Agribisnis dalam Kancah Diplomasi Ekonomi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Agribisnis dalam Kancah Diplomasi Ekonomi"

Transkripsi

1 Agribisnis dalam Kancah Diplomasi Ekonomi Dr. Andriyono Kilat Adhi Pendahuluan Sektor perikanan dan kelautan Indonesia memegang peranan penting dalam perekonomian nasional, terutama sebagai sumber devisa ekspor serta penyediaan lapangan kerja bagi para nelayan. dan bagi Uni Eropa, Indonesia merupakan mitra dagang yang potensial untuk produk perikanan dan kelautan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah establishment/perusahaan pengolah perikanan yang mempunyai approval number untuk melakukan ekspor produk perikanan dan kelautan ke negara anggota Uni Eropa. Komoditi andalan ekspor hasil perikanan dari Indonesia ke UE antara lain; Swordfish, Ikan Marlin, Tuna (baik fresh, loins maupun dalam bentuk tuna kaleng), Oil fish, Udang (black tiger shrimps maupun black pink shrimps) serta frog legs. Dalam era globalisasi sistem perdagangan, maka persaingan diperkirakan akan semakin ketat dan oleh karena itu, sektor perikanan dituntut untuk terus meningkatkan efisiensi agar mampu bersaing di pasaran global. Seperti diketahui, perdagangan internasional komoditi perikanan serta kelautan tidak hanya ditentukan oleh faktor supply and demand semata-mata, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh berbagai perjanjian internasional maupun perkembangan kebijaksanaan di negara-negara mitra dagang, terutama UE. Permasalahan utama ekspor produk perikanan Indonesia ke UE adalah kualitas dan mutu yang tidak sesuai dengan standard yang diberlakukan di Eropa. Hal ini ditunjukkan dengan masuknya perusahaan pengolah perikanan (establishment) Indonesia dalam daftar Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Komisi Eropa sejak pertengahan tahun 2003, dengan frekuensi yang cenderung meningkat. Penyebabnya antara lain, karena ekspor ikan tuna dengan kandungan histamin yang tinggi, swordfish tercemar logam berat (cadmium dan mercury), udang tercemar antibiotik chloramphenicol dan nitrofurans, serta produk ikan yang mengandung bacteri E. coli. Tercantumnya establishment Indonesia dalam daftar RASFF tersebut, menunjukkan bahwa produk perikanan Indonesia dianggap membahayakan konsumen di negara anggota UE, sehingga Komisi Eropa melalui DG Sanco melakukan tindakan pencegahan saat masuk ke pelabuhan di Eropa.

2 184 Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih Makalah ini bermaksud untuk memberikan gambaran tentang peran agribisnis dalam diplomasi ekonomi dengan mengambil kasus perkembangan ekspor perikanan dan kelautan Indonesia ke UE, yakni dengan memperhatikan beberapa aspek terkait antara lain ketentuan yang berlaku dan standard mutu bagi produk komoditi perikanan dan kelautan yang masuk UE. Selain itu juga, dipaparkan mengenai penanganan komoditi perikanan di dalam negeri dan komunikasi diplomasi yang dijalin dalam menjembatani dan mengatasi permasalahan yang muncul. Dengan adanya pemaparan permasalahan tentang situasi dan keadaan aktual ekspor produk perikanan Indonesia ke UE, maka tulisan ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi bagi upaya-upaya peningkatan kualitas dan kuantitas produk ekspor perikanan serta langkah-langkah yang seyogyanya ditempuh guna memanfaatkan potensi pasar UE secara optimal. Masalah Ekspor Produk Perikanan Indonesia di UE Walaupun Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor utama komoditi perikanan ke UE, namun terlihat bahwa daya saing di pasaran Eropa masih sangat lemah. Hal ini terutama disebabkan karena masih kuatnya sistem proteksi dan tingginya tarif bea masuk bagi komoditi perikanan yang diberlakukan oleh UE, sehingga akses pasar bagi komoditi perikanan dari Indonesia sangat sulit. Ekspor hasil perikanan Indonesia ke UE juga mendapatkan saingan yang cukup berat dari beberapa negara ASEAN lain terutama Malaysia, Thailand dan Vietnam. Nilai impor udang beku UE yang berasal dari Indonesia tercatat mempunyai laju pertumbuhan rata-rata 44,62 % per tahun. Sedangkan volume impornya meningkat rata-rata 42,33 % per tahun. Selain itu, pangsa pasar komoditi udang beku dari Indonesia selama periode juga mengalami kenaikan, yakni sebagai pemasok (termasuk impor intra UE) ke 19 (1,66 %) pada tahun 1998, menjadi pemasok peringkat ke 5 (4,88 %) pada tahun Negara pesaing Indonesia di UE adalah Argentina dengan pangsa 10,21 %, India 6,23 %, Bangladesh 6,06 %, dan Belanda 5,05 %. Keempat negara tersebut mempunyai peranan sebesar 27,55 % dari total impor udang beku UE. Walaupun saat ini Indonesia telah menjadi salah satu pemasok yang patut diperhitungkan oleh negara-negara pengekspor lainnya, terutama bagi negara ASEAN, tetapi saat ini produk udang beku Indonesia masih dihadapkan oleh masalah-masalah standard yang cukup memprihatinkan. Seperti diketahui,

3 Dr. Andriyono Kilat Adhi 185 pada bulan September 2001, UE mengeluarkan keputusan untuk melakukan pengawasan yang ketat melalui pemeriksaan consignment pengiriman udang yang berasal dari Indonesia secara sampling terhadap kemungkinan tercemar antibiotik Chloramphenicol. Dilain pihak, untuk melindungi daya saing sektor perikanan, UE juga memberlakukan sistem quota dan tarif bea masuk yang tinggi. Tarif bea masuk impor produk perikanan yang diberlakukan oleh UE cenderung lebih tinggi dari tarif yang dikenakan oleh negara maju lain. Sebagai contoh: tarif bea masuk ikan tuna kalengan di Amerika Serikat adalah 6%, sedang di UE sebesar 24%. Tarif bea masuk ini juga diberlakukan secara diskriminatif dimana negara-negara anggota ACP (African, Carribean and Pacific Countries) mendapatkan keringanan atau bahkan pembebasan bea masuk impor. Berkaitan dengan ekspor produk perikanan Indonesia ke UE, permasalahannya tidak hanya dipengaruhi oleh hambatan tarif yang diskriminatif, tetapi juga disebabkan karena faktor persyaratan kualitas dan mutu produk perikanan yang sangat tinggi di UE. Hal tersebut telah disadari oleh pelaku bisnis perikanan di Indonesia, mengingat Uni Eropa tentu mengharapkan memperoleh produk perikanan yang berkualitas baik serta tidak membahayakan konsumen di negaranya. Perkembangan Ekspor Produk Perikanan ke UE dan Implikasinya a. Peningkatan Jumlah Establishment yang terkena alert system Mengingat UE sangat concern dengan masalah kebersihan dan kesehatan, maka UE memberlakukan alert system dengan ketat. Dengan demikian, hal utama yang harus diperhatikan adalah mutu produk tersebut harus terbebas dari cemaran residu antibiotik. Sertifikat kesehatan harus benar-benar sesuai dengan kondisi barang yang dikirim, karena kalau tidak sesuai, maka produk tersebut akan ditahan di salah satu pelabuhan masuk. Apabila terbukti mengandung zat atau bakteri yang dianggap membahayakan, maka produk tersebut akan dimusnahkan. Sejak awal tahun 2004 telah cukup banyak produk perikanan Indonesia yang terdeteksi mengandung mikroba, logam berat, histamine serta terkontaminasi antibiotik chloramphenicol maupun nitrofurans dan masuk dalam daftar RASFF. Akibatnya Uni Eropa telah mengambil tindakan untuk menolak dan mengembalikan ke negara asal atau memusnahkannya. Hal ini,

4 186 Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih tentunya menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi eksportir perikanan Indonesia. Mengingat seriusnya masalah tersebut serta menyangkut kelangsungan ekspor produk perikanan Indonesia, telah disampaikan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan dan instansi terkait lainnya serta para eksportir agar dapat bekerjasama dalam menangani masalah tersebut dengan menyusun secara rinci serangkaian corrective actions terhadap permasalahan dalam sektor perikanan. b. Penyebab Tingginya Perusahaan yang terkena RASFF Peringatan terhadap kurang sesuainya mutu produk perikanan Indonesia, karena faktor sanitasi dan kesehatan yang masuk ke negara anggota UE, telah berulang kali disampaikan kepada Competent Authority (CA) di Indonesia. Penanganan yang serius dalam upaya memperbaiki sistem proses produksi perikanan telah disampaikan oleh DG Sanco, karena Indonesia masih dianggap sebagai harmonized country. Dengan demikian, Komisi Eropa masih menganggap bahwa CA Indonesia akan memperbaiki sistem produksi yang mengacu pada standard yang ditetapkan sesuai regulasi Komisi Eropa. Seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan Indonesia yang mendapat alert system dari pelabuhan masuk negara anggota UE, maka Komisi Eropa telah mengirimkan Tim Inspektur Veteriner untuk melakukan regular monitoring terhadap aktivitas CA. Evaluasi tersebut dilakukan untuk melihat pelaksanaan apakah sistem produksi perikanan di Indonesia telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Uni Eropa. Hal ini mengingat bahwa sejak pertengahan tahun 2003, telah terdapat 38 notifikasi RASFF dari 277 perusahaan pengolah produk perikanan di Indonesia. Notifikasi tersebut berkaitan dengan persoalan sanitasi, baik masalah residu, kontaminasi mikroba, parasit, logam berat, serta masalah serius dengan tingginya kandungan histamine pada produk tuna yang masuk ke UE. Dari hasil kunjungan Tim Inspeksi Veteriner ke Indonesia tersebut, banyak sekali temuan yang berhasil diperoleh yang antara lain: Secara detil disebutkan adanya kekurangan dalam struktur, susunan organisasi serta kompetensi Competent Authority dalam menjalankan fungsinya. Hal ini terlihat dalam system pengawasan, prosedur khusus pemberian approval number serta sistem registrasi vessel yang mengolah produk perikanan.

5 Dr. Andriyono Kilat Adhi 187 Berkaitan dengan sistem kontrol, baik yang dilakukan oleh laboratorium pusat maupun yang berada di daerah, belum mengacu pada persyaratan yang ditentukan oleh Komisi Eropa. Terlihat dari pelaksanaan kontrol terhadap kualitas produk, baik melalui uji organoleptik untuk tingkat kesegaran produk perikanan maupun dalam sampling kandungan histamin yang harus dilakukan sesuai dengan CD 91/493/EEC, yakni penentuan sampel paling tidak berjumlah 9 buah dalam satu batch. Sehubungan dengan establishment yang mempunyai approval number untuk ekspor produk perikanan ke UE, tercatat beberapa kelemahan yang menyangkut masalah serius dalam layout, design, dan struktur perusahaan tersebut. Hal ini terlihat dari tidak sesuainya beberapa hal, seperti ruang untuk memasak dan ruang ganti dengan persyaratan yang ditentukan oleh UE. Demikian juga dengan residue monitoring plan, telah dilaksanakan di berbagai tingkat, baik pabrik makanan, farm maupun lokasi produksi perikanan. Namun demikian, walaupun segala bentuk antibiotik telah dilarang peredarannya di Indonesia, tetapi tidak terdapat kontrol secara resmi dari pemerintah serta lembaga penanggungjawabnya. Secara umum disimpulkan oleh Tim Inspeksi, bahwa Competent Authority Indonesia tidak melakukan fungsi pembinaan dan fungsi kontrol terhadap produk perikanan yang dihasilkan, baik dalam pelaksanaan, penyelenggaraan dan penentuan standard oleh perusahaan pengolah yang berlaku secara nasional. Hal tersebut diperkuat dengan terlihat banyaknya kelemahan di berbagai bidang, termasuk kasus penemuan produk yang secara hygienis tidak memenuhi syarat serta banyaknya establishment Indonesia yang masuk dalam daftar RASFF. Melalui diplomasi yang terjalin secara intensif, UE meminta agar Indonesia dapat segera mengatasi berbagai permasalahan baik tentang banyaknya perusahaan yang masuk daftar RASFF serta penanganan secara tuntas masalah tingginya kandungan histamine pada produk tuna. Langkah yang harus segera dilakukan oleh CA Indonesia adalah melakukan review secara menyeluruh terhadap Approval number (berjumlah 277) yang telah dikeluarkan. Hal ini didasarkan pada tingkat kemampuan CA dalam melakukan kontrol, monitoring dan pembinaan terhadap perusahaan yang mendapatkan masalah berkaitan dengan sanitasi dan kesehatannya. Selain itu, terhadap perusahaan pengolah perikanan yang aktivitasnya sangat rendah atau cenderung tidak melakukan kegiatan ekspor, maka perlu

6 188 Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih dilakukan review secara menyeluruh. Semakin sedikit jumlah perusahaan yang mempunyai approval number, maka kontrol CA akan semakin mudah, sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan kualitas dan mutu yang dipersyaratkan oleh UE. Mengingat lokasi perusahaan tersebar dari Sabang sampai Merauke, maka lembaga yang mengeluarkan sertifikat kesehatan juga diserahkan kepada laboratorium penguji/sertifikasi mutu (LPPMHP) di tingkat provinsi. Dalam pelaksanaannya, CA secara regular harus melakukan verifikasi terhadap sertifikat mutu yang dihasilkan oleh LPPMHP. Berdasarkan keadaan tersebut, fungsi kontrol yang seharusnya dilakukan oleh CA menjadi terhambat, mengingat banyaknya perusahaan yang mempunyai Approval Number tersebut. c. Ancaman Suspend oleh DG Sanco Berdasarkan temuan Tim Inspeksi Veteriner dan semakin meningkatnya jumlah perusahaan pengolah perikanan Indonesia yang masuk dalam daftar RASFF Komisi Eropa, serta respon yang kurang cepat dari CA terhadap action plan dalam upaya mengatasi masalah alert, baik histamin, kontaminasi logam berat mercury dan cadmium, mikroba dan antibiotik, maka dalam pertemuan non formal antara pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Komisi Eropa, disampaikan serangkaian alternatif kebijakan yang akan dilakukan. Kebijakan tersebut berupa : Men-suspend semua impor produk perikanan dari Indonesia karena adanya tekanan dan permintaan dari negara anggota. (Setelah terjadinya kasus keracunan yang menimpa 5 orang di Belgia yang mengkonsumsi tuna loins yang terkontaminasi histamine). CA melakukan suspend sendiri terhadap perusahaan pengolah produk perikanan yang masuk dalam RASFF. Hal ini disampaikan mengingat Komisi Eropa tidak menginginkan terjadinya suspend bagi ekspor produk perikanan Indonesia. Mengingat seriusnya permasalahan yang terkait dengan ekspor produk perikanan Indonesia ke UE, diperlukan adanya koordinasi dan kerjasama yang erat pejabat instansi terkait untuk dapat meningkatkan prosedur pengawasan sanitasi produk perikanan, baik tuna maupun produk perikanan lainnya seperti swordfish dan udang, agar memenuhi standard kesehatan dan sanitasi sesuai dengan Regulasi UE (Council Directive No. 91/493/EEC). Walaupun Indonesia telah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan pengawasan

7 Dr. Andriyono Kilat Adhi 189 sejak dari proses penangkapan dan pengolahan sebelum diekspor ke negara anggota UE, namun proses pencemaran masih terjadi baik pada saat proses penanganan maupun distribusi di UE. Selain itu Komisi Eropa mengharapkan adanya aktivitas CA Indonesia sebagai berikut : Adanya jaminan tertulis dari Pemerintah Indonesia untuk menangani secara serius permasalahan yang menyangkut kontaminasi histamin pada ikan tuna, logam berat pada swordfish serta dapat meningkatkan prosedur pengawasan sanitasi produk perikanan, sehingga memenuhi standard kesehatan dan sanitasi sesuai dengan Regulasi. Competent Authority di Indonesia dapat mengadakan evaluasi ulang terhadap perusahaan pengolah dan eksportir produk perikanan yang mendapat approval number dari UE. Menurut laporan tim inspeksi FVO, banyak pabrik pengolah produk perikanan, selain tidak mengerti juga tidak menerapkan standard hygienis yang diminta UE. Selain itu juga, diharapkan agar instansi yang terkait dengan kegiatan ekspor produk komoditi perikanan dan kelautan, agar menerapkan secara tegas sistem pengawasan terhadap kualitas produk ekspor perikanan sesuai standard UE. d. Audit Menyeluruh terhadap Establishment dan Pemberitahuan tentang Izin Ekspor Kembali Perusahaan yang Terkena Suspend Sementara Atas rekomendasi DG Sanco maka Competent Authority Indonesia telah melakukan self suspension terhadap perusahaan pengolah perikanan yang berulang kali terkena RASFF. Hal ini untuk menghindari langkah yang akan dilakukan oleh Negara Anggota UE melakukan embargo terhadap seluruh ekspor produk perikanan yang berasal dari Indonesia. Dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap beberapa establishment yang bermasalah, maka diputuskan untuk melakukan suspend sementara terhadap 16 perusahaan pengolah perikanan. Competent Authority di Jakarta menyarankan agar ke 16 perusahaan tersebut memperbaiki system proses produksi perikanan agar sesuai dengan standard serta persyaratan yang berlaku di UE. Setelah melakukan overall audit terhadap perusahaan tersebut, maka diusulkan oleh Competent Authority, agar 9 perusahaan yang dinilai comply dengan standard yang berlaku di UE, untuk mengekspor kembali produk perikanannya. Hal ini disampaikan dengan pertimbangan bahwa sistem

8 190 Refleksi Agribisnis: 65 Tahun Profesor Bungaran Saragih produksi serta pengolahan produk perikanan telah sesuai dengan sistem yang berlaku di UE. Selain itu, DG Sanco juga mempersoalkan serangkaian fakta yang terdapat di lapangan, bahwa beberapa perusahaan pengolah perikanan (di luar 16 yang mendapat suspend sementara oleh CA di Jakarta) masuk dalam daftar RASFF untuk histamin dan cadmium. Dengan demikian, Komisi Eropa berpendapat bahwa CA melalui Laboratorium Penguji Mutu (LPPMHP) di provinsi belum menjalankan mekanisme fungsi kontrol dengan baik seperti yang diharapkan oleh DG Sanco. Terlihat dengan jelas, bahwa DG Sanco telah memasang rambu-rambu persyaratan yang belum dapat dipenuhi oleh CA di Jakarta. Peraturan dan Persyaratan yang disampaikan oleh Komisi Eropa tersebut mempersulit posisi CA di Jakarta sebagai lembaga yang diakui sederajat dengan DG Sanco di Indonesia. Kesimpulan dan Saran Tindak Lanjut Kesimpulan Dari serangkaian penjelasan terhadap gambaran keadaan ekspor produk perikanan dan kelautan Indonesia di UE saat ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain : Terdapat indikasi bahwa sejumlah establishment memiliki lebih dari satu approval number sebagai ijin untuk melakukan ekspor hasil perikanan ke pasar UE. Hal ini diperkirakan dapat menyulitkan CA dalam menjalankan fungsinya sebagai pembina, pengawas, fasilitator utama serta meningkatkan kinerja perusahaan pengolah produk perikanan dalam proses produksinya untuk tujuan ekspor ke UE. Kurangnya upaya koordinasi, kerjasama, dan fasilitasi antara DKP dan instansi terkait lainnya dalam menangani permasalahan perikanan secara kesuluruhan menyebabkan kurangnya informasi dan fasilitasi kepada eksportir dalam meningkatkan proses produksinya, secara kualitas maupun kuantitas terutama untuk pasar UE. Rendahnya kuota ekspor tuna kaleng ke UE dibandingkan dengan kapasitas produksi ikan tuna Indonesia, sangat merugikan perkembangan industri pengalengan tuna yang cenderung semakin berkurang jumlahnya. Hal ini tentu saja dapat dimanfaatkan negara-negara lain untuk meningkatkan produksinya, baik secara legal maupun secara illegal fishing.

9 Dr. Andriyono Kilat Adhi 191 Saran Tindak lanjut Berkaitan dengan hal tersebut di atas, serta untuk menjaga reputasi dan kredibilitas serta kelangsungan ekspor produk perikanan Indonesia ke UE, maka perlu adanya komitmen pihak terkait dengan mengadakan evaluasi ulang terhadap perusahan pengolah dan eksportir produk perikanan yang mendapat approval number dari UE. Selain itu diharapkan agar Competent Authority Indonesia dapat menjalankan fungsinya secara serius baik untuk melakukan suspend sementara atau men-delisted perusahaan yang terbukti tidak memenuhi standard UE serta melakukan monitoring dan audit perusahaan tersebut, sampai memperlihatkan kembali kinerjanya sesuai dengan persyaratan UE, yakni melalui: Competent Authority Indonesia menjamin dapat menjalankan fungsinya secara serius untuk melakukan pemeriksaan kualitas produk perikanan sebelum keluar dari Indonesia. Hal ini diperlihatkan dengan pengeluaran sertifikat kesehatan yang dilengkapi dengan hasil analitis laboratorium secara lengkap. Memperbaiki kelemahan kinerja Competent Authority dalam menjalankan fungsi sebagai lembaga monitoring tersebut, serta meningkatkan kemampuan SDM-nya. Mengkaji ulang sistem registrasi freezer dan fishing vessels agar sesuai dengan persyaratan/standard mutu, sanitasi, dan hygiene. Untuk mempermudah koordinasi, kelancaran, dan peningkatan fasilitasi kepada establishment, seyogyanya institusi pemberi approval number serta lembaga yang menangani promosi dan ekspor perikanan sebaiknya dapat disatukan. Mengingat seriusnya permasalahan kelangsungan ekspor produk perikanan Indonesia ke UE, maka diharapkan adanya program perbaikan sektor perikanan yang didukung kerjasama yang erat dari berbagai pihak, yang dimotori oleh perwakilan Indonesia yang menangani agribisnis sebagai mata hati intelijen pasar. Dengan demikian, perlu adanya koordinasi kebijakan dan langkah-langkah terpadu antardepartemen terkait dengan menggunakan prinsip Indonesia Incorporated.

10

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi

1 PENDAHULUAN. Kenaikan Rata-rata *) Produksi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan dan industri yang bergerak dibidang perikanan memiliki potensi yang tinggi untuk menghasilkan devisa bagi negara. Hal tersebut didukung dengan luas laut Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memiliki peran penting bagi suatu negara. Perdagangan internasional memberikan manfaat berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia ke Amerika Serikat lebih besar daripada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

Catatan Pengarahan FLEGT

Catatan Pengarahan FLEGT FLEGT PENEGAKAN HUKUM, TATA KELOLA DAN PERDAGANGAN SEKTOR KEHUTANAN Jaminan legalitas berbasis peserta pasar dan pemberian izin FLEGT Latar belakang Rencana Tindakan mengenai Penegakan Hukum, Tata Kelola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai Negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi yang besar di sektor perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan memiliki

Lebih terperinci

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan

BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN. 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan BAB VI PERANCANGAN KEBIJAKAN 6.1 Arah Kebijakan dan Proses Perancangan Kebijakan Dalam rangka untuk mencapai tujuan negara, yaitu menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi maka diperlukan berbagai kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13

I. PENDAHULUAN , , , , ,4 10,13 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perairan yang mencapai 5,8 juta km 2 dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ini membuat Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Ringkas PT. Agung Sumatera Samudera Abadi PT. Agung Sumatera Samudera Abadi secara legalitas berdiri pada tanggal 25 Januari 1997 sesuai dengan akta pendirian perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu sumber protein yang mudah diperoleh dan harganya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu komoditas perairan yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kebutuhan pasar akan ikan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU Salah satu upaya untuk memenangkan persaingan dagang di pasar internasional adalah memasarkan produk yang berkualitas baik. Produk yang ditawarkan harus memiliki mutu lebih

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014 A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand 1. Selama periode Januari-Juli 2014, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia

Lebih terperinci

KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT. Rinto*

KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT. Rinto* KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT Rinto* Peningkatan volume ekspor produk perikanan Indonesia selalu diiringi dengan penolakan penolakan. Pada tahun 2010 tercatat 146

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul

I. PENDAHULUAN. pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian yang merupakan tempat para petani mencari nafkah, pada situasi krisis moneter yang melanda lndonesia saat ini harus memikul tanggung jawab paling besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. negara, meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan merupakan faktor penting untuk merangsang pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara, meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi peluang sekaligus tantangan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN:

Volume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: TATANIAGA RUMPUT LAUT DI KELURAHAN TAKKALALA, KECAMATAN WARA SELATAN KOTA PALOPO PROVINSI SULAWESI SELATAN MUHAMMAD ARHAN RAJAB Email : arhanuncp@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis antara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan Australia sehingga memiliki potensi perikanan yang sangat

Lebih terperinci

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA JURNAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN ISSN : 2337-9572 MARKET INTELLIGENCE KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN RI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan, kelestarian ekosistem, serta persatuan dan kesatuan. Sedangkan sasaran program

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa pengawasan

Lebih terperinci

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian

1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang lkan tuna sebagai salah satu sumber bahan baku bagi perekonomian lndonesia memegang peran yang cukup penting, mengingat potensi sumberdaya ikan tuna di perairan lndonesia

Lebih terperinci

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Produksi 2010 Pendahuluan Dalam rangka menghadapi era globalisasi, maka produk perikanan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III PERDAGANGAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA

BAB III PERDAGANGAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA BAB III PERDAGANGAN INTERNASIONAL ANTARA INDONESIA DAN UNI EROPA Hubungan kerjasama Ekonomi antara Indonesia dan Uni Eropa dalam bidang Perdagangan Internasional dilakukan dengan dua jalan, yaitu hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa Indonesia. Pada kurun tahun 1993-2006, industri TPT menyumbangkan 19.59 persen dari perolehan devisa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi perekonomian nasional, termasuk di dalamnya agribisnis. Kesepakatan-kesepakatan pada organisasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 133, 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM

Lebih terperinci

VI PENERAPAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI UNI EROPA DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA

VI PENERAPAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI UNI EROPA DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA VI PENERAPAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI UNI EROPA DAN PENGARUHNYA TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA 6.1. Kebijakan Perdagangan Internasional Pada dasarnya, suatu kebijakan yang ditetapkan berdasarkan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena PR mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu instansi tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. karena PR mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu instansi tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Public Relation (PR) saat ini maju dengan pesatnya. Setiap instansi dipastikan membutuhkan praktisi PR. Keberadaannya sangat dibutuhkan karena

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teh ditemukan sekitar tahun 2700 SM di Cina. Seiring berjalannya waktu, teh saat ini telah ditanam di berbagai negara, dengan variasi rasa dan aroma yang beragam. Menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.842, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Keamanan Pangan. Pengawasan Pemasukan. Pangan Segar. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat Awal milenium ketiga merupakan era pra kondisi bagi negara-negara di dunia untuk menghadapi

Lebih terperinci

14Pengembangan Agribisnis

14Pengembangan Agribisnis 14Pengembangan Agribisnis Berbasis Perikanan Menghadapi Era Perdagangan Bebas Abad 21 Pendahuluan Pengembangan subsektor perikanan dimasa lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan. Produksi perikanan laut

Lebih terperinci

Hukum dan Kebijakan Mutu Hasil Perikanan BAB VIII HUKUM DAN KEBIJAKAN MUTU HASIL PERIKANAN. 8.1. Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan

Hukum dan Kebijakan Mutu Hasil Perikanan BAB VIII HUKUM DAN KEBIJAKAN MUTU HASIL PERIKANAN. 8.1. Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan BAB VIII HUKUM DAN KEBIJAKAN MUTU HASIL PERIKANAN 8.1. Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan Globalisasi dan pertumbuhan ekonomi semakin meningkatnya kesadaran manusia menjaga kesehatan; melahirkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya

BAB V KESIMPULAN. ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya BAB V KESIMPULAN Keamanan energi erat hubungannya dengan kelangkaan energi yang saat ini terjadi dan meningkatnya kebutuhan suatu negara akibat berkembangnya industrialisasi dan kepentingan militer. Kelangsungan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

Isu Prioritas - Standar (SNI)

Isu Prioritas - Standar (SNI) 1 Isu Prioritas - Standar (SNI) Melindungi hak konsumen dan memaksimalkan kepuasan pelanggan adalah bagian dari tujuan utama perusahaanperusahaan di seluruh dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh

BAB I PENDAHULUAN. apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi global mempengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, apalagi perekonomian Indonesia bersifat terbuka. Menurut artikel yang ditulis oleh Danareksa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 88/Permentan/PP.340/12/2011 TENTANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Yth. 1. Direktur Penindakan dan Penyidikan 2. Para Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 3. Para Pelayanan Utama Bea dan Cukai;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang

I. PENDAHULUAN. Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada. masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut Saragih (2001), pengembangan sektor agribisnis pada masa yang akan datang menghadapi sejumlah tantangan besar yang bersumber dari tuntutan pembangunan ekonomi domestik

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWASAN PEMASUKAN DAN DISTRIBUSI IKAN IMPOR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA Oleh : Pandapotan Sianipar Kepala Seksi Pengawasan Usaha P3 Wilayah Timur Direktorat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi di dalam memasok total kebutuhan konsumsi protein di Indonesia, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan dan dua pertiga wilayahnya merupakan lautan, karenanya potensi ikan di Indonesia sangat berlimpah. Sumber daya perikanan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan menjadi salah satu sektor yang menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari adanya dukungan kebijakan fiskal maupun non-fiskal.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN Latar Belakang Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini,

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.166, 2017 PETERNAKAN. Ikan. Pembudidayaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 6101) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM

SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM SERTIFIKASI HALAL DALAM PRODUK KULINER UMKM UMKM ( Usaha Mikro Kecil dan Menengah ) merupakan pelaku ekonomi nasional yang mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Karena. kegiatan

Lebih terperinci

Kota, Negara Tanggal, 2013

Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR

KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR KAJIAN SISTEM TRACEABILITY DALAM PENANGANAN DAN PENGOLAHAN KOMODITAS PRODUK PERIKANAN INDONESIA UNTUK EKSPOR Tim Penyusun : Annisa Galuh D (13494) Kusumo Prasetyo A (13495) Nadia Aulia Putri (13496) Puji

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan bagian penting dalam pengolahan makanan yang harus dilaksanakan denga baik. Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undangundang

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan net ekspor baik dalam 219 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan 8.1.1. Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil bahwa guncangan ekspor nonagro berpengaruh positip pada kinerja makroekonomi Indonesia, dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN OBAT TRADISIONAL YANG TIDAK MEMENUHI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.13/MEN/2012 TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4202) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan

IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. 1) Simpulan IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1) Simpulan 1) Perdagangan Tuna Indonesia di Pasar Dunia, Jepang, USA, dan Korea Selatan : a. Peringkat Indonesia sebagai eksportir tuna baik secara total maupun berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H. oleh Agus Justianto Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan MARI DUKUNG! I M P L E M E N T A S I P E N U H S V L K oleh Agus Justianto Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Dibangun sejak 2003 dan melibatkan para pemangku kepentingan

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016

KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016 KEYNOTE SPEECH DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN TERTIB NIAGA DISAMPAIKAN PADA ACARA SEMINAR SAFETY DAN HALAL SEMARANG, 2 JUNI 2016 Yth. Ketua Rektor UNDIP; Yth. Dr. Widayat, Ketua konsorsium;

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Persaingan Usaha Daging Sapi

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Persaingan Usaha Daging Sapi BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Persaingan Usaha Daging Sapi Pemerintah memiliki peranan penting dalam persaingan usaha. Dalam pasal 2 Undang-undang Antimonopoli

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PELUANG PASAR PRODUK PERIKANAN DI AMERIKA SERIKAT

PELUANG PASAR PRODUK PERIKANAN DI AMERIKA SERIKAT PELUANG PASAR PRODUK PERIKANAN DI AMERIKA SERIKAT Dalam rangka meningkatkan ekspor produk-produk perikanan ke Amerika Serikat, Indonesia telah mengikuti Boston Seafood Exhibition Show dan Seminar on Fish

Lebih terperinci

SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR. Sentul, 12 April 2017

SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR. Sentul, 12 April 2017 SISTEM INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PRODUK PERIKANAN TUJUAN EKSPOR Sentul, 12 April 2017 RUANG LINGKUP I. Definisi Internasional (Based on Codex Alimentarius Commission/CAC) II. Sistem Inspeksi dan Sertifikasi

Lebih terperinci