DINAMIKA SIFAT FISIK TANAH PADA AREAL PERTANAMAN KAKAO AKIBAT ALIH GUNA LAHAN HUTAN DI KECAMATAN PAPALANG KABUPATEN MAMUJU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA SIFAT FISIK TANAH PADA AREAL PERTANAMAN KAKAO AKIBAT ALIH GUNA LAHAN HUTAN DI KECAMATAN PAPALANG KABUPATEN MAMUJU"

Transkripsi

1 DINAMIKA SIFAT FISIK TANAH PADA AREAL PERTANAMAN KAKAO AKIBAT ALIH GUNA LAHAN HUTAN DI KECAMATAN PAPALANG KABUPATEN MAMUJU DYNAMIC OF SOIL PHYSICS ON COCOA AGROFORESTRY AS AN EFFECT OF FOREST CONVERSION IN PAPALANG, MAMUJU DISTRICT Ida Suryani 1) Christianto Lopulisa 2) Baharuddin Nurkin 3) dan Anna Pairunan 2) 1) Mahasiswa S3 UNHAS, 2) Dosen Ilmu Tanah UNHAS, 3) Dosen ilmu Kehutanan UNHAS yahoo.com ABSTRAK Pembukaan lahan hutan menjadi lahan pertanian dapat diduga sebagai penyebab rusaknya sifat fisik tanah, baik di lapisan atas maupun lapisan bawah.. Kerusakan struktur tanah lapisan atas serta lapisan bawah diakibatkan karena berubahnya lingkungan atau kondisi tanah hutan yang semula habitat akar dan terjadi interaksi antara tanah dengan akar. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Nobember 2010 sampai Juli 2011.di Kecamatan papalang, kabupaten Mamuju. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode Survei dan experiment di Laboratorium. Kegiatan survei meliputi empat tahapan utama, yaitu 1) studi pustaka, 2) Pra Penelitian, 3) Penelitian utama dan 4) Analisis dan interpretasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Transek 1 dan 2, memperlihatkan kecenderungan nilai bulk density makin besar dengan meningkatnya kedalaman, kecuali profil 3 (P3) Transek 2, dan profil 2 () yang memperlihatkan bulk density makin kecil dengan meningkatnya kedalaman, porositas semakin kecil dengan meningkatnya kedalaman, kecuali pada profil3 (P3) Transek 2 dan Profil2 (), permiabilitas tanah pada Transek 1, 2, berfluktuasi dari lapisan atas ke lapisan bawah dan cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah danpersentase liat pada umumnya menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah, kecuali pada Profil 1 dan 2 ( dan ) untuk kedua Transek, nilainya berfluktuasi menurut kedalaman Kata Kunci: Alih guna lahan, bulk density, porositas, permiabilitas, persentase liat. ABSTRACT Clearing of forest to agricultural land could be suspected as the cause of damage to soil physical properties, both in the top layer and bottom layer. Damage to the structure of the top soil and the lower layer caused by changing environmental or soil conditions of the original forest habitat interactions between roots and soil with roots. This commenced in Nopember 2010 until July 2011 at Papalang, Mamuju district. The research was conducted by using survey methods and experiments in the laboratory. Activity survey covers four main stages, namely 1) the study of literature, 2) Pre Research, 3) the main research and 4) Analysis and interpretation of data. The results showed that Transect 1 and 2, showing the trend value of the greater bulk density with increasing depth, except for profile 3 (P3) Transect 2, and profile 2 () which shows the smaller the bulk density with increasing depth, the smaller with increasing porosity depth, except at profil 3 (P3) transect 2 and Profil2 (), soil permiability on transect 1, 2, fluctuates from the upper to 1

2 the lower layer and tends to decrease with increasing soil depth and Persentage of clay generally decreases with increasing soil depth, except at profiles 1 and 2 ( and ) for both transects, its value fluctuates according to the depth. Keywords:Forest conversion, bulk density, porosity, permiability, Percentage of clay. PENDAHULUAN Alih guna hutan menjadi lahan pertanian telah menunjukkan dampak yang sangat besar terutama terhadap kerusakan lingkungan, akan tetapi proses itu terus berlangsung dan telah menunjukkan dampak-dampak negatif yang berlangsung dan tidak seorangpun yang tahu sampai kapan proses itu dipastikan dapat dihentikan. Alih guna lahan menyebabkan berkurangnya kerapatan tanaman dan keragaman jenis tanaman. Akibatnya lingkungan pertanaman menjadi lebih fragile (rapuh) dan rentan terhadap kerusakan jika tidak dikelola dengan baik. Aktivitas masyarakat yang intensif dapat menyebabkan kerusakan tanah berupa penurunan kapasitas tanah dalam mendukung kehidupan (RAPA- FAO, 1993) baik saat ini maupun yang akan datang (Oldeman, 1993). Selanjutnya Arsyad (2006), mengemukakan bahwa kerusakan tanah adalah hilangnya atau menurunnya fungsi tanah, baik sebagai sumber unsur hara tumbuhan maupun sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan tempat air tersimpan. Pembukaan lahan hutan menjadi lahan pertanian dapat diduga sebagai penyebab rusaknya struktur tanah baik di lapisan atas maupun lapisan bawah. Kerusakan struktur tanah lapisan atas serta lapisan bawah diakibatkan karena berubahnya lingkungan atau kondisi tanah hutan yang semula habitat akar dan terjadi interaksi antara tanah dengan akar. Perubahan ini menghasilkan kondisi tanah yang berbeda, sehingga pada awalnya tanah hutan mampu menjaga fungsi tanah menjadi menurun akibat rusaknya keseimbangan kondisi tanah karena perakaran hutan yang hilang. 2

3 Perubahan kondisi tanah ini, disebabkan karena adanya perubahan karakteristik jenis perakaran pada tanah hutan yang lebih bervariasi dari pada lahan pertanian monokultur. Jenis perakaran yang monokultur cenderung memiliki kapasitas yang sama dalam menjalankan aktivitasnya dalam tanah. Perbedaan jenis perakaran juga mempengaruhi keberadaan biota dalam tanah. Selain perbedaan perakaran dalam tanah, perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian monokultur menyebabkan berubahnya tutupan lahan yang semula adalah multistrata menjadi strata tunggal dimana tajuk tanaman menjadi seragam. Tajuk yang multi strata akan membantu dalam mengurangi lebih besar kontak tanah terhadap air hujan dari pada kondisi tanaman monokultur. Perubahan sifat fisika yang terjadi dapat dilihat secara langsung dan ada yang mengalami perubahan sejalan dengan waktu. Tekstur tanah pada kondisi alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian monokultur juga ikut berubah jumlah fraksi yang membentuk tanah. Menurut penelitian Didik Suprayogo dkk., 2004, pada kasus perubahan lahan hutan menjadi lahan pertanian kopi monokultur, terjadi perubahan kandungan fraksi tanah. Semula pada tanah hutan diketahui fraksi tanah berkisar dari lempung liat berpasir hingga lempung berpasir. Setelah mengalami perubahan fungsi lahan, tekstur tanah berubah menjadi tekstur liat. Penelitian ini bertujuan menelaah dinamika sifat fisik tanah pada areal pengembangan tanaman kakao yang sebelumnya merupakan kawasan hutan Perubahan tekstur tanah ini juga berpengaruhi terhadap fungsi kimia tanah, yaitu reaksi (tanah akan cenderung mengalami penurunan ph karena meningkatnya potensial H + ). Selain itu degradasi bahan organik juga terjadi secara bertahap. Degradasi bahan organik akan berpengaruh terhadap laju infiltrasi dan kapasitas memegang air. 3

4 BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Nobember 2010 sampai Juli Untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini, berbagai bahan dan alat penelitian diperlukan diantaranya adalah kertas, bahan-bahan kimia untuk analisis contoh tanah dan untuk pengawetan contoh tanah dan air, citra satelit Kabupaten Mamuju skala 1: , peta penutupan lahan skala 1: , Peta Rupa Bumi Indonesi lembar Kabupaten Mamuju skala 1: , Peta Land system skala 1: , Peta Kemiringan Lereng skala 1: , Peta Penutupan Lahan skala 1: , Peta Tanah Kabupaten Mamuju skala 1: , Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mamuju skala 1: , kantong plastik, karung, karet pengikat, dan lain-lain. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode Survei dan experiment di Laboratorium. Kegiatan survei meliputi empat tahapan utama, yaitu 1) studi pustaka, 2) Pra Penelitian, 3) Penelitian utama dan 4) Analisis dan interpretasi data. Studi pustaka bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara lengkap tentang kondisi umum wilayah penelitian. Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dimulai melalui penelusuran pustaka dari berbagai sumber, baik melalui media elektronik, media cetak, perpustakan konvensional maupun perpustakaan modern, laporan bulanan atau tahunan lembaga terkait termasuk hasil-hasil penelitian (terpublikasi atau tidak terpublikasi) yang sudah pernah dilakukan sebelumnya di wilayah tersebut dan memiliki relevansi dengan tujuan penelitian ini. Semua informasi yang dihimpun melalui tahapan ini dikaji dan diinterpretasi yang kemudian dijadikan sebagai dasar dalam menyusun rencana kegiatan pengumpulan data di lapangan. Rencana kegiatan observasi lapangan dibuat berdasarkan peta-peta hasil interpretasi Citra Satelit Kabupaten Mamuju Skala 1: ( Sumber: Citra Spot 4 Rekaman tahun 2008 dan citra Aster 2008, Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 1999 skala 1: dan Peta Administrasi Kabupaten Mamuju. 4

5 Disamping itu, juga digunakan peta Land System skala 1: , Peta Penutupan Lahan skala 1: , Peta Kemiringan Lerang skala 1: , Peta Tanah Kabupaten Mamuju skala 1: dan Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mamuju skala 1: (Baja et al. 2008). Tahapan Pra Penelitian bertujuan untuk melakukan penjajakan dan orientasi lapangan untuk mendapatkan gambaran penyebaran areal-areal pertanaman kakao secara langsung di lapangan. Menggunakan peta penutupan lahan hasil interpretasi sebagai dasar/panduan. Penentuan plot-plot pengamatan dan pengukuran di lapangan dilakukan melalui hasil observasi langsung di lapangan dengan bantuan peta-peta penutupan lahan, peta Land System, peta lereng dan peta-peta tematik lainnya. Pola Agroforestri kakao dengan tanaman lain pada berbagai toposequen yang berbeda (2 transek), digunakan sebagai dasar penentuaan plot/site pengamatan. Setiap transek terdiri atas 3 desa yang diambil sebagai lokasi penelitian. Pembuatan profil tanah pada masing-masing site di dasarkan atas kesamaan Great Group (Jenis tanah) yang dominan pada masing-masing sistem lahan. Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat fisik tanah yaitu: bulk density, partikel density, porositas, permiabilitas dilakukan pada masing-masing profil tanah. Tahap Penelitian Utama bertujuan untuk melakukan pengamatan, pengukuran dan pengambilan contoh tanah pada profil tanah meliputi: contoh tanah tak terganggu dengan ring sample (permiabilitas, bulk density dan persentase liat ). Pengambilan contoh tanah dilakukan pada masing-masing plot penelitian yang telah ditentukan pada saat Pra penelitian dilakukan. Analisis sifat fisik tanah di Laboratorium tanah Fakultas Pertanian Unhas. 5

6 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1. Transek 1 A.1.1 Bulk Density /cm3) T R AN S EK 1 B ulk De ns ity ( gr/cm3) T R A NS E K 1 P e r m e a b ili ta s (C m / J a m ) T R AN SE K 2 Liat (%) P3 : K e d a l a m a n ( C m ) P3 K e t e r a n g a n : Pr ofil 1 Desa Bunde) : Profil 2 ( Desa Salukayu 3) P3 : Profil 3 ( Desa Kalonding) K e d a l a m a n ( C m ) /cm 3 ) K e te ra n g a n 35.0 P rofil 1 (D esa Bu nde) 37.5 Prof il 2 (Desa Salu kayu 3) Prof il 3 (Desa Kalonding) 50.0 K e d a l a m a n ( C m ) /cm 3 ) Keterangan : Profil 1 (Desa Toabo) : Profil 2 (Salukayu 2) P3: Profil 3 (Desa Salukayu 4) P3 Gambar 1. Bulk Density, Porositas, Permiabilitas dan Persentase liat menurut kedalaman pada Transek 1 Data hasil analisis Bulk Density Transek 1 disajikan pada Gambar 1. Dari gambar 1 terlihat bahwa, Bulk Density lapisan atas pada P3>> (1,40 g cm -3 ; 1,33 g cm -3 dan 1,22 g cm -3 ). Secara umum semua profil (1, 2 dan 3) memperlihatkan nilai bulk density berangsur meningkat dari lapisan atas ke lapisan bawah. Pada Profil 1 nilai bulk density berkisar 1,22 cm jam -1 1,25 cm jam -1, Profil 2 (1,33 cm jam -1 1,37 cm jam -1 ) dan Profil 3 (1,40 cm jam -1 1,43 cm jam -1 ). Walaupun kecenderungan tersebut relatif sama pada semua profil, tetapi nilai bulk density profil 3 lebih besar dibanding profil 2 dan 1 (P3>>). 6

7 A.1.2. Porositas Data hasil analisis Porositas Transek 1disajikan pada Gambar 1. Porositas untuk Transek 1 menunjukkan bahwa profil1 memiliki porositas yang lebih tinggi pada lapisan atas dibanding profil 2 dan 3 >P3> (53,79%; 48,26% dan 48,25%). Profil 1 mengalami penurunan porositas pada lapisan 2 dan meningkat kembali pada lapisan 62,5 cm dan relatif sama sampai pada kedalaman 112,5 cm. Porositas Profil 1 berkisar 46,59% - 53,79%. Profil 2 memiliki porositas 47,10% - 48,26%. Sebaliknya pada profil 3, porositas menurun dari lapisan 1 sampai kedalaman 35 cm (50 % - 45%). Namun demikian, porositas tanah pada tiga profil dalam transek ini secara umum mempunyai kecenderungan yang relatif sama menurut kedalaman. A.1.3. Permiabilitas Data hasil analisis permiabilitas Transek 1 disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa Permiabilitas pada lapisan atas pada P3>>Pl (1,77 cm jam -1 ; 1,33 cm jam - dan 1,30 cm jam -1 ). Secara umum permiabilitas tanah lapisan atas lebih tinggi dibanding lapisan di bawahnya pada semua profil. Pada permiabilitas berkisar 1,26 cm jam -1 1,30 cm jam -1, permiabilitas (1,29 cm jam -1-1,33 cm jam -1 ) dan P3 (0,80 cm jam -1 1,77 cm jam -1 ). Walaupun demikian, secara umum ketiga profil tanah tersebut memiliki permiabilitas dengan status agak lambat. A.1.4. Persentase (%) Liat Data hasil analisis persentase liat Transek 1 disajikan pada Gambar 1. Gambar 1, menunjukkan persentase liat lapisan atas pada P3>> (62%; 53% dan 52%). Persentase liat pada dan berfluktuasi dari lapisan atas ke lapisan bawah. Pada profil 1 dan 2 persentase liat meningkat pada lapisan 50 cm, dan selanjutnya menurun sampai pada lapisan 112,5 cm (profil 1), dan pada profil 2 penurunan hanya 7

