BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH"

Transkripsi

1 BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Salah satu upaya strategis dalam meningkatkan taraf hidup sebagian besar rakyat Indonesia adalah melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi. Hal itu dilakukan mengingat jumlah populasi UMKM pada tahun 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,9 persen dari jumlah unit usaha di Indonesia. Sementara itu, jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Pada tahun yang sama, jumlah koperasi sebanyak 149,3 ribu unit dengan jumlah anggota mencapai sekitar 29,1 juta orang. Demikian pula, produktivitas per tenaga kerja UMKM pada tahun 2007 menunjukkan peningkatan sebesar 3,8 persen, sedangkan pada tahun 2005 dan tahun 2006 masing meningkat sebesar 3,1 persen dan 2,7 persen (berdasarkan harga konstan tahun 2000). I. Permasalahan yang Dihadapi Jumlah koperasi dan UMKM yang besar dari segi kuantitas masih belum didukung oleh perkembangan yang memadai dari segi kualitasnya sehingga kinerja UMKM masih tertinggal.

2 Ketertinggalan kinerja UMKM tersebut disebabkan terutama oleh kekurangmampuan UMKM dalam bidang manajemen, penguasaan teknologi, dan pemasaran, serta rendahnya kompetensi kewirausahaan UMKM. Tingkat kinerja yang demikian juga berkaitan dengan lemahnya kemampuan dan posisi tawar untuk mengelola dan mengakses ke berbagai sumber daya produktif yang meliputi sumber-sumber permodalan, informasi, teknologi, pasar, dan faktor produksi. Permasalahan lain yang dihadapi adalah perkembangan iklim usaha yang masih kurang mendukung yang disebabkan, antara lain, oleh (1) ketidakpastian dan ketidakjelasan prosedur perizinan yang mengakibatkan besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan timbulnya berbagai pungutan tidak resmi; (2) proses bisnis dan persaingan usaha yang tidak sehat; (3) lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM; dan (4) masih munculnya peraturan-peraturan daerah yang menghambat, termasuk pengenaan pungutan-pungutan baru kepada koperasi dan UMKM sebagai sumber pendapatan asli daerah. Penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar masih jauh dari memadai. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, UMKM memerlukan biaya yang relatif besar apalagi untuk dikelola secara mandiri oleh UMKM. Ketersediaan lembaga pemerintah dan swasta yang menyediakan jasa di bidang tersebut juga sangat terbatas dan tidak merata ke seluruh daerah. Masih terbatasnya sumber daya finansial juga merupakan masalah utama bagi usaha mikro. Usaha mikro yang bermodal kecil umumnya tidak berbadan hukum dan masih menerapkan manajemen yang sangat sederhana. Oleh karena itu, usaha mikro ini sangat sulit untuk memperoleh akses dari lembaga keuangan perbankan. Permasalahan khusus yang dihadapi dalam pengembangan koperasi adalah masih belum meluasnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan usaha yang memiliki struktur kelembagaan dan insentif yang unik/khas dibandingkan dengan badan usaha lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktik berkoperasi yang paling benar (best practices). Bersamaan dengan masalah tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan, 20-2

3 terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. II. Langkah-Langkah Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai Kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM secara umum diarahkan untuk mendukung upaya peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan daya saing, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Dalam mendukung upaya peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, langkah kebijakan yang ditempuh adalah penyediaan dukungan dan kemudahan untuk mengembangan usaha ekonomi produktif berskala mikro/informal, terutama di kalangan keluarga miskin dan/atau di daerah tertinggal dan kantungkantung kemiskinan. Pengembangan usaha skala mikro tersebut dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas usaha dan keterampilan pengelolaan usaha, peningkatan akses ke lembaga keuangan mikro, sekaligus meningkatkan kepastian dan perlindungan usaha sehingga menjadi unit usaha yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan siap untuk tumbuh dan bersaing. Pemberdayaan koperasi dan UMKM juga diarahkan untuk mendukung penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor/daya saing, antara lain, melalui peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan/atau berorientasi ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk koperasi dan UMKM. Dalam rangka itu, koperasi dan UMKM perlu diberi kemudahan dalam formalisasi dan perizinan usaha, antara lain, dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perizinan. Di samping itu, budaya usaha dan kewirausahaan dikembangkan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, pembimbingan konsultasi dan penyuluhan, serta kemitraan usaha. 20-3

4 Koperasi dan UMKM yang merupakan pelaku ekonomi mayoritas di sektor pertanian dan perdesaan adalah salah satu komponen dalam sistem pembangunan pertanian dan perdesaan. Oleh karena itu, kebijakan pemberdayaan UMKM di sektor pertanian dan perdesaan harus sejalan dan mendukung kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan. Untuk itu koperasi dan UMKM di perdesaan diberikan kesempatan berusaha yang seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya dengan memerhatikan kaidah efisiensi ekonomi, serta diperluas aksesnya kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan usaha dan potensi sumber daya lokal yang tersedia untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha agribisnis serta mengembangkan ragam produk unggulannya. Upaya itu didukung dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi sektor pertanian dan perdesaan. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor pertanian dan perdesaan menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antarlembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan. Untuk keperluan tersebut, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh meliputi (1) penciptaan iklim usaha yang lebih sehat untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, menjamin kepastian usaha, dan mendorong terbentuknya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan dan peningkatan kapasitas institusi pendukung usaha UMKM agar mampu meningkatkan akses kepada sumber daya produktif dalam rangka pemanfaatan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM) melalui penumbuhan jiwa dan sikap kewirausahaan, termasuk pemanfaatan iptek dan pemanfaatan peluang yang terbuka di sektor agribisnis dan agroindustri; dan (4) pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, ditingkatkan pula kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil. 20-4

5 Dalam memfasilitasi terselenggaranya iklim usaha yang kondusif bagi kelangsungan usaha dan peningkatan kinerja UMKM, salah satu langkah pokok yang dilakukan adalah menyempurnakan peraturan perundang-undangan untuk membangun landasan legalitas usaha yang kuat bagi UMKM serta menyederhanakan birokrasi dan perizinan. Sehubungan dengan itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil telah disahkan menjadi undang-undang pada tahun Bersamaan dengan itu, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perkoperasian telah disusun sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Berdasarkan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI), Nomor 02/DPR- RI/II/ , tentang Program Legislasi Nasional Tahun 2008, RUU tentang Koperasi masuk dalam Prolegnas RUU Periode RUU tersebut akan disampaikan Pemerintah kepada DPR-RI setelah terlebih dahulu dipaparkan dalam Sidang Kabinet Terbatas. Untuk membantu UKM yang tidak mampu membayar utang agar bangkit dalam usahanya, Pemerintah telah memutuskan untuk melaksanakan Program Hair Cut. UMKM yang akan mendapat hair cut adalah yang mempunyai NPL di bawah Rp5 miliar. Jumlah UMKM yang mengalami kredit macet adalah 1,47 juta dengan kredit macet sebesar Rp7,9 triliun. Dalam program ini akan dilakukan write off (penghapusan utang), pemotongan bunga, dan pengurangan utang. Pemerintah juga telah mempersiapkan konsep peraturan presiden untuk penyelesaian tunggakan kredit usaha tani (KUT) sebesar Rp5,71 triliun. Konsep tersebut disiapkan dalam bentuk peraturan presiden (Perpres), karena program kredit usaha tani yang diluncurkan pada periode 1998/1999 sebesar Rp8,3 triliun melibatkan beberapa instansi, seperti Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Bank Indonesia, dan Kementerian Negara BUMN. Konsep yang disiapkan mencakup jumlah dana yang betul-betul sesuai dengan pendataan. Pemerintah juga menindaklanjuti Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan 20-5

6 Pemberdayaan UMKM dengan menerbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Inpres Nomor 5 Tahun 2008 mencakup penajaman fokus dan prioritas pembangunan ekonomi, termasuk di antaranya paket kebijakan mengenai UMKM. Kebijakan pemberdayaan UMKM dalam paket tersebut meliputi 4 kebijakan, 17 program, dan 32 tindakan yang terkait dengan aspek peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan, perluasan akses pasar bagi UMKM, peningkatan kapasitas SDM/kewirausahaan, dan reformasi regulasi. Paket kebijakan itu diharapkan akan memberikan peran yang lebih tegas dan tanggung jawab yang lebih fokus kepada instansi teknis yang melakukan pembinaan terhadap pemberdayaan UMKM. Dalam rangka pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM, langkah-langkah yang dilakukan adalah untuk mempermudah, memperlancar, dan memperluas akses UMKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan efisiensi. Sistem pendukung yang dibangun, di antaranya, melalui (1) perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, termasuk peningkatan kualitas dan kapasitas atau jangkauan layanan koperasi simpan pinjam (KSP) dan unit simpan pinjam (USP) koperasi dan (2) pengembangan peningkatan pasar bagi produk koperasi dan UMKM, termasuk melalui kemitraan usaha. Realisasi dan proses pencairan kredit UMKM yang bersumber dari dana surat utang pemerintah (SUP-005) sampai dengan September 2007 sebesar Rp3,1 triliun dan sudah mencapai 100 persen dari plafon dana SUP-005. Dana SUP-005 secara keseluruhan sampai saat ini telah dimanfaatkan bagi UMKM. Skim pendanaan komoditas dengan jaminan resi gudang merupakan upaya terobosan dalam bidang pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi para petani UKM untuk mendapatkan dana. Skim pendanaan komoditas koperasi dan UMKM dengan jaminan resi gudang telah diperkenalkan mulai tahun 2006 dan dilanjutkan pada tahun Skim pendanaan komoditas koperasi dan UMKM disalurkan untuk membiayai modal kerja koperasi dan UMKM dengan jaminan resi gudang yang diterbitkan 20-6

7 oleh pengelola gudang. Resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Skim pendanaan komoditas itu dikembangkan dalam mengimplementasikan Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang. Sasaran program itu adalah petani, kelompok tani, koperasi, serta UKM lainnya. Jenis komoditas yang dapat dibiayai melalui skim pendanaan komoditas, antara lain, gabah, beras, jagung, gula pasir, kacang kedelai, pupuk, dan komoditas lain yang memenuhi persyaratan untuk memperoleh pendanaan komoditas. Pemerintah juga telah memperkenalkan instrumen utang koperasi melalui penerbitan surat utang koperasi (SUK). Program penerbitan SUK dimaksudkan untuk membantu KSP/USP koperasi memenuhi kebutuhan likuiditas jangka panjang di luar perbankan. Sejak tahun 2006 Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah mendorong penerbitan surat utang koperasi melalui kegiatan penyediaan dana pengamanan (sekuritisasi) aset. Program itu dilanjutkan pada tahun Dasar hukum program itu adalah UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Pasal 41 ayat (3) yang menyatakan bahwa modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Surat utang koperasi merupakan salah satu jenis pinjaman modal koperasi. Maksud dari penerbitan SUK tersebut adalah untuk menyediakan sumber dana jangka menengah yang selanjutnya dipinjamkan kepada anggota dalam jangka waktu yang lebih pendek. Pada umumnya, koperasi memperoleh sumber dana jangka pendek, tetapi disalurkan sebagai pinjaman untuk jangka waktu yang lebih panjang sehingga koperasi akan mengalami kesulitan dalam mengelola aliran kasnya. Dengan adanya program itu, aliran kas koperasi dapat dikelola secara sehat. Koperasi yang telah difasilitasi oleh program itu berhasil menerbitkan Surat Utang Koperasi sebanyak 4 koperasi tersebar di DKI Jakarta dan Jawa Tengah. Kegiatan itu dilakukan bekerja sama dengan PT Pos Indonesia sebagai penatalaksana dana sekuritisasi aset dan beberapa koperasi simpan pinjam tingkat sekunder sebagai Pengelola SUK, antara lain, Inkopsyah-BMT dan IKSP. Keterlibatan lembaga tersebut dimaksudkan agar program ini dapat diakses oleh Koperasi yang tersebar seluruh Indonesia 20-7

8 Dalam rangka meningkatkan kualitas sarana pemasaran bagi KUKM, Pemerintah telah melakukan (1) revitalisasi pada 80 unit pasar tradisional untuk meningkatkan daya saing pedagang pasar tradisional yang pada umumnya merupakan kelompok usaha mikro dan kecil sekaligus juga untuk meningkatkan peran koperasi pasar sebagai wadah ekonomi para pedagang pasar; (2) penataan sarana usaha PKL pada 16 Koperasi dan 16 lokasi sehingga dapat memberikan kepastian lokasi berusaha bagi pedagang kaki lima, sekaligus merevitalisasi koperasi PKL dalam mengelola usaha PKL; dan (3) memodernisasi dan meningkatkan daya saing waserda atau toko koperasi sekaligus memperkuat jaringan usaha koperasi dan UKM secara terintegrasi melalui pendirian 92 unit minimarket koperasi (SME sco Mart). Untuk kegiatan promosi KUKM secara permanen di tingkat propinsi, pada tahun 2007 Pemerintah telah mendukung melalui dana perbantuan untuk pembangunan gedung Celebes Convention Center di Makassar sebagai pusat promosi KUKM di Indonesia Timur. Daerah lain yang mengusulkan dukungan dari Pemerintah Pusat dalam membangun pusat promosi KUKM adalah Kalimantan Barat (Borneo Convention Center), Jawa Barat (Sentra Bisnis KUKM- SENBIK), Sulawesi Utara (Paradise Convention Center), dan Sumatera Selatan (Sriwijaya Convention Center). Pemerintah telah membantu meningkatkan akses pemasaran melalui sarana lainnya, seperti trading board, pameran, dan trading house. Trading board adalah sarana promosi produk KUKM melalui internet dengan alamat Sarana promosi ini telah menampilkan foto produk KUKM dan profil KUKM yang berasal dari 11 Provinsi. Pemerintah telah juga memfasilitasi 27 kegiatan pameran dalam negeri dengan mengikutsertakan KUKM pada tahun Pameran luar negeri telah diselenggarakan pada 12 kegiatan di 10 negara yang diikuti oleh 120 KUKM dengan total nilai transaksi ritel dan order langsung sebesar Rp36,9 miliar. Selanjutnya, untuk meningkatkan fungsi pelayanan pengembangan pemasaran barang dan jasa yang diproduksi oleh KUKM, terutama untuk pasar luar negeri, Pemerintah telah mendirikan trading house di Bulgaria, Eropa Timur. 20-8

9 Sebagai hasil peningkatan mutu dan promosi, nilai ekspor produk nonmigas usaha kecil dan menengah pada tahun 2007 adalah sebesar Rp142,8 triliun atau meningkat sebesar Rp20,6 triliun dibandingkan dengan tahun Sementara itu, pada tahun 2005 ekspornya sebesar Rp110,3 triliun. Peningkatan kualitas SDM Koperasi dan UKM dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta magang bagi KUKM. Untuk itu telah dilakukan pendidikan dan pelatihan serta magang pada sebanyak orang yang meliputi diklat keterampilan teknis usaha dan diklat pengembangan kewirausahaan. Untuk meningkatkan keterampilan pengembangan usaha para peserta diklat melalui penyediaan fasilitas tempat praktik usaha pada 479 koperasi di lingkungan pondok pesantren dan lembaga diklat di pedesaan. Selain itu, Pemerintah telah meluncurkan kegiatan gerakan tunas kewirausahaan nasional (Getuknas). Kegiatan itu bertujuan untuk menanamkan sikap/jiwa kewirausahaan lebih dini, memacu pertumbuhan tunas wirausaha baru, dan meminimalkan pengangguran pemuda serta tumbuhnya tunas wirausaha baru dari kalangan pelajar yang diikuti oleh orang pelajar/pemuda. Dalam rangka mendorong penumbuhan unit usaha baru melalui koperasi, sejak tahun 2007, Pemerintah melaksanakan pola pemberdayaan para sarjana untuk menjadi wirausaha yang tangguh, mandiri dan berdaya saing melalui penyelenggaraan kegiatan Program Sarjana Pencipta Kerja Mandiri (Prospek Mandiri). Kegiatan itu dilakukan melalui kerja sama Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi/DI dan Kabupaten/Kota dan diperluas dengan pihak lain, seperti perguruan tinggi, dunia usaha, dan organisasi kemasyarakatan. Kegiatan ini juga diwujudkan melalui pemberdayaan sumber daya manusia di berbagai sektor atau bidang usaha dalam rangka menumbuhkan usaha baru dengan melibatkan para sarjana dalam wadah koperasi. Pada tahun 2007, kegiatan telah dilaksanakan melalui dukungan dana perkuatan usaha kepada 32 koperasi yang tersebar di 25 kabupaten pada 6 provinsi. Kegiatan penumbuhan usaha baru juga didukung oleh penyediaan insentif melalui program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan (PKBL) sebagai lanjutan program pembinaan usaha kecil dan koperasi (PUKK) yang telah 20-9

10 berjalan sejak tahun Upaya itu dilaksanakan dengan memanfaatkan dana yang bersumber dari penyisihan laba BUMN bagian pemerintah. Untuk memberikan peluang yang lebih luas bagi UKM dalam rangka meningkatkan nilai tambah berbagai produk, telah dilaksanakan kegiatan percontohan usaha dengan pola perguliran pada sektor agribisnis yang dirintis di berbagai daerah. Kegiatan itu meliputi pengembangan usaha koperasi di bidang agribisnis, antara lain penyaluran sarana produksi pupuk; pengadaan pangan (bank padi); pengadaan bibit kakao, budi daya jambu mete, tanaman karet, budi daya jarak pagar dan pengolahannya, rumput laut, perikanan, dan peternakan. Upaya peningkatan produktivitas, mutu, dan daya saing produk UKM juga ditempuh melalui fasilitasi merek dan desain industri, sertifikasi desain dan HAKI. Melalui fasilitasi semacam itu, produk UKM menjadi lebih terjamin pemasarannya karena memiliki desain yang diminati pasar serta memperoleh perlindungan atas karya intelektual yang diciptakannya. Pengembangan desain, merek, dan sertifikasi desain industri tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga ahli (konsultan). Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi, khususnya usaha skala mikro pada sektor informal, ditempuh langkah pemberdayaan usaha mikro sebagai berikut: (1) pengembangan usaha mikro, termasuk yang tradisional; (2) penyediaan skim pembiayaan dan peningkatan kualitas layanan lembaga keuangan mikro; (3) penyediaan insentif dan pembinaan usaha mikro; serta (4) peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati diri dan membangun efisiensi kolektif bagi pengusaha mikro dan kecil. Dalam rangka meningkatkan akses permodalan bagi usaha mikro, Pemerintah telah memfasilitasi dukungan perkuatan permodalan melalui Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM), yang dilakukan dengan pola konvensional dan syariah. Perkuatan permodalan P3KUM ditujukan untuk memberdayakan usaha skala mikro melalui Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP-Koperasi)

11 Kegiatan itu untuk memfasilitasi keperluan modal kerja bagi anggota yang memiliki kegiatan usaha produktif. Sejak tahun 2005 s.d. 2007, telah memfasilitasi sebanyak KSP/USP dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan Syariah (KJKS/UJKS) yang tersebar di 33 Propinsi/DI yang dikelola dengan pola perguliran. Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementerian Negara/Lembaga yang diterbitkan pada bulan Juli 2008, pelaksanaan kegiatan dana bergulir ini akan dilakukan melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Untuk mengembangkan dan meningkatkan akses permodalan khususnya bagi wanita wirausaha skala mikro, mulai tahun 2006 Pemerintah telah memfasilitasi dukungan permodalan melalui Program Perempuan Keluarga Sehat dan Sejahtera (Perkassa) kepada 196 Koperasi Wanita dengan dukungan permodalan yang dikelola dengan pola perguliran. Pelaksanaan program ini juga dilanjutkan pada tahun 2007 dan telah dialokasikan bagi 247 Koperasi Wanita. Dalam rangka percepatan peningkatan akses pembiayaan UMKM dan Koperasi telah diluncurkan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada November Program KUR ini adalah kredit/pembiayaan dengan pola penjaminan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak, tetapi tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan perbankan. Banyak KUKM yang sesungguhnya memiliki potensi usaha yang layak, tetapi tidak memenuhi persyaratan teknis perbankan. Untuk itu pada tahun 2007, Pemerintah telah meningkatkan kapasitas perusahaan penjaminan dengan menambahkan penyertaan modal negara sebesar Rp1,45 triliun, dengan perincian Rp850 miliar untuk PT Askrindo dan Rp600 miliar untuk Perum Sarana Pengembangan Usaha (perum Jamkrindo). Dengan adanya peningkatan modal tersebut, kapasitas perusahaan penjaminan dalam menjamin Program KUR minimal sebesar Rp14,5 triliun. Pelaksanaan Program KUR melibatkan instansi-instansi yang secara lintas sektoral melakukan pemberdayaan UMKM dan koperasi dengan mengikutsertakan 6 bank pelaksana (Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan 20-11

12 Bank Syariah Mandiri) serta Perum Jamkrindo dan PT Askrindo sebagai lembaga penjamin. Pada dasarnya Program KUR ini dapat diakses oleh semua sektor usaha di seluruh Indonesia. Tingkat bunga KUR, yaitu 24 persen efektif per tahun untuk kredit setinggi-tingginya Rp5 juta dan 16 persen efektif per tahun untuk kredit lebih besar dari Rp5 juta sampai dengan Rp500 juta. KUR dapat disalurkan secara langsung, yaitu dari bank ke nasabah UMKM dan koperasi, dan tidak langsung dengan melibatkan kerja sama antara bank pelaksana KUR dan lembaga keuangan lainnya, seperti BPR, LKM, Koperasi, BMT, Lembaga Perkreditan Desa (LPD), dan lain-lain. Skema penyaluran tidak langsung memungkinkan perluasan jangkauan penyaluran KUR, terutama bagi bank-bank penyalur yang memiliki keterbatasan jaringan di pelosok perdesaan. Realisasi program KUR sampai dengan akhir Juni 2008 adalah senilai Rp8.377,9 miliar untuk debitur dengan rata-rata kredit senilai Rp9,14 juta. Kegiatan sertifikasi hak atas tanah di berbagai daerah dilakukan untuk memfasilitasi pengusaha mikro dan kecil agar dapat menyediakan agunan tanah bersertifikat. Selama kurun waktu , jumlah usaha mikro dan kecil (UMK) yang telah memperoleh bantuan sertifikasi tanah adalah orang. Bagi usaha mikro dan kecil di sektor agribisnis, seperti petani, peternak, dan nelayan, yang pada umumnya masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan tambahan permodalan. Lembaga keuangan bank belum dapat memberikan pinjaman karena pada umumnya usaha mikro dan kecil tidak bankable. Oleh karena itu, diperlukan dukungan program perkuatan kepada usaha mikro dan kecil untuk dapat memenuhi kebutuhan permodalannya. Permodalan ini disalurkan melalui koperasi simpan pinjam (KSP) yang bergerak di sektor agribisnis. Sejak tahun 2005 dan 2007 telah diberikan dukungan dana perkuatan usaha sebesar Rp165.7 juta kepada 292 koperasi/ksp di sektor agribisnis. Dalam meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi, pemeringkatan koperasi menjadi suatu alat penilaian untuk mengetahui terhadap kondisi dan kinerja koperasi secara objektif dan transparan dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang dapat menggambarkan tingkat kualitas dari suatu koperasi. Pemeringkatan 20-12

13 koperasi bertujuan untuk mengetahui kinerja koperasi pada periode tertentu. Penetapan peringkat kualifikasi koperasi mendorong koperasi agar menerapkan prinsip-prinsip koperasi dan kaidah bisnis yang sehat. Hasil pemeringkatan kepada koperasi di 182 kab/kota pada 33 propinsi/di adalah (1) 4 koperasi atau 0,04 persen masuk ke dalam penilaian sangat berkualitas; (2) Koperasi atau 25,3 persen masuk ke dalam penilaian berkualitas; dan (3) Koperasi atau 53,2 persen masuk ke dalam penilaian cukup berkualitas. Sisanya sebesar 20,9% belum dapat memenuhi kriteria tersebut. Dalam rangka perkuatan permodalan bagi koperasi sivitas akademika (kosika), Pemerintah telah memberikan bantuan modal kepada 10 Unit kosika yang tersebar di 10 propinsi pada tahun Perkuatan Permodalan bagi kosika akan dapat dirasakan memberikan manfaat bagi orang anggota koperasi. Khusus dalam rangka pemulihan usaha KUKM di daerah pascagempa, Pemerintah telah memberikan bantuan melalui (1) perkuatan permodalan kepada 17 koperasi di Provinsi Jawa Barat, 30 koperasi di Yogyakarta; (2) bantuan sarana produksi bagi 18 unit koperasi di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta; (3) pengembangan 8 sentra kerajinan di Yogyakarta kulit, kayu, batu taman, batik, pandai besi; dan (4) bantuan sarana niaga bagi 4 koperasi di Jawa Tengah dan Yogyakarta. III. Tindak Lanjut yang Diperlukan Berlandaskan kondisi objektif dan isu strategis yang berkembang, beberapa tindak lanjut untuk memberdayakan koperasi dan UMKM perlu dilakukan, khususnya hal-hal sebagai berikut. 1) Menindaklanjuti Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai landasan yang kuat dalam memberdayakan UMKM pada masa mendatang, untuk menjadikan UMKM menjadi tangguh, kuat dan mandiri, serta lebih mendapat jaminan kepastian hukum. Untuk itu, diperlukan beberapa peraturan pelaksanaan, baik berupa peraturan presiden maupun peraturan pemerintah

14 2) Memperluas akses bagi koperasi dan UMKM kepada sumber modal melalui (a) pengembangan produk dan jasa pembiayaan bukan bank; (b) peningkatan skim penjaminan kredit khususnya untuk mendukung kebutuhan modal investasi, termasuk penyediaan kebijakan dan strategi nasional; dan (c) penyusunan kebijakan dan strategi nasional pengembangan LKM yang menyeluruh dan terpadu. 3) Khusus terkait dengan KUR, tindak lanjutnya, adalah (a) penyempurnaan pelaksanaan penyaluran KUR mikro; (b) perluasan bank pelaksana penyaluran KUR; dan (c) peningkatan skema linkage yang melibatkan lembaga keuangan mikro (LKM) dan KSP/USP dalam penyaluran KUR. 4) Pengembangan jaringan antar LKM/KSP dan kerja sama antar-lkm/ksp perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan kualitas manajemen, dan informasi sehingga tercipta jaringan yang akan mendorong LKM/KSP tumbuh dan berkembang. 5) Melakukan pembimbingan teknis/pendampingan dan pelatihan pengelola LKM serta pelatihan fasilitator budaya/motivasi usaha dan teknis manajemen usaha mikro untuk meningkatkan kinerja pengelola LKM dan motivasi/budaya usaha mikro. 6) Memasyarakatkan kewirausahaan dan mengembangkan sistem insentif bagi wirausaha baru, termasuk yang berkenaan dengan aspek pendaftaran/izin usaha, lokasi usaha, akses pendanaan, perpajakan, dan informasi pasar. 7) Mengembangkan jaringan produksi dan distribusi melalui pemanfaatan teknologi informasi, pengembangan usaha kelompok dan jaringan antar-ukm dalam wadah koperasi serta jaringan antara UKM dan usaha besar melalui kemitraan usaha. 8) Melakukan terobosan (rintisan) untuk mengembangkan sentrasentra produksi di daerah terisolasi dan tertinggal/perbatasan. Tindak lanjut ini diperlukan agar masyarakat atau sentra-sentra 20-14

15 produksi di daerah tertinggal/perbatasan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi lokal tiap-tiap daerah

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar

Lebih terperinci

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi menjadi pilihan strategis untuk meningkatkan taraf hidup sebagian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MII(RO" KECIL, DAN MENENGAH A. KONDISI UMUM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA: KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Lainnya 2012 2013 2014 2012 2013 2014 305,2

Lebih terperinci

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI, DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Lebih terperinci

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH A. KONDISI UMUM Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan

Lebih terperinci

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 20 PEMBERDAYAAN KOPERASI SERTA USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH Pemberdayaan koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah (KUMKM) merupakan upaya strategis dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH A. KONDISI UMUM Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima,

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, Keenam, Pertama, Kedua, Ketiga, Keempat, Kelima, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebijakan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) dewasa ini telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 7 Tahun

Lebih terperinci

Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah X Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki peran besar dalam perkonomian rakyat Jawa Timur. Keberadaan koperasi dan UMKM selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan, Pemerintah menerbitkan Paket

Lebih terperinci

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015

PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015 1 PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 2015 DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN KOPERASI DAN UKM 1. Revitalisasi dan Modernisasi Koperasi; 2. Penyuluhan Dalam Rangka Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PERLUASAN KREDIT USAHA RAKYAT DENPASAR, 20 APRIL 2011 1 Peran UMKMK Jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) sebanyak 51,3 juta unit usaha UMKM menyerap tenaga

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Kinerja Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Kinerja Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pembangunan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, Menengah Kabupaten Banyuwangi diselaraskan dengan tujuan pembangunan koperasi dan UMKM yang tercantum pada Pola

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015

RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015 RENCANA KERJA TAHUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM TAHUN 2015 Kode Program/Kegiatan INDIKATOR 1 2 3 4 01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Koperasi dan UKM 1 Penyusunan

Lebih terperinci

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN SEKTOR RIIL DAN PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam upaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN Indonesia adalah negara dengan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Petani di Indonesia terdiri dari bermacam-macam jenis, antara lain petani perkebunan,

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI

PEDOMAN UMUM LINKAGE PROGRAM ANTARA BANK UMUM DENGAN KOPERASI Lampiran : Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Nomor : 03/Per/M.KUKM/III/2009 Tentang : Pedoman Umum Linkage Program Antara Bank Umum Dengan Koperasi PEDOMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu sektor usaha yang paling banyak diminati oleh para pelaku usaha dan cukup prospektif untuk dikembangkan. UMKM dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara sangat bergantung pada perkembangan dinamis dan kontribusi nyata dari sektor perbankan. Pasca krisis ekonomi dan moneter di Indonesia

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN

TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN POKOK KESIMPULAN RAPAT REGIONAL BIDANG PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM TAHUN 2016 WILAYAH III TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya,

I. PENDAHULUAN. Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan masyarakatnya, hampir tidak satupun aspek kehidupan masyarakat yang tidak tersentuh atau dipengaruhi oleh negara.

Lebih terperinci

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 4.1.15 URUSAN WAJIB KOPERASI DAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH 4.1.15.1 KONDISI UMUM Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang sering disebut UMKM, merupakan salah satu bentuk organisasi ekonomi rakyat

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Rahma Iryanti Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Skala Usaha, Jumlah, dan Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia Tahun 2006 s.d. 2007 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) semakin mendapatkan perhatian terutama dari pelaku agribisnis. Perhatian ini didasari karena sektor UMKM mampu bertahan

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Secara umum selama kondisi makro ekonomi Jawa Tengah per triwulan III tahun 2016 relatif melambat apabila dibandingkan dengan triwulan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga yang bergerak pada jasa keuangan. Lembaga ini selain mengumpulkan uang masyarakat, juga memberikan kredit kepada masyarakat baik untuk kepentingan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1998 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa usaha kecil merupakan bagian integral dari perekonomian

Lebih terperinci

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini ditunjukkan oleh keberadaan

Lebih terperinci

Rancangan Program/Kegiatan Prioritas Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2017

Rancangan Program/Kegiatan Prioritas Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2017 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Rancangan Program/Kegiatan Prioritas Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2017 Oleh : Ir. Braman Setyo, M.Si Deputi Bidang Pembiayaan Bali,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUN 2017

RENCANA KERJA TAHUN 2017 RENCANA KERJA TAHUN 2017 DINAS KOPERASI DAN UKM INSI JAWA TIMUR 1 KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Dokumen Rencana Kerja (Renja) Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai penyedia lapangan kerja tidak perlu diragukan lagi. Peningkatan unit UMKM wanita atau perempuan, ternyata berdampak positif untuk mengurangi angka kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan dan analisis untuk menjawab rumusan masalah yang ada terkait dengan upaya apa saja yang dilakukan oleh UMKM Lokal yang berada di Provinsi Riau dalam mengikuti

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN, DAN PEMBINAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Oleh: DR. Syarief Hasan, MM. MBA. Menteri Negara Koperasi dan UKM Pada Rapimnas Kadin Yogyakarta, 3 4 Oktober 2012 UMKM DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK).

Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Evaluasi Implementasi Kebijakan Kredit Usaha Rakyat Dalam Rangka Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan, Koperasi (UMKMK). 1 Endik Hidayat 2 /1406518004 Universitas Indonesia Abstrak Tulisan ini

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/1998, PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL *35684 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 1998 (32/1998) TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI

ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL ARAH KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG UMKM DAN KOPERASI Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Disampaikan

Lebih terperinci

Oleh: LIES FAHIMAH. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Tengah

Oleh: LIES FAHIMAH. Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Tengah Oleh: LIES FAHIMAH Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Tengah Yogyakarta, 05 April 2018 inas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Kalimantan Tengah 3 1. KOPERASI a. Jumlah Koperasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KOTA DEPOK

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KOTA DEPOK LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KOTA DEPOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM Kementerian Koperasi dan UKM telah melaksanakan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM) agar mampu menjadi pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA).

ASEAN-CHINA Free Trade Area (ACFTA). URGENSI UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BAGI PENGUATAN USAHA MENENGAH, KECIL DAN MIKRO DI INDONESIA H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Kongres Nasional Baitul Mall wa-tamwil (BMT)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor yang mempunyai peranan strategis bagi perekonomian Indonesia adalah sektor agribisnis. Hal ini terlihat dari peran sektor agribisnis sebagai penyedia

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah merupakan bagian integral dalam Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

Lebih terperinci

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM

IV.B.10. Urusan Wajib Koperasi dan UKM 10. URUSAN KOPERASI DAN UKM Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional dan menjadi langkah strategis dalam meningkatkan dan memperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (KSP), UMKM mampu menyerap 99,9 persen tenaga kerja di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal bulan September 2015, pemerintah menerbitkan paket kebijakan ekonomi untuk mendorong perekonomian nasional. Kebijakan tersebut ditujukan kepada sektor

Lebih terperinci

ACARA PRESENTASI DARI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH, DI KANTOR KUKM Senin, 03 Maret 2008

ACARA PRESENTASI DARI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH, DI KANTOR KUKM Senin, 03 Maret 2008 ACARA PRESENTASI DARI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH, DI KANTOR KUKM Senin, 03 Maret 2008 KETERANGAN PERS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PRESENTASI DARI MENTERI NEGARA

Lebih terperinci

Pengembangan Usaha kecil dan

Pengembangan Usaha kecil dan Kunjungan studi PENGEMBANGAN UMKMK DALAM RANGKA PERCEPATAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN BALI Oleh : I Ketut Indra Satya Dharma Putra, SE (Direktur PT. Jamkrida Bali Mandara) Abstrak I Ketut Indra Satya Dharma

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

: KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH ORGANISASI : DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Halaman. 135.

: KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH ORGANISASI : DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Halaman. 135. URUSAN PEMERINTAHAN : 1.15. - KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH ORGANISASI : 1.15.01. - DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Halaman. 135 Jumlah 1.15.1.15.01.00.00.4. PENDAPATAN 1.15.1.15.01.00.00.4.1.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan

BAB I PENDAHULUAN. inovatif dalam mengembangkan dan memperoleh sumber-sumber dana. baru. Dengan liberalisasi perbankan tersebut, sektor perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga perbankan, seperti juga lembaga perasuransian, dana pensiun, dan pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang berkelebihan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA)

Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) 28 Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air Skim Pembiayaan Mikro Agro (SPMA) Pendahuluan Latar Belakang Peraturan Presiden (PERPRES) Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN

MATRIKS RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN MATRIKS RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2015-2019 KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH Peningkatan Daya Saing UMKM dan Koperasi Meningkatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN PETANI DAN KOMODITAS PERTANIAN JAGUNG DAN KEDELAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KOPERASI, USAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR Menimbang

Lebih terperinci

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BEUTUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 25 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA,

BUPATI TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi yang strategis serta tanggung jawab terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5835 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 9). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010]

I PENDAHULUAN. 1 Jumlah bank di Indonesia.21 Maret inibank.wordpress.com [3 Juni 2010] I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tingkat perekonomiannya sedang berkembang. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan perbankan yang didirikan, baik itu bank BUMN maupun

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA NOMOR: 351.1/KMK.010/2009 NOMOR: 900-639A TAHUN 2009 NOMOR: 01/SKB/M.KUKM/IX/2009

Lebih terperinci

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia =============================================================================== Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia !" #$ %$#&%!!!# &%!! Tujuan nasional yang dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bida No.1794, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKO-PEREKONOMIAN SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH. KUR. Pedoman. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro di kabupaten Lamongan Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Kabupaten Lamongan

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro di kabupaten Lamongan Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Kabupaten Lamongan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro di kabupaten Lamongan Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Kabupaten Lamongan VISI VISI DAN MISI KABUPATEN LAMONGAN "TERWUJUDNYA MASYARAKAT LAMONGAN YANG SEJAHTERA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DINAS KOPERASI DAN USAHA MIKRO Jl. Imam Bonjol 13 Telp/Fax (0342) 801833,812549 Email : diskopum@blitarkab.go.id B L I T A R KEPUTUSAN KEPALA DINAS KOPERASI DAN UM KABUPATEN

Lebih terperinci