PEDOMAN PRAKTIS KESEHATAN REPRODUKSI PADA PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PRAKTIS KESEHATAN REPRODUKSI PADA PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA"

Transkripsi

1

2 PEDOMAN PRAKTIS KESEHATAN REPRODUKSI PADA PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA DAFTAR ISI Sambutan Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat... 3 Kata Pengantar Direktur Bina Kesehatan Ibu... 5 Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dasar Hukum Pengertian Dasar Tujuan Sasaran Bab II Tahap-tahap bencana Bab III Pengorganisasian tim siaga bencana Kesehatan Reproduksi Pengorganisasian badan penanggulangan bencana di Indonesia Pengorganisasian tim siaga kesehatan reproduksi pada badan penanggulangan Bencana di Indonesia Pembagian tanggung jawab pada masing-masing badan penanggulangan bencana Pembagian tugas dan tanggung jawab Pembagian tugas sub tim siaga Kesehatan Reproduksi

3 Bab IV Langkah-langkah penanganan kesehatan reproduksi tiap tahapan penanggulangan bencana Tahap pra bencana Saat tanggap bencana Panduan tindakan operasional Tahapan tindakan operasional Pasca bencana Bab V Monitoring dan evaluasi Daftar Lampiran Daftar Apendiks Form Surveillans

4 SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA KESEHATAN MASYARAKAT Mengingat kondisi negara Indonesia yang secara geografis maupun sosial sangat rentan tehadap bencana baik bencana alam maupun bencana yang diakibatkan oleh perbuatan manusia, Departemen Kesehatan beserta jajarannya sangat diharapkan untuk lebih bersiap diri dalam menghadapi akibat dari semua bencana tersebut termasuk dampak bencana terhadap status kesehatan masyarakat pada umumnya dan status kesehatan reproduksi masyarakat pada khususnya. Dengan adanya paradigma baru dalam penanganan bencana saat ini, upaya tidak hanya difokuskan pada respon terhadap bencana melainkan juga difokuskan pada pengurangan risiko bencana melalui kesiapan penanggulangan bencana (emergency preparedness). Upaya kesiapan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan melalui penyusunan rencana kesiapsiagaan di bidang kesehatan reproduksi di tiap tingkatan mulai dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi maupun Nasional. Tersusunnya Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi dalam Penanggulangan Bencana di Indonesia yang dilengkapi dengan rencana kesiapsiagaan ini, diharapkan respon bencana yang cepat, tepat dan efisien melalui penerapan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) untuk kesehatan reproduksi dapat dilaksanakan sejak mulai fase awal bencana. Dengan adanya rencana kesiapsiagaan maka segala kebutuhan dalam penanggulangan bencana termasuk mekanisme koordinasi yang selama ini masih menjadi kendala sudah bisa dipersiapkan sebelum peristiwa bencana itu terjadi, sehingga bila terjadi bencana tinggal mengoperasionalkan rencana kesiapsiagaan yang sudah dibuat. Dalam pedoman ini, dipaparkan langkah-langkah yang harus dilakukan pada tiap tahapan bencana termasuk penyusunan tim siaga kesehatan reproduksi dan penyusunan rencana kesiapsiagaan. 3

5 Saya menyambut baik terbitnya buku ini, dan mengharapkan semua jajaran Departemen Kesehatan di setiap tingkatan sudah mulai menyusun langkah kesiapsiagaan pada penanggulangan bencana di wilayah masing-masing. Hal ini juga harus disertai dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat maupun di dalam jajaran Departemen Kesehatan sendiri akan pentingnya penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi, mengingat selama ini pelayanan kesehatan reproduksi pada fase awal bencana dianggap tidak penting dan masih belum tersedia. Mudah-mudahan dengan adanya buku pedoman praktis ini akan memudahkan upaya kita dalam mempersiapkan diri lebih baik pada penanganan dampak bencana terutama di bidang kesehatan reproduksi. 4

6 KATA PENGANTAR Pengalaman di Indonesia untuk penanganan permasalahan dalam situasi bencana di lapangan yang paling krusial adalah ketidaksiapan lokal mulai dari pengurangan dampak risiko melalui tahap kesiapsiagaan hingga tahap rehabilitasi. Paradigma baru dalam penanggulangan bencana saat ini adalah upaya tidak hanya difokuskan pada respon terhadap bencana melainkan juga fokus pada pengurangan risiko bencana melalui kesiapan penanggulangan bencana (emergency preparedness) dengan penyusunan rencana kesiapsiagaannya. Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat sering kali tidak tersedia karena tidak dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak dan bukan merupakan prioritas. Padahal pada kondisi darurat, tetap saja ada ibu-ibu hamil yang membutuhkan pertolongan, tetap ada proses kelahiran yang tidak bisa ditunda ataupun adanya kebutuhan akan layanan keluarga berencana. Dengan mengintegrasikan Paket Pelayanan Awal Minimum (PPAM) atau Minimum Initial Service Package (MISP) Kesehatan Reproduksi ke dalam setiap penanganan bencana di bidang kesehatan, diharapkan kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Departemen Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (Technical Guidelines for Health Crisis Response on Disaster) yang diadopsi dari pedoman-pedoman teknis serta referensi yang telah ada. Selain itu, khusus untuk kesehatan reproduksi, juga telah ada Referensi bagi Pengelolaan program. Namun untuk mendukung penerapannya di lapangan, masih diperlukan manajemen penanganan yang lebih spesifik dan lebih praktis, terutama bagi pengelola program. Untuk itu, dengan dukungan UNFPA, Departemen Kesehatan telah menyusun Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi pada Penanggulangan Bencana di Indonesia. Pedoman ini berisi tentang informasi mengenai 5

7 penanggulangan bencana, langkah-langkah pengorganisasian tim siaga bencana kesehatan reproduksi, dan langkah-langkah yang harus dilakukan pada setiap tahapan bencana, termasuk kesiapsiagaan dalam penerapan PPAM kesehatan reproduksi. Akhirnya, diharapkan agar pedoman praktis kesehatan reproduksi dalam penanggulangan bencana ini dapat membantu pengelola program dalam manajemen penanganan kesehatan reproduksi pada situasi bencana di Indonesia dan pedoman ini kelak akan dimasukkan dalam adendum Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. 6

