SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL. DRS. PERTAMPILAN S. BRAHMANA, M.SI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL. DRS. PERTAMPILAN S. BRAHMANA, M.SI"

Transkripsi

1 SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL DRS. PERTAMPILAN S. BRAHMANA, M.SI Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara BAB I 1.1 Pendahuluan Pada dasarnya dalam kehidupan manusia, manusia itu mengharapkan harmonisasi antar sesama manusia, dengan lingkungannya, namun untuk mewujudkan harmonisasi itu sulit terlaksana bila diserahkan kepada individu perindividu. Penyebabnya karena ada perbedaan kepentingan, dalam perebutan banyak hal seperti energi (sumberdaya) di antara sesama manusia itu atau di antara manusia dengan mahluk lainnya. Tujuan perebutan ini ada yang untuk hanya menyenangkan hatinya, menyenangkan kelompoknya, dan ada untuk kekuasaan: dengan memenangkan perebutan yang ada, seseorang bisa berkuasa, sehingga menguasai yang lain secara semena-mena. Maka agar terjadi sinergi dalam kehidupan manusia, sehingga ketika terjadi perebutan karena perbedaan kepentingan ini, agar manusia itu tidak saling memangsa perlu diatur tatacaranya. Tatacara ini dikenal dengan berbagai istilah yang berbeda-beda seperti adat istiadat, norma-norma, hukum dan sebagainya. Menurut Thomas Hobbes (Ritzer, 1992:34-35) bellum omniom contra omnes, masyarakat seperti tidak pernah aman dari pertikaian dan pertentangan. Manusia adalah serigala bagi sesama manusia dan hidup manusia adalah terkucil, miskin, jahat, kasar dan pendek. Pandangan Hobbes ini, ditentang oleh John Locke ( ) (Laeyendecker, 1991: 84), dalam pandangan John Locke, tertib masyarakat terjadi karena interaksi bebas. Melalui interaksi bebas ini terjadilah lembagalembaga untuk misalnya mengatur hubungan-hubungan hak milik. Lembagalembaga mengatur kelakuan dan karenanya juga adalah kebebasan. Makanya kemudian oleh Hume (Laeyendecker, 1991: 88) dikatakan bahwa manusia adalah semata-mata suatu mahluk sosial. Sejak awal eksistensinya ia hidup di dalam keluarganya. Kenyataan yang tidak dipungkiri memang manusia adalah mahluk sosial. Dia tidak hidup sendiri, dia harus hidup berkelompok, di dalam kelompoknya dia terikat kepada satu sama lain dalam keterkaitan saling membutuhkan. Hidup berkelompok ini, dapat dalam jumlah besar, namun dapat pula dalam jumlah kecil, dengan maksud agar dapat saling tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama mulai dari keperluan yang sederhana sampai kepada keperluan yang sangat komplek sifatnya. Agar terlaksana hidup berkelompok secara damai dan aman, sudah tentu ada aturan-aturan yang harus dipatuhi, misalnya adat istiadat, hukum, norma-norma yang mengikat atau mengatur kehidupan kelompok tersebut baik dalam hal bergaul antar sesama maupun dalam memanfaatkan saran dan fasilitas bersama. Aturanaturan ini sifatnya mulai dari yang kongkrit dan jelas sampai kepada yang ideal misalnya pandangan hidup, kepercayaan dan sebagainya. Melalui aturan-aturan yang mengikat ini akan membatasi, mengendalikan perilaku masyarakat tersebut menuju arah tujuan yang hendak dituju. Pembatasan disebut pengendalian sosial Digitized by USU digital library 1

2 Dalam kaitan ini apa yang dikatakan oleh Umar bin Khatab yang mengatakan manusia dilahirkan bebas dan merdeka, tidak benar. Manusia dilahirkan untuk tidak bebas dan tidak merdeka. Atau masih dalam jalur pengertian Umar bin Khatab di atas, manusia dilahirkan bebas dan merdeka di dalam tanggungjawab. Kalau manusia dilahirkan bebas dan merdeka tanpa disertai dengan tanggungjawab, yang ada hanyalah kekacauan, justru yang kuat ototnyalah yang berkuasa. Lebih lanjut dikatakannya (Laeyendecker, 1991: 79-80) sifat manusia hanyalah dapat diketahui dari cara manusia berkelakuan... gerakan-gerakan manusia di satu pihak timbul dari reaksi terhadap pengaruh-pengaruh ekstern dan di lain pihak dari kecenderungan untuk menghindari segala sesuatu yang mungkin akan mendekatkan kematian kepadanya. Manusia menurut alamnya, juga cenderung untuk meneruskan meneruskan gerakan ini. Ini pun mempunyai dua aspek. Manusia mengenal rangsangan-rangsangan untuk meneruskan gerakan itu dan rangsanganrangsangan untuk menghindarkan segala sesuatu yang mungkin akan dapat menghentikan gerakan tersebut. Rangsangan yang terpenting adalah keinginan akan kekuasaan. Kekuasaan adalah sebagai sarana waktu sekarang untuk memperoleh sesuatu yang tampak baik di waktu yang akan datang. Hobbes membedakan antara kekuasaan alamiah yang bertumpu pada keunggulan kemampuan-kemampuan jasmani dan rohani. Lebih lanjut dijelaskan oleh Hobbes setiap orang, sedikit banyak berusaha memperoleh kekuasaan karena kekuasaan akhirnya perlu untuk memungkinkannya agar bertahan hidup. Sekarang apa akibat yang dihasilkan oleh usaha manusia memperoleh kekuasaan, Hobbes menjelaskannya dalam keadaan seperti ini (perebutan kekuasaan, pen) tidak terdapat otoritas pusat yang dapat menjamin tertib masyarakat dan pengaturannya. Maka berkecamuklah perang semua melawan semua. Menurut Thomas Hobbes suatu masyarakat tidak mungkin hidup tanpa adanya suatu unsur yang berdaulat. Pemegang kedaulatan itu tugasnya mengeluarkan perintah-perintah yang merupakan hukum. Pada tahap kehidupan pra hukum atau pra sosial atau alamiah, manusia saling menghancurkan. Untuk menghentikan keadaan demikian, menurut Hobbes, diperlukan pemenuhan dua syarat. Syarat pertama adalah berfungsinya hukum yang menurut Hobbes berintikan penegakkan ketertiban. Syarat kedua berkaitan dengan prasyarat struktural atau institusional eksistensi hukum yakni adanya kedaulatan politik yang seragam dan terpusatkan. Hobbes menyederhanakan keadaan tanpa hukum dengan situasi tanpa ketertiban (Soekanto, 1988:35). Apa yang dikemukakan Thomas Hobbes adalah awal terbentuknya pengendalian sosial moderen. Dalam pengendalian sosial moderen ini tindakan individu dalam kehidupan bermasyarakat tidak dipandang sebagai tingkah laku biologis tetapi sebagai tingkah laku yang mempunyai makna sosial. Tingkah laku individu itu selalu dapat diberi tempat dalam suatu hubungan sosial tertentu, sehingga hal itu merupakan tindakan yang berstruktur. Dengan demikian, tingkah laku individu selalu mendapat tempat dalam kerangka sistem sosial yang terbagi dalam berbagai sub-sistem (Soemitro, 1985:69). Sedangkan dalam masyarakat tradisional, pengendalian sosial dilakukan secara sederhana. Artinya pengendalian sosial yang terjadi hanya tegas dalam halhal tertentu saja. Ini berkait dengan masalah sosial yang ada pada masyarakat tradisional tidak sebanyak dan serumit pada masyarakat moderen. Dalam hal mata pencarian hidup, misalnya masalah-masalah sosial yang muncul dapat dikatakan minim sekali, hal ini karena lingkungan keluarga dan lingkungan alam masih mampu memberikan penghidupan kepada masyarakat tradisional. Masyarakat tradisional masih bebas membuka lahan untuk menciptakan lapangan kerja, sedangkan pada masyarakat moderen, tidak demikian. Lahan semakin sempit, masyarakat yang 2003 Digitized by USU digital library 2

3 membutuhkannya semakin banyak, akibatnya, dalam hal perebutan lapangan kerja menjadi sulit dan bersaing. Demikian juga dengan dukungan keluarga, keluarga dalam masyarakat tradisional, masih mampu memberikan lapangan kerja kepada anggota keluarga dari sektor pertanian, karena masyarakat tradisional memiliki lahan dan kebun yang memadai, namun dalam masyarakat moderen, lahan kepemilikan tanah semakin sempit, bahkan ada keluarga moderen sama sekali tidak memiliki lahan walau hanya untuk mendirikan rumah sendiri, apalagi punya lahan persawahan yang dapat dijadikan matapencaharian hidup. Hal inilah yang menyebabkan masalah-masalah sosial dalam masyarakat moderen semakin banyak dan rumit. Kalau masalah ini tidak ditangani secara baik, masyarakat itu punya kecenderungan saling menghancurkan hanya untuk merebut lapangan kerja. Dalam konteks inilah pernyataan Thomas Hobbes di atas dapat dipahami dalam konteks masyarakat moderen. Dalam masyarakat moderen, masyarakat tidak mungkin hidup aman tanpa adanya suatu unsur yang berdaulat. Pemegang kedaulatan itu tugasnya mengeluarkan perintah-perintah yang merupakan hukum yang harus ditaati segenap masyarakat. Hal ini pula yang menyebabkan bentuk-bentuk pengendalian sosial dan moderen berbeda, bentuk, cara dan paradigmanya, baik terhadap sanksi yang akan diterapkan maupun terhadap metode pendekatannya. 1.3 Perbedaan Antara Pengendalian Sosial Yang Bersumber Dari Adat Dan Negara (Politik) Adat Istiadat Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian adat (1) aturan (perbuatan dan sebagainya) yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala, (2) kebiasaan; cara (kelakuan dan sebagainya yang sudah menjadi kebiasaan, (3) cukai menurut peraturan yang berlaku (dipelabuhan dan sebagainya), (4) wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturanaturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu sistem. Adat berbeda dengan kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat, (1974:19,27) kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya. Sedangkan adat adalah merupakan wujud ideel dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan. Sedangkan adat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang berfungsi sebagai tata kelakuan. Radcliffe-Brown percaya akan adanya suatu kompleks ide-ide umum yaitu adat yang berada di atas individu yang sifatnya mantap dan kontinyu dan yang mempunyai sifat memaksa (Koentjaraningrat, 1974:27-28). Kebudayaan mempunyai tiga wujud yaitu wujud ideel, wujud kelakuan dan wujud fisik. Sedangkan adat adalah wujud ideal dari kebudayaan atau disebut juga wujud tatakelakuan, karena fungsi adat sebagai pengatur kelakuan. Adat dapat dibagi empat tingkatan (1) tingkat nilai budaya, (2) tingkat norma-norma, (3) tingkat hukum, (4) tingkat aturan khusus. 1. Tingkat Nilai. Tingkat ini adalah lapisan yang paling abstrak, karena merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat, tingkat ini berakar dalam bagian emosional dari dalam jiwa manusia. Tingkatan ini disebut juga sistem nilai budaya. 2. Tingkat Norma-Norma. Tingkatan ini lebih kongkrit yang merupakan sistem norma. Norma-norma ini adalah nilai-nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan-peranan tertentu dari manusia di dalam masyarakat Digitized by USU digital library 3

4 3. Tingkat Hukum. Tingkat ini jauh lebih kongkrit dari yang kedua, adalah sistem hukum. 4. Tingkat Aturan Khusus. Tingkat yang trakhir ini adalah aturan-aturan khusus yang mengatur aktivitas-aktivitas yang jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam kehidupan masyarakat. Adapun fungsi adat adalah untuk mengatur hubungan antar sesama warga, untuk mengatur hubungan antara manusia dengan alam (lingkungan hidup) yang mencakup manusia dalam hubungannya dengan kepercayaan, upacara kelahiran, upacara kematian, upacara perkawinan dan lainnya. Juga untuk mengatur manusia dalam hubungannya dengan lingkungan alam, hubungan manusia dengan Tuhan (agama) Kemudian di dalam adat ada sifat: 1. Masih menjunjung Tinggi hal-hal yang gaib, seperti Tuhan dalam kaitan demi kebaikan bersama. 2. Sanksinya berupa pengucilan oleh warga. 3.Alat pengendalinya adat istiadat, nilai-nilai atau norma-norma, kebiasaankebiasaan yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat itu. 4. Hasil dari pengendalian untuk kebaikan bersama di dalam kelompok masyarakat tersebut Negara Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganegara ketaatan pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan monopolitis dari kekuasaan yang sah (Cahyono dan Alhakim, 1982:216). Dari definisi ini jelas bahwa untuk mengendalikan masyarakat agar taat dan patuh kepada pejabat yang memerintah, dibuatlah peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang dasar, hukum apakah itu hukum negara dan atau mengakui eksistensi hukum adat, dan sebagainya yang sifatnya mengikat dan ada hukuman bagi warga yang tidak melaksanakannya, termasuk di dalamnnya adat-istiadat dari etnik yang ada yang tidak menimbulkan atau merugikan pihak lain dalam pelaksanaannya dan tidak bertentangan dengan hukum positip negara. Inilah yang mengendalikan masyarakat di dalam suatu negara. Peraturan yang dibuat negara tersebut, khususnya bagi negara Indonesia, masih tetap: 1. Menjunjung tinggi hal-hal yang gaib, seperti Tuhan, akan tetapi penjunjung itu untuk membenarkan kebijaksanaan, keputusan yang diambil. Bahkan bila perlu sebagai alat melegitimasi kebijaksanaan tersebut dalam kaitan kepentingan politik tertentu. 2. Sanksinya jelas berupa hukuman fisik yang bersifat memaksa. 3. Alat pengendalinya peraturan, undang-undang, hukum yang sifatnya tertulis dan dilegalisasi oleh badan-badan tertentu yang sah. 4. Hasil dari pengendalian untuk atas nama kepentingan bersama, baik antar masyarakat maupun antar pejabat dengan pengelola negara. 1.4 Kedudukan Pengendalian Di Dalam Unsur Kebudayaan Secara umum Koentjaraningrat (Koentjaraningrat, 1974:18) membagi wujud kebudayaan atas tiga wujud. Pertama wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan dan sebagainya. Ini disebutnya dengan wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala. Dalam bahasa 2003 Digitized by USU digital library 4

5 lain, wujud ini berada dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan hidup. Kebudayaan ideal ini dapat juga disebut adat tata kelakuan. Fungsinya sebagai tata kelakuan yang mengatur, mengendali dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Kedua wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitet kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua ini sering disebut sistem sosial, mengenai kelakuan berpola dari manusia itu. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, yang selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktifitas manusia-manusia dalam suatu masyarakat, maka sistem sosial itu bersifat kongkret, terjadi di sekeliling kita, dapat diobservasi, difoto dan didokumentasikan. Ketiga wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik. Ketiga wujud kebudayaan ini dalam kehidupan sehari-hari tidak berdiri sendiri-sendiri, namun satu rangkaian yang bersifat timbal balik, yang satu mempengaruhi yang lain. Misalnya kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Jadi berdasarkan wujud yang ada, sistem pengendalian sosial termasuk ke dalam wujud yang kedua. Dalam sejarah kehidupan manusia di muka bumi ini masalah metode pengendalian sosial ini bukanlah masalah baru, masyarakat yang sederhana sekali pun telah mengenal pengendalian sosial. Adanya pembagian tugas pada masyarakat tradisional adalah salah satu bentuk pengendalian sosial yang mereka miliki. Para pria pergi berburu dan si wanita menjaga anak-anaknya. Berdasarkan keterangan ini, sebenarnya kasus pengendalian sosial dalam kehidupan manusia di muka bumi ini, bukanlah masalah baru, yang baru mungkin dalam cara merumuskan karena harus dikemas sesuai dengan perkembangan jaman dan pradapan manusia itu sendiri. 1.5 Pengendalian Sosial Ibarat Mata Uang Bersisi Dua Pengendalian Sosial ibarat mata uang bersisi dua, namun tujuan kedua sisi ini sama yaitu bagaimana mengendalikan masyarakat beserta kelompok-kelompoknya agar mereka dapat hidup tentram, damai sesuai dengan ajaran agama, tujuan negara dan hakekat hidup. Sisi pertama walaupun berisi pelanggaran penindasan, perampasan hak asasi manusia bahkan sampai merenggut nyawa manusia itu sendiri, tetap bertujuan untuk mengendalikan manusia agar jangan sampai perilakunya, melahirkan pelanggaran hak asasi manusia yang lebih besar. Sisi kedua adalah sebaliknya dari sisi pertama yaitu berisi perlindungan, penegakkan hak asasi manusia itu sendiri. Kedua sisi bertujuan untuk melindungi, menegakkan hak asasi manusia itu sendiri, agar manusia disatu sisi manusia bebas berkarya, berbuat, tanpa diganggu, disisi lain, dalam manusia bebas berkarya, berbuat, tanpa diganggu itu dilakukannya tidak dengan melanggar hak asasi orang lain. Contoh problematik ini seperti yang dikemukakan oleh Sainoi di situs Indopubs di internet, (Sainoi: Date: Tue Dec ), masalah penahanan Theys dan kawan-kawan dari gerakan Papua Merdeka dan Muhammad Nazar dan kawan-kawan dari SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) Aceh, dalam kaitan aktifitas mereka. Sainoi, mengatakan penahanan Theys dan kawan-kawan dari Papua dan juga Muhammad Nazar dan kawan-kawan dari SIRA Aceh, jelas-jelas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, dan ini jelas-jelas melanggar hak asasi manusia. Namun mengingat aktifitas mereka berdua di wilayahnya yang jelas-jelas ingin memerdekakan Papua dan Aceh (khusus SIRA Aceh ini belum menuntut merdeka 2003 Digitized by USU digital library 5

6 seperti Papua, tetapi referendum yang berisi opsi, bergabung dengan negara kesatuan Republik Indonesia atau Merdeka; yang jelas-jelas menuntut merdeka adalah GAM (Gerakan Aceh Merdeka, penulis) lepas dari negara kesatuan RI, mereka terpaksa ditahan sebagai bentuk pengendalian terhadap aktifitas mereka. Sebab bila mereka dilepas, dan mereka meneruskan aktifitas mereka, justru akan melahirkan puluhan, ratusan bahkan bisa ribuan pelanggaran hak asasi manusia. Korban terbesar dari pelanggaran hak asasi manusia ini justru antara lain para pendatang, atau dari masyarakat setempat yang tidak berdosa. Maka dampak dari semakin menguatnya gerakan separatis ini, justru melahirkan masalah baru yang jauh lebih besar daripada hanya menahan beberapa orang dari tokoh gerakan separatis Papua Merdeka dan SIRA Aceh. Memang benar penahanan mereka tidak menyelesaikan masalah, namun pelepasan mereka juga bila tidak disertai dengan syarat-syarat yang melegakan sebagian besar dari rakyat Indonesia, justru akan melahirkan masalah baru. Maka penahanan mereka diharapkan meminimalkan masalah. Bila melihat UUD 45 sebenarnya penegakkan HAM di Indonesia bukan penegakkan HAM perindividu, tetapi penegakkan HAM dilihat dalam kerangka kepentingan terbesar dari seluruh rakyat Indonesia, seperti yang tertulis di dalam pembukaan UUD 45, pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejehteraan umum bukan dituliskan pemerintah negara Indonesia melindungi perindividu bangsa Indonesia. Logikanya, bila melindungi segenap bangsa Indonesia, berarti HAM individu-individu sudah terlindungi secara benar, namun bila melindungi perindividu bangsa Indonesia, jelas tidak melindungi segenap bangsa Indonesia. Ini berarti isu-isu HAM yang tidak sejalan dengan pembukaan UUD 45 di atas, seperti prinsip-prinsip hak asasi manusia seperti yang diatur di dalam Deklarasi Universal HAM PBB 1948 beserta konvensi atau aturan lain pendukungnya, pelaksananya hanya kasuistis. Ketika semakin banyak terjadi pelanggaran HAM terhadap masyarakat Indonesia, maka prinsip-prinsip hak asasi manusia seperti yang diatur di dalam Deklarasi Universal HAM PBB 1948 beserta konvensi atau aturan lain pendukungnya, tidak mutlak dipatuhi. Prinsip-prinsip hak asasi manusia seperti yang diatur di dalam Deklarasi Universal HAM PBB 1948 beserta konvensi atau aturan lain pendukungnya, bukan prinsip hak asasi semesta, tetapi prinsip hak asasi individu. Dalam kaitan inilah maka pengendalian sosial itu ibarat mata uang bersisi dua. Sisi pertama yang berisi pelanggaran HAM bertujuan untuk menegakkan HAM itu sendiri, sedangkan sisi kedua penegakkan HAM itu sendiri tanpa melalui pelanggaran HAM itu sendiri Digitized by USU digital library 6

7 BAB II ISTILAH-ISTILAH 2.1 Pendahuluan Sebelum membicarakan masalah pengendalian sosial ini ada tiga istilah yang perlu dijelaskan terlebih dahulu. Istilah-istilah tersebut adalah Sistem Pengendalian Sosial, Pengendalian Sistem Sosial, dan Pengendalian Sosial 2.2 Sistem Pada dasarnya sistem mengandung dua makna, pertama sistem sebagai wujud benda (entitas) dan kedua sistem sebagai metode, tatacara, rencana untuk mencapai sesuatu tujuan. Sebagai wujud benda sistem didefinisikan bermacam-macam, ada yang mendefinisikan sebagai suatu himpunan dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan. Sedangkan sebagai metode, tatacara, rencana untuk mencapai sesuatu tujuan sistem diartikan sebagai cara atau penerapan metode ilmiah untuk memecahkan sesuatu persoalan. Namun, walaupun pengertian sistem sebagai wujud benda dan pengertian sebagai metode, tatacara, rencana untuk mencapai sesuatu tujuan, berbeda, namun keduanya tidak mempunyai perbedaan yang berarti, sebab ketertiban, keteraturan dan adanya struktur merupakan hal yang mendasar bagi keduanya. Sistem sebagai metode, tatacara, rencana untuk mencapai sesuatu tujuan, mempunyai ciri utama. Bertalanffy, Russel L. Ackoff dan A. Angyal menjelaskan (Kantaprawira, 1990:12) ciri utama sistem adalah sebagai berikut (1) keterintegrasian (integration), (2) ketera-turan (regularity), (3) keutuhan (wholeness), (4) keter-organisasian (organization), (5) keterlekatan komponen satu sama lain (coherence), (6) keterhubungan komponen satu sama lain (coherence) dan, (7) kebergantungan kom-ponen satu sama lain (interdependence). Maka sistem itu dianggap suatu pola yang mekanismenya terus-menerus dan relatif tetap. Sedangkan unsur sistem sosial menurut Alvin L. Bertrand (Taneko, 1987:27), ada sepuluh ada sepuluh (1) keyakinan/pengetahuan, (2) perasaan/ sentimen, (3) tujuan, sasaran atau cita-cita, (4) norma, (5) kedudukkan-peranan, (6) tingkatan atau pangkat ( rank ), (7) kekuasaan atau pengaruh ( power ), (8) sanksi, (9) sarana atau fasi-litas, (10) tekanan-ketegangan ( stress-strain ). Sedangkan Amirin, (1992:54) menjelaskan (1) Secara umum tujuan sistem adalah mencapai sesuatu yang bernilai, tujuan ini bisa lebih dari satu, kriteria prioritas tujuannya adalah kualitas, kuantitas, waktu dan biaya, antara kriteria yang satu dengan dengan kriteria yang lain bisa terjadi bertolak belakang. (2) Sistem mempunyai "batas", batas sistem bisa berwujud fisik, bisa berwujud konseptual, yang di dalam batas disebut sistem dan di luar batas disebut lingkungan. Arus yang masuk ke dalam sistem disebut input dan arus yang keluar disebut out put, (3) Sistem bersifat terbuka, maksudnya sistem dapat berhubungan dengan lingkungannya. (4) Sistem terdiri dari beberapa sub-sistem. Sistem juga terdiri dari sub-sub sistem. Namun demikian suatu sistem merupakan subsistem dari sistem yang lebih luas, lebih tinggi kedudukkannya, (5) Sistem merupakan satu kebulatan yang utuh. Sistem terdiri dari berbagai bagian, unsur atau komponen. Semua ini tetap merupakan satu kebulatan keseluruhan yang bermakna, bukan kumpulan bagian-bagiannya. (6) Sistem saling berhubungan dan saling berkaitan secara internal maupun eksternal. Maksudnya unsur-unsur antara satu sistem yang lain, saling berhubungan dan saling bergantung secara timbal balik, baik terhadap sesama sistem dan subsistem, maupun dengan lingkungannya. (7) Sistem melakukan kegia Digitized by USU digital library 7

8 tan transformasi. Sistem merupakan pengolah, pemroses masukan (input) dan keluaran (output). (8) Sistem memi-liki mekanisme kontrol. Dengan adanya umpan balik, sistem mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri sendiri. Umpan balik ini berupa informasi hasil keluaran sistem, dan umpan balik ini ada yang bersifat positip dan ada yang bersifat negatif. (9) Sistem mampu mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan diri sendiri. 2.3 Pengendalian Kendali artinya kekang. Mengendalikan artinya menguasai kendali, memegang pimpinan. Pengendalian, artinya proses, atau cara atau perbuatan mengendalikan atau pengekangan. Dalam bidang sosial tujuan pengendalian ini adalah (1) untuk menjaga agar tatatertib yang ada dalam masya-rakat yang telah disepakati bersama dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya, (2) untuk melindungi hak asasi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh warga lain, (3) untuk menjaga kepentingan warga, baik kepentingan sosial, ekonomi, budaya maupun lainnya, (4) untuk menjaga kelangsungan hidup/kesatuan kelompok, (5) untuk menjaga proses pembentukan kepribadian sesuai dengan keinginan kelompok, (6) untuk menjaga agar tidak terjadi chaos dalam masyarakat. Jadi tujuan pengendalian ini dalam tiap-tiap bidang saling berbeda. Tergantung bidang apa. Namun secara garis besarnya tujuan akhir pengendalian ini adalah untuk ketertiban dalam kaitan menjaga kelangsungan hidup masyarakat. 2.4 Sistem Sosial dan Lembaga Sosial Sistem Sosial adalah suatu jaringan dimana bagian-bagian/elemen-elemen jaringan tersebut saling pengaruh mempengaruhi secara deterministik. Atau menurut Soleman B. Taneko (Taneko 1994:10) Sistem Sosial dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan dari unsur-unsur sosial yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain, dan saling pengaruh mempengaruhi dalam suatu kesatuan. Namun dapat pula diartikan adalah kumpulan individu yang terorganisir dan memiliki kepentingan bersama. Sistem sosial dapat pula diartikan sebagai suatu perangkat peran sosial yang berinteraksi; atau kelompok sosial yang memiliki nilai - norma - dan tujuan yang sama. Lebih lanjut Talcott Parsons memberikan batasan tentang sistem sosial yaitu Sistem sosial ialah proses interaksi di antara para pelaku sosial (actor), sedangkan yang merupakan struktur sistem sosial adalah relasi antara pera pelaku sebagaimana yang terlibat dalam proses interaksi (Garna, 1996: ) Uraian Parsons itu menjelaskan bahwa satuan yang utama dari sistem sosial terdiri dari kolektifitas dan peranan. Pola utama atau lebih jelasnya relasi yang mengkaitkan satuan-satuan adalah nilai-nilai dan norma. Berbagai jenis status dan posisi dan peranan yang saling terkait dari mereka yang berinteraksi itu (dalam keluarga, pertemanan, penjara, universitas, kelompok dan masyarakat) dapat dianggap sebagai suatu sistem sosial karena mereka membentuk suatu keseluruhan yang bersatu dengan memperhatikan nilai-nilai, norma dan tujuan serupa. Sistem sosial ini mencakup (1) merupakan sekelompok orang plus kegiatannya, tatacara, norma, nilai yang semuanya menerapkan satu kesatuan. Contoh adalah keluar-ga (sistem sosial terkecil) (2) mempunyai batas-batas yang dapat dibedakan dengan sistem sosial yang lain, (3) di dalamnya ada hubungan timbal balik yang bersifat konstan (tetap). Sistem sosial dibentuk oleh manusia, dipertahankan dan diubah atas kehendak manusia Digitized by USU digital library 8

9 2.5 Sistem Pengendalian Sosial Sistem Pengendalian Sosial adalah cara atau bagaimana mengendalikan masyarakat itu agar perilakunya tidak sampai menimbulkan masalah-masalah sosial baru, yang dapat merugikan pihak-pihak lain, atau misalnya munculnya anarki. Anarki dapat merugikan semua pihak baik bagi pelakunya sendiri maupun bagi lingkungannya. Maka obyek atau sasarannya adalah masalah manusia. Cara mengendalikan masyarakat ini ada dua yaitu langsung dan tidak langsung. Pengendalian sosial yang bersifat langsung misalnya perintah tembak ditempat, ditangkap. Pengendalian sosial secara tidak langsung dapat pula dibagi dua, pertama melalui lembaga-lembaga sosial yaitu bisa dengan banyak mendirikan lembaga-lembaga sosial tempat masyarakat menyalurkan aspirasi atau keinginannya, membina masyarakat melalui lembaga-lembaga yang sudah ada misalnya melalui departemen pendidikan dan kebudayaan, melalui organisasi kepemudaan, mensejahterakan masyarakat melalui program-program pembangunan yang dijalankan, dan kedua melalui rekayasa-rekayasa isu misalnya, dengan isu OTB, PKI, Subersiv dan sebagainya. 2.6 Pengendalian Sistem Sosial-Lembaga Sosial Pengendalian Sistem Sosial adalah cara mengendalikan sistem sosial-lembaga sosial. Sasaran utama pengendaliannya adalah sistem sosial atau lembaga sosial itu sendiri, agar dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya dalam kaitan mengendalikan masyarakat. Menurut Taneko (1994:10) Sistem Sosial dapat diartikan sebagai suatu keseluruhan dari unsur-unsur sosial yang berkaitan dan berhubungan satu sama lain, dan saling pengaruh mempengaruhi dalam suatu kesatuan. Namun dapat pula diartikan adalah kumpulan individu yang terorganisir dan memiliki kepentingan bersama. Sistem sosial ini mencakup (1) merupakan sekelompok orang plus kegiatannya, tatacara, norma, nilai yang semuanya menerapkan satu kesatuan. Contoh adalah keluarga (sistem sosial terkecil) (2) mempunyai batas-batas yang dapat dibedakan dengan sistem sosial yang lain, (3) di dalamnya ada hubungan timbal balik yang bersifat konstan (tetap). Sistem sosial dibentuk oleh manusia, dipertahankan dan diubah atas kehendak manusia. Sistem sosial ini didukung oleh lembaga sosial. Menurut Margono Slamet (Taneko, 1994:32) adapun unsur-unsur sistem sosial ini adalah (1) keluarga, (2) ekonomi, (3) pemerintahan, (4) agama dan norma-norma, (5) pendidikan dan penerangan umum, (6) kelas masyarakat. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto (Taneko, 1994:33-34) unsur-unsur pokok sistem sosial ini adalah (1) kepercayaan yang merupakan pemahaman terhadap semua aspek alam semesta yang dianggap sebagai suatu kebenaran mutlak, (2) perasaan dan pikiran yakni suatu keadaan jiwa manusia yang menyangkut keadaan sekelilingnya baik yang bersifat alamiah maupun sosial, (3) tujuan yang merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai dengan cara mengubah sesuatu atau mempertahankannya, (4) kaidah atau norma yang merupakan pedoman untuk bersikap atau berperilaku pantas, (5) kedudukkan dan peranan. Kedudukkan merupa-kan posisi-posisi tertentu secara vertikal, sedangkan peranan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, baik secara struktural maupun prosedural, (6) pengawasan yang merupakan proses yang bertujuan untuk mengajak, mendidik atau bahkan memaksa warga masyarakat untuk mentaati kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, (7) sanksi yakni persetujuan atau penolakkan terhadap perilaku tertentu, persetujuan terhadap 2003 Digitized by USU digital library 9

10 perilaku tertentu dinamakan sanksi posi-tip, sedangkan penolakkan dinamakan sanksi negatif, (8) fasilitas yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dan ditentukan terlebih dahulu, (9) keserasian dan kelangsungan hidup, (10) keserasian antara kualitas hidup dengan lingkungan. Lembaga sosial atau institusi sosial adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa peranan sosial dan norma-norma saling berkaitan guna memuaskan suatu kehendak atau fungsi sosial. Dalam lembaga sosial ini setiap individu akan memainkan peranan yang beraneka ragam atau memiliki peranan ganda tergantung posisinya. Istilah lembaga atas institusi ini menunjukkan kepada pola tingkah laku yang disepakati, maka melalui institusi atau lembaga merupakan menjadi cara atau alat yang standar untuk mengatasi berbagai masalah masyarakat. Pengertian lembaga atau institusi sosial digunakan untuk tiga hal (1) untuk merujuk suatu badan, seperti universitas, perkumpulan, (2) organisasi yang khusus, atau disebut pula institusi total, seperti penjara, rumah sakit dan (3) suatu pola tingkah laku yang telah menjadi biasa atau suatu pola relasi sosial yang memiliki tujuan sosial tertentu, Menurut Gilian dan Gilian (Soekanto, 1996:233), lembaga atau institusi sosial ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Dari Sudut Perkembangannya. Crescive Institusions dan enacted institusions yang merupakan klasifikasi dari sudut perkembangannya. Crescive Institusions yang juga disebut lembaga-lembaga paling primer, merupakan lembaga-lembaga yang secara tak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Contohnya adalah hak milik, perkawinan, agama dan seterusnya. Enacted institusions dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat. Pengalaman melaksanakan kebiasaan-kebiasaan tersebut kemudian disistematisasi dan diatur untuk kemudian dituangkan ke dalam lembaga-lembaga yang disahkan oleh negara. 2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat, timbul klasifikasi atas Basic Institusions dan Subsidiary institusions. Basic Institusions dianggap sebagai lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan mempertahankan tata-tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, misalnya keluarga, sekolah-sekolah, negara dan lain sebagainya dianggap sebagai basic institusions yang pokok. Sebaliknya adalah subsidiary-institusions yang dianggap kurang penting misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi. Ukuran apakah yang dipakai untuk menentukan suatu lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai basic atau subsidiary, berbeda di masing-masing masyarakat. Ukuran-ukuran tersebut juga tergantung dari masa hidup masyarakat tadi berlangsung. Misalnya sirkus pada zaman Romawi dan Yunani Kuno dianggap sebagai basic institusions; pada dewasa ini kiranya tak akan dijumpai suatu masyarakat yang masih mempunyai keyakinan demikian. 3. Dari sudut penerimaan masyarakat dapat dibedakan approved atau social sanctioned-institusions dengan unsanctioned institusions. Approved atau social sanctioned institusions adalah lembaga-lembaga yang diterima masyarakat seperti misalnya sekolah, perusahan dagang dan lain-lain. Sebaliknya adalah unsanctioned institusions yang ditolak oleh masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras, pencoleng dan sebagainya. 4. Dari Sudut Penyebarannya. Pembedaan antara general institusions dengan restricted institusions, timbul apabila klasifikasi tersebut didasarkan pada faktor penyebarannya. Misalnya agama merupakan suatu general institusions, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia. Sedangkan agama-agama Islam, 2003 Digitized by USU digital library 10

11 Protestan, Katolik, Budha dan lainnya merupakan restricted institusions, oleh karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia ini. 5. Sudut fungsinya terdapat pembedaan operative institusions dan regulative institusions. Yang pertama berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun polapola atau tata-cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti misalnya lembaga industrialisasi. Yang kedua, bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata-kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri. Suatu contoh adalah lembaga-lembaga hukum seperti kejaksaan, pengadilan dan sebagainya. Ciri-ciri lembaga sosial ini menurut Gilian dan Gilian (Soekanto, 1996:230), sebagai berikut: 1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan polapola perilaku yang terwujud melalui aktifitas-aktifitas kemasyarakatan dan hasilhasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat-istiadat, tata-kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional. 2. Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembagalembaga kemasyarakatan biasanya juga berumur lama, karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah sewajarnya harus dipelihara. 3. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangatlah penting oleh karena tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi sosial lembaga tersebut yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat, mungkin tidak diketahui atau disadari oleh golongan masyarakat tersebut. Mungkin fungsi tersebut baru disadari setelah diwujudkan dan kemudian nyata berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, ternyata bertujuan untuk mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan ternyata sangat mahal. 4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya gergaji Jepang dibuat sedemikian rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gergaji Indonesia baru memotong apabila didorong. 5. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan. Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, kesatuankesatuan Angkatan Bersenjata, masing-masing mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti Universitas, Institut dan lainnya masingmasing mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain lagi. Kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan. 6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis, yang merumuskan tujuannya, tata-tertib yang berlaku dan lain-lain. Tradisi tersebut merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya 2003 Digitized by USU digital library 11

12 memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat, dimana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi bagiannya. Sedangkan fungsi lembaga atau institusi sosial, yaitu: a. Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah alam masyarakat yang terutama menyangkut kebutuhan pokok. b. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan. c. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control), artinya sistem pengawasan dari masyarakat terhadap laku anggota-anggotanya. Salah satu contoh kerja sistem sosial/lembaga sosial ini sebagai alat pengendali sosial ialah pembagian kerja lembaga/sistem sosial yang ada. Tujuan pembagian kerja atau wilayah kerja ini adalah agar tidak terjadi tumpang tindih program/rencana mereka untuk menertibkan masyarakat, sebab kalau tidak ada pembagian kerja atau wilayah ini, kehadiran sistem sosial/lembaga sosial ini justru akan melahirkan masalah sosial baru. 3.1 Pengendalian Sosial Kalau sistem pengendalian sosial adalah cara atau bagaimana mengendalikan masyarakat itu agar perilakunya tidak sampai menimbulkan masalah-masalah sosial baru, yang dapat merugikan pihak-pihak lain, dan pengendalian sistem sosial adalah cara mengendalikan sistem sosial atau lembaga sosial, agar manusia yang duduk di lembaga sosial itu dapat "dikendalikan", sehingga lembaga sosial itu dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya dalam kaitan mengendalikan masyarakat, maka pengendalian sosial adalah cara mengendalikan, menata kehidupan masyarakat. Pengendalian sosial membawahi sistem sosial dan sistem pengendalian sosial. Yang dipelajari, yang diteliti oleh sistem pengendalian sosial adalah bidang-bidang atau hal-hal yang berpotensi melahirkan masalahmasalah sosial yang sifatnya melanggar hak azasi manusia yang dilakukan secara sengaja, sistematis untuk tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan masalah-masalah sosial yang tidak berpotensi melahirkan pelanggaran hak asasi manusia, seperti kebiasaan mengemis, kebiasaan mengkhayal, perilaku menyimpang seperti orang gila, ini menjadi kajian bidang lain Hubungan Pengendalian Sosial Dengan Demokrasi Hubungan pengendalian sosial dengan demokrasi, sangat-sangat erat dan saling mendukung. Demokrasi yang selalu disimbolkan dengan n+1 (suara terbanyak) adalah sebuah sarana bagi pelaksanaan pengendalian sosial dalam bidang politik, terutama dalam untuk mendidik untuk berperilaku sipil. Melalui demokrasi yang keluar sebagai pemenang adalah suara terbanyak (n+1). Kepada kelompok yang memperoleh suara n-1, diharapkan menahan diri, menunggu pelaksanaan hari demokrasi berikutnya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dimana pelaksanaan demokrasi itu dilaksanakan. Untuk kasus Indonesia misalnya, pelaksanaan demokrasi yang dikenal dengan pemilu, berdasarkan undang-undang Indonesia dilakukan lima tahun sekali, yaitu untuk memilih anggota MPR yang pada giliran berikutnya memilih Presiden beserta wakilnya. Demokrasi seperti ini disebut demokrasi jegal menjegal atau demokrasi bertingkat. Dikatakan demokrasi jegal menjegal atau bertingkat karena belum tentu partai pemenang pemilu meraih kekuasaan, boleh jadi partai berada nomor dua atau tiga, yang mendapat kekuasaan. Hal ini karena partai pemenang pemilu, harus bersaing lagi melalui wakil-wakil partai yang duduk di parlemen untuk 2003 Digitized by USU digital library 12

13 meraih kekuasaan. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat pada dasarnya memilih partai politik, dan partai politiklah yang memilih Presiden beserta wakilnya. Contoh jelas adalah kasus yang dialami Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Dalam pemilu yang dipercepat yang dilakukan pada tahun 1999, PDIP yang keluar sebagai pemenang. Jumlah wakilnya yang paling banyak duduk di parlemen bila dibandingkan dengan partai-partai politik lain. Dalam tahap ini demokrasi sudah berfungsi sebagai alat pengendalian sosial yang sangat manusiawi. Namun ketika dilakukan pemilihan presiden, justru bukan calon dari PDIP yang terpilih. Calon PDIP terjegal dalam proses pelaksanaan demokrasi tahap berikutnya di Parlemen, oleh koalisi dari partai-partai non PDIP. Disini peranan demokrasi sebagai alat pengendalian sosial yang manusiawi tidak berfungsi lagi. Peranan demokrasi disini berfungsi sebagai penjegal. Demokrasi berfungsi sebagai alat perampas kekuasaan, sebagai alat perusak pengendalian sosial. Hal ini jelas terlihat, begitu calon PDIP Megawati Soekarnoputri kalah dalam pemilihan presiden, massa PDIP mengamuk dibanyak tempat. Fasilitas-fasilitas umum banyak dirusak. Fungsi demokrasi sebagai alat pengendalian sosial, justru tidak berfungsi. Hal yang berbeda kalau koalisi partai-partai yang kalah. Bila massa mereka yang mengamuk, jelas tidak berdasar. Maka dapat dikatakan proses pengendalian sosial dalam sistem demokrasi di Indonesia tidak berfungsi efektif. Hal ini tentu berbeda di negara Amerika Serikat. Proses demokrasi di sana tidak mengenal demokrasi bertingkat. Hal ini karena rakyat langsung memilih presiden. Calon presiden yang mendapat suara terbanyak dari rakyatlah yang memang, sedangkan calon presiden yang tidak mendapat suara terbanyak, harus sabar menunggu proses pelaksanaan demokrasi berikutnya Hubungan Pengendalian Sosial Dengan Negara Hubungan pengendalian sosial dengan negara dapat dikatakan sangat-sangat erat. Negara didefinisikan adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganegara ketaatan pada peraturan perundang-undangan melalui penguasaan monopolitis dari kekuasaan yang sah (Cahyono dan Alhakim, 1982:216). Maka keberadaan negara dapat juga kita pahami adalah pengembangan lebih luas dari sistem sosial dan budaya yang berkembang di dalam suatu etnis. Kalau sistem sosial budaya yang berkembang di dalam suatu etnis sifatnya etnisitas, cenderung bahkan ada yang tertutup terhadap yang bukan se-etnis, sistem sosial budaya yang dikembangkan oleh negara justru mengakomodasi dan melindungi sistem sosial budaya etnis-etnis yang ada. Pengakomodasian dan perlindungan yang diberikan oleh negara kepada sistem sosial budaya suatu etnis adalah salah satu bentuk pengendalian sosial, untuk tercapainya tujuan negara. Hubungan antar etnis, baik secara individu maupun secara kelompok (etnis), diatur negara dengan meminimalkan munculnya masalah-masalah sosial. Maka dapat pula dipahami bahwa negara berfungsi sebagai alat (saluran) komunikasi, sebagai sarana untuk membangun kerjasama antar etnis di dalam negara tersebut. Maka hubungan negara dengan (sistem) pengendalian sosial sangat erat. Negara menata sistem untuk mengendalikan etnik yang ada di dalam negara tersebut, negara membina sistem sosial budaya etnik yang ada di dalam negara tersebut. Tujuan pembinaan, penataan ini adalah untuk kepentingan bersama, agar dapat meminimalkan munculnya masalah-masalah sosial, apakah itu karena kesalahpahaman, apakah itu karena kepentingan yang berbeda Digitized by USU digital library 13

14 3.1.3 Hubungan Pengendalian Sosial Dengan HAM Hubungan HAM dengan pengendalian sosial sangat dekat sekali. Bila tidak ada pengendalian sosial, tidak akan terjadi perlindungan terhadap HAM. Justru karena ada pengendalian sosial adalah maka perlindungan HAM dapat ditegakkan. Piagam PBB tentang HAM menjelaskan semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan (pasal 1). Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini dengan tidak ada pekecualian apa pun, seperti misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, milik, kelahiran ataupun status lain... (pasal 2). Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang (pasal 3). Tidak seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam dengan tidak mengingat kemanusiaan atau pun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan (pasal 5). Dalam HAM yang ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 menjelaskan pasal 1, ayat 1, 3, 6. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau pun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya (3) Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. (6) Dari kutipan deklarasi universal tentang HAM dan UU RI No. 39/1999 tentang HAM, keduanya menjunjung tinggi HAM. Hubungan Pengendalian sosial dengan HAM, dalam kasus-kasus tertentu, kadang-kadang seiring sejalan dengan HAM, dalam kasus-kasus tertentu pula, saling seiring berbeda jalan dengan HAM. Hal ini karena pengendalian sosial bertujuan untuk melindungi HAM orang lain (obyek) dari perbuatan sewenang-wenang orang lain pula (subyek). Maka dari satu sisi, pengendalian sosial adalah salah satu pelanggaran terhadap HAM, namun disisi lain pengendalian sosial justru melindungi HAM. Pengendalian sosial melakukan pelanggaran terhadap HAM, kalau HAM itu sendiri diinjak-injak. Namun kalau HAM tidak diinjak-injak, pengendalian sosial tidak akan menginjak-injak HAM. Disisi lain pengendalian sosial memang melanggar HAM 2003 Digitized by USU digital library 14

15 secara Individu, tetapi disisi lain pula, pengendalian sosial melindungi HAM secara Individu dan kelompok. 3.2 Batasan Masalah Dalam Studi Sistem Pengendalian Sosial Yang dipelajari, yang diteliti oleh sistem pengendalian sosial adalah bidangbidang atau hal-hal yang berpotensi melahirkan masalah-masalah sosial yang melanggar hak azasi manusia, yang dilakukan secara sengaja, sistematis untuk tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan masalah-masalah sosial yang tidak berpotensi melahirkan konflik yang dapat dengan pelanggaran hak asasi manusia, seperti kebiasaan mengemis, kebiasaan mengkhayal, perilaku menyimpang seperti orang gila, ini menjadi kajian bidang lain. Maka pandangan Sistem Pengendalian Sosial soal data sosial adalah ada asap tentu ada api. Keduanya perlu ditelaah, agar asap tidak sampai melebar jauh, dan api dapat dilokalisir. Dikaitkan dengan masalah sosial, api sama dengan bidang-bidang yang melahirkan konflik sosial, sedangkan asap sama dengan isu-isu yang berkembang yang berkaitan dengan konflik sosial. 3.3 Pengendalian Sosial Dan Kemajemukan Kemajemukan adalah kenyataan hidup dimana-mana di muka bumi ini. Yang majemuk bukan saja etnis, ras, tetapi juga kepentingan. Adanya perbedaan kepentingan dan perbedaan cara untuk mewujudkan kepentingan sudah termasuk ke dalam pengertian kemajemukan. Namun demikian pandangan pengendalian sosial tentang kemajemukan adalah untuk dikendalikan, dikelola agar tercipta suasana yang harmonis diantara sesama pelaku, apakah itu etnis, ras, atau dampak dari cara yang dipergunakan untuk mewujudkan kepentingan itu; bukan diseragamkan. Dalam pandangan pengendalian sosial, kemajemukan itu adalah kreativitas. Kalau terjadi penyeragaman maka, kreativitas telah mati. Pengendalian Sosial menolak penyeragaman seperti ini, karena penyeragaman sama dengan kematian kreativitas. Kalau kreativitas mandeg, budaya manusia tidak berkembang. Maka dengan adanya pengendalian, diharapkan kehidupan manusia semakin dinamis harmonis. 3.4 Konflik Dalam Pandangan Pengendalian Sosial Seperti halnya kemajemukan sebagai kenyataan hidup yang terdapat dimanamana di muka bumi ini, maka konflik pun demikian adanya. Kehidupan manusia itu tidak terlepas dari konflik. Cuma kadar konflik ini yang berbeda-beda. Ada konflik tersembunyi dan ada konflik terbuka. Konflik dalam pandangan ilmu pengendalian sosial adalah sifat dasar dari manusia yang hidup di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan kodrat yang diberikan alam ini kepada manusia, bahwa dunia ini selalu dikelola oleh dua pertentangan antara negatif dan positip, baik dan buruk, terang dan gelap. Dari adanya pertentangan inilah terjadi perubahan sosial. Manusia hidup dari pertentangan di atas, pertentangan di atas menghasilkan perubahan, perubahan itu bisa positip yaitu membina dan membangun, bisa negatif bisa menghancurkan dan membinasakan. Dan dalam pertentangan dan perubahan sosial di atas juga terjadi konflik dan pertentangan. Maka konflik atau pertentangan tidak bisa dihindari dari kehidupan manusia di muka bumi ini. Konflik dan pertentangan ini mengendap di dalam sistem sosial dan sistem budaya manusia. Agar masyarakat dapat survive, konflik dan pertentangan tersebut dikendalikan, pengendalian konflik dapat berupa 2003 Digitized by USU digital library 15

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. LEMBAGA KEMASYARAKATAN Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si. PENGERTIAN Lembaga kemasyarakatan adalah himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat.

Lebih terperinci

NORMA & LEMBAGA SOSIAL. fitri dwi lestari

NORMA & LEMBAGA SOSIAL. fitri dwi lestari NORMA & LEMBAGA SOSIAL fitri dwi lestari Kelembagaan Sosial sekumpulan norma yang tersusun secara sistematis yang terbentuk dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia yang bersifat khusus.

Lebih terperinci

Lembaga Kemasyarakatan

Lembaga Kemasyarakatan Lembaga Kemasyarakatan Latar Belakang Didalam masyarakat pasti ada norma yg mengatur hidup mereka guna mencapai ketertiban hidup Norma- norma tersebut berkelompok-kelompok pada berbagai kebutuhan pokok

Lebih terperinci

LEMBAGA SOSIAL. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

LEMBAGA SOSIAL. Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si LEMBAGA SOSIAL Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Pengantar Lembaga sosial lembaga kemasyarakatan social institution Didalam masyarakat pasti ada norma yang mengatur hidup mereka guna mencapai ketertiban

Lebih terperinci

BAB III LEMBAGA SOSIAL

BAB III LEMBAGA SOSIAL BAB III LEMBAGA SOSIAL 3.1 Pengantar Lembaga kemasyarakatan sering juga disebut sebagai lembaga sosial merupakan terjemahan dari social institution dalam bahasa Inggris, Istilah social institution dalam

Lebih terperinci

Lembaga Kemasyarakatan. Yesi Marince, S.IP., M.Si

Lembaga Kemasyarakatan. Yesi Marince, S.IP., M.Si Lembaga Kemasyarakatan Yesi Marince, S.IP., M.Si Definisi. Lembaga kemasyarakatan yaitu suatu bentuk atau wadah atau institute dimana terdapat pengertian yang abstrak perihal adanya normanorma dan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PRANATA SOSIAL. Daftar Isi. Pengertian Tujuan & Fungsi Karakteristik / Ciri-ciri Jenis-jenis Kategori Pranata Sosial

PRANATA SOSIAL. Daftar Isi. Pengertian Tujuan & Fungsi Karakteristik / Ciri-ciri Jenis-jenis Kategori Pranata Sosial PRANATA SOSIAL Sosiologi SMPK St. Yoseph Denpasar Daftar Isi Pengertian Tujuan & Fungsi Karakteristik / Ciri-ciri Jenis-jenis Kategori Pranata Sosial 1 PENGERTIAN Pranata sosial adalah: sistem norma yang

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T. Program Studi Psikologi.

Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL. Fakultas Psikologi. Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T. Program Studi Psikologi. Modul ke: Sosiologi INSTITUSI SOSIAL Fakultas Psikologi Farah Rizkiana Novianti, M.Psi.T Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Institusi Sosial Horton dan Hunt, Robert MZ Lawang, 1986

Lebih terperinci

February 6, 2012 MK. ASKEB KOMUNITAS II : KONSEP DASAR MASYARAKAT : IG. DODIET ADITYA S, SKM

February 6, 2012 MK. ASKEB KOMUNITAS II : KONSEP DASAR MASYARAKAT : IG. DODIET ADITYA S, SKM 1 KONSEP DASAR MASYARAKAT asyarakat sebagai suatu M bentuk system sosial, dalam hubungannya dengan lingkungan sekitar akan selalu berusaha mencapai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar yang seoptimal mungkin.

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

KONSEP DASAR HAM. Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) KONSEP DASAR HAM Standar Kompetensi: 3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) Kompetensi Dasar : 3.1 Menganalisis upaya pemajuan, Penghormatan,

Lebih terperinci

LEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN STRUKTUR SOSIAL

LEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN STRUKTUR SOSIAL LEMBAGA-LEMBAGA KEMASYARAKATAN STRUKTUR SOSIAL HUKUM SEBAGAI SUATU LEMBAGA KEMASYARAKATAN? FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Untuk memberikan pedoman bagi warga masyarakat 2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat 3.

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA KELOMPOK 2: 1. Hendri Salim (13) 2. Novilia Anggie (25) 3. Tjandra Setiawan (28) SMA XAVERIUS BANDAR LAMPUNG 2015/2016 Hakikat Warga Negara Dalam Sistem Demokrasi Warga Negara

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

CIRI-CIRI LEMBAGA SOSIAL A. Ciri utama lembaga sosial (J.B. Chitambar) Merupakan seperangkat pola perilaku yg diterima termasuk peranan-peranan dan

CIRI-CIRI LEMBAGA SOSIAL A. Ciri utama lembaga sosial (J.B. Chitambar) Merupakan seperangkat pola perilaku yg diterima termasuk peranan-peranan dan PENGERTIAN Sajogyo : Suatu kesatuan yg terdiri dari dua atau lebih dimana diantara mereka terjadi komunikasi dua arah dan di dalam interaksi (timbal-balik) satu sama lain. Soerjono : Himpunan atau kesatuan

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Glosarium

Daftar Pustaka. Glosarium Glosarium Daftar Pustaka Glosarium Deklarasi pembela HAM. Pernyataan Majlis Umum PBB yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak secara sen-diri sendiri maupun bersama sama untuk ikut serta dalam

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 16 Juni 2008 Waktu : 60 Menit DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN KENAIKAN KELAS TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 PETUNJUK UMUM: 1.

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK I. UMUM Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008

DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 DINAS PENDIDIKAN SMP NEGERI 3 LAWANG ULANGAN AKHIR SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2007 / 2008 Mata Pelajaran : PPKn Kelas : VII ( TUJUH ) Hari, tanggal : Senin, 9 Juni 2008 Waktu : 60 Menit PETUNJUK UMUM:

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan.

DEMOKRASI. Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. PERTEMUAN KE 4 DEMOKRASI Demokrasi berasal dari kata Yunani demos dan kratos. Demos artinya rakyat, Kratos berarti pemerintahan. Jadi, demokrasi, artinya pemerintahan rakyat, yaitu pemerintahan yang rakyatnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : II/MPR/1978 TENTANG PEDOMAN PENGHAYATAN DAN PENGAMALAN PANCASILA (EKAPRASETIA PANCAKARSA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS

Lebih terperinci

PANCASILA DAN HAM. Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM

PANCASILA DAN HAM. Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM PANCASILA DAN HAM Makalah Disusun untuk: Memenuhi tugas akhir Pendidikan Pancasila STMIK AMIKOM Oleh: Rony Irwan Syah 11.11.5287 Kelompok : E S1 Teknik Informatika Dosen : DR. Abidarin Rosyidi, MMa. STMIK

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

VI LEMBAGA SOSIAL. Pengertian

VI LEMBAGA SOSIAL. Pengertian Pengertian VI LEMBAGA SOSIAL Istilah Indonesia untuk institute adalah lembaga, maka sesuai dengan itu dalam bahasa surat kabar dan bahasa populer di Indonesia sering dibaca istilah dilembagakan. Padahal

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA

MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA MODUL 5 PANCASILA DASAR NEGARA DALAM PASAL UUD45 DAN KEBIJAKAN NEGARA (Penyusun: ) Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Dasar Negara Indikator: Untuk dapat menguji pengetahuan tersebut, mahasiswa akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena

I. PENDAHULUAN. hidup sebagai makhluk sosial, melakukan relasi dengan manusia lain karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kodrat manusia telah ditetapkan sejak lahir berhak untuk hidup dan diatur dalam hukum sehingga setiap manusia dijamin dalam menjalani hidup sebagai

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN GURU KELAS SD BAB III HAK ASASI MANUSIA DAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Dra.Hj.Rosdiah Salam, M.Pd. Dra. Nurfaizah, M.Hum. Drs. Latri S,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN KE 8 OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Pancasila Material ; Filsafat hidup bangsa, Jiwa bangsa, Kepribadian bangsa, Sarana tujuan hidup bangsa, Pandangan

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah- Nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

Tugas Akhir. STMIK AMIKOM Yogyakarta Taufik Rizky Afrizal. Kelompok I. S1 Sistem Informasi. Drs. Muhammad Idris P, MM

Tugas Akhir. STMIK AMIKOM Yogyakarta Taufik Rizky Afrizal. Kelompok I. S1 Sistem Informasi. Drs. Muhammad Idris P, MM Tugas Akhir STMIK AMIKOM Yogyakarta 2011 11.12.6036 Taufik Rizky Afrizal Kelompok I S1 Sistem Informasi Drs. Muhammad Idris P, MM HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA ABSTRAK Dalam makalah yang membahas abstrak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA

LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA LAPORAN TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN DASAR NEGARA Disusun Oleh: Nama : Heruadhi Cahyono Nim : 11.02.7917 Dosen : Drs. Khalis Purwanto, MM STIMIK AMIKOM

Lebih terperinci

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag 3.2 Uraian Materi 3.2.1 Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA HAK ASASI MANUSIA DALAM PANCASILA DOSEN PENGAMPU : HARI SUDIBYO S.KOM UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NAMA: HERI SANTOSO NIM: 11.11.5151

Lebih terperinci

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA

MAKALAH HAK ASASI MANUSIA MAKALAH HAK ASASI MANUSIA Dosen Pembimbing : Muhammad Idris, MM Disusun Oleh : 11.12.6007 Vincensius Septian Satriyaji 11.12.6007 Kelompok Sosial STMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur atas

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA (BPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I M A G E L A N G Perda No. 12 / 2000 tentang Tatacara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2000 TENTANG BADAN PERWAKILAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati

Lebih terperinci

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan

Lebih terperinci

Warganegara dan Negara

Warganegara dan Negara Warganegara dan Negara 5 Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat mengetahui dan menghargai kedudukan dan peranan setip warganegara dalam negara hukum indonesia Tujuan Instruksional Khusus 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI MANUSIA by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI : - BENAR - MILIK /KEPUNYAAN - KEWENANGAN - KEKUASAAN UNTUK BERBUAT SESUATU : -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999

C. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999 6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) 26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000) Perubahan kedua terhadap pasal-pasal UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Perubahan tahap kedua ini ini dilakukan terhadap beberapa

Lebih terperinci

SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA

SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA SEGI TIGA KESEIMBANGAN: TUHAN, MANUSIA DAN ALAM RAYA MANUSIA MAKHLUK BUDAYA: HAKEKAT MANUSIA Manusia Makhluk ciptaan Tuhan, terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai kesatuan utuh. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, 2.4 Uraian Materi 2.4.1 Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi dasar tentang kehidupan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA ABSTRAK Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa dampak yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB

PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB PENERAPAN SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB Disusun oleh : Nama : Oky Prasetya Aji P. NIM : 11.11.4984 Program Studi : Pancasila Jurusan : S1 Teknik Informatika Nama Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH

SEB E U B A U H H MAT A A T KULIAH SEBUAH MATA KULIAH PENGANTAR PENGANTAR HUKUM INDONESIA Pengantar Hukum Indonesia HUKUM SEBAGAI PRANATA SOSIAL sistem norma yang bertujuan untuk mengatur tindakan maupun kegiatan masyarakat untuk memenuhi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian

Lebih terperinci

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK Modul ke: 13 Fakultas DESAIN SENI KREATIF Pancasila Dan Implementasinya Bagian III Pada Modul ini kita membahas tentang keterkaitan antara sila keempat pancasila dengan proses pengambilan keputusan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK

STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK A. SD/MI KELAS: I STRUKTUR KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA DAN SMK/MAK Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1. Menerima

Lebih terperinci

Nilai dan Norma Sosial

Nilai dan Norma Sosial Nilai dan Norma Sosial Manusia tercipta sebagai mahluk pribadi sekaligus sebagai mahluk sosial. Sebagai mahluk pribadi, manusia berjuang untuk memenuhi kebutuhannya agar dapat bertahan hidup. Dalam memenuhi

Lebih terperinci

NORMA-NORMA MENGALAMI PROSES

NORMA-NORMA MENGALAMI PROSES Pert.9,10(1) NORMA-NORMA MENGALAMI PROSES Institutionalization ( proses pelembagaan ), yakni suatu proses yang dilewati oleh sesuatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media massa adalah istilah yang digunakan sampai sekarang untuk jenis media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada masyarakat secara luas.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL PENDIDIKAN PANCASILA IPB 111 UNIT MATA KULIAH DASAR UMUM

LATIHAN SOAL PENDIDIKAN PANCASILA IPB 111 UNIT MATA KULIAH DASAR UMUM LATIHAN SOAL PENDIDIKAN PANCASILA IPB 111 UNIT MATA KULIAH DASAR UMUM LATIHAN SOAL BELA NEGARA Pilihlah jawaban yang benar. 1. Cinta tanah air merupakan perwujudan pengamalan Pancasila sila. A. Ketuhanan

Lebih terperinci

Oleh : Gea Tri Gusti* ABSTRAK

Oleh : Gea Tri Gusti* ABSTRAK SYARAT PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENURUT PASAL 6A AYAT (2) UNDANG-UNDANG DASAR TAHUN 1945 DI TINJAU DARI HAK ASASI MANUSIA Oleh : Gea Tri Gusti* ABSTRAK Salah satu bentuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa umat manusia berkedudukan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA

KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA KEDUDUKAN DAN FUNGSI PANCASILA Tugas Akhir Pendidikan Pancasila NAMA :YULI NURCAHYO NIM : 11.11.5420 KELOMPOK : E JURUSAN : S1 TEKNIK INFORMATIKA DOSEN : Dr. Abidarin Rosyidi M.Ma JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan Sumber: ibnulkhattab.blogspot.com Gambar 4.3 Masyarakat yang sedang Melakukan Kegiatan Musyawarah untuk Menentukan Suatu Peraturan. 2. Macam-Macam Norma a. Norma Kesusilaan Ketika seseorang akan berbohong,

Lebih terperinci

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara Disusun oleh: NAMA : HARI ANGGARA NIM : 11.12.5805 KELOMPOK STUDI JURUSAN DOSEN : H (HAK ASASI) : PANCASILA

Lebih terperinci

SANTIAJI PANCASILA: Lima Nilai Dasar PANCASILA

SANTIAJI PANCASILA: Lima Nilai Dasar PANCASILA SANTIAJI PANCASILA: Lima Nilai Dasar PANCASILA Buku Pegangan: PANCASILA dan UUD 1945 dalam Paradigma Reformasi Oleh: H. Subandi Al Marsudi, SH., MH. Oleh: MAHIFAL, SH., MH. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci