BAB I PENDAHULUAN I.1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api aktif di indonesia. Lereng sisi selatan Merapi berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lereng sisi barat berada dalam administrasi Kabupaten Magelang. Sedangkan lereng sisi timur dan tenggara berada dalam administrasi Kabupaten Boyolali dan Klaten. Erupsi Merapi pada tahun 2010 yang lalu mengakibatkan berbagai kerugian secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung di antaranya gempa Vulkanik dan debu dari kubah Merapi. Sedangkan kerugian tidak langsung di antaranya banjir lahar dingin. Banjir lahar dingin membawa sedimen sisa letusan Merapi yang mengakibatkan pendalaman pada dasar sungai - sungai berhulu sungai Merapi. Curah hujan yang tinggi memperbesar kemungkinan terjadinya banjir yang menimbulkan kerusakan pada daerah sepanjang aliran sungai yang berhulu Merapi, diantaranya adalah Sungai Gendol di lereng Gunung Merapi (Laksono,2011). Sedimentasi sisa erupsi Gunung Merapi saat ini terjadi di berbagai sungai yang berhulu Merapi. Sisa erupsi mengakibatkan kerusakan pada sisi sungai. Selain itu sarana publik seperti jembatan dan jalan juga rusak akibat sisa erupsi ini. Usaha perbaikan secara struktural harus juga diimbangi dengan usaha non struktural berupa perkiraan banjir. Dengan mengetahui volume material sisa erupsi yang ada di sungai tersebut diharapkan perkiraan akan banjir dapat diketahui. Perhitungan volume sisa erupsi merapi dapat menjadi data yang membantu untuk pelaksanaan penanganan pasca bencana Merapi. Data ini dapat digunakan untuk memperkirakan seberapa besar materi yang terbawa oleh banjir lahar dingin dan memperkirakan seberapa besar materi yang mengendap di bagian sungai berhulu merapi. Perubahan volume dan bentuk topografi yang terjadi di sungai dapat diakibatkan oleh banjir lahar dingin yang melewati daerah sungai itu, aktifitas penambangan pasir juga dapat merubah volume sisa erupsi ini.

2 Penggunaan foto udara dan LIDAR dapat membantu penyediaan data spasial dan atribut. Data tersebut merekam model dasar sungai sebelum terjadinya erupsi dan setelah erupsi. Dua data model ini kemudian dapat dihitung volume material erupsi Merapi. Proyek ini diharapkan dapat membantu pemerintah khususnya instansi yang terkait untuk penanganan bencana. Hasil dari proyek ini adalah didapatnya perbedaan volume material erupsi Merapi di sebagian wilayah sungai Gendol. Nilai volume ini kemudian menjadi data untuk dapat melakukan pencegahan dan antisipasi apabila terjadi hujan dan terjadinya banjir di sepanjang aliran sungai yang berhulu Merapi. I.2. Tujuan Proyek Tujuan proyek ini adalah untuk mendapatkan volume perhitungan material erupsi Merapi yang terbawa dan terendap akibat banjir lahar dingin di kawasan daerah aliran sungai Gendol berdasarkan perbandingan 2 model elevasi digital. I.3. Manfaat Proyek Proyek ini diharapkan dapat dijadikan pengembangan untuk proses penanganan pasca bencana erupsi Merapi. Selain itu diharapkan dalam pembangunan sarana untuk masyarakat juga memperhatikan sisi keamanan melalui pengetahuan akan volume material yang ada dan yang terbawa oleh banjir lahar dingin Merapi. I.4. Batasan Masalah Pembatasan masalah dalam proyek ini meliputi: 1. Lokasi proyek adalah sebagian wilayah dari aliran sungai Gendol 2. Data yang digunakan dalam proyek ini adalah data DEM digitasi foto udara tahun 1989 dan DEM LIDAR tahun Prinsip penentuan volume menggunakan prinsip menghitung volume dari perbandingan dua data surface. Proyek menggunakan perangkat lunak, Global Mapper V11.01.

3 4. Posisi obyek yang menjadi kontrol offset dianggap berada dalam lokasi yang sama dan tidak berubah. 5. Datum posisi horizontal untuk masing masing data DEM dianggap berada dalam satu sistem. 6. Pada lokasi proyek terjadi pengurangan material tanah selama tahun 1989 sampai I.5. Landasan Teori Materi yang digunakan sebagai landasan dalam proyek perhitungan volume material ini meliputi digital elevation model (DEM), DEM dari foto udara, DEM dari LIDAR, sistem referensi tinggi, sedimen, perhitungan volume metode spot height. Materi materi tersebut digunakan sebagai dasar teori proyek ini kemudian membantu proses pekerjaan proyek I.5.1. Digital Elevation Model (DEM) Dalam arti, DTM didefinisikan sebagai representasi digital dari medan. Banyak peneliti yang menciptakan istilah lainnya untuk mulai digunakan. Ini termasuk model digital elevasi (DEM), digital ketinggian Model (DHM), Model tanah digital (DGM) serta sebagai model digital daerah ketinggian (DTEM). Istilah-istilah ini berasal dari berbagai negara. DEM secara luas digunakan di america, DHM berasal dari Jerman, DGM digunakan di Inggris, dan DTEM diperkenalkan dan digunakan oleh USGS dan DMA. Dalam prakteknya, istilah-istilah (DTM, DEM, DHM, DTEM) sering dianggap identik dan memang ini yang sering terjadi. Tapi kadang-kadang mereka benar-benar mengacu pada produk yang berbeda. Artinya, mungkin sedikit perbedaan antara istilah-istilah ini. (Li, 2005) telah membuat analisis komparatif sebagai berikut : a. Ground b. Height c. Elevation d. Terrain Dari definisi ini, beberapa perbedaan antara DTM, DHM, DEM, dan DTEM mulai terlihat. Jadi, DGM kurang lebih memiliki arti dari "model digital dari

4 permukaan padat". Berbeda dengan penggunaan alasan, ketinggian elevasi syarat dan menekankan "pengukuran dari datum ke atas" dari sebuah objek. Mereka tidak selalu mengacu pada ketinggian permukaan medan, tetapi dalam prakteknya, ini adalah aspek yang menekankan pada penggunaan istilah-istilah ini. Yang dimaksud dengan medan yang lebih kompleks dan merangkul. Ini mungkin puas konsep tinggi, tetapi juga attemps untuk memasukkan unsur geografis lainnya dan fitur alami. Oleh karena itu jangkauan DTM cenderung memiliki makna yang lebih luas dari DHM atau DEM dan akan mencoba fitur medan spesifik toincorporate seperti sungai, garis batas, garis istirahat, dll ke dalam model. Pada awalnya DTM dalam pikiran peneliti bisa menjadi generasi baru peta topografi, tentu saja, dalam bentuk digital. Namun peneliti geoscience menggabungkan informasi non topografi dengan informasi topografi untuk membangun DTM sesuai dengan kebutuhan spesifik mereka sendiri. Sebagai contoh, di awal (Miller dan Laflammed dalam Li, 2005) dimaksudkan untuk menambah informasi geoteknik ke node jaringan reguler strip area untuk komputer - disain jalan dibantu. Umumnya, DTM bisa berisi empat kelompok berikut informasi sebagai berikut: a. Landforms b. Terrain features c. Natural resources d. Sosioeconomic Dan apabila yang diinformasikan adalah elevasi tertinggi dari tiap titik, yang berasal dari permukaan tanah atau area diatas permukaan tanah, maka DEM disebut sebagai Digital Surface Model (DSM). DEM berasal dari tiga sumber utama (Weibel & Heller, 1990 dalam Sudyatmoko, 2004) : I Survey lapangan / terristris. Permukaan bumi tertutup oleh berbagai fitur alam dan fitur buatan dimana semuanya merupakan satu kesatuan data teristris. Pemetaan teristris dilakukan untuk melakukan identifikasi terhadap berbagai fitur yang tidak mampu dilakukan oleh metode pengukuran lainnya. Data survey lapangan yang berupa koordinat masing-masing titik dapat langsung dimasukan ke komputer sehingga dapat dibentuk DEM menggunakan software tertentu. Ketelitian hasil DEM

5 tergantung dari ketelitian alat yang digunakan dalam pengukuran dan kemampuan surveyor dalam mengambil data yang mampu mewakili kondisi karakteristik permukaan tanah. I Pengindraan jauh dan fotogrametri. Pengindraan jauh dan fotogrametri adalah cara yang paling efisien untuk membuat dan memperbarui data DEM untuk skala besar. Secara umum data ini diperoleh berdasarkan hasil perekaman data melalui media kamera yang dipasang ke dalam suatu wahana. Prinsip dasar dari fotogrametri adalah dengan membuat pasangan stereo dari 2 buah gambar untuk membentuk suatu objek 3 dimensi. Ketelitian DEM tergantung dari metode perekaman titik dan ketelitian citra atau foto udara yang digunakan I Peta topografi. Setiap negara memiliki peta topografinya masing masing dan dapat digunakan sebagi sumber data alternatif dalam pembuatan DEM. Di berbagai negara berkembang peta topografi jumlahnya sedikit dan kualitas ketelitian dari peta topografi tersebut kurang. Untuk negara negara maju seperti Amerika, Inggirs dan Cina, peta topografi telah tersedia dalam berbagi skla dan ketelitan. Oleh karena itu pembuatan DEM dari sumber data peta topografi ini sangat mudah dalam hal ketersediaan data. DEM diperoleh dengan melakukan digitasi kontur pada peta tersebut dengan menggunakan software tertentu. Ketelitian DEM tergantung dari ketelitian peta dan skala peta. I.5.2. DEM Dari Data Foto Udara Foto udara merupakan salah satu sumber data yang digunakan untuk pembuatan DEM. Foto udara sendiri adalah sebuah gambar yang dicetak pada media kertas (foto) yang dihasilkan melalui pemotretan dengan perekaman secara fotografi. Foto udara ini adalah salah satu produk dari ilmu geodesi dalam perekaman obyek, daerah, atau fenomena yang ada di permukaan bumi dengan menggunakan alat berupa kamera dan sensor berupa film. Film hasil perekaman data kemudaia dicetak melalui proses kimiawi. Citra foto dapat diambil menggunakan wahana yang beragam. Wahana adalah alat transportasi atau media yang digunakan untuk melakukan pemotretan. Wahana dapat berupa balon udara, pesawat udara, gantole, maupun pesawat tanpa awak.

6 Dalam proses pemotretan ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu, tujuan dari pemotretan, penentuan jalur dan arah penerbangan. Prinsip dasar dari fotogrametri adalah untuk menggunakan sepasang gambar stereo untuk merekonstruksi bentuk asli objek 3D dan untuk membentuk model stereo, kemudian mengukur koordinat 3D dari objek pada model stereo. Pasangan stereo mengacu pada dua gambar dari objek yang sama di dua foto yang sedikit berbeda sehingga mereka memiliki area overlap. Sebenarnya, hanya di wilayah yang terdapat overlap yang dapat dilakukan rekonstruksi model 3D. Dalam foto udara, umumnya ada persentase overlap sekitar 60 % dalam arah jalur terbang dan 30 % antara strip jalur terbang. Setiap foto dicirikan oleh enam unsur orientasi yaitu tiga unsur sudut dan tiga terjemahan. Setiap dua gambar dengan overlap dapat digunakan untuk menghasilkan model stereo. I.5.3. DEM Dari Data LIDAR LIDAR (Light Detection and Ranging) adalah sebuah teknologi sensor jarak jauh menggunakan properti cahaya yang tersebar untuk menemukan jarak dan informasi suatu obyek dari target yang dituju. Metode untuk menentukan jarak suatu obyek adalah dengan menggunakan pulsa laser. Seperti teknologi radar, yang menggunakan gelombang radio, jarak menuju obyek ditentukan dengan mengukur selang waktu antara transmisi pulsa dan deteksi sinyal yang dipancarkan. Teknologi LIDAR memiliki kegunaan dalam bidang geodesi, geomatika, arkeologi, geografi, geologi, geomorfologi, seismologi, fisik atmosfer, dan lain-lain. Sebutan lain untuk LIDAR adalah ALSM (Airborne Laser Swath Mapping) dan altimetri laser. LIDAR menggunakan cahaya inframerah, ultraviolet, tampak, atau dekat dengan objek gambar dan dapat digunakan untuk berbagai sasaran, termasuk bendabenda non-logam, batu, hujan, senyawa kimia, aerosol, awan dan bahkan molekul tunggal. Sebuah sinar laser dapat digunakan untuk memperoleh fitur peta fisik dengan resolusi sangat tinggi. Secara umum sistem LIDAR wahana udara adalah perpaduan antara LRF (Laser Range Finder), POS (Positioning and Orientation System) terintegrasikan

7 dengan GPS (Global Positioning System), INS (Inertial Navigation System) dan sensor laser (Liu, dalam Bachtiar 2013). I Global positioning system (GPS). Dalam sistem LIDAR, GPS digunakan sebagai alat dan sistem penentuan posisi wahana terbang secara 3D (X, Y, Z) terhadap sistem referensi tertentu saat LIDAR melakukan pengukuran. GPS juga ada di permukaan bumi. Penentuan posisi ini dilakukan secara differensial sehingga dapat mengamati posisi objek yang diam atau bergerak. (Liu, dalam Bachtiar 2013) I Inertial navigation system. INS adalah sistem navigasi yang mampu mendeteksi perubahan orientasi dari suatu benda. Sistem ini mampu mengukur besar perubahan orientasi wahana terbang terhadap sumbu sumbu horizontalnya (roll, pitch, yaw). Dari hasil pengukuran yang dilakukan oleh INS, dapat menghasilkan informasi berupa tiga dimensi dan posisi wahana terbang. (Liu, dalam Bachtiar 2013) I Sensor laser. Sensor LIDAR berfungsi untuk memancarkan sinar laser ke objek dan merekam kembali gelombang pantulannya setelah mengenai objek. LIDAR melakukan penyiaman dengan pola penyiaman tertentu. Prinsip kerja LIDAR yaitu memancarkan berkas cahaya ke obyek atau permukaan bumi oleh transmitter, kemudian kembali setelah membentur obyek atau permukaan bumi. Pantulan tersebut direkam oleh sensor receiver sebagai data jarak. Pengukuran jarak dapat dijelaskan dengan prinsip beda waktu. Jika waktu (tl) diukur maka jarak antara sensor dengan obyek dapat dihitung dengan persamaan berikut (Wehr dalam Bachtiar, 2013). Range (R) :...(I.1) Range resolution ( :...(I.2) Maximum Range ( :...(I.3) Maximum Accuracy ( :...(I.4) Keterangan : R : Jarak antara sensor dengan titik target yang diukur C : konstanta kecepatan cahaya tl : travelling time

8 R : range bin tl : optical pulse width or sample interval S/N : single pulse signal-to noise ratio Rmax : maximum range from the sensor to the object tlmax : maximum travelling time R : RMS range accuracy Trise : time elapsed to reaching maximum amplitude Jarak yang harus dilewati sinar laser sebanyak 2 kali, yaitu jarak sensor ke titik target dan kembali ke sensor, sehingga pembagi 2 harus dimasukkan. Laser scanner dapat dibagi ke dalam beberapa unit : laser ranging unit, opto mechanical scanner, control and processing unit. Laser ranging unit terdiri dari pemancar laser dan penerima elektro-optik. Sinar laser hasil pancaran dan pantulan yang diterima sensr melewati lubang pada ranging unit berupa garis lurus dari scanner sampai suatu titik objek yang secara bersamaan direkam interval waktu tertentu posisi titik oleh GPS dan orientasinya direkam oleh inertial measurement unit (IMU). Sistem laser scanner secara keseluruhan terdiri dari laser scanner, sistem posisi dan orientasi (POS), diwujudkan dengan mengintegrasi differential GPS (DGPS) dan inertial measurement unit (IMU), dan unti kontrol optik (Wehr dan Lohr dalam Bachtiar, 2013). Laser scanner memiliki komponen alat yang disebut Laser Range Finder. LRF tersebut berfungsi sebagai pengukur jarak dari transmitter ke titik terget. Untuk dapat mengukur jarak tersebut diperlukan pencatat waktu yang mengukur waktu laser ditembakkan sampai kembali. Waktu yang diperlukan laser untuk kembali ke sensor merupakan parameter penentu untuk menghitung jarak dari sensor ke satu titik target. Sistem koordinat fix platform, biasanya dengan pusat IMU, posisi laser scanner dihubungkan dengan IMU, dan posisi IMU dihubungkan dengan GPS (Wehr dalam Bachtiar, 2013). Rentang waktu antara pulsa dipancarkan sampai kembali dicatat oleh oskilator yang memiliki kemampuan pengukuran tinggi. Waktu yang diperlukan laser untuk kembali ke sensor merupakan parameter tertentu untuk menghitung jarak dari sensor ke satu titik target (Bachtiar, 2013).

9 Sistem LIDAR menghasilkan data yang dapat dicirikan sebagai didistribusikan 3D point cloud. Pengolahan Data LIDAR bertujuan untuk penghapusan objek yang tidak diinginkan (dalam bentuk baik pengukuran yang keliru atau objek) atau pemodelan data untuk model tertentu yang diberikan (misalnya, DTM) sebagai bagian dari model permukaan digital diukur ( DSM ). Dalam proses memperoleh data LIDAR, langkah-langkah berikut yang terlibat yaitu penyaringan, klasifikasi, dan pemodelan. Penyaringan mengacu pada penghapusan pengukuran yang tidak diinginkan untuk menemukan permukaan tanah dari campuran tanah dan hasil pengukuran pada vegetasi. Pengukuran yang tidak diinginkan dapat ditandai sebagai noise, outlier atau seperti bangunan atau vegetasi. Generalisasi objek diklasifikasikan disebut sebagai model. Pemisahan objek dari permukaan tanah menurut Axelsson dalam (Li, 2005) adalah proses yang umum bagi sebagian besar aplikasi. Setelah objek dipisahkan dari permukaan tanah, variasi ketinggian dari permukaan medan diperoleh. Suatu paket sistem LIDAR terdiri dari beberapa komponen komponen yang saling terintegrasi. Di mana setiap komponen alat meiliki ketelitian dan sumber kesalahan yang berbeda. Ketelitian alat mempengaruhi hasil akhir dari penyiaman data LIDAR. Ketelitian yang diperoleh dibanding dengan luasnya area yang dipetakan dalam waktu singkat tentu sangat sempurna. Akan tetapi, untuk mendapatkan ketelitian pada tingkatan tertentu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu diabgi ke dalam kesalahan acak dan kesalahan sistematik. I.5.4. Sistem Referensi Tinggi Dalam ilmu geodesi, tinggi suatu titik di permukaan bumi didefinisikan sebagai jarak terhadap bidang referensi. Bidang referensi yang dipakan merupakan bidang ekuipotensial gaya berat yang berhimpit dengan muka air laut rata rata (mean sea level) yang tidak terganggu atau disebut dengan geoid (Heliani, 2006). Sistem tinggi yang mendasar pada bidang ekuipotensial gaya berat disebut sistem tinggi fisis. Dalam sistem tinggi fisis, ketinggian diukur dari permukaan geoid melalui garis gaya berat (garis arah unting - unting) sampai titik di permukaan bumi.

10 Ada 3 macam sistem tinggi fisis, yaitu sistem tinggi dinamis, sistem tinggi orthometris dan sistem tinggi normal. I Sistem tinggi dinamis.prinsip yang digunakan dalam sistem tinggi dinamis adalah titik titik yang terletak pada bidang ekuipotensial yang sama akan memiliki ketinggian yang sama. Tinggi dinamis suatu titik dapat dinyatakan dengan banyaknya lapisan bidang ekuipotensial. Tinggi dinamis tidaklah mempunyai arti geometri (Riswanto 2013). I Sistem tinggi orthometris. Tinggi orthometris suatu titik di permukaan bumi adalah jarak yang diukur sepanjang gasris unting- unting dari geoid sampai ke titik tersebut di permukaan bumi (Heliani, 2006). Hal ini berarti bahwa tinggi orthometris suatu titik di permukaan bumi adalah ketinggian suatu titik di permukaan bumi terhadap suatu bidang referensi berupa geoid. Geoid merupakan salah satu bidang ekuipotensial medan gaya berat bumi. Untuk keperluan praktis, umumnya geoid dianggap berimpit dengan muka air laut rata rata (Riswanto, 2009). I Sistem tinggi normal. Tinggi normal suatu titik di permukaan bumi adalah ketinggian titik tersebut dari permukaan bumi terhadap bidang ellipsoid sebagai bidang referensinya yang dihitung sepanjang garis normal ellipsoid. Ellipsoid lebih mudah dimodelkan secara matematis dibandingkan dengan geoid. Bidang referensi ellipsoid dan geoid umumnya tidak berhimpit, dan terdapat selisih ketinggian antara geoid dan ellipsoid yang disebut dengan undulasi (Riswanto, 2013). Gambar I.1 Tinggi ellipsoid dan tinggi orthometrik (

11 Keterangan gambar : h H N : tinggi normal : tinggi orthometris : undulasi geoid Dengan merujuk gambari I.1 dapat dibentuk suatu pendekatan formula transformasi dari tinggi normal ke tinggi orthometris, yaitu (Abidin, 2000) : H = h N...(I.5) I.5.5. Sedimen Sedimen adalah endapan atau deposit bahan padat yang terkumpul pada permukaan bumi dibawah pengaruh berbagai medium (udara, air, es, gravitasi) dan dibawah kondisi suhu dan tekanan normal yang ada pada permukaan bumi tersebut (Benton, HH dalam Yerusalem 2001). Bahan penyusun sedimen terdiri dari bahan klastik (sedimen tanah, lempung, dan bahan yang berukuran pasir). Bahan ini dibawa oeh aliran air sungai yang datang dari sisa erupsi gunung Merapi. Bahan klastik ini akan terbawa dari hulu sungai menuju daerah hilir sungai Merapi. Sedimen merupakan salah satu polutan karena selain dapat menurunkan kualitas air sungai sedimen dapat memperlebar lebar sungai di daerah hulu, dan terjadinya pendangkalan di sungai sungai berhilir Merapi (Yerusalem, 2001). I.5.6. Perhitungan Volume Metode Spot Height Volume mempunyai dimensi kubik, misalnya meter kubik (m3). Pada pembahasan kali ini yang dimaksud volume adalah volume tanah. Sering terjadi bahwa bentuk tanah yang akan dihitung volumenya tidak ideal, artinya tidak selalu berbentu balok atau silinder. Permukaan tanah yang tidak beraturan akan dihitung volumenya dengan beberapa metode. Bidang tanah ini mempunyai referensi pada bidang datar atau bidang proyeksi tertentu.

12 Prinsip hitungan volume adalah 1 (satu) luasan dikalikan dengan 1 (satu) wakil tinggi. Apabila ada beberapa luasan atau beberapa tinggi, maka dibuat wakilnya, misalnya dengan merata-ratakan luasan ataupun merata-ratakan tingginya. Gambar I.2 Surface grid Metode spot height (gambar I.2) ini umumnya digunakan untuk menghitung cut volume dan fill volume tanah. Setiap volume di mana sisi samping dan sisi alas adalah datar, dan bagian permukaan tidak beraturan sehingga berbentuk seperti grid. Gambar I.3 menunjukkan batas-batas penggalian dengan tingkat permukaan dalam meter di A, B, C dan D. Jika ABCD daerah adalah pesawat, maka volume galian adalah (Schofield, 2001) : V = daerah alas ABCD x rerata tinggi Namun, yang perlu dipertimbangkan adalah ukuran dari grid luasan itu sendiri. Ukuran grid harus sesuai dengan bentuk permukaan yang akan dihitung volumennya.

13 Jika ukuran grid kurang sesuai maka permukaan tersebut dapat dibagi menjadi dua segitiga dengan diagonal. V = rencana daerah ABCD x berarti tinggi Jika kotak kotak semua sama di daerah, maka data tersebut mudah ditabulasi dan bekerja dengan memperlakukan ukuran grid secara keseluruhan. Gambar I.3 Volume Grid Pendekatan ini diadopsi oleh program Global Mapper dengan memisahkan wilayah tersebut menjadi sangat kecil dengan bentuk segitiga atau grid pixel, dengan mengalikan luas grid seperti yang ditunjukkan dalam gambar I.3 yang ada pada data dan dikalikan tinggi dari tiap grid pixel maka volume yang akurat akan diperoleh.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas, kekayaan alam yang berlimpah, serta ditempati lebih dari 240 juta penduduk. Pembangunan di segala

Lebih terperinci

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR

BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 51 BAB V TINJAUAN MENGENAI DATA AIRBORNE LIDAR 5.1 Data Airborne LIDAR Data yang dihasilkan dari suatu survey airborne LIDAR dapat dibagi menjadi tiga karena terdapat tiga instrumen yang bekerja secara

Lebih terperinci

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA 3.1 Kebutuhan Peta dan Informasi Tinggi yang Teliti dalam Pekerjaan Eksplorasi Tambang Batubara Seperti yang telah dijelaskan dalam BAB

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data kebumian yang memberikan informasi geospasial terus berkembang. Real world yang menjadi obyek pemetaan juga cepat mengalami perubahan. Penyediaan

Lebih terperinci

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering

Pengukuran Kekotaan. Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng. Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Pengukuran Kekotaan Lecture Note: by Sri Rezki Artini, ST., M.Eng Geomatic Engineering Study Program Dept. Of Geodetic Engineering Contoh peta bidang militer peta topografi peta rute pelayaran peta laut

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007] BAB IV ANALISIS 4.1. Analisis Data LIDAR 4.1.1. Analisis Kualitas Data LIDAR Data LIDAR memiliki akurasi yang cukup tinggi (akurasi vertikal = 15-20 cm, akurasi horizontal = 0.3-1 m), dan resolusi yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan 13.466 pulau yang sudah terdaftar dan berkoordinat (BIG, 2014). Indonesia memiliki luas wilayah kurang lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TEKNOLOGI LIDAR

BAB 2 TEKNOLOGI LIDAR BAB 2 TEKNOLOGI LIDAR 2.1 Light Detection and Ranging (LiDAR) LiDAR merupakan sistem penginderaan jauh aktif menggunakan sinar laser yang dapat menghasilkan informasi mengenai karakteristik topografi permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Data spasial sangat dibutuhkan untuk menyediakan informasi tentang kebumian. Untuk memenuhi data spasial yang baik dan teliti, maka diperlukan suatu metode yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan arus informasi yang semakin transparan, serta perubahan-perubahan dinamis yang tidak dapat dielakkan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 41 BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER 4.1 Laser Laser atau sinar laser adalah singkatan dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation, yang berarti suatu berkas sinar yang diperkuat dengan

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini.

BAB III PENGOLAHAN DATA Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Pengolahan Data LIDAR 3.1.1. Proses Pengolahan Data LIDAR Proses pengolahan data LIDAR secara umum dapat dilihat pada skema 3.1 di bawah ini. Sistem LIDAR Jarak Laser Posisi

Lebih terperinci

BAB 2 STUDI REFERENSI

BAB 2 STUDI REFERENSI BAB 2 STUDI REFERENSI Bab ini berisi rangkuman hasil studi referensi yang telah dilakukan. Referensi- referensi tersebut berisi konsep dasar pengukuran 3dimensi menggunakan terrestrial laser scanner, dan

Lebih terperinci

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR

BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR BAB III APLIKASI PEMANFAATAN BAND YANG BERBEDA PADA INSAR III.1 Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) Model Tinggi Digital (Digital Terrain Model-DTM) atau sering juga disebut DEM, merupakan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara)

ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) (Studi Kasus: Sei Mangkei, Sumatera Utara) Geoid Vol. No., Agustus 7 (8-89) ANALISIS KETINGGIAN MODEL PERMUKAAN DIGITAL PADA DATA LiDAR (LIGHT DETECTION AND RANGING) Agung Budi Cahyono, Novita Duantari Departemen Teknik Geomatika FTSP-ITS, Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin modern belakangan ini membuat teknologi survei dan pemetaan akan kebutuhan tentang data kebumian yang dapat memberikan suatu informasi

Lebih terperinci

BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR

BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR 63 BAB VI TINJAUAN MENGENAI APLIKASI AIRBORNE LIDAR Survey airborne LIDAR terdiri dari beberapa komponen alat, yaitu GPS, INS, dan laser scanner, yang digunakan dalam wahana terbang, seperti pesawat terbang

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Kenaikan permukaan air laut dari waktu ke waktu [Mackinnon, 2004] BAB II DASAR TEORI 2.1. Permasalahan Kenaikan Permukaan Air Laut Fenomena kenaikan muka air laut mengemuka seiring dengan terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global pada dasarnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gambar situasi adalah gambaran wilayah atau lokasi suatu kegiatan dalam bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan atribut (Basuki,

Lebih terperinci

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA By : I PUTU PRIA DHARMA APRILIA TARMAN ZAINUDDIN ERNIS LUKMAN ARIF ROHMAN YUDITH OCTORA SARI ARIF MIRZA Content : Latar Belakang Tujuan Kondisi Geografis Indonesia Metode

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM

BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM 32 BAB III TINJAUAN MENGENAI INERTIAL NAVIGATION SYSTEM 3.1 Pergerakan rotasi wahana terbang Wahana terbang seperti pesawat terbang dan helikopter mempunyai sistem salib sumbu x, y, dan z di mana masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini berpengaruh besar pada bidang survei dan pemetaan. Metode pengumpulan data spasial saat ini tidak hanya dilakukan secara langsung di lapangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang American Society of Photogrammetry (Falkner dan Morgan, 2002) mendefinisikan fotogrametri sebagai seni, ilmu dan teknologi mengenai informasi terpercaya tentang objek fisik

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 08 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Penginderaan jauh (inderaja) adalah cara memperoleh data atau informasi tentang objek atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan jati di Indonesia memiliki potensi untuk dikembangkan secara baik dan dikelola menurut asas kelestarian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Data Kementerian

Lebih terperinci

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI BAB 3 PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI Bab ini menjelaskan tahapan-tahapan dari mulai perencanaan, pengambilan data, pengolahan data, pembuatan

Lebih terperinci

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini peta telah menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Peta memuat informasi spasial yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi suatu objek di

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi BB 2 DSR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi Pemetaan objek tiga dimensi diperlukan untuk perencanaan, konstruksi, rekonstruksi, ataupun manajemen asset. Suatu objek tiga dimensi merupakan

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah semakin maju, hal ini juga berkaitan erat dengan perkembangan peta yang saat ini berbentuk digital. Peta permukaan bumi

Lebih terperinci

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data... DAFTAR ISI 1. BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian... 4 1.4 Tujuan Penelitian... 4 1.5 Manfaat Penelitian... 4 2. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebutuhan akan data batimetri semakin meningkat seiring dengan kegunaan data tersebut untuk berbagai aplikasi, seperti perencanaan konstruksi lepas pantai, aplikasi

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri BAB II DASAR TEORI 2. Fotogrametri Salah satu teknik pengumpulan data objek 3D dapat dilakukan dengan menggunakan teknik fotogrametri. Teknik ini menggunakan foto udara sebagai sumber data utamanya. Foto

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu yang lalu

Lebih terperinci

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Profil adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar. Manfaat profil

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL Nama : Rukiyya Sri Rayati Harahap NIM : 12/334353/GE/07463 Asisten : 1. Erin Cakratiwi 2. Lintang Dwi Candra Tanggal : 26 November 2013 Total:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki daerah pegunungan yang cukup luas. Tingginya tingkat curah hujan pada sebagian besar area pegunungan di Indonesia dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi yang tidak rata membuat para pengguna SIG (Sistem Informasi Geografis) ingin memodelkan berbagai macam model permukaan bumi. Pembuat peta memikirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Daerah. Aliran Sungai. Penetapan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.59/MENHUT-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

Home : tedyagungc.wordpress.com

Home : tedyagungc.wordpress.com Email : tedyagungc@gmail.com Home : tedyagungc.wordpress.com Subagyo 2003, Permukaan bumi merupakan suatu bidang lengkung yang tidak beraturan, sehingga hubungan geometris antara titik satu dengan titik

Lebih terperinci

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data. by: Ahmad Syauqi Ahsan Sumber Data, Masukan Data, dan Kualitas Data by: Ahmad Syauqi Ahsan Data pada SIG Mendapatkan data adalah bagian yang sangat penting pada setiap proyek SIG Yang harus diketahui: Tipe-tipe data yang dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster

Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Tugas kelompok Pengindraan jauh Mendeteksi Kebakaran Hutan Di Indonesia dari Format Data Raster Oleh Fitri Aini 0910952076 Fadilla Zennifa 0910951006 Winda Alvin 1010953048 Jurusan Teknik Elektro Fakultas

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi merupakan ilmu yang mempelajari pengukuran bentuk dan ukuran bumi termasuk medan gayaberat bumi. Bentuk bumi tidak teratur menyebabkan penentuan bentuk dan

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

APA ITU FOTO UDARA? Felix Yanuar Endro Wicaksono

APA ITU FOTO UDARA? Felix Yanuar Endro Wicaksono APA IT FOTO DARA? Felix Yanuar Endro Wicaksono Abstrak Penginderaan jauh adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memperoleh informasi suatu daerah atau obyek yang diinginkan dengan analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Geodesi Geomatika merupakan disiplin ilmu yang menitik beratkan pada pengumpulan, pemrosesan dan penyampaian data geografis atau data informasi spasial. Salah satu

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan

Model Data Spasial. by: Ahmad Syauqi Ahsan Model Data Spasial by: Ahmad Syauqi Ahsan Peta Tematik Data dalam SIG disimpan dalam bentuk peta Tematik Peta Tematik: peta yang menampilkan informasi sesuai dengan tema. Satu peta berisi informasi dengan

Lebih terperinci

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing). Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry

Lebih terperinci

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara

Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Penggunaan Egm 2008 Pada Pengukuran Gps Levelling Di Lokasi Deli Serdang- Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara Reza Mohammad Ganjar Gani, Didin Hadian, R Cundapratiwa Koesoemadinata Abstrak Jaring Kontrol

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3

DAFTAR ISI. I.2. Lingkup Kegiatan I.3. Tujuan I.4. Manfaat I.5. Landasan Teori... 3 DAFTAR ISI SKRIPSI... v PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR ISTILAH... xvii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO

Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Pengantar Sistem Informasi Geografis O L E H : N UNUNG P U J I N U G R O HO Outline presentasi Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Komponen SIG Pengertian data spasial Format data spasial Sumber

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 PEMBUATAN PETA JALUR PENDAKIAN GUNUNG MERBABU Andriyana Lailissaum¹ ), Ir. Sutomo Kahar, M.si 2), Ir. Haniah 3) Abstrak Mendaki gunung adalah kegiatan yang cukup berbahaya. Tidak sedikit orang yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Unmanned Aerial Vehicle (UAV) banyak dikembangkan dan digunakan di bidang sipil maupun militer seperti pemetaan wilayah, pengambilan foto udara, pemantauan pada lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bendungan merupakan obyek buatan manusia yang mempunyai fungsi utama yaitu menampung air pada saat debit air tinggi untuk digunakan pada saat debit air sangat rendah.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PERTAMA PUNCAK MERAPI SETELAH ERUPSI 2010 MENGGUNAKAN PESAWAT NIR AWAK

PEMANTAUAN PERTAMA PUNCAK MERAPI SETELAH ERUPSI 2010 MENGGUNAKAN PESAWAT NIR AWAK PEMANTAUAN PERTAMA PUNCAK MERAPI SETELAH ERUPSI 2010 MENGGUNAKAN PESAWAT NIR AWAK Pada tanggal 25-26 April 2012 lalu, sekelompok peneliti dari Pusat Teknologi Penerbangan (Pustekbang) LAPAN, F MIPA UGM,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah :

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa indikasi dari meningkatnya muka air laut antara lain adalah : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu bencana yang sering terjadi di wilayah pesisir pantai adalah banjir akibat naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut pada umumnya disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan manusia juga memberikan lingkungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian berada di kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Kecamatan Lhoknga mempunyai 4 (empat)

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014

UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2013/2014 Matakuliah Waktu : Sistem Informasi Geografis / 3 SKS : 100 menit 1. Jelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG). Jelaskan pula perbedaan antara SIG dan

Lebih terperinci

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (20XX) ISSN: XXXX-XXXX (XXXX-XXXX Print) 1 Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian I.2. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Hubungan Persebaran Episenter Gempa Dangkal dan Kelurusan Berdasarkan Digital Elevation Model di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta I.2.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci