Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ""

Transkripsi

1

2

3

4

5 KATA PENGANTAR Isu yang sedang ramai diperbincangkan di dunia Internasional saat ini adalah perubahan iklim khusunya pemanasan global akibat meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca ke udara. Dampak pemanasan global mempengaruhi keberlangsungan kehidupan mahluk hidup termasuk manusia. Dalam rangka berkontribusi menurunkan pemanasan global Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 % - 41% sampai dengan 2020, Sumber emisi GRK Indonesia paling tinggi (46%), berasal dari sektor kehutanan dan perubahan lahan (Second National Communication, 2009). Rencana aksi Nasional (RAN) penurunan emisi Indonesia direncanakan sebesar 87% dari sektor Kehutanan dan Perubahan Lahan (RAN GRK, Bappenas, 2011). Penerapan skema REDD+ atau Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation Plus (Role of Conservation, Sustainable Management of Forest and Enchacement of Forest Carbon Stocks) merupakan upaya utama untuk penurunan emisi karbon dari sektor Kehutanan dan Perubahan Lahan. Penurunan Emisi dari Forest Degradation ( D kedua) dapat direalisasikan melalui perbaikan tata kelola dan pengelolaan hutan alam produksi yang dikelola oleh pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di hutan Alam (IUPHHK-HA) dulu disebut HPH. Salah satunya adalah dengan penerapan Reduced Impact Logging (RIL) karbon. Kegiatan pemanenan kayu dalam suatu areal IUPHHK Hutan Alam maupun Hutan Tanaman harus mempertimbangkan alat pembalakan yang efisien, berproduktivitas tinggi, ramah sosial serta ramah lingkungan. Dalam upaya mencapai tujuan penggunaan metode pembalakan yang efisien dan ramah lingkungan, pada tahun 2008, atas inisiatif The Nature Conservancy (TNC) bekerjasama dengan PT Sumalindo Lestari Jaya II (PT SLJ II) telah diujicoba kegiatan penyaradan dengan Pancang Tarik. Selanjutnya pada tahun 2009 melalui kerjasama The Nature Conservancy (TNC), Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur dan Fakultas Kehutanan Universitas v

6 Mulawarman bersama PT Belayan River Timber mencoba penggunaan Sistem Pancang Tarik dalam operasional pembalakannya. Teknik pembalakan ini dengan menggunakan mesin Pancang sehingga cara menyarad log ini diistilahkan dengan teknik Pancang Tarik. Metode pembalakan dengan alat ini diyakini dapat memberikan biaya produksi rendah dan kerusakan lingkungan yang minimal serta secara sosial dapat diterima. Teknik penyaradan dengan Sistem Pancang Tarik (monocable winch) yang secara lingkungan hanya menimbulkan dampak yang sangat kecil dalam pengoperasiannya yaitu dengan menerapkan pola sarad terencana yang telah ditetapkan sesuai dengan petunjuk Reduced Impact Logging (RIL) atau Pembalakan yang Ramah Lingkungan. PT Belayan River Timber telah melaksanakan penyaradan sebanyak 10 unit Mesin Pancang Tarik pada RKT 2010/201, sedangkan RKT 2011/2012 telah dilaksanakan dengan baik sebanyak 18 unit alat sarad Pancang Tarik. Pada RKT 2010/2011 juga telah diimplementasikan sebanyak 50 Unit Mesin Pancang Tarik di PT. Sumalindo Lestari Jaya II Long Bagun Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Malinau. Sampai saat ini metoda yang umum dilakukan oleh unit manajemen perusahaan kayu dan dapat perijinan dari pemerintah adalah dengan buldoser dengan sistem ground based skidding yaitu sebagai alat utama dalam metoda penyaradan kayu. Dalam implementasinya di lapangan, alat pembalakan ini dapat meminimalkan dampak kerusakan terhadap tanah dan keterbukaan tegakan tinggal yaitu dengan menerapkan metoda Reduced Impact Logging (RIL), namun dirasakan masih belum memberikan hasil yang optimal, terutama pada medan yang memiliki topografi bergelombang, bergunung-gunung, berawa ataupun lorong sempit yang berbatu. Selain itu dengan meningkatnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan menyebabkan biaya produksi alat dalam Rp per m 3 kayu juga akan naik. Kerugian lain adalah penggunaan bahan bakar solar perjamnya juga lebih banyak, sehingga akan menimbulkan emisi bahan bakar lebih banyak ke permukaan bumi. Salah satu cara penyaradan yang dapat digunakan saat ini adalah menggunakan sistem Pancang Tarik telah diuji di beberapa beberapa unit vi

7 pengusahaan hutan (HPH) yang menghasilkan dampak positif secara finansial, lingkungan dan sosial. Sistem Pancang Tarik diyakini dapat mengatasi keterbatasan bulldozer dan skyline (sistem kabel) di medan berat (topografi sedang hingga bergelombang) karena kemampuannya melebihi kedua cara di atas dalam menyarad log dari dalam hutan sampai ke TPn. Hal penting lainnya adalah keterbukaan hutan yang ditimbulkan sangat minimal, yang terjadi hanya pada jalur-jalur penyaradan log saja. Jika metode pembalakan Sistem Pancang Tarik ini dimplementasikan maka hal ini dapat menyelamatkan sisa hutan yang masih primer maupun yang Logged Over Area (LOA). Dari segi upaya penurunan emisi karbon yang berasal dari Forest Degradation ( D kedua) penerapan RIL dengan Pancang Tarik dapat membantu mengurangi emisi karbon sebesar 35% sampai 40% disbanding emisi yang mungkin terjadi kalau tidak ada upaya atau Business as Usual-BAU (Griscom, 2012), tanpa mengurangi produksi kayu per hektar. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Proyek RAFT (Responsible Asia Forest and Trade) melalui The Nature Conservancy (TNC) yang telah memberikan dukungan dana penelitian dan informasi tambahan, data pendukung, foto-foto, dalam penyusunan panduan teknis ini, sehingga buku ini lebih disempurnakan untuk dapat dselesaikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan secara khusus untuk Bapak Ade Soekadis, Bapak Ben Jarvis, Bapak Ir. Nawa Irianto, Bapak Ir. Bambang Wahyudi, Bapak Ir. Agus Heriyanto, Bapak Umbar Sujoko yang telah mendorong dan membantu penulis dalam segala aspek, sehingga petunjuk penggunaan metoda sistem Pancang Tarik dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada PT Belayan River sebagai wahana uji coba penerapan Sistem Pancang Tarik untuk penyaradan kayu. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Untung Iskandar, Bapak Ir. Andreas Nugroho Adi, Bapak Ir. Toto Sidiyanto, Bapak Ir. Jati Nusantara, Bapak Eramsyah, A.Md., Bapak David Utomo yang telah memberikan ijin dan informasi dan diskusi mengenai kegiatan dengan menggunakan Pancang Tarik. vii

8 Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada GIZ-FORCLIME yang telah menginisiasi pertemuan dengan Kementerian Kehutanan bersama The Nature Conservancy (TNC), sehingga petunjuk teknis penggunaan Pancang Tarik ini dapat disosialisasikan dan dipublikasikan yaitu Bapak Rolf Krezdorn, Bapak Dr. Ir. Hadi Daryanto, M.Sc.DEA. dan Bapak Ir. Awriya Ibrahim, M.Sc. Semoga petunjuk teknis penggunaan Pancang Tarik ini merupakan dokumen teknis yang dapat dijadikan acuan dalam sistem pemanenan untuk penurunan emisi rumah kaca dan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif alat penyaradan yang ramah lingkungan, sehingga dapat mewujudkan pengelolaan hutan berkelanjutan di Indonesia. Penulis, Yosep Ruslim viii

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR iii ix xi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Pelaksana II. PERENCANAAN PRODUKSI 2.1. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dan Survei Topografi Tata Waktu/Tahapan Kerja dari Reduced Impact Logging (RIL) Teknis Pelaksanaan Di lapangan Penyiapan Peta Posisi Pohon dan Peta Topografi Perencanaan Jalan Sarad utama, Jalur Pancang Tarik, Etape dan TPn Penandaan Jalan Sarad, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape dan TPn Sebelum Penebangan Pelaksanaan penandaan Jalan Sarad, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape dan TPn di lapangan Pembagian Petak Kerja dan Pemberian Peta Kerja untuk Operator buldoser dan regu Pancang Tarik Survei lapangan untuk dan penyesuaian jalur sarad oleh regu Pancang Tarik ix

10 III. PROSEDUR KERJA BIDANG PRODUKSI 3.1. Pembukaan Jalur Sarad dan TPn Sebelum Penebangan Penebangan Terarah Sesuai dengan Jalur Sarad dan Pembagian Batang Prinsip perencanaan dan penggunaan Sistem Pancang Tarik 3.4.Penyaradan dengan Menggunakan teknik "Winching" Cara Menyarad Log dengan Unit Pancang Tarik IV. KEGIATAN REGU PERENCANAAN DAN PRODUKSI 37 DAFTAR PUSTAKA 38 x

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Peta rencana panen dengan menggunakan sistem Pancang Tarik (Pancang Tarik) Gambar 2: Peta Sebaran Pohon dan Peta Kontur Untuk Perencanaan Pemanenan Gambar 3: Peta rencana pemanenan dengan Pancang Tarik (jalan utama, jalan cabang, jalur sarad, TPn,... (Landing/Etape) Gambar 4: Penandaan jalur sarad dengan menggunakan pita merah Gambar 5: Pembagian petak dan peta kerja untuk masingmasing Unit Pancang Tarik Gambar 6: Ilustrasi pembagian regu kerja dan proses penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik. 16 Gambar 7: Operator Mesin Pancang Tarik siap menjalankan mesin Gambar 8: Operator Mesin Pancang sedang mempersiapkan 17 alat Pancang Tarik , Gambar 9: Arah gulungan winch yang salah dan benar. 17 Gambar 10: Proses perapian kabel sling dengan menggunakan ujung kayu Gambar 11: Hookman sedang mengikatkan hook dan 18 melepaskan hook Gambar 12: Hookman berupaya memasukan Hook kedalam 18 lubang Gambar 13: Proses pembuatan takik rebah, takik balas, 19 pemotongan ujung dan pangkal batang. Gambar 14: Trase jalan sarad sebelum kegiatan penebangan. 21 Gambar 15: Sudut takik rebah sebesar 45 o dan posisi takik balas. 23 Gambar 16: Helm Standard Gambar 17: Peruncingan salah satu ujung/pangkal log oleh Chainsawman untuk memudahkan penyaradan. 26 Gambar 18: Chain Blok digunakan pada posisi jalur sarad yang tidak sejajar dengan jalur sarad Gambar 19: Pemasangan kabel ke pohon induk untuk menggeser arah log sebagai contoh yang salah Gambar 20: Sarung tangan yang terbuat dari kulit yang dapat digunakan saat menarik sling/hook dan menyusun kabel sling Gambar 21: Kegiatan penyaradan dengan "Winching" (kiri) dan bekas jalan log di jalur sarad (Foto: Bambang Wahyudi) xi

12 Gambar 22: Skema Mesin Pancang Tarik (Hertianti, 2005) 30 Gambar 23: Operator Unit Pancang Tarik sedang membawa alat menuju tempat tambat Gambar 24: Proses Unit Pancang Tarik menuju Etape (kiri) dan pengencangan kabel sling dengan baut skrup (kanan) Gambar 25: Pengikatan Unit Pancang Tarik ke pohon tabat (support tree) dan pengencangan kabel sling dengan baut skrup Gambar 26: Cara peruncingan ujung/pangkal batang yang salah 33 (kiri) dan benar (kanan) Gambar 27: Peruncingan pangkal batang yang benar. 33 Gambar 28: Operator Mesin Pancang Tarik sedang mengulurkan kabel. Winch (kiri) dan Hookman menarik kabel sling menuju batang yang akan disarad Gambar 29: Proses pemasangan Hook (kiri) dan pengalihan posisi Hook ke bagian belakang agar posisi batang dapat bergeser ke jalur penyaradan yang diinginkan. 34 Gambar 30: Hookman yang sedang memberikan aba-aba ke 35 Operator Pancang Tarik Gambar 31: Operator Pancang Tarik sedang berkomunikasi 35 dengan Hookman Gambar 32: Model Hook yang aman untuk proses penyaradan (a dan b) dengan kapasitas beban yang ditarik 5 ton, Kabel sling dengan ukuran 6 m dan 50 m (c), dan proses penyambungan sling pada saat penyaradan (d) xii

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peraturan pengelolaan hutan di Indonesia telah banyak dikeluarkan dengan tujuan untuk mendapatkan teknik pengelolaan hutan yang berkesinambungan dan ramah terhadap lingkungan. Dalam praktek kegiatan pemanenan di lapangan masih banyak masalah yang dihadapi yaitu kerusakan terhadap tegakan tinggal maupun kerusakan lingkungan. Aturan-aturan yang ada belum dapat dilaksanakan dengan baik, sehingga terjadi kerusakan terhadap tegakan tinggal, tanah dan masih cukup banyak limbah yang tertinggal di hutan. Penerapan pemanenan yang ramah lingkungan (RIL) di hutan tropis merupakan salah indikator kunci dalam standard LEI/FSC untuk mendapatkan sertifikasi. Pada umumnya kegiatan penyaradan kayu di hutan alam pada umumnya menggunakan alat berat berupa buldoser. Kelebihan penggunaan buldoser pada kegiatan penyaradan antara lain jarak sarad tidak terbatas, memiliki tenaga yang besar, sehingga produktivitas tinggi dan dapat menyarad kayu yang berukuran besar dan berat. Kelemahan mendasar dari buldoser adalah, karena konstruksinya yang berat maka digunakan pada daerah berawa/berlumpur, tidak dapat dioperasikan pada berbagai musim hujan dan tidak dapat dipergunakan pada daerah dengan kelerengan lebih dari 40 Persen. Dengan konstruksi yang berat dan tenaga kuda yang besar maka konsumsi bahan bakar buldoser sangat tinggi yaitu 30 liter per jam (Ruslim, 2011).. Dari hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa buldoser menimbulkan dampak kerusakan yang besar baik itu kerusakan tegakan tinggal maupun keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan secara khusus dan kegiatan pemanenan kayu secara umum. Oleh sebab itu perlu dipikirkan lebih lanjut sistem penyaradan yang lain yang lebih efisien, tepat guna, fleksibel, dapat meminimalisasi kerusakan yang timbul akibat kegiatan penyaradan serta ramah sosial di masyarakat. Dari hasil pengamatan yang ada di lapangan, dengan diberlakukannya keputusan Hak Pengusahaan Hasil Hutan yang dikelola oleh masyarakat maka maraklah penggunaan mesin sarad baru dengan sistem Pancang Tarik yang dikenal dengan istilah mesin Pancang (monocable). Alasan penggunaaan alat tersebut oleh masyarakat karena nilai investasinya murah dan mudah dalam pengoperasian, pengangkutan dan pemeliharaannya serta alat tersebut dapat menarik kayu di daerah Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 1

14 dengan kelerengan curam/sulit yang tidak memungkinkan ditarik oleh buldoser. Pancang Tarik juga memungkinkan digunakannya tenaga kerja lokal, yang tidak memerlukan ketrampilan tinggi. Keuntungan lain adalah dengan menerapkan penyaradan dengan sistem Pancang Tarik dengan pajang bentangan jalur sarad antara 100 m, maka kerapatan Jalan Cabang ataupun jalan utama akan semakin kecil, sehingga biaya pemanenan maupun dampak yang ditimbulkan bisa dikurangi. Sistem pemanenan dengan menggunakan Pancang Tarik adalah system penarikan kayu dengan winching dimana menggunakan winch tunggal. Dalam praktik penyaradan dengan menggunakan kabel, teknik pemanenan ini terbukti efektif diterapkanpada berbagai kondisi dan topografi. Namun dengan alas an produktivitas kerja, Pancang Tarik yang memiliki karakteristik lambat, memerlukan bantuan/kombinasi dengan peralatan lain. Kombinasi dapat dilakukan dengan menggunakan skyline ataupun buldoser. Namun karena skyline tidak biasa digunakan di pengelolaan hutan tropis, maka kombinasi dengan buldoser adalah pilihan yang baik. Kombinasi sistem penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik dan buldoser dalam pengamatan kami terbukti memberikan hasil pemanenan yang ramah lingkungan, ramah sosial, ramah ekonomi dalam sistem pemanenan. Dengan sistem ini tidak diperlukan upaya lanjutan pasca pemanenan kayu danrehabilitasi lahan. Pengamatan kami di lapangan menunjukkan bahwa proses pemanenan dengan menggunakan sistem Pancang Tarik akan menimbulkan pembukaan tanah dan kerusakan tegakan tinggal lebih sedikit dibandingkan dengan mengunakan buldoser. Pada lokasi dimana Pancang Tarik beroperasi jauh dari jalan utama, jalan cabang ataupun jalan ranting, maka untuk mengumpulkan log di TPn sementara akan dibantu dengan menggunakan buldoser. Langkah ini diperlukan untuk mempercepat proses penyaradan. Penyaradan dengan menggunakan buldoser akan mengeluarkan biaya per meterkubik jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan menggunakan Pancang Tarik. Selain itu penyaradan dengan buldoser tidak akan memberikan pemasukan uang ke pemerintah daerah untuk pembeliah spare part, melainkan ke Negara produsen alat berat (Caterpillar atau Komatsu). Sejak 10 tahun yang lalu, masyarakat di Kalimantan Timur sudah memulai menggunakan sistem Pancang Tarik dalam menyarad kayu dari Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 2

15 hutan sampai ke Log Pond. Dari hasil penelitian ternyata dengan cara ini biaya sarad per meterkubik jauh lebih murah dibandingkan buldoser dan tanpa perlu investasi biaya mesin yang sangat besar. Bagi masyarakat di Kalimantan, Pancang Tarik bukanlah alat yang asing dalam pemanenan kayu. Namun demikian, diperlukan pengakuan secara resmi oleh pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten mengenai penggunaan mesin Pancang Tarik didalam sistem Pengelolaan hutan di Indonesia baik di hutan alam maupun di HTI. Pengakuan ini diperlukan terutama untuk menjadikan alat ini sebagai alternatif dalam pemanenan kayu mengingat bahwa setiap alat yang digunakan harus mendapatkan ijin dari pihak Pemerintah yang berwenang. Teknik operasional Pancang Tarik telah diuji di beberapa beberapa unit pengusahaan hutan (HPH) yang menghasilkan dampak positif secara finansial, lingkungan dan sosial. Teknik ini juga dikatagorikan dalam pembalakan yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan Pancang Tarik yang merupakan peralatansederhana, pemanenan kayu di daerah yang bergelombang dapat dilaksanakan dengan baik. Kombinasi antara sistem ini dengan perencanaan hutan yang baik, terbukti telah menghemat biaya pemanenan kayu dan menekan laju kerusakan hutan paska pemanenan Tujuan Maksud dari penyusunan panduan teknis pelaksanaan pembalakan ini adalah untuk memberikan panduan teknis kepada unit-unit pengusahaan hutan alam maupun kegiatan pengusahaan hutan lainnya, yang ingin melakukan pembalakan ramah lingkungan, ramah sosial dan ekonomis. 1. Menyediakan panduan bagi mereka yang akan melaksanakan pemanenan kayu dengan menggunakan Pancang Tarik sebagai alat penyaradan.. 2. Memberikan panduan bagi manajer pengelolaan hutan, manajer pemanenan dan operator mengenai hal-hal teknis dalam pengoperasian Pancang Tarik. 3. Menyediakan informasi mengenai sistem pemanenan kayu yang tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus terintegrasi dengan perencanaan hutan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 3

16 1.3. Pelaksana Sasaran panduan teknis ini ditujukan bagi operator monocable, manajer pemanenan kayu, manajer dan staff pengusahaan hutan, pejabat instansi pemerintah yang terkait dengan pengusahaan hutan dan pengusaha/pemegang ijin IUPHHK-HA. Selain itu diharapkan ijin penggunaan alat Pancang Tarik dapat digunakan secara nasional di areal kerja IUPHHK-HA oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten yang diyakini memiliki keunggulan sebagai berikut: a. Ramah lingkungan (keterbukaan tajuk dan tanah hutan sangat kecil). b. Murah (biaya investasi maupun biaya operasionalnya). c. Mengurangi tekanan pengrusakan terhadap hutan melalui pelibatan masyarakat lokal untuk menggunakan mesin Pancang Tarik (Pancang Tarik) secara legal. d. Penurunan emisi dari degradasi hutan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 4

17 II. PERENCANAAN PRODUKSI 2.1. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dan Survei Topografi Instrumen penting dalam mengimplementasikan RIL adalah dengan memperkuat aspek perencanaan, hal ini dikarenankan tanpa perencanaan yang baik maka penerapan metoda RIL sulit untuk dilaksanakan. Sistem perencanaan harus dibangun menggunakan data hasil survei lapangan dengan intensitas 100 %, baik kondisi topografi maupun potensi. Survei lapangan harus memberikan data dengan keakuratan kebenaran yang tinggi. Hal ini penting agar efektifitas dan efesiensi pembalakan dapat tercapai dengan terfokusnya upaya pembukaan hutan hanya menuju pada kelompok potensi. Yang penting juga adalah dapat dibuatnya peta rencana pemanenan yang dapat menimbulkan dampak paling minimal terhadap hutan. Seperti perlindungan sempadan sungai dan areal-areal lainnya yang memiliki nilai konservasi tinggi (HCVF). Output final dari perencanaan dalam sistem RIL adalah adanya sebuah peta rencana panen yang akan menjadi panduan bagi operator alat berat (buldoser) atau operator Pancang Tarik dalam bekerja di lapangan. Dalam peta rencana panen tersebut terdapat informasi garis kontur/kondisi topografi, lokasi pohon yang akan dipanen, jaringan jalan angkutan kayu, pola sarad dan lokasi TPn. Termasuk kawasan dilindungi jika memang ada. Agar peta tersebut dapat dipahami dengan baik oleh penggunanya (operator) maka penandaan di lapangan mutlak dilakukan, sehingga ada sinkronisasi antara tanda lapangan dengan peta rencana panen. Seperti tanda pohon yang boleh dan yang tidak boleh dipanen, tanda pola sarad, tanda rencana lokasi TPn atau log landing, tanda atau batas kawasan lindung dilapangan, tanda trase jalan angkutan kayu dan batas bukaan maksimal dalam pembuatan jalan serta tanda-tanda lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui oleh pengguna peta rencana panen tersebut. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 5

18 Gambar 1. Peta rencana panen dengan menggunakan sistem Pancang Tarik (Pancang Tarik) (Sumber: PT. Belayan River Timber) Tata Waktu/Tahapan Kerja dari Reduced Impact Logging (RIL) Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 6

19 BIDANG PERENCANAAN DAN PRODUKSI B I D A N G P R O D U K S I BIDANG PERENCANAAN Et-2 ITSP DAN SURVEI TOPOGRAFI Et-1 PENYIAPAN PETA POHON DAN PETA TOPOGRAFI Et-0.3 PERENCANAAN JALAN SARAD, TPN DAN JALUR SARAD/ETAPE DI PETA TOPOGRAFI Et-0.2 EVALUASI PETA RENCANA PEMANENAN OLEH REGU SERTIFIKASI PENANDAAN JALAN SARAD, TPN, JALUR SARAD DI LAPANGAN PEMBAGIAN PETAK KERJA DAN PETA KERJA TEAM PANCANG TARIK Et-0 PEMBUKAAN JALAN SARAD DAN TPN SEBELUM PENEBANGAN PENEBANGAN TERARAH SESUAI DISESUAIKAN DENGAN JALUR SARAD DAN PRINSIP SISTEM PANCANG TARIK PENYARADAN DENGAN MENGGUNAKAN PANCANG TARIK- (WINCHING) EVALUASI HASIL PENEBANGAN DAN PENYARADAN (SUPERVISOR) DAN PENGONTROLAN KUALITAS KERJA DAN PELAPORAN. Kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dilakukan pada saat Et-2, dimana data yang diambil adalah data diameter, tinggi, jenis pohon dan posisi pohon untuk menghasilkan Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 7

20 peta pohon serta data jalur topografi untuk menghasilkan peta kontur yang baik dan benar. Dengan data yang diperoleh dari kegiatan tersebut di atas, kita dapat sekaligus menghasilkan dua buah peta dasar yaitu overlay peta pohon dan peta topografi. Peta dasar tersebut sangat penting artinya untuk kegiatan berikutnya, yaitu perencanaan trase jalan utama, jalan cabang, jalan sarad ataupun jalur sarad 1). Tujuan dilakukan Timber Cruising adalah: 1. Untuk memperoleh deskripsi tegakan yaitu: Pohon komersial, pohon inti, pohon yang dilindungi, pohon induk (nomor pohon, jenis, diameter, tinggi, kualitas batang, dll.) Posisi pohon berdasarkan hasil pengukuran dan koordinat pohon disetiap petak ukur. 2. Untuk mengetahui potensi aktual yang ada di lapangan. 3. Untuk mengetahui kondisi lapangan yang sebenarnya yaitu konfigurasi topografi, keadaan fisik tanah, sungai dan anak sungai, rawa, batu, lembah, pematang, medan berat (lereng E), situs budaya, dll. 4. Untuk mendapatkan peta sebaran pohon di atas 20 cm ke atas dan peta topografi. 5. Untuk desain jalan utama, jalan cabang, jalan ranting, jalan sarad, pola jalur sarad dengan Pancang Tarik Teknis Pelaksanaan di Lapangan A. Sasaran Peta pohon dan peta topografi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan perencanaan pemanenan. Peta topografi diperlukan dalam menentukan trase jalan utama, cabang, jalan ranting, jalan sarad dan jalur sarad Pancang Tarik. Sedangkan peta pohon diperlukan dalam menentukan potensi yang dipanen, arah perencanaan jalan sarad dan penentuan jalur pemanenan dengan menggunakan Pancang Tarik. B. Pelaksana 1. Bidang Perencanaan bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan inventarisasi tegakan pada blok tebangan RKT yang akan berjalan, memonitor kegiatan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan di lapangan, proses pelaporan dan pemetaan. 2. Bidang GIS bertanggung jawab terhadap proses input data, pengolahan data, pengecekan peta di lapangan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 8

21 3. Cruiser bertanggung jawab atas kebenaran pelaksanaan dan hasil pekerjaan yang dilakukan di lapangan. C. Tahapan Kegiatan Timber Cruising 1. Perencanaan Kerja Kegiatan utama pada tahapan ini adalah penyiapan peta kerja dengan skala 1 : yang menggambarkan informasi mengenai: a. Peta Poligon tebangan b. Luas poligon tebangan c. Jumlah dan panjang jalur cruising 2. Persiapan Kerja a. Ketua Regu ITSP bertugas: Mengkoordinasikan regu dalam melaksanakan seluruh kegiatan di lapangan Mencatat nomor pohon, jenis pohon, diameter dan tinggi taksiran bebas cabang Skets posisi pohon/koordinat lokal dalam Petak Ukur (PU) b. 2 orang Timber Marker bertugas: Mengidentifikasi jenis pohon dan kondisi pohon sehat/cacat Mengukur diameter pohon komersial dan pohon inti Menaksir tinggi pohon Penomoran dan penempelan label (tagplate) c. Ketua Regu Survei Topografi bertugas: Membaca dan mencatat hasil pengukuran azimuth dan helling Mengukur jarak antar sta jalur Mencatat konfigurasi topografi lapangan (alur sungai, anak sungai, lembah, batu, rawa, pematang, tapak satwa, situs budaya, dll.) d. Kompas man bertugas mengukur azimuth jalur dengan benar e. Penarik Meteran betugas: menarik pita ukur/meteran sesuai dengan konfigurasi topografi lapangan memasang patok yang sesuai dengan stasiun pengukuran f. Pelebar rintisan bertugas memperlebar rintisan yang telah dibuat oleh Kompasman. g. Pembantu umum betugas membantu kelancaran kegiatan operasional di lapangan. Susunan regu kerja untuk kegiatan ITSP dan survei topografi dapat dilihat pada Tabel 1. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 9

22 Tabel 1. Pembagian regu kerja untuk ITSP dan survei topografi. No. Untuk Regu Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) 1. Ketua regu (pencatat) 1 orang 2. Pengenal jenis pohon, posisi pohon, 3 orang* 3. pengukuran diameter dan tinggi Regu Survei Topografi 4. Ketua regu (pencatat) 1 orang Kompass-man (mengukur azimuth) 1 orang 6. Helling-man (mengukur slope) 1 orang Pemasang patok dan menarik Penarik meteran 1 orang 1 orang Pelebar perintisan 1 orang 6 Pembantu umum 9 Jumlah 10 orang Keterangan: (*) Untuk topografi yang ringan sampai sedang cukup 2 orang Penyiapan Peta Posisi Pohon dan Peta Topografi Untuk perencanaan operasional diperlukan peta kerja yaitu peta kontur dengan skala 1 : dengan interval garis kontur 5 m. Jalan sarad ditandai di atas peta kontur yaitu dengan mengambil pada posisi pematang (punggung). Selain itu peta kontur dioverlaykan dengan peta pohon, sehingga memudahkan perencanaan jalan sarad dalam satu petak dengan luas ± 100 ha. Untuk mendapatkan peta kontur dapat dibuat secara manual atau menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografi (SIG) atau software SIG (Arcview) lainnya seperti pada Gambar 1. Perencanaan pemanenan dituangkan dalam sebuah peta yang menampilkan jalan utama, jalan cabang, jalan sarad utama, jalur sarad Pancang Tarik dan Etape. Pastikan bahwa semua informasi yang ada di peta kerja telah sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga apa yang telah direncanakan dapat dikerjakan dengan baik. Identifikasi kawasan yang curam seperti lereng E (kawasan konservasi) untuk tidak dilakukan pemanenan. Dalam proses penyaradan dengan Pancang Tarik diupayakan untuk menggunakan jalan utama, cabang atau ranting yang sudah ada dengan Kerapatan Jalan berkisar antara m/ha. Apabila dalam proses penyaradan tidak semua log terjangkau, maka dapat dilakukan Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 10

23 penambahan jalan sarad utama (tusukan), setelah dilakukan pengecekan ulang oleh Mandor Tebang dan berkoordinasi dengan regu Perencanaan. Gambar 2. Peta Sebaran Pohon dan Peta Kontur Untuk Perencanaan Pemanenan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 11

24 2.2. Perencanaan Jalan Sarad utama, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape dan TPn A. Sasaran Untuk mempermudah regu survei menerapkan rencana jalan sarad di lapangan, maka rencana jalan sarad terlebih dahulu dibuat di peta topografi. Perencanaan jalan sarad di peta topografi dibuat oleh regu perencanaan di kantor ± 2 bulan sebelum penebangan dilakukan. B. Pelaksana Kepala bidang, kepala bagian dan regu survei. C. Bahan dan peralatan Peta pohon dan peta topografi (skala 1:5.000) Pensil dan spidol warna Gambar 3. Peta rencana pemanenan dengan Pancang Tarik (jalan utama, jalan cabang, jalur sarad, TPn, Landing/Etape). D. Prinsip perencanaan jalan sarad, jalur sarad, etape dan TPn di peta 1. Dengan menggunakan sistem Pancang Tarik maka peletakan trase jalur sarad sebaiknya dilakukan pada daerah pematang (punggung): Untuk memudahkan dan meningkatkan keselamatan pekerja (uphill skidding) Memudahkan hookman untuk membawa hook dan sling ke batang log yang akan disarad. Memudahkan proses penyaradan Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 12

25 Menghindari log disarad tidak mengenai Operator dan Alat Pancang Tarik Mengurangi erosi tanah 2. Trase Jalur sarad dibuat untuk mempermudah jangkauan Pancang Tarik yang dapat mencapai 100 m. 3. Jika topografi curam maka diperlukan jalan sarad tambahan (tusukan), dimana buldoser dapat membantu mempercepat proses penyaradan. Panjang Trase jalan sarad ini dibuat sependek mungkin dan lebar trase jalan sarad ini diupayakan seminal mungkin yaitu ± 4 m. 4. Panjang jalur sarad disesuaikan dengan penyebaran posisi pohon dan hanya direncanakan sesuai dengan keperluan. 5. Posisi Pancang Tarik dipasang pada posisi dimana dapat menjangkau sebanyak mungkin pohon yang akan disarad. 6. Panjang bentangan jalur sarad per Etape berkisar 100 m. 7. Sebaiknya TPn/Landing direncanakan di atas punggung (uphill skidding) dan di tempat yang datar. 8. Hindari (jika mungkin) jalur sarad melintasi sungai, anak sungai dan daerah berbatu. 9. Rencanakan jalur sarad utama di pematang dan buatlah rencana posisi landing (etape) sedemikian rupa sehingga penggunaan kabel winch tidak melebihi 100 m. 10. Untuk mempermudah proses penyaradan dengan Pancang Tarik maka diupayakan agar kerapatan jalan utama, cabang atau ranting tetap memperhitungkan jangkauan winching Penandaan Jalan Sarad, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape dan TPn sebelum Penebangan Pelaksanaan penandaan Jalan Sarad, Jalur Sarad Pancang Tarik, Etape dan TPn di lapangan Pelaksanaan jalan sarad dari peta kerja ke lapangan tanpa melakukan kegiatan pengukuran tambahan, tetapi cukup dengan mencari nomor pohon yang berlabel merah/kuning yang terdapat di jalur sarad. Bila perlu dilakukan perbaikan rencana jalan sarad yang ada, apabila informasi tambahan tidak didapatkan pada peta kontur (seperti daerah rawa, batuan, lereng terjal, daerah yang tidak sesuai dan pohon yang dilindungi). Perubahan segera ditandai pada peta rencana kerja. Tanda jalur sarad dibuat dengan cat pada pohon-pohon yang terletak dikiri-kanan jalan sarad, supaya memudahkan pengontrolan jalan sarad setelah dilakukan pendorongan. Untuk menandai tempat TPn cukup dengan garis vertikal pada pohon yang tinggal. TPn sebaiknya dibuat sekecil mungkin atau cukup diletakan disepanjang jalan sarad utama dan disesuaikan dengan potensi kayu yang akan dipanen. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 13

26 A. Sasaran Perencanaan jalan sarad/jalur sarad dan TPn direalisasikan berdasarkan penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik dan dengan jumlah kayu yang disarad yaitu: Mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal dan singkapan tanah Mengurangi biaya penyaradan dan biaya pembuatan jalan Mempermudah regu Pancang Tarik untuk membawa Mesin Pancang Tarik ke posisi penyaradan. Mempermudah regu Pancang Tarik mengeluarkan kayu pada kondisi alat tidak memungkinkan untuk memanjat tebing. B. Pelaksana Regu perencanaan dan regu lapangan merealisasikan rencana jalan sarad dan jalur sarad Pancang Tarik, landing (etape) dan Tempat Penumpukan Kayu (TPn) di lapangan. Tenaga kerja yang melakukan penandaan pola sarad dan jalur Pancang Tarik adalah kombinasi dari regu perencanaan dengan regu Pancang Tarik secara bersamaan di lapangan. Penandaan Jalan sarad dan jalur sarad Pancang Tarik menggunakan peta dasar yaitu peta pohon dan peta kontur dengan menandainya dengan ribon. C. Bahan dan Peralatan Peta pohon/peta topografi (peta kerja dengan skala 1:5.000) Kompas Meteran Kuas, cat merah dan ribbon D. Prinsip pembuatan jalan sarad utama dan TPn Buatlah TPn sekecil mungkin jika diperlukan; jika hanya beberapa log, susunlah log disisi jalan tanpa perlu penggusuran tanah. Buatlah TPn pada daerah pematang dan di pinggir jalan yang kering serta datar (kelerengan < 5%). Jalan sarad diusahakan tidak melewati areal yang banyak terdapat pohonpohon bermanfaat (sumber pangan masyarakat) dan dilindungi. Penandaan cat miring ke dalam yaitu menunjukkan posisi sumbu jalan sarad (Gambar 2). Pengecekan pembuatan jalan sarad di lapangan dengan rencana di peta. Buat koreksi di peta berdasarkan realisasi pembuatan jalan sarad di lapangan. Untuk menggunakan Pancang Tarik maka diupayakan kerapatan jalan utama/cabang atau ranting berkisar antara m/ha, sedangkan Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 14

27 kerapatan jalan sarad utama berkisar antara 5-10 m/ha, sehingga jangkauan winching berkisar antara 100 m. Gambar 4. Penandaan jalur sarad dengan menggunakan pita merah Pembagian Petak Kerja dan Pemberian Peta Kerja untuk Operator Buldoser dan Regu Pancang Tarik Dalam satu petak kerja dibagi berdasarkan batas alam (sungai, anak sungai, jalan dan pematang) sebanyak 3-4 anak petak. Pembagian anak petak ini dilakukan oleh Mandor tebang dengan cara dundi. Untuk kelancaran kegiatan penebangan dan penyaradan, maka sebelum kegiatan penebangan peta kerja sebaiknya diberikan kepada masing-masing ketua regu Pancang Tarik (Gambar 5). Gambar 5. Pembagian petak dan peta kerja untuk masing-masing Unit Pancang Tarik. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 15

28 Pembagian pekerjaan tenaga kerja sbb: 1 = Operator Mesin Pancang = Operator Mesin Pancang m = Helper Chainsawman/ Hookman = Chainsawman % 5 Gambar 6 : Ilustrasi pembagian regu kerja dan proses penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik. Susunan team pekerja: 1. Ketua regu Ketua regu berfungsi sebagai pengatur pekerjaan yaitu operator Pancang Tarik, hookman dan penebang. Ketua regu biasanya memiliki pengalaman yang lebih lama dan bisa mengerjakan semua pekerjaan baik mengoperasikan mesin Pancang, menebang pohon ataupun sebagai hookman. 2. Operator Pancang Tarik Operator Pancang Tarik bertugas untuk menjalankan operasional dan bertanggung jawab dalam pemeliharaan mesin Pancang Tarik. Sebaiknya pada saat proses penyaradan berlangsung, digunakan helm standar yang dilengkapi dengan tutup telinga, agar kerusakan Foto: Bambang Wahyudi gendang telinga dapat dihindari. Gambar 7. Operator Mesin Pancang Tarik siap menjalankan mesin. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 16

29 Gambar 8: Operator Mesin Pancang sedang mempersiapkan alat Pancang Tarik. Tugas lain dari operator adalah melakukan penggulungan sling dengan rapi agar sling tersebut dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama (Gambar 10 ). Pada saat penggulungan kabel umumnya operator menggunakan ujung kayu untuk merapikan susunan kabel sambil memutarkan winch. Pada saat mengoperasikan mesin Pancang Tarik, untuk keamanan gendang telinga digunakan helm standard yang dilengkapi tutup telinga. Untuk memperlancar komunikasi kegiatan dengan anggota tim pada saat penyaradan berlangsung, digunakan alat komunikasi berupa radio komunikasi.. ARAH GULUNGAN SALAH ARAH GULUNGAN BENAR Gambar 9: Arah gulungan winch yang dan benar. salah Gambar 10: Proses perapian kabel sling dengan menggunakan ujung kayu. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 17

30 3. Hookman (2 orang) Hookman bertugas untuk memperhatikan proses jalannya log dari tunggak menuju etape sampai ke Landing. Apabila log pada saat ditarik terhalang oleh pohon lain, maka Hookman memberikan tanda aba-aba dengan menggunakan radio komunikasi ke operator untuk menginformasikan kabel sling berhenti atau jalan. Apabila chocker tersedia, maka hookman dapat mempersiapkan lubang dan menyisipkan chocker kesekeliling batang. Tugas lain adalah membantu menarik kabel sling menuju batang yang akan disarad. Foto: Bambang Wahyudi Foto: Bambang Wahyudi Foto: Bambang Wahyudi Gambar 11. Hookman sedang mengikatkan hook dan melepaskan hook. Pada saat posisi log menyangkut pohon, maka Hook man bertugas memindahkan posisi hook ke tengah, ujung atau pangkal untuk memudahkan pemutaran log agar dapat memindahkan posisi log. Tugas lain dari Hook man adalah mempersiapkan lubang masuknya Hook. Gambar 12. Hookman berupaya memasukan Hook kedalam lubang. 4. Helper Chainsawman bertugas membantu operator chainsaw dalam proses penebangan semua pohon komersial dan memasang label merah ditunggak, bontos log dan menyimpannya untuk laporan produksi. Selain itu helper dari chainsawman juga akan membantu Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 18

31 prsoses penyaradan untuk memasang dan melepas hook serta menarik kabel sling. 5. Chainsawman bertugas untuk menebang semua pohon komersial, membagi batang yang efisien dan ikut membantu proses penyaradan. Selain itu melakukan peruncingan pada pangkal/ujung batang, agar mudah disarad.. Gambar 13. Proses pembuatan takik rebah, takik balas, pemotongan ujung dan pangkal batang Survei lapangan untuk dan penyesuaian jalur sarad oleh regu Pancang Tarik Sebelum pelaksanaan operasional Pancang Tarik dilakukan, maka regu Pancang Tarik melakuan pengontrolan di lapangan dengan melakukan penyesuaian tanda jalur sarad dengan pajang kabel sling yang ada serta kondisi topografi. Selain itu juga melihat kelompok potensi yang ada dalam petak tebangan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 19

32 III. PROSEDUR KERJA PRODUKSI 3.1. Pembukaan Jalan Sarad Utama dan TPn Sebelum Penebangan A. Kondisi yang diharapkan Pembukaan jalan sarad utama dilakukan jika diperlukan (tusukan) oleh operator buldoser sebelum penebangan dimulai, sesuai dengan hasil rencana pola sarad yang telah dibuat oleh regu perencanaan. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah regu Pancang Tarik menuju posisi penyaradan. B. Pelaksana Operator buldoser, operator Chainsaw dan helper, operator Pancang Tarik. C. Peralatan dan bahan Buldoser, Chainsaw dan Pancang Tarik Chainsaw D. Prinsip pembukaan jalan sarad, jalur sarad dan TPn Pendorongan trase jalan sarad utama (tusukan) oleh buldoser hanya boleh dilakukan sampai dengan tanda stop yang telah ditentukan oleh regu perencanaan. Penambahan jalan sarad dimungkinkan apabila ada kendala pada Etape terakhir, dimana Alat Pancang Tarik tidak dapat melakukan manuver ataupun terkendala oleh topografi yang sangat curam dan berbatu. Penambahan jalan sarad (tusukan) ini hanya boleh dilakukan setelah mendapat persetujuan dari regu perencanaan. Adapun beberapa hal yang penting yang harus diperhatikan adalah: 1. Gunakan peta kerja (peta pohon dan peta topografi) untuk perencanaan kerja setiap hari. 2. Jalan sarad direalisasikan sesuai dengan perencanaan di peta dan seperti yang ditandai di lapangan. 3. Buatlah jalan sarad sekecil mungkin (tidak lebih dari 4 m); hindari kerusakan pohon-pohon di sepanjang jalan sarad (Gambar 14). 4. Jangan melakukan pengupasan tanah (blading) hanya jika perlu. 5. Jangan medorong pohon-pohon di kiri kanan jalan sarad yang bercat merah. 6. Jalur sarad hanya boleh dilewati oleh alat Pancang Tarik. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 20

33 Gambar 14:.Pembuatan terase jalan sarad/tusukan (gambar kiri) dan jalur sarad (gambar kanan) sebelum kegiatan penebangan Penebangan Terarah Sesuai dengan Jalan Sarad dan Pembagian Batang A. Hasil Yang Diharapkan Tebang terarah adalah penebangan pohon-pohon secara tepat ke arah/tempat jatuhnya pohon yang telah direncanakan sejajar ke jalur Pancang Tarik sebelumnya 2 * ) Tujuan tebang terarah adalah: 1. Mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal, permudaan dan keterbukaan tanah melalui proses penyaradan. 2. Pemanfaatan kayu yang maksimal dengan mengurangi limbah 3. Mengurangi jalur sarad Pancang Tarik. 4. Mengurangi tingkat kecelakaan pada saat pemanenan dan mengurangi biaya operasional lainnya. * ) Direncanakan sebelumnya: Penentuan pada saat perencanaan opersional pada peta kerja. Penentuan arah rebah ditentukan sebelumnya oleh operator Chainsaw sesuai dengan kondisi pohon terakhir di lapangan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 21

34 B. Pelaksana Regu Alat Pancang Tarik (Operator Alat Pancang Tarik, Hook Man, Chainsawman dan helper). C. Peralatan dan bahan Mesin Pancang Tarik (Pancang Tarik) 2 buah Chainsaw yang terdiri dari STIHL 70 dan STIHL 030 Chain Block (katrol) Paku U, Paku S Sling dengan panjang 6 m Parang, Sarung tangan dari kulit Baji untuk penebangan dan pembagian batang, Spare parts (rantai dan bar cadangan) Alat (kikir, kunci busi, busi, kunci pas, palu dll.) Petrol, oli bekas, gemuk Peta kerja (peta pohon dengan rencana jalan sarad) Kertas dan ballpoint Pakaian pengaman (sarung tangan, helm standard, sepatu kerja), Pita diameter Air minum, makanan. D. Prosedur penebangan terarah 1. Persiapan Pengontrolan kelengkapan peralatan dan bahan bakar (peralatan kerja, spare parts, solar, pelumas, dll.) Rencana harian dengan bantuan peta rencana kerja (peta pohon dan peta kontur dengan jalur sarad Pancang Tarik Mempelajari posisi jalur sarad Pancang Tarik yang telah direcanakan dan Tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) Menentukan posisi landing (etape) 2. Definisi tebang terarah Menentukan arah rebah dengan mempertimbangkan keadaan pohon yaitu: bentuk tajuk dan batang yang tidak silindris, arah angin, cacat pada batang, keadaan liana yang terkait dengan pohon lain. Arah rebah membelakangi arah penyaradan agar tidak mengganggu proses penyaradan, dan diupayakan arah sejajar dengan jalur Pancang Tarik. Menghindari kerusakan pada saat penebangan pohon komersial terhadap pohon inti. Menghindari arah rebah ke tempat yang banyak permudaan. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 22

35 Jangan menebang pohon ke daerah yang dilindungi (kiri-kanan sungai). Jangan menebang pohon ke arah anak sungai, batu, tunggak, daerah cekungan agar kayu tidak pecah. Tebanglah semua pohon ke daerah yang sudah terbuka, tetapi jangan menebang lebih dari 2 pohon dalam satu tempat yang terbuka. Penebangan dilakukan disesuaikan dengan kondisi pohon dan kondisi topografi di lapangan. 3. Pertimbangan Penebangan Utamakan keselamatan kerja, jangan menebang pohon jika merasa ragu akan timbulnya bahaya, misalnya terhadap liana, pohon yang condong. Pohon yang ditebang tidak pecah dan dapat dijangkau oleh kabel sling Pancang Tarik. Jangan menebang pada saat angin kencang. Bersihkan pangkal pohon dan sekitarnya dengan radius yang cukup. Amankan semua peralatan sebelum penebangan dilakukan. Yakinkan pada saat penebangan tidak ada orang lain disekitarnya (dengan radius sebesar dua kali dari pohon yang akan ditebang). Usahakan takik rebah serendah mungkin untuk memperoleh volume kayu yang lebih besar (Gambar 15-kiri); jika pohon berbanir, letakkanlah takik rebah secukupnya. Buat takik rebah kurang lebih 1/3 diameter pohon yang akan ditebang. Jika takik rebah sudah terbuka, maka nampak mulut takik rebah membentuk sudut 45 o (Gambar 15-kanan). Peletakan takik balas berkisar antara 5-10 cm terhadap takik rebah. Gambar 15. Sudut takik rebah sebesar 45 o dan posisi takik balas. Potonglah pada kedua sisi sedalam 5-10 cm agar kayu tidak pecah. Gunakan baji dari kayu untuk menjamin keselamatan penebang dan menjamin arah rebah pohon seperti apa yang telah direncanakan. Berhati-hatilah untuk menebang pohon yang kering. Memberikan isyarat pada saat membuat takik balas. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 23

36 Pasanglah potongan label pertama pada tunggak untuk kontrol dan label kedua pada batang yang disarad serta yang ketiga dilaporkan oleh Chainsaw operator pada mandor tebang. Buatlah peruncingan seminimal mungkin pada salah satu bontos log yang akan disarad, untuk memudahkan proses penyaradan dengan Pancang Tarik (Gambar 16). 4. Kegiatan setelah penebangan Manfaatkan semua kayu yang komersil yang telah ditebang juga jika kayu yang ditebang mempunyai kualitas rendah dan masih dapat digunakan, seperti kayu yang berlobang jika besarnya lobang tidak lebih dari 1/3 dari besarnya diameter. Jika kayu yang ditebang berbanir, potonglah bagian banir tersebut sampai terlihat silindris. Jika kualitas kayu di atas cabang pertama mempunyai kualitas kayu cukup baik (panjang 2 m atau lebih), potonglah log tersebut sampai di atas cabang pertama yang masih bisa dimanfaatkan. Potonglah panjang log sesuai dengan kemampuan sarad mesin Pancang Tarik. Catatlah jumlah kayu yang dipotong pada peta kerja dan tandai pada log dengan kapur crayon dan pemasangan label merah. Setelah aktivitas penebangan selesai, maka Operator Chainsaw dan helper membantu regu Pancang Tarik untuk memperlancar proses penyaradan. 5. Laporan harian Setiap sore hari operator Chainsaw memberikan laporan rutin penebangan kepada Mandor blok berdasarkan label dari pohon yang sudah ditebang Prinsip perencanaan dan penggunaan Sistem Pancang Tarik 1. Dengan menggunakan sistem Pancang Tarik maka peletakan trase jalan utama, jalan cabang ataupun jalan ranting serta jalan sarad baiknya dilakukan pada daerah pematang (punggung). 2. Untuk memudahkan dan meningkatakan keselamatan pekerja (uphill skidding) 3. Mengurangi erosi tanah 4. Panjang jalur sarad utama disesuaikan dengan penyebaran posisi pohon dan hanya direncanakan sesuai dengan keperluan. 5. Posisi alat Pancang Tarik dipasang pada posisi dimana dapat menjangkau sebanyak mungkin pohon yang akan disarad. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 24

37 6. Gunakan pohon support tree/pohon tambat dari pohon yang akan ditebang (pohon komersial). 7. Panjang bentangan kabel Pancang Tarik berkisar antara 100 m, tergantung pada kondisi kelerengan topografi, jenis dan diemensi kayu yang disarad. 8. Sebaiknya TPn/Landing direncanakan di atas punggung (uphill skidding) dan di tempat yang datar. 9. Hindari (jika mungkin) jalur sarad Pancang Tarik melintasi sungai, anak sungai dan daerah berbatu. 10. Rencanakan jalur sarad sedemikian rupa sehingga alat Pancang Tarik tidak terlalu sering berpindah tempat. 11. Gunakan Chain Blok pada posisi kayu/log yang kurang sesuai dengan arah jalur sarad Pancang Tarik. 12. Untuk mempermudah proses penyaradan dengan Pancang Tarik maka diupayakan agar menambahkan jalan sarad (tusukan) sesuai kebutuhan di lapangan dengan berkoordinasi dengan regu perencanaan. C. Bahan dan Peralatan Peta pohon dan peta topografi (peta kerja dengan skala 1:5.000) Kompas Meteran Ribon D. Prinsip pembuatan jalan sarad dan TPn Buatlah TPn sekecil mungkin, jika hanya beberapa log, gunakan sisi jalan tanpa perlu persiapan. Buatlah TPn pada daerah di pinggir jalan yang kering dan datar (kelerengan < 5%). Jalan sarad diusahakan tidak melewati areal yang banyak terdapat pohonpohon bermanfaat (sumber pangan masyarakat) dan dilindungi. Pengecekan pembuatan jalur sarad di lapangan sama dengan rencana di peta. Buat koreksi di peta berdasarkan realisasi pembuatan jalan sarad di lapangan Penyaradan dengan Menggunakan teknik "Winching" A. Sasaran Tujuan utama dari penyaradan dengan menggunakan Pancang Tarik dalam teknik RIL adalah: Untuk mengeluarkan kayu dari lokasi penebangan sampai ke TPn, dengan mengurangi kerusakan terhadap tegakan tinggal dan keterbukaan tanah Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 25

38 yang sekecil mungkin yaitu dengan perencanaan atau penandaan jalur sarad dan TPn sebelum penebangan. Mengurangi biaya penyaradan, kerusakan tanah dan tegakan tinggal. B. Pelaksana Operator Pancang Tarik dan pembantunya (Hookman) C. Bahan dan peralatan Helm standard yang dilengkapi tutup telinga Alat Pancang Tarik dengan kabel 7/8 inch pada drum sepanjang 100 m. Kabel cadangan dipersiapkan 100 m. Kabel sling 5/8 inch dengan panjang 6 meter. Paku U Palu Sarung tangan dari kulit Gambar 16. Helm Standard Radio Komunikasi Sumber: Husqvarna Kunci Pas untuk mesin Dompfeng (ukuran 14, 16, 17, 20, 22) Kunci Pas mesin Pancang Tarik (ukuran 24, 30) Peta kerja (peta pohon dan peta topografi dengan rencana jalur sarad) Blangko untuk laporan D. Prinsip penyaradan Prinsip-prionsip penyaradan dengan menggunakan Mesin Pancang Tarik adalah sebagai berikut: 1. Hindari pengupasan tanah pada saat penyaradan dengan meruncingkan salah satu bagian depan ujung log (Gambar 17). Gambar 17. Peruncingan salah satu ujung/pangkal log oleh Chainsawman untuk memudahkan penyaradan. 2. Untuk keselamatan regu Pancang Tarik, hindari penyaradan pada saat hujan deras. 3. Gunakan peta rencana kerja untuk mengontrol kayu yang disarad dan laporan dari penebang. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 26

39 4. Gunakanlah winching dari landing sampai ke log yang disarad dengan panjang 100 m. 5. Untuk mengatur arah kayu gunakan chain blok pada saat menyarad dimana posisi kayu tidak sejajar dengan jalur sarad (Gambar 18). Gambar 18. Chain Blok digunakan pada posisi jalur sarad yang tidak sejajar dengan jalur sarad. 6. Upayakan tidak mengunakan pohon induk sebagai katrol untuk memindahkan posisi batang kearah jalur yang dikehendaki (Gambar 19). Hal ini akan menyebabkan kabel sling akan melukai pohon yang dijadikan sebagai tumpuan dan mempercepat putusnya kabel sling. Gambar 19. Pemasangan kabel ke pohon induk untuk menggeser arah log sebagai contoh yang salah. 7. Lakukanlah pembagian batang, bila volume batang yang disarad melebihi kapasitas alat Pancang Tarik. 8. Kumpulkan dan susun batang kayu yang telah di sarad pada etape pertama didepan alat Pancang Tarik. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 27

40 9. Lanjutan penyaradan dengan Pancang Tarik dari etape pertama menuju ke etape berikutnya, sampai semua log dilangsir menuju TPn. 10. Lebih optimal bila dalam penyaradan dimanfaatkan "Choker" (Gambar 32 c) Gunakan sarung tangan dari kulit pada saat Hookman menarik kabel sling dan pada saat operator buldoser menjalankan mesin Pancang Tarik atau menyusun gulungan kabel sling (Gambar 19). Gambar 20: Sarung tangan yang terbuat dari kulit yang dapat digunakan saat menarik sling/hook dan menyusun kabel sling. (Sumber: Husqvarna) 12. Berikan oli bekas secara rutin pada saat penyaradan berlangsung ke semua gear yang bergerak agar proses penyaradan bisa berjalan dengan lancar. 13. Gunakan buldoser/skidder untuk menyarad log keluar dari jalan sarad menuju TPn (Jalan utama/cabang/ranting). 14. Untuk menjaga log agar tidak meluncur ke bawah dan menjaga keselamatan hookman, gunakan sling ½ inch dan paku U pada saat penyaradan di topografi yang curam dengan mengikatkan kabel sling ke bagian pohon yang dianggap kuat. 15. Untuk kelancaran penyaradan pada topografi yang curam, gunakan dua alat Pancang Tarik dengan jarak antar masing-masing alat 100 m. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 28

41 Gambar 21. Kegiatan penyaradan dengan "Winching" (kiri) dan bekas jalan log di jalur sarad (Foto: Bambang Wahyudi) Cara Menyarad Log dengan Unit Pancang Tarik Prinsip kerja penyaradan kayu dengan Unit Pancang Tarik adalah sebagai berikut: 1. Spesifikasi Mesin Pancang Tarik Spesifikasi mesin Pancang Tarik yang digunakan meliputi mesin penggerak merk Donfeng/Inda/Yanmar dengan kekuatan 22 PK, kemudian alat ini juga dilengkapi dengan 6-8 roda gigi (gear) dengan bahan bakar solar (Gambar 21). Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 29

42 Keterangan: 1. Mesin Penggerak 2. Pully 3. V-Belt 4. Gear Box (transmisi) 5. Poros 6. Roda Gigi 7. Bantalan roll 8. Kabel sling 9. Rangka Gambar 22. Skema Mesin Pancang Tarik (Hertianti, 2005) 2. Perpindahan Unit Pancang Tarik Panaskan alat Pancang Tarik dan bawalah ke lokasi penebangan yang sesuai dengan hasil undian anak petak yang telah diperoleh regu Pancang Tarik (Gambar 23). Alat ini berjalan secara manual dengan cara menghidupkan mesin, kabel winch diulurkan antara 5 10 m dan diikatkan ke salah satu pohon yang terletak di jalur sarad yang telah ditandai sebelumnya. Gulung kabel winch secara perlahan-lahan sampai mendekati pohon yang dituju. Setelah itu lepas ikatannya lalu ulurkan kabel sling tersebut sampai ke titik sasaran pada pohon berikutnya. Kegiatan ini dilakukan sampai menuju Etape yang terjauh dari jalan. Hal ini bertujuan agar batang-batang yang telah ditebang tidak mengganggu atau merintangi jalur sarad pada saat proses penyaradan berlangsung. Petunjuk Teknis Penggunaan Mesin Pancang Tarik Monocable Winch) 30

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging)

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging) Kerjasama Teknik Indonesia-Jerman Departemen Kehutanan dan Perkebunan Bekerjasama dengan Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi

Petunjuk Teknis. Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Ruslandi Penerapan Pembalakan Berdampak Rendah-Carbon (RIL-C) Ruslandi Petunjuk Teknis Pada Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) Panduan ini diproduksi oleh The Nature Conservancy dengan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

TEKNIK PENYARADAN KAYU

TEKNIK PENYARADAN KAYU TEKNIK PENYARADAN KAYU Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

Oleh/By : Yosep Ruslim. Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawaraman ABSTRACT

Oleh/By : Yosep Ruslim. Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawaraman ABSTRACT ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENYARADAN DENGAN MENGGUNAKAN PANCANG TARIK (MONOCABLE WINCH) DI PT BELAYAN RIVER TIMBER (Tehnical and Economical Aspects of Skidding with Monocable Winch System (Pancang Tarik

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Bab III PERENCANAAN PEMANENAN HASIL HUTAN Sebelum kegiatan pemanenan kayu dapat dilaksanakan dihutan secara aktual, maka sebelumnya harus disusun perencanaan pemanenan kayu terlebih dahulu. Perencanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN A. PENGERTIAN DAN KONSEP Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana

Lebih terperinci

Konsep RIL-C dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca

Konsep RIL-C dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Modul: Konsep RIL-C dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca The Nature Conservancy Program TERESTRIAL INDONESIA Jakarta, November 2013 Disusun oleh: Natural Resources Development Center Nurtjahjawilasa Kusdamayanti

Lebih terperinci

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM

STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM STUDI PRODUKTIVITAS PENYARADAN KAYU DENGAN MENGGUNAKAN TRAKTOR KOMATSU D70 LE DI HUTAN ALAM Muhdi, *) Abstract The objective of this research was to know the productivity skidding by tractor of Komatsu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika. (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest) Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2013 ISSN 0853 4217 Vol. 18 (1): 61 65 Ciri Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Rawa Gambut Tropika (Characteristics of Logging Waste in Tropical Peat Swamp Forest)

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT

PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT. RATAH TIMBER MARISA M WINDA SITANGGANG DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta

Lebih terperinci

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia

MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia www.greenomics.org MEMBENDUNG meluasnya preseden buruk pengelolaan HPH di Indonesia 5 Desember 2011 HPH PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa -- yang beroperasi di Provinsi Riau -- melakukan land-clearing hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) LAMPIRAN 2. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di petak tebang Q37 Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2011 IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Desa Mamahak Teboq,

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) LAMPIRAN 1. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM INDONESIA (TPTI) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu, TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan hasil hutan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang dapat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN No Standar Guru (SKG) Guru Mata Pelajaran 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

Lebih terperinci

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA Yosep Ruslim 1, Muchlis Rachmat 1 dan Erina Hertianti 2 1 Laboratorium

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN Indikator Esensial/ TEKNIK

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT. Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK PENGELUARAN KAYU DENGAN SISTEM KABEL LAYANG DI HUTAN RAKYAT Oleh: Dulsalam 1) ABSTRAK Pengeluaran kayu sistem kabel layang di hutan rakyat perlu mendapat perhatian mengingat sampai saat ini kegiatan pengeluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU

PERENCANAAN PEMANENAN KAYU PERENCANAAN PEMANENAN KAYU A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERENCANAAN PEMANENAN KAYU Defenisi : Perencanaan pemanenan kayu diartikan sebagai perancangan keterlibatan hutan beserta isinya, manusia/organisasi,

Lebih terperinci

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2

Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2 FAKTOR EKSPLOITASI DAN FAKTOR PENGAMAN PADA KEGIATAN PENEBANGAN SISTEM TEBANG PILIH TANAM INDONESIA DI HPH PT SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Yosep Ruslim 1 dan Gunawan 2 1 Laboratorium Pemanenan

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN

PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN PERBANDINGAN DAMPAK PENYARADAN MENGGUNAKAN MONOCABLE (MESIN PANCANG TARIK) DAN BULLDOZER TERHADAP KERUSAKAN TEGAKAN Yason Liah 1, Yosep Ruslim 2 dan Paulus Matius 3 1 Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Sebaran Pohon Pemetaan sebaran pohon dengan luas petak 100 ha pada petak Q37 blok tebangan RKT 2011 PT. Ratah Timber ini data sebaran di kelompokkan berdasarkan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan perusahaan swasta nasional yang pada tahun 1970 telah memperoleh kepercayaan dari pemerintah RI, Menteri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT PENELITIAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT. TRISETIA INTIGA Disusun oleh: Budi Setiawan

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Waktu penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia dikaruniai kekayaan sumber daya hutan yang harus dikelola dengan tepat. Sumber daya hutan dapat menghasilkan hasil hutan yang merupakan salah satu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN OPERASIONAL UNTUK PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH

PERTIMBANGAN OPERASIONAL UNTUK PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH PERTIMBANGAN OPERASIONAL UNTUK PEMBALAKAN BERDAMPAK RENDAH Maret, 2006 Departemen Kehutanan Republik Indonesia BUKU KETIGA DARI RANGKAIAN PEDOMAN TEKNIS PROJECT ITTO PD 110/01 REV.4 (I) : PROGRAM UNTUK

Lebih terperinci

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase 1 2 Latar Belakang Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. Banyak lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan telah terbakar dalam beberapa tahun terakhir ini. Kebakaran gambut sangat mudah menyebar di areaarea

Lebih terperinci

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu No.690, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Hutan Alam. Pemanfaatan. Hutan Kayu. Inventarisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS

KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS KETERBUKAAN AREAL HUTAN AKIBAT KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI PULAU SIBERUT KEPULAUAN MENTAWAI SUMATERA BARAT ADYTIA MACHDAM PAMUNGKAS DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE 53 PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE Felling Productivity on Community Teak (Tectona grandis) Forest Bone Regency Andi Mujetahid ABSTRACT Community teak

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta

BAB I PENDAHULUAN. unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air, vegetasi serta sumberdaya manusia.das

Lebih terperinci

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI Izin Usaha Pemanfaatan Penyerapan Karbon dan/atau Penyimpanan Karbon (PAN-RAP Karbon) Nomor: SK. 494/Menhut-II/2013 Hutan Rawa Gambut Tropis Merang-Kepayang Sumatera Selatan, Indonesia Oleh: PT. GLOBAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG INVENTARISASI HUTAN MENYELURUH BERKALA DAN RENCANA KERJA PADA IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU DALAM HUTAN ALAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman PENDAHULUAN Latar Belakang Terdegradasinya keadaan hutan menyebabkan usaha kehutanan secara ekonomis kurang menguntungkan dibandingkan usaha komoditi agribisnis lainnya, sehingga memicu kebijakan pemerintah

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG Kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB terus merosot dari 1,5% (1990-an) menjadi 0,67% (2012)

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS SURVEI POHON DAN TOPOGRAFI

PETUNJUK TEKNIS SURVEI POHON DAN TOPOGRAFI European Union Departemen Kehutanan PETUNJUK TEKNIS SURVEI POHON DAN TOPOGRAFI By : Martti Matikainen September 2000 PETUNJUK TEKNIS SURVEI POHON DAN TOPOGRAFI By : Martti Matikainen September 2000 BERAU

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 10 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan alam tropika di areal IUPHHK-HA PT Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama

Lebih terperinci

GUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR. KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT

GUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR. KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT GUNUNG GAJAH GROUP KALIMANTN TIMUR KAHARUDDIN, S.HUT. Dir. Produksi PT. UDIT HUTAN PRODUKSI KALIMANTAN TIMUR 500000,000000 600000,000000 700000,000000 300000,000000 400000,000000 100000,000000 Kalimantan

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan kadar CO 2 di atmosfir yang tidak terkendali jumlahnya menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut disebabkan oleh adanya gas

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON

STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON STANDARDISASI GERGAJI RANTAI UNTUK PENEBANGAN POHON Oleh Sukanda dan Wesman Endom 1 Abstrak Penebangan pohon merupakan salah satu bagian dari kegiatan penjarangan dan pemanenan hutan. Gergaji rantai adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? 3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan? Mengukur jumlah C tersimpan di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri

Lebih terperinci

MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG OLEH: NANANGZULlZARNAEN. E3I.l215. a -. - :...,. ~... ' JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG OLEH: NANANGZULlZARNAEN. E3I.l215. a -. - :...,. ~... ' JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN MEMPELAJARI TUGAS KEPALA PENGADAAN LOG DJ HPH PT. SARI BUMI KUSUMA KALIMANTAN BARAT OLEH: NANANGZULlZARNAEN E3I.l215 a -. - ~... ' :...,. JURUSAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN DAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PADA HUTAN RAKYAT/HUTAN MILIK/TANAH MILIK, AREAL TAMBANG, HTI, PERKEBUNAN

Lebih terperinci