BAB II INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO- INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO- INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 BAB II INTERNATIONAL CRIMINAL POLICE ORGANIZATION (ICPO- INTERPOL) DALAM HUKUM INTERNASIONAL Dalam beberapa tahun terakhir, muncul kejahatan-kejahatan yang beraspek internasional yang disebut sebagai kejahatan transnasional (transnational crime 19 ). Istilah transnasional sendiri dalam kepustakaan hukum internasional pertama kali diperkenalkan oleh Phillip C. Jessup. Jessup menjelaskan bahwa selain istilah hukum internasional atau international law, digunakan pula istilah hukum transnasional atau transnasional law yang dirumuskan, semua hukum yang mengatur semua tindakan atau kejadian yang melampaui batas territorial suatu Negara. 20 Kejahatan transnasional merupakan bagian dari kejahatan internasional yang mempunyai dampak melewati batas territorial suatu Negara, kejahatan transnasional dapat dilakukan secara individual dan/atau kelompok atau terorganisir. Kejahatan transnasional yang terorganisir diatur dalam Convention of Transnational Organized Crime 2000 atau yang biasa disebut dengan Konvensi Palermo Pengertian istilah transnational crime digunakan dalam salah satu Keputusan Kongres PBB ke VIII, tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap para Pelanggar Hukum tahun 1990, dan digunakan dalam Konvensi Wina tentang Pencegahan dan Pemberantasan Lalu Lintas Ilegal Narkotika dan Psikotropika tahun Pengertian istilah tersebut terakhir digunakan dalam Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional Terorganisasi tahun yang diartikan, sebagai kejahatan yang memiliki karakteristik (1) melibatkan dua negara atau lebih; (2) pelakunya atau korban WNA; (3) sarana melampaui batas territorial satu atau dua negara. 20 Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1997, hal

2 28 Kejahatan Internasional dapat diartikan secara luas sebagai keseluruhan perbuatan yang dikategorikan sebagai kejahatan yang bersifat lintas batas negara. Batasan definisi dan klasifikasi dari kejahatan internasional menunjukkan adanya unsur lintas batas atau menyangkut kepentingan bukan hanya domestik dari suatu negara, tetapi juga kepentingan negara lain. 21 Definisi yang lebih luas dari kejahatan internasional juga dapat diartikan sebagai perbuatan yang memang diperangi oleh seluruh umat manusia yaitu kejahatan seperti, perang, penjajahan dan perbudakan. Kejahatan Internasional seperti ini dapat dikategorikan dalam hukum humaniter yang membahas secara khusus mengenai hukum perang internasional. Ada pula kejahatan internasional perkembangan dari bentuk kejahatan yang dikenal secara domestik yang berubah sifatnya dan berkembang menjadi ancaman masyarakat internasional secara umum seperti perdagangan orang dan peredaran obat bius. 22 I Wayan Parthiana dalam bukunya, Hukum Pidana Internasional merumuskan definisi dan klasifikasi Kejahatan Internasional sebagai berikut 23 : Pertama; Dimensi-dimensi internasional dari hukum pidana nasional, bisa saja pada hukum pidana nasional itu yang diberlakukan keluar batas-batas wilayah Negara yang bersangkutan; Misalnya pemberlakuan hukum pidana nasional terhadap kejahatan yang terjadi di dalam wilayah Negara tetapi menimbulkan 21 Sardjono, op.cit, hal Ibid, hal I Wayan Parthiana. Op.cit, hlm. 33

3 29 korban yang berada di luar wilayah Negara, seperti korban-korban di laut lepas atau di ruang udara di atas laut lepas. Kedua; Dimensi-dimensi internasional dari kejahatannya adalah, kejahatan dengan segala akibatnya itu tidak terjadi semata-mata di dalam batas wilayah Negara yang bersangkutan, tetapi juga di wilayah Negara lain, sehingga tersangkut kepentingan atau hukum nasional Negara atau Negara-negara lainnya, misalnya kejahatan yang dilakukan di suatu Negara ternyata menimbulkan korban di pelbagai Negara. Sebagai contoh adalah kejahatan pemalsuan mata uang yang dilakukan di wilayah suaatu Negara dan kemudian diedarkan ke Negara-negara yang mata uangnya dipalsukan. Ketiga; Bahkan dimensi internasionalnya itu bisa terjadi pada subyek hukumnya, baik subyek hukum sebagai si pelaku maupun korban dari kejahatan tersebut. Misalnya, beberapa orang yang berada di wilayah Negara yang berbedabeda, bekerjasama melakukan kejahatan yang menimbukan korban juga di pelbagai Negara. Dalam hal ini, tersangkut kepentingan lebih dari satu Negara dengan hukum nasionalnya msing-masing. Keempat; Kombinasi dari pertama, kedua, dan ketiga. Dalam kenyataan hidup sehari-hari, dapat dijumpai pelbagai jenis kejahatan yang boleh jadi menampakkan semua aspek seperti dipaparkan di atas.

4 30 Prof. Dr. H. R. Abdussalam dalam bukunya Hukum Pidana Internasional memberikan juga batasan definisi dari kejahatan internasional yang juga berbeda aspek prosedural penegakan hukumnya menjadi 24 : a. Tindak pidana internasional yang merupakan pelanggarah hukum hak asasi manusia dalam keadaan damai yang dikenal dengan islilah trasnational crimes. Elemen - elemen dari transnational crime, antara lain 25 : a. Conduct affecting more than one state b. Conduct including or affecting citizen of more than one state c. Means and methods tranced national boundaries b. Tindak pidana internasional yang merupakan pelanggaran hukum hak asasi manusia dalam konflik bersenjata baik internasional maupun non internasional disebut juga pelanggaran hukum humaniter internasional (pelanggaran terhadap konvensi konvensi dan protokol) Dari definisi Kejahatan Internasional yang dikemukakan oleh I Wayan Parthiana dan Abdussalam tersebut, dapat dilihat bahwa makna kejahatan internasional mengalami perluasan. Kejahatan Internasional yang pada awalnya dikenal hanya dalam bentuk konflik bersenjata antar subjek hukum internasional mulai berkembang dan akhirnya dikenal istilah transnasional crime atau kejahatan lintas batas negara. 24 Abdussalam,op.cit, hal 4 25 Ibid, hal 242

5 31 Karena modus serta akibat dari kejahatan-kejahatan telah melampaui lebih dari satu wilayah Negara, maka dari itu dibentuklah suatu organisasi antar kepolisian antar Negara yang disebut dengan International Criminal Police Organization (ICPO-Interpol). ICPO merupakan suatu organisasi internasional yang bergerak dalam bidang penanggulangan kejahatan internasional. ICPO sendiri lebih dikenal dengan nama Interpol bukan merupakan singkatan dari International Police karena memang tidak ada yang namanya Polisi Internasional atau Polisi Dunia dalam hukum internasional sejauh ini. ICPO sendiri saat ini telah bermarkas di Lyon (Prancis) dan telah beranggotakan 190 negara sampai saat ini. Info lebih lengkap mengenai Interpol bisa di lihat dari uraian di bawah ini. A. Sejarah dan Perkembangan ICPO-Interpol Awal berdirinya Interpol adalah pada saat diselenggarakannya kongres internasional pertama Polisi Kriminal di Monaco dari tanggal 14 sampai dengan 18 April Kongres tersebut diprakarsai oleh Pangeran Albert I dari Monaco dan dihadiri oleh para perwira polisi, hakim-hakim, sarjana-sarjana hukum dari 14 negara 26. Adapun masalah yang didiskusikan adalah : a. Metode mempercepat dan mempermudah investigasi dan penangkapan pelaku tindak pidana. b. Penyempurnaan teknik identifikasi. 26 Sardjono, op.cit, hal 8

6 32 c. Pusat pengumpulan data tingkat internasional. d. Unifikasi prosedur ekstradisi. Kongres ini menghasilkan 12 resolusi, namun dengan meletusnya Perang Dunia I, apa yang telah direncanakan dalam resolusi tidak dapat dilaksanakan. Pada tahun 1919 setelah Perang Dunia I, Kolonel M.C. Van Houten, dari Kepolisian Kerajaan Belanda, mengulangi cita-cita kerjasama kepolisian tersebut dengan mengusulkan agar diadakan konferensi lagi. Pada tahun 1923 atas prakarsa Dr. Johanes Schober, Kepala Kepolisian Australia diadakan Kongres II pada tanggal 3 sampai dengan 7 September Dalam konferensi tersebut hadir 138 utusan dari 20 negara antara lain Austria, Denmark, Mesir, Perancis, Jerman, Yunani dan Hongaria. Pada Kongres II ini berhasil disusun Anggaran Dasar ICPC (International Criminal Police Commission) dan Wina ditetapkan sebagai markas besar. 27 Pada awal permulaan berdirinya ICPC, telah dijelaskan apakah ICPC yang didirikan atas anggaran dasar 1923 merupakan suatu panitia yang dibentuk oleh para utusan yang menghadiri kongres tersebut atau sudah berbentuk organisasi antar pemerintah. 28 Patut diketahui bahwa pada saat itu tidak ada dokumen yang ditandatangani oleh para utusan, yang mungkin mereka tidak mempunyai mandat sebagai wakil pemerintah. Namun anggaran dasar telah menetapkan bahwa pemerintah dari negara anggota di kemudian hari dapat campur tangan. Pasal Ibid. hal Ibid. hal 14

7 33 Anggaran Dasar menetapkan bahwa pemerintah yang tidak terwakili dalam kongres telah diminta untuk mengajukan wakil-wakil mereka. Di samping itu, anggaran dasar juga belum menentukan prosedur penerimaan anggota baru. Memang harus diakui, masih banyak masalah-masalah yang bersifat samar, namun demikian kebiasaan-kebiasaan telah mampu mengatasi masalah-masalah tersebut. Suatu negara yang akan menjadi anggota baru, biasanya akan menyerahkan dokumen resmi dan membayar uang iuran yang pada umumnya dibayar oleh pemerintah negara anggota. Dalam sidang Umum ke-14 di Bukarest bulan Juni 1938, tidak lama setelah pendudukan Jerman, untuk menghindari pengaruh politik, muncul suatu pendapat agar markas besar ICPC dipindahkan ke negara netral. Namun pendapat tersebut tidak diterima oleh Majelis Umum. Sebenarnya Kepala Kepolisian Jerman Yedrich merencanakan untuk mengambil alih ICPC dan memindahkan markas besarnya dari Wina ke Berlin. Untuk melaksanakan maksudnya tersebut, Yedrich telah mengadakan pemungutan suara secara paksa dengan cara suratmenyurat dan anggota-anggota ICPC diberi waktu selama 3 (tiga) minggu untuk memberikan jawaban yang justru pada saat itu Perang Dunia II telah berkobar. Negara-negara yang tidak memberikan jawaban telah dianggap memberikan persetujuan secara diam-diam. Dokumen-dokumen ICPC telah hilang selama jatuhnya kota Berlin beberapa tahun kemudian Ibid. hal. 9.

8 34 Segera setelah berakhirnya Perang Dunia II, Inspektur Jenderal F.E. Louwage, dari Kepolisian Belgia, memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil Negara anggota. Undangan untuk mengadakan pertemuan tersebut dikirim melalui saluran diplomatik. 30 Pertemuan tersebut merupakan Sidang Umum ICPC ke-xv dan para utusan dari 19 negara yang menghadiri sidang tersebut mengatakan siap untuk menerima anggota baru. Dalam agenda sidang umum tercantum suatu gagasan untuk merencanakan anggaran dasar yang baru dan memilih kota sebagai markas besar yang baru dan untuk pelaksanaannya dibentuk panitia. Majelis umum akhirnya memilih kota Paris sebagai markas besar ICPC. Presiden ICPC akan didampingi oleh suatu badan eksekutif yang benar-benar merupakan Dewan Internasional. Baik Presiden maupun badan eksekutif harus sama sekali terlepas dari negara-negara tempat kedudukan organisasi. Pada Sidang Umum ke-xvi di Brussel tahun 1946 dihadiri oleh 19 negara anggota. Keanggotaan organisasi ternyata meningkat dari tahun ke tahun. Sampai tahun 1956, ICPC telah beranggotakan 55 negara dan sampai dengan tahun 1977 menjadi 127 negara. ICPC dalam sejarahnya sampai dengan tahun 1956 dapat dikatakan tidak pernah mengalami kesulitan dan perselisihan yang berarti, kecuali selama masa peperangan. Kenyataan ini terutama disebabkan oleh tujuan ICPC yang jelas dan yang dinyatakan dengan tegas dalam anggaran dasarnya. Bahayabahaya yang mengancam keruntuhan ICPC telah mampu dicegah dengan adanya 30 Ibid. hal 13

9 35 Pasal 1 Anggaran Dasar 1946 yang berisi larangan untuk mencampuri atau melakukan kegiatan dalam bidang politik, agama dan rasial. Anggaran Dasar 1946 merupakan suatu revisi dari Anggaran Dasar 1923, yang memungkinkan ICPC memulai dengan suatu rencana baru dan menempatkan diri dalam suatu forum internasional secara lebih penting. 31 Namun demikian dalam perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa anggaran dasar inipun dianggap belum dapat mengikuti perkembangan terhadap kebutuhan yang semakin meningkat. Dalam perkembangan ini, kerjasama internasional antar badan-badan kepolisian menjadi semakin penting, sehingga organisasi memerlukan lebih dari persetujuan secara diam-diam dari negara anggota. Di samping itu, pengeluaran-pengeluaran yang diperlukan oleh organisasi ternyata tidak dapat dipenuhi oleh peraturan-peraturan keuangan yang diadakan pada tahun Akhirnya muncul pendapat-pendapat dari sebagian negara anggota tentang perlu adanya perubahan secara menyeluruh dari anggaran dasar 1946, sehingga pada tahun 1956, nama ICPC berubah menjadi ICPO (International Criminal Police Organization), dimana sebelumnya pada tahun 1955 di Istambul telah dibicarakan konsep perubahan anggaran dasar yang baru dan pada Sidang Umum ke-xxvi di Wina, anggaran dasar baru diterima dan disahkan. Anggaran dasar yang baru tersebut terdiri dari 50 pasal dan peraturan yang bersifat umum. Tujuan ICPO yang dinyatakan dalam Pasal 2 sama dengan tujuan organisasi yang 31 Ibid. hal. 10

10 36 ditetapkan sebelumnya, sedangkan markas besarnya tetap berkedudukan di Paris. Ketika Sekretariat jenderal ICPO dipindahkan ke Paris pada tahun 1946, maka timbul kebutuhan alamat telegrap dan kata Interpol telah dipilih dan didaftarkan pada kantor pos di Paris, sehingga menjadi bagian dari nama resmi organisasi. Pada tahun 1966, Sekretariat jenderal ICPO kembali dipindahkan dari Paris ke Saint Cloud dan pada tahun 1989, tepatnya pada tanggal 27 November 1989 Markas Besar ICPO-Interpol ditempatkan di Lyon. Sejak saat itu banyak negara yang masuk menjadi anggota menurut prosedur yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, sehingga ICPO saat ini adalah benar-benar merupakan suatu organisasi internasional yang resmi diakui oleh dunia. 32 Sampai dengan tahun 2012, Interpol telah memiliki 190 negara anggota. 1) Struktur Organisasi ICPO-Interpol Kekuasaan tertinggi dalam organisasi ICPO terletak pada Majelis Umum dan Komite Eksekutif, organ ini memberikan pertimbangan dan mempunyai kekuasaan untuk mengambil keputusan dan melaksanakan pengawasan. Selain itu juga mengadakan pertemuan secara berkala. Departemen-departemen terdapat pada Sekretariat Jenderal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan-keputusan dan rekomendasi yang telah disahkan oleh organ tertinggi tersebut serta mempunyai hubungan yang erat dengan masing-masing NCB dari 32 Annual Report of Interpol tahun, ICPO-Interpol, Lyon France Hal 12

11 37 Negara anggota dalam rangka melaksanakan kerjasama kepolisian. NCB merupakan badan nasional yang bertanggung jawab sebagai penghubung antara Negara anggota dan Sekretariat Jendral. Berdasarkan Pasal 5 Anggaran Dasar ICPO, maka struktur organisasi ICPO adalah sebagai berikut : 1) Majelis Umum (General Assembly) Majelis Umum terdiri dari delegasi-delegasi yang ditunjuk oleh pemerintah Negara-negara anggota. Majelis umum adalah badan tertinggi dari Interpol yang mengambil keputusan-keputusan utama seperti kebijaksanaan umum, sumber daya yang diperlukan untuk kerjasama internasional, metode kerja, keuangan dan program kegiatan. Majelis umum juga memilih pejabat-pejabat organisasi. Secara Umum mengambil keputusan melalui mayoritas sederhana dalam bentuk rekomendasi atau resolusi. Setiap Negara anggota memiliki satu suara. Untuk lebih memahami fungsi dari Majelis Umum, maka dapat di lihat dalam Pasal 8 Anggaran Dasar ICPO-Interpol : 33 a. Untuk melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan dalam konstitusi; and General Regulations, diakses pada tanggal 21 Mei

12 38 b. Untuk menentukan prinsip-prinsip dan langkah-langkah umum yang sesuai untuk mencapai tujuan organisasi seperti yang tercantum dalam Pasal 2 Anggaran Dasar; c. Untuk memeriksa dan menyetujui program umum kegiatan yang disiapkan oleh Sekretariat Jendral untuk tahun mendatang; d. Untuk menentukan peraturan lain yang dianggap perlu; e. Untuk memilih pejabat dalam melaksanakan tujuan seperti yang disebutkan dalam konstitusi; f. Untuk mengambil keputusan dan membuat rekomendasi kepada Negara-negara anggota tentang hal-hal yang merupakan fungsi dari organisasi. g. Untuk memeriksa dan menyetujui setiap perjanjian yang dibuat dengan organisasi lain. 2) Komite Eksekutif (Executive Committee) Komite eksekutif memiliki 13 anggota yang dipilih oleh Majelis Umum dari para delegasi Negara-negara anggota. Presiden dari organiasi dipilih untuk masa jabatan 4 tahun. Ia memimpin Majelis Umum dan sidang Komite Eksekutif, menjamin pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh organiasi dan melaksanakan hubungan yang erat dengan Sekretariat Jenderal. 3 orang wakil

13 39 presiden dan 9 anggota luar biasa, yang dipilih untuk masa jabatan 3 tahun. Kedua belas anggota Komite Eksekutif tersebut dipilih berdasarkan keseimbangan geografi dan harus dari Negara yang berbeda-beda. Komite Eksekutif mengadakan pertemuan 3 kali setahun untuk menjamin pelaksanaan keputusan organisasi, menyusun agenda sidang umum, menyetujui program kegiatan dan rencana anggaran sebelum diajukan kepada Majelis Umum dan mengadakan pengawasan terhadap manajemen Sekretariat Jendral. 3) Sekretariat Jenderal ( General Secretariat ) Sekretariat Jenderal adalah badan administratif dan teknik yang bersifat tetap dan melalui badan-badan inilah kegiatan Interpol dilaksanakan. Badan ini melaksanakan keputusan yang diambil dalam sidang umum dan Komite Eksekutif melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan dalam rangka penanggulangan kejahatan internasional. Sekretariat Jenderal dipimpin oleh sekretaris jenderal dan dibantu oleh personil bidang teknik dan administratif, yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan organisasi. Sekretariat Jenderal terdiri dari Kantor Eksekutif dan 4 bagian yang masing-masing bertanggungjawab terhadap tugas yang spesifik. 34 a. Kantor Eksekutif Sekretariat Jenderal Merupakan unit bantuan teknik dan administratif yang membantu sekretaris jenderal dalam melaksanakan tugasnya. 34 Sardjono. Op. Cit., hal. 17

14 40 b. Divisi I ( Administrasi Umum) Divisi ini bertanggung jawab terhadap pembukuan keuangan organisasi, memimpin staf, menyiapkan perlengkapan dan pelayanan umum serta menyiapkan Sidang Umum dan pertemuan-pertemuan lain yang diselenggarakan Interpol. c. Divisi II (Divisi Polisi) Divisi ini bertanggung jawab terhadap pusat informasi polisi dan penanganan kasus-kasus kejahatan internasional. Divisi ini juga mengatur proses komputerisasi informasi dan sistem arsip elektronik dan menjamin bahwa peraturan-peraturan penghapusan internal diterapkan terhadap filefile, draft pencarian internasional (draft international notice) dan ringkasan kasus-kasus kriminal. Divisi II terdiri dari 4 sub divisi, yaitu : a) Sub Divisi 1, yaitu menangani kejahatan umum (kejahatan terhadap orang dan harta benda, kejahatan terorganisir, terorisme). b) Sub Divisi 2, menangani kejahatan ekonomi dan keuangan (penipuan, pemalsuan uang). c) Sub Divisi 3, menangani kejahatan peredaran gelap narkotika. d) Sub Divisi 4, menangani intelijen kriminal. d. Divisi III ( Divisi Pelatihan dan Pendidikan)

15 41 Divisi ini bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan menerbitkan statistik kejahatan, menulis laporan kerja, menerbitkan majalah polisi reserse internasional, mewakili Interpol dalam konferensi-konferensi internasional, serta melakukan penelitian dan analisa terhadap prosedur yang digunakan oleh kepolisian negara anggotanya. e. Divisi IV ( Divisi Bantuan Teknik) Divisi bertanggung jawab untuk mempelajari, mengembangkan dan menerapkan teknologi komputer dan telekomunikasi yang penting bagi kerjasama organisasi. 4) Biro Pusat Nasional ( National Central Bureau ) Pengalaman memperlihatkan bahwa ada 3 faktor utama yang cenderung menghambat kerjasama internasional. Hambatan utama adalah perbedaan struktur kepolisian, yang sering mempersulit Negara lain untuk mengetahui departemen manakah yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi mengenai suatu kasus. Kedua adanya perbedaan bahasa yang digunakan oleh tiap-tiap Negara. Hambatan yang ketiga adalah system-sistem resmi prosedur yang beraneka ragam. Dalam usaha memecahkan masalah-masalah ini diputuskan bahwa pemerintah dari tiap-tiap Negara anggota harus mengangkat suatu lembaga kepolisian permanen untuk bertindak sebagai NCB-Interpol untuk melaksanakan kerjasama internasional. Pengangkatan NCB di setiap Negara anggota ditentukan

16 42 dalam konstutitusi ICPO yang terdapat pada Pasal Tugas utama dari NCB adalah menjamin pertukaran informasi secara internasional dalam rangka pencegahan dan penyidikan kejahatan. Dalam banyak kasus, lembaga yang dipilih adalah lembaga tingkat tinggi dengan kekuasaan luas yang mampu menjawab setiap permintaan dari Sekjen atau dari NCB lain. Staf NCB adalah anggota polisi dari masing-masing Negara atau pegawai pemerintah yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang Negara yang bersangkutan. Kegiatankegiatan NCB dapat dirinci sebagai berikut : a. Mengumpulkan dokumen dan intelijen criminal yang memiliki hubungan langsung dengan kerjasama kepolisian internasional dari sumber-sumber Negara mereka dan mengedarkannya kepada Sekjen dan NCB lainnya; b. Menjamin bahwa tindakan-tindakan ataupun operasi-operasi yang diminta oleh NCB Negara lain dijalankan di Negara tersebut; c. Menerima permintaan-permintaan informasi, pengecakan dan lain-lain dari NCB Negara lain serta menjawab permintaan-permintaan tersebut; d. Mengirimkan permintaan kerjasama internasional atas keputusan pengadilan atau atas permintaan kepolisian Negara yang bersangkutan kepada NCB Negara lainnya; 35 Pasal Interpol Constitution

17 43 e. Kepala-kepala NCB menghadiri Sidang Umum Interpol sebagai delegasi dari negaranya dan menjamin bahwa keputusan-keputusan sidang dijalankan di negaranya. 5) Penasehat ( Advisers ) Untuk membantu kasus-kasus khusus, Interpol dapat berkonsultasi dengan para penasehat yang diangkat oleh Komite Eksekutif. Para penasehat ini bertugas selama 3 tahun dan merupakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya masingmasing yang dapat berguna bagi kepentingan organisasi. 6) Komisi Pengawasan Data-data Interpol ( The Commission for the Control of INTERPOL s Files ). Komisi ini merupakan badan yang independen yang bertugas untuk : 36 a. Memastikan bahwa pengambilan informasi pribadi oleh Interpol sesuai dengan ketentuan dari organisasi; b. Memberikan nasehat kepada Interpol atas setiap kegiatan atau operasi, seperangkat aturan atau hal lain yang melibatkan pengolahan data-data pribadi; c. Memproses permintaan atas indormasi yang terdapat dalam data Interpol Interpol s Structure, diakses pada tanggal 22 Mei 2012

18 44 2) ICPO-Interpol Bukanlah Polisi Internasional atau Polisi Dunia. Sebagai titik tolak, perlu diteliti apakah ICPO-Interpol itu adalah Polisi Internasional atau Polisi Dunia, untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka di tinjau dari 3 (tiga) aspek, yaitu : a. Arti istilah Polisi Sebagaimana diketahui arti istilah polisi harus dibedakan antara polisi sebagai fungsi dan polisi sebagai organ. Polisi sebagai tugas pada pokoknya menunjuk pada tugas untuk menjamin ditaatinya norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga dapat dipelihara dan dijamin keamanan dan keterlibatan dalam masyarakat tersebut. Sedangkan polisi sebagai organ, menunjuk pada organ di dalam masyarakat atau Negara yang mempunyai tugas sebagaimana disebut di atas, yang di dalam hal-hal tertentu diberi wewenang untuk melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa. Dari gambaran tersebut, kiranya jelas tidak dapat dipisahkan antara polisi sebagai tugas maupun sebagai organ dengan masyarakat atau dengan perkataan lain tidak mungkin adanya masyarakat tanpa polisi. 37 b. Karakteristik masyarakat internasional. 37 Sardjono, op.cit, hal 48

19 45 Berdasarkan hukum internasional terdapat 2 (dua) teori tentang masyarakat internasional, yakni : 38 1) Teori Universalisme, bahwa masyarakat internasional adalah suatu masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang mendiami permukaan bumi, karena itu sebagai umaat manusia merupakan satu kesatuan. Teori ini menitikberatkan kepada hal-hal yang sama yang memiliki individuindividu dan karenanya menjadi dasar dari ikatan-ikatan yang menghubungkan mereka satu sama lain. 2) Karena diatas individu-individu banyak organisasi dimana setiap individu pasti menjadi anggotanya dan dalam perkembangan modern ini, organisasi yang paling tinggi tingkatannya adalah Negara, maka timbul teori yang kedua yang menyatakan bahwa masyarakat internasional adalah masyarakat yang terdiri dari Negara-negara. Dalam hubungan dengan teori-teori tersebut di atas yang pada umumnya merupakan pendapat para sarjana hukum internasional mengenai karakteristik masyarakat internasional antara lain dapat ditonjolkan : Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung, PT Alumni, 2003 hal Jawahir Thontowi & Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung, Refika Aditama, 2007, hal. 42

20 46 a) Bahwa dalam masyarakat internasional tidak ada kekuasaan (politik) yang tertinggi yang dapat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa terhadap subjek-subjek hukum internasional lainnya. b) Bahwa dalam masyarakat internasional, Negara-negara melaksanakan kedaulatannya sesuai dengan kepentingan masing-masing. c) Bahwa dalam masyarakat internasional, masing-masing Negara mempunyai angkatan bersenjata, melaksanakan perang sebagai tindakan hukum terhadap Negara-negara yang dianggap bersalah. c. Karakteristik Hukum Internasional. Dapat dikemukanak bahwa berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, maka sumber hukum internasional terdiri dari : 40 1) Perjanjian-perjanjian internasional (international traties). 2) Kebiasaan Internasional. Yang terbukti dari praktek umum yang telah diterima sebagai hukum. 3) Prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab. 4) Keputusan-keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang terkemuka dari berbagai Negara sebagai sumber tambahan untuk menetapkan aturan dan kaidah hukum. 40 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, SInar Grafika, Jakarta, 1989, hal. 43.

21 47 Selanjutnya berdasarkan pendapat J.G. Starke gagasan-gagasan tentang dasar-dasar berlakunya hukum internasional mengarah pada 2 (dua) teori sebagai berikut : 41 1) Teori Voluntaris yang pada dasarnya berusaha menerangkan bahwa hukum internasional mengikat negara-negara atas dasar kehendak dari Negara-negara tersebut. 2) Teori Objektivitas yang pada dasarnya berusaha untuk membuktikan bahwa dasar hukum internasional terlepas dari kehendak Negaranegara. Dilihat dari uraian tersebut diatas, maka jelas ada perbedaan dalam pengertian dan hubungan antara hukum dan masyarakat serta hukum internasional, sehingga jelas dalam skala internasional tidak mungkin ada polisi internasional. Dengan demikian ICPO tidak dapat diartikan sebagai polisi internasional atau polisi dunia Ibid, hal Sardjono, op.cit. Hal 44

22 48 B. Negara-negara yang tergabung dalam Keanggotaan ICPO-Interpol INTERPOL saat ini beranggotakan sekitar 190 negara yang tersebar di seluruh dunia. Masing-masing Negara memiliki NCB (National Central Bureau) dengan petugas dari para penegak hukum nasional. Mereka menjaga hubungan dengan INTERPOL s Global Network, sehingga memungkinkan setiap Negara anggota untuk bekerja sama dalam investigasi lintas batas (cross-border investigations). NCB sangat berperang penting dalam memaksimalkan kinerja organisasi. Adapun Negara-negara yang tergabung dalam ICPO-Interpol antara lain :

23 49 Tabel 1 Daftar Negara-negara Anggota ICPO-Interpol 43 1 Afghanistan 2 Albania 3 Algeria 4 Andorra 5 Angola 6 Antigua & Barbuda 7 Argentina 8 Armenia 9 Aruba 10 Australia 11 Austria 12 Azerbaijan 13 Bahamas 14 Bahrain 15 Bangladesh 16 Barbados 17 Belarus 18 Belgium 19 Belize 20 Benin 21 Bhutan 22 Bolivia 23 Bosnia and Herzegovina 24 Botswana 25 Brazil 26 Brunei 27 Bulgaria 28 Burkina Faso 29 Burundi 30 Cambodia 31 Cameroon 32 Canada 33 Cape Verde 34 Central African Republic 35 Chad 36 Chile 37 China 38 Colombia 39 Comoros 40 Congo 41 Congo (Democratic Rep.) 42 Costa Rica 43 Croatia 44 Cuba 45 Curacao 46 Cyprus 47 Czech Republic 48 Cote d'ivoire 49 Denmark 50 Djibouti 51 Dominica 52 Dominican Republic 53 Ecuador 54 Egypt 55 El Salvador 56 Equatorial Guinea 57 Eritrea 58 Estonia 59 Ethiopia 60 Fiji 61 Finland 62 Former Yugoslav Republic of Macedonia 63 France 64 Gabon 65 Gambia 66 Georgia 67 Germany 68 Ghana 69 Greece 70 Grenada

24 50 71 Guatemala 72 Guinea 73 Guinea Bissau 74 Guyana 75 Haiti 76 Honduras 77 Hungary 78 Iceland 79 India 80 Indonesia 81 Iran 82 Iraq 83 Ireland 84 Israel 85 Italy 86 Jamaica 87 Japan 88 Jordan 89 Kazakhstan 90 Kenya 91 Korea (Rep. of) 92 Kuwait 93 Kyrgyzstan 94 Laos 95 Latvia 96 Lebanon 97 Lesotho 98 Liberia 99 Libya 100 Liechtenstein 101 Lithuania 102 Luxemborg 103 Madagascar 104 Malawi 105 Malaysia 106 Maldives 107 Mali 108 Malta 109 Marshall Islands 110 Mauritania 111 Mauritius 112 Mexico 113 Moldova 114 Monaco 115 Mongolia 116 Montenegro 117 Morocco 118 Mozambique 119 Myanmar 120 Namibia 121 Nauru 122 Nepal 123 Netherlands 124 New Zealand 125 Nicaragua 126 Niger 127 Nigeria 128 Norway 129 Oman 130 Pakistan 131 Panama 132 Papua New Guinea 133 Paraguay 134 Peru 135 Philippines 136 Poland 137 Portugal 138 Qatar 139 Romania 140 Russia 141 Rwanda 142 Samoa 143 San Marino 144 Sao Tome & Principe 145 Saudi Arabia 146 Senegal 147 Serbia 148 Seychelles 149 Sierra Leone 150 Singapore 151 Sint Maarten 152 Slovakia

25 Slovenia 154 Somalia 155 South Africa 156 South Sudan (Rep. of) 157 Spain 158 Sri Lanka 159 St Kitts & Nevis 160 St Lucia 161 St Vincent & Grenadines 162 Sudan 163 Suriname 164 Swaziland 165 Sweden 166 Switzerland 167 Syria 168 Tajikistan 169 Tanzania 170 Thailand 171 Timor Leste 172 Togo 173 Tonga 174 Trinidad & Tobago 175 Tunisia 176 Turkey 177 Turkmenistan 178 Uganda 179 Ukraine 180 United Arab Emirates 181 United Kingdom 182 United States 183 Uruguay 184 Uzbekistan 185 Vatican City State 186 Venezuela 187 Vietnam 188 Yemen 189 Zambia 190 Zimbabwe C. Jenis-jenis Notice yang dimiliki ICPO-Interpol 1. Pengertian dan Jenis-Jenis Notices Salah satu tugas Interpol yang paling penting adalah untuk membantu kepolisian di negara-negara anggota berbagi informasi yang terkait dengan pemberantasan kejahatan lintas batas negara dengan menggunakan sistem organisasi pemberitahuan internasional. Berdasarkan permintaan dari setiap NCB negara anggota, Sekretariat Jenderal dapat menerbitkan notices atau pemberitahuan dalam semua bahasa resmi yang dipakai oleh organisasi yaitu bahasa Inggris, Perancis, Spanyol dan Arab. Selain itu notices ini dapat digunakan oleh Mahkamah Pengadilan Internasional untuk mencari orang-orang yang diduga

26 52 melakukan tindak pidana internasional seperti genosida, kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan 45 Penerbitan Interpol notices dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Individual Notices 46 a. Red Notice adalah permintaan pencarian tersangka atau terdakwa atau terpidana yang diduga melarikan diri ke negara lain, dengan maksud agar dilakukan pencarian, penangkapan dan penahanan untuk diekstradisi. b. Blue Notice adalah permintaan pencarian pelaku kejahatan yang diduga melarikan diri ke negara lain bukan untuk tujuan penangkapan, tetapi untuk diketahui keberadaannya dan atau kemungkinan adanya catatan kriminal serta jati diri maupun aktifitas lainnya. c. Green Notice adalah informasi yang berisi peringatan kepada negaranegara lain agar waspada terhadap residivis atau seseorang atau kelompok yang kemungkinan akan melakukan kejahatan di negara penerima informasi. d. Yellow Notice adalah permintaan pencarian orang yang diduga hilang atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan dan diduga hilang, yang kemungkinan pergi atau berada di wilayah negara lain Interpol-United Nations Security Council Special Notices, diakses pada tanggal 12 mei Sardjono. Op. Cit., hal. 258

27 53 e. Black Notice adalah permintaan informasi tentang penemuan mayat yang tidak diketahui identitasnya dan diduga berkebangsaan asing. f. UN Interpol / Special Notice adalah Notice yang dikeluarkan oleh Interpol atas permintaan PBB, biasanya yang terkait dengan terorisme. 2) Stolen Property Notices adalah permintaan pencarian benda-benda antik termasuk karya-karya seni bernilai tinggi yang dilaporkan hilang atau dicuri orang dan diduga diselundupkan ke negara lain. 47 3) Modus operandi Notices adalah informasi tentang suatu modus operandi kejahatan baru yang digunakan dalam melakukan kejahatan, informasi ini sebagai bahan masukan bagi negara lain. 48 4) Operational Matter Notice adalah informasi tentang suatu kejahatan yang terjadi di negara-negara anggota interpol dengan ciri-ciri sebagai berikut: 49 a. Kejahatan yang dilakukan melalui corporate crime 50, computer crime, white collar crime. b. Melibatkan Negara lain dalam penyelidikannya. c. Sarana yang dilakukan untuk melakukan kejahatannya adalah berupa dokumen seperti paspor, kartu kredit, traveller cheque, uang palsu dan lain-lain. 47 Ibid. hal Ibid. 49 Ibid. hal Black s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi (corporate crime) adalah tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitas-aktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai kejahatan kerah putih (white collar crime).

28 54 2. Tata Cara Permintaan Penerbitan Interpol Notices Penerbitan notices haruslah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan oleh Interpol, yakni sebagai berikut : Individual Notices a. Red Notice 1) Permintaan penerbitan red notice dapat diajukan terhadap tersangka, terdakwa atau terpidana yang diduga melarikan diri ke luar negeri dengan maksud agar dilakukan pencarian untuk menangkap, menahan atau mengekstradisi. 2) Permintaan penerbitan red notice dapat diajukan oleh penyidik atau instansi lain yang terkait dengan criminal justice system. 3) Permintaan penerbitan red notice disertai dengan kelengkapan atau persyaratan-persyaratan sebagaimana tersebut dalam formulir permintaan red notice. 4) Dalam hal permintaan penerbitan red notice kurang memenuhi persyaratan atau terdapat kekurangan, maka NCB akan segera memberitahukan kekurangan tersebut dan meminta instansi terkait untuk melengkapinya. 5) Setelah persyaratan permintaan penerbitan red notice lengkap, NCB negara anggota yang bersangkutan segera mengajukannya kepada 51 Sardjono, Op. Cit., hal

29 55 Sekretariat Jenderal interpol sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 6) Lembaran asli red notice yang diterima dari Sekretariat Jenderal Interpol, akan dikirimkan kepada negara yang meminta. 7) Segala perkembangan yang terjadi setelah penerbitan red notice, akan segera diinformasikan kepada negara yang mengajukan permintaan. 8) Dalam hal diperoleh informasi bahwa tersangka atau terdakwa atau terpidana yang dimintakan red notice berhasil ditangkap oleh negara tertentu, maka NCB negara bersangkutan akan segera mempersiapkan pengajuan permintaan ekstradisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan di Indonesia, ekstradisi harus berpedoman pada : a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1976 tentang Ekstradisi; b. Perjanjian-perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain; c. Buku petunjuk lapangan tentang Tata Cara Ekstradisi dan buku petunjuk lapangan di lingkungan Polri dalam rangka pelaksanaan handing over tersangka. b. Blue Notice 1) Permintaan penerbitan blue notice dapat diajukan terhadap pelaku kejahatan yang diduga melarikan diri ke negara lain, bukan untuk tujuan

30 56 penangkapan tetapi untuk diketahui keberadaannya dan atau kemungkinan adanya catatan kriminal, jati diri serta aktifitas lainnya 2) Permintaan penerbitan blue notice dapat diajukan oleh penyidik atau instansi lain yang memiliki kewenangan dalam penyidikan. 3) Permintaan penerbitan blue notice disertai dengan kelengkapan dan persyaratan-persyaratan sebagaimana tersebut dalam formulir permintaan penerbitan blue notice. 4) Dalam hal permintaan penerbitan blue notice kurang memenuhi persyaratan atau terdapat kekurangan, maka NCB negara tersebut akan meminta agar kekurangan tersebut dapat dilengkapi oleh instansi yang meminta penerbitannya. 5) Setelah persyaratan permintaan penerbitan blue notice lengkap, NCB negara anggota yang bersangkutan segera mengajukannya kepada Sekretariat Jenderal interpol sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 6) Lembaran asli Blue Notice yang diterima dari Sekretariat Jenderal Interpol, akan dikirimkan kepada negara yang meminta. 7) Segala perkembangan yang terjadi setelah penerbitan Blue Notice, akan segera diinformasikan kepada negara yang mengajukan permintaan. c. Green Notice

31 57 1) Permintaan penerbitan green notice dapat diajukan sebagai informasi yang berisi peringatan kepada negara penerima green notice, agar waspada terhadap residivis atau seseorang atau kelompok yang kemungkinan akan melakukan kejahatan di negara tersebut 2) Permintaan penerbitan green notice dapat diajukan oleh penyidik atau instansi lain yang memiliki kewenangan dalam penyidikan. 3) Permintaan penerbitan green notice disertai dengan kelengkapan dan persyaratan-persyaratan sebagaimana tersebut dalam formulir permintaan penerbitan green notice. 4) Dalam hal permintaan penerbitan green notice kurang memenuhi persyaratan atau terdapat kekurangan, maka NCB negara tersebut akan meminta agar kekurangan tersebut dapat dilengkapi oleh instansi yang meminta penerbitannya. 5) Setelah persyaratan permintaan penerbitan green notice lengkap, NCB negara anggota yang bersangkutan segera mengajukannya kepada Sekretariat Jenderal Interpol sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 6) Lembaran asli green notice yang diterima dari Sekretariat Jenderal Interpol, akan dikirimkan kepada negara yang meminta. 7) Segala perkembangan yang terjadi setelah penerbitan green notice, akan segera diinformasikan kepada negara yang mengajukan permintaan.

32 58 d.. Yellow Notice 1) Permintaan penerbitan yellow notice dapat diajukan untuk meminta bantuan pencarian orang hilang atau orang yang mengalami gangguan kejiwaan yang hilang atau orang yang diduga pergi atau tersesat di negara lain. 2) Permintaan penerbitan yellow notice dapat diajukan oleh penyidik atau instansi lain yang memiliki kewenangan dalam penyidikan. 3) Permintaan penerbitan yellow notice disertai dengan kelengkapan dan persyaratan-persyaratan sebagaimana tersebut dalam formulir permintaan penerbitan yellow notice 4) Dalam hal permintaan penerbitan yellow notice kurang memenuhi persyaratan atau terdapat kekurangan, maka NCB negara tersebut akan meminta agar kekurangan tersebut dapat dilengkapi oleh instansi yang meminta penerbitannya. 5) Setelah persyaratan permintaan penerbitan yellow notice lengkap, NCB negara anggota yang bersangkutan segera mengajukannya kepada Sekretariat Jenderal Interpol sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 6) Lembaran asli yellow notice yang diterima dari Sekretariat Jenderal Interpol, akan dikirimkan kepada negara yang meminta.

33 59 7) Segala perkembangan yang terjadi setelah penerbitan yellow notice, akan segera diinformasikan kepada negara yang mengajukan permintaan. e. Black Notice 1) Permintaan penerbitan black notice dapat diajukan dalam hal ditemukan mayat yang tidak diketahui identitasnya, tetapi diduga berkebangsaan lain. 2) Permintaan penerbitan black notice dapat diajukan oleh penyidik atau instansi lain yang memiliki kewenangan dalam penyidikan. 3) Permintaan penerbitan black notice disertai dengan kelengkapan dan persyaratan-persyaratan sebagaimana tersebut dalam formulir permintaan penerbitan black notice. 4) Dalam hal permintaan penerbitan black notice kurang memenuhi persyaratan atau terdapat kekurangan, maka NCB negara tersebut akan meminta agar kekurangan tersebut dapat dilengkapi oleh instansi yang meminta penerbitannya. 5) Setelah persyaratan permintaan penerbitan black notice lengkap, NCB negara anggota yang bersangkutan segera mengajukannya kepada Sekretariat Jenderal Interpol sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 6) Lembaran asli black notice yang diterima dari Sekretariat Jenderal Interpol, akan dikirimkan kepada negara yang meminta.

34 60 7) Segala perkembangan yang terjadi setelah penerbitan black notice, akan segera diinformasikan kepada negara yang mengajukan permintaan. 2. Stolen Property Notice a. Permintaan penerbitan stolen property notice dapat diajukan oleh instansi kepolisian negara kepada NCB nya dengan melengkapi kelengkapankelengkapan berupa formulir stolen property notice. b. Setelah persyaratan permintaan penerbitan stolen property Nnotice lengkap, maka NCB Interpol segera mengajukan permintaan penerbitan notice kepada Sekretariat Jenderal Interpol. c. Lembaran asli stolen property notice yang diterima oleh Sekretariat Jenderal Interpol akan segera dikirimkan kepada negara yang mengajukan notice. d. Segala perkembangan yang terjadi setelah penerbitan notice akan segera diinformasikan kepada negara yang mengajukan notice. 3. Modus Operandi Notice Permintaan penerbitan modus operandi notice harus diajukan melalui instansi yang berwenang dalam bidang penyidikan dan melengkapi persyaratanpersyaratan seperti pengisian dokumen dan formulir yang berisi uraian singkat kasus dan modus operandi yang hendak diinformasikan kepada negara lain secara rinci. 4. Operational Matter Notice

35 61 Permintaan penerbitan operational matter notice diajukan melalui instansi yang berwenang dalam bidang penyidikan dengan melengkapi persyaratan dan mengisi formulir permintaan penerbitan notice. D. Kedudukan ICPO-Interpol sebagai salah satu Organisasi Internasional Leroy Bennet, mengemukakan ada 5 ciri-ciri yang dimiliki oleh organisasi internasional sebagai pembatasan apa yang dimaksud dengan organisasi internasional, yaitu : 52 1) Organisasi permanen untuk melakasanakan fungsi-fungsi yang berkesinambungan; 2) Keanggotaan yang sukarela dari pihak-pihak yang memenuhi syarat; 3) Anggaran dasar yang berisi tujuan, struktur dan cara-cara bertindak; 4) Badan perwakilan, konsultatif dan perundingan yang bersifat luas; 5) Sekretariat permanen untuk melaksanakan fungsi administratif, penelitian dan informasi yang berkesinambungan. Sama hal sebagai subjek hukum internasional, sama seperti Negara, tidak semua Negara dapat menjadi subjek hukum internasional. Demikian juga dengan organisasi internasional. Tidak semua organiasi internasional 52 Sardjono, Op. Cit., hal 52

36 62 dapat menjadi subjek hukum internasional. Untuk menjadi subjek hukum internasional, suatu organisasi internasional haruslah memenuhi pesyaratan tertentu, yaitu : 53 1) Harus dapat dibuktikan bahwa organiasi internasional tersebut mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum internasional yang dapat dilihat dari perjanjian yang menjadi dasar terbentuknya organisasi tersebut; 2) Harus dilihat perkembangan organisasi tersebut dalam masyarakat internasional; 3) Bentuk atau susunan organisasi internasional tersebut apakah memiliki secretariat jenderal dan lain-lain; 4) Organisasi internasional tersebut tidak boleh bertentangan dengan Piagam PBB. Setelah melihat uraian tentang ciri-ciri dari organiasi internasional diatas, maka dapat dikatakan bahwa ICPO adalah salah satu organisasi internasional. Kedudukan ICPO sebagai organisasi internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. ICPO merupakan organisasi internasional terbesar kedua setelah PBB dengan 190 negara anggota. Sesuai dengan persyaratan yang dikemukakan oleh Leroy Bennet, maka ICPO adalah organisasi internasional yang bersifat permanen, dibentuk oleh Negara-negara 53 Bowett, D.W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, Hal 5

37 63 secara sukarela yang memiliki anggaran dasar atau konstitusi yang memuat mengenai tujuan dan struktur organisasi tersebut. ICPO juga memiliki badan perwakilan dan sekretariat permanen yang melaksanakan fungsi administratif, penelitian dan informasi yang berkesinambungan.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010

LAMPIRAN. Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 LAMPIRAN Lampiran 1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010 No Kota IPK 1 Denpasar 6.71 2 Tegal 6.26 3 Surakarta 6.00 4 Yogyakarta 5.81 5 Manokwari 5.81 6 Gorontalo 5.69 7 Tasikmalaya 5.68 8 Balikpapan

Lebih terperinci

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia

Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Sekilas tentang Bom Curah (cluster bombs) dan Dunia Berikut ini adalah daftar negara-negara yang telah terkena atau telah, atau sedang maupun bom curah. Catatan disertakan di bagian bawah tabel untuk menunjukkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.699, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea masuk. Impor. Benang kapas. Pengenaan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96/PMK.011/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR : 87/PMK.011/2011 TENTANG : PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD)

Lebih terperinci

1 of 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING

Lebih terperinci

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe

2017, No Perdagangan Indonesia menerima permohonan perpanjangan Tindakan Pengamanan, maka Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia melakukan pe No.1292, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan. Impor Produk Canai Lantaian dari Besi atau Baja Bukan Paduan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 30 SEPTEMBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 61 122 3

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL NEGARA BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 NO NEGARA LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 A F R I K A 2 0 2 2 AFGHANISTAN 61 63 124 3 ALJAZAIR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG Menimbang Mengingat PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1142, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengamanan Impor Barang. Kawat Besi/Baja. Bea masuk. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERI KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 155/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK STEEL WIRE ROD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER!

Lebih terperinci

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011

Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-16/BC/2011 Tanggal : 20 April 2011 DAFTAR NEGARA-NEGARA YANG DIKECUALIKAN DARI PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 55/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF EX 7312.10.10.00 DENGAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.010/2017 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu)

Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Laporan Keluarga Angkat (sedikitnya diisi 1 kali selama Inbound tinggal bersama keluarga angkat, dan bila dirasa perlu) Nama Inbound * Host Club * Nama Club Konselor * Lama tinggal sampai saat ini* Negara

Lebih terperinci

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

PRODUK IMPOR BERUPA BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT YANG DIKENAKAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 6 /PMK.OII/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT MENTERI I

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang.

MENTERI KEUANGANN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN TENTANG. Tindakan. Perdagangan. dan Tindakan. b. bahwaa. barang. yang. MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.011/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAKK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 87/PMK.011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BENANG KAPAS SELAIN BENANG JAHIT (COTTON YARN OTHER THAN SEWING THREAD) DENGAN

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 2/PMK.010/2018 TENT ANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/PMK.010/2018 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-3/BC/2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN

Lebih terperinci

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan

7 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Tabel 8.4.4. Penggunaan Kerja Asing Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Pekerjaan/Jabatan sampai dengan 31 Mei 2010 Jenis Pekerjaan/Jabatan Usaha Produksi, No Lapangan Usaha Kepemimpina Tata

Lebih terperinci

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara

Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Elaun - Tugas Rasmi Luar Negara Gred Elaun Makan Hotel Lodging Utama/Khas A keatas 370.00 Actual (Standard Suite) Appendix 1 Utama/Khas B dan C 340.00 Actual (Standard Room) Appendix 1 53 to 54 320.00

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya.

Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan eksternal Negara Schengen dan daftar negara yang tidak memerlukannya. A. Daftar negara yang warganya perlu visa untuk melewati perbatasan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.44, 2016 HUKUM. Keimigrasian. Kunjungan. Bebas Visa. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG BEBAS VISA KUNJUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others)

A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) A. Kakitangan (Bagi kerja lapangan,seminar,bengkel & dll) / Academic staff (workshop,fieldwork,seminar and others) Kadar Elaun Makan, Bayaran Sewa Hotel Dan Elaun Lojing Semasa Berkursus Termasuk Menghadiri

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG

MENTER! KEUANGA.N REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 165/PMK.010/2015 TENT ANG MENTER! KEUANGA.N SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 165/PMK.010/2015 TENT ANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK COATED PAPER DAN PAPER BOARD DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA 268, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Bea Masuk. Impor. Dextrose. Monohydrate PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133/PMK.011/2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda

BAB II LANDASAN TEORI. untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Aplikasi Aplikasi dapat didefinisikan sebagai suatu program komputer yang dibuat untuk menolong manusia dalam melaksanakan tugas tertentu. Aplikasi berbeda dengan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 54/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK TALI KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES) DENGAN POS TARIF 7312.10.90.00

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT MENTERIKEUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 57/PMK.OIl/20Il TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK KAWAT BlNDRAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan Albania Algeria American Samoa Amerika Serikat Andorra Angola Anguilla Antartika Antigua & Barbuda Arab Saudi Argentina Armenia Aruba Ascension Australia

Lebih terperinci

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan

Tarif IDD Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Kartu SIM Nilai Tersimpan Rekanan Afrika Selatan 27 sambungan telap $1.00 seluler $2.00 Albania 355 $14.44 Algeria 213 $15.00 American Samoa 684 $11.69 Amerika Serikat 1 $0.20 Andorra 376 $11.88 Angola

Lebih terperinci

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi

Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Realokasi Kursi Bukan Menambah Kursi Oleh. Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Menambah jumlah kursi DPR menjadi wacana baru dalam formulasi Rancangan Undang- Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu)

Lebih terperinci

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010

KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 KK/BP(S)/DS10/791/441/6 Jld.2(s.k. 3/2009)(8) KEMENTERIAN KEWANGAN SURAT PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 8 TAHUN 2010 Semua Ketua Setiausaha Kementerian Semua Ketua Jabatan Persekutuan PINDAAN PEKELILING

Lebih terperinci

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTER! KEUANGAN SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR 12/PMK.Ol0/2015 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK I DAN H SECTION DARI BAJA PADUAN LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA

KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA 1 KETAHANAN PANGAN DAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA Pangan dan Hak Assasi Manusia Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah satu hak asasi yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 MENTER I KEUANGAN REPUBLIK INDONESiA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 58/PMK.Oll/2011 TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK SERUPA KAIN TENUNAN DARI KAPAS YANG DIKELANTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187jPMK.Ollj2012 MENTERIKEUANGAN SALINAN '''. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 187jPMK.Ollj2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR BARANG YANG BERBENTUK KOTAK ATAU MATRAS ATAU SILINDER YANG

Lebih terperinci

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012

Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember Afganistan 3 Desember September Maret 2012 LAMPIRAN Negara-negara yang sudah mendatangani dan meratifikasi konvensi Bom Cluister di Oslo, pada tanggal 03 Desember 2008 Convention on Cluster Munition Negara Penandatangan Meratifikasi Mulai Berlaku

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN

MENTERI KEUANGAN, REPUBUK INDONESIA SALINAN MENTERI KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 176/PMIC 011/2011 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK BERUPA TERPAL DARI

Lebih terperinci

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK

PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK PASAL 4 PENENTUAN STATUS PENDUDUK No Negara Perorangan Badan 1 Algeria a. tempat tinggal; tata cara persetujuan bersama b. kebiasaan tinggal; c. hubungan pribadi dan ekonomi. 2 Australia a. tempat tinggal;

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM MENTERIKEUANGAN REPUBlIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 193/PMKOll/2012 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN SEMENTARA TERHADAP IMPOR TEPUNG GANDUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 20 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 4 kasus yaitu 2 (satu) kasus

Lebih terperinci

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN

PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN PASAL 5 AGEN TIDAK BEBAS YANG DAPAT MENIMBULKAN BUT BAGI SUATU PERUSAHAAN No Negara Memiliki wewenang untuk menutup kontrak atas nama Menyimpan dan melakukan pengiriman barang atau barang dagangan milik

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY

PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY DISAMPAIKAN PADA SEMINAR NASIONAL : PEMERIKSAAN PAJAK PASCA TAX AMNESTY, 27 JULI 2017 Program Studi Akuntansi STIE AMA SALATIGA Disampaikan oleh : SUGENG, M.SI., Ak.,

Lebih terperinci

Country Names - Bahasa Malay

Country Names - Bahasa Malay Country Names - Bahasa Malay English Afghanistan Åland Islands Albania Algeria American Samoa Andorra Angola Anguilla Antigua and Barbuda Argentina Armenia Aruba Ascension Island Australia Austria Azerbaijan

Lebih terperinci

Makalah Hukum Pidana Internasional Mengenai INTERPOL

Makalah Hukum Pidana Internasional Mengenai INTERPOL Makalah Hukum Pidana Internasional Mengenai INTERPOL Disusun oleh: Nama : Johan Komala Siswoyo NIM : B2A009158 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO 2011 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 April 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 5 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA

POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA POKOK BAHASAN SISTEM EKONOMI INDONESIA 1 ISU STRATEGIS 1. KEMAKMURAN 2. Pembangunan Berkelanjutan 3. Keadilan Sosial di Era Desentralisasi 4. Faktor Kunci Daya Saing Bangsa 2 KONDISI EKONOMI Potret Indonesia

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KK/BP(8.00)443/1-4 SJ.1(sk.1/2003) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM SEMASA BERKURSUS

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 7 November 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 31 kasus. Kasus

Lebih terperinci

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN

MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137.1/PMK.Oll/2014 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CANAl LANTAIAN DARI

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXXI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 22 kasus. Kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU X PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran

Bagian II. Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bagian II Bab III Proses Eksekusi Anggaran Bab ini menyajikan gambaran prosedur dasar yang diikuti setiap pemerintah dalam mengeksekusi anggaran dan dokumen-dokumen yang diperlukan pemerintah untuk mencatat

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 September 2016 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 28 kasus.

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil LAPORAN MINGGU XXXIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 29 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 24 kasus. Kasus

Lebih terperinci

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited.

Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. Profile Perusahaan CEIC DATA COMPANY (HK)Limited. CEIC DATA Company HK Limited CEIC Data Company (Hongkong) Limited adalah perusahaan penyedia informasi online untuk data time-series statistik dengan cakupan

Lebih terperinci

PP 60, pasal 2 ayat 3

PP 60, pasal 2 ayat 3 1 PP 60, pasal 2 ayat 3 TUJUAN SPIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) Perjanjian Penghindaran Berganda (P3B) adalah perjanjian internasional di bidang perpajakan antar kedua negara guna menghindari pemajakan ganda agar tidak menghambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Objek Penelitian Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999,

Lebih terperinci

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia

Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Kajian SSM terhadap komoditas ekspor Indonesia Latar belakang Special Safeguard Mechanism (SSM) adalah SSM adalah mekanisme yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memberikan perlindungan sementara

Lebih terperinci

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia

fruiffly Dominica, Guyana, rance, Haiti, Jamaica, Puerto rico, USA 5. Bactrocera jarvisi Fiji fruitfly Oceania: Australia Lampiran 1 Lalat buah yang masuk daiam daftar OPTK beserta daerah sebar pada buah ape1 (Pyrus malus)'. No. Nama llmiah Nama Umum Daerah Sebar 1. Anastrepha fraterculus South American America: Argentina,

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVI PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 3 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 32 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU IX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 Maret 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total jumlah kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 3 kasus yaitu 1 (satu)

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1331 Katalog BPS /

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 13 Desember 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 37 kasus. Kasus

Lebih terperinci

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR P.2/II-KEU/2010 TENTANG PEDOMAN HARGA SATUAN

Lebih terperinci

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERII(EUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERII(EUANGAN SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 151jPMICOllj2009 TENTANG PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAPIMPORPRODUKPAKU DENGAN RAHMAT TUI-IAN YANG MAf-IA ESA MENTERI KEUANGAN,

Lebih terperinci

w /w tp :/ ht go.i d ps..b w Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110.1518 Katalog BPS /

Lebih terperinci

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini

B. Situasi di Indonesia Kasus konfirmasi nihil. C. Informasi minggu ini LAPORAN MINGGU XXX PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Agustus 2016 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Jumlah kumulatif kasus polio (WPV1 dan cvdpv1) sebanyak 21 kasus. Kasus

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXVIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 17 Juli 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 34 kasus yaitu 3 (tiga) kasus

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2003

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2003 KK/BP10/656/2-1 S.K 1/2003( ) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2003 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM KERANA MENJALANKAN TUGAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG MENTEAI I(EUANGAN AEPUOL/J( INDONESIA- SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUSLIK INDONESIA NOMOR 108/PMK.Oll/2013_ TENTANG PENGENAAN SEA MASUK TINDAKAN PENGAMANAN TERHADAP IMPOR PRODUK CASING DAN TUBING

Lebih terperinci

Pondasi Operasi yang Lancar

Pondasi Operasi yang Lancar Pondasi Operasi yang Lancar Untuk bisa menjalankan kegiatan sehari-hari di sebuah perusahaan dengan lancar dan baik, maka manajemen perusahaan harus membangun dan menerapkan sistem yang baku, sehingga

Lebih terperinci

KOLEJ UNKOLEJ UNIVERSITI TEKNIKAL KEBANGSAAN MALAYSIA PEKELILING BENDAHARI BILANGAN 1/2007

KOLEJ UNKOLEJ UNIVERSITI TEKNIKAL KEBANGSAAN MALAYSIA PEKELILING BENDAHARI BILANGAN 1/2007 KOLEJ UNKOLEJ UNIVERSITI TEKNIKAL KEBANGSAAN MALAYSIA Karung Berkunci 1200, Ayer Keroh, 75450 Melaka. Tel : 06-233 2197/2158 Faks : 06-233 2197 Email : Bendahari@kutkm.edu.my PEJABAT BENDAHARI Rujukan

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU I PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 8 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 13 (Dua Belas) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia

JASO Presentasi. PROMOSPAIN SERVICES LTD., Pondok Indah Office Tower I, 3rd floor, room 304. Jakarta, Indonesia JASO Presentasi 1 1. Profil perusahaan 2. Peralatan Konstruksi JASO 3. Kualifikasi 4. Gallery 5. Kontak Kami 2 1. Profil Perusahaan Perusahaan Spanyol dengan pengalaman lebih dari 50 tahun Ekspor 90 %

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 12 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 11 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos

Indonesia dalam Menyampaikan Energi. Hivos Mengkatalisasi Masyarakat Sipil Indonesia dalam Menyampaikan Energi Berkelanjutan untuk Semua Eco Matser Hivos Hivos 2011 1 Isi 1. Tujuan workshop SE4ALL 2. Latar belakang SE4ALL, apa, kapan, dan siapa?

Lebih terperinci

Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas

Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas Keterbukaan Informasi Publik Antara harapan dan realitas Disampaikan dalam Workshop Jurnalistik bagi aparatur Kementerian Agama Provinsi Aceh tahun 2013 H. Hamdan Nurdin Banda Aceh, 20 Agustus 2013 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R

M SA D E D P E A P N PE P R E T R ANIAN INDO D N O ES E IA? NUH U FI F L HAN A AN A I A R MASA DEPAN PERTANIAN INDONESIA? NUHFIL HANANI AR INDONESIA MERUPAKAN NEGARA YANG MEMILIKI KEANEKARAGAMAN HAYATI YANG BESAR NO. 2 DI DUNIA SETELAH BRAZIL 800 SPESIES TUMBUHAN PANGAN + 1000 SPESIES TUMBUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.217, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HUKUM. Imigrasi. Visa. Bebas. Kunjungan. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005

KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KK/BP(8.00)443/1-4 SJ.1(sk.1/2003) KERAJAAN MALAYSIA PEKELILING PERBENDAHARAAN BIL. 3 TAHUN 2005 KADAR DAN SYARAT TUNTUTAN ELAUN, KEMUDAHAN DAN BAYARAN KEPADA PEGAWAI PERKHIDMATAN AWAM SEMASA BERKURSUS

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU LII PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 1 Januari 2018 pukul 15.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 106 kasus yaitu 12 (Dua Belas) kasus WPV1 di

Lebih terperinci

KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK)

KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK) KESEPAKATAN INTERNATIONAL CONFERENCE ON NUTRITION KE 2 DI ROMA DAN GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI (GERAKAN 1000 HPK) oleh: Deputi Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan Bappenas Disampaikan pada

Lebih terperinci

KRISIS KEUANGAN GLOBAL & PERPAJAKAN. Krisis Global

KRISIS KEUANGAN GLOBAL & PERPAJAKAN. Krisis Global 1 KRISIS KEUANGAN GLOBAL & PERPAJAKAN Krisis Global tahun 2008 berdampak pada hampir seluruh negara di dunia, sehingga terjadi perlambatan dan ketidakpastian ekonomi dunia. Diperlukan sumber pendanaan

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w.id s. go Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Foreign Trade Statistical Bulletin EKSPOR /EXPORTS ISSN : 0216-5775 No. Publikasi / Publication Number : 06110. 1412 Katalog BPS /

Lebih terperinci

ORGANISASI INTERNASIONAL ILO (INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION) MAKALAH

ORGANISASI INTERNASIONAL ILO (INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION) MAKALAH ORGANISASI INTERNASIONAL ILO (INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION) MAKALAH Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari Bapak Pepen Supendi, S.Pd., M.M., Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas

Lebih terperinci

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BKPM NOMOR : 6 TAHUN 2011 TANGGAL : 18 JULI 2011 PENILAIAN STANDAR KUALIFIKASI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI BIDANG PENANAMAN MODAL A. IDENTITAS Instansi penyelenggara

Lebih terperinci

PENGURUSAN TABUNG AMANAH RA & COE

PENGURUSAN TABUNG AMANAH RA & COE PENGURUSAN TABUNG AMANAH RA & COE BENGKEL PENGURUSAN KEWANGAN DAN PENYEDIAAN BELANJAWAN HOLIDAY INN MELAKA 10-12 SEPTEMBER 2012 OLEH : AMYRUDIN BIN MOHAMAD MALI amyrudin@utm.my, Ext : 30571 PENGENALAN

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul WIB

LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul WIB LAPORAN MINGGU 3 PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 22 Januari 2018 pukul 12.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 107 kasus yaitu 14 (Empat Belas) kasus WPV1 di

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XLIV PENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 6 November 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 76 kasus yaitu 8 (delapan) kasus WPV1 di Afganistan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, secara faktual batas antar negara semakin kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Namun para pelaku kejahatan tidak mengenal

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul WIB

LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul WIB LAPORAN MINGGU XXIVPENGAMATAN PENYAKIT INFEKSI EMERGING Tanggal 19 Juni 2017 pukul 10.00 WIB I. Poliomielitis A. Situasi Global Total kasus kumulatif di tahun 2017 sebanyak 12 kasus yaitu 2 (dua) kasus

Lebih terperinci

KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 2. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 2. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia KETENTUAN INTERNASIONAL TENTANG HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 2 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 LATAR BELAKANG Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari DUHAM, Kovenan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

Perjanjian Lisensi untuk Kode Mesin

Perjanjian Lisensi untuk Kode Mesin Perjanjian Lisensi untuk Kode Mesin PEMILIK MESIN DI MANA KODE MESIN DIPASANG MENERIMA HAK-HAK TERTENTU DAN BERHAK UNTUK MENGGUNAKAN KODE MESIN DAN MENERIMA TUGAS DAN KEWAJIBAN YANG TERKAIT DENGAN KODE

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL Fitri Dwi Lestari UNIVERSITAS GUNADARMA 1 IF2151/Relasi dan Fungsi 2 KONSEP IDEOLOGI Ideologi sebagai penegas identitas bangsa atau untuk menciptakan rasa kebersamaan

Lebih terperinci