8 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap semua jenis bencana yang tidak semuanya dapat diperkirakan datangnya dan tidak semuanya dapat dicegah. Bencana tersebut dapat berupa bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia. Konflik antar pemeluk agama maupun antar etnis telah beberapa kali terjadi di Indonesia seperti konflik yang terjadi di Kabupaten Sampit dan Sambas di Kalimantan, konflik antar agama di Ambon dan Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Kabupaten Poso), dll. Diantara semua jenis bencana, bencana alam merupakan bencana yang paling sering terjadi dan kerap menyebabkan korban jiwa dan dampak kerusakan yang hebat. Tsunami yang melanda provinsi Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara pada akhir tahun 2004 menyebabkan kematian lebih dari 160,000 orang, 37,000 orang hilang dan penduduk kehilangan rumah. Menyusul Tsunami, Gempa besar melanda Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) pada akhir bulan Mei 2006 dan merusak lebih dari rumah penduduk, korban jiwa dan 37,000 korban luka. Setelah kejadian dua bencana besar tersebut, bencana lain datang silih berganti seperti tsunami di pantai selatan Pangandaran, Cilacap sampai Yogyakarta, dan tanah longsor di Sumatera Barat dan beberapa bencana di daerah lainnya. Banyak pihak telah berupaya memberikan pelayanan kesehatan pada kondisi krisis akibat bencana di atas, namun masih terbatas pada penanganan masalah kesehatan secara umum; sedang kesehatan reproduksi masih belum menjadi prioritas dan sering kali tidak tersedia. Padahal pada kondisi darurat, tetap saja ada ibu-ibu hamil yang membutuhkan pertolongan, tetap ada proses kelahiran yang tidak bisa ditunda ataupun adanya kebutuhan akan layanan keluarga berancana temasuk juga kebutuhan khusus perempuan. 7

9 Dalam kondisi darurat resiko terjadinya kekerasan berbasis jender cenderung untuk meningkat oleh karena itu perlu adanya upaya pencegahan maupun penanganannya. Guna mewujudkan tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas pada situasi apapun terutama situasi emergensi diperlukan kesiapsiagaan semua pihak lintas sektor dan lintas program, baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Departemen Kesehatan RI telah menterjemahkan dan mengadopsi buku Reproductive Health in refugee situation yang disusun oleh Inter Agency Working Group on Reproductive Health in emergency situation menjadi buku pedoman: Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi dan juga telah memulai program kegiatan program penanggulangan kekerasan berbasis gender sejak tahun 2003 sebagai upaya untuk meningkatkan kesiapan dan pelaksanaan program kesehatan reproduksi dalam penanganan bencana. Namun demikian, penerapan panduan tersebut di lapangan masih sangat kurang dan program kesehatan reproduksi masih kerap terabaikan. Oleh karena itu, untuk memudahkan pemahaman dan penerapan program kesehatan reproduksi dalam situasi bencana, Departemen Kesehatan dengan dukungan dari United Nations Population Fund (UNFPA) telah menyusun pedoman praktis pelaksanaan program kesehatan reproduksi dalam situasi bencana bencana. Pedoman ini merupakan buku pelengkap dari buku Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi dan buku tersebut diterjemahkan dalam bentuk langkah-langkah singkat dalam membentuk Tim Siaga Kesehatan Reproduksi dan mempersiapkan Tim Siaga Kesehatan Reproduksi dalam melaksanakan program pelayanan kesehatan reproduksi pada saat bencana, saat tanggap bencana dan pasca bencana. Pemakai buku pedoman ini diharapkan untuk memahami terlebih dahulu buku pedoman Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi sebelum mempelajari buku pedoman praktis ini. 8

10 1.2. DASAR HUKUM Dasar hukum penanganan kesehatan reproduksi pada penyelenggaraan penanggulangan kesehatan reproduksi adalah: a. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. b. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW (Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan). c. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. d. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan di Daerah. e. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. f. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT). g. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2000 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang. h. Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. i. Kepmenkes Nomor 131/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. j. UU no 21 tahun 2007 tentang Trafiking. k. Undang Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pasal 55, ayat (1) menyatakan bahwa perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 huruf e dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Ayat (2) menyebutkan bahwa kelompok rentan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. bayi, balita, dan anak-anak; b. ibu yang sedang mengandung atau menyusui; c. penyandang cacat; dan d. orang lanjut usia. l. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. 9

11 1.3. PENGERTIAN DASAR a. Bencana Adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007, bencana dibagi menjadi bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. b. Penanggulangan Bencana (Disaster Management) Adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan penanggulangan bencana pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana mencakup tanggap darurat, pemulihan, pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. c. Kesehatan Reproduksi Adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya TUJUAN Tujuan Umum Meningkatkan kesiapsiagaan dan kualitas pelaksanaan pelayanan Kesehatan Reproduksi dalam situasi bencana. Tujuan Khusus 1. Terbentuk dan terkoordinasinya tim yang melibatkan seluruh pihak yang terkait baik dari pemerintah maupun non pemerintah termasuk komponen masyarakat 2. Tersedianya rencana kesiapsiagaan di masing-masing tingkatan. 10

12 3. Terjaminnya pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum untuk Kesehatan Reproduksi pada fase awal bencana SASARAN Panduan ini diperuntukkan bagi : 1. Penanggung jawab dan pengelola program Kesehatan Reproduksi beserta komponen-komponennya. 2. Penanggung jawab dan pengelola lintas program dan lintas sektor baik pemerintah maupun non pemerintah termasuk lembaga donor dan badan badan PBB. 3. Penanggung jawab dan pengelola bidang kesehatan pada Badan Penanggulangan Bencana (BPB). 11

13 BAB II. TAHAP-TAHAP BENCANA Menurut Undang Undang No. 24 Tahun 2007 tahapan bencana dibagi menjadi 3 tahap. Tahap tahap tersebut meliputi : 1. Pra Bencana Tahap pra bencana, dibagi menjadi; a. Fase kesiapan (situasi normal) b. Fase kesiapsiagaan (situasi dimana dinyatakan adanya potensi bencana) Perbedaan antara kedua situasi tersebut terletak pada kondisi masing masing wilayah pada suatu waktu. Ketika pihak yang berwenang menyatakan bahwa suatu wilayah berpotensi akan terjadi suatu bencana maka situasi yang semula dinyatakan tidak terjadi bencana akan secara otomatis berubah menjadi situasi terdapat potensi bencana. 2. Saat Tanggap Darurat Keadaan yang mengancam nyawa individu dan kelompok masyarakat luas sehingga menyebabkan ketidakberdayaan yang memerlukan respon intervensi sesegera mungkin guna menghindari kematian dan atau kecacatan serta kerusakan lingkungan yang luas. (SK Menkes no 145 tahun 2007, Pedoman Penanggulangan Bencana di bidang kesehatan). Pada masa tanggap bencana ditandai dengan besarnya angka kematian kasar di daerah bencana sebesar 1 per 10,000 penduduk per hari. Status tanggap darurat akan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana. 12

14 3. Pasca Bencana Transisi dari fase tanggap bencana ke fase pasca bencana tidak secara tegas dapat ditetapkan. Keadaan pasca bencana dapat digambarkan dengan keadaan: a) Angka kematian sudah menurun hingga <1 per 10,000 penduduk per hari; b) Ditandai dengan sudah terpenuhinya kebutuhan dasar dari penduduk, kondisi keamanan sudah membaik dan pelayanan kesehatan sudah mulai kembali ke normal. (Berdasarkan manual pelatihan PPAM jarak jauh/misp distance learning-reproductive Health in Crisis Situation dan buku Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi). Tahapan bencana akan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana. 13

15 BAB III. PENGORGANISASIAN TIM SIAGA KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA 3.1. PENGORGANISASIAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA Pembentukan struktur organisasi Badan Penanggulangan Bencana menurut UU No. 24 tahun 2007 dibagi dalam 3 tingkatan kewenangan sesuai dengan susunan kepemerintahan, yaitu; a. Pada Tingkat Nasional dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). b. Pada Tingkat Propinsi dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tingkat propinsi. c. Pada Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tingkat kabupaten/kota. Penanggulangan bencana di bidang kesehatan adalah menjadi tanggung jawab dari Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Departemen Kesehatan dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana di tingkat pusat PENGORGANISASIAN TIM SIAGA KESEHATAN REPRODUKSI DI BAWAH KOORDINASI PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS, DEPKES PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA Berikut ini adalah struktur organisasi penanggulangan bencana berdasarkan UU no. 24 tahun Keberadaan tim siaga kesehatan reproduksi di tingkat pusat direkomendasikan berada dibawah struktur dan koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis Depkes di bawah struktur dari Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana. 14

16 Bagan Posisi Tim Kesehatan Reproduksi dalam Penanganan Bencana di Tingkat Nasional Tingkat Pusat Badan Nasional Penanggulangan Bencana Departemen Kesehatan - Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Koordinator Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Bidang Data dan informasi Bidang Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan GBV Bidang Logistik Bidang Capacity Building Bidang Promosi (KIE) Tingkat Propinsi dan Kabupaten Badan Nasional Penanggulangan Bencana Unit Pelaksana Teknis (regional) BNPB PPK regional Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten Sub din Yankes/P2M Tim Siaga Kesehatan Reproduksi 15

17 Catatan: Pusat Penanggungan Krisis Depkes telah mendirikan 9 regional untuk penanggulangan bencana di seluruh Indonesia. Regional PPK berfungsi sebagai unit fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan kesehatan dan berfungsi sebagai pusat pengendali bantuan kesehatan, pusat rujukan kesehatan dan pusat informasi kesehatan. Ke-9 regional tsb adalah: 1. Sumatera Utara, Pusat di Medan dengan wilayah: NAD, Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat 2. Sumatera Selatan, Pusat di Palembang dengan wilayah: Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung dan Bengkulu 3. DKI Jakarta, Pusat di Jakarta, dengan wilayah DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat. Lampung dan Kalimantan Barat 4. Jawa Tengah, Pusat di Semarang, dengan wilayah: Jawa Tengah dan DI Yogyakarta 5. Jawa Timur, Pusat di Surabaya, dengan wilayah: Jawa Timur 6. Kalimantan Selatan, Pusat di Banjarmasin, dengan wilayah: Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur 7. Bali, Pusat di Denpasar, dengan wilayah Bali, NTB dan NTT 8. Sulawasi Utara, Pusat di Menado, dengan wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara 9. Sulawesi Selatan, Pusat di Makasar dengan wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku dan sub regional Papua dengan pusat di Jayapura dan mencakup wilayah Papua dan Irian Jaya Barat. 16

18 3.3. PEMBAGIAN TANGGUNG JAWAB PADA MASING MASING BADAN PENANGGULANGAN BENCANA 1. Upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi pada manajemen bencana ada pada tingkat kabupaten/kota adalah tanggung jawab tim siaga kesehatan reproduksi bekerja sama dengan dinas kesehatan kabupaten setempat. 2. Tanggung jawab upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi pada tingkatan provinsi bersifat suportif dan rujukan (referal) kepada tim siaga kesehatan reproduksi kabupaten/kota. 3. Tim siaga kesehatan reproduksi pusat bersifat suportif dan rujukan kepada tim kesehatan reproduksi Propinsi. Struktur Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Tim siaga Kesehatan Reproduksi terdiri dari beberapa bidang, dimana setiap bidang terdiri dari koordinator dan anggota. Pemilihan koordinator maupun anggota tim sedapat mungkin berdasarkan bidang kerja dan kemampuan dalam mengelola program kesehatan reproduksi. Koordinator Tim Kespro Penanggung Jawab Kespro Sektor Kesehatan... Wakil Koord: dari non pemerintah yang memiliki peran & fungsi yang relevan Bidang data dan informasi Bidang Pelayanan Kespro dan GBV Bidang Logistik Bidang Capacity Building Bidang Promosi (KIE) 17

19 Bagan 2. Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Di bawah ini adalah struktur tim siaga Kesehatan Reproduksi yang direkomendasikan: a. Rekomendasi anggota bidang Data dan Informasi - Kesga - Surveilans - IBI - NGO/INGO bidang kespro - Jejaring PPKtP (Program Penanggulangan Kekerasan terhadap Perempuan) - Lain-lain b. Rekomendasi anggota bidang Pelayanan Kespro dan GBV - Dokter RS- Puskesmas-IDI - Bidan RS- Puskesmas-IBI - POGI - Jejaring PPKtP - Lain-lain c. Rekomendasi anggota bidang logistik - Kesga - TU dinkes - IBI - BKKBN daerah - PMI - Lain-lain d. Rekomendasi anggota bidang capacity building - Kesga - IBI - P2KP/P2KS/ POGI - Anggota jejaring PPKtP - Perguruan Tinggi - Lain-lain 18

20 e. Rekomendasi bidang promosi (KIE) - Promkes - IBI - NGO/INGO - PKK Kader - BKKBN daerah - Jejaring PPKtP - Lain-lain Catatan: Daftar anggota tersebut adalah bersifat rekomendasi dan penentuannya dapat disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB Pembagian tugas dan tanggung jawab tim siaga kesehatan reproduksi: Fungsi dari tim siaga Kesehatan Reproduksi adalah sebagai pelaksana kegiatan kesehatan Reproduksi dalam kondisi bencana 3.5. PEMBAGIAN TUGAS MASING-MASING BIDANG DI BAWAH TIM SIAGA KESEHATAN REPRODUKSI Pembagian tugas sub tim pada tiap tahap bencana dapat dilihat pada lampiran 1. 19

21 BAB IV. LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA TIAP TAHAPAN PENANGGULANGAN BENCANA Tiap-tiap fase bencana memiliki karakteristik/kondisi yang tertentu. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang berbeda untuk setiap tahapan bencana. Agar kegiatan dapat berjalan dengan terarah, maka rencana yang disusun oleh Tim Siaga Kesehatan Reproduksi harus bersifat spesifik untuk tiap tahapan bencana yaitu: 1. Pada Tahap Prabencana baik dalam situasi normal dan potensi bencana, dilakukan penyusunan Rencana kesiapsiagaan yang dapat dipergunakan untuk segala jenis bencana. 2. Pada Tahap Tanggap Bencana, dilakukan pengaktifan Rencana Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi Rencana Kesiapsiagaan. 3. Pada Tahap Pasca Bencana, dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi TAHAP PRABENCANA Tindakan yang dilakukan adalah penyusunan rencana kesiapsiagaan kesehatan reproduksi pada setiap tingkat pemerintahan, mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi dan tingkat pusat. Rencana Kesiapsiagaan Adalah rencana kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Tujuan rencana Kesiapsiagaan 1. Membangun kesadaran stakeholder agar turut aktif dalam program penanganan bencana. 20

22 2. Memastikan koordinasi yang efektif dari respon bencana. 3. Memastikan respon bencana yang cepat, tepat dan efisien melalui penerapan Paket Pelayanan Awal Minimum untuk Kesehatan Reproduksi sejak fase awal bencana. Waktu penyusunan - Pada kondisi normal sebelum terjadi bencana Rencana kesiapsiagaan disusun pada kondisi normal sebelum terjadi bencana dan harus direview dan direvisi secara berkala sesuai dengan perkembangan kondisi daerah setempat (minimal 1 tahun sekali). - Pada saat terdapat potensi bencana Rencana kesiapsiagaan harus disesuaikan dengan kondisi daerah setempat. Pada saat terdapat potensi bencana dimana sering terjadi perubahan kondisi daerah, maka frekuensi review dan revisi rencana kesiapsiagaan harus ditingkatkan. Disamping itu harus pula ditingkatkan persiapan operasionalisasi dari rencana kesiapsiagaan tersebut. Tahap penyusunan rencana kesiapsiagaan 1. Tahap persiapan a. Pembentukan tim kesehatan reproduksi (telah dijelaskan pada bab III). b. Mengadakan pertemuan/lokakarya untuk mendapatkan kesepahaman tentang konsep PPAM (Paket Pelayanan Awal Minimum) dan penerapannya dalam penyusunan rencana kesiapsiagaan pada tahap berikutnya. Penjelasan PPAM dapat dilihat pada apendiks 2 dan pada buku Pedoman Kesehatan Reproduksi bagi Pengungsi. 2. Tahap penyusunan rencana kesiapsiagaan a. Identifikasi data-data kesehatan reproduksi (baik data cakupan maupun data sarana yang ada), termasuk data kerentanan di wilayah tsb. b. Pembuatan peta. 21

23 c. Tindakan untuk mengurangi kerentanan dan risiko kesehatan reproduksi. d. Penyiapan komponen rencana kesiapsiagaan. Proses identifikasi kerentanan kesehatan reproduksi dalam masyarakat melalui langkah; 1. Menilai status kesehatan reproduksi setempat berdasarkan indikator kesehatan reproduksi yang ada seperti angka kematian ibu, dll. (selengkapnya lihat apendiks 3) 2. Mengenali faktor faktor kerentanan kesehatan reproduksi seperti faktor kemiskinan, akses terbatas ke pelayanan kesehatan reproduksi, ketrampilan tenaga kesehatan dll. (selengkapnya lihat appendix 4 dan pencatatan hasil penilaian pada lampiran 2) Peta Kerentanan dan Risiko Peta adalah salah satu dari cara terbaik untuk mempresentasikan hasil dari penilaian kerentanan, dan analisa risiko. Langkah Langkah Menggambar Peta 1. Membuat simbol simbol yang menggambarkan; a. Kelompok kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi. b. Kelompok risiko tinggi kesehatan reproduksi pada populasi yang ada dalam wilayah setempat seperti : wilayah dengan prevalensi HIV, IMS, dll. c. Masalah kesehatan reproduksi pada masyarakat seperti tingginya jumlah kematian ibu, bayi dll. d. Tenaga kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi. e. Fasilitas kesehatan dan alur rujukan pelayanan kesehatan reproduksi (puskesmas PONED dan Rumah sakit PONEK) 2. Menggambar alur yang menghubungkan antara populasi setempat dengan fasilitas layanan kesehatan reproduksi 22

24 terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan kesehatan reproduksi. Penyiapan Komponen Kesiapan Penanggulangan Bencana Komponen kesiapan penanggulangan bencana meliputi; 1. Sumber daya manusia Tim siaga kesehatan reproduksi bertanggung jawab untuk menyiapkan kemampuan sumber daya manusia untuk pelaksanaan rencana kesiapsiagaan sesuai bidangnya masing-masing. 2. Pengorganisasian: sesuai pengorganisasian pada bab II 3. Fasilitas, alat dan bahan Langkah-langkah: a. Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan reproduksi b. Mengidentifikasi tempat penyimpanan logistik c. Mengidentifikasi tempat pelayanan d. Mengidentifikasi institusi/organisasi (nasional/ internasional) yang memiliki potensi dalam penyediaan logistik dan fasilitas kesehatan reproduksi. Penyediaan dan penyiapan kebutuhan material Kesehatan Reproduksi yang terdiri dari: a. RH kit b. Bidan kit (di luar paket RH kit) c. Individual kit: hygiene kit, kit bayi, kit ibu hamil, kit ibu bersalin d. Peralatan penunjang Kesehatan Reproduksi: tenda, generator, lampu penerangan dll Selengkapnya lihat pada appendiks 5 dan lampiran Perencanaan anggaran Tiap tingkatan pemerintahan perlu menyiapkan alokasi anggaran dan memobilisasi anggaran untuk membiayai rencana kegiatan pada rencana kesiapsiagaan. 23

25 5. Komunikasi, Informasi dan Edukasi Langkah yang dilakukan adalah: Penyusunan materi KIE yang berkaitan dengan situasi bencana seperti: o Bagaimana mendapatkan pelayanan dalam kondisi bencana o Tempat-tempat pelayanan yang tersedia dll Dan menyebarkannya secara luas kepada masyarakat. 6. Penyiapan Mekanisme Respon Penyiapan mekanisme respon dapat dilakukan dengan melakukan gladi/simulasi pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi dalam situasi tanggap bencana. Simulasi pelaksanaan berdasarkan rencana kesiapsiagaan dan tindakan operasional yang akan dibahas pada bagian berikutnya. Tindak Lanjut Pasca Penyusunan Rencana Kesiapsiagaan 1. Pengesahan dan penetapannya dengan landasan hukum 2. Sosialisasi kepada pihak-pihak terkait 3. Pelaksanaan rencana kesiapsiagaan 4.2. SAAT TANGGAP BENCANA Panduan Tindakan Operasional Tindakan yang dilakukan: - operasionalisasi dari rencana kesipasiagaan dibawah koordinasi koordinator tim siaga kesehatan reproduksi. Tujuan pelaksanaan tindakan operasional : Untuk memberikan respon yang cepat, tepat dan sistematis segera setelah dan selama tanggap bencana, sehingga efek yang ditimbulkan bencana terhadap kesehatan reproduksi dapat seminimal mungkin. 24

26 4.2.2 Tahapan Tindakan Operasional Tindakan operasional dari rencana kesiapsiagaan dibedakan menjadi respon awal dan respon lanjutan. 1. Respon Awal a. Penentuan Tingkat wewenang penanganan bencana: tingkat kabupaten/propinsi/nasional BENCANA Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Kabupaten Tidak tertangani Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Propinsi Tidak tertangani Tim Siaga Kesehatan Reproduksi PPK Pusat Tidak tertangani PPK regional setempat Keterangan Dalam hal terjadi bencana, maka tanggung jawab pertama upaya penanganan kesehatan reproduksi ada pada tingkatan kabupaten/kota, Manakala masalah Kesehatan Reproduksi yang timbul tidak tertangani oleh tim tingkat kabupaten, maka upaya penanganan akan mendapat dukungan dari tingkat di atasnya. b. Mengintegrasikan tim siaga kespro ke dalam tim koordinasi Badan Penanggulangan Bencana 2. Mobilisasi tim siaga kesehatan reproduksi untuk melakukan penilaian awal dan kegiatan lain secara simultan sesuai fungsi dari masing-masing sub tim. Penilaian Awal Kesehatan Reproduksi secara Cepat a. Tujuan: - untuk mengukur besarnya masalah yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi akibat bencana, dampak yang terjadi maupun yang mungkin terjadi terhadap kesehatan reproduksi. 25

27 - menjadi acuan bagi upaya kesehatan reproduksi yang tepat dalam penanggulangan dampak bencana terhadap kesehatan reproduksi. b. Penanggung jawab: koordinator bidang penilai pada tim siaga kesehatan reproduksi c. Waktu pelaksanaan: terintegrasi dengan penilaian kesehatan secara umum, dan waktu pelaksanaannya tidak lebih dari 72 jam setelah bencana terjadi. Penilaian awal kesehatan secara cepat dilakukan melalui alur sebagai berikut; Koordinator Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Bidang Data dan Informasi Mereview sumber informasi yang tersedia, berdasarkan rencana kesiapsiagaan Mengunjungi daerah bencana dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dengan cara; Mengisi form penilaian cepat kesehatan reproduksi untuk PPAM pada lampiran 4 Menganalisa informasi yang terkumpulkan dengan cepat Memberikan rekomendasi kepada koordinator Tim Siaga Kesehatan Reproduksi untuk operasionalisasi rencana kesiapsiagaan sesegera mungkin 4.3. PASCA BENCANA Kegiatan difokuskan pada upaya pemulihan kondisi kesehatan reproduksi. Secara definisi pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, 26

28 prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi dan difokuskan pada perencanaan pelaksanaan kesehatan reproduksi komprehensif. Pelayanan kespro komprehensif meliputi : a. KIA b. KB c. IMS, HIV dan AIDS d. Kespro Remaja e. Kespro usia lanjut f. Kasus kekerasan berbasis gender termasuk kekerasan seksual Kegiatan Pemulihan ini meliputi kegiatan: 1. Melakukan assessment untuk menilai kesiapan pelayanan Kesehatan Reproduksi sesuai kondisi normal Penanggung jawab: Koordinator bidang data & informasi Data yang dikumpulkan meliputi: a. Validasi data penduduk pasca bencana (mengacu pada apendiks 3) b. Lihat data-data awal kesehatan reproduksi sebelum bencana c. Mengidentifikasi sarana dan pra sarana (fasilitas kesehatan, ketersediaan staff, termasuk ketersediaan alat dan bahan) yang dapat direhabilitasi dan dikembangkan untuk pelaksanaan pelayanan RH yang komprehensif terpadu. 2. Perencanaan pelaksanaan Kesehatan Reproduksi komprehensif terpadu Perencanaan disusun berdasarkan hasil dari proses assessment. Komponen perencanaan meliputi : sumber daya manusia, fasilitas, alat dan bahan, anggaran. 3. Pelaksanaan Upaya Pemulihan Kesehatan Reproduksi Operasionalisasi dari perencanaan pelaksanaan kespro komprehensif terpadu. 27

29 BAB V. MONITORING DAN EVALUASI Tujuan keseluruhan dari Monitoring dan evaluasi adalah untuk mengukur efektifitas program, identifikasi permasalahan, mendapat pelajaran, dan meningkatkan performance secara keseluruhan. Aktivitas M&E digunakan untuk menilai kemajuan dari pelaksanaan hasil perencanaan dan menemukan kelemahan dalam penyusunan rencana. Format monitoring dan evaluasi dapat dilihat pada lampiran 5. 28

30 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1 : Pembagian tugas sub tim kesehatan reproduksi 2. Lampiran 2 : Hasil identifikasi kerentanan kesehatan reproduksi 3. Lampiran 3 : Hasil checklist stok logistik RH kit 4. Lampiran 4 : formulir penilaian cepat 5. Lampiran 5 : formulir monitoring - evaluasi DAFTAR APPENDIKS 1. Appendiks 1 : Glossary 2. Appendiks 2 : Pelaksanaan PPAM 3. Appendiks 3 : Indikator Kesehatan Reproduksi 4. Appendiks 4 : Faktor kerentanan 5. Appendiks 5 : RH supplies 29

31 Lampiran 1. Pembagian Tugas Sub Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Pra Bencana Tanggap Darurat Pasca Bencana Dalam situasi tidak ada bencana Dalam situasi terdapat potensi bencana Koordinator Tim Siaga Kespro Melakukan koordinasi menyusun rencana penanganan kesehatan reproduksi dalam penanggulangan bencana. Mengorganisasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil perencanaan Memantau pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan hasil tindak lanjut Meyakinkan akan pentingnya memasukkan komponen kespro dalam agenda pertemuan koordinasi kesehatan Mengkoordinasikan: proses penilaian bahaya, kerentanan dan resiko kespro pembuatan rencana kesiapsiagaan Sebagai focal point program Kespro Memberikan bantuan teknis dan saran bagi Koord. siaga kespro dan seluruh organisasi yang terkait bidang kespro; Berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan regional dalam perencanaan dan pelaksanaan program Kespro Melakukan koordinasi, rehabilitasi dan rekonstruksi 30

32 Bidang Data dan Informasi Bidang Pelayanan dan Kekerasan berbasis Gender Melakukan penilaian bahaya, kerentanan dan analisa resiko Kespro Mempersiapkan data dasar SDM, sarana dan prasarana kespro Membuat Pemetaan Wilayah Kespro Merencanakan sistem rujukan Kespro dalam kondisi darurat dgn menunjuk RS tertentu sbg pusat rujukan Mempersiapkan kerjasama RS swasta maupun pemerintah untuk menjadi RS rujukan dalam kondisi emergency Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Memastikan kesiapan Tim pelayanan Menggunakan indikator standar untuk memonitor hasil PPAM; Mengumpulkan, menganalisa, dan mendistribusikan data hasil penilaian cepat untuk digunakan pihak yang berkepentingan; Melakukan evaluasi pelaksanaan PPAM Kespro Memastikan pelayanan PPAM untuk kelompok spesifik: ibu hamil, menyusui dll. Mengadaptasi dan memperkenalkan formulir sederhana untuk memonitor aktivitas Kespro selama fase kegawatdaruratan yang dapat menjadi lebih komprehensif 31

33 Bidang Logistik Advokasi Kepmen untuk memasukan pelayanan Kespro dan Kekerasan berbasis Gender dalam situasi bencana. Sosialisasi protokol standard untuk pelayananan Kesehatan Reproduksi Pemantapan jejaring Merencanakan pengadaan alat & bahan untuk persediaan Menjamin ketersediaan Logistik untuk pelayanan kespro bila program tersebut sudah berkembang; Melapor secara teratur kepada tim koordinasi kesehatan. Memastikan masing masing koordinator lapangan dan anggotanya yang mempunyai tanggung jawab pada pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi telah berada di masing masing tempat mengaktifkan tim gerak cepat menempatkan posko-posko pelayanan kespro Distribusi Logistik Kespro Pencatatan dan pelaporan Pemantauan pemakaian logistik Pencatatan dan pelaporan 32

34 Bidang Capacity Building (stockpiling kondisi emergency dan penyimpanan maupun pengisian ulang. Pengadaaan barang Menyusunan mekanisme distribusi Pencatatan dan pemeliharaan RH Kits (minimal 6 bulan untuk obat-obatan yang akan kadaluarsa untuk dikirimkan ke Puskesmas) Pengadaan barang sistem pre-order Melakukan Pendidikan dan pelatihan manajemen bencana Membentuk tim gerak cepat kespro Melatih tim gerak cepat kespro Membuat sistem pencatatan dan pelaporan distribusi logistik Menentukan titik distribusi Memastikan ketersedian fasilitas untuk memenuhi kebutuhan reproduksi. Menginventaris proses pembelajaran (lessons learnt) untuk perbaikan ke depan 33

35 Bidang KIE Menyusun materimateri KIE untuk masyarakat: bagaimana mendapatkan pelayanan saat kondisi darurat, tempat-tempat yang bisa melayani dalam kondisi darurat (sesuai perjanjian kerjasama dengan RS dan layanan yang lain) Sosialisasi materi KIE yang sudah di susun Pendidikan tentang keterlibatan masyarakat dalam mendukung pelayanan Kespro pada saat bencana. Sosialisasi materi KIE yang sudah di susun Melakukan kegiatan KIE di daerah pengungsian bekerja sama dengan bidang Pelayanan Menyusun rencana kebutuhan pelatihan (manajemen dan teknis) di bidang Kesehatan Reproduksi Mengevaluasi materi yang ada berdasarkan pengalaman masa darurat dan melakukan revisi sesuai kebutuhan Penyusun materi KIE situasi pasca bencana Pemberdayaan masyarakat 34

36 Lampiran 2. Hasil Identifikasi Kerentanan Kesehatan Reproduksi Faktor Kerentanan Kesehatan Reproduksi Akar Masalah Tekanan Dinamis Keadaan Lingkungan Sumber Daya Manusia Kondisi Kesehatan Reproduksi Data Pendukung Pelayanan Keluaran Program Lampiran 3. Hasil Cek List Stok Logistik RH Kit Jenis RH Kit Tersedia Tempat Penyimpanan Kebutuhan Pasokan Keterangan Ya Tidak Lampiran 4. Form Penilaian Cepat Area Wilayah: Batas Wilayah Tanggal Asesmen/penilaian: Penilai Latar belakang Total Populasi saat ini Total Populasi sebelumnya Distribusi Umur dan Sex 35

37 No. Korban Hidup Jumlah A Korban Hidup Bayi 0-1 tahun Anak 2-5 tahun Anak: 6-14 tahun Wanita usia reproduksi: tahun Wanita: 50 tahun B Safe Motherhood ibu hamil C IMS dan pencegahan transmisi HIV dan AIDS Perkiraan Kebutuhan Blood Transfussion Fasilitas dan tenaga kesehatan Jumlah Kondisi (Layak atau Tidak Layak) Deskripsikan 1 RS yang mempunyai fasilitas obstetrik emergensi 2 Jumlah dan lokasi Sakit dengan PONEK 3 Jumlah dan lokasi puskesmas dengan PONEK 4 Ahli kebidanan 5 Ahli anestesi 6 Ahli bedah 7 Dokter umum 8 Bidan 9 Perawat 36

38 Lampiran 5. Tabel Monitoring - Evaluasi Lembar Monitoring - Evaluasi Kegiatan Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Tahapan Bencana Jenis Indikator Elemen Indikator Pencapaian Target (Nilai Minimal) Prabencana Masukan Struktur Organisasi Ada Kelengkapan Organisasi Ada Proses Penilaian Kerentanan Dilakukan Penyiapan Komponen Kesiapan Bencana Idem Lokakarya Rencana kesiapsiagaan Idem Kegiatan Tindak Lanjut Minimal (sosialisasi dan pengesahan) setidaknya 1 (kegiatan koordinatif) Dokumen Rencana kesiapsiagaan Ada 37

39 Tanggap Bencana Masukan Ket: seluruh output dalam indikator adalah masukan bagi tanggap bencana Keluaran Seluruh koordinator sub tim kesehatan reproduksi berfungsi dibawah koordinasi koordinator Tim Logistik untuk PPAM tersedia dan data kesehatan terkumpulkan Mengkoordinasikan semua sub tim untuk mencegah kekerasan seksual Staf terlatih dalam upaya pencegahan kekerasan seksual dan penanganannya Logistik mencukupi dan tersedia untuk melaksanakan Universal Precaution Staf mendapat pelatihan tentang pengetahuan mengenai Universal Precaution Kondom tersedia Darah untuk transfusi secara konsisten dilakukan screening Kit untuk persalinan yang bersih tersedia dan terdistribusi Menghitung jumlah paket persalinan bersih yang dibutuhkan untuk kelahiran selama 3 bulan Rumah sakit rujukan dinilai dan mendukung upaya pemenuhan staf yang berkualifikasi, peralatan dan kebutuhan suplai Sistem rujukan untuk kegawatdaruratan berfungsi 24 jam setiap hari 38

40 Pasca Bencana Masukan Proses Rekapan rutin penilaian statistik Pengumpulan data dan informasi Prevalensi pemakaian kontrasepsi dan metode yang disukai pengumpulan data dan informasi pengetahuan kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku dari populasi setempat Mengidentifikasi lokasi yang sesuai bagi pelaksanaan pelayanan RH yang komprehensif Menilai kapasitas staf untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif Penyusunan hasil penilaian dan rekomendasi Keluaran Data Mortalitas Maternal dan Neonatus Hasil penilaian dari pengetahuan dan perilaku Kesehatan Reproduksi Minimal satu dari: Diskusi Kelompok terfokus, Wawancara mendalam, survey berbasis masyarakat Dilakukan Dilakukan Ada Rekomendasi Ada 39

41 Appendiks 1. Glossary BENCANA ALAM Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. BENCANA NON ALAM Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. BENCANA SOSIAL Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. KESIAPSIAGAAN Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. MITIGASI Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. TANGGAP DARURAT Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. 40

42 PEMULIHAN Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. REHABILITASI Adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. REKONSTRUKSI Adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana. RAWAN BENCANA (KERENTANAN) Adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. RISIKO BENCANA Adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. 41

43 PENILAIAN KERENTANAN Adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan kemungkinan kemungkinan efeknya yang dapat mempengaruhi komunitas, aktivitas, dan organisasi. ANALISA RESIKO Adalah suatu proses menentukan asal dan skala dari dampak (berkenaan dengan bencana) yang dapat diantisipasi pada suatu daerah pada kurun waktu tertentu. Analisa resiko melibatkan kombinasi dari teori dan data empiris yang berkaitan dengan kemungkinan dari bahaya bencana yang diketahui akibat kekuatan tertentu atau intensitas yang terjadi pada tiap area ( pemetaan bahaya ) dan dampak (baik fisik maupun fungsi) akibat dari hasil tiap unsur resiko di tiap area yang diakibatkan masing masing potensi bahaya bencana (penilaian kerentanan dan perkiraan dampak yang mungkin timbul) 42

44 Apendiks 2. Paket Pelayanan Awal Minimal Kesehatan Reproduksi (selanjutnya akan disebut sebagai PPAM). a. Definisi PPAM adalah paket intervensi minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan reproduksi pada situasi bencana. b. Tujuan 1. Mengidentifikasi satu atau beberapa organisasi dan individu yang mampu mengkoordinasi dan menyelenggarakan PPAM 2. Mencegah dan mengelola kekerasan seksual dan akibatnya 3. Menekan penularan HIV melalui: Melaksanakan tindakan pencegahan umum (Universal Precaution) terhadap HIV/AIDS Menjamin tersedianya kondom secara gratis 4. Mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal dan bayi baru lahir dengan: Menyediakan kit yang berisi alat persalinan yang bersih untuk dapat digunakan oleh ibu guna menjamin persalinan bersih di rumah. Menyediakan kit persalinan guna menjamin persalinan yang bersih dan aman, dan Memantapkan sistem rujukan untuk mengelola kasus gawat bencana kebidanan 5. Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif, terintegrasi dengan puskesmas dan rumah sakit. 43

45 c. Komponen PPAM 1. Identifikasi organisasi dan individu untuk memfasilitasi koordinasi dan implementasi PPAM Focal point ditunjuk untuk mengkoordinasikan kegiatan kesehatan reproduksi sejak awal untuk mengatasi keadaan gawat darurat. Focal point akan bekerja dibawah koordinator umum bidang kesehatan. Semua organisasi pemberi bantuan harus bekerja sesuai dengan tugasnya dan siap siaga terhadap keadaan darurat. Kepekaan terhadap aspek kesehatan reproduksi dan gender harus selalu ditekankan dalam setiap pelatihan sumber daya manusia. Tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam bidang kesehatan reproduksi harus ditempatkan paling sedikit selama 6 bulan, sesuai dengan waktu yang diperkirakan untuk memantapkan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif. 2. Pencegahan dan manajemen kekerasan seksual dan akibatnya Semua petugas yang terlibat dalam penggulangan keadaan darurat harus sensitif akan masalah kekerasan seksual. Langkahlangkah untuk membantu korban kekerasan seksual, termasuk perkosaan, harus telah disusun pada fase awal keadaan darurat. Korban kekerasan seksual harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan dan pihak yang berwajib harus terlibat untuk memberikan perlindungan dan dukungan hukum. 3. Pencegahan morbiditas dan mortalitas maternal dan bayi baru lahir a. Penyediaan kit persalinan bersih untuk ibu dalam upaya meningkatkan persalinan bersih di rumah. Kit persalinan sederhana harus disediakan sehingga setiap saat dapat dipergunakan untuk persalinan yang terpaksa dilakukan dirumah. 44

46 b. Penyediaan kit persalinan bidan untuk membantu persalinan bersih dan aman. Pada fase awal keadaan darurat, persalinan sering terjadi diluar fasilitas kesehatan sehingga kit persalinan bidan penting untuk menjamin persalinan yang bersih dan aman. c. Penyusunan sistem rujukan untuk mengelola gawat darurat kebidanan Diperkirakan 5% 10% persalinan akan membutuhkan bedah Caesar. Kasus komplikasi lainnya seperti komplikasi aborsi juga harus di rujuk ke rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan darurat kebidanan komprehensif (PONEK). Oleh karena itu, sistem rujukan yang mampu menangani komplikasi kebidanan 24 jam sehari harus segera tersedia. Untuk itu diperlukan koordinasi dengan pemerintah setempat mengenai kebijakan dan prosedur sistem rujukan. Alat transportasi, tenaga yang terampil, alat dan suplai harus tersedia. 4. Menekan penularan HIV a. Mematuhi dan melaksanakan kewaspadaan universal/ universal precaution terhadap HIV dan AIDS Tindakan kewaspadaan universal harus ditekankan pada pertemuan pertama dengan para koordinator kesehatan. Dalam keadaan darurat, terdapat kecenderungan mengabaikan tindakan kewaspadaan universal sehingga membahayakan pasien dan juga petugas kesehatan. b. Menjamin ketersediaan kondom gratis Ketersediaan kondom harus dijamin sejak awal dalam jumlah cukup. Ketersediaan kondom di fasilitas kesehatan dan fasilitas lainnya juga harus diinformasikan kepada masyarakat. 45

47 c. Mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal dan bayi baru lahir. 5. Perencanaan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan dasar Rencana pengintegrasian pelayanan kesehatan reproduksi ke dalam pelayanan kesehatan dasar dilakukan sejak awal pelaksanaan PPAM, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Pengumpulan informasi kematian maternal dan bayi baru lahir, prevalensi IMS/HIV dan prevalensi pemakaian kontrasepsi b. Identifikasi fasilitas kesehatan yang memadai untuk pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dengan memperhatikan faktor keamanan, keterjangkauan, privasi, ketersediaan alat dan suplai, ketersediaan air bersih dan sanitasi serta kondisi asepsis. d Evaluasi PPAM Kesehatan Reproduksi Langkah-langkah yang dilakukan: 1. Menetapkan ruang lingkup evaluasi 2. Melakukan evaluasi 3. Menganalisa 4. Mengambil Kesimpulan 5. Mendokumentasikan 6. Melaporkan Hasil 46

48 Apendiks 3. Indikator Kesehatan Reproduksi Berdasar profil kesehatan reproduksi tahun 2003, di Indonesia secara umum didapatkan beberapa masalah kesehatan reproduksi yang membutuhkan penanganan segera, antara lain: Angka komplikasi dan angka kematian ibu yang masih tinggi Pelayanan serta perawatan selama masa kehamilan dan persalinan masih belum optimal. Sistem rujukan dan penanganan kegawatdaruratan obstetrik yang masih sering tertunda karena beberapa faktor. Status kesehatan reproduksi dan akses pelayanan KB masih kurang terpenuhi dan kurang terjangkau oleh sebagian wanita. Resiko terjangkitnya IMS dan HIV dan AIDS meningkat baik pada wanita maupun pria Adapun indikator kesehatan reproduksi meliputi : 1. Data populasi dasar Total penduduk Jumlah ibu hamil Jumlah wanita usia subur Jumlah ibu bersalin Jumlah pria usia subur Jumlah ibu menyusui 2. Kesehatan ibu dan anak Angka kematian ibu Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih Angka kematian bayi 47

49 Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetri terhadap persalinan total Indikator lain : o Angka kelahiran kasar o Cakupan perawatan postpartum o Angka lahir mati o Insidens komplikasi kebidanan o Cakupan pelayanan Ante Natal Care/ANC K1 dan K4 o Insidens aborsi tidak aman dan spontan 3. Keluarga Berencana Unmet Need (Kebutuhan yang tidak terpenuhi) KB Cakupan pelayanan KB CPR/Contraceptive Prevalence Rate Persentase kegagalan dan komplikasi pemakaian kontrasepsi Persentase dari tiap jenis kontrasepsi yang digunakan 4. Pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk HIV dan AIDS : Insidens kasus IMS Insidens kasus HIV dan AIDS 5. GBV (Kekerasan Berbasis Jender) Insidens kasus GBV (Kekerasan Berbasis Jender) 48

50 Apendiks 4. Faktor Kerentanan Kesehatan Reproduksi a. Akar masalah meliputi; Kemiskinan, Akses yang terbatas pada pelayanan Kespro, sebaran usia reproduksi dan penyakit yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. b. Tekanan dinamis meliputi; Kekurangan (Institusi pelayanan kespro, Pelatihan terhadap tenaga kesehatan, Kemampuan tenaga kesehatan dan Informasi mengenai permasalahan kespro) dan Tekanan makro (Pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat, Pembiayaan kesehatan). c. Keadaan lingkungan meliputi; Lingkungan fisik yang rapuh (Lokasi pelayanan kespro yang rawan, Bangunan dan infrastruktur pelayanan kespro yang tidak terlindungi), Keadaan Ekonomi yang rapuh berupa tingkat pendapatan yang rendah, Kelompok khusus yang beresiko tinggi terhadap masalah kespro, Prevalensi output program kesehatan reproduksi dan Aksi Publik berupa kurangnya persiapan terhadap datangnya bencana. 49

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA

PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA PENANGGULANGAN BENCANA (PB) Disusun : IdaYustinA 1 BEncANA O Dasar Hukum : Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 2 Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penanggulangan Krisis, Dr. Rustam S. Pakaya, MPH NIP KATA PENGANTAR Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, buku Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 ini dapat diselesaikan sebagaimana yang telah direncanakan. Buku ini menggambarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 SERI D.4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN

Lebih terperinci

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, 1 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN 1 PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU

PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU PEMERINTAH KOTA BATU PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK

PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LEBAK

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NGANJUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 19/2014 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 32 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 893 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI PEMANGKU JABATAN STRUKTURAL DAN NONSTRUKTURAL PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) Powered by TCPDF (www.tcpdf.org) 2 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI dan BUPATI BANYUWANGI MEMUTUSKAN: 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA Menimbang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANJAR dan BUPATI BANJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TANA TORAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 T E N T A N G ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana, baik yang disebabkan kejadian alam seperi gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

- 2 - MEMUTUSKAN : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERBAIKAN DARURAT PADA SAAT TRANSISI DARURAT BENCANA DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA SINGKAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SIGI PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2012 1 BUPATI SIGI PERATURAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANDA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 2 TAHUN 2011 Direncanakan oleh : Kasubbag Kelembagaan, IBRAHIM, S. Sos NIP. 520 010 396 Disetujui oleh : Kepala Bagian Organisasi, TENTANG PEMBENTUKAN

Lebih terperinci

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011

BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011 BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH TIMUR, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG 1 dari 8 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 783/MENKES/SK/X/2006. TENTANG REGIONALISASI PUSAT BANTUAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANGKAT NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANGKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANGKAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 9 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang:

Lebih terperinci

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman.

No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. No.1119, 2014 KEMENHAN. Krisis Kesehatan. Penanganan. Penanggulangan Bencana. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN KRISIS KESEHATAN DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR: 10 TAHUN 2010 SABID UAK SADAYU A NG T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA PARIAMAN KOTA PARIAMAN TAHUN 2010-0

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TEGAL

PERATURAN WALIKOTA TEGAL WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa kondisi geografis

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG

PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PEMERINTAH KABUPATEN EMPAT LAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN EMPAT LAWANG DENGAN

Lebih terperinci

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;

11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana; Menimbang Mengingat QANUN KABUPATEN ACEH JAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH JAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP

KEPALA PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BECANA DAERAH KABUPATEN LAMONGAN. SUPRAPTO, SH Pembina Tingkat I NIP Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT bahwa dengan limpahan rahmat dan karunia-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG 1 SALINAN WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG URAIAN TUGAS UNSUR-UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BANJARBARU

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG - 1 - PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG QANUN KABUPATEN ACEH TAMIANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH TAMIANG BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN KOORDINASI PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BKPBD) KOTA YOGYAKARTA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA BALIKPAPAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

KERENTANAN (VULNERABILITY)

KERENTANAN (VULNERABILITY) DISASTER TERMS BENCANA (DISASTER) BAHAYA (HAZARD) KERENTANAN (VULNERABILITY) KAPASITAS (CAPACITY) RISIKO (RISK) PENGKAJIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGURANGAN RISIKO BENCANA (DISASTER RISK REDUCTION)

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa secara geografis,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 80 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI, ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO BUPATI

Lebih terperinci

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana

Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Penger&an dan Ruang Lingkup Penanggulangan Bencana Miko Kamal, PhD Miko Kamal & Associates Ins&tut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara (ireformbumn) 1 Struktur bahasan Bencana Penyelenggaraan Penanggulangan

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 3 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1389, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Penanggulangan. Krisis Kesehatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 1/2017 WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 6 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA

PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA PROVINSI PAPUA BUPATI JAYAPURA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Mengingat : BUPATI JAYAPURA,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG RANCANGAN Menimbang : a. PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

GULANG BENCANA BENCAN DAERAH KABUPATEN KABUPATE MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR :60 2014 SERI : D PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA SERTA RINCIAN TUGAS JABATAN PADA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. No.2081, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Bantuan logistik. Pedoman. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 24 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA

Lebih terperinci

Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI

Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI i KESPRO.indb 1 614.599 2 Ind b Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Buku Pedoman Paket Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG 1 GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG URAIAN TUGAS UNSUR UNSUR ORGANISASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1903, 2017 BNPB. Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. PERATURAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BIMA, Menimbang : a. bahwa wilayah Kabupaten Bima memiliki kondisi geografis,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa wilayah Kabupaten Pacitan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 5 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI PERATURAN DAERAH KOTA TEBING TINGGI NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KOTA TEBING TINGGI DENGAN

Lebih terperinci