BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN PERIKATAN JUAL BELI YANG TERINDIKASI WANPRESTASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN PERIKATAN JUAL BELI YANG TERINDIKASI WANPRESTASI"

Transkripsi

1 BAB II TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PEMBUATAN PERIKATAN JUAL BELI YANG TERINDIKASI WANPRESTASI A. Hubungan Hukum Antara Notaris Dengan Para Penghadap Hubungan hukum antara notaris dengan penghadap terjadi Ketika penghadap datang ke notaris agar tindakan atau perbuatannya diformulasikan ke dalam akta otentik sesuai dengan kewenangan notaris, dan kemudian notaris membuatkan akta atas permintaan atau keinginan para penghadap tersebut, maka dalam hal ini memberikan landasan kepada notaris dan para penghadap telah terjadi hubungan hukum. Notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut. 31 Notaris dalam menjamin pembuatan akta otentik, yang harus sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan, maka notaris mengklasifikasikan 3 (tiga) subyek hukum yaitu para penghadap, para saksi dan Notaris. 31 Habib Adjie, Menjalin Pemikiran Pendapat Tentang Kenotariatan, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998, hlm

2 24 Subjek hukum ini juga harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 39 UUJN yaitu : 1) Penghadap harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;dan b. cakap melakukan perbuatan hukum. 2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya. 3) Pengenalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta. Kedudukan para penghadap atau para pihak dalam suatu akta notaris dapat dibedakan dalam 3 (tiga) hal : 1. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk dirinya sendiri. Apabila pihak yang berkepentingan hadir dan memberikan suatu keterangan dan atau kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dituangkan oleh notaris dalam suatu akta notaris di hadapan notaris dan saksi-saksi. Kemudian dalam akta tersebut juga dinyatakan bahwa penghadap datang dan meminta kepada notaris untuk dibuatkan akta tersebut guna kepentingan para penghadap dan akta tersebut menjadi bukti telah terjadinya perbuatan hukum dan di harapkan akta tersebut dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para penghadap yang berkepentingan, ahli warisnya maupun pihak lain. 2. Para penghadap atau para pihak bertindak untuk mewakili orang lain berdasarkan surat kuasa maupun ketentuan undang-undang. Hal ini dimungkinkan apabila pihak yang berkepentingan tidak dapat hadir sendiri di hadapan notaris, namun demikian undang-undang memberikan syarat bahwa penghadap harus membawa

3 25 surat kuasa dan bukti-bukti otentik yang menjadi dasar pelimpahan kewenangan pembuatan akta tersebut. 3. Para penghadap atau para pihak bertindak dalam jabatannya dan atau kedudukannya berdasarkan ketentuan undang-undang. Pihak yang hadir dan menandatangani akta di hadapan notaris dalam hal ini bertindak dalam jabatannya atau kedudukannya berdasarkan undang-undang, bukan atas dasar keinginannya ataupun kepentingannya sendiri tetapi untuk mewakili pihak lain. Mengenai ketentuan para saksi diatur dalam Pasal 40 UUJN yaitu: 1) Setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain. 2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. paling sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; b. cakap melakukan perbuatan hukum; c. mengerti bahasa yang digunakan dalam akta; d. dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan. e. tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. 3) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh notaris atau diperkenalkan kepada notaris atau diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada notaris oleh penghadap. 4) Pengenalan atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta. Kedudukan saksi dalam pembuatan akta adalah sebagai saksi yang bertanggung jawab sebatas pada formalitas- formalitas peresmian akta / proses suatu akta, akan tetapi saksi akta tersebut tetap dimintakan kesaksiannya. Dengan kondisi tersebut, saksi dalam akta notaris merasa tertekan harus memberikan keterangan tentang isi / materi akta yang memang bukan tanggung jawabnya. Tanggung jawab

4 26 saksi yaitu melihat kehadiran penghadap, kebenaran penghadap membubuhkan tanda tangan serta melihat dan mendengar akta tersebut dibacakan oleh notaris. Jika akta tersebut tersandung dalam masalah hukum, maka saksi dapat memberikan kesaksian dalam pengadilan yang berkaitan dengan tanggung jawabnya. Saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan kesaksian sebatas tanggung jawabnya dalam melaksanakan kewajibannya yakni dalam melaksanakan perintah atau tugas yang diberikan oleh notaris. Dari sifat kedudukannya sebagai saksi, maka para saksi turut mendengarkan pembacaan dari akta itu, juga turut menyaksikan perbuatan atau kenyataan yang dikonstantir itu dan penandatanganan dalam akta itu. Dalam pada itu, para saksi tidak perlu harus mengerti apa yang dibacakan itu, dan bagi mereka tidak ada kewajiban untuk menyimpan isi dari akta itu dalam ingatannya. Saksi tidak bertanggung jawab terhadap isi akta itu. Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa kedudukan saksi sangatlah penting dalam proses penyelesaian sebuah akta. Selain itu juga, saksi dapat membantu Notaris, apabila akta tersebut tersandung dalam permasalahan hukum. Saksi akan diminta pertanggungjawaban berkaitan dengan melihat bahwa para penghadap hadir pada saat proses peresmian akta, melihat bahwa akta tersebut benar dibacakan dihadapan penghadap oleh notaris serta bahwa para pihak membubuhkan tanda tangan disertai oleh saksi-saksi. 32 Kekuatan pembuktian dan tanggung jawab notaris hanya sebatas formalitasformalitas akta tersebut. Namun, untuk isi dari akta tersebut merupakan tanggung 32 G.H.S. Lumban Tobing., Op., Cit., hlm 170.

5 27 jawab notaris. Notaris seharusnya mengerti isi atau klausul dalam akta tersebut dan telah diketahui oleh para pihak, sehingga terjadi sengketa, saksi hanya menjelaskan apa yang diketahuinya tentang formalitas tersebut. Isi akta tetap menjadi tanggung jawab notaris. 33 Mengenai ketentuan notaris diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yaitu notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dan dijabarkan dalam Pasal 15 ayat 1 UUJN yaitu notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Setiap akta yang di buat oleh notaris disamping harus dihadiri oleh penghadap, juga harus dihadiri dan ditandatangani oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali undang-undang menentukan lain. Sejak kehadiran penghadap di hadapan notaris untuk menuangkan tindakan atau perbuatannya dalam bentuk akta otentik, kemudian notaris membuat akta otentik tersebut sesuai keinginan para penghadap dengan memperhatikan syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh UUJN, 33 Habib Adjie., Op., Cit., hlm 11-12

6 28 maka sejak penandatanganan akta tersebut oleh para pihak, saksi-saksi dan notaris, disinilah telah terjadi hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap. 34 Kedudukan notaris dalam pembuatan akta adalah notaris harus menjamin bahwa akta yang dibuat tersebut telah sesuai menurut aturan hukum yang sudah ditentukan, sehingga kepentingan yang bersangkutan terlindungi dengan akta tersebut. Dengan hubungan hukum seperti itu, maka perlu ditentukan kedudukan hubungan hukum tersebut yang merupakan awal dari tanggung jawab Notaris. 35 Landasan terhadap hubungan hukum seperti tersebut di atas, perlu ditentukan tanggung gugat notaris apakah dapat berlandaskan kepada wanprestasi atau perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) atau mewakili orang lain tanpa kuasa (zaakwaarneming) atau pemberian kuasa (lastgeving), perjanjian untuk melakukan pekerjaan tertentu ataupun persetujuan perburuhan. Sampai saat ini di Indonesia, khususnya di kalangan notaris masih dianut ajaran bahwa pertanggungjawaban notaris dalam hubungannya dengan para pihak yang menghadap, disamping berdasarkan UUJN, juga berdasarkan perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Hubungan hukum antara para penghadap dengan notaris dapat dimasukkan atau dikualifikasikan dalam bentuk sebuah wanprestasi jika terjadi hubungan hukum secara kontraktual, misalnya para penghadap memberi kuasa untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu untuk dan atas nama pemberi kuasa. 34 Agustining., Op., Cit., Hlm Habib Adjie., Op., Cit., Hlm 55

7 29 Hubungan hukum dalam bentuk perbuatan melawan hukum yaitu tidak adanya hubungan kontraktual antara satu pihak dengan pihak lainnya. Perbuatan melawan hukum dapat terjadi satu pihak merugikan pihak lain tanpa adanya suatu kesengajaan tetapi dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak. 36 Notaris sepanjang melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan yang berlaku dan telah memenuhi semua tata cara dan persyaratan dalam pembuatan akta dan isi akta telah sesuai dengan keinginan para pihak yang menghadap, maka berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut tidak mungkin untuk dilakukan. Apabila hal tersebut terjadi, maka tuntutan terhadap notaris terjadi dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga berdasarkan adanya : 1) Hubungan hukum yang khas antara notaris dengan para penghadap dengan bentuk sebagai perbuatan melawan hukum. 2) Ketidakcermatan, ketidak telitian dan ketidaktepatan dalam : a) Tehnik administratif membuat akta berdasarkan UUJN b) Penerapan berbagai aturan hukum yang tertuang dalam akta yang bersangkutan untuk para penghadap, yang tidak di dasarkan pada kemampuan menguasai keilmuan bidang notaris secara khusus dan hukum pada umumnya. 37 Notaris sebelum diminta pertanggungjawaban dalam bentuk penggantian biaya, ganti rugi dan bunga, maka terlebih dahulu harus dapat dibuktikan bahwa : 36 Ibid., 37 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Adminstratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Bandung:Refika Aditama, 2007, hlm

8 30 a. Adanya diderita kerugian b. Kerugian yang diderita dan pelanggaran atau kelalaian dari notaris terdapat hubungan kausal c. Pelanggaran atau kelalaian tersebut disebabkan kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada notaris yang bersangkutan. 38 Hubungan hukum antara notaris dengan para penghadap merupakan hubungan hukum yang khas, karena dalam hubungan hukum tersebut terdapat ciri hubungan dengan karakter: 1) Tidak perlu dibuat suatu perjanjian baik lisan maupun tertulis dalam bentuk pemberian kuasa untuk membuat akta atau untuk melakukan pekerjaan -pekerjaan tertentu; 2) Mereka yang datang ke hadapan notaris, dengan anggapan bahwa Notaris mempunyai kemampuan untuk membantu memformulasikan keinginan para pihak secara tertulis dalam bentuk akta otentik; 3) Hasil akhir dari tindakan notaris berdasarkan kewenangan notaris yang berasal dari permintaan atau keingian para pihak sendiri; 4) Notaris bukan pihak dalam akta yang bersangkutan. 39 B. Kewajiban Notaris Pengaturan mengenai kewajiban notaris diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a sampai k UUJN. Kewajiban notaris adalah sesuatu yang wajib dan harus dilakukan oleh Notaris, apabila kewajiban notaris terpenuhi maka notaris dapat memperoleh haknya yaitu mendapatkan honorarium dari pihak yang bersangkutan. Akan tetapi, apabila Notaris tidak melakukan dan melanggar kewajibannya, maka atas pelanggaran itu bisa dikenakan sanksi yang sesuai dengan akibat yang ditimbulkan oleh notaris. 38 Ibid., 39 Ibid., hlm 102.

9 31 Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i dan k UUJN, yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian dapat menuntut biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris. Sedangkan untuk Pasal 16 ayat (1) huruf l dan m UUJN, meskipun termasuk dalam kewajiban notaris, tapi jika notaris tidak melakukannya maka tidak akan dikenakan sanksi apapun. Ketentuan Pasal 16 ayat (7) UUJN, pembacaan akta tidak wajib dilakukan jika dikehendaki oleh penghadap agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui dan/atau memahami isi akta tersebut, dengan ketentuan hal tersebut dicantumkan pada akhir akta. Sebaliknya, jika penghadap tidak berkehendak seperti itu, maka notaris wajib untuk membacakannya, yang kemudian ditandatangani oleh setiap penghadap, saksi dan notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 44 ayat (1) UUJN dan apabila Pasal 44 UUJN ini dilanggar oleh notaris, maka akan dikenakan sanksi sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 84 UUJN. Notaris masih memiliki suatu kewajiban lain yang berhubungan dengan sumpah/janji Notaris yang berisi bahwa notaris akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan notaris. Secara umum, notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa notaris tidak wajib

10 32 merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan yang berkaitan dengan akta tersebut. Undang-undang hanya dapat memerintahkan notaris untuk membuka rahasia isi akta dan keterangan/pernyataan yang diketahui oleh notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud. 40 Hal ini dikenal dengan kewajiban ingkar. Instrumen untuk ingkar bagi notaris ditegaskan sebagai salah satu kewajiban notaris yang disebut dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN, sehingga kewajiban ingkar untuk notaris melekat pada tugas jabatan notaris. Kewajiban ingkar ini mutlak harus dilakukan dan dijalankan oleh notaris, kecuali ada undang-undang yang memerintahkan untuk menggugurkan kewajiban ingkar tersebut. Kewajiban untuk ingkar ini dapat dilakukan dengan batasan sepanjang notaris diperiksa oleh instansi mana saja yang berupaya untuk meminta pernyataan atau keterangan dari notaris yang berkaitan dengan akta yang telah atau pernah dibuat oleh atau di hadapan notaris yang bersangkutan. 41 Pemanggilan notaris atas akta yang dibuat dihadapannya dalam proses peradilan menjadi hal yang penting untuk memperoleh keterangan secara langsung dari notaris yang bersangkutan mengenai akta yang dibuat dihadapannya atas permintaan para pihak (klien) yang berperkara. Hal ini didasarkan berdasarkan fungsi hukum acara pidana itu sendiri yang berbeda dengan hukum acara perdata. 40 Habib Adjie., Op., Cit. hlm Ibid.,

11 33 Van Bemmelen berpendapat bahwa terdapat tiga fungsi hukum acara pidana, salah satunya yang merupakan tujuan pokoknya mencari serta memperoleh kebenaran yang selengkap-lengkapnya secara utuh dan menyeluruh. 42 Hakim tidak bisa hanya puas terhadap kebenaran formil yang ditunjukkan, pengujian terhadap bukti-bukti formil tersebut dimuka persidangan, serta faktafakta yang ditemukan dalam persidangan menjadi bahan pertimbangan guna memperkuat keyakinan hakim dalam memutus perkara. Sehingga akta otentik yang diajukan sebagai alat bukti di persidangan wajib didampingi alat bukti lain dan biasanya berupa keterangan saksi. Sekalipun kondisi diatas terjadi pada Notaris diberikan perlindungan hukum oleh undang-undang dalam rangka memberikan kesaksian di persidangan. Bentuk dari perlindungan hukum ini adalah hak ingkar notaris yang dapat digunakan agar kewajiban menjaga rahasia jabatannya tetap terjaga. Hak ingkar notaris ini hanya sebatas kewajiban ingkar yang ditegaskan dalam sumpah jabatan notaris maupun Pasal 16 Ayat (1) huruf e, berupa akta yang dibuatnya berikut isi aktanya maupun keseluruhan fakta yang diperoleh notaris dari kliennya dalam proses pembuatan akta baik yang tercantum ataupun tidak tercantum dalam akta. 43 Kewajiban untuk menyimpan rahasia pada umumnya hanya berkaitan dengan hak untuk menolak memberi kesaksian yang dimiliki seorang wajib penyimpan rahasia yang merupakan orang kepercayaan. Hak tolak untuk 42 Andi Hamzah., Op., Cit., hlm 9 43 Eis Fitriyana Mahmud, batas-batas kewajiban ingkar Notaris dalam penggunaan hak ingkar pada proses peradilan pidana, Tesis, universitas brahwijaya, 2013, hlm 13.

12 34 memberikan kesaksian atau hak ingkar diberikan kepada notaris berdasarkan ketentuan Pasal 170 KUHAP. Hak ingkar yang diberikan oleh Undang-undang tersebut hanya berlaku terhadap hal-hal yang disampaikan dengan pengetahuan kepada notaris sebagai orang yang mempunyai kewajiban untuk merahasiakan dalam kedudukannya. Dan kaitannya hal tersebut dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 16 Ayat (1) huruf e. Hak ingkar notaris ini diatur dalam Pasal 66 UUJN namun hak ingkar ini dibatasi. Bunyi dari Pasal 66 UUJN adalah : 1) Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan notaris berwenang: a. mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan b. memanggil notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. 2) Pengambilan fotokopi minuta akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dibuat berita acara penyerahan. 3) Majelis kehormatan notaris dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya surat permintaan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permintaan persetujuan. 4) Dalam hal majelis kehormatan notaris tidak memberikan jawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), majelis kehormatan notaris dianggap menerima permintaan persetujuan. Penggunaan hak ingkar terkait kewajibannya menjaga rahasia jabatan dikembalikan lagi kepada diri notaris yang bersangkutan, dalam artian dikembalikan kepada hati nuraninya masing-masing. Sekalipun keputusan akhir berada ditangan hakim tetap harus diberikan kebebasan tertentu, karena notaris bersangkutan yang lebih memahami dan harus menentukan, apakah akan tetap merahasiakan atau memberitahukan hal-hal yang diketahuinya itu. Apabila dirasakan berada dalam

13 35 kondisi yang serba salah dan tidak ingin memihak pihak manapun notaris dapat menggunakan hak ingkarnya. Namun sebaliknya jika dirasa keterangan notaris yang bersangkutan sebagai saksi khususnya dalam persidangan pidana sangat diperlukan untuk memperoleh fakta-fakta persidangan. 44 Aturan pelaksanaan sebagaimana diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang dilakukan baik oleh penyidik maupun hakim harus mengingat adanya sumpah jabatan dan ketentuan UUJN. Para pembuat undang-undang di Indonesia dengan memberikan hak tolak berdasarkan undang-undang, dengan tegas telah menentukan pendapatnya bahwa kepentingan rahasia pekerjaan dalam kebanyakan hal lebih berat daripada kepentingan pengadilan untuk menentukan kebenaran. 45 Sehingga alasan bahwa aparat penegak hukum tidak mengetahui adanya hak ingkar yang dimiliki oleh notaris tidak dapat dibenarkan. Penggunaan hak ingkar dikembalikan kepada diri notaris yang bersangkutan. Apabila dirasakan terdapat kepentingan lebih tinggi, seperti kepentingan peradilan dapat melepaskan hak ingkarnya. Namun disini ia wajib meneliti secara cermat dan hati-hati agar keputusannya tersebut tidak menjadi boomerang untuk dirinya sendiri karena dianggap telah melanggar kewajibannya menjaga rahasia jabatan. Begitupun sebaliknya, apabila notaris memilih untuk tetap mempertahankan kewajiban ingkarnya dapat menggunakan hak ingkar dalam persidangan, dan ia 44 Ibid., hlm Ko Tjay Sing, Op., Cit., hlm.57

14 36 wajib memberikan alasan-alasan yang rasional serta dapat dipertanggungjawabkan dihadapan hakim. Tuntutan untuk menggunakan hak ingkar harus dinyatakan secara tegas. Pemanggilan notaris dalam persidangan sudah seharusnya menggunakan hak ingkarnya karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan baik perdata maupun pidana, tidak ada yang dapat memaksa Notaris untuk membuka rahasia jabatannya tanpa adanya suatu alasan yang jelas, kecuali terdapat Undang-undang yang secara tegas menggugurkan hak ingkar tersebut. Hal ini didasarkan bahwa alasan penggunaan hak ingkar notaris berkaitan adanya kewajiban ingkar sebagaimana ditegaskan dalam sumpah jabatan Pasal 4 Ayat (2) dan Pasal 16 Ayat (1) huruf e. Namun apabila hakim menolak alasan penggunaan hak ingkar yang diajukan oleh notaris sehingga notaris menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh hakim dan berakibat pelanggaran rahasia jabatannya. Dalam hal ini hakim wajib memberikan perlindungan hukum bagi Notaris tersebut agar terhindar dari jeratan sanksi ketentuan dalam UUJN, Kode Etik dan Pasal 322 KUHP. C. Hak Dan Tanggung Jawab Notaris Pada dasarnya hukum memberikan beban tanggung gugat atau tanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya, namun demikian tidak berarti setiap kerugian terhadap pihak ketiga seluruhnya menjadi tanggung gugat atau tanggung jawab notaris. Hukum sendiri memberikan batas-batas dan rambu-rambu tanggung gugat dan tanggung jawab notaris, sehingga tidak semua kerugian menjadi tanggung

15 37 gugat dan tanggung jawab notaris. Hal inilah yang dalam ilmu hukum dikenal dengan bentuk perlindungan hukum terhadap notaris sebagai pejabat umum yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat. 46 Pasal 54 UUJN mengatur hak notaris, notaris tidak diperbolehkan untuk memberikan grosse, salinan atau kutipan, juga tidak diperbolehkan untuk memperlihatkan atau memberitahukan isi akta-akta, selain dari kepada orang-orang yang langsung berkepentingan pada akta, seperti para ahli waris atau orang yang memperoleh/penerima hak mereka, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan serta mendapatkan honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya dan sebagainya. Menurut teori dari Robert B. Seidman tentang sistem bekerjanya hukum, maka pada waktu Notaris menjalankan tugas jabatannya di bidang kenotariatan, kedudukan notaris sebagai pelaksana hukum, sedangkan pada waktu notaris dikenakan tanggung gugat, kedudukan notaris sebagai yang dikenakan hukum berhadapan dengan penerap sanksi. 47 Batasan tanggung jawab notaris dapat diminta sepanjang mereka masih berwenang dalam melaksanakan tugas jabatan sebagai notaris atau kesalahankesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris dan 46 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggung jawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Bandung : Mandar Maju, 2011, hlm Ibid, hlm 193

16 38 sanksi-sanksi yang dapat dikenakan kepada notaris yang berwenang untuk melaksanakan jabatannya sebagai notaris. 48 Tanggung jawab notaris ini lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya, kewajiban dan kewenangan tersebut secara sah dan terikat mulai berlaku sejak notaris mengucapkan sumpah jabatannya sebagai notaris. Sumpah yang telah diucapkan tersebutlah yang seharusnya mengontrol segala tindakan notaris dalam menjalankan jabatannya. Notaris dapat diminta pertanggungjawabannya apabila penipuan atau tipu muslihat itu bersumber dari notaris sendiri. Hal tersebut dapat terjadi apabila seorang notaris dalam suatu transaksi peralihan hak misalnya dalam akta jual beli dengan sengaja mencantumkan harga yang lebih rendah dari harga yang sesungguhnya. 49 Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum, Nico membedakannya menjadi 4 (empat) poin yakni: Tanggung jawab notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya. Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang biasanya praktis baru ada apabila orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh hukum dan sebagian besar perbuatan-perbuatan seperti ini merupakan suatu perbuatan yang di dalam KUHPerdata dinamakan wanprestasi 48 Ibid, hlm Raden Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993, hlm Nico, Tanggung jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for Documentation and Studies of Business Law, 2003, dikutip dari : Abdul Ghofur Anshori, Ibid, hlm 34.

17 39 dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang terkenal sebagai pasal yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum memegang peranan penting dalam hukum perdata. Pasal 1365 KUHPerdata tersebut memuat ketentuan sebagai berikut : Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian Perbuatan melawan hukum diartikan secara luas mencakup salah satu dari perbuatan-perbuatan berikut: Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain termasuk salah satu perbuatan yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Hak-hak yang dilanggar tersebut adalah hak-hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hak-hak sebagai berikut : a. Hak-hak pribadi b. Hak-hak kekayaan c. Hak atas kebebasan d. Hak atas kehormatan dan nama baik 51 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2013, hlm 7-8.

18 40 Hoge Raad memutuskan perbuatan melawan hukum, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Mempertimbangkan sifat dan tempat perbuatan tersebut 2. Besarnya kerugian yang diderita 3. Tidak ada alasan pemaaf 2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum sendiri Kewajiban hukum merupakan kewajiban yang diberikan berdasarkan hukum. Kewajiban ini mencakup yang tertulis maupun tidak tertulis, kewajiban hukum bukan hanya berbuat tapi juga tidak berbuat sesuatu berdasarkan hukum, apabila melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan tersebut bertentangan dengan apa yang diamanahkan oleh hukum maka itulah yang disebut dengan bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku. 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. karena itu, manakala dengan tindakan melanggar kesusilaan tersebut telah terjadi kerugian tersebut dapat menuntut rugi berdasarkan atas perbuatan melawan hukum.

19 41 4. Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik Suatu perbuatan yang dilakukan dengan mengabaikan kepentingan orang lain terlanggar maka dapat dikatakan telah bertentangan dengan kepatutan. Kepatutan merupakan hal yang sangat penting diperhatikan oleh Notaris dalam membuat atau memformulasikan suatu akta. Notaris harus menghindari membuat akta yang di dalamnya lebih membela kepentingan salah satu pihak dengan melanggar kepentingan pihak lainnya. Notaris hanya sekedar bertanggung jawab secara formalitas terhadap suatu akta otentik yang dibuatnya, oleh karena itu Notaris wajib bersikap netral terhadap para pihak yang mengadap di hadapannya. 2. Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya. Pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak terhadap tindakan yang di lakukannya itu. 52 Di dalam hal kemampuan bertanggung jawab bila di lihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang 52 S.R Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya, Cet. IV, Alumni, Jakarta, 1996, hlm. 245.

20 42 yang normal dan sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran-ukuran yang di anggap baik oleh masyarakat. 53 Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuran-ukuran tersebut tidak berlaku baginya tidak ada gunanya untuk di adakan pertanggungjawaban. Ketentuan Bab III Pasal 44 KUHP yang berbunyi sebagai berikut: 1. Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh di hukum 2. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di rumah sakit gila selama-lamanya satu tahun untuk di periksa. 3. Yang di tentukannya dalam ayat di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan pengadilan negeri. Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris tidak mengatur mengenai ketentuan pidana. UUJN hanya mengatur mengenai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap UUJN, sanksi tersebut dapat berupa sanksi terhadap akta yang dibuatnya dan terhadap notaris. Sanksi terhadap akta yang dibuatnya menjadikan akta yang dibuat oleh notaris turun 53 I Gusti Bagus Sutrisna, Peranan Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana (Tinjauan terhadap Pasal 44 KUHP), dalam Andi Hamzah (ed.), Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 78.

21 43 degradasinya dari akta otentik atau menjadi akta di bawah tangan, sedangkan untuk notaris diberikan sanksi mulai dari teguran hingga berujung pada pemberhentian dengan tidak hormat. Simons mengatakan peristiwa pidana adalah suatu perbuatan yang oleh hukum diancam dengan hukuman karena bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang bersalah dan orang itu dianggap bertanggungjawab atas perbuatannya. 54 Kemampuan bertanggungjawab adalah mengenai hal yang lain dari tindak pidana dalam artian abstrak, yakni mengenai syarat untuk dapat dipidananya pelaku yang terbukti melakukan tindak pidana atau melanggar larangan berbuat dalam hukum pidana. Sebagaimana diketahui bahwa orang yang telah terbukti bahwa perbuatannya telah melanggar larangan berbuat tidak selalu dengan demikian dijatuhi pidana. Hal tersebut tampak jelas dengan dirumuskan dua alasan tentang ketidakmampuan bertanggungjawab dalam Pasal 44 KUHP yang tidak boleh dijatuhi pidana. Dengan demikian untuk mempidanakan seseorang pelaku tindak pidana diisyaratkan bahwa orang itu harus mempunyai kemampuan pertanggungjawaban pidana. 55 Kemampuan bertanggungjawab menjadi hal yang sangat penting dalam hal penjatuhan pidana, dan bukan dalam hal terjadinya tindak pidana. Untuk terjadi 54 Sjahruddin Husein dan Muhammad Zain, Inti Sari Hukum Pidana I Dalam Aneka Ragam Persoalan, Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1987, hlm Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm 73.

22 44 dan terwujudnya tindak pidana sudah cukup dibuktikan terhadap semua unsur yang ada pada tindak pidana yang bersangkutan. 56 Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah sebagai berikut : 57 a. Perbuatan b. Yang dilarang (oleh aturan hukum) c. Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan) Perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, yang melarang adalah aturan hukum. berdasarkan kata majemuk perbuatan pidana, maka pokok pengertian ada pada perbuatan itu, tapi tidak dipisahkan dengan orangnya. Ancaman dengan dipidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. Pengertian diancam pidana adalah pengertian umum, yang artinya pada umumnya dijatuhi pidana. Dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris maka pidana yang dimaksudkan adalah pidana yang dilakukan oleh notaris dalam kapasitasnya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik yang diamanahkan oleh UUJN, bukan merupakan kapasitas pribadi atau individu dari notaris tersebut sebagai subjek hukum. Pertanggungjawaban pidana notaris sehubungan dengan kedudukannya sebagai pejabat umum yang berwenang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu Pasal 263 jo 264 KUHP : 56 Ibid., hlm Ibid., hlm 79.

23 45 Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika dilakukan terhadap : 1. Membuat secara tidak benar atau memalsu: 1. Akta-akta otentik; 2. Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum; 3. Surat sero atau utang sertifikat dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; 4. Talon, tanda bukti dividen atau bunga dari suatu surat yang diterangkan dalam angka 2 dan angka 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; atau 5. Surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan; 6. Surat keterangan mengenai hak atas tanah; 2. Menggunakan surat-surat sebagaimana dimaksud pada huruf a, yang isinya tidak benar atau dipalsu, jika penggunaan surat tersebut dapat menimbulkan kerugian. UUJN tidak mengatur secara khusus mengenai ketentuan pidana, hanya mengatur ketentuan mengenai pemberhentian dan sanksi terhadap notaris, yaitu dalam Pasal 12, Pasal 13 UUJN karena hubungan hukum yang terjadi antara notaris dengan para pihak berada dalam ranah hukum perdata, namun hubungan hukum tersebut dapat ditarik dalam ranah hukum pidana. Penarikan kasus pada hukum pidana terjadi apabila terdapat pelanggaran hak dari salah satu pihak dan

24 46 pihak yang dirugikan melaporkan perkara tersebut kepada penyidik bahwa dari akta notaris tersebut penyidik bahwa dari akta notaris tersebut berindikasi perbuatan pidana yang dilakukan oleh notaris, baik dalam kedudukannya sebagai turut serta maupun membantu salah satu pihak sehingga merugikan pihak lainnya, dengan demikian fungsi notaris yang diamanatkan oleh UUJN Pasal 16 ayat (1) huruf a harus netral dan tidak boleh berpihak telah dilanggar. Ketentuan hukum pidana yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan notaris, yang berkaitan dengan akta otentik dalam KUHP diatur dalam Pasal 263 jo 264 KUHP sehingga ketentuan pidana dalam pasal-pasal di UUJN yang berhubungan dengan pertanggung jawaban notaris bertolak dari KUHP Tanggung jawab notaris berdasarkan peraturan jabatan notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya. Berdasarkan Pasal 91 UUJN yang merupakan Pasal penutup dengan tegas mencabut dan menyatakan tidak berlakunya peraturan-peraturan yang terdahulu mengenai jabatan notaris, sehingga yang menjadi kompas dalam pelaksanaan jabatan notaris saat ini adalah UUJN. Tanggung jawab notaris dalam UUJN secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 65 UUJN yang menyatakan bahwa notaris (notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris) bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris. 58 Edi Purnomo, Eko Soponyono, Purwoto, Jurnal Kebijakan Pertanggungjawaban Pidana Notaris Sehubungan Dengan Kedudukannya Sebagai Pejabat Pembuat Akta, Diponegoro Law Review, volume 1, Nomor 4, Tahun 2012, hlm 5.

25 47 Ketika seorang notaris pensiun atau diberhentikan sebagai notaris, dan pejabat sementara notaris, notaris pengganti sudah selesai melaksanakan tugas jabatannya sesuai dengan keputusannya pengangkatannya, dan notaris pengganti khusus telah membuat akta yang wajib dibuat sesuai yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatannya, maka telah selesai pula pertanggungjawaban mereka dalam melaksanakan tugas jabatannya. 59 Ada kerancuan mengenai batas pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris berdasarkan Pasal 65 UUJN yaitu semua akta yang dibuat oleh notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris telah diserahkan dan dipindahkan kepada pihak penyimpan protokol notaris, hal ini berarti meskipun sudah berhenti atau pensiun sebagai notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris masih harus bertanggungjawab sampai hembusan nafas terakhir. 60 Batas pertanggungjawaban notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris dapat diminta sepanjang mereka masih berwenang dalam melaksanakan tugas jabataan sebagai notaris, atau kesalahankesalahan yang dilakukan dalam menjalankan tugas jabatan sebagai notaris dan sanksi-sanksi yang dapat dikenakan terhadap notaris dapat dijatuhkan sepanjang 59 Habib Adjie, Tanggungjawab Notaris, Notaris pengganti, Notaris pengganti khusus dan pejabat sementara Notaris sampai Hembusan Nafas Terakhir...?, Renvoi, Nomor 26, Th. III, 3 Juli Habib Adjie,. Op.,Cit., Hlm 44.

26 48 notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris masih berwenang untuk melaksanakan tugas jabatannya sebagai notaris. Dengan konstruksi pertanggungjawaban seperti diatas, tidak akan ada lagi notaris, notaris pengganti, notaris pengganti khusus dan pejabat sementara notaris diminta pertanggungjawabannya lagi setelah yang bersangkutan berhenti dari tugas jabatannya sebagai notaris Tanggung jawab notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan kode etik notaris. Terdapat korelasi yang sangat kuat antara UUJN dengan kode etik profesi. Kode etik profesi mengatur notaris secara internal dan UUJN secara eksternal. Menurut Muhammad, sebagaimana dikutip Nico, dan Abdul Ghofur Anshori, notaris dalam menjalankan tugas jabatannya: 62 a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak-pihak yang berkepentingan karena jabatannya. b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu, artinya akta yang dibuatnya itu sesuai dengan aturan hukum dan kehendak pihak-pihak yang berkepentingan dalam arti yang sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan akan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu. 61 Habib Adjie,. Op., Cit., Hlm Abdul Ghofur Anshori., Op., Cit., hlm 38-39

27 49 Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali. Dalam pidato yang disampaikan oleh Soedharmono (ketika itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI) mengungkapkan terlebih-lebih karena pembangunan Nasional kita tidak lain sebagai Pengamalan Pancasila, maka pengamalan setiap profesi dibidangnya masing-masing, termasuk profesi notaris haruslah dilandasi oleh sikap dan prinsip keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum, antara mengejar kepentingan material dan kepentingan etis spiritual. 63 Moctar Kusumaatmadja juga mengungkapkan pendidikan itu bukan hanya menyangkut ketrampilan teknis akan tetapi harus dibarengi dengan tanggungjawab profesional dan etika. Apabila tidak dibarengi dengan tanggungjawab profesional dan etika akan mengakibatkan nantinya sang penyandang profesi menjadi liar, karena tidak dapat melaksanakan profesinya secara profesional, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian yang besar terhadap penyandang profesi secara keseluruhan. 64 D. Wanprestasi Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan 63 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum,Jakarta:Sinar Grafika, 2014, hlm Ibid., hlm 37.

28 50 dalam perjanjian 65 dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi. Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu : Tidak memenuhi prestasi sama sekali; Sehubungan dengan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali. 2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. 3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. 65 Nindyo Pramono, Hukum Komersil, Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003, hlm R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Jakarta: Putra Abadin, 1999, hlm.18.

29 51 Marhainis Abdulhay menyatakan bahwa wanprestasi adalah apabila pihakpihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya. 67 Subekti menyatakan, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu : Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan; 2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya; 3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan Debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya. Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut: a. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri. Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah: 1. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali; 2. Faktor keadaan yang bersifat general; 3. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa; 4. Menyepelekan perjanjian. 67 Marhainis Abdulhay, Hukum Perdata Material, Jakarta: Pradaya Paramita, 2004, hlm Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1985, hlm 148.

30 52 b. Adanya keadaan memaksa (overmacht). Biasanya, overmacht terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam. Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut: 1. Perikatan tetap ada; 2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata); 3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa; 4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata. Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu: 1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata); 2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata);

31 53 3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2 KUHPerdata); 4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR). Debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itu karena ada unsur salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya. Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan debitur tidak mau melaksanakannya, maupun karena kelalaian debitur untuk tidak melaksanakannya. Dalam hal debitur memang sengaja tidak mau melaksanakannya, maka sesungguhnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 1236 dan 1239 KUHPerdata mengenai debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. 69 Selanjutnya Pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbal balik, maka berdasarkan Pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi. 69 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op., Cit., hlm 70.

32 54 Wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim. Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dimungkiri oleh si berutang. 70 Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya (debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya dengan pembelaan seperti berikut: 1. Overmacht; 2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan 3. Kelalaian kreditur. Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa menuntut apa-apa dari debitur tersebut. Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut: 1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian; 2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUHPerdata yang menyatakan, biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut 70 Subekti, Op. Cit., hlm 147

33 55 kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya. Berdasarkan Pasal 1246 KUHPerdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga. a. Ganti biaya yaitu mengganti pengeluaran yang dikeluarkan kreditur; b. Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak; dan c. Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat. 3. Pembatalan perjanjian Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama discretionair, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi; 5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja. Hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur. Debitur yang wanprestasi kepadanya dapat dijatuhkan sanksi, yaitu 71 Subekti, Op., Cit., hlm 148

34 56 berupa membayar kerugian yang dialami kreditur, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, dan membayar biaya perkara bila sampai diperkarakan secara hukum di pengadilan. Kewajiban membayar ganti rugi tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai dan tetap tidak melaksanakan prestasinya. Hal ini diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata. Kerugian yang bisa dimintakan penggantikan itu, tidak hanya biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan, atau kerugian yang sungguh-sungguh menimpa benda si berpiutang, tetapi juga berupa kehilangan keuntungan yaitu keuntungan yang didapat seandainya siberhutang tidak lalai. 72 Kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu: a. Conditio Sine qua Non (Von Buri) : Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan terjadi jika tidak ada pristiwa A; b. Adequated Veroorzaking (Von Kries) : Menyatakan bahwa suatu peristiwa A adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut 72 Ibid.,

35 57 pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat (peristiwa B). Kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang paling mendekati keadilan. Pasal KUHPerdata mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan penggantian kerugian; yang diganti meliputi ongkos, kerugian dan bunga. Dalam peristiwa-peristiwa tertentu disamping tuntutan ganti rugi ada kemungkinan tuntutan pembatalan perjanjian, pelaksanaan hak retensi dan hak reklame. Tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu, kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendanmya telah diletakkan dalam Pasal 1131 KUHPerdata.

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai berbagai macam profesi yang bergerak di bidang hukum. Profesi di bidang hukum merupakan suatu profesi yang ilmunya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian : A. Wanprestasi Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Menurut kamus hukum, wanprestasi berarti kelalaian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan perlindungan hukum menuntut

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia masih belum faham terhadap pengertian, tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara hukum dimana kekuasaan tunduk pada hukum. Sebagai negara hukum, maka hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.02.PR.08.10 TAHUN 2004 TENTANG TATA CARA PENGANGKATAN ANGGOTA, PEMBERHENTIAN ANGGOTA, SUSUNAN ORGANISASI, TATA KERJA, DAN TATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada alam demokratis seperti sekarang ini, manusia semakin erat dan semakin membutuhkan jasa hukum antara lain jasa hukum yang dilakukan oleh notaris. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari arti pentingnya sebuah jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari, sehingga banyak orang yang menuangkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum. berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB II ANALISA TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA

BAB II ANALISA TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA BAB II ANALISA TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM TERHADAP AKTA YANG DIBUAT DAN BERINDIKASI PERBUATAN PIDANA. Menurut Hans Kelsen, konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2 ABSTRAK Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah akibat hukum bagi notaris dalam pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaanya kedua belah pihak mengacu kepada sebuah perjanjian layaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Manusia dalam menjalankan hubungan hukum terhadap pihak lain akan membutuhkan suatu kesepakatan yang akan dimuat dalam sebuah perjanjian, agar dalam

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Akta merupakan suatu tulisan yang dibuat sebagai bukti suatu perbuatan hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

Lebih terperinci

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N KODE ETIK P O S B A K U M A D I N PEMBUKAAN Bahwa pemberian bantuan hukum kepada warga negara yang tidak mampu merupakan kewajiban negara (state obligation) untuk menjaminnya dan telah dijabarkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan dengan tegas, dalam Pasal 1 angka 3, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang Notaris harus memiliki integritas dan bertindak

Lebih terperinci

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI BAB III SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI 1. Sanksi Terhadap Notaris. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN)

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik

BAB I PENDAHULUAN. seperti jual beli, hibah, dan lain-lain yang menyebabkan adanya peralihan hak milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepemilikan terhadap harta benda baik bergerak maupun tidak bergerak diatur secara komplek dalam hukum di Indonesia. Di dalam hukum perdata, hukum adat maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak lepas dari keterikatan dengan sesamanya. Setiap individu mempunyai kehendak dan kepentingan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestastie, yang artinya

BAB II LANDASAN TEORI. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestastie, yang artinya BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestastie, yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 2007/85, TLN 4740] 46. Ketentuan Pasal 36A diubah sehingga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa hukum antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut, sebagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris sebagai pejabat umum memiliki peran sentral dalam menegakkan hukum di Indonesia, karena selain kuantitas notaris yang begitu besar, notaris dikenal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan instrumen penting dalam membangun negara yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan tetapi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional

BAB 1 PENDAHULUAN. serorang professional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanggungjawabaan profesional adalah pertanggungjawabaan kepada diri sendiri dan masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti serorang professional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P

B A B V P E N U T U P 99 B A B V P E N U T U P 1. KESIMPULAN Setelah membuat uraian panjang tersebut diatas, maka penulis mencoba menarik kesimpulan sebagai berikut : 1.1. Profesi Notaris adalah profesi yang luhur dan bermartabat,

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data Pengawasan Majelis Pengawas Daerah Ikatan Notaris Indonesia kota Yogyakarta Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN

Lebih terperinci