BAB II KONSEP DASAR. Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP DASAR. Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal (Smeltzer, 2001). Sedangkan menurut (Long, 1996). Sinusitis adalah peradangan pada membrane mukosa sinus. Sinusitis juga diambil dari website (Massie, 2000) adalah peradangan selaput lendir rongga sinus disekitar hidung (paranasal). B. Anatomi dan fisiologi Menurut (Ester, 1997, hal. 87) Organ-organ pernafasan 1 Hidung Fungsinya : bekerja sebagai saluran udara pernafasan, sebagai penyaring udara pernafasan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan dan leukosit yang terdapat pada selaput lendir (mukosa) atau hidung.

2 Gambar 2.1 Anatomi wajah (Massie, 2000) Menurut (Pracy, 1991, hal. 81),sinus paranasal terdapat 4 pasang yaitu : sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang dahi, sinus etmoidalis sinus yang berada antara mata dan rongga hidung, sinus stenoid berada pada dasar tengkorak. Fungsinya : sebagai pengatur kondisi udara, sebagai penahan suhu, membantu resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, membantu menghasilkan lendir untuk membersihkan rongga hidung. 2 Tekak = faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dengan jalan makanan. Rongga hidung dibagi menjadi 3 bagian : a. Bagian sebelah atas yang yang sama tingginya dengan yang disebut nasofaring. b. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring

3 c. Bagian bawah sekali disebut jaringofaring. 3 Pangkal tenggorok (laring) Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara 4 Batang tenggorok Merupakan lanjutan dari faring yang dibentuk oleh 16 sampai dengan 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak kearah keluar. Sel-sel bersilia itu sampai berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. (Monica, Ester, 1997) C. Etiologi Menurut (Cody, 1996, hal. 230), penyakit sinusitis disebabkan oleh : 1 Adanya sumbatan dalam hidung oleh karena : Tulang-tulang yang bengkok, polip hidung, pembesaran selaput lendir hidung, adanya benda asing, tumor dihidung.

4 2 Adanya infeksi menahun dihidung a. Alergi b. Infeksi, organ-organ disekitar hidung seperti infeksi amandel (tonsilitis), infeksi adenoid, infeksi tenggorok (farimitus) dan infeksi gigi dirahang atas. c. Faktor lain seperti berenang / menyelam, trauma, polusi udara dapat mengakibatkan perubahan-perubahan pada selaput lendir dan kerusakan rambut halus / siliasinus. (Cody, 1996) D. Patofisiologi Polusi bahan kimia, alergi dan defisiensi imunologik menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan ini mempermudah terjadinya infeksi. Terdapat edema konka yang menganggu drainase secret, sehingga silia rusak. Jika silia sudah rusak merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, misalnya streptococcus pneumonia, haemophilus influenza dan strapilococus aureos (Mansjoer, 1999). Jika sudah terjadi peradangan maka sinusitis dilakukan tindakan operasi fungsional endoscopy sinus surgery dan cadwell-luc dengan jaringan yang diangkat yaitu polipnasi dan konka dan menyebabkan perdarahan pada rongga hidung sehingga diharuskan di pasang tampon dan secara tidak langsung hidung menjadi buntu dan sesak untuk bernafas (long, 1997).

5 E. Manifestasi klinik Menurut (Cody, 1996, hal. 231), gejala-gejala yang timbul dari sinusitis adalah : 1 Febris > 37 0 C 2 Pilek kental berbau, bisa bercampur darah 3 Nyeri a. Pipi biasanya unilateral b. Kepala biasanya homolateral, terutama pada sore hari c. Gigi (geraham atas) homolateral 4 Hidung a. Buntu b. Suara bindeng 5 Edema periorbita. (Cody, 1991). 6 Saluran cerna seperti gastroenteritis 7 Rasa tidak nyaman ditenggorokan 8 Gangguan pendengaran akibat sumbatan tuba custachius (Mansjoer, 1994). F. Komplikasi Menurut (Mansjoer, 1999, hal. 40) 1. Osteomilitis dari abses suporiostal paling sering pada sinusitis frontal dan sering pada anak-anak 2. Kelainan orbita terjadi karena sinusitis parental yang berdekatan dengan orbita yang paling sering sinusitis etmoid, penyebaran melalui trombo flebitis atau perkontinu 1 tahun, kelainan yang dapat timbul adalah edema palpebra, sekulitis orbita, abses orbita dan trombosis sinus kavernosus

