DEFISIT ANGGARAN, PERTUMBUHAN UANG DAN INFLASI DI INDONESIA OLEH NANANG ANDRIAN H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEFISIT ANGGARAN, PERTUMBUHAN UANG DAN INFLASI DI INDONESIA OLEH NANANG ANDRIAN H"

Transkripsi

1 DEFISIT ANGGARAN, PERTUMBUHAN UANG DAN INFLASI DI INDONESIA OLEH NANANG ANDRIAN H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN NANANG ANDRIAN. Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang dan Inflasi di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA). Hubungan defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia. Secara teori, paling tidak ada empat pandangan yang berbeda untuk melihat hubungan ketiga variabel tersebut. Pandangan tersebut antara lain, yaitu kaum Monetaris Ortodoks, The Fiscal Theory of Price Level (FTPL), Keynesian, dan Ricardian Equivalence (RE). Terdapat sebuah persepsi yang menyatakan bahwa kebijakan anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama dapat mempengaruhi variabel moneter yang kemudian menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan makroekonomi seperti inflasi yang tinggi, defisit current account yang besar, kewajiban utang yang besar, dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Berdasarkan pengalaman interaksi kebijakan fiskal dan moneter di Indonesia, dimana sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Indonesia telah mengalami hyperinflation yang disebabkan oleh pencetakan uang (money creation) secara berlebihan oleh Bank Indonesia untuk membiayai defisit anggaran pemerintah akibat kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif. Sejak diberlakukan tahun 2000, kerangka kerja Inflation Targetting (kebijakan moneter) sudah mulai diterapkan oleh Bank Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa era fiscal dominance tidak boleh terjadi lagi di Indonesia. Namun perubahan institusional tersebut secara empiris tidak menghalangi kemungkinan adanya pengaruh defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) terhadap jumlah uang beredar maupun variabel moneter (inflasi). Pengaruh tersebut dimungkinkan antara lain karena adanya jangka waktu antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah, sumber pendanaan (utang domestik maupun luar negeri), dan perubahan permintaan agregat. Penelitian ini membahas hubungan jangka panjang antara inflasi, pertumbuhan uang, dan defisit anggaran. Penelitian ini juga akan menganalisis apakah di Indonesia defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) mempengaruhi pertumbuhan uang dan inflasi. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari Kementrian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Statistik Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia (SEKI-BI) dari berbagai edisi, International Financial Statistic (IFS) of International Monetary Fund (IMF) serta sumber lain yang relevan. Data yang digunakan, diantaranya yaitu defisit anggaran pemerintah, pertumbuhan uang (base money (M0), narrow money (M1), dan broad money (M2)) serta IHK (Indeks Harga Konsumen) sebagai pencerminan tingkat inflasi dengan periode waktu data antara bulan Januari 2002 hingga Desember Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan, yaitu uji lag exclusion dan weak exogeneity.

3 Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisit anggaran pemerintah tidak mempengaruhi pertumbuhan uang (M0, M1, dan M2) dalam jangka panjang. Teori FTPL (the fiscal theory of the price level) juga tidak berlaku di Indonesia, hal ini dikarenakan dalam jangka panjang, laju inflasi tidak dipengaruhi oleh defisit anggaran. Pertumbuhan M1 dan M2 (money supply) juga tidak mempengaruhi laju inflasi dalam jangka panjang. Hal tersebut menunjukkan bahwa teori Monetaris dan Keynesian juga tidak berlaku di Indonesia. Hubungan antara defisit anggaran, pertumbuhan uang dan laju inflasi di Indonesia dapat dijelaskan oleh teori Ricardian Equivalence (RE) dimana defisit anggaran tidak akan berpengaruh ke variabel moneter dan perekonomian. Koordinasi yang erat antara penguasa fiskal (pemerintah) dan moneter (Bank Indonesia) dalam menentukan instrumen dan sasaran kebijakan yang menjadi target bersama tetap diperlukan agar pencapaian target tersebut dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Walaupun defisit anggaran tidak memiliki dampak terhadap pertumbuhan uang dan laju inflasi di Indonesia namun defisit anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama, bukan tidak mungkin akan menjadi akar permasalahan makroekonomi seperti hyperinflation, current account deficits, overindebtness dan rendahnya pertumbuhan ekonomi. Apabila dalam jangka panjang kebijakan defisit anggaran terus dipertahankan oleh pemerintah, maka pembiayaan melalui money creation (pencipataan uang) lebih baik untuk dihindari karena telah terbukti menyebabkan hyperinflation di Indonesia pada periode 1965 hingga Disatu sisi, sesuai dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dimana Bank Indonesia yang telah memiliki kebijakan moneter Inflation Targetting Framework (ITF) akan berhasil dalam menetapkan inflasi yang ditargetkan jika salah satu persyaratan dapat dipenuhi yaitu tidak adanya dominasi sektor fiskal terhadap kebijakan moneter. Hal tersebut dikarenakan kebijakan defisit anggaran masih efektif, tetapi efisiensinya harus diperhitungkan secara cermat.

4 DEFISIT ANGGARAN, PERTUMBUHAN UANG DAN INFLASI DI INDONESIA Oleh NANANG ANDRIAN H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2011 Nanang Andrian H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nanang Andrian, dilahirkan di Bekasi pada tanggal 5 Oktober Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Hadhi Wardoyo dan Ibu Subarinah. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2000 di SD Negeri Jatirahayu 01, Bekasi. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 2000 sampai tahun 2003 di SMP Negeri 157 Jakarta. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 48 Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menjadi salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada Program Studi Ilmu Ekonomi dan mengambil Supporting Course. Selama menjadi mahasiswa, penulis mencoba mengaktualisasi diri dengan mengikuti beberapa kelembagaan sebagai anggota, antara lain UKM Futsal IPB, Kemsi (Keluarga Mahasiswa Bekasi), HIPOTESA dan IMEPI. Penulis juga tercatat sebagai panitia acara-acara yang diadakan di tingkat kampus, fakultas maupun departemen, seperti HIPOTEX-R, Economic Contest, Sportakuler FEM IPB, Pujangga FEM IPB dan Olimpiade Mahasiswa IPB. Kecintaan pada dunia pendidikan, penulis wujudkan dengan menjadi tentor IPS dan Ekonomi di lembaga pendidikan LCC LP3I Jalan Baru, Bogor. Tahun 2011 penulis melakukan penelitian dengan judul Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang dan Inflasi di Indonesia untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi.

7 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang dan Inflasi di Indonesia. Hubungan defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi menjadi salah satu isu penting dalam literatur kebijakan moneter dan fiskal di dunia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini. Disamping hal tersebut, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, khususnya kepada: 1. Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Djuanda, M.S. dan Dr. Lukytawati Anggraeni, Sp., M.Si. selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan yang telah bersedia menguji dan memperbaiki tata cara penulisan skripsi ini. 3. Kedua orang tua tercinta, Bapak Hadhi Wardoyo dan Ibu Subarinah serta segenap keluarga besar, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi, dukungan baik moril maupun materil serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Staf InterCAFE yaitu Ka Ade, Ka Nilam, dan Ka Muth. Teman sebimbingan Dini dan Cathy serta teman-teman Ec-Think Elsha dan Fitria atas bantuan data, semangat, motivasi, doa, dan perjuangan yang luar biasa. 5. Penghuni Pondok Wina yaitu Miftah, Fachri, Nodi, Irfan, Hengky, Bayu, Arief, Riki, Heru, Luki, Eka, Vicky, Hendra dan Koko atas kebersamaan yang tak tergantikan dalam suka maupun duka hidup di IPB.

8 6. Seluruh saudara-saudaraku di Ilmu Ekonomi 43 atas kebersamaan dan semangat yang telah menguatkan langkah perjalanan penyelesaian skripsi ini. 7. Pakuan Regency yaitu Ardhi, Fahmi, Fuad, Bronson, Adrian, Taufik, Meiyora, Farhana, Farah, dan lain-lain atas tempat singgah dan kebersamaan yang cukup lama dengan penulis. 8. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak lain yang membutuhkan. Bogor, September 2011 Nanang Andrian H

9 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Defisit Anggaran Teori Money Supply Definisi Uang Beredar Jenis Uang Beredar Mekanisme Penciptaan Uang Beredar Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar Teori Inflasi Definisi Inflasi Disagregasi Inflasi Sumber Inflasi Demand Pull Inflation Cost Push Inflation Hubungan Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang dan Inflasi Government Budget Constraint The Dornbusch-Reynoso Model Kontroversi Defisit Anggaran Pemerintah Kaum Monetaris The Fiscal Theory of the Price Level (FTPL) Kelompok Keynesian Teori Ricardian Equivalence (RE)... 30

10 ii 2.6. Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Model Penelitian Metode Analisis Data Uji Stasioneritas Data Penentuan Lag Optimal Uji Kointegrasi Vector Error Correction (VEC) Model Vector Error Correction Restriction Uji Lag Structure Uji Lag Exclusion Uji Weak Exogeneity IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Stasioneritas Data Penentuan Lag Optimal Uji Kointegrasi Persamaan Jangka Panjang Inflasi, Pertumbuhan Uang dan Defisit Anggaran Uji Kausalitas Granger V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75

11 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Ringkasan Metode Pengukuran Defisit Tabel 2.2. Neraca Otoritas Moneter Indonesia Tabel 4.1. Hasil Pengujian Akar Unit pada Level Tabel 4.2. Hasil Pengujian Akar Unit pada First Difference Tabel 4.3. Penentuan Lag Optimal Tabel 4.4. Hasil Uji Kointegrasi Johansen Tabel 4.5. Hasil Estimasi VEC Tabel 4.6. Hasil Uji Lag Structure Tabel 4.7. Hasil Uji Kausalitas Granger... 66

12 iv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Ringkasan Defisit APBN Indonesia periode Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran... 38

13 v DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data yang Digunakan Lampiran 2. Grafik Data yang Digunakan Lampiran 3. Uji Akar Unit pada Variabel Penelitian Lampiran 4. Penentuan Lag Optimal Lampiran 5. Uji Kestabilan VAR Lampiran 6. Uji Kointegrasi dengan Asumsi Summary Lampiran 7. Uji Kointegrasi dengan Asumsi Berdasarkan SC Lampiran 8. Uji Lag Structure (Lag Exclusion dan Weak Exogeneity) Lampiran 9. Uji Kausalitas Granger... 94

14 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan oleh pemerintah dapat terlihat melalui kebijakan anggaran. Kebijakan anggaran di Indonesia ditujukan untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Kebijakan anggaran memiliki instrumen berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN merupakan penjabaran rencana kerja para penyelenggara negara untuk kurun waktu satu tahun yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari hingga 31 Desember) 1. Indikator makroekonomi yang digunakan sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan anggaran (APBN) adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan ekonomi e. Harga minyak internasional b. Inflasi f. Produksi minyak Indonesia c. Nilai tukar d. Suku bunga SBI 1 Nota Keuangan dan APBN dari berbagai edisi.

15 2 Kebijakan anggaran di suatu negara dalam prakteknya memiliki tiga kondisi, antara lain berimbang, surplus dan defisit. Anggaran negara yang berimbang memang terlihat sebagai kondisi paling ideal bagi pemerintah karena total pengeluaran pemerintah seimbang dengan total penerimaan dan juga merupakan indikator yang berguna untuk kesehatan makroekonomi. Namun tidak sedikit ekonom yang menentang hal di atas karena kondisi tersebut tidak optimal untuk pertumbuhan ekonomi dan menganggap bahwa surplus atau defisit anggaran yang lebih optimal. Menurut Mankiw (2000), kebijakan fiskal yang optimal pada suatu negara sebagian besar membutuhkan kondisi defisit atau surplus pada anggarannya karena setidaknya ada tiga alasan, yaitu alat stabilisasi, tax smoothing dan redistribusi intergenerasi. Pada umumnya, negara berkembang dan maju mengadopsi kebijakan defisit anggaran yang sering disebabkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, rendahnya daya beli masyarakat, melemahnya nilai tukar, pengeluaran akibat krisis global, dan pengeluaran berlebih karena inflasi. Kebijakan defisit anggaran merupakan kondisi dimana total pengeluaran pemerintah (belanja negara) lebih besar dari total penerimaan pemerintah (pendapatan negara ditambah hibah). Kebijakan anggaran di Indonesia juga menerapkan kebijakan defisit anggaran yang terlihat dari penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai dari rezim Orde Baru hingga tahun 2000, pemerintah selalu menetapkan kebijakan fiskal ekspansif. Walaupun sejak pemerintahan Orde Baru dinyatakan bahwa APBN selalu bersendikan pada prinsip anggaran berimbang

16 3 dan dinamis, namun sebenarnya lebih bersifat politis (agar sesuai dengan GBHN), karena secara konseptual dan faktual APBN selalu mengalami defisit (Basri, 2000). Setelah krisis multidimensional tahun , Indonesia juga masih menjaga konsistensi defisit anggarannya dibawah 3 persen dari PDB, seperti yang terlihat pada Gambar BUDEF (% PDB) Sumber : Nota Keuangan dari berbagai tahun, diolah. Gambar 1.1. Ringkasan Defisit APBN Indonesia Periode Berdasarkan Gambar 1.1, terlihat bahwa sebelas tahun sesudah krisis ekonomi yang mengguncang negara-negara di Asia Tenggara pada tahun , pemerintah Indonesia ternyata tetap melakukan ekspansi fiskal untuk melanjutkan program pemulihan krisis, namun secara bersamaan juga menyehatkan APBN dengan menurunkan defisit anggaran hingga dibawah 3 persen dari nilai PDB. Seperti pada tahun 1999, persentase defisit anggaran terhadap PDB mencapai 3,9 persen dan berfluktuasi menurun hingga tahun 2005 mendekati 0,5 persen. Namun setelah tahun 2005, terus mengalami kenaikan hingga mencapai 2,5 persen pada tahun 2009.

17 4 Dalam perkembangannya, kebijakan defisit anggaran juga tidak bisa lepas dari pro dan kontra mengenai waktu dan pembiayaan terhadap defisit tersebut karena selain kebijakan moneter, keseimbangan fiskal (anggaran) juga merupakan indikator untuk melihat kesehatan makroekonomi. Persepsi yang berkembang adalah kebijakan anggaran yang terlalu besar dan dalam jangka waktu yang lama seringkali menjadi akar permasalahan dari ketidakstabilan makroekonomi seperti inflasi yang tinggi, defisit current account yang besar, kewajiban utang yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Pada negara industri maju, beberapa publikasi memperlihatkan hubungan antara defisit anggaran dengan ketidakseimbangan indikator makroekonomi sulit dijelaskan tapi bisa lebih dikaitkan dengan bagaimana defisit anggaran tersebut dibiayai dan untuk berapa lama terjadi (Hossain dan Chowdhury, 1998). Sedangkan menurut Lozano (2008), hasil di negara berkembang, seringkali inflasi yang tinggi terjadi ketika pemerintah menghadapi defisit yang besar dan terus-menerus yang kemudian dibiayai oleh penciptaan uang (money creation) sehingga sering disebut inflasi yang timbul karena fiscal driven monetary phenomenon. Pembiayaan defisit anggaran di Indonesia, fakta sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia adalah sebagai bendahara pemerintah yang mempunyai kewajiban untuk mendanai pengeluaran pemerintah (defisit anggaran) dengan mencetak uang (money creation), tentu saja pembiayaan ini akan menyebabkan meningkatnya base money (M0) dan mempengaruhi money supply (M1 dan M2) yang dapat berimbas pula pada tingkat inflasi. Seperti yang terjadi pada tahun 1960 hingga 1970, tingkat inflasi Indonesia yang terus naik

18 5 hingga mencapai lebih dari 1000 persen atau bisa dikatakan hyperinflation yang disebabkan oleh kebijakan fikal pemerintah yang terlalu ekspansif dan tidak prudent. Hal tersebut menyebabkan Bank Indonesia melakukan pencetakan uang secara berlebihan untuk membiayai defisit anggaran yang sangat besar (proyekproyek mercusuar atau pengeluaran untuk militer) namun berhasil diturunkan dengan solusi alternatif pembiayaan defisit anggaran, yaitu berupa pinjaman luar negeri (Chowdhury dan Sugema, 2006). Setelah diberlakukan pada tahun 2000, transmisi pengaruh defisit anggaran terhadap variabel moneter melalui jalur moneter secara institusional berubah. Bank Indonesia tidak diperbolehkan memberikan dana talangan terhadap pengeluaran pemerintah dan atau bahkan membiayai defisit rekening pemerintah (Net Claim on Government) di Bank Indonesia. Hal ini berarti Bank Indonesia hanya sebagai pemegang rekening pemerintah dan tidak akan mengeluarkan dana, jika pemerintah tidak memiliki dana di rekeningnya (Maryatmo, 2004). Selain itu, Bank Indonesia juga mulai menempuh langkah-langkah untuk semakin meningkatkan tingkat independensi, transparansi, dan akuntabilitas. Hal ini dapat dilihat dengan penerapan kerangka kerja kebijakan moneter berdasarkan suatu kerangka yang dikenal dalam literature ekonomi dan praktek di bank-bank sentral lain dengan sebutan Inflation Targetting Framework (ITF). Prinsip dasar dari ITF adalah sasaran akhir dari kebijakan moneter diutamakan untuk mencapai dan memlihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan pokok yaitu laju inflasi yang tinggi menimbulkan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat dan kebijakan

19 6 moneter jangka menengah-panjang hanya berpengaruh pada inflasi dan bukan pada pertumbuhan ekonomi (Warjiyo, 2004). Hal ini sesuai dengan pendapat Friedman dalam Mishkin (2001) yang menyatakan bahwa pergerakan ke atas pada tingkat harga adalah sebuah fenomena moneter yang hanya akan terjadi apabila pergeseran tersebut adalah sebuah proses yang berkelanjutan, sehingga inflasi merupakan fenomena moneter dan sumber dari segala inflasi adalah pertumbuhan money supply yang tinggi. Agar sasaran akhir utama ITF yaitu tingkat inflasi yang rendah dan stabil dapat diterapkan, maka ITF memiliki beberapa syarat yang salah satunya adalah tidak adanya dominasi sektor fiskal (fiscal dominance). Hal tersebut berarti Bank Indonesia harus dilindungi undang-undang dan dibebaskan dari segala pengaruh atau kewajiban untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Ekspansi moneter untuk pembiayaan pengeluaran fiskal telah terbukti secara nyata berdampak pada tidak terkendalinya uang beredar dan memperlemah efektifitas kebijakan moneter dalam mempengaruhi dan mencapai sasaran inflasi yang telah ditetapkan (Warjiyo, 2004). Menurut Lozano (2008), hubungan antara defisit anggaran, pertumbuhan uang, dan inflasi selalu menjadi isu penting dalam literatur ekonomi moneter di dunia. Beberapa literatur telah mencoba untuk melihat kemungkinan hubungan sebab-akibat antara pembiayaan defisit anggaran dan tingkat harga secara umum. Secara teori, paling tidak ada empat pandangan yang berbeda untuk melihat hubungan ketiga variabel tersebut. Pertama, pandangan kaum Monetaris Ortodoks dengan dasar teori kuantitas uang menjelaskan bahwa bila terjadi perubahan pada

20 7 kuantitas uang secara nominal akan menyebabkan perubahan yang sama pada tingkat harga dan perubahan kuantitas uang bisa disebabkan karena penciptaan uang (money creation) yang digunakan untuk membiayai defisit anggaran. Kedua, The Fiscal Theory of Price Level (FTPL) atau yang dikenal sebagai teori kuantitas utang pemerintah, menjelaskan dimana tingkat harga bisa dipengaruhi oleh aksi kebijakan fiskal sehingga defisit anggaran merupakan salah satu faktor perhitungan inflasi dalam jangka panjang dengan pertumbuhan uang yang tidak berperan dalam sistem tersebut. Ketiga, pandangan kaum Keynesian dimana berkesimpulan inflasi yang tinggi tidak disebabkan oleh kebijakan fiskal saja tetapi banyak faktor yang lain dan lebih memfokuskan pada efek defisit anggaran yang temporer pada tingkat inflasi dan bukan seperti inflasi pada umunya dimana terjadi peningkatan tingkat harga secara terus-menerus. Pandangan yang terakhir adalah pandangan kaum Ricardian Equivalence (RE) dimana defisit anggaran pemerintah bersifat netral atau tidak akan berpengaruh pada perekonomian (neutrality preposition). Oleh karena dampak defisit anggaran dapat mempengaruhi variabel moneter berupa pertumbuhan uang dan tingkat inflasi, maka penelitian tentang hubungan defisit anggaran, pertumbuhan uang dan inflasi menarik untuk diteliti. Walaupun kerangka kerja Inflation Targetting (kebijakan moneter) sudah diterapkan di Indonesia, bukan tidak mungkin pengaruh defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) tetap dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan tingkat inflasi, antara lain seperti adanya jangka waktu (lag of time) antara

21 8 pengeluaran dan penerimaan pemerintah, sumber pendanaan (utang domestik maupun luar negeri), dan perubahan permintaan agregat Perumusan Masalah Defisit anggaran yang besar dan terjadi secara terus-menerus dapat menjadi akar dari permasalahan makroekonomi seperti hyperinflation, ketergantungan terhadap utang luar negeri, dan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Apabila ketidakseimbangan makroekonomi terjadi maka akan membahayakan bagi kelanjutan perekonomian. Fakta di Indonesia, sebelum diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999, Indonesia telah mengalami hyperinflation karena pencetakan uang (money creation) secara berlebihan oleh Bank Indonesia untuk membiayai defisit anggaran pemerintah akibat kebijakan fiskal yang terlalu ekspansif. Namun setelah diberlakukan, kerangka kerja Inflation Targetting (kebijakan moneter) oleh Bank Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa era fiscal dominance sudah tidak akan terjadi lagi di Indonesia. Perubahan institusional tersebut secara empiris tidak menghalangi kemungkinan adanya pengaruh defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) terhadap jumlah uang beredar maupun variabel moneter (inflasi). Pengaruh tersebut dimungkinkan misalnya saja karena adanya jangka waktu antara pengeluaran dan penerimaan pemerintah, sumber pendanaan (utang domestik maupun luar negeri), dan perubahan permintaan agregat.

22 9 Permasalahan yang dirumuskan secara spesifik dalam penelitian ini adalah bagaimanakah hubungan jangka panjang inflasi, pertumbuhan uang dan defisit anggaran di Indonesia? Apakah defisit anggaran pemerintah (kebijakan fiskal ekspansif) berpengaruh terhadap variabel moneter yaitu pertumbuhan uang dan inflasi di Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini secara rinci adalah mengidentifikasi persamaan jangka panjang inflasi, pertumbuhan uang, dan defisit anggaran. Menganalisis dan mengetahui apakah defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) mempengaruhi pertumbuhan uang dan inflasi serta teori yang mendasarinya Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai dampak defisit anggaran (kebijakan fiskal ekspansif) terhadap variabel moneter yaitu pertumbuhan uang dan inflasi di Indonesia. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berwenang sebagai referensi untuk harmonisasi dan koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Selain itu, penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pembacanya dan sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. Bagi penulis sendiri, penelitian ini merupakan wadah pembelajaran untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

23 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Defisit Anggaran Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam kondisi perekonomian tertentu, salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah adalah melalui kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang diterapkan dapat dilihat dalam anggaran pemerintah tersebut, dan defisit anggaran adalah salah satu kebijakan fiskal pemerintah yaitu kebijakan fiskal ekspansif. Anggaran pemerintah memiliki sifat struktural dan siklikal. Anggaran memiliki sifat struktural atau aktif, berarti anggaran tersebut ditentukan oleh kebijakan aktif dan beban (diskresioner) seperti penetapan tingkat pajak, jaminan sosial, dan belanja pemerintah untuk menghitung seberapa besar penerimaan dan pengeluaran pemerintah, serta kemungkinan defisit/surplus bila perekonomian beroperasi pada tingkat produksi potensial. Akan tetapi, sebagian besar dari anggaran bersifat siklikal atau pasif dimana ditentukan oleh keadaan siklus ekonomi, untuk menghitung dampak daripada siklus ekonomi terhadap anggaran atau mengukur perubahan dalam penerimaan, pengeluaran, dan defisit/surplus yang timbul oleh karena perekonomian tidak beroperasi pada output potensialnya. Anggaran yang bersifat siklikal ini merupakan selisih antara anggaran aktual dan anggaran struktural (Samuelson dan Nordhaus, 1997). Konsep atau definisi defisit anggaran bervariasi. Perbedaan definisi yang diaplikasikan oleh berbagai penguasa fiskal maupun oleh para peneliti didasari

24 11 oleh perbedaan metode pencatatan dan oleh perbedaan tujuan analisis dampak defisit anggaran terhadap berbagai sektor perekonomian. Definisi defisit secara konvensional, dapat dihitung berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah. Sementara itu, pengertian kedua adalah defisit moneter. Defisit moneter adalah selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok utang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan utang). Pengertian ketiga adalah defisit operasional, yaitu defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal. Definisi yang terakhir adalah defisit primer. Menurut Dornbusch, et al. (1989) defisit anggaran dapat dikelompokkan menjadi dua komponen. Kedua komponen itu adalah defisit primer dan komponen pembayaran bunga utang. Defisit primer didefinisikan sebagai selisih antara pengeluaran pemerintah (tidak termasuk pembayaran bunga utang) dengan seluruh penerimaan pemerintah (tidak termasuk utang baru dan pembayaran cicilan utang). Pengelompokan komponen defisit anggaran itu dimaksudkan untuk melihat peranan beban utang dalam anggaran pemerintah. Jika beban utang pemerintah, suku bunga pinjaman, dan kurs mata uang semakin tinggi maka pembayaran bunga utang juga akan semakin tinggi, selanjutnya defisit anggaran cenderung semakin tinggi. Pemerintah terpaksa menjalankan defisit anggaran yang lebih tinggi karena faktor pembayaran bunga utang. Selain itu, masih terdapat beberapa definisi dari defisit dan sangat tergantung pada kriteria yang digunakan serta tujuan analisis. Biasanya pilihan konsep defisit yang tepat tergantung oleh beberapa faktor, antara lain: jenis

25 12 ketidakseimbangan yang terjadi, cakupan pemerintah (pemerintah pusat, konsolidasi pemerintah, dan sektor publik), metode akuntasi (cash dan accrual basis), dan status dari contingent liabilities (Simanjuntak dalam Waluyo, 2006). Beberapa konsep ukuran defisit anggaran lainnya terangkum dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1. Ringkasan Metode Pengukuran Defisit Jenis Defisit Metode Defisit Konvensional dan a. DEF = (R + A) (G + B) ; atau Defisit Keseluruhan b. DEF = (R + A + D) (G + B) ; atau c. DEF = (R A) Tx ; atau d. DEF = (R + A) G Defisit Fiskal Berjalan DEF = S g = R d G r dan Konsep Nilai Bersih Defisit Domestik DEF = R d G d Defisit Moneter D b = R (G (D f + D nb )) Defisit Primer DEF = (R A) (G B) Augmented Defisit Primer DEF = {(R A) (G B)} (D FR) + S Defisit Operasional a. DEF = ((R A) G) ib ; atau b. DEF = ((R A) (G B)) + ib Defisit APBN Indonesia Primer : DEF = (R + A) (G B) Anggaran : DEF = (R + A) G Sumber : Waluyo, Keterangan: Jika nilai sisi kiri persamaan negatif (-) maka menunjukkan terjadinya defisit, dan berlaku pula sebaliknya. DEF = Defisit Anggaran. G = Pertumbuhan Ekonomi S g = Tabungan Pemerintah. i* = Suku Bunga Utang Luar Negeri R = Total Penerimaan Pemerintah. R d = Penerimaan Dalam Negeri. A = Total Hibah. G r = Pengeluaran Rutin (DN + LN). G = Total Pengeluaran Pemerintah. B = Pembayaran Bunga Utang. D = Total Utang Pemerintah. G d = Pengeluaran Dalam Negeri. D f = Utang LN Pemerintah. FR = Cadangan Devisa Luar Negeri. D b = Utang dari Sektor Perbankan. S = Seignorage. D nb = Utang DN dari Non Perbankan. Tx = Penerimaan Pajak. i = Suku Bunga Riil. π = Tingkat Inflasi. ε = Nilai Tukar.

26 Teori Money Supply Definisi Uang Beredar Uang beredar adalah suatu istilah yang digunakan dalam illmu ekonomi moneter. Sebelum sampai pada konsep atau pengertian uang beredar perlu dipahami terlebih dahulu penggunaaan uang dalam praktik kehidupan sehari-hari. Menurut Solikin dan Suseno (2002), terdapat tiga jenis uang, yaitu : 1. Uang Kartal, adalah uang yang berada ditangan masyarakat atau di luar bank umum dan dapat dibelanjakan setiap saat, terutama untuk pembayaran dengan nilai yang tidak terlalu besar. Di Indonesia, uang kartal adalah uang kertas dan uang logam yang beredar di masyarakat yang diedarkan oleh Bank Indonesia atau yang dikenal sebagai uang tunai. 2. Uang Giral, adalah uang simpanan masyarakat yang berada di bank umum dan dapat dicairkan setiap saat. Uang jenis ini sering disebut sebagai rekening giro. Masyarakat dapat menggunakan cek untuk mencairkan simpanan ini. 3. Uang Kuasi, adalah uang yang yang tidak dapat dipakai setiap saat dalam proses pembayaran karena keterkaitan waktu. Jenis uang ini disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka. Pada dasarnya uang kuasi berbentuk bukan uang namun memiliki fungsi mendekati uang. Tabungan dan deposito berjangka tersebut harus melalui proses pencairan terlebih dahulu untuk dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Otoritas moneter (Bank Indonesia) dan bank umum adalah lembaga memiliki kewenanngan untuk menciptakan dan mengedarkan uang. Bank

27 14 Indonesia menciptakan dan mengadakan uang kartal sedangkan bank umum mengeluarkan dan mengedarkan uang giral dan uang kuasi. Kedua lembaga ini dikenal sebagai lembaga yang termasuk dalam sistem moneter Jenis Uang Beredar Berbagai negara menggunakan uang beredar dengan jenis yang beragam yang secara resmi didefinisikan berdasarkan komponen yang tercakup didalamnya. Komponen tersebut adalah tiga jenis uang yang telah dikenal pada bagian sebelumnya, yaitu uang kartal, uang giral dan uang kuasi. Jenis uang beredar pun beragam sesuai dengan cakupan definisi uang beredar tersebut. Menurut Bank Indonesia dalam Hidayat (2004), di Indonesia saat ini hanya mengenal dua macam uang beredar saja, yaitu : 1. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money), yang sering disebut M1, didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D). 2. Uang beredar dalam arti luas (broad money), yang disimbolkan M2, didefinisikan sebagai kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik yang terdiri dari uang kartal (C), uang giral (D) dan uang kuasi (T). Dengan kata lain, M2 adalah M1 ditambah dengan tabungan dan simpanan berjangka lain yang jaraknya lebih pendek, termasuk rekening pasar uang dan pinjaman semalam antar bank.

28 Mekanisme Penciptaan Uang Beredar Berdasarkan peranannya, secara umum terdapat tiga pelaku ekonomi utama dalam proses penciptaan uang, yaitu otoritas moneter, bank umum, dan masyarakat atau sektor swasta domestik. Otoritas moneter menciptakan uang kartal, sedangkan bank umum menciptakan uang giral dan uang kuasi. Uang yang diciptakan oleh otoritas moneter dan bank umum ini yang digunakan masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi. Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah pelaksana fungsi moneter yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal. Selain menciptakan uang giral, dalam prakteknya Bank Indonesia juga menerima simpanan giro bank umum. Uang kartal ditambah dengan simpanan bank umum di Bank Indonesia inilah yang disebut dengan uang primer (base money) dan disimbolkan dengan M0. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi M0, maka perlu diketahui terlebih dahulu Neraca Otoritas Moneter di Indonesia yang disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Neraca Otoritas Moneter di Indonesia Aktiva Pasiva Aktiva Luar Negeri Bersih Aktiva Dalam Negeri Bersih Tagihan bersih pada pemerintah pusat Tagihan pada sektor swasta domestic Tagihan pada bank umum Aktiva Lainnya Bersih Sumber : Solikin dan Suseno, 2002 (ALNB) (ADNB) M0 Uang Kartal Di masyarakat (C) Di bank umum (R) Saldo giro Milik bank umum Milik masyarakat M0

29 Hubungan Uang Primer dengan Uang Beredar Hubungan antara uang primer (M0) dengan uang beredar (M1 dan M2) dapat dijelaskan dengan konsep pengganda uang (money multiplier). Konsep ini muncul ketika kondisi menciptakan uang giral dan uang kuasi, bank tidak harus menjamin sepenuhnya uang tersebut dengan uang tunai yang ada di kas. Berdasarkan Neraca Otoritas Moneter, diketahui bahwa secara umum uang primer (M0) terdiri dari uang kartal (C) dan saldo giro bank umum di Bank Sentral (R). Sedangkan jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) terdiri dari uang kartal (C) dan uang giral (D), dan jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) terdiri dari M1 ditambah dengan uang kuasi (T). Sehingga konsep tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut (Solikin dan Suseno, 2002) : M0 = C + R (2.1) M1 = C + D (2.2) M2 = C + D + T (2.3) Dengan mendefinisikan C/D = c (currency ratio), T/D = t (time and saving deposit ratio), dan R/(D+T) = r (reserve ratio), maka didapat angak pengganda uang untuk masing-masing M1 dan M2 (yang disimbolkan dengan mm1 dan mm2) yang dapat menggambarkan interaksi antara otoritas moneter, bank umum, dan masyarakat, yaitu : mm1 = M1/M0 = mm2 = M2/M0 =....(2.4)...(2.5)

30 17 Berdasarkan persamaan diatas, dapat disimpulkan bahwa naik turunnya angka pengganda uang dipengaruhi oleh ketiga determinan angka pengganda uang, yaitu currency ratio, time and savings deposits ratio dan reserve ratio. Currency ratio (c) dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam memilih memegang uang kartal atau giral. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat, yaitu biaya penggunaan uang giral (biaya transportasi dan biaya administrasi simpanan) dan kenyamanan serta keamanan (uang giral lebih aman dan nyaman dalam penyelesaian transaksi yang relatif besar). Untuk time and savings deposits ratio (t) juga memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat menentukan t, yaitu opportunity cost (t berubah searah dengan suku bunga uang kuasi dan berlawanan arah dengan suku bunga uang giral), pendapatan masyarakat (t berubah searah dengan perubahan tingkat pendapatan), dan kemajuan layanan sektor perbankan (t meningkat bila layanan sektor perbankan semakin maju). Reserve ratio (r) yang berada di bank umum dibagi dua, yaitu legal reserve ratio dan excess reserve. Legal reserve ratio adalah rasio cadangan resmi terhadap simpanan masyarakat yang dipengaruhi oleh ketentuan bank sentral. Sedangkan excess reserve ratio adalah rasio cadangan terhadap simpanan masyarakat yang dipengaruhi oleh keperluan bank akan terhadap likuiditas jangka pendek yaitu simpanan giro atau simpanan tabungan.

31 Teori Inflasi Definisi Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga-harga komoditi secara umum yang disebabkan oleh tidak sinkronnya antara program pengadaan komoditi (produksi, penentuan harga, pencetakan uang, dan sebagainya) dengan tingkat pendapatan yang dimiliki oleh masyarakat. Pada dasarnya, terjadinya inflasi bukanlah masalah yang terlalu berarti apabila keadaan tersebut diiringi oleh tersedianya komoditi yang diperlukan secara cukup dan diikuti dengan naiknya persentase pendapatan yang lebih besar dari persentase inflasi tersebut (Putong, 2003). Friedman dalam Mishkin (2001) menyatakan bahwa pergerakan ke atas pada tingkat harga adalah sebuah fenomena moneter yang hanya akan terjadi apabila pergeseran tersebut adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Mayoritas pakar ekonomi, baik monetaris maupun Keynesian, menyatakan persetujuannya terhadap pernyataan Friedman (1963) bahwa inflasi adalah fenomena moneter. Friedman (1963) juga berpendapat bahwa sumber dari segala inflasi adalah pertumbuhan money supply yang tinggi. Mengurangi pertumbuhan money supply sampai ke tingkat yang rendah akan dapat menahan inflasi. Berikut adalah pernyataan Friedman (1963) secara langsung tentang hubungan uang dan inflasi : Whenever a country s inflation rate is extremely high for a sustained period of time, it s rate of money supply growth is also extremely high. Para pakar ekonomi menggunakan dua konsep dalam mempelajari inflasi. Konsep pertama adalah tingkat harga, yang berarti tingkat rata-rata semua harga dalam sistem ekonomi dan dinyatakan dalam simbol P. Konsep kedua adalah laju inflasi yang berarti laju kenaikan tingkat harga secara umum. Pada umumnya,

32 19 untuk mengukur tingkat haga rata-rata, para ekonom menyusun suatu indeks harga yang merata-rata harga komoditi yang berbeda menurut seberapa penting komoditi tersebut. Indeks tersebut dikenal sebagai Consumer Price Index (CPI) atau Indeks Harga Konsumen (IHK) (Lipsey et al., 1995) Disagregasi Inflasi Disagregasi inflasi yang sering terjadi dalam perekonomian suatu negara dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Core Inflation (inflasi karena faktor moneter) Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental moneter dan pada umumnya dapat dikendalikan bank sentral melalui kebijakan moneter (base money, money supply, interest rate dan exchange rate). Contohnya : interaksi permintaan-penawaran, lingkungan eksternal (nilai tukar, harga komoditi internasional dan inflasi mitra dagang), dan ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen. b. Non Core Inflation (inflasi karena faktor non moneter) Inflasi non inti adalah inflasi yang terjadi selain faktor fundamental moneter dan sulit sekali dikendalikan oleh bank sentral. Inflasi non inti dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Inflasi Volatile Food Inflasi yang dipengaruhi oleh shock dalam kelompok bahan pangan atau makanan, seperti gagal panen, gangguan alam dan iklim, dan gangguan penyakit.

33 20 2) Inflasi Administered Price Inflasi yang dipengaruhi shock berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga bahan bakar minyak (BBM), tarif dasar listrik (TDL), tarif angkutan, dan lain-lain Sumber Inflasi Demand Pull Inflation Inflasi yang terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasa dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi kemudian akan menyebabkan harga faktor produksi meningkat sehingga inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.

34 Cost Push Inflation Inflasi yang terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan termasuk adanya kelangkaan distribusi, walaupun permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum demand and supply, atau juga karena terbentuknya posisi equilibrium baru produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi dapat terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tersebut, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting Hubungan Defisit Anggaran, Pertumbuhan Uang, dan Inflasi Government Budget Constrain Dampak defisit anggaran terhadap variabel makroekonomi sering diteliti dalam kerangka kerja analisis yang berpusat pada kendala anggaran pemerintah. Ketika pendapatan turun secara terus menerus dan untuk membayar modal, pemerintah akan mengalami defisit yang kemudian dapat dibiayai dengan sumber moneter dan non-moneter. Kendala anggaran pemerintah merupakan cara untuk

35 22 membuktikan hubungan antara kebijakan moneter, fiskal dan makroekonomi akibat adanya defisit anggaran. Defisit anggaran pemerintah dapat didefinisikan dan dihubungkan dnegan perubahan government net debt yang dapat dirumuskan : D g D g-1 = (G + I g T) + r D g-1 (2.6) dimana (D g D g-1 ) adalah perubahan government net debt periode sekarang dengan periode sebelumnya; G adalah pengeluaran pemerintah; I g merupakan investasi pemerintah; T merupakan taxes net of transfers; dan r adalah nominal interest rate. Sisi sebelah kanan persamaan di atas adalah untuk mengukur defisit anggaran dan persamaan memperlihatkan perubahan dalam government net debt setara dengan defisit anggaran. Ketika anggaran pemerintah dalam keadaan defisit, surat utang diperlukan untuk membiayai defisit tersebut untuk menambah dana melalui penerbitan obligasi. Pembeli dari obligasi dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu perusahaan dan rumah tangga domestik, sistem perbankan umum domestik, bank sentral negara tersebut, dan pihak asing (swasta maupun publik). Contoh pada negara berkembang, bank sentral sering membeli surat utang obligasi dalam jumlah besar yang diterbitkan untuk membiayai defisit karena permintaan yang terbatas dari pembeli yang lain. Pemerintah mungkin juga enggan untuk menjual dalam jumlah besar surat utang obligasi kepada publik karena akan mewajibkan untuk membayar bunga pada periode yang akan datang. Berdasarkan fakta tersebut, bank sentral seringkali menjadi bagian penting untuk pemerintah,

36 23 mungkin tidak ada pilihan untuk membeli surat utang obligasi atau monetized the deficit. Kecuali seperti situasi khusus, surat utang dipegang oleh publik dan bank sentral. Oleh karena itu, perubahan dalam utang dipegang oleh bank sentral (D gc D gc-1 ) setara dengan keseluruhan perubahan dalam utang (D g D g-1 ) dikurangi perubahan dalam utang yang dipegang oleh publik (D gp D gp-1 ) : D gc D gc-1 = (D g D g-1 ) (D gp D gp-1 ) (2.7) Efek dari defisit anggaran pada money supply dapat ditunjukkan dari persamaan berikut untuk perubahan monetary base (MB) : MB MB -1 = (D gc D gc-1 ) + e (R c R c-1 ) + (L cb L cb-1 ) (2.8) dimana R c adalah cadangan devisa di bank sentral; e adalah nominal exchange rate yang dihitung dari mata uang domestik per unit mata uang asing; dan L cb adalah persediaan kredit dari bank umum melalui discount window. Jika komponen discount window merupakan perubah monetary base (MB) dapat diabaikan, persamaannya dapat ditulis : MB MB -1 = (D gc D gc-1 ) + e (R c R c-1 ) (2.8a) Kemudian sustitusi persamaan (2.7) dengan (2.8a) untuk menyusun kembali hasil persamaan : (D g D g-1 ) = (MB MB -1 ) + (D gc D gc-1 ) e (R c R c-1 ) (2.9) atau (G + I g T) + r D g-1 = (MB MB -1 ) + (D gc D gc-1 ) e (R c R c-1 ) (2.9a) Persamaan di atas dapat disebut sebagai persamaan fundamental untuk membiayai defisit anggaran. Persamaan tersebut juga menunjukkan bahwa tiga

37 24 cara untuk membiayai defisit, yang mana setara dengan perubahan dalam government net debt (D g D g-1 ) : 1. Meningkatkan monetary base, MB MB Meningkatkan surat utang yang dipegang oleh publik, D gc D gc-1 atau 3. Menurunkan cadangan devisa di bank sentral, e (R c R c-1 ) Untuk lebih mudahnya, untuk membiayai defisit anggaran pemerintah dapat menciptakan uang, meminjam dari publik, atau mengurangi cadangan devisa. Menurut Easterly, et al. dalam Hossain dan Chowdhury (1998), ketiga sumber pembiayaan defisit tersebut dapat menyebabkan berbagai macam permasalahan makroekonomi : the consequences of deficit depend on how they are financed. As a first approximation each major type of financing, if used excessively, brings about a macroeconomic imbalance. Money creation to finance the deficit often leads to inflation. Domestic borrowing leads to a credit squeeze through higher interest rate or, when interest rates are fixed, through credit allocation and ever more stringent financial repression and the crowding out of private investment and consumption. External borrowing leads to a current account deficit and real exchange rate appreciation and sometimes to a balance of payment crisis (if foreign reserve are run down) or an external debt crisis (if debt is too high) The Dornbush-Reynoso Model Peran penting defisit anggaran dalam inflasi yang tinggi membuat para ekonom besar mencoba untuk membangun sebuah model inflasi yang dipengaruhi oleh defisit anggaran untuk negara-negara berkembang. Seperti contohnya Dornbusch dan Reynoso dalam Hossain dan Chowdhury (1998) membuktikan bahwa inflasi di negara ekonomi berkembang menunjukkan interaksi dengan empat faktor, yaitu :

38 25 1. Pembiayaan defisit, yang memengaruhi pertumbuhan money supply 2. Institusi keuangan, yang menetapkan permintaan uang 3. Shock pada anggaran pemerintah, dan 4. Kemampuan untuk bertindak terhadap shock tersebut dengan kebijakan fiskal yang baik. Inflasi yang tinggi memiliki dua karakteristik, yaitu pertama, sebagian besar defisit anggaran dibiayai oleh money creation. Kedua, ada petunjuk dimana inflasi periode sekarang berhubungan dengan inflasi periode sebelumnya. Menurut Mundell dalam Hossain and Chowdury (1998), defisit anggaran merupakan bagian (α) dari income riil dan fungsi permintaan untuk high powered money merupakan fungsi linier inflasi yang meningkat. Bagian (β) adalah defisit yang dibiayai oleh menciptakan uang dan dengan beberapa asumsi, Dornbusch dan Reynoso (1993) membangun model melalui hubungan pertumbuhan dari high powered money (μ) dan defisit anggaran, yaitu : μ = αβ(ρ + γπ) (2.10) dimana ρ dan γ adalah parameter dari fungsi kecepatan. Saat kondisi steady-state, dengan tingkat pertumbuhan output riil (g y ) dan elastisitas pendapatan terhadap uang yang bersifat unitary, tingkat inflasi (π) dapat ditunjukkan dengan : π = (βρα g y ) / (1 βδα) (2.11) Berdasarkan model di atas maka dapat diambil tiga poin penting, yaitu Pertama, hubungan antara inflasi dan defisit anggaran yang dibiayai oleh money creation adalah tidak linier. Kenaikan yang rendah dari defisit dimana kondisi defisit telah tinggi, signifikan menaikkan tingkat inflasi yang dibutuhkan untuk

39 26 membiayai anggaran. Kedua, struktur keuangan memengaruhi inflasi karena pembiayaan defisit. Semakin maju struktur keuangan maka koefisien ρ dan γ akan semakin besar, oleh karena itu, inflasi yang tinggi terhubung dengan defisit tertentu. Ketiga, pertumbuhan ekonomi mengurangi inflasi yang disebabkan pembiayaan defisit. Tingkat persentase penurunan pertumbuhan pendapatan akan menaikkan inflasi berkali lipat ketika kondisi defisit yang tinggi dan juga kecepatan lebih peka terhadap inflasi. Pergerakan besar yang menurun pertumbuhan pendapatan riil dapat menjadi faktor penting yang memperbesar inflasi Kontroversi Defisit Anggaran Pemerintah Kaum Monetaris Teori yang berdasar pada teori kuantitas uang dan menganggap aktivitas ekonomi riil memerlukan tingkat real money balances (JUB) tertentu yang dapat dikendalikan dan tingkat harga yang dapat dikendalikan oleh money supply. Penjelasannya yaitu dengan jumlah money supply tertentu (bersifat eksogen dan ditetapkan oleh kewenangan moneter) tingkat harga ditetapkan sebagai tingkat harga yang unik dimana akan membuat daya beli money supply setara dengan tingkat jumlah uang beredar yang diinginkan, artinya bank sentral mencoba untuk memastikan jumlah uang dari pelaku yang diperlukan untuk transaksi. Dalam tingkat harga tertentu, jika money supply nominal berbeda dengan jumlah uang beredar yang diinginkan maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai perubahan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makro yang dijalankan oleh pemerintah bersama dengan kebijakan moneter dan sektoral. Kebijakan fiskal yang dijalankan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Defisit Anggaran Suatu anggaran pemerintah terdiri dari besaran pengeluaran dan penerimaan pemerintah. Dalam kondisi perekonomian tertentu, salah satu kebijakan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini 51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Correction (VEC) yang dilengkapi dengan dua uji lag structure tambahan

Lebih terperinci

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT A. INFLASI Adalah kecederungan tingkat perubahan harga secara terus menerus, sementara tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi inflasi terdahulu. π =

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikonsumsinya atau mengkonsumsi semua apa yang diproduksinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang memiliki spesialisasi yang tinggi. Hal ini berarti tidak ada seorangpun yang mampu memproduksi semua apa yang dikonsumsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, siklus ekonomi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transmisi kebijakan moneter merupakan proses, dimana suatu keputusan moneter akan memberi pengaruh kepada suatu tujuan dalam perekonomian. Perencanaan dalam sebuah

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Sentral dari suatu Negara. Pada dasarnya kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dalam implementasi kebijakan moneter, otoritas moneter (OM) tidak dapat melakukan kontrol langsung atas penawaran uang (Iljas, 1997). Implementasi kebijakan moneter

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran.

BAB 1 PENDAHULUAN. riil, dan meningkatnya lapangan kerja sehingga mengurangi pengangguran. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan ekonomi merupakan bagian penting dalam mencapai pertumbuhan dan kestabilan ekonomi, tanpa adanya kebijakan ekonomi maka segala tujuan kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011

Mekanisme transmisi. Angelina Ika Rahutami 2011 Mekanisme transmisi Angelina Ika Rahutami 2011 the transmission mechanism Seluruh model makroekonometrik mengandung penjelasan kuantitatif yang menunjukkan bagaimana perubahan variabel nominal membawa

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah transmisi yang dilalui oleh sebuah kebijakan moneter untuk mempengaruhi kondisi perekonomian,terutama pendapatan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu

I. PENDAHULUAN. kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) untuk mencapai tujuannya yaitu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini dipersiapkan dan dilaksanakan untuk menganalisis penerapan kebijakan moneter berdasarkan dua kerangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya,

BAB I PENDAHULUAN. Monetaris berpendapat bahwa inflasi merupakan fenomena moneter. Artinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal memiliki peran utama dalam mempertahankan stabilitas makroekonomi di negara berkembang. Namun, dua kebijakan tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun

SKRIPSI. Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi. di Indonesia Tahun Kausalitas Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi di Indonesia Tahun 1977-2007 SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Jenjang Strata I Jurusan Ilmu Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat berbagai kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral di seluruh dunia saat ini menunjukkan kecenderungan dan arah yang sama yaitu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series 40 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series sekunder. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber, antara lain dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu peristiwa moneter yang penting dan hampir dijumpai semua negara di dunia adalah inflasi. Inflasi berasal dari bahasa latin inflance yang berarti meningkatkan.

Lebih terperinci

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;. Bab V INFLASI Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang, harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai tukar uang selalu turun dibandingkan nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter untuk mempengaruhi langkah dan arah aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Tujuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial Tugas Bank Indonesia 1 Kebijakan Moneter 2 Kebijakan Sistem Pembayaran 3 Pengawasan Makroprudensial 4 Keterkaitan Tugas Bank Sentral dengan Sektor Lain 3 SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H

ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H ANALISIS BANK LENDING CHANNEL DALAM TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA OLEH DESY ANDRIYANI H14103010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter

BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter BAB 10 Permintaan dan Penawaran Uang serta Kebijakan Moneter Satuan Acara Perkuliahan 10 Sub Pokok Bahasan: Teori Permintaan Uang Teori Penawaran Uang Keseimbangan Pasar Uang (Kurva LM) Kebijakan Moneter

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan uang sangat penting dalam perekonomian. Seluruh barang dan jasa dalam perekonomian dinilai dengan satuan uang. Seiring dengan perkembangan perekonomian atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mankiw, 2006: 145). Ini tidak berarti bahwa harga harga berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mankiw, 2006: 145). Ini tidak berarti bahwa harga harga berbagai macam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Inflasi Salah satu peristiwa modern yang sangat penting dan yang selalu dijumpai dihampir semua negara di dunia adalah inflasi. Definisi singkat dari inflasi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia MODUL PERKULIAHAN Perekonomian Indonesia Sistem Moneter Indonesia Fakultas Program Studi Pertemuan Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Akuntansi 13 84041 Abstraksi Modul ini membahas tentang

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG KARTAL RIIL DI INDONESIA TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG KARTAL RIIL DI INDONESIA TAHUN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG KARTAL RIIL DI INDONESIA TAHUN 1996. 1-2008. 4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H

ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H ANALISIS INFLASI DI INDONESIA DARI SISI PERMINTAAN UANG OLEH NOVA MARDIANTI H14102107 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN NOVA MARDIANTI. Analisis

Lebih terperinci

Uang EKO 2 A. PENDAHULUAN C. NILAI DAN JENIS-JENIS UANG B. FUNGSI UANG. value).

Uang EKO 2 A. PENDAHULUAN C. NILAI DAN JENIS-JENIS UANG B. FUNGSI UANG. value). A. PENDAHULUAN Uang adalah suatu benda atau alat tukar yang diterima oleh masyarakat umum untuk melakukan kegiatan pertukaran barang dengan barang atau lainnya. Ciri-ciri uang agar penggunaannya efisien:

Lebih terperinci

Suku Bunga dan Inflasi

Suku Bunga dan Inflasi Suku Bunga dan Inflasi Pengertian Suku Bunga Harga dari uang Bunga dalam konteks perbankan dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi aktivitas perekonomian ditransmisikan melalui pasar keuangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan moneter dan pasar keuangan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan mengingat setiap perubahan kebijakan moneter untuk mempengaruhi aktivitas perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian negara dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Analisis fundamental. Daftar isi. [sunting] Analisis fundamental perusahaan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Analisis fundamental adalah metode analisis yang didasarkan pada fundamental ekonomi suatu perusahaan. Teknis ini menitik beratkan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN 2.1. Telaah Teoritis Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Didalam sistem perekonomian uang memiliki peranan strategis terutama karena fungsi utamanya sebagai media untuk bertransaksi, sehingga pada awalnya sering

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap suatu perekonomian, sehingga dalam tatanan perekonomian suatu negara diperlukan pengaturan moneter yang disebut

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka

BAB I PENDAHULUAN. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang

Lebih terperinci

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang

Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang 1. a-c a. apa saja berbedaan dari kedua teori tersebut? INDIKATOR Memasukkan beberapa aset sebagai alternatif dari uang Subtitusi Rumus (persamaan saldo uang riil) / Kesimpulan penting MILTON FRIEDMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ekonomi dalam suatu negara tidak terlepas dengan peran perbankan yang mempengaruhi perekonomian negara. Segala aktivitas perbankan yang ada di suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami melalui pendekatan Flows atau Turn Overs dari jumlah uang beredar. Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dipahami melalui pendekatan Flows atau Turn Overs dari jumlah uang beredar. Jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang. Peranan uang dalam perekonomian nasional suatu negara dapat dilihat dan dipahami melalui pendekatan Flows atau Turn Overs dari jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1)

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri, seperti tercermin dari terdapatnya kegiatan ekspor dan impor (Simorangkir dan Suseno, 2004, p.1) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional semakin pesat sehingga hubungan ekonomi antar negara menjadi saling terkait dan mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan untuk negara yang sedang berkembang digunakan istilah pembangunan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut beberapa pakar ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilannya, sedangkan untuk

Lebih terperinci

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA

A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA A. PENGERTIAN SISTEM MONETER DI INDONESIA Yang termasuk dalam sistem moneter adalah bank-bank atau lembaga-lembaga yang ikut menciptakan uang giral. Di Indonesia yang dapat digolongkan ke dalam sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah

I. PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak bank sentral di berbagai negara telah mengadopsi Inflation Targeting Framework (ITF) sebagai kerangka kerja kebijakan moneter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. lembaga keuangan. Definisi dari pengertian uang beredar terdiri atas beberapa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. lembaga keuangan. Definisi dari pengertian uang beredar terdiri atas beberapa BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Jumlah Uang Beredar Penawaran uang sering juga disebut jumlah uang beredar. Penawaran uang adalah jumlah uang yang beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan ekonomi suatu negara. Sebagai negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

Lebih terperinci

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya

Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya Cakupan Teori Ekonomi Makro, Output, Inflasi, Pengangguran, dan Variabel ekonomi Makro lainnya 1. Mikroekonomi vs Makroekonomi Untuk dapat memahami ilmu makro ekonomi, sebaiknya kita mengenali terlebih

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan; INFLASI Pengertian Inflasi Inflasi adalah suatu keadaan perekonomian dimana harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan kenaikan harga itu berlangsung dalam jangka panjang. Inflasi secara umum terjadi

Lebih terperinci

PERTEMUAN VII TEORI JUMLAH UANG BEREDAR

PERTEMUAN VII TEORI JUMLAH UANG BEREDAR PERTEMUAN VII TEORI JUMLAH UANG BEREDAR PENGERTIAN Uang dalam Arti Sempit (narrow money): daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran atau dapat diperluas mencakup alat-alat pembayaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, keadaan dan perkembangan perdagangan luar negeri serta neraca pembayaran internasional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Inflasi di Pulau Jawa Selama periode 2001-2010, terlihat tingkat inflasi Indonesia selalu bernilai positif, dengan inflasi terendah sebesar 2,78 persen terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

Bab 4 TEORI MONETER (Lanjutan)

Bab 4 TEORI MONETER (Lanjutan) Bab 4 TEORI MONETER (Lanjutan) 1. Teori Jumlah Uang Beredar Mempelajari Teori Jumlah Uang Beredar, berarti mempelajari teori moneter dari sisi penawaran, dan ini merupakan perkembangan baru dalam Teori

Lebih terperinci

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN

Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F BAB I PENDAHULUAN Pengaruh utang luar negeri dan defisit anggaran terhadap kondisi makro ekonomi OLEH: Siti Hanifah NIM.F 0102058 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam menyelenggarakan pemerintahan, suatu negara memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, kebijakan moneter yang sebelumnya mempunyai sasaran ganda (pencapaian inflasi yang rendah dan peningkatan kesempatan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H

EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H EVALUASI PENERAPAN INFLATION TARGETING DI INDONESIA OLEH YOGI H14103055 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YOGI. Evaluasi Penerapan Inflation

Lebih terperinci

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya

Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (Apbd) Pada Pemerintah Kota Tasikmalaya Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2016-01-25 Dampak Inflasi Terhadap Anggaran Pendapatan Dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh

I. PENDAHULUAN. Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Uang merupakan alat pembayaran yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Dalam kehidupannya, manusia memerlukan uang untuk melakukan kegiatan ekonomi, karena uang

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi menggambarkan suatu dampak

Lebih terperinci

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA

BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA 139 BAB V KERAGAAN MODEL MAKROEKONOMETRIKA MEKANISME TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Model makroekonometrika yang telah dibangun dalam bab sebelumnya diestimasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

SISTEM MONETER DI INDONESIA

SISTEM MONETER DI INDONESIA Modul ke: Fakultas 14MKCU PEREKONOMIAN INDONESIA SISTEM MONETER DI INDONESIA Program Studi Perekonomian Indonesia DI SUSUN OLEH : -DERY YANTO -HERMAWAN -YULIANTO AJI Latar belakang A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) merupakan kunci dari kebijakan fiskal pemerintah. Pada dasarnya, kebijakan fiskal mempunyai keterkaitan yang erat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Moneter Taylor Sejarah banyak memuji kemampuan kebijakan ketentuan atau yang dikenal dengan sebutan rule. Karena rule dapat membantu pembuat kebijakan mendukung dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian para peneliti dan telah ditelaah secara lebih mendalam di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian para peneliti dan telah ditelaah secara lebih mendalam di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya jumlah uang beredar dalam suatu fungsi produksi menjadi perhatian para peneliti dan telah ditelaah secara lebih mendalam di berbagai literatur selama dua

Lebih terperinci