BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN"

Transkripsi

1 Pengembangan Muatan Lokal (Dini Amaliah) BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Dini Amaliah Universitas Indraprasta PGRI Jakarta Abstrak Pelaksanaan muatan lokal harus benar-benar memperhatikan karakteristik lingkungan daerah dan juga kebutuhan daerah tersebut. Hal ini bertujuan sebagai usaha pengenalan pemahaman dan pewarisan nilai karakteristik daerah kepada peserta didik. Peserta didik juga diharapkan tidak saja memiliki pengetahuan secara akademis berupa pengetahuan global seperti yang diharapkan, tetapi juga mempunyai kepedulian terhadap nilai-nilai sosiokultural yang melingkupi peserta didik. Konsep muatan lokal tersebut sesuai dengan konsep trikon yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu salah satunya konsentris, yang berarti setelah bersatu dan berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain di dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri. Muatan lokal berarti penguat sumber daya manusia Indonesia akan kecintaan dan nilai lokal daerah sebagai bentuk pertahanan diri dalam menerima arus global. Sehingga muatan lokal menjadi salah satu strategi dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kekuatan informasi, pengetahuan dan budaya luar akan menjadi tambahan kekuatan bangsa tanpa mengurangi, mengaburkan bahkan menghilangkan kecintaan peserta didik akan nilai sosiokultural bangsa dan juga daerahnya. Makalah ini berupaya menjelaskan peranan penting muatan lokal dalam menghadapi MEA dengan metode conceptual paper, yaitu melalui kajian bersifat kualitatif melalui pengumpulan jurnal deskriptif dan literatur. Kata kunci: Muatan lokal, Strategi, MEA PENDAHULUAN Indonesia termasuk salah satu negara dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) yang akan bergulir mulai akhir tahun 2015 ini. MEA merupakan realisasi pasar bebas di Asia Tenggara yang sebelumnya telah disebut dalam Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic Cooperation pada tahun Dengan adanya MEA terciptanya pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas kesepakatan MEA yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja terampil, dan dampak arus bebas modal. Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan merupakan pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu perlu meningkatkan standar mutu sekolah agar lulusannya siap menghadapi persaingan. Salah P a g e [ 419 ]

2 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 satu caranya dengan menguatkan kepala sekolah, guru dan orang tua. Karena kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang lain. Selain itu peningkatan kemampuan peserta didik dalam bidang kewirausahaan juga merupakan bekal dalam menghadapi persaingan MEA. Langkah strategis lain dalam bidang pendidikan adalah menerapkan pendidikan berkarakter sebagai daya tahan dalam menghadapi MEA melalui pengembangan kurikulum baik intra maupun ekstra kurikuler. Pengembangan kurikulum diperlukan juga dalam menghadapi dampak negatif dari MEA. Melalui kurikulum yang tidak hanya bersifat global namun lokal maka dampak negatif MEA dapat dibendung. Salah satu upayanya dengan pengembangan kurikulum muatan lokal (MULOK) yang sudah dilakukan dalam pendidikan di Indonesia. Pengembangan MULOK merupakan pengembangan konsep pendidikan yang sesuai dengan konsep dari Ki Hajar Dewantara yaitu Trikon. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran budaya manusia. Upaya kebudayaan (pendidikan) dapat ditempuh dengan sikap (laku) yang dikenal dengan teori Trikon, yaitu kontinuitas berarti bahwa garis hidup sekarang harus merupakan lanjutan dari kehidupan pada zaman lampau berikut penguasaan unsur tiruan dari kehidupan dan kebudayaan bangsa lain; konvergensi berarti harus menghindari hidup menyendiri, terisolasi dan mampu menuju ke arah pertemuan antar bangsa dan komunikasi antar negara menuju kemakmuran bersama atas dasar saling menghormati, persamaan hak, dan kemerdekaan masingmasing; dan konsentris berarti setelah bersatu dan berkomunikasi dengan bangsabangsa lain di dunia, jangan kehilangan kepribadian sendiri. Bangsa Indonesia adalah masyarakat merdeka yang memiliki adat istiadat dan kepribadian sendiri. Meskipun kita bertitik pusat satu, namun dalam lingkaran yang konsentris itu kita masih tetap memiliki lingkaran sendiri yang khas yang membedakan Negara kita dengan Negara lain. Konsep konsentris yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara merupakan dasar pengembangan kurikulum melalui muatan lokal. Muatan lokal diberikan dalam rangka usaha pengenalan pemahaman dan pewarisan nilai karakteristik daerah kepada peserta didik. Kedudukan muatan lokal dalam kurikulum bukanlah mata pelajaran yang berdiri sendiri, tetapi merupakan mata pelajaran terpadu, yaitu bagian dari mata pelajaran yang sudah ada. Melalui muatan lokal yang diterapkan di sekolah, diharapkan peserta didik dapat meningkatkan kecintaannya terhadap budaya daerahnya dan menanamkan nilai sosio kultural yang melingkupi peserta didik. Pemahaman nilai karakteristik daerah kepada peserta didik diharapkan dapat menjadi benteng yang tangguh dalam menghadapi dampak negatif dari arus global yaitu MEA. Dengan begitu peserta didik akan menjadikan arus global menjadi tambahan kekayaan nilai sosio kultural tanpa menghilangkan nilai budaya daerah. [ 420 ] P a g e

3 Pengembangan Muatan Lokal (Dini Amaliah) Berdasarkan hal tersebut, tujuan MULOK secara filosofis merupakan pengembangan dari konsep primordial yaitu menumbuhkan dan meningkatkan rasa nasionalisme sebagai wujud rasa cinta terhadap bangsa Indonesia. Nasionalisme yang ada pada diri setiap peserta didik dapat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat, kokoh dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang baik yang muncul dalam diri bangsa maupun dari luar seperti MEA. Selain itu, MULOK bertujuan dalam pengembangan edukatif dan psikologis peserta didik. Dengan MULOK pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM) dapat terwujud, karena dengan PAIKEM materi pembelajaran dapat mudah diserap peserta didik dan dapat mewujudkan pembelajaran sejati yang merupakan bagian dari pembelajaran holistik yang dikemukakan oleh Prof. Dr. M. Surya yaitu bahwa pembelajaran sejati bersifat nyata, dekat, dikenal, alami dan natural, yang merupakan kesatuan dari konsep MULOK. Pembelajaran sejati inilah yang akan mewujudkan SDM berkualitas dan siap menghadapi tantangan dan peluang bangsa. Penulisan paper ini bertujuan untuk menelaah pengembangan konsep kurikulum muatan lokal di sekolah dan menginternalisasi peran pengembangan konsep muatan lokal dalam diri peserta didik sebagai upaya dalam menghadapi MEA. KONSEP KURIKULUM MUATAN LOKAL Dalam hal ini, beragam pandangan telah dikemukakan sejumlah pakar. Namun, dalam bagian ini hanya akan dikemukakan beberapa definisi yang telah diajukan. Tirtarahardja dan La Sula mengungkapkan bahwa kurikulum muatan lokal adalah suatu program pendidikan yang isi dan media dan strategi penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah (Iim Wasliman, 2007: 209). Yang dimaksud dengan isi adalah materi pelajaran yang dipilih dan lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari oleh murid di bawah bimbingan guru guna mencapai tujuan muatan lokal. Media penyampaian ialah metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal. Jadi isi program dan media penyampaian materi lokal diambil dan menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik. Menurut Mulyasa kurikulum muatan lokal adalah kegiatan kurikuler yang mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. (Mulyasa, 2009: 256) Substansi Muatan lokal ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan. Pendapat ini tampaknya menganggap bahwa kurikulum muatan lokal hanya bisa diakomodasi melalui kegiatan yang terpisah dengan mata pelajaran. Muatan lokal diorientasikan untuk menjembatani kebutuhan keluarga dan masyarakat dengan tujuan pendidikan nasional. Dapat pula dikemukakan, mata pelajaran ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, mata pelajaran muatan P a g e [ 421 ]

4 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali siswa dengan keterampilan dasar sebagai bekal dalam kehidupan (life skill). Dengan demikian, kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada standar isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Tujuan penyelenggaraan dan pelaksanaan muatan lokal dalam kurikulum yaitu terdiri dari tujuan langsung dan tak langsung. (Abdullah Idi, 1999: 180) Tujuan langsung meliputi bahan pengajaran lebih mudah diserap oleh murid, sumber belajar di daerah dapat lebih dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan, murid dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya, dan murid lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya yang terdapat di daerahnya. Sedangkan tujuan tak langsung meliputi: murid dapat meningkatkan pengetahuan mengenal daerahnya, murid diharapkan dapat menolong orangtuanya dan menolong dirinya sendiri dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, dan murid menjadi akrab dengan lingkungan dan terhindar dari keterasingan terhadap lingkungan sendiri. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan di mana bahan muatan lokal sifatnya mandiri dan tidak terikat oleh pusat, maka peranan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dalam muatan lokal ini sangat menentukan. Untuk melaksanakan pengembangan, langkah-langkah yang ditempuh yaitu menyusun perencanaan muatan lokal, melaksanakan pembinaan, dan merencanakan pengembangan. (Dakir, 2010: 119) Dalam menyusun perencanaan muatan lokal juga akan menyangkut berbagai sumber seperti pengajar, metode, media, dana dan evaluasinya. Merencanakan bahan muatan lokal yang akan diajarkan, langkah-langkahnya dapat ditempuh yaitu mengaidentifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat dijadikan bahan muatan lokal, menyeleksi bahan muatan lokal, menyusun silabus yang bersangkutan, mencari sumber bahan tertulis maupun tidak tertulis, dan mengusahakan sarana/ prasarana yang relevan dan terjangkau. Meskipun kurikulum muatan lokal telah direncanakan dengan rapi, tetapi dalam pelaksanaannya tentu akan mengalami berbagai hambatan. Atas dasar berbagai pengalaman bagi si pelaksana dan berbagai saran, kritik dan tanggapan yang merupakan bahan masukan yang sangat berguna bagi revisi bahan muatan lokal selanjutnya. Selain itu pembinaan perlu ditangani oleh tenaga-tenaga yang profesional yang dilakukan secara berkelanjutan guna tercapainya tujuan muatan lokal secara optimal. [ 422 ] P a g e

5 Pengembangan Muatan Lokal (Dini Amaliah) Pada pengembangan muatan lokal ada yang bersifat untuk jangka jauh dan untuk jangka pendek. Pengembangan jangka jauh dilaksanakan secara berurutan dan berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yang pernah ada di sekolah-sekolah bawahnya. Sedangkan di perguruan tinggi akan lebih tepat diistilahkan dengan program khusus, yang akan menjadi ciri khas bagi setiap perguruan tinggi yang bersangkutan. Perkembangan muatan lokal dalam jangka jauh yaitu melatih keahlian dan keterampilan para siswa yang sesuai dengan harapan nantinya. Dapat membantu dirinya sendiri, keluarga, masyarakat yang akhirnya dapat membantu pembangunan nusa dan bangsanya. Oleh karenanya, perkembangan muatan lokal dalam jangka panjang harus direncanakan secara sistematik oleh keluarga, sekolah dan masyarakat setempat dengan perantara pakar-pakar pada intansi terkait, baik negeri maupun swasta. Perkembangan tersebut dapat dilaksanakan dengan pola Trikon teori oleh Ki Hajar Dewantara yaitu muatan lokal diambilkan dari bahan setempat (Konsentris), kemudian berjalan terus makin meningkat sesuai dengan perkembangan peserta didik menuju ke daerah-daerah yang lain (Kontinyu) akhirnya meskipun setiap sekolah memulai dari sentrisnya masingmasing tetapi kalau semua sekolah melaksanakan secara kontinyu akibatnya akan terjadi kesamaan bahan yang dipelajari oleh semua peserta didik di Indonesia (Konvergensi). Jadi dengan kata lain untuk muatan lokal di sekolah dasar bersifat konsentris kemudian dilaksanakan secara kontinyu di sekolah menengah pertama dan akan terjadi konvergensi di sekolah menengah atas. Sedangkan pengembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara menyusun kurikulum muatan lokal kemudian menyusun silabusnya dan direvisi setiap saat. Dalam pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu perluasan muatan lokal dan pendalaman muatan lokal. (Dakir, 2010:123) Perluasan muatan lokal pada dasarnya ialah bahan muatan lokal yang ada di daerahnya itu yang terdiri dari berbagai jenis muatan lokal. Sedangkan pendalaman muatan lokal adalah bahan muatan lokal yang sudah ada kemudian diperdalam sampai lanjutan. Oleh karena itu pelajaran ini diberikan pada siswa yang sudah dewasa. Landasan pengembangan muatan lokal adalah keberadaannya sebagai salah satu isi dan struktur kurikulum yang harus diberikan pada tingkat dasar dan menengah. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa Sekolah Dasar dan Menengah terdiri dari mata pelajaran pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan, bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Seni dan Budaya; Pendidikan Jasmani dan Olahraga; Keterampilan/Kejuruan; dan muatan lokal (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Pasal 37 ayat 1). Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi menyatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) selain memuat beberapa mata pelajaran, juga terdapat mata pelajaran muatan lokal yang wajib diberikan pada semua tingkat satuan pendidikan. Kebijakan P a g e [ 423 ]

6 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 yang berkaitan dengan dimasukkannya mata pelajaran muatan lokal dalam standar isi dilandasi kenyataan bahwa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah) merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Adapun landasan pengembangan muatan lokal tercantum pula pada UU No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. (Rusman, 2009:404). KONSEP MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) DAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN Pembentukan MEA berawal dari kesepakatan para pemimpin ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada Desember 1997 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kesepakatan ini bertujuan meningkatkan daya saing ASEAN serta bisa menyaingi Tiongkok dan India untuk menarik investasi asing. Modal asing dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan warga ASEAN. Saat itu, ASEAN meluncurkan inisiatif pembentukan integrasi kawasan ASEAN atau komunitas masyarakat ASEAN melalui ASEAN Vision 2020 saat berlangsungnya ASEAN Second Informal Summit. Inisiatif ini kemudian diwujudkan dalam bentuk roadmap jangka panjang yang bernama Hanoi Plan of Action yang disepakati pada Tujuan dibentuknya MEA untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN, serta diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antar negara ASEAN. Selama hampir dua dekade, ASEAN terdiri dari hanya lima negara - Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang pendiriannya pada tahun Negara-negara Asia Tenggara lainnya yang tergabung dalam waktu yang berbeda yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), dan Kamboja (1999). Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja, sektor infrastruktur, dan sektor industri. Dalam menghadapi MEA, Pemerintah Indonesia menyiapkan respon kebijakan yang berkaitan dengan Pengembangan Industri Nasional, Pengembangan Infrastruktur, Pengembangan Logistik, Pengembangan Investasi, dan Pengembangan Perdagangan ( Selain hal tersebut masing-masing Kementerian dan Lembaga berusaha mengantisipasi MEA dengan langkah-langkah strategis. Menurut Suroso (2015) dalam bidang pendidikan, Pemerintah juga dapat melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan standar mutu sekolah menjadi keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan. Kegiatan sosialisasi pada masyarakat juga harus ditingkatkan misalnya dengan Iklan Layanan Masyarakat tentang MEA yang berusaha menambah kesiapan masyarakat menghadapinya. [ 424 ] P a g e

7 Pengembangan Muatan Lokal (Dini Amaliah) Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, meningkatkan standar mutu pendidikan salah satunya dengan menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru, dan orang tua. Menurutnya, kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang baik. Guru juga perlu dilatih dengan metode yang tepat, yaitu mengubah pola pikir guru. Menurut Julipah dalam makalahnya mengenai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 pendekatan yang mampu dioptimalkan untuk menghadapi tantangan MEA 2015 ke depan khususnya di bidang pendidikan yaitu: pendidikan merupakan hal yang terpenting untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat khususnya di kawasan Indonesia Timur. Sebagai usaha untuk meningkatkan daya saing dengan penduduk dari asal negara asing lainnya, penting untuk pemerintah daerah maupun pusat untuk lebih memberikan perhatian kepada masalah pendidikan. Penyuluhan sebagai langkah untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat setempat pun perlu dilakukan untuk memberikan kemudahan mengelola kekayaan alam kawasan Indonesia Timur. PERAN MUATAN LOKAL DALAM MENGHADAPI MEA Pemerintah melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Salah satu aspek yang dilakukan dalam strategi menghadapi MEA dengan pengembangan kurikulum adalah pengembangan kurikulum muatan lokal. Pengembangan kurikulum muatan lokal ada yang bersifat untuk jangka jauh dan untuk jangka pendek. Pengembangan jangka jauh dilaksanakan secara berurutan dan berkesinambungan dari berbagai muatan lokal yang pernah ada di jenjang sekolah dasar sampai menengah, seperti yang dilakukan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat, dengan berupaya menerapkan kurikulum muatan lokal melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Menurut H Wildan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) republika.co.id (April, 2015) menilai masih lemahnya penguasaan bahasa Inggris akan menjadi kendala dalam menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Penguasaan bahasa Inggris menjadi kendala dalam menghadapi persaingan MEA yang akan diberlakukan mulai akhir Penguasaan bahasa Inggris, menurutnya menjadi salah satu persyaratan utama dalam perekrutan tenaga kerja di setiap perusahaan, baik milik pemerintah maupun swasta, terutama perusahaan asing. Hal ini senada yang dilakukan di DKI Jakarta, bahwa pengembangan kurikulum 2013 semakin menambah sarat pentingnya muatan lokal di sekolah, seperti yang diungkapkan dalam replubika.co.id (Desember, 2013) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taufik Yudi Mulyanto menekankan bahwa bahasa Inggris akan dijadikan muatan lokal dalam kurikulum baru. Jadi, di Jakarta, bahasa Inggris justru akan menjadi mata pelajaran wajib sebagai tambahan dari desain minimal yang ditawarkan Pusat. Begitu juga dengan Penjaskes. Pada perguruan tinggi akan lebih tepat diistilahkan dengan program khusus, yang akan menjadi ciri khas bagi setiap perguruan tinggi yang bersangkutan. Hal ini P a g e [ 425 ]

8 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 sesuai dengan yang dilakukan Universitas Indraprasta PGRI dalam mengembangkan budaya daerah dengan melaksanakan pagelaran wayang orang dan kulit sebagai bentuk pelestarian budaya di mana mahasiswa dan dosen ikut aktif baik sebagai penari, pemain dan pelakon. Perkembangan muatan lokal dalam jangka jauh dapat dilaksanakan dengan pola Trikon teori oleh Ki Hajar Dewantara yaitu konsentris, kontinyu dan konvergensi dalam muatan lokal seperti yang diuraikan dalam jurnal humaniora oleh Nunung Sri Wahyuni (2013) menjelaskan pengembangan muatan lokal melalui membatik di SMA Situbondo, hasil penelitiannya menyatakan bahwa penetapan muatan lokal membatik merupakan keputusan sekolah dengan tujuan mensukseskan program pemerintah kabupaten Situbondo melestarikan dan mengembangkan budaya lokal khususnya batik situbondo, memberikan bekal keterampilan, dan peluang usaha. Selain itu implementasi muatan lokal membatik terlaksana secara optimal serta minat wirausaha siswa tinggi setelah mengikuti mulok membatik. Muhammad Nur Farid dalam jurnal komunitas Unnes (2012) mengkaji bagaimana pelaksanaan muatan lokal batik tulis Lasem pada tingkat sekolah dasar di Kecamatan Lasem sebagai bentuk pelestarian budaya lokal. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan muatan lokal batik tulis Lasem pada kelas empat dan kelas lima. Muatan lokal tersebut berhasil menanamkan kepedulian dan kecintaan anak-anak pada batik tulis Lasem. Contoh lain dalam pengembangan muatan lokal jangka jauh adalah penetapan keluasan waktu belajar dalam pelaksanaan muatan lokal di Surabaya dengan menetapkan Jumat Jawa (JJ). DKI Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia juga telah menerapkan muatan lokal dengan menetapkan pakaian daerah untuk dipakai guru sebagai langkah memperkenalkan dan menumbuhkan kecintaan pada budaya daerah. Berbagai upaya yang dilakukan dalam dunia pendidikan untuk menghadapi tuntutan dan tantangan dalam menghadapi MEA dengan pengembangan kurikulum muatan lokal baik melalui penerapan bahasa Inggris untuk mengadaptasi tuntutan MEA, maupun dengan menguatkan budaya daerah sebagai pondasi budaya nasional seperti penerapan muatan lokal Jumat Jawa, membatik, bahasa Sunda dan lain sebagainya. Hal ini penting sehingga kecintaan peserta didik akan daerahnya menjadi penguat dalam menghadapi MEA, yaitu peserta didik menjadi think globally act locally. Sedangkan pengembangan muatan lokal dalam jangka pendek dapat dilakukan oleh sekolah setempat dengan cara menyusun kurikulum muatan lokal kemudian menyusun silabusnya dan direvisi setiap saat. Pihak yang memegang peranan cukup penting baik di dalam perencanaan dan pelaksanaan kurikulum adalah guru. Peranan guru bukan hanya menilai perilaku dan prestasi belajar murid-murid dalam kelas, tetapi juga menilai implementasi kurikulum dalam lingkup yang lebih luas. Hasil-hasil penilaian demikian akan sangat membantu pengembangan kurikulum, untuk memahami hambatan-hambatan dalam implementasi kurikulum dan juga dapat membantu mencari cara untuk mengoptimalkan kegiatan guru (Nana Syaodih S., 2009:157). [ 426 ] P a g e

9 Pengembangan Muatan Lokal (Dini Amaliah) Kreativitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran menjadi dasar pengembangan muatan lokal yang terinternalisasi tidak hanya untuk peserta didik namun juga bagi pendidiknya. Guru dituntut untuk dapat menggunakan sumber daya ada (lingkungan) dalam pelaksanaan pembelajaran agar pembelajaran menjadi optimal dan kontekstual. Pembelajaran yang kontekstual merupakan salah satu strategi dalam menerapkan muatan lokal di dalam semua materi pembelajaran. Pembelajaran kontekstual dapat menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM) dengan menggunakan berbagai variasi metode, sumber dan alat/ media pembelajaran. Dalam pengembangan selanjutnya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu perluasan muatan lokal dan pendalaman muatan lokal. Perluasan muatan lokal pada dasarnya ialah bahan muatan lokal yang ada di daerahnya itu yang terdiri dari berbagai jenis muatan lokal. Sedangkan pendalaman muatan lokal adalah bahan muatan lokal yang sudah ada kemudian diperdalam sampai lanjutan. Perluasan dan pendalaman muatan lokal yang dimaksud salah satunya dengan penguasaan bahasa daerah selain bahasa asing. Melalui muatan lokal seperti yang diungkapkan Kompas (26 Maret 2015) adalah sebagian bahasa daerah di Nusantara semakin terancam punah, terutama akibat minimnya tradisi pengajaran lintas generasi. Hal ini merugikan bangsa Indonesia karena keanekaragaman bahasa, sebagai salah satu unsur penting pembentuk kebudayaan, menjadi semakin berkurang. Ini merupakan tantangan besar khususnya dalam menghadapi MEA. Salah satu cara yang wajib ditempuh adalah dengan mengembangkan muatan lokal bahasa daerah sebagai wujud penanaman nilai budaya daerah. Penerapan muatan lokal bahasa daerah di sekolah yang dilakukan selama ini perlu dipertahankan untuk menjaga bahasa daerah agar tidak punah karena bahasa daerah merupakan identitas suatu bangsa. Dalam pelaksanaannya perlu dibuat sebagai mata pelajaran mandiri mengingat karakteristiknya yang tidak dapat diintegrasikan dengan mata pelajaran strategi belajar dan pembelajaran, sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Propinsi Jawa Barat. Adapun landasannya, sebagaimana surat edaran Kepala Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat No. 423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013 perihal Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, dengan demikian pembelajaraan muatan lokal Bahasa Daerah tetap diakomodir dalam Kurikulum 2013 di Jawa Barat dengan pilihan bahasa yaitu Bahasa Sunda, Bahasa Cirebon dan Bahasa Melayu Betawi. (Bambang Sugiharto, 2013) SIMPULAN Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan, salah satunya di bidang pendidikan. Indonesia dituntut untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang memiliki integritas dan jati diri yang kuat sebagai bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki beraneka ragam budaya. Budaya tersebut harus terus dilestarikan dan diperkuat melalui pengembangan kurikulum. Salah satu caranya pengembangan P a g e [ 427 ]

10 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 kurikulum yang dilakukan adalah dengan pengembangan kurikulum muatan lokal di mana karakteristik dan ciri daerah ditingkatkan dan penguasaan akan pengetahuan global juga dioptimalkan. Muatan lokal dapat menumbuhkan kecintaan peserta didik sebagai penerus bangsa akan nilai-nilai sosio kultural daerahnya dan negerinya. Selain itu nilai moral yang terkandung pada setiap daerah dapat ditumbuhkan dalam diri peserta didik maupun pendidik. Nilai moral inilah yang menjadi ciri dan bekal bangsa dalam menghadapi tuntutan dan tantangan masa depan. Pengembangan muatan lokal yang telah dilaksanakan di Indonesia merupakan salah satu strategi jitu dalam menghadapi MEA. Dengan pelaksanaan MEA, melalui muatan lokal bangsa Indonesia dapat merubah tantangan menjadi peluang. Dampak negatif MEA dapat diubah menjadi positif yaitu semakin menjadikan bangsa Indonesia kuat, kokoh dan tegar. Adapun pelaksanaan muatan lokal yang sudah berlangsung sekian lama di Indonesia sebagai salah satu langkah strategis menghadapi MEA, masih perlu untuk terus diperbaiki dan dikembangkan. Minimnya evaluasi pelaksanaan muatan lokal menjadi hal yang harus dipikirkan. Evaluasi muatan lokal penting untuk pengembangan kurikulum yang adaptif dengan perkembangan global. Oleh karena itu, penelitian ini pun perlu dikembangkan sampai tahap evaluasi pelaksanaan muatan lokal, untuk mengetahui seberapa jauh muatan lokal sudah dilaksanakan. Dengan begitu, pelaksanaan muatan lokal menjadi optimal dan tepat sasaran serta dapat menginternalisasi ke dalam diri bangsa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Dakir, Haji. (2010). Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta. Idi, Abdullah. (1999). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Jakarta: Gaya Media Pratama. Iim Wasliman. (2007). Modul Problematika Pendidikan Dasar. Bandung: Pps Pendidikan Dasar UPI. Kompas. (2012). Bahasa Daerah Terancam: Sebagian dari 749 Bahasa di Nusantara kian Kehilangan Penutur. Maret 2015, halaman 12. Jakarta. Mulyasa, E. (2009). Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kemandirian guru dan Kepala Sekolah, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT Bumi Aksara. Munawaroh, Julipah Al. (2015). Makalah: Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) _ diakses 23 Mei Nasir, Muhammad. (2013). Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Dalam Konteks Pendidikan Islam di Madrasah. Jurnal Studi Islamika, 10(1), diakses 23 Mei Nur Farid, Muhammad. (2012). Peranan Muatan Lokal Materi Batik Tulis Lasem Sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Lokal. Jurnal Komunitas (Research And Learning In [ 428 ] P a g e

11 Pengembangan Muatan Lokal (Dini Amaliah) Sociology And Anthropologhy), 4(1) Komunitas/Article/View/2400 Putra, Yudha Manggala P. (2015). Penguasaan Bahasa Inggris Dinilai Kendala Hadapi MEA. penguasaan-bahasa-inggris-dinilai-kendala-hadapi-mea, diakses pada 14 April 2015 Rachman Taufik. (2012). Pengamat: Bahasa Inggris Jadi Muatan Lokal Saja. mca72n pengamat-bahasa-inggris-jadi-muatan-lokal-saja, diakses 23 Mei Rusman. (2009). Manajemen Kurikulum. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiharto, Bambang. (2013). Penerapan Bahasa Daerah pada Kurikulum 2013 di Jawa Barat. diakses 24 Mei Suroso, G.T. (2015). Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan Perekonomian Indonesia. umum/20545-masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia, diakses 24 Mei P a g e [ 429 ]

12 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 [ 430 ] P a g e MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER Bernadus Gapi Universitas Negeri Surabaya bernadusgapi15@yahoo.com Abstrak Artikel bertujuan untuk mengetahui cara dalam membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Artikel ini berupa hasil pemikiran penulis, analisis ilmiah, dan kajian teori. Dari hasil pemikiran, analisis ilmiah dan kajian teori, disimpulkan bahwa cara membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler adalah dengan menggunakan strategi berupa tekanan dan apresiasi pada setiap pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler. Tekanan dapat berupa aturan dan sanksi sebagai salah satu aspek pendorong dalam motivasi yakni mencoba dengan keras, sedangkan apresiasi dapat berupa pujian dan pemberian simbol penghargaan. Penggunaan strategi membangun kepercayaan diri siswa berupa tekanan dan apresiasi terhadap siswa sangat tergantung dari waktu dan kondisi siswa pada saat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, antara lain; pada saat siswa dengan kondisi sangat pasif sampai pada kondisi pasif menggunakan unsur tekanan, pada saat siswa aktif menggunakan unsur apresiasi, dan pada saat siswa hiper aktif dapat menggunakan unsur tekanan. Kata kunci: Kepercayaan diri, Kegiatan ekstrakurikuler, strategi, tekanan, apresiasi PENDAHULUAN Sasaran penerapan Kurikulum 2013 adalah untuk mewujudkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan siswa sebagai peserta didik. Ketiga kompetensi dasar tersebut selanjutnya diharapkan dapat membangun kesiapan bagi generasi muda dalam menghadapi MEA. Untuk mendukung terwujudnya pencapaian ketiga kompetensi tersebut, khususnya sikap dan keterampilan siswa serta dalam menyikapi MEA Tahun 2015, maka salah satu hal yang teramat penting untuk diperhatikan oleh lembaga sekolah dalam mendukung program kurikuler adalah kepercayaan diri siswa. Membangun kepercayaan diri siswa bertujuan agar siswa memiliki keberanian dalam mengekspresikan ide, pemikiran, serta gagasan baik secara abstrak maupun mewujudnyatakan dalam ranah konkret yang selanjutnya dapat membantu berkembangnya prestasi belajar siswa. Hal ini senada dengan pendapat Soesarsono Wijandi (1999:33) bahwa Kepercayaan diri merupakan paduan sikap dan keyakinan seseorang dalam menghadapi tugas atau pekerjaan. Kemampuan menyampaikan ide, pemikiran dan gagasan secara baik dan benar, serta sistematis dan objektif dapat dipandang siswa sebagai tantangan dan di sisi lain sebagai masalah dalam mengambil keputusan apakah ide, pemikiran serta gagasannya dieksplorasikan dan diekspresikan atau tidak. Seorang siswa yang percaya diri, tentu akan mengambil keputusan untuk segera berpendapat ataupun bertindak terhadap ide, pemikiran dan gagasan yang dimiliki karena memiliki keyakinan terhadap kemampuan

