Nasional dan Rencana Pengelolaan Migas Nasional. RUEN dan RUED seyogyanya harus dapat menggambarkan Arus Energi, Energy Balance, serta implikasinya seperti dalam gambar 9 di bawah ini. 3.2 Hubungan KEN dengan RUEN dan RUED Rencana umum energi yang akan disusun terdiri dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). RUEN disusun pemerintah berdasarkan KEN yang sudah ditetapkan dengan mengikutsertakan pemerintah daerah serta memperhatikan pendapat dan masukan dari masyarakat. Penetapan RUEN ini akan dilakukan DEN (Pasal 12) melalui Peraturan Presiden (pasal 17 ayat 3). Dengan mengacu pada RUEN yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden, pemerintah daerah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Intinya, RUEN dan RUED merupakan penjabaran dan rencana pelaksanaan dari KEN yang meliputi : a. Pentahapan untuk mencapai sasaran KEN b. Pengalokasian kegiatan pelaksanaan per provinsi/kota/kabupaten 20

26 Gambar 9. Arus Energi dalam Neraca Energi 2011 (Pusdatin KESDM, 2012) 21

27 Dari draft pedoman RUEN tahun 2012, kurun waktu dari RUEN dan RUED ini akan mengikuti kurun waktu horizon KEN dengan siklus 5 tahunan (Gambar 10). KEN JANGKA PANJANG S.D 2050 RUEN 5 TAHUNAN RUEN TH... RUEN TH... RUEN TH... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... RUED KAB/KOTA... Gambar 10. Siklus Penyusunan KEN, RUEN, dan RUED Alur proses penyusunan dan penetapan KEN dan RUEN meliputi dua ranah berbeda yaitu ranah legislatif dan ranah eksekutif. Kedua ranah tersebut saling berhubungan dalam melakukan persiapan dan penetapan KEN maupun RUEN. Berikut adalah skema alur proses penyusunan dan penetapan KEN dan RUEN yang sedang berlangsung. 22

28 Gambar 11. Alur Proses Penyusunan dan Penetapan KEN dan RUEN RUEN akan berfungsi sebagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan energi di tingkat nasional yang bersifat lintas sektor, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi nasional. Sementara RUED akan berfungsi sebagai acuan dan pedoman dalam pengelolaan energi di tingkat daerah yang bersifat lintas sektor, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan energi di daerah secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan energi daerah dan sesuai dengan tujuan pengelolaan energi secara nasional. Acuan Kebijakan Utama Kebijakan Penunjang KEN RUEN Mengikutsertakan Pemda Masukan Masyarakat Peran Masyarakat Ditetapkan Perda RUED Pedoman Gambar 12. Keterkaitan KEN dengan RUEN dan RUED 23

29 Dari gambar di atas, jelas terlihat bahwa RUED dapat disusun apabila RUEN sudah ada. Demikian halnya juga KEN harus sudah ada untuk menjadi pedoman dalam penyusunan RUEN. RUEN dan RUED disusun berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dengan sasaran: a. Tercapainya keamanan pasokan energi domestik dengan cara pengalokasian energi untuk kebutuhan domestik (bahan baku dan bahan bakar) dan ekspor serta pengalokasian energi perwilayah dengan tetap mengutamakan keberpihakan kepada masyarakat tidak mampu; b. Tercapainya pemenuhan kebutuhan energi domestik (energi tersedia dalam jumlah yang cukup); c. Tercapainya nilai tambah ekonomi yang maksimal; d. Tercapainya pengelolaan, penyediaan dan pemanfaatan sumberdaya dan sumber energi secara optimal, terpadu, efisien dan berkelanjutan; e. Tercapainya pembangunan infrastruktur energi; f. Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup g. Tercapainya kemandirian pengelolaan energi. 3.3 Perkembangan Penyusunan RUEN Proses penyusunan RUEN idealnya menunggu KEN disahkan oleh Presiden sebagai Ketua DEN. Namun untuk mengantisipasi keterlambatan KEN, proses penyiapan RUEN sudah mulai dilakukan Pusdatin ESDM sebagai penanggung jawab RUEN mulai dari penyiapan pedoman sampai penyiapan model energi dan simulasinya dalam mendukung penyusunan RUEN. Tabel 6 memperlihatkan kronologis dari proses penyusunan RUEN sampai Juni

30 Tabel 5. Proses Penyusunan RUEN dan Pedoman RUEN dan RUED NO. TANGGAL KEGIATAN 1. 9 Feb 2010 Biro Hukum melakukan pembahasan Pedoman Penyusunan RUEN dengan Unit di lingkungan KESDM Juni 2010 MESDM telah mengirimkan surat kepada Presiden RI, perihal Permohonan Persetujuan Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden Juli 2010 Biro Hukum melakukan rapat antar kementerian untuk membahas Rancangan Pedoman Penyusunan RUEN yang dihadiri oleh Sekretariat Negara, Kemenkumham, Kemendagri, Kemenhub, dan Kemenkeu Okt 2010 Sekretaris Kabinet RI membalas surat permohonan MESDM, yang intinya agar penyusunan RPerpres tersebut perlu mempertimbangkan penyelesaian Rancangan KEN Nov 2010 Terbit Permen ESDM No.18/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja KESDM dimana didalamnya menyatakan Kegiatan Penyusunan RUEN menjadi tanggung jawab Pusdatin Jan 2011 Pusdatin melaksanakan FGD dalam rangka mendapatkan masukan untuk penyusunan format RUEN, dihadiri oleh wakil-wakil dari Ditjen Migas, UI, dan IPB Jan 2012 Pusdatin menyampaikan surat permintaan kepada Biro Hukum dan Humas dalam rangka pembahasan draft R-Perpres RUEN 8. 7 Maret 2012 Sidang Paripurna I membahas KEN bertempat di KESDM Juli 2012 Biro Hukum menyelenggarakan FGD dalam rangka pembahasan R- Perpres Pedoman Penyusunan RUEN, dengan mengundang Sekretaris Kabinet, Kementerian Hukum dan HAM, serta unit KESDM 3.4 Format RUEN dan RUED Sampai saat ini Perpres tentang pedoman penyusunan RUEN dan RUED belum diterbitkan sehingga format RUEN dan RUED baru sebatas draft usulan. Berdasarkan rancangan Perpres pedoman penyusunan RUEN dan RUED, format dokumen adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang dan Arti Penting RUEN Menjelaskan latar belakang penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dan arti pentingnya dalam tatanan pengelolaan energi nasional/daerah. Permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan energi yang sedang dihadapi dan yang diperkirakan akan dihadapi di masa mendatang baik di tingkat daerah, nasional maupun global 25

31 b. Landasan Hukum Melakukan identifikasi aspek legal bagi pemerintah/pemerintah daerah terhadap tugas, fungsi dan kewenangannya dalam pengelolaan energi nasional/daerah c. Hubungan RUEN dengan Sistem Perencanan Pembangunan Nasional Menjelaskan tentang posisi dan hubungan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK dalam dokumen perencanaan nasional/daerah serta sifat penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK yang melibatkan proses dari atas ke bawah (top down) dan juga sekaligus proses dari bawah ke atas (bottom up) d. Definisi dan Istilah Menjelaskan tentang istilah dan artinya yang terdapat dalam RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK serta kaitannya dengan konteks pengelolaan energi nasional/daerah BAB II KONDISI ENERGI NASIONAL/DAERAH SAAT INI DAN MASA MENDATANG a. Isu dan Permasalahan Energi Uraian terhadap hasil identifikasi dari berbagai isu dan permasalahan energi, baik global, nasional maupun lokal. Secara spesifik, isu dan permasalahan umum sektor energi yang akan diungkapkan adalah: Isu dan Permasalahan Energi Global Isu dan Permasalahan Energi Nasional b. Kondisi Energi Nasional/Daerah Saat Ini Menginventarisasi dan memverifikasi data pengelolaan energi nasional/daerah pada tahun dasar permodelan, sesuai KEN yang mencakup antara lain: Indikator Sosio Ekonomi Indikator Energi Indikator Lingkungan c. Kondisi Energi Nasional/Daerah di Masa Mendatang Berisikan hasil perhitungan pemodelan berupa proyeksi kondisi energi nasional/daerah di masa mendatang untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam KEN/RUEN/RUED. Hasil-hasil dari pemodelan tersebut terdiri dari; indikator sosioekonomi, indikator energi dan indikator lingkungan. Langkah-langkah perhitungan pemodelan sebagai berikut: 26

32 Inventarisasi dan verifikasi data Struktur Model Asumsi dasar (Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan PDB) dan skenario (dasar, RUEN dan RUED) Penggunaan model perangkat lunak BAB III VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN ENERGI NASIONAL/DAERAH a. Visi Visi yang terdapat di dalam RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK merupakan rumusan umum mengenai terpenuhinya kebutuhan energi dalam negeri secara berkelanjutan, berkeadilan dan optimal dalam rangka mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional/daerah. b. Misi Misi mencakup: menjamin ketersediaan energi nasional/daerah; mendorong pengelolaan energi yang berwawasan lingkungan; mengakselerasikan pemakaian energi baru dan energi terbarukan; meningkatkan aksesibilitas energi dengan harga terjangkau kepada seluruh masyarakat; mengoptimalkan peningkatan nilai tambah penggunaan energi; memaksimalkan potensi nasional berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk mencapai kemandirian energi. c. Tujuan Untuk menyusun dan mengimplementasikan berbagai kebijakan, strategi dan program pengembangan energi untuk mencapai target-target yang ditetapkan dalam KEN/RUEN/RUED. d. Sasaran Sasaran adalah target-target yang harus dicapai untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan KEN/RUEN/RUED. 27

33 BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL /DAERAH Menguraikan secara garis besar tentang kecenderungan arah kebijakan dan strategi energi nasional/daerah, baik dalam jangka panjang maupun jangka menengah, dalam menjawab kondisi lingkungan strategis yang sejalan dengan ekspektasi kondisi energi nasional/daerah di masa mendatang. a. Kebijakan Menjabarkan hal-hal yang ditetapkan dalam KEN/RUEN yang mencakup Kebijakan Utama maupun Kebijakan Pendukung energi nasional/daerah untuk mencapai target yang telah ditetapkan. b. Strategi Menjelaskan strategi sesuai dengan arah kebijakan nasional/daerah. c. Kelembagaan Pengelolaan energi nasional/daerah melibatkan peranan eksekutif dan legislatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Dalam penyusunan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK, perlu melibatkan beberapa kelembagaan secara komprehensif, antara lain; Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian terkait lainnya serta Bappenas, pemangku kepentingan terkait dan Pemerintah Daerah. d. Instrumen Kebijakan Instrumen kebijakan merupakan perangkat peraturan perundang-undangan ini di tingkat nasional/provinsi/kabupaten/kota yang diperlukan untuk mendukung kegiatan sektor energi dan sumber daya mineral dan terkait dengan pengelolaan energi yang ditetapkan RUEN, RUED-TP, dan RUED-TK. e. Upaya dan Program Pengembangan Energi Program Utama adalah kegiatan utama pemerintah pusat/daerah dan atau swasta nasional/asing yang merupakan penjabaran dari upaya yang berskala besar, bersifat penguraian masalah dan peningkatan nilai tambah serta berdampak terhadap perkembangan regional maupun nasional.program Pendukung adalah kegiatan/proyek 28

34 pemerintah pusat/daerah dan atau swasta nasional/asing yang berskala kecil menengah dan hanya berdampak terhadap perkembangan lokal maupun regional. BAB V PENUTUP Merupakan kesimpulan RUEN, RUED-TP dan RUED-TK yang telah dijabarkan dalam babbab sebelumnya. 3.5 Struktur Model Energi RUEN Dalam penyusunan draft RUEN, Pusdatin KESDM sementara ini menggunakan model LEAP untuk melakukan prediksi permintaan dan penyediaan energi pada tahun Struktur Model yang digunakan dalam permintaan energi mempunyai paramater utama antara lain: Laju pertumbuhan PDB/PDRB dan Laju Pertumbuhan Penduduk. Berikut adalah struktur model permintaan energi dan penyediaan energi: Permintaan Energi 29

35 Penyediaan Energi Gambar 13. Struktur Model Permintaan dan Penyediaan Energi 30

36 BAB 4 KESELARASAN KEN, RUEN DAN RUED 4.1 Isu Strategis KEN Proses penyusunan KEN melibatkan berbagai instansi terkait di bidang keenergian dari Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perguruan tinggi, asosiasi perusahaan dan jasa keenergian, perwakilan negara sahabat dan organisasi energi internasional. Bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain melalui rapat-rapat, sosialisasi, konsinyering, penyaringan pendapat publik serta pembahasan bersama dengan instansi pemerintah terkait dan stakeholder Isu Terkait Proses Penyusunan KEN Sampai saat ini, KEN belum ditetapkan oleh pemerintah dan masih menunggu sidang paripurna dan persetujuan DPR. Rancangan dan rumusan KEN merupakan tugas utama DEN sehingga permasalahan dalam proses penyusunan KEN secara langsung maupun tidak langsung akan berkaitan dengan DEN. Dalam hubungannya dengan hambatan dalam proses penyusunan KEN dua aspek yang perlu dikaji lebih mendalam yaitu aspek keanggotaan dan mekanisme kerja DEN. A. Aspek Keanggotaan DEN Sifat keanggotaan DEN memiliki kesempatan yang sama sehingga memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pandangan yang diakomodasi dalam sidang atau rapat. Sidang adalah pertemuan yang dihadiri oleh AUP dan AUPK yang dipimpin oleh pimpinan DEN untuk membahas dan/atau memutuskan hal yang terkait dengan tugas DEN. Sementara rapat adalah pertemuan untuk membahas hal yang terkait dengan tugas DEN. Dalam proses penyusunan KEN, aspek keanggotaan DEN yang perlu menjadi perhatian adalah: a. Secara teknokratik, rumusan KEN didiskusikan antar anggota DEN. Proses ini baik untuk menghasilkan kebijakan yang akomodatif dan komprehensif. Namun dalam prosesnya, seringkali kesepakatan materi rumusan KEN antar anggota DEN membutuhkan waktu yang panjang. Dengan beragam latar belakang dan pemikiran yang 31

37 berbeda-beda, diskusi pendapat antar anggota DEN seringkali berlarut-larut dan bahkan dalam memutuskan hal yang kecil sekalipun sehingga berimbas pada lambatnya penyusunan rumusan KEN. b. Proses rapat dan sidang seringkali tidak dihadiri oleh semua anggota secara lengkap, terutama dari instansi pemerintahan yang diwakili oleh pejabat yang tidak dapat mengambil keputusan. Permasalahan lebih lanjut muncul ketika anggota DEN yang tidak hadir pada rapat sebelumnya, menyampaikan pandangan ketika rumusan sudah diputuskan sehingga isu dan masalah tersebut harus dibahas kembali. c. Anggota DEN Unsur Pemerintah (AUP) selama ini kurang aktif dalam pembahasan KEN dimana semestinya mereka dapat menjadi aktor utama dalam menentukan target penyelesaian dan mengarahkan KEN sehingga dapat diselesaikan secepatnya. Padahal keterlibatan aktif AUP akan mencerminkan keberhasilan KEN yang disusun mengingat posisinya sebagai unsur pemerintah yang akan menjadi tulang punggung dalam menjalankan kebijakan. d. DEN memiliki banyak kegiatan lain di samping pembahasan KEN. Hal ini dikhawatirkan akan memecah konsentrasi anggota DEN dalam perumusan KEN. B. Mekanisme Kerja Dalam melaksanakan tugasnya, DEN dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab secara fungsional kepada DEN dan bertanggung jawab secara administrasi kepada Menteri ESDM. DEN melakukan sidang paripurna secara berkala yang dihadiri pimpinan dan anggota DEN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan. DEN melakukan sidang anggota secara berkala yang dipimpin oleh ketua harian DEN dan dihadiri anggota DEN sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan. Dalam sidang paripurna dan sidang anggota, Sekretaris Jenderal DEN ikut hadir dan bertindak sebagai sekretaris dalam sidang dimaksud, tanpa hak suara. Hasil sidang anggota dilaporkan oleh ketua harian DEN kepada ketua DEN guna mendapatkan arahan tindak lanjut dan/atau dibahas dalam sidang paripurna. Sidang anggota pertama DEN yang merupakan awal dimulainya kegiatan DEN dalam pelaksanaan tugas dilaksanakan pada tanggal 12 Juni Penyusunan KEN dimulai setelah disepakatinya Terms of Reference penyusunan KEN pada sidang anggota DEN ke-2 32

38 pada tanggal 21 Agustus Sidang anggota DEN selanjutnya yang diantaranya juga membahas KEN adalah sidang anggota DEN ke-3 tanggal 14 Oktober 2009, sidang anggota DEN ke-4 tanggal 19 Maret 2010, sidang anggota DEN ke-5 tanggal 30 Juli 2010, sidang anggota DEN ke-6 tanggal 4 November 2010, dan sidang anggota DEN ke-7 tanggal 11 Januari Sementara itu, sidang paripurna belum pernah diadakan sama sekali. Di samping sidang anggota, DEN juga melakukan rapat-rapat pembahasan mengenai rumusan KEN dengan para pemangku kepentingan di bidang energi dan sosialisasi konsep KEN ke pemerintah daerah. Tabel berikut ini menggambarkan time table pelaksanaan sidang anggota DEN. Tabel 6. Time Table Pelaksanaan Sidang Anggota DEN Sidang Anggota DEN Sidang ke-1 12 Juni Sidang ke-2 21 Agus Sidang ke-3 14 Okt Sidang ke-4 19 Mar Sidang ke-5 30 Jul Sidang ke-6 4 Nov Sidang ke-7 11 Jan Dari sisi mekanisme kerja DEN, hal yang menjadi hambatan penyelesaian KEN adalah: a. Belum terlaksananya mekanisme kerja sesuai dengan Perpres 26/2008. Dari tabel di atas, terlihat bahwa sidang anggota tidak dilaksanakan secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) bulan sebagaimana yang diatur Perpres 26/2008. Demikian halnya dengan sidang paripurna sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun juga belum dilaksanakan. Berkurangnya agenda rapat dan sidang mengakibatkan berkurangnya waktu pembahasan KEN. Akibatnya proses penyusunan KEN membutuhkan waktu yang lebih lama. b. Regulasi mengenai kode etik dan tata tertib DEN dalam rangka efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DEN baru ditetapkan pada tanggal 11 Mei 2011 melalui 33

39 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral selaku Ketua Harian DEN Nomor 07 Tahun Penyusunan KEN yang telah berlangsung kurang lebih 3 tahun perlu dipercepat melalui peningkatan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DEN dalam menyelesaikan rancangan dan rumusan KEN Isu Terkait Substansi KEN A. Tujuan Kebijakan Energi suatu negara secara umum ditujukan untuk menjamin ketahanan energi dari suatu negara. Sebagaimana diketahui ketahanan energi merupakan suatu kondisi dimana kebutuhan masyarakat luas akan energi terjamin pemenuhannya secara berkelanjutan, berdasarkan kriteria 3A, yaitu: ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility) dan akseptabilitas (mutu dan harga). Energy Security memerlukan dukungan keterjaminan terhadap akses ataupun sumber-sumber energi primer serta dukungan fasilitas untuk proses konversi energi primer dan distribusi energi final. Oleh karenanya tujuan kebijakan energi suatu negara intinya adalah untuk mencapai tiga indikator di atas (3A ; Availability, accessibility dan acceptability) Sementara berdasarkan draft terakhir KEN, tujuan dari KEN sangat luas mencakup 9 tujuan sebagai berikut : a. Perubahan paradigma dalam pengelolaan energi; b. Kemandirian pengelolaan energi; c. Menjamin ketersediaan energi di dalam negeri; d. Optimalisasi pengelolaan sumber daya energi; e. Effisiensi pemanfaatan energi; f. Meningkatkan akses energi; g. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian teknologi dan industri energi; h. Penciptaan lapangan kerja; i. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Luasnya tujuan dari KEN ini sebenarnya perkembangan yang sangat baik dalam hal mengakomodasi kepentintingan sektor lain namun hal ini dikhawatirkan justru mengaburkan tiga tujuan utama dari kebijakan energi sehingga pencapaian dari tiga tujuan tersebut kurang optimal. Selain itu, tujuan KEN tersebut tentunya harus dijabarkan secara lebih lanjut dalam 34

40 indikator yang lebih jelas sehingga bisa diukur. Ketidakjelasan indikator akan menyulitkan dalam hal evaluasi dan monitoring kebijakan sebagai dua tahapan dalam siklus kebijakan. B. Keterkaitan KEN Dengan Kebijakan Sub Sektor Energi Dan Kebijakan Sektor Lainnya Secara konsep, KEN tidak terlepas dari kebijakan lainnya di sektor energi seperti kebijakan migas, batubara dan kebijakan kelistrikan nasional beserta undang-undangnya. Sinergitas antar kebijakan-kebijakan tersebut mutlak diperlukan untuk efektifitas pelaksanaannya. Hubungan antara kebijakan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. UU lainnya yang berkaitan diantaranya : UU Sektor Pengguna Energi : Transportasi, Indusri, UU Tata Ruang, dan sebagainya Pengaruh UU 30/2009 tentang Kelistrikan KEBIJAKAN KELISTRIKA Gambar 14. Keterkaitan KEN dengan Kebijakan Subsektor Energi dan Kebijakan Sektor Lainnya Hal ini akan menjadi tantangan terberat dari KEN sehingga perlu dikaji lebih lanjut strategi dalam mensinkronisasikan kebijakan subsektor energi dan mensinergikan dengan kebijakan sektor lainnya yang berhubungan dengan energi seperti transportasi, industri, tata ruang, lingkungan dan lainnya. Sebagai alat monitoring, perlu adanya roadmap dengan timeline yang jelas dalam sinkronisasi antar kebijakan ini. 35

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

PRE SI DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL PRE SI DEN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENT ANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : PRESIDEN RUPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL JAKARTA, 28 JANUARI 2015 MASALAH PENGELOLAAN ENERGI 1. Ketergantungan pada energi fosil yang sebagian besar di impor Harga energi fosil masih disubsidi Terbatasnya kilang dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sumber daya energi merupakan kekayaan alam sebagaimana

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Disampaikan pada The CASINDO Meeting PUSAT DATA DAN INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Grand Legi Hotel Mataram, 2 Maret 2011

Lebih terperinci

Pengantar. i h a l a m a n

Pengantar. i h a l a m a n Pengantar Dengan meningkatknya peran energi dalam pembangunan, Pemerintah menerbitkan Kebijakan Umum Bidang Energi pada tahun 1981, yang diharapkan agar pengelolaan energi Indonesia dapat dikelola menjadi

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)

BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) BAB IV. KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) URAIAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Peran energi sangat penting dalam proses pembangunan ekonomi, terutama dalam mendukung industrialisasi. Besarnya konsumsi energi perkapita

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014

KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL Berdasarkan PP KEN 79/2014 Disampaikan oleh: Dwi Hary Soeryadi Anggota Dewan Energi Nasional BANJARMASIN, 8 SEPTEMBER 2015 STRUKTUR ORGANISASI DEWAN ENERGI NASIONAL PIMPINAN Ketua

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, energi mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.300, 2014 SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5609) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia

Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia Mendukung Pengentasan Kemiskinan melalui Perencanaan Energi Daerah di Indonesia Keluaran No. 10: Pentunjuk Pembentukan Forum Energi Daerah Saleh Abdurrahman (Pusdatin - DESDM) Oetomo Tri Winarno (ITB)

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI

PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI PETA REGULASI KONSERVASI ENERGI LOKAKARYA LPPM-ITB Bandung, 25 Februari 2011 YULI SETYO INDARTONO Dr Eng. Dr. AISYAH KUSUMA AGENDA 1. PENDAHULUAN 2. LANGKAH KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 3. ARAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Gambar.1.1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2011

Gambar.1.1. Kondisi Bauran Energi Indonesia Tahun 2011 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin bertambahnya penduduk di Indonesia membuat kebutuhan energi semakin meningkat, baik untuk kebutuhan skala kecil seperti rumah tangga, maupun skala besar

Lebih terperinci

BAB I 1. PENDAHULUAN

BAB I 1. PENDAHULUAN BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi bauran energi primer Indonesia pada tahun 2010 masih didominasi oleh energi dari bahan bakar fosil khususnya minyak bumi seperti diberikan pada Tabel 1.1

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB IV PEMBENTUKAN DEN (DEWAN ENERGI NASIONAL) DAN KERJASAMA DENGAN IEA (INTERNATIONAL ENERGY AGENCY)

BAB IV PEMBENTUKAN DEN (DEWAN ENERGI NASIONAL) DAN KERJASAMA DENGAN IEA (INTERNATIONAL ENERGY AGENCY) BAB IV PEMBENTUKAN DEN (DEWAN ENERGI NASIONAL) DAN KERJASAMA DENGAN IEA (INTERNATIONAL ENERGY AGENCY) Hingga tahun 2014, di masa akhir jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia masih terus menghadapi

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050

SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050 SEMINAR NASIONAL SKENARIO KEBIJAKAN ENERGI INDONESIA MENUJU TAHUN 2050 Periode 40 tahun ke depan bukan merupakan waktu yang panjang bagi penentuan masa depan sebuah negara dan bangsa. Berbagai keputusan

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED

Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Rencana Kegiatan Pembinaan Penyusunan RUED Workshop Nasional Kick Off Penyusunan RUED 13 Maret 2017 1 1 Landasan Perencanaan Energi Nasional

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI

PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral PP NO. 70/2009 TENTANG KONSERVASI ENERGI DAN MANAGER/AUDITOR ENERGI Oleh : Kunaefi, ST, MSE

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat

1 BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia. Pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di suatu negara yang terus meningkat berbanding lurus dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan

Lebih terperinci

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi

Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Upaya Penghematan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Menteri Negara PPN/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Jakarta, 27 April 2006 Permasalahan Konsumsi BBM Sektor Transportasi Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Nur Amalia amalia_aim@pelangi.or.id SISTEMATIKA : 1. Tujuan Proyek 2. Hasil

Lebih terperinci

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini.

BAB 6 P E N U T U P. Secara ringkas capaian kinerja dari masing-masing kategori dapat dilihat dalam uraian berikut ini. BAB 6 P E N U T U P L sebelumnya. aporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 merupakan media perwujudan akuntabilitas terhadap keberhasilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA

TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA TINJAUAN KRITIS TERHADAP KEBIJAKAN BATUBARA NASIONAL (KBN) - 2003 Oleh: Jeffrey Mulyono Ketua Umum APBI-ICMA Gran Melia Jakarta, 22 Maret 2006 LINGKUP PAPARAN 1. PENDAHULUAN: 2. MAIN FEATURES KBN: a. Mengapa

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA

IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ENERGI GEOTERMAL DI INDONESIA Aan Zainal M 1), Udisubakti Ciptomulyono 2) dan I K Gunarta 3) 1) Program Studi Magister Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, Maret 2018

KATA PENGANTAR. Semarang, Maret 2018 KATA PENGANTAR Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemanfaatan energi baru dan energi baru terbarukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan nasional mutlak dimiliki setiap negara yang berdaulat. Salah satu faktor penentu pencapaian ketahanan nasional adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300, No.43, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Rencana Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE

SITUASI ENERGI DI INDONESIA. Presented by: HAKE SITUASI ENERGI DI INDONESIA Presented by: HAKE Potensi Dan Pemanfaatan Energi Fosil Dan Energi Terbarukan No Energi Fosil Sumber Daya Cadangan Rasio Ct/Produksi Produksi (Sd) Terbukti (CT) (Tahun) 1 Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan

BAB I PENDAHULUAN. energi fosil. Jumlah konsumsi energi fosil tidak sebanding dengan penemuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin menipisnya cadangan energi fosil menjadi perhatian serius di tingkat nasional dan internasional. Bisa dikatakan dunia sudah menghadapi krisis energi fosil. Jumlah

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO) 2017-2026 disampaikan oleh: Alihuddin Sitompul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan rata-rata ASEAN adalah 364 TOE/juta US$, dan negara maju 202 TOE/juta US$ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian, baik sebagai bahan bakar, bahan baku, maupun sebagai komoditas ekspor. Konsumsi energi terus

Lebih terperinci

50001, BAB I PENDAHULUAN

50001, BAB I PENDAHULUAN Rancangan Penilaian Sistem Manajemen Energi di PT. Semen Padang dengan Menggunakan Pendekatan Integrasi ISO 50001, Sistem Manajemen Semen Padang (SMSP) dan Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2006 PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2006 PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI PROCEEDING PEMAPARAN HASIL-HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHUN 2006, PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) 2006 PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI Bambang Tjahjono Bidang Program

Lebih terperinci

Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini

Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini Permasalahan dan Kebijakan Energi Saat Ini Agus Sugiyono Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT Gedung 625, Klaster Energi, Kawasan Puspiptek, Kota Tangerang Selatan Email: agus.sugiyono@bppt.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sosialisasi Program ICCTF 2010-2011 Kementerian Perindustrian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto

PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN. Nurcahyanto PENGEMBANGAN MODEL INDONESIA 2050 PATHWAY CALCULATOR (I2050PC) SISI PENYEDIAAN DAN PERMINTAAN ENERGI BARU TERBARUKAN Nurcahyanto Direktorat Konservasi Energi - Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Energi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 21 Maret 2011 Kepada, Nomor : 050 / 883 / SJ Yth. 1. Gubernur. Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota. Lamp : Satu berkas di - Hal : Pedoman Penyusun Program

Lebih terperinci

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya

Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program MW: Progres dan Tantangannya Materi Paparan Menteri ESDM Strategi dan Implementasi Program 35.000 MW: Progres dan Tantangannya Bandung, 3 Agustus 2015 Kementerian ESDM Republik Indonesia 1 Gambaran Umum Kondisi Ketenagalistrikan Nasional

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ENERGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU, Menimbang : a. bahwa sumber daya energi merupakan

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300, No.43, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Rencana Umum. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P) JAWA BARAT

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P) JAWA BARAT Jalan Soekarno Hatta Nomor 576 Telepon +62 22 756 2048 Faksimil +62 22 756 2049 website http://www.esdm.jabarprov.go.id/ - e-mail: admin.esdm@jabarprov.go.id RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI (RUED-P)

Lebih terperinci

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI RENCANA STRATEGIS PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI TAHUN 2006-2009 Oleh Tim Renstra PMG 1. UU No. 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG E N E R G I I. UMUM Sumber daya energi sebagai kekayaan alam merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH

INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH INDIKATOR AKTIVITAS EKONOMI TERPILIH Maret 2010 Pada Maret 2010, sebagian besar indikator aktivitas ekonomi migas dan non migas terpilih mengalami pertumbuhan tahunan yang positif, dengan pertumbuhan tertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin lama semakin meningkat. Peningkatan kebutuhan akan energi ini tidak bisa dipenuhi hanya dengan mengandalkan energi fosil seperti minyak,

Lebih terperinci

Peran dan Strategi Dunia Usaha dalam Implementasi NDC Sektor Energi Dr. Ir. Surya Darma, MBA

Peran dan Strategi Dunia Usaha dalam Implementasi NDC Sektor Energi Dr. Ir. Surya Darma, MBA ` Peran dan Strategi Dunia Usaha dalam Implementasi NDC Sektor Energi Dr. Ir. Surya Darma, MBA Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia Trend ET dunia dan pembelajaran untuk Indonesia Mengapa

Lebih terperinci

Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia

Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia Pemanfaatan Potensi Geotermal Sebagai Bentuk Ketahanan Energi di Indonesia Lia Maryani Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang km.21 Jatinangor Sumedang PENDAHULUAN Ketahanan energi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA SEMINAR NASIONAL: THORIUM SEBAGAI SUMBER DAYA REVOLUSI INDUSTRI JAKARTA, 24 MEI 2016 Kepada Yang Terhormat: 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri

Lebih terperinci