Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular. Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular. Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India"

Transkripsi

1 Penelitian Komparatif mengenai Karakteristik Mikrobiologi Angular Cheilitis pada Pasien HIV Seropositif dan HIV Seronegatif dari India Selatan Abstrak Tujuan: Penelitian ini didesain untuk membandingkan karakteristik mikrobiologi angular cheilitis (AC) pada individu human immunodeficiency virus (HIV) seropositif dan HIV seronegatif dalam sebuah kelompok penduduk India Selatan. Bahan dan Metode: Apusan dari komisura rongga mulut dari 46 pasien diambil dan diinokulasikan pada plat Saboraud s dextrose agar (SDA) dengan penambahan kloramfenikol, blood agar (BA), dan MacConkey agar (MCA) dan dikultur. Streptococcus α-hemolitik, Streptococcus albus, Staphylococcus aureus, spesies Candida, spesies Klebsiella, dan spesies Pseudomonas dikultur dalam penelitian ini. Koloni Candida didibagi lebih lanjut menggunakan teknik biotyping konvensional. Hasil: Pada AC pasien HIV seropositif, Candida albicans dan Staphylococcus aureus lebih umum diamati dibandingkan pada pasien HIV seronegatif. Secara kebetulan pada pasien dengan jumlah sel CD4 kurang dari 200, terdapat peningkatna insidensi kolonisasi Candida dan

2 Staphylococcus aureus ketika dibandingkan pasien dengan jumlah sel CD4 lebih dari 200. Simpulan: Penelitian ini menunjukkan sebuah perbedaan yang signifikan dalam flora mikroba AC pasien HIV seropositif dibandingkan populasi HIV seronegatif. Kata kunci: Angular cheilitis, Candida, infeksi HIV, Pseudomonas, India Selatan. Pendahuluan Angular cheilitis (AC) juga dikenal sebagai angular stomatitis, perlèche (dari istilah Perancis pourlècher (menjilat bibir seseorang)) merupakan sebuah lesi yang relatif umum terjadi dengan karakteristik berupa eritema, maserasi, ulserasi, dan pengelupasan di komisura mulut. Faktor yang menghasilkan sebuah lingkungan lembab, kondusif, dan kronis untuk pertumbuhan mikroba di komisura rongga mulut adalah kebiasaan menjilat bibir, mengisap ibu jari atau menggigit sudut mulut, dan jaringan yang kendur di sudut mulut berkontribusi terhadap perkembangan AC. 1 Defisiensi zat besi dan vitamin, konsumsi diet kaya akan karbohidrat, penggunaan obat jangka panjang seperti imunosupresan dan antibiotik, gangguan gastrointestinal, status imunodefisiensi seperti infeksi human

3 immunodeficiency virus (HIV) merupakan sejumlah kecil faktor yang menyebabkan prediposisi terhadap lesi. 2 AC telah diikusertakan dalam klasifikasi dan kriteria diagnostik untuk lesi rongga mulut pada infeksi HIV. 3 Walaupun AC mungkin tidak sering diamati selama penyakit HIV, AC sangat berhubungan dengan infeksi HIV. 4 Walaupun AC merupakan topik dari sejumlah penelitian mengenai manifestasi/lesi rongga mulut akibat infeksi HIV, hanya sedikit penelitian yang meneliti penyebab AC secara ekslusif pada individu HIV seropositif dan dibandingkan dengan populasi HIV seronegatif. Penelitian ini didesain untuk meneliti etiologi infeksi AC pada pasien HIV seropositif dan membuat perbandingan dengan pasien HIV seronegatif. Parameter seperti jumlah sel CD4 dan kadar hemoglobin (Hb) serum juga dipertimbangkan untuk mengetahui apakah jumlah sel CD4 atau kadar Hb serum yang rendah menyebabkan predisposisi terhadap perbedaan dalam flora mikroba AC. Bahan dan Metode Sebanyak 46 pasien yang berpartisipasi dalam penelitian diperiksa secara klinis dan mikrobiologi dan dibagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok 1: Terdiri dari 20 pasien HIV seropositif disertai AC. Tidak satupun dari pasien tersebut menggunakan gigitiruan. Pasien dari

4 kelompok ini didapatkan dari Pusat Penelitian HIV/AIDS di Chennai, India Selatan. Status HIV seropositif dipastikan menggunakan uji enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) dan Western blot. Western blot seropositif didefinisikan berdasarkan keberadaan paling kurang satu band yang berkorespondensi terhadap gen gag, env, dan pol yang menegaskan keberadaan HIV. Kelompok 2: Terdiri dari 16 pasien HIV seronegatif dengan AC klinis. Tidak satupun pasien tersebut menggunakan gigitiruan. Kelompok 3: Berfungsi sebagai kelompok kontrol dan terdiri dari 10 pasien HIV seronegatif tanpa disertai adanya AC secara klinis. Diagnosis AC dalam kelompok 1 dan 2 dilakukan melalui pemeriksaan klinis dan kriteria diagnostik AC dalam penelitian ini adalah lesi nonvesikuler erosif dan/atau eritemaous yang meluas dari sudut mulut 3 (Gambar 1). Pasien dalam kelompok 2 dan 3 dipilih dari pasien yang berkunjung ke fakultas kedokteran gigi di Chennai, India Selatan untuk perawatan gigi secara rutin. Persetujuan didapatkan dari pasien sebelum penelitian dimulai. Status seronegatif pasien tersebut hanya didasarkan pada riwayat medis pasien. Pasien tidak memiliki abnormalitas riwayat medis. Gambar 1. Angular cheilitis bilateral.

5 Apusan dari komisura rongga mulut didapatkan menggunakan kapas steril yang dilembabkan menggunakan air distilasi steril. Apusan langsung diinokulasikan pada plat Saboraud s dextrose agar (SDA) dengan penambahan kloramfenikol, blood agar (BA), dan MacConkey s agar (MCA), dan dipindahkan untuk menjalani proses kultur. Mikroorganisme yang dikultur dalam penelitian merupakan Streptococcus α-hemolitik, Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, spesies Candida, spesies Klebsiella, dan spesies Pseudomonas. SDA dengan tambahan kloramfenikol digunakan untuk kultur spesies Candida, BA dan MCA untuk pertumbuhan bakteri. SDA yang diinokulasikan diinkubasi dalam suhu 37 o C Selma 48 jam, sedangkan MAC dan BA diinkubasi selama 18 jam dalam suhu 37 o C. Keberadaan atau ketiadaan bakteri dan Candida dipastikan berdasarkan pertumbuhan koloni pada plat agar tersebut (Gambar 2 dan 3). Koloni bakteri Staphylococcus aureus memiliki karakteristik tampilan cat minyak pada BA dan tampilan sirkular, merah muda, berukuran kecil pada MCA. Secara biokimiawi, Staphylococcus aureus positif menunjukkan karakteristik katalase dan koagulase. Streptococcus membentuk koloni semitransparan, sirkular, berkuran kecil dengan sebuah zona hemolisis bening di sekitar dan memfermentasi gula seperti sorbitol, laktosa, maltose, mannitol, dan trehalose disertai produksi asam, tetapi tanpa gas, dan secara biokimiawi tergolong katalase negatif. Candida menunjukkan karakteristik

6 koloni putih krim pada SDA yang dikelompokkan lebih lanjut menggunakan biotyping konvensional. Biotyping merupakan identifikasi spesies Candida yang didasarkan pada kemampuan biokimiawi untuk melakukan fermentasi dan mengasimilasi glukosa, menghasilkan germ tube, dan membentuk klamidospora. Gambar 2. Koloni Candida pada Saboraud s dextrose agar. Gambar 3. Koloni aerobik padaa plat MacConkey dan blood agar. Sebagai tambahan, pasien HIV seropositif menjalani uji serologi untuk mengetahui jumlah sel CD4 dan kadar Hb serum dan pasien HIV seronegatif menjalani uji untuk mengetahui kadar Hb serum. Uji chi-square digunakan untuk mengetahui signifikansi statistik, jika ada. Nilai p < 0,05 dikategorikan signifikan secara statistik. Hasil Streptococcus α-hemolitik diisolasi dari total 46 pasien dalam penelitian (100%) tanpa bergantung status HIV/keberadaan atau ketiadaan AC.

7 Kelompok 1 Rasio laki-laki:perempuan dalam kelompok ini adalah 7:3. Kelompok usia pasien tersebut berkisar dari 16 sampai dengan 55 tahun. Staphylococcus albus diisolasi dari 45% pasien. Staphylococcys aureus diisolasi dari 30% pasien. Spesies Candida diisolasi dari 65% pasien. Sebanyak 25% pasien mengalami infeksi campuran dengan Staphylococcus albus dan spesies Candida. Campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida diamati pada 5% pasien (Grafik 1). Di antara 9 pasien HIV seropositif yang memiliki jumlah sel CD4 200, Staphylococcus albus diisolasi dari 56% pasien dan Staphylococcus aureus diisolasi dari 45% pasien. Spesies Candida diisolasi dari 67% pasien. Sekitar 45% pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida. Sebanyak 11% pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida. Sebanyak 3 pasien memiliki campuran flora Staphylococcus albus dan Staphylococcus aureus. Seorang pasien dengan jumlah sel CD4 sebanyak 84 menunjukkan kolonisasi Staphylococcus albus, Staphylococcus aureus, dan spesies Candida. Spesies Klebsiella diisolasi dari seorang pasien dengan jumlah sel CD4 sebanyak 111 dan kolonis spesies Pseudomonas ditemukan pada seorang pasien dengan jumlah sel CD4 sebanyak 132. Pada pasien dengan jumlah sel CD4 lebih dari 200, Staphylococcus albus diisolasii dari 36% pasien, Staphylococcus aureus

8 hanya diisolasi dei 9% pasien, sedangkan spesies Candida diisolasi dari 55% pasien. Infeksi campuran dari Staphylococcus albus dan spesies Candida ditemukan pada 9% pasien. Tidak satupun dari pasien tersebut menunjukkan campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida (Grafik 2). Grafik 1. Mikrobiologi angular cheilitis pada 20 pasien HIV seropositif. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus. Grafik 2. Perbandingan mikrobiologi angular cheilitis pada 9 pasien HIV seropositif dengan CD4 200 dan 11 pasien HIV seropositif dengan CD4 > 200. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus. Selain itu, pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 43% pasien, Staphylococcus aureus dari 29% pasien, dan spesies Candida dari 64% pasien dalam kelompok ini. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 29% pasien. Campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida diamati pada 7% pasien. Pada pasien dengan Hb lebih dari 14 g/dl,

9 Staphylococcus albus diisolasi dari 33%, Staphylococcus aureus dari 17%, dan spesies Candida dari 67% pasien. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 17% pasien. Campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida tidak diamati pada pasien tersebut (Grafik 3). Grafik 3. Perbandingan mikrobiologi angular cheilitis pada 14 pasien HIV seropositif dengan hemoglobin 14 g/dl dan 6 pasien HIV seropositif dengan hemoglobin > 14 g/dl. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus. Kelompok 2 Rasio laki-laki:perempuan dalam kelompok ini adalah 5:3. Kelompok usia pasien tersebut berkisar dari 18 sampai dengan 50 tahun. Staphylococcus albus diisolasi dari 69% pasien. Staphylococcus aureus dari 13% pasien dan spesies Candida darii 56% pasien. Sebanyak 25% pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida. Tidak satupun pasien menunjukkan campuran flora Staphylococcus aureus dan spesies Candida. Dalam kelompok ini, pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 70%, Staphylococcus aureus dari 20% pasien, dan spesies Candida dari 60% pasien. Campuran flora

10 Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 30% pasien. Pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 50% dan spesies Candida pada sebanyak 50% pasien. Staphylococcus aureus tidak diisolasi dari pasien dalam kelompok ini. Campuran flora Staphylococcus albus dan spesies Candida diamati pada 17% pasien (Grafik 4). Grafik 4. Mikrobiologi angular cheilitis pada 16 pasien HIV seropositif. Staph albus: Staphylococcus albus, Staph aureus: Staphylococcus aureus, HIV: Human immunodeficiency virus. Kelompok 3 Staphylococcus albus diisolasi dari 70% pasien dalam kelompok ini. Tidak terdapat mikroorganisme lain yang diisolasi dari komisura rongga mulut pasien, sehingga tidak terdapat campuran flora yang diamati pada pasien dalam kelompok ini. Namun demikian, pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 71% pasien; sedangkan pada pasien dengan Hb kurang dari 14 g/dl, Staphylococcus albus diisolasi dari 67% pasien. Pembahasan

11 AC telah banyak diteliti di dunia barat dengan sejumlah pengecualian di benua Asia. 6,7 Dalam infeksi HIV, peranan lesi rongga mulut telah banyak diteliti dan seluruh pasieen HIV seropositif rentan terhadap lesi rongga mulut dalam tiap tahapan penyakit mereka. 8 Lesi rongga mulut terjadi pada 64% kasus HIV/acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di India 9,10 dan memiliki prevalensi sebesar 56% di barat. 11 Sejumlah infeksi rongga mulut oportunistik tidak hanya menjadi indikator permulaan infeksi HIV dan menjadi karakteristik klinis awal, tetapi juga menjadi penanda progresi infeksi HIV untuk menjadi AIDS secara sempurna. 12 Gangguan rongga mulut yang berhubungan dengan HIV dan umum diamati adalah Candidiasis rongga mulut yang terjadi pada 17-43% kasus dengan infeksi HIV dan pada lebih dari 90% kasus dengan AIDS. 13 Klasifikasi dan kriteria diagnostik untuk lesi rongga mulut pada infeksi HIV diajukan pada tahun 1993 yang menyatakan AC dapat berhubungan dengan Candida albicans dan dapat diamati pada pasien bergigi yang mengalami infeksi HIV. 3 Penelitian telah menunjukkan AC dapat disebabkan oleh Candida albicans saja (20%), infeksi campuran Candida dengan Staphylococcus aureus (60%) dan Staphylococcus aureus saja (20%). 14 Berdasarkan penelitian kami, kami mengamati pada pasien HIV seropositif disertai AC (kelompok 1), Candida albicans (65%) dan

12 Staphylococcus aureus (30%) merupakan mikroorganisme yang paling umum diamati. Secara kebetulan, ketika jumlah sel CD4 berada di bawah 200, terdapat peningkatna insidensi campuran flora Candida dan Staphylococcus aureus ketika dibandingkan dengan pasien yang memiliki jumlah sel CD4 lebih dari 200. Pasien dengan nilai Hb kurang dari 14 g/dl menunjukkan sebuah peningkatan kolonisasi Candida dan Staphylococcus. Pasien kelompok 1 juga memiliki 24% insidensi kolonisasi Staphylococcus albus yang lebih rendah dan 17% insidensi kolonisasi Staphylococcus aureus yang lebih tinggi ketika dibandingkan dengan populasi kelompok 2. Di lain pihak, pada pasien HIV seronegatif dengan AC (kelompok 2), terdapat sebuah prevalensi Staphylococcus albus (86%) dalam lesi, diikuti oleh Candida albicans (70%). Staphylococcus aureus hanya ditemukan pada 16% kasus. Selain itu, pada pasien dengan nilai Hb kurang dari 14 g/dl menunjukkan sebuah peningkatan insidensi Candida albicans dan Staphylococcus aureus ketika dibandingkan dengan pasien yang memiliki nilai Hb kurang dari 14 g/dl. Pada pasien kelompok 3, spesies Candida dan Staphylococcus aureus tidak diisolasi dari komisura rongga mulut tanpa bergantung dari status Hb mereka. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan isolasi Staphylococcus aureus dan spesies Candida dari komisura rongga mulut dapat menjadi tanda patogenik. 7

13 Terdapat sebuah kecenderungan peningkatan insidensi kolonisasi Candida albicans dan Staphylococcus aureus pada pasien dengan nilai Hb kurang dari 14 g/dl tanpa bergantung status HIV. Kondisi ini menunjukkan penurunan kadar Hb dapat menjadi predisposisi terhadap kolonisasi Candida dan bakteri patogen pada AC tanpa bergantung status HIV. Data dari penelitian kami menunjukkan flora mikroba yang berbeda pada AC pasien HIV seropositif yang mungkin dipengaruhi oleh imunosupresi (berdasarkan jumlah sel CD4) dan kadar Hb pada kedua populasi HIV seropositif dan HIV seronegatif. Simpulan AC dapat sangat menyakitkan dan dapat persisten selama beberapa tahun pada sejumlah individu. Kondisi tersebut dapat sangat merugikan, khususnya pada pasien gangguan imun. Dampak klinis dan tujuan identifikasi etiologi infektif yang sebenarnya melalui analisis mikrobiologi akan berperan dalam pemberian perawatan antimikroba yang dikhususkan pada agen kausatif yang akan membantu dalam percepatan proses penyembuhan. Lesi stomatitis angular yang bersifat refraktoris terhadap perawatan atau rekuren secara kronis pada individu yang tidak menggunakan gigitiruan harus mendapatkan pemeriksaan untuk mengevaluasi infeksi HIV atau kondisi gangguan imun lainnya.

14 Berdasarkan penelitian kami, kami menyimpulkan terdapat sebuah perbedaan signifikan dalam flora mikroba AC pada pasien HIV seropositif ketika dibandingkan dengan populasi HIV seronegatif. Sejauh ini, penelitian dengan desain yang sama belum dilakukan di India Selatan. Namun demikian, untuk memastikan perbedaan tersebut secara statistik, sebuah penelitian dengan kohort yang lebih besar dan analisis colony forming unit (CFU) harus dilakukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Angular Cheilitis Angular cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut mulut yang ditandai dengan adanya fisur-fisur, retak-retak pada sudut bibir, berwarna kemerahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Penyakit gigi dan mulut dapat terjadi pada mukosa non-keratin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti pada lingkungan, tubuh, serta pada rongga mulut (Amaliah, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. seperti pada lingkungan, tubuh, serta pada rongga mulut (Amaliah, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kulit disebabkan oleh jamur merupakan salah satu masalah kesehatan ada di Indonesia. Penyebab penyakit kulit lainnya juga dikarenakan air tidak bersih dan tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut

BAB 1 PENDAHULUAN. Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Denture stomatitis merupakan suatu proses inflamasi pada mukosa mulut dengan bentuk utamanya atropik dengan lesi erythematous dan hiperplastik 1. Denture Stomatitis

Lebih terperinci

bahan yang diperoleh adalah tetap dalam isopropil alkohol dan udara kering menengah diikuti oleh budidaya pada Sabouraud agar.

bahan yang diperoleh adalah tetap dalam isopropil alkohol dan udara kering menengah diikuti oleh budidaya pada Sabouraud agar. Kehadiran Candida sebagai anggota flora komensal mempersulit diskriminasi keadaan normal dari infeksi. Sangat penting bahwa kedua temuan klinis dan laboratorium Data (Tabel 3) yang seimbang untuk sampai

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. karena merupakan penyebab kematian paling tinggi (Ahira, 2013). Data

I.PENDAHULUAN. karena merupakan penyebab kematian paling tinggi (Ahira, 2013). Data I.PENDAHULUAN A. Latar belakang Human Immunodeficiency Virus Positive/Aquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) merupakan penyakit mematikan nomor satu di dunia karena merupakan penyebab kematian paling

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker mulut, istilah untuk tumor ganas yang terjadi dalam rongga mulut, termasuk kanker bibir, gingiva, lidah, langit langit rongga mulut, rahang, dasar mulut, orofaringeal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stomatitis Aftosa Rekuren Stomatitis aftosa rekuren (SAR) ditandai dengan munculnya ulser nekrotik yang dikelilingi haloeritematus pada mukosa mulut. Lesi SAR biasanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh yang penting. Rongga mulut mencerminkan kesehatan tubuh seseorang karena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut merupakan salah satu bagian terkecil dari seluruh tubuh manusia, tetapi baik bagi tenaga kesehatan terutama dokter gigi merupakan bagian tubuh yang penting.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan

BAB I PENDAHULUAN. Gigi yang sehat adalah gigi yang rapi, bersih, didukung oleh gusi yang kuat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan dan perihal hidup sehingga perlu dibudidayakan diseluruh masyarakat. Gigi yang sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan mayor dari ekosistem yang kompleks ini yaitu dental plak yang berkembang secara alami pada jaringan

Lebih terperinci

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis.

Pada anak anak yang menggunakan dot, menghisap ibu jari atau yang menggunakan dot mainan, keadaan semua ini juga bisa menimbulkan angular cheilitis. Cheilitis adalah istilah yang luas yang menggambarkan peradangan permukaan yang mempunyai ciri-ciri bibir kering dan pecah-pecah. Sedangkan angular cheilitis merupakan cheilitis yang terjadi pada sudut

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi dan Ilmu Bedah. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat penelitian 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penelanan. Kehilangan gigi merupakan tanggalnya gigi dari soketnya yang

BAB I PENDAHULUAN. dan penelanan. Kehilangan gigi merupakan tanggalnya gigi dari soketnya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gigi memiliki berbagai macam fungsi, seperti estetik, fonetik, mastikasi dan penelanan. Kehilangan gigi merupakan tanggalnya gigi dari soketnya yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida

BAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida sp. Candida adalah anggota flora normal yang hidup di dalam kulit, kuku, membran mukosa, saluran pencernaan,

Lebih terperinci

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo

Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut. goeno subagyo Manifestasi Infeksi HIV-AIDS Di Mulut goeno subagyo Jejak-jejak HIV-AIDS di mulut Mulut adalah organ yang unik Mikroorganisme penghuni nya banyak; flora normal dan patogen Lesi mulut dijumpai pada hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Candida albicans (C.albicans) merupakan salah satu jamur yang sering menyebabkan kandidiasis pada rongga mulut. 1 Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Streptococcus sanguis merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah merupakan bakteri kokus gram positif dan ditemukan pada rongga mulut manusia yang sehat. Bakteri ini banyak ditemukan pada plak dan karies gigi, serta pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired

BAB 1 PENDAHULUAN. menurunnya sistem kekebalan tubuh. AIDS yang merupakan singkatan dari Acquired BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS dapat terjadi pada hampir semua penduduk di seluruh dunia, termasuk penduduk Indonesia. AIDS merupakan sindrom (kumpulan gejala) yang terjadi akibat menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak sekali khasiat sebagai obat tradisional, dan belum banyak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki banyak sekali khasiat sebagai obat tradisional, dan belum banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman yodium (Jatropha multifida L.) merupakan tanaman yang memiliki banyak sekali khasiat sebagai obat tradisional, dan belum banyak masyarakat Indonesia yang mengetahuinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh

Lebih terperinci

PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN DI RSGM USU

PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN DI RSGM USU PENGARUH BAKTERI TERHADAP TERJADINYA STOMATITIS AFTOSA REKUREN DI RSGM USU SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: LAU MEI WAN NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian

BAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian tubuh meliputi mulut, saluran pencernaan, kulit dan organ genetalia wanita. Candida albicans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Skema Alur Pikir

Lampiran 1. Skema Alur Pikir Lampiran 1 Skema Alur Pikir Latar Belakang 1. Daun sirih merah (Piper crocatum) adalah salah satu obat tradisional yang memiliki aktivitas antibakteri, antiseptik dan antijamur. (Rinanda T dkk., 2012;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik

BAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang terutama disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Gigi yang hilang dan tidak

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Candida sp adalah flora normal pada manusia yang dapat dijumpai pada kulit, saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai pada

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, identifikasi C. albicans dilakukan dengan media CHROMagar dan serum. Sampel yang diperoleh dari usap mulut penderita kandidiasis oral diusapkan pada media CHROMagar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan

BAB I PENDAHULUAN. trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Down Syndrome adalah salah satu kelainan kromosom disebabkan oleh trisomi kromosom 21. Anak dengan Down Syndrome memiliki gangguan keseimbangan, koordinasi, dan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tubuh manusia dan akan menyerang sel-sel yang bekerja sebagai sistem kekebalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan suatu virus yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh pada manusia. Virus ini akan memasuki tubuh manusia dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteri dari probandus berhasil diperoleh setelah air kumur-kumur mereka dibiakkan ke atas media Agar Darah. Koloni-koloni mikroorganisme tersebut kemudian ditanam pada media umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambir adalah ekstrak kering dari ranting dan daun tanaman Uncaria gambir (Hunter) Roxb. Tanaman ini merupakan komoditas utama Provinsi Sumatera Barat. Sekitar 80%

Lebih terperinci

Kata kunci : Lactobacillus acidophilus, Yoghurt, Candida albicans.

Kata kunci : Lactobacillus acidophilus, Yoghurt, Candida albicans. ABSTRAK Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan rasa yang tidak nyaman pada pasien yang berobat ke dokter gigi. Candida albicans (C.albicans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies merupakan penyakit pada gigi dan mulut yang tersebar pada masyarakat. 1 Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah karies gigi, diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus ribonucleic acid (RNA) yang termasuk family retroviridae dan genus lentivirus yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Flora mulut pada manusia terdapat berbagai mikroorganisme seperti jamur, virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode descriptive analitic karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi

Lebih terperinci

Pengelolaan Pasien Dengan Angular cheilitis

Pengelolaan Pasien Dengan Angular cheilitis Pengelolaan Pasien Dengan Angular cheilitis Dosen Pembimbing: drg. Anggani Hartiwi Disusun oleh : Didit Chandra Halim 208.121.0041 KEPANITERAAN KLINIK MADYA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah bentuk infeksi nosokomial yang paling sering ditemui di unit perawatan intensif (UPI), khususnya pada

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.

BAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Staphylococcus aureus Genus Staphylococcus masuk kedalam bakteri gram positif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal, sebagian besar tersusun atas peptidoglikan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari flora normal kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Di dalam mulut manusia terdapat lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah infeksi rongga mulut hingga menyebabkan abses atau

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah infeksi rongga mulut hingga menyebabkan abses atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut merupakan gerbang utama masuknya berbagai mikroorganisme yang bisa menyebabkan berbagai macam penyakit, salah satunya adalah infeksi rongga mulut

Lebih terperinci

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi

Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi Diabetes Mellitus Pada Kesehatan Gigi Komplikasi diabetes mellitus pada kesehatan gigi masalah dan solusi pencegahannya. Bagi penderita diabetes tipe 2 lebih rentan dengan komplikasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur pada Mulut Jamur pada mulut merupakan ragi yang tumbuh di dalam rongga mulut, dan dapat berubah menjadi patogen dalam kondisi-kondisi tertentu. Faktor yang dapat mempengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan. Data Riskesdas 2013 menunjukkan 25,9% penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PREVALENSI Candida albicans PADA SPUTUM PASIEN TB DAN TB- HIV DI INSTALASI MIKROBIOLOGI KLINIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR Latar belakang: Tuberculosis (TB) dan HIV adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cara menimbang bahan yang akan diekstraksi lalu mencampur bahan dengan air

BAB 1 PENDAHULUAN. cara menimbang bahan yang akan diekstraksi lalu mencampur bahan dengan air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dekokta merupakan metode untuk mengambil zat aktif tanaman dengan cara menimbang bahan yang akan diekstraksi lalu mencampur bahan dengan air kemudian dipanaskan selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pepaya (Carica Papaya) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada dibagian selatan Meksiko dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian penyakit infeksi yangtinggiyang didominasi oleh infeksi saluran nafas dan infeksi saluran cerna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). Mikroorganisme berkembang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Angular Cheilitis Angular cheilitis disebut juga angular cheilosis, commissural cheilitis, angular stomatitis atau perleche merupakan inflamasi akut atau kronis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mikroorganisme ada yang berupa bakteri, protozoa, virus ataupun cendawan,

BAB I PENDAHULUAN. Mikroorganisme ada yang berupa bakteri, protozoa, virus ataupun cendawan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Mikroorganisme ada yang berupa bakteri, protozoa, virus ataupun cendawan, sebagian diantaranya bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tersebut disebut AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). UNAIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV merupakan virus yang menyerang imunitas manusia. Kumpulan gejala penyakit yang muncul karena defisiensi imun tersebut disebut AIDS

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daun Sirih Merah Piper crocatum atau disebut dengan daun sirih merah yang umum digunakan sebagai tanaman hias di Malaysia yang memiliki sifat obat. Obat tradisional yang berfungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 Strangles/Mink Horse/Equine Distemper/ Ingus tenang termasuk ke dalam penyakit eksotik yang ada di Indonesia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur adalah dermatomikosis dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh anggota kelompok jamur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke pasien, operator ke lingkungan dan lingkungan ke pasien (Infection Control

BAB I PENDAHULUAN. ke pasien, operator ke lingkungan dan lingkungan ke pasien (Infection Control BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kontrol infeksi adalah suatu upaya pencegahan penyebaran mikroorganisme, baik dari pasien ke pasien lainnya, pasien ke operator, operator ke pasien, operator ke lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, kista, dan pustula.

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: FATIN AMIRAH BT MOHD NORDIN NIM:

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh: FATIN AMIRAH BT MOHD NORDIN NIM: PERBEDAAN PENYEMBUHAN ANGULAR CHEILITIS DENGAN PEMBERIAN NISTATIN DAN MIKONAZOL TOPIKAL PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan mereka. Salah satu tanaman obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikrobiologi Mikrobiologi adalah suatu kajian tentang mikroorganisme. Mikroorganisme itu sangat kecil, biasanya bersel tunggal, secara individual tidak dapat dilihat dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008).

BAB 1 PENDAHULUAN. perannya melawan infeksi dan penyakit. Infeksi yang terkait dengan. daya tahan tubuh penderita (Murtiastutik, 2008). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsi sistem imun. Infeksi HIV menyebabkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernapasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia. Beberapa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Kegiatan ini dilakukan di laboratorium Bagian Mikrobiologi Medik Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).

BAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita HIV/AIDS meningkat setiap tahun dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sel limfosit T CD4 merupakan sel target infeksi HIV, penurunan jumlah dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memeliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu mastikasi atau pengunyahan, estetik,

BAB I PENDAHULUAN. memeliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu mastikasi atau pengunyahan, estetik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi adalah bagian keras yang terdapat didalam rongga mulut. Gigi memeliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu mastikasi atau pengunyahan, estetik, dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia (RI) dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas mikrobiologi pada udara di inkubator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah besar kesehatan masyarakat saat ini dan termasuk ke dalam global emergency. TB adalah penyebab kematian karena infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.

Lebih terperinci

I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N

I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N I S O L A S I DAN E N U M E R A S I K U M A N P A T O G E N Pemeriksaan laboratorium merupakan bagian dari rangkaian pemeriksaan untuk mengetahui penyebab penyakit, menilai perkembangan penyakit setelah

Lebih terperinci

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI Staphyllococcus aureus

ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI Staphyllococcus aureus ISOLASI ACTINOMYCETES DARI LALAT RUMAH (Musca domestica) YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTIBIOTIK TERHADAP BAKTERI Staphyllococcus aureus SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya infeksi silang atau infeksi nosokomial. penting di seluruh dunia dan angka kejadiannya terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional laboratorik untuk mengetahui pertumbuhan mikroorganisme pengganti Air Susu Ibu di Unit Perinatologi Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rongga mulut kaya akan mikroorganisme, diantaranya yaitu Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, Streptococcus mutans dan beberapa mikrokokus berpigmen yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coliform Coliform adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bersifat anaerob atau fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian eksperimental labolatorik untuk mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan paramedis di Instalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mukosa mulut yang bersifat kambuhan, merupakan salah satu lesi mulut yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mukosa mulut yang bersifat kambuhan, merupakan salah satu lesi mulut yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu kondisi peradangan pada mukosa mulut yang bersifat kambuhan, merupakan salah satu lesi mulut yang paling menyakitkan dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. setiap proses kehidupan manusia agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Gizi merupakan kebutuhan utama dalam setiap proses

Lebih terperinci