BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan reaktor nuklir, baik reaktor daya (yang jika digunakan sebagai pembangkit listrik disebut pembangkit listrik tenaga nuklir, PLTN) dan reaktor riset (RR), didasarkan pada konsep pertahanan berlapis (defence in depth). Konsep ini berhubungan dengan barier fisik berlapis (matriks bahan bakar, kelongsong, sirkit primer dan kontainmen) dan kelengkapan lain yang disediakan yang ditujukan untuk mengendalikan bahan radioaktif. Termasuk dalam konsep ini adalah penerapan berbagai tingkat proteksi terhadap kerusakan barier fisik yang telah disiapkan dan terhadap impak radiologi pada instalasi ataupun lingkungan. Untuk menunjukkan bahwa tidak ada risiko yang lebih besar dari yang diperkirakan sebagai akibat dari pengoperasian reaktor nuklir tersebut, maka perlu dilakukan pengkajian atau penilaian keselamatan terhadap instalasi reactor tersebut. Uraian lebih rinci tentang konsep pertahanan berlapis dan tentang pengkajian keselamatan diberikan pada acuan [1-5]. Pengkajian keselamatan, seperti diterangkan pada acuan [3] adalah terminologi yang dapat berarti sangat luas. Pengkajian keselamatan menggambarkan suatu proses sistematis yang ditujukan untuk memastikan bahwa semua persyaratan keselamatan telah dipenuhi, termasuk: persyaratan prinsip (misalnya, pertahanan berlapis yang cukup, pertimbangan pengalaman operasi dan riset keselamatan), persyaratan peralatan instalasi (misalnya, kualifikasi komponen, pertimbangan penuaan dan keandalan sistem melalui kerangkapan dan keragaman) dan persyaratan desain sistem instalasi (misalnya, persyaratan khusus untuk teras reaktor, sistem pendingin, kontainmen dan ciri keselamatan terrekayasa). Secara lebih umum, pengkajian keselamatan dapat melingkupi semua tahap kegiatan yang berkaitan dengan reaktor nuklir, mulai pemilihan tapak, desain, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning, khususnya pada aktivitas tertentu yang berhubungan dengan keselamatan. 1

2 Pengkajian keselamatan mencakup analisis keselamatan yang merupakan bagian esensial, tetapi tidak terbatas hanya padanya. Dikenal dua metode yang saling melengkapi satu sama lain dalam analisis keselamatan, yaitu metode deterministik dan probabilistik. Pada metode deterministik, studi analitis dilakukan untuk menunjukkan bahwa persyaratan keselamatan telah dipenuhi untuk bebagai kejadian awal (internal dan eksternal) dan kondisi operasi yang dipertimbangkan. Keseluruhan rentang kondisi yang dipertimbangkan dalam desain, sesuai dengan kriteria desain yang telah ditetapkan dan yang dijadikan dasar untuk menunjukkan bahwa kerusakan bahan bakar serta penglepasan bahan radioaktif sebagai akibatnya tetap dalam batas yang diijinkan, membentuk dasar desain suatu reaktor nuklir. Dalam dasar desain, sejumlah kejadian yang tidak diinginkan yang memiliki konsekuensi keselamatan tidak dapat diabaikan, termasuk kesalahan operasi dan kegagalan peralatan, harus dipertimbangkan. Sesuai dengan probabilitas terjadinya dan konsekuensi potensialnya, suatu kejadian dapat diklasifikasikan sebagai kejadian operasi diantisipasi (anticipated operational occurrence) atau kecelakaan dasar desain (design basis accident, DBA). Sedangkan, kecelakaan yang digolongkan di luar dasar desain disebut kecelakaan di luar dasar desain (beyond design basis accident, BDBA). Kecelakaan seperti itu dapat atau tidak melibatkan kerusakan teras reaktor (mengarah pada kerusakan signifikan teras). Kecelakaan yang melibatkan kerusakan teras (secara khas, terjadi pelelehan teras) disebut pula kecelakaan parah (severe accident). Sesuai dengan dokumen IAEA Safety Requirements on the Safety of Nuclear Power Plants: Design [1]. Paragraph 5.31, kecelakaan parah juga dipertimbangakn dalam deain dan operasi PLTN, dan beberapa badan pengatur menyatakan bahwa kecelakaan parah dimasukkan dalam desain. Analisis keselamatan deterministik meramalkan tanggapan instalasi reaktor nuklir dalam kondisi operasi spesifik terhadap kejadian awal yang dipostulasikan. Jenis analisis keselamatan ini menerapkan sekumpulan aturan 2

3 dan kriteria penerimaan khusus. Analisis deterministik secara khas memfokuskan pada netronik, termohidraulik, radiologik dan aspek struktur yang seringkali dianalisis dengan menggunakan piranti komputasi yang berbeda. Analisis keselamatan probabilistik (probabilistic safety analysis, PSA) menggabungkan kemungkinan kejadian awal, skenario rentetan peristiwa dan konsekuensinya dalam estimasi frekuensi kerusakan teras, sumber produk fisi (source term) atau risiko keseluruhan dari suatu operasi reaktor nuklir. Jumlah rentetan kejadian dapat sangat besar. Sangat mungkin terdapat variasi asumsi yang sangat banyak yang digunakan dalam analisis keselamatan deterministik. Model fisis (seperti yang diimplementasikan dalam program perhitungan komputer) dapat dimaksudkan sebagai realistik (perkiraan terbaik, best estimate) atau dapat secara sengaja diberikan dengan jalan pesimistik (disebut juga model konservatif). Demikian pula, nilai data input dan asumsi dapat diberikan sesuai desain dan/atau nilai operasi (realistik) atau nilai pesimistik (konservatif). Kombinasi yang umum dilakukan adalah model konservatif dengan data konservatif, model perkiraan terbaik dengan data konservatif dan model perkiraan terbaik dengan data realistik. Kombinasi terakhir ini disebut analisis perkiraan terbaik (best estimate analysis) yang umumnya dilengkapi dengan analisis ketidakpastian (uncertainty analysis). Analisis keselamatan deterministik pada umumnya dilaksanakan melalui perhitungan parameter instalasi menggunakan program perhitungan komputer (codes). Di dalam program computer tersebut diselesaikan satu kumpulan persamaan matematis yang menggambarkan model fisis instalasi yang dipelajari. Kepercayaan terhadap hasil-hasil analisis, dan sebagai konsekuensinya desain dan operasi instalasi yang aman, sangat bergantung pada kemampuan pemodelan fenomena fisis yang terlibat dan validasi kemampuan tersebut dengan data eksperimental atau data operasi riil (pada pengujian start-up, parameter tunak dan kejadian operasi). Terminologi analisis kecelakaan dalam buku ini digunakan untuk menggambarkan analisis 3

4 keselamatan deterministik dari kejadian operasi diantisipasi (transien), DBA dan BDBA. Walaupun hampir semua instalasi dilisensi menggunakan pendekatan konservatif penuh (program perhitungan dan data konservatif), pendekatan seperti itu tidak memberikan hasil yang baik dalam beberapa aplikasi, misalnya prosedur operasi dan PSA. Oleh karena itu, penggunaan program komputer perkiraan terbaik perlu mendapat penekanan dan dorongan. Jika diperlukan hasil konservatif, maka dapat dicapai dengan: (a) asumsi konservatif untuk parameter input kunci dan analisis sensitivitas untuk memastikan tidak ada perubahan drastis dalam keselamatan ketika parameter berubah atau (b) analisis ketidakpastian untuk memasukkan rentang konsekuensi terhadap keselamatan dengan jalan lebih mendalam Tujuan Dan Cakupan Analisis kecelakaan adalah piranti penting untuk memastikan kesesuaian dan efisiensi kelengkapan pertahanan berlapis dalam menghadapi tantangan terhadap keselamatan instalasi. Hal ini digunakan di berbagai aplikasi, seperti: perijinan instalasi baru, modifikasi instalasi yang ada, tinjauan ulang keselamatan periodik, analisis kejadian operasi, peningkatan kualitas atau justifikasi kondisi dan batas operasi, penunjang prosedur operasi darurat, program pelatihan operator, studi probabilistik, pengembangan program manajemen kecelakaan dan rencana kedaruratan. Metode analisis kecelakaan telah berkembang secara signifikan dalam dua dekade terakhir dari sudut pandang pemahaman yang lebih baik terhadap fenomena fisis, kecanggihan komputer dan kemampuan komputasi serta integrasi hasil eksperimen ke dalam perhitungan komputer. Diktat ini akan memberikan berbagai metode dan praktek, baik secara konseptual ataupun formal, didasarkan pada pengalaman pelaksanaan analisis kecelakaan di berbagai belahan dunia seperti yang disajikan dalam dokumen IAEA Safety Report Series No. 23 tentang Accident Analysis for Nuclear Power 4

5 Plants [6]. Cakupan diktat ini adalah: pemilihan kejadian awal, kriteria penerimaan, metode analisis, jenis analisis kecelakaan, program perhitungan komputer dan asumsi pemodelan serta presentasi hasil analisis. Di dalam diktat ini akan dibahas, baik analisis kecelakaan konservatif maupun perkiraan terbaik. Dari kejadian yang ditinjau, buku ini meliputi DBA maupun BDBA, walaupun uraian secara lebih detil difokuskan pada DBA. Fokus analisis didasarkan pada aspek termohidraulika, aspek netronik dan radiologi dibicarakan secara ringkas, sedangkan aspek struktur hanya ditinjau sangat terbatas Sistematika Bab-bab 2, 3 dan 4 diktat ini lebih banya bersifat penjelasan. Bagianbagian tersebut memperkenalkan terminologi dasar dan menerangkan fungsi analisis kecelakaan dalam memastikan keselamatan instalasi. Bagian-bagian berikutnya, walaupun berisi beberapa penjelasan, telah pula mencakup saransaran praktis pada para analis kecelakaan. Bab 5 membahas kemungkinan penerapan analisis di berbagai aspek, mencakup desain, perijinan, pendukung prosedur operasi darurat, simulator, PSA, manajemen kecelakaan, rencana kedaruratan dan lain-lain. Karakteristik setiap aplikasi akan disajikan. Bab 6 akan mendiskusikan tentang prosedur pelaksanaan suatu analisis kecelakaan. Sedang Bab 7 berisi berbagai isu yang terkait dengan penggunaan program perhitungan komputer untuk analisis kecelakaan. Dasar dan ciri masingmasing program akan diuraikan. Beberapa aspek yang terkait dengan efek pengguna program juga akan dibahas dalam bagian tersebut. Bab 8 akan berisi tentang preparasi data input untuk program perhitungan, sekaligus dengan presentasi dan evaluasi hasil analisis. Dalam pembahasan preparasi data input akan disinggung mengenai pengumpulan data dari sumber yang dipercaya, pembuatan buku pegangan keteknikan (engineering handbook) dan dek input (input decks), dan memeriksa kualitas 5

6 data input. Kemudian, di Bab 9 akan membahas tentang bagaimana hasil suatu analisis dipresentasikan, mencakup format dan struktur serta tinjauan ulangnya. 6

7 BAB II KLASIFIKASI KEJADIAN AWAL 2.1. Fungsi Keselamatan Fundamental Tujuan dasar dari keselamatan nuklir adalah proteksi perorangan, masyarakat dan lingkungan dari akibat kerusakan dengan membangun dan menjaga pertahanan yang efektif terhadap bahaya radiologi di suatu instalasi nuklir [7]. Untuk mencapai tujuan dasar keselamatan nuklir tersebut pada keadaan operasi normal, DBA dan BDBA, fungsi keselamatan fundamental berikut harus dilaksanakan: mengendalikan reaktivitas, pemindahan panas dari bahan bakar, mengungkung bahan radioaktif dan mengendalikan pembuangan selama operasi, seperti halnya pembatasan penglepasan selama kecelakaan. Pengendalian reaktivitas pada umumnya berarti semua tindakan untuk menghindari kritikalitas tak dikehendaki, kehilangan kendali reaktivitas, ekskursi daya tak dikehendaki atau pengurangan marjin pemadaman (shutdown margin). Kehilangan kendali reaktivitas dapat berakibat pada pembangkitan panas yang berlebihan di dalam bahan bakar nuklir dan merusak penghalang terhadap penglepasan bahan radioaktif. Pemindahan panas dari bahan bakar (yang merupakan sumber bahan radioaktif) memerlukan pendinginan bahan bakar secara cukup untuk mencegah pemanasan bahan bakar terlalu tinggi yang dapat berakibat pada penglepasan bahan radioaktif. Semua lokasi potensial (teras dan kolam bahan bakar bekas) dan kondisi potensial (operasi normal pada daya, mode penghentian, dan kecelakaan) perlu dipertimbangkan. Untuk pelaksanaan fungsi keselamatan fundamental tersebut memerlukan dipertahankannya integritas sistem pendingin, aliran pendingin dan pengendalian persediaan pendingin serta ketersediaan pembuangan panas akhir. Pengungkungan bahan radioaktif, baik pada kondisi oprasi normal ataupun kondisi kecelakaan, mensyaratkan bahwa penghalang fisik yang relevan 7

8 (matriks bahan bakar, kelongsong, system perpipaan primer dan kontainmen) tetap utuh atau rusak secara terbatas. Untuk beberapa kecelakaan, seperti kecelakaan kehilangan air pendingin (loss of coolant accident, LOCA), ada potensi kerusakan beberapa penghalang. Penghalang dapat dipengaruhi misalnya oleh kehilangan sifat mekanis akibat pemanasan berlebihan, tekanan lebih sistem pendingin atau kontainmen, kerusakan struktur akibat tumbukan mekanik atau gaya benturan, kelelahan termal atau perambatan retak. Jika penglepasan bahan radioaktif diperkirakan terjadi, baik sebagai bagian dari operasi rutin atau konsekuensi dari rentetan kecelakaan, penglepasan ini dalam operasi akan dikendalikan, dan dalam kondisi kecelakaan akan sedapat mungkin dibatasi atau diperlambat secara signifikan. Insiden atau kecelakaan mungkin dipicu kapanpun kegagalan, kesalahan fungsi atau operasi yang salah dari sistem atau komponen yang mengancam pencapaian salah satu fungsi keselamatan fundamental. Terdapat berbagai cara untuk mengklasifikasi kecelakaan di reaktor nuklir, khususnya reaktor daya. Kelas-kelas tersebut diberikan dalam bagian yang berikut Kategorisasi Kejadian Awal Terminologi kejadian awal dipostulasikan (kejadian awal) berarti kejadian yang tidak diinginkan, termasuk kesalahan operasi atau kegagalan peralatan yang secara langsung atau tidak mengancam fungsi keselamatan fundamental. Secara khas, kejadian-kejadian seperti itu memerlukan tindakan protektif (otomatis, manual, di dalam/luar lokasi) untuk mencegah atau menghambat konsekuensi yang tidak dikehendaki pada peralatan instalasi, pekerja instalasi dan masyarakat. Karena terdapat berbagai kemungkinan untuk terjadinya kehilangan dan/atau degradasi fungsi keselamatan fundamental, pembuatan dan pengembangan daftar kejadian awal merupakan pekerjaan yang kompleks yang 8

9 membutuhkan penggunaan pengalaman operasi, keputusan berdasar keteknikan, studi PSA dan analisis deterministik kecelakaan. Meskipun demikian, membuat daftar kejadian awal, walaupun sifatnya temporer, sangat penting untuk menjamin cakupan analisis tanggapan instalasi atas gangguan variable proses yang diperkirakan, kegagalan peralatan yang diperkirakan dan kegagalan manusia. Analisis kecelakaan dimaksudkan untuk membantu menentukan konsekuensi kejadian dan untuk mengevaluasi kemampuan personil dan instalasi dalam mengendalikan atau mengakomodasi kondisi seperti itu. Untuk keperluan analisis kecelakaan, semua kejadian awal dikelompokkan dalam beebrapa kategori. Terdapat berbagai kriteria untuk mengelompokkan kejadian sehingga mengarah pada berbagai daftar yang berbeda. Kategori yang umum digunakan pada DBA adalah mengelompokkan berdasarkan: a) Efek terpenting pada degradasi potensial dari fungsi keselamatan fundamental, b) Sebab terpenting dari kejadian awal, c) Frekuensi dan konsekuensi potensial dari kejadian, d) Hubungan kejadian dengan desain PLTN orisinil (untuk instalasi yang telah ada) Mengelompokkan kejadian awal berdasarkan efek terpenting pada degradasi fungsi keselamatan fundamental membawa pada kategori kejadian berikut [8] yang dipertimbangkan pada desain reaktor: Peningkatan dalam pemindahan panas oleh sisi sekunder, Penurunan dalam pemindahan panas oleh sisi sekunder, Penurunan laju alir di sistem pendinginan reaktor, Peningkatan laju alir di system pendingin reaktor, Anomali distribusi reaktivitas dan daya, 9

10 Peningkatan cadangan pendinginan reaktor, Penurunan cadangan pendingin reaktor, Penglepasan radioaktivitas dari sub-sistem atau komponen Setiap kategori kejadian secara khas dibagi dalam beberapa kejadian lebih spesifik. Kejadian-kejadian yang diharapkan terjadi selama umur operasi instalasi disebut kejadian operasi diantisipasi (tansien diantisipasi). Kejadian tersebut juga dianalisis dengan asumsi kegagalan seluruh sistem penghentian secara cepat yang dikenal dengan terminologi transien diantisipasi tanpa pemancungan (anticipated transient without scram, ATWS). Variasi tambahan dari masing-masing kejadian tunggal diperoleh dengan mempertimbangkan berbagai kondisi operasi pada saat kecelakaan. Penglepasan radioaktif mencakup kejadian-kejadian yang tidak mewakili konsekuensi kejadian lain yang disebut di atas; yaitu pengelepasan adalah hasil langsung kegagalan komponen yang berisi bahan radioaktif. Mengelompokkan kejadian awal berdasarkan penyebabnya yang dipertimbangkan dalam desain reaktor membawa pada kategori berikut (lihat juga acuan [5]): Anomali reaktivitas akibat kesalahan fungsi batang kendali, Anomali reaktivitas akibat pelarutan boron atau suntikan air dingin, Coastdown pompa sirkulasi primer, Kehilangan integritas system primer (LOCA), LOCA sistem antar muka (interface), Kehilangan integritas sistem sekunder, Kehilangan catu daya, Kesalahan fungsi di sistem primer Kesalahan fungsi di sistem sekunder, ATWS, Kecelakaan pada penanganan bahan bakar, Kecelakaan di sistem bantu, 10

11 Kecelakaan akibat kejadian eksternal Pembagian ke kelompok lebih kecil lagi hingga berjumlah sekitar 15 untuk setiap kategori di atas kadang-kadang digunakan. Pengelompokan kejadian awal berdasarkan hubungan kejadian dengan desain instalasi orisinil membawa pada kategori berikut [5]: (a) Transien diantisipasi dan kecelakaan dipostulasi yang dipertimbangkan dalam desain orisinil yang perlu dianalisis ulang sesuai metode baru, (b) Transien diantisipasi dan kecelakaan dipostulasi yang tidak dicakup dalam desain orisinil yang perlu dianalisis untuk peningkatan keselamatan instalasi; kejadian ini perlu dianalisis dengan metode baru yang sama. (c) Kecelakaan dipostulasikan yang tidak dicakup dalan desain orisinil karena probabilitas kejadian rendah; hal ini dapat dianalisis menggunakan metode perkiraan terbaik yang mempertimbangkan frekuensi actual dari kejadian, koinsekuensi dan ketidakpastian yang berkaitan. Pengelompokan berdasarkan frekuensi kejadian berbeda di antara negara. Satu kemungkinan pembagian itu ditunjukkan pada Tabel 2.1. Nilai probabilitas yang diberikan di Tabel tersebut adalah ilustratif: nilai tersebut lebih pada pertimbangan kualitatif daripada kuantitatif. Pada umumnya, ada hubungan yang erat antara probabilitas kejadian dan kriteria penerimaan. Satu metode untuk menghitung frekuensi dari konsekuensi kejadian dilakukan dengan bantuan PSA tingkat 1. PSA mengidentifikasi tidak hanya kejadian yang membawa pada degradasi teras, tetapi juga kejadian yang lebih sering yang tidak mengarah pada degradasi teras. Meskipun PSA sering digunakan untuk untuk mengidentifikasi rentetan kecelakaan parah, tidak perlu mengerjakan PSA sebelum dilakukan analisis kecelakaan parah. Rentetan kecelakaan parah 11

12 generik mungkin digunakan untuk menguji kemampuan kontainmen dan untuk merancang ciri tindakan mitigatif seperti penyebaran lelehan dan/atau area pembanjiran. Kejadian (1/tahun reaktor) (diharapkan sepanjang umur instalasi) (Kesempatan lebih besar dar 1% dalam umur instalasi) (kesempatan lebih kecil dari 1% dalam umur instalasi) < 10-6 (Sangat tidak mungkin untuk terjadi) Tabel 2.1. Contoh kategorisasi kejadian berdasarkan frekuensi. Karakteristik Kategori Terminologi Kriteria Penerimaan Diharaplan Peristiwa operasi diantisipasi Transien diantisipasi, transien, kesalahan sering, insiden dengan frekuensi moderat, kondisi abnormal Mungkin DBA Insiden jarang, kegagalan jarang, kegagalan pembatas, kondisi darurat Tidak mungkin Sangat tidak mungkin BDBA Kecelakaan parah Faulted conditions Faulted conditions Tidak ada tambahan kerusakan bahan bakar Tidak ada impak radiology sama sekali atau tidak ada impak radiologi di luar area eksklusi Konsekuensi radiologi di luar area eksklusi dalam nilai batas Tanggap kedaruratan diperlukan Kejadian di luar dasar desain dan kecelakaan parah (tidak tercakup dalam diskusi di atas) pada umumnya diperlakukan secara terpisah dalam analisis kecelakaan, walaupun beberapa kejadian awal berasal dari kejadian yang sama. Hasil analisis kecelakaan sangat membantu dalam menentukan tindakantindakan untuk mencegah kecelakaan parah dan untuk menghambat (mitigasi) 12

13 konsekuensi radiologi. Manajemen kecelakaan dan tindakan tanggap kedaruratan adalah perlu jika semua penghalang bahan radioaktif terdagradasi secara signifikan dalam BDBA yang dipertimbangkan. Untuk kecelakaan parah, kontainmen dan/atau pengungkung pada umumnya tetap dipertahankan karena merupakan satu-satunya penghalang untuk membatasi penglepasan radioaktif. Tindakan-tindakan untuk mengembalikan dan memelihara fungsi keselamatan di bawah kondisi seperti itu mencakup penggunaan: (1) Sistem alternatif atau yang bervariasi, prosedur dan metode, misalnya pengekangan lelehan di dalam bejana (in-vessel melt retention), termasuk menggunakan perlatan bertingkat bukan keselamatan (non-safety graded); (2) Peralatan eksternal untuk mengganti sementara komponen standar; (3) Tindakan kedaruratan di luar kawasan (pembatasan konsumsi bahan makanan, tempat perlindungan dan evakuasi) Sejumlah besar skenario masing-masing kecelakaan dapat ditarik dari kombinasi kategori kejadian, kondisi operasi, kriteria penerimaan yang diakui. Oleh karena itu diusulkan untuk memilih dari setiap kategori kejadian sejumlah layak kasus-kasus pembatas (limiting cases) yang merupakan tantangan terbesar terhadap criteria penerimaan yang relevan dan yang mendefinisikan parameter kinerja untuk peralatan terkait keselamatan. Kasus pembatas perlu dianalisis secara lebih detil dan dilaporkan ke badan pengatur. Pemilihan kasus pembatas tersebut dapat didasarkan pada perhitungan lebih rinci, dengan perbandingan kualitatif dengan kejadian lain atau berdasarkan pertimbangan keteknikan. Konsep kasus-kasus pencakup (bounding)/pembatas seringkali digunakan dalam analisis perijinan. Untuk tujuan lain, seperti pengembangan dokumen untuk operasi instalasi atau untuk studi probabilistik, dipergunakan analisis yang lebih realistis. Penting untuk dicatat bahwa tidak ada satu pun metode yang telah disebut di atas memberi jaminan dapat diperolehnya identifikasi satu kumpulan 13

14 yang lengkap dari semua kecelakaan. Pada umumnya, kombinasi metode digunakan, ditambah dengan tinjauan ulang tentang: Analisis kecelakaan untuk desain yang mirip; Pertimbangan keteknikan dan tinjauan ulang pakar; Metode bawah atas ( bottom-up seperti mode kegagalan dan analisis efek; Pengalaman operasi riil untuk menentukan keandalan peralatan; Kejadian precursor (pemicu); Kejadian aktual 14

15 BAB III KRITERIA PENERIMAAN Kriteria penerimaan digunakan untuk mempertimbangkan kemamputerimaan hasil-hasil analisis keselamatan. Kriteria penerimaan tersebut dapat merupakan: Kumpulan batas numerik atas nilai-nilai parameter yang diperkirakan; Kumpulan kondisi untuk status instalasi selama dan setelah kecelakaan; Kumpulan persyaratan kinerja sistem; Kumpulan persyaratan kebutuhan tindakan operator Kriteria penerimaan diterapkan paling umum pada perhitungan perijinan, baik konservatif maupun perkiraan terbaik. Kriteria penerimaan dapat pula diterapkan pada hasil-hasil analisis kecelakaan parah, secara khusus untuk dosis ke publik atau pencegahan kerusakan kontainmen. Rentang dan kondisi keterpakaian setiap kriteria spesifik harus diterangkan secara jelas. Kriteria penerimaan dasar pada umumnya didefinisikan sebagai batasan oleh badan pengatur yang ditujukan untuk mencapai tingkat yang sesuai dari pertahanan berlapis. Contohnya, dosis publik atau pencegahan kegagalan batas tekanan (perpipaan, dinding bejana) selama kecelakaan. Kriteria penerimaan khusus dapat ditambahkan dengan memasukkan marjin tambahan. Kriteria ini digunakan untuk memastikan bahwa tersedia marjin yang cukup di luar batas yang telah ditentukan. Tujuan dari marjin tambahan ini adalah untuk mengakomodasi ketidakpastian (hasil perhitungan desain atau kondisi operasi) dan memberikan tingkat pertahanan berlapis yang cukup. Penentuannya dapat dilakukan oleh desainer atau pengoperasi dan disetujui oleh badan pengatur. Contoh kriteria penerimaan khusus ini dapat ditemukan pada batas temperatur kelongsong dalam hal LOCA di reaktor air tekan (pressurized water reactor, PWR). 15