13 Membangun Kepercayaan Diri (Bernadus Gapi) dirinya dan optimis terhadap konsekuensi tindakannya serta siap menerima respon dan penilaian pihak lain. Sejalan dengan itu, Angelis (2007:10) mengenai percaya diri berawal dari tekad pada diri sendiri, untuk melakukan segalanya yang kita inginkan dan butuhkan dalam hidup. Percaya diri terbina dari keyakinan diri sendiri, sehingga kita mampu menghadapi tantangan hidup apapun dengan berbuat sesuatu. Membangun kepercayaan diri siswa amatlah penting. Siswa sejatinya merupakan sosok anak-anak dan remaja yang masih dalam tahap proses untuk mendapatkan kematangan dan kemajuan dirinya sehingga proses yang dimaksud adalah proses belajar. Dalam proses belajar tersebut siswa akan menemukan kekurangan dan kelebihan dirinya demi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kompetensi diri. Untuk itu penting bagi siswa untuk mengekspresikan apa yang ada dalam pikirannya untuk dapat menemukan kekurangan dan kelebihan tersebut. Siswa yang aktif dan percaya diri akan mudah menemukan dua hal tersebut dibandingkan dengan siswa yang cenderung pasif dan minder dalam proses pembelajaran. Membangun kepercayaan diri siswa dapat dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kegiatan di luar mata pelajaran wajib yang bertujuan untuk pengembangan diri siswa. Hakim (2002:122) menjelaskan bahwa rasa percaya diri siswa di sekolah bisa dibangun melalui berbagai macam bentuk kegiatan, yang salah satunya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler. Selanjutnya Pengertian ekstrakurikuler menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002:291) yaitu: suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Terdapat banyak kegiatan ekstrakurikuler yang jika diprogramkan dan dijalankan dengan baik dan benar maka kepercayaan diri siswa akan terbentuk dan dapat mendukung kemajuan prestasi belajar serta perkembangan kepribadian siswa lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka ditarik rumusan masalah, yakni bagaimana cara membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler?, dan bertujuan untuk mengetahui cara membangun kepercayaan diri siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsep Kepercayaan Diri dan Pengertian Percaya Diri Menurut Lauster (2012:4) kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri, sehingga dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya (Hakim, 2002:6). Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. P a g e [ 431 ]

14 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut di mana ia merasa memiliki kompetensi, yakni mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Thantaway dalam Kamus istilah Bimbingan dan Konseling (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan (Dimyati dan Mudjiono, 2009). Menurut (Aunurrahma 2009) Percaya diri adalah salah satu kondisi psikologi seseorang yang berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Rasa percaya diri pada umumnya muncul ketika seseorang akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkan. Dari dimensi perkembangan, rasa percaya diri dapat tumbuh dengan sehat bilamana ada pengakuan dari lingkungan. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa percaya diri adalah sikap positif yang dimiliki seorang individu yang membiasakan dan memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri, mapun lingkungan serta situasi yang dihadapi untuk meraih apa yang diinginkan. Konsep Kegiatan Ekstrakurikuler Pengertian ekstrakurikuler menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002:291) yaitu; suatu kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum seperti latihan kepemimpinan dan pembinaan siswa. Kegiatan ekstrakurikuler sendiri dilaksanakan di luar jam pelajaran wajib. Kegiatan ini memberi keleluasaan waktu dan memberikan kebebasan pada siswa, terutama dalam menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan bakat serta minat mereka. Menurut Oemar Hamalik (2004: 181), kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar ketentuan kurikulum yang berlaku, akan tetapi bersifat pedagogis dan menunjang pendidikan dalam menunjang ketercapaian tujuan sekolah. Kegiatan Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah (Anifral Hendri, 2008: 1-2).Pengertian di atas menekankan bahwa kegiatan ekstrakurikuler untuk membantu pengembangan peserta didik dan pemantapan pengembangan kepribadian siswa yang salah satunya adalah membangun kepercayaan diri. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 A Tahun 2013, Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kurikulum standar sebagai perluasan dari kegiatan kurikulum dan dilakukan di bawah bimbingan sekolah dengan tujuan untuk mengembangkan [ 432 ] P a g e

15 Membangun Kepercayaan Diri (Bernadus Gapi) kepribadian, bakat, minat, dan kemampuan peserta didik yang lebih luas atau di luar minat yang dikembangkan oleh kurikulum. Berdasarkan definisi tersebut, maka kegiatan di sekolah atau pun di luar sekolah yang terkait dengan tugas belajar suatu mata pelajaran bukanlah kegiatan ekstrakurikuler. Sehubungan dengan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang menekankan kepada kebutuhan siswa agar menambah wawasan, sikap dan kepribadian siswa khususnya kepercayaan diri siswa baik di luar jam pelajaran wajib serta kegiatannya dilakukan di dalam dan di luar sekolah Tujuan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan yang tercantum dalam Permendiknas No. 81A Tahun 2013, yaitu sebagai berikut: 1. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik. 2. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya. Fungsi Kegiatan Ekstrakurikuler Ada empat fungsi yang melekat dalam kegiatan ekstrakurikuler: pertama, pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas siswa sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka. Kedua, sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung-jawab sosial peserta didik. Ketiga, rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, menggembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan. Keempat, persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik Dari tujuan dan manfaat kegiatan ekstrakurikuler dapat terlihat sangat jelas arahnya yakni untuk meningkatkan kemampuan dan pengembangan pribadi siswa sehingga kepercayaan diri siswa dimaksud menjadi salah satu aspek penting yang akan timbul dalam diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler. Untuk itu dalam implementasinya perlu memperhatikan cara-cara dalam membangun kepercayaan diri siswa. Jenis-jenis kegiatan ekstrakurikuler Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia kegiatan ekstrakurikuler terdiri dari ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan. Terkait dengan kegiatan ekstrakurikuler pilihan, maka menurut Anifral Hendri (2008: 2 3), mengemukakan pendapat umumnya mengenai beberapa jenis kegiatan ekstrakurikuler dalam beberapa bentuk yaitu: 1. Krida, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), organisasi siswa (OSIS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA). P a g e [ 433 ]

16 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian. 3. Latihan/lomba keberbakatan/ prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan. 4. Seminar, lokakarya, dan pameran/ bazar, dengan substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya. 5. Olahraga, yang meliputi beberapa cabang olahraga yang diminati tergantung sekolah tersebut, misalnya: Basket, Karate, Taekwondo, Silat, Softball, dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler 1. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat, minat peserta didik masing-masing. 2. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik. 3. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh. 4. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler dalam suasana yang disukai dan menggembirakan peserta didik. 5. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil. 6. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat. Format kegiatan ekstrakurikuler 1. Individual, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti peserta didik secara perorangan. 2. Kelompok, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh kelompokkelompok peserta didik. 3. Klasikal, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh peserta didik dalam satu kelas. 4. Gabungan, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti oleh pesert didik antar kelas atau antar sekolah. 5. Lapangan, yaitu format kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan Penguatan Paradigma dan Membangun Model Kegiatan Ekstrakurikuler Oleh karena peran kegiatan ekstrakurikuler yang sangat penting bagi pengembangan anak dan kontribusinya terhadap prestasi anak dalam ranah intrakurikuler maka pandangan tentang kegiatan ekstrakurikuler dalam dunia pendidikan dewasa kini sudah semestinya dikuatkan melalui sistem yang terpadu dan terarah. Sistem yang terpadu dan terarah berarti kegiatan ekstrakurikuler tidak bisa lagi [ 434 ] P a g e

17 Membangun Kepercayaan Diri (Bernadus Gapi) dipandang hanya sekedar kegiatan sampingan yang sifatnya rutinitas dan tidak terkontrol dengan baik melainkan sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kegiatan intrakurikuler. Hadirnya Permendiknas No. 39 Tahun 2008 tentang pembinaan kesiswaan dan Permendiknas No. 81A Tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, menegaskan bahwa kegiatan ekstrakurikuler menjadi salah satu inti kurikulum dan layanan pendidikan sekolah yang tidak boleh ditinggalkan. Untuk dapat membangun kepercayaan diri siswa dalam pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler maka sangatlah penting kegiatan ekstrakurikuler dimaksud dilaksanakan secara sistematis, terarah, dan pada tahap perencanaan serta pelaksanaannya dapat memperhatikan strategi membangun kepercayaan diri siswa. Model skema kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan disajikan pada Gambar 1. Prinsip KEGIATAN EKSTAKURIKU LER Format Perencana an Pelaksana an HASIL Analisis: Kebutuhan, bakat, minat, dan kesesuaian dengan K 13 Program Kegiatan: Menyusun program kegiatan Pelaksana: Terdiri dari; Kepala Sekolah, Wakasek Kurikulm dan Kesiswaan, guru dan pelatih Tanggung jawab kerja: Setiap pihak melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang berbeda, dan siswa dituntut untuk terlibat secara penuh berdasarkan minatnya Jenis kegiatan: Terdapat kegiatan sifatnya wajib dan pilihan. Untuk kegiatan pilihan, jenis kegiatan ekstrakurikuler bervariasi berdasarkan pada kebutuhan anak dan kesesuaian dengan kondisi kurikulum 2013 Disertakan dalam tahap perencanaan STRATEGI MEMBANGUN KEPERCAYAN DIRI Diimplementasikan dalam tahap pelaksanaan KEPERCAYAAN DIRI SISWA SEBAGAI HASIL Gambar 1. Skema Model Rancangan Kegiatan Ekstrakurikuler dan Strategi Membangun Kepercayaan Diri Siswa P a g e [ 435 ]

18 Prosiding Seminar Nasional 9 Mei 2015 Dari Gambar 1 sebelum dapat terlihat skema model rancangan kegiatan ekstrakurikuler dan strategi meningkatkan kepercayaan diri siswa yang dalam implementasi merupakan suatu system yang terdiri dari perencanaan dan pelaksanaan untuk mencapai hasil kepercayaan diri siswa. Dalam kaitannya dengan tahap perencanaan, maka prinsip dan format kegiatan ekstrakurikuler merupakan acuan penting agar perencanaan dimaksud memperhatikan hal-hal yang menjadi prinsip kegiatan ekstrakurikuler dan hal-hal yang menjadi format kegiatan ekstrakurikuler. Tahap Perencanaan terdiri dari; analisis, penyusunan program kegiatan, dan unsur pelaksana kegiatan. Proses analisis memperhatikan kebutuhan siswa dan kesesuaian dengan kondisi kurikulum Dengan memperhatikan kebutuhan, bakat dan minat siswa dimaksud bertujuan agar pihak lembaga merancang kegiatan ekstrakurikuler yang menjawab kebutuhan, bakat, potensi, serta hobi pada setiap siswa. Dengan bakat serta potensi yang berbeda-beda, maka jenis kegiatan menjadi bervariasi dalam mengakomodir kebutuhan siswa. Selanjutnya kesesuaian dengan kondisi kurikulum 2013 bermaksud agar kegiatan ekstrakurikuler memperhatikan pula keadaan dan aturan main K 13. Hal-hal yang perlu disesuaikan adalah terkait dengan waktu, sarana-prasarana pendukung, dan kesiapan kemampuan guru. Unsure pelaksana melibatkan semua komponen dalam lembaga sekolah. Selanjutnya dalam tahap pelaksanaannya, setiap komponen dari lembaga sekolah, mulai dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru serta pelatih memperhatikan dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dalam rangka membangun kepercayaan diri siswa menjadi tugas dan tanggung jawab bersama. Masing-masing pihak memiliki peran yang berbeda-beda. Selanjutnya jenis kegiatan yang dikembangkan menjadi bervariasi tergantung kebutuhan anak. Terkait dengan tujuan membangun kepercayaan diri siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler, maka yang dilakukan adalah dengan memasukkan strategi membangun kepercayaan diri siswa pada tahap perencanaan dan diaplikasikan pada tahap pelaksanaan yang pada akhirnya dapat mendukung tercapainya tujuan yakni meningkatnya kepercayaan diri siswa. Unsur Yang Terlibat dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Permendiknas Tahun 2008 dan Juknis penyusunan program pengembangan diri melalui kegiatan ekstrakurikuler untuk SMA oleh Direktorat Pembina Sekolah Menengah Atas mengemukakan tentang unsur pelaksana kegiatan ekstrakurikuler, sebagai berikut: Kepala Sekolah Kepala sekolah memperhatikan referensi atau acuan yang menjadi input dalam melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler. Referensi atau acuan tersebut antara lain: Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, PP Nomor 19 Tahun 2005, Permendiknas Nomor 27 Tahun 2007, Permendiknas Nomor 59 tahun 2014, Panduan Pelaksanaan Kurikulum 2013, Panduan Pengembangan diri, Panduan tentang membangun kepercayaan diri. Selanjutnya Kepala sekolah memiliki peran dalam hal, yakni; [ 436 ] P a g e

BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN BAGIAN 4. PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Dini Amaliah Universitas Indraprasta PGRI Jakarta dini230612@gmail.com

Lebih terperinci

MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER [ 430 ] P a g e MEMBANGUN KEPERCAYAAN DIRI SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER Bernadus Gapi Universitas Negeri Surabaya bernadusgapi15@yahoo.com Abstrak Artikel bertujuan untuk mengetahui cara dalam

Lebih terperinci

PANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI

PANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI PANDUAN MODEL PENGEMBANGAN DIRI Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Landasan Pengembangan Diri UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas: Pasal 1 butir 6 tentang pendidik, pasal 3 tentang tujuan pendidikan,

Lebih terperinci

PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER I. PENDAHULUAN Pasal 3 Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN MUATAN LOKAL TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA

PERAN PENDIDIKAN MUATAN LOKAL TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA CITIZENSHIP: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan PERAN PENDIDIKAN MUATAN LOKAL TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA Durrotun Nafisah Abstrak S emakin meningkatnya peristiwa yang terjadi pada bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

PENGARUH KEIKUTSERTAAN SISWA DALAM BIMBINGAN BELAJAR DAN EKSTRAKURIKULER TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA. Karim

PENGARUH KEIKUTSERTAAN SISWA DALAM BIMBINGAN BELAJAR DAN EKSTRAKURIKULER TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA. Karim JPM IAIN Antasari Vol. 1 No. 1 Juli Desember 2013, pp. 1-8 PENGARUH KEIKUTSERTAAN SISWA DALAM BIMBINGAN BELAJAR DAN EKSTRAKURIKULER TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA Abstrak Prestasi belajar merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut

Lebih terperinci

MENGINTEGRASIKAN MUATAN LOKAL DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR

MENGINTEGRASIKAN MUATAN LOKAL DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR MENGINTEGRASIKAN MUATAN LOKAL DALAM KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR Nurul Hidayati Rofiah, M.Pd.I Program Studi PGSD FKIP UAD Email: nurulhidayatirofiah@ymail.com ABSTRAK Muatan lokal merupakan bahan kajian

Lebih terperinci

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1

PENYUSUNAN KTSP. Sosialisasi KTSP 1 PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi

Lebih terperinci

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1

DIKLAT/BIMTEK KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 PANDUAN PENYUSUNAN KTSP DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL HALAMAN 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Permendiknas No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode remaja adalah masa transisi dari periode anak-anak ke periode dewasa. Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang amat penting dalam kehidupan seseorang khususnya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP TENTANG KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DAN HASIL BELAJAR. sebagai wadah bagi siswa yang memiliki minat mengikuti kegiatan

BAB II KONSEP TENTANG KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DAN HASIL BELAJAR. sebagai wadah bagi siswa yang memiliki minat mengikuti kegiatan 28 BAB II KONSEP TENTANG KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DAN HASIL BELAJAR A. Kegiatan Ekstrakurikuler 1. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RPP BERBASIS KTSP PADA MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL DI TINGKAT SEKOLAH DASAR

PENYUSUNAN RPP BERBASIS KTSP PADA MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL DI TINGKAT SEKOLAH DASAR 1 PENYUSUNAN RPP BERBASIS KTSP PADA MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL DI TINGKAT SEKOLAH DASAR A. PENDAHULUAN Semboyan Bhineka Tunggal Ika sebenarnya mewakili kenyataan kondisi tanah air dan bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd

MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK. By: Estuhono, S.Pd, M.Pd MATERI KULIAH PENGEMBANGAN KURIKULUM MULOK By: Estuhono, S.Pd, M.Pd PENGEMBANGAN MODEL KURIKULUM Estuhono, S.Pd, M.Pd I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah, sentralisasi ke desentralisasi, multikultural,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 125 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan yang didapat dari hasil penelitian yang telah dianalisis dan dikaji dengan berbagai pendapat para ahli dan penelitian terdahulu yang

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berpengaruh terhadap berbagai aspek. Salah satunya terhadap kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. ini berpengaruh terhadap berbagai aspek. Salah satunya terhadap kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pendidikan, seni dan teknologi yang sangat pesat, hal ini berpengaruh terhadap berbagai aspek. Salah satunya terhadap kegiatan intrakulikuler

Lebih terperinci

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi

PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP. Oleh Dr. Jumadi PENGERTIAN KTSP DAN PENGEMBANGAN SILABUS DALAM KTSP Makalah disampaikan pada Pelatihan dan Pendampingan Implementasi KTSP di SD Wedomartani Oleh Dr. Jumadi A. Pendahuluan Menurut ketentuan dalam Peraturan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP

PENYUSUNAN PENYUSUN KTSP PENYUSUNAN KTSP Sosialisasi KTSP 1 LANDASAN UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional a Pendidikan d Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar

Lebih terperinci

PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH PEDOMAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas siswa menjadi yang lebih baik. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini sudah mulai memaknai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) a. Pengertian KTSP Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG KEGIATAN EKSTRAKURIKULER PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah generasi penerus yang menentukan nasib bangsa di masa depan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sesungguhnya memiliki modal besar untuk menjadi sebuah bangsa yang maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat. Hal itu didukung oleh sejumlah fakta

Lebih terperinci

BAB XI LAYANAN KEGIATAN EKSTRA KURIKULER

BAB XI LAYANAN KEGIATAN EKSTRA KURIKULER BAB XI LAYANAN KEGIATAN EKSTRA KURIKULER A. Pengertian Kegiatan Ekstrakurikuler. Ada beberapa pengertian kegiatan ekstrakurikuler(ekskul) seperti dijelaskan berikut ini : 1. Kegiatan tambahan di luar struktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan penegasan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi,

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan penegasan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah unsur penting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai dengan penegasan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, Untuk melindungi

Lebih terperinci

MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK

MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK MODEL PENGEMBANGAN MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK PUSAT KURIKULUM, BALITBANG DEPDIKNAS Jl. Gunung Sahari Raya No. 4, Jakarta Pusat Telp. : (62-21)3804248,3453440,34834862

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional

PENGEMBANGAN KTSP. A. Rasional PENDAHULUAN Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena saat ini, keberadaan seni tradisi yang terdapat di daerah mulai menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam penyajian.

Lebih terperinci

Mempersiapkan Generasi Muda yang Kompetitif, Produktif dan Inovatif dalam Menghadapi Tantangan Global di Era MEA 2015

Mempersiapkan Generasi Muda yang Kompetitif, Produktif dan Inovatif dalam Menghadapi Tantangan Global di Era MEA 2015 Mempersiapkan Generasi Muda yang Kompetitif, Produktif dan Inovatif dalam Menghadapi Tantangan Global di Era MEA 2015 Pada tahun 2003, para pemimpin negara-negara ASEAN sepakat bahwa Masyarakat ASEAN harus

Lebih terperinci

SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM

SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM SALINAN LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENGEMBANGAN MUATAN LOKAL I. PENDAHULUAN Muatan lokal, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dilakukan melalui pembaharuan kurikulum. Pembaharuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dilakukan melalui pembaharuan kurikulum. Pembaharuan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Upaya pemerintah dalam memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia antara lain dilakukan melalui pembaharuan kurikulum. Pembaharuan tersebut antara lain

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA. Makalah

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA. Makalah KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH DAN MONEV PELAKSANAANNYA Makalah Disajikan pada kegiatan Workshop Monev Pelaksanaan KTSP MI, MTs, dan MA Angkatan I Tingkat Propinsi Jawa Barat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih

BAB I PENDAHULUAN. Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Musik merupakan salah satu cabang seni yang mempunyai fungsi melatih kepekaan dan keterampilan melalui media suara. Unsur-unsur musik menurut Jamalus (1998 :

Lebih terperinci

Jurnal Elementary ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 Januari 2018, Hal A. LATAR BELAKANG

Jurnal Elementary ISSN FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 Januari 2018, Hal A. LATAR BELAKANG Jurnal Elementary ISSN 2614-5596 FKIP UM Mataram Vol. 1 No. 1 Januari 2018, Hal. 11-15 ANALISIS PENCAPAIAN 8 KOMPONEN STANDAR AKREDITASI SD/MI DI KOTA MATARAM Haifaturrahmah Dosen PGSD Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melalui observasi awal di lapangan yang telah dilakukan di sekolah- sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Melalui observasi awal di lapangan yang telah dilakukan di sekolah- sekolah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melalui observasi awal di lapangan yang telah dilakukan di sekolah- sekolah MTs/SMP baik Negeri maupun Swasta diperoleh informasi bahwa kebanyakan muatan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah gerbang yang utama dan pertama dalam usaha mewujudkan sumber daya manusia yang lebih baik. Pendidikan harus mampu dalam perbaikan dan pembaharuan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Hakikat Ekstrakurikuler

BAHAN AJAR. : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309. Materi : Hakikat Ekstrakurikuler BAHAN AJAR Mata Kuliah : Pengelolaan Ekskul Olahraga Sekolah Kode Mata Kuliah : POR 309 Materi : Hakikat Ekstrakurikuler A. Pengertian. 1. Depdikbud (1994): kegiatan yang diselenggarakan di luar jam pelajaran

Lebih terperinci

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang

PROFIL SEKOLAH Sunday, 27 June :50. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN KTSP KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Pengertian kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang. Pendidikan bersifat umum bagi semua orang dan tidak terlepas dari segala hal yang berhubungan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN : 2017 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 65 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER PADA SATUAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan. memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan, rohani,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan. memiliki pengetahuan, keterampilan, sehat jasmani dan, rohani, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional memiliki tujuan untuk mencerdaskan dan mengembangkan kehidupan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota

PENDAHULUAN. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu. Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah Tsanawiyah (MTs) Mathla ul Anwar merupakan salah satu Madrasah Swasta yang di selenggarakan oleh Perguruan Mathla ul Anwar Kota Pontianak. Dalam

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai keragaman sosial, suku bangsa, kelompok etnis, budaya, adat istiadat, bahasa,

Lebih terperinci

MODEL MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK

MODEL MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL. SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK MODEL MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL SD/MI/SDLB - SMP/MTs/SMPLB SMA/MA/SMALB/SMK DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA TAHUN 2006 DAFTAR ISI Daftar Isi 1 I. PENDAHULUAN 2 A. Latar Belakang 2 B. Landasan

Lebih terperinci

PENYIAPAN TENAGA TERAMPIL MENYONGSONG PEMBERLAKUAN PASAR BEBAS MEA 2015

PENYIAPAN TENAGA TERAMPIL MENYONGSONG PEMBERLAKUAN PASAR BEBAS MEA 2015 Published on Universitas Negeri Yogyakarta (https://uny.ac.id) Home > Prof. Dr. Muhyadi Prof. Dr. Muhyadi Submitted by nurhadi on Sun, 2015-06-21 13:09 PENYIAPAN TENAGA TERAMPIL MENYONGSONG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan formal mempunyai proses bimbingan yang terencana dan sistematis mengacu pada kurikulum. Kurikulum merupakan unsur yang siknifikan dalam meningkatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARSIPARIS DI INDONESIA DAN TANTANGANNYA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Kurniatun. Abstrak

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARSIPARIS DI INDONESIA DAN TANTANGANNYA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Kurniatun. Abstrak KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARSIPARIS DI INDONESIA DAN TANTANGANNYA DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 1 Kurniatun Abstrak OPINI Dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015 tuntutan terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP KURIKULUM 2013 DAN SARAN IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PAUD KELOMPOK BERMAIN

TINJAUAN TERHADAP KURIKULUM 2013 DAN SARAN IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PAUD KELOMPOK BERMAIN TINJAUAN TERHADAP KURIKULUM 2013 DAN SARAN IMPLEMENTASINYA DI SATUAN PAUD KELOMPOK BERMAIN Makalah disampaikan pada Workshop Pengembangan PAUD Bandung, 29 Juli 2 Agustus 2015 Muhammad Safri Fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. diabaikan, yang jelas disadari bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bidang yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Di samping itu, pendidikan dapat mendorong peningkatan kualitas hidup manusia, bentuk

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN

PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81A TAHUN 2013 TENTANG IMPLEMENTASI KURIKULUM PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Menurut Suryadi (2011: 2) warga negara berhak memperoleh pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu dalam

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KOORDINATOR EKSTRAKURIKULER SMP ITUS JALAKSANA TAHUN AJARAN 2015/2016 SMP ITUS

PROGRAM KERJA KOORDINATOR EKSTRAKURIKULER SMP ITUS JALAKSANA TAHUN AJARAN 2015/2016 SMP ITUS PROGRAM KERJA KOORDINATOR EKSTRAKURIKULER SMP ITUS JALAKSANA TAHUN AJARAN 2015/2016 SMP ITUS A. LANDASAN BAB I PENDAHULUAN Undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional : 1. Pasal

Lebih terperinci

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM PEMILIHAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMP NEGERI 1 RANTAU. Noor Jannah

PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM PEMILIHAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMP NEGERI 1 RANTAU. Noor Jannah PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM PEMILIHAN KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SMP NEGERI 1 RANTAU Noor Jannah Program Studi Bimbingan Konseling FKIP Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompetensi Guru Implikasi kompetensi guru dapat dilihat antara lain meliputi : penguasaan bahan pelajaran, pengelolaan program pembelajaran, kegiatan belajar mengajar, mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi manusia seutuhnya baik secara jasmani maupun rohani seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pendidikan nasional mengamanatkan negara menjamin hak dasar setiap warga negara terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan serta pengembangan diri dan memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua negara dalam menghadapi arus globalisai, sebab daya saing. pergeseran era akan daya saing yang tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. semua negara dalam menghadapi arus globalisai, sebab daya saing. pergeseran era akan daya saing yang tinggi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring berjalannya waktu perkembangan teknologi dan komunikasi berkembang pesat, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah munculnya arus globalisasi. Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

Lebih terperinci

PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI TINGKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2007

PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI TINGKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2007 PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI TINGKAT PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2007 Materi : WAWASAN KEPENDIDIKAN Hari/Tanggal : - Waktu : Pukul : - Tingkat/Jenjang : KEPALA SMA/SMK/MA Petunjuk pengerjaan: - Berilah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang heterogen, kita menyadari bahwa bangsa Indonesia memang sangat majemuk. Oleh karena itu lahir sumpah pemuda, dan semboyan bhineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk budaya, berbicara mengenai makhluk budaya tentu saja kita akan kembali membahas tentang asal muasal manusia atau hakikat dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan dan usaha untuk mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter

I. PENDAHULUAN. bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Pendidikan di Indonesia bertujuan membentuk manusia yang berkualitas bukan hanya dari potensi akademik melainkan juga dari segi karakter individu, dan hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada kondisi sekarang ini, Indonesia memasuki kehidupan era globalisasi yang banyak terjadi perubahan-perubahan. Guna menghadapi tantangan global diperlukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

MATERI PELATIHAN KTSP 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL KURIKULUM Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar pendidikan formal yang teroganisasi, sistematis, dan berjenjang.

BAB I PENDAHULUAN. luar pendidikan formal yang teroganisasi, sistematis, dan berjenjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 31 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003,

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang pendidikan merupakan satu hal yang penting bagi semua warga Negara, karena lewat pendidikan manusia dididik agar dapat mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN MEMBANGUN GENERASI PEMBELAJAR UNTUK MENGHADAPI TANTANGAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) NURUL CHALIM STKIP PGRI Jombang nurulchalim.ppkn2013@gmail.com ABSTRAK Tokoh pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara

Lebih terperinci

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Pendidikan Vokasi Bercirikan Keunggulan Lokal Oleh: Istanto W. Djatmiko Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Peran Kebudayaan dalam Pembangunan Pendidikan Berkelanjutan Salah satu fungsi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) No. 20 Tahun 2003 pasal 1.1, menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan Nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya akan sangat dibutuhkan peran serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan merupakan masalah yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini disebabkan karena masalah pendidikan memuat hal mendasar menyangkut semua aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini, secara berturut-turut akan diuraikan tentang hal-hal berikut : latar belakang penelitian; identifikasi masalah; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat di era globalisasi ini. Selain itu, dengan adanya pasar bebas AFTA dan AFLA serta APEC tentu saja telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau sering disebut kebudayaan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 10

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 10 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan keterbatasan produk yang dikembangkan.

Lebih terperinci

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan

Karakter di Sekolah, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013), hlm Jamal Ma ruf Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merupakan cerminan dari seseorang. Seseorang bisa dikatakan baik atau buruk, sopan atau tidak, semua tercermin dari karakter dan tindakan yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

PENDIDIKAN FORMAL PROGRAM INTRAKURIKULER PROGRAM KOKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER

PENDIDIKAN FORMAL PROGRAM INTRAKURIKULER PROGRAM KOKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER Hedi Ardiyanto Hermawan PENDIDIKAN FORMAL PROGRAM INTRAKURIKULER PROGRAM KOKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER PROGRAM EKSTRAKURIKULER Kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan potensi tersebut, seseorang akanmenjadi manfaat atau tidak untuk dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir, rasa, dan karsa, serta raga). Dengan potensi

Lebih terperinci

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN K T S P. Oleh: Marojahan Hutabarat

KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN K T S P. Oleh: Marojahan Hutabarat Jurnal Sotiria: Vol. III No. 2 ISSN:2085-4951 9772085495156 KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN K T S P Oleh: Marojahan Hutabarat Abstrak KTSP dan Silabus yang penulis susun adalah hasil dari pelatihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 pada tingkat dasar menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik saintifik mengedepankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan adalah usaha sadar yang sengaja dirancang untuk menciptakan kualitas Sumber Daya Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami pembaharuan kurikulum, mulai dari Kurikulum 1994 sampai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensial-potensial seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensial-potensial seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dari, untuk, dan oleh manusia, berisi hal-hal yang menyangkut perkembangan dan kehidupan manusia serta diselenggarakan dalam hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Nur Syarifah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan, kemanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak

Lebih terperinci

OSIS, EKSTRAKURIKULER, DAN WAWASAN WIYATA MANDALA

OSIS, EKSTRAKURIKULER, DAN WAWASAN WIYATA MANDALA EMPAT JALUR PEMBINAAN KESISWAAN OSIS, EKSTRAKURIKULER, DAN WAWASAN WIYATA MANDALA 1. Organisasi Kesiswaan 2. Latihan Kepemimpinan 3. Kegiatan Ekstrakurikuler 4. Kegiatan Wawasan Wiyata Mandala ORGANISASI

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON

PEMBELAJARAN SENI TARI BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI STIMULUS ALAM SEKITAR DI SDN TERSANA BARU KABUPATEN CIREBON 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci