PERILAKU MEKANIK SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI DENGAN SISTEM INJEKSI FILLER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERILAKU MEKANIK SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI DENGAN SISTEM INJEKSI FILLER"

Transkripsi

1 Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) 2011, 20 Desember 2011, ISSN PERILAKU MEKANIK SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI DENGAN SISTEM INJEKSI FILLER Hendrik Wijaya 1, Wiryanto Dewobroto 2 1 Mahasiswa Magister Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, hendrik_w86@yahoo.com 2 Lektor Kepala Jurusan Teknik Sipil Universitas Pelita Harapan, wir@uph.edu ABSTRAK Sambungan yang tidak mengalami slip (mekanisme slip kritis) merupakan hal yang penting pada struktur jembatan, karena bila slip terjadi, sifat beban reversal akan menyebabkan fatigue pada sambungan sehingga berdampak pada kegagalan struktur. Slip adalah fenomena pergerakan pelat pada celah (ruang kosong) / gap antara baut dengan sisi tebal lubang pelat, ini dapat terjadi karena diameter lubang pada pelat lebih besar dibandingkan diameter baut itu sendiri. Walaupun desain yang dilakukan telah berdasarkan mekanisme slip kritis (gaya aksi berada di bawah tahanan slip), seiring dengan berjalannya waktu dan peningkatan aktifitas, beban berlebih dapat terjadi pada jembatan. Hal ini dapat mengakibatkan beban aksi melebihi tahanan slip sehingga mekanisme berpindah menjadi mekanisme tumpu. Walaupun mekanisme tumpu memiliki kuat yang lebih tinggi dari beban yang ada, beban reversal jembatan menyebabkan baut menumpu sisi lubang pelat secara bolak balik pada kedua sisi lubang secara berulang-ulang. Kondisi yang berulang ini menyebabkan sambungan mengalami fatigue dan berakibat pada kegagalan jembatan. Oleh karena itu slip pada sambungan struktur jembatan harus dihindari.jika celah (ruang kosong) yang ada dihilangkan tanpa mengganggu toleransi pelaksanaan (lubang baut tetap lebih besar daripada diameter baut) misalnya dengan cara mengisi celah tersebut dengan filler (setelah proses ereksi) berupa material cair (memudahkan pengisian) yang kemudian mengeras menjadi material mutu tinggi, maka ruang kosong sebagai prasarana gerakan baut seperti pada saat slip dapat terhindari. Dengan adanya filler di atas, slip tidak akan terjadi. Pada saat beban yang ada melebihi tahanan slip,maka tumpu antara baut dengan dengan filler langsung bekerja sehingga sambungan bebas slip dapat tercapai. Kata kunci: sambungan baut, slip, slip kritis, celah, filler 1. PENDAHULUAN Struktur jembatan memiliki sifat pembebanan yang berbeda dengan struktur gedung pada umumnya. Beban bergerak pada jembatan rangka baja mengakibatkan beban reversal (bolak balik) pada setiap member rangka jembatan. Adanya beban reversal yang mengakibatkan fatigue tersebut mengharuskan sambungan tipe slip kritis digunakan pada struktur jembatan (AASHTO 2005). Mekanisme slip kritis hanya dapat dicapai dengan memberikan gaya pretensioning pada baut sedemikian rupa hingga terjadi friksi pada bidang kontak efektif pelat-pelat sejajar gaya. Pada proses pengalihan gaya, mekanisme slip kritis terjadi lebih dahulu. Apabila gaya yang terjadi melampaui tahanan slip sambungan maka slip akan terjadi sehingga pengalihan gaya berpindah menjadi mekanisme tumpu. Slip adalah fenomena pergerakan pelat pada celah (ruang kosong) / gap antara baut dengan sisi tebal lubang pelat, ini dapat terjadi karena diameter lubang pada pelat lebih besar dengan diameter baut itu sendiri. Mekanisme slip kritis menjadi pilihan utama dalam perencanaan sambungan struktur jembatan. Dengan mendesain kondisi gaya berada di bawah tahanan slip maka struktur jembatan dapat memiliki sambungan tidak mengalami slip. S - 70

2 Walaupun desain yang dilakukan telah berdasarkan mekanisme slip kritis (gaya aksi berada di bawah tahanan slip), seiring dengan berjalannya waktu dan peningkatan aktifitas, beban berlebih dapat terjadi pada jembatan. Hal ini dapat mengakibatkan beban aksi melebihi tahanan slip sehingga mekanisme berpindah menjadi mekanisme tumpu. Walaupun mekanisme tumpu memiliki kuat yang lebih tinggi dari beban yang ada, beban reversal jembatan menyebabkan baut menumpu sisi lubang pelat secara bolak balik pada kedua sisi lubang secara berulang-ulang. Kondisi yang berulang ini menyebabkan sambungan mengalami fatigue dan berakibat pada kegagalan jembatan. Oleh karena itu slip pada sambungan struktur jembatan harus dihindari. pelat baja baut celah / gap Δ Δ a.) Tidak Mengalami Slip pelat baja Δ baut celah / gap tumpu baut - pelat 2Δ 2Δ pelat baja b.1) Pasca Slip 1 tumpu baut - pelat baut celah / gap 2Δ b.1) Pasca Slip 2 b.) Slip Akibat Beban Bolak Balik Gambar 1. Pengaruh Beban Reversal pada Mekanisme Tumpu (Wijaya 2011) Gambar 1.a menunjukan konfigurasi baut-pelat pada saat belum dibebani dimana kondisi ideal celah sebesar Δ pada kedua sisi baut. Setelah diberikan gaya hingga terjadi slip yang menyebabkan pelat bergerak ke arah kiri, maka celah sebelah kiri bertambah besar menjadi 2Δsedangkan celah sebelah kanan menjadi kontak antar baut dengan pelat (Gambar 1.b1). Adanya beban reversal menyebabkan pelat mengalami pergerakan ke arah kanan (Gambar 1.b2) sehingga celah 2Δyang semula di sebelah kiri menjadi tumpu antar baut dan pelat, dan pada sebelah kanan terdapat celah menjadi sebesar 2Δ. S - 71

3 Berdasarkan Gambar 1 di atas dapat diketahui bahwa adanya celah ini menjadi masalah yang dapat menyebabkan terjadinya slip. Ukuran lubang baut yang lebih besar dari diameter baut ini tidak dapat dihindari karena perlunya toleransi dan kemudahan pada saat pemasangan baut. Jika saja celah yang ada dapat dihilangkan setelah proses pelaksanaan / ereksi, maka slip tidak akan terjadi sehingga fatigue akibat slip tidak terjadi dan terhindar dari kegagalan struktur. Jika celah yang ada dihilangkan tanpa mengganggu toleransi pelaksanaan (lubang baut tetap lebih besar daripada diameter baut) misalnya dengan cara mengisi celah tersebut dengan filler (setelah proses ereksi) berupa material cair (memudahkan pengisian) yang kemudian mengeras menjadi material mutu tinggi, maka ruang kosong sebagai prasarana gerakan baut seperti pada saat slip dapat terhindari. Dengan adanya filler di atas, diduga slip tidak akan terjadi. Pada saat beban yang ada melebihi tahanan slip,maka tumpu antara baut dengan dengan filler langsung bekerja sehingga sambungan bebas slip dapat tercapai. 2. TINJAUAN PUSTAKA AISC 2010 menyatakan bahwa mekanisme pengalihan gaya-gaya pada sambungan baut tipe geser ditentukan oleh: 1. mekanisme tumpu pelat tegak lurus arah gaya sambungan; 2. mekanisme friksi (slip kritis) antar pelat sejajar arah sambungan, yaitu jika ada gaya pretensioning yang mencukupi pada baut mutu tinggi. Mekanisme tumpu dan mekanisme friksi mempunyai formulasi yang berbeda. Mekanisme tumpu ditentukan oleh parameter diameter baut dan tebal pelat profil, sedangkan mekanisme friksi ditentukan oleh parameter koefisien slip dan gaya pretensioning pada baut mutu tinggi. Keduanya juga mempunyai sifat yang berbeda, mekanisme tumpu memberikan sifat daktail, sedangkan mekanisme friksi memberikan sifat yang non-daktail. Pada mekanisme tumpu, kekuatan sambungan akan ditentukan oleh tebal pelat, dan diameter baut. Sehubungan dengan ketebalan profil baja hot-rolled yang mencukupi, umumnya keruntuhan pada sambungan terjadi pada baut yang mengalami geser (keruntuhan / kegagalan pada baut). Artinya baut telah digunakan secara optimal (efisien). gaya aksi bidang kontak tebal pelat geser pada baut slip/deformasi tegangan tumpu pada bidang kontak antara pelat dan baut gaya reaksi baut mutu tinggi Gambar 2.Mekanisme Tumpu Pada Sambungan (Dewobroto 2009) Mekanisme friksi (slip kritis) dapat bekerja apabila ada gaya pretensioning yang mencukupi pada saat pengencangan baut. Bidang friksi (plane of friction) pada Gambar 3. adalah bidang permukaan pada pelat-pelat sambung yang saling melekat erat karena gaya clamping dari pretensioning pada baut sehingga menghasilkan tekanan tegak lurus permukaan yang saling berlawanan dan seimbang. Hubungan kedua pelat sambungan tersebut menghasilkan tahanan friksi yang merupakan sumber kekuatan mekanisme friksi. S - 72

4 bidang kontak efektif gaya aksi gaya reaksi tahanan friksi gaya clamping dari pretensioning baut mutu tinggi Gambar 3. Mekanisme Friksi Padaa Sambungan (Dewobroto 2009) Pada mulanyaa mekanismee friksi (slip kritis) yang dihasilkan dari tahanan friksi antar pelat bekerja dalam menahan gaya beban yang ada. Mekanisme ini bekerja hingga suatu batasan dimana gayaa beban lebih besar dari tahanan friksii yang ada hingga sambungan mengalami slip dan terjadi kontak antaraa baut dengan tebal pelat yang merupakan dimulainya mekanisme tumpu bekerja dalam peralihan gaya pada sambungan hingga akhirnya sambungan mengalami kegagalan secaraa tumpu (failure). Slip yang terjadi ini dapat diindikasikan dengan terjadinyaa penambahan deformasi tanpa adanya peningkatan gaya tahanann sambungan. Gambar 4. Beban VS Deformasi Tipikal Sambungan Baut Mutu Tinggi (Kulak et.al. 2001) Pada konstruksi gedung sambungan baut tipe geser yang digunakan hanya sebatas mekanismee tumpu saja, artinya kuat sambungan hanya ditentukan oleh diameter baut dan tebal pelat penyambung / profil sambung. Berbeda dengan struktur gedung, jika pada bangunan gedung beban tetap pada struktur berupa beban statis saja, pada struktur jembatan beban tetap berupa beban dinamik akibat beban bergerak. Beban bergerak ini merupakan beban reversal (beban bolak balik) pada komponen struktur jembatan. Jadi pada struktur jembatan terdapat member penyusun strukturr jembatan rangka yang dapat mengalami gaya tarik dan gaya tekan secara bergantian terus menerus. AASHTO 2005 menyatakan bahwa sambungan yang mengalami beban reversal, beban tumbukan besar, getaran besar atau tegangan dan regangan yang berdampak pada daya layan struktur harus di desain dengann mekanisme slip kritis. Karena adanya beban reversal, maka sambungan pada konstruksi jembatan harus mengandalkann mekanisme slip kritis. Sesuai dengan AASHTO bahwa jika terjadi slip maka mekanisme tumpuu yang bekerja, tetapi AASHTO mensyaratkan bahwa mekanisme tumpu hanya dapat digunakann untuk member yang mengalami gayaa tekan sajaa atau pada member bracing, dengan kata lain sambungan yang mengalami beban reversal harus mengandalka an mekanism slip kritis. S - 73

5 Mekanisme tumpu di atas memang harus dihindari karena dengan adanya celah akibat lubang baut yang lebih besar daripada baut dapat menyebabkan tumpu baut-pelat secara berulang-ulang (lihat Gambar 1.). Hal inilah yang tidak diijinkan AASHTO karena tumpu dengan adanya celah tersebut dapat menyebabkan fatigue. Di sisi lain kemungkinan untuk terjadinya slip dapat selalu ada. Adanya kemungkinan beban berlebih dapat menyebabkan gaya beban lebih besar daripda tahanan slip kritis. Jika hal ini terjadi maka slip akan terjadi sehingga dapat membahayakan struktur sesuai penjelasan di atas.masalah beban berlebih sering menjadi penyebab kegagalan struktur jembatan di Indonesia. Sebut saja Jembatan Air Beliti (Sumatera Selatan, 1995), Jembatan Cipunagara (Jawa Barat, 2004), Jembatan Air Lingsing (Sumatera Selatan, 2006), ketiganya merupakan jembatan rangka baja yang mengalami keruntuhan disebabkan karena kelebihan beban. Adanya kasus beban berlebih ini tentu erat kaitannya dengan beban yang terjadi diatas beban desain slip. Seperti yang telah dijelaskan bahwa perilaku pasca slip adalah mekanisme tumpu. Tumpu yang berulang-ulang dapat menyebabkan fatigue. Hal ini yang dapat menjadi penyebab kegagalan jembatan. Kasus ketiga jembatan yang gagal akibat beban berlebih di atas tidak dilengkapi dengan data pendukung seperti yang penulis angkat, ini dapat terjadi karena minimnya survei dan evaluasi kegagalan jembatan di Indonesia. Namun hal ini dapat terjawab dengan mempelajari kasus Jembatan Musi II yang saat ini masih digunakan. Jembatan Musi II merupakan jembatan rangka baja yang berada di Palembang, Sumatera Selatan ini dibangun pemerintah antara tahun Jembatan dengan lebar 9 meter dan panjang 600 meter ini sering mendapatkan beban berlebih sehingga mengalami kerusakan yang cukup parah dan masih digunakan hingga saat ini. Prof. Dr. Sohei Matsuno, seorang pakar jembatan berkebangsaan Jepang yang merupakan Guru Besar di Universitas Sriwijaya, Palembang melakukan pengamatan pada Jembatan Musi II. Pada tahun 2000 didapatkan bahwa tingkat goyangan jembatan sebesar sekitar 5 cm (normal). Saat ini (2011) tingkat goyangan telah melebihi 10 cm (berbahaya). Selain itu juga didapatkan 6 (enam) buah baut pada sambungan yang patah dan ratusan baut lainnya kendur. (Sumber: Banyaknya baut yang kendur menjadi indikasi bahwa telah terjadi slip pada sambungan akibat adanya beban berlebih, dimana beban yang ada ada lebih besar daripada tahanan slip. Tingkat goyangan yang tinggi juga mendukung pernyataan telah terjadi slip. Tingkat goyangan yang tinggi ini merupakan dampak dari fenomena tumpu yang terjadi terus menerus akibat beban bolak-balik. Jika hal ini tidak ditangani secara serius maka bukan tidak mungkin Jembatan Musi II akan mengalami kegagalan struktur hingga ambruk seperti pada ketiga jembatan yang telah disebutkan di atas. Biasanya dalam pelaksanaan di lapangan, besarnya pengencangan baut yang diberikan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan telah melalui kalibrasi dengan pengujian tension calibrator. Namun nilai pretensioning yang telah diberikan pada suatu baut dalam suatu konstruksi tidak dapat diketahui dengan tepat pada saat inspeksi di lapangan (Kulak 2005) The inspector and the designer must realize that it is a reality that the bolt pretension itself cannot be determined during the inspection process for most building and bridge applications. (Kulak 2005) Selain itu berdasarkan formulasi mekanisme slip kritis dapat diketahui bahwa nilai tahanan slip tidak dapat ditentukan dengan pasti yaitu dihitung berdasarkan pendekatan statistik. Walaupun regulasi telah menentukan pendekatan statistik sebagai acuan dalam menghitung tahanan slip, kondisi terburuk bisa saja terjadi yaitu tahanan slip yang sebenarnya berada dibawah pendekatan statistik yang telah ditentukan (formulasi AISC). Jika kondisi terburuk ini terjadi maka walaupun tidak ada beban berlebih, tahanan slip yang terpasang pada sambungan dapat berada dibawah beban yang bekerja hingga slip dapat terjadi. S - 74

6 Dari uraian di atas dapat diketahui slip dapat selalu saja terjadi. Slip tersebut bisa terjadi karena adanya celah akibat lubang baut lebih besar daripada diameter baut. Adanya celah tersebut menjadi masalah dalam menghindari terjadinya slip pada sambungan padahal celah tersebut berguna sebagai toleransi dan kemudahan pada saat pemasangan. Jika celah tersebut dihilangkan setelah proses pelaksanaan / erection dengan mengisi celah tersebut dengan filler maka slip tidak akan terjadi. baut celah / gap Gambar 5.Celah Pada Lubang Sambungan 3. METODA PENELITIAN Untuk menghindari terjadinya slip pada sambungan maka celah yang ada harus dihilangkan. Jika lubang baut dibuat sama besar dengan ukuran diameter baut, maka celah pada sambungan tidak akan ada dan slip tidak akan terjadi. Cara ini tidak dapat digunakan, karena jika tidak disiapkan celah maka akan sangat menyulitkan pemasangan di lapangan. Sebagai toleransi minimum, lubang ukuran standar tetap mensyaratkan diameter lubang lebih besar 2 mm daripada diameter baut, perbedaan ini bertujuan untuk toleransi pemasangan di lapangan. Pemikiran yang ada adalah pengaruh celah pada sambungan harus dihilangkan setelah proses pemasangan di lapangan. Dengan cara ini maka toleransi untuk kemudahan pemasangan tidak akan terganggu. Untuk menghilangkan celah tersebut maka setelah pemasangan dilakukan, celah tersebut diisi dengan filler. Filler ini harus berupa material yang bersifat cair agar memudahkan pengisian dan setelah waktu tertentu material tersebut harus dapat mengeras sehingga dapat langsung mengalihkan mekanisme tumpu dari baut penuju pelat sambungan. pelat baja pelat baja baut baut celah / gap Filler a.) Sistem Konvensional B.) Sistem Filler Gambar 6.Filler Memenuhi Celah Sebagai Penghambat Ruang Gerak Slip Dengan adanya filler yang mengisi celah maka setelah slip kritis terjadi dan mekanisme tumpu mengambil alih gaya-gaya yang ada, maka sambungan ini diharapkan dapat memberikan perilaku mekanik yang berbeda. Harapannya adalah slip tidak akan terjadi karena pada saat pelat hendak bergerak menumpu baut, filler di atas menghambat ruang gerak pelat sehingga kontak antar pelat dengan baut tidak dapat terjadi. Jika slip tidak terjadi maka selain sambungan akan tetap menjadi S - 75

7 kaku, tanpa ada deformasi yang berarti, resiko terjadinya fatigue akibat beban bolak balik dapat dihindari. ccelah / gap kosong (Δ) ring / washer celah / gap kosong (Δ) a.) Sebelum dibebani ccelah / gap kosong (2Δ) P ring / washer celah / gap kosong (2Δ) P b ) Sesudah dibebani (P > P slip) celah / gap kosong (konvensional) celah / gap dengan filler (Δ) ring / washer celah / gap dengan filler (Δ) P P b ) Sesudah dibebani (P > P slip) celah / gap dengan filler Gambar 7. Dampak Penggunaan Filler Pada Sambungan (Wijaya 2011) Pada Gambar 7 dapat terlihat bahwa dengan metode konvensional / tanpa filler (Gambar 7.b) setelah terjadi slip, masing-masing pelat bergerak ke arah kerja gaya sebesar Δ sehingga besar celah menjadi sebesar 2Δ pada salah satu sisi dari masing masing pelat (pelat atas dan pelat bawah). Pada sambungan dengan menggunakan filler (Gambar 7.c), pada saat beban lebih besar dari tahanan slip (slip kritis), celah tetap seperti semula seperti sebelum dibebani yaitu sebasar Δ pada kedua sisi masing-masing pelat karena pelat tidak dapat bergerak (ruang gerak dibatasi oleh filler) Walaupun tipe sambungan slip kritis yang mengambil peran pada peralihan gaya sambungan pada konstruksi. AISC dan AASHTO mensyaratkan bahwa kuat tumpu tetap perlu diperhitungkan dalam mengambil alih gaya-gaya yang terjadi. Artinya kuat tumpu tetap harus didesain lebih tinggi daripada kuat slip kritis yang ada, jadi pada saat terjadi beban berlebih (overload), kuat tumpu mengambilh alih proses transfer gaya dari mekanisme friksi. Beban reversal pada jembatan dapat menyebabkan fatigue pada sambungan akibat adanya slip (lihat Gambar 1). Fatigue mengakibatkan kegagalan sambungan jembatan dapat terjadi pada saat beban yang bekerja berada dibawah tahanan tumpu ultimate, dengan kata lain kuat tumpu ultimate tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pengujian utama pada penelitian ini terdiri dari dua jenis benda uji yaitu benda uji dengan sistem sambungan konvensional dan benda uji dengan sistem sambungan dengan filler epoxy. Masing- S - 76

8 masing jenis benda uji dilakukan pengujian sebanyak tiga kali. Di bawah ini merupakan konfigurasi benda uji yang dimaksud. t pelat = 16 mm t pelat = 8 mm TRANSDUCER Bagian Sambungan Yang Di-Uji t pelat = 16 mm a.) Tampak Depan b.) Tampak Samping Gambar 8. Konfigurasi Pengujian Sambungan Perlu diingat bahwa penelitian ini menitikberatkan pada pentingnya menghindari fenomena slip yang biasa terjadi. Dengan adanya filler pada celah, pada saat mekanisme tumpu mengambil alih gaya-gaya yang ada, filler akan berfungsi sebagai penghambat ruang gerak slip dan slip tidak akan terjadi sesuai dengan hipotesa. Pengujian berupa uji tarik beban statik dilakukan di Balai Struktur dan Konstruksi Bangunan Puskim, Bandung. Untuk menarik benda uji digunakan Mesin UTM (Universal Testing Machine). Mesin UTM yang tersedia adalah UTM dengan kapasitas 200 ton dengan merk TOKYOKOKI. 4. HASIL PENELITIAN Berikut ini merupakan hasil penelitian berupa dokumentasi konfigurasi benda uji yang terpasang pada Mesin UTM serta keruntuhan sambungan yang terjadi pada benda uji sistem konvensional dan benda uji sistem injeksi filler. Benda uji sistem injeksi fillerepoxy dan sistem konvensional dapat dengan mudah dibedakan. Pada sambungan sistem injeksi filler terdapat pewarna putih dengan dua buah titik hitam yang berasal dari injeksi epoxy. S - 77

9 a.) Sistem Konvensional b.) Sistem Injeksi Filler Gambar 9.Benda Uji Terpasang Pada Mesin UTM a.) Sebelum Keruntuhan b.) Sesudah Keruntuhan Gambar 10.Benda Uji Sistem Konvensional 3 a.) Sebelum Keruntuhan b.) Sesudah Keruntuhan Gambar 11.Benda Uji Sistem Injeksi Filler 1 S - 78

10 5. PEMBAHASAN PENELITIAN Pembahasan penelitian dilakukan dengan menggabungkan sistem konvensional dengan benda uji sitem injeksi filler. kurva gaya-perpindahann benda uji 45,0000 Kurva Gaya VS Perpindahan 40, ,0000 Gaya (kg) 30, , , ,0000 Sistem Konvensional 2 Sistem Konvensional 3 Sistem Injeksi Filler 1 Sistem Injeksi Filler 2 Sistem Injeksi Filler 3 10,0000 5, Perpindahan (mm) Gambar 12. Kurva Gaya Perpindahan Benda Uji Sistem Konvensional dan Injeksi Filler Pada sambungan sistem konvensional, slip terjadi pada kisaran gaya kg sehingga mekanisme tumpu mengambil alih proses pengalihan gaya-gaya. Tumpu terjadi antara pelat dengann baut hingga akhirnya terjadi kegagalan geser padaa baut atau kegagalan tarik pada pelat ketika kuat tarik pelat berada di bawah kuat geser baut. Pada sambungan dengan sistem injeksi filler, terlihat bahwa fenomena slip tidak terjadi. Dari kurva gaya perpindahan yang dihasilkan dapat dilihat bahwa tidak adanya loncatan perpindahan yang cukup besar secara tiba-tiba. Perilaku slip yang biasanya terjadi akibat gaya beban yang terjadi lebih besar dari tahanan slip kritis menyebabkan terjadinya perpindahan yang besar secaraa mendadak. Perpindahan ini terjadi karena adanyaa celah pada lubang sambungan. Pada kisaran gaya di bawah 7500 kg sebelum terjadi slip kritis, seluruh kurva benda uji sistem konvensional dan injeksi filler berhimpit (relatif sama) karenaa memang pada tahap inii mekanismee sambungan yang bekerja adalah samaa yaitu mekanisme slip kritis. Perlu menjadi catatan bahwaa perilaku sambungan sistem konvensional pada tahap ini adalah slip kritis murni, sedangkann perilaku sistem injeksi filler tidak dapat diketahui keberadaanya apakah slip kritis murni atau bisa saja slip kritis dan mendapatkan dukungan dari mekanisme tumpu akibat adanya injeksi filler epoxy. Perilaku berbeda akan terlihat pasca slip kritis, dimana pada sambungan konvensional, slip terjadi dan sebaliknya pada sambungan injeksi filler, slip tidak terjadi. Pada tahap ini jelas kedua sistem sambungan mengalami mekanisme tumpu. Pada sambungan sistem konvensional tumpu terjadi S - 79

11 antara dua buah elemen yaitu baut dengan pelat, sedangkan pada sistem injeksi filler, tumpu terjadi antara tiga buah elemen yaitu baut epoxy pelat. Adanya filler epoxy yang mengisi celah tersebut mengakibatkan slip tidak terjadi. Pada saat gaya yang bekerja lebih besar dari tahanan slip, pelat berusaha bergerak untuk menumpu pada baut, namun adanya filler, gerak dari pelat tersebut menjadi terbatas, sehingga tumpu langsung terjadi tanpa adanya perpindahan yang berarti. Mekanisme tumpu yang langsung terjadi adalah tumpu antara pelat dengan epoxy. Filler epoxy berperan dalam mengalihkan gaya dari pelat menuju baut. Jadi di satu sisi tumpu terjadi antara pelat dengan epoxy, di sisi epoxy lainnya tumpu terjadi antara epoxy dengan baut. Di sisi lain slip yang tidak dapat terjadi akibat celah yang ada dihilangkan / diisi dengan filler epoxy tidak mengganggu keberadaan / fungsi celah itu sendiri sebagai toleransi pelaksanaan pada saat pemasangan baut. Keberadaan sistem sambungan injeksi filler ini selain mumpuni dalam hal kekuatan namun juga tidak mengganggu kepentingan-kepentingan lainnya. Dengan kata lain sistem sambungan ini memberikan dampak positif pada kinerja sambungan tanpa memberikan pengaruh negatif atau kekurangan lainnya. Sementara itu kaitannya dengan penggunaan sistem sambungan ini pada sambungan jembatan rangka baja yang mengalami beban bolak-balik, sambungan sistem ini telah membuka peluang tersendiri. Tentunya slip yang telah dapat dihindarkan ini membuka peluang untuk menghindari terjadinya resiko fatigue akibat tumpu bolak-balik antara pelat dengan baut yang diprasarani oleh celah pada lubang sambungan. Ini sesuai dengan hipotesis yaitu ketika ada beban berlebih yang melebihi kapasitas slip kritis, slip tidak akan terjadi sehingga resiko-resiko yang sebelumnya mungkin terjadi dapat dihindari. Terlalu dini untuk mengatakan sambungan sistem injeksi filler ini merupakan sambungan yang tahan terhadap fatigue, namun peluang menuju arah tersebut terbuka luas mengingat hasil yang telah dicapai pada penelitian ini. 6. KESIMPULAN Keberadaan slip pada sambungan struktur baja dapat menjadi masalah tersendiri. Keberadaan slip yang disebabkan adanya celah pada lubang sambungan menyebabkan slip dapat selalu terjadi jika gaya yang terjadi melebih tahanan slip. Di sisi lain keberadaan celah tersebut tetap harus dipertahankan sehingga toleransi untuk pelaksanaan dapat tercapai. Penelitian ini telah memberikan solusi berupa sambungan sistem injeksi filler yang mana injeksi epoxy diberikan pada celah sambungan sehingga pengaruh celah dapat dihindarkan. Sambungan sistem injeksi filler memberikan dampak positif yaitu menghindarkan sambungan dari fenomena slip. Fenomena slip kritis diperlukan untuk sambungan yang tahan fatigue, dengan tidak adanya slip pada sambungan sistem injeksi filler ini, maka terbuka peluang untuk meningkatkan kinerja sambungan yang tahan fatigue dengan penelitian lebih lanjut. Dapat dilakukannya penelitian ini tidak terlepas dari dukungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pelita Harapan (LPPM UPH), untuk itu diucapkan terima kasih kepada lembaga tersebut. DAFTAR PUSTAKA AASHTO. AASHTO LRFD Bridge Design Specification. AmericanAssociation of StateHighway and Transportation Officials, (2004) AISC. An American National Standard :Specification for Structural Steel Buildings (ANSI/AISC ). Chicago: American Institute of Steel Construction, Dewobroto, Wiryanto. Struktur Baja 1, Rangka Batang dan Sambungan. Januari, Dewobroto, Wiryanto and Anthony Natanael. Penelitian Perilaku Keruntuhan Sambungan Pelat Baja Satu Sisi Menggunakan Baut Mutu Tinggi. Pra-Sidang Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Juni 2008 unpublished. Gresnigt, A. M and Stark J. W. B. Design of Bolted Connection With Injection Bolt. Trento, Italy, 1995 S - 80

12 Kulak, Geoffrey and John W. Fisher. Guide to Design for Bolted and Riveted Joints. Chicago: American Institute of Steel Construction, Kulak, Geoffrey High Strength Bolting. Toronto: Canadian Institute of Steel Construction, Mans, D.G and J. Rodenberg. The Amsterdam Arena : a Multifunctional Stadium London, January 2001 Munse, W. H. High-Strength Bolting. AISC Engineering Journal, Nikolovski, Tihomir. Injection Bolts FAKOM AD, 2009 RCSC. Specification for Structural Joints Using High Strength Bolt. Chicago: Research Council On Structural Connections, Wijaya, Hendrik. Peningkatan Kinerja Sambungan Baut Mutu Tinggi Pada Struktur Baja Cold-formed Dengan Sistem Mekanisme Tumpu Baru. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Unpublished, Wijaya, Hendrik dan Dewobroto, Wiryanto Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan Baja Cold-Formed. Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol. 15, no. 3, hal. 107 hal Bandung, Wijaya, Hendrik. Pengaruh Filler Epoxy Terhadap Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi. Tugas Akhir Magister Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jakarta. Unpublished, S - 81

SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT

SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT Hendrik Wijaya 1 dan Wiryanto Dewobroto

Lebih terperinci

Penggunaan Washer Khusus (Besar) pada Sambungan Baja Cold-Formed

Penggunaan Washer Khusus (Besar) pada Sambungan Baja Cold-Formed Wijaya, Dewobroto. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil enggunaan Washer Khusus (Besar) pada Sambungan Baja Cold-Formed Hendrik Wijaya Jurusan Teknik Sipil-Universitas elita

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI PRETENSION SAMBUNGAN BAUT BAJA TIPE SLIP CRITICAL

STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI PRETENSION SAMBUNGAN BAUT BAJA TIPE SLIP CRITICAL STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI PRETENSION SAMBUNGAN BAUT BAJA TIPE SLIP CRITICAL Ardison Gutama 1), Alex Kurniawandy 2), Warman Fatra 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, 1,2) Teknik Sipil, 3) Teknik Mesin Fakultas

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

Pengaruh Pemakaian Baut Mutu Tinggi dan Baut Biasa terhadap Kinerja Sistem Sambungan dengan Ring-Khusus-Beralur

Pengaruh Pemakaian Baut Mutu Tinggi dan Baut Biasa terhadap Kinerja Sistem Sambungan dengan Ring-Khusus-Beralur Dewobroto, Wijaya. ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Pengaruh Pemakaian Baut Mutu Tinggi dan Baut Biasa terhadap Kinerja Sistem Sambungan dengan Ring-Khusus-Beralur Wiryanto

Lebih terperinci

FENOMENA CURLING PELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH BAUT MINIMUM Studi Kasus : Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal

FENOMENA CURLING PELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH BAUT MINIMUM Studi Kasus : Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal Seminar Nasional: erkembangan Mutakhir emanfaatan Material Baja dalam Industri Konstruksi Universitas Katolik arahyangan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil FENOMENA CURLING ELAT SAMBUNGAN DAN JUMLAH

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALITIS KAPASITAS SAMBUNGAN BAJA BATANG TARIK DENGAN TIPE KEGAGALAN GESER BAUT

STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALITIS KAPASITAS SAMBUNGAN BAJA BATANG TARIK DENGAN TIPE KEGAGALAN GESER BAUT STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALITIS KAPASITAS SAMBUNGAN BAJA BATANG TARIK DENGAN TIPE KEGAGALAN GESER BAUT Noek Sulandari, Roi Milyardi, Yosafat Aji Pranata Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection) Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection) Mata Kuliah : Struktur Baja Kode MK : TKS 4019 Pengampu : Achfas Zacoeb Pendahuluan Dalam konstruksi baja, setiap bagian elemen dari strukturnya dihubungkan

Lebih terperinci

Nessa Valiantine Diredja 1 dan Yosafat Aji Pranata 2

Nessa Valiantine Diredja 1 dan Yosafat Aji Pranata 2 Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 METODE PEMBELAJARAN KEPADA MAHASISWA MELALUI PENGUJIAN EKSPERIMENTAL DI LABORATORIUM (Studi Kasus Moda Kegagalan Sambungan

Lebih terperinci

Analisis Perkuatan Balok Baja dengan Memperhitungkan Efek Redistribusi Momen

Analisis Perkuatan Balok Baja dengan Memperhitungkan Efek Redistribusi Momen Analisis Perkuatan Balok Baja dengan Memperhitungkan Efek Redistribusi Momen Wiryanto Dewobroto dan Petrus Ricky Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Tangerang Email: wiryanto.dewobroto@uph.edu

Lebih terperinci

STUDI NUMERIK POLA GESER BLOK ALTERNATIF PADA SAMBUNGAN UJUNG BATANG TARIK PROFIL T

STUDI NUMERIK POLA GESER BLOK ALTERNATIF PADA SAMBUNGAN UJUNG BATANG TARIK PROFIL T STUDI NUMERIK POLA GESER BLOK ALTERNATIF PADA SAMBUNGAN UJUNG BATANG TARIK PROFIL T Hendy Wijaya 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara Jakarta rm.hendy@yahoo.com ABSTRAK Geser blok merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Sambungan Baut Pertemuan - 12 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member)

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member) STRUKTUR BAJA 1 MODUL 3 S e s i 1 Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 1. Elemen Batang Tarik.. 2. Kekuatan Tarik Nominal Metode LRFD. Kondisi Leleh. Kondisi fraktur/putus.

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA Roland Martin S 1*)., Lilya Susanti 2), Erlangga Adang Perkasa 3) 1,2) Dosen,

Lebih terperinci

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution STRUKTUR BAJA 1 MODUL 3 S e s i 2 Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 7. Kelangsingan Batang Tarik. 8. Geser Blok. a) Geser leleh dengan tarik fraktur. b) Geser fraktur

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL GESER BLOK PADA BATANG TARIK KAYU INDONESIA

STUDI EKSPERIMENTAL GESER BLOK PADA BATANG TARIK KAYU INDONESIA STUDI EKSPERIMENTAL GESER BLOK PADA BATANG TARIK KAYU INDONESIA Nessa Valiantine Diredja, Bambang Suryoatmono Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan Jalan Merdeka no.30, Bandung, 40117 e-mail:

Lebih terperinci

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI

PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BALOK KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI PERENCANAAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS PADA KOMPONEN BAL KOLOM DAN SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA GEDUNG BPJN XI Jusak Jan Sampakang R. E. Pandaleke, J. D. Pangouw, L. K. Khosama Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi (A325 dan Grade 8.8) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan

Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi (A325 dan Grade 8.8) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan Studi Karakteristik Baut Mutu Tinggi (A325 dan Grade 8.8) Terhadap Tarik dan Pengaruhnya pada Perencanaan Sambungan Wiryanto Dewobroto (Dosen, Universitas Pelita Harapan), Lanny Hidayat (Widyaiswara, Pusdiklat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil. yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil. yang mutlak harus dipenuhi seperti aspek ekonomi dan kemudahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan, struktur sipil dituntut untuk menjadi lebih berkualitas disegala aspek selain aspek kekuatan yang mutlak harus dipenuhi seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang pada saat ini banyak digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik diperlukan pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISIS DIMENSI PELAT DASAR (BASE PLATE) PADA KOLOM STRUKTUR BAJA YANG MAMPU TAHAN TERHADAP EFEK PRAY

ANALISIS DIMENSI PELAT DASAR (BASE PLATE) PADA KOLOM STRUKTUR BAJA YANG MAMPU TAHAN TERHADAP EFEK PRAY ANALISIS DIMENSI PELAT DASAR (BASE PLATE) PADA KOLOM STRUKTUR BAJA YANG MAMPU TAHAN TERHADAP EFEK PRAY Glenn Y D Pangau Ronny Pandaleke, Banu Dwi Handono Fakultas Teknik, Jurusan Sipil, Universitas Sam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul Sistem Struktur 2ton y Sambungan batang 5ton 5ton 5ton x Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul a Baut Penyambung Profil L.70.70.7 a Potongan a-a DESAIN BATANG TARIK Dari hasil analisis struktur, elemen-elemen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada tahap awal perencanaan suatu struktur baja biasanya dengan perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja tersebut.

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel dan Cold Formed Steel/ Baja Ringan. 1. Hot Rolled Steel/

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CARBON FIBRE PADA STRUKTUR BETON BERDASARKAN PERANCANGAN DENGAN STRUT-AND-TIE MODEL

PENGGUNAAN CARBON FIBRE PADA STRUKTUR BETON BERDASARKAN PERANCANGAN DENGAN STRUT-AND-TIE MODEL Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PENGGUNAAN CARBON FIBRE PADA STRUKTUR BETON BERDASARKAN PERANCANGAN DENGAN STRUT-AND-TIE MODEL Fredrik Anggi Langitan 1, Harianto Hardjasaputra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Material baja pada struktur baja juga tersedia dalam berbagai jenis ukuran

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Material baja pada struktur baja juga tersedia dalam berbagai jenis ukuran BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Struktur baja telah banyak digunakan di seluruh pelosok dunia untuk perencanan suatu bangunan. Struktur baja menjadi salah satu pilihan terbaik dalam sudut pandang

Lebih terperinci

PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT PEDOMAN Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil LAMPIRAN SURAT EDARAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 14/SE/M/2015 TENTANG PEDOMAN PEMASANGAN BAUT JEMBATAN Pemasangan baut jembatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi bahan konstruksi bangunan saat ini menunjukkan kecenderungan penggunaan material yang efisien sesuai dengan kebutuhan. Salah satunya adalah penggunaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE ANALISIS

BAB 3 METODE ANALISIS BAB 3 METODE ANALISIS 3.1 Model Struktur Penelitian 3.1.1 Sambungan Dengan Baut Berjumlah 5 (Eksentrisitas 40 mm) B12E40 Gambar 3.1 Spesimen Uji Momen dengan Sambungan Baut Eksentrisitas 40 3-1 3-2 Pada

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1 MODUL PERKULIAHAN Struktur Baja 1 Batang Tarik #1 Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Program Studi Teknik Sipil Tatap Kode MK Disusun Oleh Muka 03 MK11052 Abstract Modul ini bertujuan untuk memberikan

Lebih terperinci

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN

6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6. EVALUASI KEKUATAN KOMPONEN 6.1. Pendahuluan Pada dasarnya kekuatan komponen merupakan bagian terpenting dalam perencanaan konstruksi rangka batang ruang, karena jika komponen tidak dapat menahan beban

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG TARIK PELAT BAJA DENGAN ALAT SAMBUNG BAUT

STUDI KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG TARIK PELAT BAJA DENGAN ALAT SAMBUNG BAUT STUDI KEKUATAN SAMBUNGAN BATANG TARIK PELAT BAJA DENGAN ALAT SAMBUNG BAUT Abstract Mery Silviana Program Studi Teknik Sipil, Universitas Almuslim Email: Merysilviana85@gmail.com Steel as one of construction

Lebih terperinci

Sambungan diperlukan jika

Sambungan diperlukan jika SAMBUNGAN Batang Struktur Baja Sambungan diperlukan jika a. Batang standar kurang panjang b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain c. Sambungan truss d. Sambungan sebagai sendi e.

Lebih terperinci

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN ANALISIS PROFIL CFS (COLD FORMED STEEL) DALAM PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN Torkista Suadamara NRP : 0521014 Pembimbing : Ir. GINARDY HUSADA, MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2 Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 SKS : 3 SKS Batang Tarik Pertemuan - 2 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPERIMENTAL PADA DINDING BATA DI LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISPLACEMENT CONTROL ABSTRAK

KAJIAN EKSPERIMENTAL PADA DINDING BATA DI LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISPLACEMENT CONTROL ABSTRAK VOLUME 7 NO. 2, OKTOBER 2011 KAJIAN EKSPERIMENTAL PADA DINDING BATA DI LABORATORIUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISPLACEMENT CONTROL Dr. Abdul Hakam 1, Oscar Fithrah Nur 2, Rido 3 ABSTRAK Gempa bumi yang

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PROFIL BAJA HOLLOW YANG DIISI MORTAR FAS 0,4

UJI EKSPERIMENTAL PROFIL BAJA HOLLOW YANG DIISI MORTAR FAS 0,4 Konferensi Nasional Teknik Sipil Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 207 UJI EKSPERIMENTAL PROFIL BAJA HOLLOW YANG DIISI MORTAR FAS 0,4 Mochammad Afifuddin, Huzaim dan Baby Yoanna Catteleya 2 Jurusan

Lebih terperinci

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3

BAB III UJI LABORATORIUM. Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 BAB III UJI LABORATORIUM 3.1. Benda Uji Pengujian bahan yang akan diuji merupakan bangunan yang terdiri dari 3 dimensi, tiga lantai yaitu dinding penumpu yang menahan beban gempa dan dinding yang menahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu ajalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material baja ringan (Cold Formed Steel) merupakan baja profil yang dibentuk sedemikian rupa melalui proses pendinginan sebuah pelat baja. Baja ringan memiliki ketebalan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University 3 BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1 4 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University Batang tarik 1 Contoh batang tarik 2 Kekuatan nominal 3 Luas bersih 4 Pengaruh lubang terhadap

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN

STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN STUDI EKSPERIMENTAL PERILAKU SAMBUNGAN DENGAN ALAT SAMBUNG SEKRUP PADA ELEMEN STRUKTUR BAJA RINGAN Sabril Haris 1 dan Hazmal Herman 2 1,2 Universitas Andalas, Padang, Indonesia sabril_haris_hg@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL. Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup :

BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL. Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup : BAB III KAJIAN EKSPERIMENTAL Berikut ini akan diuraikan kajian dalam perencanaan program eksperimental yang dilaksanakan mencakup : III.1. Studi Kasus Kasus yang ditinjau dalam perencanaan link ini adalah

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002

ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002 Konferensi Nasional Teknik Sipil 11 Universitas Tarumanagara, 26-27 Oktober 2017 ANALISIS KAPASITAS TEKAN PROFIL-C BAJA CANAI DINGIN MENGGUNAKAN SNI 7971:2013 DAN AISI 2002 Tania Windariana Gunarto 1 dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur

Seminar Nasional VII 2011 Teknik Sipil ITS Surabaya Penanganan Kegagalan Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK Leonardus Setia Budi Wibowo 1 Tavio 2 Hidayat Soegihardjo 3 Endah Wahyuni 4 dan Data Iranata 5 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK

PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG ABSTRAK VOLUME 6 NO. 2, OKTOBER 2010 PENGARUH VARIASI JARAK SENGKANG KOLOM UNTUK RUMAH SEDERHANA TERHADAP BEBAN GEMPA DI PADANG Febrin Anas Ismail 1 ABSTRAK Gempa yang terjadi di Sumatera Barat merusak banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Umum Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral dan aksial. Suatu batang yang menerima gaya aksial desak dan lateral secara bersamaan disebut balok

Lebih terperinci

Laboratorium Mekanika Rekayasa

Laboratorium Mekanika Rekayasa PETUNJUK PRAKTIKUM STRUKTUR KAYU Laboratorium Mekanika Rekayasa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan Universitas Pelita Harapan Lippo Karawaci 2 Agustus 2012 1 / 27 D A F T A R I

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTAN

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTAN STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTAN Erlangga Adang P, Lilya Susanti, Devi Nuralinah Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain biaya (cost), kekakuan (stiffness), kekuatan (strength), kestabilan (stability)

BAB I PENDAHULUAN. lain biaya (cost), kekakuan (stiffness), kekuatan (strength), kestabilan (stability) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pekerjaan konstruksi dikenal tiga jenis bahan utama untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan kontruksi yaitu kayu, baja dan beton. Dalam pemilihan ketiga bahan tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA BIMBINGAN TUGAS AKHIR... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... ix ABSTRAK... xi DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL... xv DAFTAR

Lebih terperinci

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON BAB IV BALOK BETON 4.1. TEORI DASAR Balok beton adalah bagian dari struktur rumah yang berfungsi untuk menompang lantai diatasnya balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom-kolom. Balok dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk satu kesatuan dengan menggunakan berbagai macam teknik penyambungan. Sambungan pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini semakin pesat. Hal ini terlihat pada aplikasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) Herry Suryadi 1, Matius Tri Agung 2, dan Eigya Bassita Bangun 2 1 Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR Regina Deisi Grasye Porajow M. D. J. Sumajouw, R. Pandaleke Fakultas Teknik Jurusan Sipil

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN EVALUASI KINERJA GEDUNG A RUSUNAWA GUNUNGSARI MENGGUNAKAN KONSTRUKSI BAJA BERBASIS KONSEP KINERJA DENGAN METODE PUSHOVER ANALYSIS

PERENCANAAN DAN EVALUASI KINERJA GEDUNG A RUSUNAWA GUNUNGSARI MENGGUNAKAN KONSTRUKSI BAJA BERBASIS KONSEP KINERJA DENGAN METODE PUSHOVER ANALYSIS TUGAS AKHIR RC09 1380 PERENCANAAN DAN EVALUASI KINERJA GEDUNG A RUSUNAWA GUNUNGSARI MENGGUNAKAN KONSTRUKSI BAJA BERBASIS KONSEP KINERJA DENGAN METODE PUSHOVER ANALYSIS Oleh : RANGGA PRADIKA 3107.100.032

Lebih terperinci

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS-TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT UNTUK MENEMPUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan tinggi berkaitan erat dengan masalah kota, Permasalahan kota

BAB I PENDAHULUAN. Bangunan tinggi berkaitan erat dengan masalah kota, Permasalahan kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangunan tinggi berkaitan erat dengan masalah kota, Permasalahan kota yang meliputi kepadatan penduduk, lahan yang semakin sempit serta perkembangan gaya hidup dan

Lebih terperinci

BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP

BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 29 BETON PRA-CETAK UNTUK RANGKA BATANG ATAP Siswadi 1 dan Wulfram I. Ervianto 2 1 Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 21 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Di abad 21 ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah pesat, seperti bermunculannya teori teori baru (memperbaiki teori yang sebelumnya) dan berkembangnya

Lebih terperinci

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1 STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1 GATI ANNISA HAYU, ST, MT, MSc. PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS JEMBER 2015 MODUL 3 STRUKTUR BATANG TARIK PROFIL PENAMPANG BATANG TARIK BATANG TARIK PADA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK

STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK STUDI PERILAKU SAMBUNGAN BALOK PRACETAK UNTUK RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA AKIBAT BEBAN STATIK Leonardus Setia Budi Wibowo Tavio Hidayat Soegihardjo 3 Endah Wahyuni 4 dan Data Iranata 5 Mahasiswa S Jurusan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

TEORI SAMBUNGAN SUSUT

TEORI SAMBUNGAN SUSUT TEORI SAMBUNGAN SUSUT 5.1. Pengertian Sambungan Susut Sambungan susut merupakan sambungan dengan sistem suaian paksa (Interference fits, Shrink fits, Press fits) banyak digunakan di Industri dalam perancangan

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR

STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR STUDI EKSPERIMENTAL HUBUNGAN BALOK-KOLOM GLULAM DENGAN PENGHUBUNG BATANG BAJA BERULIR Rizfan Hermanto 1* 1 Mahasiswa / Program Magister / Jurusan Teknik Sipil / Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI

PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI PENGARUH BEBAN DINAMIK GEMPA VERTIKAL PADA KEKUATAN KUDA-KUDA BAJA RINGAN STARTRUSS BENTANG 6 METER TIPE-C INTISARI Dewasa ini kuda-kuda baja ringan menjadi alternatif penggunaan kuda-kuda kayu pada rangka

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

Materi Pembelajaran : 10. WORKSHOP/PELATIHAN II PERENCANAAN DAN EVALUASI STRUKTUR.

Materi Pembelajaran : 10. WORKSHOP/PELATIHAN II PERENCANAAN DAN EVALUASI STRUKTUR. STRUKTUR BAJA 1 MODUL 3 S e s i 3 Batang Tarik (Tension Member) Dosen Pengasuh : Materi Pembelajaran : 10. WORKSHOP/PELATIHAN II PERENCANAAN DAN EVALUASI STRUKTUR. Tujuan Pembelajaran : Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

Bab 5 Kesimpulan dan Saran Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Desain konstruksi yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini membuktikan bahwa anggaran yang besar tidak diperlukan untuk mendesain suatu bangunan tahan gempa.

Lebih terperinci

Distorsi Sambungan Baut akibat Curling dan Pencegahannya Studi Kasus Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal

Distorsi Sambungan Baut akibat Curling dan Pencegahannya Studi Kasus Sambungan Pelat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut Tunggal Dewobroto & Besari ISSN 0853-2982 Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Distorsi Sambungan Baut akibat Curling dan encegahannya Studi Kasus Sambungan elat Tipe Geser (lap-joint) dengan Baut

Lebih terperinci

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL Muhammad Igbal M.D.J. Sumajouw, Reky S. Windah, Sesty E.J. Imbar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka: BAB VIII SAMBUNGAN MOMEN DENGAN PAKU KELING/ BAUT Momen luar M diimbangi oleh

Lebih terperinci

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. II. KONSEP DESAIN A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan. Beban yang bekerja pada struktur bangunan dapat bersifat permanen (tetap)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

P ndahuluan alat sambung

P ndahuluan alat sambung SAMBUNGAN STRUKTUR BAJA Dr. IGL Bagus Eratodi Pendahuluan Konstruksi baja merupakan kesatuan dari batangbatang yang tersusun menjadi suatu struktur. Hubungan antar batang dalam struktur baja berupa sambungan.

Lebih terperinci

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Baut.

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Baut. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303 SKS : 3 SKS Sambungan Baut Pertemuan 6, 7 TIU : Mahasiswa dapat merencanakan kekuatan elemen struktur baja beserta alat sambungnya TIK : Mahasiswa

Lebih terperinci

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak

Tata Cara Pengujian Beton 1. Pengujian Desak Tata Cara Pengujian Beton Beton (beton keras) tidak saja heterogen, juga merupakan material yang an-isotropis. Kekuatan beton bervariasi dengan alam (agregat) dan arah tegangan terhadap bidang pengecoran.

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON

STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH SERAT BAMBU TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS CAMPURAN BETON Helmy Hermawan Tjahjanto 1, Johannes Adhijoso

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA (Studi Literatur) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : ADVENT HUTAGALUNG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelat Dasar Kolom Pelat dasar kolom mempunyai dua fungsi dasar : 1. Mentransfer beban dari kolom menuju ke fondasi. Beban beban ini termasuk beban aksial searah gravitasi, geser,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keliatan dan kekuatan yang tinggi. Keliatan atau ductility adalah kemampuan. tarik sebelum terjadi kegagalan (Bowles,1985). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Bahan konstruksi yang mulai diminati pada masa ini adalah baja. Baja merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat baik. Baja memiliki sifat keliatan dan kekuatan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser horisontal dan momen guling akibat beban lateral. Secara umum, Dinding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser horisontal dan momen guling akibat beban lateral. Secara umum, Dinding BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dinding Geser Pelat Baja Fungsi utama dari Dinding Geser Pelat Baja adalah untuk menahan gaya geser horisontal dan momen guling akibat beban lateral. Secara umum, Dinding Geser

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gempa di Indonesia Tahun 2004, tercatat tiga gempa besar di Indonesia yaitu di kepulauan Alor (11 Nov. skala 7.5), gempa Papua (26 Nov., skala 7.1) dan gempa Aceh (26 Des.,skala

Lebih terperinci

8. Sahabat-sahabat saya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir ini.

8. Sahabat-sahabat saya dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu yang telah membantu dalam menyelesaikan dan menyusun Tugas Akhir ini. KATA HANTAR Puji dan syukur yang melimpah kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala cinta kasih, berkat, bimbingan, rahmat, penyertaan dan perlindungan-nya yang selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH DIMENSI DAN JARAK PELAT KOPEL PADA KOLOM DENGAN PROFIL BAJA TERSUSUN

ANALISIS PENGARUH DIMENSI DAN JARAK PELAT KOPEL PADA KOLOM DENGAN PROFIL BAJA TERSUSUN Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.8 Agustus 216 (59-516) ISSN: 2337-6732 ANALISIS PENGARUH DIMENSI DAN JARAK PELAT KOPEL PADA KOLOM DENGAN PROFIL BAJA TERSUSUN Jiliwosy Salainti Ronny Pandaleke, J. D. Pangouw

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN...1

BAB 1 PENDAHULUAN...1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...v DAFTAR TABEL...ix DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR PERSAMAAN...xiv INTISARI...xv ABSTRACT...xvi

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci