PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, DAN AKUNTABILITAS TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI SKRIPSI Diajukan guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) Yowinna Juanita Putri PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2015

2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAKSI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan Batasan Masalah Rumusan Masalah Tujuan Masalah Manfaat Penelitian Sistematika Penelitian BAB II TELAAH LITERATUR... 18

3 2.1 Auditing Kualitas Audit Etika Auditor Kompetensi Independensi Profesionalisme Akuntabilitas Pengaruh Kompetensi, Independensi, Profesionalisme dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit Model Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Gambaran Umum Objek Metode Penelitian Variabel Penelitian Variabel Dependen Variabel Independen Variabel Moderasi Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Sampel Teknik Analisis Data Uji Kualitas Data... 73

4 Uji Validitas Uji Reliabilitas Uji Normalitas Uji Asumsi Klasik Uji Multikolonieritas Uji Heteroskedastisitas Uji Hipotesis Analisis Regresi Berganda Analisis Regresi Moderasi Uji Koefisien Determinasi Uji Signifikansi Simultan Uji Signifikansi Parameter Individual BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Responden Statistik Deskriptif Uji Validitas Uji Reliabilitas Uji Normalitas Uji Asumsi Klasik Uji Multikolonieritas Uji Heteroskedastisitas... 92

5 4.7 Uji Hipotesis Dengan Analisis Regresi Berganda Uji Koefisien Determinasi Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji Hipotesis Dengan Analisis Regresi Moderasi (Moderate Regression Analysis) Kompetensi Independensi Profesionalisme Akuntabilitas BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Keterbatasan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Model Penelitian Gambar 2.2 Model Penelitian Gambar 2.3 Model Penelitian Gambar 2.4 Model Penelitian Gambar 2.5 Model Penelitian Gambar 4.1 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian Gambar 4.4 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian Gambar 4.5 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian

7 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Pendistribusian Kuesioner Berdasarkan KAP Tabel 4.2 Sampel Penelitian dan Tingkat Pengembalian Tabel 4.3 Karakteristik Responden Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Tabel 4.6 Hasil Uji Reliabilitas Tabel 4.7 Uji Normalitas Model Penelitian Tabel 4.8 Uji Normalitas Model Penelitian Tabel 4.9 Uji Normalitas Model Penelitian Tabel 4.10 Uji Normalitas Model Penelitian Tabel 4.11 Uji Normalitas Model Penelitian Tabel 4.12 Uji Multikolonieritas Model Penelitian Tabel 4.13 Uji Multikolonieritas Model Penelitian Tabel 4.14 Uji Multikolonieritas Model Penelitian Tabel 4.15 Uji Multikolonieritas Model Penelitian Tabel 4.16 Uji Multikolonieritas Model Penelitian Tabel 4.17 Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.18 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.19 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)... 98

8 Tabel 4.20 Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.21 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.22 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Tabel 4.23 Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.24 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.25 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Tabel 4.26 Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.27 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.28 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Tabel 4.29 Uji Koefisien Determinasi Tabel 4.30 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Tabel 4.31 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kegiatan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam 5 (lima) tahun terakhir kini semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya IHSG dari 2.534,36 pada tahun 2009 menjadi 4.609,95 pada 11 Juli 2013, meningkatnya rata-rata harian perdagangan saham dari Rp ,51 Milyar pada 2009 menjadi Rp ,19 Milyar pada Juli 2013, dan yang terakhir, meningkatnya nilai Kapitalisasi Saham dari Rp ,38 Triliun pada tahun 2009 menjadi Rp Triliun pada 11 Juli 2013 (Siaran Pers Otoritas Jasa Keuangan, 2013). Dengan meningkatnya fenomena-fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa perkembangan kegiatan di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebenarnya ditandai dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan di Indonesia yang Go Public. Menurut Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-346/BL/2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik menyebutkan bahwa laporan keuangan tahunan wajib disampaikan kepada Bapepam dan LK dan diumumkan kepada masyarakat paling lambat pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Menurut PSAK 1 revisi 2009, Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas (IAI, 2012). Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan perusahaan,

10 kinerja keuangan perusahaan selama periode tertentu, dan arus kas entitas yang dapat dimanfaatkan untuk sebagian besar pengguna laporan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal ekonomi. Karakteristik umum untuk penyajian laporan keuangan menurut PSAK 1 revisi 2009 (IAI, 2012) antara lain: penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap persyaratan Standar Akuntansi Keuangan; kelangsungan usaha (going concern); dasar akrual akuntansi; materialitas, agregasi, dan saling hapus (offsetting); frekuensi pelaporan; informasi komparatif; dan konsistensi penyajian. Hal-hal tersebut berdampak pada semakin meningkatnya permintaan pemeriksaan akuntansi (audit) atas laporan keuangan. Untuk itu auditor sebagai seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam menyatakan pendapat atas kewajaran laporan keuangan, bertindak sebagai pihak ketiga untuk melakukan pemeriksaan akuntansi (audit) terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen perusahaan dan untuk memastikan apakah laporan keuangan tersebut sudah benar dan bebas dari kesalahan. Pemeriksaan akuntansi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh menejemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran atas laporan keuangan tersebut (Agoes, 2012). Profesi seorang auditor merupakan salah satu profesi kepercayaan masyarakat dan pemakai laporan keuangan karena auditor dengan kualifikasi keahlian tertentu diharapkan dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran atas laporan keuangan secara objektif dan tidak memihak pada kepentingan siapapun

11 karena laporan keuangan ditujukan dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal ekonomi. Tetapi untuk mencapai penilaian yang bebas dan tidak memihak tersebut, terkadang auditor dihadapkan dengan suatu situasi dilema dimana selain harus bersikap tidak memihak untuk menentukan kewajaran laporan keuangan klien, namun auditor juga harus bisa untuk memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien karena telah memberikan upah atas jasa yang diberikan agar kliennya merasa terpuaskan dan akan terus menggunakan jasa auditor tersebut di waktu selanjutnya. Menurut Unti Ludigdo (2006) dalam Ilmiyati dan Suhardjo (2012), profesi auditor telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir ini. Mulai dari kasus Enron di Amerika sampai kasus Telkom di Indonesia. Kedua hal tersebut telah menunjukkan bahwa kredibilitas profesi seorang auditor kini semakin dipertanyakan. Kredibilitas auditor merupakan kualitas dan kekuatan yang dimiliki oleh auditor untuk menimbulkan kepercayaan para pengguna jasa nya. Seorang auditor harus bisa dipercaya dalam pengambilan keputusan, tentunya dengan menggunakan data yang akurat dalam melaksanakan pekerjaannya. Kredibilitas auditor berhubungan langsung dengan hasil kualitas audit yang dilakukan oleh auditor. Kualitas audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu (Agusti dan Pertiwi, 2013). Kualitas audit merupakan tingkat baik buruknya hasil kerja seorang auditor dalam melaksanakan pemeriksaan akuntansi (audit) atas laporan keuangan. Tingkat baik buruknya tersebut dapat diukur dari penerapan standar audit dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan (audit). Penerapan standar audit

12 dalam melaksanakan audit dapat dilihat pada saat menerima penugasan, auditor menetapkan sasaran, ruang lingkup dan metodologi audit. Dalam proses pengumpulan dan pengujian bukti harus dilaksanakan dengan maksimal untuk mendukung kesimpulan yang akan diambil. Selain itu juga dalam melaksanakan audit, auditor juga harus mematuhi kode etik yang telah ditetapkan. Disamping penggunaan standar audit dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan (audit), kualitas audit juga dapat diukur dari keandalan laporan auditan yang dihasilkan auditor. Keandalan laporan auditan yang dihasilkan auditor berarti tidak mengandung salah saji material. Laporan yang dihasilkan harus akurat, lengkap, objektif, meyakinkan, jelas, ringkas, dan tepat waktu agar informasi yang diberikan dan disediakan dapat bermanfaat secara maksimal. Laporan hasil audit yang berkualitas juga memuat temuan dan simpulan hasil pemeriksaan secara objektif, serta rekomendasi yang konstruktif. Kualitas audit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas. Dalam penerapan faktor-faktor tersebut akan senantiasa terkait dengan etika. Etika merupakan ilmu yang berhubungan dengan segala perbuatan manusia. Etika selanjutnya akan menentukan baik buruknya hal yang auditor lakukan. Etika juga akan mengantarkan auditor sebagai individu untuk bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertanggungjawabkan. Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas sebagai seorang yang profesional. Kompetensi seorang auditor dapat diukur melalui mutu personal,

13 pengetahuan umum dan keahlian khusus. Kompetensi auditor adalah kualifikasi yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar. Untuk memperoleh kompetensi tersebut, seorang auditor membutuhkan pendidikan dan pelatihan yang dikenal dengan nama pendidikan professional berkelanjutan. Mutu personal merupakan kepandaian (intelegensi), perilaku yang baik, komitmen yang tinggi, dan kemampuan imajinasi yang baik dalam menciptakan sikap kreatif dengan penuh inovasi yang dimiliki auditor. Disamping itu auditor juga harus berpikiran luas dan terbuka, mampu menangani ketidakpastian, dan mampu bekerjasama dalam tim. Pengetahuan umum digunakan untuk memahami entitas yang diaudit dan membantu pelaksanaan audit. Pengetahuan umum tersebut meliputi kemampuan untuk melakukan reviu analitis, pengetahuan teori organisasi untuk memahami suatu organisasi, pengetahuan auditing, dan pengetahuan tentang sektor publik perusahaan. Sedangkan keahlian khusus digunakan untuk membantu auditor dalam mempresentasikan laporan hasil auditan dengan baik. Maka dengan semakin tingginya kompetensi yang dimiliki auditor akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas audit. Hal ini didukung oleh penelitian Agusti dan Pertiwi (2013), Kharismatuti (2012), dan Ardini (2010). Kompetensi seorang auditor dan didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Atribut kualitas audit yang salah satu diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut yang lainnya terkait dengan kompetensi auditor (Benh et al, 1997 dalam Kharismatuti, 2012). Dengan adanya hubungan kompetensi, dalam hal ini dikaitkan pada mutu personal, pengetahuan umum dan keahlian khusus, dengan

14 etika dapat membantu auditor untuk menjadikannya sebagai alat pemikiran yang rasional dalam melakukan suatu tindakan, yaitu dalam hal melakukan pemeriksaan laporan keuangan perusahaan. Pemikiran yang rasional tersebut dapat membantu auditor untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka antara lain kepada organisasi dimana mereka bernaung karena mereka bertanggungjawab untuk menjaga integritas sebagai suatu organisasi yang dapat diandalkan oleh perusahaanperusahaan pengguna jasanya. Selain organisasi tempat mereka bernaung, auditor dengan pemikiran yang rasional juga berkewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada masyarakat dengan menjadi kompeten dan menjaga objektivitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Standar umum kedua (SA seksi 220 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi harus dipertahankan oleh auditor. Standar ini mengaharuskan bahwa auditor harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (Saripudin dkk, 2012). Adanya sikap yang tidak mudah dipengaruhi tersebut, menjadikan opini yang diberikan auditor bebas dari pengaruh pihak-pihak dengan kepentingan nya masing-masing. Selain tidak memihak, auditor juga harus bersikap jujur kepada pihak-pihak yang meletakkan kepercayaannya terhadap laporan keuangan auditan. Dengan adanya sikap tidak mudah dipengaruhi dan jujur, hasil opini yang diberikan auditor akan mempresentasikan keadaan yang sebenarnya dan apa adanya sesuai bukti-bukti yang ditemukan. Sikap independensi yang dimiliki auditor harus ada pada setiap proses dilakukannya audit. Proses tersebut meliputi independensi dalam penyusunan

15 program, independensi dalam pelaksanaan pekerjaan, dan independensi laporan. Maka semakin tinggi independensi auditor akan berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Hal ini didukung oleh penelitian Singih dan Bawono (2010), Kharismatuti (2012), Ardini (2010), Saputra (2012), Saripudin (2012), dan Badjuri (2011). Independensi yang dimiliki seorang auditor dan didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik (Ardini, 2010). Misalnya jika pada satu ketika manajemen perusahaan (klien) dan auditor tidak sependapat atau tidak mencapai kata sekapat, maka akan terjadi perbedaan kepentingan diantara mereka. Kondisi tersebut akan mendorong klien untuk meminta auditor melaksanakan pekerjaannya dengan melanggar standar audit yang telah ditetapkan termasuk dalam pemberian opini. Keadaan tersebut dapat menyebabkan auditor berada pada posisi dilematis bahkan dapat melemahkan independensi yang dimiliki auditor. Apalagi jika ditambah dengan klien telah memberikan fee (upah) yang cukup besar agar auditor memenuhi kemauannya. Maka dengan adanya etika auditor sebagai moderasi antara independensi untuk menghasilkan kualitas audit yang baik dapat membantu auditor untuk menentukan sikap dan perilaku yang harus diambil sesuai dengan profesionalisme seorang auditor untuk senantiasa menjaga standar perilaku etis dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan (audit). Selain kompetensi dan independensi, kualitas audit juga dipengaruhi oleh profesionalisme (Hidayat, 2011 dalam Agusti dan Pertiwi, 2013). Profesional berarti

16 tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan yang kita tekuni dengan meletakkan komitmen terhadap pekerjaan tersebut. Sedangkan profesionalisme merupakan kemampuan, kemahiran, dan cara melakukan sesuatu sebagaimana yang sewajarnya dilakukan oleh seorang profesional. Apabila auditor melaksanakan pekerjaannya dengan tanggungjawab profesi yang tinggi, maka ia akan bersikap lebih profesional dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan standar, sehingga hasil kerjanya akan lebih baik karena diwujudkan dengan daya usaha yang tinggi. Sikap profesionalisme yang dimiliki auditor dapat membantu auditor untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan antara pihak-pihak terkait dalam melaksanakan kewajibannya yaitu dalam hal pemeriksaan laporan keuangan (audit). Sikap profesionalisme auditor dapat dilihat dari pengabdian auditor terhadap masyarakat, kemandirian, dan tidak berdasarkan kepentingan pribadi. Apabila seorang auditor tidak memiliki atau telah kehilangan sikap profesionalismenya sebagai seorang auditor maka sudah dapat diyakini bahwa auditor tersebut tidak akan dapat menghasilkan hasil kinerja yang memuaskan dengan baik, maka dengan begitu kepercayaan masyarakat akan hilang begitu saja terhadap auditor tersebut (Putri dan Saputra, 2013). Maka semakin tinggi profesionalisme auditor akan berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Hal tersebut juga di dukung oleh penelitian Agusti dan Pertiwi (2013). Profesionalisme yang dimiliki seorang auditor dan didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Etika merupakan suatu pedoman yang digunakan dalam bertindak dan bertingkah laku. Etika dalam hal pemeriksaan akuntansi (audit) diwujudkan dengan Kode Etik

17 Profesi Akuntan Publik yang telah ditetapkan melalui kesepakatan bersama. Dalam melaksanakan profesinya, seorang akuntan harus mematuhi kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan kliennya, antara akuntan dengan rekan sejawat, dan antara profesi dengan masyarakat (Iriyadi dan Vannnywati, 2011). Disamping kompetensi, independensi, dan profesionalisme, seorang auditor dalam menyelesaikan pekerjaan auditnya, juga harus dilandasi dengan tanggung jawab (akuntabilitas) agar dapat memberikan hasil audit yang baik dan berkualitas. Akuntabilitas merupakan suatu dorongan atas perilaku yang bisa disebut juga dengan motivasi, yang dimiliki seseorang untuk dapat menyelesaikan kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya (Arianti, dkk, 2014). Jika auditor memiliki akuntabilitas dalam hal ini adalah motivasi, maka auditor akan senantiasa melaksanakan pekerjaanya dengan penuh semangat yang tinggi untuk mencapai hasil yang maksimal. Disamping itu juga auditor akan melakukan pekerjaannya dengan menggunakan pertimbangan moral dan akan berusaha bersikap profesional sesuai dengan standar yang telah ditetapkan sehingga akan menghasilkan hasil audit yang baik dan memiliki kualitas audit yang baik juga. Maka semakin tinggi akuntabilitas yang dimiliki auditor akan berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Singgih dan Bawono (2010), Ilmiyati dan Suhardjo (2012), Saripudin, dkk (2012), Ardini (2010), dan Arianti, dkk (2014) yang menunjukkan bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit.

18 Dalam penerapannya, akuntabilitas juga akan senantiasa terkait dengan etika. Akuntabilitas yang dimiliki seorang auditor dan didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Dengan memiliki akuntabilitas berarti auditor akan memiliki rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan pertimbangan moral, dimana pertimbangan moral tersebut merupakan suatu pertimbangan yang didasarkan atas tindakan yang memiliki nilai positif. Sedangkan etika merupakan suatu ilmu yang membicarakan mengenai tingkah laku manusia, tentang baik buruknya tingkah laku tersebut. Dengan adanya pertimbangan moral yang dilandasi dengan etika maka auditor akan melaksanakan pekerjaannya dengan penuh hati-hati karena setiap tindakan yang hendak dilakukan tersebut telah dipertimbangkan terlebih dahulu demi mendapatkan hasil yang maksimal. Selain itu juga jika auditor tidak mematuhi etika yang ada maka auditor akan mendapatkan sanksi atas perbuatannya tersebut. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Kharismatuti (2012). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya adalah sebagai berikut: 1. Variabel Independen Penelitian ini menambahkan 2 variabel independen yaitu Profesionalisme yang diambil dari penelitian Agusti dan Pertiwi (2013) dan Akuntabilitas yang diambil dari penelitian Ardini (2010) 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berlokasi di daerah Tangerang dan Jakarta dengan tingkat pendidikan

19 minimal S1 dan pengalaman kerja di bidang audit minimal 1 tahun sebagai objek penelitian, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan internal auditor di BPKP DKI Jakarta sebagai objek penelitian. 3. Tahun Penelitian Penelitian ini dilakukan tahun 2014, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan tahun Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka judul penelitian ini adalah Pengaruh Kompetensi, Independensi, Profesionalisme dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. 1.2 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, batasan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Objek yang diobservasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik yang berlokasi di daerah Tangerang dan Jakarta. 2. Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti mengenai pengaruh kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. 3. Menggunakan variabel moderasi yaitu etika auditor. 4. Penelitian dilakukan di tahun Rumusan Masalah

20 Rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit? 2. Apakah independensi berpengaruh terhadap kualitas audit? 3. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit? 4. Apakah akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit? 5. Apakah kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit? 6. Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi? 7. Apakah independensi berpengaruh terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi? 8. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi? 9. Apakah akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi? 1.4 Tujuan Masalah Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit. 2. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh independensi terhadap kualitas audit.

21 3. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit. 4. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas audit. 5. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit. 6. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. 7. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. 8. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh profesionalisme terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. 9. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh akuntabilitas terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderasi. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pihak-pihak yang terkait. Manfaat penelitian ini terbagi lagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh KAP sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kemampuan auditor untuk

22 menghasilkan kualitas audit yang baik dengan mengadakan pelatihanpelatihan yang berkaitan dengan kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas dengan dimoderasi atau dilandasi dengan etika. 2. Bagi Auditor Dapat memberikan suatu dorongan kepada para auditor untuk mengevaluasi diri mengenai skandal-skandal ekonomi yang melibatkan auditor dan sebagai sarana untuk meningkatkan kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas yang dimiliki auditor untuk menghasilkan kualitas audit yang baik dengan di landasi etika. 3. Bagi Mahasiswa dan Akademisi Sebagai materi atau bahan tambahan bagi para pengajar akademik seperti guru atau dosen dalam melakukan pengembangan dalam pengajarannya. Dan juga dapat digunakan sebagai tambahan ilmu dan wawasan bagi mahasiswa mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas audit. 4. Bagi Peneliti Dapat memahami pengaruh yang diberikan oleh kompetensi, independensi, profesionalisme dan akuntabilitas terhadap kualitas pemeriksaan laporan keuangan (audit) dengan dimoderasi etika auditor. 1.6 Sistematika Penelitian Penelitian ini terbagi lagi ke dalam lima bagian uraian bab agar dapat lebih mudah untuk dipahami. Gambaran umum mengenai kelima bab tersebut adalah sebagai berikut:

23 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan penelitian ini. BAB II TELAAH LITERATUR Bab ini menguraikan landasan teori yang berhubungan dengan penelitian yang berasal dari jurnal, buku, penelitian-penelitian yang sudah pernah ada sebelumnya, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori-teori tersebut menjelaskan pengertian vraiabel-variabel independennya yaitu independensi, kompetensi, profesionalisme dan akuntabilitas. Selain itu juga menjelaskan mengenai pengertian variabel dependennya yaitu kualitas audit serta pengertian dari variabel moderasi yaitu etika auditor. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan gambaran secara umum objek penelitian, ruang lingkup penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan populasi dan sampel yang digunakan, pengolahan dan pengujian sampel, serta hasil dari pengujian sampel tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang telah dilakukan, keterbatasan yang muncul dari penelitian yang telah

24 dilakukan, dan saran yang diajukan untuk mengembangkan penelitianpenelitian selanjutnya dengan tema yang sama.

25 BAB II TELAAH LITERATUR 2.1 Auditing Pemeriksaan akuntansi (auditing) merupakan pengumpulan bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan. Pemeriksaan akuntansi harus dilakukan oleh yang kompeten, orang yang independen (Arens dkk, 2014). Sedangkan menurut Agoes (2012) Pemeriksaan akuntansi adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh menejemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Laporan auditor merupakan sarana untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang telah ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Standar auditing

26 yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia dan jika ada, menunjukkan adanya ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya (IAPI, 2011). Laporan keuangan yang merupakan tanggungjawab menejemen perlu diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena (Agoes, 2012): 1. Jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Karena itu laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. 2. Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified) dari KAP, berarti pengguna laporan keuangan bisa yakin bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS). 3. Mulai tahun 2001 perusahaan yang total asetnya Rp. 25 miliyar ke atas harus memasukkan audited financial statements nya ke Departemen Perdagangan dan Perindustrian. 4. Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan audited financial statements-nya ke Bapepam LK paling lambat 90 hari setelah tahun buku.

27 5. Surat Pemberitahuan (SPT) yang didukung oleh audited financial statements lebih dipercaya oleh pihak pajak dibanding dengan yang didukung oleh laporan keuangan yang belum diaudit. Jika ditinjau dari luasnya pemeriksaan audit bisa dibedakan atas (Agoes, 2012): 1. Pemeriksaan Umum (General Audit) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik atau ISA atau Panduan Audit Entitas Bisnis Kecil serta Standar Pengendalian Mutu 2. Pemeriksan Khusus (Special Audit) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhir pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Sedangkan menurut Arens, dkk (2014), ada tiga jenis audit yang dapat dilakukan oleh akuntan publik, yaitu: 1. Audit Operasional (operational audit) Audit Operasional mengevaluasi efisiensi dan efektivitas setiap bagian dari prosedur dan metode operasi organisasi. Pada akhir audit operasional,

28 manajemen biasanya mengharapkan rekomendasi untuk memperbaiki operasi. Dalam audit operasional ini, penelaahan yang dilakukan tidak terbatas pada akuntansi, tetapi mencakup evaluasi atas struktur organisasi, operasi computer, metode produksi, pemasaran, dan semua bidang lain dimana auditor menguasainya. 2. Audit Ketaatan (compliance audit) Audit ketaatan dilaksanakan untuk menentukan apakah pihak yang diaudit mengikuti prosedur, aturan, atau ketentuan yang telah ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Hasil dari audit ketaatan dilaporkan kepada manajemen, bukan kepada pemakai luar, karena manajemen adalah kelompok utama yang berkepentingan dengan tingkat ketaatan terhadap prosedur dan peraturan yang digariskan. 3. Audit Laporan Keuangan (financial statement audit) Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah laporan keuangan (informasi yang diverivikasi) telah dinyatakan sesuai dengan kriteria tertentu. Kriteria yang berlaku adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Dalam menentukan apakah laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, auditor mengumpulkan bukti untuk menetapkan apakah laporan keuangan itu mengandung kesalahan yang material atau salah saji lainnya. Auditor merencanakan kombinasi yang tepat antara tujuan audit dan bukti audit yang harus dikumpulkan untuk memenuhi tujuan tersebut dengan mengikuti

29 suatu proses audit. Suatu proses audit adalah suatu metodologi yang tersusun baik untuk mengorganisasikan suatu audit untuk memastikan bahwa bukti-bukti yang terkumpul telah memadai dan kompeten serta semua tujuan audit yang tepat telah terspesifikasi dan dipenuhi. Proses audit tersebut memiliki empat fase, yaitu (Arens, dkk, 2014): 1. Merencanakan dan Mendesain Pendekatan Audit (fase 1) Standar auditing yang berlaku umum pertama untuk pekerjaan lapangan berbunyi sebagai berikut: Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Ada tiga alasan utama mengapa auditor harus merencanakan penugasan dengan tepat: untuk memungkinkan auditor mendapatkan bukti yang tepat yang mencakupi pada situasi yang dihadapi, untuk membantu menjaga biaya audit tetap wajar, dan untuk menghindarkan kesalahpahaman dengan klien. Aktivitas perencanaan dan perancangan pendekatan audit meliputi proses: a. Perencanaan audit awal melibatkan empat hal, yang semuanya harus dilakukan lebih dulu dalam audit. Empat hal tersebut adalah: 1) Auditor harus memutuskan apakah akan menerima seorang klien baru atau melanjutkan pelayanan untuk klien yang telah ada sekarang. 2) Auditor harus mengidentifikasikan mengapa klien menginginkan atau membutuhkan audit. Informasi ini akan mempengaruhi bagian lain dari proses perencanaan. 3) Auditor memperoleh pemahaman klien tentang cara-cara penugasan untuk menghindari kesalahpahaman.

30 4) Akhirnya, staf untuk penugasan itu dipilih, termasuk bila dibutuhkannya spesialis audit. b. Memahami Bisnis dan Industri Klien Sebuah pemahaman menyeluruh atas bisnis dan industri klien dan pengetahuan tentang operasional perusahaan adalah penting untuk melakukan suatu audit yang memadai. Sifat dari bisnis dan industri klien mempengaruhi risiko bisnis klien tersebut dan risiko salah saji material dalam laporan keuangan. c. Menilai Risiko Bisnis Klien Auditor menggunakan pengetahuan yang didapatkan dari pemahaman sistem strategis akan bisnis dan industri klien untuk menilai risiko bisnis klien. Risiko bisnis klien adalah risiko di mana klien akan gagal dalam mencapai tujuannya. Risiko bisnis klien bisa timbul dari banyak faktor yang mempengaruhi klien dan lingkungannya. Contoh dari faktor-faktor tersebut adalah sebuah teknologi baru bisa mengikis keuntungan kompetitif seorang klien, atau klien bisa gagal dalam melaksanakan strateginya seperti juga pesaing. Perhatian utama auditor adalah risiko dari salah saji material dalam laporan keuangan yang disebabkan oleh risiko bisnis klien. d. Melaksanakan Prosedur Analitis Pendahuluan Bagian penting dari pemahaman akan bisnis klien dan penilaian risiko bisnis klien adalah melaksanakan prosedur analitis pendahuluan. Perbandingan antara risiko klien dengan benchmark industri atau pesaing

31 memberikan indikasi kinerja perusahaan. Perubahan yang tidak biasa atas rasio bisa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau dengan rata-rata industri sehingga akan membantu mengidentifikasikan area yang mengalami kenaikan risiko salah saji yang membutuhkan perhatian lebih lanjut selama audit. e. Menetapkan materialitas dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko inheren. Idealnya, auditor, pada awal masa penugasan audit, terlebih dahulu menetapkan nilai kesalahan penyajian gabungan dalam laporan keuangan yang menurutnya adalah material. SAS 47 (AU 312) mendefinisikan nilai tersebut sebagai pertimbangan awal tentang tingkat materialitas (preliminary judgement about materiality). Pertimbangan tersebut disebut sebagai pertimbangan awal tentang tingkat materialitas karena pertimbangan ini merupakan suatu pertimbangan profesional dan dapat berubah selama proses penugasan jika ternyata situasi-situasi yang melingkupinya berubah. Pertimbangan awal tentang tingkat materialitas tersebut selanjutnya merupakan nilai maksimum yang diyakini auditor merupakan kandungan kesalahan penyajian yang mungkin masih terdapat dalam laporan keuangan dan tetap tidak mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil oleh para pengguna laporan keuangan. Auditor menerima sejumlah tingkat risiko atau ketidakpastian dalam menjalankan fungsi auditnya. Auditor juga harus menetapkan dan

32 memutuskan risiko akseptibilitas atau risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk) yang tepat selama perencanaan audit. Risiko akseptibilitas merupakan tingkat kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Auditor juga harus menilai risiko inheren yang akan mempengaruhi jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan auditor. Risiko inheren merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material (kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan dari pengendalian intern yang ada. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji, maka auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. f. Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian Auditor harus mengidentifikasi pengendalian internal dan harus mengevaluasi keefektifannya. Jika pengendalian internal tersebut dianggap efektif, maka risiko pengendalian yang ditetapkan dapat dikurangi dan jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan menjadi lebih sedikit, daripada pengendalian internal yang tidak memadai atau tidak efektif. Risiko pengendalian (control risk) merupakan pengukuran

33 terhadap suatu penilaian auditor mengenai apakah salah saji yang melebihi jumlah yang dapat ditoleransi dalam suatu segmen, akan dicegah atau terdeteksi secara tepat waktu oleh pengendalian internal. g. Mengumpulkan informasi untuk menilai risiko kecurangan Untuk meniali persyaratan standar audit, lebih penting bagi auditor untuk menilai risiko dan memberikan respon kepadanya daripada hanya mengidentifikasikan mereka sebagai resiko akseptibilitas atau risiko yang dapat diterima, risiko inheren, dan risiko pengendalian. Karena alasan ini, banyak kantor audit menilai risiko kecurangan secara terpisah dari penilaian komponen model risiko. h. Mengembangkan rencana serta program audit secara keseluruhan. Pengembangan rencana serta program audit secara keseluruhan adalah langka terakhir dalam tahap perencanaan audit. Langkah ini menetapkan seluruh program audit yang rencananya akan diikuti oleh auditor, meliputi semua prosedur audit, ukuran sampel, pos yang dipilih, dan penetapan waktu. Auditor juga harus mempertimbangkan baik efektivitas bukti, maupun efisiensi audit dalam menyusun rencana audit dan mengembangkan program audit yang terinci. 2. Melaksanakan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi (fase 2). Sebelum dapat memutuskan untuk mengurangi penilaian auditor atas risiko pengendalian yang direncanakan apabila pengendalian internal dianggap efektif, auditor harus menguji keefektifan pengendalian tersebut. Prosedur

34 pengujian tersebut disebut sebagai pengujian pengendalian (test of control). Auditor juga harus mengevaluasi pencatatan transaksi oleh klien dengan memverifikasi jumlah moneter transaksi tersebut. Proses tersebut disebut sebagai pengujian substantif atas transaksi (substantive test of transactions) 3. Melaksanakan prosedur analitis dan pengujian rincian saldo (fase 3). Prosedur analitis dilakukan selama tahap pengujian audit sebagai pengujian substantif untuk mendukung saldo akun. Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya telah masuk akal. Pengujian atas rincian saldo (test of detail of balances) merupakan prosedur spesifik yang ditujukan untuk menguji salah saji moneter pada saldo-saldo dalam laporan keuangan. Pengujian atas rincian saldo akhir merupakan hal yang esensial dalam pelaksanaan audit karena sebagian besar bukti diperleh dari sumber yang independen terhadap klien sehingga dianggap berkualitas tinggi. 4. Menyelesaikan audit dan menerbitkan laporan audit (fase 4). Dalam tahap penyelesaian audit, prosedur analitis tetap dibutuhkan sebagai reviu akhir atas salah saji yang material atau masalah keuangan, dan membantu auditor mengambil pandangan objektif pada akhir laporan keuangan yang telah diaudit. Setelah menyelesaikan semua prosedur bagi setiap tujuan audit dan bagi setiap akun laporan keuangan serta pengungkapan terkait, auditor harus menggabungkan informasi yang diperoleh guna mencapai kesimpulan menyeluruh tentang apakah laporan

35 keuangan telah disajikan secara wajar. Proses ini sangat mengandalkan pertimbangan profesional auditor. Bila audit telah selesai dilakukan, auditor harus menerbitkan laporan audit untuk melengkapi laporan keuangan yang dipublikasi oleh klien. Laporan audit adalah tahap akhir dari keseluruhan proses audit. Laporan audit ini merupakan hal yang sangat penting dalam penugasan audit karena auditor harus mengkomunikasikan hasil pekerjaan auditnya kepada pengguna laporan keuangan. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik per 31 Maret 2011, PSA 29 SA Seksi 508 (IAPI 2009), ada lima jenis pendapat auditor yang terdapat dalam Laporan Auditor, yaitu: 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian Menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan yang Ditambahkan dalam Laporan Audit Bentuk Baku Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya. 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian Menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas

36 tertentu sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. 4. Pendapat tidak wajar Menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat Menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan karena auditor tidak melaksanakan audit yang lingkupnya memadai 2.2 Kualitas Audit Kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai dengan standar sehingga mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien. Kualitas audit menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor akan dikatakan berkualitas jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu (Rosnidah, 2010 dalam Agusti dan Pertiwi, 2013). Seorang Akuntan Publik dalam menjalankan tugas auditnya harus berpegang pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku, harapannya audit dapat mengurangi ketidakselarasan kepentingan antara manajemen dan para pemegang saham. Dengan dipatuhinya prinsip dan standar yang berlaku dalam pemeriksaan, tujuan yang ingin dicapai adalah hasil

37 audit yang dihasilkan diharapkan dapat dikatakan berkualitas. Menurut Moizer (1986) dalam Kisnawati (2012) menyatakan bahwa pengukuran kualitas proses audit tepusat pada kinerja yang dilakukan auditor dan kepatuhan pada standar yang telah digariskan. Untuk dapat memenuhi kualitas audit yang baik maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik akuntan, standar profesi dan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia (Agoes, 2012). Menurut PSA No.1 SA Seksi 150 (IAPI, 2011), standar auditing berbeda dengan prosedur auditing, yaitu prosedur berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar auditing, yang berbeda dengan prosedur auditing, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (2011: ) terdiri atas sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu: 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

38 2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengalaman, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan keuangan. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit

39 yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh auditor (IAPI, 2011: & 150.2) Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor independen; dalam hal ini bukti audit (audit evidence) berbeda dengan bukti hukum (legal evidence) yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti (IAPI, 2011). Berbagai asersi manajemen diterapkan atau diekspresikan sebagai pernyataan manajemen tentang berbagai kelas transaksi dan berbagai akun yang terkait dengannya dalam laporan keuangan (Arens, dkk, 2014). Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Pernyataan tersebut dapat bersifat implisit atau eksplisit serta dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan besar sebagai berikut (IAPI, 2011): 1. Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence) Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan apakah aset atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. 2. Kelengkapan (completeness)

40 Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya disajikan dalam laporan keuangan telah dicantumkan di dalamnya. 3. Hak dan kewajiban (right and obligation) Asersi tentang hak dan kewajiban berhubungan dengan apakah aset merupakan hak entitas dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. 4. Penilaian (valuation) atau alokasi Asersi tentang penilaian dan alokasi berhubungan dengan apakah komponenkomponen aset, liabilitas, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. 5. Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure) Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan diklasifikasikan, dijelaskan, dan diungkapkan semestinya. Tugas auditor adalah untuk menentukan apakah asersi tersebut betul-betul wajar; maksudnya, untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan (Agoes, 2012). Menurut SA Seksi 312, PSA No. 25 (IAPI, 2011), risiko dan materialitas memengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur

41 tersebut. Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan pertimbangan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau memengaruhi pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan atas informasi tersebut. Terdapat tiga jenis materialitas, yaitu: 1. Nilainya tidak Material, ketika suatu kesalahan penyajian terjadi dalam laporan keuangan tetapi salah saji tersebut tidak mungkin mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pengguna laporan, maka hal tersebut dikategorikan sebagai tidak material. 2. Nilainya material tetapi tidak Mempengaruhi Keseluruhan Penyajian Laporan Keuangan, tingkat materialitas ini hadir pada saat terdapat suatu kesalahan penyajian dalam laporam keuangan yang dapat mempengaruhi keputusan seorang pengguna laporan, tetapi secara keseluruhan laporan keuangan tetap disajikan secara wajar dan tetap dapat digunakan. 3. Nilainya Sangat Material sehingga Kewajaran Seluruh Laporan Keuangan Dipertanyakan, merupakan tingkat materialitas tertinggi yang hadir saat terdapat probabilitas yang sangat tinggi bahwa pengguna laporan akan membuat keputusan yang tidak benar jika pengguna laporan menyandarkan dirinya pada keseluruhan laporan keuangan dalam pembuatan keputusan mereka (Arens, dkk, 2014).

42 Auditor perlu mempertimbangkan risiko audit pada tingkat akun atau golongan transaksi secara individual, karena pertimbangan yang demikian secara langsung membantunya dalam menentukan lingkup prosedur audit untuk saldo akun atau golongan transaksi tersebut. Auditor harus berusaha membatasi risiko audit pada tingkat saldo atau golongan transaksi individual sedemikian rupa, sehingga memungkinkannya, pada saat penyelesaian audit, untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan dengan tingkat risiko audit yang cukup rendah (IAPI, 2011). Terdapat tiga jenis risiko, yaitu: 1. Risiko Bawaan Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian yang terkait. 2. Risiko Pengendalian Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas. 3. Risiko Deteksi Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Deis dan Giroux (1992) dalam Saputra (2012) melakukan penelitian tentang empat hal dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit, yaitu:

43 1. Lama waktu auditor telah melakukan pemeriksaan terhadap suatu perusahaan (tenure), semakin lama seorang auditor telah melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas audit yang dihasilkan akan semakin rendah. 2. Jumlah klien, semakin banyak jumlah klien maka kualitas audit akan semakin baik karena auditor dengan jumlah klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya. 3. Kesehatan keuangan klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar. 4. Review oleh pihak ketiga, kualitas sudit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. Menurut Widagdo et al. (2002) dalam Samsi (2013), terdapat 7 atribut kualitas audit yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan klien, yaitu: 1. Pengalaman melakukan audit 2. Memahami industri klien 3. Responsif atas kebutuhan klien 4. Taat pada standar umum 5. Komitmen terhadap kualitas audit 6. Keterlibatan pimpinan Kantor Akuntan Publik (KAP) 7. Keterlibatan Komite Audit 2.3 Etika Auditor

44 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) etika berarti ilmu yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Etika dalam bahasa latin ethica, berarti filsafah moral. Etika merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila, serta agama. Etika secara harafiah berasal dari kata yunani ethos (jamaknya: ta etha), yang artinya sama persis dengan moralitas, yaitu adat kebiasaan yang baik ini selalu menjadi sistem nilai yang berfungsi sebagai pedoman dan tolak ukur tingkah laku yang baik dan buruk (Keraf, 1998 dalam Saputra, 2012). Etika (ethics) secara garis besar dapat didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai moral (Arens, dkk, 2014). Dalam pengertian sempit, etika berarti seperangkat nilai atau prinsip moral yang berfungsi sebagai panduan untuk berbuat, bertindak atau berperilaku. Karena fungsi sebagai panduan, prinsip-prinsip moral tersebut juga berfungsi sebagai kriteria untuk menilai benar/salahnya perbuatan/perilaku. Etika dapat dilihat sebagai praksis dan refleksi. Sebagai praksis, etika diartikan sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang mendasari perilaku manusia. Di sisi lain, etika sebagai pemikiran atau filsafat moral, yaitu manusia berpikir atau merenung mengenai apa yang harus dan apa yang tidak harus dilakukan dan bagaimana manusia berperilaku pada situasi konkrit. Etika bertujuan membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggungjawabkan (Kisnawati, 2012). Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat berfungsi secara teratur. Eika adalah perekat yang dapat mengikat anggota masyarakat (Arens, dkk, 2014). Etika profesi juga salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas audit (Futri

45 dan Juliasari, 2014). Kode etik juga sangat diperlukan karena dalam kode etik mengatur perilaku akuntan publik menjalankan praktik. Etika profesional bagi praktik akuntan di Indonesia ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan disebut dengan Kode Etik Akuntan Indonesia (Kisnawati, 2012). Kode Etik Akuntan Indonesia adalah pedoman bagi para anggota Institut Akuntan Publik Indonesia untuk bertugas secara bertanggung jawab dan objektif (Agoes, 2012). Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik Indonesia) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (Saputra, 2012). Setiap manusia yang memberikan jasa dari pengetahuan dan keahliannya pada pihak lain seharusnya memiliki rasa tanggung jawab pada pihak-pihak yang dipengaruhi oleh jasanya itu (Agoes, 2012). Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap Praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik. Setiap Praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi (IAPI, 2009):

46 1. Prinsip integritas, setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya. 2. Prinsip objektivitas, setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya. 3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care), setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dank ode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya. 4. Prinsip kerahasiaan, setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari

47 hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk kepentingan pribadinya atau pihak ketiga. 5. Prinsip perilaku profesional, setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Alasan adanya harapan yang begitu tinggi pada penerapan etika bagi profesi akuntan publik yaitu dikarenakan merupakan hal yang penting bahwa klien dan pihak-pihak eksternal pengguna laporan keuangan untuk memiliki kepercayaan dan kualitas audit dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik (Arens, dkk, 2014). Standar etika diperlukan bagi profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan (Kisnawati, 2012). Etika profesi juga salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas audit. Kode etik juga sangat diperlukan karena dalam kode etik mengatur perilaku akuntan publik menjalankan praktik (Futri dan Juliasari, 2014). Auditor harus mematuhi Kode Etik yang ditetapkan. Pelaksanaan audit harus mengacu kepada Standar Audit ini, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik ini dibuat bertujuan untuk mengatur hubungan antara: auditor dengan rekan sekerjanya, auditor dengan atasannya, auditor dengan objek pemeriksanya, dan auditor dengan masyarakat (Samsi, 2013). 2.4 Kompetensi

48 Prinsip kompetensi mewajibkan setiap Praktisi untuk memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau pemberi kerja (IAPI, 2011). Menurut Kamus Besar LOMA (1998) dalam Ardini (2010) kompetensi didefinisikan sebagai aspekaspek pribadi dalam diri seseorang pekerja yang memungkinkannya untuk mencapai kinerja superior. Aspek-aspek pribadi ini mencakup sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan dan keterampilan dimana kompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Standar audit yang berlaku umum pertama mengatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor (IAPI, 2009). Dalam melaksanakan audit, akuntan publik harus bertindak sebagai seorang yang ahli di bidang auditing dan akuntansi. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain itu, akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum (Christiawan, 2002 dalam Saputra, 2012). Dalam Undang Undang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik mengatakan bahwa akuntan publik wajib menjaga kompetensi melalui pelatihan profesional berkelanjutan. Pemberian jasa profesional yang kompeten membutuhkan pertimbangan yang cermat dalam menerapkan pengetahuan dan

49 keahlian profesional. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua tahap yang terpisah sebagai berikut (IAPI, 2009): 1. Pencapaian kompetensi profesional Pencapaian kompetensi profesional untuk seorang auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya, yang diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup. Pelatihan ini harus secara memadai mencakup aspek teknis maupun pendidikan umum. 2. Pemeliharaan kompetensi profesional Pemeliharaan kompetensi profesional membutuhkan kesadaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap perkembangan teknis profesi dan perkembangan bisnis yang relevan. Pengembangan dan pendidikan profesional yang berkelanjuan sangat diperlukan untuk meningkatkan dan memelihara kemampuan Praktisi agar dapat melaksanakan pekerjaannya secara kompeten dalam lingkungan profesional. Kompetensi sebagai suatu keahlian yang cukup dan secara eksplisit dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif, ukuran keahlian atau kompetensi tidak cukup hanya pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan suatu keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain disamping pengalaman yaitu pengetahuan (Ilmiyati dan Suhardjo, 2012).

50 Dalam menghasilkan audit yang berkualitas, akuntan publik harus menyadari adanya tanggungjawab kepada publik, kepada klien, dan kepada semua praktisi, termasuk perilaku terhormat, bahkan jika hal tersebut berarti melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi (Arens, dkk, 2014). Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas yang diaudit, kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Auditor yang berpendidikan tinggi akan mempunyai pandangan yang lebih luas mengenai berbagai hal, sehingga dapat mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Selain itu ilmu pengetahuan yang cukup luas, auditor akan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan yang semakin kompleks. Analisis audit kompleks membutuhkan spektrum yang luas mengenai keahlian, pengetahuan dan pengalaman (Meinhard et. al, 1987 dalam Kharismatuti, 2012). Sedangkan menurut Ilmiyati dan Suhardjo (2012), terdapat dua komponen kompetensi yaitu: 1. Pengetahuan, dalam mendeteksi sebuah kesalahan, auditor harus didukung dengan pengetahuan tentang apa dan bagaimana kesalahan terseut terjadi. Perbedaan pengetahuan diantara auditor akan berpengaruh terhadap cara auditor menyelesaikan sebuah pekerjaan. 2. Pengalaman kerja, pengalaman merupakan suatu proses pembelajaran dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa diartikan sebagai suatu proses yang

51 membawa seseorang kepada suatu tingkah laku yang lebih tinggi. Pengalaman kerja menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Dalam penelitian Kharismatuti (2012), menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Hal tersebut didukung oleh penelitian Ardini (2010), Saputra (2012), Kisnawati (2012), Agusti dan Pertiwi (2013). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 1 : Kompetensi berpengaruh terhadap Kualitas Audit Kompetensi seorang auditor dan didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Benh et. al (1997) dalam Kharismatuti (2012) mengembangkan atribut kualitas audit yang salah satu diantaranya adalah standar etika yang tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya terkait dengan kompetensi auditor. Audit yang berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggungjawabnya kepada investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi (Widagdo et.al, 2002) dalam Kharismatuti (2012). Interaksi kompetensi yang dilakukan auditor harus di dukung dengan etika auditor yang baik dan harus melalui prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. Jika auditor memperhatikan etika dalam interaksi kompetensi akan menghasilkan kualitas audit yang baik (Saputra, 2012). Dalam menghasilkan audit yang

52 berkualitas, akuntan publik harus menyadari adanya tanggung jawab kepada publik, kepada klien, dan kepada sesama praktisi, termasuk perilaku terhormat, bahkan jika hal tersebut berarti melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi (Arens, dkk, 2014). Dalam penelitian Kharismatuti (2012), menunjukkan bahwa interaksi kompetensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal tersebut didukung oleh penelitian Saputra (2012). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 6 : Kompetensi berpengaruh terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai variabel moderasi 2.5 Independensi Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 220 (IAPI, 2011), standar umum kedua berbunyi: Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan dalam hal berpraktik sebagai auditor intern). Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimana pun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan kehilangan sikap tidak memihak, yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.

53 Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat memengaruhi sikap independen tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur. Untuk diakui pihak lain sebagai orang yang independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan (IAPI, 2011). Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, tetapi ia harus pula menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya. Pengertian independen bagi akuntan publik (external auditor) dan internal auditor terdiri dari tiga (3) jenis independensi (Agoes, 2012): 1. Independent In Apperance (independensi dilihat dari penampilannya di struktur organisasi perusahaan). In appearance, akuntan publik adalah independen karena merupakan pihak di luar perusahaan sedangkan internal auditor tidak independen karena merupakan pegawai perusahaan. 2. Independent In Fact (Independensi dalam kenyataan/dalam menjalankan tugasnya).

54 In-Fact, akuntan publik seharusnya independen, sepanjang dalam menjalankan tugasnya memberikan jasa profesional, bisa menjaga integritas dan selalu mentaati kode etik, Profesi akuntan publik dan standar profesional akuntan publik. Jika tidak demikian, akuntan public in-fact tidak independen. In fact, internal auditor bisa independen jika dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik internal auditor dan professional practice framework of internal auditor, jika tidak demikian internal auditor in-fact tidak independen. 3. Independent In Mind (Independensi dalam pikiran). Misalnya seorang auditor mendapatkan temuan audit yang memiliki indikasi pelanggaran atau korupsi atau yang memerlukan audit adjustment yang material. Kemudian dia berpikir untuk menggunakan audit findings tersebut untuk memeras auditee. Walaupun baru dipikirkan, belum dilaksanankan, in mind auditor sudah kehilangan independensinya. Hal ini berlaku baik untuk akuntan publik maupun internal auditor. Mautz dan Sharaf (1961) dalam Tuanakotta (2011) menekankan tiga dimensi dari independensi sebagai berikut: 1. Programming Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk memilih teknik dan prosedur audit, dan berapa dalamnya teknik dan prosedur audit itu diterapkan. 2. Investigate Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk memilih

55 area, kegiatan, hubungan pribadi, dan kebijakan manajerial yang akan diperiksa. Ini berarti, tidak boleh ada sumber informasi yang legitimate (sah) yang tertutup bagi auditor. 3. Reporting Independence adalah kebebasan (bebas dari pengendalian atau pengaruh orang lain, misalnya dalam bentuk pembatasan) untuk menyajikan fakta yang terungkap dari pemeriksaan atau pemberian rekomendasi atau opini sebagai hasil pemeriksaan. Independensi sangat penting bagi profesi akuntan publik karena (Hardiningsih, 2010): 1. Merupakan dasar bagi akuntan publik untuk merumuskan dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diperiksa. Laporan keuangan yang telah diperiksa akan menambah kredibilitasnya dan dapat diandalkan bagi pihak yang berkepentingan. 2. Karena profesi akuntan publik merupakan profesi yang memegang kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang dalam menilai kewajaran laporan keuangan yang disajikan manajemen. Menurut (Firth, 1980; Lavin, xxvi 1976) dalam Saputra (2012), independensi auditor menyarankan bahwa kredibilitas laporan keuangan tergantung pada persepsi audit independen dari seorang auditor eksternal oleh pengguna laporan keuangan. Auditor harus dapat mempertahankan sikap mental independen karena opini yang dikeluarkan bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan manajemen, sehingga jika auditor tersebut tidak

56 independen maka kualitas audit yang dihasilkan tidak baik (Nirmala dan Cahyonowati, 2013). Jika auditor bersikap independen, maka ia akan memberi penilaian yang senyatanya terhadap laporan keuangan yang diperiksanya, tanpa memiliki beban apapun terhadap pihak apapun. Maka penilaiannya akan mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari sebuah perusahaan yang diperiksa. Dengan demikian maka jaminan atas keandalan laporan yang diberikan oleh auditor tersebut dapat dipercaya oleh semua pihak yang berkepentingan. Jadi kesimpulannya adalah semakin tinggi independensi seorang auditor maka kualitas audit yang diberikan semakin baik (Singgih dan Bawono, 2010). Dalam penelitian Kharismatuti (2012), menunjukkan bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal tersebut didukung oleh penelitian Singgih dan Bawono (2010), Saripudin, dkk (2012), Saputra (2012), Kisnawati (2012), Nirmala dan Cahyonowati (2013). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 2 : Independensi berpengaruh terhadap Kualitas Audit Prinsip integritas dalam kode etik profesi akuntan publik mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur, dan adil dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya. Selain prinsip integritas, prinsip objektivitas juga mengharuskan praktisi untuk tidak membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari pihak-pihak lain yang memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya (IAPI, 2009).

57 Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi objektivitasnya. Karena beragamnya situasi yang ada, tidak mungkin untuk mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap harus menjaga perilaku etika untuk menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya (IAPI, 2009). Nichols dan Price (1976) dalam Samsi (2013) menemukan bahwa ketika auditor dan manajemen tidak mencapai kata sepakat dalam aspek kinerja, maka kondisi ini dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan tindakan yang melawan standar, termasuk dalam pemberian opini. Kondisi ini akan sangat menyudutkan auditor sehingga ada kemungkinan bahwa auditor akan melakukan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen. Deis dan Giroux (1992) dalam Kharismatuti (2012) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang besar, kondisi keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan independensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di satu sisi tindakan auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Dalam penelitian Kharismatuti (2012), menunjukkan bahwa interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hal

58 tersebut didukung oleh penelitian Saputra (2012), dan Samsi (2013). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 7 : Independensi berpengaruh terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai variabel moderasi 2.6 Profesionalisme Arti istilah profesional adalah tanggung jawab untuk bertindak lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab diri sendiri maupun ketentuan hukum dan peraturan masyarakat. Akuntan publik, sebagai profesional, mengakui adanya tanggung jawab kepada masyarakat, klien, serta rekan prakrisi, termasuk perilaku yang terhormat, meskipun itu berarti pengorbanan diri (Arens, dkk, 2014). Menurut Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 230 (IAPI, 2011), standar umum ketiga berbunyi: Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Standar ini menuntut auditor independen untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan kecermatan dan keseksamaan menekankan tanggung jawab setiap profesional yang bekerja dalam organisasi auditor independen untuk mengamati standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Penggunaan keahlian profesional dengan cermat dan seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan pekerjaannya tersebut.

