RASIO REDUKSI UREUM DIALIZER 0,90; 2,10 DAN 2 DIALIZER SERI 0,90 DENGAN 1,20 DAIROT GATOT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RASIO REDUKSI UREUM DIALIZER 0,90; 2,10 DAN 2 DIALIZER SERI 0,90 DENGAN 1,20 DAIROT GATOT"

Transkripsi

1 RASIO REDUKSI UREUM DIALIZER 0,90; 2,10 DAN 2 DIALIZER SERI 0,90 DENGAN 1,20 DAIROT GATOT Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara BAB - I PENDAHULUAN Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat irreversibel, mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari hemodialisis, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Saat ini hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ketahun terus meningkat. Data dari United State Renal Data System (USRDS) bahwa jumlah GGT yang menjalani dialisis di Amerika Serikat pada akhir 1991 mencapai orang dan orang diantaranya menjalani HD. Di Indonesia, berdasarkan data dari PT. ASKES (1999) ada sekitar penderita GGT yang menjalani HD, ini belum termasuk HD yang dibiayai perusahaan swasta maupun atas biaya sendiri. Telah diketahui bahwa tidak adekuatnya suatu tindakan hemodialisis akan meningkatkan mortalitas. Di AS penderita yang mengalami tindakan HD reguler tidak adekuat 22-24%, di Jepang dan di Eropa %. Masalah tersebut menjadi sangat penting karena mortalitas penyakit GGT yang HD reguler terus meningkat, seperti di AS 1981 mortalitasnya 21,0% dan tahun ,3%. Akibat tidak adekuatnya HD menyebabkan kerugian materi yang sangat besar dan tidak produktifnya penderita HD reguler tersebut. Sebelum HD dilaksanakan haruslah dibuat suatu peresepan (prescription) untuk merencanakan dosis HD tersebut, dan selanjutnya membandingkannya dengan hasil HD yang telah dilakukan untuk menilai adekuatnya suatu tindakan HD. Peresepan hemodialisis bersifat individual, oleh karena setiap penderita HD berbeda dalam hal berat badan, volume distribusi ureum, jenis dializer yang dipakai, kecepatan aliran darah, kecepatan aliaran dialisat, jenis dialisat, lama waktu HD, ultrafiltasi yang dilakukan. Telah diketahui bahwa Kt/V urea merupakan pedoman yang akurat untuk merencanakan peresepan HD serta menilai AHD, dan Urea reduction ratio = Rasio reduksi ureum (RRU) merupakan pedoman yang sederhana dan praktis untuk menilai AHD. Kt/V urea adalah dimana Kt merupakan jumlah bersihan urea dari plasma persatuan waktu dan V merupakan volume distribusi dari ureum V dalam satuan liter, K adalah klearensi dalam satuan L/menit diperhitungkan dari KoA dializer, serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam satuan menit Digitized by USU digital library 1

2 Penelitian oleh National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan penelitian prospektif skala luas pertama yang menilai AHD. Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8 dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V 1,0-1,2 dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. RRU adalah persentasi dari ureum yang dapat dibersihkan dalam sekali tindakan HD. RRU merupakan cara paling sederhana dan praktis untuk menilai AHD, tetapi tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis HD. Banyak dipakai untuk kepentingan epidemiologi, dan merupakan prediktor terbaik untuk mortalitas pasien HD reguler. Kelemahan cara ini karena tidak memperhitungkan faktor ultrafiltrasi, protein catabolic rate (PCR) dan sisa klirens yang masih ada. National Kidney Foundation- Dialysis Outcome Quality Initiative (NKF-DOQI) memakai batasan bahwa HD harus dilakukan dengan RRU 65%. Dializer adalah tempat proses berlangsungnya pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material dari membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi, Cellulosynthetic dan Synthetic. Dializer dibagi 2 kalsifikasi yaitu dializer standard dan dializer highefficiency/high-flux. Dializer standart terdiri terdiri dari klearensi ureum <200 ml/menit, kecepatan darah yang dipakai 250 ml/menit, low-flux dengan Kuf <15 ml/mmhg/jam, dan membrannya adalah Cuphrophane, celulosa asetat dan hemophane. Dializer highefficiency/high-flux terdiri dari terdiri dari klearens ureum >200 ml/menit, kecepatan darah yang dipakai >250 ml/menit, high-flux dengan Kuf >15 ml/mmhg/jam, dan membrannya adalah Polysulfone, Celuloasa triasetat, dan AN ,18 Dializer high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori besar dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Koeffisient ultrafiltrasi (KUf) adalah spesifikasi dializer, terdiri dari KUf rendah 2,0, KUf sedang 4,0 dan KUf tinggi dan high flux >10,0. Contoh; KUf 2,0 memerlukan TMP 500 ml untuk ultrafiltrasi 1000 ml, KUf 8,0 hanya memerlukan TMP 125 ml untuk ultrafiltrasi 1000 ml. KoA dializer sama dengan koeffisien luas permukaan transfer adalah kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran darah dan dialisat tertentu. Luas permukaan membran berkisar 0,5 s/d 2,2 m 2. KoA terdiri dari dializer effisiensi rendah terutama untuk pasien berat badan kecil dengan KoA <500, dializer effisiensi sedang dengan KoA , dan dializer effisiensi tinggi dengan KoA >700. KoA equivalen dengan luas permukaan membran, makin luas permukaan membran semakin tinggi klearensi urea. Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan meningkatkan kecepatan aliran darah, aliran dialisat dan meningkatkan luas permukaan membran dializer memakai dializer KoA tinggi. Akhir-akhir ini meningkatkan AHD dapat juga dilakukan memakai 2 dializer yang dihubungkan secara seri atau secara paralel. Penelitian Ari melaporkan pemakaian 2 coil dializer secara seri dapat mempersingkat lama waktu HD. Penelitian Denninson menggunakan 2 dializer seri dapat meningkatkan RRU dari 52% menjadi 64%, dan menyimpulkan 2 dializer seri meningkatkan RRU 23 %. Penelitian Fritz dkk. melaporkan Kt/V dan RRU dari 2 dializer paralel dan 2 dializer seri tidak mempunyai perbedaan bermakna dan melaporkan 83% penderita mencapai target AHD dari Digitized by USU digital library 2

3 dializer paralel ataupun seri. Gerhartd dkk. Melaporkan bahwa efektifitas 2 dializer seri dan 2 dializer paralel tersebut sama, tetapi hubungan seri lebih mempunyai keuntungan praktis. Pemakaian 2 dializer secara seri belum pernah dilakukan di Indonesia. Atas dasar itulah penulis berkeinginan untuk melihat bagaimana manfaat 2 dializer secara seri dalam meningkatkan AHD pada penderita HD reguler yang ada di Medan. BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. HEMODIALISIS Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang bertujuan mengeliminasi sisa-sisa metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan elektrolit antara kompartemen darah dengan kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Hemodialisis saat ini sudah menjadi terapi baku pada gagal ginjal terminal, intoksikasi obat dan zat-zat kimia PRINSIP-PRINSIP DASAR Dialisis adalah suatu proses dimana komposisi zat terlarut dari satu larutan diubah menjadi larutan lain melalui membran semipermiabel. Molekul-molekul air dan zat-zat terlarut dengan berat molekul rendah dalam kedua larutan dapat melewati poripori membran dan bercampur sementara molekul zat terlarut yang lebih besar tidak dapat melewati barier membran semipermiabel. Proses penggeseran (eliminasi) zat-zat terlarut (toksin uremia) dan air melalui membran semipermiabel atau dializer berhubungan dengan prose difusi dan ultrafiltrasi (konveksi) Proses difusi Proses difusi adalah proses pergerakan spontan dan pasif zat terlarut. Molekul zat terlarut dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian juga sebaliknya. Kecepatan proses difusi zat terlarut tergantung kepada koefisien difusi, luas permukaan membran dializer dan perbedaan konsentrasi Proses ultrafiltrasi Proses ultrafiltrasi adalah proses pergeseran zat terlarut dan pelarut secara simultan dari kompartemen darah kedalam kompartemen dialisat melalui membran semipermiabel. Proses ultrafiltrasi ini terdiri dari ultrafiltrasi hidrostatik dan osmotik Digitized by USU digital library 3

4 a. Ultrafiltrasi hidrostatik 1. Transmembrane pressure (TMP) TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalui membran. Air dan zat terlarut didalamnya berpindah dari darah ke dialisat melalui membran semipermiabel adalah akibat perbedaan tekanan hidrostatik antara kompertemen darah dan kompartemen dialisat. Kecepatan ultrafiltrasi tergantung pada perbedaan tekanan yang melewati membran. 2. Koefisien ultrafiltrasi (KUf) Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmhg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran. b. Ultrafiltrasi osmotik Dimisalkan ada 2 larutan A dan B dipisahkan oleh membran semipermiabel, bila larutan B mengandung lebih banyak jumlah partikel dibanding A maka konsentrasi air dilarutan B lebih kecil dibanding konsentrasi larutan A. Dengan demikian air akan berpindah dari A ke B melalui membran dan sekaligus akan membawa zat-zat terlarut didalamnya yang berukuran kecil dan permiabel terhadap membran, akhirnya konsentrasi zat terlarut pada kedua bagian menjadi sama PERALATAN Peralatan untuk terapi HD terdiri dari dializer, water treatment, larutan dialisat (konsentrat) serta mesin HD dengan sistem monitor Dializer Dializer adalah tempat dimana proses HD berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Material membran dializer dapat terbuat dari Sellulose, Sellulose yang disubstitusi, Cellulosynthetic, Synthetic. Spesifikasi dializer yang dinyatakan dengan Koeffisient ultrafiltrasi (Kuf) disebut juga dengan permiabilitas air. Besarnya permeabilitas membran dializer terhadap air bervariasi tergantung besarnya pori dan ukuran membran. KUf adalah jumlah cairan (ml/jam) yang berpindah melewati membran per mmhg perbedaan tekanan (pressure gradient) atau perbedaan TMP yang melewati membran. KoA dializer merupakan koeffisien luas permukaan transfer adalah kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari urea pada kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu. KoA equivalen dengan luas permukaan membran, makin luas permukaan membran semakin tinggi klearensi urea. Dializer ada yang memiliki high efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Ada 3 tipe dializer yang siap pakai, steril dan bersifat disposibel yaitu bentuk hollow-fiber (capillary) dializer, parallel flat dializer dan coil dializer. Setiap dializer mempunyai karakteristik tersendiri untuk menjamin efektifitas proses eliminasi dan menjaga keselamatan penderita. Yang banyak beredar dipasaran adalah bentuk hollowfiber dengan membran selulosa Digitized by USU digital library 4

5 Water treatment Air yang dipergunakan untuk persiapan larutan dialisat haruslah air yang telah mengalami pengolahan. Air keran tidak boleh digunakan langsung untuk persiapan larutan dialisat, karena masih banyak mengandung zat organik dan mineral. Air keran ini akan diolah oleh water treatment sistim bertahap Larutan dialisat a. Dialisat asetat Dialisat asetat telah dipakai secara luas sebagai dialisat standard untuk mengoreksi asidosis uremikum dan untuk mengimbangi kehilangan bikarbonat secara difusi selama HD. Dialisat asetat tersedia dalam bentuk konsentrat yang cair dan relatif stabil. Dibandingkan dengan dialisat bikarbonat, maka dialisat asetat harganya lebih murah tetapi efek sampingnya lebih banyak. Efek samping yang sering seperti mual, muntah, kepala sakit, otot kejang, hipotensi, gangguan hemodinamik, hipoksemia, koreksi asidosis menjadi terganggu, intoleransi glukosa, meningkatkan pelepasan sitokin. Adapun komposisi dialisat asetat dan bikarbonat adalah sebagai berikut (tabel 1) : Tabel 1. Komposisi larutan dialisat asetat dan bikarbonat. Komponen Dialisat asetat (meq/l) Dialisat bikarbonat (meq/i) Lar.asam Lar.bikarbonat Lar.final Natrium Kalium 2,0 2,0-2,0 Kalsium 1,75 1,75-1,75 Magnesium 0,75 0,75-0,75 Klorida Bikarbonat Asetat Asam asetat Glukosa - 8,33-8,33 b. Dialisat bikarbonat Dialisat bikarbonat terdiri dari 2 komponen konsentrat yaitu larutan asam dan larutan bikarbonat. Kalsium dan magnesium tidak termasuk dalam konsentrat bikarbonat oleh karena konsentrasi yang tinggi dari kalsium, magnesium dan bikarbonat dapat membentuk kalsium dan magnesium karbonat. Larutan bikarbonat sangat mudah terkontaminasi mikroba karena konsentratnya merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi ini dapat diminimalisir dengan waktu penyimpanan yang singkat. Konsentrasi bikarbonat yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya hipoksemia dan alkalosis metabolik yang akut. Namun dialisat bikarbonat bersifat lebih fisiologis walaupun relatif tidak stabil. Biaya untuk sekali HD bila menggunakan dialisat bikarbonat relatif lebih mahal dibanding dengan dialisat asetat Mesin hemodialisis Mesin HD terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan dialisat dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari tempat tusukan vaskuler kepada dializer. Kecepatan dapat diatur biasanya antara ml per 2003 Digitized by USU digital library 5

6 menit. Untuk pengendalian ultrafiltrasi diperlukan tekanan negatif. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan antara C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis dan keselamatan penderita TUSUKAN VASKULER Tusukan vaskuler (blood access) merupakan salah satu aspek teknik untuk program HD akut maupun kronik. Tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Ada 2 tipe tusukan vaskuler yaitu tusukan vaskuler sementara dan permanen ADEKUASI HEMODIALISIS Sejak dekade tahun 1960 tindakan HD telah menunjukkan keberhasilannya sebagai terapi pengganti gagal ginjal jangka penjang pada penderita GGT. Jumlah penderita GGT yang menjalani HD terus meningkat, banyak yang telah menjalani HD sampai 10 tahun, bahkan ada mencapai lebih dari 20 tahun. Sejak itupula para nefrologis telah membahas, mendiskusikan dan memperdebatkan pengertian dari adekuasi hemodialisis (AHD). Sejak dasawarsa 1970an dilakukan usaha mentabulasikan parameter yang dapat diukur untuk menentukan adekuatnya tindakan hemodialisis. Meskipun toksin uremik yang sebenarnya masih tetap merupakan kontroversi, ureum merupakan bahan yang secara praktis dapat diukur sebagai pertanda AHD. Dengan berkembangnya teknologi kedokteran, hemodialisis juga berkembang dengan pesat dan semakin canggih, semuanya untuk menjamin keselamatan penderita dan efektifitasnya. Begitupun pada saat ini masih terjadi peningkatan mortalitas penderita HD reguler. Di AS mortalitasnya meningkat dari 21,0% tahun 1981 menjadi 24,3% tahun 1988, mortalitasnya lebih tinggi dari di negara industri lainnya, dan dilaporkan penyebabnya karena tindakan HD tidak adekuat. Tindakan HD tidak adekuat di AS 22-24%, di Jepang dan Eropa %. Walaupun pada tahun 1990 penilaian keberhasilan pengelolaan penderita GGT dengan HD reguler tidak lagi terbatas pada AHD tetapi juga akibat HD reguler jangka panjang, misalnya reaksi inflamasi karena kontak dengan membran dializer, terjadinya amiloidosis, pengaruh nutrisi, vitamin D3, pemberian eritropoetin dan juga faktor-faktor lain, tetapi salah satu faktor penting penyebab mortalitas yang tinggi dan tidak produktifnya penderita karena HD tidak adekuat. Di Amerika Serikat merupakan masalah penting, oleh karena tahun 1995 perlu biaya 8,8 milyar dolar AS untuk pengobatan penderita GGT, dan pada tahun 1996 lebih dari penderita di AS mendapatkan pengobatan HD. Banyak penelitian yang menyokong pentingnya AHD tersebut seperti penelitian Bloembergen dkk. menyokong hipotesis bahwa dosis hemodialisis yang rendah menyebabkan terjadinya atherogenesis, infeksi, malnutrisi, dan kegagalan yang berlanjut melalui berbagai variasi mekanisme patofisiologis. Sehgal dkk. melaporkan dosis HD tidak adekuat berhubungan langsung dengan meningkatnya kasus dan jumlah hari rawat-inap, serta memerlukan pemeriksaan penunjang. Tercapainya ADH menurunkan morbiditas dan biaya perawatan. Owen dkk melaporkan RRU rendah 2003 Digitized by USU digital library 6

7 meningkatkan resiko mortalitas. Penderita RRU <60% mempunyai risiko mortalitas tinggi, dan mempunyai perbedaan yang bermakna dari pada penderita dengan RRU 65-69%, dan memdapatkan 55% penderita mempunyai RRU <60%. Keberhasilan hemodialisis berhubungan dengan adekuatnya suatu tindakan hemodialisis disebut adekuasi hemodialisis (AHD). Secara klinis HD reguler dikatakan adekuat jika keadaan umum dan nutrisi penderita dalam keadaan baik, tidak ada menifestasi uremi dan diupayakan rehabilitasi penderita kembali pada aktifitas seperti sebelum menjalani HD. Adapun kriteria klinis adekuasi hemodialisi adalah sebagai berikut: 1. Keadaan umum dan nutrisi yang baik 2. Tekanan darah normal. 3. Tidak ada gejala akibat anemia. 4. Tercapai keseimbangan air, elektrolit dan asam basa. 5. Metabolisme Ca, dan P terkendali serta tidak terjadi osteodistrofi renal. 6. Tidak didapatkan komplikasi akibat uremia. 7. Tercapai rehabilitasi pribadi, keluarga dan profesi. 8. Kualitas hidup yang memadai PRINSIP KUANTIFIKASI DOSIS HEMODIALISIS. Toksisitas dari ureum terjadi karena solute berat molekul kecil dan besar, penghilangan toksisitas berat molekul kecil merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena alasan tersebut jumlah dialisis yang diresepkan tergantung dari penghilangan toksin berat molekul (BM) kecil dalam hal ini ditunjukkan oleh penghilangan urea (BM 60). Walaupun tingkat urea plasma yang rendah belum tentu menunjukkan AHD, ureum hanya sedikit toksik, tingkat ureum plasma tergantung dari penghilangan ureum, dan dari urea generation rate yang berhubungan dengan katabolisme protein. Leypoldt dkk melaporkan penghilangan berat molekuk kecil dan sedang merupakan faktor resiko mortalitas yang independen. National Cooperative Dialysis Study (NCDS), merupakan penelitian prospektif skala luas pertama yang menilai AHD. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa ureum merupakan pertanda yang memadai untuk penilaian AHD, dan tingkat bersihan ureum dapat dipakai untuk prediksi keluaran (outcome) dari penderita. 26 Lowrie dk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa blood urea-nitrogen (BUN) yang tinggi menyebabkan meningkatnya morbiditas Model Kinetik Urea. Formal urea kinetic modeling=model kinetik ureum (MKU) merupakan cara yang paling baik dan lengkap untuk menilai AHD. MKU adalah tehnis matematika untuk mensimulasikan kinetik ureum pada penderita HD dengan menghitung semua faktor yang mempengaruhi pemasukan, pengeluaran dan metabolisme urea. Faktor ini meliputi volume distribusi urea, urea generation rate, klirens dializer (Kd), dializer ultrafiltration rate, jadwal dan lama HD, residual klirensi urea, resistensi terhadap metabolisme ureum. Dalam pengukurannya memerlukan: a. Pemeriksaan Blood urea-nitrogen (BUN) sebelum HD dan sesudah HD dari HD pertama, pemeriksaan BUN sebelum HD dari HD kedua dari jadwal HD 3 kali seminggu. b. Berat badan sebelum HD dan sesudah HD dari HD pertama. c. Lama HD sebenarnya dari HD pertama. d. Klirens efektif dari dializer (bukan klirens in-vitro dari tabel) Digitized by USU digital library 7

8 Meskipun cara ini direkomendasikan oleh National Kidney Foundation Dialysis Outcome Quality initiative (NKF-DOQI), akan tetapi kelemahan cara ini adalah kompleksitas perhitungan sehingga memerlukan bantuan perhitungan dengan perangkat lunak komputer. Juga diperlukan ketepatan pengukuran volume distribusi, klirens efektif dializer dan waktu HD. Akibatnya cara ini tidak dapat dipergunakan disetiap unit HD. Sedangkan cara lain yang lebih praktis dan dapat digunakan secara rutin adalah rumus logaritma natural Kt/V dan pengukuran RRU Rumus logaritma natural Kt/V. Kt/V menjadi metode pilihan untuk mengukur dosis dialisis yang diberikan karena lebih akurat menunjukkan penghilangan urea, bisa dipakai untuk mengkaji status nutrisi pasien dengan memungkinkan perhitungan angka katabolisme protein yang dinormalisir, dan bisa dipakai untuk peresepan dialisis untuk penderita yang memiliki fungsi renal residual. 5,20 Dalam menggunakan rumus ini diasumsikan bahwa konsep yang dipakai adalah model single-pool urea kinetic. Cara ini merupakan penyederhanaan dari perhitungan MKU, dimana Kt merupakan jumlah bersihan urea dari plasma dan V merupakan volume distribusi dari urea. K dalam satuan L/menit, diperhitungkan dari KoA dializer serta kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat, t adalah waktu tindakan HD dalam satuan me nit, sedangkan V dalam satuan liter. Rumus yang dianjurkan oleh NKF-DOQI adalah generasi kedua yang dikemukakan oleh Daugirdas. Kt/V=-Ln(R-0,008xt)+(4-3,5xR)xUF/W Dimana : 1. Ln adalah logaritma natural. 1. R adalah BUN setelah dialisis dibagi BUN sebelum dialisis 2. t adalah lama waktu dialisis dalam jam. 3. UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter. 4. W adalah berat pasien setelah dialisis dalam kg. Disamping yang direkomendasikan oleh NKF-DOQI, Daugirdas juga mengajukan rumus linier yang lebih sederhan yaitu: Kt/V=2,2 3,3 (R-0,03)-UF/W) Re-evaluasi dari data NCDS menunjukkan bahwa Kt/V kurang dari 0,8 dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas, sedangkan Kt/V 1,0-1,2 dihubungkan dengan mortalitas yang rendah. NKF-DOQI menggunakan batasan minimal Kt/V=1,2 untuk penderita yang menjalani HD 3 kali seminggu. Sedangkan untuk kelompok penderita diabetes dimana risiko kematian pada GGT lebih tinggi, Collins menganjurkan menaikkan Kt/V menjadi 1,4. Hemodialisis 2 kali seminggu tidak dianjurkan oleh NKF- DOQI. HD 2 kali seminggu hanya dilakukan untuk sementara, dan hanya penderita yang masih mempunyai klirens sisa >5 ml/menit. Dapat pula dipertimbangkan pada penderita dengan berat badan ringan. Daugirdas menganjurkan jika masih melakukan HD 2 kali seminggu, Kt/V adalah 1,8-2, Digitized by USU digital library 8

9 Rumus-rumus sebelumnya : - Kt/V = Ln(BUN sebelum HD/BUN sesudah HD) (Gotch,1985) - Kt/V = 0,04 PRU-1,2 (Jindal,1987) - Kt/V = (BUN sebelum HD BUN sesudahhd) BUN mid (Barth, 1988) - Kt/V = -ln(r-0,008t)- UF/W) (Daugirdas, 1989) - Kt/V = -ln(r-0,03-uf/w) (Manahan, 1989) - Kt/V = 0,026PRU-0,46 (Dugirdas, 1990) - Kt/V = 0,023PRU-0,284 Basile,1990) - Kt/V = 0,062PRU-2,97 (Kerr, 1993) PRU=percent reduction urea = BUN sebelum HD-BUN sesudah HD) x 100/BUN sebelum HD Rasio Reduksi ureum. Cara lain untuk mengukur AHD adalah dengan mengukur RRU. Rumus yang dianjurkan oleh Lowrie adalah sebagai berikut. RRU (%) = 100 x (1-Ct/Co) Ct adalah BUN sesudah-hd dan Co adalah BUN sebelum-hd Cara ini paling sederhana dan paling praktis digunakan untuk pengukuran AHD. Banyak dipakai untuk kepentingan epidemiologi, dan merupakan prediktor terbaik untuk mortalitas penderita HD reguler. Kelemahan cara ini karena tidak memperhitungkan faktor ultrafiltrasi, protein catabolic rate (PCR) dan sisa klirens yang masih ada. Cara ini juga tidak dapat dipakai untuk merencanakan dosis HD. NKF-DOQI memakai batasan bahwa HD harus dilakukan dengan RRU > 65%. Dalam sebuah penelitian dengan menggunakan RRU untuk mengukur dosis dialisis, telah ditunjukkan bahwa penderita yang menerima RRU 60% memiliki mortalitas yang lebih rendah dari yang menerima RRU 50% Cara alternatif untuk menilai AHD. 1. Percent Reduction Urea (PRU). Perhitungan Kt/V dengan menggunakan PRU tidak dianjurkan oleh NKF-DOQI, karena dapat menyebabkan penyimpangan sampai 20%. Jika batasan kesalahan terhadap MKU yang dapat ditoleransi sampai 5%, maka rumus dari Jindal hanya akurat untuk Kt/V=0,9-1,1, sedangkan untuk rumus dari Basile hanya akurat untuk Kt/V= 0,6 sampai 1,3. 2. Total Dialysate Collection. Pengumpulan dialisat total, sebenarnya cara ini dapat menjadi standar baku pengukuran HD, akan tetapi pengumpulan dialisat yang mencapai liter sangat tidak praktis. 3. Waktu tindakan HD. Waktu tindakan HD dapat dipakai sebagai pengukur AHD, independen dari Kt/V ataupun RRU. Makin lama tindakan HD, klirens dari molekul yang lebih besar dari ureum diperkirakan akan lebih baik. Juga akan terjadi intravaskuler euvolemia yang 2003 Digitized by USU digital library 9

10 lebih baik dimana hal ini akan mengurangi komplikasi kardiovaskuler. Meskipun data penunjang secara klinis belum lengkap, lama HD yang dianjurkan minimal adalah 2,5 jam. 4. Urea removal indek. Adalah indek pembersihan dari ureum merupakan cara baru untuk mengukur AHD, dan masih sangat sedikit pengalaman klinis dalam penggunaannya PERESEPAN HEMODIALISIS. Sebelum HD dilaksanakan haruslah dibuat suatu peresepan (prescription) untuk merencanakan dosis HD tersebut, dan selanjutnya membandingkannya dengan hasil HD yang telah dilakukan untuk menilai adekuatnya suatu tindakan HD. 10,11 Peresepan hemodialisis bersifat individual, oleh karena setiap penderita HD berbeda dalam hal berat badan, volume distribusi ureum, jenis dializer yang dipakai, kecepatan aliran darah, kecepatan aliaran dialisat, jenis dialisat, lama waktu HD dan ultrafiltasi yang dilakukan Dialisis 3 kali perminggu. Dialisis tiga kali perminggu direkomendasikan pada Kt/V 1,3 dan lama HD 3,5jam (R 0,32) untuk seluruh penderita dan menggunakan nilai Kt/V yang lebih tinggi untuk HD yang lebih singkat (Kt/V 1,4 dan lama dialisis 3,5 jam dengan (R 0,30). Di AS banyak yang memakai standard yang sedikit kurang keras (R 0,40) yang equivalen dengan Kt/V 1,05 (gambar-1). Standard kurang keras hanya dipertimbangkan jika HD diberikan 4 jam, standard kurang keras ini menyebabkan tingginya mortalitas. Di Eropa seperti di Pusat Dialisis dan Tranplant Lombardy Italia menggunakan dosis HD yang tinggi menurunkan mortalitas dan morbiditas. Gambar 1. Hubungan antara R (post/pra-plasma Urea-Nitrogen ratio) dan Kt/V, dimodulasi 2003 Digitized by USU digital library 10

11 weight [kg]. Dengan UF/W {UF=ultrafiltrate volume4 [liters], W=postdialysis Dialisis 2 kali perminggu. Seluruh data mengenai Kt/V telah diperoleh dari analisa dialisis 3 kali perminggu. Tidak ada informasi yang diperoleh secara klinis mengenai dialisis 2 kali perminggu. Analisis yang didasarkan pada pemodelan urea kinetik hemodialisis 2 kali perminggu mendapatkan Kt/V sekitar 1,8-2,0. Kt/V lebih tinggi dibutuhkan karena dialisis hanya diberikan dua kali perminggu. Rasio UN plasma setelah/sebelum (R) sekitar 0,20 yang dikoresponden dengan Kt/V 1,8-2,0. (gambar-1). Dialisis 2 kali perminggu dipakai terutama untuk penderita yang kecil dan masih memiliki fungsi ginjal residu. Oleh karena residu fungsi ginjal penderita HD cepat menurun. Jadwal 2 kali perminggu dianggap terutama sebagai pengobatan transisi. Caramelo dkk. mendapatkan bahwa setelah 3 bulan HD fungsi ginjal residu menurun bermakna tidak tergantung dengan tipe membran dializer Dializer. Dializer adalah tempat proses terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Adalah sukar untuk menentukan jenis dializer yang terbaik. Setiap jenis mempunyai kelebihan maupun kekurangannya. Adapun pemilihan membran dializer dapat berdasarkan pertimbangan teoritis biokompatibilitas dan fluks, berdasarkan pertimbangan klinis seperti gejala intradialisis, morbiditas dan mortalitas. Secara praktis pemilihan membran dializer berdasarkan Bahan membran sintesis dan tidak sintesis, KoA dializer, Koeffisient Ultrafiltrasi, Dializer standard, Dializer high efficiency atau high flux, Model Sterilisasi, Desain plat paralel atau hollow-fiber (capillary). 1. Pemilihan dializer berdasarkan pertimbangan teoritis. a. Biokompatibilitas. Secara teori membran yang mengaktifkan komplemen dan mengakibatkan pelepasan fragmen komplemen tidak disukai, karena pengaktifan komplemen dapat meningkatkan produksi superoksida neutrophil. Secara kronis terpajan terhadap membran pelepasan fragmen komplemen bisa mengganggu kemampuan fagositosis granulosit dan kemampuan leukosit untuk menciptakan superoksida. Pada sisi lain, pada pemakaian ulang, apabila blach (obat pengelantang) tidak dipakai, membran sellulosa yang belum disubstitusikan menjadi terlapis dengan protein darah selama pemakaian pertama, pada pemakaian berikutnya komplemen sangat direduksi. b. Fluks. Dahulu membran sintesis cenderung lebih terbuka, yakni memiliki permeabilitas yang lebih tinggi terhadap solute berat molekul besar dan memiliki klearansi molekul yang tinggi, dalam rentang BM Pada saat sekarang membran sintesis dengan karakteristik fluks rendah, atau membran fluks tinggi yang terbuat dari sellulosa yang belum disubstitusi ataupun dari sellulosa asetat. Penghilangan yang meningkat dari ``molekul tengah`` yang berhubungan dengan pemakaian membran fluks tinggi kadang dapat menguntungkan secara klinis. Beta-2 mikroglobulin adalah molekul lain justru lebih banyak dihilangkan secara efektif oleh banyak membran sintesis dari pada membran sellulose. Akumulasi beta-2 mikroglobulin pada penderita hemodialisis dapat mengakibatkan amyloidosis yang bermanifestasi sebagai sindroma tunnel carpal, arthropathy, dan kista tulang. Koda dkk melaporkan tidak ada perbedaan mortalitas dari membran high-flux dan biokompatibilitas Digitized by USU digital library 11

12 c. Backfiltrasi (filtrasi-balik). Kemungkinan terdapat kelemahan pada pemakaian membran fluks tinggi, oleh karena sangat tembus terhadap air dan membutuhkan pemakaian mesin dialisis yang mahal dengan sirkuitas kontrol ultrafiltrasi volumetris. Sebagian mesin dialisis ini sulit dibebaskan dari infeksi secara tepat karena kompleksitas jalur cairannya. Jika tidak dibersihkan dengan baik setelah pemakaian, mesin tersebut dapat berhubungan dengan reaksi pirogen selama dialisis. Di banyak pusat dialisis, air yang dipakai untuk membuat larutan dialisis mengandung tingkat bakteri yang tinggi dan pirogen. Dengan membran fluks tinggi akan ada fluks balik yang meningkatkan material pirogen dari larutan dialisis ke darah (karena perbedaan tekanan yang lebih rendah antara darah dan kompartemen dialisat dan karena pembukaan membran). 2. Pemilihan dializer berdasarkan pertimbangan klinis. a. Gejala-gejala intradialisis. Penelitian terkontrol yang baik saat ini, tidak melaporkan perbedaan dalam hal gejala intradialisis diantara beberapa membran dalam mengaktifkan komplemen. Kelemahan teori dari filtrasi balik adalah sulitnya untuk mendapatkan secara klinis terjadinya reaksi pirogen karena pemakaian membran dialisis fluks tinggi. Reaksi dializer karena membran, sterilant, larutan dialisis terkontaminasi, ataupun bahan kimia lain dalam sirkuit dialisis dapat menjadi masalah klinis penting. b. Morbiditas dan mortalitas. Sejumlah penelitian tidak-acak telah menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas lebih rendah pada penderita yang didialisir dengan membran sintesis daripada membran sellulosa yang belum disubstitusi. Alasannya belum jelas tetapi dapat disebabkan kejadian infeksi yang lebih rendah pada penderita yang didialisir dengan membran sintesis. 3. Pemilihan dializer secara praktis. 1. Bahan membran sintesis dan tidak sintesis Material dari membran terbuat dari (1).Sellulose seperti cuprammonium cellulose (cuprophan), cuprammonium rayon, saponified cellulose ester. (2).Sellulose yang disubstitusi seperti cellulose acetat, dacetat, triacetat. (3).Cellulosynthetic seperti cellosyn atau hemophan. (4).Synthetic seperti polyacrylonitrile (PAN) seperti polysulfone, polycarbonate, polyamide, dan polymethylmethacrylate (PMMA). Pada penelitian diketahui morbiditas dan mortalitas membran sintesis lebih rendah daripada membran sellulosa yang belum disubstitusi, mungkin disebabkan terjadinya infeksi yang lebih rendah pada penderita yang didialisir dengan membran sintesis. 2. KoA dializer. KoA merupakan koeffisien luas permukaan transfer adalah kemampuan penjernihan dalam ml/menit dari ureum pada kecepatan aliran darah dan kecepatan aliran dialisat tertentu. Luas permukaan membran berkisar 0,8 s/d 2,2 m 2. KoA terdiri dari dializer effisiensi rendah terutama untuk penderita berat badan kecil dengan KoA <500, dializer effisiensi sedang dengan KoA , dan dializer effisiensi tinggi dengan KoA >700. KoA equivalen dengan luas permukaan membran, makin luas permukaan membran semakin tinggi klearensi ureum. Nilai KoA dari dializer yang sering dipakai ada yang telah didaftarkan. Nilai KoA dari dialiser yang belum didaftarkan bisa diperoleh dari lembar rincian dializer Digitized by USU digital library 12

13 3. Koeffisient Ultrafiltrasi (KUf). KUf disebut juga dengan permiabilitas air merupakan spesifikasi dializer. Kuf terdiri dari KUf rendah 2,0, KUf sedang 4,0 dan KUf tinggi dan high flux >10,0. Contoh; KUf 2,0 adalah memerlukan TMP 500 untuk ultrafiltrasi 1000 ml, sedang KUf 8,0 hanya memerlukan TMP 125 ml untuk ultrafiltrasi 1000 ml. Pemilihan dializer berdasarkan pada permeabilitas air. Apabila tersedia kontroler ultrafiltrasi, pemakaian dializer dengan permeabilitas air yang tinggi (Kuf>6,0) akan menjadi pilihan. Apabila tidak tersedia kontroler ultrafiltrasi, maka dializer dengan KUf yang lebih rendah menjadi pilihan. Pemakaian dializer dengan KUf relatif rendah membutuhkan pemakaian tekanan transmembran yang lebih tinggi untuk mempengaruhi penghilangan jumlah cairan. Keadaan ini meminimalkan pengaruh variasi dalam tekanan transmembran terhadap penghilangan cairan. Sebagai suatu aturan baku, apabila kotroller ultrafiltrasi tidak tersedia, KUf dialiser in vivo (ml/jam/mmhg) akan sekitar 4 kali angka penghilangan cairan yang diharapkan dalam liter/jam. Contoh; jika ingin menghilangkan cairan 0,75 liter/jam, KUf dializer in vivo akan 4 x 0,75 = 3,0. Tekanan tansmembran yang dibutuhkan kemudian menjadi 750/3 = 250 mmhg. 4. Dializer standard Terdiri dari klearensi ureum <200 ml/menit, kecepatan darah yang dipakai 250 ml/menit, low-flux dengan Kuf <15 ml/mmhg/jam. Contohnya adalah Cuphrophane, Cellulosa asetat dan hemophane. 5. Dializer high efficiency atau high flux. Dializer high efificiency adalah dializer yang mempunyai luas permukaan membran yang besar. Dializer high flux adalah dializer yang mempunyai poripori besar yang dapat melewatkan molekul yang lebih besar, dan mempunyai permiabilitas terhadap air yang tinggi. Dializer high-efficiency/high-flux terdiri dari terdiri dari klearens ureum >200 ml/menit, kecepatan darah yang dipakai >250 ml/menit, high-flux dengan Kuf >15 ml/mmhg/jam, dan membrannya adalah Polysulfone, Celuloasa triasetat, dan AN-69. Model Sterilisasi. Ada tiga metode umum mensterilkan dializer baru adalah menggunakan gas etilen oksida, sinar gamma, dan uap. Reaksi anafilaktik karena oksidaetilen merupakan masalah sebelumnya, sekarang tidak dipermasalahkan lagi oleh karena pemakaian sinar gamma atau sterilisasi uap. 6. Desain plat paralel terhadap hollow-fiber (capillary). Dengan tersedianya dewasa ini dialiser plat paralel dan hollow-fiber, hanya sedikit alasan untuk memilih satu konfigurasi atas yang lain Kecepatan aliran darah (Qb). Pada umumnya kecepatan aliran darah rata-rata paling tidak 4 kali berat badan dalam kg. Bagi paenderita ukuran rata-rata yang menerima dialisis 4 jam, kecepatan aliran darah paling tidak 250 ml/menit, dan yang paling tepat ml/menit. Kecepatan aliran darah >450 ml/menit dapat dipakai, apabila menggunakan dializer KoA tinggi. Tidak perlu diperdebatkan oleh kalangan praktisi dimana pemakaian aliran darah yang tinggi bisa mengakibatkan naiknya gejala-gejala intradialisis. Dengan pemakaian larutan dialisis bikarbonat, masalah tersebut tidak bakal terjadi Digitized by USU digital library 13

14 Gambar 2. Volume [V] disteribusi ureum yang diperkirakan pada laki-laki. Gambar 3. Volume [V] disteribusi ureum yang diperkirakan pada perempuan Menafsirkan lama dialisis. Lama dialisis merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan adekuatnya tindakan hemodialisis. Pertama sekali harus menentukan target Kt/V, kemudian menafsirkan volume distribusi urea pasien V dengan memakai normogram (gambar-2) atau (gambar-3). Cara lain dapat menggunakan rumus volume distribusi ureum laki-laki 58% dari berat badan dan perempuan 50% dari berat badan. Klearensi dializer K yang dipakai ditafsirkan dengan memakai normogram (gambar-4) 2003 Digitized by USU digital library 14

15 KoA dializer dan kecepatan aliran darah rata-rata). Setelah V dan K ditafsirkan, selanjutnya lama dialisis (t ) dapat dihitung dari Kt/V. Gambar 4. Klearence (Kw) in vivo diperkirakan dari urea blood water Mengukur Kt/V yang diberikan. Secara individual semestinya kita harus selalu merencanakan dosis HD yang akan dilakukan dalam setiap tindakan HD, adapun target minimal yang ditentukan untuk Kt/V =1,2 atau setara dengan RRU 65% (NKF-DOQI). Dalam merencanakan dosis HD sebaiknya diperhitungkan Kt/V 1,3 atau setara dengan RRU 70%, karena terdapatnya hal-hal yang berpengaruh : a. Yang dilakukan lebih rendah dari yang direncanakan. 1. Aliran darah sebenarnya lebih lambat dari yang tertera dipanel. 2. Aliran darah dilambatkan karena alasan tertentu. 3. Resirkulasi. 4. Waktu tindakan HD yang sesungguhnya lebih pendek dari yang direncanakan. 5. KoA dializer lebih rendah dari yang tertera dalam spesifikasi pabrik. 6. V penderita lebih besar dari pada yang tertera dalam normogram. b. Yang dilakukan lebih tinggi dibanding yang direncanakan. 1. Blood urea-nitrogen (BUN) paska-hd lebih rendah karena tidak tepatnya pengambilan sample seperti resirkulasi kardiopulmonari. 2. V dari penderita lebih kecil dari pada yang tertera dalam normogram. 3. Dializer lebih efisien, waktu tindakan HD lebih panjang. Pada umumnya kita akan memberikan jumlah dialisis maksimum yang bisa diterima penderita dalam waktu tertentu. Idealnya memakai dializer dengan nilai KoA tinggi untuk seluruh penderita, bahkan untuk penderita kecil dan untuk wanita. Pemakaian dializer KoA tinggi dan penggunaan larutan dialisis bikarbonat tidak akan mengakibatkan peningkatan efek samping Digitized by USU digital library 15

16 Dializer KoA tinggi biasanya relatif lebih mahal. Di beberapa tempat dimana pemakaian ulang tidak tersedia, dan biaya yang tinggi melemahkan pemakaian dializer ini. Juga dibeberapa tempat yang masih menggunakan larutan dialisis asetat, pemakaian dializer KoA tinggi bisa meningkatkan efek samping. Terlepas dari biaya, dializer KoA tinggi (KoA >700) perlu dipakai pada pasien besar, terutama penderita pria yang besar yang padanya V yang ditafsirkan >45 liter. Pada penderita besar dialisis selama 4 jam, memakai dializer KoA rendah, walaupun kecepatan aliran darah tinggi tidaklah mungkin memadai. 11 Dializer KoA tinggi juga perlu dipakai dalam dialisis singkat (<3,5 jam). Kecepatan aliran darah yang tinggi dan menggunakan dialiser KoA rendah tidak akan memberikan dialisis yang memadai. Pemakaian kecepatan aliran darah yang tinggi, dialiser KoA tinggi, dan durasi dialisis pendek bisa memberikan penghilangan ureum yang memadai tetapi tidak selalu menjamin klearensi yang memuaskan dari bahan berat molekul yang lebih besar, karena penghilangan bahan ini tidak meningkat dengan kecepatan aliran darah yang tinggi. Pada saat ini banyak pusat dialisis yang memakai dializer besar dengan membran fluks tinggi, yang memiliki klearensi molekul tengah yang lebih tinggi dari pada dialiser yang lama. Beberapa pusat dialisis masih mendukung pendekatan dialisis yang lama dan lambat dengan memakai dializer KoA rendah serta kecepatan arus darah relatif rendah, dan lama dialisis 4 jam atau lebih dan memberikan Kt/V 1,0. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa perlunya pemberian dosis HD yang maksimum agar tercapai target AHD, seperti penelitian Port FK dkk melaporkan bahwa penderita dengan RRU >75% dibanding RRU 70-75% mempunyai resiko relatif lebih rendah daripada RRU 70-75% pada penderia berat badan rendah dan sedang. Wood HF dkk membandingkan membran high-flux dan membran low-flux polysulfone, mendapatkan bahwa membran high-flux menurunkan resiko mortalitas pada penderita non diabetetes PENGGUNAAN 2 DIALIZER PARALEL ATAU SERI MENINGKATKAN AHD. Terjadinya peningkatan mortalitas dan morbiditas penderita HD reguler pada saat ini masih menjadi masalah. Dari penelitian dilaporkan bahwa salah satu penyebab mortalitas yang tinggi dan tidak produktifnya penderita tersebut karena tindakan HD yang tidak adekuat. Seperti pada penelitian Ifudu dkk mendapatkan bahwa dosis hemodialisis standard pada penderita dengan berat badan lebih dari 68,2 kg tidak mendapatkan hasil yang adekuat. Penelitian Wolfe dkk mengenai luas permukaan tubuh, dosis HD dan mortalitas mendapatkan luas permukaan tubuh berhubungan dengan mortalitas serta berkorelasi langsung dengan dosis HD. Menyatakan bahwa dosis HD yang diberikan merupakan keadaan individual. Penelitian Kuhlmann melaporkan bahwa penderita dengan volume distribusi urea >42,0 liter atau luas permukaan tubuh >2,0 m 2 merupakan pasien yang mempunyai risiko dosis hemodialisis yang tidak adekuat. Penelitian Salahudeen dkk pada penderita HD berat badan lebih mendapatkan hasil Kt/V lebih rendah dan berpengaruh negatif terhadap survival. Penelitian Elangovan dkk melaporkan bahwa walaupun menggunakan dializer yang luas, kecepatan aliran darah dan aliran dialisat yang tinggi penderita berat badan 80 kg atau volume distribusi urea >46 liter tidak satupun yang mencapai Kt/V 1,45 setara dengan RRU >70%, penelitian tersebut menganjurkan perlu terobosan HD pada penderita berat badan besar. Oleh karena hal tersebut berbagai usaha dilakukan untuk meningkatkan AHD. Telah diketahui bahwa untuk meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan memperlama waktu dialisis, meningkatkan kecepatan aliran darah dan atau aliran dialisat, 2003 Digitized by USU digital library 16

17 meningkatkan luas permukaan membran dializer dengan memakai dializer KoA tinggi. Akhir-akhir ini meningkatkan AHD dapat dilakukan dengan meningkatkan luas permukaan membran dializer dengan memakai memakai 2 dializer yang dihubungkan secara paralel atau secara seri. Ari dalam penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan 2 coil dializer secara seri dapat mempersingkat lama waktu HD. Nolph dkk penelitiannya menggunakan 2 dializer paralel mendapatkan total klearens berat molekul rendah (ureum) yang menurun, menyimpulkan terdapatnya efikasi dialisis. Sridhar dkk penelitian pada penderita berat badan 95 kg membandingkan penggunaan 2 dializer paralel dan dializer tunggal melaporkan 2 dializer paralel dapat meningkatkan Kt/V. Powers dkk menggunakan 2 dializer dihubungkan secara paralel pada penderita dengan berat badan besar mendapatkan RRU meningkat bermakna. Denninson menggunakan 2 dializer yang dihubungkan secara seri untuk meningkatkan AHD mendapatkan perbaikan RRU dari 52% menjadi 64%, dan menyimpulkan bahwa 2 dializer seri tersebut dapat meningkatkan RRU 23 %. Fritz dkk membandingkan 2 dializer yang dihubungkan secara paralel dan 2 dializer yang dihubungkan secara seri mendapatkan bahwa Kt/V dan RRU dari penderita tersebut tidak mempunyak perbedaan yang bermakna dan juga melaporkan 83% penderta mendapatkan target adekuasi hemodialisis dari 2 dializer yang dihubungkan secara paralel ataupun 2 dializer yang dihubungkan secara seri. Pada penelitian lainnya dikatakan tidak ada perbedaan 2 dializer seri dan 2 dializer paralel, tetapi 2 dializer seri mempunyai keuntungan lebih praktis dan mudah dalam pelaksanaanya. Gerhartd dkk. Penelitiannya membandingkan 2 dializer paralel dan 2 dializer seri, pada 167 penderita masing-masing 112 penderita menggunakan 2 dializer paralel dan 55 penderita menggunakan 2 dializer seri menyimpulkan bahwa efektifitas kedua alat tersebut hampir sama, tetapi hubungan seri lebih mempunyai keuntungan praktis CONTOH PERHITUNGAN ADEKUASI HEMODIALISIS. Peresepan hemodialisis : Penderita dengan berat badan 70 kg, laki-laki. K= 0,20 L/menit (lihat tabel) T= 240 menit Laki-laki V =58% berat badan (14,8) 40,6 liter (atau lihat tabel) Kt/V = 0,20 x 240 /40,6 = 48/40,6 = 1,18 Jika target Kt/V = 1,3 K = 0,20 L/menit V = 40,6 liter Waktu tindakan HD yang diperlukan : t = 1,3 x V/K = 1,3 x 40,6/0,20 = 1,3 x 203 = 263 menit 2003 Digitized by USU digital library 17

18 Penilaian adekuasi hemodialisis : Untuk mengukur AHD dari HD yang telah dilakukan. Penderita berat badan paska HD = 70 kg BUN pra-hd =100 mg/dl, Bun paska-hd =30 mg/dl t = 4 jam, dan Ultrafiltrasi 2 liter Kt/V = - Ln (R-0,008 x t) + (4-3,5 x R) x UF/W = - Ln (0,3-0,008 x 4) + ( 4-3,5 x 0,3) x 2/70 = - Ln (0, ) + (4-1,05) x 0,03 = - Ln ,95 x 0,03 = - Ln 0, ,0885 = 1, ,0885 = 1,4 RRU = 100 x (1-Ct/Co) = 100 x (1-30/100) = 100 x 0,70 = 70% Jika mempergunakan rumus linier Daugirdas perhitungannya sebagai berikut : Kt/V = 2,2 3,3 (R 0,03) UF/W = 2,2 3,3 (0,3 0,03) 2/70 = 2,2 3,3 x 0,27 0,03 = 2,2 0,89-0,03 = 1,3 Dengan bantuan komputer kita dapat dengan mudah mengukur Kt/V berdasarkan rumus logaritma natural dari Daugirdas, sedangkan RRU dan Kt/V berdasarkan rumus linier dapat dihitung dengan kalkulator PENGAMBILAN SAMPEL DARAH. Pengambilan sample darah untuk pemeriksaan BUN merupakan hal yang sangat menentukan hasil yang didapatkan. Ketepatan waktu pengambilan merupakan hal yang sangat kritis. BUN sebelum HD dan BUN sesudah HD untuk perhitungan Kt/V dan RRU diambil pada jadwal yang sama. Pengambilan sampel BUN sebelum HD. Jika penderita dengan AV-fistula atau graft, sample diambil dari jalur arteri sebelum dihubungkan dengan blood-line. Harus dipastikan tidak terdapat cairan lain dalam jarum arteri tersebut. Jangan mengambil sampel jika HD sudah berjalan. Pengambilan sampel BUN sesudah HD. Pengaruh resirkulasi akses-vaskuler dan resirkulasi kardiopulmonal serta pengaruh teori double-pool sangat menentukan saat yang paling tepat pengambilan sampel untuk pemeriksaan BUN sesudah HD. Jika menganut teori double-pool maka saat paling tepat pengambilan sample setelah menit paska-hd, dimana telah terjadi equilibrium. Tetapi secara praktis hal ini sukar karena penderita selesai HD harus menunggu cukup lama. Geddes CC. Dkk dalam penelitiannya setelah 4 menit berhentinya aliran dialisat tidak ada perbedaan konsentrasi ureum antara sampel dari arteri dan vena Digitized by USU digital library 18

19 Cara yang dianjurkan adalah sebagai berikut : 1. Setelah waktu HD berakhir hentikan pompa dialisat, turunkan UF sampai 50 ml/jam atau matikan. 2. Turunkan kecepatan pompa aliran darah sampai ml/menit selama 15 detik 3. Ambil sample darah dari jalur aliran arteri. 4. Hentikan pompa darah dan kembali pada prosedur penghentian HD. 5. Cara lain menghentikan pompa aliran darah setelah dilambatkan 50 ml/jam selama 15 detik. 6. Klem pada jalur arteri dan vena, sample diambil dari jalur arteri. 2.6 PEMANTAUAN PENDERITA Sebelum dan selama dialisis. a. Pemantauan sebelum dialisis. 1. Berat badan. Berat badan sangat penting untuk menentukan peresepan dari hemodialisis, tidaklah mungkin memberikan peresepan yang sama antara berat badan kecil dan besar. Penelitian melaporkan bahwa pasien yang berat badan >68,2 kg dengan resep standad tidak mendapatkan AHD.Berat badan sebelum dialisis harus dibandingkan dengan berat penderita terakhir sebelum dialisis dan dengan berat kering target untuk mendapatkan ide perolehan berat interdialisis. Berat kering adalah berat badan setelah dialisis dimana seluruh atau sebagian cairan tubuh yang berlebihan telah dihilangkan. Jika berat kering terlalu tinggi penderita akan tetap dalam muatan cairan berlebihan pada akhir dialisis. Masukan cairan selama dialisis dapat menyebabkan edema dan kongesti pada paru. Jika berat kering terlalu rendah, penderita dapat menderita hipotensi, badan tak enak, perasaan lemah, pusing dan kejang otot setelah dialisis. Diusahakan mempertahankan berat interdialisis <1,0 kg/hari. Penerangan membatasi cairan, dahaga yang berat akibat aktifitas renin plasma yang tinggi. 2. Tekanan darah. Hipertensi biasanya dipengaruhi oleh renin ataupun beberapa faktor lain yang belum diketahui, pada penderita ini tekanan darah dapat meningkat selama dialisis, walaupun cairan dihilangkan. Pada beberapa penderita pada waktu HD dapat terjadi hipotensi intradialisis, penderita ini perlu penghentian medikasi tekanan darah pada hari dialisis, terutama yang didialisis pada waktu petang. 3. Suhu Demam yang timbul sebelum dialisis merupakan temuan yang serius perlu dicari penyebabnya. Manifestasi infeksi pada penderita dialisis sering tidak kentara. Kenaikan suhu sekitar 0,5 derajat selama dialisis adalah normal. 4. Daerah akses. Daerah akses vaskuler harus dipastikan dari tanda-tanda infeksi sebelum dialisis. b. Pada saat dialisis berjalan. Tekanan darah dan denyut nadi diukur tiap 30 sampai 60 menit. Keluhan pusing ataupun perasaan lemah menunjukkan hipotensi dan membutuhkan segera pengukuran tekanan darah. Gejala-gejala hipotensi dapat tidak kentara, dan kadang asimtomatis sampai tekanan darah jatuh ketingkat yang membahayakan Digitized by USU digital library 19

20 Pemeriksaan laboratorium. a. Sebelum dialisis : Urea-Nitrogen plasma. Diukur setiap bulan sebelum tindakan dialisis pada minggu pertama atau minggu pertengahan, kadar >110 mg/dl atau <60 mg/dl berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas. Urea-nitrogen plasma sebelum dialisis dapat menunjukan katabolisme protein rata-rata pada penderita dengan pemasukan protein yang stabil. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi urea-nitrogen plasma sebelum dialisis seperti antara lain : Hasil urea-nitrogen plasma lebih tinggi dari yang diharapkan. a. Peningkatan masukan protein. b. Hiperkatabolisme (infeksi). c. Perdarahan gastrointestinal. d. Fungsi renal residual menurun. e. Efisiensi hemodialisis menurun. - Resirkulasi. - Kehilangan klearensi pada pemakaian ulang dialiser Hasil urea-nitrogen plasma lebih rendah dari yang diharapkan. a. Penurunan pemasukan protein - Kelelahan. - Ekonomi. - Disengaja. b. Fungsi ginjalk residu meningkat. c. Efisiensi hemodialisis meningkat. d. Penyakit hati b. Setelah dialisis : 1. Urea-Nitrogen plasma. Konsentrasi urea-nitrogen setelah dialisis harus diukur setiap bulan, dan rasio urea-nitrogen plasma setelah/sebelum dialisis dipakai untuk menghitung Kt/V yang akan diberikan. 2. Albumin. Merupakan indikator penting keadaan nutrisi, albumin rendah merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas yang sangat kuat. Albumin <3,0 gr/dl risiko morbiditas dan mortalitas meningkat. Dianjurkan Albumin> 4,0gr/dl dan diperiksa setiap 3 bulan. 3. Kreatinin. Diperiksa sebelum dialisis setiap bulan. Kadar rata-rata yang biasa pada pasien HD mg/dl (rentang 8-20 mg/dl). Pada penderita HD risiko morbiditas menurun apabila kadar kreatinin tinggi. Kreatinin plasma merupakan indikator massa otot dan status nutrisi. Kreatinin plasma dan urea-nitrogen harus diperiksa sekaligus. Jika perubahan pararel keduanya terjadi, maka perubahan dalam resep dialisis dan tingkat fungsi renal residual harus dipertimbangkan. Jika tingkat kreatinin plasma tetap konstan tetapi perubahan yang mencolok terjadi pada nilai urea-nitrogen plasma, perubahan pada yang terakhir paling mungking karena perubahan pemasukan protein diet atau katabolisme protein endogen. 4. Kolesterol. Kolesterol adalah indikator status gizi. Mortalitas menurun apabila sebelum dialisis kadar kolesterol mg/dl, tetapi kolesterol yang rendah (<150 mg/dl) akan meningkatkan mortalitas Digitized by USU digital library 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. melalui membran semipermeabel atau yang disebut dengan dialyzer (Thomas, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis Hemodialisis merupakan suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme berupa larutan (ureum dan kreatinin) dan air yang ada pada darah melalui membran semipermeabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II menguraikan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan penyakit gagal ginjal kronik, hemodialisis, Quick of blood (Qb), ureum dan kreatinin serta peran perawat hemodialisis

Lebih terperinci

Ditulis pada Senin, 22 Februari :11 WIB oleh fatima dalam katergori others tag hd, Haemodialysis

Ditulis pada Senin, 22 Februari :11 WIB oleh fatima dalam katergori others tag hd, Haemodialysis Haemo Dialysis Ditulis pada Senin, 22 Februari 2016 01:11 WIB oleh fatima dalam katergori others tag hd, Haemodialysis http://fales.co/blog/haemo-dialysis.html Adekuasi dialisis Definisi Adekuasi dialisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN semua pasien yang menjalani hemodialisis menggunakan jenis dialiser yang sama (high flux), uji statistik untuk variabel lama dialisis juga tidak dilakukan karena semua pasien yang menjalani hemodialisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik adalah gangguan faal ginjal yang berjalan kronik dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis 2.1.1. Definisi dan Prinsip Kerja HD adalah suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semipermeabel (dialiser), yang berfungsi sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1. Definisi dan Etiologi Penyakit ginjal kronik dapat didefinisikan sebagai suatu abnormalitas dari struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mengangkut sampah metabolik

Lebih terperinci

HEMODIALYSIS PADA ANAK. Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

HEMODIALYSIS PADA ANAK. Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta HEMODIALYSIS PADA ANAK Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Pendahuluan Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan masalah kesehatan dengan insidensi yang terus meningkat saat ini 1-3 anak

Lebih terperinci

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal adalah menurunnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah pada tahap penyakit ginjal tahap akhir atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron ginjal, mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan patologis dengan penyebab yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kondisi jangka panjang ketika ginjal tidak dapat berfungsi dengan normal dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan dunia hingga saat ini, karena jumlah penderita terus meningkat serta menimbulkan morbiditas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)

Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) LAPORAN PENELITIAN Faktor-faktor yang Berkorelasi dengan Status Nutrisi pada Pasien Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) Mira Yulianti 1, Suhardjono 2, Triyani Kresnawan 3, Kuntjoro Harimurti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

PGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE

PGK dengan HD IDWG BIA PHASE ANGLE BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep PGK dengan HD Etiologi Compliance (Kepatuhan Pasien, kualitas HD) Asupan cairan Asupan Garam dan nutrisi IDWG BIA Komposisi cairan Status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal (Fored, 2003). Penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 -

BAB I PENDAHULUAN. (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15 - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik (PGK) tahap akhir yang menjalani dialisis masih sangat tinggi, kira-kira 15-20 persen per tahun, meskipun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemodialisis Ginjal mempunyai fungsi utama sebagai penyaring darah kotor, yaitu darah yang telah tercampur dengan sisa metabolisme tubuh. Sisa hasil metabolisme antara lain ureum,

Lebih terperinci

MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN

MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN MUTU(QUALITY) ADALAH KESESUAIAN DENGAN STANDAR(CONFORMANCE TO REQUIREMENTS) (CROSBY) MUTU ADALAH GAMBARAN DARI PRODUK YANG MEMENUHI KEBUTUHAN PELANGGAN DAN BEBAS DARI KECACATAN (JURAN) QUALITY PATIENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, didapatkan peningkatan insiden dan prevalensi dari gagal ginjal, dengan prognosis

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** Pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal terminal harus menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler memiliki risiko mengalami kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT GINJAL KRONIK 2.1.1. Defenisi Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Penderita penyakit - penyakit ginjal kronik (PGK) mempunyai resiko kematian yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Banyak faktor yang berkontribusi terhadap tingginya, resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia bahkan di negara maju. Di Amerika Serikat misalnya, angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar 1 BAB I.PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar albumin dalam urin. Gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI SELAMA DIALISIS DIALYSIS DISEQUILIBRIUM SYNDROME (DDS) Imam Hadi Yuwono PD. IPDI Jawa Tengah

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI SELAMA DIALISIS DIALYSIS DISEQUILIBRIUM SYNDROME (DDS) Imam Hadi Yuwono PD. IPDI Jawa Tengah PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI SELAMA DIALISIS DIALYSIS DISEQUILIBRIUM SYNDROME (DDS) Imam Hadi Yuwono PD. IPDI Jawa Tengah imamhadiyuwono@yahoo.com Pendahuluan Pasien dengan keadaan uremia yang tinggi saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dari manusia. Berbagai penyakit yang menyerang fungsi ginjal dapat menyebabkan beberapa masalah pada tubuh manusia, seperti penumpukan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal atau renal failure merupakan gangguan fungsi ginjal menahun yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik hampir selalu bersifat asimtomatik pada stadium awal. Definisi dari penyakit ginjal kronik yang paling diterima adalah dari Kidney Disease:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tubuh manusia, mineral berperan dalam proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, mineral tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif. 3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat Penelitian dilakukan di unit hemodialisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan menggunakan desain penelitian cross sectional untuk melihat hubungan adekuasi hemodialisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi

I. PENDAHULUAN. metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan suatu organ yang sangat penting untuk mengeluarkan hasil metabolisme tubuh yang sudah tidak digunakan dan obat-obatan. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) digunakan

Lebih terperinci

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari Proses Peritoneal dialisis dan CAPD Dahlia Lara Sikumalay 13113120012 Putri Ramadhani 1311312008 Tria Wulandari 1311312006 Fakultas Keperawatan Universitas Andalas 2016 Prosedur peritoneal dialisis Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam memepertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbanagn cairan tubuh, dan nonelektrolit,

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan

Lebih terperinci

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI)

PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS. TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) PELATIHAN NEFROLOGI MEET THE PROFESSOR OF PEDIATRICS TOPIK: Tata laksana Acute Kidney Injury (AKI) Pembicara/ Fasilitator: DR. Dr. Dedi Rachmadi, SpA(K), M.Kes Tanggal 15-16 JUNI 2013 Continuing Professional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur asam-basa darah, mengontrol

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6

BAB 4 HASIL. 2,3 (0,3-17,5) Jenis Kelamin Pria 62 57,4 Wanita 46 42,6 BAB 4 HASIL 4.1. Data Umum Pada data umum akan ditampilkan data usia, lama menjalani hemodialisis, dan jenis kelamin pasien. Data tersebut ditampilkan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Data Demogragis dan Lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk minuman sachet, tidak hanya dari kalangan anak-anak tetapi banyak juga remaja bahkan orang tua yang gemar

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi dan Fisiologi Ginjal II.1.1 Anatomi Gambar II-1. Anatomi Ginjal (diunduh dari http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/tortora/) Ginjal merupakan suatu organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi kesejahteraan dan keselamatan pada manusia untuk mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Hemodialisa Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia masih menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang cukup sulit. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk mengatasinya. Gagal ginjal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan ekstrasel terdiri dari cairan interstisial (CIS) dan cairan intravaskular. Cairan interstisial mengisi ruangan yang berada di antara sebagian sel tubuh dan menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan lambat. PGK umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia. Fungsi tersebut diantaranya mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan terjadi perlahan dalam waktu yang lama (menahun) disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di derita oleh masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di bidang urologi disamping infeksi

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA

LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA A. Pengertian Hemodialisa adalah suatu tindakan untuk memisahkan sampah dan produk hail metabolic esensial (sampah nitrogen dan sampah yang lain) melalui selaput membrane

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko mortalitas dan morbiditas yang sangat tinggi di dunia. Sekitar 26 juta orang dewasa di Amerika

Lebih terperinci

3.4 Prinsip Hemodialisa Prinsip mayor/proses hemodialisa

3.4 Prinsip Hemodialisa Prinsip mayor/proses hemodialisa MAKALAH HEMODIALISA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang. Hemodialisa adalah pengobatan bagi orang yang menurun fungsi ginjalnya. Hemodialisa mengambil alih fungsi ginjal untuk membersihkan darah dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) dan hanya menggantikan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) dan hanya menggantikan 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel. Pada suatu derajat tertentu, penyakit ini membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan National Kidney Foundation penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan dengan kelainan

Lebih terperinci

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN Asri Setyaningsih*, Dewi Puspita**, M. Imron Rosyidi*** 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. LFG yang kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

BAB I PENDAHULUAN. 2. LFG yang kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah : 1. Suatu kondisi kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktural atau

Lebih terperinci

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu masalah kesehatan yang serius di dunia. Hal ini dikarena penyakit ginjal dapat menyebabkan kematian, kecacatan serta penurunan kualitas hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel yang ditandai dengan kemampuan tubuh yang gagal dalam mempertahankan metabolisme, keseimbangan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA QUICK OF BLOOD (Qb) DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RUANG HD BRSU DAERAH TABANAN BALI

HUBUNGAN ANTARA QUICK OF BLOOD (Qb) DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RUANG HD BRSU DAERAH TABANAN BALI UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA QUICK OF BLOOD (Qb) DENGAN ADEKUASI HEMODIALISIS PADA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS DI RUANG HD BRSU DAERAH TABANAN BALI TESIS I Gusti Ayu Puja Astuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)

Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan ginjal secara struktural atau fungsional yang masih menjadi masalah kesehatan global dan

Lebih terperinci

penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

penyakit yang merusak massa nefron ginjal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan berbagai macam penyebab yang mengakibatkan

Lebih terperinci

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J

Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: Seno Astoko Putro J HUBUNGAN ANTARA KADAR KREATININ DARAH DAN KADAR UREUM DARAH DENGAN KADAR GULA DARAH PADA KEJADIAN PENYAKIT NEFROPATI DIABETIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, memerlukan akses vaskular yang cukup baik agar dapat menjalani proses pencucian darah atau hemodialisis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung selama beberapa tahun). Perjalanan penyakit ginjal stadium

Lebih terperinci