RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA"

Transkripsi

1 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA Jakarta, 2015

2 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KESATU NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA Jakarta, 2015

3 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BARANG DAN JASA NEGARA Jakarta, 2015

4 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Mengingat : bahwa pemanfaatan seluruh kekayaan alam dan sumber daya ekonomi lainnya yang dikuasai negara melalui penyelenggaraan kebijakan perekonomian nasional dilaksanakan untuk kepentingan nasional dan pemenuhan hajat hidup masyarakat yang sejahtera dan berkelanjutan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa pengadaaan barang dan jasa publik yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan kebijakan perekonomian nasional perlu didukung dengan adanya kepastian hukum, kepastian berusaha, kemandirian serta semangat kebersamaan untuk menciptakan iklim usaha dan persaingan usaha yang sehat dalam penyelenggaraan pengadaan guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik; c. bahwa materi muatan yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa yang ada belum datur dalam undangundang yang memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan kegiatan pengadaan barang dan jasa; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengadaan Barang dan Jasa Negara; Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 33, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

5 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADAAN BARANG DAN NEGARA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini, yang dimaksud dengan : 1. Pengadaan Barang dan Jasa Negara yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan sistematik dan strategis untuk memperoleh barang dan/atau jasa yang dimulai dari perencanaan, proses, pelaksanaan dan serah terima pekerjaan, sesuai kebutuhan yang berdasarkan prinsip dan tujuan serta ketentuan yang berlaku. 2. Barang adalah benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak yang terdiri dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan layanan publik. 3. Jasa adalah layanan pekerjaan yang mencakup pekerjaan konstruksi termasuk konstruksi terintegrasi dan jasa konsultansi, dan jasa lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan sesuai kebutuhan untuk memenuhi layanan publik. 4. Lembaga Pengadaan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang merumuskan, membuat dan menetapkan kebijakan, peraturan pelaksanaan dan mengawasi pelaksanaan Pengadaan barang dan jasa yang bersifat sentralistik. 5. Lembaga adalah Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah nonkementerian, Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Kabupaten, Pemerintahan Kota, Pemerintahan Desa, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Kontraktor Kontrak Kerja Sama, dan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha. 1

6 6. Unit Pelaksana Pengadaan adalah organisasi pada Lembaga yang berfungsi melaksanakan kegiatan Pengadaan yang bersifat permanen dan berdiri sendiri. 7. Pelaksana Pengadaan adalah penyelenggara kegiatan Pengadaan pada Lembaga yang dilaksanakan sesuai prinsip, tujuan dan kebijakan Pengadaan. 8. Pejabat Berwenang Pengadaan yang selanjutnya disebut Pejabat Berwenang adalah pimpinan tertinggi Lembaga atau pejabat struktural Lembaga yang ditunjuk dan diberi kewenangan oleh pimpinan tertinggi Lembaga, sebagai penanggung jawab umum atas penyelenggaraan dan anggaran Pengadaan. 9. Komite Penyelesaian Sengketa Pengadaan adalah komite yang menyelesaikan dan memutuskan sengketa administratif Pengadaan barang dan jasa di Lembaga yang bersifat nasional. 10. Pengguna Barang dan Jasa yang selanjutnya disebut Pengguna adalah fungsi dalam organisasi Lembaga yang melaksanakan perencanaan teknis Pengadaan dan sebagai pemakai akhir barang dan jasa. 11. Penyedia adalah badan usaha, badan hukum, dan orang perseorangan yang menyediakan dan memasok barang dan, mengerjakan pekerjaan jasa sesuai kebutuhan Lembaga. 12. Kontrak Pengadaan yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis yang bersifat mengikat antara Pejabat Berwenang dengan Penyedia atau pelaksana Swakelola. 13. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 15. Pemerintah Desa adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 16. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha atau perusahaan yang didirikan dan seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 17. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha atau perusahaan yang didirikan dan seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh daerah. 2

7 18. Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disingkat KKKS adalah Badan Usaha Tetap atau Perusahaan Pemegang Hak Pengelolaan yang ditetapkan untuk melakukan kontrak kerja sama dengan Pemerintah dan hak untuk melakukan kegiatan tertentu. 19. erja Sama Pemerintah dan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah pekerjaan penyediaan infrastruktur dan jasa layanan terkait untuk mendukung pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. 20. Pengawas adalah pihak yang melakukan pengawasan melalui audit, monitoring, evaluasi, pemeriksaan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap pelaksanaan dan kinerja Pengadaan. 21. Produk Dalam Negeri adalah barang dan/atau jasa, termasuk rancang bangun dan perekayasaan, yang diproduksi atau dikerjakan oleh perusahaan yang berinvestasi dan berproduksi di Indonesia, yang dalam proses produksi atau proses pengerjaannya dimungkinkan penggunaan bahan baku atau komponen impor. 22. Rencana Umum Pengadaan yang selanjutnya disingkat RUP adalah rencana yang berisi kegiatan dan anggaran Pengadaan yang akan dibiayai oleh Lembaga sendiri dan/atau dibiayai secara bersama berdasarkan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha. 23. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang selanjutnya disingkat UMKM adalah usaha produktif yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha sesuai ketentuan dalam peraturan perundangan. BAB II PRINSIP DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan Pengadaan berdasarkan prinsip: a. efisien; b. efektif: c. adil; d. transparan; e. bersaing; f. akuntabel; dan g. berwawasan lingkungan. Pasal 3 Penyelenggaraan Pengadaan bertujuan: 3

8 a. mewujudkan keterpaduan untuk memperoleh barang dan jasa yang tepat kualitas, kuantitas, sumber, waktu dan tempat dengan biaya yang optimal untuk memenuhi kebutuhan dan layanan publik; b. mewujudkan sistem Pengadaan yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, mengutamakan kepentingan nasional dan mampu menumbuhkan potensi nasional serta meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; c. mewujudkan sistem Pengadaan strategis yang berorientasi pada optimalisasi hasil dan manfaat, persaingan usaha yang sehat, dan pelaksanaan berjangka panjang; d. memberikan akses keterbukaan bagi masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses Pengadaan untuk memperoleh tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih; dan e. memberikan jaminan, pelindungan dan kepastian hukum serta kepastian berusaha para pihak dalam proses Pengadaan. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 (1) Ruang lingkup Pengadaan meliputi: a. prinsip dan tujuan Pengadaan; b. strategi dan kebijakan Pengadaan; c. Lembaga Pengadaan; d. Lembaga e. penyelenggaraan Pengadaan; f. dokuman Pengadaan; g. pengelolaan kinerja Pengadaan; h. pembinaan dan pengembangan kompetensi sumber daya manusia; i. pemberdayaan; j. peran serta masyarakat; k. pengawasan; dan l. penyelesaian sengketa administratif Pengadaan. (2) Ruang lingkup Pengadaan berlaku bagi Pengadaan pada: a. Kementerian Negara; b. Lembaga Negara Non Kementerian; c. Pemerintah Provinsi; d. Pemerintah Kabupaten; e. Pemerintah Kota; f. Pemerintah Desa; 4

9 g. BUMN; h. BUMD; i. KKKS; dan j. KPBU. (3) Ruang lingkup sumber anggaran Pengadaan meliputi: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; c. anggaran dana Desa; d. anggaran Badan Usaha Milik Negara; e. anggaran Badan Usaha Milik Daerah; f. anggaran Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan g. anggaran Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. BAB IV STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGADAAN Bagian Kesatu Strategi Pengadaan Pasal 5 (1) Strategi Pengadaan ditujukan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan Pengadaan yang efisien dan efektif serta mencapai target kinerja Pengadaan. (2) Strategi Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. percepatan proses Pengadaan; b. penurunan risiko Pengadaan; c. peningkatan persaingan usaha yang sehat; d. peningkatan posisi tawar; e. pengoptimalan biaya; f. peningkatkan pelayanan; dan g. peningkatan manfaat Pengadaan. (3) Strategi Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selaras dengan program kerja Lembaga. (4) Strategi Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan analisa data Pengadaan periode sebelumnya dan antisipasi kendala dan risiko Pengadaan. (5) Strategi Pengadaan dilaksanakan sejak perencanaan sampai dengan selesainya pelaksanaan Pengadaan untuk memberikan hasil dan manfaat Pengadaan yang optimal. 5

10 Bagian Kedua Kebijakan Pengadaan Pasal 6 (1) Kebijakan Pengadaan mengatur arah pelaksanaan Pengadaan agar sesuai dengan prinsip, tujuan dan target kinerja Pengadaan. (2) Kebijakan Pengadaan sebagaimana pada ayat (1) meliputi: a. mendukung kelancaran operasional Lembaga; b. menyederhanakan tata-cara Pengadaan; c. mempercepat pengambilan keputusan; d. meningkatkan kompetensi, profesionalisme, integritas, inovasi dan etika Pelaksana Pengadaan; e. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; f. meningkatkan peran UMKM dan/atau koperasi; g. meningkatkan penggunaan teknologi informasi atau elektronik; h. mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan aset yang telah dimiliki oleh Lembaga; i. mengimplementasikan belanja Pengadaan di Lembaga sebagai program investasi dan pengembangan usaha; j. mengembangkan sistem evaluasi kinerja Pengadaan yang meliputi prosedur, kualitas, waktu, biaya, manfaat, target, kewenangan dan tanggung jawab dalam rangka pencapaian tujuan Pengadaan; k. membangun kemitraan dan program pengembangan Penyedia untuk memperoleh Penyedia yang kompeten; dan l. memperhatikan aspek pemanfaatan sumber daya alam dan pelestariannya. (3) Kebijakan Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada setiap tahap proses Pengadaan oleh penyelenggara Pengadaan dengan cara terpadu dan berkelanjutan. (4) Kebijakan Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengintegraskan fungsi Pengadaan dengan: a. fungsi penganggaran; b. fungsi pembayaran; dan c. fungsi pengelolaan aset. 6

11 BAB V LEMBAGA PENGADAAN Pasal 7 (1) Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pengadaan. (2) Penyelenggaraan kegiatan Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Lembaga Pengadaan. (3) Lembaga Pengadaan berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 8 (1) Lembaga Pengadaan mempunyai fungsi: a. pengkajian; b. pengembangan: dan c. penyusunan kebijakan Pengadaan. (2) Lembaga Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. menyusun dan merumuskan strategi serta menentukan kebijakan, sistem dan prinsip untuk menyusun prosedur standar di bidang Pengadaan; b. menyusun dan merumuskan strategi dan kebijakan Pengadaan serta menentukan dan membina kompetensi sumber daya manusia di bidang Pengadaan; c. memonitor dan mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan Pengadaan; d. mengembangkan sistem informasi, melakukan pembinaan dan mengawasi penyelenggaraan Pengadaan; dan e. memberikan dan mengembangkan fasilitas yang dibutuhkan untuk pemberian layanan pemberian bimbingan teknis, advokasi, koordinasi penyelesaian masalah dan pengawasan serta bantuan hukum. (3) Lembaga Pengadaan dapat membentuk perwakilan di daerah. Pasal 9 (1) Lembaga Pangadaan dipimpin oleh seorang kepala yang ditunjuk dan diangkat oleh Presiden. (2) Kepala Lembaga Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh deputi. 7

12 Pasal 10 Ketentuan mengenai pembentukan organisasi, fungsi dan tugas Lembaga Pengadaan diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VI LEMBAGA Bagian Kesatu Unit Pelaksana Pengadaan Pasal 11 (1) Dalam menyelenggarakan kegiatan Pengadaan, Pimpinan Lembaga membentuk Unit Pelaksana Pengadaan yang bersifat permanen dan mandiri. (2) Unit Pelaksana Pengadaan meliputi unsur yang berfungsi melaksanakan kegiatan Pengadaan yang didukung oleh perangkat dan sistem organisasi. (3) Besar dan kelengkapan unsur Unit Pelaksana Pengadaan disesuaikan dengan jenis operasional Lembaga. (4) Unit Pelaksana Pengadaan di Lembaga dapat disesuaikan dengan jenis kegiatan dan kebutuhan serta dikoordinasikan oleh Lembaga Pengadaan. (5) Unit Pelaksana Pengadaan dipimpin oleh Kepala Unit Pengadaan yang diangkat dan diberi batas kewenangan oleh Pimpinan Lembaga serta bertanggungjawab kepada Pejabat Berwenang. (6) Kepala Unit Pelaksana Pengadaan sebagimana dimaksud pada ayat (5) mempunyai fungsi: a. merencanakan program Pengadaan; b. melaksanakan proses Pengadaan; c. menyiapkan dokumen Pengadaan; d. menyiapkan dan mengusulkan pemenang lelang; e. menyiapkan Kontrak Pengadaan; f. membuat perencanaan strategis unit pelaksana pengadaan, termasuk perencanaan organisasi, sumber daya manusia, sistem pendukung operasional dan standarisasi tingkat layanan; dan g. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja unit pelaksana pengadaan untuk mendukung tercapainya kinerja Lembaga. (7) Ketentuan mengenai Unit Pelaksana Pengadaan diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. Bagian Kedua Pelaksana Pengadaan 8

13 Pasal 12 (1) Unit Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud pada pasal 11 diselenggarakan oleh Pelaksana Pengadaan. (2) Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas dan bertanggungjawab menyelenggarakan proses Pengadaan sesuai prinsip, tujuan dan kebijakan Pengadaan. (3) Pelaksana Pengadaan wajib memiliki kompetensi dan sertifikat ahli Pengadaan. (4) Pelaksana Pengadaan merupakan fungsional Pengadaan atau profesi ahli Pengadaan. (5) Ketentuan mengenai Pelaksana Pengadaan diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. Bagian Ketiga Pejabat Berwenang Pasal 13 (1) Pejabat Berwenang bertanggungjawab atas: a. penyelenggaraan kegiatan Pengadaan; b. rencana kerja Pengadaan; dan c. anggaran Pengadaan. (2) Pejabat Berwenang mempunyai tugas: a. menyetujui rencana umum Pengadaan; b. menyetujui rencana anggaran Pengadaan; c. mengesahkan harga perkiraan sendiri; d. menetapkan pemenang lelang; e. menandatangani Kontrak dan Swakelola; f. menandatangani pakta integritas; g. mengawasi pelaksanaan anggaran Pengadaan; h. memutuskan jawaban atas sanggahan dan perselisihan; dan i. menetapkan batas kewenangan kepada Kepala Pengadaan. (3) Ketentuan mengenai Pejabat Berwenang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Keempat Pengguna Pasal 14 (1) Pengguna sebagai pemakai akhir barang dan jasa mempunyai fungsi: a. membuat prencanaan kebutuhan; b. membuat spesifikasi barang dan jasa; 9

14 c. membuat kerangka acuan kerja; d. membuat harga perkiraan sendiri; e. menyiapkan konsep Kontrak; f. mengawasi dan memeriksa pelaksanaan pekerjaan; dan g. menerima hasil pekerjaan. (2) Ketentuan mengenai Pengguna diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. BAB VII PENYELENGGARAAN PENGADAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 15 (1) Tahapan penyelenggaraan Pengadaan meliputi: a. perencanaan; b. penganggaran; c. proses Pengadaan; d. pengelolaan Kontrak; dan e. pembayaran. (2) Proses Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. Pengadaan melalui Penyedia; dan b. Pengadaan secara Swakelola. Pasal 16 (1) Penyelenggaraan Pengadaan dilaksanakan berdasarkan prinsip, tujuan, strategi, kebijakan dan target Pengadaan untuk memperoleh hasil dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. (2) Penyelenggaraan Pengadaan dilaksanakan dalam rangka: a. implementasi program dan pengembangan; b. implementasi hasil dan manfaat; c. meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja; d. memperoleh dan meningkatkan pendapatan; e. meningkatkan kegiatan perekonomian; dan f. meningkatkan penyerapan anggaran belanja; (3) Penyelenggaraan Pengadaan dilaksanakan secara transparan dan partisipatif dengan memberikan kesempatan berusaha bagi UMKM dan/atau koperasi. 10

15 (4) Penyelenggaraan Pengadaan dilaksanakan untuk: a. memperoleh kesempatan berusaha; b. menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan bertanggung jawab; c. meningkatkan potensi dan kapasitas nasional, daya saing industri dalam negeri; dan d. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Bagian Kedua Perencanaan Pengadaan Pasal 17 (1) Perencanaan Pengadaan dilakukan secara sistematis, terpadu, terarah, dan berkelanjutan. (2) Perencanaan Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Lembaga. (3) Perencanaan Pengadaan dilakukan dengan memperhatikan: a. rencana jangka panjang; b. rencana jangka menengah; c. anggaran pendapatan dan belanja; d. program kerja; dan e. peluang untuk membangun kemampuan dan potensi nasional. (4) Perencanaan Pengadaan dilaksanakan dalam bentuk RUP dan diumumkan kepada masyarakat di awal tahun anggaran. (5) RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat: a. analisis kebutuhan nyata Pengadaan selaras dengan program kerja organisasi; b. analisis pengeluaran tahunan Pengadaan pada tahun sebelumnya; c. analisis kebutuhan kedepan; d. pemaketan dan pembuatan spesifikasi Pengadaan dan kerangka acuan kerja; e. penentuan kategorisasi barang dan jasa; f. prioritas pengadaan; g. penetapan target dan kinerja Pengadaan; h. hubungan program jangka menengah dan panjang; i. waktu dan jadwal pelaksanaan; j. cara pelaksanaan; k. estimasi biaya dan persetujuan anggaran; l. sumber pembiayaan; dan m. perencanaan proses Pengadaan. 11

16 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan Pengadaan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Penganggaran Pengadaan Pasal 18 (1) Penganggaran Pengadaan dilaksanakan sesuai dengan anggaran belanja dan pendapatan Lembaga. (2) Penganggaran Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui sistem penganggaran secara elektronik dalam 1 (satu) tahun anggaran atau tahun anggaran berikutnya. (3) Dalam hal terjadi pelaksanaan pekerjaan yang melewati tahun anggaran, maka anggaran dimaksud dapat dilanjutkan ke tahun anggaran berikutnya dengan persetujuan Pejabat Berwenang. (4) Penganggaran Pengadaan untuk pekerjaan rutin dan pemeliharaan pada kontrak jangka panjang, berlaku selama masa kontrak. (5) Pembahasan anggaran Pengadaan dilakukan secara terbuka dan transparan. Bagian Keempat Proses Pengadaan Paragraf 1 Umum Pasal 19 (1) Proses Pengadaan meliputi kegiatan: a. penetapan target, strategi dan perencanaan Pengadaan; b. penentuan sumber pengadaan dan evaluasi kondisi pasar; c. penentuan paket dan metoda pemilihan; d. penentuan harga perkiraan sendiri; e. penetuan jenis dan cara evaluasi; f. penentuan jenis Kontrak; g. pembuatan Kontrak; h. monitoring dan pengawasan pekerjaan; i. serah terima hasil pekerjaan; dan j. evaluasi kinerja. (2) Proses Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan sebagai berikut: 12

17 a. dilakukan secara strategis dan komprehensif untuk menjamin tercapainya tujuan Pengadaan; b. dilakukan berdasarkan kebutuhan nyata; c. memenuhi spesifikasi dan standar kualitas; d. sesuai biaya dan harga yang optimal, dan kompetitif; e. sesuai waktu penyerahan atau penyelesaian pekerjaan yang wajar; f. barang dan jasa yang standar dilakukan dengan menggunakan e- Katalog; dan g. pekerjaan pemeliharan rutin dilakukan melalui kontrak berbasis kinerja dan berjangka panjang. (3) Proses Pengadaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (4) huruf c, wajib dilaksanakan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Poses Pengadaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (4) huruf d, wajib menggunakan produk dalam negeri, apabila : a. barang dimaksud telah diproduksi di dalam negeri; b. spesifikasi sesuai persyaratan kebutuhan; dan c. jumlah produksi dalam negeri memenuhi kebutuhan. (5) Proses Pengadaan di luar negeri yang dilaksanakan Perwakilan Lembaga di luar negeri dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (6) Proses Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengutamakan penggunaan mata uang rupiah. Pasal 20 (1) Proses Pengadaan memperhatikan karakteristik Pengadaan yang meliputi: a. karakteristik Pengadaan di daerah; b. karakteristik Pengadaan bisnis sektoral. (2) Karakteristik Pengadaan di daerah memperhatikan hal sebagai berikut: a. kondisi daerah, jarak tempuh, kondisi jalan, transportasi antar pulau, kondisi cuaca dan daerah terpencil; b. pemberdayaan produk lokal setempat; c. pemberdayaan potensi perusahaan di daerah setempat dengan memberikan pekerjaan berdasarkan batas nilai tertentu. (3) Karateristik Pengadaan bisnis sektoral di Lembaga memperhatikan bisnis sektoral yang membutuhkan penyesuaian dan penanganan khusus. (4) Karakteristik Pengadaan di daerah dan bisnis sektoral di Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. 13

18 Pasal 21 (1) Proses Pengadaan yang besifat kompleks dilakukan melalui pelelangan. (2) Proses pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan mendahului tahun anggaran. Pasal 22 (1) Harga Perkiraan Sendiri disahkan oleh Pejabat Berwenang sebagai acuan penawaran harga oleh Penyedia. (2) Penyusunan harga perkiraan sendiri dilaksanakan secara profesional berdasarkan: a. biaya yang wajar; b. ketentuan harga resmi; c. tren harga internasional; d. harga produksi dalam negeri; dan e. kesesuaian harga pasar. (3) Harga Perkiraan Sendiri bersifat terbuka, kecuali perincian harga pada pekerjaan Pengadaan yang bersifat kompleks. Pasal 23 Proses Pengadaan tetap dilaksanakan apabila diyakini dan dibuktikan bahwa sumber Pengadaan sesuai spesifikasi kebutuhan barang dan jasa hanya ada 1 (satu) atau kurang dari 3 (tiga). Paragraf 2 Pengadaan Melalui Penyedia Pasal 24 (1) Penyedia dikelompokkan berdasarkan kategori dan kompetensi dalam suatu sistem pengelolaan Penyedia. (2) Sistem pengelolaan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Lembaga dan diintegrasikan secara nasional oleh Lembaga Pengadaan. (3) Sistem pengelolaan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan memenuhi standar kualifikasi Penyedia baik administasi dan kompetensi sesuai bidang atau kategori pekerjaan. (4) Sistem pengelolaan Penyedia mencatat seluruh kinerja Penyedia. (5) Ketentuan mengenai sistem pengelolaan Penyedia diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. 14

19 Pasal 25 Pelaksanaan Pengadaan melalui Penyedia sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (2) a meliputi: a. pengadaan barang; b. pengadaan pekerjaan konstruksi termasuk pekerjaan konstruksi terintegrasi; c. pengadaan jasa konsultansi; dan d. pengadaan jasa lainnya. Pasal 26 (1) Penyedia berhak: a. memperoleh informasi Pengadaan dari Lembaga; b. berperan dalam setiap Pengadaan; c. menyampaikan keberatan terhadap proses Pengadaan; dan/atau d. melaporkan ke Pejabat Berwenang jika ditemukan dugaan tindak pidana dalam proses Pengadaan. (2) Penyampaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan apabila: a. adanya dugaan rekayasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat; dan/atau b. adanya dugaan penyalahgunaan wewenang. (3) Penyedia wajib melaksanakan Pengadaan sesuai dengan Kontrak. (4) Penyedia yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa: a. denda administratif; b. pemberhentian sementara pekerjaan paling lama 1 (satu) tahun; c. pembatalan perjanjian; d. larangan mengikuti Pengadaan dalam kurun waktu tertentu; dan/atau e. pembekuan atau pencabutan izin. Pasal 27 Penyedia mempunyai tugas dan tanggung jawab: a. melaksanakan pekerjaan dengan dilandasi pada prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya; dan b. menjamin keselamatan kerja dan menghindari kegagalan pekerjaan. 15

20 Pasal 28 Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Pengadaan melalui Penyedia diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. Paragraf 3 Pengadaan Melalui Swakelola Pasal 29 (1) Pelaksanaan Pengadaan melalui swakelola meliputi: c. pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri oleh Lembaga; atau d. pekerjaan yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat. (2) Pelaksanaan Pengadaan melalui swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan: e. meningkatkan dan memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia sesuai tugas pokok dalam fungsi Lembaga; f. menumbuhkan dinamika, budaya prestasi, dan rasa memiliki; dan g. meningkatkan partisipasi dan peran aktif pegawai di Lembaga atau masyarakat. (3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan Pengadaan melalui swakelola diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. Paragraf 4 Pengadaan Secara Elektronik dan e-katalog Pasal 30 (1) Lembaga Pengadaan dan Lembaga mengembangkan proses Pengadaan secara elektronik. (2) Pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui sistem informasi dan teknologi secara terintegrasi. (3) Pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan: a. memudahkan proses Pengadaan: b. menghindari terjadinya penyimpangan; c. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas; d. meningkatkan akses pasar dan persaingan usaha yang sehat: e. memperbaiki tingkat efisiensi proses pengadaan: f. mendukung proses monitoring dan audit; dan g. memenuhi kebutuhan akses informasi yang aktual. 16

21 (4) Pengadaan secara elektronik dikembangkan meliputi kegiatan perencanaan, penganggaran, pemilihan, proses pengadaan, pengelolaan kontrak, monitoring, pelacakan dan pembayaran. (5) Sistem Pengadaan elektronik yang dikembangkan oleh Lembaga dan Pemerintah Daerah, dapat diintergarasikan dan disinkronkan dengan sistem Pengadaan elektronik yang dikembangkan oleh Lembaga Pengadaan. Pasal 31 (1) Pengadaan barang dan jasa yang standar dilakukan dengan menggunakan e-katalog. (2) e-katalog sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. e-katalog nasional; b. e-katalog sektoral; dan c. e-katalog lokal. (3) e-katalog nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikembangkan oleh Lembaga Pengadaan terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan secara nasional. (4) e-katalog sektoral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dikembangkan oleh Lembaga terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan oleh kegiatan Lembaga. (5) e-katalog lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikembangkan oleh Pemerintah Daerah terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan oleh daerah dengan memperhatikan: a. barang dan jasa yang dihasilkan setempat; b. efisiensi biaya logistik dan distribusi; dan c. pemberdayaan potensi dan Penyedia lokal. Pasal 32 Ketentuan mengenai tata cara pengadaan secara elektronik dan e-katalog diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. Bagian Kelima Pengelolaan Kontrak Pasal 33 (1) Pejabat Berwenang dan Penyedia harus menanandatangani Pakta Integritas sebelum penandatanganan Kontrak. (2) Pejabat Berwenang dan Penyedia menandatangani Kontrak setelah pengesahan anggaran Pengadaan. 17

22 Pasal 34 (1) Jika terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan pekerjaan dengan kontrak yang disepakati, Kontrak Pengadaan dapat dilakukan perubahan. (2) Perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan anggaran dan ketentuan di dalam kontrak. Pasal 35 Ketentuan mengenai tata cara Kontrak dan perubahan Kontrak diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan Bagian Keenam Pembayaran Pasal 36 (1) Pembayaran pekerjaan dilakukan sesuai dengan Kontrak setelah pekerjaan diserahterimakan dan seluruh persyaratan pembayaran lengkap diterima oleh Lembaga (2) Lembaga bertanggung jawab menyelesaikan permintaan pembayaran yang telah memenuhi persyaratan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan mengenai Pembayaran kegiatan Pengadaan diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan BAB VIII DOKUMEN PENGADAAN Pasal 37 (1) Pejabat Berwenang bertanggung jawab mengarsipkan dokumen Pengadaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pengarsipan dokumen Pengadaan bertujuan: a. keperluan audit; b. monitoring; c. evaluasi; d. akuntabilitas; dan e. pengukuran kinerja Lembaga. (3) Dokumen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan arsip negara. (4) Dokumen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. dokumen yang dipublikasikan; dan b. dokumen rahasia 18

23 (5) Dokumen rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b meliputi dokumen yang menyangkut kerahasiaan negara dan Lembaga sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (6) Ketentuan mengenai dokumen yang dipublikasikan diatur dalam Peraturan Lembaga Pengadaan. BAB IX PENGELOLAAN KINERJA PENGADAAN Pasal 38 (1) Untuk memastikan pencapaian tujuan Pengadaan dan perolehan pencapaian ekonomi yang optimal dari kegiatan Pengadaan, maka diperlukan pengukuran terhadap indikator hasil kerja dari penyelenggaraan Pengadaan. (2) Kinerja Pengadaan mencakup: a. penetapan tujuan dan target Pengadaan, untuk pencapaian program kerja organisasi; b. penetapan indikator kinerja Pengadaan, sebagai alat ukur kinerja yang efektif untuk mengukur ketepatan dan keselarasan keberhasilan fungsi dan peyelenggaraan Pengadaan meliputi aspek kualitas, percepatan proses dan peningkatan pelayanan; c. penetapan target kinerja Pengadaan dari setiap indikator kinerja; d. monitoring, pengukuran dan pencatatan kinerja Pengadaan sesuai standar dan formula indikator kinerja yang ditetapkan; e. sistem evaluasi dikembangkan untuk peningkatan kinerja Pengadaan dalam rangka pencapaian sasaran pengadaan dari sisi kualitas, waktu, biaya, kewenangan dan tanggung jawab. f. evaluasi dan pembelajaran merupakan kegiatan membandingkan pencapaian kinerja Pengadaan dengan target yang telah ditetapkan untuk mendapatkan indeks prestasi kinerja Pengadaan dan memberikan motivasi untuk berprestasi dalam pencapaian kinerja; g. pemberian penghargaan bagi pelaksana Pengadaan berdasarkan prestasi pencapaian kinerja. BAB X PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA Pasal 39 (1) Lembaga Pengadaan melakukan pembinaan sumber daya manusia. 19

24 (2) Pembinaan sumber daya manusia sebagaimana pada ayat (1), bertujuan membentuk fungsional Pengadaan dan profesi ahli Pengadaan yang kompeten, profesional, bermartabat, jujur, berintegritas, beretika dan bertanggung jawab. Pasal 40 (1) Lembaga Pengadaan melakukan pengembangan fungsional pengadaan dan profesi ahli Pengadaan melalui pendidikan dan pelatihan. (2) Pelaksanaan sertifikasi bagi fungsional Pengadaan dan profesi ahli Pengadaan dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi profesi Pengadaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Lembaga Sertifikasi Profesi Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibentuk sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai sertifikasi profesi. (4) Fungsional Pengadaan dan profesi ahli Pengadaan melaksanakan proses Pengadaan setelah memperoleh sertifikasi sebagimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 41 Ketentuan mengenai pembinaan dan pengembangan kompetensi Pengadaan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Lembaga Pengadaan. BAB XI PEMBERDAYAAN Pasal 42 (1) Lembaga Pengadaan dan Lembaga bertanggung jawab untuk memberdayakan: a. industri dalam negeri; dan b. UMKM dan/atau koperasi (2) Tanggung jawab pemberdayaan industri dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan dalam bentuk penggunaan produk dalam negeri yang terdaftar dalam daftar inventarisasi barang dan jasa produksi dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tanggung jawab pemberdayaan UMKM dan/atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. menyusun rencana Pengadaan berupa paket pekerjaan; dan b. memberikan kesempatan seluasnya untuk ikut serta dalam proses Pengadaan. 20

25 BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 43 (1) Masyarakat berperan serta dalam penyelenggaraan Pengadaan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a. penyampaian masukan kepada Lembaga dan Lembaga Pengadaan dalam penyempurnaan peraturan dan standar teknis Pengadaan; b. penyampaian masukan dalam rangka pembinaan, penyelenggaraan, dan pengawasan kegiatan Pengadaan; c. pernyataan keberatan terhadap rencana pengadaan yang tidak sesuai dengan kondisi setempat; d. pelaporan terhadap dugaan malaadministrasi, penyalahgunaan wewenang, penyimpangan, persekongkolan, kelalaian, dan/atau pangabaian pelayanan publik dalam proses Pengadaan dengan bukti permulaan yang cukup kepada Lembaga Pengadaan; dan e. mengajukan laporan dan pengaduan kepada aparat penegak hukum terhadap dugaan pelanggaran tindak pidana dalam penyelenggaraan Pengadaan. (3) Lembaga Pengadaan dan Lembaga bertanggung jawab memberikan akses seluasnya kepada masyarakat untuk: a. memperoleh informasi yang berkaitan dengan Pengadaan; dan b. memperoleh manfaat atas Pengadaan. BAB XIII PENGAWASAN Pasal 44 (1) Pengawasan terdiri atas: a. pengawasan internal; dan b. pengawasan eksternal. (2) Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh aparatur pengawas internal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan oleh pengawas yang berwenang melakukan pengawasan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) Pengawas internal dan pengawas eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) melakukan pengawasan termasuk tindak pidana dalam penyelenggaraan Pengadaan. 21

26 Pasal 45 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilakukan terhadap : a. kinerja Pengadaan; b. penyelenggaraan Pengadaan; dan c. penatausahaan Pengadaan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka menjamin penyelenggaraan Pengadaan agar sesuai dengan prinsip, tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan serta menghindari pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang. Pasal 46 (1) Apabila terdapat laporan masyarakat kepada aparat penegak hukum menyangkut kerugian negara dalam proses Pengadaan, maka aparat penegak hukum menyampaikan kepada pengawas internal atau pengawas eksternal untuk melakukan audit investigasi. (2) Penyidikan dilakukan oleh aparat penegak hukum apabila telah diketahui adanya kerugian negara berdasarkan hasil audit investigasi oleh aparat pengawas internal atau aparat pegawas eksternal. Pasal 47 Ketentuan mengenai Pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB XIV PENYELESAIAN SENGKETA ADMINISTRATIF PENGADAAN Pasal 48 (1) Dalam hal terjadi sengketa administratif atas penyelenggaraan Pengadaan, Penyedia dapat mengajukan keberatan yang disampaikan kepada Pejabat Berwenang. (2) Pejabat Berwenang memberikan jawaban atas keberatan Penyedia. (3) Apabila Penyedia tidak puas terhadap jawaban Pejabat Berwenang, dapat meminta penyelesaian kepada Lembaga Pengadaan. (4) Dalam rangka Penyelesaian Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Lembaga Pengadaan membentuk Komite Penyelesaian Sengketa Pengadaan yang khusus untuk itu. Pasal 49 (1) Komite Penyelesaian Sengketa Pengadaan beranggotakan majelis yang berjumlah 3 (tiga) atau 5 (lima) orang. 22

27 (2) Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi ahli Pengadaan, praktisi Pengadaan, dan akademisi. (3) Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan ditetapkan oleh Lembaga Pengadaan. Pasal 50 (1) Putusan Komite Penyelesaian Sengketa Pengadaan berupa: a. mengabulkan keberatan Penyedia; atau b. menolak keberatan Penyedia. (2) Putusan Komite Penyelesaian Sengketa Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final dan mengikat. Pasal 51 Sengketa Administratif Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 bukan merupakan penanganan penyelidikan dan penyidikan aparat penegak hukum. Pasal 52 Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian sengketa Pengadaan diatur dengan Peraturan Lembaga Pengadaan BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 53 Penyedia dengan sengaja melarikan diri atau melakukan penipuan agar tidak melaksanakan Pengadaan sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh milyar rupiah) Pasal 54 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan memberikan atau menggunakan data palsu dalam pelaksanaan Pengadaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (enam miliar rupiah). 23

28 Pasal 55 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan menghambat keikutsertaan Penyedia lain dengan maksud agar Penyedia lain tidak dapat mengikuti Pengadaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 56 Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan melakukan perbuatan curang dalam Pengadaan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). Pasal 57 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan melakukan tindakan persekongkolan dengan Penyedia lain dan/atau dengan Pejabat Berwenang dan/atau Pejabat Pengadaan dan/atau Penyelenggara Pengadaan dalam Pengadaan dengan maksud memberikan keuntungan untuk diri sendiri dan/atau pihak lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). (2) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Berwenang, Pejabat Pengadaan, Penyelenggara Pengadaan, Penyedia, pelakunya dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 58 Setiap orang yang melanggar ketentuan larangan melakukan tindakan penyuapan kepada Pejabat Berwenang dan/atau Pejabat Pengadaan dan/atau Penyelenggara Pengadaan dan/atau kepada Penyedia lain dengan maksud memberikan keuntungan untuk diri sendiri dan/atau pihak lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). 24

29 Pasal 59 Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan memberitahukan atau membocorkan dokumen penawaran Pengadaan kepada pihak lain yang tidak berhak mengetahuinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima miliar rupiah). Pasal 60 Pejabat Pengadaan dan/atau Penyelenggara Pengadaan yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan menolak untuk diawasi oleh instansi yang berwenang melakukan pengawasan dalam Pengadaan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (tiga miliar rupiah). Pasal 61 Setiap orang dalam proses Pengadaan dengan sengaja melanggar ketentuan wajib menggunakan produk dalam negeri, apabila barang dimaksud telah diproduksi di dalam negeri, spesifikasi sesuai persyaratan kebutuhan dan jumlah produksi dalam negeri memenuhi kebutuhan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (dua puluh miliar rupiah). Pasal 62 Pejabat Pengadaan dan/atau Pelaksana Pengadaan pada Organisasi Pengadaan yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan mengabaikan arsip dokumen Pengadaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan dokumen tersebut rusak, hilang, atau tidak dapat digunakan sebagai arsip negara atau untuk keperluan audit, monitoring, evaluasi, akuntabilitas, dan pengukuran kinerja Lembaga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 63 (1) Dalam hal pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal 62 dilakukan oleh Badan Usaha, selain pidana penjara dan/atau denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan usaha berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 sampai dengan Pasal

30 (2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan usaha dapat dijatuhi sanksi tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/atau b. pencabutan status badan hukum. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 64 (1) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dinyatakan sebagai Lembaga Pengadaan menurut Undang-Undang ini. (2) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang sudah ada pada saat berlakunya Undang-Undang ini tetap menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai dengan terbentuknya Lembaga Pengadaan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 65 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Pengadaan Barang dan Jasa mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya pada Undang-Undang ini. Pasal 66 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pengadaan Barang dan Jasa dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 67 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 68 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 26

31 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Diundangkan di Jakarta pada tanggal... Disahkan di Jakarta pada tanggal... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR... 27

32 PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADAAN BARANG DAN JASA NEGARA I. UMUM Penyelenggaraan pelayanan publik beserta upaya peningkatannya merupakan langkah nyata dalam mewujudkan pelaksanaan asas pemerintahan yang baik. Perwujudan dari suatu tata kelola pemerintahan yang baik ini tidak lepas dalam rangka pelaksanaan amanat tujuan penyelenggaraan Negara sebagaimana telah ditegaskan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan pelayanan publik harus berpedoman pada asas: 1) pemanfaatan seluruh kekayaan alam dan sumber daya yang dimiliki Negara yang dilaksanakan untuk kepentingan umum dan kesejahteraan rakyat; 2) kebijakan perekonomian nasional ditujukan untuk kepentingan nasional dan hajat hidup masyarakat; serta 3) penyelenggaraan perekonomian ditujukan untuk memperoleh kemandirian, kemitraan, dan pembangunan nasional berkelanjutan. Penyelenggaraan pelayanan publik memerlukan keterlibatan seluruh pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, dimana peranan pemerintah masih sangat besar dalam penyelenggaraan proses Pengadaan untuk pelayanan publik tersebut. Peran penting Pengadaan sangat besar karena melibatkan nilai anggaran yang besar dan terkait dengan pengelolaan keuangan Negara. Posisi sentral Pengadaan ini perlu dibingkai dalam kerangka peraturan yang jelas sehingga dapat diwujudkan suatu proses Pengadaan yang berorientasi pada kualitas, hasil, dan manfaat yang dilaksanakan berdasarkan prinsip efisiensi, efektivitas, adil, transparan, bersaing, mengutamakan penggunaan produk dalam negeri, akuntabel serta berwawasan lingkungan. Penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa Negara diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan anggaran dan rencana kerja serta untuk meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha mikro, 28

33 kecil, menengah dan koperasi dengan kewajiban menggunakan produk dalam negeri menuju kemandirian bangsa. Penyelenggaraan Pengadaan Barang dan Jasa Negara yang dilaksanakan sesuai prinsip Pengadaan, akan memperoleh barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi pelayanan masyarakat. Masyarakat berperan serta dalam proses Pengadaan dengan memberikan masukan dalam hal pembangunan kerangka hukum dan kebijakan Pengadaan, melakukan pengawasan atas penyelenggaraan Pengadaan dan pengaduan atas perbuatan maladministrasi yaitu perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui batas kewenangan, kelalaian atau pengabaian kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara Pengadaan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immaterial bagi negara, masyarakat dan orang perseorangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Huruf a Huruf b Huruf c Yang dimaksud dengan efisien adalah menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai target, kualitas dan manfaat melalui penyederhanaan dan percepatan proses Pengadaan. Yang dimaksud dengan efektif adalah bahwa penyelenggaraan pengadaan berdasarkan kebutuhan nyata, kinerja yang optimal dan memberikan hasil yang berkualitas serta manfaat yang sebesar-besarnya. Yang dimaksud dengan adil adalah memberikan perlakuan dan kesempatan yang sama dan tidak 29

34 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Huruf d Huruf e Huruf g Huruf h Ayat (1) Cukup jelas diskriminatif serta tidak memberi keuntungan kepada pihak tertentu. Yang dimaksud dengan transparan adalah keterbukaan dalam memberikan informasi menyangkut ketentuan dan proses Pengadaan kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan bersaing adalah memberikan kesempatan kepada para Penyedia yang setara dan memenuhi persyaratan untuk berkompetisi secara sehat serta tanpa intervensi dari pihak manapun. Yang dimaksud dengan akuntabel adalah pertanggungjawaban pelaksanaan Pengadaan kepada pihak terkait sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku, berdasarkan prinsip, norma dan etika Pengadaan. Yang dimaksud dengan berwawasan lingkungan adalah upaya untuk menjamin penyelenggaraan Pengadaan dan layanan aliran barang tidak mempunyai dampak negatif dan berisiko terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan Percepatan Proses Pengadaan adalah strategi untuk mempersingkat waktu proses Pengadaan, baik dengan menggunakan metoda baru Pengadaan seperti e-katalog maupun melalui upaya penghilangan aktifitas Pengadaan yang tidak memberikan nilai tambah bagi pencapaian tujuan Pengadaan. 30

35 Huruf b Yang dimaksud dengan Penurunan Risiko Pengadaan adalah strategi untuk menurunkan profil risiko Pengadaan sampai di tingkat dimana Lembaga bisa menerima risiko tersebut. Beberapa cara untuk penurunan risiko Pengadaan diantaranya dengan membuat spesifikasi Pengadaan yang lebih umum atau dengan mengikut-sertakan calon Penyedia yang lebih banyak untuk menghindari kebergantungan. Huruf c Yang dimaksud dengan Peningkatan Persaingan Usaha yang Sehat adalah strategi yang dilakukan untuk memahami tingkat persaingan di antara Penyedia untuk komoditas barang dan jasa tertentu, dan melakukan langkah-langkah yang diperlukan agar dapat ditingkatkan partisipasi jumlah Penyedia yang mengikuti proses Pengadaan. Huruf d Yang dimaksud dengan Peningkatan Posisi Tawar adalah strategi untuk meningkatkan kemampuan posisi tawar Lembaga dalam proses bernegosiasi dengan Penyedia, yang dapat dilakukan, misalnya melalui penggabungan beberapa paket Pengadaan agar nilainya cukup menarik bagi Penyedia. Huruf e Yang dimaksud dengan Pengoptimalan Biaya adalah strategi yang dilakukan untuk menurunkan biaya pengadaan secara keseluruhan, baik melalui negosiasi yang efektif dengan Penyedia maupun melalui cara peningkatkan kualitas perencanaan, kualitas dokumen pengadaan dan kualitas pengawasan kontrak Pengadaan. Huruf f Yang dimaksud dengan Peningkatan Pelayanan adalah strategi yang dilakukan oleh pelaksana Pengadaan di Lembaga agar lebih berorientasi kepada Pelanggan atau Pengguna dan tidak terbatas hanya kepada kepatuhan terhadap peraturan, sehingga lebih proaktif membantu penyelesaian program kerja Pengguna. Huruf g Yang dimaksud dengan Peningkatan Manfaat Pengadaan adalah strategi yang dilakukan di awal proses perencanaan pengadaan, agar setiap rencana Pengadaan yang diajukan benar-benar merupakan 31

36 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 kebutuhan Lembaga untuk mencapai target manfaat Lembaga, seperti peningkatan pendapatan asli daerah dan peningkatan layanan masyarakat. Ayat (3) Ayat (4) Ayat (5) Cukup jelas Cukup jelas Ayat (1) Ayat (2) Ayat (3) Ayat (4) Cukup jelas Yang dimaksud dengan fungsional Pengadaan adalah PNS yang menduduki jabatan fungsional Pengadaan dan telah memiliki sertifikat kompetensi. Yang dimaksud dengan profesi ahli Pengadaan adalah tenaga ahli pengadaan yang telah memiliki sertifikat 32

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.61, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA IPTEK. Keinsinyuran. Profesi. Penyelenggaraan. Kelembagaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5520) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keinsinyuran merupakan kegiatan penggunaan ilmu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keinsinyuran merupakan kegiatan penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keinsinyuran merupakan kegiatan penggunaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keinsinyuran merupakan kegiatan penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Inovasi Daerah adalah semua bentuk pembaharuan da No.206, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Daerah. Inovasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6123) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI

WALIKOTA BUKITTINGGI WALIKOTA BUKITTINGGI PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal adalah salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2016 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5835) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PENGADAAN BARANG/JASA PADA BAGIAN LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa No. 70, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA APBN. KEUANGAN. Pengelolaan. Pendapatan. Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59,2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa barang Daerah sebagai unsur penting dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang berkesinambungan

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PELAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2006 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2018 TENTANG PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. Bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 58 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 58 TAHUN 2017 913/Kep-Barjas/I/2017 TENTANG KODE ETIK PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bentuk: Oleh: PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 40 TAHUN 2018 (40/2018) Tanggal: 3 MEI 2018 (JAKARTA) Sumber: LN 2018/74 Tentang: PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/MENLHK/SETJEN/KAP.3/4/2018 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK NEGARA LINGKUP KEMENTERIAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 390

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci