BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI ANGKUTAN BARANG DENGAN CONTAINER. menggunakan sistem container (peti kemas). Hal ini berarti bahwa di dalam
|
|
- Ivan Kartawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III PENGATURAN HUKUM MENGENAI ANGKUTAN BARANG DENGAN CONTAINER A. Pengertian Container dan Jenis Container Pada dewasa ini perkembangan pengangkutan barang baik melalui laut, darat maupun udara sudah menunjukkan suatu kemajuan yang pesat, yaitu suatu kemajuan yang pesat, yaitu suatu penyelenggaraan pengangkutan dengan menggunakan sistem container (peti kemas). Hal ini berarti bahwa di dalam pengangkutan barang melalui laut di samping menggunakan sistem angkutan konvensional, juga ada penyelenggaraan angkutan laut yang menggunakan sistem angkutan laut berupa container. Container itu merupakan peti kemas yang terbuat dari loham dan dari beberapa macam ukuran serta tipe. Untuk lebih jelasnya maka menurut Herman A. Carel Lawalata bahwa: Peti kemas atau container dapat dikatakan sebagai the moving go down, ukuran kecil yaitu gudang mini yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain tempat sebagai akibat dari adanya pengangkutan. 29 berikut : Menurut Widodo Soedjono menyebutkan mengenai pengertian sebagai Container Dalam pengertian dunia perniagaan internasional ialah berupa sebuah peti tempat persegi panjang terbuat dari besi, aluminium, plastik, fibreglass atau kayu yang berpintu dan dilengkapi dengan alat-alat kemudahan pada ke-empat sudut atau pada atapnya untuk mengangkutnya dan digunakan untuk mengepak atau mengkemas barang guna dapat 30 diangkut melalui laut Herman A. Carel Lawalata, Tekhnik Operasi Peti Kemas dan Perasuransiannya, Bina Aksara, Jakarta, 2000, hal Wiwoho Soedjono, Hukum Dagang, Bina Aksara. Jakarta, 1982, hal. 16.
2 Selanjutnya Amir, MS, mengemukakan pendapatnya mengenai container sebagai berikut: Peti kemas adalah peti yang terbuat dari logam ke dalam mana barang-barang yang disebut muatan (General Cargo) yang akan dikirimkan melalui laut dimasukkan ke dalamnya. 31 Menurut pendapat para sarjana tersebut di atas bahwa yang dimaksud dengan container atau peti kemas itu adalah peti tempat memuat barang-barang yang akan dikirim, yang akan dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain, dengan berbagai macam ukuran serta tipe. Mengenai container ini di Indonesia masih merupakan hal yang baru, sehingga tidaklah heran jika dunia Business kita belum menyadari tentang manfaat dalam keuntungan dari penggunaan peti kemas atau container ini. Adapun manfaat atau keuntungan dari penggunaan peti kemas ini dalam dunia pengangkutan barang melalui laut sebagai berikut : 1. Bongkar muat barang dapat dilakukan secara cepat bila dibandingkan dengan bongkar muat barang-barang dengan sistem pengepakan konvensional. 2. Persentase kerusakan dapat diturunkan karena barang-barang disusun secara mantap di dalam container dan hanya disentuh pada saat pengisian dan pengosongan container itu saja. 3. Barang-barang yang hilang karena dicuri berkurang persentasenya karena barang-barang tertutup di dalam container dari logam tersebut. 4. Memudahkan pengawasan oleh pemilik barang yang bila perlu dapat Amir MS, Hal Ikhwal Peti Kemas dan Dokumen Pengangkutan Gabungan, Balai Aksara, Jakarta, 1984, hal Ibid., hal. 80.
3 menyimpan barangnya ke dalam peti kemas di arena pergudangannya sendiri. Begitupun si penerima dapat dengan mudah mengawasi pembongkaran pengundangnya sendiri bilamana dikehendakinya. 5. Dapat dihindarkan percampuran barang-barang yang sebenarnya tidak boleh bercampur satu sama lain. Di samping manfaat serta keuntungan yang diperoleh dari penggunaan container ini, ternyata container juga membawa masalah-masalah yang rumit khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah-masalah itu antara lain sebagai berikut : Sebuah container yang berkapasitas isi rata-rata antara 15 sampai 20 ton sudah barang tentu memerlukan peralatan bongkar muat di darat maupun di atas kapal dengan kapasitas yang sesuai seperti deret darat maupun derek kapal yang berkapasitas di atas 20 ton. 2. Barang-barang yang dimuat dengan container apabila mana pengangkutan didasarkan pada kontrak angkutan door to door, sesungguhnya tidak memerlukan dermaga untuk pelaksanaan bongkar muat serta terminal container yang luas di wilayah pelabuhan sebagai penumpukan container. 3. Container dengan kapasitas 20 ton itu jelas memerlukan alat angkutan darat seperti trailer dengan kapasitas di atas 20 ton. Sebagai konskwensi logis diperlukan perombakan struktur dan daya tahan jalan raya sesuai untuk keperluan container ini. Dengan adanya 33 Ibid., hal. 105.
4 kemungkinan kontrak pengangkutan bersyarat door to door maka dengan sendirinya memerlukan pula perluasan dan perombakan urusan kepabeanan dan dokumen pengangkutan serta kondisi perasuransian. 4. Oleh karena penggunaan container lebih cocok barang-barang hasil industri, maka khusus bagi Indonesia dengan hasil eksport sebagian besar terdiri dari hasil pertanian dan perkebunan maka perlu kiranya pengembangan pengepakan yang sesuai container. 5. Mengingat jumlah dan penyebaran pelabuhan import eksport di Indonesia maka pemikiran ke arah pengembangan pelayaran Feeders Service serta Lash dan Sea Train kiranya akan lebih cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia, sebagai pengusahaan container dibatasi pada satu atau dua pelabuhan utama dan juga dibatasi pada pelayaran port to port. Peti kemas atau container pada umumnya mempunyai berbagai macam ukuran seperti ukuran 20 kaki yang dikenal dengan istilah twenty footercontainer atau D20 dengan berat kosong 2 ½ ton yang bila diisi dengan muatan maka berat container dapat mencapai ton. Di samping itu ada juga peti kemas atau container yang berkurang 40 kaki yang dikenal dengan istilah fourty footer container dengan berat kosong 4 yon, yang bila diisi dengan muatan maka berat container dapat mencapai 30 ton bruto. Pengangkutan barang melalui laut dengan menggunakan container haruslah disesuaikan dengan jenis barang (muatan) yang akan diangkut. Untuk keperluan itu maka dikenal berbagai jenis container, antara lain sebagai
5 berikut: General Purposes Container. Jenis container ini lebih umum dan banyak dipergunakan, khususnya untuk pengangkutan barang jadi (industri) seperti tekstil, barang kelontong dan sebagainya. General Purpose container umumnya terbuat dari besi dan ada pula diantaranya terbuat dari aluminium dan fibreglass. Container ini tidak memerlukan perlakuan khusus. Ukuran standart general purposes container adalah sebagai berikut : a. Twenty footers (20 I Container ) Panjang : 20 I (20 feet) = 6,055 m. Lebar : 8 I (8 feet) = 2,425 m Tinggi : 8 I (8 feet) = 2,425 m. Berat kosong : kg. Kapasitas : 30 m 3 3 (isi) atau berat muatan umum = kg. Twenty footer container biasa juga dijadikan dasar satuan sebagai TEU (Twenty Feet Equivalent unit) misalnya : 100 TEU berarti terdapat 100 unit container dengan ukuran 20 feet atau sejumlah container sebanding dengan 100 TEU. b. Fourty footers (40 I Container ) Panjang : 40 I (40 feet) = m. 34 Ibid., hal
6 Lebar : 8 I (8 feet) = 2,425 m Tinggi : 8 I (8 feet) = 2,425 m. Berat kosong : kg. Container ini dilengkapi dengan pintu yang dikunci dari luar, pada pintu disediakan tempat pemasangan materai sedemikian rupa sehingga apabila dikunci dan dibubuhi materi (Segel) tidak dapat dimasukkan atau dikeluarkan barang tanpa meninggalkan bekas yang nyata atau tanpa merusak materai. Permukaan lantai dalam container berupa lantai besi yang bergelombang dan biasa pula dilapisi dengan lantai kayu. 2. Open Top Container. Jenis container ini merupakan container tanpa tutup pada dinding atau sisi atas. Container ini biasanya digunakan untuk mengangkut muatan-muatan yang tinginya lebih dari 8 feet atau 8,6 feet. Setelah container ini diisi dengan muatan kemudian bagian atasnya ditutup dengan kain terpal. Open top container ini terdiri dari 20 footer dan 40 feet footer. 3. Flat Rack Container. Jenis container ini tidak berdinding sama sekali, kecuali keempat tiang penyangganya dan pilar serta lantai. Tiang penyangga dan pilar ini dapat dicabut-cabut. Container ini dipergunakan untuk muatan yang ukurannya melebihi container. Cara pemakaian container ini adalah dengan memasukkan terlebih dahulu
7 muatan seperti : motor, mesin, traktor, kemudian memasang tiang dan pilar container tersebut. 4. Reefer Container. Reefer container adalah jenis container yang mempunyai atau dilengkapi dengan mesin pendingin yang dipergunakan khusus mengangkut muatan disingin (beku), misalnya : buah-buahan, daging mentah, ikan, udang, dan sebagainya. Mesin pendingin container ini dipasang pada bagian depan ujung container di maksud. Container ini selain dibuat dari besi, ada juga yang terbuat dari aluminium dari fibreglass, tetapi rangkanya tetap dari besi. 5. Tank Container. Tank container ini adalah jenis container yang berbentuk tangki, yang rangkanya tetap rangka container, dan biasanya dipergunakan untuk mengangkut muatanmuatan cair. Misalanya : Latex, minyak nilam, minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan lain sebagainya. B. Aturan-Aturan Hukum Tentang Container Aturan-aturan hukum tentang container dapat dilihat dari uraian berikut ini: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
8 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran 3. PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. 4. PP Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan. 5. PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan. 6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke kapal. C. Dokumen-Dokumen Yang Dipergunakan Dalam Pengoperasional Container Di dalam pengoperasian container pihak pemakai haruslah terlebih dahulu mengurus dan mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam pengoperasian container tersebut. Adapun dokumen (Surat) yang dipergunakan di dalam pengoperasian container tersebut ialah dalam teorinya adalah sebagai berikut : SI (Shipin Instruction). Untuk dapat mempergunakan container (peti kemas) seorang shipper haruslah menyerahkan SI (perintah pengapalan) terlebih dahulu. Di dalam SI ini berfungsi sebagai bukti bahwa telah adanya keinginan dari seorang shiper untuk mengirimkan barangnya melalui perusahaan pelayaran tersebut. 2. DO (Delevery Order).
9 Yakni perintah pelepasan container. Seorang shiper baru dapat mengambil container dari depot apabila shiper tersebut telah mempunyai delivery order yang diberikan perusahaan pelayaran. Dan juga DO ini baru dapat diberikan setelah shiper tersebut menyerahkan shipping intruction seperti yang dikemukakan di atas. 3. EIR (Equipment Interchange Receipt). Adalah merupakan dokumen sebagai hasil survey yang mencatat keterangan mengenai kondisi atau kerusakan pada bagian container pada waktu penyerahan dari satu lingkungan ke lingkungan kerja lainnya. Misalnya : Pada waktu pengambilan container dari depot dan juga pada waktu penyerahan pada CFS atau pihak pemakai (Shipper), selalu dibuatnya EIR-nya. Pembuatan EIR pada waktu penerimaan atau penyerahan container merupakan keharusan, mengingat pada hadling atau penggunaan container dapat terjadi kerusakan tambahan atau meneliti di lingkungan mana kerusakan terjadi untuk dipertanggung jawabkan pada pihak yang bersangkutan. Seperti : Jika container yang dimuat ke kapal dalam keadaan baik tetapi setelah diserahkan kepada pemiliknya rusak maka pihak kapal haruslah bertanggung jawab dalam hal perbaikan atau penggantian container tersebut. 4. Manifest. 35 Ibid., hal. 54.
10 Merupakan surat muatan barang. Manifest ini berfungsi untuk menerangkan barang-barang yang dimuat di dalam container. Di dalam manifest ini haruslah tertera : a. Sipper (pengirim), b. Nityfi atau cosignee (penerima) c. Nama barang. d. Jumlah barang. Apabila dilihat dari prakteknya maka pada PT. Sumatera Madya Jaya, perihal pengadaan dokumen-dokumen tersebut khususnya dalam pelaksanaan pengangkutan barang di laut dengan menggunakan container maka dibutuhkan dokumen-dokumen tersebut sebagaimana diterangkan di atas ditambah copy bill of lading yaitu bukti adanya kontrak antara maskapai pelayaran dan pengirim/penerima.
11 BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG DENGAN MENGGUNAKAN CONTAINER A. Perjanjian Pengangkutan Yang Dilaksanakan Sebelum masuk pada isi judul sub bab di atas ada baiknya terlebih dahulu diuraikan secara ringkas tentang PT. Sumatera Madya Jaya. PT. Sumatera Madya Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pelayanan pengangkutan barang di laut. Perusahaan ini berdiri pada tahun 1979 dan langsung terjun pada bisnis angkutan barang di laut dengan rute Pelabuhan Belawan, Batam dan Pekan Baru, sedangkan untuk internasional Malaysia, Singapura, Thailand dan lain-lainnya termasuk India. Perkembangan perdagangan membawa akibat bahwa perusahaan ini juga semakin berkembang sehingga sekarang ini perusahaan juga melakukan jasa pengangkutan barang ke luar Pulau Sumatera. Sedangkan ruang lingkup pelayanan yang diselenggarakan dalam hal pengangkutan barang oleh PT. Sumatera Madya Jaya meliputi hanya perairan Indonesia terutama Indonesia Bagian Tengah dan juga Indonesia Bagian Barat. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada PT. Sumatera Madya Jaya maka bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container yang dilaksanakan adalah berdasarkan kebiasaan yang dipakai dalam perjanjian pengangkutan laut pada umumnya. Hal ini juga berarti bahwa tidak ada penuangan perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut yang dilakukan PT. Sumatera Madya Jaya dalam bentuk suatu perjanjian putih di atas hitam, atau tidak ada klausula-klausula yang secara teratur terdiri dari apa pasal yang secara jelas mengatur hubungan antara para pihak dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut. Dengan demikian maka dapatlah dipahami bahwa pada dasarnya bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut ini pada dasarnya 51
12 dilakukan berdasarkan suatu kebiasaan. Keadaan di atas dirasakan terbit karena pada dasarnya apabila dalam undang-undang tidak diatur mengenai kewajiban dan hak serta syarat-syarat yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang tersangkut dalam perjanjian pengangkutan di laut ini, atau walaupun diatur tetapi dirasakan kurang sesuai dengan kehendak pihak-pihak, maka pihak-pihak mengikuti kebiasaan yang telah berlaku dalam praktek pengangkutan laut dengan container di laut. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa perjanjian pengangkutan dengan container di laut yang mereka buat hanya menciptakan hubungan kewajiban dan hak sebagaimana ditentukan oleh kebiasaan, ini sejalan dengan sifat asas konsensual yang mendasari perjanjian pengangkutan khususnya pengangkutan dengan container di laut. Dari hasil penelitian yang dilakukan dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container maka kebiasaan yang hidup adalah kebiasaan yang berderajat hukum keperdataan yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang memenuhi ciri-ciri berikut ini : 1. Tidak tertulis yang hidup dalam praktek pengangkutan, 2. Berisi kewajiban bagaimana seharusnya pihak-pihak berbuat, 3. Tidak bertentangan dengan undang-undang atau kepatutan, 4. Diterima oleh pihak-pihak karena adil dan masuk akal (logis), 5. Menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki oleh pihak-pihak. 36 Beberapa kebiasaan yang berlaku dalam pengangkutan dengan
13 container di laut antara lain adalah sebagai berikut : Kebiasaan menentukan cara penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance), sehingga terjadi perjanjian, 2. Kebiasaan menentukan bahwa jika tidak dibuat surat muatan, pemberitahuan pengirim atau nota pengiriman berfungsi sama dengan surat muatan, 3. Kebiasaan menentukan bahwa waktu keberangkatan sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, 4. Kebiasaan yang berlaku ialah bahwa biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu oleh pengirim. Bentuk perjanjian pengangkutan dengan menggunakan container di laut yang didasarkan pada kebiasaan pengangkutan di laut itu sendiri hanya dilandasi oleh surat muatan atau dikenal dalam istilah hukum dengan sebutan konosemen. Mengenai surat muatan angkutan laut atau disebut juga dengan konosemen ini di dalam Pasal 506 KUH Dagang dinyatakan bahwa konosemen adalah surat bertanggal dalam mana pengangkut menerangkan bahwa ia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan yang ditunjuk dan disana menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk (penerima) disertai dengan janji-janj apa penyerahan akan terjadi. Berdasarkan ketentuan Pasal 504 KUH dagang konosemen diterbitkan oleh pengangkut atas permintaan pengirim. Tetapi menurut ketentuan Pasal 505 KUH Dagang, nakhoda dibolehkan menerbitkan konosemen apabila ada barang yang harus diterima untuk diangkut, sedangkan pengangkut atau perwakilannya tidak ada di tempat itu. Dalam prakteknya di PT. Sumatera Madya Jaya dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan laut dengan container ini juga dikenal istilah pemakaian surat muatan angkutan. Surat muatan yang dikeluarkan oleh PT. 36 Abdulkadir Muhamma, Op.Cit., hal Ibid., hal. 57.
14 Sumatera Madya Jaya mempunyai arti penting dalam pelaksanaan pengangkutan yang dibuatnya sebab surat muatan tersebut memiliki fungsi sebagai : 1. Pelindung barang yang diangkut dengan kapal yang bersangkutan. Surat muatan merupakan persetujuan yang mengikat pihak PT. Sumatera Madya Jaya, pengirim dan penerima, sehingga barang dilindungi dari perbuatan sewenang-wenang dan tidak bertanggung-jawab dari pihak pengangkut. 2. Surat bukti tanda terima barang di atas kapal. Dengan adanya surat muatan pihak PT. Sumatera Madya Jaya mengakui bahwa ia telah menerima barang dari pengirim untuk diangkut dengan kapal yang bersangkutan. 3. Tanda bukti milik atas barang. Dengan memiliki surat muatan berarti sekaligus memiliki barang yang tersebut di dalamnya. 4. Kuitansi pembayaran biaya pengangkutan. Dalam surat muatan dinyatakan bahwa biaya pengangkutan dibayar lebih dahulu di pelabuhan pemuatan oleh pengirim atau dibayar kemudian di pelabuhan tujuan. 5. Kontrak atau persyaratan pengangkutan. Surat muatan adalah bukti perjanjian pengangkutan yang memuat syarat-syarat perjanjian. PT. Sumatera Madya Jaya setiap pelaksanaan pengangkutan laut dengan container yang dilaksanakan mereka dilandasi dengan surat muatan dimana di dalamnya diatur tentang : 1. Tanggal pengangkutan 2. Pembayaran 3. Jenis muatan 4. Nama pengirim
15 B. Tanggungjawab Pihak Pengangkut Sebagai Penyelenggaraan pengangkutan Barang Dengan Container. Dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container, ada kalanya tidak dapat terlaksana dengan baik sebagaimana yang dikehendaki oleh para pihak, sehingga menimbulkan kerugian. Timbulnya kerugian tersebut dapat terjadi karena suatu keadaan atau kejadian sehingga menghalangi pengangkut (PT. Sumatera Madya Jaya) untuk melaksanakan kewajibannya. Kejadian-kejadian tersebut misalnya karena sesuatu hal yang dapat dipersalahkan kepada pengangkut (PT. Sumatera Madya Jaya), (keadaan memaksa ataupun force majeure). Dalam hal ini kewajiban untuk memikul kerugian akibat dari keadaan atau kejadian yang menyimpan barang muatan dinamakan risiko. Di samping itu kerugian dapat juga terjadi karena cacat pada barang itu sendiri dan juga akibat dari kesalahan atau kealpaan pihak pengirim, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kewajiban pengangkut adalah melaksanakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai ketempat tujuan dengan selamat dan tepat pada waktunya. Jika barang yang diangkut itu tidak selamat, maka akan timbul dua hal yaitu barangnya sampai ketempat tujuan, tetapi rusak sebagian atau seluruhnya dan mungkin barangnya tidak sampai di tempat (musnah), mungkin disebabkan karena terbakar, dicuri orang dan lain sebagainya. Menurut uraian di atas dapat kita lihat bahwa kerugian itu dapat timbul karena adanya keadaan memaksa (force majeure), karena cacat pada barang muatan itu sendiri, karena kesalahan atau kealpaan pengirim atau karena tidak sempurnanya pelaksanaan pengangkutan yang dilakukan oleh pihak pengangkut. Dalam hal ini siapa yang bertanggung atau yang harus memikul kerugian akibat dari pada keadaan atau kejadian tersebut, inilah yang disebut dengan risiko dan tanggung-jawab di dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container. Adapun yang dimaksud dengan risiko itu adalah : suatu kewajiban untuk memikul kerugian yang timbul akibat dari suatu keadaan atau kejadian di luar kesalahan kedua belah pihak (pengangkut maupun pengirim). Tanggung-jawab disini adalah ; dalam bentuk perikatan yang mewajibkan si penanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pihak yang berkepentingan, dalam hal terjadi kerugian yang disebabkan karena hal-hal yang menjadi tanggung-jawabnya sebagaimana disebutkan oleh undangundang.
16 Untuk mengetahui siapa yang harus memikul resiko dan yang harus bertanggung-jawab atas kerugian akibat dari tidak terlaksananya perjanjian pengangkutan dengan baik, telah ditentukan di dalam Pasal 1244 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa, pengangkut diwajibkan untuk mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tidak mampu membuktikan bahwa hal tidak atau tidak pada waktunya tepat dilaksanakan hal yang tidak terduga. Kesemuanya itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan kepadanya jika tidak ada itikad buruk padanya. Kemudian pada Pasal 91 KUH Dagang ditentukan bahwa : Pengangkut harus menanggung segala akibat yang menimbulkan kerugian yang terjadi pada barang-barang dagangan dan barang-barang lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerugian yang diakibatkan karena sesuatu cacat pada barang itu sendiri, karena keadaan memaksa atau karena kesalahan atau kealpaan pengirim. Selanjutnya di dalam Pasal 24 UULLAJR, juga ditentukan bahwa : 1. Pengangkut bertanggung-jawab terhadap kerugian kerugian yang diderita orang yang berhak atas barang muatan yang ada di dalam kendaraan tesrebut. Tanggung-jawab tersebut dapat ditiadakan jika ia dapat membuktikan bahwa, kerugian itu terjadi di luar kesalahannya atau pegawainya. 2. Ketentuan pada ayat (1), tidak berlaku jika kerugian kerusakan itu terjadi karena tidak sempurnanya pembungkus barang yang diangkut, dengan ketentuan bahwa hal itu telah diberitahukan kepengirim sebelum pengangkutan dimulai. Jika diteliti isi dari Pasal 1244 KUH Perdata dan Pasal 24 UULLAJR, dapat kita lihat bahwa pembatasan tanggung-jawab pengangkut lebih sempit jika dibandingkan dengan isi Pasal 91 KUH Dagang yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu harus diingat adanya adagium lex specialis lex generalis di dalam hal pembatasan tanggung-jawab pengangkut ini. Menurut ketentuan yang terdapat pada Pasal 91 KUH dagang tersebut dapatlah diketahui, bahwa yang harus memikul resiko dan yang harus bertanggung-jawab di dalam perjanjian pengangkutan barang adalah, pengangkut atau pengirim dan mungkin juga oleh penerima barang itu sendiri, tergantung kepada hal bagaimana kerugian itu terjadi. Mengenai pengaturan risiko yang terdapat di dalam KUH Perdata, seperti Pasal 1237 (Perjanjian sepihak, seperti hibah dan pemberian) dipikul oleh orang yang akan menerima, Pasal 1460 (risiko pada jual beli), Pasal 1445 (risiko dalam tukar-menukar) dan Pasal 1553 (risiko dalam sewa-menyewa) tidak dapat diterapkan ke dalam perjanjian pengangkutan laut dengan
17 container, sebab tentang hal itu telah diatur dalam Pasal 91 KUH Dagang, sesuai dengan azas yang terkandung dalam Pasal 1 KUH Dagang. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa pihak pengangkut berkewajiban untuk mengangkut atau menyelenggarakan pengangkutan laut dengan container yang diserahkan kepadanya mulai dari tempat pemuatan sampai ke tempat tujuan dengan selamat dan tepat pada waktunya. Selain itu pengangkut juga harus menjaga keadaan barang tersebut seperti pada waktu diterimanya dari pihak pengirim. Apabila dalam hal tersebut di atas terdapat kekurangan jumlah barang, terlambat datangnya, tidak adanya penyerahan (musnah), terdapat kerusakan barang-barang yang terjadi selama dalam pelaksanaan pengangkutan, maka inilah yang merupakan tanggung-jawab pihak pengangkut. Pengangkut harus bertanggung-jawab atas kerugian yang timbul dari akibat-akibat tersebut dan harus mengganti kerugian yang terjadi atas barangbarang itu. Dan tanggung-jawab pengangkut ditiadakan apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian itu timbul sebagai akibat dari cacat pada barang itu sendiri atau kesalahan dan kealpaan si pengirim, karena keadaan memaksa sebagaimana ditentukan dalam pasal 91 KUH Dagang. Menurut uraian di atas, maka apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi di luar kesalahannya, maka risiko dan tanggungjawab dipikul oleh pihak pengirim maupun oleh pihak penerima sendiri. Adanya pertanggungan jawab yang sangat besar pada perjanjian pengangkutan, maka biasanya diusahakan adanya pembatasan tanggung-jawab. Dan pembatasan tanggung-jawab tersebut oleh undang-undang tidaklah dilarang, karena ketentuan seperti itu tidak bersifat memaksa asal tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Dimana biasanya ketentuan tanggung-jawab itu dimuat pada surat muatan yang menyertai barang tersebut. Walaupun ada kemungkinan bagi pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia sama sekali tidak bertanggung-jawab tetapi hal seperti itu jarang terjadi, sebab para pengirim akan memilih pengangkut yang mau bertanggungjawab. Dengan demikian, jika ada sama sekali tidak bertanggung-jawab atas barang yang diangkut, akan mengakibatkan kehilangan langganannya, sehingga akan merugikan PT. Sumatera Madya Jaya itu sendiri. Selanjutnya di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat. Perjanjian pengangkutan laut dengan container merupakan suatu
18 perjanjian bertimbal-balik, kedua subjek hukumnya, yaitu pihak PT. Sumatera Madya Jaya (pengangkut) dan pihak pengirim tentu mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal-balik. Di dalam suatu perjanjian, tidak terkecuali perjanjian pengangkutan laut dengan container, ada kemungkinan salah satu pihak tidak melaksanakan perjanjian atau tidak memenuhi isi perjanjian sebagaimana yang telah mereka sepakati bersama-sama. Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, atau lebih jelas apa yang merupakan kewajiban menurut perjanjian yang mereka perbuat, maka dikatakan bahwa pihak tersebut wanprestasi, yang artinya tidak memenuhi prestasi yang diperjanjikan dalam perjanjian. Wanprestasi adalah berarti ketiadaan suatu prestasi dalam hukum perjanjian, berarti suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali dalam Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi. 38 Berdasakan uraian tersebut di atas, jelas kita dapat mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan wanprestasi itu. Untuk menentukan apakah seorang (debitur) itu bersalah karena telah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu dikatakan lalai atau alpa tidak memenuhi prestasi. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa 4 38 R. Subekti, Op.Cit., hal. 32.
19 (empat) macam : Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana diperjanjikan 3. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilaksanakannya. Dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut apabila salah satu pihak, baik itu pihak PT. Sumatera Madya Jaya (pengangkut) maupun pihak pengirim tidak melaksanakan isi perjanjian yang mereka sepakati, berarti pihak tersebut telah melakukan wanprestasi. Adapun kemungkinan bentuk-bentuk wanprestasi sesuai dengan bentuk-bentuk wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti, meliputi : 1. Tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya. Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut disepakati untuk memakai sistem pembayaran secara bertahap, yaitu sebelum pengangkutan dilakukan diberikan 20% (dua puluh persen) dibayar setelah perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi setelah pihak kedua PT. Sumatera Madya Jaya memuat barang ke kapal untuk diangkut kerja ternyata 20% tersebut belum juga dilunasi oleh 39 Ibid., hal. 39.
20 pengirim, walaupun pihak PT. Sumatera Madya Jaya telah mengirimkan tagihannya kepada pihak terkait. 2. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran biaya pengangkutan, Panjar diberikan sebesar 20% setelah perjanjian pengangkutan disepakati. Kenyataannya kemudian, sisa pembayaran selanjutnya belum dibayar oleh pengirim kepada PT. Sumatera Madya Jaya sementara pengangkutan yang dilakukan telah selesai dilaksanakan. Dalam kasus ini walaupun pihak pengirim telah membayar panjar untuk awal pengangkutan PT. Sumatera Madya Jaya tetapi sisanya tidak dibayarnya, pengirim berarti telah wanprestasi untuk sebagian kewajibannya dalam perjanjian pengangkutan laut dengan container. 3. Melaksanakan perjanjian yang diperjanjikan, tetapi terlambat. Misalnya dalam suatu perjanjian pengangkutan laut dengan container disepakati untuk memakai sistem termin dalam pembayaran pengangkutan, yaitu setelah pekerjaan selesai baru dibayarkan sebagian lagi. Tetapi setelah pekerjaan tersebut berhasil diselesaikan oleh PT. Sumatera Madya Jaya, pihak pengirim tidak segera melaksanakan pembayaran tetapi baru melaksanakan pembayaran setelah lewat waktu dari yang diperjanjikan. Dalam kasus ini walaupun akhirnya pengirim memenuhi juga kewajibannya
21 setelah lewat waktu dari waktu yang diperjanjikan, tetapi karena terlambat sudah dapat dikatakan pihak pengirim melakukan wanprestasi. Sehingga apabila PT. Sumatera Madya Jaya tidak dapat menerima pembayaran dengan alasan keterlambatan, dia dapat mempermasalahkan pihak pengirim telah melakukan wanprtestasi karena trerlambat memenuhi kewajibannya. 4. Melaksanakan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Misalnya dalam kasus ini PT. Sumatera Madya Jaya telah melakukan pengangkutan laut dengan container di laut tidak sebagaimana yang diperjanjikan yaitu akan memakai kapal khusus sesuai dengan kapasitas angkut yang diminta. Tetapi pada kenyataannya pihak PT. Sumatera Madya Jaya tidak memenuhi hal tersebut tetapi malah memakai kapal biasa sehingga pekerjaan pengangkutan tersebut dikuatirkan akan membuat rusak barang yang diangkut. Maka dalam kasus ini dapat dikatakan PT. Sumatera Madya Jaya telah melakukan wanprestasi dan pihak pengirim dapat mengajukan tuntutan wanprestasi atas perbuatan PT. Sumatera Madya Jaya tersebut. Selanjutnya dalam mengkaji masalah wanprestasi ini, perlu dipertanyakan apakah akibat dari wanprestasi salah satu pihak merasa dirugikan? Apabila akhirnya timbul perselisihan di antara keduanya akibat wanprestasi tersebut, upaya apa yang dapat ditempuh pihak yang dirugikan agar dia tidak merasa sangat dirugikan? Sebagaimana biasanya akibat tidak dilakukannya suatu prestasi oleh salah satu pihak dalam perjanjian, maka pihak lain akan mengalami kerugian. Tentu saja hal ini sama sekali tidak diinginkan oleh pihak yang menderita kerugian, namun kalau sudah terjadi, para pihak hanya dapat berusaha supaya
22 kerugian yang terjadi ditekan sekecil mungkin. Dalam hal terjadinya wanprestasi, maka pihak lain sebagai pihak yang menderita kerugian dapat memilih antar beberapa kemungkinan, yaitu : 1. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian 2. Pihak yang dirugikan menuntut ganti rugi 3. Pihak yang dirugikan menuntut pelaksanaan perjanjian disertai ganti rugi 4. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian 5. Pihak yang dirugikan menuntut pembatalan perjanjian disertai dengan ganti rugi. Dari beberapa kemungkinan penuntutan dari pihak yang dirugikan tersebut di atas bagi suatu perjanjian timbal-balik oleh ketentuan pasal 1266 KUH Perdata diisyaratkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dapat dmintakan pembatalan perjanjian kepada hakim. Dengan demikian berdasarkan Pasal 1266 KUH Perdata, dalam perjanjian pengangkutan barang dengan truk salah satu pihak wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum dengan menuntut pembatalan perjanjian kepada hakim. Dalam kenyataannya pada bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut ini perihal apabila timbul perselisihan di antara meraka maka para pihak tersangkut pada isi perjanjian yang telah disetujui mereka yaitu dengan cara : 1. Dilakukan penyelesaian secara musyawarah dan jika belum selesai
23 2. Dilakukan lewat pengadilan dimana lokasi pekerjaan dilakukan. Penentuan jalan atau tata cara penyelesaian perselisihan di atas baik itu akibat wanprestasi atau akibat-akibat lainnya tersebut kebanyakan diselesaikan dengan cara melakukan musyawarah dan mufakat. Dalam bagian ini perlu juga ditambahkan tentang kerusakan barang yang diangkut di dalam container oleh PT. Sumatera Madya Jaya maka apabila kerusakan tersebut diakibatkan oleh perbuatan perusahaan dalam hal memberlakukan barang yang diangkut seperti misalnya bertindak kasar terhadap barang angkutan sehingga container tersebut terjatuh dan mengakibatkan barang yang di dalamnya mengalami kerusakan, maka dalam kapasitas ini kerusakan tersebut ditanggung oleh perusahaan. Apabila kerusakan tersebut karena overmach atau keadaan memaksa seperti badai, perang, kecelakaan kapal laut maka dalam hubungan ini kerugian ditanggung sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian pengangkutan. Yang dimaksudkan dengan keadaan memaksa atau overmaht dalam hal ini adalah kerugian yang mengakibatkan kerusakan tersebut datangnya bukan dari kedua belah pihak tetapi faktor keadaan alam atau keadaan yang tidak terduga lainnya sehingga mengakibatkan kerusakan barang yang diangkut dalam container, maka dalam hubungan ini kerusakan tersebut diatur di dalam surat perjanjian pengangkutan di laut dengan mengunakan container. Dalam hubungan ini maka sangat perlu diperhatikan bahwa pada dasarnya perbuatan pengapalan barang dengan menggunakan container adalah dimaksudkan untuk mengantisipasi hal-hal yang mengakibatkan kerusakan
24 barang angkutan. Atau dengan kata lain meskipun tidak 100% aman tetapi apabila pelaksanaan pengangkutan barang dilakukan dengan container maka barang yang akan diangkut akan aman dari kerusakan. Penggunaan container ini pada dasarnya meliputi perbuatan pemuatan barang dari tempat pemberangkatan sampai barang tersebut sampai ketujuan, sehingga dalam hal ini dapat dikatakan bahwa dengan menggunakan container maka pelaksanaan pengangkutan barang aman sampai di tempat. C. Jaminan Asuransi Dalam Pengangkutan Laut Dengan Container Dari uraian-uraian terdahulu dapat dilihat suatu keadaan bahwasanya suatu pelaksanaan perjanjian pengangkutan di lau memiliki risiko dalam pelaksanaannya. Risiko dalam artinya ini akan membawa kerugian bagi para pihak yang tersangkut di dalam suatu perjanjian pengangkutan baik itu bagi pihak pengangkut maupun pengirim dan bahkan pihak yang menerima barang. Demikian juga halnya dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan kayu di laut, para pihak juga senantiasa menghadapi risiko yang yang dapat timbul suatu waktu. Maka dalam keadaan ini dibutuhkan peranan dari pihak ketiga dalam hal mengantisipasi kerugian tersebut sehingga baik itu pengangkut dan pengirim merasa aman dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan laut dengan container. Pihak ketiga ini dalam prakteknya adalah asuransi atau lembaga pertanggungan yang menanggung risiko apabila terjadi hal-hal yang diperjanjikan dalam pertanggungan antara pihak asuransi dengan pengangkut terjadi di lapangan.
25 Dalam hubungan perihal asuransi ini, maka pihak pengirim tidak terikat kepada perjanjian pertanggungan. Pihak yang terikat dalam hubungan ini adalah pihak pengangkut (PT. Sumatera Madya Jaya) dengan lembaga pertanggungan. Keterlibatan PT. Sumatera Madya Jaya dengan pihak asuransi ini didasarkan kepada suatu keadaan bahwa pihak pengangkut PT. Sumatera Madya Jaya) memberikan jaminan apabila timbul hal-hal yang tidak terduga di dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan yang dilaksanakan. Dimana jaminan tersebut akan memberikan perlindungan kerugian atau pengalihan kerugian dari pihak pengirim dan pengangkut kepada pihak asuransi. Pemberian jaminan dalam bentuk asuransi ini juga merupakan suatu daya tarik agar konsumen dapat menghubungi pihak PT. Sumatera Madya Jaya dalam hal pelaksanaan pengangkutan dengan kapal umumnya dan khususnya pengangkutan kayu balok. Sedangkan bagi pihak PT. Sumatera Madya Jaya juga merupakan suatu penjaminan atas armada-armada yang dimilikinya apabila timbul suatu hal yang tidak diinginkan timbul di belakang hari. Jadi pada dasarnya penggunaan asuransi laut diadakan untuk menghadapi bahaya di laut, artinya hubungan dengan risiko, yang harus dihadapi selama berada di laut. Apabila sudah tidak menghadapi risiko lagi maka berakhirlah perjanjian asuransi laut yang bersangkutan.
26 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembahasan-pembahasan yang telah dilakukan sebelumnya sampailah penulis pada bagian akhir yaitu berupa kesimpulan dan saran. Kesimpulan 1. Bentuk perjanjian pengangkutan laut dengan container di Laut yang dilakukan oleh PT. Sumatera Madya Jaya adalah berdasarkan kebiasaan bukan secara tertulis. Kebiasaan dalam hal ini adalah kebiasaan yang dipakai dalam hal pelaksanaan perjanjian pengangkutan di laut yang tidak bertentangan dengan undang-undang dan kepatutan. Meskipun hubungan antara pihak diatur berdasarkan kebiasaan tetapi pada hakekatnya pelaksanaan perjanjian pengangkutan laut dengan container di laut juga dilakukan dengan bukti-bukti tertulis yaitu berupa surat muatan. Dimana dalam surat muatan ini memuat hal tentang tanggal, jenis barang yang diangkut, nama pengirim, nama penerima, nama pengangkut serta pelabuhan tujuan. 2. Tanggungjawab pengangkut jika terjadi peristiwa yang tidak diinginkan adalah memberikan ganti rugi kepada pihak pihak pengirim atas kerugian yang dialami. Keadaan pemberian ganti rugi tersebut harus melalui suatu pembuktian bahwa benar kerugian tersebut disebabkan oleh PT. Sumatera Madya Jaya bukan atas hal-hal seperti keadaan 70
27 memaksa atau force majeur. 3. Jaminan asuransi dalam pengangkutan laut dengan container yang dilakukan PT. Sumatera Madya Jaya adalah berupa pengalihan pertanggung-jawaban dari pihak PT. Sumatera Madya Jaya dan juga pengirim kepada suatu perusahaan asuransi. Pengalihan risiko tersebut pada dasarnya untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat merugikan di laut. Sehingga dengan demikian para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian pengangkutan di laut dapat terlepas dari suatu beban kerugian yang dapat timbul sewaktu-waktu. Saran 1. Kepada pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan di laut hendaknya dapat membuat landasan perjanjian mereka dalam bentuk tertulis, yang terdiri dari klausula-klausula tentang hak dan kewajiban, sehingga apabila timbul hal-hal yang tidak diinginkan di belakang hari, maka dapat dipedomani surat perjanjian tersebut. 2. Pelaksanaan penyelesaian perselisihan yang dilakukan secara musyawarah hendaknya dapat dipertahankan terus, sehingga dengan demikian rasa permusuhan tidak ditimbulkan sebagaimana halnya jika diselesaikan melalui pengadilan.
BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor
BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Mengikuti perkembangan dari perekonomian yang moderen, adanya pengangkutan merupakan salah satu sarana yang cukup penting dalam menunjang pembangunan ekonomi,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Syarat-syarat dan Prosedur Pengiriman Barang di Aditama Surya
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Syarat-syarat dan Prosedur Pengiriman Barang di Aditama Surya Express 1. Syarat Sahnya Perjanjian Pengiriman Barang di Aditama Surya Express Perjanjian dapat dikatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang
16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
Lebih terperinciPENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA. Unsur-unsur Perikatan 3/15/2014. Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW.
PENGERTIAN PERIKATAN HUKUM PERIKATAN PADA UMUMNYA Level Kompetensi I Sesuai Silabus Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW. Pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum
Lebih terperinciPemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia, bidang transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda kehidupan perekonomian,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut
Lebih terperinciKONTRAK PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN/RENOVASI RUMAH TINGGAL. Pada hari ini,., tanggal.. kami yang bertanda tangan di bawah ini : :..
KONTRAK PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBANGUNAN/RENOVASI RUMAH TINGGAL Pada hari ini,., tanggal.. kami yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Alamat No. /HP No. KTP :...... Dan; Dalam hal ini bertindak sebagai
Lebih terperinci2001 Fanny Kurniawan, S.H. PERJANJIAN JUAL BELI
PERJANJIAN JUAL BELI Pada hari ini, Senin 19 November 2001, Kami yang bertanda tangan di bawah ini 1. Fanny Kurniawan, swasta, beralamat di jalan Kaliurang km 5,6; Pandega Duta III No.8, Sleman, Daerah
Lebih terperinciistilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst
Lebih terperinci2001 Fanny Kurniawan, S.H. PERJANJIAN JUAL BELI
PERJANJIAN JUAL BELI Pada hari ini, Senin 19 November 2001, Kami yang bertanda tangan di bawah ini 1. Fanny Kurniawan, swasta, beralamat di jalan Kaliurang km 5,6; Pandega Duta III No.8, Sleman, Daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya
36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan
Lebih terperinciKONTRAK PERJANJIAN PEKERJAAN BORONGAN NO: Pada hari ini hari tanggal bulan tahun, kami yang bertanda tangan dibawah ini masing-masing :
KONTRAK PERJANJIAN PEKERJAAN BORONGAN NO: Pada hari ini hari tanggal bulan tahun, kami yang bertanda tangan dibawah ini masingmasing : 1 Nama Alamat Jabatan Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis
Lebih terperinciA. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS CACAT TERSEMBUNYI PADA OBJEK PERJANJIAN JUAL BELI MOBIL YANG MEMBERIKAN FASILITAS GARANSI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK WETBOEK JUNCTO
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)
PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang
Lebih terperinciUU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pada kenyataannya masih banyak orang yang dikacaukan oleh adanya istilah perikatan dan perjanjian. Masing-masing sebagai
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan. A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari
Lebih terperinciABSTRAK. Keywords: Tanggung Jawab, Pengangkutan Barang LATAR BELAKANG
35 TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENGANGKUTAN BARANG ATAS BARANG YANG DIKIRIM MELALUI PERUSAHAAN JASA PENITIPAN BARANG TITIPAN KILAT (TIKI) DI BANDAR LAMPUNG Oleh: Sri Zanariyah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan di Indonesia memiliki peranan penting dalam memajukan dan memperlancar perdagangan dalam maupun luar negeri karena adanya pengangkutan dapat memperlancar
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1
HUKUM PERJANJIAN Ditinjau dari Hukum Privat A. Pengertian Perjanjian Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM
BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku
Lebih terperinciBAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
BAB III SISTEM PEMBAYARAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Instruksional Khusus: Setelah menyelesaikan perkuliahan dengan Pokok Bahasan Sistem Pembayaran Perdagangan Internasional, mahasiswa akan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK
44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1
Lebih terperinciWAWANCARA DENGAN ASWAN KOORDINATOR HC PT. SAMUDERA INDONESIA TANGGAL 24 JUNI 2014 PKL WIB
WAWANCARA DENGAN ASWAN KOORDINATOR HC PT. SAMUDERA INDONESIA TANGGAL 24 JUNI 2014 PKL. 14.30 WIB 1. Kapan terjadinya suatu perjanjian antara PT. Samudera Indonesia dengan pihak pelayaran? nya Diawali adanya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi
142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan
Lebih terperinciHukum Perikatan Pengertian hukum perikatan
Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti
Lebih terperinci[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan
Lebih terperinciPERJANJIAN JUAL BELI BATUBARA ANTARA PT... DAN TUAN X (TRADER) No:..
PERJANJIAN JUAL BELI BATUBARA ANTARA PT... DAN TUAN X (TRADER) No:.. Pada hari ini, ( ) tanggal ( ) ( ) 2010, bertempat di Jakarta, yang bertanda tangan dibawah ini: I. Tn. X yang berkedudukan di dalam
Lebih terperinciPesawat Polonia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia, tidak bisa dibantah bahwa pelabuhan menjadi cukup penting dalam membantu peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU
JURNAL ILMIAH PERJANJIAN KERJASAMA PENDISTRIBUSIAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) ANTARA PT. PERTAMINA DENGAN SPBU Oleh : VIKI HENDRA, S.Pd D1A 010 242 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014 ii HALAMAN
Lebih terperinciPENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Deasy Soeikromo 1
PENGALIHAN HAK MILIK ATAS BENDA MELALUI PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA Oleh : Deasy Soeikromo 1 A. PENDAHULUAN Jual beli bagi manusia sudah merupakan bagian dari aktivitas keseharian untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai
Lebih terperinciFORCE MAJEURE SEBAGAI ALASAN TIDAK DILAKSANAKAN SUATU KONTRAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA / D
FORCE MAJEURE SEBAGAI ALASAN TIDAK DILAKSANAKAN SUATU KONTRAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PERDATA Laras Sutrawaty / D 101 11 325 Pembimbing 1. Suarlan Datupalinge., S.H.,M.H 2. Abd. Rahman Hafid., S.H.,M.H
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MAS ALAH Pengangkutan atau lebih dikenal dengan istilah transportasi di masa yang segalanya dituntut serba cepat seperti sekarang ini memiliki peran yang sangat besar.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah
Lebih terperinciPENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai) Pendahuluan Dengan semakin majunya dunia
Lebih terperinciForce Majeur & Akibat Hukumnya
Force Majeur & Akibat Hukumnya Pengertian: keadaan memaksa Dimana debitur terhalang untuk melakukan pelaksanaan prestasinya karena keadaan tidak terduga pada saat pelaksanaan Debitur tidak dalam keadaan
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1975 Tentang : Pengangkutan Zat Radioaktip Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 TAHUN 1975 (13/1975) Tanggal : 16 APRIL 1975 (JAKARTA) Sumber : LN 1975/17; TLN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,
19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau
BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU
CONTOH SURAT PERJANJIAN PEMBORONGAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU SURAT PEMBORONGAN PEKERJAAN PENGADAAN DAN PENGIRIMAN BUKU PELAJARAN DAN BUKU PEGANGAN GURU MATA PELAJARAN --------------------------------------
Lebih terperinciPERJANJIAN KERJASAMA BANGUN GUNA SERAH PEMBANGUNAN
PERJANJIAN KERJASAMA BANGUN GUNA SERAH PEMBANGUNAN DI LOKASI Nomor : Pada hari ini senin tanggal sebelas bulan januari tahun dua ribu sepuluh (11 Januari 2010), bertempat di, kami yang bertanda tangan
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR
CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI SEPEDA MOTOR SURAT PERJANJIAN JUAL BELI SEPEDA MOTOR (SECARA ANGSURAN) Nomer: ---------------------------------- Kami yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : ----------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap
Lebih terperinciPERJANJIAN PINJAM PAKAI RUMAH (1)
55 PERJANJIAN PINJAM PAKAI RUMAH (1) Pada hari ini, Senin, tanggal empat, bulan satu, tahun dua ribu sepuluh (04-01-2010), bertempat di Jakarta, telah ditandatangani perjanjian pinjam pakai rumah oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang
Lebih terperinciSURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUKO
SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUKO SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUKO Saya yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama :.. Tempat, Tgl Lahir :.. Pekerjaan :.. Alamat :.... Nomor KTP :.. Dalam hal ini bertindak
Lebih terperinciRENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT RENCANA KERJA DAN SYARAT-SYARAT (RKS)
Halaman : 1 dari 9 (RKS) JASA KEPABEANAN, HANDLING, ANGKUTAN DAN PEMBONGKARAN DI GUDANG CIKAMPEK UNTUK PUPUK KALIUM CHLORIDE (KCL) FINE GRADE DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG (CIKAMPEK)
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI. A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan
BAB III KARAKTERISTIK DAN BENTUK HUBUNGAN PERJANJIAN KONSINYASI A. Karakteristik Hukum Kontrak Kerjasama Konsinyasi Distro Dan Pemasok Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan disebutkan bahwa : Consgnment
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1572, 2014 KEMENHUB. Barang. Kereta Api. Pembongkaran. Pengangkutan. Penyusunan. Pemuatan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 48
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beribu ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan terdiri atas
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1. Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Dalam pelaksanaan kerja praktek pada PT.SAMUDERA INDONESIA cabang bandung Jawa Barat penulis ditempatkan di bagian pemasaran dan
Lebih terperinciPERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PERUSAHAAN
49 PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM UANG DI PERUSAHAAN Pada hari ini, Senin tanggal empat bulan satu tahun dua ribu sepuluh (04-01-2010), bertempat di Jakarta, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Amin,
Lebih terperinciHUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.
HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana kapal dapat bertambat untuk bongkar muat barang, kran-kran untuk bongkar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Pelabuhan (Port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal dapat bertambat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian
Lebih terperinciUPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR)
119 UPAYA HUKUM PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN (RENT A CAR) Oleh: A. A. Pradnyaswari, S.H.,M.H. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Denpasar Abstract
Lebih terperinciJASA ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM SULFATE) DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK
Halaman : 1 dari 9 (RKS) JASA ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM SULFATE) DARI PELABUHAN TANJUNG PRIOK KE GUDANG PT. PUPUK KUJANG - CIKAMPEK LOKASI : CIKAMPEK-KARAWANG, INDONESIA 0 JASA, ANGKUTAN PUPUK ZA (AMMONIUM
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.
Lebih terperinciPERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy
PERJANJIAN TENTANG REKENING EFEK Nomor: SP- /RE/KSEI/mmyy Perjanjian ini dibuat pada hari ini, , tanggal , bulan tahun (dd-mm-yyyy), antara: PT Kustodian Sentral Efek Indonesia,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA
BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang
Lebih terperinciCommon Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan
Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak
Lebih terperinciDengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.
Lebih terperinciLAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI
LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1991 TENTANG KEBIJAKSANAAN KELANCARAN ARUS BARANG UNTUK MENUNJANG KEGIATAN EKONOMI I. TATALAKSANA EKSPOR 1. Kewenangan pemeriksaan barang-barang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 220, 2015 KEUANGAN. PPN. Jasa Kepelabuhanan. Perusahaan Angkutan Laut. Luar Negeri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5742). PERATURAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak lagi sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti
17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinci