Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh
|
|
- Hengki Salim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Aria Adrian Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Abstrak Permukiman kumuh di area perkotaan sudah menjadi masalah biasa yang sudah biasa terjadi. Timbulnya permukiman informal ini membuat kualitas suatu kota menurun, dengan tidak memperhatikan aturan dalam suatu lingkungan dan tidak memperhatikan kualitas kesehatan. Kualitas permukiman kumuh dipengaruhi oleh bagaimana masyarakat yang tinggal didalamnya. Penentuan kualitas suatu permukiman dapat diidentifikasi melalui analisis kualitas lingkungan secara faktual. Berbagai penelitian mengenai analisis kualitas lingkungan secara faktual sudah banyak dilakukan sebelumnya yang melihat bagaimana kualitas dari lingkungan mengenai kelayakan dan dibandingkan dengan suatu standar yang sudah diatur sehingga dapat diketahui bagaimana perbedaan antara kondisi yang sebenarnya denga kondisi yang sesuai dengan standar. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan lebih rinci mengenai studi analisis kualitas lingkungan secara faktual, baik dari segi gagasan, kepustakaan, hingga contoh - contoh kasus penelitian terkait penerapan dalam menemukan studi pada kualitas permukiman dilihat dari kesediaan ruang terbuka dan tingkat kekumuhan pada suatu permukiman. Di bagian akhir tulisan, akan diuraikan mengenai kelebihan dan kekurangan penelitian agar dapat menjadi pandangan bagi pembaca dan menjadi arahhan untuk pengembangan penelitian selanjutanya. selain itu, tulisan ini akan memuat bagaimana prospek analisis kualitas lingkungan dalam meninjau kualitas permukiman kumuh di Kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi alternatif referensi terkait penerapan analisis kualitas lingkungan secara faktual serta dapat dimanfaatkan untuk kerangka acuan penelitian berikutnya. Kata-kunci : kualitas lingkungan, kualitas secara faktual, permukiman kumuh Pendahuluan Menjamurnya kawasan (perumahan dan permukiman) kumuh di kota-kota di Indonesia kebanyakan disebabkan karena laju urbanisasi yang tinggi dimana kehidupan perkotaan menjadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat perdesaan yang kurang beruntung karena sempitnya lapangan kerja di daerahnya. Tinggal di kawasan kumuh perkotaan bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum migran tak terampil yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum, drainase, limbah, sampah serta masalah-masalah lain seperti kepadatan dan ketidak teraturan letak bangunan yang berdampak ganda baik yang berkaitan dengan fisik misalnya bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung meningkat dari waktu kewaktu. Tidak semua kawasan-kawasan kumuh dihuni oleh kaum pendatang, dan tidak juga seluruh penghuninya adalah kaum papa bahkan di-beberapa kawasan kumuh illegal (squatters area) ternyata dikuasai oleh land lord yang memanfaatkan lahan sebagai tempat usaha kontrakqn rumah petak, dan ada pula komunitas yang punya alasan tertentu bertahan dengan kondisi Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 G 111
2 Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh lingkungan yang tidak layak, ragam permasalahan inilah yang harus ditemu kenali. pendekatan ini disesuaikan dengan kepentingan penelitian. Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa, proporsi penduduk yang tinggal di daerah kumuh perkotaan menurun dari 47 persen menjadi 37 persen di negara berkembang antara 1990 dan Namun karena populasi meningkat, jumlah penghuni kawasan kumuh meningkat. Satu miliar orang di seluruh dunia tinggal di daerah kumuh dan angka ini akan mencapai 2 miliar sampai Di Indonesia, menurut Kementrian Pe-umahan Rakyat permukiman kumuh juga makin meluas dan terbukti pada 2009 sudah mencapai hektar dari kondisi pada 2004 hanya hektar (Aliyati, 2010). Tiga hal penting yang akan dipenuhi dengan program pembangunan perumahan dan permukiman. Pertama, terpenuhinya salah satu kebutuhan dasar manusia dalam upaya meningkatkan kualitas kesejahteraannya dan pemenuhan kebutuhan kehidupan sosial budayanya. Kedua, memberikan implikasi di bidang ekonomi, dimana pembangunan perumahan dan permukiman mendorong aktivitas ekonomi. Dan ketiga, pembangunan perumahan dan permukiman merupakan bagian dari implementasi fisik perencanaan tata ruang wilayah (Arsalan, 2011). Kulitas permukiman kumuh dapat dilihat dari gap antara kondisi eksisting dengan aturan mengenai kualitas lingkungan. Bagaimana terkait dengan peluang kualitas permukiman kumuh maka penelitian ini pada akhirnya bertujuan untuk memberikan gambaran pengunaan analisis kualitas lingkungan secara faktual dalam menganalisis kualitas kawasan permukiman kumuh melalui gagasan, kepustakaan, hingga contoh contoh kasus penelitian terkait penerapannya. Pendekatan Analisis Kualitas Lingkungan secara Faktual Kualitas lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pendekatan spasial/ arsitektural, pendekatan market oriented, pendekatan cultural relativist, dan pendekatan standar yang universal (Nurdini, 2015). Penggunaan G 112 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Karakteristik Penelitian Kualitas Lingkungan secara Faktual untuk Kawasan Permukiman Kumuh Penelitian ini menggunakan metode standar yang universal, dimana kondisi lingkungan saat ini akan dibandingkan dengan standar yang sudah ada dan diatur yang sesuai dengan kebutuhan analisis. Ada berbagai macam standar untuk mengukur kualitas permukiman, berikut macam macam standar untuk permukiman: 1. Standar Nasional Indonesia (SNI) tetang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Dalam standar diatas mengatur mulai dari data dasar lingkungan perumahan, perencanaan kebutuhan sarana hunian, dan perencaan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan permukiman. 2. Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Metropolitan. Pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian PU ini bertujuan untuk menilai tingkat kekumuhan dengan menggunakan teknik analisis skoring. Penelitian ini diperlukan kunjungan langsung ke lapangan untuk menilai secara langsung kondisi yang ada saat ini. Penilaian kualitas kawasan ini dapat dibagi menjadi dua (Nurdini, 2015), yaitu: 1. penilaian berdasarkan ukuran kondisi fisik (exposure-based atau expert-based) 2. Penilaian berdasarkan kondisi ruang (effectbased) Preseden Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Secara Faktual Penulisan makalah ini akan berkembang berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa preseden ini terkait dengan analisis kualitas lingkungan secara faktual yang merupakan bagian dari permukiman. Penulisan preseden ini berdasarkan konteks kesesuaian terhadap tujuan, manfaat penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisisnya. Dengan adanya preseden ini dapat membantu menggambarkan bagai-
3 mana analisis ini digunakan untuk kasus permukiman kumuh dengan tujuan penelitian peniliaian kualitas lingkungan permukiman kumuh. Preseden Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Faktual dalam Menentukan Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung Prosiding Jurnal IPBI 2015 oleh (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas ruang terbuka hijau pada permukiman industri, bagaimana ruang terbuka dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas ruang bermukim di dalam suatu kawasan. Kawasan yang diteliti yaitu permukiman industri di RW 02 dan RW 12 Kelurahan Cigondewah Kaler, Kota Bandung (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015). Proses pengambilan data dalam penelitian ini berupa survei dengan melakukan observasi untuk memetakan kondisi ruang terbuka dan dokumentasi terhadap kondisi di lapangan dan wawancara secara langsung. Hasil survey yang dilakukan peneliti sebelumnya mengatakan bahwa di RW 02 memiliki 8 (delapan) area ruang terbuka (pertanian/ perkebunan, TPU, RTP serta lahan hijau dan di RW12 hanya memiliki 2 (dua) ruang terbuka yaitu RTP dan TPU. Permen PU No. 6/PRT/M/2007 mengatakan bahwa sebagian besar ruang publik memiliki sistem ruang terbuka privat yang dapat diakses oleh umum. Terdapat 2 (dua) perusahaan yang memiliki tipologi seperti diatas, yaitu PT. Ifatama dan PT. Sunson. Sebagian area lain berupa pemakaman, area sempadan tol dan sempadan sungai yang tidak terawat yang sebetulnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015). Aria Adrian Gambar 1. Peta Sistem Ruang Terbuka dan Tata Hijau di Kelurahan Cigondewah Kaler RW02 dan RW12 Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015) Gambar 2. Ruang Terbuka sebagai Area Bermain Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015) Pada aturan ketersediaan ruang terbuka hijau SNI , yaitu 1 area ruang terbuka unit RT untuk 250 jiwa dan 1 area ruang terbuka unit RW untuk jiwa. RW 02 memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa memiliki ruang terbuka sesuai dengan aturan, yaitu memiliki tujuh area ruang terbuka sebagai ruang terbuka untuk unit RT, dan pada RW 12 memiliki jumlah penduduk sebanyak jiwa sebaiknya memiki lima buah taman untuk mencapai kesesuaian dengan standar SNI (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015). Prosiding Temu Ilmiah IPBI 2016 G 113
4 Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Pengamanan Pantai, mengatur mengenai jarak sepanjang 100 meter merupakan kawasan bebas penggunaan lahan pada titik batas pasang tertinggi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, mengatur mengenai jarak paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang aliran sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter. Kelayakan hunian dapat dilakukan pengukuran dengan mengikuti aturan standar yang sudah dibuat oleh Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, menjelaskan bahwa kelayakan kavling untuk rumah sederhana > 60m 2. Gambar 3. Ruang Terbuka Hijau sebagai Area Pertanian Sumber: (R. Syahriyah, Nurhijrah, Tedja, Hartabela, & Anwar, 2015) Preseden Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Faktual dalam Menata Kawasan Kumuh di Cilacap Melalui Peningkatan Kualitas Fisik Lingkungan Tugas Akhir 2012 oleh (Maretha, 2012) Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan bentuk penataan kawasan permukiman kumuh yang ada di wilayah peisisir Kelurahan Cilacap dari fisik bangunan dan lingkungan permukiman. Kawasan permukiman nelayan berkembang secara pesat, namun tidak seiring dengan pemenuhan sarana dan prasaran lingkungan dan pengetahuan dalam bermukim, dalam kasus ini masyarakat belum sadar dan paham mengenai aturan mendirikan rumah di sepanjang sungai dan pantai karena sudah diatur dalam garis sempadan dari batas pasang tertinggi. Masyarakat menganggap tinggal dekat dengan sumber mata pencaharian merupakan langkah baik, namun semua itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 9/PRT/M/2010 tentang Pedoman G 114 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Kepadatan hunian didasarkan pada pedoman standar teknis pemanugnan rumah sederhana sehat dalam Kepmen Permukiman dan Prasana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002 yaitu standar kebutuhan luas minimum bangunan di Indonesia yaitu 9m 2 /jiwa. Berdasarkan hal tersebut, maka kepadatan hunian dalam rumah dibagi menjadi tiga kategori, sebagai berikut: Sangat baik : apabila luas lantai hunian per jumlah penghuni > 10 m²/jiwa. Baik : apabila luas lantai hunian per jumlah penghuni adalah 9-10 m²/jiwa. Buruk : apabila luas lantai hunian per jumlah penghuni < 9 m²/jiwa. Kecamatan Cilacap Selatan Kelurahan Cilacap Gambar 4. Peta Deliniasi Wilayah Studi Sumber: (Maretha, 2012)
5 Kondisi ekonomi yang rendah mengakibatkan lingkungan permukiman nelayan ini menjadi permukiman yang kumuh, kondisi ini sudah mendapat perhatian dari pemerintah daerah, namun hanya berupa program perbaikan infrastruktur yang minim dan tidak mengatasi masalah kekumuhan. Gambar 5. Kondisi Permukiman Nelayan Sumber: (Maretha, 2012) Permukiman dengan kepadatan penduduk sebesar 900 jiwa/km 2 merupakan termasuk dalam kategori permukiman padat tinggi, kemudiam muncul berbagai permasalahan permukiman. Salah satunya yaitu kondisi fisik rumah yang tidak layak serta penyediaan sarana dan prasarana yang tidak terencana dengan baik. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, survei sekunder dan survei primer. Survei pengumpulan data diperoleh berdasarkan dari dinas terkait, mencari data dengan cara browsing internet, desk study dan lainnya. Survei primer yang dilakukan secara observasi merupakan survei yang dilakukan dengan mengamati secara langsung fenomena dan karakteristrik dari beberpa kriteria yang sudah Aria Adrian ditetapkan. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah kom-parasi dengan standar, kemudian menen-tukan tingkat kekumuhan kawasan dengan teknik skoring. Kemudian dirancang kawasan baru untuk mereduksi kawasan permukiman kumuh. Hasil dari analisis berupa permukiman nela-yan di Cilacap melanggar beberpa teknis ber-mukim seperti yang sudah dijelaskan sebe-lumnya mengenai jarak bebas di garis pasang tertinggi. Permukiman nelayan berada di ku-rang dari 10 meter sempadan sungai dan pantai, hal ini tidak sesuai dengan Permen PU dan Permen PUPERA. Luas hunian/ kavling pada kawasan permukiman nelayan di Cilacap sebesar 48m 2, masih menyisakan sekitar lebih dari 12m 2 untuk memasuki kondisi layak. Kepadatan hunian di kawasan permukiman nelayan ini didapat sebesar 7m 2 /jiwa, hal ini terjadi dikarenakan masih ada beberapa kavling rumah yang dihuni lebih dari 2 keluarga, kondisi ini termasuk dalam kategori buruk. Kontribusi Penerapan Analisis Kualitas Lingkungan Faktual dalam Penelitian Menilai Kualitas Permukiman Kumuh di Perkotaan Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal, permasalahan permukiman merupakan hal yang menjadi masalah kompleks disetiap kota besar di Indonesia, karena masalah bermukim berhubungan dengan manusia, budaya dan pola perkembangan perkotaan. Permukiman kumuh terdapat berbagai masalah yang timbul mulai dari bagaimana perilaku manusia membiasakan pola hidupnya dan minimnya perencanaan mengenai sarana dan prasarana untuk menunjang suatu permukiman kumuh. Peran pemerintah sebagai pembuat regulasi sangat penting karena dalam setiap aturan yang dibuat, masih banyak masyarakat yang belum paham dalam penerapan aturan tersebut. Transparansi dan sosialisasi menjadi modal penting bagi pemerintah untuk memberikan informasi mengenai aturan aturan, terutama aturan dalam bermukim, bagaimana masyarakat mengetahui proses bermukim, membangun suatu hunian yang sesuai dengan aturan yang diterapkan. Prosiding Temu Ilmiah IPBI 2016 G 115
6 Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Kelebihan dari analisis kualitas lingkungan secara faktual ini memuat beberap hal, seperti: 1. Mengetahui aturan dan kebijakan yang mengikat dalam penggunaan permukiman, 2. Menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan aturan atau sesuai dengan batas minimum 3. Dapat dijadikan suatu acuan untuk penelitian berikutnya 4. Banyaknya norma, standar, pedoman dan manual yang dapat dijadikan acuan utama. Sedangkan kekurangan analisis kualitas lingkungan secara faktual ini yaitu: 1. Kondisi disesuaikan dengan standar (batas minimum) terkadang tidak disesuaikan dengan memperhatikan aspek lainnya seperti sosial, kesehatan, budaya, dll. Peluang Analisis Kualitas Lingkungan Faktual Terhadap Kualitas Kawasan Kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut Penelitian menggunakan analisis kualitas lingkungan secara faktual dapat diterapkan di berbagai kasus. Kasus yang akan diterapkan yaitu mencoba menilai kualitas lingkungan permukiman kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut. Seperti yang sudah jelaskan di awal bahwa perkembangan pesat di perkotaan mendorong kebutuhan akan tempat tinggal bagi masyarakat, pekerja, pendatang, dll. Kebutuhan ini sangat cepat dan besar, sehingga menimbulkan permasalahan tersendiri. Kabupaten Garut merupakan daerah yang perkembangannya terbilang pesat karena banyaknya area wisata dan industri, salah satunya adalah industri pengolahan kulit di Sukaregang. Perkembangan permukiman di Sukaregang meningkat dan menjadi kumuh dikarenakan adanya pabrik tekstil untuk membuat jaket kulit dan ditambah kawasan ini terletak di pusat kota. Proses menilai kualitas lingkungan faktual permukiman kumuh di Sukaregang dimulai dari cara memperoleh data, untuk melihat kondisi eksisting diperlukan observasi ke lapangan untuk mendapatkan info terbaru dan dokumentasi kawasan permukiman kumuh, kemudian melakukan survei sekunder berupa G 116 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 kunjungan ke instansi, kelurahan dan kecamatan terkait untuk mendapatkan data data terkait permukiman yang dituju. Berikut merupakan data yang didapatkan. Tabel 1. Kriteria, Variabel dan Parameter Kawasan Kumuh di Sukaregang, Kabupaten Garut Kriteria Variabel Parameter Vitalitas Non Ekonomi Vitalitas Ekonomi Status tanah Kondisi Sarana Prasarana Kesesuaian tata ruang Peruntukan permukiman Kondisi fisik bangunan Kondisi Kependudukan Letak strategis kawasan Jarak ke tempat mata pencaharian Pertambahan bangunan liar Kepadatan bangunan Bangunan temporer Sedang >80 unit/ha >50% Tutupan lahan >70% Jarak antar bangunan Kepadatan penduduk Pertumbuhan penduduk Sangat strategis < 1km <1.5m +200 jiwa/ha <1.7% Fungsi kawasan sekitar Komersial, pemerintahan Dominasi status tanah Tanah adat Status kepemilikan tanah Kondisi jalan lingkungan Kondisi drainase Kondisi air minum <30% Kondisi air limbah - Kondisi persampahan - - >80% tutupan beton Saluran air terbuka di muka rumah, rata-rata meluap ketika terjadi hujan. Daerah sungai juga terjadi kiriman air besar, ditambah tutupan sampah memperparah ketidakmampuan sungai menampung air. Tidak ada infrastruktur, limbah langsung ke sungai Sampah dibuang ke sungai (sudah pada taraf menutup sungani) dan sebagian dibakar di area terbuka
7 Sumber: Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Metropolitan Aria Adrian dapat diatur dan dibatasi sesuai dengan standar dan acuan yang sudah diterpkan, kendala utama permukiman kumuh yaitu sudah menjadi budaya masyarakat tinggal dengan segala keterbatasan dan sudah menjadi kebiasaan dan sulit untuk diatur. Analisis kualitas lingkungan secara faktual dapat membuktikan bahwa kondisi eksisting di lapangan berbeda dengan aturan aturan yang sudah ditetapkan. Teknik perolehan data sangat berpengaruh terhadap kualitas data yang akan dianalisis, semakin baik perolehan data, maka semakin baik hasil analisisnya. Berdasarkan review analisis faktual dalam menilai kualitas lingkungan permukiman dapat diterapkan diberbagai macam kebutuhan penelitian mengenai kualitas lingkungan binaan, termasuk pada dua contoh kasus yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya. Gambar 6. Kondisi Kawasan Permukiman di Sukaregang Kondisi permukiman di Sukaregang cukup mengkhawatirkan karena pada Sungai Cigulampeng sudah tercemar oleh limbah pabrik yang mengakibatkan pengendapan di atas sungai dan air yang mengalir sudah berwarna hitam, ruang terbuka di kawasan ini hanya memiliki satu buah lapang dan kondisinya terletak di sempadan sungai yang seharusnya tidak digunakan. Setelah diketahui berbagai data yang dapat mengisi parameter, dapat dilanjutkan penelitian berupa perbandingan dengan aturan yang sudah diatur, seperti SNI , Kepmen PU, Permen PU, dsb. Kemudian dapat diketahui perbedaan/ gap antara kondisi eksisting dengan peraturan, seberapa besar perbedaannya. Kesimpulan Kualitas lingkungan permukiman kumuh sudah pasti berada pada level dibawah standar, namun pada dasarnya, perkembangan permukiman Penilaian kualitas di kawasan Sukaregang dapat dilakukan dengan analisis faktual dalam melihat berbagai aspek yaitu aspek hunian (ukuran dan kepadatan), sarana dan prasarana yang akan disesuaikan dengan berbagai standar yang sudah ditetapkan. Daftar Pustaka Aliyati, R. (2010). Permukiman Kumuh. Depok: FMIPA UI. Arsalan. (2011). Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh di Perkotaan. Jakarta. Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design:Choosing Among Five Approaches. Thousand Oaks, California: Sage Publications, Inc. Lin, N. (1976). Foundation of Social Research. Albany, New York: Deparment of Sociology. Maretha, C. (2012). Penataan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan Cilacap Kabupaten Cilacap Melalui Peningkatan Kualitas Fisik Lingkungan. Semarang: UNDIP. Nurdini, A. (2015). Analisis Kualitas (Lingkungan Binaan) Secara Faktual. Bandung: Modul Kuliah AR 5242 Analisis Lingkungan Binaan, ITB. R. Syahriyah, D., Nurhijrah, Tedja, S., Hartabela, D., & Anwar, S. (2015). Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Prosiding Temu Ilmiah IPBI 2016 G 117
8 Prospek Analisis Kualitas Lingkungan Faktual untuk Meninjau Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh Bandung, Jawa Barat. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI, C051-C056. Untermann, R. K. (1984). Accomodating The Pedestrian:Adapting Towns and Neighborhoods for Walking and Bcycling. Michigan: Van Nostrand Reinhold. Pedoman Identifikasi Kawasan Permukiman Kumuh Kota Metropolitan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 9/PRT/M/2010 tentang Pedoman Pengamanan Pantai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau Standar Nasional Indonesia (SNI) tetang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. G 118 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Kualitas Ruang Terbuka pada Permukiman Industri di Kelurahan Cigondewah Kaler, Bandung, Jawa Barat Dewi R. Syahriyah, Nurhijrah, Saraswati Tedja, Dadang Hartabela, Saiful Anwar Program
Lebih terperinciPersepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai
TEMU ILMIAH IPLBI 0 Persepsi Masyarakat terhadap Permukiman Bantaran Sungai Binar T. Cesarin (), Chorina Ginting () () Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Lebih terperinciLingkungan Rumah Ideal
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Lingkungan Rumah Ideal Aria Adrian Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),ITB. Abstrak Rumah membuat penghuninya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan timbulnya masalah permukiman. Masalah permukiman lebih terasa di daerah perkotaan daripada di daerah perdesaan. Masalah perumukiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai
Lebih terperinciIdentifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya
C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciKondisi Kekumuhan Kampung Nelayan Sejahtera Kota Bengkulu dalam Upaya Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh
TEMU ILMIAH IPLI 206 Kondisi Kekumuhan Kampung Nelayan Sejahtera Kota engkulu dalam Upaya Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Muhammad Rijal (), Ardiansyah (2) () Lab. Preservasi dan Konservasi,
Lebih terperinciPerencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar
TEMU ILMIAH IPLBI 203 Perencanaan Fasilitas Permukiman di Kawasan Periferi Kasus : Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanaya, Makassar Umi Kalsum (), Syahriana Syam (2) () Prodi Pengembangan Wilayah
Lebih terperinciKebutuhan Area Transisi bagi Pejalan Kakidi Kawasan Pusat Kota Bandung
TEMU ILMIAH IPLBI 05 Kebutuhan Area Transisi bagi Pejalan Kakidi Kawasan Pusat Kota Bandung Witanti N. Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Lebih terperinciKonsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo
Konsep Hunian Vertikal sebagai Alternatif untuk Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh, Kasus Studi Kampung Pulo Felicia Putri Surya Atmadja 1, Sri Utami 2, dan Triandriani Mustikawati 2 1 Mahasiswa Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agung Hadi Prasetyo, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu wilayah perkotaan semakin berkembang diberbagai sektor, sehingga perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
47 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Pada Bagian ini akan dijelaskan mengenai gambaran umum Kelurahan Tamansari yang diantaranya berisi tentang kondisi geografis dan kependudukan, kondisi eksisting ruang
Lebih terperinci2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain
Lebih terperinciIDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA
IDENTIFIKASI MASALAH PERMUKIMAN PADA KAMPUNG NELAYAN DI SURABAYA Vippy Dharmawan 1, Zuraida 2 1+2 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo Nomor 59 Surabaya
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET
BAB IV ANALISIS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN KUMUH DI PUSAT KOTA BANDUNG KELURAHAN NYENGSERET 4.1 Analisis Deskriptif Beberapa Aspek Kawasan Sebelum masuk kepada analisis relevansi konsep penanganan permukiman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan infrastruktur permukiman kumuh di Kecamatan Denpasar
Lebih terperinciBAB V STRATEGI PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN CILOSEH
BAB V STRATEGI PRIORITAS PENANGANAN KAWASAN PERMUKIMAN CILOSEH 5.1 Kesimpulan Kesimpulan terkait dengan analisis kriteria kekumuhan permukiman Ciloseh Kota Tasikmalaya meliputi kesimpulan terhadap dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )
IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil
Lebih terperinciPEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH. Oleh:
JurnalSangkareangMataram 9 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI KELURAHAN PANJISARI KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara Barat Abstrak: Perkembangan
Lebih terperinciBAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH
BAB IV KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH Bab IV tediri dari ; Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai dengan pencapaian kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk membuat bertambahnya aktivitas dalam suatu ruang. Pertambahan penduduk yang disebabkan oleh tingginya angka kelahiran dan rendahnya kematian,
Lebih terperinciBAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan
BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dan Batasan Judul Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perkampungan (document.tips,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kota Yogyakarta sebagai ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran yang sangat strategis baik di bidang pemerintahan maupun perekonomian. Laju
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan
Lebih terperinciIdentifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Identifikasi Ragam Aktivitas Outdoor : Karakteristik Pedestrian Mall di Jalan Dalem Kaum, Bandung Devi Johana Tania, Witanti Nur Utami Program Studi Magister Rancang Kota, Sekolah
Lebih terperinciTUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak
Lebih terperinciISSN No Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH.
ISSN No. 2355-9292 Jurnal Sangkareang Mataram 27 PEMETAAN TINGKAT RESIKO KEKUMUHAN DI LINGKUNGAN JURING LENENG KABUPATEN LOMBOK TENGAH Oleh: Indah Arry Pratama Dosen Fakultas Teknik Universitas Nusa Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peraturan Perumahan dan Kawasan Permukiman Peraturan terkait dengan perumahan dan kawasan permukiman dalam studi ini yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 11 tentang Perumahan dan Kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Atika Permatasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah kependudukan yang saat ini banyak dihadapi oleh banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah pertambahan penduduk yang relatif cepat.
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
43 BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Umum Kelurahan Depok Berdasarkan ketentuan Pasal 45 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Depok Nomor : 8 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, Lurah bertanggung
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
Lebih terperinciINERSIA Vol. V No. 1, Maret 2013 Penelitian Pemetaan Kawasan Kumuh Permukiman Kecamatan Tanjung Selor - Kabupaten Bulungan
Penelitian Pemetaan Kawasan Kumuh Permukiman Kecamatan Tanjung Selor - Kabupaten Bulungan Afif Bizrie Mardhanie Staff Pengajar Politeknik Negeri Samarinda Jurusan teknik Sipil fifa_yudhistira@yahoo.com
Lebih terperinciAR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penjabaran analisis berikut :
BAB IV ANALISIS DAYA DUKUNG DAN DAYA TAMPUNG LAHAN PERUMAHAN Penelitian mengenai analisis daya dukung dan daya tampung terkait kebutuhan perumahan di Kota Cimahi dilakukan dengan tujuan mengetahui daya
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah
1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memperhatikan arti penting permukiman yang tidak dapat dipisahkan dari ruang yang harus dimanfaatkannya, maka lingkup permukiman meliputi masalah-masalah yang menyangkut
Lebih terperinciBAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN 6.1. Struktur Peruntukan Lahan e t a P Gambar 6.1: Penggunaan lahan Desa Marabau 135 6.2. Intensitas Pemanfaatan Lahan a. Rencana Penataan Kawasan Perumahan Dalam
Lebih terperinciIdentifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi :
TEMU ILMIAH IPLBI 6 Identifikasi Faktor Kebutuhan Area Transisi : Persepsi Pejalan Kaki terhadap di Kawasan Pusat Kota Bandung Witanti Nur Utami (), Hanson E.Kusuma () () Prodi Studi Magister Rancang Kota,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi berdasarkan sumber Badan Pusat Statistik sebesar 1,49% pada tahun 2015 dengan
Lebih terperinciPENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado
PENANGANAN PERMUKIMAN RAWAN BANJIR DI BANTARAN SUNGAI Studi Kasus: Permukiman Kuala Jengki di Kelurahan Komo Luar & Karame, Kota Manado Windy J. Mononimbar Program Studi Arsitektur dan Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Cikapundung adalah salah satu sungai yang membelah Kota Bandung melewati 9 kecamatan yang mencakup 13 kelurahan. Sungai Cikapundung memiliki fungsi dan peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan dasar, salah satunya adalah kebutuhan untuk memiliki tempat tinggal yaitu rumah sebagai unit hunian tunggal dalam permukiman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota dengan segala macam aktivitasnya menawarkan berbagai ragam potensi, peluang dan keuntungan dalam segala hal. Kota juga menyediakan lebih banyak ide dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak kota Palembang adalah antara 101º-105º Bujur Timur dan antara 1,5º-2º Lintang Selatan atau terletak pada bagian timur propinsi Sumatera Selatan, dipinggir kanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang mata pencahariannya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta yang mencakup Jabodetabek merupakan kota terpadat kedua di dunia dengan jumlah penduduk 26.746.000 jiwa (sumber: http://dunia.news.viva.co.id). Kawasan Jakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air telah berabad-abad menjadi sumber kehidupan-memberi pengharapan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air telah berabad-abad menjadi sumber kehidupan-memberi pengharapan untuk pengairan, perhubungan, ataupun makanan. Banyak kebudayaan yang tercipta ketika manusia mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama
Lebih terperinciBAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN
BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN Daerah pemukiman perkotaan yang dikategorikan kumuh di Indonesia terus meningkat dengan pesat setiap tahunnya. Jumlah daerah kumuh ini bertambah dengan kecepatan sekitar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sujarto (dalam Erick Sulestianson, 2014) peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang
BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan kependudukan, yaitu tingginya tingkat pertumbuhan penduduk terutama akibat arus urbanisasi
Lebih terperinciLingkungan Permukiman
8 Lingkungan Permukiman Lingkungan permukiman adalah lingkungan buatan, bukan lingkungan alami. Lingkungan permukiman merupakan salah satu komponen pembentuk perkampungan / kota. Secara garis besar, lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan merupakan suatu kawasan yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan
Lebih terperinciPROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN
DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN Konsep Entitas Objek Bidang Perumahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
Lebih terperinciKonsep Pemukiman Kembali Kawasan Kumuh Kampung Pangalangan Batang Arau, Kota Padang
TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Konsep Pemukiman Kembali Kawasan Kumuh Kampung Pangalangan Batang Arau, Kota Padang Desy Aryanti desy73aryanti@gmail.com Perumahan Permukiman, Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI
62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan Indonesia sebagai negara termiskin ketiga di dunia. Pertambahan
Lebih terperinciAnalisis Kualitas Faktual Sebagai Salah Satu Alat Evaluasi Penentu Kualitas Ruang Terbuka Publik di Kota Bandung
TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Analisis Kualitas Faktual Sebagai Salah Satu Alat Evaluasi Penentu Kualitas Ruang Terbuka Publik di Kota Bandung Hari Hajaruddin Siregar Mahasiswa Magister Rancang Kota, Sekolah
Lebih terperinciANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari
ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perumahan merupakan kebutuhan masyarakat yang paling mendasar, dan dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan rendah
Lebih terperinciFaktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin
C166 Faktor Prioritas Penyebab Kumuh Kawasan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Belitung Selatan, Kota Banjarmasin Abi Syarwan Wimardana, dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas
Lebih terperinciTUGAS AKHIR. Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI L2D
PENILAIAN KUALITAS LINGKUNGAN PERUMAHAN BERDASARKAN PEDOMAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM BANGUN PRAJA (Studi Kasus: Kawasan di Sekitar Kampus UNDIP Tembalang) TUGAS AKHIR Oleh: MELANIA DAMAR IRIYANTI
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Tambora yang merupakan salah satu dari dari 8 kecamatan yang berada di Wilayah Kotamadya Jakarta Barat. Dengan luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Lingkungan yang diharapkan adalah yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Indonesia Sehat 2010 yang dicanangkan Departemen Kesehatan pada tahun 1998 yang lalu memiliki tujuan-tujuan mulia, salah satu tujuan yang ingin dicapai melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi
Lebih terperinciAminatu Zuhriyah. Arahan Penanganan Permukiman Kumuh Nelayan Di Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran Lamongan
Arahan Penanganan Permukiman Kumuh Nelayan Di Kelurahan Blimbing Kecamatan Paciran Lamongan Aminatu Zuhriyah 3604 100 035 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah kampung berasal dari bahasa Melayu, digunakan sebagai terminologi yang dipakai untuk menjelaskan sistem permukiman pedesaan. Istilah kampung sering dipakai
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 3.1 Gambaran Umum Kelurahan Tamansari 3.1.1 Batas Administrasi Kelurahan Tamansari termasuk dalam Kecamatan Bandung Wetan, yang merupakan salah satu bagian wilayah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Perencanaan pengembangan drainase di wilayah Kota Batam khususnya di Kecamatan Batam Kota sangatlah kompleks. Banyak sekali faktor yang harus dipertimbangkan
Lebih terperinciDisajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU)
Disajikan oleh: 1.Michael Ario, S.H. 2.Rizka Adellina, S.H. (Staf Bagian PUU II Subbagian Penataan Ruang, Biro Hukum, KemenPU) 1 Pendahuluan Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang banyak dijumpai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permukiman Kumuh
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permukiman Kumuh Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 4 tahun 1992, perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa
Lebih terperinciTeritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Teritorialitas Masyarakat Perumahan Menengah ke Bawah Studi Kasus: Perumahan Sukaluyu, Cibeunying Kaler, Bandung Tamiya M. Saada Kasman, Dewi R. Syahriyah, Sofian D. Ananto, M. Adib
Lebih terperinciUntuk Pemerintah Kota/Kabupaten BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH (BSPK) TAHUN ANGGARAN...
17 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN BANTUAN STIMULAN PENINGKATAN KUALITAS PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Untuk Pemerintah Kota/Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi ( pengelolaan air limbah domestic ) terburuk ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar ( ANTARA News, 2006
Lebih terperinciPOHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016
POHON KINERJA DINAS PEKERJAAN UMUM TAHUN 2016 ESELON II ESELON III ESELON IV INPUT SASARAN STRATEGIS (SARGIS) IK SARGIS SASARAN PROGRAM IK PROGRAM SASARAN KEGIATAN IK KEGIATAN Persentase prasarana aparatur
Lebih terperinciSustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai
TEMU ILMIAH IPLBI 2014 Sustainable Waterfront Develepmont sebagai Strategi Penataan Kembali Kawasan Bantaran Sungai Christy Vidiyanti Mahasiswa Magister Arsitektur Alur Riset 2013/Arsitektur, Sekolah Arsitektur,
Lebih terperinciRencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya
Lebih terperinci