Korban Perkosaan Capai 168 Orang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Korban Perkosaan Capai 168 Orang"

Transkripsi

1 Banjarmasin Post 14 Juli Laporan Resmi Tim Relawan: Korban Perkosaan Capai 168 Orang JAKARTA - Setelah melakukan investigasi intensif sejak Kerusuhan Mei lalu, "Tim Relawan untuk Kemanusiaan" menyerahkan hasil temuan mereka atas tindak perkosaan massal yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia melalui Divisi Kekerasan terhadap Perempuan Tim Relawan ini, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Senin. Berkas laporan setebal 19 halaman itu diberi judul "Dokumen Awal No 3 tentang Perkosaan Massal dalam Rentetan Kerusuhan Puncak Kebiadaban dalam Kehidupan Bangsa." Dikemukakan, berkas itu menggambarkan dengan rinci hasil investigasi dan temuan mereka atas peristiwa perkosaan massal dan kerusuhan-pengrusakan yang mereka sebut begitu jelas, sistematis, terorganisir, serta melibatkan begitu banyak perencana dan pelaku. Dan berintikan pengeliminasian persona (manusia) menjadi res (barang). Mengenai jumlah, dikemukakan bahwa sampai 3 Juli 1998 total korban perkosaan dan pelecehan seksual massal yang melapor atau dilaporkan adalah 168 korban, 20 di antaranya meninggal dunia. Yang masih hidup kebanyakan berada dalam kondisi fisik dan tekanan psikologis yang berat. Dari 168 korban ini, 152 korban terjadi di Jakarta dan sekitarnya, 16 lainnya tersebar di Medan, Palembang, Solo dan Surabaya. Untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya juga dilaporkan secara rinci perihal tanggal, jumlah dan jenis kekerasan seksual yang dialami disertai jumlah korban maupun yang meninggal. Tanggal 13 Mei: Korban perkosaan disertai penganiayaan sebanyak 2 orang, korban perkosaan disertai pembakaran kemudian meninggal 3 orang dan pelecehan seksual 2 orang. Tanggal 14 Mei: Korban perkosaan 101 orang, perkosaan disertai penganiayaan 17 orang (7 meninggal), perkosaan disertai pembakaran kemudian semua meninggal sebanyak 6 orang, pelecehan seksual 8 orang (1 meninggal). Tanggal 15 Mei: Korban 1

2 perkosaan disertai penganiayaan 1 orang, pelecehan seksual 1 orang. Setelah 15 Mei: Korban perkosaan 2 orang (1 meninggal), korban pelecehan seksual 1 orang. Setelah 15 Mei hingga 3 Juli: Korban perkosaan 2 orang (1 di antaranya meninggal), perkosaan disertai penganiayaan 6 orang (1 meninggal), pelecehan seksual 1 orang. Jadi, sejak 13 Mei hingga 3 Juli jumlah korban perkosaan sebanyak 103 orang (1 meninggal); korban perkosaan disertai penganiayaan 26 orang (9 meninggal); korban perkosaan disertai pembakaran kemudian meninggal 9 orang; korban pelecehan seksual 14 orang (1 meninggal). Sehingga menurut laporan Tim Relawan ini total jumlah korban kekerasan seksual di Jakarta sebanyak 152 orang dengan 20 di antaranya meninggal. Koordinator Divisi Kekerasan Terhadap Perempuan Tim Relawan ini, Ita F Nadia didampingi Sekretaris Tim Relawan, I Sandyawan Sumardi SJ dan para relawan lain usai dialog menyerahkan Dokumentasi Awal No 3 itu kepada Komnas HAM. Para anggota Komnas HAM yang menerima adalah Asmara Nababan, Clementino dos Reis Amaral dan Sugiri. Tampak di antara relawan lainnya Dr Karlina Leksono, Debra H Yatim dan Ade Rostina Sitompul. Aib besar Tim Relawan juga mengemukakan alasan mengapa begitu lama laporan tersebut baru diserahkan, sehingga baru setelah 2 bulan dapat diamati masyarakat luas. "Di negeri ini dan di mana pun juga, diperkosa adalah kondisi yang dianggap aib atau cacat yang besar. Karenanya korban dan keluarganya pasti akan berusaha merahasiakan peristiwa yang menimpanya," ujar Ita F Nadia. Data ini diambil dari Dokumentasi Tim Relawan untuk Kemanusiaan, 13 Mei-3 Juli 1998 yang diperoleh dari para korban, saksi mata dan keluarga korban sejauh korban atau keluarga melapor kepada Tim Relawan. Ketertutupan korban, keluarga, dokter dan rumah sakit, karena tekanan teror, tidak memungkinkan Tim Relawan berkomunikasi dengan korban yang tidak melapor. "Peristiwa perkosaan yang terjadi setelah kerusuhan Mei sengaja dimasukkan, dengan pertimbangan bahwa modus operandi perkosaan menunjuk pada kesamaan dengan cara-cara perkosaan massal di seputar kerusuhan," tegas Tim Relawan. Ita juga sempat menyitir soal teror yang dilancarkan kepada para anggota keluarga korban, petugas rumah sakit, dokter dan tak urung juga anggota Tim Relawan sendiri dalam masa dua bulan terakhir. Soal teror yang tampak 2

3 sistematis ini juga terungkap saat Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi maupun Menteri Peranan Wanita datang ke Komnas HAM berkaitan dengan kasus ini. Tim Relawan mengimbau Komnas agar mendesak aparat keamanan dan lembaga pemerintah memberikan jaminan keamanan kepada seluruh warga negara. "Perasaan aman di kalangan perempuan dan seluruh masyarakat itu yang telah hilang," tambah Ita sambil menyatakan, laporan itu merupakan langkah awal upaya mendapatkan keadilan bagi para korban sekaligus peringatan kepada semua pihak akan tugas perbaikan. Dokumen Awal No 3 ini menurut Ita F Nadia juga akan diserahkan kepada anak-anak dan generasi yang akan datang. Tujuannya, katanya, agar kita semua belajar kembali tentang perbedaan antara apa yang beradab dan apa yang biadab. Juga mulai belajar kembali tentang apa yang baik dan tidak baik dalam hidup bersama. Hasil kerja sama Meskipun pemerintah berulang kali menunjukkan sikap tidak jelas atas data dalam kasus ini, Asmara Nababan tampak mengambil sikap tegas. Dikatakannya Komnas tidak akan mengklarifikasi lagi data temuan Tim Relawan. "Alasannya, temuan ini merupakan hasil kerja sama banyak pihak dan menjadi pemajuan bagi Komnas. Praktis pemajuan ini menjadi milik bersama agar publik menjadi tahu," katanya. Terhadap ancaman yang masih terus menimpa baik korban, saksi dan keluarga korban maupun Tim Relawan dan berbagai pihak yang memberikan bantuan, Ketua Sub Komisi Pemantauan Komnas menyatakan itu merupakan tugas aparat dan pemerintah. "Mereka harus segera melaksanakan tanggungjawabnya, menjamin rasa aman. Mereka punya wewenang melindungi warga negara." Kasus yang menurut Amaral dinilai biadab oleh dunia internasional dan sangat merusak citra bangsa ini juga harus segera ditangani tuntas. wip updated: 07/13/98 10:21:24 PM Edisi 16/03-20/Juni/1998 3

4 Wawancara Clementino Dos Reis Amaral: "Kami Punya Bukti, Pelakunya Jelas Kelompok Terorganisasi" Kerusuhan Mei 1998 lalu yang terjadi Jakarta dan beberapa kota di Jawa, meninggalkan luka yang mendalam di dalam diri para korban. Terutama di kalangan kelompok etnis Cina yang menjadi korban terbanyak dari kerusuhan terbesar dalam sejarah Orde Baru itu. Komnas HAM sendiri sebagai lembaga yang terus memantau pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia, 2 Juni 1998 lalu, sudah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan adanya kelompok terorganisr di belakangan kerusuhan yang telah memakan korban lebih dari 1000 nyawa melayang itu. Berikut wawancara anggota Komnas HAM, Clementino Dos Reis Amaral dengan Edy Budiyarso dari TEMPO Interaktif sebelum tim Komnas HAM bertemu dengan Pangab Jenderal TNI Wiranto, Jumat 19 Mei Wawancara berlangsung di kantor Komnas HAM di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Bagaimana tindak lanjut Komnas HAM atas peristiwa kerusuhan 14 Mei 1998 lalu? Kami terus melakukan pengecekan antara data yang kami miliki dengan data-data dari tim relewan. Agaknya kami berbeda pendapat dengan pernyataan Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie yang mengatakan kerusuhan itu spontanitas. Padahal, sehari setelah kerusuhan pada tanggal 15 Mei 1998, Pangdam Jaya mengatakan ada kelompok yang terorganisir. Ini menunjukkan sikapnya yang tidak konsisten. Bagaimana Komnas HAM sampai menyimpulkan hal itu, sedangkan Komnas HAM tidak membentuk tim pencari fakta seperti pada kasus-kasus lain? 4

5 Kami memiliki tim investigasi. Salah satu anggota Komnas HAM yang masuk dalam tim investigasi itu adalah Pak Charles Himawan. Kami juga bekerjasama dengan tim relawan yang lain. Siapa sebenarnya yang Anda maksud sebagai kelompok terorganisir? Itu yang kami belum ketahui secara pasti. Tetapi kami memiliki bukti-bukti dan saksi-saksi yang mengindentifikasikan bahwa mereka jelas kelompok terorganisir. Mereka berasal dari kelompok dalam aparat keamanan, dari sipil, atau kelompok lain. Inilah yang kami belum tahu secara pasti. Yang jelas tidak mungkin ada kelompok tidak terorganisir jika mereka bisa menggunakan pakaian pelajar SMA, padahal menurut saksi, muka orang-orang itu sudah tua. Mereka juga menggunakan truk dan bus dari satu tempat ke tempat lain. Bagaimana tanggapan Komnas HAM atas sikap pemerintah yang terlihat lamban menangani kasus-kasus seperti ini? Itu yang kami sangat sayangkan. Kerusuhan 14 sampai 17 Mei 1998 yang menimbulkan korban 1000 lebih orang tewas, tidak mendapat respon sedikit pun dari pemerintah. Tidak terdengar dari pemerintah bahwa mereka turut prihatin atau merasa berduka. Hal apa saja yang akan disampaikan Komnas HAM kepada Pangab? Ya. Kami akan mendesak Panglima ABRI agar segera menuntaskan kasus itu. Kami akan meminta ABRI untuk mengusut kelompok terorganisir di balik kerusuhan itu. Kami juga ingin mempertanyakan kembali kepada Pangab, bagaimana kasus-kasus penculikan dan orang hilang yang sudah lama kami laporkan tetapi sampai sekarang tidak jelas penyelesaiannya. Apa ada langkah khusus dari Komnas HAM terhadap korban pelecehan seksual dan perkosaan pada kerusuhan lalu? Ya. Kami akan membentuk tim khusus yang anggotanya ibu-ibu dari Komnas HAM, organisasi perempuan. Mereka akan kami minta untuk bekerjasama dengan polisi wanita. Mereka inilah yang akan melakukan investigasi. Masalah pelecehan seksual dan perkosaan itu sangat serius. 5

6 Apakah kepercayaan masyarakat tidak semakin menipis kepada aparat keamanan yang lamban menangani kasus itu? Hal itu juga yang akan kami sampaikan. Mudah-mudahan hal itu tidak terjadi. Sebab jika kepercayaan masyarakat kepada aparat keamanan tidak ada, maka negara ini bisa kacau. Edisi 16/03-20/Juni/1998 Wawancara Ita F. Nadia: "Para Pemerkosa itu Dikomando" Perempuan Cina dipilih sebagai korban perkosaan, mengingat posisi mereka lemah sekali. "Mereka bukan lagi double minority, tetapi triple minority" Kata Ita F. Nadia, Koordinator Divisi Pendampingan Korban Perempuan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan kepada Iwan Setiawan dari TEMPOInteraktif. Selain penjarahan dan pembakaran aset ekonomi nasional pada kerusuhan 13 dan 14 Mei 1998 lalu di Jakarta, ternyata banyak juga terjadi teror terhadap etnis Cina. Yang paling biadab adalah diperkosanya perempuan etnis Cina secara massal, dengan pelaku sekitar tiga hingga tujuh orang. Berikut petikan wawancara dengan Ita Nadia, Kamis, 18 Juni, di kantornya, di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Selain penjarahan dan pembakaran, dalam kerusuhan Mei lalu, banyak juga terjadi perkosaan. Mengapa? Setelah dilakukan investigasi, ternyata di samping penjarahan dan pembakaran, terjadi banyak perkosaan terhadap perempuan etnis Cina. Mereka dipilih karena posisi mereka sangat lemah. Dalam negara Indonesia di mana kekuasaan sangat terpusat di satu tangan, maka di luar itu setiap kekuatan masyarakat yang independen akan dipaksa tunduk terhadap kekuasaan absolut itu. 6

7 Selama Orde Baru berkuasa, perempuan tidak pernah dianggap sama haknya dengan lelaki, sehingga perempuan selalu dianggap milik lelaki. Hal ini terlihat bahwa lewat propaganda, dinyatakan bahwa perempuan yang baik haruslah menjadi ibu yang mampu mendidik anak, mengurus rumahtangga, mendampingi suami. Setelah itu barulah mereka dikatakan sebagai warga negara yang baik. Di sini terlihat bahwa politik Orde Baru sangat meminggirkan perempuan. Kerusuhan yang terjadi Mei lalu di Jakarta, tak lepas dari perebutan kekuasaan elite politik di Indonesia. Untuk itu, mereka butuh korban, dan yang dipilih adalah perempuan Cina. Karena posisi merekalah yang terlemah. Mereka bukan lagi double minority, tetapi triple minority. Jadi perempuan Cina adalah yang paling cocok untuk dikorbankan, karena mereka perempuan, berasal dari etnis Cina, dan beragama Kristen. Jadi jika mereka menjadi korban, maka mereka sulit membela diri. Apakah hal itu yang menyebabkan reaksi masyarakat kita sangat minim terhadap korban perkosaan itu? Ya, betul. Masyarakat kita cenderung menganggap ringan penderitaan korban perkosaan. Mereka lebih cenderung menghitung korban material, bukan moral masyarakat yang rusak. Padahal kerusakan moral lebih sulit ditangani. Apa kendala bagi Anda selama melakukan investigasi? Sebagian besar korban tidak mau menceritakan aib yang menimpanya. Ada yang lari ke luar negeri, atau pindah dan bersembunyi ke daerah lain. Jika mereka tinggal di rumah, keluarganya sangat protektif. Apakah korban perkosaan itu semuanya beretnis Cina? Benar. Tak ada satu pun kasus yang korbannya adalah etnis lain, semuanya Cina. Menurut saya, hal ini memang sengaja dilakukan. Apa tujuannya? Saya menduga bahwa pemerkosaan ini disengaja agar korban merasa tak aman lagi hidup di sini. Kasarnya, mereka diteror agar tak lagi betah hidup di Indonesia. 7

8 Katanya, ada pola yang sama pada pemerkosaan itu? Semua korban diperkosa dengan pola yang sama, yaitu pemerkosaan dilakukan oleh tiga hingga empat orang. Tidak pernah pemerkosaan dilakukan oleh satu orang. Ini namanya pemerkosaan massal. Apakah pola pemerkosaan seperti ini lazim dilakukan? Tidak, sama sekali tidak. Kami telah bertahun-tahun meneliti kasus perkosaan dan kekerasan pada wanita. Pada 95 persen kasus pemerkosaan, pelaku perkosaan telah dikenal baik oleh korban. Sedangkan dalam kerusuhan Mei lalu, semua pelaku perkosaan sama sekali tidak dikenal oleh korban. Saya melihatnya tidak sebagai pemerkosaan semata, tetapi teror. Mengapa para pelaku berlaku sedemikian biadab? Saya pikir, hal ini disengaja, mengingat pola perkosaan yang dilakukan sama. Tujuannya jelas: untuk membuat korban shock dan trauma. Pelaku sengaja melakukan pemerkosaan secara massal, agar korban kesulitan menemukan pelaku pemerkosaan. Apa dampak pemerkosaan massal itu bagi korban? Korban setidaknya mengalami shock berat. Ada juga yang mengalami gangguan jiwa, bahkan gila. Jika si korban melawan ketika diperkosa, mereka akan dibunuh setelah diperkosa. Akibat yang paling berat adalah korban melakukan bunuh diri, karena tak kuat menanggung rasa malu. Berapa jumlah korban pemerkosaan yang ada saat ini? Ada beberapa kategori korban pemerkosaan yang kami temukan dalam dua minggu ini. Pertama, korban pemerkosaan yang disertai pembunuhan, ada lima kasus. Kedua, pemerkosaan, yang korbannya bunuh diri, ada tiga kasus. Ketiga, korban pemerkosaan yang sekarang shock berat atau mengalami gangguan jiwa, ada 20 orang. Kini mereka dirawat di rumah sakit. Keempat, korban pemerkosaan yang lantas lari ke luar negeri, ada enam orang. Saya juga menerima telepon dari korban pemerkosaan yang sudah ada di luar negeri. Mereka kini tinggal di Singapura, Hong Kong, dan Taiwan -- jumlahnya ada 8

9 sepuluh kasus. Masih banyak korban yang belum bersedia ditemui atau dijenguk, mereka masih shock berat. Menurut antropolog Ariel Heryanto, perkosaan itu tidak bersifat spontan, tetapi sebuah paket yang dipersiapkan dan dikomando oleh sebuah kelompok yang ahli dalam kekerasan dan teror. Anda setuju? Ya. Apa yang dikatakan Ariel Heryanto tepat sekali. Artinya, Anda melihat bahwa pemerkosaan itu adalah bagian integral dari pembakaran dan penjarahan dalam kerusuhan Mei lalu? Saya melihat bahwa pemerkosaan, penjarahan, maupun pembakaran itu dilakukan oleh kelompok yang sama. 9

Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan

Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan Tragedi Mei 1998 dan Lahirnya Komnas Perempuan http://media.kompasiana.com/buku/2014/05/10/perkosaan-massal-di-kerusuhan-mei-1998-itu-memang-ada-tinjauan-buku-652239.html Buku dan foto koleksi penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar

BAB V PENUTUP. 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bahwa berdasarkan analisis yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan konsep noodweer exces dalam kasus penganiayaan atas dasar pembelaan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka 1 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan: 1) Perlindungan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Status dan kondisi anak Indonesia adalah paradoks. Secara ideal, anak adalah pewaris dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah kekerasan seksual terhadap anak. Anak adalah anugerah tidak ternilai yang dikaruniakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara tentumengenal yang namanya seorang anak. Status seorang anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dalam

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999 KLP: RUU KKR-1999 KOMPAS - Senin, 28 Jun 1999 Halaman: 1 Penulis: FER/AS Ukuran: 5544 RUU HAM dan Komnas HAM: Jangan Hapuskan Pelanggaran HAM Orba Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat semakin meresahkan. Dalam menyelesaikan suatu konflik atau permasalahan disertai dengan tindakan kekerasan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang memiliki beragam karakteristik etnis budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai macam permasalahan yang kerap

Lebih terperinci

Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98

Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98 Habibi Serahkan Dokumen Tragedi 98 Bakal Ada yang Kejang2 Jelang Pilpres 2019 Friday, May 12, 2017 https://www.detikmetro.com/2017/05/habibi-serahkan-dokumen-tragedi-98.html DETIK METRO - Presiden ke-3

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA, PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PERMOHONAN PERLINDUNGAN PADA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah dinyatakan dengan tegas dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 bahwa Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia (World Bank) dan banyak berkembang di negara-negara dunia ketiga (negara berkembang). Dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri.

BAB I PENDAHULUAN. Pusat yang dilakukan oleh beberapa teroris serta bom bunuh diri. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Penelitian Kasus teroris tidak pernah habis untuk dibahas dan media merupakan sebuah sarana atau alat untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah

Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah Cari Kuburan Massal untuk Pelurusan Sejarah Selasa, 26 April 2016 01:43 http://www.beritametro.co.id/feature/cari-kuburan-massal-untuk-pelurusan-sejarah Aktivis HAM menemukan kuburan massal yang diduga

Lebih terperinci

KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE. Pembunuhan Berencana Angeline

KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE. Pembunuhan Berencana Angeline KASUS ETIKA PROFESI KASUS ANGELINE Pembunuhan Berencana Angeline A. IDENTIFIKASI ISU 1. ISU FAKTUAL - APA YANG TERJADI? Pembunuhan berencana Angeline yang dilakukan oleh ibu angkat dan pembantunya. - DIMANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

Lebih terperinci

Perkosaan Massal Itu Terjadi.

Perkosaan Massal Itu Terjadi. Peristiwa Mei 1998 : Perkosaan Massal Itu Terjadi. Simak Ulasan Lengkapnya. https://www.jelasberita.com/2017/05/22/peristiwa-mei-1998/ Berbeda dari penyiksaan, pembakaran, dan penjarahan, perkosaan adalah

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi

BAB I PENDAHULUAN. yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan terhadap sesama manusia telah memiliki sumber atau alasan yang bermacam-macam, seperti politik, keyakinan agama, rasisme dan ideologi gender. Salah satu sumber

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar utama dalam setiap negara hukum, jika dalam suatu negara hak manusia terabaikan atau

Lebih terperinci

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018

JAKARTA 14 FEBRUARI 2018 KAJIAN KRITIS DAN REKOMENDASI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA TERHADAP RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (R-KUHP) YANG MASIH DISKRIMINATIF TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK SERTA MENGABAIKAN KERENTANAN

Lebih terperinci

pembentukan komisi kepresidenan

pembentukan komisi kepresidenan Keluarga korban pelanggaran HAM usul pembentukan komisi kepresidenan Setara dan keluarga korban mengatakan tidak ada rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran Published 3:47 PM, March 29, 2016 TUNTUT KEADILAN.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada setiap pasangan. Tak salah jika pasangan yang telah berumah tangga belum merasa sempurna jika belum dikaruniai

Lebih terperinci

"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR BAB I PENDAHULUAN "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kemajuan dalam penegakan hukum mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga 1. Jenis Kasus : A. LEMBAR FAKTA Kekerasan terhadap Perempuan di wilayah konflik Kekerasan dalam Rumah Tangga Lain-lain : 2. Deskripsi Kasus : 1 3. Identitas Korban : a. Nama : b. Tempat lahir : c. Tanggal

Lebih terperinci

Negara Punya Banyak PR untuk Atasi Labirin Kekerasan terhadap Perempuan

Negara Punya Banyak PR untuk Atasi Labirin Kekerasan terhadap Perempuan Negara Punya Banyak PR untuk Atasi Labirin Kekerasan terhadap Perempuan SOSIAL Pemerintah masih punya banyak pekerjaan rumah untuk mengatasi labirin kekerasan terhadap perempuan, demikian seruan Komisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pembahasan mengenai anak merupakan suatu kajian yang sedang banyak dibicarakan, baik di lingkungan masyarakat maupun di berbagai media massa. Pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara

Lebih terperinci

j K ika amu korban Perkosaan

j K ika amu korban Perkosaan j K ika amu korban Perkosaan 1 Desain oleh : Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Perkosaan Serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai peniske arah vagina,

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2]

[Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2] BERADA DI TENGAH-TENGAH AKSI TERORISME i [Oleh Ujang Dede Lasmana dari Buku berjudul Survival DiSaat dan Pasca Bencana Edisi 2] Bukanlah hal yang diduga bila suatu waktu anda tiba-tiba berada di tengah-tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu hal penting yang telah menjadi perhatian serius oleh pemerintah pada era reformasi adalah diangkatnya masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT),

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan

Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan Kriminalitas Seksual di dalam Pendidikan Disusun guna memenuhi tugas Bimbingan dan Konseling Dosen Pengampu: Muslikah Disusun Oleh: Andhika Cahya Purwanto 3401413084 Daftar Isi Pembukaan 1. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah, di rumah maupun di masyarakat. Begitu banyaknya

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 002/KOMNAS HAM/X/2010 TENTANG PROSEDUR PELAKSANAAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. panti tidak terdaftar yang mengasuh sampai setengah juta anak. Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menempati urutan pertama di dunia sebagai negara dengan jumlah panti asuhan terbesar yaitu mencapai 5000 hingga 8000 panti terdaftar dan 15.000 panti

Lebih terperinci

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT

Abstraksi. Kata Kunci : Komunikasi, Pendampingan, KDRT JUDUL : Memahami Pengalaman Komunikasi Konselor dan Perempuan Korban KDRT Pada Proses Pendampingan di PPT Seruni Kota Semarang NAMA : Sefti Diona Sari NIM : 14030110151026 Abstraksi Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG !"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali terjadi ketidakharmonisan, pertentangan dan perbedaan pendapat yang sering berujung pada kekerasan.

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36

Pelanggaran Hak-Hak Tersangka 2013 Wednesday, 01 January :00 - Last Updated Wednesday, 22 January :36 Sejak 2 Januari 29 Desember 2013, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melakukan pemantauan atau penelitian tentang dugaan pelanggaran hak-hak manusia yang difokuskan pada pelanggaran

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Analisa Media Edisi Oktober 2013

Analisa Media Edisi Oktober 2013 Darurat Kekerasan Seksual, Di mana Negara? Saat ini, kekerasan seksual menjadi ancaman yang sangat mengerikan bagi perempuan dewasa, anak, dan remaja perempuan di Indonesia. Setiap hari media massa elektronik

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS Di dunia ini Laki-laki dan perempuan memiliki peran dan status sosial yang berbeda dalam masyarakat mereka, dan Komisi diharuskan untuk memahami bagaimana hal ini berpengaruh

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita

Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 133 134 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 135 136 Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita Pssst... Ada Bahaya di Sekitar Kita 137 138

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN ATAS PENYALAHGUNAAN WEWENANG, PELANGGARAN DAN TINDAK PIDANA KORUPSI LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI

Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Selasa 26 September 2017, 15:58 WIB CIA Pantau PKI Momen Krusial! Ini Pantauan CIA Saat Kejadian G30S/PKI Fitraya Ramadhanny detiknews https://news.detik.com/berita/d-3658975/momen-krusial-ini-pantauan-cia-saat-kejadian-g30spki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Perempuan bekerja bukan lagi pemandangan langka. Ada yang bergaji tinggi sebagaimana karyawan kantoran yang berbekal titel, ada pula pegawai rendahan

Lebih terperinci

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1269,2014 KEMENHUT. Pengaduan. Penyalahgunaan Wewenang. Korupsi. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.63/MENHUT-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

I. PENDAHULUAN. tanggung jawab yang telah diembankan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak pada hakekatnya adalah sebuah anugerah dan juga sebuah amanah. Sebagai sebuah anugerah, anak adalah karunia terindah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan pembahasan, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Setting Sosial Tahun 1998, di Indonesia banyak terjadi demonstrasi hingga berujung pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber:

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: Lampiran 1. Daftar Pertanyaan dan Jawaban atas Wawancara yang Dilakukan Kepada Beberapa Narasumber: 1. Bapak Ardi Sofinar (Perwakilan UNHCR Medan) Pertanyaan yang diajukan seputar: Keberadaan UNHCR di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam 1 A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Mereka bersih seperti kertas putih ketika

Lebih terperinci

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012 KOMNAS PEREMPUAN Mei 1998 : kerusuhan dibeberapa kota besar, dengan berbagai bentuk kekerasan Kekerasan seksual menjadi

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan di dalam huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu ditetapkan P

2011, No Mengingat : d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana disebutkan di dalam huruf a, huruf b, dan huruf c di atas, perlu ditetapkan P No.798, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Penyelidikan Proyustisia. Pelanggaran HAM yang Berat. Prosedur. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata.

BAB I PENGANTAR. segala bentuk dan prakteknya telah berupaya dikembangkan, namun. cacat dan kekurangan dari sistem tersebut semakin terlihat nyata. 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi dijalani bangsa Indonesia kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara cenderung mengalami kemunduran kualitas, meskipun sistem

Lebih terperinci

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) I. Pendahuluan 1. Mengingat sidang permusyawaratan Majelis Hakim tidak dapat dicapai mufakat bulat sebagaimana diatur di dalam pasal 19 ayat ( 5 ) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan Secara umum kekerasan identik dengan pengerusakan dan menyebabkan kerugian bagi pihak lain. Namun jika kita pilah kedalam jenis kekerasan itu sendiri, nampaknya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

CATATAN AKHIR TAHUN 2013 LBH APIK NTT

CATATAN AKHIR TAHUN 2013 LBH APIK NTT CATATAN AKHIR TAHUN 2013 LBH APIK NTT PENDAHULUAN A. Gambaran Catatan Akhir Tahun 2013 LBH APIK NTT LBH APIK NTT Sebagai lembaga yang concern terhadap masalah perempuan dan anak senantiasa memperjuangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 002/KOMNAS HAM/IX/2011 TENTANG PROSEDUR PELAKSANAAN PENYELIDIKAN PROYUSTISIA PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindak kekerasan merupakan pelanggaran hak azasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Tindak kekerasan (violence)

Lebih terperinci

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak merupakan semua hal yang harus kalian peroleh atau dapatkan. Hak bisa berbentuk kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hak yang diperoleh merupakan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Dari catatan Komnas Perempuan, yang dimuat pada harian Kompas

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Dari catatan Komnas Perempuan, yang dimuat pada harian Kompas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan kekerasan terhadap wanita adalah fenomena sosial yang sering kali terdengar di telinga masyarakat dan sudah lama terjadi. Baru-baru ini menjadi topik hangat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG KOMISI INDEPENDEN PENGUSUTAN TINDAK KEKERASAN DI ACEH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berbagai tindak kekerasan yang terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya

Lebih terperinci