6 3. Kelainan intracranial, seperti meningitis, abses otak dan trombosis sinus kavernosus dapat timbul 4. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis yang di sebut sebagai sinebronkitis dan asma bronchial. 5. Fistula oroantral dapat timbul sekunder terhadap komplikasi, sinus maksilaris, disertai eresi gigi molar atau premolar maksila 6. Radang tenggorok dan infeksi amandel yang berulang yang diakibatkan oleh lendir yang mengalir ke tenggorokan 7. Infeksi telinga tengah yang dapat berakibat keluarnya lendir dari telinga (congek) dan gangguan pendengaran G. Penatalaksanaan Menurut (Long, 1997, hal. 396) 1. Drainase a. Medical Dekongestan local : efedrin 1 % (dewasa) ½ % (anak) Dekongestan oral : psedo efedrin 3 x 60 mg b. Surgical : irigasi sinus maksilaris 2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu a. Ampisilin 4 x 500 mg b. Amoksilin 3 x 500 mg c. Surfametaksol : TMP (800/60) 2 x 1 tablet, diksisiklin 100 mg / hari 3. Simptomatik Parasetamo, metampiron 3 x 500 mg

7 4. Untuk kronis adalah Cabut geraham atas Irigasi 1 x setiap minggu (10-20) Operasi cadwell lucc bila degenerasi mukosa ireveksibel (biopsi), (Cody, 1991) 5. Analgetik Ketorolak untuk menghilangkan nyeri 6. Mukolitik Ventolin untuk mengencerkan secret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan fibrin 7. Pemberian steroid intranatal Beklumelason, flunisolid dan triamsinolon untuk mengurangi edema di daerah kompleks osteomeatal, terutama bila dicetuskan oleh alergi (Masjoer, 2000) H. Pengkajian Fokus Menurut (Long, 1997, hal. 395) 1. Keluhan utama : febris > 37 0 C, pilek kental berbau, bisa bercampur darah, nyeri pada pipi, kepala dan gigi, hidung buntu, suara bindeng, endemis periorbita

8 2. Riwayat penyakit dahulu a. Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma b. Pernah mempunyai riwayat penyakit THT c. Pernah menderita sakit gigi geraham 3. Riwayat keluarga Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang 4. Riwayat spikososial a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas sedikit) b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain 5. Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping b. Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung. Kebutuhan makan manusia normalnya 3 4 x sehari c. Pola istirahat dan tidur Selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek. Kebutuhan istirahat tidur normalnya ± lebih 8 jam sehari

9 d. Pola persepsi dan konsep diri Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun. e. Pola sensorik Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen, serous, mukopurelen) 6. Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum : keadaan umum, tanda vital, kesadaran b. Pemeriksaan fisik data fokus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak) Data subyektif 1. Observasi nares Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekuensinya, riwayat pembedahan hidung atau trauma, penggunaan obat tetes atau semprot hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi (mukosa merah dan bengkak). 2. Sekret hidung Warna, jumlah, konsistensi secret, epistaksis, ada tidaknya krusta nyeri hidung. 3. Riwayat sinusitis Nyeri kepala, lokasi dan beratnya, hubungan sinusitis dengan musim / cuaca. 4. Gangguan umum lainnya : kelemahan. Data obyektif 1. Demam, drainage ada : serous, mukopurulen, purulen

10 2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang mengalami radang pucat, oedema keluar dari hidung atau mukosa sinus 3. Kemerahan dan oedema membrane mukosa 4. Pemeriksaan penunjang Kultur organisme hidung dan tenggorokan, pemeriksaan rongent sinus Rinoskopi anterior (mukosa merah, mukosa bengkak, mukopus di meatus medius), rinoskopi posterior (mukopus nasofaring), nyeri tekan pipi yang sakit, ransiluminasi : kesuraman pada sisi yang sakit, X Foto sinus paranasalis.

11 I. Pathway Polusi bahan kimia, Alergi, Defisiensi, Imunologik Perubahan mukosa hidung Silia rusak Terjadinya infeksi Pe suhu tubuh Hipertermi Edema konka Tidak efektifnya jalan nafas Gg rasa nyaman nyeri Cemas Kurang pengetahuan Tindakan operasi Post op fess dan CWL Polip nasi dan konka dieksisi Peradangan Gg rasa nyaman nyeri Perdarahan pada rongga hidung Terpasang tampon Hidung buntu Sesak nafas Gg pola istirahat tidur Pola nafas tidak efektif Sumber : Mansjoer, (1999), Long, (1997)

12 J. Diagnosa Keperawatan 1. Menurut (Doengoes, 1999), nyeri : kepala, tenggorokan, berhubungan dengan peradangan pada hidung. 2. Menurut (Doengoes, 1999), cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan prosedur tindakan medis (irigasi sinus / operasi). 3. Menurut (Doengoes, 1999), bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan lendir pada hidung 4. Menurut (Doengoes, 1997), gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hidung buntu. K. Intervensi 1. Diagnosa 1 Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang. Kriteria hasil: Klien mengungkapkan nyei yang dirasakan berkurang atau hilang, klien tidak menyeringai kesakitan. Intervensi : Kaji tingkat nyeri klien, jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarga, ajarkan tekhnik relaksasi dan distraksi, observasi tanda-tanda vital dan keluhan pasien, kolaborasi dengan tim medis. 2. Diagnosa II Tujuan : cemas klien berkurang / hilang. Kriteria : Klien akan mengambarkan tingkat kecemasan, klien mengethui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya. Intervensi : kaji tingkat kecemasan klien, berikan kenyamanan pada klien (temani klien), berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan kalimat yang

13 jelas, singkat mudah dimengerti,.singkirkan stimulasi yang berlebihan (batasi kontak dengan orang lain), observasi tanda-tanda vital, bila perlu kolaborasi dengan tim medis. 3. Diagnosa III Tujuan : jalan nafas efektif setelah secret (seous, purulen) dikeluarkan. Kriteria: Klien tidak bernafas lagi melalui mulut, jalan nafas kembali normal terutama hidung. Intervensi : kaji penumpukan secret yang ada, observasi tanda-tanda vital, tinggikan tempat tidur, dorong batuk / latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering, dorong pemasukan cairan sedikitnya 2-3 L/hari.. 4. Diagnosa IV Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman. Kriteria: Klien tidur 7-8 jam sehari. Intervensi : Kaji kebutuhan tidur klien, ciptakan suasana yang nyaman, anjurkan klien bernafas melalui mulut, kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat.

LAPORAN PENDAHULUAN SINUSITIS

LAPORAN PENDAHULUAN SINUSITIS LAPORAN PENDAHULUAN SINUSITIS DEFINISI : Sinusitis adalah : merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman atau virus. ETIOLOGI a. Rinogen Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 1 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Oleh: Sari Wulan Dwi Sutanegara 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB III TINJAUAN KASUS BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian Pengkajian pada Ny. S dilakukan pada tanggal 11 Mei 2007 sedangkan pasien masuk RSU Dr. Kariadi tanggal 8 Mei 2007 1. Biodata Biodata pasien Ny. S, 25 tahun, jenis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Sinusitis adalah proses peradangan atau infeksi dari satu atau lebih pada membran mukosa sinus paranasal dan terjadi obstruksi dari mekanisme drainase normal. 9,15

Lebih terperinci

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur kondisi udara dengan mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru-paru, pengatur

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Dari hasil tinjauan kepustakaan serta kerangka teori tersebut serta masalah penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka dikembangkan suatu kerangka

Lebih terperinci

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS Pembimbing: drg. Ernani Indrawati. Sp.Ort Disusun Oleh : Oktiyasari Puji Nurwati 206.12.10005 LABORATORIUM GIGI DAN MULUT RSUD KANJURUHAN KEPANJEN FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal. HIDUNG Hidung adalah indera yang kita gunakan untuk mengenali lingkungan sekitar atau sesuatu dari aroma yang dihasilkan. Kita mampu dengan mudah mengenali makanan yang sudah busuk dengan yang masih segar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya adalah bersin, hidung beringus (rhinorrhea), dan hidung tersumbat. 1 Dapat juga disertai

Lebih terperinci

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4. KONSEP MEDIK A. Pengertian Mastoiditis Mastoiditis adalah inflamasi mastoid yang diakibatkan oleh suatu infeksi pada telinga tengah, jika tak diobati dapat terjadi osteomielitis. Mastoiditis adalah segala

Lebih terperinci

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. LAPORAN KASUS RUMAH SAKIT UMUM YARSI II.1. Definisi Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). II.2. Etiologi Epistaksis dapat ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bronchopneumonia merupakan penyakit saluran nafas bagian bawah yang biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas bagian atas, dan sering dijumpai dengan gejala awal

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA A. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,

Lebih terperinci

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

LAPORAN KASUS (CASE REPORT) LAPORAN KASUS (CASE REPORT) I. Identitas Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat : Amelia : 15 Tahun : Perempuan : Siswa : Bumi Jawa Baru II. Anamnesa (alloanamnesa) Keluhan Utama : - Nyeri ketika Menelan

Lebih terperinci

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen RSU. HAJI MAKASSAR RINITIS ALERGI PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen TUJUAN Menembalikan fungsi hidung dengan cara menghindari allergen penyebab,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dampak pembangunan di segala bidang, tidak hanya dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan masyarakat. Hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Definisi Rinitis Alergi (RA) menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) merupakan reaksi inflamasi pada mukosa hidung akibat reaksi hipersensitivitas

Lebih terperinci

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga

SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I. Lukluk Purbaningrum FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga SINUSISTIS MAKSILARIS EC HEMATOSINUS EC FRAKTUR LE FORT I Lukluk Purbaningrum 20070310087 FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta RSUD Salatiga IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. R Umur : 53 tahun Alamat : Jl.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian dilakukan sampai jumlah sampel terpenuhi.

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah satu penyakit THT, Sinusitis adalah peradangan pada membran

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Poliklinik THT-KL RSUD Karanganyar, Poliklinik THT-KL RSUD Boyolali.

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE Laporan Kasus Besar Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE 406117055 IDENTITAS PASIEN PEMERIKSAAN SUBJEKTIF AUTOANAMNESIS Rabu, 25 April jam 09.00 1. Keluhan Utama Benjolan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Hidung terdiri dari bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Lubang hidung merupakan ostium

Lebih terperinci

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan.

Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan. Sistem pernapasan adalah sistem tubuh manusia yang menghasilkan energi yang diperlukan untuk proses kehidupan. Energi ini dihasilkan oleh dipatahkannya molekul glukosa dalam semua sel hidup tubuh manusia.

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks, obstruksi limfoid, fekalit, benda asing, dan striktur karena

Lebih terperinci

Sistem Pernafasan Manusia

Sistem Pernafasan Manusia Sistem Pernafasan Manusia Udara masuk kedalam sepasang rongga hidung melalui lubang hidung. Rongga hidung dilengkapi oleh rongga-rongga kecil (silia) dan selaput lendir. Dalam rongga hidung, udara dilembabkan,

Lebih terperinci

RINOSINUSITIS KRONIS

RINOSINUSITIS KRONIS RINOSINUSITIS KRONIS Muhammad Amir Zakwan (07/25648/KU/12239) Dokter Muda Periode 2-25 Januari 2013 Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sinusitis adalah peradangan pada salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal. Sinusitis juga dapat disebut rinosinusitis, menurut hasil beberapa diskusi pakar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai macam masalah penyakit pernafasan yang sering ditemui adalah ISPA, tuberculosis, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, dan pnemonia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada organ dan fungsi pernafasan, salah satunya hidung. Dimana hidung

BAB I PENDAHULUAN. pada organ dan fungsi pernafasan, salah satunya hidung. Dimana hidung BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Hidup sehat adalah harapan setiap individu baik sehat fisik maupun psikis. Namun harapan tersebut kadang bertentangan dengan keadaan di masyarakat. Dampak pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sinus Paranasal Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan

D. Patofisiologi Ketika kita hirup masuk dan keluar, udara masuk ke dalam hidung dan mulut, melalui kotak suara (laring) ke dalam tenggorokan BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Malacia napas kongenital adalah salah satu dari beberapa penyebab obstruksi saluran udara ireversibel pada anak-anak, tetapi kejadian pada populasi umum tidak diketahui. Malacia

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada BAB II Landasan Teori A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Hurlock (1999) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial diartikan sebagai keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS - RUANG BAITUNNISA 1 RSI SULTAN AGUNG SEMARANG Disusun Oleh : AHMAD IKHLASUL AMAL 092110004 STASE KEPERAWATAN ANAK PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur kondisi udara dengan mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru-paru,

Lebih terperinci

SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN

SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN SCLINICAL PATHWAY SMF THT RSU DAERAH Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN (NAMA PENYAKIT) Nama Pasien : BB : No. RM : Jenis Kelamin : TB : Umur/Tanggal Lahir : Tgl. Masuk RS Jam : Diagnosa Masuk RS : Tonsilitis Kronis

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD BAB III METODE DAN PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD Dr. Moewardi Surakarta, RSUD Karanganyar, RSUD Sukoharjo, dan RSUD Boyolali.

Lebih terperinci

TUGAS BIOLOGI (SISTEM PERNAPASAN MANUSIA)

TUGAS BIOLOGI (SISTEM PERNAPASAN MANUSIA) TUGAS BIOLOGI (SISTEM PERNAPASAN MANUSIA) DISUSUN OLEH: 1. Diki Nanda Pratama 2. M. Rizky Wahyudi 3. Maulana Fadhli 4. M. Zazili 5. Randhika Wiweka KELAS : XI IPA. 3 GURU PEMBIMBING : Karimah S.Pd SMA

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Sinus Paranasal Sinus atau lebih dikenal dengan sinus paranasal merupakan rongga di dalam tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia

BAB I PENDAHULUAN. penyebarannya sangat cepat. Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtivitis merupakan penyakit mata paling umum didunia. Penyakit konjungtivitis ini berada pada peringkat no.3 terbesar di dunia setelah penyakit katarak dan glaukoma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Bronkitis adalah suatu penyakit yand ditandai oleh adanya inflamasi bronkus (Ngastiyah, 2003). Bronkitis adalah suatu infeksi akut saluran besar paru (yaitu trachea dan

Lebih terperinci

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas Rhinosinusitis Bey Putra Binekas Anatomi Fisiologi Sebagai pengatur kondisi udara Sebagai penahan suhu Membantu keseimbangan kepala Membantu resonansi suara Sebagai peredam perubahan tekanan udara Membantu

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik dengan karakteristik

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, sekarang ini juga banyak sekali masalah-masalah kesehatan yang bermunculan di masyarakat. Dari hari

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Telinga BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Telinga dapat dibahagi menjadi 3 bahagian iaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga luar adalah bagian telinga yang tampak. Itu termasuk keseluruhan bagian

Lebih terperinci

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus

aureus, Stertococcus viridiansatau pneumococcus Analisis Data No Data Etiologi Masalah 1. Data Subjektif : Gangguan sekresi saliva Nyeri Penghentian/Penurunan aliran Nyeri menelan pada rahang saliva bawah (kelenjar submandibula) Nyeri muncul saat mengunyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EP3OS) tahun 2012, rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi pada hidung dan sinus paranasalis

Lebih terperinci

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA - - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp4nafas Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

Bab. Peta Konsep. Gambar 4.1 Orang sedang melakukan pernapasan. Pernapasan dada. terdiri dari. - Inspirasi - Ekspirasi. Mekanisme pernapasan

Bab. Peta Konsep. Gambar 4.1 Orang sedang melakukan pernapasan. Pernapasan dada. terdiri dari. - Inspirasi - Ekspirasi. Mekanisme pernapasan Bab 4 Sistem Pernapasan Sumber: Dokumen Penerbit Gambar 4.1 Orang sedang melakukan pernapasan Hidung merupakan salah satu alat pernapasan. Melalui hidung, udara dapat keluar atau masuk ke dalam tubuh.

Lebih terperinci

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN

INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN INTERVENSI ULTRA SOUND THERAPY LEBIH BAIK DARIPADA MICRO WAVE DIATHERMY TERHADAP PENGURANGAN NYERI PADA KASUS SINUSITIS FRONTALIS BAGI AWAK KABIN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyposis) 2012 adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang kronik (RSK) merupakan inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya berupa hidung

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KASUS

BAB III ANALISA KASUS BAB III ANALISA KASUS 3.1 Pengkajian Umum No. Rekam Medis : 10659991 Ruang/Kamar : Flamboyan 3 Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2011 Diagnosa Medis : Febris Typhoid a. Identitas Pasien Nama : Nn. Sarifah Jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak kendala yang sering dijumpai dalam menentukan diagnosis peradangan sinus paranasal. Gejala dan tandanya sangat mirip dengan gejala dan tanda akibat infeksi saluran

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI FARINGITIS AKUT Laporan Penyakit : 1302 ICD X : J.00-J.01 Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Farokah, dkk Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tonsillitis atau yang lebih dikenal masyarakat dengan amandel sering diderita anakanak. Kejadian tersebut sering membuat ibu-ibu merasa khawatir, karena banyak berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus sphenoidalis dan sinus ethmoidalis. Setiap rongga sinus ini

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Edi Susanto, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk PENDAHULUAN Sinus paranasal merupakan ruang udara yang berada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis 2.1.1. Defenisi Menurut Kamus Kedokteran Dorland (2002), sinusitis adalah peradangan sinus, biasanya sinus paranasales; mungkin purulen atau nonpurulen, akut atau

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rinosinusitis kronis (RSK) adalah penyakit inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Pengobatan RSK sering belum bisa optimal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 50 Desa Lenek Kec. Aikmel PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DINAS KESEHATAN PUSKESMAS LENEK Jln. Raya Mataram Lb. Lombok KM. 0 Desa Lenek Kec. Aikmel EVALUASI LAYANAN KLINIS PUSKESMAS LENEK 06 GASTROENTERITIS AKUT. Konsistensi

Lebih terperinci

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS)

06/10/2011 PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS) PERADANGAN MATA (KONJUNGTIVITIS) 1 Site with normal flora KONJUKTIVITIS Peradangan konjungtiva oleh virus, bakteri, klamidia, alergi atau trauma Etiologi Konjuktivitis dapat disebabkan oleh berbagai hal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO upaya untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memelihara kesehatan.upaya kesehatan masyarakat meliputi : peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang 77 Artikel Penelitian Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang Hesty Trihastuti, Bestari Jaka Budiman, Edison 3 Abstrak Rinosinusitis kronik adalah inflamasi kronik

Lebih terperinci

Peta Konsep. Kata Kunci. respirasi udara pernapasan pernapasan dada udara cadangan pernapasan perut udara residu. 68 IPA SMP/MTs Kelas VIII.

Peta Konsep. Kata Kunci. respirasi udara pernapasan pernapasan dada udara cadangan pernapasan perut udara residu. 68 IPA SMP/MTs Kelas VIII. Peta Konsep Alat-alat pernapasan Hidung Pernapasan Manusia Mekanisme pernapasan Volume pernapasan Trakea Pangkal tenggorok Paru Udara pernapasan Udara komplementer Udara cadangan Pernapasan dada Pernapasan

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial A. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah menjalani praktikum fisik diagnostik kepala leher, mahasiswa diharapkan mampu : 1. Melakukan pemeriksaan fisik telinga dengan benar 2. Melakukan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI A. KONSEP MEDIK 1. Pengertian Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam

Lebih terperinci

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID 2.1. Pengertian Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di Copenhagen sebagai suatu kelainan dentofasial yang disebabkan oleh obstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. tujuan mencegah keadaan bertambah buruk, cacat tubuh bahkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertolongan pertama merupakan suatu tindakan pertolongan ataupun bentuk perawatan yang diberikan secara cepat dan tepat terhadap seorang korban dengan tujuan mencegah

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO 42 ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan ( Di Susun

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen

2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen 2.1.1. Definisi Sinusitis merupakan suatu proses peradangan pada mukosa atau selaput lendir sinus paranasal. Akibat peradangan ini dapat menyebabkan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA Konsep Medik : 1. Pengertian Pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi pada paru-paru yang umumnya disebabkan oleh agent infeksi. 2. Tanda dan Gejala 1. Secara khas

Lebih terperinci