59 Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap Praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi. Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap Praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi. Setiap Praktisi harus bersikap jujur dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan sebagai berikut (IAPI, 2009): a) Membuat pernyataan berlebihan mengenai jasa profesional yang dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah diperoleh; atau b) Membuat pernyataan yang merendahkan atau melakukan perbandingan yang tidak didukung bukti terhadap hasil pekerjaan Praktisi lain. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional. Skeptisme profesional adalah sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kristis bukti audit. Auditor menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh profesi akuntan publik untuk melaksanakan dengan cermat dan seksama, dengan maksud baik dan integritas, pengumpulan dan penilaian bukti audit secara objektif (IAPI, 2011). Selain kompetensi dan independensi, kualitas audit juga dipengaruhi oleh profesionalisme (Hidayat, 2011 dalam Agusti dan Pertiwi, 2013). Alasan utama

60 mengharapkan tingkat perilaku profesionalisme yang tinggi oleh setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik atas kualitas jasa yang diberikan oleh profesi, tanpa memandang individu yang menyediakan jasa tersebut. Bagi akuntan publik, kepercayaan klien dan pemakai laporan keuangan eksternal atas kualitas audit dan jasa lainnya sangatlah penting (Arens, dkk, 2014). Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Keyakinan mutlak tidak dapat dicapai karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan tersebut. Oleh karena itu, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material (IAPI, 2011). Sikap profesionalisme seorang auditor sangat penting dalam menghasilkan audit yang berkualitas. Hal ini karena auditor yang profesional akan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang dimilikinya yaitu berdasarkan (Rosnidah, dkk, 2011): 1. Pengabdian pada profesi, auditor yang mengabdi pada profesinya akan melakukan totalitas kerja dimana dengan totalitas ini dia akan lebih berhatihati dan bijaksana dalam melakukan audit sehingga dapat menghasilkan audit yang berkualitas. 2. Kewajiban sosial, auditor harus mempunyai pandangan bahwa tugas yang dilaksanakan untuk kepentingan publik karena dengan pendapat auditnya

61 terhadap suatu laporan keuangan akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemakai laporan auditan. 3. Kemandirian, dimana seorang auditor dituntut harus mampu mengambil keputusan sendiri tanpa adanya dari pihak lain sesuai dengan pertimbanganpertimbangan yang dibuat berdasarkan kondisi dan keadaan yang dihadapinya. 4. Keyakinan terhadap profesi, seorang auditor akan lebih yakin terhadap rekan seprofesinya, hal ini dapat dilakukan dengan meminta rekan seprofesinya untuk menilai kinerjanya. 5. Hubungan dengan sesama profesi, auditor mempunyai ikatan profesi sebagai acuan, dengan adanya ikatan ini akan membangun kesadaran profesional auditor (Agusti dan Pertiwi, 2013). Dalam penelitian Agusti dan Pertiwi (2013), menunjukkan bahwa profesionalisme memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Hal tersebut didukung oleh penelitian Singgih dan Bawono (2010), Rosnidah, dkk (2011), dan Saripudin, dkk (2012). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 3 : Profesionalisme berpengaruh terhadap Kualitas Audit Profesionalisme seorang auditor dan didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Profesi akuntan publik merupakan profesi dengan tanggungjawab yang besar sehingga menuntut praktisinya untuk menjalankan tugas dengan profesional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa akuntan

62 publik akan meningkat apabila auditor melakukan pekerjaan secara profesional sesuai dengan kode etik dan standar profesi (Aditya, 2013). Kepercayaan masyarakat atas kualitas jasa yang diberikan oleh praktisi yang profesional juga akan semakin besar bila profesi mendorong standar kinerja dan perilaku (etika) yang tinggi di pihak seluruh praktisi (Arens, dkk, 2014). Terdapat 6 prinsip-prinsip etis: 1. Tanggung Jawab, dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai profesional, para anggota harus melaksanakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitive dalam semua aktivitas mereka. 2. Kepentingan Publik, para anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak sedemikian rupa agar dapat melayani kepentingan publik, menghargai kepercayaan publik, serta menunjukkan komitmennya pada profesionalisme. 3. Integritas, untuk memepertahankan dan memperluas kepercayaan publik, para anggota harus melaksanakan seluruh tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat integritas yang tinggi. 4. Objektivitas dan Independensi, anggota harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. Anggota yang berpraktik bagi publik harus independen baik dalam fakta maupun dalam penampilan ketika menyediakan jasa audit dan jasa atestasi lainnya. 5. Keseksamaan, anggota harus memperhatikan standar teknis dan etis profesi, terus berusaha keras meningkatkan kompetensi dan mutu jasa yang

63 diberikannya, serta melaksanakan tanggung jawab profesional sesuai dengan kemampuan terbaiknya. 6. Ruang Lingkup dan Sifat Jasa, anggota yang berpraktik bagi publik harus memperhatikan prinsip-prinsip Kode Perilaku Profesional dan menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan disediakan. Seorang akuntan publik yang profesional harus mentaati peraturan kode etik dalam setiap perilakunya, karena hal tersebut berpengaruh pada kualitas jasa yang mereka berikan. Kode etik merupakan pedoman bagi para akuntan dalam pelaksanaan tugasnya, maka dituntut adanya pemahaman yang baik mengenai perilaku kode etik dalam memberikan jasa akuntansinya tersebut (Iriyadi dan Vannywati, 2011). Dalam penelitian Kisnawati (2012) menunjukkan bahwa etika berpengaruh terhadap kualitas audit dan penelitian Agusti dan Pertiwi (2013) menunjukkan bahwa profesionalisme memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 8 : Profesionalisme berpengaruh terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai variabel moderasi 2.7 Akuntabilitas Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa inggris, accountability yang berarti pertanggungjawaban atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggungjawaban (Ilmiyati dan Suhardjo, 2012).

64 Sedangkan menurut Mardisar dan Sari (2007) dalam Saipudin, dkk., (2012) mengatakan bahwa kualitas hasil pekerjaan auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan pekerjaan audit. Oleh karena itu, akuntabilitas merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor dalam melaksanakan pekerjaannya. Dalam sektor publik, akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pekaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dalam Ilmiyati dan Suhardjo, 2012). Prasyarat utama mewujudkan akuntabilitas harus berada pada situai dan kondisi lingkungan yang mengutamakan keterbukaan (transparasi) sebagai landasan pertanggungjawaban serta lingkungan yang demokratis dalam menyampaikan pendapat, saran, kritik, maupun argumentasi terhadap perbaikan kondisi kinerja atau kegiatan yang lebih baik dan terarah (Ilmiyati dan Suhardjo, 2012). Kualitas hasil kerja auditor dapat dipengaruhi oleh rasa tanggungjawab (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan tugas audit. Akuntabilitas (tanggungjawab) yang harus dimiliki auditor, yaitu: (1) tanggungjawab kepada klien, (2) tanggungjawab kepada rekan seprofesi, dan (3) tanggungjawab dalam praktik lain (Ardini, 2010). Indikator yang digunakan dalam mengukur akuntabilitas individu, yaitu sebagai berikut:

65 1. Yang pertama menurut Libby dan Luft (1993), seberapa besar motivasi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Motivasi secara umum adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas seseorang, orang dengan akuntabilitas yang tinggi juga memiliki motivasi tinggi dalam mengerjakan sesuatu (Ardini, 2010). 2. Yang kedua menurut Cloyd (1997), seberapa besar usaha (daya pikir) yang diberikan untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Orang dengan akuntabilitas yang tinggi akan mencurahkan usaha (daya pikir) yang lebih besar dibanding orang dengan akuntabilitas rendah ketika menyelesaikan pekerjaan (Ardini, 2010). 3. Yang ketiga menurut Tan dan Alison (1999), seberapa yakin mereka bahwa pekerjaan mereka akan diperiksa oleh atasan. Keyakinan bahwa sebuah pekerjaan mereka akan atau dinilai orang lain dapat meningkatkan keinginan dan usaha seseorang untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih berkualitas. Akuntabilitas dan pengetahuan berpengaruh terhadap kualitas hasil kerja auditor (Ardini, 2010). Dalam penelitian Ardini (2010), menunjukkan bahwa akuntabilitas memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Hal tersebut didukung oleh penelitian Singgih dan Bawono (2010), Badjuri (2011), Saripudin, dkk (2012), dan Arianti, dkk (2014). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

66 Ha 4 : Akuntabilitas berpengaruh terhadap Kualitas Audit Akuntabilitas seorang auditor yang didukung dengan etika sebagai variabel moderasi akan menghasilkan kualitas audit yang semakin baik. Akuntabilitas merupakan dorongan psikologi sosial yang dimiliki auditor untuk menyelesaikan kewajibannya yang akan dipertanggungjawabkan kepada lingkungannya. Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, seorang auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral (etika) dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Disamping komitmen organisasional, adanya orientasi profesional yang mendasari timbulnya komitmen profesional juga akan berpengaruh terhadap kepuasan kepuasan kerja. Para profesional akan lebih merasa lebih senang mengasosiasikan diri mereka dengan organisasi profesi mereka dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan mereka juga lebih ingin mentaati norma, aturan dan kode etik profesi dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi (Triningsih, 2004 dalam Ardini, 2010). Auditor yang independen harus memiliki rasa tanggung jawab (akuntabilitas) yang tinggi terhadap profesinya, mengutamakan kepentingan masyarakat, mempunyai tanggung jawab profesional, integritas yang tinggi, objektifitas dalam bekerja, tidak memihak kepada kepentingan siapapun dan selalu mengembangkan kemampuannya untuk meningkatkan keahlian dan mutu jasa yang diberikan (Mediawati, 2001 dalam Badjuri 2011). Peran dan tanggungjawab auditor diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan oleh IAI maupun Statement on Auditing Standard (SAS) yang dikeluarkan oleh Auditing Standard Board (ASB), yaitu

67 tanggungjawab mendeteksi dan melaporkan kecurangan (fraud), kekeliruan, dan ketidakberesan, tanggungjawab mempertahankan sikap independensi dan menghindari konflik, tanggungjawab mengkomunikasikan informasi yang berguna tentang sifat dan hasil proses audit, dan tanggungjawab menemukan tindakan melanggar hukum dari klien. Kualitas hasil pekerjaan auditor dapat dipengaruhi oleh rasa kebertanggungjawaban (akuntabilitas) yang dimiliki auditor dalam menyelesaikan pekerjaannya (Nirmala dan Cahyonowati, 2013). Pengabdian kepada profesi merupakan suatu komitmen yang terbentuk dari dalam diri seorang profesional, tanpa paksaan dari siapapun, dan secara sadar bertanggung jawab terhadap profesinya (Singgih dan Bawono, 2010). Akuntan memiliki kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka berlindung, profesi mereka, masyarakat dan pribadi mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggungjawab (akuntabilitas) untuk menjadi kompeten dan berusaha menjaga integritas dan objektivitas mereka (Nugrahaningsih, 2005 dalam Singgih dan Bawono, (2010). Dalam penelitian Ardini (2010) menunjukkan bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap kualitas audit dan penelitian Kisnawati (2012) menunjukkan bahwa etika memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis alternatif yang dapat diambil adalah sebagai berikut: Ha 9 : Akuntabilitas berpengaruh terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai variabel moderasi

68 2.8 Pengaruh Kompetensi, Independensi, Profesionalisme, dan Akuntabilitas terhadap Kualitas Audit Penelitian Ahmad, dkk (2011) mengatakan bahwa kompetensi dan independensi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Kabupaten Pasaman. Hasil penelitian Tjun Tjun, dkk (2012) juga membuktikan bahwa kompetensi dan independensi auditor berpengaruh terhadap kualitas audit secara simultan. Demikian juga dalam Agusti dan Pertiwi (2013) di dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa kompetensi, independensi, dan profesionalisme secara bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas audit. Dalam penelitian Ardini (2010) mengatakan bahwa Kompetensi, Independensi, dan Akuntabilitas secara bersama-sama berpengaruh terhadap kualitas audit. Selain itu, penelitian Kisnawati (2012) menyatakan bahwa secara simultan kompetensi, independensi, dan etika auditor berpengaruh terhadap kualitas audit. Begitu pula dengan penelitian Mabruri dan Winarna (2010) mengatakan bahwa independensi, obyektifitas, pengalaman, pengetahuan dan integritas berpengaruh secara statistik signifikan terhadap kualitas hasil audit. Penelitian Sukriah, dkk (2009) membuktikan bahwa pengalaman kerja, independensi, objektivitas, integritas dan kompetensi secara simultan berpengaruh terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Penelitian Saripudin, dkk (2012) juga mengatakan secara simultan variabel dependen (independensi, pengalaman, due professional care, dan akuntabilitas) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel dependen (kualitas audit). Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:

69 Ha 5: Kompetensi, Independensi, Profesionalisme, dan Akuntabilitas berpengaruh terhadap Kualitas Audit 2.9 Model Penelitian Berdasarkan rumusan-rumusan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka model penelitian ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Model Penelitian 1 Kompetensi Independensi Profesionalisme Kualitas Audit Akuntabilitas Gambar 2.2 Model Penelitian 2 Kompetensi Kualitas Audit Etika Auditor

70 Gambar 2.3 Model Penelitian 3 Independensi Kualitas Audit Etika Auditor Gambar 2.4 Model Penelitian 4 Profesionalisme Kualitas Audit Etika Auditor

71 Gambar 2.5 Model Penelitian 5 Akuntabilitas Kualitas Audit Etika Auditor

72 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum objek Objek dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berada di wilayah Tangerang dan Jakarta. Auditor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah auditor yang memiliki tingkat pendidikan minimal S1 dan pengalaman kerja di bidang audit minimal 1 tahun. 3.2 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah causal study. Causal study adalah penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan sebab-akibat (adanya pengaruh signifikan atau tidak) di antara dua atau lebih variabel penelitiannya. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh kompetensi, independensi, profesionalisme, dan akuntabilitas terhadap kualitas audit dengan etika sebagai variabel moderasi. 3.3 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu variabel dependen, variabel independen, dan variabel moderasi. Seluruh variabel dependen, independen, dan moderasi dalam penelitian ini diukur dengan skala interval menggunakan skala likert dengan pemberian skor 1 untuk jawaban sangat tidak

73 setuju, skor 2 untuk jawaban tidak setuju, skor 3 untuk jawaban netral, skor 4 untuk jawaban setuju, dan skor 5 untuk jawaban sangat setuju Variabel Dependen Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit. Kualitas audit merupakan tingkat baik buruknya hasil kerja seorang auditor dalam melaksanakan pemeriksaan aukuntansi (audit) atas laporan keuangan. Tingkat baik buruknya tersebut dapat diukur dari penerapan standar audit dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan (audit). Variabel dependen ini diukur dengan kuesioner yang diambil dari penelitian Sukriah, dkk (2010). Terdapat 10 pernyataan dengan menggunakan 2 indikator dalam kualitas audit, yaitu (1) kesesuaian pemeriksaan dengan standar audit dan (2) kualitas laporan hasil pemeriksaan Variabel Independen Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Kompetensi Kompetensi merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan dalam melaksanakan pekerjaan atau tugas sebagai seorang yang profesional. Kompetensi seorang auditor dapat diukur melalui mutu personal, pengetahuan umum dan keahlian khusus.

74 Variabel kompetensi ini diukur dengan kuesioner yang diambil dari penelitian Sukriah, dkk (2010). Terdapat 10 pernyataan dengan menggunakan 3 indikator dalam kuesioner kompetensi, yaitu: (1) mutu personal, (2) pengetahuan umum, dan (3) keahlian khusus. 2) Independensi Independensi merupakan sikap dimana auditor tidak mudah dipengaruhi dan senantiasa bersikap jujur dalam penyusunan program, pelaksanaan pekerjaan, dan independensi laporan. Adanya sikap yang tidak mudah dipengaruhi tersebut, menjadikan opini yang diberikan auditor bebas dari pengaruh pihak-pihak dengan kepentingan nya masing-masing. Selain tidak memihak, auditor juga harus bersikap jujur kepada pihakpihak yang meletakkan kepercayaannya terhadap laporan keuangan auditan. Variabel independensi diukur dengan kuesioner yang diambil dari penelitian Sukriah, dkk (2010). Terdapat 9 pernyataan dengan menggunakan 3 indikator dalam kuesioner independensi, yaitu (1) independensi penyusunan program, (2) independensi pelaksanaan pekerjaan, dan (3) independensi laporan. 3) Profesionalisme Profesionalisme merupakan kemampuan, kemahiran, dan cara melakukan sesuatu sebagaimana yang sewajarnya dilakukan oleh seorang profesional. Apabila auditor melaksanakan pekerjaannya

75 dengan tanggungjawab profesi yang tinggi, maka ia akan bersikap lebih profesional dan mengerjakan tugasnya sesuai dengan standar, sehingga hasil kerjanya akan lebih baik karena diwujudkan dengan daya usaha yang tinggi. Variabel profesionalisme diukur dengan kuesioner yang diambil dari penelitian Dewi (2012). Terdapat 7 pernyataan dengan menggunakan 3 indikator dalam kuesioner profesionalisme, yaitu (1) pengabdian terhadap masyarakat, (2) kemandirian, dan (3) tidak berdasarkan kepentingan pribadi. 4) Akuntabilitas Akuntabilitas merupakan rasa tanggung jawab serta motivasi yang dimiliki auditor untuk menyelesaikan kewajibannya untuk menghasilkan hasil pemeriksaan yang baik. Variabel akuntabilitas diukur dengan kuesioner yang diambil dari penelitian Riani (2008). Terdapat 6 pernyataan dalam kuesioner tersebut Variabel Moderasi Variabel moderasi adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel independen lainnya terhadap variabel dependen. Variabel moderasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah etika. Etika merupakan ilmu yang berhubungan dengan segala perbuatan manusia. Etika selanjutnya akan menentukan baik buruknya hal yang auditor lakukan. Etika juga akan mengantarkan auditor sebagai

76 individu untuk bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertanggungjawabkan. Variabel moderasi ini diukur dengan kuesioner yang diambil dari penelitian Nurlan (2011). Terdapat 15 pernyataan dengan menggunakan 5 indikator dalam etika auditor, yaitu (1) integritas, (2) objektivitas, (3) kompetensi dan kehati-hatian profesional, (4) kerahasiaan, dan (5) perilaku profesional. Pernyataan negatif terdapat pada pertanyaan nomor 2, 5, dan 14. Untuk pertanyaan negatif, maka jawaban dari responden akan dibalik. Jika responden menjawab pertanyaan dengan nilai 5, maka jawaban tersebut akan diubah menjadi nilai 1 pada saat di input ke dalam program SPSS, nilai 4 akan diubah menjadi nilai 2, dan demikian sebaliknya. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data atau informasi yang diperoleh peneliti dari tangan pertama. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah personally administered questionnaires, yaitu kuesioner yang dibagikan kepada para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Tangerang dan Jakarta. 3.5 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling, yaitu convenience sampling. Convenience sampling adalah teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada kemudahan peneliti untuk

77 memperoleh data. Pengambilan sampel tersebut dilakukan terhadap auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Tangerang dan Jakarta. Auditor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah auditor yang memiliki tingkat pendidikan minimal S1 dan pengalaman kerja di bidang audit minimal 1 tahun. 3.6 Teknik Analisis Data Uji Kualitas Data Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesiner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Validitas dihitung setiap butirnya dengan menggunakan rumus korelasi Pearson. Signifikansi korelasi Pearson yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jika nilai signifikansinya 0.05, maka dinyatakan bahwa butir pertanyaan tersebut tidak valid atau tidak sah dan butir pertanyaan tersebut harus dihapus (Ghozali, 2012) Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk menguji konsistensi jawaban responden atas seluruh butir pertanyaan atau pernyataan yang digunakan dalam penelitian ini. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari

78 waktu ke waktu. Untuk menguji reliabilitas ini digunakan rumus Cronbach s Alpha (a). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.70 (Ghozali, 2012) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Uji normalitas data yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Apabila Asymp. Sig. (2 taled) > 0.05, maka data tersebut terdistribusi normal. Sebaliknya jika Asymp. Sig. (2 taled) < 0.05, maka data tersebut tidak terdistribusi normal (Ghozali, 2012) Uji Asumsi Klasik Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebasnya (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika terdapat korelasi antar variabel bebasnya maka variabel bebasnya tersebut akan saling terganggu. Model yang baik adalah yang tidak terdapat korelasi diantara variabel bebasnya. Uji multikolonieritas dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu variance inflation factor (VIF) dan nilai tolerance. Jika VIF 10 dan nilai tolerance 0.10 maka terjadi gejala multikolonieritas (Ghozali, 2012) Uji Heteroskedastisitas

79 Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2012) Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis satu, dua, tiga, empat, dan lima menggunakan analisis Regresi Linier Berganda. Sedangkan untuk menguji hipotesis enam, tujuh, delapan, dan sembilan yaitu untuk menentukan apakah etika auditor merupakan variabel moderasi dengan menggunakan analisis Regresi Moderate atau Moderate Regression Analysis (MRA) Analisis Regresi Berganda Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis satu, hipotesis dua, hipotesis tiga, hipotesis empat, dan hipotesis lima menggunakan uji

80 regresi berganda. Model yang digunakan dalam analisis regresi berganda adalah sebagai berikut: Model penelitian 1: KA = a+b 1 KOMP+b 2 INDP+b 3 PROF+b 4 AKUN+e Keterangan: KA = kualitas audit a = konstanta b = koefisien regresi KOMP = kompetensi INDP = independensi PROF = profesionalisme AKUN = akuntabilitas e = error Analisis Regresi Moderasi (Moderate Regression Analysis) Dalam menguji hipotesis enam, hipotesis tujuh, hipotesis delapan, dan hipotesis sembilan, yaitu untuk menentukan apakah variabel etika auditor merupakan variabel moderasi dengan menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA). MRA merupakan aplikasi khusus regresi linear berganda, dimana dalam persamaan regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen). Uji interaksi ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana interaksi variabel etika auditor dapat mempengaruhi kompetensi, independensi, profesional, akuntabilitas pada kualitas audit. Model persamaan MRA yang digunakan: Model peneletian 2: KA = a + b 1 KOMP + b 2 ETIK + b 3 KompEtik

81 Model penelitian 3: KA = a + b 4 INDP + b 5 ETIK + b 6 IndpEtik Model penelitian 4: KA = a + b 7 PROF + b 8 ETIK + b 9 ProfEtik Model penelitian 5: KA = a + b 10 AKUN + b 11 ETIK + b 12 AkunEtik Keterangan: KA = kualitas audit a = konstanta b = koefisien regresi KOMP = kompetensi INDP = independensi PROF = profesionalisme AKUN = akuntabilitas ETIK = etika KompEtik = perkalian kompetensi dengan etika IndpEtik = perkalian independensi dengan etika ProfEtik = perkalian profesionalisme dengan etika AkunEtik = perkalian akuntabilitas dengan etika e = error Uji Koefisien Determinasi Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan kekuatan hubungan linear antara variabel dependen dengan variabel independennya. Uji koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabelvariabel dependen nya amat terbatas. Sebaliknya jika nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir

82 semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan variabel independen, maka R 2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R 2 pada saat mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti R 2, nilai adjusted R 2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan kedalam model. (Ghozali, 2012) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Uji signifikansi simultan (Uji Statistik F) digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat. Uji statistik F ini memiliki nilai signifikansi (α) = 5%. Kriteria pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik F adalah jika signifikansi F (p-value) < 0,05 maka hipotesis alternatif diterima, yang menyatakan bahwa semua variabel independen secara bersamasama dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2012) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual menerangkan variasi variabel

83 dependen. Uji statistik F memiliki nilai signifikansi (α) = 5%. Kriteria pengujian hipotesis dengan menggunakan uji statistik t adalah jika signifikansi t (p-value) < 0,05 maka hipotesis alternatif diterima, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual dan signifikan mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2012).

84 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Responden Data yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini merupakan jawaban responden atas kuesioner yang telah didistribusikan ke Kantor Akuntan Publik (KAP). Pendistribusian kuesioner dilakukan mulai dari tanggal 16 Oktober 2014 dan proses pengumpulan kuesioner dilakukan sampai dengan 26 November 2014 ke KAP yang berlokasi di daerah Tangerang dan Jakarta. Kuesioner didistribusikan ke 15 KAP yang terdiri dari 4 KAP berlokasi di Tangerang dan 11 KAP lainnya berlokasi di Jakarta yang dilakukan dengan mendatangi secara langsung dan beberapa diantaranya melalui perantara. Berikut disajikan tabel pendistribusian kuesioner berdasarkan KAP: Tabel 4.1 Pendistribusian Kuesioner Berdasarkan KAP No. Nama KAP Distribusi Kuesioner Dikirim Kembali Tidak Terpakai Terpakai 1. KAP Michelle Kristian KAP Sukardi Hasan dan Rekan KAP Hendrawinata Eddy & Siddharta 4. KAP Doli, Bambang, Sulistiyanto, Dadang, Ali 5. KAP Susianto KAP Noor Salim, Nursehan, Sinarahardja 7. KAP Abubakar Usman & Rekan 8. KAP Tjahjadi & Tamara

85 9. KAP Utoyo Widyasari & Iwan KAP Mulyamin Sensi Suryanto & Lianny 11. KAP Teguh Heru & Rekan KAP Darmawan & Hendang KAP Hertanto, Sidik dan Rekan 14. KAP Joachim Sulistyo dan Rekan 15. KAP Suganda Akna Suhri & Rekan TOTAL Berdasarkan tabel pendistribusian kuesioner berdasarkan KAP, berikut disajikan tabel prosentase jumlah kuesioner yang kembali, yang tidak dapat digunakan, dan yang dapat digunakan dalam penelitian ini: Tabel 4.2 Sampel Penelitian dan Tingkat Pengembalian Jumlah Prosentase Jumlah kuesioner yang dikirim % Kuesioner yang kembali ,25% Kuesioner yang tidak dapat digunakan 17 9% Kuesioner yang dapat digunakan ,25% Jumlah kuesioner yang didistribusikan dalam penelitian ini adalah 189 buah ke KAP yang berlokasi di Tangerang dan Jakarta. Jumlah kuesioner yang kembali adalah 146 buah, tetapi tidak semuanya dapat digunakan sebagai sampel penelitian ini. Hal ini dikarenakan terdapat 17 kuesioner atau sekitar 9% dari kuesioner yang didistribusikan yang tidak sesuai dengan kriteria, yaitu 16 responden dengan pengalaman di bidang audit kurang dari 1 tahun dan 1 kuesioner diisi dengan tidak lengkap. Sehingga kuesioner yang dapat digunakan sebagai sampel adalah 129 buah atau sekitar 68,25% dari kuesioner yang

86 dikirim. Penjelasan karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3 brikut ini: Tabel 4.3 Karakteristik Responden Keterangan Kriteria Jumlah Presentase Jenis Kelamin Pria Wanita ,19% 55,81% Total % Umur a. <25 tahun b tahun c tahun d. >55 tahun ,26% 35,66% 9,3% 0,78% Total % Pendidikan Terakhir a. S1 b. S2 c. S ,44% 0,78% 0,78% Total % Jabatan a. Partner b. Manajer c. Supervisor d. Senior Auditor e. Junior Auditor ,55% 1,55% 2,33% 35,66% 58,91% Total % Lama Bekerja a. <1 tahun b. Antara 1-5 tahun c. antara 6-10 tahun d. > 10 tahun ,17% 13,95 3,88% Total % Berdasarkan tabel karakteristik responden, sampel yang diteliti didominasi oleh responden wanita yaitu sebesar 55,81% sedangkan sisanya 44,19% untuk responden pria. Usia responden didominasi oleh kelompok umur <25 tahun yaitu sebesar 54,26%, dan sisanya 35,66% untuk kelompok umur tahun, 9,3% untuk kelompok umur tahun, dan 0,78% untuk kelompok

87 umur >55 tahun. Pendidikan terakhir didominasi oleh kelompok S1 yaitu sebesar 98,45% dan sisanya 0,78% untuk masing-masing kelompok S2 dan kelompok S3. Jabatan didominasi oleh responden dari kelompok junior auditor yaitu sebesar 58,91%, sisanya 1,55% untuk masing-masing kelompok jabatan partner dan jabatan manajer, 2,33% untuk kelompok jabatan supervisor, dan 35,66% untuk kelompok jabatan senior auditor. Sedangkan untuk lamanya bekerja didominasi oleh kelompok 1-5 tahun yaitu sebesar 82,17% dan sisanya 13,95% untuk kelompok 6-10 tahun serta 3,88% untuk kelompok >10 tahun. 4.2 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data atau sampel yang dapat dilihat dari nilai minimum, maksimum, jumlah (sum), rata-rata (mean), dan standar deviasi. Perhitungan statistik deskriptif untuk seluruh variabel penelitian menunjukkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation TOTAL KOMP TOTAL INDP TOTAL PROF TOTAL AKUN TOTAL ETIK TOTAL KA Valid N (listwise) 129 Sumber: Data yang diolah Dari tabel 4.4 Statistik deskriptif diatas menunjukkan jumlah responden (N) adalah sebanyak 129. Untuk variabel kompetensi, nilai terendah (min) yang dimiliki oleh responden adalah 30 dan dengan nilai tertinggi (max) adalah 50. Jumlah keseluruhan nilai (sum) dari 129 responden adalah 5234 dengan rata-rata

88 jawaban (mean) adalah yang berarti rata-rata jawaban responden atas 10 butir pertanyaan untuk variabel kompetensi adalah setuju dengan setiap mutu personal, pengetahuan umum, dan keahlian khusus yang dimiliki auditor akan meningkatkan kompetensinya. Serta variabel kompetensi memiliki standar deviasi Kemudian untuk variabel independensi nilai terendah (min) yang dimiliki responden adalah 27 dan dengan nilai tertinggi adalah 44. Jumlah keseluruhan nilai (sum) dari 129 responden adalah 4734 dengan rata-rata jawaban (mean) adalah yang berarti rata-rata jawaban responden atas 9 butir pertanyaan untuk variabel independensi adalah setuju dengan setiap penyusunan program audit, pelaksanaan pemeriksaan audit, dan pelaporan hasil audit yang bebas dari campur tangan pihak tertentu akan meningkatkan independensi auditor. Serta variabel independensi memiliki standar deviasi Untuk variabel profesionalisme, nilai terendah (min) yang dimiliki oleh responden adalah 20 dan dengan nilai tertinggi (max) adalah 35. Jumlah keseluruhan nilai (sum) dari 129 responden adalah 3658 dengan rata-rata jawaban (mean) adalah yang berarti rata-rata jawaban responden atas 7 butir pertanyaan untuk variabel profesionalisme adalah setuju dimana auditor yang menggunakan segenap pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman dalam melakukan proses audit untuk memutuskan hasil audit berdasarkan fakta yang ditemukan ssesuai dengan prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan akan meningkatkan profesionalisme auditor. Variabel profesionalisme memiliki standar deviasi Kemudian ntuk variabel akuntabilitas, nilai terendah (min)

89 yang dimiliki oleh responden adalah 18 dan dengan nilai tertinggi (max) adalah 30. Jumlah keseluruhan nilai (sum) dari 129 responden adalah 3089 dengan ratarata jawaban (mean) adalah yang berarti rata-rata jawaban responden atas 6 butir pertanyaan untuk variabel akuntabilitas adalah setuju dengan motivasi yang tinggi dan daya pikir yang dimiliki auditor dalam melaksanakan tahaptahap audit secara lengkap akan meningkatkan akuntabilitas auditor. Variabel akuntabilitas memiliki standar deviasi adalah Pada variabel etika, nilai terendah (min) yang dimiliki oleh responden adalah 44 dan dengan nilai tertinggi (max) adalah 75. Jumlah keseluruhan nilai (sum) dari 129 responden adalah 7392 dengan rata-rata jawaban (mean) adalah yang berarti bahwa rata-rata jawaban responden atas 15 butir pertanyaan untuk variabel etika adalah netral dan hampir mendekati setuju untuk meningkatkan kepercayaan publik, auditor harus memenuhi tanggung jawab profesional dengan integritas yang tinggi, meningkatkan kecakapan profesional, serta berperilaku konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Variabel etika memiliki standar deviasi adalah Dan yang terakhir untuk variabel kualitas audit, nilai terendah (min) yang dimiliki oleh responden adalah 30 dan dengan nilai tertinggi (max) adalah 50. Jumlah keseluruhan nilai (sum) dari 129 responden adalah 5284 dengan rata-rata jawaban (mean) adalah yang berarti bahwa rata-rata jawaban responden atas 10 butir pertanyaan untuk variabel kualitas audit adalah setuju pada saat penerimaan penugasan audit, auditor menetapkan sasaran, ruang lingkup, dan metodologi serta mematuhi kode etik dan standar audit yang telah

90 ditetapkan untuk menghasilkan laporan hasil audit yang akurat, objektif, dan tepat waktu. Variabel kualitas audit memiliki standar deviasi adalah Uji Validitas Uji validitas dilakukan dengan menggunakan metode Pearson Correlation. Hasil pengujian validitas disajikan pada tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Sig (2-tailed) Keterangan Kompetensi Valid Independensi Valid Profesionalisme Valid Akuntabilitas Valid Etika Valid Kualitas Audit Valid Sumber: Data yang diolah Berdasarkan hasil uji validitas pada tabel 4.5, variabel kompetensi memiliki 10 butir pernyataan, variabel independensi memiliki 9 butir pernyataan, variabel profesionalisme memiliki 7 butir pernyataan, variabel akuntabilitas memiliki 6 butir pernyataan, variabel etika memiliki 15 butir pernyataan, dan variabel kualitas audit memiliki 10 butir pernyataan yang masing-masing memberikan sig (2-tailed) Hal tersebut menunjukkan bahwa semua butir pertanyaan yang terdapat pada variabel kompetensi, independensi, profesionalisme, akuntanilitas, etika dan kualitas audit adalah valid. 4.4 Uji Reliabilitas

91 Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach Alpha. Hasil pengujian reliabilitas akan disajikan pada tabel 4.6 berikut ini: Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Variabel Cronbach s Alpha Based on Standardized Items Kompetensi Independensi Profesionalisme Akuntabilitas Etika Kualitas Audit Sumber: Data yang diolah Berdasarkan uji reliabilitas yang dilakukan, diperoleh nilai Cronbach s Alpha untuk variabel kompetensi, untuk variabel independensi, untuk variabel profesionalisme, untuk variabel akuntabilitas, untuk variabel etia, dan untuk variabel kualitas audit. Keenam variabel tersebut memiliki nilai Cronbach s Alpha diatas 0.7 sehingga dapat dikatakan reliable. 4.5 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov Test. Hasil pengujian normalitas disajikan pada tabel 4.7, 4.8, 4.9, 4.10 dan 4.11 berikut ini: Tabel 4.7 Uji Normalitas Model Penelitian 1 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual

92 N 129 a,b Mean 0E-7 Normal Parameters Std. Deviation Absolute.069 Most Extreme Differences Positive.069 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.780 Asymp. Sig. (2-tailed).576 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data yang diolah Tabel 4.8 Uji Normalitas Model Penelitian 2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean 0E-7 Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.069 Positive.069 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.784 Asymp. Sig. (2-tailed).571 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data yang diolah Tabel 4.9 Uji Normalitas Model Penelitian 3 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Mean 0E-7 Normal Parameters Std. Deviation Absolute.080 Most Extreme Differences Positive.080

93 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.907 Asymp. Sig. (2-tailed).383 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data yang diolah Tabel 4.10 Uji Normalitas Model Penelitian 4 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean 0E-7 Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.062 Positive.062 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.706 Asymp. Sig. (2-tailed).700 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data yang diolah Tabel 4.11 Uji Normalitas Model Penelitian 5 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 129 a,b Normal Parameters Mean 0E-7 Most Extreme Differences Std. Deviation Absolute.072 Positive.051 Negative Kolmogorov-Smirnov Z.817 Asymp. Sig. (2-tailed).516 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Data yang diolah Berdasarkan tabel hasil uji Kolmogorov-Smirnov Test, pada tabel 4.7 diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.576, tabel 4.8 diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.571, tabel 4.9 diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.383, tabel 4.10 diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0.700, dan tabel 4.11 diperoleh Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar yang masing-masing lebih besar

94 dari Hal tersebut menunjukkan bahwa kelima model regresi dalam penelitian ini terdistribusi normal. 4.6 Uji Asumsi Klasik Uji Multikolonieritas Hasil pengujian multikolonieritas disajikan pada tabel 4.12, 4.13, 4.14, 4.15, dan 4.16 berikut ini Tabel 4.12 Uji Multikolonieritas Model Penelitian 1 Model (Constant) Collinearity Statistics Tolerance VIF TOTAL KOMP TOTAL INDP TOTAL PROF TOTAL AKUN Sumber: Data yang diolah Tabel 4.13 Uji Multikolonieritas Model Penelitian 2 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) TOTAL KOMP TOTAL ETIK Sumber: Data yang diolah Tabel 4.14 Uji Multikolonieritas Model Penelitian 3 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) TOTAL INDP TOTAL ETIK Sumber: Data yang diolah Tabel 4.15 Uji Multikolonieritas Model Penelitian 4

95 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) 1 TOTAL PROF TOTAL ETIK Sumber: Data yang diolah Tabel 4.16 Uji Multikolonieritas Model Penelitian 5 Model Collinearity Statistics Tolerance VIF (Constant) 1 TOTAL AKUN TOTAL ETIK Sumber: Data yang diolah Berdasarkan uji multikolonieritas pada tabel 4.12, 4.13, 4.14, 4.15, dan 4.16, menunjukkan nilai tolerance untuk variabel kompetensi, independensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan etika berada di atas 0.1 dan perhitungan nilai VIF di bawah 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara variabel independen yang terdiri dari kompetensi, independensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan etika. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada kelima model regresi dalam penelitian ini, tidak terjadi multikolonieritas antar variabel bebasnya yaitu kompetensi, independensi, profesionalisme, akuntabilitas, dan etika Uji Heteroskedastisitas Hasil pengujian heteroskedastisitas disajikan pada gambar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5 berikut ini: Gambar 4.1 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian 1

96 Sumber: Data yang diolah Gambar 4.2 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian 2 Sumber: Data yang diolah Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian 3 Sumber: Data yang diolah Gambar 4.4 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian 4

97 Sumber: Data yang diolah Gambar 4.5 Uji Heteroskedastisitas Model Penelitian 5 Sumber: Data yang diolah Gambar 4.1, 4.2, 4.3, 4.4, dan 4.5 menunjukkan grafik scatterplot. Dari grafik tersebut terlihat bahwa titik-tittik menyebar secara acak, baik di atas maupun dibawah angka 0 sumbu Y. Hal ini menunjukkan bahwa uji heteroskedastisitas terpenuhi atau dari kelima model regresi dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas. 4.7 Uji Hipotesis Dengan Analisis Regresi Berganda

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian saat ini sedang mengarah pada persaingan usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian saat ini sedang mengarah pada persaingan usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian saat ini sedang mengarah pada persaingan usaha diberbagai negara di dunia. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini mencapai 5,2%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan organisasi formal yang beroperasi dengan menjual atau

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan organisasi formal yang beroperasi dengan menjual atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan organisasi formal yang beroperasi dengan menjual atau menghasilkan barang maupun jasa kepada masyarakat. Sebagian besar perusahaan memiliki

Lebih terperinci

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 : Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang : Kuesioner : Hasil Uji Deskriptif : Hasil

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agusti dan Pratistha (2013) membuktikan melalui penelitiannya bahwa variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini dunia bisnis sudah tidak asing lagi bagi para pelaku bisnis maupun bagi para kalangan masyarakat yang bukan pelaku bisnis. Dunia bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua

BAB I PENDAHULUAN. keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Sudah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut 6 BAB II LANDASAN TEORI A. AUDITING 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audire yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para

BAB I PENDAHULUAN. bisnis. Agar tetap bertahan dalam persaingan bisnis yang semakin tinggi para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia bisnis yang meningkat di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang ada di BEI pada tahun 2013 sebanyak 494

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar sangat diperlukan, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak luar sangat diperlukan, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan dunia usaha yang semakin berkembang tentu perlu adanya badan yang independen yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) untuk memastikan kewajaran atas laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015,

BAB I PENDAHULUAN. Dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan terbentuknya ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015, persaingan dunia usaha akan semakin ketat karena arus perdagangan barang dan jasa semakin luas.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik adalah akuntan profesional yang menyediakan jasa kepada masyarakat terutama dalam bidang audit terhadap laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya.

Lebih terperinci

Pertemuan 1 AUDITING

Pertemuan 1 AUDITING Pertemuan 1 AUDITING PENGERTIAN AUDITING (SUKRISNO AGUS) Suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis 2), oleh pihak yang independen 3), terhadap laporan keuangan 1) yang telah disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan membutuhkan sumber dana yang akan digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan membutuhkan sumber dana yang akan digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan membutuhkan sumber dana yang akan digunakan untuk pengembangan usahanya. Sumber dana yang diperoleh perusahaan dapat berupa saham, obligasi, ataupun pinjaman.

Lebih terperinci

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga

STANDAR AUDITING. SA Seksi 200 : Standar Umum. SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan. SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga STANDAR AUDITING SA Seksi 200 : Standar Umum SA Seksi 300 : Standar Pekerjaan Lapangan SA Seksi 400 : Standar Pelaporan Pertama, Kedua, & Ketiga SA Seksi 500 : Standar Pelaporan Keempat STANDAR UMUM 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat memunculkan adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat memunculkan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat memunculkan adanya persaingan yang terjadi antar entitas dalam berbagai sektor industri. Entitas bersaing untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua

BAB I PENDAHULUAN. pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik sangat dibutuhkan dalam menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aktivitas dan kinerja perusahaan. Jasa akuntan publik sering digunakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik atau auditor merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian audit menurut Mulyadi (2011:9) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataanpernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi akuntansi keuangan menunjukkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan yang digunakan oleh para pemakainya sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Laporan keuangan sebuah perusahaan, selain dibutuhkan oleh pihak internal perusahaan, juga dibutuhkan oleh pihak eksternal seperti calon investor, investor,

Lebih terperinci

PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN

PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN PROFESIONALISME AUDITOR EKTERNAL TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS UNTUK TUJUAN AUDIT LAPORAN KEUANGAN KLIEN (Studi Empiris Pada KAP Di Wilayah Surabaya Pusat Dan Timur) SKRIPSI Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan.

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu entitas usaha berdasarkan standar yang telah ditentukan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang ada di Indonesia. Dari profesi akuntan publik, masyarakat dan pemakai laporan keuangan mengharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan dunia usaha dan industri bergerak dengan cepat dan bervariasi yang membuat persaingan antar pengusaha semakin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Auditing Agoes (2008:3), menyatakan bahwa auditing merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang semakin berkembang saat ini, tidak hanya membutuhkan modal

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang semakin berkembang saat ini, tidak hanya membutuhkan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang semakin berkembang saat ini, tidak hanya membutuhkan modal dari pemilik tetapi modal dari masyarakat. Perusahaan yang membutuhkan modal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum auditing adalah suatu proses sistemik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Auditor adalah salah satu profesi yang disoroti oleh masyarakat luas. Hal yang menjadi sorotan masyarakat adalah jasa auditor. Profesi akuntan publik bertanggungjawab

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir

BAB II LANDASAN TEORI. karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Auditing Auditing memberikan nilai tambah bagi laporan keuangan perusahaan, karena akuntan publik sebagai pihak yang ahli dan independen pada akhir pemeriksaannya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari pelaporan keuangan adalah menyediakan informasi yang ditujukan kepada pihak pemakai baik pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan

Lebih terperinci

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

SA Seksi 326 BUKTI AUDIT. Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: SA Seksi 326 BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa. Jasa yang diberikan oleh KAP ini adalah jasa audit operasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan

BAB I PENDAHULUAN. Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Institusi keuangan telah menjadi financial supermarket dengan jaringan global. Bersamaan dengan kemampuan mereka menciptakan dan menawarkan seluruh rentang instrument

Lebih terperinci

ARUM KUSUMAWATI B

ARUM KUSUMAWATI B PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP TINGKAT MATERIALITAS DALAM PROSES PEMERIKSAAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris Pada KAP di Wilayah Surakarta dan Yogykarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Audit merupakan proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang bergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang bergantung kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang bergantung kepada kepercayaan publik. Salah satu jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir sangat berarti bagi profesi akuntan khususnya para auditor. Munculnya beberapa kasus mengenai profesi auditor di awal abad ini mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan akuntan. (Arens dan Loebbecke, 1996:4). keputusan. Para pemakai laporan keuangan selalu memeriksa dan mencari

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan akuntan. (Arens dan Loebbecke, 1996:4). keputusan. Para pemakai laporan keuangan selalu memeriksa dan mencari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang auditor disamping memiliki pemahaman mengenai akutansi, auditor juga harus memiliki keahlian dalam mengumpulkan dan menafsirkan bahan bukti audit. Keahlian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015 telah berlangsung. AFTA merupakan kerja sama antara negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, yang bertujuan untuk meningkatkan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang semakin berkembang, dan dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan tersebut membuat permintaan

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT SA Seksi 312 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas (PSAK No. 1 revisi 2009, 2012). Pada umumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagi para pengguna laporan keuangan, profesi akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. Bagi para pengguna laporan keuangan, profesi akuntan publik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bagi para pengguna laporan keuangan, profesi akuntan publik dianggap sangat penting karena fungsi dari profesi akuntan publik adalah untuk memberikan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002: 2). Kepercayaan yang besar dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam laporan keuangan (Mulyadi, 2002: 2). Kepercayaan yang besar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable).

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Profesionalisme Auditor Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

BAB I PENDAHULAN. mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Auditing didefinisikan sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham. Untuk itu diperlukan pihak ketiga (akuntan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan dunia usaha semakin ketat, termasuk persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik. Untuk dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Kantor akuntan publik merupakan sebuah organisasi yang bergerak di bidang jasa. Jasa yang diberikan berupa jasa audit operasional, audit kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaannya. pihak internal maupun eksternal. Sudah menjadi kewajiban perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaannya. pihak internal maupun eksternal. Sudah menjadi kewajiban perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Audit merupakan suatu proses pengumpulan dan evaluasi data serta informasi yang diperlukan guna mengurangi ketidaksesuaian informasi antara manajer dan pemegang saham,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: a. Keandalan pelaporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengendalian Intern 1. Pengertian Pengendalian Intern SA Seksi 319 Paragraf 06 mendefinisikan pengendalian intern sebagai suatu proses yang dilakukan manajemen dan personel lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan Menurut Ikatan Akuntan Publik (PSAK, 2012 : Paragraf 7) Laporan Keuangan adalah laporan yang menyediakan informasi yang menyangkut posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Audit adalah jasa profesi yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik dan dilaksanakan oleh seorang auditor yang sifatnya sebagai jasa pelayanan. Standar Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan laporan hasil audit atas laporan keuangan oleh akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. disertai dengan laporan hasil audit atas laporan keuangan oleh akuntan publik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM dan LK) menyatakan bahwa badan usaha publik wajib menyampaikan laporan keuangan berkala kepada BAPEPAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia mengalami persaingan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha di Indonesia mengalami persaingan yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia mengalami persaingan yang semakin ketat. Banyak perusahaan baru bermunculan yang memiliki potensi lebih dalam mengembangkan produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dalam setiap sektor, salah satunya dalam hal pelaporan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dalam setiap sektor, salah satunya dalam hal pelaporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Perusahaan akan saling berkompetisi dalam persaingan usaha yang semakin meningkat ini agar terlihat baik di depan pihak eksternal termasuk juga pesaingnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerja perusahaan dalam suatu periode tertentu. Tujuan dari laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kinerja perusahaan dalam suatu periode tertentu. Tujuan dari laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban manajemen perusahaan terhadap pemilik perusahaan dan entitas lainnya yang ikut menggunakan laporan keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata mata bekerja untuk. dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen

BAB I PENDAHULUAN. bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan tidak memihak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya pertumbuhan profesi auditor berbanding sejajar dengan meningkatnya pertumbuhan perusahaan dalam bentuk badan hukum di Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sebagai auditor eksternal (Kurniawanda, 2013). laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sebagai auditor eksternal (Kurniawanda, 2013). laporan disetiap kali melakukan audit. Kantor Akuntan Publik (KAP) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis tidak lagi mengenal batas Negara, kebutuhan akan laporan keuangan yang dapat dipercaya tidak dapat dielakkan lagi. Eksternal

Lebih terperinci

AUDIT LAPORAN KEUANGAN. Pertemuan 3

AUDIT LAPORAN KEUANGAN. Pertemuan 3 AUDIT LAPORAN KEUANGAN Pertemuan 3 HUBUNGAN ANTARA AKUNTANSI DAN AUDITING Akuntansi Auditing MANFAAT EKONOMI SUATU AUDIT Akses ke pasar modal Biaya Modal yang Rendah Penangguhan infesiensi dan kecurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit

BAB I PENDAHULUAN. objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan audit yang dapat diandalkan (Kurnia, dkk, 2014). Profesi

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan audit yang dapat diandalkan (Kurnia, dkk, 2014). Profesi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan ekonomi. Profesi akuntan harus memiliki intregitas, independen

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan ekonomi. Profesi akuntan harus memiliki intregitas, independen BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi auditor merupakan suatu pekerjaan yang dilandaskan pada pengetahuan yang kompleks dan hanya dapat dilakukan oleh individu dengan kemampuan dan latar belakang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi tidak keselarasan informasi yang terdapat antara manajer dan pemegang saham, sehingga perusahaan harus semakin

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: profesionalisme, komitmen organisasi, etika profesi, dan pengalaman auditor

ABSTRAK. Kata kunci: profesionalisme, komitmen organisasi, etika profesi, dan pengalaman auditor Judul : Pengaruh Profesionalisme, Komitmen Organisasi, Etika Profesi, dan Pengalaman Auditor pada Tingkat Pertimbangan Materialitas (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Provinsi Bali) Tahun 2015

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN SA Seksi 322 PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN Sumber: PSA No. 33 PENDAHULUAN 01 Auditor mempertimbangkan banyak faktor dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing dan Standar Auditing 2.1.2 Pengertian Auditing Auditing merupakan salah satu bentuk atestasi. Atestasi mempunyai pengertian umum yaitu suatu komunikasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain

BAB II LANDASAN TEORI. mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun di sisi lain BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Agensi Teori agensi adalah teori yang mendasari hubungan atau kontak antara principal dan agent (Anthony dan Govindarajan, 2002). Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai perusahaan go public. Sehingga perkembangan perusahaan go

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai perusahaan go public. Sehingga perkembangan perusahaan go BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis di Indonesia beberapa tahun terakhir ini sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya kompetensi dan globalisasi, setiap profesi dituntut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan meningkatnya kompetensi dan globalisasi, setiap profesi dituntut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kompetensi dan globalisasi, setiap profesi dituntut bekerja secara profesional. Kemampuan dan keahlian khusus yang dimiliki oleh suatu profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang telah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun. Masyarakat menjadi bertanya-tanya mengenai

Lebih terperinci

BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi:

BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN. 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: Bukti Audit BUKTI AUDIT Sumber: PSA No. 07 PENDAHULUAN 01 Standar pekerjaan lapangan ketiga berbunyi: "Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standards

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal perusahaan. Menurut Financial Accounting Standards BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai saran pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan yang didirikan, baik besar maupun kecil pada umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh laba. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan

BAB 1 PENDAHULUAN. sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi menghasilkan laporan keuangan dan informasi penting lainnya, sedangkan pengauditan biasanya tidak menghasilkan data akuntansi, melainkan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Auditing 1. Definisi Auditing Kata auditing diambil dari bahasa latin yaitu Audit yang berarti mendengar dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah pemeriksaan akuntan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan

BAB I PENDAHULUAN. independen maka hasil pemeriksaan akan lebih akurat. kewajaran laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut tidak memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menghadapi perkembangan dunia usaha yang sangat pesat para pelaku bisnis dituntut untuk lebih transparan dalam mengolah laporan keuangan usahanya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik dikenal oleh masyarakat dari jasa audit yang disediakan bagi pemakai informasi keuangan. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi perekonomian Indonesia pada umumnya menyebabkan peningkatan pesat tuntutan masyarakat atas mutu dan jenis jasa profesi akuntan publik sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam perkembangan dunia bisnis yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, terutama dalam Era Globalisasi saat ini, membuat persaingan para pebisnis akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang auditor adalah melakukan pemeriksaan atau audit dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. seorang auditor adalah melakukan pemeriksaan atau audit dan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pemilik perusahaan dan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Auditing Auditing merupakan ilmu yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap pengendalian intern dimana bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pengamanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin dapat tertutupi hanya dengan mengandalkan sumber daya internal. Salah

BAB I PENDAHULUAN. mungkin dapat tertutupi hanya dengan mengandalkan sumber daya internal. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era gobalisasi ini, keadaan perekonomian di Indonesia mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini mendorong perekonomian nasional dan internasional semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek yang akan diteliti oleh peneliti dalam penelitian ini adalah, Kantor Akuntan Publik (KAP) yang terdaftar pada Institut Akuntan Publik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan globalisasi perekonomian Indonesia pada umumnya menyebabkan peningkatan pesat tuntutan masyarakat atas mutu dan jenis jasa profesi akuntan publik sehingga

Lebih terperinci

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT

RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit Standar Prof SA Seksi 3 1 2 RISIKO AUDIT DAN MATERIALITAS DALAM PELAKSANAAN AUDIT Sumber: PSA No. 25 PENDAHULUAN 01 Seksi ini memberikan panduan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kode etik profesi. Snoeyenbos et al. (1983) telah menggambarkan ini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kode etik profesi. Snoeyenbos et al. (1983) telah menggambarkan ini sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesionalitas seorang akuntan publik ditandai dengan keahlian mereka yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, komitmen untuk belajar seumur hidup, pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan merupakan salah satu instrumen penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Laporan keuangan merupakan salah satu instrumen penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan merupakan salah satu instrumen penting dalam menggambarkan kinerja suatu perusahaan. Seiring pesatnya perkembangan jumlah perusahaan yang

Lebih terperinci