16 Penganalis dapat menetapkan satu kumpulan target analisis yang lebih rinci (dari kriteria penerimaan yang diminta) untuk menyederhanakan analisis (misalkan untuk menghindari analisis dengan perhitungan yang canggih) atau untuk membatasi kerugian ekonomi akibat kejadian diantisipasi. Contohnya adalah pencegahan kekeringan pada bahan bakar (fuel dryout) pada kejadian kehilangan aliran menggunakan asumsi perkiraan terbaik. Kriteria penerimaan bervariasi menurut kondisi yang terkait dengan kecelakaan, misalkan, frekuensi kejadian awal, desain reaktor dan kondisi instalasi. Kriteria yang berbeda diperlukan untuk menilai kelemahan penghalang dan untuk aspek kecelakaan yang berbeda. Kriteria yang lebih keras diperlukan untuk kejadia-kejadian yang memiliki probabilitas kejadian lebih tinggi, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Sebagai contoh, kriterium tidak ada konsekuensi kerusakan kontainmen tepat diterapkan untuk semua kejadian dalam DBA, sedangkan tidak ada kerusakan kelongsong hanya tepat untuk kategori kecelakaan yang sering atau kejadian operasi diantisipasi. Secara sama, kriterium tidak ada krisis pendidihan tepat diterapkan untk kejadian operasi diantisipasi, sedang kriterium temperatur kelongsong lebih rendah dari 1204 C digunakan untuk LOCA. Marjin yang tepat antara hasil yang diperkirakan dari analisis kecelakaan dengan kriteria penerimaan dihubungkan dengan ketidakpastian dalam analisis kecelakaan. Jika, hasil analisis memiliki ketidakpastian yang rendah, marjin terhadap criteria penerimaan dapat semakin kecil. Pembuktian bahwa marjin tersebut telah cukup dapat dilakukan dengan berbagai jalan, baik kuantitatif atau kualitatif, seperti: (1) Menggunakan analisis kecelakaan konservatif untuk memenuhi kriteria penerimaan: Pendekatan ini bersifat konservatif tetapi dengan besar marjin yang akan tidak diketahui dengan pasti dan memberikan informasi yang tidak tepat tentang bagaimana tanggapan instalasi dalam kenyataannya. (2) Menggunakan analisis kecelakaan yang lebih realistik tetapi memilih target analisis rinci di bawah nilai kriteria penerimaan: Perilaku insta- 16

17 lasi dapat disajikan lebih realistis tetapi marjin aktual tidak dapat diketahui dengan pasti. (3) Menggunakan analisis kecelakaan perkiraan terbaik dengan analisis ketidakpastian untuk memenuhi kriteria penerimaan: keuntungan pendekatan ini adalah marjin keselamatan dapat terkuantifikasi. Akan tetapi, perhitungan memerlukan sumber daya lebih besar. Kriteria penerimaan dapat ditetapkan dengan metode analisisnya, tetapi dapat pula independen. Hal ini bergantung pada peraturan nasional masingmasing. Pada beberapa kasus, metode ditetapkan sebelumnya demikian pula dengan asumsi analitisnya. Tetapi dibeberapa kasus yang lain, badan pengatur hanya menetapkan kriteria, tapi metode analitis dan asumsi yang digunakan diserahkan pada pemohon untuk memberikan justifikasi. Beberapa contoh kriteria penerimaan dasar untuk DBA adalah sebagai berikut: (a) Dosis perorangan dan masyarakat harus lebih rendah dari nilai yang ditetapkan untuk kelas kecelakaan tertentu oleh badan pengatur. Batas tersebut mungkin berbeda antara kejadian operasi diantisipasi, kecelakaan dan kecelakaan parah. Batas tersebut ditetapkan bersama-sama dengan interval waktu paparan dan kondisi atmosfer yang diasumsikan. (b) Satu kejadian harus tidak menimbulkan kecelakaan yang lebih serius tanpa ada kegagalan tambahan lainnya. Sehingga, transient diantisipasi harus tidak menimbulkan kecelakaan, dan kecelakaan tidak menimbulkan kecelakaan yang lebih serius. (c) Sistem yang diperlukan untuk memitigasi konsekuensi suatu kecelakaan harus tidak menjadi tidak efektif karena kondisi yang diakibatkan oleh kecelakaan. Terdapat banyak criteria yang terkait dengan kriterium tersebut, seperti: (i). Dalam kejadian LOCA, kontainmen harus tidak rusak oleh berbagai kejadian: Efek dinamik lecutan pipa pendingin primer, 17

18 Gaya semburan (jet) dari kebocoran, Tekanan yang dibangkitkan dari dalam oleh karena kebocoran atau pembakaran hydrogen, Tekanan di dalam kompartemen Temperatur tinggi akibat kebocoran atau akibat pembakaran hidrogen. (ii). Pipa pendinginan teras darurat (ECC) harus tidak rusak oleh gaya dinamik yang ditimbulkan oleh kebocoran; (iii). Jika sistem penghentian reaktor diperlukan dalam LOCA, maka sistem tersebut harus ttidak rusak karena efek dinamik kebocoran Analisis kecelakaan harus dilakukan hingga dapat ditunjukkan bahwa instalasi berhasil dibawa pada kondisi penghentian yang stabil dan aman, sehingga bahwa: (a) Reaktivitas dapat dikendalikan secara normal yang berarti bahwa teras tetap dalam kondisi subkritis. (b) Teras reaktor tetap dalam geometri yang dapat didinginkan (coolable) dan tidak ada kerusakan bahan bakar lebih lanjut, (c) Panas dapat dipendahkan dengan sistem pemindah panas, dan (d) Pelepasan bahan radioaktif dari kontainmen dapat dihentikan atau batas atas penglepasan dapat diperkirakan. Kriteria penerimaan bervariasi di berbagai negara, baik dari aspek lingkup, rentang keterpakaiannya dan nilai numeriknya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat (AS), satu kumpulan berisi 64 kriteria desain umum ditetapkan. Juga, di AS empat kategori kejadian bersama-sama dengan kriteria penerimaan terseleksi didefinisikan dengan dasar frekuensi kejadian dan konsekuensi radiologi potensial. 18

19 BAB IV METODE ANALISIS 4.1. Latar Belakang Kemamputerimaan analisis DBA untuk reaktor air ringan (light water reactors, LWR) terpengaruh oleh peraturan yang dipakai di AS. Catatan tambahan A (appendix A) dalam publikasi US NRC 10 CFR 50 menetapkan persyaratan minimum untuk criteria desain utama LWR. Dokumen General Design Criterion No. 35 menetapkan bahwa ECCS dipersyaratkan untuk pendinginan teras reaktor dalam kejadian putus pipa pendingin atau terbukanya katup pembuang (relief valves) atau katup pengaman (safety valves) secara tak sengaja. Pada Januari 1974, US NRC mempublikasikan 10 CFR menetapkan criteria penerimaan untuk ECCS untuk LWR dan memberikan batas keselamatan yang harus dijamin dalam kondisi LOCA, seperti: (1) Temperatur kelongsong zircaloy maksimum, (2) Oksidasi kelongsong maksimum, (3) Jumlah maksimum hydrogen yang dibangkitkan oleh reaksi kimia antara kelongsong zircaloy dengan air dan/atau uap, (4) Geometri teras dapat didinginkan (5) Pendinginan jangka panjang. Selain itu, hukum di AS mengadopsi suatu pendekatan yang mensyaratkan model evaluasi yang digunakan dalam perijinan harus mengikuti persyaratan konservatif yang ditetapkan di Catatan Tambahan K dokumen 10 CFR 50. Setelah 15 tahun upaya program eksperimental secara komprehensif untuk memahami fenomena termohidraulik yang berlangsung selama LOCA dan aktuasi ECCS, USNRC merevisi 10 CFR dengan mengadopsi pendekatan yang berorientasi kinerja. Lima kriteria seperti disebut di atas tetap 19

20 dipertahankan, tetapi membuka kemungkinan untuk menggunakan pendekatan perkiraan terbaik untuk model evaluasi. Bagaimanapun, persyaratan tambahan telah ditetapkan untuk validasi model analitis menggunakan data eksperimental. Persyaratan tersebut juga ditetapkan untuk mengidentifikasi dan mengkaji ketidakpastian yang terkait dalam model analitis dan data input. Dengan cara demikian, ketidakpastian dalam perhitungan dapat dikuantifikasi saat hasil-hasil dibandingkan dengan kriteria penerimaan. Sehingga, ada kepastian bahwa criteria penerimaan dapat dipenuhi. Pendekatan konservatif dan perkiraan terbaik telah digunakan di banyak negara. Namun. Di beberapa negara, badan pengatur telah menyesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka. Peraturan sekarang [9] mengijinkan penggunaan program komputer perkiraan terbaik, tetapi ada persyaratan tambahan menggunakan asumsi input konservatif, studi sensitivitas atau studi ketidakpastian. Contoh asumsi konservatif dapat berupa asumsi yang menyangkut kemampuan dan/atau ketidaktersediaan fungsional peralatan, tindakan atau tidak ada tindakan oleh operator dan kondisi awal instalasi. Walaupun definisi pendekatan konservatif dan perkiraan terbaik diberikan lebih jelas dalam panduan peraturan nasional, definisi berikut dapat membantu memberikan ide dasar masing-masing pendekatan: a. Model konservatif: suatu model yang memberikan perkiraan pesimistik terhadap proses fisis dalam hubungannya dengan kriterium penerimaan tertentu. b. Program perhitungan konservatif: kombinasi seluruh model yang perlu untuk memberikan cakupan pesimistik terhadap proses yang berhubungan dengan kriteria penerimaan tertentu. c. Model perkiraan terbaik: suatu model yang memberikan perkiraan realistik terhadap suatu proses fisis pada tingkat yang sesuai dengan ketersediaan data dan pengetahuan tentang fenomena terkait. 20

21 d. Program perhitungan perkiraan terbaik: suatu kombinasi model perkiraan terbaik yang perlu untuk memberikan perkiraan realistik dari keseluruhan tanggapan instalasi selama kecelakaan. Sesuai dengan acuan [9], terminologi program perhitungan perkiraan terbaik berarti bahwa program terbebas dari pesimisme dan berisi model dan korelasi yang cukup rinci untuk menggambarkan proses transien yang dimodelkan oleh program tersebut. e. Data konservatif: parameter instalasi, kondisi awal instalasi dan asumsi tentang ketersediaan peralatan dan rentetan kecelakaan yang dipilih untuk memberikan hasil pesimistik saat digunakan untuk analisis kecelakaan dalam hubungannya dengan kriteria penerimaan tertentu. f. Data realistik: parameter instalasi, kondisi awal instalasi dan asumsi tentang ketersediaan peralatan dan rentetan kecelakaan yang dipilih untuk memberikan hasil realistic (disebut pula as designed, as built dan as operate ) g. Data pencakup (bounding data): kategori ini khas dalam data nuklir yang pada umumnya berubah dari satu siklus ke siklus yang lain atau dari awal hingga akhir siklus. Menggunakan data yang bervariasi seperti itu, hasil konservatif akan diperoleh. Pada terminologi yang lebih sederhana, pendekatan konservatif diadopsi untuk menjamin bahwa tanggapan aktual instalasi dalam hubungannya dengan kriteria yang dipilih dicakup atau dibatasi oleh nilai konservatif tanggapan tersebut. Sebagai contoh, temperatur kelongsong puncak (peak cladding temperature, PCT), pendekatan konservatif menjamin bahwa: PCT konservatif > PCT aktual Pendekatan perkiraan terbaik menjamin bahwa perilaku instalasi yang diprediksikan dengan ketidakpastian mencakup nilai aktual, yaitu: PCT perkiraan terbaik PCT ketidakpastian PCT aktual PCT perkiraan terbaik + PCT ketidakpastian Pendekatan konservatif dapat menggunakan data konservatif atau data pembatas (bounding data, maksimum atau minimum, sesuai kasusnya). Pada 21

22 kasus yang pertama, berbagai perhitungan yang berbeda yang menyangkut kondisi yang berbeda dan siklus yang bebeda perlu dilakukan. Memilih data pembatas, yaitu nilai data yang melingkupi data konservatif yang mungkin untuk kondisi instalasi, dapat mengurangi jumlah perhitungan guna memperoleh hasil konservatif. Pendekatan konservatif tidak dapat memberikan indikasi harga marjin yang sebenarnya antara tanggapan instalasi yang sebenarnya dengan harga yang diprediksikan. Sebaliknya, perkiraan ketidakpatian yang diberikan dalam pendekatan perkiraan terbaik adalah ukuran langsung dari marjin tersebut. Sehingga, pendekatan perkiraan terbaik memungkinkan penghilangan konservatisme yang tidak diperlukan dalam analisis. Selain itu, pendekatan konservatif juga tidak dapat memberikan perilaku instalasi aktual, termasuk skala waktu, yang bermanfaat untuk penyiapan tindakan kedaruratan. Analisis sensitivitas, termasuk variasi sistematik dalam variabel input atau pemodelan parameter di dalam program, dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi parameter penting dalam analisis kecelakaan. Hal ini dapat dicapai dengan mengurtkan tingkat pengaruh fenomena kecelakaan. Di samping itu, hasil-hasil eksperimen dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi parameter penting tersebut. Meskipun kemamputerimaan metode pendekatan yang digunakan dalam analisis kecelakaan merupakan hal yang ditetapkan oleh badan pengatur, namun penggunaan pendekatan konservatif total (model, data dan kondisi instalasi yang konservatif) saat ini telah dirasa tidak memberikan penerimaan yang baik. Program perhitungan perkiraan terbaik yang matang telah banyak tersedia, begitu pula kumpulan data yang lengkap untuk hampir seluruh desain reaktor daya dan dokumentasi hasil perhitungan perkiraan terbaik. Namun demikian, penggunaan pendekatan perkiraan terbaik total tidak selalu mungkin atau tidak selalu dikehendaki karena kesulitan mengkuantifikasi semua ketidakpastian untuk setiap fenomena dan rentetan kejadian. Khususnya, kekurangan data eksperimental untuk BDBA tidak memungkinkan kuantifikasi 22

23 ketidakpastian program untuk kecelakan jenis tersebut. Dalam hal ini, diusulkan untuk melakukan kombinasi kedua pendekatan. Analisis kecelakaan dengan program perhitungan perkiraan terbaik menggunakan kombinasi data input konservatif dan perkiraan terbaik sangatlah tepat karena pendekatan seperti ini akan menghasilkan beberapa perkiraan tentang ketidakpastian dalam perilaku instalasi keseluruhan. Kemudian, perkiraan ini dapat dibandingkan dengan perkiraan ketidakpastian yang dilakukan di tempat lain yang sering dilakukan untuk validasi program perhitungan. Hal yang demikian akan memberikan keyakinan dalam meramalkan perilaku instalasi sebenarnya Analisis Konservatif Meskipun kecenderungan dalam analisis kecelakaan menggunakan pendekatan perkiraan terbaik, pendekatan konservatif tetap digunakan [10]. Sebagai contoh, program perhitungan perilaku bahan bakar masih memasukkan pilihan untuk penggunaan model konservatif [11]. Pendekatan konservatif juga lebih jauh digunakan dalam analisis BDBA karena alasan menghindari biaya untuk mengembangkan model lebih realistis. Dalam praktek, penggunaan model konservatif dievaluasi kasus per kasus. Untuk aplikasi pendekatan konservatif dalam DBA secara terperinci, prosedur formal pada umumnya ditetapkan. Sebagai contoh, aturan di A.S. mendefinisikan sangat spesifik tentang pendekatan yang harus diambil, termasuk jenis model fisis dan korelasi yang digunakan untuk menjamin tingkat konservatisme yang sesuai. Dalam pendekatan ini, kategori umum dibawah ini dipertimbangkan [5]: Kondisi awal. Ini adalah parameter yang dapat diukur langsung pada instalasi atau dihitung yang menentukan keadaan sistem sebelum kecelakaan. Contohnya, daya, distribusi daya, tekanan, temperature, laju alir dan fraksi bakar bahan bakar. Untuk analisis konservatif, kondisi awal ini dipilih nilai yang 23

24 memberikan hasil konservatif, khususnya untuk parameter yang dipilih sebagai criteria penerimaan. Pemilihan harga tersebut dapat didasarkan pada batas kepercayaan tertentu untuk ketidakpastian parameter tersebut. Parameter khusus yang diperlukan bergantung pada metode yang digunakan untuk menganalisis transient atau kecelakaan. Tidak semua parameter dapat dipilih sebagai nilai konservatif: misalkan, meminimumkan pemindahan panas kontainmen adalah konservatif untuk memperkirakan tekanan puncak, tetapi tidak konservatif untuk memperkirakan sinyal keselamatan yang berhubungan dengan tekanan kontainmen tinggi. Seleksi kondisi awal tanpa mempertimbangkan kondisi awal tertentu lainnya yang terkait dapat mengakibatkan ketidakkonsistenan yang mungkin tidak tepat untuk keperluan komputasi. Cara umum yang dilakukan untuk menghindari itu adalah dengan memilih nilai konservatif untuk parameter yang memiliki pengaruh terkuat pada hasil sesuai dengan criteria yang dipertimbangkan. Sedangkan, parameter lain dapat dipilih dengan data perkiraan terbaik. Dalam situasi seperti ini disarankan untuk melakukan beberapa perhitungan, sehingga hasil yang merupakan batas dari semua hasil konservatif dapat dipetakan. Ketersediaan dan fungsi sistem dan komponen. Ketersediaan sistem dan komponen selama kejadian transien dan DBA pada umumnya didasarkan pada kriteria kegagalan tunggal (single failure). Kriteria ini menetapkan bahwa sistem keselamatan harus berfungsi meskipun ada satu kegagalan lain yang terjadi. Salah satu contohnya, kegagalan pada salah satu disel darurat untuk menjalankan pompa ECCS dalam kejadian LOCA. Kriteria kegagalan tunggal pada umumnya berlaku untuk sistem aktif daripada sistem pasif. Analisis juga harus mempertimbangkan kegagalan-kegagalan yang diakibatkan oleh kejadian itu sendiri. Jika kegagalan itu terjadi, maka harus dipertimbangkan sebagai tambahan kegagalan tunggal. Selain kegagalan tunggal dan kegagalan yang menjadi konsekuensi (kegagalan dampak) kecelakaan yang dipostulasikan sering dianalisis dengan kondisi ketiadaan catu daya listrik (loss of off-site power) Kejadian ini harus 24

25 diasumsikan secara konservatif, yaitu pada awal kejadian sebagai konsekuensi penghentian reaktor. Analisis yang lebih realistis harus mempertimbangkan keandalan jaringan atau keandalan pemindahan catu daya. Dalam sebagian besar kasus, sistem kendali berfungsi untuk memitigasi konsekuensi kecelakaan. Sehingga, seringkali akan lebih konservatif jika mengandaikan kegagalan fungsi sistem kendali tersebut. Namun demikian, dalam beberapa situasi sistem kendali bahkan dapat memperburuk kejadian transien atau memperlambat aktuasi kelengkapan proteksi. Analis harus menginvestigasi keadaan tersebut, mulai dengan kemampuoperasian penuh sistem kendali. Analisis juga perlu mempertimbangkan nilai konservatif untuk keterlambatan dalam aktuasi sistem keselamatan, titik-titik batas (set points) proteksi dan untuk parameter kunci sistem keselamatan (seperti laju alir ECCS dan katup pengamanan). Pemilihan nilai tersebut akan dihubungkan dengan kondisi saat tindakan harus dilakukan untuk menghentikan reaktor. Tindakan operator. Untuk analisis konservatif, pada umumnya diasumsikan bahwa tindakan operator tidak berlangsung pada waktu yang diinginkan, tetapi bahwa setelah itu dapat dilakukan dengan baik. Kegagalan operator, selain yang dinyatakan sebagi kejadian awal, pada umumnya tidak dipertimbangkan dalam analisis transein diantisipasi atau DBA, tetapi mungkin dipertimbangkan dalam BDBA atau dalam PSA. Hal-hal berikut harus dipenuhi agar tindakan operator dapat berlangsung dengan baik: (a) Adanya informasi yang cukup yang diberikan pada operator melalui instrumentasi yang tersedia atau dengan gejala lain memungkinkan dilakukannya diagnosis kejadian tanpa ada kerancuan satu sama lain. (b) Tindakan yang diperlukan harus ditentukan sebelumnya secara jelas melalui prosedur operasi. (c) Keharusan tersedianya perlatan yang diperlukan oleh operator untuk memulihkan kondisi instalasi ke keadaan aman. 25

26 (d) Operator harus mendapat pelatihan yang cukup untuk melakukan tindakan yang diinginkan. (e) Tersedia marjin waktu yang cukup (pada umumnya antara menit) untuk operator dapat melakukan diagnosis terhadap apa yang terjadi dan melakukan tanggapan yang tepat. Program perhitungan komputer dan model. Model dan korelasi konservatif spesifik yang digunakan adalah yang telah terbukti dapat memberikan hasil-hasil pesimistik tentang perilaku instalasi. Sebagai contoh, korelasi untuk oksidasi kelongsong bahan bakar dipilih secara tepat untuk memberikan batas atas untuk parameter jumlah panas dan skala proses oksidasi pada kecelakaan tertentu. Model konservatif pada umumnya digunakan secara kombinasi, sehingga dapat diasumsikan bahwa kondisi konservatif berlangsung berurutan untuk semua fenomena yang ditampilkan oleh model konservatif. Sebagai contoh, dapat saja digunakan nilai konservatif untuk pembangkitan panas akibat oksidasi kelongsong dan panas peluruhan (decay heat) sehingga hasil perhitungan laju pemanasan bahan bakar meningkat dengan dua perkiraan konservatif tersebut Analisis Perkiraan Terbaik Analisis perkiraan terbaik memberikan gambaran yang baik marjin atau batas yang tersedia pada pengoperasian reaktor nuklir dalam hubungannya dengan analisis keselamatan. Penggunaan program perhitungan komputer perkiraan terbaik adalah sangat penting untuk analisis perkiraan terbaik. Program seperti itu tidak memasukkan model yang ditujukan sebagai model konservatif. Program sistem termohidraulik dan program BDBA telah digunakan secara luas oleh badan pengatur dan lembaga riset [11-16]. Dalam beberapa hal, pemakai program dapat mengatur model di dalam program untuk memperoleh hasil konservatif. Namun, hal ini biasanya hanya diperlukan untuk keadaan khusus dimana ketidakpastian tidak diketahui atau terlalu besar 26

27 sehingga sulit diterima. Program perilaku bahan bakar juga dipertimbangkan sebagai program perkiraan terbaik, walaupun beberapa masih berisi opsi untuk pilihan model konservatif. Program dapat memiliki tingkat kualifikasi yang berbeda-beda untuk alasan seperti ketersediaan data eksperimental atau penggunaannya. Pendekatan perkiraan terbaik sangat bergantung pada kumpulan data eksperimental yang luas untuk membangun kepercayaan dalam program perkiraan terbaik dan mendefinisikan ketidakpastian yang harus ditentukan dalam hasil perkiraan terbaik. Untuk kasus DBA, kumpulan data ini telah tersedia secara luas, khususnya untuk kondisi LWR, termasuk LWR maju (advanced LWR). Untuk BDBA, kumpulan data yang ada lebih terbatas, kecuali untuk fase awal kecelakaan. Perbandingan antara program perhitungan dengan data eksperimental adalah bagian sangat penting dari pendekatan perkiraan terbaik, khususnya untuk menentukan bias dan ketidakpastian program. Perbandingan dengan data operasi juga dapat dilakukan untuk tujuan itu, namun keterbatasan instrument dalam instalasi perlu menjadi bahan pertimbangan tersendiri. Perkiraan ketidakpastian program dapat dilakukan dengan bermacam cara. Metode terperinci untuk menentukan perkiraan ketidakpastian perhitungan perkiraan terbaik dan aplikasinya untuk kejadian LOCA ukuran kecil dan besar diberikan pada acuan [17-18] Sensitivitas dan Ketidakpastian Definisi analisis sensitivitas, ketidakpastian dan analisis probabilistik dapat diberikan sebagai berikut: Analisis sensitivitas mencakup variasi secara sistematis dari variabel input atau pemodelan parameter di dalam suatu program perhitungan untuk menentukan pengaruh fenomena penting atau model terhadap hasil-hasil analisis, khususnya parameter kunci dari setiap kejadian. Analisis ketidakpastian meliputi perkiraan ketidakpastian pada masingmasing pemodelan atau keseluruhan program dan ketidakpastian data instalasi 27

28 untuk analisis masing-masing kejadian. Studi penyekalaan (scaling study) untuk mengkuantifikasi pengaruh variasi penyekalaan antara eksperimen dan instalasi sebenarnya termasuk dalam definisi ini. Analisis probabilistic dilaksanakan untuk mengkuantifikasi konsekuensi keadaan akhir suatu rentetan kejadian. Oleh karena terdapat banyak sekali kejadian dengan variasi rentetan kejadian, pada umumnya dilakukan pengelompokan dalam beberapa kategori. Salah satu dari kejadian yang dapat mewakili kelompoknya dipilih untuk dilakukan analisis probabilistic. Di dalam beberapa program perhitungan, opsi studi sensitivitas dimasukkan dalam program tersebut sehingga memungkinkan pemakai untuk memperoleh hasil analisis perkiraan terbaik dengan perkiraan sensitivitas. Untuk beberapa kondisi, hasil tersebut dapat memberikan hasil pencakup (bounding results) tanpa mengetahui ketidakpastian untuk beberapa model yang dipakai dalam program tersebut. Namun, kadang-kadang hasil analisis sensitivitas secara tidak sengaja disalahartikan sebagai ketidakpastian program. Studi sensitivitas bersama-sama dengan penilaian pakar dapat dijadikan dasar untuk memilih kejadian mana yang dimasukkan dalam analisis DBA. Untuk program perhitungan termohidraulik yang digunakan dalam analsisi DBA, beberapa metodologi yang berbeda telah dikembangkan untuk membantu mengevaluasi ketidakpastian dalam hasil-hasil yang diprediksikan dalam analisis. Beberapa metodologi tersebut dapat dilihat misalnya pada acuan [19]. Sumber-sumber ketidakpastian dalam program dapat dikurangi dengan berbagai cara, salah satu yang terpenting adalah pelatihan pada pemakai untuk menghindari sumber ketidakpastian yang disebut efek pengguna (user effects). Efek ini dapat muncul antara lain dari cara pemakai membuat nodalisasi Analisis Probabilistik Adalah hal yang sangat tidak praktis untuk mensimulasikan semua kejadian transient yang diperkirakan dapat terjadi dalam suatu reaktor nuklir. Oleh karena itu, seringkali diperlukan pendekatan probabilistic. Dengan pendekatan probabilistic yang diimplementasikan untuk analisis probabilitas 28

29 kejadian dan konsekuensi suatu kecelakaan (khususnya, dalam konteks penglepasan bahan radioaktif), maka dapat ditentukan kejadian mana yang memiliki pengaruh penting pada instalasi. Selanjutnya, berdasarkan hasil tersebut, analisis deterministic dapat dilakukan. Analisis deterministik dan probabilistik sering kali dikombinasikan dengan berbagai cara. Analisis probabilistik digunakan pula dalam penilaian instalasi tunggal dan pengkajian risiko untuk mengidentifikasi kondisi kecelakaan khusus yang akan digunakan dalam analisis perkiraan terbaik kejadian BDBA. Sebagai contoh, probabilitas kegagalan kontainmen akibat pemanasan kontainmen langsung (direct containment heating, DCH) dapat ditentukan berdasarkan hasil kombinasi studi sensitivitas, ketidakpastian dan analisis probabilistik. 29

30 BAB V JENIS ANALISIS KECELAKAAN Hasil-hasil analisis keselamatan digunakan di sejumlah bidang. Bagian ini akan menguraikan sepintas tentang tujuan, aplikasi, bagian dari setiap tahap proyek yang menggunakan hasil-hasil analisis keselamatan Analisis Desain Analisis desain dilaksanakan pada tahap desain suatu instalasi baru atau instalasi yang mengalami modifikasi. Tujuan dari analisis desain tersebut adalah memastikan bahwa desain yang dibuat telah dapat memenuhi semua persyaratan keselamatan yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Analisis desain ini dilakukan untuk membantu menetapkan karakteristik berikut: (a) Penetapan ukuran, termasuk menentukan parameter untuk tekanan, temperature, catu daya listrik, laju alir dan pendinginan untuk perlaatan yang terkait dengan keselamatan, seperti ECCS, semprotan (spray) kontainmen dan pasokan air darurat; (b) Penentuan nilai titik batas (set points) untuk parameter yang memicu system protektif untuk memastikan bahwa titik batas tersebut efektif dan memberikan marjin operasi yang sesuai; (c) Pengkajian dosis ke publik untuk memastikan aspek-aspek seprti laju kebocoran kontainmen dan radius area eksklusi. Analisis desain juga digunakan untuk memeriksa pada tahap sangat awal bahwa desain memang telah sesuai dengan peraturan nasional yang diterapkan dalam perijinan. Analis keselamatan bekerja bersama-sama dengan perancang sehingga konfigurasi desain dapat dioptimalkan untuk memenuhi keselamatan dan biaya sekaligus. Sudah barang tentu, prosesnya adalah iteratif. Analisis desain sangat efektif apabila dilakukan sejak tahap desain konsep. Analisis keselamatan pada tahap ini dapat memberikan arahan pada 30

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN I-101. Lampiran I berisi beberapa pertimbangan yang mungkin bermanfaat dalam melakukan analisis keselamatan untuk suatu reaktor penelitian. Pendekatan

Lebih terperinci

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS 15. Pertahanan berlapis merupakan penerapan hierarkis berbagai lapisan peralatan dan prosedur untuk menjaga efektivitas penghalang fisik yang ditempatkan di

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR AIR MENDIDIH (BWR) DALAM PENGAWASAN REAKTOR DAYA Oleh: Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir

Lebih terperinci

DASAR ANALISIS KESELAMATAN

DASAR ANALISIS KESELAMATAN Modul 1 DASAR ANALISIS KESELAMATAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan (BARMiK) P2TKN BATAN anharra@centrin.net.id 20-10-03 antariksawan 1 Tujuan Mengetahui metodologi

Lebih terperinci

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION Puradwi I.W. Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Sistem P2TKN-BATAN NATIONAL BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET 2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET KRITERIA DAN TANGGUNG-JAWAB PENGKAJIAN 201. Untuk suatu reaktor riset yang akan dibangun (atau mengalami suatu modifikasi

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK TERMOHIDRAULIK RINGKASAN Apabila ada sistem perpipaan reaktor pecah, sehingga pendingin reaktor mengalir keluar, maka kondisi ini disebut kecelakaan

Lebih terperinci

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU No.535, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Desain Reaktor Daya. Ketentuan Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2011

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK

ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 ANALISIS KESELAMATAN DETERMINISTIK Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. DEFINISI Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang. Batas-batas Yang Dapat Diterima (Acceptable limits) Batas-batas yang dapat diterima oleh badan pengaturan. Kondisi

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI (PIE) 1.1. Lampiran ini menjelaskan definisi

Lebih terperinci

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Tujuan Keselamatan... 3 1.2. Fungsi Keselamatan Dasar... 3 1.3. Konsep Pertahanan Berlapis... 6 BAB II SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA PWR DAN BWR... 1 2.1. Pendahuluan...

Lebih terperinci

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis)

Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) Analisis Keselamatan Probabilistik (Probabilistic Safety Analysis) D T Sony Tjahyani Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) didesain berdasarkan 3 (tiga) prinsip yaitu mampu dipadamkan dengan aman (safe shutdown), didinginkan serta mengungkung produk

Lebih terperinci

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS

Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS Bab 3 IMPLEMENTASI PERTAHANAN BERLAPIS 54. Konsep penghalang dan lapisan-lapisan proteksi yang menyusun pertahanan berlapis dan juga beberapa elemen penghalang dan lapisan yang umum dibahas di Bagian 2.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR) RINGKASAN Reaktor Air Didih adalah salah satu tipe reaktor nuklir yang digunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor tipe ini menggunakan

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Batasan dan Kondisi Operasi Reaktor Nondaya LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA I. Kerangka Format

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN

KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN BASIC PROFESSIONAL TRAINING COURSE ON NUCLEAR SAFETY JULY 19 30, 2004 KEJADIAN AWAL, INSIDEN DAN KECELAKAAN Anhar R. Antariksawan Bidang Analisis Risiko dan Mitigasi Kecelakaan P2TKN E-mail: anharra@centrin.net.id

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI DAN PROSEDUR OPERASI REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pengembangan pemanfaatan energi nuklir dalam berbagai sektor saat ini kian pesat. Hal ini dikarenakan energi nuklir dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar secara

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 KESELAMATAN NUKLIR M I S I Misi keselamatan nuklir adalah untuk melindungi personil, anggota masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r No.533, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Reaktor Nondaya. Keselamatan Desain. Persyaratan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR

ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR ANALISIS DESAIN ECCS TERHADAP FREKUENSI KERUSAKAN TERAS PADA PWR D. T. Sony Tjahyani, Surip Widodo Bidang Pengkajian dan Analisis Keselamatan Reaktor Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN

Lebih terperinci

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA SISTEM DETEKSI DAN PEMADAMAN KEBAKARAN

Lebih terperinci

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN 116. Beberapa konsep mengenai reaktor maju sedang dipertimbangkan, dan pencapaian perbaikan dalam keselamatan dan keandalan merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2015 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. Penilaian. Verifikasi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA KP PERKA- 24 OKT 2014 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA DIREKTORAT PENGATURAN PENGAWASAN INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II)

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (II) Khoirul Huda Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada 8, Jakarta 1 DESAIN KEANDALAN (1/8) Batas maksimum tidak berfungsinya (unavailability) suatu sistem atau komponen

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN PENUAAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000

ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 ANALISIS KEANDALAN KOLAM PENYIMPAN BAHAN BAKAR BEKAS PADA PWR AP1000 D. T. Sony Tjahyani Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek Gd. 80, Serpong, Tangerang 15310 Telp/Fax:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI ADMINISTRASI. Instansi Nuklir. Bahan Nuklir. Perizinan. Pemanfaatan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA - 2 - CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI Kejadian Awal Terpostulasi No. Kelompok

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL SELAIN KEBAKARAN DAN LEDAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA

Lebih terperinci

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.107, 2012 NUKLIR. Instalasi. Keselamatan. Keamanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5313) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. No.85, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPETEN. Penanganan. Penyimpanan. Bahan Bakar Nuklir. Reaktor Non Daya. Manajemen Teras. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA

KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA YOGYAKARTA, 25-26 AGUSTUS 2008 KESIAPAN SDM ANALISIS KESELAMATAN PROBABILISTIK DALAM PLTN PERTAMA DI INDONESIA D.T. SONY TJAHYANI Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN Kawasan Puspiptek,

Lebih terperinci

Analisis Pohon Kejadian (ETA)

Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis Pohon Kejadian (ETA) Analisis induktif : Suatu analisis diawali dengan kejadian awal dan diikuti dengan bekerja atau tidaknya sistem-sistem keselamatan/mitigasi Hal yang penting : Menghubungkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 106, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4668) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR I. UMUM Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia meliputi berbagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas:

2014, No MANAJEMEN TERAS. Langkah-langkah Manajemen Teras terdiri atas: 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN TERAS SERTA PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR PADA REAKTOR NONDAYA MANAJEMEN TERAS Langkah-langkah

Lebih terperinci

Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset

Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset Persyaratan Keselamatan Untuk Keselamatan Reaktor Riset Terjemahan dokumen IAEA DS272: Safety Requirements on Safety of Research Reactors BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR Revisi

Lebih terperinci

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN III.1.

Lebih terperinci

2. PENGEMBANGAN BATAS-BATAS DAN KONDISI-KONDISI OPERASIONAL

2. PENGEMBANGAN BATAS-BATAS DAN KONDISI-KONDISI OPERASIONAL 2. PENGEMBANGAN BATAS-BATAS DAN KONDISI-KONDISI OPERASIONAL UMUM 1. OLC merupakan pembungkus atau batas nilai-nilai parameter reaktor dan kondisikondisi sistem dimana operasi suatu reaktor telah diperlihatkan

Lebih terperinci

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR

RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RISET KECELAKAAN KEHILANGAN AIR PENDINGIN: KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR RINGKASAN Meskipun terjadi kecelakaan kehilangan air pendingin ( Loss Of Coolant Accident, LOCA), seandainya bundel bahan bakar dapat

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA DENGAN

Lebih terperinci

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran. LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KETENTUAN DESAIN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DAN LEDAKAN INTERNAL PADA REAKTOR DAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN Pencegahan Kebakaran

Lebih terperinci

Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN

Analisis Keselamatan Probabilistik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Diktat ini disusun sebagai pegangan peserta kursus pada pelatihan National Basic Professional Training Course On Nuclear Safety yang diselenggarakan oleh Pusdiklat BATAN. Untuk materi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK)

REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) REAKTOR PIPA TEKAN PENDINGIN AIR DIDIH MODERATOR GRAFIT (RBMK) RINGKASAN RBMK berasal dari bahasa Rusia "Reaktory Bolshoi Moshchnosti Kanalynye" (hi-power pressure-tube reactors: Reaktor pipa tekan berdaya

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA - 2 - REDUNDANSI, KERAGAMAN, DAN INDEPENDENSI 3.1. Lampiran ini menyajikan

Lebih terperinci

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR)

REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) REAKTOR GRAFIT BERPENDINGIN GAS (GAS COOLED REACTOR) RINGKASAN Reaktor Grafit Berpendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR) adalah reaktor berbahan bakar uranium alam dengan moderator grafit dan berpendingin

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA. I. Kerangka Format Laporan Analisis Keselamatan Reaktor Nondaya SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

Lebih terperinci

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA

EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR PADA KECELAKAAN PUTUSNYA JALUR UAP UTAMA Oleh Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK EVALUASI KESELAMATAN REAKTOR TIPE PWR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reaktor nuklir membutuhkan suatu sistem pendingin yang sangat penting dalam aspek keselamatan pada saat pengoperasian reaktor. Pada umumnya suatu reaktor menggunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN A.1. Daftar parameter operasi dan peralatan berikut hendaknya dipertimbangkan dalam menetapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR

TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR Oleh : Suharno Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN ABSTRAK TINJAUAN SISTEM KESELAMATAN REAKTOR DAYA TIPE PWR. Tinjauan sistem keselamatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.653, 2012 BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR FORMAT

Lebih terperinci

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN

ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN ANALISIS PROBABILISTIK KECELAKAAN PARAH PWR SISTEM PASIF UNTUK MENINGKATKAN MANAJEMEN KECELAKAAN D. T. Sony Tjahyani, Andi Sofrany Ekariansyah Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir-BATAN Kawasan

Lebih terperinci

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA 2012, No.758 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA FORMAT DAN ISI LAPORAN ANALISIS

Lebih terperinci

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR PARAMETER

Lebih terperinci

Keselamatan Instalasi Nuklir

Keselamatan Instalasi Nuklir Keselamatan Instalasi Nuklir (Draft Terjemahan dokumen Safety Series SS 110 : The Safety of Nuclear Installations) The International Atomic Energy Agency (IAEA) makes no warranty and assumes no responsibility

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pembangunan dan pengoperasian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG DESAIN SISTEM PENANGANAN DAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR NUKLIR UNTUK REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA. No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.655, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Manajemen. Penuaan. Nuklir Nonreaktor. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

TAHAPAN PENGEMBANGAN DESAIN, DAN VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM YANG PENTING UNTUK KESELAMATAN BERBASIS KOMPUTER

TAHAPAN PENGEMBANGAN DESAIN, DAN VERIFIKASI DAN VALIDASI SISTEM YANG PENTING UNTUK KESELAMATAN BERBASIS KOMPUTER KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN SISTEM YANG PENTING UNTUK KESELAMATAN BERBASIS KOMPUTER

Lebih terperinci

Catatan Tambahan ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN A.1. PENDAHULUAN DAN URAIAN SINGKAT FASILITAS

Catatan Tambahan ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN A.1. PENDAHULUAN DAN URAIAN SINGKAT FASILITAS Catatan Tambahan ISI LAPORAN ANALISIS KESELAMATAN A.1. PENDAHULUAN DAN URAIAN SINGKAT FASILITAS A.101. Bab pertama Laporan Analisis Keselamatan (LAK) harus memuat pendahuluan tentang laporan dan informasi

Lebih terperinci

RISET KEUTUHAN PENGUNGKUNG REAKTOR SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH

RISET KEUTUHAN PENGUNGKUNG REAKTOR SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH RISET KEUTUHAN PENGUNGKUNG REAKTOR SAAT TERJADI KECELAKAAN PARAH RINGKASAN Pengungkung (containment) reaktor nuklir adalah dinding pelindung terluar yang mencegah emisi produk belah (Fision Product, FP)

Lebih terperinci

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

REAKTOR PEMBIAK CEPAT REAKTOR PEMBIAK CEPAT RINGKASAN Elemen bakar yang telah digunakan pada reaktor termal masih dapat digunakan lagi di reaktor pembiak cepat, dan oleh karenanya reaktor ini dikembangkan untuk menaikkan rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fase merupakan keadaan dari suatu zat, dapat berupa padat, gas maupun cair. Dalam kehidupan sehari-hari selain aliran satu fase, kita juga temukan aliran multi fase.

Lebih terperinci

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA

CONTOH BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN II PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI REAKTOR NONDAYA CONTOH BATASAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT

ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI ABSTRAK ABSTRACT ANALISIS VISUAL PENDINGINAN ALIRAN DUA FASA MENGGUNAKAN KAMERA KECEPATAN TINGGI Ainur Rosidi, G. Bambang Heru, Kiswanta Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir ABSTRAK ANALISIS VISUAL PENDINGINAN

Lebih terperinci

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA

KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Kriteria Penerimaan Untuk Kecelakaan ISSN : 0854-2910 Budi Rohman P2STPIBN-BAPETEN KRITERIA PENERIMAAN UNTUK KECELAKAAN INSERSI REAKTIVITAS PADA REAKTOR DAYA Budi Rohman Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi

Lebih terperinci

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012

Badan Tenaga Nuklir Nasional 2012 BATAN B.38 ANALISIS KONSEKUENSI KECELAKAAN PARAH PRESSURIZED WATER REACTOR DENGAN BACKWARDS METHOD Dr. Ir. Pande Made Udiyani Dr. Jupiter Sitorus Pane, M.Sc Drs. Sri Kuntjoro Ir. Sugiyanto Ir. Suharno,

Lebih terperinci

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU)

REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) REAKTOR AIR BERAT KANADA (CANDU) RINGKASAN Setelah perang dunia kedua berakhir, Kanada mulai mengembangkan PLTN tipe reaktor air berat (air berat: D 2 O, D: deuterium) berbahan bakar uranium alam. Reaktor

Lebih terperinci