Kajian EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kajian EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI"

Transkripsi

1

2

3 Kajian EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI

4 KATA PENGANTAR Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, Laporan Kajian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi tahun 2012 ini dapat selesai. Laporan Kajian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi ini memberikan gambaran tentang Kondisi sektor Transportasi saat ini dan emisi Gas Rumah Kaca yang ditimbulkannya serta perkiraan Emisi Gas Rumah Kaca-nya hingga tahun Sebagian besar data dan informasi dalam Laporan ini diperoleh dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Bappenas, Pusdatin KESDM, BPS, IPCC dan ADB. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan membantu penyusunan Laporan ini. Diharapkan Laporan ini dapat menjadi referensi kepada Pimpinan Kementerian ESDM maupun BUMN dan pihak lain dalam pengembangan kebijakan dan memberikan rekomendasi dalam mengatasi emisi GRK khususnya sektor transportasi. Jakarta, Desember 2012 Penyusun 1

5 RINGKASAN EKSEKUTIF Pengembangan transportasi harus didasarkan pada pengembangan yang berkelanjutan (sustainability), yaitu melihat jauh ke depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan. Sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 20% dari total konsumsi energi final nasional. Hampir seluruh energi yang dipakai di sektor transportasi (97% dari total sektor transportasi) menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Secara umum sektor transportasi dapat dikelompokkan menjadi 3 moda, yaitu transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Berdasar prakiraan kebutuhan energi maka subsektor transportasi darat merupakan sub-sektor yang paling besar menggunakan energi di sektor transportasi dengan pangsa mencapai 90%. Sedangkan sektor transportasi darat yang paling besar dalam menggunakan bahan bakar adalah sub-sektor kendaraan bermotor. Oleh karena itu transportasi darat merupakan sub-sektor yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan efisiensi penggunaan energi untuk jangka panjang. Studi ini melakukan inventori emisi GRK di sektor tranportasi untuk rentang waktu Parameter yang mempengaruhi emisi adalah penggunaan energi. Oleh karena itu sebelum melakukan perhitungan emisi GRK akan ditentukan terlebih dahulu proyeksi permintaan energi untuk jangka panjang. Proyeksi permintaan energi ditentukan berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta perkembangan teknologi dan ketersediaan cadangan sumber daya energi merupakan proses perencanaan yang harus dilakukan. Ada tiga skenario yang akan digunakan yaitu: Skenario BaU. Skenario BaU (Business as Usual) mengasumsikan bahwa tidak ada intervensi kebijakan apapun. Penggunaan bahan bakar fosil saat ini akan terus berlanjut sepanjang masih tersedia cadangannya. Skenario Reference. Skenario Reference (REF) sudah memasukkan kebijakan, seperti: penggunaan teknologi yang lebih 2

6 efisien, mandatori bahan bakar nabati (BBN) dan optimalisasi pasokan energi. Skenario KEN. Skenario KEN (Kebijakan Energi Nasional) mengacu pada Rancangan KEN sampai saat ini yang didalamnya ada upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan EBT. Peningkatan penggunaan energi terbarukan ini secara total dapat mengurangi emisi GRK. Penggunaan energi di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM untuk skenario BaU, 1246 juta SBM untuk skenario REF dan 1240 juta SBM untuk skenario KEN pada tahun Pada periode penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat rata-rata 12,8% per tahun untuk skenario BaU, 11,1% per tahun untuk skenario REF dan skenario KEN. Pada skenario BaU, pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode hampir sama yaitu sekitar 12,1% - 12,9% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil dibandingkan dengan total penggunaan energi final. Namun demikian pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 13,9% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM yang bersubsidi. Penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada skenario REF, penggunaan BBG, listrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun Pertumbuhan penggunaan BBG hampir sama dengan skenario BaU yaitu sekitar 12,0% per tahun. Pertumbuhan tertinggi adalah dari penggunaan biodiesel yakni 32,6% per tahun yang diikuti oleh penggunaan bioethanol yakni 24,4% per tahun. Sedangkan pada skenario KEN, pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 74,1% per tahun, diikuti oleh pertumbuhan penggunaan biodiesel 31,3% per tahun dan bioethanol 24,0% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. 3

7 Salah satu tolok ukur dalam pembangunan berkelanjutan adalah faktor lingkungan. Dalam studi ini faktor lingkungan yang diperhitungkan adalah emisi GRK. Dalam kajian ini emisi GRK yang diperhitungkan adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oxide (N2O). Pada skenario BaU emisi GRK meningkat dari 105 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2010 menjadi 645 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025, atau meningkat rata-rata 12,9% per tahun. Pada tahun 2025 untuk skenario REF meningkat menjadi 438 juta ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 10,0% per tahun, dan untuk skenario KEN meningkat menjadi juta 434 ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 9,9% per tahun. Skenario KEN lebih rendah emisi GRKnya karena sudah mengakomodasi kebijakan substitusi bahan bakar serta konsumsi energinya lebih rendah dari pada skenario BaU. Bahan bakar minyak (BBM) dan moda transportasi darat merupakan faktor kunci dalam menurunkan emisi GRK di sektor transportasi masa mendatang. Substitusi BBM dengan bahan bakar yang rendah emisi sperti penggunaan bahan bakar gas (BBG) dan bahan bakar nabati (BBN) merupakan salah satu opsi untuk menurunkan emisi GRK. Disamping itu, pengalihan moda transportasi dapat digunakan untuk lebih mengefisienkan penggunaan energi yang pada akhirnya dapat mengurangi emisi CO2. Sejalan dengan itu, penerapan standar untuk kendaraan bermotor, seperti standar Euro merupakan opsi yang sudah banyak diterapkan di berbagai negara. 4

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB 1 PENDAHULUAN BAB 2 METODOLOGI 2.1. Pengumpulan Data 2.2. Studi Literatur 2.3. Model dan Skenario Model LEAP Asumsi dan Skenario 2.4. Focus Group Discussion 2.5. Analisis dan Rekomendasi BAB 3 PENGGUNAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI 3.1. Klasifikasi Sektor Transportasi Transportasi Darat Transportasi Laut Transportasi Udara 3.2. Sistem Transportasi Nasional Sistem Transportasi Teknologi Transportasi 3.3. Kebijakan Sektor Transportasi 3.4. Konsumsi Energi di Sektor Transportasi 3.5. Proyeksi Penggunaan Energi di Sektor Transportasi Skenario BaU Skenario Reference Skenario KEN BAB 4 EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI 4.1. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Mekanisme Perdagangan Emisi Inventori, Mitigasi dan Adaptasi 4.2.Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Kebijakan Rencana Aksi Sektor Transportasi 4.3. Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Saat Ini 4.4. Prakiraan Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Skenario BaU Skenario Reference Skenario KEN 4.5. Sektor Transportasi yang Rendah Karbon

9 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3. Gambar 3.4. Gambar 3.5. Gambar 3.6. Gambar 3.7. Gambar 3.8. Gambar 3.9. Gambar Gambar Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Tahapan Studi Tampilan Layar LEAP Klasifikasi Moda Transportasi Teknologi i-dsi Teknologi i-vtec Pangsa Penggunaan Energi untuk Setiap Moda Transportasi Perbandingan Proyeksi Penggunaan Energi Setiap Skenario Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario REF) Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario REF) Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario KEN) Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario KEN) Opsi Bahan Bakar Alternatif dan Kontribusi terhadap Keamanan Pasokan dan Pengurangan Emisi GRK Emisi GRK di Sektor Transportasi (2010) Emisi GRK Per Moda Transportasi (2010) Perbandingan Emisi GRK untuk Setiap Skenario Emisi GRK Skenario BaU Per Moda dan Per Jenis (2025) Emisi GRK Skenario REF Per Moda dan Per Jenis (2025) Emisi GRK Skenario KEN Per Moda dan Per Jenis (2025) Emisi GRK Skenario KEN Per Jenis Bahan Bakar (2025) Penerapan Standar Euro di Berbagai Negara

11 DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Kebutuhan Energi Final Sektor Transportasi Tabel 4.1. Sumber Emisi GRK dan Kekuatan Daya Rusak Tabel 4.2. RAN-GRK Sektor Transportasi Darat Tabel 4.3. Koefisien Emisi GRK Tabel 4.4. Standar Euro untuk Mobil Bensin dan Diesel

12 BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dari kondisi Business as Usual yang dicapai pada tahun 2020 tanpa bantuan negara lain dan sebesar 41% bila memperoleh bantuan dari negara lain. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Presiden RI pada pertemuan G-20 di Pittsburgh- USA pada 25 September 2009, dimana pernyataan tersebut merupakan pernyataan Non-Binding Commitment karena Indonesia bukan merupakan negara annex 1. Pada pengurangan emisi sebesar 26%, sektor kehutanan diharapkan dapat menurunkan emisi kurang lebih 14% melalui pengelolaan hutan seperti pencegahan deforestasi, degradasi, kegiatan penanaman kembali serta penurunan jumlah hot spot kebakaran hutan. Sektor energi dan pengelolaan limbah diharapkan dapat menurunkan emisi masing-masing kurang lebih 6%. Target ini tentu perlu didukung oleh seluruh sektor termasuk sektor transportasi. Berikut adalah tabel target penurunan emisi GRK per sektor yang telah di tetapkan oleh pemerintah: Sumber: Kementerian ESDM, 2011 Dari tabel di atas terlihat bahwa target penurunan emisi untuk sektor transportasi menjadi satu dengan sektor energi dengan total target penurunannya sebesar 0,038 Giga ton CO2e. Penggabungan sektor transportasi dengan sektor energi ini dikarenakan sektor transportasi dalam melakukan aktivitasnya selalu menggunakan energi sehingga mengakibatkan emisi CO2. 9

13 Sektor transportasi tumbuh dan berkembang seiring dengan peningkatan perekonomian nasional. Transportasi merupakan sarana penting bagi masyarakat modern untuk memperlancar mobilitas manusia dan barang. Gas buang sisa pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM) mengandung bahan-bahan pencemar seperti CO2 (Carbon Dioksida), NOx (Nitrogen Oksida), CO (Carbon Monoksida), VHC (Volatile Hydro Carbon) dan partikel lainnya. Bahan-bahan pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem bila melebihi konsentrasi tertentu. Dengan pesatnya pertumbuhan kendaraan bermotor mengakibatkan peningkatan penggunaan BBM untuk sektor transportasi, maka gas buang yang mengandung polutan juga akan naik dan akan mempertinggi kadar pencemaran udara. Pengembangan transportasi harus didasarkan pada pengembangan yang berkelanjutan (sustainability), yaitu melihat jauh ke depan, berdasarkan perencanaan jangka panjang yang komprehensif dan berwawasan lingkungan. Sektor transportasi mengkonsumsi sekitar 20% dari total konsumsi energi final nasional. Hampir seluruh energi yang dipakai di sektor transportasi (97% dari total sektor transportasi) menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Program diversifikasi energi pada sektor transportasi menemui beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Beberapa kendala tersebut antara lain adalah energi pengganti BBM tidak bisa memberikan kenyamanan dan effisiensi yang tinggi serta masih kurang kompetitif, sehingga menyebabkan konsumsi BBM masih tetap dominan. Program diversifikasi energi yang telah dan sedang dilakukan adalah pemakaian gas dan bahan bakar nabati (BBN) untuk kendaraan bermotor serta penggunaan listrik untuk kereta api. Oleh karena itu perlu dicari terobosan pengembangan sektor transportasi untuk dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dalam jangka panjang. Dasar hukum untuk melakukan pengurangan dan mitigasi gas rumah kaca adalah: 1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi Ketentuan Pasal 3 butir (d) dan (i) menyatakan bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, 10

14 tujuan pengelolaan energi nasional adalah terjaminnya pengelolaan sumber daya energi secara optimal serta terjaganya kelestarian lingkungan hidup; Ketentuan Pasal 21 ayat (1) menyatakan bahwa pemanfaatan energi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya energi dan mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konservasi dan lingkungan. 2. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Ketentuan Pasal 2 butir (2c) menyatakan bahwa Kegiatan RAN-GRK meliputi bidang Energi dan transportasi; Ketentuan Pasal 3 butir (a) menyatakan bahwa RAN-GRK merupakan pedoman bagi Kementerian/Lembaga untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi aksi penurunan emisi GRK. 3. Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional Ketentuan Pasal 2 butir (a) menyatakan bahwa penyelenggaraan inventarisasi GRK Nasional bertujuan untuk menyediakan informasi secara berkala mengenai tingkat, status dan kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon di tingkat nasional, propinsi dan kabupaten/kota; Ketentuan Pasal 3 butir (3b) menyatakan bahwa Inventarisasi GRK dilakukan pada sumber emisi dan penyerapnya termasuk simpanan karbon pada pengadaan dan penggunaan energi yang mencakup diantaranya adalah transportasi. Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan Kajian Inventory Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Transportasi. Kajian ini disusun untuk dapat mengetahui perkembangan emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi di Indonesia. 11

15 BAB 2 METODOLOGI Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi ini dilakukan melalui metodologi kuantitatif dan kualitatif. Metodologi kuantitatif berdasarkan data sekunder yang digunakan sebagai masukan untuk perhitungan emisi gas rumah kaca (GRK) dan untuk melihat prospek pengembangan sektor transportasi di masa depan. Metodologi kualitatif dilakukan melalui studi literatur untuk melihat permasalahan serta kebijakan sektor transportasi saat ini. Studi literatur ini merupakan bahan dalam pembuatan rekomendasi untuk pengembangan sektor transportasi yang mempunyai emisi GRK lebih rendah. Tahapan kajian ini dibagi menjadi enam tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Tahapan Studi 12

16 2.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari lembaga pemerintah yang terkait, antara lain: Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Pertamina, dan BPS. Data yang dikumpulkan meliputi: Data historis penggunaan energi di sektor transportasi; Kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor transportasi; Data kondisi sektor transportasi saat ini, seperti: moda transportasi, jumlah kendaraan bermotor, statistik transportasi darat, laut dan udara, dan penggunaan bahan bakar; Data perekonomian secara makro yang terkait dengan sektortransportasi. Data lain yang penting adalah data koefisien emisi GRK yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Saat ini IPCC Guideline yang digunakan sebagai pegangan untuk perhitungan koefisien emisi adalah IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. tahun Studi Literatur Studi literatur dimaksudkan untuk memperoleh gambaran awal dari permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan sektor transportasi yang berwawasan lingkungan. Berdasarkan studi literatur ini dapat lebih berfokus pada penyelesaian persoalan yang dihadapi tanpa membuat pengulangan dengan studi yang sudah ada. Beberapa instansi pemerintah, seperti: Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, BPPT dan Kementerian Keuangan; serta institusi Internasional seperti Bank Dunia dan Asean Development Bank; maupun para pakar yang telah melakukan studi tentang sektor transportasi merupakan sumber informasi yang penting untuk pembuatan rekomendasi. 13

17 2.3. Model dan Skenario Berdasarkan temuan-temuan kondisi yang ada saat ini dan kebijakan atau program yang telah dilaksanakan maka dapat dibuat proyeksi kebutuhan energi sektor transportasi jangka panjang. Kebutuhan energi ke depan akan meningkat seiring dengan dinamika pembangunan ekonomi. Dengan adanya peningkatan ke depan, kemudian dihitung kembali emisi GRK. Berdasarkan perhitungan data historis dan proyeksi maka dapat dilakukan analisis tentang emisi GRK di sektor transportasi. Perhitungan dan analisis dalam kajian ini menggunakan Model LEAP Model LEAP Model LEAP (Long Range Energy Alternatives Planning System) merupakan model untuk memproyeksikan permintaan dan penyediaan energi jangka panjang. Model LEAP sudah berupa perangkat lunak komputer yang dapat secara interaktif digunakan untuk melakukan analisis dan evaluasi kebijakan dan perencanaan energi. LEAP dikembangkan oleh Stockholm Environment Institute, Boston, USA. LEAP telah digunakan dibanyak negara terutama negara-negara berkembang karena menyediakan simulasi untuk memilih pasokan energi mulai dari energi fosil sampai energi terbarukan, seperti: biomasa. Di Indonesia Model LEAP sudah digunakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sejak tahun LEAP digunakan untuk membuat perencanaan permintaan dan penyediaan energi di Indonesia dari tahun 2000 hingga Dari studi ini sudah diterbitkan buku Prakiraan Energi Indonesia 2010 yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan dalam rangka mendukung pengembangan sektor energi. Pada tahun 2004, KESDM menggunakan Model LEAP untuk melaksanakan kegiatan dalam proyek Contributing to Poverty Alleviation through Regional Energy Planning in Indonesia yang disingkat menjadi Carepi. Proyek ini untuk mendukung pengentasan kemiskinan melalui perencanaan energi daerah di Indonesia. Daerah yang turut serta dalam melaksanakan proyek ini diantaranya adalah Provinsi Papua Barat, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Sulawesi 14

18 Tengah, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.Daerah Istimewa Yogyakarta mewakili daerah yang memiliki sumber daya energi rendah. Sedangkan Nusa Tenggara Barat mewakili daerah luar Jawa yang sedang tumbuh, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan mewakili Jawa dan Luar Jawa yang memiliki sumber daya energi yang cukup besar. Pada tahun 2010, KESDM dengan Pemerintah Belanda melakukan kerjasama dalam Program Casindo. Program ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi dalam pengelolaan energi yang berkelanjutan, melalui peningkatkan kemampuan daerah dalam penyusunan formulasi perencanaan energi dan mengimplementasikan kebijakan energi baik nasional dan daerah. Casindo merupakan singkatan dari Capacity development and strengthening for energy policy formulation and implementation of Sustainable energy project in Indonesia. Dalam melaksanakan Program Casindo ini juga digunakan Model LEAP. Prakiraan energi dihitung berdasarkan besarnya aktivitas pemakaian energi dan besarnya pemakaian energi per aktivitas (intensitas pemakaian energi). Aktivitas energi dicerminkan oleh pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Sedangkan intensitas energi merupakan tingkat konsumsi energi per pendapatan (Produk Domestik Bruto - PDB) atau jumlah penduduk dalam waktu tertentu. Intensitas energi dapat dianggap tetap selama periode simulasi atau mengalami penurunan untuk menunjukkan skenario meningkatnya efisiensi pada sisi permintaan. Secara garis besar rumus matematis untuk perhitungan ditunjukkan pada rumus berikut ini: Permintaan Energi = Intensitas Pemakaian Energi X Aktivitas Pemakaian Energi (1) LEAP mempunyai 4 modul utama yaitu Modul Variabel Penggerak (Driver Variable), Modul Permintaan (Demand), Modul Transformasi (Transformation) dan Modul Sumber Daya Energi (Resources). Proses 15

19 proyeksi penyediaan energi dilakukan pada Modul Transformasi dan Modul Sumber Daya Energi. Sebelum memasukkan data ke dalam Modul Transformasi untuk diproses, terlebih dahulu dimasukkan data cadangan sumber daya energi primer dan sekunder ke Modul Sumber Daya Energi yang akan diakseskan ke Modul Transformasi. Demikian juga data permintaan dengan beberapa skenario yang telah dimasukkan ke dalam Modul Permintaan, diakseskan ke Modul Transformasi. Gambar 2.2. Tampilan Layar LEAP LEAP adalah perangkat lunak berbasis Windows. Pertama kali menjalankan LEAP layar yang muncul seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.2. Layar LEAP terdiri atas beberapa bagian, yaitu : Baris teratas terdapat tulisan LEAP dan nama file yang sedang dibuka. Baris kedua adalah menu-menu utama (main menu): Area, Edit, View, General, tree, dan Help. 16

20 Baris ketiga adalah main toolbar: New, Save, Fuels, Effects, Units, References, dan sebagainya. View bar adalah menu vertikal di sisi kiri layar, yang terdiri atas: Analysis, Detailed Result, Energy Balance, Summaries, Overviews, Technology Database, dan Notes. Kolom di sebelah view bar adalah tempat untuk menuliskan diagram pohon (Tree). Pada baris paling atas dari kolom ini terdapat toolbar untuk membuat/mengedit Tree. Kolom berikutnya terdiri atas tiga bagian, yaitu: (a) toolbar untuk membuat/meng-edit skenario, (b) bagian untuk memasukkan data, dan (c) tampilan input data. Baris terbawah adalah status bar, yang berisi: nama file yang sedang dibuka, view yang sedang dibuka, dan status registrasi Asumsi dan Skenario Pembangunan ekonomi ke depan memiliki sejumlah ketidakpastian. Oleh karena itu untuk menangkap dinamika tersebut harus dikembangkan beberapa skenario. Informasi mengenai variabel ekonomi, demografi dan karakteristik pemakai energi dapat digunakan untuk membuat alternatif skenario. Kondisi masa depan dapat diprakirakan berdasarkan skenario-skenario tersebut. Skenario dapat berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi dimasa depan mengarah pertumbuhan yang optimis atau yang pesimis. Penetapan skenario terkait dengan evolusi sosial dan ekonomi suatu negara yang menggabungkan isu-isu yang terkait dengan kebijakan pembangunan nasional suatu negara seperti: pertumbuhan ekonomi, modifikasi struktur ekonomi, evolusi demografi, perbaikan taraf hidup (perumahan, kepemilikan mobil, mobilitas, dan elektrifikasi), serta kemajuan teknologi (intensitas energi), dan efisiensi penggunaan energi. Proyeksi permintaan energi di sektor transportasi berdasarkan skenario pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta perkembangan teknologi dan ketersediaan cadangan sumber daya energi merupakan proses perencanaan yang harus dilakukan. Ada tiga skenario yang akan digunakan yaitu: 17

21 A. Skenario BaU Skenario BaU (Business as Usual) mengasumsikan bahwa tidak ada intervensi kebijakan apapun. Penggunaan bahan bakar fosil saat ini akan terus berlanjut sepanjang masih tersedia cadangannya. B. Skenario Reference Skenario Reference (REF) sudah memasukkan kebijakan, seperti:penggunaan teknologi yang lebih efisien, mandatori bahan bakar nabati (BBN) dan optimalisasi pasokan energi. C. Skenario KEN Skenario KEN (Kebijakan Energi Nasional) mengacu pada Rancangan KEN sampai saat ini yang didalamnya ada upaya untuk lebih meningkatkan pengembangan EBT. Peningkatan penggunaan energi terbarukan ini secara total dapat mengurangi emisi GRK Focus Group Discussion Focus Group Discussion (FGD) dilakukan bersama pemangku kepentingan untuk membahas permasalahan pengembangan sektor transportasi yang berwawasan lingkungan. Pembahasan meliputi kebijakan dan regulasi yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah seperti Undang-Undang, Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri (Kepmen) serta implementasinya. Regulasi tersebut akan dilihat secara objektif mengenai: konsistensi dengan peraturan yang lain, tingkat kesulitan dalam implementasi, dan fairness terhadap semua pihak. Disamping itu juga dibahas masalah tetapan emisi GRK, pertumbuhan perekonomian jangka panjang transportasi serta hal-hal lain yang terkait untuk perhitungan emisi sektor transportasi. Pemangku kepentingan ini dipilih yang terkait dengan sektor transportasi baik dari sisi pelaku usaha maupun pembuat kebijakan supaya memperoleh hasil analisis yang komprehensif. 18

22 2.5.Analisis dan Rekomendasi Sebelum membuat rekomendasi harus dilakukan perhitungan emisi GRK berdasarkan data, studi literatur dan FGD yang telah dilakukan. Dengan menggunakan Model LEAP maka hasil-hasil perhitungan tersebut dapat dianalisis berdasarkan beberapa skenario yang sudah dibuat. Dari hasil analisis ini maka dapat dibuat rekomendasi yang tajam serta dapat diimplementasikan. Keseluruhan pembahasan ini dituangkan dalam laporan akhir yang dapat dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan dan pembuat kebijakan. 19

23 BAB 3 PENGGUNAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI 3.1. Klasifikasi Sektor Transportasi Secara umum sektor transportasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 moda transportasi, yaitu: transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Masing-masing moda dapat dirinci lagi sesuai dengan jenis teknologi, bahan bakar maupun fungsinya. Secara garis besar klasifikasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1. Moda Transportasi Darat Mobil Penumpang Mobil Barang Umum Pribadi Bus Sepeda Motor KeretaApi Penumpang Barang Laut Penumpang Barang Udara Penumpang Barang Gambar 3.1. Klasifikasi Moda Transportasi Bahan bakar yang digunakan untuk setiap moda bisa beragam. Untuk kendaraan penumpang dapat menggunakan bensin, minyak solar, CNG, hybrid, maupun LGV. Untuk sepeda motor hanya menggunakan bensin, sedangkan untuk kereta api dapat menggunakan minyak diesel atau listrik. Untuk transportasi udara dapat menggunakan avtur maupun avgas. 20

24 Transportasi Darat Pada transportasi darat, dirinci lagi menjadi mobil penumpang, mobil barang, bus, sepeda motor dan kereta api. Rincian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Mobil penumpang, yaitu semua mobil penumpang baik berupa mobil pribadi maupun mobil yang digunakan untuk angkutan umum dan tidak termasuk dalam kelompok bus. Berdasarkan jenis bahan bakarnya, mobil penumpang bisa dibagi lagi menjadi mobil premium dan mobil diesel/solar. Sedangkan untuk masa mendatang penetrasi yang mungkin adalah mobil berbahan bakar gas (CNG, LGV), biodiesel, dan bioetanol. Taksi juga termasuk dalam kategori ini. Taksi adalah kelompok angkutan penumpang umum jenis sedan. Diasumsikan bahwa seluruh taksi saat ini berbahan bakar premium. Sementara untuk masa mendatang terdapat penetrasi dari bahan bakar gas (CNG/LGV) dan bioetanol. Disamping taksi, minibus juga masuk kategori ini. Minibus, adalah kelompok angkutan penumpang umum yang mempunyai kapasitas mesin dibawah 2500 cc. Kelompok ini terdiri dari angkutan jenis mikrolet, angkutan pedesaan, taksi, bemo dan bajaj. Bus kantor/perusahaan, bus wisata dan lain-lain juga ada yang termasuk dalam kelompok ini. Minibus dibagi ke dalam jenis berbahan bakar diesel/solar, minibus berbahan bakar premium. Untuk proyeksi, diasumsikan terdapat penetrasi dari bahan bakar gas (CNG/LGV), biodiesel dan bioetanol. Mobil barang, yaitu semua jenis truk yaitu truk besar, truk sedang dan truk kecil (pick-up). Pengklasifikasian truk besar, truk sedang dan truk kecil (pick-up) selain dilakukan melalui pendekatan berdasarkan besarnya daya atau kapasitas mesin, bahan bakar yang dipakai, juga dipisahkan berdasarkan daya angkutnya (tonasenya). Semua truk besar dan truk sedang saat ini diasumsikan berbahan bakar diesel/solar, sementara truk kecil dipisahkan lagi menjadi dua bagian, yaitu truk kecil yang berbahan bakar premium dan truk kecil berbahan bakar diesel/ solar. Termasuk truk kecil adalah mobil boks. Sementara untuk masa mendatang, penetrasi yang dimungkinkan adalah CNG/ LGV dan biodesel untuk jenis truk besar dan sedang. Sementara untuk truk kecil, selain CNG/LGV dan biodesel juga ada bioetanol. 21

25 Bus termasuk di dalamnya bus sedang dan bus besar. Bus sedang, adalah kelompok angkutan penumpang umum yang mempunyai kapasitas mesin antara cc (misalnya Metromini). Termasuk juga dalam kelompok ini, bus wisata, bus bukan untuk umum seperti bus kantor/perusahaan dan lain-lain yang sejenis. Seluruh bus sedang adalah diesel/berbahan bakar solar. Untuk masa mendatang diasumsikan akan terjadi penetrasi dari biodisel dan CNG/LGV. Bus besar, adalah kelompok angkutan penumpang umum yang terdiri dari seluruh jenis angkutan umum yang mempunyai mesin berkapasitas diatas 3500 cc. Berdasarkan jenis bahan bakarnya, baik bus sedang maupun bus besar saat ini hanyalah berbahan bakar solar/diesel. Sama seperti pada bus sedang, penetrasi dimasa mendatang adalah berbahan bakar CNG/LGV dan biodiesel. Sepeda motor, yaitu semua kendaraan bermotor beroda dua. Diasumsikan bahwa semua sepeda motor berbahan bakar bensin. Kereta api, yaitu alat transportasi melalui rel yang mempunyai penggerak berupa lokomotif. Lokomotif diesel merupakan penggerak yang paling banyak digunakan. Lokomotif diesel digunakan sebagai penarik rangkaian kereta api penumpang dan kereta api barang yang menggunakan motor diesel sebagai penggerak mula (prime mover). Motor diesel ini dioperasikan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) yang berupa minyak solar yang sering disebut minyak HSD (high speed diesel) Transportasi Laut Dalam studi ini transportasi laut dibagi menjadi transportasi penumpang dan transportasi barang. Transportasi laut dapat juga dibagi berdasarkan daya jelajahnya, yaitu: Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP), transportasi laut antar pulau, dan transportasi laut antar negara. ASDP dapat menggunakan kapal Roro (Roll On Roll Off) ataupun penggunakan speed boat. Pengelompokan transportasi laut umumnya dibagi menjadi empat kelompok utama, yaitu: kapal jelajah (cuising boat), kapal dredger and tug, kapal ferry dan kapal nelayan. Kapal jelajah terdiri dari kapal internasional, kapal antar pulau dan kapal non-schedule. Untuk kapal ferry ada yang kecepatan tinggi (high speed) dan 22

26 ada yang biasa (regular), sedangkan kapal nelayan bibagi lagi menjadi perahu besar, menengah dan tradisional. Pendekatan dalam memperkirakan konsumsi bahan bakar untuk kapal pada umumnya dibedakan menjadi kapal umum dan perahu tradisional. Dasar yang digunakan untuk mengestimasi konsumsi bahan bakar adalah waktu operasi untuk kapal umum dan dengan menggunakan frekuensi perjalanan untuk kapal tradisional. Bahan bakar yang digunakan untuk transportasi laut biasanya adalah ADO, IDO, dan FO. Sementara perahu kecil dalam transportasi laut biasanya menggunakan bensin, solar, dan minyak tanah. Parameter penting untuk menentukan konsumsi bahan bakar adalah intensitas energi (liter bahan bakar per trip), jumlah kapal, waktu operasi efektif, dan rata-rata penggunaan dalam satu tahun Transportasi Udara Transportasi udara memiliki keunggulan kecepatan dibanding moda transportasi lainnya. Secara umum transportasi udara dapat dikelompokkan menjadi transportasi internasional dan transportasi domestik. Disamping itu dapat juga dirinci lagi menjadi transportasi penumpang dan transportasi barang. Bahan bakar yang digunakan adalah avgas dan avtur. Avgas (aviation gasoline) adalah bahan bakar minyak berkadar oktan tinggi untuk pesawat bermesin torak. Avtur (aviation turbine) adalah bahan bakar khusus untuk turbin/pesawat terbang, jenis khusus minyak tanah dengan proses penyulingan. Parameter penting yang sering digunakan untuk mengestimasi penggunaan bahan bakar adalah: penumpang yang diangkut (orang/ person), km-penumpang terpakai, tingkat penggunaan tempat duduk, barang yang diangkut (ton) dan ton-km yang terpakai Sistem Transportasi Nasional Transportasi mempunyai peran strategis dalam mendukung pembanguan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Di masa depan potensi dan peran sistem transportasi nasional harus terus dikembangkan untuk mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah sesuai dengan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Transportasi merupakan sektor yang 23

27 sangat penting sebagai penunjang pembangunan ekonomi nasional dan daerah dalam penyelenggaraan sistem angkutan umum dan angkutan barang Sistem Transportasi Secara umum sistem transportasi dapat dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu sistem transportasi laut, transportasi darat dan transportasi udara. Sistem transportasi udara dan sistem transportasi laut mempunyai karakteristik sebagai angkutan yang tetap artinya meliputi angkutan orang dan barang dari pelabuhan yang satu ke pelabuhan yang lain secara tetap, pada waktu yang tetap dan menggunakan jenis bahan bakar yang tetap pula. Di lain pihak sistem transportasi darat memiliki karakteristik yang fleksibel, mudah berubah, baik dalam tujuan perjalanan, jenis angkutan maupun jenis bahan bakar yang digunakan. Pada transportasi darat dijumpai perbedaan karakteristik antara transportasi perkotaan dan transportasi antar wilayah. Transportasi darat antar wilayah terdiri dari kendaraan pribadi, kereta api, truk dan bus. Masalah pada transportasi antar wilayah timbul pada saat-saat tertentu seperti waktu Lebaran, Natal, atau Tahun Baru. Sedangkan permasalahan yang sering timbul adalah pada transportasi perkotaan yang komplek, dan merupakan masalah yang sehari-hari. Transportasi darat terdiri dari angkutan pribadi, angkutan penumpang, dan angkutan barang, dimana angkutan pribadi terdiri dari mobil pribadi dan sepeda motor, angkutan penumpang terdiri dari bus, mikrobus, angkot, dan angkutan barang yang terdiri dari truk besar, truk kecil dan mobil pickup. Jenis infrastruktur jalan di perkotaan antara lain, jalan umum, jalan perumahan, busway, dan jalan tol, sementara infrastruktur jalan lain antara lain adalah jembatan layang (flyover) dan trowongan lintas (underpass) yang bertujuan untuk mengurai kemacetan yang terjadi pada persimpangan tertentu. Kebijakan sektor transportasi darat pada umumnya adalah untuk memecahkan masalah dalam penyediaan sistem angkutan baik orang dan barang, dalam kota maupun antara wilayah, mengurangi kemacetan di dalam kota maupun antar wilayah, substitusi BBM 24

28 dengan bahan bakar alternatif, serta mengurangi dampak lingkungan lokal maupun global. Transportasi masal yang ada di perkotaan pada umumnya terdiri dari, angkutan bus, angkutan kota (mikrolet, bemo, bajaj), serta kereta rel (KRL dan kereta diesel). Kecuali kereta rel, angkutan kota yang ada dianggap makan waktu perjalanan yang lama serta merepotkan karena harus berganti-ganti, relatif mahal, kurang nyaman, dan tidak aman. Belum terselenggarakannya transportasi masal yang baik dan memadai, khususnya untuk kota besar akan menyebabkan masyarakat memilih menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil, maupun sepeda motor untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari. Hal ini menjadikan peningkatan efisiensi kendaraan menjadi salah satu unsur utama dalam pengembangan industri kendaraan di Indonesia Teknologi Transportasi Saat ini teknologi transportasi terus mengalami pengembangan. Pengembangan yang terbesar adalah untuk teknologi otomotif, teknologi kereta api, dan teknologi pesawat terbang. Berikut ini akan dibahas secara singkat ketiga teknologi tersebut. Teknologi Otomotif Teknologi otomotif terus berkembang mengikuti kebutuhan masyarakat baik dari sisi kenyamanan maupun lingkungan. Perkembangan teknologi otomotif dewasa ini ditandai dengan hadirnya berbagai teknologi baru yang berbasis elektronik, seperti EFI (Electronic Fuel Injection) sebagai pengganti karburator; CDI dan i-dsi (Intelligent Dual Sequential Ignition) sebagai penyempurnaan sistem pengapian. Untuk yang berbasis mekanik mulai dari Double Overhead Camshaft (DOHC), VVT, VVT-i (Variable Valve Timing with intelligence), i-vtec (Intelligent Variable Valve Timing and Lift Electronic Control) atau VANOS untuk mengatur pola pembukaan katup secara variabel, agar mendapatkan pasokan campuran bahan bakar yang lebih efisien, CVT (Continuously Variable Transmission) pada sistem transmisi otomatik dan bahkan hingga hybrid. Sedangkan perkembangan teknologi pada mesin diesel tidak banyak perubahan, sampai hadirnya teknologi Common Rail pada era tahun 1990-an. 25

29 Teknologi EFI (Electronic Fuel Injection) sebenarnya bukan yang terbaru, karena sudah diterapkan pada kendaraan keluaran tahun 1990-an. Penggunaan EFI saat itu masih terbatas pada jenis sedan (passenger car), dan pada akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000, kendaraan jenis minivan seperti Kijang atau SUV ikut mengadopsi. Saat ini teknologi EFI mulai disusul oleh PGM-FI, EPFI, ECFI, T-DIS, dan sebagainya. Teknologi EFI sebetulnya merupakan bagian dari sistem manajemen mesin yang dikendalikan oleh ECU (Electronic Control Unit). Di sini bahan bakar minyak (BBM) dikabutkan ke dalam silinder dengan cara injeksi. Sebelum muncul teknologi EFI, untuk mencampur bahan bakar dengan udara digunakan karburator. Dalam karburator ini BBM dikabutkan sebagai akibat dari isapan vakum dari venturi. Sebagai alat yang murni mekanikal, karburator mempunyai keterbatasan sehingga hanya efektif pada daerah operasi tertentu, sehingga karburator hanya efektif untuk mesin putaran tinggi/mobil sport. Jadi, kurang sempurna untuk dipasang pada kendaraan minivan yang lebih mementingkan torsi dan tenaga di putaran menengah. ECU juga mengendalikan sistem pengapian. Pada sistem pengapian konvensional, arus listrik dari ignition coil disalurkan ke masing-masing busi melalui distributor. Di sini terdapat mekanisme untuk memajukan atau memundurkan waktu pengapian agar sesuai dengan putaran mesin, yang merupakan gabungan dari vacuum advancer dan centrifugal advancer. Namun, sebagaimana karburator, sistem distributor konvensional ini juga punya keterbatasan, karena hanya optimum pada daerah operasi yang terbatas sesuai dengan karakteristik mesin. Mengingat keterbatasan sistem mekanis itu, maka muncul penggabungan sistem mekanis dengan kontrol elektronik, agar diperoleh fleksibilitas di daerah operasi mesin yang optimal, sehingga menghasilkan mesin dengan kinerja yang lebih maksimal. EFI kemudian menjadi perlengkapan standar bagi mobilmobil modern. Selain teknologi sistem pasokan bahan bakar, maka teknologi sistem pengapian pada kendaraan bermotor berkapasitas di bawah CC dilengkapi dengan i-dsi (intelligent dual sequential ignition). Teknologi i-dsi memakai dua busi yang dipasang secara diagonal pada setiap ruang bakarnya. Busi tersebut bekerja sesuai putaran dan beban, sehingga memberikan percikan api yang menyebar dan menghasilkan kontrol pembakaran yang lebih sempurna. 26

30 Pada putaran rendah, kedua busi tersebut menyala secara berurutan sehingga campuran bahan bakar dan udara yang cenderung gemuk, dapat dibakar seluruhnya. Pada saat putaran tinggi, kedua busi dapat berubah tanpa jeda (menyala secara bersamaan) mengimbangi pasokan bahan bakar yang jumlahnya relatif lebih tinggi, akan tetapi harus dibakar habis dalam waktu yang relatif lebih cepat. Hasilnya proses pembakaran menjadi lebih sempurna pada berbagai tingkat putaran mesin dan pemakaian bahan bakar menjadi lebih efisien, lebih jelas disajikan pada Gambar 3.2. Sumber: Honda (2012) Gambar 3.2. Teknologi i-dsi Pada tahun 1991, Toyota mulai memperkenalkan teknologi VVT pada sport tipe 4A-GE dengan tujuan untuk meningkatkan daya. Mekanisme VVT mempunyai 2 katup pemasukan (intake) bahan bakar. Pembukaan katup-katup tersebut diatur oleh suatu sistem yang berkaitan dengan putaran mesin, yaitu pada saat putaran rendah atau beban kecil, maka hanya satu katup intake yang bekerja, dan kedua katup akan bekerja pada saat putaran tinggi. 27

31 Pada perkembangan selanjutnya, teknologi VVT-i yang merupakan penyempurnaan dari mekanisme VVT, dapat merubah waktu awal pembukaan dan akhir penutupan katup intake (dapat dipercepat atau diperlambat antara 30 sampai dengan 60 derajat sudut cam-shaft). Pada saat putaran tinggi, awal pembukaan katup intake dipercepat sehingga akan menambah waktu masuknya udara ke dalam silinder. Sebaliknya pada saat putaran rendah, awal pembukaan katup intake diperlambat sehingga akan mengurangi waktu masuknya udara ke dalam silinder. Selain mengurangi atau menambah volume udara untuk pembakaran, perbedaan saat pemasukan udara pada putaran tinggi dan putaran rendah adalah untuk menyesuaikan kecepatan gerakan piston pada saat langkah isap. Kecepatan gerakan piston pada saat langkah isap dapat meningkat 4 6 kali, padahal pada gerakan yang makin cepat tersebut kebutuhan udara untuk pembakaran juga lebih besar. Agar kebutuhan udara untuk campuran bahan bakar dapat sempurna (sekitar 1 : 16) pada saat putaran tinggi maupun putaran rendah, maka perbedaan waktu awal membuka dan akhir menutupnya katup intake, adalah jalan keluarnya. Teknologi VVT-i juga meningkatkan efisiensi volumetrik campuran bahan bakar dan udara, sehingga kerja mesin menjadi lebih efisien. Karena volume campuran bahan bakar dan udara yang lebih sesuai, maka pembakaran menjadi lebih sempurna dan akan menurunkan kadar nitrogen oksida (NOx) dan karbon monoksida (CO) pada gas buang. Dari hasil uji, diperoleh data efisiensi bahan bakar meningkat 6% dan menaikkan momen 10% pada putaran rendah dan sedang. Teknologi semacam ini juga dikembangkan oleh Honda dengan menamakan i-vtec, lihat Gambar

32 Sumber: Solusimobil (2012) Gambar 3.3. Teknologi i-vtec Selanjutnya, sistem penonaktifan mesin digunakan pada kendaraan bermotor yang memiliki 6 sampai 8 silinder. Industri pembuat kendaraan bermotor terkemuka dunia, seperti Chrysler, General Motors dan Honda, telah menciptakan sistem yang dapat mengaktifkan dan menon-aktifkan silinder sehingga mesin yang bertenaga ekstra besar itu tetap efisien dalam mengonsumsi bahan bakar. Chrysler menamakan Multiple Displacement System (MDS), General Motors menyebutnya Displacement on Demand (DOD), dan Honda memberi nama Variable Cylinder Management (VCM). 29

33 Walaupun namanya berbeda-beda, pada prinsipnya sistemnya sama, yakni saat mobil tidak memerlukan tenaga besar, hanya separuh dari seluruh silinder yang aktif. Dengan kata lain, pada mobil yang menyandang 8 silinder, saat mobil tidak memerlukan tenaga besar, hanya 4 silinder yang aktif, sementara 4 silinder lainnya dinon-aktifkan. Demikian juga pada 6 silinder. Pada saat mobil memerlukan tenaga ekstra besar, barulah ke-8 atau ke-6 silinder bekerja penuh. Dengan menggunakan sistem mengaktifkan dan menon-aktifkan silinder itu, bahan bakar yang dikonsumsi dapat diturunkan sekitar 25% pada saat mesin stasioner, serta 8% pada saat kendaraan berjalan. Cara kerja sistem menon-aktifkan silinder sangat sederhana, mengingat pada jenis mesin terkini semua silinder bekerja secara otonom, yaitu setiap silinder mempunyai sistem pengapian dan sistem injeksi bahan bakar sendiri-sendiri. Setiap saat silinder dapat diaktifkan dan dinonaktifkan tanpa mengganggu silinder-silinder lain. Teknologi hybrid telah dikembangkan oleh beberapa industri otomotif terkemuka, seperti Honda, Toyota, Nissan dari Jepang dan Daimler, BMW, VW dari Eropa serta General Motor dan Ford dari Amerika. Teknologi hybrid adalah persilangan sumber daya mekanik yang berasal dari motor bakar dan motor listrik. Karena memiliki sumber daya dari motor listrik, kapasitas motor bakarnya dapat diperkecil sehingga konsumsi bahan bakar minyak (BBM) menjadi menurun. Sebagai contoh, pada mesin konvensional berkapasitas CC yang menghasilkan daya 120 HP, akan sebanding dengan mesin hybrid berkapasitas CC. Teknologi hybrid juga memiliki sistem untuk meregenerasi energi mekanik yang terbuang (karena proses de-aselerasi) menjadi energi yang tersimpan dalam bentuk energi listrik. Hasilnya adalah pemakaian bahan bakar menjadi sangat efisien (hasil uji laboratorium membuktikan untuk 1 liter pertamax plus dapat menempuh jarak 31 kilometer). Kelebihan lain dari teknologi hybrid adalah kandungan gas-gas berbahaya pada gas buang menjadi sangat rendah. Pada tahun 1998 mesin diesel modern dilahirkan dengan teknologi common rail injection. Teknologi ini ditemukan oleh insinyur Fiat dan diproduksi oleh Bosch. Seri pertama common rail, adalah 19 TJD yang dipasangkan pada mobil Alfa Romeo 156 buatan Italia. Pada konstruksi common rail terdapat suatu katup selenoid yang dikendalikan secara sangat presisi oleh sistem elektronik, mampu 30

34 mengatur jumlah bahan bakar dan waktu penyemprotannya ke dalam silinder. Periode penyemprotan bahan bakar ke dalam silinder dalam satu siklus pembakaran juga dapat dilakukan 5 kali secara bertahap. Pada penyemprotan pertama, sistem kontrol elektronik akan mengatur volume bahan bakar yang jumlahnya sedikit untuk memicu proses pembakaran, yang kemudian diikuti oleh penyemprotan berikutnya sebagai proses pembakaran untuk menghasilkan daya. Cara ini akan mengurangi getaran dan kebisingan yang diakibatkan oleh proses pembakaran yang tiba-tiba, seperti yang terjadi pada mesin diesel generasi sebelumnya. Sistem pembakaran bertahap juga akan mempermudah cara menghidupkan mesin pada kondisi dingin, sehingga tidak memerlukan lagi alat pemanasan awal (glow-plug). Teknologi common rail tidak lagi menggunakan distributor injection pump dan sebagai gantinya digunakan pompa kompresi tekanan ekstra tinggi yang sanggup menghasilkan bahan bakar bertekanan 2,000 bars (29,000 psi) dan menampungnya ke dalam tabung yang dinamakan common rail. Tabung tersebut dicabangkan ke masing-masing silinder yang dilengkapi dengan injektor. Di dalam injektor terdapat nozzle dan plunyer yang digerakkan oleh selenoid. Karena tekanan yang sangat tinggi, bentuk kabut bahan bakar yang disemprotkan ke dalam silinder oleh nozzle menjadi lebih halus, sehingga proses pembakarannya menjadi lebih sempurna. Hasil uji coba yang dilakukan terhadap kendaraan diesel dengan rute Merak-Jakarta-Bandung pergi pulang secara terus menerus hingga km dan penelitian di BTMP Serpong, menunjukkan performansi mesin yang maksimal, knalpot tidak mengeluarkan asap, dan hampir tidak terasa getaran mesin diesel. Kendaraan yang dipacu hingga 120 km/jam di ruas jalan yang menanjak, suara mesin tetap halus, tanpa getaran dan tanpa asap. Hasil uji teknologi common rail juga menunjukkan emisi gas buangnya memiliki kandungan sulfur, hidrokarbon, NOx dan partikel yang sangat rendah. Hasil uji juga menunjukkan peningkatan efisiensi penggunaan bahan bakar sebesar 13,3% dengan moda yang sama. Angkutan penumpang untuk umum di kota-kota besar Indonesia, terdiri dari kendaraan bermotor roda tiga, empat dan enam sedangkan kendaraan roda dua atau sepeda motor (ojek) secara regulasi tidak masuk kategori angkutan umum. Sedangkan di Jakarta 31

35 telah beroperasi angkutan penumpang berupa bus gandeng yang mempunyai tiga poros/axle dengan lebih dari 6 roda. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan penumpang berkapasitas 15 orang ke bawah terdiri dari jenis MPV (Toyota Kijang, Suzuki Carry, Daihatsu, Mitsubishi); sedan (untuk taksi); bajaj, bemo dan ojek sepeda motor. Kendaraan yang digunakan biasanya berbahan bakar premium atau BBG untuk yang bekapasitas 15 penumpang ke bawah (angkot, taksi, bajaj dan bemo), sedangkan yang berkapasitas diatasnya menggunakan mesin diesel berbahan bakar solar atau beberapa jenis bus menggunakan mesin Otto berbahan bakar CNG. Kendaraankendaraan tersebut khususnya jenis MPV, masih menggunakan mesin konvensional, kecuali sedan untuk taksi yang teknologinya mengikuti perkembangan terkini. Penggunaan teknologi baru pada kendaraan berarti menambah ongkos konstruksi, sehingga yang dikembangkan terbatas pada jenis kendaraan penumpang (sedan, SUV dan kendaraan keluarga) yang masuk kategori kendaraan mewah. Untuk kendaraan angkutan umum, yang dibutuhkan adalah teknologi yang sederhana, handal dan mudah dalam perawatan. Sedangkan taksi dengan teknologi terkini, dengan tarif yang telah memperhitungkan nilai investasinya, menjadi layak untuk dioperasikan sebagai angkutan umum. Untuk kendaraan bajaj, telah dikembangkan generasi baru dengan mesin 4 langkah dan berbahan bakar gas, akan tetapi teknologinya masih tatap konvensional. Untuk bemo seharusnya sudah tidak layak dioperasikan, karena menggunakan mesin 2 langkah dan sudah tidak dikembangkan oleh industri pembuatnya (Daihatsu). Dari hasil pengamatan lapangan, banyak ditemukan kendaraan angkutan umum yang usianya sudah lebih dari 5 tahun tetap dioperasikan. Teknologi Kereta Api Teknologi kereta api yang ada di Indonesia saat ini adalah Kereta Rel Diesel (KRD), Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE), Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) dan Kereta Pembangkit Listrik (power car yang disingkat P atau BP). Semua teknologi ini menggunakan 32

36 B B M s e b a g a i s u m b e r e n e r g i. K e b u t u h a n B B M u n t u k s a r a n a PT. Kereta Api (Persero) sebagai satu-satunya BUMN yang mengelola perkeretaapian dipasok oleh PT. Pertamina. Energi lain yang digunakan sebagai penggerak kereta api adalah energi listrik yang digunakan pada Kereta Rel Listrik (KRL) di wilayah Jakarta - Bogor - Depok -Tangerang - Bekasi (Jabodetabek). Energi listrik yang dipasok dari PT. PLN disalurkan melalui trafo penurun tegangan bolak-balik dari 70 kv ke 20 kv dan kemudian disearahkan melalui rectifier di gardu induk (substation) menjadi tegangan searah 1500 Volt DC. Berdasarkan perkembangan teknologi dan industri perkeretaapian di berbagai negara maka lokomotif di Indonesia diharapkan dapat juga tumbuh berkembang. Masa depan kereta diesel Indonesia harus dipersiapkan dari sekarang supaya tidak ketinggal dalam hal teknologi dibanding negara lain. Penggunaan lokomotif diesel elektrik ke depan harus lebih ditingkatkan. Sifat dan karaklteristik yang penting pada lokomotif diesel elektrik adalah berat lokomotif dan daya mesinnya lebih besar dari pada diesel hidrolik. Dengan memperhatikan korelasi karakteristik daya mesin yang lebih besar dan bobot yang berat, maka lokomotif diesel elektrik dapat menarik beban rangkaian KA yang lebih panjang atau lebih berat. Sejak digunakan lokomotif diesel elektrik maka dikenal sistem kontrol yang bermacam-macam. Mula-mula dikenal sistem kontrol dengan teknologi DC-DC yang kemudian berkembang ke AC- DC. Pengaturan gaya tarik, kecepatan dan fungsi komponen lain menggunakan sistem analog dengan kontaktor dan relay. Komponen elektrik yang digunakan adalah resistor, kapasitor, induktor, varistor dan seterusnya. Sistem kontrol pada lokomotif kemudian berkembang lagi dengan sistem digital yang menggunakan microprocessor, sehingga proses bekerjanya dapat lebih cepat dan akurat. Pengaturan daya motor diesel, penyemprotan bahan bakar pada injektor, alat pencegah selip, deteksi kerusakan komponen sampai dengan diagnostic semuanya menggunakan micro-processor control yang dilengkapi dengan layar monitor (display) setelah diproses oleh komputer. Pengembangan selanjutnya adalah lokomotif dengan teknologi AC-AC yang menggunakan sistem kontrol digital dengan micro-processor sebagai pengatur traction inverter dan fungsi-fungsi komponen lainnya. Micro-processor terutama digunakan untuk pengaturan pada traction inverter dengan input DC dan output AC 33

37 melalui pengaturan tegangan dan frekuensi untuk menghasilkan karakteristik momen torsi dan putaran atau gaya tarik dari kecepatan yang diperlukan oleh lokomotif. Sistem kontrol ini disebut variable voltage variabel frequency (VVVF). Teknologi Pesawat Terbang Teknologi pesawat terbang berdasarkan mesin penggeraknya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: piston, turboprop, dan turbofan. Pesawat yang menggunakan teknologi piston merupakan pesawat ekonomis yang sangat sesuai untuk penerbangan jarak dekat. Kapasitas biasanya berkisar antara 3 sampai 8 penumpang. Pesawat jenis seperti ini biasanya digunakan untuk kebutuhan pribadi, photo udara, latihan, penyemproton hama. Mesin penggerak dapat berupa mesin diesel yang menggunakan bahan bakar aviation turbine fuel (avtur) yang merupakan turunan dari kerosine yang mempunyai persyaratan yang ketat; dan mesin piston yang dirancang untuk dijalankan dengan aviation gasoline dengan standar yang lebih tinggi dari bahan bakar mobil agar dapat digunakan pada compression ratio yang lebih tinggi yang dapat meningkat tenaga mesian pada ketinggian yang lebih tinggi, bahan bakat yang biasanya digunakan adalah aggas 100LL yang berarti mempunyai angka oktan 100 dan LL merupakan singkatan dari low lead. Kelangkaan avgas menyebabkan avgas dapat digantikan dengan Mogas (mobile gasoline) dari oktan yang tertinggi. Pesawat yang menggunakan teknologi turboprop merupakan jenis pesawat terbang untuk perjalanan jarak menengah antara 2 sampai 4 jam. Pesawat turboprop digunakan pada pesawat dengan 4 sampai dengan 70 penumpang. Prinsip kerja Mesin Turboprop diawali mesin menghirup udara yang kemudian dipadatkan oleh kompresor untuk kemudian dibakar, hasil pembakaran akan memutar turbin pembakaran keluar melalui nosel/jet yang mengakibatkan sebagian kecil daya dorong, poros turbin memutar propoler yang mengakibatkan daya dorong pesawat. Propeler tidak begitu efisien pada kecepatan tinggi, sehingga tidak digunakan untuk pesawat kecepatan tinggi. Kecepatan pesawat turboprop bisa mencapai 500 knot (926 km/h, 575 mph). 34

38 Mengingat suhu didalam ruang bakar yang sangat tinggi maka bahan yang digunakan merupakan bahan tahan terhadap suhu yang tinggi serta regangan yang besar. Untuk itu biasanya digunakan alloy nikel yang tahan terhadap suhu yang tinggi, ataupun bahan-bahan baru seperti mono-crystalline yang dapat bekerja pada suhu yang lebih tinggi. Pesawat yang menggunakan teknologi turbofan sering disebut pesawat jet. Pesawat jet menggunakan turbofan yang prinsip kerjanya hampir sama dengan turboprop hanya tidak menggunakan propeler tetapi menggunakan fan untuk memasok udara ke turbin. Udara yang masuk ke turbin dibuat bertekanan untuk menambah daya dorong serta ikut mendinginkan dinding luar turbin/ruang bakar. Turbofan merupakan jet yang menghirup udara yang kemudian dimampatkan pada kompresor untuk kemudian dibakar. Hasil pembakaran akan memutar turbin tekanan tinggi dan kemudian dikembangkan oleh turbin tekanan rendah dan gas hasil pembakaran keluar melalui nosel/jet yang mengakibatkan daya dorong. Semua mesin jet yang digunakan untuk pesawat jet komersial masa kini adalah mesin turbofan. Mesin ini lebih banyak digunakan karena sangat efesien dan relatif dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah Kebijakan Sektor Transportasi Permen ESDM No Tahun 2005, pasal 5 mengatur tentang pelaksanaan penghematan energi pada transportasi. Penghematan ditujukan untuk: Kendaraan pribadi dengan kapasitas ruang bakar diatas 2000 cc, khususnya di pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan pulau bali menggunakan BBM jenis Pertamax. Memacu pemakaian bahan bakar gas pada kendaraan umum. Peraturan menteri ESDM ini bertujuan untuk menurunkan subsidi BBM yang sebagian besar adalah dinikmati oleh sektor transportasi, dan lebih khusus lagi oleh pengguna kendaraan pribadi. Oleh karena itu sasaran dari penurunan subsidi BBM adalah penggunaan pertamax yang tidak disubsidi pada kendaraan pribadi, serta pemanfaatan CNG pada kendaraan penumpang baik pribadi maupun umum. 35

39 Dalam transportasi perkotaan masalah yang harus dipecahkan ialah masalah kemacetan, sebab kemacetan akan menaikkan tingkat keborosan bahan bakar kendaraan, memperlama waktu tempuh kendaraan, meningkatkan emisi CO2, timah hitam, karbon bebas dan lain-lain. Masalah lain ialah sektor transportasi merupakan sektor yang sangat dominan menggunakan BBM pada tahun 2010 sejumlah 99,90%, dan sisanya gas dan listrik. Mengingat potensi sumberdaya minyak yang terus menurun, sementara jumlah kendaraan terus meningkat sehingga kebutuhan BBM pada sektor ini akan terus meningkat pula, maka di masa mendatang impor minyak bumi dan BBM dipastikan akan terus meningkat dan kondisi ini akan dapat menyebabkan krisis bila tidak diambil tindakan yang memadai. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), beban subsidi BBM dan listrik yang makin membengkak menyebabkan makin tidak efisiennya pembangunan ekonomi Indonesia, dimana bila pada tahun 2010 subsidi BBM mencapai lebih dari Rp. 100 Triliun, maka diperkirakan pada tahun 2011 akan meningkat menjadi Rp. 123 Triliun. Suatu sistem transportasi perkotaan yang baik ialah sistem transportasi yang mampu untuk mengangkut seluruh penumpang, efisien yaitu mempunyai intensitas energi per penumpang kilometer yang rendah, dan menghasilkan emisi yang bersih, baik terhadap pencemaran lokal seperti CO, timah hitam, asap dan lain-lain maupun pencemaran global seperti CO2, NOx, maupun CH4. Saat ini sebagian bensin di Indonesia menggunaan additif TEL (Tetra-ethyl Lead) yang dinyatakan sebagai racun yang dapat menurunkan tingkat kecerdasan (IQ), serta merusak organ penting seperti hati, otak, dan ginjal. Pengurangan penggunaan TEL antara lain dengan HOMC yang dapat menghasilkan NOx dan UHC (unburn hydrocarbon) yang dapat bereaksi menjadi pencemar udara lain seperti O3, PM10 bahkan PM25 yang berbahaya bagi kesehatan. Peningkatan kebutuhan oktan tinggi serta volume bensin akan meningkatkan penggunaan TEL, MTBE serta HOMC. Peningkatan penggunaan bensin secara aman dapat dipenuhi dengan penggunaan MTBE dan HOMC dalam bentuk isomerate atau alkalate, selain itu semua cara akan berakibat buruk bagi lingkungan. 36

40 Sebenarnya semua pihak telah menyadari bahwa masalahmasalah dan isu-isu di sektor transportasi adalah saling terkait dan tidak berdiri sendiri, misalnya antara kemacetan, diversifikasi energi, pengurangan subsidi BBM, maupun dengan lingkungan, oleh karena itu kebijakan sektor transportasi yaitu pemecahan masalah kemacetan, diversifikasi bahan bakar dari BBM ke energi alternatif, pengurangan subsidi BBM di sektor transportasi dan masalah lingkungan dalam studi ini tidak akan dibahas satu persatu. Pemecahan masalah kemacetan dapat dilakukan antara lain dengan: Penerapan pengelolaan trafik yang baik dan optimal, sehingga mengurangi penghentian yang terlalu lama di perempatan jalan dan pada akhirnya meningkatkan kecepatan rata-rata berkendaraan. Menerapkan strategi pemindahan dari mobil pribadi ke angkutan umum adalah dengan melakukan penambahan dan pengembangan transportasi masal, baik bus, monorail, kereta listrik maupun subway. Penggunaan transportasi massal dan angkutan umum merupakan salah satu cara yang bisa diterapkan untuk mengurangi subsidi BBM secara langsung karena konsumsi spesifik bahan bakar angkutan umum jauh lebih rendah dibanding konsumsi spesifik bahan bakar angkutan pribadi. Sebagai contoh, konsumsi spesifik bahan bakar mobil pribadi di Jakarta adalah 10,04 liter/km-penumpang. Sementara konsumsi bahan bakar spesifik bus besar di Jakarta adalah 0.88 liter/ km-penumpang. Kebijakan peningkatan penggunaan angkutan umum secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: Pada kota-kota kecil dan sedang dimana permintaan jasa transportasi tidak begitu tinggi, maka pendekatan pengembangan angkutan umum adalah dengan menyediakan sarana angkutan menengah kecil yang mampu menampung pergerakan orang serta menjangkau seluruh kawasan perkotaan. Pada kota-kota besar dan metropolitan dimana permintaan jasa transportasi tingi, pendekatan yang dilakukan adalah dengan menjamin ketersediaan saran angkutan umum berkapasitas 37

41 38 besar yang mampu menampung mobilitas orang dengan cepat, dan menjangkau pelosok kawasan perkotaan. Penambahan jalur jalan baru, melebarkan jalur yang sudah ada, dan menyediakan sistem angkutan umum masal pada koridorkoridor yang sesuai di setiap wilayah perkotaan dan terintegrasi dengan jaringan pengumpan angkutan umum yang terdistribusi secara merata pada daerah-daerah bangkitan perjalanan. Menyediakan lahan untuk Park and Ride pada daerah-daerah potensial. Mengusahakan tarif yang terjangkau oleh masyarakat. Pada prinsipnya tarif angkutan umum ditentukan berdasarkan mekanisme pasar, namun dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat pemerintah dapat menetapkan tarif angkutan umum. Dalam hal besaran tarif yang ditentukan oleh pemerintah lebih rendah dari biaya pokok untuk memenuhi standar pelayanan minimum (SPM) dan margin, maka pemerintah berkewajiban memberikan subsidi. Diversifikasi energi dilakukan untuk mensubstitusi BBM dengan sumber energi lainnya yang cadangannya relatif masih banyak, dan mengoptimalkan pemanfaatan energi terbarukan karena potensinya melimpah dan termasuk energi bersih guna menciptakan campuran energi yang optimal dan manfaat ekonomi. Percepatan program diversifikasi dimaksudkan agar sumber energi non BBM dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin, sehingga dapat mengurangi pemakaian BBM dan menciptakan energi bersih dan manfaat ekonomi. Percepatan program diversifikasi dapat dilakukan dengan peningkatan pemanfaatan gas di dalam negeri yang mencakup perbaikan dan pengembangan infrastruktur pasokan gas serta pengembangan pemanfaatan CNG, GTL, DME, LPG dan gas kota. Mengkaji dan menerapkan penggunaan bahan bakar alternatif pengganti BBM seperti biofuel atau bahan bakar nabati, CNG atau gas bumi, serta Dimethyl Ether (DME) pada kendaraan. Memberikan insentif bagi kendaraan dengan bahan bakar selain BBM, dengan pembebasan pajak masuk, maupun pengurangan atau pembebasan PPN, serta subsidi terhadap investasi.

42 Penggunaan teknologi mesin yang efisien dan ramah lingkungan. Pada saat ini mulai diterapkan teknologi hibrid yaitu integrasi antara mesin listrik dan mesin bensin, dimana kombinasi ini dapat mengurangi kehilangan daya karena setiap pelepasan daya seperti pada turunan, pengereman dan lain-lain diubah menjadi tenaga listrik yang akan dipergunakan kembali pada saat penambahan kecepatan atau saat kendaraan menanjak. Selain dari itu juga penerapan teknologi turbo charger, common rail pada mesin diesel meningkatkan. Peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum yang mencakup: Kenyamanan dalam kendaraan, antara lain: kesesuaian terhadap SPM. Keandalan pelayanan, antara lain: * Kepastian untuk mendapatkan angkutan tanpa harus menunggu lama, * Kepastian untuk mencapai tujuan dengan lancar tanpa terhambat kemacetan. Menjamin keselamatan penumpang dan pemakai jalan lainnya melalui: * Uji kelayakan kendaraan umum dan pribadi secara periodik, * Pengawasan terhadap sopir kendaraan mengenai kemampuan mengemudi dan kepemilikan ijin mengemudi Konsumsi Energi di Sektor Transportasi Sektor transportasi merupakan sektor penunjang untuk menggerakkan sektor lainnya, seperti pergerakkan barang komoditas di sektor industri, pergerakan orang di sektor rumah tangga, maupun kegiatan komersial maka sektor ini diprakirakan akan terus berkembang sejalan dengan perkembangan sektor lainnya. Kebutuhan energi pada sektor transportasi dalam kurun waktu meningkat dengan laju pertumbuhan 8,1% per tahun. Dari 178 juta SBM pada tahun 2005 menjadi 263 juta SBM pada tahun Berdasarkan energi final yang digunakan maka dapat dikatakan BBM mendominasi konsumsi energi di sektor transportasi dengan pangsa lebih dari 99,9%. Pada Tabel 3.1. ditunjukkan kebutuhan energi final sektor transportasi per jenis bahan bakar pada tahun Diantara BBM sendiri, penggunaan premiun dan ADO sangat mendominasi karena mobilitas 39

43 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi masyarakat banyak yang menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan penggunaan gas dan listrik masih kecil. Penggunaan gas kendaraan hanya pemerintah, terbatas pada sedangkan bus Trans listrik Jakarta hanya digunakan dan beberapa untuk kereta kendaraan rel pemerintah, sedangkan listrik hanya digunakan untuk kereta rel listrik listrik (KRL) di wilayah Jabobek. (KRL) di wilayah Jabobek. Tabel 3.1. Kebutuhan Energi Final Sektor Transportasi (Ribu SBM) Bahan Bakar Gas BBM Avgas Avtur 13,682 14,303 14,845 15,526 16,262 20,779 Premium 96,863 92,901 98, , , ,486 Bio Premium Pertamax 1,450 2,947 2,752 1,736 3,478 3,985 Bio Pertamax Pertamax Plus Bio Solar 0 1,408 5,692 6,041 15,558 28,503 Minyak Tanah ADO 65,262 57,268 55,241 60,812 67,328 70,655 IDO FO Sub-total BBM 178, , , , , ,676 Listrik Total 178, , , , , ,800 Sumber: CDIEMR (2011) Berdasarkan prakiraan konsumsi energi untuk setiap sub-sektor transportasi, Berdasarkan maka prakiraan dapat konsumsi diperlihatkan energi bahwa untuk transportasi setiap sub-sektor darat merupakan transportasi, sub-sektor maka dapat diperlihatkan yang paling bahwa besar transportasi menggunakan darat merupakan energi di sektor sub-sektor transportasi yang paling dengan besar pangsa menggunakan mencapai energi 90%. di sektor Sedangkan transportasi subsektor transportasi udara dengan pangsa 8% dan transportasi laut dengan pangsa mencapai 90%. Sedangkan sub-sektor transportasi udara hanya 2% (lihat Gambar 3.4). dengan pangsa 8% dan transportasi laut hanya 2% (lihat Gambar 3.4) : 256 Juta SBM Laut 2% Udara 8% Darat 90% 34 Gambar 3.4. Pangsa Penggunaan Energi untuk Setiap Moda Transportasi 40

44 Transportasi darat paling besar kebutuhan energinya dibandingkan untuk transportasi laut dan udara. Oleh karena itu transportasi darat merupakan sub-sektor yang perlu mendapat perhatian dalam melakukan efisiensi penggunaan energi maupun dalam mengurangi emisi GRK untuk jangka panjang Proyeksi Penggunaan Energi di Sektor Transportasi Ada banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan enegi di sektor transportasi. Gaya hidup masyarakat yang berpengaruh terhadap penggunaan energi di sektor transportasi adalah perilaku pengendara dalam menjalankan alat transportasi baik berupa angkutan barang, penumpang dan mobil pribadi. Perilaku pengendara dalam menjalankan alat transportasi tersebut, akan berpengaruh terhadap lamanya jarak tempuh per jam dan kebutuhan bahan bakar per km per jam. Kebutuhan bahan bakar per km per jam dinyatakan sebagai intensitas energi yang besarnya selain dipengaruhi oleh perilaku pengendara juga dipengaruhi oleh jenis kendaraan. Sedangkan peningkatan banyak kendaraan dari tahun ke tahun merupakan sisi aktivitas sektor transportasi. Dalam memproyeksikan pemanfaatan energi sektor transportasi ini sisi aktivitas diasumsikan sesuai dengan skenario yang sudah ditetapkan sebelumnya. Skenario tersebut yaitu: skenario BaU, skenario REF, dan skenario KEN. Dalam model pemanfaatan premium, pertamax, pertamax plus digabung dengan menjadi satu dengan bensin. Perbandingan proyeksi penggunaan energi untuk setiap skenario ditunjukkan pada Gambar 3.5. Penggunaan energi di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM untuk skenario BaU, 1246 juta SBM untuk skenario REF dan 1240 juta SBM untuk skenario KEN pada tahun Skenario BaU mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi, sedangkan untuk skenario REF dan KEN hampir sama pertumbuhannya. Skenario REF dan KEN lebih rendah dari skenario BaU karena sudah menerapkan program penggunaan teknologi yang lebih efisien. 41

45 Juta SBM BAU REF KEN Gambar 3.5. Perbandingan Proyeksi Penggunaan Energi Setiap Skenario Skenario BaU Prakiraan energi final pada sektor transportasi untuk skenario BaU ditunjukkan pada Gambar 3.6. Penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1554 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat rata-rata 12,8% per tahun. Pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode hampir sama yaitu sekitar 12,1% - 12,9% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil dibandingkan dengan total penggunaan energi final. Namun demikian pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 13,9% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM yang bersubsidi. Penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. 42

46 Juta SBM Bioethanol Biodiesel Listrik BBG Avgas/Avtur M.Bakar M.Diesel/Solar Bensin Gambar 3.6. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Gambar 3.7. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario BaU) Pada Gambar 3.7 ditampilkan pangsa penggunaan energi final untuk tahun 2010 dan tahun 2025 untuk skenario BaU. Pada tahun 2010 pemanfaatan energi final sebagian besar dipenuhi oleh penggunaan bensin, yaitu sebesar 53%. Hal ini terjadi karena moda kendaraan didominasi oleh kendaraan darat yang berupa sepeda motor dan kendaraan penumpang. Kemudian diikuti oleh minyak diesel/solar, yaitu sebesar 29% sebagai bahan bakar kendaraan bus, truk dan kereta api, sedangkan sisanya adalah penggunaan avgas/ 43

47 avtur 8% dan biodiesel 1%. Pangsa penggunaan energi final ini tidak banyak berubah hingga tahun Pada skenario BaU ini tidak ada kebijakan tertentu untuk mensubstitusi penggunaan BBM, khususnya pengunaan bensin Skenario Reference Prakiraan energi final pada sektor transportasi untuk skenario REF ditunjukkan pada Gambar 3.8. Penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1246 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat rata-rata 11,1% per tahun. Pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode hampir sama yaitu sekitar 8,6% - 10,5% per tahun. Penggunaan BBG, listrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun Pertumbuhan penggunaan BBG hampir sama dengan skenario BaU yaitu sekitar 12,0% per tahun. Pertumbuhan tertinggi adalah dari penggunaan biodiesel yakni 32,6% per tahun yang diikuti oleh penggunaan bioethanol yakni 24,4% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. Sama dengan pada skenario BaU, penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada Gambar 3.9 ditampilkan pangsa penggunaan enegi final untuk tahun 2010 dan tahun 2025 untuk skenario REF. Sama dengan skenario BaU, pada tahun 2010 pemanfaatan energi final sebagian besar dipenuhi oleh penggunaan bensin, yaitu sebesar 53% diikuti oleh minyak diesel/solar 29%, avgas/avtur 8%, dan biodiesel 1%. Pangsa penggunaan energi final ini berubah cukup signifikan pada tahun Pada skenario REF sudah memasukkan beberapa kebijakan untuk substitusi dan konservasi energi. Pada tahun 2025 pangsa penggunaan energi yang terbesar adalah bensin 45%, diikuti oleh minyak diesel/solar 32%, avgas/avtur 7%, dan biodisel serta bioethanol masing-masing 8% pangsanya terhadap total kebutuhan energi finalnya. 44

48 Juta SBM Bioethanol Biodiesel Listrik BBG M.Bakar Avgas/Avtur M.Diesel/Solar Bensin Gambar 3.8. Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario REF) Gambar 3.9. Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario REF) Skenario KEN Prakiraan energi final pada sektor transportasi untuk skenario KEN ditunjukkan pada Gambar Penggunaan energi final di sektor transportasi diprakirakan akan meningkat dari 256 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 1240 juta SBM pada tahun 2025 atau meningkat rata-rata 11,1% per tahun. 45

49 Juta SBM Bioethanol Biodiesel Listrik BBG Avgas/Avtur M.Bakar M.Diesel/Solar Bensin Gambar Prakiraan Kebutuhan Energi Final di Sektor Transportasi (Skenario KEN) Hasil prakiraan energi final untuk skenario KEN ini hampir sama dengan skenario REF. Pertumbuhan pemakaian bensin, minyak diesel, avgas dan avtur dalam periode hampir sama yaitu sekitar 8,6% - 10,5% per tahun. Penggunaan BBG, lisrik dan bioethanol masih sangat kecil pada tahun 2010 namun meningkat pesat hingga tahun Pertumbuhan penggunaan BBG sangat tinggi yaitu sekitar 74,1% per tahun, diikuti oleh pertumbuhan penggunaan biodiesel 31,3% per tahun dan bioethanol 24,0% per tahun. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk mengurangi penggunaan BBM melalui substitusi BBM dengan menggunakan BBG, biodiesel dan bioethanol. Sama dengan pada skenario BaU, penggunaan minyak bakar diprakirakan akan terus menurun karena memang produksinya akan terus dikurangi dan disubstitusi dengan BBM yang lain. Pada Gambar 3.11 ditampilkan pangsa penggunaan enegi final untuk tahun 2010 dan tahun 2025 untuk skenario KEN. Sama dengan skenario BaU, pada tahun 2010 pemanfaatan energi final sebagian besar dipenuhi oleh penggunaan bensin, yaitu sebesar 53% diikuti oleh minyak diesel/solar 29%, avgas/avtur 8%, dan biodiesel 1%. Pangsa penggunaan energi final ini berubah cukup signifikan pada tahun Pada skenario KEN sudah memasukkan beberapa kebijakan 46

50 untuk substitusi dan konservasi energi seperti pada skenario REF. Pada tahun 2025 pangsa penggunaan energi yang terbesar adalah bensin 44%, diikuti oleh minyak diesel/solar 27%, avgas/avtur 7%, BBG 7%, dan biodisel serta bioethanol masing-masing 7% pangsanya terhadap total kebutuhan energi finalnya. Pertumbuhan penggunaan BBG sudah cukup signifikan untuk skenario ini. Gambar Pangsa Kebutuhan Energi Final per Jenis Bahan Bakar di Sektor Transportasi (Skenario KEN) 47

51 BAB 4 EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI Pengembangan sektor transportasi di Indonesia di masa depan perlu memperhatikan kelestarian lingkungan. Sektor transportasi dapat menimbulkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pencemaran udara. Emisi GRK berdampak secara global sedangkan pencemaran udara berdampak secara lokal. Berbagai teknologi bersih yang ramah lingkungan perlu dikaji untuk dapat diterapkan sebagai opsi dalam pengembangan sektor transportasi. Dengan menggunakan teknologibersih secara tidak langsung akan mengurangiemisi GRK dan mempunyai peluang untuk menerapkan Clean Development Mechanism (CDM). Dalam kajian ini hanya akan dibahas mengenai emisi GRK di sektor transportasi yang akan berdampak secara global Pemanasan Global dan Perubahan Iklim Perubahan iklim merupakan fenomena yang mendapatkan perhatian penuh dunia Internasional karena efeknya yang dapat mengganggu kelangsungan kehidupan manusia secara global. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) atau greenhouse gas (GHG) diyakini sebagai salah satu penyebab dari terjadinya pemanasan global. Peningkatan konsentrasi GRK ini memicu meningkatnya suhu permukaan bumi, karena GRK ini mempunyai sifat menyerap energi panas dari matahari. Sehingga menimbulkan apa yang disebut efek rumah kaca. Peningkatan suhu dipermukaan bumi akhir-akhir ini telah secara nyata menimbulkan perubahan iklim secara global. Beberapa hal yang dapat kita ketahui dan lihat adalah adanya musim salju yang sangat dingin dan suhu musim panas yang sangat ekstrem di negara-negara belahan bumi Utara dan Selatan. Sedangkan di negara-negara tropis, dapat kita temui berita yang menunjukkan perubahan pola iklim hujan di beberapa daerah, juga adanya peningkatan curah hujan yang sangat ekstrim. Perubahan iklim ini menimbulkan dampak kepada pola pertanian, pola ekosistem dan juga menimbulkan wabah penyakit tertentu. Intinya memberikan dampak perubahan terhadap kehidupan manusia secara global. 48

52 Pemanasan global mulai mendapatperhatian yang serius pada pertengahan tahun1980 sejak World Meteorological Organization (WMO) melakukan penelitian dan mengeluarkan scientific background tentang perubahan iklim global. WMO bersama-sama dengan United Nation Environment Programme (UNEP) membentuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 1988dan mengusulkan Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB) untuk melakukan tindakan untuk menanggulangi pemanasan global. PBB kemudian mengeluarkan resolusi tentang penanggulangan pemanasan global untuk saat ini dan generasi mendatang. Resolusi ini ditindak lanjuti dengan mengadakan World Summit di Rio de Janeiro tahun Hasil pertemuan World Summit adalah konvensi di bidang: biodiversitas, perubahan iklim dan agenda 21. Untuk selanjutnya konvensi untuk perubahan iklim disebut United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Selanjutnya berdasarkan UNFCCC sepakat untuk mengadakan rapat tahunan tingkat menteri yang disebut Conference Of the Party (COP) dan rapat lima tahunan setingkat kepala negara. Beberapa hasil yang penting dari penyelenggaraan COP dapat dirangkumkan sebagai berikut. COP 1 di Berlin pada tahun 1995 melahirkan mekanisme pendanaan yang disebut Joint Implementation yang dapat dilakukan antar negara-negara maju dan Activities Implemented Jointly antara negara maju dengan negara berkembang. COP2 di Genewa pada tahun 1996 tidak menghasilkan kesepakatan yang berarti. Baru pada COP 3 di Kyoto pada tahun 1997 dikeluarkan Protokol Kyoto yang mengharuskan negara maju untuk mengurangi emisi CO2 sebesar 5% dari level tahun 1990 pada periode 2008 sampai COP 9 yang diadakan di Milan, Italia membahas lebih lanjut prosedur pengajuan CDM. COP 12 yang diadakan pada tahun 2006 di Nairobi, Kenya membahas pendanaan spesial dalam rangka menanggulangi pemanasan global. Ada tujuh jenis GRK yang didefiniskan oleh UNFCCC (United Nations Frameworks Convention on Climate Change), yaitu, CO2 (karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrous oxide), HFCs (hidrofluorokarbon), PFCs (perfluorokarbon) dan SF6 (sulfur heksafluorida). Kekuatan daya rusak untuk setiap gas dan sumber emisinya di tunjukkan pada Tabel

53 Frameworks Convention on Climate Change), yaitu, CO 2 (karbon dioksida), CH 4 (metana), N 2O (nitrous oxide), HFCs (hidrofluorokarbon), PFCs (perfluorokarbon) dan SF 6 (sulfur heksafluorida). Kekuatan daya rusak untuk setiap gas dan sumber emisinya di tunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel Tabel 4.1. Sumber 4.1. Sumber Emisi GRK dan Kekuatan Daya Daya Rusak Rusak Jenis Kekuatan Sumber Emisi CO 2 1 pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit energipembuatan batu kapur, semen CH 4 21 fermentasi anaerobic di TPA sampah pengolahan anaerobic limbah organic cair, kotoranternak, dan lain-lain N 2O 310 industriasamnitrat proses pencernaankotoranternak HFCs produksi HCFC-22 kebocorandari media pendingin pada kulkas dan AC PFCs penggunaan bahan etching dalam proses produksi semi konduktor penggunaan bahan fluxing pada proses pembersihan metal SF penggunaan penutup gas dalam proses pencairan magnesium penggunaan dalam proses produksi bahan semi konduktor Sumber: UNFCCC (2005) Satuan Satuan yang yang digunakan digunakan untuk menunjukkan untuk besarnya menunjukkan pengurangan besarnya emisi pengurangan emisi adalah t-co2, sehinga jika kita mengurangi 1 ton adalah t-co 2, sehinga jika kita mengurangi 1 ton dari GRK yang lain (selain dari GRK yang lain (selain CO2), maka hasilnya dikalikan dengan CO daya 2), maka hasilnya dikalikan dengan daya kekuatannya dibandingkan CO kekuatannya dibandingkan CO2. Emisi CO2 merupakan bagian 2. terbesar Emisi CO 2 dari merupakan emisi GRK bagian yang terbesar ada. dari emisi GRK yang ada Mekanisme Perdagangan Emisi 45 Sebagai upaya untuk stabilisasi konsentrasi GRK telah diambil langkah penting berupa kesepakatan Protokol Kyoto sebagai instrumen hukum yang mengikat negara-negara maju untuk menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebesar rata-rata 5% dari tingkat emisinya pada tahun Penurunan tingkat emisi GRK tersebut harus dicapai pada tahun Dalam protokol ini ada tiga mekanisme pendanaan yang dapat digunakan yaitu: Joint Implementation (JI), Clean Development Mechanism (CDM) dan Emission Trading (ET). Indonesia sebagai negara berkembang hanya dapat mengikuti mekanisme CDM secara sukarela. CDM merupakan mekanisme perdagangan karbon yang unik, karena menggabungkan kepentingan lingkungan dengan mekanisme perdagangan, dan menjembatani kepentingan negara maju dengan negara berkembang. 50

54 Melalui program CDM, negara maju dan negara berkembang bekerja sama untuk mengurangi emisi GRK secara bersama-sama. Bagi negara berkembang program CDM merupakan jalur investasi dan transfer teknologi dari negara maju, sedangkan bagi negara maju program CDM merupakan cara pengurangan emisi gas rumah kaca dengan harga murah, dengan cara mendapatkan kuota emisi GRK. Keuntungan penerapan mekanisme CDM pada suatu proyek di negara berkembang diantaranya adalah sebagai berikut: Membantu proyek ramah lingkungan menjadi lebih feasible karena adanya pendapatan tambahan dari hasil penjualan besarnya pengurangan emisi GRK yang terjadi pada saat proyek dioperasikan. Hal ini, selain menjadikan proyek ini lebih kompetitif, dengan melaksanakan mekasnime CDM, dapat meningkatkan good image perusahaan, karena telah melaksanakan kegiatan ramah lingkungan. Adanya kemungkinan transfer teknologi dari negara maju ke suatu proyek di negara berkembang. Melalui program CDM, negara maju (disebut Annex I) mendapat keuntungan, dengan dapat melakukan upaya penurunan emisi GRK dengan harga investasi yang relatif lebih murah dibanding jika mereka harus membangun proyek tersebut di negara mereka sendiri. Negara berkembang sebagai tuan rumah mendapat keuntungan berupa bantuan keuangan, peningkatan kapasitas SDM, transfer teknologi dan pembangunan berkelanjutan. Tahap pertama dari Protokol Kyoto akan berakhir tahun 2012 dan sampai saat ini belum ada kesepakatan yang mengikat (legally binding) untuk meneruskan protokol Kyoto tahap kedua. Kelanjutan Protokol Kyoto setelah tahun 2012 masih menjadi perdebatan di forum-forum Internasional tentang perubahan iklim. Negaranegara berkembang mengusulkan ada keberlanjutan Protokol Kyoto menjadi fase kedua. Pada fase kedua ini diharapkan ada kemajuan dalam penurunan emisi GRK untuk negara maju yang bisa mencapai 45% terhadap emisi tahun 1990 pada tahun 2020 nanti. Sedangkan negara-negara maju lebih condong untuk 51

55 mengakhiri Protokol Kyoto dan mencari alternatif mekanisme yang lain. Upaya negara-negara maju untuk mengakhiri Protokol Kyoto dianggap sebagai upaya memaksa negara-negara berkembang dengan emisi besar, seperti Cina, India, Brasil, dan Afrika Selatan untuk sama-sama berkomitmen mengurangi emisi GRK mereka serta menghapus perbedaan antara negara Annex I dan non- Annex I. Uni Eropa memegang peran penting karena sebagai pemasok Certified Emission Reduction (CER) saat ini maupun setelah Selama ini pengembangan CDM masih terkendala banyak hal seperti pengurusan yang lama dan ketidakpastian akan mekanisme CDM paska Skema baru CDM bermunculan dan masih diperdebatkan. Skema baru tersebut seharusnya tidak hanya mempertimbangkan pembangunan dengan kadar karbon rendah tetapi juga sekaligus mengurangi kemiskinan, menghapus ketimpangan pendapatan, dan meningkatkan kesejahteraan sosial menuju dunia global yang lebih adil antara negara maju dan negara berkembang. Beberapa pendekatan yang dipertimbangkan antara lain pendekatan sektoral. Dalam sektoral CDM, kredit diberikan tidak lagi berdasarkan proyek per proyek, tetapi atas pengurangan emisi yang bisa dicapai dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan untuk sektor tersebut Inventori, Mitigasi dan Adaptasi Dalam rangka menanggulangi dampak pemanasan global, perlu adanya inventori, mitigasi, dan adaptasi. Berikut akan dibahas secara ringkas ketiga terminologi tersebut. Inventori Inventori dilakukan untuk mengetahui sumber emisi gas rumah kaca serta besarnya emisi yang dihasilkan. Indonesia secara berkala melaporkan inventori emisi GRK kepada UNFCCC. Kementerian atau Lembaga yang berkewajiban membuat inventori adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan sudah mengirimkan laporannya berjudul First National Communication of Republic of Indonesia for Emisi CO2 yang merupakan bagian terbesar dari emisi GRK di Indonesia dengan pangsa sebesar hampir 70% sedangkan gas lainnya sebesar 30%. Pada tahun 1994 total emisi GRK sekitar

56 juta ton ekivalen CO2. Sumber utama emisi GRK adalah sektor energi dan sektor kehutanan. Sektor energi mempunyai pangsa sebesar 46 % dari total emisi GRK yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil pada bermacam-macam aktivitas seperti: produksi energi, pengolahan energi dan juga pembakaran energi yang digunakan baik untuk pembangkit listrik maupun untuk keperluan industri lainnya. Pada tahun 2009 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Komunikasi Nasional Kedua (Second National Communication). Berdasarkan Komunikasi Nasional Kedua tersebut dinyatakan bahwa pada tahun 2005 total emisi GRK di Indonesia mencapai 1,1 Gton dan dari sektor energi menyumbang 0,375 Gton atau sekitar 34 persen dari total emisi GRK. Pada tahun 2009 pemerintah juga mengeluarkan dokumen TNA (Technology Needs Assessment) yang berisi potensi pengembangan teknologi untuk mitigasi GRK di Indonesia. Mitigasi Setelah tahapan inventori, kemudian dilakukan mitigasi untuk melihat opsi teknologi yang mempunyai peluang untuk diterapkan dalam mengurangi emisi GRK. Mitigasi dilakukan untuk memperoleh level emisi tertentu dengan mengganti teknologi yang sudah ada dengan teknologi yang baru. Teknologi untuk mitigasi gas rumah kaca dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: untuk sisi penawaran dan untuk sisi permintaan. Untuk sisi penawaran dapat dilakukan dengan menggunakan sistem konversi yang lebih efisien, mengubah bahan bakar dari energi yang mempunyai emisi tinggi menjadi energi yang mempunyai emisi rendah, dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan. Untuk sisi permintaan dapat menggunakan demand side management, dan menggunakan peralatan yang lebih efisien. Ada empat faktor utama yang mendorong terjadinya peningkatan emisi di sektor transportasi, yaitu: Jarak tempuh atau aktivitas perjalanan(vehicle kilometer) Intensitas energi kendaraan bermotor Moda transportasi yang digunakan, dan Kandungan karbon bahan bakar. 53

57 Tiga faktor pertama berkaitan dengan efisiensi energi yang dapat dicapai melalui perbaikan teknologi maupun manajemen pengelolaan sistem transportasi. Sedangkan faktor terakhir berhubungan dengan substitusi penggunaan energi. Substitusi dari penggunaan BBM dengan bahan bakar bersih seperti Bahan Bakar Nabati (BBN) akan dapat mengurangi emisi GRK. Berbagai opsi teknologi serta bahan bakar yang dapat dijadikan untuk mitigasi GRK ditunjukkan pada Gambar 4.1. Makin tinggi emisi GRK yang dapat dikurangi maka teknologi yang harus digunakan juga semakin rumit dan mahal. Begitu juga dengan masalah keamanan pasokan energi (security of supply), makin tinggi keamanan pasokan maka memerlukan teknologi dan biaya yang tinggi. Secara garis besar penggunaan BBN (biodiesel, bioethanol dan Fischer-Tropschbiomasa), hidrogen, dan meningkatkan efisiensi energi merupakan opsi yang dapat dipertimbangkan untuk mengurangi emisi GRK di masa depan. Penggunaan BBN baik dalam bentuk biodiesel maupun bioethanol dengan teknologi konvensional sudah mulai dikembangkan. Namun penggunaan proses Fischer- Tropsch masih dalam tahap pengembangan karena biaya produksi bahan bakar dengan proses ini masih kurang kompetitif saat ini. Begitu juga penggunaan hidrogen masih banyak kendala baik dari segi pembuatan maupun teknik penyimpanannya. Sumber: IEA (2008) Gambar 4.1. Opsi Bahan Bakar Alternatif dan Kontribusi terhadap KeamananPasokan dan Pengurangan Emisi GRK 54

58 Peningkatan efisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi mesin kendaraan yang lebih maju. Teknologi ini bervariasi mulai dari perbaikan sistem pengapian mesin, peningkatan perbandingan kompresi antara bahan bakar dan udara, sampai penggunaan teknologi hibrida. Teknologi ini sudah mulai digunakan saat ini dan terus dilakukan inovasi supaya harganya lebih murah. Adaptasi Berdasarkan laporan Bank Dunia (2009) disebutkan bahwa perubahan iklim akan berdampak pada masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir dan yang menggantungkan hidupnya pada pertanian dan perikanan yang peka terhadap perubahan iklim. Masyarakat Indonesia 65% bermukim di wilayah pesisir dan akan terpengaruh, baik yang berada di kota pesisir yang padat penduduk, maupun masyarakat desa nelayan. Hal ini juga berarti, masyarakat pedesaan yang memilki penghidupan dari aktivitas yang berhubungan dengan pertanian, perikanan dan hutan, akan sangat terkena dampaknya. Kebanyakan masyarakat diwilayah pesisir umumnya adalah masyarakat termiskin di Indonesia dan memiliki sumber daya terbatas dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim di Indonesia diperkirakan akan sangat besar, namun masih sulit untuk dikuantifikasi. Perhitungan kerugian bagi perekomoniam Indonesia jangka panjang, baik akibat dampak langsung dan tidak langsung, menunjukkan angka yang signifikan. Pada tahun 2100, kerugian PDB diperkirakan akan mencapai 2.5%, yaitu empat kali kerugian PDB rata-rata global akibat perubahan iklim. Apabila peluang terjadinya bencana turut diperhitungkan, kerugian dapat mencapai 7% dari PDB. Biaya ini cukup besar bagi Indonesia dan perlu dicari solusinya untuk jangka panjang. Untuk melindungi masyarakat termiskin dan mencegah biaya ekonomi yang dapat mengurangi keberhasilan pembangunan, Pemerintah perlu segera melaksanakan tindakan adaptasi atas perubahan iklim. Ada banyak pilihan beradaptasi, yang mencakup sektor sumber daya air, pertanian, kehutanan, pesisir/bahari dan kesehatan. Mengintegrasikan opsi-opsi tersebut ke dalam rencana dan implementasi pembangunan merupakan tantangan terbesar Indonesia dalam abad mendatang. 55

59 Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak ganda perubahan iklim. Meskipun kepastian mengenai besarnya bahaya masih belum dapat dipastikan, namun beberapa yang diperkirakan akan sangat signifikan adalah: Kenaikan temperatur yang tidak terlalu tinggi. Temperatur ratarata tahunan di Indonesia telah mengalami kenaikan 0,3 o C (pengamatan sejak 1990). Tahun 1998 merupakan tahun terpanas dalam abad ini, dengan kenaikan hampir 1 o C (di atas rata-rata dari tahun ). Curah hujan yang lebih tinggi. Perubahan iklim diperkirakan akan mengakibatkan kenaikan curah hujan 2-3% per tahun, serta musim hujan yang lebih pendek (lebih sedikit jumlah hari hujan dalam setahun), yang menyebabkan resiko banjir meningkat secara signifikan. Hal ini akan merubah keseimbangan air di lingkungan dan mempengaruhi pembangkit listrik tenaga air dan suplai air minum. Kenaikan permukaan air laut. Daerah berpopulasi padat akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan permukaan air laut. Ada sekitar 40 juta masyarakat Indonesia yang bermukim dalam jarak 10m dari permukaan air laut rata-rata, yang berarti sangat rentan terhadap perubahan permukaan air laut. Ketahanan pangan. Perubahan iklim akan mengubah curah hujan, penguapan, limpasan air, dan kelembapan tanah; yang akan mempengaruhi produktivitas pertanian. Kesuburan tanah akan berkurung 2-8% dalam jangka panjang, yang akan berakibat pada penurunan produksi tahunan padi sebesar 4%, kedelai sebesar 10%, dan jagung sebesar 50%. Sebagai tambahan, kenaikan permukaan air laut akan menggenangi tambak di pesisir, dan berpengaruh pada produksi ikan dan udang di seluruh negeri. Pengaruh pada keanekaragaman bahari. Diperkirakan bahwa iklim yang berubah akan meningkatkan suhu air laut Indonesia sebesar o C. Hal ini akan menambah tekanan pada 50,000km2 terumbu karang, yang sudah dalam keadaan darurat. Pemutihan 56

60 terumbu karang diperkirakan akan meningkat secara konstanpada suhu air laut, seperti yang diamati pada saatterjadinya El Nino. 4.2.Rencana Aksi Nasional dan Rencana Aksi Daerah Pada pertemuan G-20 di Pittsburgh bulan September 2009, Pemerintah Indonesia mengeluarkan komitmen yang tidak mengikat untuk menurunkan emisi GRK di Indonesia sebesar 26% pada 2020 dengan usaha sendiri dan akan meningkat menjadi 41% apabila ada bantuan dari Internasional. Sektor kehutanan diharapkan dapat menurunkan emisi kurang lebih 14% melalui pengelolaan hutan seperti pencegahan deforestasi, degradasi, kegiatan penanaman kembali serta penurunan jumlah hot spot kebakaran hutan. Sektor energi dan pengelolaan limbah diharapkan dapat menurunkan emisi masing-masing kurang lebih 6%. Pengurangan emisi GRK untuk sektor energi dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi baru dan terbarukan serta meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Komitmen penurunan emisi GRK tersebut disampaikan kembali pada konferensi perubahan iklim di Kopenhagen pada Desember Sejalan dengan komitmen penurunan emisi pada tahun 2020, pemerintah mengeluarkan Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) pada bulan Maret ICCSR ini memuat strategi sembilan sektor, yaitu kehutanan, energi, industri, transportasi, limbah, pertanian, kelautan dan perikanan, sumber daya air, dan kesehatan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim hingga tahun 2030 ke depan. ICCSR ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim Kebijakan Pada bulan September 2011, pemerintah mengeluarkan rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca melalui Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun Sesuai peraturan tersebut, pemerintah pusat dan daerah, serta kementerian dan lembaga terkait mendapat tugas dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca atau disebut RAN-GRK. RAN-GRK tersebut meliputi bidang pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, serta pengolahan limbah. Peraturan ini juga 57

61 memerintahkan gubernur untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Penurunan Gas Rumah Kaca (RAD-GRK) paling lambat satu tahun setelah keluarnya peraturan ini. Rencana aksi itu kemudian diserahkan ke Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Dalam Negeri. Sedangkan menteri dan pimpinan lembaga diminta menyampaikan pelaksanaan RAN-GRK ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian diwajibkan melapor kepada Presiden mengenai pelaksanaan RAN-GRK paling sedikit satu tahun sekali. Pemantauan, pelaporan dan verifikasi (Monitoring, Reporting and Verification MRV) terhadap pengurangan emisi GRK merupakan proses penting dalam RAN GRK. Melalui proses ini upaya pengurangannya dapat efektif dan biayanya efisien sehingga semua dapat terukur secara kuantitafif dan manfaatnya dapat terbagi secara adil. MRV merupakan bagian dari sistem monitoring dan evaluasi dari aksi mitigasi yang akan diambil oleh negara-negara peratifikasi UNFCCC yang dibentuk berdasarkan Bali Action Plan. Konsep MRV dapat dianggap sebagai sebuah pelengkap kegiatan dan proses yang diikuti oleh sebuah negara untuk memperkirakan emisi GRK, mengembangkan dan melaksanakan aksi mitigasi, dan memonitor dan melaporkan dukungan berbasis finansial, teknologi dan kapasitas yang diterima dari negara lain Rencana Aksi Sektor Transportasi Sektor transportasi menyumbang polusi udara yang besar, terutama di perkotaan yang menjadi pusat penggunaan kendaraan bermotor. Sektor transportasi mengeluarkan gas buang yang langsung mengakibatkan efek rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen oksida (N2O). Keseluruhan emisi tersebut dihitung totalnya dengan persamaan CH4 sama dengan 12 kali CO2 dan N2O sama dengan 310 kali CO2, Emisi gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber pencemar potensial dari sumber bergerak sehingga jumlah kendaraan bermotor serta kegiatan lalu lintas jalan, baik yang tercatat maupun yang melintas menjadi perhatian serta perlu dikendalikan emisi yang dikeluarkan. Dalam RAN-GRK rencana pengendalian emisi untuk sektor transportasi secara rinci ditunjukkan dalam Tabel

62 Rencana aksi penurunan emisi GRK di sektor transportasi dilakukan dengan konsep sustainable transport dan multimoda transport. Perencanaan transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) sudah menjadi bagian dari rencana pembangunan nasional yang sudah ada sampai saat ini. Penggunaan multimoda transport diharapkan dapat lebih efisien dan efektif dari pada menggunaan kendaraan pribadi yang tidak ada alternatif lain kecuali dengan menggunakan BBM. Angkutan multimoda (multimoda transport) adalah rangkaian angkutan barang dan orang yang menggunakan dua atau lebih moda tranportasi, yang mempunyai kombinasi dan saling ketersambungan pada transfer point. Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi Tabel 4.2. RAN-GRK Sektor Transportasi Darat Tabel 4.2. RAN-GRK Sektor Transportasi Darat No RencanaAksi ReformasiSistem Transit: Bus Rapid Transit (BRT)/ Semi BRT Peremajaan Armada AngkutanUmum PemasanganConverter Kit (gasifikasiangkutanumum) Pelatihan dan Sosialisasi Smart Driving (ecodriving) MembangunNon Motorized Transport (pedestrian danjalursepeda) Lokasi 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin 9 kota : Medan, Palembang, Jabodetabek, Cilegon, Cirebon, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, dansengkang 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang,Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan dan Banjarmasin 59 56

63 Kajian Inventori Emisi GRK Sektor Transportasi Pengguna Energi Pembangunan Intelligent Transport System (ITS) Jabodetabek + 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin PenerapanPengendalianDampakLalu-Lintas (Traffic Impact Control/TIC) PenerapanManajemenParkir PenerapanCongestion ChargingdanRoad Pricing (dikombinasikandenganangkutanumummassalcepat ) Sumber: Kemenhub (2012) Sumber: (2012) 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin 12 kota : Medan, Padang, Pekanbaru, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Banjarmasin 2 kota : Jakarta dan Surabaya Strategi Strategi aksi aksi yang mungkin mungkin diterapkan diterapkan dapat dibagi menjadi dapat avoid, dibagi shift, menjadi avoid, shift, dan improve. dan improve. Avoid atau Avoid reduce atau berarti reduce menghindari berarti atau mengurangi menghindari atau perjalanan atau kebutuhan untuk perjalanan (terutama di daerah perkotaan) mengurangi perjalanan atau kebutuhan untuk perjalanan (terutama di melalui penatagunaan lahan, regulasi, dan lain-lain. Shift berarti beralih ke daerah perkotaan) melalui penatagunaan lahan, regulasi, dan lain-lain. moda transportasi yang lebih ramah lingkungan (dari penggunaan pribadi ke Shift berarti beralih ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan transportasi umum dan transportasi tidak bermotor. Improve berarti (dari penggunaan pribadi ke transportasi umum dan transportasi tidak meningkatkan efisiensi energi dari moda transportasi dan teknologi bermotor. kendaraan. Improve Pada dokumen berarti Rencana meningkatkan Aksi Nasional penuruan efisiensi emisi-grk energi telah dari moda transportasi dipilih dan beberapa teknologi aksi mitigasi kendaraan. secara nasional. Pada Beberapa dokumen aksi mitigasi yang Rencana Aksi Nasional penuruan emisi-grk telah dipilih beberapa aksi mitigasi 57 secara nasional. Beberapa aksi mitigasi yang dapat mengurangi emisi GRK di sektor transportasi akan dijelaskan di bawah ini. Reformasi Sistem Bus Rapid Transit (BRT)/ Semi BRT. Semi BRT merupakan sistem transit bagian dari angkutan masal perkotaan sebagai tahapan transisi dari BRT. BRT merupakan sistem angkutan masal berbasis jalan yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat masal. Peremajaan Armada Angkutan Umum. Peremajaan armada 60

64 angkutan umum adalah pergantian kendaraan angkutan umum yang lama, yang sudah tidak laik jalan digantikan dengan kendaraan yang baru. Pergantian bisa menggunaan jenis kendaraan yang sama untuk dioperasikan pada rute yang sama dengan kendaraan angkutan umum yang digantikannya. Kendaraan yang baru tentunya akan lebih efisien dalam penggunaan energi dari pada kendaraan lama. Pemasangan Converter Kit. Gasifikasi angkutan umum adalah kegiatan mengkonversi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) pada angkutan umum dengan menggunakan converter kit. Terpasangnya converter kit pada angkutan kota yang menggunakan bensin untuk menurunkan emisi CO2 hingga 20% (Kemenhub, 2012). Pelatihan dan Sosialisasi Smart Driving. Smart driving adalah metode berkendaraan yang hemat energi, ramah lingkungan, selamat dan nyaman. Metode smart driving menggunakan strategi perilaku pengemudi dalam berkendaraan agar dicapai konsumsi bahan bakar yang paling efisien. Hasil uji coba studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan metoda berkendaraan ini berpotensi untuk dapat menghemat bahan bakar antara 10%- 40% dan menurunkan emisi gas buang kendaraan hingga 20% (Kemenhub, 2012). Beberapa teknik yang umum digunakan untuk menghemat bahan bakar antara lain mematikan mesin saat berhenti lebih dari 30 detik, menggunakan AC dengan bijak, hindari penggunaan rak diatap, turunkan muatan yang tidak perlu, periksa tekanan ban secara berkala, gunakan peralatan pemantau pemakaian bahan bakar di dalam kendaraan, saat berhenti ditanjakan gunakan rem tangan untuk menahan agar kendaraan tidak meluncur mundur, saat menaiki tanjakan gunakan gigi setinggi mungkin dengan menekan pedal gas hampir penuh, saat jalan menurun gunakan gigi tinggi dan injak kopling dan biarkan kendaraan meluncur. Membangun Non-Motorized Transport (Pedestarian dan Jalur Sepeda). Non-Motorized Transport (NMT) adalah moda dasar yang dapat mengintegrasikan suatu pelayanan transportasi dengan pelayanan transportasi lainnya dan merupakan bagian dari link untuk terhubung ke asal dan tujuan perjalanan. Misalnya, 61

65 pengguna transportasi umum biasanya memanfaatkan NMT untuk mengakses perjalanan dari simpul transportasi umum dan tujuan akhir mereka. Fasilitas NMT digunakan untuk menghubungkan dari fasilitas parkir ke tujuan akhir perjalanan. NMT juga merupakan suatu pilihan untuk mewujudkan mobilitas zero emission. Keberhasilan dalam penerapan NMT dapat meningkatkan kualitas udara, meningkatkan kesehatan dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kondisi saat ini, perkembangan kota-kota di Indonesia cenderung kurang mendukung penyelenggaraan NMT. Ketersediaan fasilitas pejalan kaki di perkotaan masih minim. Kota metropolitan hanya menyediakan fasilitas NMT sebesar 3,2%, kota besar sebesar 1,5%, kota sedang sebesar 5,3%, dan kota kecil sebesar 7,8%. Jumlah pengguna sepeda di Indonesia masih sedikit dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia seperti Tianjin (77%), Shenyang (65%), Groningen (50%), Beijing (49%), Dhaka (40%), Erlangen (26%), Odense (25%), Moscow (24%), New Delhi (22%), Copenhagen dan Basel (20%) serta Strassbough (15%. Walaupun komunitas pesepeda di Indonesia telah ada, tetapi penggunaannya masih sangat minim, seperti penggunaan sepeda di Jakarta hanya sebesar 1,04%. Pembangunan Intelligent Transport System (ITS). ITS adalah teknologi komunikasi dan informasi yang diterapkan pada sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan transportasi. Penggunaan ITS berpengaruh pada: (1) efisiensi kenderaan yang makin meningkat, (2) efisiensi berlaluintas yang makin meningkat, (3) tingkah laku pengemudi yang makin tertib, dan (4) pengurangan emisi GRK karena panjang perjalanan yang tidak perlu dan waktu terjebak kemacetan yang makin berkurang. Penerapan Pengendalian Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin). Andalalin adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas. Tujuan dari pelaksanaan andalalin adalah upaya pengendalian dampak lalu lintas yang diakibatkan oleh adanya pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur. Hasil analisis dampak lalu lintas akan dijadikan salah satu syarat pengembang atau pembangun untuk memperoleh 62

66 izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang bangunan. Penerapan Andalin yang baik dapat memberikan pengurangan emisi dari BaU. Pengurangan emisi didapat dengan mengurangkan emisi pembangunan tanpa adanya TIC (Traffic Impact Control) dan pembangunan setelah dilaksanakan TIC. Penerapan Manajemen Parkir. Strategi manajemen perparkiran mempengaruhi kenyamanan dan kemudahan untuk mencapai tujuan (aksesibilitas secara keseluruhan) serta bagaimana parkir dapat membantu mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas, strategi manajemen perparkiran perlu diikutsertakan dengan elemen elemen lain dari manajemen kebutuhan transportasi. Kebijakan manajemen perparkiran dapat berperan sebagai faktor tolak (push) untuk mendorong perpindahan moda ke angkutan umum dan menghindari perjalanan yang tidak terlalu penting yang membentuk strategi manajemen kebutuhan transportasi (Transport Demand Management -TDM) seutuhnya. Penerapan Road Pricing atau Congestion Charging. Road pricing adalah pengenaan biaya secara langsung terhadap pengguna jalan karena melewati ruas jalan atau wilayah (area) tertentu yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan dan atau, menjadi sumber pendapatan daerah dan mengurangi dampak lingkungan. Sebagai sarana untuk pengendalian lalu lintas, yang memaksa pengguna kendaraan pribadi untuk beralih ke angkutan umum, sehingga beban lalu lintas menjadi berkurang. Road pricing ini lebih efektif diterapkan di suatu kawasan (area bases), bukan hanya pada ruas jalan tertentu. Dana yang terkumpul, bisa dijadikan sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk mendukung beroperasinya moda transportasi yang lebih efektif, sehat, dan ramah lingkungan seperti bus rapid transit, mass tapid transit, dan lain-lain. Car Free Day. Car Free Day (CFD) atau menutup suatu pusat keramaian pada waktu-waktu tertentu dapat dijadikan suatu alternatif pengurangan emisi. Tidak hanya pengurangan emisi, tetapi aksi ini dapat juga dijadikan sebagai daya tarik wisata suatu kota. 63

67 4.3. Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Saat Ini Salah satu tolok ukur dalam pembangunan berkelanjutan adalah faktor lingkungan. Dalam studi ini faktor lingkungan yang diperhitungkan adalah emisi GRK. Dalam kajian ini emisi GRK yang diperhitungkan adalah karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan nitrous oxide (N2O). IPCC Guideline merupakan panduan umum untuk menghitung emisi GRK yang dikeluarkan oleh Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) bila belum ada koefisien emisi spesifik untuk negara tersebut.tahapan ini sering disebut inventori dan panduan yang paling sering digunakan adalah IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Besarnya emisi GRK dalam ton secara umum dapat dihitung berdasarkan rumus: Emisi GRK = (konsumsi bahan bakar) x (koefisien emisi GRK) Dengan data kebutuhan energi sektor transportasi per jenis bahan bakar dan data koefisien emisi maka dapat dihitung emisinya. Koefisien emisi GRK yang ditentukan meliputi CO2,CH4 dan N2O. Total emisi GRK merupakan penjumlahan dari masing-masing emisi dikalikan dengan bobot kekuatan daya rusaknya (Lihat Tabel 4.1) yang dinyatakan dalam CO2 ekuivalen. Koefisien emisi GRK dari masing-masing bahan bakar untuk masing-masing emisi ditunjukkan pada Tabel

68 penjumlahan dari masing-masing emisi dikalikan dengan bobot kekuatan daya rusaknya (Lihat Tabel 4.1) yang dinyatakan dalam CO 2 ekuivalen. Koefisien emisi GRK dari masing-masing bahan bakar untuk masing-masing emisi ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel Tabel Koefisien Emisi GRK GRK KoefisienEmisi BahanBakar CO 2 CH 4 N 2O ton/gj g/gj g/gj Gas BBM Avgas Avtur Premium Bio Premium Pertamax Bio Pertamax Pertamax Plus Bio Solar Minyak Tanah Minyak Solar (ADO) Minyak Diesel (IDO) MinyakBakar (FO) Listrik Catatan: - Sumber: diolah dari IPCC - BBN yang dipertimbangkan adalah E-5 dan B-5 - Emisi listrik dianggap nol karena sudah dihitung di sektor pembangkit Total emisi GRK pada tahun 2010 di sektor transportasi adalah 62 sebesar105,1 juta ton CO2 ekuivalen, yang meliputi emisi CO2 sebesar 104,4 juta ton CO2 ekuivalen, CH4 sebesar 0,4 juta ton CO2 ekuivalen dan N2O sebesar 0,3 juta ton CO2 ekuivalen. Kontributor utama emisi di sektor transportasi adalah CO2 dengan pangsa mencapai 99% (lihat Gambar 4.1). Bahan bakar minyak merupakan kontributor utama bagi emisi GRK ini. Penggunaan BBG masih sangat sedikit sehingga belum signifikan terhadap emisi GRK pada tahun : Total 105,1 Juta Ton CO2 Ekuivalen CH4 1% NO2 0% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.2. Emisi GRK di Sektor Transportasi (2010) 65

69 Emisi GRK per moda transportasi ditunjukkan pada Gambar 4.3. Moda transportasi darat mendominasi pangsa penghasil emisi GRK yaitu sebesar 91% dari total emisi di sektor transportasi. Sedangkan moda transportasi udara menempati posisi kedua dengan pangsa sebesar 9% dan untuk moda transportasi laut pangsanya sangat kecil. Dengan demikian BBM dan moda transportasi darat merupakan faktor kunci dalam menurunkan emisi GRK di sektor transportasi masa mendatang : Total 105,1 Juta Ton CO2 Ekuivalen Udara 9% Laut 0% Darat 91% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.3. Emisi GRK Per Moda Transportasi (2010) 4.4. Prakiraan Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Transportasi Dengan metode perhitungan yang sama dengan untuk perhitungan kondisi saat ini maka prakiraan emisi GRK untuk jangka panjang dapat ditentukan. Prakiraan emisi ini berdasarkan prakiraan energi untuk periode dengan tiga skenario, yaitu skenario BaU, skenario REF dan skenario KEN. Perbandingan emisi GRK untuk setiap skenario ditunjukkan pada Gambar

70 Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.4.Perbandingan Emisi GRK untuk Setiap Skenario Pada skenario BaU emisi GRK meningkat dari 105 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2010 menjadi 645 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025, atau meningkat rata-rata 12,9% per tahun. Pada tahun 2025 untuk skenario REF meningkat menjadi 438 juta ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 10,0% per tahun, dan untuk skenario KEN meningkat menjadi juta 434 ton CO2 ekuivalen atau meningkat rata-rata 9,9% per tahun. Skenario KEN lebih rendah emisi GRKnya karena sudah mengakomodasi kebijakan substitusi bahan bakar serta konsumsi energinya lebih rendah daripada skenario BaU Skenario BaU Pada tahun 2025 pangsa emisi GRK yang terbesar adalah dari moda transportasi darat dan dari emisi CO2 untuk skenario BaU (lihat Gambar 4.5). Pangsa emisi dari moda transportasi darat dari 2010 hingga tahun 2025 terus dominan, begitu pula pangsa emisi CO2. Pada skenario BaU tren masing-masing jenis emisi relatif sama karena pertumbuhannya sesuai dengan kondisi tahun dasar Tanpa ada usaha mitigasi (BaU) maka jumlah emisi dari sektor transportasi akan berjumlah 907,9 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020 dan meningkat menjadi 1.554,4 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun

71 BaU : Total 645 Juta Ton CO2 Ekuivalen Udara 8% Laut 0% BaU : Total 645 Juta Ton CO2 Ekuivalen CH4 1% NO2 0% Darat 92% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.5. Emisi GRK Skenario BaU Per Moda dan Per Jenis (2025) Skenario Reference Komposisi emisi GRK per moda transportasi maupun per jenis emisi untuk jangka panjang untuk skenario REF tidak berbeda secara signifikan dengan skenario BaU. Moda transportasi darat dan emisi CO2 pangsanya akan dominan pada tahun 2025 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.6. Emisi GRK pada tahun 2025 sedikit lebih rendah dari pada skenario BaU karena kebutuhan energinya juga lebih rendah. Dengan usaha mitigasi untuk skenario REF maka emisi GRK dapat dikurangi menjadi sebesar 787,7 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020 atau sekitar 13,2% dari skenario BaU dan dapat dikurangi menjadi sebesar 1.246,3 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025 atau sekitar 19,8% dari skenario BaU. REF : Total 438 Juta Ton CO2 Ekuivalen REF : Total 438 Juta Ton CO2 Ekuivalen Udara 9% Laut 0% CH4 1% NO2 0% Darat 91% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.6. Emisi GRK Skenario REFPer Moda dan Per Jenis (2025) 68

72 Skenario KEN Komposisi emisi GRK per moda transportasi maupun per jenis emisi untuk jangka panjang untuk skenario KEN ini tidak berbeda secara signifikan dengan skenario BaU. Moda transportasi darat dan emisi CO2 pangsanya akan dominan pada tahun 2025 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7. Perbedaan utama dengan skenario BaU dan REF adalah mulai banyak digunakan BBG sehingga pangsa emisi dari penggunaan gas meningkat pada tahun 2025 yang mencapai 6% dari total seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8. Dengan usaha mitigasi untuk skenario KEN maka emisi GRK dapat dikurangi menjadi sebesar 782,7 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2020 atau sekitar 13,8% dari skenario BaU dan dapat dikurangi menjadi sebesar 1.240,6 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2025 atau sekitar 20,2% dari skenario BaU. KEN : Total 434 Juta Ton CO2 Ekuivalen KEN : Total 434 Juta Ton CO2 Ekuivalen Udara 9% Laut 0% CH4 1% NO2 0% Darat 91% C02 99% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.7. Emisi GRK Skenario KENPer Moda dan Per Jenis (2025) 69

73 KEN : Total 434 Juta Ton CO2 Ekuivalen Gas 6% BBM 94% Sumber: Olah Data Tim Gambar 4.8. Emisi GRK Skenario KEN Per Jenis Bahan Bakar (2025) 4.5. Sektor Transportasi yang Rendah Karbon Masyarakat rendah karbon (low-carbon society) adalah masyarakat yang mempunyai komitmen secara berkelanjutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari aktivitas sehari-hari. Dengan mengubah perilaku yang lebih banyak menggunakan energi terbarukan yang ramah lingkungan serta melakukan efisiensi maka dapat dihindari proses perubahan iklim yang merugikan masyarakat dunia. Salah satu aktivitas masyarakat yang banyak menggunakan energi adalah sektor transportasi, khususnya penggunaan kendaraan bermotor. Ada tiga cara untuk mengurangi emisi GRK di sektor transportasi, yaitu: Mengurangi emisi per kilometer Mengurangi emisi per unit transportasi Mengurangi jarak atau jumlah perjalanan. Proyek mengurangi emisi per kilometer dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi (menggunakan teknologi baru atau memperbaiki manajemen pengoperasian kendaraan), meningkatkan infrastruktur, dan menggunakan bahan bakar yang rendah emisi. Penggunaan mobil hibrid maupun mobil listrik dapat mengurangi emisi tetapi biayanya cukup mahal sehingga belum ada yang mengajukan opsi ini sebagai proyek CDM. Opsi ini dapat digabung dengan perbaikan infrastruktur transportasi masal dengan mengguakan bus yang mempunyai efisiensi tinggi. 70

74 Penggunaan BBG sebagai bahan bakar yang mempunyai emisi rendah dapat mengurangi emisi sekitar 10-20% dibandingkan dengan penggunaan minyak solar atau bensin. Sehingga opsi ini secara individu terlalu kecil sebagai proyek CDM. Penggunaan BBN yang ramah lingkungan mempunyai potensi yang besar untuk mengurangi emisi bila hanya ditinjau dari sisi penggunaannya. Opsi ini masih perlu dianalisis lebih jauh mulai dari sumber bahan baku BBN sampai pemanfaatannya sebagai bahan bakar kendaraan. Analisis ini harus dilakukan secara keseluruhan dengan membandingkan emisi secara life-cycle atau sering disebut weel-to-wheel analysis. Proyek mengurangi emisi per unit transportasi dapat dilakukan dengan menggunakan moda transportasi yang lebih efisien, menggunakan unit yang lebih besar seperti penggunaan angkutan masal, dan meningkatkan tingkat isian penumpang. Proyek transportasi masal menggunakan bus maupun kereta api sudah banyak dilakukan di berbagai kota besar. Salah satu contoh proyek CDM dengan opsi ini adalah proyek Trans Mileneo Bogota yang menggunakan bus. Sedangkan untuk opsi dengan menggunakan kereta api listrik masih harus mempertimbangkan sumber pembangkit listrik yang digunakan. Bila berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil maka dapat digunakan untuk mengurangi emisi GRK. Proyek mengurangi jumlah perjalanan erat kaitannya dengan perubahan perilaku masyarakat dalam bekerja. Perubahan sistem kerja ataupun pengembangan kota yang membuat jarak antara tempat tinggal dengan kantor menjadi dekat akan dapat mengurangi jumlah penggunaan kendaraan khususnya kendaraan pribadi. Namun opsi ini sangat kompleks dalam perhitungan emisinya dan belum ada yang diajukan sebagai proyek CDM. Pengembangan transportasi rendah karbon dapat dilakukan melalui pengembangan angkutan umum masal, karena dengan menggunakan angkutan masal maka tingkat konsumsi energi perpenumpang akan semakin kecil. Angkutan masal ini diharapkan dapat menciptakan adanya perpindahan penggunaan dari mobil pribadi dan sepeda motor ke angkutan masal. Kondisi tersebut dapat dicapai jika operasi angkutan umum masal berjalan sesuai dengan standar pelayanan yang baik, yaitu aman, nyaman dan dapat diandalkan. Keandalan dapat di indikasikan dari adanya jadwal yang 71

75 konsisten dan tepat waktu. Pelayanan diharapkan dapat menjangkau pusat perekonomian dan dapat terpadu dengan angkutan umum lainnya melalui sistem pengumpan. Dalam upaya melakukan pengurangan emisi, Uni Eropa (European Union EU) sudah melakukan mitigasi untuk penggunaan teknologi transportasi yang lebih ramah lingkungan. Sejak awal tahun 1990 EU sudah mengeluarkan peraturan yang mewajibkan penggunaan katalis untuk mobil bensin yang sering disebut standar Euro 1 dan secara bertahap diperketat menjadi standar Euro 2 pada tahun 1996, Euro 3 pada tahun 2000 dan Euro 4 pada tahun Persyaratan yang sama juga diadopsi untuk mobil diesel dan mobil komersial ukuran kecil dan besar. Dalam kaitannya dengan pengetatan standar kendaraan tersebut, diperlukan juga peningkatan kualitas bahan bakar. Dalam beberapa kasus, modifikasi bahan bakar diperlukan untuk memungkinkan pengenalan teknologi mobil yang baru untuk memenuhi standar emisi yang baru. Sebagai contoh, penerapan standar Euro 1 untuk mobil bensin memerlukan penggunaan bensin tanpa timbal. Penerapan standar Euro 2 untuk mobil diesel akan memerlukan penggunaan solar dengan kadar sulfur yang lebih rendah dari 500 ppm. Pengurangan lebih lanjut kadar sulfur di kedua mesin bensin dan solar dihubungkan dengan standar Euro 3, Euro 4, dan untuk truk diesel dengan standar Euro 5 (lihat Tabel 4.3). Dalam menetapkan standar kendaraan yang baru, pembuat kebijakan harus mengetahui betul hubungan erat antara standar kendaraan dengan teknologi kendaraan dan kualitas bahan bakar sehingga dapat menjamin bahwa kualitas bahan bakar yang tepat sudah harus tersedia pada saat standar kendaraan diperkenalkan. Tabel 4.3. Standar Euro untuk Mobil Bensin dan Diesel Sumber: ADB(2003) 72

76 Perkembangan penerapan standar Euro di beberapa negara ditunjukkan pada Gambar 4.9. Indonesia sampai dengan tahun 2010 masih dalan tahap perencanaan penerapan standar Euro 1 dan Euro 2. Pada 1 Agustus 2013 mulai diterapkan stándar Euro 3 pada kendaraan bermotor roda dua. Sepeda motor harus menggunakan bahan bakar sesuai dengan standar yakni bahan bakar dengan nilai oktan 91 dan tanpa timbal. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 23 tahun 2012 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2012 tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru kategori L3. Sumber: ADB(2003) Gambar 4.9. Penerapan Standar Euro di Berbagai Negara 73

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh : KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi

Lebih terperinci

KONSEP PEMODELAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA. Agus Sugiyono

KONSEP PEMODELAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA. Agus Sugiyono KONSEP PEMODELAN KEBUTUHAN DAN PENYEDIAAN ENERGI DI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ANALISIS EMISI GAS RUMAH KACA Agus Sugiyono Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi, BPPT agus.sugiyono@bppt.go.id

Lebih terperinci

KAJIAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR ENERGI

KAJIAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR ENERGI KAJIAN INVENTARISASI EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR ENERGI PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, 2013 Kata Pengantar Dengan mengucap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditi utama bagi nelayan yang memiliki perahu bermotor untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. BBM bersubsidi saat ini menjadi permasalahan

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi semakin bertambah seiring dengan meningkatnya produktivitas manusia. Energi yang digunakan sebagai bahan bakar mesin umumnya adalah bahan bakar fosil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN

PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN PRINSIP KERJA MOTOR DAN PENGAPIAN KOMPETENSI 1. Menjelaskan prinsip kerja motor 2 tak dan motor 4 tak. 2. Menjelaskan proses pembakaran pada motor bensin 3. Menjelaskan dampak saat pengapian yang tidak

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi

Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2015 TIM PENYUSUN Pengarah Sekretaris Jenderal KESDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini sumber energi yang paling banyak digunakan di dunia adalah energi fosil yang berupa bahan bakar minyak. Indonesia sendiri saat ini masih sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Angkutan umum memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian, untuk menuju keberlajutan angkutan umum memerlukan penanganan serius. Angkutan merupakan elemen

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

MESIN DIESEL COMMON-RAIL

MESIN DIESEL COMMON-RAIL NAMA : MOCHAMMAD JAROT NO.REG : 5315117186 MESIN DIESEL COMMON-RAIL A. Pendahuluan Selama ini mesin Diesel memiliki image atau dikenal digunakan pada kendaraan niaga dengan suara mesin yang keras dan asap

Lebih terperinci

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi

Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi Data Historis Konsumsi Energi dan Proyeksi Permintaan-Penyediaan Energi di Sektor Transportasi Agus Sugiyono *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * Email: agus.sugiyono@bppt.go.id

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE

STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE STUDI KARAKTERISTIK TEKANAN INJEKSI DAN WAKTU INJEKSI PADA TWO STROKE GASOLINE DIRECT INJECTION ENGINE Darwin R.B Syaka 1*, Ragil Sukarno 1, Mohammad Waritsu 1 1 Program Studi Pendidikan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU EVALUASI PERUBAHAN EMISI GAS NOX DAN SO 2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI DI KAMAL BANGKALAN AKIBAT PENGOPERASIAN JEMBATAN SURAMADU Oleh: Imam Yanuar 3308 100 045 Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

Oleh: Nuryanto K BAB I PENDAHULUAN

Oleh: Nuryanto K BAB I PENDAHULUAN Pengaruh penggantian koil pengapian sepeda motor dengan koil mobil dan variasi putaran mesin terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Honda Supra x tahun 2002 Oleh: Nuryanto K. 2599038 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL TERHADAP PERMINTAAN ENERGI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK LEAP ABSTRAK Frans J. Likadja Jurusan Teknik Elektro, FST, Universitas

Lebih terperinci

Panduan Pengguna untuk Sektor Transportasi. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna untuk Sektor Transportasi. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna untuk Sektor Transportasi Indonesia 2050 Pathway Calculator Daftar Isi 1. Gambaran Umum Sektor Transportasi... 4 2. Metodologi... 5 3. Subsektor Transportasi Barang... 7 4. Subsektor Transportasi

Lebih terperinci

PENGARUH LETAK MAGNET TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION PADA SEPEDA MOTOR ABSTRAK

PENGARUH LETAK MAGNET TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION PADA SEPEDA MOTOR ABSTRAK PENGARUH LETAK MAGNET TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION PADA SEPEDA MOTOR Sugiharto 1, Nova Risdiyanto Ismail 2, Akhmad Farid 3 ABSTRAK Peningkatan efisiensi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah

Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Penyusunan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) di Indonesia : Fasilitasi Penyusunan RUED di Propinsi Riau dan Kalimantan Tengah Nur Amalia amalia_aim@pelangi.or.id SISTEMATIKA : 1. Tujuan Proyek 2. Hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Motor Bakar Motor bakar adalah mesin atau peswat tenaga yang merupakan mesin kalor dengan menggunakan energi thermal dan potensial untuk melakukan kerja mekanik dengan

Lebih terperinci

Mesin Diesel. Mesin Diesel

Mesin Diesel. Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin Diesel Mesin diesel menggunakan bahan bakar diesel. Ia membangkitkan tenaga yang tinggi pada kecepatan rendah dan memiliki konstruksi yang solid. Efisiensi bahan bakarnya lebih baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif, perkembangan dari bidang otomotif sendiri sangat pesat

BAB I PENDAHULUAN. bidang otomotif, perkembangan dari bidang otomotif sendiri sangat pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Motor bakar adalah mesin atau pesawat yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik, yaitu dengan cara merubah energi kimia dari bahan bakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini transportasi tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Transportasi dapat diartikan sebagai kegiatan pengangkutan barang oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin pesat, manusia senantiasa mengembangkan ilmu pengetahuan dan menciptakan penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL

PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL PERTAMINA SIAP IMPOR BBM TIDAK LEWAT TRADER DPR MINTA BPK PERIKSA PETRAL en.vivanews.com Pertamina akan berupaya memprioritaskan impor i bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah dari berbagai sumber,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Bahan bakar yang dipergunakan motor bakar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yakni : berwujud gas, cair dan padat (Surbhakty 1978 : 33) Bahan bakar (fuel)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Polusi udara Polusi udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Udara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi otomotif saat ini semakin pesat, hal ini didasari atas

I. PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi otomotif saat ini semakin pesat, hal ini didasari atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi otomotif saat ini semakin pesat, hal ini didasari atas pemikiran dan kebutuhan manusia yang juga berkembang pesat. Atas dasar itulah penerapan teknologi

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN Wachid Yahya, S.Pd, M.Pd Mesin Otomotif, Politeknik Indonusa Surakarta email : yahya.polinus@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001

Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001 Pengaruh variasi celah reed valve dan variasi ukuran pilot jet, main jet terhadap konsumsi bahan bakar pada sepeda motor Yamaha F1ZR tahun 2001 Ahmad Harosyid K.2599014 UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin

III. METODOLOGI PENELITIAN. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin III. METODOLOGI PENELITIAN A. Alat dan Bahan Pengujian Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam proses pengujian ini meliputi : mesin bensin 4-langkah, alat ukur yang digunakan, bahan utama dan bahan tambahan..

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

BAB V Hasil dan Pembahasan

BAB V Hasil dan Pembahasan 43 BAB V Hasil dan Pembahasan Bagian ini memberikan gambaran tentang hasil yang diperoleh selama melakukan penelitian Inventori Emisi Gas Rumah Kaca (CO 2 dan CH 4 ) dari Sektor Transportasi dengan Pendekatan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI KEMENTERIAN PERHUBUNGAN RENCANA KEGIATAN STRATEGIS PERHUBUNGAN DI BIDANG ENERGI Disampaikan pada : Forum Koordinasi Perencanaan Strategis Bidang Energi Lintas Sektor Yogyakarta, 13 Agustus 2015 Pendahuluan

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Studi Pendahuluan. Identifikasi dan Perumusan Masalah. Studi Pustaka. Pengumpulan Data. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah-langkah Penyusunan Tugas Akhir Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi dan Perumusan Masalah Studi Pustaka Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisis Data Penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia karena hampir semua aktivitas kehidupan manusia sangat tergantung

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia karena hampir semua aktivitas kehidupan manusia sangat tergantung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kebutuhan energy di Indonesia merupakan masalah yang serius dalam kehidupan manusia.energy merupakan komponen penting bagi kelangsungan hidup manusia karena

Lebih terperinci

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT

ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT NO. 2, TAHUN 9, OKTOBER 2011 130 ANALISA EMISI GAS BUANG MESIN EFI DAN MESIN KONVENSIONAL PADA KENDARAAN RODA EMPAT Muhammad Arsyad Habe, A.M. Anzarih, Yosrihard B 1) Abstrak: Tujuan penelitian ini ialah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bandar Lampung merupakan sebuah pusat kota, sekaligus ibu kota Provinsi Lampung, Indonesia. Berdasarkan Profil Penataan Ruang Kabupaten dan Kota Provinsi Lampung Tahun

Lebih terperinci

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar

KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar KERUSAKAN LINGKUNGAN YANG DIAKIBATKAN OLEH SUMBER TRANSPORTASI Iskandar Abubakar 1. PENDAHULUAN Pencemaran udara terutama di kota kota besar telah menyebabkan menurunnya kualitas udara sehingga mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu campuran komplek antara hidrokarbon-hidrokarbon sederhana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara yang diakibatkan oleh gas buang kendaraan bermotor pada akhir-akhir ini sudah berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan dan memberikan andil yang

Lebih terperinci

ISBN: Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi

ISBN: Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi ISBN: 978-60-0836--5 Data Inventory Emisi GRK Sektor Energi PUSAT DATA DAN TEKNOLOGI INFORMASI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 06 TIM PENYUSUN Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM M.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

MAKALAH DASAR-DASAR mesin

MAKALAH DASAR-DASAR mesin MAKALAH DASAR-DASAR mesin Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Teknik Dasar Otomotif Disusun Oleh: B cex KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas limpahan rahmatnya,

Lebih terperinci

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA RENCANA AKSI PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) By: TIM P2RUED-P Pedoman Penyusunan dan Petunjuk Teknis RUED Penjelasan Pokok-Pokok

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK KINERJA SEPEDA MOTOR DENGAN VARIASI JENIS BAHAN BAKAR BENSIN

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK KINERJA SEPEDA MOTOR DENGAN VARIASI JENIS BAHAN BAKAR BENSIN EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol. No.1 Januari 2015, 1 - STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK KINERJA SEPEDA MOTOR DENGAN VARIASI JENIS BAHAN BAKAR BENSIN Nazaruddin Sinaga 1) ; Mulyono 2) 1) Magister Teknik

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN POWERPLAN PADA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA SAPUJAGAD

RANCANG BANGUN POWERPLAN PADA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA SAPUJAGAD 1 RANCANG BANGUN POWERPLAN PADA KENDARAAN HYBRID RODA TIGA SAPUJAGAD Hangga Dwi Perkasa dan I Nyoman Sutantra Jurusan Teknik Mesin, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim,

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis Penggunaan Venturi..., Muhammad Iqbal Ilhamdani, FT UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis Penggunaan Venturi..., Muhammad Iqbal Ilhamdani, FT UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya Perkembangan Teknologi khususnya dalam dunia otomotif telah memberikan sarana yang mendukung serta kebebasan bagi konsumen untuk memilih produk-produk teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BLOWER ELEKTRIK TERHADAP PERFORMA MESIN SEPEDA MOTOR SISTEM INJEKSI

PENGARUH PENGGUNAAN BLOWER ELEKTRIK TERHADAP PERFORMA MESIN SEPEDA MOTOR SISTEM INJEKSI PENGARUH PENGGUNAAN BLOWER ELEKTRIK TERHADAP PERFORMA MESIN SEPEDA MOTOR SISTEM INJEKSI Manfa at 1, Suwahyo 2, Angga Septiyanto 3 1.2.3 Pendidikan Teknik Otomotif, Teknik Mesin, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

Kajian Penggunaan Faktor Emisi Lokal (Tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi

Kajian Penggunaan Faktor Emisi Lokal (Tier 2) dalam Inventarisasi GRK Sektor Energi Pemerintah Indonesia masih berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% atau 834 juta ton CO2e pada tahun 2030 dari kondisi Business as Usual (BaU). Sektor energi sendiri mendapatkan

Lebih terperinci

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T Pendahuluan Tujuan dari penggunaan sistem kontrol pada engine adalah untuk menyajikan dan memberikan daya mesin yang optimal

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG RENDAH KARBON: PERBANDINGAN KASUS KOTA JAKARTA, YOGYAKARTA DAN SEMARANG

PENGEMBANGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG RENDAH KARBON: PERBANDINGAN KASUS KOTA JAKARTA, YOGYAKARTA DAN SEMARANG Pengembangan Transportasi Perkotaan yang Rendah Karbon: Perbandingan Kasus Kota Jakarta, Yogyakarta dan Semarang, (Agus Sugiyono, M.S. Boedoyo, M. Muchlis, Erwin Siregar dan Suryani) PENGEMBANGAN TRANSPORTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Tingginya kebutuhan sarana transportasi harus ditunjangi

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Tingginya kebutuhan sarana transportasi harus ditunjangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan tingginya kebutuhan akan sarana transportasi dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Tingginya kebutuhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November PT. Rasicipta Consultama

KATA PENGANTAR. Jakarta, November PT. Rasicipta Consultama KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad-nya sehingga Laporan Akhir ini dapat disusun dengan mempertimbangkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan masukan dari stakeholder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah hal yang sangat penting untuk menunjang pergerakan manusia dan barang, meningkatnya ekonomi suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem transportasi yang

Lebih terperinci

BAB II MOTOR BENSIN DAN MOTOR DIESEL

BAB II MOTOR BENSIN DAN MOTOR DIESEL BAB II MOTOR BENSIN DAN MOTOR DIESEL I. Motor Bensin dan Motor Diesel a. Persamaan motor bensin dan motor diesel Motor bensin dan motor diesel sama sama mempergunakan jenis bahan bakar cair untuk pembakaran.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang tingkat penduduknya sangat padat, kepadatan tersebut diimbangi dengan tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang beredar

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang pesat, semakin moderen serta canggih. Kebutuhan manusiapun semakin meningkat dan beraneka ragam,

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengembangan teknologi di Indonesia untuk lebih mengoptimalkan sumber daya potensial yang ada di lingkungan sekitar masih terus digalakkan, tak terkecuali di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Isu energi merupakan isu yang sedang hangat diperdebatkan. Topik dari perdebatan ini adalah berkurangnya persediaan sumber-sumber energi terutama sumber energi berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dengan perkembangannya ilmu teknologi membuat manusia untuk menciptakan hal baru dalam teknologi seperti pergembangan teknologi kendaraan sistem EFI (Elektronik Fuel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Posisi Energi Fosil Utama di Indonesia ( Dept ESDM, 2005 ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sektor energi memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan energi, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dari waktu ke waktu mengalami kemajuan yang sangat pesat terutama dalam bidang transportasi khususnya kendaraan bermotor. Dalam bidang

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup lainnya (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41. Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

K BAB I PENDAHULUAN

K BAB I PENDAHULUAN Pengaruh variasi resistansi ballast resistor cdi dan variasi putaran mesin terhadap perubahan derajat pengapian pada sepeda motor honda astrea grand tahun 1997 Oleh: Wihardi K. 2599051 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Motor Bakar Mesin Pembakaran Dalam pada umumnya dikenal dengan nama Motor Bakar. Dalam kelompok ini terdapat Motor Bakar Torak dan system turbin gas. Proses pembakaran

Lebih terperinci

PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING)

PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING) ORBITH VOL. 9 NO. 3 NOVEMBER 2013 : 160 167 PERENCANAAN ENERGI TERPADU DENGAN SOFTWARE LEAP (LONG-RANGE ENERGY ALTERNATIVES PLANNING) Oleh : Yusnan Badruzzaman Staff Pengajar Teknik Elektro Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi merupakan isu yang sangat krusial bagi masyarakat dunia, terutama semenjak terjadinya krisis minyak dunia pada awal dan akhir dekade 1970-an dan pada akhirnya

Lebih terperinci

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013

Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 2013 Optimalisasi Pemanfaatan Biodiesel untuk Sektor Transportasi- OEI 213 Ira Fitriana 1 1 Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi E-mail: fitriana.ira@gmail.com, irafit_24@yahoo.com Abstract

Lebih terperinci