Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:"

Transkripsi

1 KEPEMIMPINAN PADA DIREKTORAT SABHARA KEPOLISIAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH (STUDI PENANGANAN AKSI UNJUK RASA) Oleh Muhaimin Noor dan Baihaqi Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya ABSTRAK Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengkaji dan menganalisa data yang diperoleh memalalui wawancara, observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi secara deskripsi analisa, kemudian ditarik kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian ini, agar terciptanya situasi dan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat yang diinginkan, seorang pemimpin perlu menekankan beberapa hal, yaitu tipe kepemimpinan yang digunakan, hubungan antara pemimpin dan bawahan, pengambilan keputusan di lapangan, dan kecakapan dalam suatu bidang tertentu. Kata Kunci : Kepemimpinan, Unjuk Rasa PENDAHULUAN Penyampaian pendapat di depan umum merupakan hak setiap warga Negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan atau tulisan secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Terlebih lagi saat ini pada masa reformasi, masyarakat dalam menanggapi setiap kebijakan publik yang muncul dari pemerintah apabila hal tersebut dirasa merugikan tentunya menggunakan saluran unjuk rasa untuk menyampaikan pendapatnya. Akan tetapi disayangkan dalam pelaksanaannya, unjuk rasa tersebut terkadang menimbulkan efek samping yang merugikan masyarakat yaitu unjuk rasa yang cenderung anarkis bahkan sampai terjadi keadaan kacau sehingga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi tidak menentu. Kita masih ingat beberapa kasus unjuk rasa yang apabila tidak tertangani dengan baik maka akan menjadi kekacauan yang mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit yaitu korban jiwa dan korban harta benda bahkan aktivitas transportasi dan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan unjuk rasa yang bersifat anarkis tersebut. Pada setiap kegiatan unjuk rasa, kata-kata kotor seakan menjadi lagu wajib yang harus dinyanyikan dengan penuh semangat sebagai media guna mencaci maki, menghasut, bahkan tidak jarang memprovokasi sehingga berujung anarkis. Jika sudah demikian, pelajaran demokrasi, ahklak, dan budi pekerti yang diajarkan di sekolah sama sekali tak berarti. Sungguh mengherankan dalam keadaan seperti ini masih saja ada orang berucap Inilah Pendidikan Politik. Hal yang tidak kalah mencengangkan dari fenomena demokrasi atau unjuk rasa ini selain di perguruan tinggi kini juga marak terjadi di lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan formal tingkat menengah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah yang mestinya menjadi pusat berkembangnya budaya positif berubah menjadi ajang artikulasi kata-kata yang teramat jauh dari kategori santun. Inilah demonstrasi atau unjuk rasa yang sering terjadi di negeri ini yang dapat dikatakan sudah jauh dari mendidik dan yang perlu kita khawatirkan bersama adalah fenomena buruk ini kian menguat dan secara perlahan menjadi bagian dari kultur yang kemudian melekat sebagai bagian dari jati diri bangsa. Namun tentunya pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) tidak tinggal diam dalam mengantisipasi keadaan tersebut. Semenjak dulu Polri telah melakukan upaya-upaya baik dalam tataran pembenahan instrument maupun dalam tataran operasional Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 23

2 untuk meredam keganasan unjuk rasa yang kadang bersifat anarkis tersebut. Polri merupakan sebuah organisasi profesi, pengabdian dan perjuangan yang dilandasi keyakinan dan kebenaran akan nilai-nilai Pancasila, maka dalam melaksanakan tugasnya, Polri lebih mengutamakan tindakan mencegah dengan mendorong, mengarahkan dan menggerakan masyarakat untuk taat kepada peraturan perundang-undangan dan normanorma sosial lainnya. Agar tercipta situasi dan kondisi yang aman dan tertib di wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) khususnya dalam menangani unjuk rasa, Kepolisian Daerah (Polda) Kalteng melalui Direktorat Sabhara mempunyai satuan yang bertugas untuk menangani unjuk rasa tersebut selain disamping tugas pokoknya sehari-hari, yaitu Satuan Pengendali Massa atau yang sering disebut Satuan Dalmas. Satuan Pengendali Massa bekerja berdasarkan surat perintah pimpinan, melaksanakan tugas dilapangan dengan petunjuk pelaksana, dan peraturan-peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (KAPOLRI) serta berdasarkan pedoman tentang pengendalian massa. Satuan Dalmas adalah merupakan satuan anggota polri yang setingkat Polda Kalteng terdiri dari 2 (dua) kompi pasukan dalmas, yang memiliki pemimpin di masing-masing jabatan mulai jabatan teratas sampai bawah. Setiap pemimpin memiliki tugas dan tanggung jawab, fungsi serta peranan masing-masing dalam menjalankan tugasnya sehari-hari maupun dalam pelaksanaan tugas dilapangan. LANDASAN TEORI Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitasaktivitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 1994:181). Menurut Miftha Thoha (1983:255) pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Henry Pratt Faiechild (Kartini Kartono, 1994:33) mengatakan pemimpin dalam pengertian ialah seorang yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya dan akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya. Menurut Sondang P Siagian (2010:9), bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila secara genetika telah memiliki bakat kepemimpinan dan bakatbakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya, serta kemampuan tersebut dapat ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan. 1. Tipe Kepemimpinan Dalam suatu organisasi ada beberapa tipe-tipe pemimpin yang dimiliki seseorang yang dapat mempengaruhinya dalam menjalankan organisasi, antara lain sebagai berikut : a. Tipe Otokratik Seorang pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan otokratik dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Hal ini dilihat dari sifatnya dalam menjalankan kepemimpinannya sangat egois dan otoriter, sehingga kesan yang dimunculkan dalam karakter tipe kepemimpinan ini selalu menonjolkan keakuannya. Adapun ciri-ciri tipe kepemimpinan ini adalah : b. Tipe Paternalistik Tipe pemimpin paternalistik ini bersifat kebapaan yang mengembangkan sikap kebersamaan. Salah satu ciri utamanya sebagaimana yang digambarkan masyarakat tradisional yaitu rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan. Pemimpin seperti ini menunjukkan Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 24

3 ketauladan dan menjadi panutan di masyarakat. Biasanya tipe seperti ini dimiliki oleh tokoh-tokoh adat, para ulama dan guru. c. Tipe Kharismatik Karakteristik yang khas dari tipe ini yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. d. Tipe Laissez Faire Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi. e. Tipe Demokratik Pemimpin yang demokratik biasanya memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan martabat manusia. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti. Dari kelima tipe kepemimpinan diatas, masing-masing tipe memiliki kelebihan dan kelemahannya. Untuk penempatan tipe tersebut tergantung pada organisasi yang akan di pimpin. Misalnya untuk organisasi kemiliteran diperlukan tipe kepemimpinan yang otoriter, sebab pada organisasi tersebut dibutuhkan kesatuan komando dalam pengambilan keputusan. Sehingga senang atau tidak senang, semua anggota organisasi didalamnya harus melaksanakan perintah dari atasan. Jadi, dalam menentukan tipe kepemimpinan yang akan diterapkan oleh seorang pemimpin harus disesuaikan dengan jenis organisasi yang akan dipimpin. 2. Ciri-ciri Pemimpin dan Kepemimpinan Yang Baik Sebagai seorang pemimpin yang mengingikan kemajuan bagi anggota dan organisasi yang dipimpinnya, hendaknya seorang pemimpin harus memiliki : a. Pengetahuan umum yang luas b. Kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dalam memajukan organisasi. c. Sikap yang intuitif atau rasa ingin tahu. d. Kemampuan Analitik e. Daya ingat yang kuat f. Kapasitas integrative. g. Ketrampilan berkomunikasi secara efektif. h. Keterampilan Mendidik. i. Rasionalitas. j. Objektivitas. k. Pragmatisme. l. Kemampuan Menentukan Prioritas. m. Naluri yang Tepat. n. Rasa Kohesi yang tinggi. o. Rasa Relevansi yang tinggi. p. Keteladanan. q. Menjadi Pendengar yang Baik. r. Fleksibilitas. s. Ketegasan. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang berarti bahwa dalam prosedur penelitianya menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang yang diamati di lapangan. Dalam penelitian ini data yang diperoleh di lapangan, dikembangkan menjadi konsep dan teori, kemudian kategorikategori, konsep-konsep dan teori dikembangkan oleh peneliti di lapangan melalui observasi partisipasi. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah anggota Sat Dalmas Dit Sabhara Polda Kalteng, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan dokumentasi. HASIL PENELITIAN Prosedur dan Penahapan Pelayanan Unjuk Rasa 1. Tahap persiapan a. Cek jumlah anggota dan kelengkapan yang dibutuhkan dalam penanganan unjuk rasa disesuaikan dengan jumlah massa. b. Pimpinan pasukan memberikan APP kepada anggota yang berisi : 1) Gambaran umum massa yang dihadapi Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 25

4 2) Harus menjaga sikap, perilaku dan perbuatan 3) Tidak boleh melakukan kekerasan kepada massa 4) Tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan massa 5) Bertindak berdasarkan perintah 6) Apabila dicaci, dimaki atau disakiti tidak boleh mengambil sikap atau tindakan yang sifatnya membalas cacian, makian atau rasa sakit yang diderita 7) Tidak boleh terpancing atau memancing emosi massa 8) Tidak menganggap pelaku unras sebagai musuh melaikan anggap sebagai saudara, teman, rekan, ortu, dan anak 9) Sabar, mampu mengendalikan diri 10) Cegah bentrokan antara aparat keamanan dengan pelaku unras guna mencegah timbulnya kerugian dan korban 11) Tidak arogan 12) Berdoa untuk meminta perlindungan dari Tuhan Yang Maha Kuasa 2. Tahap pelaksanaan a. Unjuk rasa yang sudah diketahui mempunyai ijin 1) Sesampainya di objek, diterima oleh perwira pengendali atau kepala pegamatan objek 2) Kasatwil/kapam objek/danki/danton dalmas memberikan APP 3) Kasatwil/kapam objek/danki/danton dalmas membagi tugas dan ploting anggota di objek 4) Apabila di objek sudah terdapat police line, maka pasukan tidak perlu berhadapan dengan massa akan tetapi berada dibelakang police line dan tetap waspada terhadap setiap kemungkinan yang bisa terjadi 5) Para perwira berada diluar police line untuk melakukan negosiasi (tindakantindakan persuasif) dengan massa pengunjuk rasa 6) Apabila sasaran pengunjuk rasa berupa instansi tertentu, maka perwira pengendali garu berupaya (sebagai mediator) pimpinan massa dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntutan mereka. 7) Apabila pengunjuk rasa sudah tidak terkendali maka kasatwi/kapam objek /danki /danton dalmas memerintahkan anggotanya untuk melakukan penutupan terhadap gerakan massa yang akan menuju kearah berbahaya dengan cara menyusun formasi. b. Unjuk rasa tanpa surat ijin 1) Sesampainya di objek perwira pengendali menempatkan anggota dalam posisi yang tepat. 2) Perwira pengendali/negosiator melakukan negosiasi dengan pemimpin massa. 3) Win-win solution, sama-sama merasa senang (tidak ada yang merasa kalah). 4) Negosiasi dilaksanakan secara persuasif/sopan, yang mencakup : a) Salam persahabatan (sambil menanyakan identitas pengunjuk rasa). b) Pemberitahuan bahwa kegiatan mereka dilaksanakan sesuai aturan. c) Mohon supaya tidak anarki d) Ucapan terima kasih atas pengertiannya. c. Cara bertindak pada Dalmas untuk situasi tertib/hijau adalah : 1) Pada saat unjuk rasa bergerak dan mau pawai, dilakukan pelayanan melalui pengawalan dan pengamanan oleh anggota Sabhara/Lantas. 2) Pada saat unjuk rasa tidak bergerak atau mogok, komandan pleton/kompi dalmas awal membawa pasukan menuju objek membentuk formasi dasar bersaf satu arah dengan memegang tali dalmas yang sudah direntangkan oleh petugas dalmas. 3) Melakukan/merekam jalannya unjuk rasa menggunakan video kamera selama berlangsungnya unjuk rasa. 4) Mengedepankan peran negosiasi yang mengambil posisi di depan pasukan Dalmas awal untuk melakukan perundingan dengan koordinator lapangan (Korlap) guna menampung dan menyampaikan aspirasi. Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 26

5 5) Apabila massa pengunjuk rasa tuntutannya meminta kepada pimpinan instansi/pihak yang dituju untuk datang di tengah-tengah massa pengunjuk rasa guna memberi penjelasan, maka negosiator melaporkan kepada kapam objek, (Kapolsek/Kapolres) agar pimpinan instansi/pihak yang di tuju dapat memberikan penjelasan dengan tetap dalam pengawalan. 6) Peran para danton atau danki dalmas melaporkan setiap perkembangan, dan apabila situasi meningkat dari tertib/hijau ke tidak tertib/kuning, maka dilakukan lapis ganti dengan dalmas lanjut. d. Cara bertindak pada dalmas untuk situasi tidak tertib/kuning adalah : 1) Pada saat massa menutup jalan dengan duduk-duduk, tidur-tiduran, aksi teatrikal dan aksi sejenis, pasukan dalmas awal membantu menertibkan, mengangkat dan memindahkan ke tempat yang netral dan lebih aman dengan cara persuasif. 2) Negosiator tetap melakukan negosiasi dengan korlap semaksimal mungkin. 3) Dapat menggunakan unit satwa dengan formasi bersaf didepan dalmas awal untuk melindungi saat melakukan proses lapis ganti dengan dalmas lanjut. 4) Atas perintah kapam objek pasukan dalmas lanjut maju dengan cara lapis ganti dan membentuk formasi bersaf di belakang dalmas awal, kemudian saf kedua dan ketiga dalmas awal membuka ke kanan dan kekiri untuk mengambil perlengkapan dalmas guna melakukan penebalan kekuatan dalmas lanjut, di ikuti saf kesatu untuk melakukan kegiatan yang sama setelah tali dalmas digulung. 5) Setelah dalmas lanjut dan dalmas awal membentuk formasi lapis bersaf, unit satwa di tarik ke belakang menutup kanan dan kiri dalmas. 6) Apabila eskalasi meningkat massa melempari petugas dengan benda keras, dalmas lanjut melakukan sikap berlindung, selanjutnya kapolsek/ kapam objek memerintahkan danki dalmas lanjut untuk melakukan tindakan hukum, sebagai berikut : a) Kendaraan taktis pengurai massa bergerak maju melakukan tindakan bergerak maju melakukan tindakan merurai massa, bersamaan dengan itu dalmas lanjut maju melakukan pendorongan. b) Petugas yang membawa pemadam api dapat melakukan pemadaman api (bila ada pembakaran ban, spanduk, bendera dan alat peraga lainnya) c) Evakuasi terhadap pejabat VIP menggunakan kendaraan taktis penyelamat. 7) Apabila situasi meningkat danki melaporkan ke kapolres/kapolsek agar segera dilakukan lintas ganti dengan kompi penanggulangan huru-hara (PHH) Brimob. 8) Setelah lintas ganti dari pasukan dalmas lanjut ke pasukan PHH Brimob, pasukan dalmas lanjut melakukan penutupan serong kiri/kanan, dalmas lanjut dan rantis pengurai massa sabhara bergerak mengikuti aba-aba dan gerakan kompi PHH brimob. 2. Tahap Konsolidasi/Pengakhiran a. Kepala satuan dalmas dengan dibantu oleh petugas lainnya mengadakan apel dan pengecekan hasil pelaksanaan tugas terhadap keutuhan jumlah personel dan peralatan/perlengkapan serta data korban dan pengecekan korban ke rumah sakit serta mencatat identitasnya baik dari pihak massa pengunjuk rasa. b. Kepala satuan dalmas melaporkan pelaksanaan tugas dan hasil konsolidasi personil kepada maupun peralatan/perlengkapan kepada penanggung jawab operasi polri c. Penanggung jawab operasi polri memerintahkan kepala satuan dalmas untuk segera melakukan kaji ulang dan evakuasi atas pelaksanaan tugas dan cara bertindak di lapangan. Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 27

6 d. Kepala satuan dalmas menyampaikan evaluasi hasil penaggulangan unjuk rasa kepada penanggung jawab operasi. e. Hasil evakuasi tersebut selanjutnya digunakan oleh penanggung jawab operasi polri untuk menetapkan kebijakan dan strategi dalam upaya penanggulangan unjuk rasa selanjutnya. Penanganan aksi unjuk rasa merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan, dalam hal ini diperlukan suatu kepemimpinan dari seorang pemimpin yang mampu menciptakan situasi atau keadaan yang dapat dikendalikan, diarahkan, dan dapat mempengaruhi para anggotanya agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan misalnya terjadi kekacauan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersamasama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 1994:181). Kepemimpinan di Dit Sabhara Polda Kalteng dipilih tidak berdasarkan kecakapan dan kelebihan di satu bidang khususnya dalam menangani unjuk rasa, tetapi berdasarkan promosi jabatan yang akan menunjang kepangkatan dan karir pejabat untuk masa yang akan datang. Akan tetapi di lihat dari riwayat jabatan yang telah sebelumnya ditempati, ada pernah menduduki salah satu jabatan di fungsi sabhara, hal ini sudah cukup menjadi modal untuk menjadi seorang pemimpin tertinggi di fungsi sabhara untuk tingkat polda, yaitu direktur Dit Sabhara Polda Kalteng. Pertimbangan tersebut tidak terlalu menjadi masalah karena dilihat dari situasi dan kondisi wilayah hukum Kalimantan Tengah yang tidak terlalu dituntut selalu siap siaga dan waspada dibandingkan di wilayah hukum di luar pulau Kalimantan. Seperti yang dikatakan seorang anggota pasukan dalmas Pemimpin disini sebenarnya tidak banyak memiliki kemampuan dan keahlian soal dalmas, tapi sebelumnya beliau pernah menjadi pejabat di Dit Sabhara Polda Metro, kemudian bru promosi jabatan ke sini, jabatan penting buat karir (wawancara, 21 juni 2013) Dalam penanganan aksi unjuk rasa sebenarnya yang berperan dilapangan adalah pasukan dalmas dan para pemimpin pasukan terutama danki dan danton. Pemimpin yang paling tinggi yaitu direktur dalam hal ini berperan mengarahkan, mengambil keputusan, dan bertanggung jawab tentang apa yang dan bagaimana tindakan yang dilakukan. Disinilah kepemimpinan seorang pemimpin dilihat apakah hubungan antara pemimpin dan orang yang dipimpinya efektif. Veithzal Rivai dan Deddy Muliyadi (2003:29) mengatakan bahwa kepemimpinan memerlukan hubungan yang efektif, artinya hubungan manusia dalam kepemimpinan adalah seseorang pemimpin dalam memperlakukan orang yang dipimpinnya yang akan memberikan tanggapan berupa kegiatan-kegiatan yang menunjang atau tidak bagi pencapaian tujuan kelompok/organisasinya. Seperti yang diungkapkan salah seorang anggota pasukan dalmas Hubungan pemimpin dengan pasukan dalmas kurang begitu akrab, masih ada jenjang yang memisahkan, nah kecuali danki dengan pak dir dan danton dengan anggota dalmas (wawancara, 22 juni 2013) Perbedaaan status antara perwira dan bintara di organisasi kepolisian pada umumnya sudah kelihatan tidak asing lagi, begitu juga halnya pada Dit Sabhara Polda Kalteng. Ketika dihadapkan pada suatu keaadan aksi unjuk rasa yang damai maupun anarkis para bintara yaitu anggota pasukan dalmas tidak diperbolehkan melakukan tindakan di luar komando atau perintah atasan/pemimpin (perwira), dan harus bersifat bersama-sama atau kelompok dan pasukan. Atasan/pimpinan mengambil keputusan atau perintah berdasarkan masukan dari danki maupun danton yang sudah berpengalaman dalam hal penanganan unjuk rasa serta melihat situasi dan kondisi yang berkembang pada saat itu. Tetapi disini, yang tetap yang menentukan semua kebijakan yang diambil apakah itu berdasarkan msukan dari bawahan atau tidak adalah pemimin Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 28

7 utama yaitu direktur Dit Sabhara Polda Kalteng. Seperti yang di ungkapkan oleh seorang danton pasukan dalmas Kami disini hanya bisa memberi masukan atau saran kepada pimpinan dan menjalankan perintah beliau, diterima atau tidak yang memutuskan beliau (direktur) (wawancara, 25 juni 2013) Dilihat dari tipe kepemimpinan yang digunakan ini, kepemimpinan pada dit sabhara kepolisian daerah kalteng pada saat penanganan aksi unjuk rasa menganut tipe kepemimpinan otokratik-demokratik, hal ini dilihat dari beberapa ciri. Dalam pengambilan keputusan misalnya, seorang pemimpin dengan gaya yang otokratik akan mengambil keputusan sendiri, kemudian menyampaikan keputusan tersebut kepada para bawahannya yang pada gilirannya diharapkan menjalankan keputusan tersebut. Mungkin ciri kepemimpinan yang menonjol disini ialah ketegasan oleh perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas tanpa terlalu memperhitungkan unsur manusia pelaksana keputusan tersebut. Harus diakui bahwa ada tempat bagi gaya demikian, seperti misalnya apabila situasi yang dihadapi membuat faktor waktu dalam penyelesaian tugas menjadi pertimbangan utama. Sebaliknya, seorang pimpinan dengan gaya kepemimpinan yang demokratik akan berbagi wewenang pengambilan keputusan dengan para bawahannya dalam arti bahwa para bawahan diikuti sertakan dalam seluruh proses pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan dengan memilih model dan teknik pengambilan keputusan yang mengundang partisipasi maksimal dari dari para bawahan tersebut. Dengan gaya kepemimpinan yang demokratik, ciri kepemimpinan yang menonjol bukan lagi ketegasan, akan tetapi ciri lain, umpamanya menjadi pendengar yang baik dan perilaku manejerialnya pun bukan yang berorentasi kepada penyelesaian semata, melainkan juga memperhitungkan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan para bawahan. KESIMPULAN 1. Kepemimpinan pada Direktorat Sabhara Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah dalam menangani unjuk rasa masih belum berpengalaman dan belum memiliki kemampuan khusus dalam menangani unjuk rasa. 2. Di dalam menangani unjuk rasa hubungan antara pemimpin yang paling tinggi yaitu direktur Dit Sabhara Polda Kateng dengan bawahan yaitu pasukan dalmas masih memiliki jarak. 3. Tipe kepemimpinan yang digunakan pada Dit Sabhara Polda Kalteng dalam menangani aksi unjuk rasa menganut tipe kepemimpinan otokrati-demokratik sesuai situasi dan kondisi di lapangan. SARAN 1. Kepada pimpinan Polri khususnya Polda Kalteng sebaiknya dalam menentukan pilihan seseorang yang akan menduduki jabatan sebagai pemimpin di satuan kerjanya agar diperhatikan atau dipertimbangkan apakah seseorang itu sudah berpengalaman atau memliki kemampuan khusus di bidang yang akan ditempatkan. 2. Kepada para pemimpin satuan kerja sebaiknya menerapkan hubungan interaksi antara bawahan dan atasan yang baik, guna kelancaran dalam melaksanakan tugas. 3. Untuk para anggota pasukan dalmas jalankan tugas dan perintah pimpinan dengan sungguh-sungguh, saling menghormati sesama rekan, junior, senior, maupun pimpinan, dalam rangka menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat khususnya pada saat aksi unjuk rasa. REFERENSI Handoko, T Hani, Manajemen. Yogyakarta Kartono, Kartini, Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Rajawali Pers Mabes Polri, Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara Polri di Lapangan. Jakarta Purwanto, M Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 29

8 Rivai, Veithzal dan Mulyadi, Deddy, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Rajawali Pers. Siagian, Sondang P, Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : PT Rineka Cipta Sugiyono,2008. Metode Penelitian Administrasi. Jakarta : Alfabeta Sutarto, Dasar Dasar Kepemimpinan Administrasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Pers Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi. Jakarta : CV.Rajawali. Thoha, Miftah, Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : Rajawali Pers Mabes Polri, Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jakarta Mabes Polri, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa. Jakarta Mabes Polri, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No.9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Jakarta UU RI No. 9 Tahun 1998, Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum. Jakarta Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Hal 30

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH

SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT LOMBOK TENGAH SOP ( STANDAR OPERSIONAL PROSEDUR ) TENTANG PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN RESORT LOMBOK TENGAH I. PENDAHULUAN 1. Umum

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK Hsl rpt tgl 24 Maret 2009 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK Hsl rpt tgl 24 Maret 2009 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAN CARA BERTINDAK TERHADAP AKSI UNJUK RASA

PENGENDALIAN DAN CARA BERTINDAK TERHADAP AKSI UNJUK RASA MARKAS BESAR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA S D E O P S PENGENDALIAN DAN CARA BERTINDAK TERHADAP AKSI UNJUK RASA 1. REFERENSI : a. UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri. b. UU No. 9 tahun 1998 tentang

Lebih terperinci

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA BARAT Jalan Telaga Baru - Taliwang 84355 NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN TUGAS PENGAMANAN KEGIATAN UNJUK RASA DARI KELOMPOK BADAN PENYELAMAT PEMERINTAH ACEH (BPPA ) DI KANTOR DPRA KOTA BANDA ACEH

LAPORAN HASIL PELAKSANAAN TUGAS PENGAMANAN KEGIATAN UNJUK RASA DARI KELOMPOK BADAN PENYELAMAT PEMERINTAH ACEH (BPPA ) DI KANTOR DPRA KOTA BANDA ACEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK NDONESIA DAERAH ACEH DIREKTORAT SABHARA LAPORAN HASIL PELAKSANAAN TUGAS PENGAMANAN KEGIATAN UNJUK RASA DARI KELOMPOK BADAN PENYELAMAT PEMERINTAH ACEH (BPPA ) DI KANTOR DPRA KOTA

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU Pertanyaan : Apa sebenarnya faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada waktu melakukan demonstrasi? Jawaban

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DAN KERUSUHAN MASSA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

PERATURAN KAPOLRI NO. POL.: 16 TAHUN tentang PEDOMAN PENGENDALIAN MASSA

PERATURAN KAPOLRI NO. POL.: 16 TAHUN tentang PEDOMAN PENGENDALIAN MASSA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KAPOLRI NO. POL.: 16 TAHUN 2006 tentang PEDOMAN PENGENDALIAN MASSA JAKARTA, 05 DESEMBER 2006 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polisi adalah aparat penegak hukum yang memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat dan berperan sebagai penjaga keseimbangan antara kepentingan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kekuatan mutlak untuk mempertahankan sebuah negara adalah kekuatan militer, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan bagian dari birokrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia saat ini telah memasuki era reformasi yang memungkinkan masyarakat memiliki kebebasan untuk dapat menyampaikan aspirasinya tanpa perlu

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN PERTAMA DI TEMPAT KEJADIAN PERKARA (TPTKP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG KEIKUTSERTAAN SIPROPAM POLRES MATARAM DALAM MENANGANI UNJUK RASA DAMAI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN: IMPLEMENTASI SISTEM KEAMANAN SWAKARSA (STUDI PATROLI KEAMANAN POLISI) DI KECAMANTAN KATINGAN HILIR, KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh Santi Bahar Ising dan Indra Chusin Program Studi Administrasi

Lebih terperinci

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PELETON PENGURAI MASSA (RAIMAS) SATUAN SABHARA SETINGKAT POLRES

STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PELETON PENGURAI MASSA (RAIMAS) SATUAN SABHARA SETINGKAT POLRES KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPRASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PELETON PENGURAI MASSA (RAIMAS) SATUAN SABHARA SETINGKAT POLRES I. PENDAHULUAN 1. LATAR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG Hasil rapat 7-7-05 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 5 TAHUN 2005 TENTANG TEKNIS PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, HAKIM DAN KELUARGANYA DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT LOMBOK BARAT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) tentang SISTEM PENGAMANAN KANTOR KPUD LOMBOK BARAT Gerung, Januari 2017 - 2 - KEPOLISIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELETON PENGURAI MASSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Jalan Imam Bonjol 37 Pariaman 25519 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 2 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

Pada era globalisasi dan pasar bebas hanya organisasi yang mampu melakukan

Pada era globalisasi dan pasar bebas hanya organisasi yang mampu melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi dan pasar bebas hanya organisasi yang mampu melakukan perbaikan terus menerus (continuous improvement) dalam keunggulan kompetitif yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM TAHUN 2016

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM TAHUN 2016 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SISTEM PENGAMANAN MAKO KEPOLISIAN RESORT MATARAM TAHUN 2016 I. PENDAHULUAN Dalam rangka mengantisipasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah kompleks, salah satunya karena lemahnya pemahaman para generasi muda sebagai generasi penerus bangsa

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI

PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PROSEDUR TETAP KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PROTAP/ 1 / X / 2010 TENTANG PENAGGULANGAN ANARKI JAKARTA, 8 OKTOBER 2010 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG

BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG 69 BAB IV ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU DI SMP ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG A. Kepemimpinan kepala sekolah di SMP Islam Sultan Agung 1 Semarang Kepala sekolah merupakan

Lebih terperinci

UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA

UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA Upaya Polres Jayapura Kota Dalam.. Muslim UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA Muslim, SH.,MHum 1 Abstrak : Upaya yang dilakukan Polres Jayapura Kota dalam menangani

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian

Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN DALAM RANGKA OPERASI LILIN 2014 TANGGAL 23 DESEMBER 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian Yang Saya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI SATPAM

ETIKA PROFESI SATPAM SECURITY SERVICES ETIKA PROFESI SATPAM ABU SAKKIR NRG. 19 07 003651 PENGERTIAN KODE ETIK PROFESI Yang disebut kode etik adalah kumpulan dari etika, sedangkan etika adalah pernyataan tentang apa apa yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Hubungan Persepsi..., Adnan, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Bhayangkara Jakarta Raya. Hubungan Persepsi..., Adnan, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu organisasi pemerintahan yang berfungsi untuk menjaga keamanan serta ketertiban ditengah masyarakat disamping

Lebih terperinci

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling

BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA. bencana terdapat beberapa unit-unit organisasi atau stakeholders yang saling BAB II KOORDINASI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA Koordinasi merupakan suatu tindakan untuk mengintegrasikan unit-unit pelaksana kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam hal penanggulangan bencana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015

AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015 WAKIL KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADAUPACARA BENDERA BULANAN SENIN, TANGGAL 19JANUARI2015 YANG SAYA HORMATI, PARA PEJABAT UTAMA MABES POLRI, PARA PERWIRA, BINTARA, PEGAWAI NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari adanya Kepolisian Republik Indonesia adalah untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dalam berbagai lini kehidupan masyarakat. Selain

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 257) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

RPP PKn Kelas 5 Semester I Tahun 2009/2010 SDN 1 Pagerpelah 1

RPP PKn Kelas 5 Semester I Tahun 2009/2010 SDN 1 Pagerpelah 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Nama Sekolah : SD Negeri 1 Pagerpelah Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan Kelas/Semester : V/1 Standar Kompetensi : 1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER I. UMUM Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG POKOK-POKOK PENYELENGGARAAN TUGAS BANTUAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DALAM MENANGGULANGI BENCANA ALAM, PENGUNGSIAN DAN BANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-16.KP.05.02 TAHUN 2011 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Ma rtoyo, 2000: 142).Frederick

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Ma rtoyo, 2000: 142).Frederick BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka dan Hipotesis 2.1.1 Kepuasan kerja Kepuasan kerja ( job satisfaction ) yaitu keadaan emosional karyawan di mana terjadi atau tidak terjadi

Lebih terperinci

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas

2011, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3041) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas No.605, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Kode Etik. Pegawai Pemasyarakatan. Majelis Kehormatan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, hak-hak asasi manusia

I. PENDAHULUAN. berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, hak-hak asasi manusia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, dimana kedaulatan rakyat diakui, sehingga kekuatan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam

Lebih terperinci

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1 2 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Yulia Rachmawati (08120143) Mahasiswa Pendidikan Ekonomi IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Sebagai seorang pemimpin kepala sekolah mempunyai tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Setiap suku

I. PENDAHULUAN. keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Setiap suku 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku, agama, ras, budaya dan bahasa daerah. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA AMANAT PADA APEL GELAR PASUKAN OPERASI KETUPAT 2014 TANGGAL 21 JULI 2014 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang saya hormati : Segenap

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENJADI NEGOSIATOR DALAM MENGHADAPI MASSA YANG BERUNJUK RASA. Putri Agustina Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK

KEMAMPUAN MENJADI NEGOSIATOR DALAM MENGHADAPI MASSA YANG BERUNJUK RASA. Putri Agustina Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK KEMAMPUAN MENJADI NEGOSIATOR DALAM MENGHADAPI MASSA YANG BERUNJUK RASA Putri Agustina Fakultas Psikologi Universitas Semarang ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris kemampuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGATURAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGATURAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA BARAT STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGATURAN SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN 1. UMUM a. Kepolisian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Sub Dit Dalmas Sat Sabhara Polda Metro Jaya

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Gambaran Umum Sub Dit Dalmas Sat Sabhara Polda Metro Jaya BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Sub Dit Dalmas Sat Sabhara Polda Metro Jaya Sub Dit Dalmas Sat Sabhara Polda Metro Jaya adalah bagian dari keanggotaan kepolisian Sub Direktorat Pengendalian Massa

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia yang seharusnya dapat digali pada setiap potensi masing-masing individu. Serta dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dianut oleh organisasi. Ketiadaan komitmen ini mengakibatkan pelaksanaan. mempertimbangkan pada aturan yang telah ditetapkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komitmen pegawai merupakan kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan dan prosedur kerja yang telah ditentukan serta budaya kerja yang dianut

Lebih terperinci

RAHASIA. INFORMASI KHUSUS Tanggal 15 Januari 2017

RAHASIA. INFORMASI KHUSUS Tanggal 15 Januari 2017 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR DIREKTORAT INTELIJEN KEAMANAN Nomor : R / Infosus / 04 / I / 2017 / DIK INFORMASI KHUSUS Tanggal 15 Januari 2017 I. PERIHAL Rencana aksi unjuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Organisasi Menurut Thoha (2007:5) perilaku organisasi merupakan suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang

2016, No Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang No. 397, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pencarian dan Pertolongan Bantuan Militer Asing. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN MILITER ASING

Lebih terperinci

Penganugerahan Warga Kehormatan Korps Brimob Polri kepada Presiden RI, 15 Nov 2013 di Mako Brimob Jumat, 15 November 2013

Penganugerahan Warga Kehormatan Korps Brimob Polri kepada Presiden RI, 15 Nov 2013 di Mako Brimob Jumat, 15 November 2013 Penganugerahan Warga Kehormatan Korps Brimob Polri kepada Presiden RI, 15 Nov 2013 di Mako Brimob Jumat, 15 November 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PENGANUGERAHAN WARGA KEHORMATAN

Lebih terperinci

7. PENUTUP Kesimpulan

7. PENUTUP Kesimpulan 7. PENUTUP 7.1. Kesimpulan Tulisan ini ingin menunjukan bahwa keberadaan kelompok preman yang dipimpin oleh MT memiliki daerah kekuasaan di PD. Pasar Jaya Pasar Minggu dan sekitarnya, bahkan hampir seluruh

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF = KOMUNIKASI EFEKTIF

KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF = KOMUNIKASI EFEKTIF Orientasi Pelaksana Tugas Geuchik Gampong Workshop P3MDBPMKS Aceh Utara, 14-17 Desember 2015 KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF = KOMUNIKASI EFEKTIF KAMARUDDIN HASAN FISIP UNIMAL HP.081395029273 MATERI 1. TUJUAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepemimpinan Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting diperusahaan dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan, dimana terdapat sekelompok orang dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2010 TENTANG KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi. Setelah terjadinya reformasi, sistem demokrasi menjadi pilihan yang dirasa cocok dengan kondisi

Lebih terperinci

MARKAS KEPOLISIAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI SLEMAN

MARKAS KEPOLISIAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI SLEMAN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MARKAS KEPOLISIAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DI SLEMAN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN

PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN 1 PENGARAHAN UMUM GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA RAPAT PEMBINAAN APARAT POLISI PAMONG PRAJA SE- KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari : Senin Tanggal : 13 Maret 2008 Pukul : 09.30 WIB Tempat : Balai Petitih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT DIREKTORAT KEPOLISIAN PERAIRAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM QUICK WINS POLRI PROGRAM I TENTANG PENERTIBAN DAN PENEGAKKAN HUKUM BAGI

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pada Peringatan HUT Ke-67 Bhayangkara, tgl. 1 Juli 2013, Depok, Jawa Barat Senin, 01 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERINGATAN HUT KE-67 BHAYANGKARA DI MARKAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Pemberian definisi antara pemimpin dan kepemimpinan tidak dapat disamakan. Oleh karena pemimpin merupakan individunya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Konsep hak asasi manusia bukanlah hal yang baru terdengar dewasa ini, namun seakan mendapatkan perhatian yang lebih intens ketika Indonesia memasuki era reformasi. Pernyataan

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 GAYA KEPEMIMPINAN GENERAL MANAGER PADA CREDIT UNION BANURI HARAPAN KITA DI BATANG TARANG

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 GAYA KEPEMIMPINAN GENERAL MANAGER PADA CREDIT UNION BANURI HARAPAN KITA DI BATANG TARANG GAYA KEPEMIMPINAN GENERAL MANAGER PADA CREDIT UNION BANURI HARAPAN KITA DI BATANG TARANG Matheus Anwardi matheusanwardi@ymail.com Sekolah TInggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma Pontianak Abstrak Latar belakang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai kemampuan mempengaruhi bawahannya agar mau dan mampu untuk bekerja secara efektif efisien,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pencarian dan Pertolongan adalah segala usaha dan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2017 HANKAM. Pencarian dan Operasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6061) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera yang

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA BANJARMASIN ! WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3$ TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa tingkat kepadatan hunian

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah dapat

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah dapat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Pengaturan Protap Nomor 01 tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki,

Lebih terperinci