TINJAUAN PUSTAKA. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang
|
|
- Hendra Hadian Susanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 4 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Malaysia dan Indonesia. Dari berbagai bangsa kambing yang terdapat di wilayah ini, kambing Kacang merupakan yang terpenting ditinjau dari segi jumlah. Kegunaan utamanya adalah sebagai penghasil daging (Davendra dan Marca 1994). Menurut Mulyono dan Sarwono (2008), tanda-tanda umum dari kambing Kacang adalah : garis profil kepala lurus atau cekung, daun telinga pendek dengan sikap berdiri dan mengarah ke depan, panjangnya ±15 cm, panjang tanduk jantan ±10 cm sedangkan pada betina ±8 cm, kambing betina rambutnya pendek kecuali bagian ekor dan kambing jantan rambutnya lebih panjang pada dagu (jenggot), tengkuk, pundak, punggung sampai ekor dan pada badan bagian belakang; warna rambut putih, hitam dan coklat atau kombinasi dari dua atau tiga warna tersebut. Kambing jantan tingginya cm dan betina 56 cm, dengan bobot badan jantan kg dan betina kg. Selanjutnya Mulyono dan Sarwono (2008) juga mengatakan bahwa beberapa sifat unggul dari kambing Kacang yang ingin dimiliki adalah sifat resistensi tinggi terhadap parasit, daya tahan tinggi terhadap perubahan cuaca, kemampuan bertahan hidup pada kondisi pakan berkualitas rendah serta tingkat reproduktivitas yang cukup tinggi, setiap kelahiran menghasilkan keturunan lebih dari satu, cepat berkembang biak dan memiliki kesuburan yang tinggi. Asal-usul, Karakteristik dan Penampilan Reproduksi Kambing Boer Kambing Boer merupakan kambing yang berasal dari daerah Afrika, merupakan turunan dari kambing Hottentot yang hidup di negara beriklim setengah kering di sebelah utara Semenanjung Kaap. Davendra dan Marca (1994) mengatakan bahwa kambing Boer merupakan satu-satunya kambing pedaging yang sesungguhnya yang ada di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Kambing ini dapat mencapai berat dipasarkan kg pada umur lima hingga
2 5 enam bulan, dengan rataan pertambahan berat tubuh antara 0,02-0,04 kg per hari (Ted dan Shipley 2005). Kambing Boer dapat dikenali dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek, berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di wajahnya (Ted dan Shipley 2005). Selain itu juga, Ted dan Shipley (2005) mengatakan bahwa dalam kondisi baik, kambing Boer betina dewasa yang telah dimuliakan mempunyai berat kg, dan kambing kebirian dewasa dapat mencapai berat badan 100 kg tanpa makanan pelengkap. Kambing Boer memiliki derajat kelahiran yang tinggi yaitu 97% kembar tiga dan 50% kembar dua), menghasilkan susu cukup baik 91,3-1,8 kg/hari) dan juga menghasilkan kulit yang bermanfaat untuk kehidupan manusia. Persilangan Kambing Boer dan Kacang Harris (2008) mengatakan bahwa persilangan merupakan jalan pintas untuk memperoleh individu-individu yang memiliki sejumlah sifat unggul yang dipunyai oleh kedua bangsa tetuanya. Persilangan dilakukan secara grading up (upaya cepat untuk memperbaiki mutu genetik ternak lokal terutama untuk sifatsifat tertentu ke arah bangsa pejantan). Persilangan antara kambing Kacang (tipe prolifik) yang merupakan kambing khas Indonesia dan kambing Boer (tipe pedaging) yang berasal dari Afrika akan menghasilkan kambing dengan julukan Kaboer atau Boerka. Kambing Boerka memiliki performans yang baik yaitu laju pertumbuhan dan kapasitas bobot tubuh yang tinggi serta mampu beradaptasi dalam kondisi yang relatif terbatas.
3 6 Boer Kacang Boerka dan Boerka Gambar 1. Bagan Pembentukan Kambing Boerka (Sumber: arsip PT. Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung) Kambing lokal yang dipelihara di Indonesia berasal dari berbagai varietas kambing jenis perah. Jika Boer jantan dikawinkan dengan kambing lokal, baik secara alam atau dengan inseminasi buatan, hasil persilangannya (F1) yang memiliki 50% Boer sangatlah mengagumkan. Keturunan F1 ini akan membawa kecenderungan genetik yang kuat dari Boer. Besarnya tubuh dan kecepatan pertumbuhannya akan tergantung pada besarnya kambing lokal yang dikawinkan. Tergantung dari ransum pakannya, hasil silangan jantan dapat mencapai berat dipasarkan kg dalam waktu enam sampai delapan bulan, dengan peningkatan jumlah daging pada karkas lebih banyak dari yang dihasilkan anak kambing lokal dengan umur yang sama (Ted dan Shipley 2005).
4 7 Gambar 2. Skema Perkawinan antara Induk dan Pejantan yang Benar (Cahyono 1998) Perkawinan sedarah dapat dihindari dengan melakukan pergiliran pejantan dengan cara saling meminjamkan pejantan dengan peternak lain. Namun, cara ini tidak efektif bila dilakukan pada perusahaan peternakan berskala besar. Dalam skema perkawinan di atas terlihat bahwa jika kambing jantan Boer dan betina Kacang dikawinkan akan menghasilkan keturunan yang mengandung darah Boer sebesar 50%. Jika menginginkan anak yang mengandung darah Boer lebih tinggi, maka hasil F1 dapat dikawinkan lagi dengan pejantan Boer yang berasal dari luar sampai didapatkan keturunan yang memiliki darah Boer yang lebih tinggi lagi. Siklus Reproduksi Siklus Reproduksi Betina Siklus reproduksi pada betina merupakan suatu siklus yang kompleks. Siklus reproduksi betina akan mempengaruhi masa pubertas atau masa dewasa kelamin. Pubertas dapat didefinisikan sebagai umur atau waktu dimana organorgan reproduksi mulai berfungsi dan perkembangbiakan dapat terjadi. Pada
5 8 hewan betina pubertas dicerminkan oleh terjadinya estrus dan ovulasi. Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai, sehingga hewan betina tersebut harus menyediakan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya maupun untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh anaknya. Jadi, seekor hewan betina muda yang baru dewasa kelamin membutuhkan lebih banyak makanan dan akan menderita lebih banyak stress apabila dikawinkan pada umur tersebut dibandingkan dengan hewan betina yang sudah dewasa tubuh (Toelihere 1981). Selain itu juga, Toelihere (1981) mengatakan bahwa sebelum pubertas, saluran reproduksi betina dan ovarium perlahan-lahan bertambah dalam ukuran dan tidak memperlihatkan aktivitas fungsional. Pertumbuhan yang lambat ini sejajar dengan pertambahan berat badan sewaktu hewan berangsur dewasa. Apabila suatu umur atau berat badan tertentu telah dicapai estrus dan ovulasi pertama terjadi walaupun dalam beberapa kasus ovulasi pertama mungkin tidak disertai oleh estrus. Estrus dan ovulasi pertama disertai oleh kenaikan ukuran dan berat organ reproduksi secara cepat. Tanda-tanda domba atau kambing dalam keadaan berahi menurut Cahyono (1998) adalah sering mengibas-ibaskan ekornya, gelisah (tidak tenang) dan nafsu makannya berkurang, bibir kelamin luar (membengkak, berlendir, basah dan berwarna kemerah-merahan), sering kencing, menaiki teman-temannya, selalu mengembik, diam saja apabila dinaiki ternak lainnya dan produksi susu menurun (terutama pada ternak yang sedang laktasi). Faktor-faktor yang mempengaruhi pubertas adalah faktor herediter (faktor genetik) dan lingkungan (musim, suhu, makanan). Lamanya waktu berahi pada domba atau kambing umumnya berlangsung selama 1-2 hari. Berahi pada domba akan terulang lagi setiap hari dan pada kambing berahi akan terulang lagi setiap hari. Keadaan berahi tersebut akan terulang jika domba atau kambing tidak dikawinkan atau jika telah dikawinkan tetapi gagal bunting (Cahyono 1998). Selanjutnya, Cahyono (1998) juga mengatakan bahwa waktu mengawinkan domba atau kambing perlu memperhatikan tanda-tanda berahi.
6 9 Waktu yang tepat untuk mengawinkan adalah jam setelah domba atau kambing menampakkan tanda-tanda pertama berahi. Perkawinan domba atau kambing yang masih dekat dengan hubungan keturunan harus dihindari, misalnya anak dengan bapak, anak dengan induk, dan antar saudara kandung. Apabila hal ini dilanggar, maka anak yang dilahirkan kemungkinan akan cacat, kecil, tidak sehat, dan kadang-kadang mati. Untuk menghindari perkawinan sedarah, sebaiknya hasil perkawinan dari kedua induk setelah dewasa dipisah-pisahkan dan diberi tanda agar tidak terjadi kekeliruan pada saat mengawinkan domba atau kambing yang berikutnya. Siklus Reproduksi Jantan Pubertas pada hewan jantan ditandai dengan kesanggupannya berkopulasi dan menghasilkan sperma di samping perubahan-perubahan kelamin sekunder lainnya. Pubertas dicapai secara gradual, dan terjadi pada umur yang berbedabeda tergantung pada makanan, bangsa ternak, persilangan, tata laksana, penyakitpenyakit menahun, dan perbedaan-perbedaan individual (Toelihere 1981). Kualitas libido jantan dapat ditentukan dengan melihat volume ejakulat, gerakan sperma, konsentrasi sperma, serta jumlah total spermatozoa perejakulat dan presentase spermatozoa hidup (Davendra dan Marca 1994). Kebuntingan dan Kelahiran Cahyono (1998) mengatakan bahwa setelah terjadi proses pembuahan antara sperma dan sel telur, maka akan terbentuk fetus di dalam uterus. Jangka waktu selama perkembangan fetus sampai dengan masa kelahiran anak disebut kebuntingan. Lamanya kebuntingan pada domba atau kambing bervariasi antara hari dengan rata-rata masa kebuntingan adalah 150 hari. Lama kebuntingan ditentukan secara genetik walaupun dapat dimodifikasi oleh faktorfaktor maternal (umur induk), fetus (jumlah fetus dan kelamin fetus), faktor genetik (bangsa ternak dan persilangan), dan lingkungan fisik (musim, suhu, dan makanan).
7 10 Selanjutnya, Cahyono (1998) juga mengatakan bahwa tanda- tanda kebuntingan ini dapat dilihat dari perubahan fisik dan tingkah laku domba atau kambing itu sendiri, seperti: tanda-tanda berahi pada sikus berikutnya tidak timbul lagi, domba atau kambing tampak lebih tenang dan apabila dinaiki pejantan atau sesama betina yang lain akan menghindar, nafsu makan bertambah, sering menggosok-gosokkan badan ke dinding kandang, pada bagian perut sebelah kanan kelihatan membesar, dan ambing tampak menurun. Induk domba atau kambing yang akan melahirkan dapat diketahui melalui perubahan fisik dan perilaku seperti: keadaan perut menurun, ambing membesar dan puting susu terisi penuh, alat kelamin membengkak, berwarna kemerahmerahan, dan lembab, pinggul mengendur, selalu gelisah, menggaruk-garuk tanah atau lantai kandang dan mengembik-embik, nafsu makan berkurang, dan sering kencing. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penampilan Reproduksi Hormon-hormon Reproduksi Dalam tulisannya, Toelihere (1981) mengatakan bahwa hormon-hormon reproduksi memegang peranan penting dalam inisiasi dan regulasi siklus berahi, ovulasi, fertilisasi, mempersiapkan uterus untuk menerima ovum yang telah dibuahi, melindungi, mengamankan dan mempertahankan kebuntingan, menginisiasi kelahiran, perkembangan kelenjar susu dan laktasi. Susunan syaraf pusat maupun otonom memegang peranan sekunder dalam reproduksi tetapi sangat erat berhubungan dengan kerja hormon-hormon yang diproduksikan. Hormon reproduksi berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hormon reproduksi primer dan hormon repoduksi sekunder. Hormon reproduksi primer bekerja langsung mempengaruhi berbagai aspek reproduksi seperti spermatogenesis, ovulasi, kelakuan kelamin, fertilisasi, perjalanan ovum, implantasi, kelangsungan kebuntingan, kelahiran, laktasi, dan kelakuan induk. Kelompok sekunder perlu untuk mempertahankan keadaan dan
8 11 kesejahteraan umum dan keadaan metabolik suatu organisme yang memungkinkan terjadinya reproduksi. Lingkungan Menurut Cahyono (1998) keadaan lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam yang mendukung usaha beternak domba atau kambing adalah yang berada di lokasi yang cukup luas, udaranya segar, dan sekelilingnya tenang. Selain itu juga, menurut Tomaszewska et al (1991) dipengaruhi oleh faktor cuaca. Keadaan cuaca yang tidak baik sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk bertahan hidup. Indonesia terletak dekat dengan khatulistiwa. Iklim tropisnya menyebabkan terdapatnya perbedaan yang kecil pada suhu dan panjangnya hari terang. Di bawah panas matahari, anak domba dan anak sapi dapat mati karena stress panas terutama di daerah Australia bagian utara. Genetik Menurut Davendra dan Marca (1994) mengatakan bahwa setiap upaya peningkatan genetik akan menyangkut pembatasan pembiakan dengan individu ternak terpilih, walaupun dalam lingkungan yang jelek, dan khususnya bila jumlah kawanan perlu ditingkatkan, seleksi hewan betina hanya terbatas pada pengeluaran individu yang telah terbukti tidak produktif. Seleksi pejantan bibit dapat jauh lebih ketat, dan karena itu lewat pejantanlah sebagian besar perbaikan genetik dapat diperoleh. Umur Menurut Tomaszewska et al (1991) mengatakan bahwa umur ternak sangat mempengaruhi reproduksi dan produktivitas. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya pubertas. Umur pubertas pada ternak jantan, bergantung pada kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan pubertas serta faktorfaktor yang mempengaruhi saat terjadi pubertas. Parameter tingkah laku seksual kurang cukup mengingat sifat-sifat tersebut mulai diperlihatkan sejak umur sangat muda dan ekspresinya sangat penuh berkembang secara bertahap.
9 12 Kesehatan atau Nutrisi Menurut Mulyono dan Sarwono (2008), kambing akan tumbuh sehat dan produktif dalam menghasilkan susu maupun daging bila volume pakan yang diperoleh cukup dan bergizi. Pakan hijaun yang banyak mengandung gizi cocok dikonsumsi kambing, yaitu rumput gajah, rumput benggala, rumput raja, rumput lapangan, daun turi, daun lamtoro, daun dadap, daun nangka, dun gamal, daun kembang sepatu, daun pisang, daun ubi jalar, dan daun singkong. Daun-daunan hijau lebih disukai kambing dibandingkan rumput. Selain hijauan dari daundaunan dan rumput, kambing juga menyukai pakan dari limbah industri (dedak padi, dedak jagung, ampas tahu, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, dan bungkil kelapa), limbah pertanian (jerami kacang tanah, jerami kedelai, daun singkong, batang dan daun ubi jalar, batang dan daun kacang panjang atau buncis), pakan penguat, dan hijaun yang diawetkan (silase). Parameter Pengukuran Penampilan Reproduksi dan Produksi pada Kambing Betina Keberhasilan Inseminasi Buatan Menurut Salisbury et al (1978), inseminasi buatan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperoleh ternak unggul. Inseminasi buatan merupakan suatu bentuk modifikasi memasukkan semen ke dalam saluran kelamin betina melalui alat buatan manusia. Keuntungan dari IB yaitu memperbaiki genetik kambing sehingga diperoleh bibit unggul, menambah keragaman genetik, mempermudah transportasi material genetik, memperpanjang masa hidup sperma, menambah efisiensi dari perkawinan antar kambing, mencegah dan mengurangi penyakit menular kelamin, mengontrol peluang kejadian penyakit, dapat memperoleh semen secara maksimal dari pejantan unggul, dan memungkinkan untuk penggunaan pejantan yang cacat dengan kondisi semen yang unggul. Kekurangan dari IB adalah inbreeding, infeksi saluran reproduksi terjadi karena teknik IB yang tidak dilakukan secara aseptis, dan rendahnya angka fertilitas dan tingginya kasus-kasus reproduksi
10 13 karena minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh inseminator dalam melakukan teknik IB. Jarak Antar Kelahiran (kidding interval) Menurut Davendra dan Marca (1994), jarak antar kelahiran adalah periode diantara dua beranak yang berurutan, dan terdiri atas periode perkawinan (periode dari beranak sampai konsepsi) dan periode bunting. Lama bunting pada kambing ditemukan agak konstan pada sekitar 146 hari, meskipun kisaran yang dilaporkan antara 143 sampai 153 hari. Penyebab keragaman dalam periode bunting tidak diketahui secara rinci, tetapi seperti pada spesies hewan lainnya, hal itu barangkali dipengaruhi oleh jenis kelamin janin, habis beranak, dan keragaman lingkungan lainnya, khususnya makanan dan oleh faktor keturunan. Service per conception Service per conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi yang diperlukan hewan betina untuk mendapatkan kebuntingan (Priyanto dan Setiadi 1998). Menurut Achjadi (2007), nilai S/C optimal pada kambing berkisar antara 1,1-1,3. Makin kecil nilai S/C, makin tinggi tingkat kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut. Conception rate Conception rate (CR) adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil inseminasi yaitu presentasi sapi betina yang bunting pada inseminasi pertama. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu hari sesudah inseminasi (Toelihere 1981). Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kebuntingan adalah kesuburan semen beku, efisiensi inseminator, fertilisasi pejantan, dan efisiensi deteksi estrus. Menurut Achjadi (2007), nilai optimal CR pada kambing 50-80%.
11 14 Parameter Pengukuran Penampilan Reproduksi dan Produksi pada Kambing Pejantan Tingkat Fertilitas Menurut Davendra dan Marca (1994), salah satu parameter yang sering digunakan untuk mengukur tingkat reproduksi jantan adalah dengan pengukuran fertilitas. Tingkat fertilitas dapat diukur dari karakteristik semen yang dihasilkan. Seekor hewan dikatakan subur bila dia menghasilkan spermatozoa atau sel telur yang normal yang mampu melakukan pembuahan (fertilisasi). Seekor hewan dikatakan peridi jika dia menghasilkan keturunan yang banyak. Kesuburan sulit diukur secara tepat, pada hewan jantan kesuburan diukur dari presentase perkawinan yang menghasilkan konsepsi. Kualitas Semen Menurut Norton (2001), kualitas air mani (semen) kambing pribumi dan kambing impor serta silangannya telah diteliti dan dihitung kuantitasnya dalam volume ejakulat, gerakan, konsentrasi, serta jumlah total spermatozoa perejakulat dan presentase spermatozoa hidup. Menurut Davendra dan Marca (1994), nilai yang wajar untuk contoh air mani normal dari kambing di daerah tropis adalah: volume ejakulat, 0,5-1,0 ml, gerakan spermatozoa pada saat air mani ditampung (50-90%); jumlah spermatozoa perejakulat (1,8 x 10 8 sampai 40 x 10 8 ). Penampilan reproduksi pejantan dapat juga diukur melalui komposisi tubuhnya seperti persentasi otot, tulang, lemak total dan rasio otot. Pemeriksaan kualitas sperma dapat dilakukan dengan pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan gerakan massa secara mikroskopik, pemeriksaan gerakan individu secara mikroskopik dan pemeriksaan sperma yang hidup. Pemeriksaan yang sering dipakai adalah pemeriksaan makro dan pemeriksaan gerakan massa secara mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik dapat dilakukan dengan mengamati langsung dengan mata mengenai kekentalan, warna, dan gerakan sperma. Adapun sperma yang dikatakan baik bila kekentalannya cukup tinggi yang dilihat dengan sedikit menggoyangkan, warnanya abu-abu dan terdapat gerakan massa seperti semut kecil. Adapun sperma yang tidak baik bila
12 15 spermanya encer, warna hijau, kuning, atau merah, kotor dan tidak terlihat gerakan massa. Pemeriksaan gerakan massa secara mikroskopik dilakukan untuk mengetahui gerakan massa. Cara memeriksanya dengan mengambil 1 tetes sperma pada gelas kaca, kemudian langsung dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 5-10 x 10. Di bawah mikroskop akan terlihat beberapa kemungkinan, yaitu: gumpalan gelap (gerakan banyak dan cepat) dengan nilai 3+, gumpalan gelap (gerakan sedang dan kurang cepat) dengan nilai 2+, gumpalan agak terang (gerakan relatif lambat) dengan nilai 1+, dan gumpalan terang (gerakan lambat dan sedikit) dengan nilai 0 (nol). Masalah-masalah Reproduksi yang Sering Muncul Distokia Distokia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami kesulitan melahirkan atau partus. Apabila ditinjau dari segi induk atau anak, maka distokia dapat dibagi menjadi distokia maternalis dan distokia fetalis. Distokia maternalis disebabkan oleh perbandingan yang tidak sesuai antara besarnya fetus dengan jalan kelahiran (rongga pelvis), atoni uteri atau inersia uteri dan torsio uteri. Sedangkan distokia fetalis disebabkan oleh ukuran fetus yang terlampau besar serta kedudukan fetus (Jackson 2007). Abortus Abortus adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk (Toelihere 1981). Abortus dapat terjadi pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa kebuntingan. Abortus dapat terjadi bila kematian fetus di dalam uterus disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara bersama-sama dari hormon estrogen, oksitosin, dan prostaglandin F2α pada waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati terdorong keluar dari saluran alat kelamin.
13 16 Penyebab abortus secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu abortus karena infeksius dan non infeksius. Abortus infeksius disebabkan oleh Brucellosis, Leptospirosis dan Trichomoniasis. Abortus non infeksius disebabkan oleh faktor genetik (inbreeding), hormonal (esterogen), defisiensi makanan, keracunan, adanya gangguan dari luar tubuh induk, sebab-sebab fisik dan karena anak kembar.
HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung Gambar 3. Foto Udara PT.Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung (Sumber: arsip PT.Widodo Makmur Perkasa) PT. Widodo Makmur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal
Lebih terperincimenghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat
UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kambing adalah salah satu jenis ternak penghasil daging dan susu yang sudah lama dikenal petani dan memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting
Lebih terperinciCARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).
CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing
Lebih terperinciPUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33
PUBERTAS DAN ESTRUS 32 Pubertas 32 Estrus 32 Waktu kawin 33 HORMON KEBUNTINGAN DAN KELAHIRAN 33 Peranan hormon dalam proses kebuntingan 33 Kelahiran 34 MASALAH-MASALAH REPRODUKSI 35 FERTILITAS 35 Faktor
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan atas hal-hal tertentu diantaranya berdasarkan perbandingan banyaknya daging atau wol, ada tidaknya tanduk atau berdasarkan
Lebih terperinciSexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour
Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) merupakan kelinci hasil persilangan dari Flemish giant dan belgian hare dan berasal dari Amerika. Kelinci ini mempunyai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Salah satu komoditas kekayaan plasma nutfah nasional di sub sektor peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang dapat memproduksi susu,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa (PE) betina. Kambing hasil persilangan ini mulai berkembang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing dapat menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani di Indonesia. Kambing merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu
Lebih terperinciTERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT
TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Reproduksi merupakan sifat yang sangat menentukan keuntungan usaha peternakan sapi perah. Inefisiensi reproduksi dapat menimbulkan berbagai kerugian pada usaha peterkan sapi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen. Pembibitan sapi perah dimaksudkan untuk meningkatkan populasi
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Sapi Perah Dalam kerangka budidaya sapi perah, pembibitan merupakan unsur yang tidak terpisahkan dari ketiga pilar bidang peternakan yaitu, pakan, bibit dan manajemen.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan
Lebih terperinciVIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik
Lebih terperinci5 KINERJA REPRODUKSI
5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang
Lebih terperinciTERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya
TERNAK KELINCI Peluang usaha ternak kelinci cukup menjanjikan karena kelinci termasuk hewan yang gampang dijinakkan, mudah beradaptasi dan cepat berkembangbiak. Secara umum terdapat dua kelompok kelinci,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang, kambing Peranakan Etawa (PE) dan kambing Kejobong merupakan bangsa-bangsa kambing yang terdapat di wilayah Jawa Tengah (Dinas Peternakan Brebes
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)
TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah.ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani, yang dalam pemeliharaannya selalu diarahkan pada peningkatan produksi susu. Sapi perah bangsa Fries Holland (FH)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing
TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lemak (%)
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Bangsa sapi perah Fries Holland berasal dari North Holland dan West Friesland yaitu dua propinsi yang ada di Belanda. Kedua propinsi tersebut merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80--90 % dari seluruh sapi perah yang berada di sana. Sapi ini
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga, memamah biak. Sapi juga termasuk dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus sampai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen
19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih
Lebih terperinciPERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR
PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR Disajikan oleh: Dessy Ratnasari E 10013168, dibawah bimbingan: Ir. Darmawan 1) dan Ir. Iskandar 2) Jurusan Peternakan, Fakultas peternakan
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA. Kambing merupakan ternak kecil pemakan rumput yang dapat dibedakan. menjadi tiga yaitu : potong, perah dan penghasil bulu.
3 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing merupakan ternak kecil pemakan rumput yang dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : potong, perah dan penghasil bulu. Kambing Jawarandu merupakan salah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan. Menurut data Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung (2009),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011),
3 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian nomor : 2915/Kpts/OT.140/6/2011 (Kementerian Pertanian, 2011), Domba Wonosobo merupakan hasil persilangan antara domba
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Peternakan Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi perah Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi perah yang banyak dipelihara di Indonesia. Bangsa sapi ini bisa berwarna putih dan hitam ataupun merah
Lebih terperinciDUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda
3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang terletak di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung yang berjarak sekitar 22 km di sebelah utara Kota
Lebih terperinciSejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)
Sejarah Kambing Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah lama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
9 Deteksi Estrus Pengukuran hambatan arus listrik lendir vagina dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore) selama lima hari berturut-turut. Angka estrus detektor direkapitulasi dalam bentuk tabel secara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah. Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum BBPTU-HPT Baturraden Jawa Tengah Lokasi Balai Benih Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak Baturraden berada pada wilayah yang meliputi 3 (tiga) area, yaitu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPBULIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciTatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU
Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam
Lebih terperinciMENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG
KAMBING SENDURO MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN GALUR KAMBING SENDURO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg
TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.
Lebih terperinciMAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT
P a g e 1 MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT TERNAK DOMBA POTONG EKOR GEMUK (DEG) DAN DOMBA EKOR TIPIS (DET )DI INDONESIA UNTUK SIFAT PRODUKSI DAGING MELALUI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan
Lebih terperinci