BAB IV PENGOLAHAN DATA, ANALISIS DAN DESAIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PENGOLAHAN DATA, ANALISIS DAN DESAIN"

Transkripsi

1 BAB IV PENGOLAHAN DATA, ANALISIS DAN DESAIN 4.1 REKAPITULASI DATA Data Perencanaan Geometrik Dalam perencanaan geometrik suatu bandara, diperlukan data perkiraan penumpang tahunan domestik, internasional serta data kebutuhan pesawat untuk bandara tersebut agar kapasitas bandara yang tersedia dapat memenuhi kebutuhan permintaan. Data tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari laporan akhir rencana induk pembangunan BIJB. Perkiraan penumpang tahunan untuk domestik dan internasional dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4. 1 Perkiraan Penumpang Tahunan Domestik dan Internasional BIJB Tahun Domestik Internasional Total Sumber : Laporan Master Plan BIJB Perencanaan pembangunan BIJB dibagi menjadi 3 tahap, yaitu tahap I (tahun 2020), tahap II (tahun 2030), dan tahap ultimate (tahun 2035). Sedangkan untuk keperluan perencanaan BIJB pada tugas akhir in akan direncanakan berdasarkan pembangunan tahap I saja, yaitu Hanindita Diajeng Sunu

2 tahun Pada Tabel 4.1, dapat diketahui perkiraan penumpang tahunan BIJB untuk domestik sebesar 10,843,400 dan untuk internasional sebesar 1,474,705 penumpang. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada Laporan Master Plan BIJB, dapat diketahui pergerakan pesawat domestik dan internasional pada Tabel 4.2. Tabel 4. 2 Perkiraan Pergerakan Pesawat Domestik dan Internasional BIJB Tahun Uraian Traffic Penumpang Pergerakan Pesawat Domestik Pergerakan Pesawat Internasional Pergerakan Domestik Internasional Total Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Total Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Total Total 2020 Tahunan Bulan Sibuk Pola Harian Jam Sibuk 2 Arah Jam Sibuk 1 Arah Sumber : Laporan Master Plan BIJB Pergerakan total pesawat domestik dan internasional BIJB pada tahun 2020 untuk jam sibuk 2 arah adalah sebesar 24 buah untuk pesawat domestik, dan 8 buah untuk pesawat internasional. Total pergerakan pesawat adalah 32 pesawat. Pesawat rencana yang akan beroperasi di BIJB meliputi pesawat kelas 1 (terbesar) hingga pesawat kelas 6 (terkecil). Contoh pesawat pesawat rencana yang akan beroperasi dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4. 3 Contoh pesawat rencana yang akan beroperasi Kelas Pesawat Jenis Pesawat 6 CN 212, DHC 6 5 F 27, F 50, 4 F.28, ATP 3 A.320, B B.757, A B , B.747 Sumber : Laporan Master Plan BIJB Dalam perencanaan runway, digunakan pesawat rencana yang mempunyai nilai MTOW terbesar. Pesawat rencana yang mempunyai MTOW terbesar adalah Boeing ER. Karateristik teknis B ER dapat dilihat pada Tabel 4.4. Hanindita Diajeng Sunu

3 Tabel 4. 4 Karateristik Teknis B ER Karakteristik Satuan GE ENGINES PW ENGINES RR ENGINES CF6 80C2B5 F PW4062 RB H8 T Max Design Pound Taxi Weight Kilogram Max Design Pound Take Off Weight Kilogram Max Design Pound Landing Weight Kilogram Max Design Pound Zero Fuel Weight Kilogram Spec Operating Pound Empty Weight (1) Kilogram Max Structural Pound Payload Kilogram Typical Cargo Main Deck Containers (2) Max Cargo Lower Deck Containers (LD2) Max Cargo Lower Deck Bulk Cargo Usable Fuel Capacity ARFL Wingspan Outer Main Gear Wheel Span Overall Length Sumber: Feet kubik Meter kubik Feet kubik Meter kubik Feet kubik Meter kubik U.S. Gallon Liter Pound Kilogram m 64,4 m 11 m 70,6 m Arah orientasi runway dapat ditentukan dengan pembuatan wind rose sesuai dengan angin yang bertiup di daerah perencanaan. Penelitian arah dan kecepatan angin untuk perencanaan geometrik BIJB menggunakan data meteorologi Jatiwangi tahun (Laporan Masterplan BIJB, 2005). Detail wind rose akan dijelaskan pada bab Data persentase kejadian arah dan kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 4.5. Hanindita Diajeng Sunu

4 Tabel 4. 5 Data Persentase Angin Wind Percentage of Wind Direction 0 4 mph 4 8 mph 8 12 mph mph mph mph N NE E SE S SW W NW Sumber : Laporan Master Plan BIJB Total Data Perencanaan Perkerasan Salah satu data pokok yang diperlukan dalam perencanaan perkerasan adalah data pesawat tahunan. Struktur perkerasan direncanakan berdasarkan perkiraan data pesawat tahunan yang akan beroperasi pada tahun 2020 yang ditampilkan dalam Tabel 4.6. Data tersebut merupakan hasil analisis kebutuhan ruang dan fasilitas bandar udara dalam studi rencana induk BIJB yang telah dilakukan pada tahun Tabel 4. 6 Data Pesawat Tahunan Tahun 2020 No. Rute Pergerakan Pesawat Tahunan Pergerakan Load Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Total Factor 1 Domestik Internasional Domestik + Intʹl Sumber : Masterplan BIJB, 2005 Dari data dalam Tabel 4.6 diketahui pergerakan pesawat tahunan sebesar pesawat dalam lima kelas pesawat Data Perencanaan Geoteknik Perencanaan geoteknik dilakukan menggunakan data data dalam Laporan Penyelidikan Tanah yang disusun oleh konsultan terpilih, Wiratman & Associates. Data data dalam Laporan tersebut merupakan hasil pekerjaan lapangan dan pengujian laboratorium yang telah dilakukan pada tanggal 26 September 2005 sampai 6 Oktober Ikhtisar data penyelidikan tanah untuk perencanaan geoteknik disajikan dalam Tabel Data yang ditampilkan adalah data dari 6 titik pengujian (bore hole) yang diperlukan dalam perencanaan geoteknik, yang diuraikan sebagai berikut: 1. Perencanaan runway : BH 1, BH 2, BH 3, BH 4 2. Perencanaan taxiway : BH Perencanaan apron : BH 11 Hanindita Diajeng Sunu

5 Tabel 4. 7 Hasil Pengujian Permeabilitas BH Depth k (cm) (cm/sec) ,6x ,71x Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, 2005 Tabel 4. 8 Hasil Pengujian Triaksial UU BH Depth c Φ (cm) (kg/cm 2 ) ( ) , , , , , , Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, 2005 Tabel 4. 9 Hasil Pengujian Konsolidasi BH Depth eo Po Pe w Cc Cv Cr (cm) (kg/cm 2 ) (kg/cm 2 ) (%) (x10 3 cm 2 /sec) ,22 0,25 0,95 60,82 0,6 7,86 0, ,61 0,56 1,5 16,86 0,34 6,06 0, ,78 0,32 1,2 22,42 0,42 5,71 0, ,04 0,2 1,6 79,44 1,01 2,72 0, ,96 0,36 1,8 34,47 0,43 2,77 0, ,77 0,25 0,95 28,47 0,42 3,63 0,05 Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah,2005 Tabel Hasil Pengujian Batas Atterberg BH Depth LL PL PI LI (cm) (%) (%) (%) (%) ,99 31,82 49,17 0, ,86 22,44 45,42 0, ,71 28,22 46,49 0, ,41 37,91 47,5 0, ,44 29,01 55,44 0, ,31 66,73 28,58 1,39 Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, 2005 Hanindita Diajeng Sunu

6 Tabel Hasil Pengujian Analisis Saringan dan Hidrometer BH Depth Gravel Sand Silt Clay (cm) (%) (%) (%) (%) Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, 2005 Tabel Hasil Pengujian Specific Gravity BH Depth γ ω Gs e Sr P γdry γsat (cm) (gr/cm 3 ) (%) (%) (gr/cm 3 ) (gr/cm 3 ) , ,53 0,97 98,85 0,49 1,28 1, , ,67 0,73 95,72 0,42 1,55 1, , ,72 0,85 99,64 0,46 1,47 1, , ,48 1,63 81,95 0,62 0,94 1, , ,5 0,935 0,989 0,483 1,292 1, , ,65 0,753 0,95 0,43 1,512 1,941 Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, 2005 Tabel Hasil Pengujian Kompaksi (Modified Proctor) BH γdry max ωopt (gr/cm 3 ) (%) 1 1, , ,7 19,5 4 1, ,42 28, ,65 20,5 Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, 2005 Hanindita Diajeng Sunu

7 Tabel Hasil Pengujian California Bearing Ratio BH Kondisi 15 blows/layer 15 blows/layer 15 blows/layer 0,1ʹʹ 0,2ʹʹ 0,1ʹʹ 0,2ʹʹ 0,1ʹʹ 0,2ʹʹ 1 59,37 58,88 7,02 13, ,05 46,11 7,02 6,67 3 Unsoaked 19,58 17,02 32,99 28,09 38,94 35,61 Soaked 1,49 0,99 6,17 4,82 6,81 6,81 4 Unsoaked 21,28 19,86 25,54 25,25 50,01 41 Soaked 4,68 3,69 7,02 5,67 8,09 6,95 11 Unsoaked 27,74 23,57 Soaked 2,93 3,39 18 Unsoaked 19,7 15,5 Soaked 2,63 2,77 Sumber : Laporan Penyelidikan Tanah, PERENCANAAN GEOMETRIK Perencanaan geometrik yang dimaksud adalah perencanaan terhadap runway, taxiway, dan apron. Perencanaan desain menggunakan code ICAO Aerodrome Design Manual Part 1. Chapter 3 dan 5. Dalam perencanaan geometrik, dibutuhkan perkiraan jumlah penumpang dan pesawat yang akan beroperasi selama masa layan bandara agar kapasitas perencanaan dapat memenuhi kebutuhan penumpang dan pesawat yang disyaratkan. Perkiraan jumlah penumpang dan pesawat untuk BIJB sampai tahun 2020 dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Perencanaan Runway dan Kelengkapannya Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki MTOW terbesar dari pesawat rencana yang akan beroperasi di bandara tersebut. Pesawat rencana yang akan digunakan meliputi kelas yang terbesar hingga yang terkecil. 6. Contoh pesawat pesawat rencana yang akan beroperasi sesuai dengan kelasnya telah disebutkan pada Tabel 4.3. Pesawat rencana yang akan digunakan dalam perencanaan runway adalah Boeing ER dengan karateristik teknis: ARFL : 3100 m Wingspan : 64.4 m Outer main gear wheel span : 11 m Overall length : 70.6 m Maximum Take Off Weight (MTOW) : 412,770 kg Hanindita Diajeng Sunu

8 Karateristik teknis secara detail untuk Boeing ER dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dari karakteristik diatas maka kode untuk pesawat sesuai dengan ketentuan ARC pada Tabel 2.1 dapat ditentukan, yaitu 4E. Kode 4 untuk pesawat dengan ARFL > 1800 m (ARFL B = 3100 m). Sedangkan kode huruf E berarti pesawat B ini mempunyai wingspan width 52 m 60 m atau lebih (64,4 m) dan outer main gear wheel span antara 9 m 14 m (11 m). a. Sistem Pengoperasian Runway Operasi runway untuk BIJB Kertajati menggunakan Instrument runway, yaitu precision approach runway kategori I dengan menggunakan alat bantu visual (ILS dan/atau MLS) untuk pengoperasian dengan decision height tidak kurang dari 60 m (200ft) dan jarak pandang tidak kurang dari 800 m. b. Orientasi Arah Runway Pesawat tipe B ER berdasarkan ARFL memiliki runway length sebesar m sehingga dikategorikan dengan code letter A. Maka batas cross wind maksimumnya 20 knots (23 mph). Untuk membuat wind rose, pertama yang dibutuhkan adalah data persentase pergerakan angin, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4.5. Data persentase pergerakan angin terdiri dari data kecepatan angin sera persentase kejadian bertiupnya angin di daerah tersebut. Untuk BIJB, diambil data meteorologi Jatiwangi tahun (Laporan Masterplan BIJB, 2005). Sesuai dengan data yang diketahui, maka langkah langkah pembuatan wind rose BIJB adalah: 1. Terdapat 6 jenis data kecepatan angin yang bertiup di BIJB, yaitu 0 4 mph, 4 8 mph, 8 12 mph, 12 18, mph, dan mph. Dari data tersebut, maka langkah selanjutnya adalah membuat 6 buah lingkaran yang berpusat pada satu titik. Lingkaran pertama mewakili kecepatan 4 mph, lingkaran berikutnya mewakili kecepatan 8 mph, dan seterusnya sampai pada lingkaran keenam mewakili kecepatan 31 mph. 2. Lingkaran lingkaran tersebut dibagi menjadi 8 bagian sama besar (45 untuk setiap bagiannya) yang mewakili 8 arah angin. Nama 8 mata angin dituliskan pada ke 8 bagian lingkaran di sisi terluar lingkaran. Angka angka yang dituliskan di dalam bagian lingkaran merupakan data persentase angin yang berada di daerah tersebut. 3. Buat bidang persegi panjang di atas lingkaran lingkaran dengan ukuran: panjang : lebih besar daripada diameter lingkaran terbesar (31 mph). lebar : 2 X 23 mph Hanindita Diajeng Sunu

9 Bidang ini kemudian diputar pada porosnya dengan sudut tertentu (dalam hal ini setiap 10 ) untuk mendapatkan persentase total arah angin yang terbesar yang disebut sebagai usability factor Contoh perhitungan usability factor dapat dilihat pada Tabel 4.15 dengan mengambil contoh orientasi : Usability factor = (A* percentage of wind) Keterangan : A = luas juring yang terkena bagian bidang persegi panjang Tabel Perhitungan usability factor arah mph 4-8 mph 8-12 mph mph mph mph Percentage Percentage Percentage Percentage Percentage Percentage A(%) A(%) A(%) A(%) A(%) A(%) Total of Wind of Wind of Wind of Wind of Wind of Wind N NE E SE S SW W NW Contoh perhitungan persentase pada arah angin N: ( 1*3.1) + ( 1*7.56) + ( 1*3.56) + = % ( 1*1.01) + ( 1*0.36) + ( 0.98*0.29) Perhitungan persentase pada 7 arah angin (NE, E, SE, S, SW, W, NW) selanjutnya sama dengan perhitungan pada arah angin N. Setelah dilakukan perhitungan keseluruhan, didapatkan total persentase untuk arah adalah sebesar 98.75%. Berdasarkan perhitungan persentase total untuk setiap putaran 10, diperoleh rekapitulasi perhitungan persentase angin pada Tabel 4.16 dan Tabel 4.17 dengan total persentase sebagai usability factor. Perhitungan persentase untuk setiap putaran 10 terdapat pada lampiran tugas akhir. Tabel Rekapitulasi Perhitungan Persentase Angin (Arah sd ) Arah N NE E SE S SW W NW Total Hanindita Diajeng Sunu

10 Tabel Rekapitulasi Perhitungan Persentase Angin (Arah sd ) Arah N NE E SE S SW W NW Total Sesuai dengan perhitungan pada persentase arah angin di atas, dapat diketahui bahwa arah runway yang paling baik ialah arah dengan usability factor sebesar 98,75 %. Gambar 4. 1 Wind rose dengan arah c. Panjang Runway Geometrik runway untuk Tahap I pada tahun 2020 direncanakan untuk pesawat rencana terbesar B ER. Data kondisi lapangan yang dibutuhkan untuk perencanaan adalah sebagai berikut: Elevasi : +38,00 m MSL Temperatur Referensi : 31 0 C Slope : 0,3% Panjang runway terkoreksi adalah panjang ARFL pesawat kritis yang dikoreksi terhadap elevasi, temperatur, dan slope. Hanindita Diajeng Sunu

11 ARFL B = 3100 m Koreksi terhadap elevasi, KE elevasi KE = ARFL*7%* + ARFL KE = 3100*7%* = 3127,49m 300 Koreksi terhadap temperatur, KET ( ( )) ( ( )) KET = KE * temperatur 15 0,0065* h *1% + KE KET = 3127,49* ,0065*38 *1% ,70 = 3635,61m Koreksi terhadap slope, KETS [ * *10%] [ ] KETS = KET slope + KET KETS = 3635, 61*0,3*10% , 61 = 3744, 68m Panjang landasan terkoreksi 3744,68 m 3750 m d. Lebar Runway Lebar runway untuk perencanaan sesuai dengan persyaratan pada Tabel 2.3 adalah 45 m. e. Longitudinal Slope Longitudinal slope yang dipakai dalam perencanaan BIJB sesuai dengan ketentuan pada Tabel 2.4 adalah 0.1% per 30 m. f. Transverse Slope Transversal slope untuk runway pada perencanaan BIJB sesuai dengan ketentuan ICAO adalah 1%. Sedangkan untuk slope pada runway shoulder, diambil sebesar 1.5%. Untuk runway strip, slope diambil sebesar 2%. g. Runway Shoulder Sesuai dengan ketentuan ICAO, maka BIJB dengan klasifikasi bandara E, maka ukuran runway shoulder pada masing masing sisi sebesar 30 m. Ini berarti lebar total runway shoulder, adalah 60 m. h. Runway Strip Lebar total runway strip sesuai dengan kode pesawat yang disyaratkan ICAO yang tercantum pada Tabel 2.5 adalah sebesar 300 m. Panjang runway strip mengikuti panjang runway dengan tambahan 60 m di ujung runway (atau di ujung stopway, jika terdapat stopway). Hanindita Diajeng Sunu

12 i. RESA RESA terletak di kedua sisi ujung runway strip. Ukuran RESA yang sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan ICAO adalah 90 x 90 m. j. Clearway Clearway terletak di masing masing ujung runway. Panjang clearway adalah 1875 m, hal ini sesuai dengan ketentuan ICAO, yaitu tidak melebihi ½ panjang TORA (½ panjang runway = 3750/2 = 1875 m). Lebar clearway diambil sebesar 150 m. k. Stopway Stopway terletak pada ujung runway. Lebar stopway sama dengan lebar runway, yaitu 45 m. Panjang stopway diambil sebesar 60 m. l. Declared Distances TORA = panjang runway terkoreksi (elevasi, temperatur, slope) = 3750 m TODA = TORA + panjang clearway = 3750 m m = 5625 m ASDA = TORA + panjang stopway = 3750 m + 60 m = 3810 m LDA = panjang runway terkoreksi terhadap elevasi = 3127,49 m 3128 m Perencanaan Taxiway Perencanaan desain taxiway dilakukan berdasarkan code ICAO Aerodrome Design Manual Part 1. a. Lebar Taxiway Lebar taxiway yang digunakan dalam perencanaan desain sesuai dengan kode yang diisyaratkan pada Tabel 2.6, yaitu 23 m. b. Taxiway Slope Sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan oleh ICAO, slope pada taxiway diambil sebesar 1%. Sedangkan pada taxiway shoulder dan taxiway strip masing masing diambil sebesar 1.5% dan 2%. c. Taxiway Shoulder Total lebar taxiway beserta shoulder adalah 44 m. Hal ini sesuai dengan persyaratan pada Tabel 2.7 untuk menggunakan ukuran shoulder sebesar 10.5 m di masing masing sisi pada bandara dengan klasifikasi pesawat 4E. d. Taxiway Strip Taxiway strip width yang digunakan sesuai dengan persyaratan ICAO pada Tabel 2.8 untuk bandara dengan pesawat klasifikasi 4E adalah sebesar 95 m. Hanindita Diajeng Sunu

13 e. Taxiway Curve Sudut putar antara landasan terhadap exit taxiway diambil 90 0 dengan radius belokannya sebesar 30 m. Menurut ketentuan ICAO pada Tabel 2.10, bandara dengan pesawat kode 4 memerlukan radius of curve di rapid exit taxiway sebesar 550 m dengan sudut sebesar Kecepatan pesawat ketika berjalan di rapid exit taxiway adalah ± 93 km/h. f. Separation Distance Taxiway Tabel Separation Distance Taxiway Separation distance Minimum BIJB To precision approach runway centre line m 200 m To another taxiway centre line 80 m 100 m Pada Tabel 4.18 dapat diketahui separation distance minimum yang disyaratkan ICAO sesuai dengan Tabel 2.11, serta jarak yang diambil untuk perhitungan di BIJB. Jarak minimum taxiway terhadap apron center line menurut ICAO adalah untuk pesawat kode E dengan wingspan 64.4 m adalah 80.9 m. Dalam desain BIJB ini, jarak yang diambil adalah sejauh 90 m. Dalam perencanaan desain BIJB, tidak digunakan Holding bay. Hal ini dilakukan atas dasar asumsi bahwa tidak akan terjadi antrian di runway sehingga lalu lintas pesawat akan lancar dan tidak membutuhkan Holding Bay Perencanaan Apron Persyaratan utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan apron, yaitu jarak clearance dan kemiringan. Apron BIJB dibuat berdasarkan pesawat rencana yang mempunyai wingspan terbesar, yaitu B dengan wingspan sebesar 64.4 m. a. Persyaratan Clearance untuk Perencanaan Apron Sesuai dengan persyaratan ICAO pada Tabel 2.12, clearance untuk aircraft requirements di apron adalah sejauh 7.5 m. Clearance ini diukur dari ujung sayap pesawat. Minimum Separation Distances antara Aircraft Parking Position Taxiline dan Object yang diperlukan adalah 42.5 m. Untuk perencanaan BIJB, diambil jarak sejauh 44 m. b. Persyaratan Kemiringan Apron Kemiringan apron pada BIJB direncanakan sebesar 0.5%. Perencanaan kemiringan ini masih sesuai dengan ketentuan yang diisyaratkan oleh ICAO, yaitu kemiringan maksimum sebesar 1%. Hal ini dilakukan agar permukaan apron tidak tergenang air. Hanindita Diajeng Sunu

14 c. Konfigurasi Parkir Pesawat Konfigurasi parkir pesawat yang digunakan adalah Nose In, dengan kelebihan dan kekurangan sebagai berikut: Kelebihan dari sistem Nose In: 1. Semburan jet tidak ke terminal sebab hidung pesawat yang menghadap ke terminal. 2. Kebisingan saat mau parkir lebih kecil sebab yang menghadap terminal adalah bagian hidung pesawat, bukan bagian belakang. 3. Penumpang yang turun lebih dekat ke terminal. Kelemahan dari sistem Nose In: 1. Dibutuhkan banyak tenaga untuk berputar keluar sebab pada saat itu pesawat penuh dengan muatan (termasuk penumpang). 2. Kebisingan yang besar langsung mengarah ke terminal saat pesawat mau keluar sebab saat itu pesawat dipenuhi muatan yang memperbesar kerja mesin pesawat. d. Sistem Parkir Pesawat Parkir pesawat direncanakan dalam sistem pier (finger). Arus penumpang dan barang diarahkan melalui terminal yang terpusat pada satu bangunan, dari dan menuju parkir pesawat yang dihubungkan dengan pier. e. Jumlah Pintu Gerbang Jumlah pintu gerbang pada apron harus sama dengan pesawat yang mampu ditampung oleh apron, terutama pada jam sibuk. Dari hasil perhitungan permintaan jasa Bandara Jawa Barat, diperoleh pergerakan pesawat pada jam sibuk untuk tahap I (tahun 2020) berjumlah total sebanyak 32 pesawat, dengan pembagian untuk penerbangan domestik sejumlah 24 pesawat serta untuk penerbangan internasional berjumlah 8 pesawat. Maka, diambil 24 pintu pada terminal domestik sebagai jumlah pintu yang harus disediakan pada apron sesuai dengan volume perencanaan. Sedangkan untuk terminal internasional jumlah pintu yang diperlukan sebanyak 8 pintu. Pintu domestik pada apron diambil sebanyak 24 pintu yang terbagi dalam 3 pier. Satu pier masing masing terdiri dari 8 pintu untuk penerbangan domestik. Sedangkan pada terminal internasional hanya disediakan satu pier yang terdiri dari 8 pintu. f. Perkiraan Luas Apron Perkiraan luas apron dapat dihitung sebagai berikut : (1) Luas Terminal L = m 2 Hanindita Diajeng Sunu

15 (2) Luas Lahan L = 1274 x 711 = m 2 (3) Luas Kebutuhan Apron L = ( m m 2 ) (380 x 174) = m m 2 = m PERENCANAAN PERKERASAN Perencanaan perkerasan dimulai dengan perencanaan distribusi penumpang tahunan ke pesawat tahunan tipikal. Data penumpang tahunan untuk tahun 2020 (tahun rencana operasi) telah ditampilkan dalam Tabel 4.6. Melalui data dalam Tabel 4.6, diketahui pergerakan pesawat tahunan sebesar pesawat, terbagi dalam lima kelas pesawat. Jumlah pergerakan terbesar terjadi pada pergerakan pesawat kelas 3, yaitu pesawat per tahun. Jumlah pergerakan terkecil terjadi pada pergerakan pesawat kelas 6, yaitu nol pesawat per tahun. Tabel 4.19 memperlihatkan pesawat udara tipikal yang akan digunakan dalam proses desain struktur perkerasan. Pesawat udara tipikal dalam hal ini merupakan pesawat udara yang mewakili sejumlah pesawat udara yang sejenis. Pengelompokkan ke dalam pesawat udara tipikal dilakukan karena keterbatasan data karakteristik pesawat udara yang tersedia. Namun demikian, untuk keperluan proses desain praktis, setiap jenis pesawat udara sebaiknya dianalisis sesuai dengan data karakteristiknya masing masing. Sementara itu, jenis pesawat udara ringan tidak perlu diperhitungkan lebih jauh mengingat pengaruhnya yang tidak signifikan terhadap kerusakan struktur perkerasan. Data konfigurasi roda pesawat udara yang sangat diperlukan untuk perhitungan tegangan lentur di dalam struktur perkerasan juga diberikan pada tabel, termasuk jarak antara roda (SW), jarak antara sumbu roda (SG) dan jarak antara kaki roda (SL1 dan SL2). Empat konfigurasi sumbu roda yang dianalisis adalah sumbu tunggal roda tunggal (S), sumbu tunggal roda ganda (D), sumbu tandem roda ganda (DT) dan sumbu tandem roda ganda dobel (DDT). Data tekanan ban, data berat total pesawat udara (MTOW) dan data % beban pada sumbu roda utama disesuaikan dengan data spesifikasi teknis pesawat udara yang dipublikasikan oleh masing masing pabrik pembuatnya. Modul pesawat dan data karakteristik pesawat yang akan beroperasi di BIJB pada tahun 2020 disajikan dalam Tabel Hanindita Diajeng Sunu

16 Tabel Modul Pesawat dan Data Karakteristik Pesawat Tahunan Tahun 2020 No Tipe Pesawat Kelas Konfigurasi MTOW Tekanan Jumlah Jumlah %Beban Jarak Antar Roda/Sumbu/Kaki Pesawat Sumbu Ban Roda Roda Sumbu S W S G S L1 S L2 Roda (kg) (MPa) per Sumbu Utama (cm) (cm) (cm) (cm) Kaki Roda Utama 1 CASA S F28 MK D F28 MK D F28 MK D F D B D B D B D B DT A DT B DDT B DDT Distribusi penumpang tahunan tahun 2020 dibuat merata untuk setiap pesawat dalam masing masing kelas. Distribusi penumpang dan pesawat pada tahun 2020 dapat dilihat dalam Tabel Penentuan Repetisi Beban Ekivalen Volume pergerakan pesawat udara, baik keberangkatan, maupun kedatangan, juga diberikan pada tabel. Akan tetapi, hanya volume keberangkatan tahunan saja yang digunakan dalam proses penentuan tebal perkerasan desain (ICAO, 1983). Dalam proses desain, data volume keberangkatan tahunan dianggap konstan selama masa layan rencana struktur perkerasan yang umurnya ditetapkan 20 tahun. Dari data karakteristik masing masing pesawat didapat beban sumbu utama terbesar diakibatkan oleh pesawat B , yaitu sebesar Kg. Maka untuk perencanaan desain perkerasan digunakan B sebagai pesawat kritis. Tabel Distribusi Penumpang dan Pesawat Tahun 2020 No Tipe Pesawat Kelas Kedatangan Keberangkatan Sub Pesawat Tahunan Tahunan Total Keberangkatan/ Kedatangan Tahunan 1 CASA F28 MK F28 MK F28 MK F B B B B A B B Pergerakan Total Hanindita Diajeng Sunu

17 Untuk pendekatan desain yang berdasarkan pesawat udara desain kritis, struktur perkerasan diperhitungkan hanya untuk memikul sejumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis tersebut selama masa layan rencana yang ditetapkan. Pengaruh dari jenis pesawat udara lainnya yang beroperasi terhadap kerusakan struktur perkerasan diperhitungkan dengan menggunakan faktor ekivalen repetisi beban. Untuk lalu lintas campuran, ada tiga faktor ekivalen repetisi beban yang diperlukan, yaitu: a. Faktor ekivalen konfigurasi sumbu roda (FES) b. Faktor ekivalen beban (FEB) c. Faktor repetisi beban (LRF) Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis dapat diperoleh dengan mengalikan data keberangkatan tahunan dari setiap jenis pesawat udara yang beroperasi dengan faktor ekivalen repetisi beban, sebagai berikut: R 1 desain = 2 i {( R ) FES FEB } LRF i i i Dengan memperhitungkan B sebagai pesawat kritis, didapat jumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat udara desain kritis (R1 desain) sebesar 3767 pesawat (B ) per tahun. Contoh perhitungan ekivalensi keberangkatan tahunan diuraikan sebagai berikut: Pesawat yang akan diekivalenkan : B Pesawat akan diekivalensi ke : B Data B Konfigurasi sumbu roda = D % Beban sumbu utama = 91% MTOW = W2 = kg Keberangkatan tahunan = R2 = pesawat/tahun Data B Konfigurasi sumbu roda = DDT % Beban sumbu utama = 92.4% MTOW = W1 = kg Keberangkatan tahunan = R1 = 1825 pesawat/tahun Perhitungan Faktor faktor: FES(D ke DDT) = 0.6 (lihat Tabel 2.15) LRF(D) = (lihat Tabel 2.16) Hanindita Diajeng Sunu

18 LRF(DDT) = 0.27 (lihat Tabel 2.16) Perhitungan FEB: log ( R ) 2 2 W 2 W 1 10 FEB = = W Perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen: R1 desain = { ( R2 ) FES i FEBi } LRF i = 28 i Didapat jumlah keberangkatan tahunan B sebesar pesawat/tahun ekivalen dengan keberangkatan tahunan B sebanyak 28 pesawat/tahun. Dengan cara yang sama perhitungan dilakukan untuk seluruh pesawat yang direncanakan akan beroperasi, didapat keberangkatan tahunan untuk seluruh pesawat sebesar 3767 pesawat/ tahun ekivalen terhadap B Ikhtisar perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen disajikan dalam Tabel Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lembar Lampiran. Tabel Perhitungan Keberangkatan Tahunan Ekivalen No Tipe Pesawat Kelas Konfigurasi MTOW % Beban Keberangkatan FES FEB Keberangkatan Pesawat Sumbu (kg) Sumbu Tahunan Tahunan Roda Utama (pesawat/tahun) Ekivalen (pesawat/tahun) 1 CASA S F28 MK D F28 MK D F28 MK D F D B D B D B D B DT A DT B DDT B DDT *Pesawat Desain Kritis B Total Perencanaan Perkerasan Runway dan Taxiway Total 3767 Struktur perkerasan pada runway dan taxiway direncanakan menggunakan perkerasan lentur. Perkerasan dengan menggunakan perkerasan lentur ini, didasarkan pada alasan bahwa, dalam pemakaiannya struktur perkerasan lentur secara umum memberikan kenyamanan yang lebih baik untuk kegiatan take off, landing, dan taxiing pesawat (Kosasih, 2003). Hanindita Diajeng Sunu

19 Metode desain struktur perkerasan lentur untuk runway dan taxiway dilakukan dengan menggunakan metode CBR. Metode CBR yang umum dikenal adalah metode U.S. Army Corps of Engineers (USACE). Prinsip dasar dari metode CBR adalah menyediakan tebal lapisan perkerasan yang sesuai dengan kualitas bahan yang digunakan untuk melindungi lapisan di bawahnya dari kerusakan alur (deformasi plastis) selama masa layan perkerasan yang umumnya ditetapkan 20 tahun. Dalam metode CBR, digunakan anggapan bahwa, jika tebal lapisan perkerasan dan kualitas bahan yang digunakan cukup memadai maka kerusakan alur sebagian besar akan terjadi pada tanah dasar. Oleh karena itu, desain struktur perkerasan dapat dikontrol dengan membatasi tegangan yang terjadi pada tanah dasar agar akumulasi dalam alur yang terjadi selama masa layan akibat repetisi dari tegangan tersebut tidak melebihi nilai batas yang diijinkan. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, hubungan antara ketebalan perkerasan lentur dengan dengan beban roda dan tekanan ban untuk kendaraan dengan beban berat diformulasikan sebagai berikut: t = α i CBR CBR A log log pe pe 2 3 CBR log pe Namun, di luar perhitungan nilai ESWL yang relatif kompleks, USACE menurunkan persamaan di atas dalam bentuk kurva desain. Kurva desain untuk pesawat udara B ER disajikan dalam Gambar 2.4. Data desain yang diperlukan untuk mendapatkan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan kurva desain adalah data CBR tanah dasar, data beban sumbu utama pesawat, dan data keberangkatan tahunan pesawat. Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, kekuatan tanah dasar untuk desain struktur perkerasan lentur berdasarkan code ICAO dibagi dalam empat kategori dalam kode A, B, C, dan D berdasarkan nilai CBR tanah dasar tersebut (lihat Tabel 2.17). Untuk menentukan kriteria perkerasan yang sesuai dan tebal perkerasan lentur yang dibutuhkan, dengan menggunakan kurva desain, dilakukan perbandingan tebal perkerasan lentur antara kategori A (High Strength), B (Medium Strength), dan C (Low Strenght). Data CBR tanah dasar yang akan digunakan adalah nilai wakil CBR untuk perkerasan lentur dengan kriteria desain kode A, B, dan C yaitu berturut turut sebesar 15%, 10%, dan 6%. Data keberangkatan tahunan yang digunakan adalah data keberangkatan tahunan ekivalen terhadap pesawat desain yang telah diperoleh dari perhitungan dalam sub bab yaitu sebesar 3767 pesawat. Besar beban sumbu utama didapat dari perkalian MTOW pesawat desain (B ER) dengan persentase beban sumbu utama pesawat desain, didapat: Hanindita Diajeng Sunu

20 Beban sumbu utama = % Beban sumbu utama x MTOW = 381, kg. Tebal perkerasan lentur untuk masing masing kategori perkerasan ditampilkan dalam Tabel Hasil perhitungan dalam kurva desain ditampilkan dalam Gambar 4.2. Melalui kurva desain, didapat tebal perkerasan lentur untuk kelas A, B, dan C berturut turut sebesar 61 cm, 79 cm, dan 118 cm. CBR tanah asli di lokasi runway (BH 1 4) dan taxiway (BH 18) amat rendah, berada pada kisaran harga Peningkatkan kekuatan tanah dasar direncanakan dengan cara pemadatan (kompaksi). Dari perencanaan geometrik diketahui luas kompaksi runway sebesar 1,125,000 m 2 dan luas perkerasan runway m 2. Untuk mencapai harga CBR 10%, akan dibutuhkan volume kompaksi 1,125,000 m 2 x tebal timbunan tertentu dan volume perkerasan m 2 x 0.79 m. Untuk mencapai harga CBR 15%, akan dibutuhkan volume kompaksi 1,125,000 m 2 x tebal timbunan tertentu (lebih besar dari tebal timbunan untuk CBR 10%) dan volume perkerasan m 2 x 0.62 m. Selisih nilai CBR kode A dan B adalah 5% dengan selisih tebal perkerasan sebesar 17 cm (0.17 m). Untuk menaikkan CBR sebesar 1% diperlukan 3 lapisan pemadatan. Dengan mengasumsikan timbunan akan menggunakan tanah clay, didapat tebal satu lapisan pemadatan sebesar 5 in. (Das, 1985). Maka untuk menaikkan CBR sebesar 1% diperlukan pemadatan dengan ketebalan 15 in. Volume kompaksi untuk meningkatkan CBR sebesar 1% sama dengan 1,125,000 m 2 x m. Volume kompaksi untuk meningkatkan CBR sebesar 5% sama dengan 5 x 1,125,000 m 2 x m. Selisih volume perkerasan antara kode A dan kode B adalah 1,125,000 m 2 x 0.17 m. Dari laporan studi kelayakan Bandara Jambi didapat harga satuan untuk 1 m 3 pekerjaan kompaksi sebesar Rp. 89, dan harga satuan untuk 1 m 3 pekerjaan perkerasan lentur sebesar Rp. 1,100, Dapat diperkirakan biaya yang diperlukan untuk meningkatkan CBR sebesar 5% sama dengan 5 x 1,125,000 m 2 x m x Rp. 89, sama dengan Rp 192,238,312, Dan selisih biaya perkerasan antara kode A dan B sama dengan 1,125,000 m 2 x 0.17 m x Rp. 1,100, sama dengan Rp. 25,245,000, Dengan mempertimbangkan besarnya volume tanah dan biaya kompaksi yang akan diperlukan untuk mencapai CBR 15% dipilih kelas kuat perkerasan pada kode B (medium strength) dengan tebal perkerasan 80 cm. Tabel Hasil Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Lentur yang Dibutuhkan untuk Setiap Kelas Kuat Perkerasan Kode Kelas CBR Tebal Perkerasan A High Strength cm B Medium Strength cm C Low Strength cm Hanindita Diajeng Sunu

21 Keterangan: High Strength (CBR > 12.5) Medium Strength (8 < CBR < 12.5) Low Strength (4.5 < CBR < 8) Gambar 4. 2 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan Lentur dengan Menggunakan Kurva Desain Perkerasan Apron Struktur perkerasan pada apron direncanakan menggunakan perkerasan kaku. Perkerasan kaku yang akan digunakan adalah perkerasan kaku bersambung tanpa tulangan. Perkerasan dengan menggunakan perkerasan kaku ini didasarkan pada alasan bahwa, dalam pemakaiannya struktur perkerasan kaku akan lebih cocok untuk jalan yang sering memikul beban statis dan/atau beban horizontal. (Kosasih, 2003). Dalam perencanaan ini, beban statis yang akan bekerja terhadap struktur perkerasan berupa beban parkir pesawat. Dalam perencanaan perkerasan kaku, kekuatan beton tidak dinyatakan dalam kuat tekan (compressive strength) tapi dalam kuat tarik (flexural strength), yaitu kuat lentur tarik yang diperlukan untuk mengatasi tegangan yang diakibatkan oleh beban roda dari lalu lintas rencana; bentuk keruntuhan pada perkerasan kaku umumnya berupa retakan yang diakibatkan oleh tegangan lentur tarik berlebih. Kuat lentur beton ditentukan dengan pengujian terhadap pembebanan di tiga titik sesuai dengan ASTM C 87 terhadap benda uji berumur 28 hari. Kuat lentur tarik (MR) pada umur 28 hari dianjurkan 40 Kg/cm 2. Kekuatan tanah dasar dalam perencanaan perkerasan kaku dinyatakan dalam modulus reaksi tanah dasar (subgrade strength), k. Harga k didapat dari pengujian plate bearing di lapangan, dalam keadaan terpaksa nilai k dapat ditentukan berdasarkan nilai CBR Hanindita Diajeng Sunu

22 (Siswosubroto, 2006). Apabila kekuatan tanah dasar sangat buruk (k < 2 Kg/cm 3 ), tanah tersebut perlu diperbaiki sampai diperoleh peningkatan nilai k. Pada setiap konstruksi perkerasan kaku, lapisan pondasi bawah harus selalu ada, minimum 10 cm. Kecuali jika tanah dasar mempunyai mutu yang sama dengan material sub base. Seperti yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, kekuatan tanah dasar untuk desain struktur perkerasan kaku berdasarkan code ICAO dibagi dalam empat kategori dalam kode A, B, C, dan D (lihat Tabel 2.17). Dalam perencanaan ini, ditetapkan kriteria desain perkerasan kaku untuk BIJB adalah perkerasan kode B, yaitu kategori medium strength, dengan nilai k sebesar 80 MN/m 3. Penetapan kriteria desain perkerasan kaku apron pada kode B dimaksudkan untuk menyeragamkan kelas kuat dengan perkerasan lentur pada runway dan taxiwaynya. Metode desain struktur perkerasan kaku landasan pesawat yang digunakan adalah metoda FAA (Yoder, 1975). Metode FAA merupakan metode pendekatan desain berdasarkan pesawat desain kritis. Struktur perkerasan diperhitungkan hanya untuk memikul sejumlah repetisi beban sumbu roda ekivalen dari pesawat desain kritis tersebut selama masa layan rencana yang ditetapkan. Pengaruh dari jenis pesawat lainnya yang beroperasi terhadap kerusakan struktur perkerasan diperhitungkan dengan menggunakan faktor ekivalen repetisi beban. Untuk lalu lintas campuran, ada tiga faktor ekivalen repetisi beban, yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu: a. Faktor ekivalen konfigurasi sumbu roda (FES) b. Faktor ekivalen beban (FEB) c. Faktor repetisi beban (LRF) Kurva desain dari metode FAA untuk menentukan tebal perkerasan kaku dengan pesawat rencana B ER disajikan dalam Gambar 2.5. Data desain yang diperlukan untuk mendapatkan tebal perkerasan kaku dengan menggunakan kurva desain FAA adalah data subgrade strength, data tegangan lentur pelat beton yang akan digunakan, data beban sumbu utama pesawat, dan data keberangkatan tahunan pesawat. Perkerasan pada apron ditetapkan perkerasan kode B, yaitu perkerasan dengan kekuatan medium. Harga kekuatan tanah dasar, k, untuk kode B adalah 80 MN/m 3 atau 300 pci (ICAO, 1983). Data subgrade strength yang akan digunakan adalah nilai wakil subgrade strength untuk perkerasan kaku dengan kriteria desain kode B, yaitu sebesar 300 pci atau 80 MN/m 3. Data tegangan lentur pelat beton yang akan digunakan adalah sebesar 50 Kg/cm 2 atau 710 psi. Data keberangkatan tahunan yang digunakan adalah data keberangkatan tahunan ekivalen terhadap pesawat desain. Dari perhitungan sebelumnya, didapat keberangkatan tahunan ekivalen sebesar 3767 pesawat. Besar beban sumbu utama dari perhitungan sebelumnya didapat sebesar Kg. Perhitungan tebal perkerasan kaku untuk kode A dan B Hanindita Diajeng Sunu

23 dengan menggunakan kurva desain FAA ditampilkan dalam Gambar 4.3. Berdasarkan perhitungan tersebut, ditentukan tebal perkerasan kaku untuk apron sebesar 48 cm. Gambar 4. 3 Perhitungan Tebal Perkerasan Kaku dengan Menggunakan Kurva Desain 4.4 PERENCANAAN GEOTEKNIK Perencanaan pada bidang geoteknik meliputi: a. Interpretasi parameter tanah b. Perencanaan pengupasan (stripping) c. Perencanaan perataan (land grading) d. Perencanaan kompaksi Interpretasi Parameter Tanah Penyelidikan tanah yang telah dilakukan pada tahun 2005 tidak memberikan data yang lengkap untuk keseluruhan lapisan. Untuk perhitungan daya dukung dan konsolidasi, dilakukan interpretasi parameter tanah terhadap titik titik penyelidikan tanah di lokasi runway, taxiway, dan apron. Titik penyelidikan tanah yang dipergunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut: a. Titik penyelidikan tanah pada lokasi runway : BH 1, BH 2, BH 3, BH 4 Hanindita Diajeng Sunu

24 b. Titik penyelidikan tanah pada lokasi taxiway : BH 18 c. Titik penyelidikan tanah pada lokasi apron : BH 11 Hasil interpretasi parameter dalam bentuk profil tanah untuk setiap bore hole disajikan dalam Gambar 4.4 Gambar 4.6. Profil yang ditampilkan mengacu pada profil tanah dalam Laporan Penyelidikan Tanah. Berdasarkan profil tanah di titik BH 1, BH 2, BH 3, dan BH 4, lapisan tanah di bawah rencana runway terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: a. Lapisan 1 : lempung lanauan dengan konsistensi firm to very stiff b. Lapisan 2 : pasir berbutir halus dengan konsistensi friable to brittle c. Lapisan 2a : lanau lempungan dengan konsistensi stiff to very stiff d. Lapisan 3 : lempung lanauan dengan konsistensi very stiff Berdasarkan profil tanah di titik BH 11, lapisan tanah di bawah rencana apron terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: a. Lapisan 1 : lempung lanauan dengan konsistensi firm to very stiff b. Lapisan 2 : pasir berbutir halus dengan konsistensi friable to brittle c. Lapisan 3 : lempung lanauan dengan konsistensi very stiff Berdasarkan profil tanah di titik BH 18, lapisan tanah di bawah rencana taxiway terdiri dari dua lapisan utama, yaitu: a. Lapisan 1 : lempung lanauan dengan konsistensi firm to stiff b. Lapisan 2 : pasir berbutir halus dengan konsistensi friable to brittle Perencanaan Pengupasan Lapisan teratas tanah di lokasi konstruksi seringkali berupa lapisan organik yang berasal dari pembusukan tumbuhan. Material ini tidak tepat untuk digunakan dalam konstruksi. Penanganan terhadap lapisan organik tersebut dapat dilakukan dengan cara pengupasan. Kedalaman pengupasan umumnya berkisar antara m. Pengupasan dilakukan di runway, taxiway, dan apron. Pada lokasi runway, pengupasan dilakukan bersamaan dengan dilakukannya perataan. Dalam perencanaan ini, ditetapkan tebal kupasan seragam sebesar 0.3 m (30 cm). Tanah kupasan akan dibuang, tidak difungsikan sebagai tanah timbunan. Perhitungan volume pengupasan disajikan dalam Tabel Besar luas area yang ditampilkan merupakan hasil perhitungan area dengan menggunakan software Auto CAD. Hanindita Diajeng Sunu

25 Tabel Volume Pengupasan Runway, Taxiway dan Apron Lokasi Luas Area Tebal Pengupasan Volume Pengupasan (m 3 ) (m) (m 3 ) Runway Taxiway Apron Perencanaan Perataan Perataan (land grading) dilakukan dengan tujuan memberikan permukaan yang datar untuk mempermudah pekerjaan kompaksi di atasnya. Dalam pelaksanaan land grading, permukaan tanah akan diratakan ke elevasi yang menghasilkan volume cut sama dengan atau mendekati volume fill. Karena keterbatasan data profil tanah, land grading dilakukan hanya pada lokasi runway. Lokasi taxiway dan apron diasumsikan memiliki elevasi permukaaan yang seragam sesuai dengan elevasi bore hole terdekat. Dari hasil trial and error ketinggian perataan, dengan bantuan software AutoCAD didapat bahwa pada perataan permukaan tanah dengan elevasi sekitar 36.2 m, volume fill yang dihasilkan hampir mendekati volume cut. Untuk mempermudah pelaksanaan di lapangan dan memperhitungan adanya pengaruh susut dari tanah tanah timbunan, perataan permukaan tanah dilakukan pada elevasi 36 m. Volume land grading sepanjang lokasi runway disajikan dalam Tabel Perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lembar Lampiran. Tabel Volume Land Grading Runway Proses Volume (m 3 ) Cut Fill Fill terkoreksi (10% susut) Sisa tanah Hanindita Diajeng Sunu

26 BH 1 Stasioning : Kedalaman total : 30 m Elevasi permukaan : m Elevasi MAT : 4 m (dibawah permukaan tanah) BH 2 Stasioning : Kedalaman total : 30 m Elevasi permukaan : m Elevasi MAT : 4.30 m (dibawah permukaan tanah) N = 5 Cu = 25 kn/m 2 γ = 17 kn/m 3 qu = 50 kn/m N = 5 Cu = 25 kn/m 2 γ = 17 kn/m 3 qu = 50 kn/m a N = 27 γ = 17.5 kn/m 3 φ = 33 0 N = 25 γ = 18 kn/m 3 φ = a N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = N = 22 γ = kn/m 3 φ = N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = N = 18 Cu = 90 kn/m 2 γ = kn/m 3 qu = 180 kn/m N = 20 Cu = 100 kn/m 2 γ = kn/m 3 qu = 200 kn/m 2 (a) Gambar 4. 4 (a) Profil Tanah pada BH 1 (b) Profil Tanah pada BH 2 (b) Hanindita Diajeng Sunu

27 BH 3 Stasioning : Kedalaman total : 30 m Elevasi permukaan : m Elevasi MAT : 4.30 m (dibawah permukaan tanah) BH 4 Stasioning : Kedalaman total : 30 m Elevasi permukaan : m Elevasi MAT : 6 m (dibawah permukaan tanah) N = 5 Cu = 25 kn/m 2 γ = 17 kn/m 3 qu = 50 kn/m N = 9 Cu = 45 kn/m 2 γ = 16.5 kn/m 3 qu = 90 kn/m N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = a N = 28 γ = kn/m 3 φ = N = 20 γ = 15.5 kn/m 3 φ = N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = a N = 20 γ = kn/m 3 φ = N = 16 Cu = 80 kn/m 2 γ = 16 kn/m 3 qu = 160 kn/m N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = N = 25 Cu = 125 kn/m 2 γ = 20 kn/m 3 qu = 250 kn/m 2 (c) Gambar 4. 5 (c) Profil Tanah pada BH-3 (d) Profil Tanah pada BH-4 (d) Hanindita Diajeng Sunu

28 BH 11 Kedalaman total : 25 m Elevasi permukaan : m Elevasi MAT : 4 m (dibawah permukaan tanah) BH 18 Kedalaman total : 20 m Elevasi permukaan : m Elevasi MAT : 1.3 m (dibawah permukaan tanah) N = 7 Cu = 35 kn/m 2 γ = 17 kn/m 3 qu = 70 kn/m N = 7 Cu = 35 kn/m 2 γ = 18 kn/m 3 qu = 70 kn/m N = 45 γ = 19.5 kn/m 3 φ = N = 50 γ = 22 kn/m 3 φ = N = 20 Cu = 100 kn/m 2 γ = kn/m 3 qu = 200 kn/m 2 (e) (f) Gambar 4. 6 (e) Profil Tanah pada BH 11 (f) Profil Tanah pada BH Perencanaan Kompaksi Tanah pada lokasi konstruksi tidak selalu mampu menahan beban dari struktur yang akan dibangun diatasnya. Tanah dalam kategori very loose memiliki kemungkinan akan mengalami penurunan elastik yang besar. Selain itu, tanah kedalaman awal biasanya berupa lapisan soft saturated clay (Das, 1998). Tebal lapisan clay dan besar beban rencana struktur akan mempengaruhi besar konsolidasi yang akan terjadi. Untuk kedua contoh kondisi di atas, diperlukan perlakuan khusus untuk membuat tanah lebih padat agar daya dukung tanah meningkat. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan daya dukung tanah adalah kompaksi. Kompaksi adalah proses menaikkan berat jenis tanah dengan cara mendesak tanah dengan energi mekanis agar partikel solid pada tanah lebih memadat dan menjadi kompak serta mengurangi partikel udara yang mengisi rongga pada massa tanah. Hanindita Diajeng Sunu

29 Pekerjaan kompaksi dalam perencanaan aspek geoteknik runway, taxiway, dan apron BIJB ini dimaksudkan untuk menaikkan daya dukung tanah agar dapat menahan beban yang diakibatkan oleh perkerasan dan lalu lintas pesawat di atasnya. Sesuai dengan kriteria desain yang telah ditetapkan dalam pekerjaan perkerasan, parameter pekerjaan kompaksi adalah sebagai berikut: a. Kekuatan tanah dasar area runway mencapai CBR 10%. b. Kekuatan tanah dasar area taxiway mencapai CBR 10%. c. Kekuatan tanah dasar area apron mencapai k 300 MN/m 3 Survey penyelidikan tanah yang dilakukan pada tahun 2005 memberikan nilai CBR yang telah ditampilkan pada Tabel Kompaksi dilakukan bertahap dengan ketebalan tertentu sampai mencapai ketebalan yang sesuai. Tebal lapisan tanah kompaksi adalah tebal antara elevasi tanah dasar yang telah diratakan dan elevasi perkerasan bagian bawah. Tebal lapisan tanah kompaksi dipengaruhi oleh dua hal, yaitu daya dukung lapisan tanah di bawah lapisan kompaksi dan besar konsolidasi yang terjadi di lapisan tanah clay di bawah lapisan kompaksi. Semakin besar tebal lapisan tanah kompaksi, semakin besar pula daya dukung yang harus dimiliki oleh lapisan tanah di bawah lapisan kompaksi tersebut. Dan dengan bergantung pada besar daya dukung tersebut, semakin besar tebal lapisan tanah kompaksi, konsolidasi yang terjadi akan semakin besar. Sementara itu, sesuai dengan perencanaan geometrik yang telah dilakukan, elevasi sumbu runway, taxiway, dan apron adalah seragam, yaitu pada elevasi m. Maka dengan memperhitungkan konsolidasi yang akan terjadi, elevasi sumbu runway, taxiway, dan apron harus dinaikkan setinggi konsolidasi yang akan terjadi agar elevasi setelah konsolidasi selesai sesuai dengan elevasi awal yang telah ditentukan. Tanah yang akan digunakan untuk pekerjaan kompaksi adalah cohesive soils (clay). Untuk cohesive (clay) fills, pemadatan dengan sheepsfoot roller akan memberikan hasil yang baik. Untuk memenuhi persyaratan 95% uji Proctor Standar dalam Tabel 2.21, diketahui bahwa tebal lapisan kompaksi alat sheepsfoot roller untuk adalah 6 in (15.24 cm) dengan jumlah lintasan untuk setiap pelapisan sebanyak 4 6 lintasan. Perhitungan besar penurunan konsolidasi dilakukan terhadap lapisan tanah lempung di bawah lapisan tanah kompaksi. Tanah lempung di lokasi rencana runway, taxiway, dan apron diasumsikan normally consolidated. Besar penurunan akibat konsolidasi, sc, untuk lempung normally consolidated akan ditentukan sesuai persamaan 2.12 sebagai berikut: S c Cc H c p0 + Δp = log 1 + e p 0 0 av Hanindita Diajeng Sunu

TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT

TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA INTERNASIONAL JAWA BARAT Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana teknik S1 Program Studi Teknik Sipil Disusun Oleh: Hanindita

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 DASAR TEORI PERENCANAAN GEOMETRIK Kapasitas bandar udara adalah jumlah pergerakan pesawat yang bisa dilayani oleh suatu bandar udara dalam suatu rentang waktu tertentu dengan tundaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Dalam diagram alir, proses perencanaan geometrik akan dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1.

BAB III METODOLOGI. Dalam diagram alir, proses perencanaan geometrik akan dilakukan seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.1. BAB III METODOLOGI 3.1 PERENCANAAN GEOMETRIK Urutan langkah pekerjaan dalam perencanaan geometrik adalah: 1. Penentuan arah orientasi runway, yaitu: a. Review arah dan kecepatan angin b. Pembuatan wind

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Runway digunakan untuk kegiatan mendarat dan tinggal landas pesawat terbang. Panjang runway utama ditentukan oleh pesawat yang memiliki maximum take off weight terbesar

Lebih terperinci

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance

Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA Take Off Distance Pelabuhan Udara Gibraltar Airport Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T. Desain Fasilitas Sisi Udara Sistem Bandar Udara ARFL dan ARC Runway Koreksi Panjang Runway Windrose Runway Strip RESA LDA, TORA, ASDA, TODA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun

PENDAHULUAN Perkembangan teknologi di bidang transportasi semakin berkembang. Hal ini dikarenakan banyaknya aktivitas masyarakat dalam melakukan hubun PERENCANAAN RUNWAY, TAXIWAY DAN APRON UNTUK PESAWAT TIPE B 737-900 ER PADA BANDARA SULTAN BABULLAH TERNATE 1 Herckia Pratama Daniel 2 Jennie Kusumaningrum, ST., MT. Email : 1 herckia_pratama.d@studentsite.gunadarma.ac.id

Lebih terperinci

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya

Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya Perencanaan Sisi Udara Pengembangan Bandara Internasional Juanda Surabaya oleh : Yoanita Eka Rahayu 3112040611 LATAR BELAKANG Saat ini masyarakat cenderung menginginkan sarana transportasi yang cepat dan

Lebih terperinci

Physical Characteristics of Aerodromes

Physical Characteristics of Aerodromes Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Physical Characteristics of Aerodromes Nursyamsu Hidayat, Ph.D. 2 Aerodrome Reference Code Digunakan oleh ICAO untuk membaca hubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sandhyavitri (2005), bandar udara dibagi menjadi dua bagian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Bandar udara adalah area yang dipergunakan untuk kegiatan take-off dan landing pesawat udara dengan bangunan tempat penumpang menunggu (Horonjeff R, 1975). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Provinsi Jawa Barat (Jabar), dengan wilayah daratan seluas 3.709.528,44 Ha dan jumlah penduduk 35,72 juta jiwa (Sensus Penduduk 2000) memiliki potensi sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Spesifikasi Bandara Radin Inten II Bandar Udara Radin Inten II adalah bandara berkelas umum yang penerbangannya hanya domestik. Bandara ini terletak di kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konfigurasi Bandar Udara 2.1.1 Definisi Menurut peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/161/IX/2003, Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara

BAB III LANDASAN TEORI. A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara 15 BAB III LANDASAN TEORI A. Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landasan pacu pada Bandar Udara Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara dengan nomor SKEP/161/IX/03 tanggal 3 September

Lebih terperinci

6.4. Runway End Safety Area (RESA)

6.4. Runway End Safety Area (RESA) b. Dalam jarak 60 m dari garis tengah precision approach runway kategori I, dengan nomor kode 3 atau 4; atau c. Dalam jarak 45 m dari garis tengah dari sebuah precision approach runway kategori I, dengan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Bab 1 Pendahuluan

Pendahuluan. Bab 1 Pendahuluan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Provinsi Jawa Barat (Jabar), dengan wilayah daratan seluas 3,709,528.44 Ha dan jumlah penduduk 35.72 juta jiwa (Sensus Penduduk 2000) memiliki potensi sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Bandar Udara Radin Inten II terletak di Jl. Alamsyah Ratu Prawiranegara Branti Raya, Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Tepatnya berada

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA PERKERASAN Struktur yang terdiri dari satu lapisan atau lebih dari bahan 2 yang diproses Perkerasan dibedakan menjadi : Perkerasan lentur Campuran beraspal

Lebih terperinci

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA

Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bagian 4 P ERENCANAAN P ANJANG L ANDAS P ACU DAN G EOMETRIK LANDING AREA Bab 4 Perencanaan Panjang Landas Pacu dan Geometrik Landing Area 4-2 Tujuan Perkuliahan Materi Bagian 4 Tujuan Instruksional Umum

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta. Perbandingan antara Pendekatan Desain Struktur Perkerasan Kaku berdasarkan Lalu Lintas Pesawat Udara Campuran dan Pesawat Udara Desain Kritis Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Metode desain struktur perkerasan

Lebih terperinci

Perencanaan Bandar Udara

Perencanaan Bandar Udara Perencanaan Bandar Udara Perkerasan Rigid Page 1 Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal

Lebih terperinci

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA

BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 57 BAB V ANALISA KEBUTUHAN RUANG BANDARA PADA TAHUN RENCANA 5.1. TINJAUAN UMUM Pada bab sebelumnya telah dibahas evaluasi dan analisis kondisi eksisting Bandara Babullah sesuai dengan tipe pesawat yang

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC )

Dosen Pembimbing. Mahasiswa. Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD. Sheellfia Juni Permana TUGAS AKHIR ( RC ) TUGAS AKHIR ( RC09 1380 ) Dosen Pembimbing Ir. Hera Widyastuti, MT. PhD Mahasiswa Sheellfia Juni Permana 3110 106 036 JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM

Bandar Udara. Eddi Wahyudi, ST,MM Bandar Udara Eddi Wahyudi, ST,MM PENGERTIAN Bandar udara atau bandara merupakan sebuah fasilitas tempat pesawat terbang dapat lepas landas dan mendarat. Bandara yang paling sederhana minimal memiliki sebuah

Lebih terperinci

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana:

Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari. persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan pesawat rencana: BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. ANALISA PANJANG LANDASAN Perhitungan panjang landasan menurut petunjuk dari advisory circular AC: 150/ 5325-4A dated 1/ 29/ 90, persyaratan yang ditetapkan FAA, dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut :

BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS. dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut : BAB IV PENGOLAHAN DATA &ANALISIS 4.1 Hasil Perencanaan Program COMFAA 3.0 Data sekunder yang merupakan hasil perhitungan tebal perkerasana kaku dengan menggunakan Program COMFAA 3.0 adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Dengan Cara Manual Data yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan metode FAA cara manual adalah sebagai berikut: 1. Nilai CBR Subbase : 20% 2. Nilai CBR

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tanah Bahan Timbunan 1. Berat Jenis Partikel Tanah (Gs) Pengujian Berat Jenis Partikel Tanah Gs (Spesific Gravity) dari tanah bahan timbunan hasilnya disajikan dalam

Lebih terperinci

4.1 Landasan pacu (runway)

4.1 Landasan pacu (runway) BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Landasan pacu (runway) Bandar Udara Internasional Kualanamu (IATA: KNO, ICAO: WIMM) adalah sebuah bandar udara internasional yang melayani kota Medan dan sekitarnya.

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Das, B.M Principles of Geotechnical Engineering. PWS Kent. Boston.

DAFTAR PUSTAKA. Das, B.M Principles of Geotechnical Engineering. PWS Kent. Boston. DAFTAR PUSTAKA Das, B.M. 1985. Principles of Geotechnical Engineering. PWS Kent. Boston. Das, B.M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip prinsip Rekayasa Geoteknis), Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta. Horonjeff,

Lebih terperinci

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan.

Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3. SIMBOL DAN SINGKATAN 3.1 AC Singkatan dari Advisory Circular, merupakan suatu standar dari federasi penerbangan Amerika (FAA) yang mengatur mengenai penerbangan. 3.2 ACN Singkatan dari Aircraft Classification

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN

PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN PERTEMUAN KE - 1 PENGENALAN 1. Tujuan Perencanaan Sistem Bandara (Airport System), adalah : a. Untuk memenuhi kebutuhan penerbangan masa kini dan mendatang dalam mengembangkan pola pertumbuhan wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1

PERENCANAAN BANDAR UDARA. Page 1 PERENCANAAN BANDAR UDARA Page 1 SISTEM PENERBANGAN Page 2 Sistem bandar udara terbagi menjadi dua yaitu land side dan air side. Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung

Lebih terperinci

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI

ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI ANALISIS PENINGKATAN LANDASAN PACU (RUNWAY) BANDAR UDARA PINANG KAMPAI-DUMAI Irvan Ramadhan, ST Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Dumai Muhammad Idham, ST, M.Sc Anton Budi Dharma,

Lebih terperinci

BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS

BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS 33 BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS IV.1 Presentasi Data Data yang dipresentasikan berikut ini merupakan data yang diperoleh dari Bandar Udara Juanda, Surabaya, selama tahun 2003. Data ini digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Bandar Udara 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar Udara Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Tahun 2010 Tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Bandar Udara adalah kawasan di daratan atau perairan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Bandar Udara Menurut PP RI No.70 Tahun 2001 tentang Kebandar udaraan, Pasal 1 Ayat 1, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN

PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN LANDAS PACU BANDAR UDARA SYAMSUDIN NOOR BANJARMASIN Yasruddin Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin ABSTRAK Bandar Udara

Lebih terperinci

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang

( LAPANGAN TERBANG ) : Perencanaan Lapangan Terbang LESSON - 3 ( LAPANGAN TERBANG ) Materi : Perencanaan Lapangan Terbang Buku Referensi : Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara, Jilid 1 dan 2, Horonjeff, R. & McKelvey, FX. Merancang, Merencana Lapangan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG DAN MANAJEMEN KONSTRUKSI TAXIWAY DI BANDARA ADI SUTJIPTO YOGYAKARTA PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta Disusun oleh : Nur Ayu Diana

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk kemudian diolah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian, untuk

Lebih terperinci

Variabel-variabel Pesawat

Variabel-variabel Pesawat Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University Impact of Aircraft Characteristics on Airport Design Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Variabel-variabel Pesawat Berat (weight) diperlukan

Lebih terperinci

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian BAB III PROGRAM DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1 Program Penelitian Program penelitian diawali dengan studi pustaka tentang teori dasar struktur perkerasan kaku berdasarkan metoda ICAO. Sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY DAN TAXIWAY BANDARA KUALA NAMU, DELI SERDANG SUMATRA UTARA. DISUSUN OLEH : Aditya Imam Dwi Prastyo ( )

TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY DAN TAXIWAY BANDARA KUALA NAMU, DELI SERDANG SUMATRA UTARA. DISUSUN OLEH : Aditya Imam Dwi Prastyo ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN RUNWAY DAN TAXIWAY BANDARA KUALA NAMU, DELI SERDANG SUMATRA UTARA DISUSUN OLEH : Aditya Imam Dwi Prastyo (3104 100 019) DOSEN PEMBIMBING : Ir Hera Widyastuti, MT Istiar, ST., MT

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS

ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS ANALISIS TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN PADA BANDAR UDARA NUSAWIRU CIJULANG KABUPATEN CIAMIS Oleh:Dedi Sutrisna, Drs., M.Si. Abstrak Bandar Udara Nusawiru merupakan bandara kelas perintis yang terletak di pantai

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG

BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG BAB II FAKTOR FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PERENCANAAN PERKERASAN PADA LAPANGAN TERBANG Horonjeff (1993:146) dalam buku perencanaan dan perancangan bandar udara perencanaan suatu bandar udara adalah

Lebih terperinci

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1) Arie Fibryanto 2) Abstrak Desain struktur perkerasan kaku yang

Lebih terperinci

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Kosasih, Vol. 12 No. Fibryanto. 1 Januari 2005 urnal TEKNIK SIPIL Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih

Lebih terperinci

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1) Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1) Abstrak Metoda ACN dan PCN yang diusulkan oleh ICAO (1983) merupakan metoda evaluasi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Perencanaan Bandara Udara Sistem bandar udara terdiri dari dua bagian yaitu sistem sisi udara (air side) dan sistem sisi darat (land side). Sistem air side suatu bandar udara

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN

Lebih terperinci

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 Bab 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi Kasus Obyek studi kasus untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah Perencanaan Jalan Tol Kertosono Mojokerto, Surabaya yang berada pada provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PA U PESAW PESA AT A T TER

PA U PESAW PESA AT A T TER PERENCANAAN PANJANG LANDAS PACU PESAWAT TERBANG Didalam merencanakan panjang landas pacu, dipakai suatu standar yang disebut Aeroplane Reference Field Length (ARFL) Menurut ICAO (International Civil Aviation

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II

ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II ANALISIS TEBAL DAN PERPANJANGAN LANDASAN PACU PADA BANDAR UDARA INTERNASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II Hastha Yuda Pratama Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sriwijaya (Jl. Raya Prabumulih KM 3 Indralaya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandar Udara dan Sistem Lapangan Terbang... Bandar udara Menurut PP RI NO 70 Tahun 00 Tentang Kebandarudaraan Pasal Ayat, bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu PENDAHULUAN BAB I I.1 Latar Belakang Transportasi adalah usaha untuk memindahkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain dalam aktivitas sehari hari dengan menggunakan alat trasportasi. Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN BAB IV HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan pengujian terhadap tanah yang diambil dari proyek jalan tambang Kota Berau Kalimantan Timur, maka pada bab ini akan diuraikan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda

BAB I PENDAHULUAN. strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang letaknya sangat strategis sehingga memiliki pengaruh positif dalam berbagai bidang. Moda transportasi udara saat ini

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA RENDANI DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA RENDANI DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA RENDANI DI KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT Hanna Tumbelaka Freddy Jansen, Lintong Elisabeth Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan

parameter, yaitu: tebal /(bidang kontak)^ dan CBR/tekanan roda, serta memisahkan BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Metode Perancangan CBR (California Bearing Ratio) Metode CBR pertama kali dikembangkan oleh California Division of Highways, 1928. metode CBR kemudian dipakai oleh Corp of Engineers,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jalan 2.1.1 Istilah Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut : 1. Jalan adalah prasarana

Lebih terperinci

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda

Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda Perbandingan Metode Perencanaan Perkerasan Kaku Pada Apron Dengan Metode FAA, PCA dan LCN Dari Segi Daya Dukung: Studi Kasus Bandara Juanda Redy Triwibowo, Ervina Ahyudanari dan Endah Wahyuni Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Adapun beberapa tinjauan pustaka yang berkenaan dengan Analisis Desain Geometrik Bandar Udara Husein Sastranegara dengan menggunakan Perangkat

Lebih terperinci

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI

DAFTAR lsi. ii DAFTAR lsi. iv DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii ISTILAH - ISTILAH. ix NOTASI- NOTASI DAFTAR lsi LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN INTISARI KATA PENGANTAR ii DAFTAR lsi iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii ISTILAH - ISTILAH ix NOTASI- NOTASI xi BAB I PENDAHULUAN 1 1.1

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA TAMBOLAKA SUMBA BARAT Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Serjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : PAULUS NDAPAMERANG NPM :

Lebih terperinci

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK Proses disain struktur perkerasan kaku landasan pesawat udara umumnya masih

Lebih terperinci

Pemadatan Tanah (Compaction) dan CBR (California Bearing Ratio) DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

Pemadatan Tanah (Compaction) dan CBR (California Bearing Ratio) DR. Ir. Imam Aschuri, MSc Pemadatan Tanah (Compaction) dan CBR (California Bearing Ratio) DR. Ir. Imam Aschuri, MSc 1 Definisi pemadatan (compaction) Proses menaikkan berat jenis tanah dengan energi mekanis agar partikel solid

Lebih terperinci

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit

Gambar : Marka taxiway pavement-strength limit Gambar 8.6-24: Marka taxiway pavement-strength limit Marka tepi taxiway utama atau apron terkait, atau marka runway side stripe, harus terpotong di sepanjang lebar jalan masuk taxiway berkekuatan rendah.

Lebih terperinci

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380)

Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380) Analisa Kekuatan Perkerasan Runway, Taxiway, dan Apron (Studi Kasus Bandar Udara Soekarno Hatta dengan Pesawat Airbus A-380) Rindu Twidi Bethary Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM

STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM STUDI PENGEMBANGAN BANDAR UDARA HANG NADIM BATAM Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : AGUSTINUS BUDI SULISTYO NPM :

Lebih terperinci

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA

ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA ANALISA PENGGUNAAN TANAH KERIKIL TERHADAP PENINGKATAN DAYA DUKUNG TANAH UNTUK LAPISAN KONSTRUKSI PERKERASAN JALAN RAYA Nurnilam Oemiati Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB V ANALISIS DAN PERANCANGAN 5.1. Kondisi Eksisting Bandar udara Domine Eduard Osok adalah bandar udara terbesar di daerah Semenanjung Kepala Burung Pulau Papua. Bandara ini dibangun pada tahun 2002

Lebih terperinci

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20

2.3 Dasar - Dasar Perancangan Tebal Lapis Keras Lentur Kapasitas Lalulintas Udara 20 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR NOTASI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI i m v vii ^ x ^ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan Analisis 5 1.3 Batasan Masalah 5

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan pada Bandar Udara Husein Sastranegara terletak Jalan Pajajaran No.156 Bandung, Propinsi Jawa Barat. Bandara ini berada di

Lebih terperinci

Selain digunakan untuk operasional penerbangan

Selain digunakan untuk operasional penerbangan BAB III BANDAR UDARA ADISUCIPTO 3.1. KONDISI BANDAR UDARA 3.1.1. Lokasi Bandar Udara Bandar udara Adisucipto terletak sekitar 8 km arah timur kota Yogyakarta dengan koordinat geografis 07 47'S - 110 26'

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Annex 14 dari ICAO (International Civil Aviation BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat penumpang menunggu.

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam Bab ini penulis akan membahas hasil pengujian yang telah dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Universitas Mercu Buana. Pengujian yang dilakukan di laboratorium

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1.Tanah Lempung Tanah Lempung merupakan jenis tanah berbutir halus. Menurut Terzaghi (1987) tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub mikrokopis

Lebih terperinci

ICAO (International Civil Aviation Organization)

ICAO (International Civil Aviation Organization) BAB II TINJAUAN PUSTAKA Untuk menganalisis daerah pendaratan pada bandar udara Adisucipto menggunakan peraturan yang telah ditetapkan oleh ICAO maupun FAA ICAO (International Civil Aviation Organization)

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN)

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN) Jurnal Sipil Statik Vol.1 No.4, Maret 2013 (270275) ISSN: 23376732 PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA (STUDI KASUS: BANDAR UDARA SEPINGGAN BALIKPAPAN) Felicia Geiby Dondokambey A. L. E. Rumayar, M.

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti. Abstract

PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti. Abstract PENGARUH LINGKUNGAN LAPANGAN TERBANG PADA PERENCANAAN PANJANG LANDASAN DENGAN STANDAR A.R.F.L. Oleh : Dwi Sri Wiyanti Abstract In planning a new airport or developing an airport to an internasional airport,

Lebih terperinci

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT

ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT ANALISIS TEBAL PERKERASAN APRON PADA BANDAR UDARA SENTANI BERBASIS JUMLAH DAN TIPE PESAWAT Pembimbing I Prof. Ir. Sakti Adji Adjisasmita, Msi, M.Eng.Sc,Ph.D Staf Pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (Pavement Design) Menggunakan CBR Dosen : Runi Asmaranto (runi_asmaranto@ub.ac.id) Secara umum perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat, yaitu : (a) Secara

Lebih terperinci

EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK

EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA ABSTRAK EVALUASI TEBAL PERKERASAN LANDAS PACU DAN PANJANG LANDAS PACU PADA BANDARA HUSEIN SASTRANEGARA Tedy Prima NRP: 1221031 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Bandara Husein Sastranegara merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting

BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan runway baru yang lokasinya paralel runway eksisting BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akibat kondisi kegiatan take - off dan landing pesawat yang begitu padat pada jam - jam sibuk, maka pengelola bandara perlu mempertimbangkan pengembangan fasilitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Material Uji Model Pengujian karakteristik fisik dan mekanis tanah dilakukan untuk mengklasifikasi jenis tanah yang digunakan pada penelitian. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali,

BAB 1 PENDAHULUAN. laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana transportasi baik darat, laut, maupun udara perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan untuk menjangkau, menggali, serta

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KUABANG KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KUABANG KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERENCANAAN PENGEMBANGAN BANDAR UDARA KUABANG KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA Jimmy Regel F. Jansen, M. R. E. Manoppo, L. J. Undap Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK

Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A ABSTRAK Desain Bandara Binaka Nias Untuk Pesawat Airbus 300A Mart Peran Putra Zebua NRP : 0721038 Pembimbing: Tan Lie Ing, S.T., M.T. ABSTRAK Pulau Nias adalah salah satu daerah yang sekarang sedang berkembang,

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA

ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR PERKERASAN RUNWAY, TAXIWAY, DAN APRON BANDARA SULTAN SYARIF KASIM II MENGGUNAKAN METODE FAA Brian Charles S 1, Sri Djuniati 2, Ari Sandhyavitri 2 1) Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam suatu bandar udara terdapat komponen komponen infrastruktur yang mendukung berjalannya transportasi udara diantaranya runway, taxiway, apron, hangar, terminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan juga merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Kota dengan julukan Kota Lumpia ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota

BAB I PENDAHULUAN. Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Bandara Internasional Minangkabau yang terletak 23 km dari pusat Kota Padang, yang menempati lahan seluas ± 427 hektare merupakan pintu gerbang utama Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pemeriksaan Sampel Tanah Asli Pengujian sampel tanah asli di laboratorium didapatkan hasil : 1. Hasil Pengujian Kadar Air (ω) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (Airport) berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar udara (Airport) merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara (Airport) berfungsi

Lebih terperinci

Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya

Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 Perencanaan Pengembangan Apron Bandar Udara Internasional Juanda Surabaya Rifdia Arisandi, dan Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012

JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Rifdia Arisandi 3108100072 Dosen Pembimbing Ir. Hera Widiyastuti, MT., Ph.D JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 Peningkatan kebutuhan

Lebih terperinci

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara

WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara WARTA ARDHIA Jurnal Perhubungan Udara Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Berdasarkan Nilai CBR (California Bearing Ratio) dan ESWL (Equivalent Single Wheel Load) Pesawat Rencana Pada Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci