BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sampai saat ini secara luas telah diterima bahwa penambahan panel dinding pada struktur RT beton bertulang, secara signifikan meningkatkan kekakuan dan kekuatan struktur rangka di sekitarnya (Imran and Aryanto, 2009; Asteris et.al, 2011; Sukrawa, 2014b). Adanya bukaan jendela dan pintu pada dinding pengisi juga menjadi alasan tidak diperhitungkannya dinding sebagai bagian dari struktur, terlebih lagi jika di sekeliling lubang terdapat perkuatan. Sementara hasil pengujian menunjukkan bahwa, RDP dengan dinding berlubang masih jauh lebih kaku dan lebih kuat dari struktur RT (Kakaletsis and Karayannis, 2009; Asteris, et.al, 2012; Sigmund and Penava, 2012) Dinding Pengisi Definisi Dinding pengisi secara umum difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dinding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator secara struktural memberikan pengaruh memperkaku rangka terhadap beban horizontal. Dinding pengisi umumnya digunakan untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan struktur beton bertulang dan umumnya dianggap sebagai elemen nonstruktural Rangka dengan Dinding Pengisi RDP (infilled frame) ialah struktur yang terdiri atas kolom dan balok berbahan baja atau beton bertulang dengan dinding didalamnya. Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi 10

2 Perilaku struktur rangka akibat adanya dinding pengisi tentu berbeda dengan struktur rangka tanpa dinding pengisi. Perilaku seperti deformasi dan gaya-gaya dalam pada struktur akan diterima pula oleh dinding pengisi yang berarti dinding pengisi akan mendistribusikan gaya-gaya yang ada pada struktur sampai pada batas kemampuannya. Adanya kontak antara dinding dan struktur yang mengelilinginya dan perilaku struktur ketika mendapat beban lateral mengakibatkan dinding pengisi mengalami pola keruntuhan tertentu. Keruntuhan yang terjadi pada dinding salah satunya terjadi pada bagian sudut-sudutnya. Ketika menerima beban lateral, struktur rangka akan menekan dinding bagian ujung, sementara dinding akan menahan gaya tersebut. Konsep inilah yang menjadi dasar untuk memodelkan dinding pengisi sebagai sebuah strat diagonal Strat Diagonal Saat ini, peraturan Perencanaan Seismik EC Part 1, ASCE (Asteris et.al, 2012) berisi ketentuan-ketentuan untuk memperhitungkan kekakuan struktur RDP dengan dinding penuh dengan memodel dinding sebagai strat diagonal, dengan rumus lebar strat (Wds) yang berkembang sesuai kemajuan hasil penelitian. Beberapa rumus pendekatan yang digunakan dalam menentukan lebar strat (Wds) antara lain: a. Holmes (1961) (2.1) b. Smith and Carter (1969) ( ) c. Mainstone (1971) d. Liauw and Kwan (1984) e. Paulay and Priestley (1992) ( ) (2.2) (2.3) (2.4) (2.5) 11

3 Dinding pengisi diasumsikan menerima gaya dari struktur rangka di sekelilingnya yang telah menerima gaya lateral sehingga dinding mengalami gaya tekan. Gaya yang diberikan oleh struktur rangka tersebut akan ditahan oleh dinding secara diagonal. Perumpamaan tersebut yang menjadi dasar untuk memodel dinding pengisi sebagai strat. Strat dalam desainnya juga hanya mampu menerima gaya aksial tekan atau tidak menerima gaya tarik. Asumsinya bahwa dinding pengisi tersusun atas material yang tidak homogen sehingga kuat tarik yang dimiliki material ini diabaikan. Perumusan untuk lebar strat pun sudah banyak berkembang. Salah satu rumus yang cukup banyak digunakan termasuk dalam peraturan FEMA-356 terkait analisis dinding pengisi. r h kolom a h dinding? θ Gambar 2.2 Model Dinding Pengisi Sebagai Strat Diagonal (2.6) dimana λ 1 adalah: [ ] (2.7) dengan a adalah lebar strat diagonal, r inf adalah panjang strat, E me adalah modulus elastisitas dinding pengisi, E fe I col adalah modulus elastisitas dan momen inersia kolom, t inf adalah tebal dinding dan tebal strat, h col adalah tinggi kolom di antara as balok, h inf adalah tinggi dinding pengisi, dan θ adalah sudut yang dibentuk oleh strat diagonal. Berdasarkan cara di atas, pemodelan dinding pengisi sebagai strat diagonal tidak akan mampu meninjau adanya bukaan atau lubang pada dinding. Maka dari 12

4 itu, Asteris, et al. (2012) mengusulkan adanya faktor reduksi terhadap dimensi strat diagonal akibat adanya lubang, dengan ketentuan seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Grafik Hubungan Antara Faktor Reduksi dengan Persentase Lubang pada Dinding. Sumber: Asteris et al. (2012) Grafik di atas menunjukkan hubungan antara persentase bukaan dinding (α w ) dan faktor reduksi ( ) terhadap kekakuan dinding. Persamaan yang dihasilkan oleh grafik tersebut adalah: dengan α w adalah persentase lubang (luas lubang dibagi luas dinding) Elemen Shell (2.8) Elemen shell adalah tipe dari obyek area yang digunakan untuk memodel perilaku membran, pelat, dan shell dalam bidang dan struktur tiga dimensi. Perbedaan dari tipe-tipe perilaku elemen shell adalah sebagai berikut (Computers and Structures, 2015): 1. Membran - Berperilaku sebagai membran murni - Hanya dapat menerima gaya in-plane dan momen normal (drilling) - Bersifat linier dengan material homogeny 13

5 2. Pelat - Berperilaku sebagai pelat murni - Hanya dapat menerima gaya out-plane dan momen lentur - Menggunakan formulasi pelat tipis atau pelat tebal - Bersifat linier dengan material homogen 3. Shell - Berperilaku shell penuh, yaitu kombinasi dari perilaku membran dan pelat - Dapat menerima semua gaya dan momen - Menggunakan formulasi pelat tipis atau pelat tebal - Bersifat linier dengan material homogen. Setiap elemen shell dapat mempunyai bentuk sebagai berikut : 1. Segiempat (quadrilateral), yang didefinisikan oleh 4 join j1, j2, j3, dan j4 (Gambar 2.4). 2. Segitiga (triangular), yang didefinisikan oleh 3 join j1, j2, dan j3 (Gambar 2.5). Formulasi quadrilateral lebih akurat dibandingkan triangular. Elemen triangular direkomendasikan hanya untuk lokasi dimana tegangan tidak berubah dengan cepat. Penggunaan dari triangular yang besar tidak direkomendasikan dimana tekuk in-plane lebih signifikan. Untuk memodelkan suatu elemen shell, dalam metode elemen hingga elemen shell harus dibagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil (mesh) untuk meningkatkan keakuratan hasil yang didapat. 14

6 Gambar 2.4 Elemen shell segiempat sumber: Computers and Structures (2015) Gambar 2.5 Elemen shell segitiga sumber: Computers and Structures (2015) 15

7 Gaya internal elemen shell (atau bisa juga disebut stress resultants) adalah gaya dan momen yang dihasilkan dari integrasi tegangan terhadap ketebalan elemen (Computers and Structures, 2015). Aksi tegangan pada muka positif diorientasikan dalam arah positif dari sumbu koordinat lokal elemen, begitu pula sebaliknya. Arah-arah tegangan diperlihatkan lebih jelas pada Gambar 2.6. Definisi F ij untuk gaya internal sama dengan S ij untuk tegangan, dimana i menunjukkan arah muka (face) dan j menunjukkan arah sumbu (axis). Gambar 2.6 Tegangan pada elemen shell sumber: Computers and Structures (2015) Untuk sebuah shell yang homogen, gaya-gaya internal dirumuskan sebagai berikut (Computers and Structures, 2015): - gaya langsung membran: (2.9) (2.10) - gaya geser membran: (2.11) 16

8 dimana: = gaya membran = tebal membran = tegangan membran = koordinat ketebalan yang diukur dari tengah permukaan elemen Elemen Gap Elemen gap merupakan elemen yang menghubungkan dua material yang berbeda dengan tujuan untuk menyalurkan gaya yang berasal dari masing-masing material tersebut. Pada program SAP2000 terdapat fitur link element atau elemen penghubung yang dapat digunakan sebagai elemen gap. Elemen ini bekerja dengan cara mengikat dua buah titik simpul dan dapat dilepas sesuai kondisi tertentu. Gambar 2.7 menunjukkan elemen gap dan komponennya, dengan i dan j sebagai simpul (titik ujung) dari elemen gap. Simpul atau titik ujung yang dimaksud nodal dari elemen frame dan nodal elemen shell sedangkan k merupakan nilai kekakuan dari elemen gap. Gambar 2.7 Elemen Gap sumber : Computers and Structures (2015) Aplikasi elemen kontak ini pada dinding pengisi salah satunya dibahas dalam penelitian dari Dorji & Thambiratnam (2009). Pada penelitian tersebut dijelaskan tentang perbandingan kekakuan yang dimiliki oleh elemen gap dengan kekakuan dari dinding pengisi. Hubungan dari kekakuan kedua elemen tersebut dapat dilihat pada Gambar

9 Gambar 2.8 Grafik hubungan antara kekakuan dinding dan kekakuan gap Sumber: Dorji & Thambiratnam (2009) Persamaan dari grafik yang terdapat pada Gambar 2.8 dapat dirumuskan sebagai berikut: (2.12) dengan K i (2.13) dimana K g (N/mm) adalah kekakuan dari gap element, K i (N/mm) adalah kekakuan dari dinding pengisi, E i (N/mm 2 ) adalah modulus elastisitas dinding dan t (mm) adalah tebal dinding Material Nonlinier Sebuah material atau bahan memiliki sifat nonlinier dimana material tersebut dapat menurun kekuatannya pada batas tegangan tertentu. Material yang berbeda tentunya memiliki kekuatan yang berbeda. Hal yang digunakan untuk menunjukkan perilaku material salah satunya adalah modulus elastisitas. Parameter ini memberikan gambaran tentang kemampuan suatu material untuk mengalami deformasi. Semakin kecil nilai modulus elastisitas maka semakin mudah suatu material dapat mengalami perpanjangan atau perpendekan. 18

10 Berdasarkan SNI 2847:2013, modulus elastisitas pada material beton berdasarkan berat volume (Wc) dan kuat tekan beton ( dapat dicari dengan Persamaan 2.14: (2.14) untuk beton dengan berat volume antara 1440 dan 2560 kg/m 3. Pada material dinding dapat diketahui nilai modulus elastisitasnya berdasarkan pendekatan dari FEMA-356 dengan Persamaan 2.15: (2.15) dimana (N/mm 2 ) adalah kuat tekan dinding Penelitian Terkait Eksperimen yang Dilakukan oleh Imran dan Aryanto (2009) Eksperimen ini difokuskan untuk mendapatkan kinerja dan perilaku dari rangka struktur beton bertulang dengan dinding pengisi (in-filled R/C frame) bata ringan AAC, yang dikenakan beban lateral in-plane untuk mensimulasikan gaya gempa. Sebagai perbandingan, perilaku dari in-filled R/C frame bata konvensional juga diteliti pada eksperimen tersebut. Konfigurasi model eksperimen ditunjukkan pada Gambar 2.9, dimana model 1 menggunakan material dinding pengisi bata ringan AAC dan model 2 menggunakan material dinding pengisi bata konvensional. 19

11 Gambar 2.9 Spesimen rangka beton bertulang dengan dinding pengisi sumber: Imran dan Aryanto (2009) Prototipe yang dipilih dari in-filled R/C frame didesain untuk memenuhi persyaratan SRPMM sesuai SNI beton. Karena terbatasnya ketersediaan fasilitas penelitian, faktor skala setengah dipakai untuk mendapatkan model eksperimen. Model eksperimen merupakan sistem satu tingkat dan satu bentang. Semua material dinding pengisi yang digunakan dalam rangka mempunyai rasio kelangsingan h/t (height/thickness) yang sama yaitu 15 dan rasio h/l (height/bay length) 1,0. Model eksperimen dikonstruksikan pada balok beton bertulang kaku dan dibaut pada lantai kuat laboratorium. Untuk mengeliminasi pergerakan out-plane, spesimen diperkuat secara lateral oleh rangka baja. Beban lateral siklik diterapkan oleh servo-controlled hydraulic actuator yang mempunyai kapasitas beban 1000 kn dan maksimum stroke± 100 mm. Linear variable displacement transducers (LVDTs) ditempatkan pada banyak lokasi dalam spesimen untuk mengukur perpindahan di lokasi berbeda. Distorsi geser dalam spesimen selama eksperimen diukur menggunakan 2 LVDTs yang ditempatkan diagonal (Gambar 2.10). Total terdapat 24 pengukur tegangan yang dipasang pada beberapa batang tulangan baja dalam setiap spesimen (Gambar 2.12), untuk mengukur nilai tegangan yang diperlukan dalam perhitungan momen, gaya geser, dan gaya aksial dalam elemen rangka. Semua peralatan dimonitor sepanjang eksperimen menggunakan Data Acquisition System. 20

12 Dalam eksperimen ini, beban lateral diterapkan menjadi beban balok di atas dinding menggunakan displacement control dengan history yang ditunjukkan dalam Gambar Riwayat beban yang digunakan diadopsi dari rekomendasi ACI untuk eksperimen beban siklik dari elemen struktur beton bertulang.sebagai tambahan untuk eksperimen struktur, pengujian material dilakukan dalam eksperimen ini. Hasil dari pengujian material direkapitulasi dalam Tabel 2.1. Gambar 2.10 Gambaran dari susunan eksperimen sumber: Imran dan Aryanto (2009) Gambar Set up pengujian sumber: Imran dan Aryanto (2009) 21

13 Gambar 2.12 Program pembebanan pada pengujian sumber: Imran dan Aryanto (2009) Gambar 2.13 Detail penulangan sumber: Imran dan Aryanto (2009) 22

14 Tabel 2.1 Properti material rata-rata sumber: Imran dan Aryanto (2009) Hasil dari eksperimen menunjukkan, pada RDP AAC (model eksperimen 1), retak mulai terbentuk pada dinding, sepanjang diagonal dari dinding. Bentuk retak ini terjadi pada beban lateral 15,63 kn (atau perpindahan lateral 1,34 mm). Setelah itu, pada beban yang lebih besar, retak diagonal lain yang sejajar retak pertama terjadi. Saat beban balik (reverse load) akibat beban siklik, sebuah retak diagonal yang tegak lurus pada retak sebelumnya ditemukan dan membentuk retak berbentuk X (X-crack). Tipe dari pola retak ini ditemukan dominan pada RDP AAC. Pada beban lateral 27,16 kn (atau perpindahan 2,16 mm), retak lentur pertama mulai terjadi pada kolom. Lalu, retak geser pertama muncul pada beban 72,83 kn (atau perpindahan 4,28 mm). Pada beban yang lebih besar, pemisahan antara dinding dan rangka sepanjang muka kolom terjadi dan terus melebar seiring dengan penambahan beban. Setelah itu, material dinding mulai terlihat hancur. Kehancuran utama terlihat pada pojok kanan atas dan setengah tinggi dari dinding, seperti yang ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.14 Pola retak akhir pada model eksperimen 1 sumber: Imran dan Aryanto (2009) 23

15 Untuk spesimen dinding pengisi bata (model eksperimen 2), retak pertama ditemukan pada beban lateral 26 kn (atau perpindahan lateral 1,25 mm). Retak menyebar secara diagonal melewati join mortar dan juga secara horizontal sepanjang bed joint membentuk sliding shear. Retak horizontal utama terjadi pada kira-kira 1/3 dan 2/3 dari tinggi dinding. Retak horizontal ini mencegah formasi retak X-crack pada bagian tengah atas dari dinding. Bentuk retak diagonal banyak ditemukan pada bagian pojok atas dari dinding. Retak geser terjadi pada bagian bawah dan atas dari kolom pada beban 64,6 kn (atau perpindahan 6,72 mm). Retak geser pada bagian atas kolom terus membesar dan kehancuran dinding terjadi pada lokasi dimana retak horizontal sepanjang bed joint bertemu dengan retak diagonal utama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar Gambar 2.15 Pola retak akhir pada model eksperimen 2 sumber: Imran dan Aryanto (2009) Model eksperimen 2 memperlihatkan sebuah mode keruntuhan yang dapat digambarkan sebagai sliding shear (SS). Kekuatan geser yang rendah dari bed joint dinding pada model eksperimen ini mencegah pembentukan retak diagonal. Sedangkan spesimen AAC (model eksperimen 1) memperlihatkan bentuk strut, dimana retak menyebar secara diagonal dari bagian atas kolom menuju bagian dasar. Tipe dari keruntuhan ini mengindikasikan bahwa mortar tipis pada spesimen AAC mempunyai karakteristik ikatan yang bagus. Rekapitulasi dari hasil eksperimen ditunjukkan pada Tabel

16 Tabel 2.2 Rekapitulasi hasil eksperimen sumber: Imran dan Aryanto (2009) Hasil eksperimen berupa kurva histeretis untuk setiap model eksperimen disajikan pada Gambar Berdasarkan pada karakteristik beban-defleksi, pada dasarnya kedua model memperlihatkan beban puncak yang mirip. Meskipun demikian, model eksperimen 1 menghasilkan perilaku histeretis yang lebih baik dari model eksperimen 2. Penurunan yang lebih tajam untuk intensitas yang sama dari perpindahan lateral terlihat pada hasil eksperimen dari model 2 daripada hasil eksperimen model 1. Penurunan kekuatan signifikan terlihat dengan jelas pada kurva histeretis dari model eksperimen 2, yang mulai terjadi saat perpindahan lebih besar dari 20 mm (atau pada tingkat drift lebih besar dari 1%). Sebaliknya, model eksperimen 1 menunjukkan hanya sedikit penurunan kekuatan. 25

17 Gambar 2.16 Kurva beban-perpindahan histeretis untuk model 1 dan model 2 sumber: Imran dan Aryanto (2009) Hasil dari eksperimen yang lain adalah berupa rasio daktilitas perpindahan. Pada desain gempa, kinerja dari struktur setelah melewati batas elastis biasanya ditunjukkan dengan rasio daktilitas. Rasio daktilitas perpindahan didefinisikan secara umum sebagai rasio antara perpindahan ultimit dimana daya tahan lateral dari model eksperimen dikurangi hingga 80% dari daya tahan lateral maksimumnya dengan perpindahan saat leleh. Berdasarkan hasil eksperimen, rasio daktilitas untuk tiap model eksperimen diperlihatkan pada Tabel 2.3. Model eksperimen 1 menunjukkan rasio daktilitas yang lebih besar dari model eksperimen 2, meskipun perbedaannya hanya sedikit. 26

18 Tabel 2.3 Rekapitulasi dari rasio daktilitas spesimen Description Model 1 Model 2 Forces at first yield of reinf (kn) Displacement at first yield of reinf (mm) Forces at 80% of maximum lateral load (kn) Displacement at 80% of maximum lateral load (mm) Ductility μ sumber: Imran dan Aryanto (2009) Kakaletsis and Karayannis (2009) Kakaletsis and Karayannis (2009) melakukan penelitian laboratorium mengenai perilaku struktur rangka dinding pengisi dengan bukaan. Hasil utama dari eksperimen laboratorium adalah grafik hubungan antara beban lateral dan perpindahan, selain itu ditampilkan pola kegagalan yang terjadi pada struktur, disajikan pada Gambar 2.16, 2.17, dan Gambar 2.17 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji S 27

19 Gambar 2.18 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji WO2 Gambar 2.19 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan dan Pola Keruntuhan dari Benda Uji DO2 Sumber: Kakaletsis and Karayannis (2009) Spesimen S pada Gambar 2.16 memiliki dinding penuh, dimana retak pada dinding terjadi pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 1.1%. Kegagalan dari spesimen ini didominasi dengan retak diagonal di dinding pada drift 1.9%. Spesimen WO2 dengan bukaan jendela pada Gambar 2.17 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3% sampai 0.4%. Sendi plastis terjadi pada ujung atas dan bawah kolom pada drift 0.3% sampai 0.9%. Spesimen DO2 pada Gambar 2.18 mengalami retak pertama di dinding pada drift 0.3%. Sendi plastis terjadi pada bagian atas dan bawah kolom pada drift 0.4% sampai 0.6%. 28

20 Gaya Lateral (kn) Berdasarkan hasil penelitian laboratorium tersebut disimpulkan bahwa ukuran bukaan dari bentuk yang sama tampaknya tidak jauh mempengaruhi perilaku benda uji. Retak pada dinding dan terpisahnya dinding dari struktur terjadi pada tahap sebelum adanya leleh pada tulangan kolom. Pada perpindahan yang besar pada kasus model dengan bukaan, beban lateral tetap ditahan oleh struktur sementara dinding pengisi mulai berhenti menahan beban. Hasil dari kurva histeresis beban lateral dan perpindahan dari setiap spesimen dapat disederhanakan dengan menghubungkan tiap titik puncaknya seperti pada Gambar Perpindahan (mm) Gambar 2.20 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan Spesimen S, WO2, dan DO Sigmund & Penava (2012) Penelitian terkait hasil uji laboratorium tentang dinding pengisi berlubang terutama dengan tambahan perkuatan balok dan kolom praktis telah dilakukan oleh Sigmund & Penava (2012). Pada penelitian tersebut dibuat benda uji berupa struktur rangka beton bertulang satu tingkat dengan dinding pengisi yang diisi bukaan bervariasi. Benda uji yang terdiri dari dua kelompok seperti yang tertera pada Tabel 2.4 dibuat untuk mengetahui bagaimana pengaruh ukuran dan posisi bukaan pada dinding dan efek dari penambahan perkuatan balok dan kolom praktis pada tepi lubang. S WO2 DO2 29

21 Tabel 2.4 Tipe Benda Uji Dinding Pengisi dengan Bukaan Tes Spesimen Grup No Tanda Tampilan benda uji Jenis bukaan dan dimensi lo/ho (m) Posisi bukaan dan jarak eo (m) Penahan bukaan 1 Tipe (1/II) Pintu (0,35/0,90 m) Sentris (0,90 m) II 2 Tipe (2/II) Jendela (0,50/0,60 m) Sentris (0,90 m) Tinggi dinding pembatas 0,40 m Dengan Lintel III 2 Tipe (2/III) - - Spesimen rujukan Pada benda uji yang memiliki perkuatan, kolom praktis diberi tulangan memanjang dengan diameter 8 mm sebanyak 2 buah. Kolom praktis tersebut diangker dengan balok struktur dengan kedalaman 10 cm dan diberi dowel ke dinding dengan tulangan diameter 4 mm setiap 20 cm. Penulangan pada balok praktis terdiri dari empat tulangan memanjang dengan diameter 6 mm dan tulangan melintang diameter 6 mm dengan jarak 9 cm. 30

22 Gambar 2.21 Desain Tulangan Rangka Benda Uji Sumber: Sigmund & Penava (2012) Tabel 2.5. Untuk jenis material yang digunakan dan sifat-sifatnya ditampilkan dalam Tabel 2.5 Material yang Digunakan dan Sifat-Sifatnya No Material Properti Nilai Satuan Kuat Tekan f m 2.7 N/mm 2 1 Dinding Modulus Elastis E m 3900 N/mm 2 Regangan Ultimate ε m 0.57 % Kuat geser f vm 0.7 N/mm 2 2 Beton Kuat Tekan f c 58 N/mm 2 3 Tulangan Tegangan leleh f y 600 N/mm 2 Tegangan putus f u 700 N/mm 2 Modulus Elastis E s N/mm 2 4 Lintel Kuat Tekan f lin 30 N/mm 2 Sumber: Sigmund & Penava (2012) 31

23 Dalam menguji seluruh spesimen tersebut digunakan beban siklik yang ditingkatkan dan beban vertikal yang konstan. Beban vertikal diberikan pada ujung atas kolom yang pada masing-masing sisi diberi beban sebesar 365 kn. Sementara untuk beban horizontal diberi gaya dengan peningkatan (Δ) sebesar 10 kn. Dari hasil uji laboratorium tersebut didapat kurva perpindahan dan beban lateral dan pola keruntuhan dari masing masing benda uji. Gambar 2.22 Kurva Gaya Lateral dan Perpindahan dari Masing-Masing Benda Uji Sumber: Sigmund & Penava (2012) Sigmund & Penava (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa semua struktur dengan dinding pengisi, baik dengan dan tanpa lubang, memiliki kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur rangka terbuka. Kekakuan dari struktur dengan dan tanpa bukaan sendiri tidak memiliki perbedaan 32

24 Gaya Lateral (kn) yang terlalu besar. Sementara untuk penambahan perkuatan kolom praktis memberi perubahan pada pola keruntuhannya. Benda uji tanpa perkuatan kolom praktis menunjukkan pola keruntuhan yang lebih banyak dibandingkan dengan benda uji dengan perkuatan. Perkuatan kolom dan balok praktis pada tepi lubang tidak mempengaruhi kekakuan struktur secara keseluruhan namun mempengaruhi pola keruntuhan, daktilitas, dan perilaku struktur secara keseluruhan. Hasil dari kurva Sigmund & Penava (2012), beban lateral dan perpindahan dari setiap spesimen dapat disederhanakan dengan menghubungkan tiap titik puncaknya seperti pada Gambar DP 1/II (Door) 2/II (Window) Perpindahan (mm) Gambar 2.23 Kurva Perbandingan Gaya Lateral dengan Perpindahan Spesimen DP, Door, dan Window 33

25 2.6.4 Sukrawa (2015) Dinding interior memiliki bukaan pintu, dan dinding eksterior memiliki bukaan jendela. Dinding-dinding yang relatif lemah dan rapuh yang dibingkai oleh beton bertulang (RC) atau balok baja dan kolom untuk membentuk kerangka pengisi (IF) sistem dengan kekuatan dan kekakuan lateral secara signifikan lebih tinggi daripada rangka terbuka. Dinding eksterior terdiri dari berbagai bukaan jendela dengan kolom praktis beton bertulang dan balok (lintel) sekitar bukaan untuk memperkuat dinding di sepanjang bukaan. Lintel juga sebagai rangka dari jendela atau pintu yang terbuat dari bahan yang lebih lemah seperti kayu atau aluminium yang mewakili praktek terbaik lokal di Bali dan daerah lainnya di Indonesia. Model eksperimental skala 1/3 rangka dinding pengisi dengan dinding penuh (IFS) dan dengan bukaan (IFO) dibuat dan diuji oleh Kakaletsis dan Karayannis beban. Model komputer menggunakan software SAP2000 versi 15 dibuat validasi berdasarkan empat dari delapan model yang diuji. Gambar 2.33 menunjukkan pengujian dan model komputer. Baris pertama menunjukkan geometri rangka diuji. Model yang sesuai dengan menggunakan strat diagonal dan elemen shell ditampilkan di baris kedua. Rangka terbuka (BF), IFS, dan dua IFO dengan bukaan pusat jendela (WO4) dan bukaan pintu eksentrik (DX1) dengan rasio bukaan 21% dimodelkan untuk melihat efek dari bukaan dinding dalam referensi untuk BF dan IFS. Model strat digunakan strat diagonal tunggal dan elemen shell model yang digunakan gap elemen pada permukaan antara rangka dan dinding. Model IFO dengan lintel sekitar bukaan (IFOL) juga dibuat menggunakan elemen shell untuk dibandingkan dengan model IFO tanpa lintel. 34

26 (a) (b) Gambar 2.24 Geometri struktur (a) Rangka diuji dan (b) model yang sesuai dengan menggunakan strat dan elemen shell. Sumber: Sukrawa (2015) Model strat untuk IFS unsur penggunaan untuk batang dan strut diagonal, dimana kedua ujung strut yang di-release melawan rotasi. Pengembangan model strat untuk IFO berikut dimodifikasi model yang diusulkan strat diagonal, di mana lebar strat untuk dinding penuh dikurangi dengan faktor λ, tergantung dari rasio lubang, α (rasio lubang ke daerah dinding) dengan menggunakan persamaan diusulkan oleh Asteris, et.al Respon dari model yang diplot dalam dua hubungan beban-perpindahan seperti ditunjukkan pada Gambar Angka kiri menunjukkan kurva beban - perpindahan untuk IFS, IFO (WO4 dan DX1), dan BF bersama-sama dengan data eksperimen (garis putus - putus) yang sesuai. Respon IFOL diplot bersama-sama dengan respon dari IFO (garis putus-putus) yang sesuai di sebelah kanan. Hal ini terlihat dari angka kiri bahwa respon dari model komputer yang mirip dengan data tes, dimana kekakuan menurun dari IFS ke IFO dan BF. Hal ini juga jelas bahwa respon dari strat dan elemen shell model tidak sebanding dan model dengan bukaan jendela sentris dan bukaan pintu sudut dengan rasio yang sama menghasilkan respon yang sebanding. Melihat data yang lebih detail namun, ditemukan bahwa model elemen shell cocok dengan data tes yang lebih baik dari model strat untuk semua model rangka dinding pengisi. Bandingkan dengan data uji, model strat memberikan respon kaku untuk IFS tapi respon yang lebih fleksibel untuk IFO. Perbedaan ini terkait dengan faktor reduksi dalam persamaan 4 yang melemahkan kekuatan dinding dengan bukaan dan mengakibatkan respon yang lebih lemah. Tanggapan IFOL mirip dengan model tanpa lintel dengan peningkatan sedikit kekakuan. Efek kaku ini karena penambahan lintel tampaknya 35

27 logis dan oleh karena itu, model elemen shell dengan lintel digunakan untuk model 3-D. Gambar 2.25 kurva beban-deformasi model IFS, IFO, dan BF (kiri) dan IFOL dan IFO (kanan) Sumber: Sukrawa (2015) Gambar 2.26 Kontur tegangan maksimum WO4 tanpa lintel (kiri) dan WO4L dengan lintel (kanan) Sumber: Sukrawa (2015) Gambar 2.26 menunjukkan model WO4 menunjukkan kontur tegangan maksimum model tanpa lintel (kiri) dan dengan lintel (kanan). Retak tarik terjadi pada 2 sudut lubang dan kompresi maksimum terjadi pada 2 sudut lain dari lubang. Membandingkan warna kiri dan kanan angka itu jelas bahwa tarik dan tekan tekanan pada sudut pembukaan WO4L secara signifikan lebih rendah dibandingkan WO4. Dengan demikian, keberadaan lintel memperkaku rangka dan memperkuat dinding di sekitar lubang. 36

28 Hubungan beban-deformasi di arah Y karena vertikal dan lateral beban kombinasi untuk model M3OR, M4OR, dan M5OR ditunjukkan pada Gambar Hal ini jelas dari grafik simpangan pertingkat sebagai rasio bukaan dinding menjadi lebih besar. Menggunakan perpindahan atap M300 sebagai acuan, perpindahan atap M320, M340, dan M360 berkurang 51%, 33% dan 17%, masing-masing. Pengurangan perpindahan serupa diamati untuk M4OR. Untuk M5OR pengurangan yang sesuai adalah 45%, 32%, dan 16%, masing-masing. Persentase penurunan perpindahan yang lebih kecil diamati untuk struktur lebih tinggi. Atap perpindahan MS80 bagaimanapun, adalah 1% lebih rendah dari MS00. Perpindahan pertingkat antar semua model tidak melebihi nilai batas dari 2% ketinggian lantai [13] dan tidak ada mekanisme soft-storey terdeteksi. Displacement (mm) Displacement (mm) Displacement(mm) Gambar 2.27 kurva beban - deformasi di arah Y: 3 lantai (kiri); 4 lantai (tengah); 5 lantai (kanan) Sumber: Sukrawa (2015) Tegangan maksimum di dinding meningkat dengan ketinggian bangunan dan menurun dengan ketinggian lantai. Sehubungan dengan rasio bukaan, tegangan yang diamati pada dinding dengan rasio bukaan yang lebih rendah. Dengan demikian, tegangan maksimum terjadi pada lantai dasar M520. Tegangan tekan maksimum yang diamati adalah 0,10 MPa untuk M320, 0,13 MPa untuk M420, dan 0,14 MPa untuk M520. Tegangan tarik maksimum yang diamati di daerah kecil di sudut pembukaan dengan nilai 0,27 MPa untuk M320, 0.31 MPa untuk M420, dan 0,40 MPa untuk M520. Untuk pasangan dinding dengan fm 3 MPa, kekuatan tarik diperkirakan 0,3 MPa. Oleh karena itu, tegangan tarik pada 37

29 dinding M420 dan M520 melebihi kekuatan tarik dan karenanya, dinding kuat diperlukan untuk lantai bawah 4 dan 5 gedung-gedung Hotel bertingkat. Beban aksial maksimum di ambang 40 kn di kompresi dan 23 kn dalam tegangan. Tegangan tekan yang sesuai 1.78 MPa, yang 0.178fcl dan tegangan tarik yang sesuai adalah 0,10 MPa, yaitu 0.01fcl. Oleh karena itu lintel tidak tertekan dan penguatan minimal 4 No. 10 tulangan dengan sengkung No 6 tulangan dengan 150 jarak mm memadai. Model validasi rangka dinding pengisi dengan dan tanpa bukaan dinding menunjukkan bahwa model komputer menggunakan strat diagonal dan elemen shell menirukan baik perilaku rangka yang diuji. Hal ini juga menegaskan hasil penelitian sebelumnya bahwa rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding secara signifikan lebih kuat dan kaku dari rangka terbuka. Untuk rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding Namun, respon dari model elemen shell sesuai dengan data tes yang lebih baik daripada model strut, di mana faktor reduksi untuk lebar strut melemahkan kekuatan rangka. Lintel sekitar bukaan dinding memperkaku rangka dan memperkuat dinding di sekitar bukaan dan karenanya, harus digunakan untuk desain yang lebih baik dari kerangka pengisi dengan bukaan dinding. Dari analisis dan desain model 3-D untuk tipikal 3, 4, dan 5 lantai bangunan hotel menggunakan rangka dan elemen shell ditemukan bahwa respon gempa dari rangka beton bertulang di-diisi dengan dinding rasio bukaan 20% sampai 60% secara signifikan kaku dan lebih kuat dari yang tanpa dinding pengisi. Namun, kontribusi dinding dengan bukaan 80% dalam mengurangi penyimpangan lantai dan rangka dapat diabaikan. Dengan demikian, dinding pengisi dengan rasio bukaan kurang dari 80% harus dipertimbangkan dalam pemodelan struktural untuk mendapatkan analisis yang lebih akurat dan desain yang efisien. Tegangan pada dinding pengisi dan lintel dapat diperoleh langsung dari model elemen shell dan oleh karena itu, model dapat dengan mudah diterapkan untuk analisis dan desain struktur rangka dinding pengisi dengan bukaan dinding dan lintel sekitar bukaan. 38

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dinding Pengisi 2.1.1 Definisi Dinding pengisi yang umumnya difungsikan sebagai penyekat, dinding eksterior, dan dinding yang terdapat pada sekeliling tangga dan elevator secara

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan Dinding Pengisi 2.1. Rangka Dinding Pengisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dinding pengisi merupakan dinding yang berada diantara balok dan kolom biasanya terbuat dari pasangan bata/batako (masonry) atau bahan lain seperti kayu,

Lebih terperinci

ANALISIS LEBAR STRAT DIAGONAL PADA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DINDING PENGISI BERLUBANG SENTRIS TUGAS AKHIR

ANALISIS LEBAR STRAT DIAGONAL PADA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DINDING PENGISI BERLUBANG SENTRIS TUGAS AKHIR ANALISIS LEBAR STRAT DIAGONAL PADA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DINDING PENGISI BERLUBANG SENTRIS TUGAS AKHIR Oleh: I PUTU AGUS PUTRA WIRAWAN NIM: 1204105050 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beban Gempa Berdasarkan SNI 1726:2002 Pada peraturan perencanaan beban gempa SNI 1726:2002 digunakan faktor-faktor yang disesuaikan dengan perencanaan suatu struktur yang terdiri

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN. Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:

HALAMAN PERNYATAAN. Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: HALAMAN PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama : I Nyoman Yogi Mertawiasa NIM : 1304105125 Judul TA : Analisis Perilaku Struktur Rangka Dinding Pengisi Berlubang Eksentris dengan Perkuatan

Lebih terperinci

ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG COVER TUGAS AKHIR

ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG COVER TUGAS AKHIR ANALISIS KONSTRUKSI BERTAHAP STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG COVER TUGAS AKHIR Oleh: Komang Kurniawan Adhi Kusuma 1204105018 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: perkuatan seismik, rangka beton bertulang, bresing baja, dinding pengisi berlubang sentris, perilaku, kinerja, pushover.

ABSTRAK. Kata Kunci: perkuatan seismik, rangka beton bertulang, bresing baja, dinding pengisi berlubang sentris, perilaku, kinerja, pushover. ABSTRAK Penelitian tentang pemodelan struktur rangka beton bertulang (RBB) menggunakan bresing baja dengan dan tanpa bingkai serta dinding pengisi berlubang sentris yang ditambahkan pada portal bagian

Lebih terperinci

PERILAKU STRUKTUR RANGKA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADA GEDUNG EMPAT LANTAI

PERILAKU STRUKTUR RANGKA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADA GEDUNG EMPAT LANTAI PERILAKU STRUKTUR RANGKA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADA GEDUNG EMPAT LANTAI TUGAS AKHIR Oleh: Gusti Putu Satria Eka Pratama NIM: 1104105013 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG DAN BALOK-KOLOM PRAKTIS TUGAS AKHIR

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG DAN BALOK-KOLOM PRAKTIS TUGAS AKHIR PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN DINDING PENGISI BERLUBANG DAN BALOK-KOLOM PRAKTIS TUGAS AKHIR Oleh: NYOMAN WIDIANA SURYA NIM: 1004105066 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Rangka dengan dinding pengisi

Gambar 2.1 Rangka dengan dinding pengisi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Pengisi 2.1.1 Definisi Dinding pengisi adalah bagian bangunan nonstruktural yang umumnya difungsikan sebagai penyekat ruangan, penutup bangunan dan bangunan eksterior

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI

PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DINDING PENGISI DAN TANPA DINDING PENGISI HALAMAN JUDUL (TUGAS AKHIR) Oleh: FIRMAN HADI SUPRAPTO NIM: 1204105043 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR BAB IV PERMODELAN STRUKTUR IV.1 Deskripsi Model Struktur Kasus yang diangkat pada tugas akhir ini adalah mengenai retrofitting struktur bangunan beton bertulang dibawah pengaruh beban gempa kuat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BALOK BERLUBANG TUGAS AKHIR Oleh : Komang Haria Satriawan NIM : 1104105053 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 NPERNYATAAN Yang bertanda

Lebih terperinci

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 BAB III UJI LABORATORIUM 3.1. Benda Uji Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 dimensi, tiga lantai yaitu dinding penumpu yang menahan beban gempa dan dinding yang menahan

Lebih terperinci

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

Kinerja Struktur Rangka Beton Bertulang dengan Penambahan Dinding Pengisi Berlubang sebagai Perkuatan Seismik

Kinerja Struktur Rangka Beton Bertulang dengan Penambahan Dinding Pengisi Berlubang sebagai Perkuatan Seismik Budiwati, Sukrawa. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Kinerja Struktur Rangka Beton Bertulang dengan Penambahan Dinding Pengisi Berlubang sebagai Perkuatan Seismik Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG ANALISIS DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG Bobly Sadrach NRP : 9621081 NIRM : 41077011960360 Pembimbing : Daud Rahmat Wiyono, Ir., M.Sc FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menampilkan hasil pengujian karakteristik material bata dan elemen dinding bata yang dilakukan di Laboratorium Rekayasa Struktur Pusat Rekayasa Industri ITB. 4.1. Uji

Lebih terperinci

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material

BAB V. Resume kerusakan benda uji pengujian material dapat dilihat pada Tabel V-1 berikut. Tabel V-1 Resume pola kerusakan benda uji material BAB V ANALISIS HASIL EKSPERIMEN 5.1 UMUM Hasil eksperimen pada 10 benda uji menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan pada benda uji satu sama lain. Bab ini menampilkan pembahasan hasil eksperimen dengan

Lebih terperinci

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK

KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK KERUNTUHAN LENTUR BALOK PADA STRUKTUR JOINT BALOK-KOLOM BETON BERTULANG EKSTERIOR AKIBAT BEBAN SIKLIK Ratna Widyawati 1 Abstrak Dasar perencanaan struktur beton bertulang adalah under-reinforced structure

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing... DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 2 1.3 Tujuan...

Lebih terperinci

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI

PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI PERILAKU STRUKTUR RANGKAA DINDING PENGISI DENGAN BUKAAN PADAA GEDUNG EMPAT LANTAI TUGAS AKHIR BAB II TINJAUANN PUSTAKA JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

4.3.7 Model G (Balok Lintel) Pengujian dan Perilaku Histeresis

4.3.7 Model G (Balok Lintel) Pengujian dan Perilaku Histeresis 4.3.7 Model G (Balok Lintel) 4.3.7.1 Pengujian dan Perilaku Histeresis Keretakan awal dinding benda uji Model G terjadi pada drift.67% (simpangan 2mm) berupa retak geser sliding di atas dan di bawah balok

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI TUGAS AKHIR Oleh : I Gede Agus Krisnhawa Putra NIM : 1104105075 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-dasar Pembebanan Struktur Dalam merencanakan suatu struktur bangunan tidak akan terlepas dari beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Agar struktur bangunan tersebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Statik Beban Dorong (Static Pushover Analysis) Menurut SNI Gempa 03-1726-2002, analisis statik beban dorong (pushover) adalah suatu analisis nonlinier statik, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB IV ANALISA STRUKTUR BAB IV ANALISA STRUKTUR 4.1 Data-data Struktur Pada bab ini akan membahas tentang analisa struktur dari struktur bangunan yang direncanakan serta spesifikasi dan material yang digunakan. 1. Bangunan direncanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal

BAB I PENDAHULUAN. fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dan pembangunan sarana prasarana fisik menuntut perkembangan model struktur yang variatif, ekonomis, dan aman. Hal tersebut menjadi mungkin

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke

BAB III LANDASAN TEORI. beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pelat Pelat beton (concrete slabs) merupakan elemen struktural yang menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan disalurkan ke balok dan kolom sampai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap model yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Ada beberapa hal yang akan dianalisis dan dibahas kali ini. Secara umum

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM Tahap awal adalah pemodelan struktur berupa desain awal model, yaitu menentukan denah struktur. Kemudian menentukan dimensi-dimensi elemen struktur yaitu balok, kolom dan dinding

Lebih terperinci

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK Raja Marpaung 1 ), Djaka Suhirkam 2 ), Lina Flaviana Tilik 3 ) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Polsri Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : rangka beton bertulang, perkuatan, bresing baja eksternal tipe X, MF, BF. iii

ABSTRAK. Kata Kunci : rangka beton bertulang, perkuatan, bresing baja eksternal tipe X, MF, BF. iii PERNYATAAN! Nilv1. : "#$"%&"'( )*+, -./01 234567 Struktur 869:; ?@5A.BCD EFGH IJK LM X NOP Q RS ;TUV WXY dalam Z[\ ]^_ R` ab cdefc g h3 i jkl mn opqrst@u vtw xyz {L } ~r ; ; ƒ 5v M H@ uˆ R Š ^Œ a cbž

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Bangunan pada daerah rawan gempa harus direncanakan mampu bertahan terhadap gempa. Tren perencanaan terkini, yakni performance based seismic design, memanfaatkan teknik analisis

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL Oleh : Fajar Nugroho Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Padang fajar_nugroho17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR BAB IV PEMODELAN STRUKTUR Pada bagian ini akan dilakukan proses pemodelan struktur bangunan balok kolom dan flat slab dengan menggunakan acuan Peraturan SNI 03-2847-2002 dan dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR BAB IV PEMODELAN STRUKTUR Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisa statik non-linier bagi dua sistem struktur yang menggunakan sistem penahan gaya lateral yang berbeda, yaitu shearwall dan tube, dengan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB VII. Dari hasil eksperimen dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB VII. Dari hasil eksperimen dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN Dari hasil eksperimen dan analisis yang dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dinding pasangan bata terkekang beton bertulang menahan

Lebih terperinci

PENGARUH DINDING PENGISI PADA LANTAI DASAR BANGUNAN TINGKAT TINGGI TERHADAP TERJADINYA MEKANISME SOFT STORY

PENGARUH DINDING PENGISI PADA LANTAI DASAR BANGUNAN TINGKAT TINGGI TERHADAP TERJADINYA MEKANISME SOFT STORY PENGARUH DINDING PENGISI PADA LANTAI DASAR BANGUNAN TINGKAT TINGGI TERHADAP TERJADINYA MEKANISME SOFT STORY Dessy S. Tosari 1 (dessytosari@yahoo.com) Elia Hunggurami 2 (Elia Hunggurami@yahoo.com ) Jusuf

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC

ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC TUGAS AKHIR Oleh : P. Adi Yasa NIM: 1204105008 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 LEMBAR

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinding bata sering digunakan sebagai partisi pemisah di bagian dalam atau penutup luar bangunan pada struktur portal beton bertulang maupun struktur portal baja,

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis linear jika:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Analisis struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis linear jika: 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Analisis Struktur Analisis struktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Analisis Linear Suatu analisis struktur digolongkan ke dalam analisis linear jika: a. Analisis dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kombinasi dari beton dan baja dimana baja tulangan memberikan kuat tarik

BAB I PENDAHULUAN. kombinasi dari beton dan baja dimana baja tulangan memberikan kuat tarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinding merupakan salah satu dari komponen bangunan yang berfungsi sebagai penyekat ruang. Sekarang ini banyak sekali macam penyekat ruang, dan salah satunya

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK

PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK PEMODELAN STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING KONSENTRIK V-TERBALIK TUGAS AKHIR Oleh: Ida Bagus Prastha Bhisama NIM: 1204105029 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kolom Kolom beton murni dapat mendukung beban sangat kecil, tetapi kapasitas daya dukung bebannya akan meningkat cukup besar jika ditambahkan tulangan longitudinal. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan. VOLUME 8 NO. 1, FEBRUARI 2012 EVALUASI KELAYAKAN BANGUNAN BERTINGKAT PASCA GEMPA 30 SEPTEMBER 2009 SUMATERA BARAT ( Studi Kasus : Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Gaya gempa sangat berbahaya karena gerakan tiba-tiba pelepasan energi tegangan yang kemudian dipindahkan melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan

Lebih terperinci

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( ) Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA (3109 106 045) Dosen Pembimbing: BUDI SUSWANTO, ST.,MT.,PhD. Ir. R SOEWARDOJO, M.Sc PROGRAM SARJANA LINTAS JALUR JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Lentur Balok Mac. Gregor (1997) mengatakan tegangan lentur pada balok diakibatkan oleh regangan yang timbul karena adanya beban luar. Apabila beban bertambah maka pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI HALAMAN LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR...... ii UCAPAN TERIMA KASIH......... iii DAFTAR ISI...... iv DAFTAR TABEL...... v DAFTAR GAMBAR...... vi ABSTRAK...... vii BAB 1PENDAHULUAN... 9 1.1.Umum...

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

BAB III. Dimensi bata yang biasa ditemui di lapangan dan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB III. Dimensi bata yang biasa ditemui di lapangan dan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: BAB III PROGRAM EKSPERIMEN 3.1 UMUM Kajian eksperimental dalam penelitian ini dilakukan melalui pengujian pada dinding pasangan bata terkekang portal beton bertulang terhadap beban lateral. Variasi benda

Lebih terperinci

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif

Kata kunci: Balok, bentang panjang, beton bertulang, baja berlubang, komposit, kombinasi, alternatif, efektif ABSTRAK Ballroom pada Hotel Mantra di Sawangan Bali terbuat dari beton bertulang. Panjang bentang bangunan tersebut 16 meter dengan tinggi balok mencapai 1 m dan tinggi bangunan 5,5 m. Diatas ballroom

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima bagian yaitu pengujian mekanik beton, pengujian benda uji balok beton bertulang, analisis hasil pengujian, perhitungan

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Salah satu sistem struktur yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah struktur portal beton bertulang dengan dinding bata. Pada umumnya dinding bata hanya difungsikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Sambungan Balok-Kolom Pacetak Hutahuruk (2008), melakukan penelitian tentang sambungan balok-kolom pracetak menggunakan kabel strand dengan sistem PSA. Penelitian terdiri

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( ) TUGAS AKHIR STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7 Oleh : RACHMAWATY ASRI (3109 106 044) Dosen Pembimbing: Budi Suswanto, ST. MT. Ph.D

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang

BAB I PENDAHULUAN. dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan bangunan akibat gempa secara konvensional dapat dicegah dengan memperkuat struktur bangunan terhadap gaya gempa yang bekerja padanya. Namun, hasil ini sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

Pengujian Tahan Gempa Sistem Struktur Beton Pracetak

Pengujian Tahan Gempa Sistem Struktur Beton Pracetak Pengujian Tahan Gempa Sistem Struktur Beton Pracetak Oleh : Yoga Megantara Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT B A D A N P E N E L I T I A N D A N P E

Lebih terperinci

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN 4.1 Perencanaan Awal (Preliminary Design) Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi rencana struktur, yaitu pelat, balok dan kolom agar diperoleh

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC Oscar Fithrah Nur 1 ABSTRAK Kajian eksperimental ini dilakukan untuk mendapatkan kurva

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 1 PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR PERSAMAAN...xiv INTISARI...xv ABSTRACT...xvi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Spesifikasi Benda Uji Benda Uji Tulangan Dimensi Kolom BU 1 D mm x 225 mm Balok BU 1 D mm x 200 mm BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hasil dari analisa uji sambungan balok kolom precast. Penelitian dilakukan dengan metode elemen hingga yang menggunakan program ABAQUS. memodelkan dua jenis

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kuat Tekan Beton SNI 03-1974-1990 memberikan pengertian kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya

Lebih terperinci

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE

PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE PERANCANCANGAN STRUKTUR BALOK TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE Nama : Rani Wulansari NRP : 0221041 Pembimbing : Winarni Hadipratomo, Ir UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Notasi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Abstraksi... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

Latar Belakang : Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak

Latar Belakang : Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak Bab I Pendahuluan Latar Belakang : Kebutuhan perumahan di Indonesia meningkat seiring pertumbuhan penduduk yang pesat. Banyak bencana alam yang terjadi,menyebabkan banyak rumah penduduk rusak Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi. Struktur

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA Roland Martin S 1*)., Lilya Susanti 2), Erlangga Adang Perkasa 3) 1,2) Dosen,

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB IV PERMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 4.1 Permodelan Elemen Struktur Di dalam tugas akhir ini permodelan struktur dilakukan dalam 2 model yaitu model untuk pengecekan kondisi eksisting di lapangan dan

Lebih terperinci