8 sampai pada lapisan 87,5 cm dan selanjutnya meningkat kembali pada lapisan 112,5 cm. Pada P3 % liat menurun dari lapisan atas ke lapisan bawah. Persentase liat pada (23% - 80%), dengan kriteria tekstur liat, kecuali pada kedalaman 37,5 cm, tekstur lempung berdebu. Pada, persentase liat 35% - 70%, dengan kritera tekstur liat, kecuali pada kedalaman 87,5 cm tekstur lempung berliat. Pada P3, porositas berkisar 56% - 62%, dengan kriteria tekstur liat. Pola penurunan kadar liat cenderung sama pada profil 1 dan profil 2, kecuali pada profil 3 (dangkal). A.2. Transek 2. A.2.1. Bulk Density Data hasil analisis Bulk Density Transek 2 disajikan pada Gambar 2 T R A N SE K 2 B u lk D e n s ity (g r/c m 3 ) TR A N S E K 2 P o ro s it a s (% ) T R A N S E K 2 P e r m e a b ili ta s ( C m / J a m ) TRANS EK 2 Liat (%) K e d a l a m a n ( C m ) P3 K e te r a n g a n : Profil 1 ( De sa To ab o) 37.5 : Profil 2 ( Desa Salukayu 2) P3: Profil 3 ( Desa Salukayu 4) 50.0 K e d a l a m a n ( C m ) P3 /cm 3 ) K e t e ra n g a n : P rofil 1 (Desa Toa bo) : Pro f il 2 (D e sa S a lu ka y u 2 ) K e d a l a m a n ( C m ) P 3: P rofi l 3 (Des a S alu kayu 4) /c m 3 ) K e t e r a n g a n Pr ofi l 1 ( D esa Toab o) Pro fil 2 (Desa Sa lukayu 2) Pr ofil 3 ( Desa Salu kayu 4 ) K e d a l a m a n ( C m ) /cm 3 ) Keterangan : Profil 1 (Desa Toabo) : Profil 2 (Salukayu 2) P3: Profil 3 (Desa Salukayu 4) P3 P3 Gambar 2. Perubahan Bulk Density, Porositas, Permiabilitas dan Persentase liat menurut kedalaman pada Transek 2. Pada gambar 2 menunjukkan BD pada lapisan atas, >P3> (1,40 g cm -3 ; 1,36 g cm -3 dan 1,22 g cm -3 ). Pada Profil 1 dan 2 ( dan ), bulk density meningkat dengan bertambahnya kedalaman tanah, sebaliknya pada P3, menurun dengan bertambahnya kedalaman, tetapi penurunan tersebut tidak terlalu signifikan. 8

9 Data bulk density pada profil 1 menunjukkan angka-angka yang relatif tinggi berkisar (1,4 1,59 g cm -3 ). Bulk density pada lapisan permukaan sebesar 1,4 gr cm -3 meningkat menjadi 1,59 gr cm -3 pada kedalaman 12,5 cm kemudian cenderung konstan menurut kedalaman. Pada profil 2 () bulk density lapisan atas relatif lebih rendah (1,2 g cm -3 ) dan konstan di sekitar nilai tersebut hingga ke dalaman 50 cm, meningkat pada kedalaman 62,5 cm dan selanjutnya menurun secara konstan menurut kedalaman disekitar nilai tersebut. Pada profil P3, nilai bulk density berkisar antara 1,3 g cm -3 hingga 1,4 g cm -3 dan relatif konstan di sekitar nilai tersebut. A.2.2. Porositas (%) Data hasil pengukuran porositas Transek 2 disajikan pada Gambar 2. Gambar 2, menunjukkan untuk lapisan atas, Porositas >P3> 53,43%; 47,13% dan 46,77%). Pada Profil 1 (), porositas menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah, berkisar dari % hingga 46,77%,%, dan pada dan P3, porositas berfluktuasi dari lapisan atas ke lapisan bawah berkisar 47,10 % hingga 53,79%, sedangkan pada P3 porositas berkisar 47,13% - 48,64%. A.2.3. Permiabilitas Data hasil pengukuran permiabilitas Transek 2 disajikan pada gambar 2. Gambar 2 menunjukkan pada lapisan atas permiabilitas = > P3 (1,22 cm jam -1 ; 1,21 cm jam - 1 ). Secara umum, permiabilitas, dan P3 makin ke bawah meningkat, tetapi peningkatan itu sangat kecil, karena kisaran permiabilitas 1,21 cm jam -1-1,30 cm jam -1 (0,01 0,09). Pada Profil 1 () kisaran permiabilitas berkisar 1,22 cm jam -1 1,30 cm jam -1. Kisaran permiabilitas berkisar 1,22 cm jam -1 1,27 cm jam -1. Pada P3 permiabilitas 9

10 berkisar 1,21 cm jam -1 1,23 cm jam -1, dengan kriteria permiabilitas agak lambat untuk ketiga profil. A.2.4. Persentase Liat (% Liat ) Data pengukuran persentase liat disajikan pada Gambar 2. Gambar 2, menunjukkan, persentase liat pada lapisan atas >P3> (63%; 62% dan 49%). Pada pada umumnya makin ke bawah persentase liat makin kecil, kecuali pada lapisan 50 cm, mengalami peningkatan, tetapi menurun kembali sampai kedalaman 112,5 cm, dengan kriteria tekstur liat pada semua kedalaman. Pada makin ke bawah persentase liat makin besar sampai kedalaman 50 cm, tetapi menurun kembali sampai kedalaman 112,5 cm, dengan kriteria tekstur liat, kecuali pada kedalaman 62,5 cm dengan kriteria liat berdebu. Pada P3 persentase liat makin ke bawah makin kecil, dengan kriteria tekstur liat, kecuali pada kedalaman 112,5 cm dengan kriteria lempung. B.Pembahasan Secara umum kedua Transek, memperlihatkan kecenderungan nilai bulk density makin besar dengan meningkatnya kedalaman, kecuali profil 3 (P3) Transek 2, dan profil 2 () Transek 3 yang memperlihatkan bulk density makin kecil dengan meningkatnya kedalaman. Meningkatnya Bulk density dari lapisan atas ke lapisan bawah, karena adanya vegetasi dan serasah pada lapisan atas yang mendorong terbentuknya struktur tanah yang lebih gembur yang mengakibatkan nilai bulk density pada lapisan atas yang lebih rendah (Hakim, dkk 1986). Disamping itu, juga dapat disebabkan karena kadar liat di lapisan bawah lebih tinggi sehingga tanah pada lapisan tersebut lebih padat. Tingginya kadar liat pada kedalaman tersebut memenuhi syarat sebagai horison argilik (Hardjowigeno, 1985). 10

11 Horizon argilik merupakan horizon bawah penciri yang merupakan penciri utama Alfisol dan Ultisol. Pola distribusi nilai bulk density tanah pada 3 profil tanah pada Transek 2, baik secara vertikal maupun horizontal cenderung berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah vegetasi, tekstur tanah, struktur tanah dan aktifitas usahatani. Salah satu faktor penyebab meningkatnya bulk density tanah adalah adanya pengelolaan yang intensif untuk mendapatkan hasil nyang maksimal (Iqbal et al., 2006). Pengelolaan lahan yang dilakukan secara regular seperti mengolah tanah, menyiang, memupuk, pencegahan hama/penyakit, mengairi, panen dan sebagainya mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Hasil penelitian Monde (2008), mengemukakan bahwa terjadi peningkatan bulk density akibat alih guna lahan hutan menjadi lahan kakao. Selanjutnya dikemukakan bahwa semakin lama penggunaan lahan sebagai lahan kakao semakin meningkat pula bulk densitynya. Meningkatnya bulk density tersebut karena tingginya frekuensi kunjungan petani, terutama lahan yang dekat dengan pemukiman. Akses yang cukup dekat tersebut memungkinkan petani dan keluarganya senantiasa mengunjungi lahan tersebut dalam rangka pemeliharaan dan pengambilan hasil panen tanaman lainnya yang ditanam secara campuran dengan kakao. Secara umum kedua Transek (1, 2,), pada umumnya porositas semakin kecil dengan meningkatnya kedalaman, kecuali pada profil3 (P3) Transek 2 dan Profil2 (). Porositas tanah pada transek ini dipengaruhi oleh pori mikro yang dominan berkaitan dengan tingginya kandungan liat tanah. Tanah dengan kadar liat tinggi memiliki porositas yang lebih kecil dibandingkan tanah-tanah dengan kadar pasir yang tinggi. Hal lain, kemungkinan disebabkan oleh ukuran dari masing-masing pori dan bukan jumlah ruang pori. Granulasi tanah bertekstur halus memperlancar aerasi bukan 11

12 karena jumlah ruang pori bertambah tetapi karena perbandingan ruang pori makro terhadap ruang pori mikro bertambah (Soepardi, 1983). Pada umumnya permiabilitas pada Transek 1, 2, berfluktuasi dari lapisan atas ke lapisan bawah dan cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman. Penurunan permiabilitas menurut kedalaman ini disebabkan oleh adanya vegetasi dan serasah pada permukaan tanah serta adanya aktivitas jasad hidup tanah, khususnya bakteri yang berperan dalam perombakan bahan organik sehingga stabilitas agregat tanah dan pori dapat dipertahankan. Hal ini akan berpengaruh terhadap permiabilitas tanah (Sarief, 1980). Intersepsi akar pohon akan menciptakan granulasi tanah yang baik dan mendorong peningkatan permiabilitas tanah (Baver et al, 1983). Hal yang senada juga dikemukakan oleh Susanto (2005) bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permiabilitas tanah adalah tekstur, struktur dan porositas tanah. Persentase liat pada umumnya menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah, kecuali pada Profil 1 dan 2 ( dan ) untuk seluruh Transek nilainya berfluktuasi menurut kedalaman. Secara umum dapat dikemukakan bahwa kandungan liat pada horizon iluviasi lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan liat horizon eluviasi dan memenuhi syarat sebagai horizon argilik (Hardjowigeno, 1985). Hal ini mempertegas bahwa tanah-tanah ini telah mengalami proses pekembangan lebih lanjut ditandai oleh adanya akumulasi liat pada horizon B (subsurface horizon), dengan kejenuhan basa dibawah 50% (Amonium acetat, ph = 7 ). KESIMPULAN 1. Secara umum kedua Transek, memperlihatkan kecenderungan nilai bulk density makin besar dengan meningkatnya kedalaman, kecuali profil 3 (P3) Transek 2, dan 12

13 profil 2 () yang memperlihatkan bulk density makin kecil dengan meningkatnya kedalaman. 2. Pada umumnya porositas semakin kecil dengan meningkatnya kedalaman, kecuali pada profil3 (P3) Transek 2 dan Profil2 (). 3. Pada umumnya permiabilitas tanah pada Transek 1, 2, berfluktuasi dari lapisan atas ke lapisan bawah dan cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. 4. Persentase liat pada umumnya menurun dengan meningkatnya kedalaman tanah, kecuali pada Profil 1 dan 2 ( dan ) untuk seluruh Transek nilainya berfluktuasi menurut kedalaman SARAN 1. Lokasi penelitian merupakan lokasi pengembangan tanaman kakao dengan curah hujan yang tinggi dimana erosi tanah merupakan salah satu masalah yang harus ditanggulangi. Oleh karena itu, usaha-usaha konservasi tanah perlu mendapat perhatian yang serius. 2. Pengelolaan bahan organik perlu diperhatikan selain untuk meningkatkan kasar C- organk tanah juga penting dalam hubungannya dengan kebersihan kebun. Serasah tanaman yang berserakan dapat menjadi sarang hama-hama tanaman tertentu. Serasah tanaman yang berserakan sebaiknya dijadikan sebagai bahan kompos PUSTAKA Arsyad, S Konservasi tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Baver, L.D Soil Physics. Modern Asian edition. Hakim, N, dkk Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. 13

14 Hardjowigeno, S Genesis dan Klasifikasi Tanah. IPB, Bogor. Iqbal, T, Mandang dan EN Sembiring Pengarug lintasan traktor dan pemberian bahan organik terhadap pemadatan tanah dan keragaan tanaman kacang tanah. Jurnal keteknikan Pertanian. Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (PERTETA) dan Departemen Teknik Pertanian (FATETA) IPB, Bogor. 20: Monde, A Dinamika kualitas tanah, Erosi, dan Pendapatan petani akibat alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dan Agroforestry kakao di DAS Nopu Sulawesi Tangah. Desertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. RAPA-FAO Summary of recommendation and conclusions, In. Report of the Experts Consultation of the Asian Network on Problem Soils, Bangkok pp Sarief, E.S Fisika Tanah Dasar. Bagian Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung. Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. IPB, Bogor Suprayogo, D., Widianto, H.Noveras, R.H. Widodo, P. Purnomosidhi. dan M. van Noordwijk Konversi Hutan Menjadi Lahan Pertanian: Apakah fungsi Hidrologi hutan dapat digantikan system monokultur Agrivita 26 : Suprayogo, D; Widianto; Purnomosidi,P.; Widodo, R.H.; Rusiana F. Aini, Z.Z; Khasanah, N. dan Z. Kusuma Degradasi sifat fisik tanah sebagai akibat alih guna lahan hutan menjadi system monokultur: kajian perubahan makroporositas tanah. Agrivita 26 (1):

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT

KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT KAJIAN LAJU INFILTRASI TANAH PADA BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN DI DESA TANJUNG PUTUS KECAMATAN PADANG TUALANG KABUPATEN LANGKAT (Study of soil infiltration rate in some land uses at Desa Tanjung Putus Kecamatan

Lebih terperinci

KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG

KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN DAN KEMIRINGAN LERENG Refliaty 1 dan Erawati Junita Marpaung 2 ABSTRACT The aggregate stability of Ultisol at several land uses and slopes. The

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN

PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN PERUBAHAN SIFAT FISIKA ULTISOL AKIBAT KONVERSI HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN Heri Junedi 1 ABSTRACT The aim of this research is to study the effect of forest conversion to arable land on changes of soil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting sebagai penghasil gula. Lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Rawa Gambut Menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI) Acacia Crassicarpa Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Gambut The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume

I. PENDAHULUAN. Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besar jenis tanah suatu massa (unit massa) tanah yang seharusnya dinyatakan gr/cm 3. Volume tanah ini termasuk butiran padat dan pori-pori tanah diantara partikel tanah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG

KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG KARAKTERISASI FISIK DAN KELEMBABAN TANAH PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG Physical Characterization and Soil Moisture at Different Reclamation s Age of Mined Land Rahmat Hidayatullah Sofyan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki lahan kering masam cukup luas yaitu sekitar 99,6 juta hektar dan tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Papua, Sulawesi, Jawa dan Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA LAHAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI DAS BATANG PELEPAT

BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA LAHAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI DAS BATANG PELEPAT BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA LAHAN USAHATANI KARET DAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI DAS BATANG PELEPAT (SOME PHYSICAL PROPERTIES OF SOIL ON RUBBER AND OIL PALM SMALLHOLDER LAND IN BATANG PELEPAT WATERSHED)

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok dibudidayakan didaerah tropis. Tanaman ini berasal dari amerika selatan ( Brazilia). Tanaman

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

Sifat-sifat fisik tanah. Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods

Sifat-sifat fisik tanah. Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods Sifat-sifat fisik tanah Texture Structure Soil density Bulk density Moisture content Porosity Measurement methods Physical properties of a soil Karakteristik sifat fisik tanah dapat dilihat dengan mata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi

TINJAUAN PUSTAKA. profil tanah. Gerakan air ke bawah di dalam profil tanah disebut perkolasi 12 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai peristiwa masuknya air ke dalam tanah. Jika cukup air, maka air infiltrasi akan bergerak terus ke bawah yaitu ke dalam profil tanah. Gerakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu dalam penyediaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang mempunyai nama ilmiah Ananas comosus (L) Merr. Tanaman ini berasal dari benua Amerika, tepatnya negara Brazil.

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta 29 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada lahan pertanaman ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) monokultur dan kebun campuran di Desa Seputih Jaya Kecamatan Gunung

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH

PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 3 November 2016 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 PENGARUH POSISI LERENG TERHADAP SIFAT FISIKA TANAH Effect Of Slope Position To Soil Physical Properties Yusanto Nugroho

Lebih terperinci

DEGRADASI BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH AKIBAT ALIH GUNA LAHAN HUTAN MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI DESA SEJAHTERA, PALOLO

DEGRADASI BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH AKIBAT ALIH GUNA LAHAN HUTAN MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI DESA SEJAHTERA, PALOLO e-j. Agrotekbis 1 (4) : 346-352, Oktober 2013 ISSN : 2338-3011 DEGRADASI BEBERAPA SIFAT FISIK TANAH AKIBAT ALIH GUNA LAHAN HUTAN MENJADI LAHAN PERKEBUNAN KAKAO (Theobroma cacao L.) DI DESA SEJAHTERA, PALOLO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36,

TINJAUAN PUSTAKA. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Kandungan hara pada 1m3 limbah cair setara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, TINJAUAN PUSTAKA Limbah Pabrik Kelapa Sawit Dalam proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit (TBS) menjadi minyak sawit mentah (MSM) dihasilkan sisa produksi berupa limbah. Limbah padat dengan bahan

Lebih terperinci

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN

KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN KAJIAN PERMEABILITAS BEBERAPA JENIS TANAH DI LAHAN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU MELALUI UJI LABORATORIUM DAN LAPANGAN (Permeability Study of Several Soil Types in Kwala Bekala Field Trials USU Through Laboratory

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG

STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Volume 12, Nomor 2, Hal. 13-18 ISSN 0852-8349 Juli Desember 2010 STUDI BEBERAPA SIFAT FISIKA TANAH PADA BEBERAPA UMUR PERSAWAHAN DI KECAMATAN PEMAYUNG Yulfita Farni, Heri Junedi, dan Marwoto Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi

TINJAUAN PUSTAKA. dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral) dan gravitasi TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan kelanjutan aliran air tersebut ke tanah yang lebih dalam. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Air Secara Umum Tanah merupakan suatu sistem mekanik yang kompleks terdiri dari bahan padat, cair dan gas. Tanah yang ideal terdiri dari sekitar 50% padatan, 25% cairan,

Lebih terperinci

KARAKTERISITK SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE

KARAKTERISITK SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT PINEAPPLE J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 278 Jurnal Agrotek Tropika 3(2):278-282, 2015 Vol. 3, No. 2: 278-282, Mei 2015 KARAKTERISITK SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN PRODUKSI RENDAH DAN TINGGI DI PT GREAT GIANT

Lebih terperinci

INFILTRASI PADA HUTAN DI SUB DAS SUMANI BAGIAN HULU KAYU ARO KABUPATEN SOLOK

INFILTRASI PADA HUTAN DI SUB DAS SUMANI BAGIAN HULU KAYU ARO KABUPATEN SOLOK INFILTRASI PADA HUTAN DI SUB DAS SUMANI BAGIAN HULU KAYU ARO KABUPATEN SOLOK (INFILTRATION ON FOREST AT SUMANI SUBWATERSHED UPPER OF KAYU ARO SOLOK REGENCY) Nurmegawati 1 ABSTRACT The objectives of research

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah dan Faktor yang Mempengaruhinya. Secara pedologi, tanah didefinisikan sebagai bahan mineral ataupun organik di permukaan bumi yang telah dan akan mengalami perubahan yang

Lebih terperinci

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK

PENENTUAN BULK DENSITY ABSTRAK PENENTUAN BULK DENSITY Fauziah Mas ud Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRAK Bulk density merupakan berat suatu massa tanah per satuan

Lebih terperinci

Soilrens, Volume 14 No.1, April 2016 ABSTRACT 1. PENDAHULUAN. Apong Sandrawati 1), Ade Setiawan 1), dan Gilang Kesumah 2)

Soilrens, Volume 14 No.1, April 2016 ABSTRACT 1. PENDAHULUAN. Apong Sandrawati 1), Ade Setiawan 1), dan Gilang Kesumah 2) Pengaruh Kelas Kemiringan Lereng dan Penggunaan Lahan terhadap Sifat Fisik Tanah di Kawasan Penyangga Waduk Cirata Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten Bandung Barat Apong Sandrawati 1), Ade Setiawan 1), dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB

PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB LAPORAN PRAKTIKUM DASAR ILMU TANAH PRAKTIKUM IV PENENTUAN BOBOT ISI TANAH(BULK DENSITY) UJI LAB Oleh Kelompok 4 Anarita Diana 1147060007 Asep Yusuf Faturohman 1147060009 Elfa Muhammad 1147060024 Gustaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIKA TANAH PADA PERKEBUNAN KARET DI PROVINSI BENGKULU STUDY OF SOIL PHYSICAL ON RUBBER PLANTATION IN BENGKULU PROVINCE ABSTRAK

KAJIAN SIFAT FISIKA TANAH PADA PERKEBUNAN KARET DI PROVINSI BENGKULU STUDY OF SOIL PHYSICAL ON RUBBER PLANTATION IN BENGKULU PROVINCE ABSTRAK KAJIAN SIFAT FISIKA TANAH PADA PERKEBUNAN KARET DI PROVINSI BENGKULU STUDY OF SOIL PHYSICAL ON RUBBER PLANTATION IN BENGKULU PROVINCE Nurmegawati, Afrizon, Irma Calista Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media tumbuh tanaman Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik.

Lebih terperinci

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN

SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG. Oleh: ANDITIAS RAMADHAN SKRIPSI DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI DALAM TANAH PADA BEBERAPA KETINGGIAN TEMPAT DI KOTA PADANG Oleh: ANDITIAS RAMADHAN 07113013 JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DEKOMPOSISI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Volume 15, Nomor 1, Hal. 47-52 Januari Juni 2013 ISSN:0852-8349 PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN Quis 1. Jelaskan pengertian erosi. 2. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. 3. Apakah erosi perlu dicegah/dikendalikan?

Lebih terperinci

Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat

Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat Qualitative Erosion on Land Cultivation of 25Years Old Rubber Trees in Lau Damak village Bahorok

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah dan Klasifikasi Tanaman Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr. memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh

Lebih terperinci

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015

Jurnal Online Agroekoteknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015 Kajian Selektivitas Erosi Pada Lahan Budidaya Padi Gogo Di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Erosion Selectivity on Land Cultivation of Gogo Rice in Countryside of Lau Damak Distric of

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN...

ABSTRACT ABSTRAK. Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang Oktober 2016 ISBN... Prediksi Limpasan Permukaan dan Erosi di Perladangan Terong pada Kecuraman Lereng Berbeda Erosion and Run Off Prediction on Eggplant Farms with Different Slope Steepness 1*) Akbar Paripurna 1 Ilmu Tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI.

PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. PENGARUH KOMPOS AMPAS TEBU DENGAN PEMBERIAN BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP SIFAT FISIK TANAH PADA LAHAN TEMBAKAU DELI. Oleh: Meizal Staf Pengajar Kopertis Wilayah I DPK Universitas Islam Sumatera Utara ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas penting untuk dijadikan bahan utama pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan primer

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey and mapping nutriens status of P at sub-district of Kabanjahe Regensi of Karo Rino Ginting S, Mukhlis*,Gantar Sitanggang Program

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PADI SAWAH, PANGAN LAHAN KERING DAN TANAMAN TAHUNAN SUB DAS MALANGGA DESA TINIGI KECAMATAN GALANG KABUPATEN TOLITOLI Ansar ancha.soil@yahoo.com (Mahasiswa Program Studi Magister

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3.

IV. Hasil dan Pembahasan. pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. IV. Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Setelah dilakukan survey diperoleh 13 titik lokasi longsor dengan lokasi disajikan pada Gambar 2 dan data hasil pengamatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Data Hasil

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) Nama : Sonia Tambunan NIM : 105040201111171 Kelas : I UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON

KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON KEMAMPUAN LAHAN UNTUK MENYIMPAN AIR DI KOTA AMBON Christy C.V. Suhendy Dosen Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon e-mail: cherrzie@yahoo.com ABSTRACT Changes in land use affects water availability

Lebih terperinci

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Evaluasi Laju Infiltrasi Horton di Sub DAS Coban Rondo (Wirosoedarmo dkk) EVALUASI LAJU INFILTRASI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN METODE INFILTRASI HORTON DI SUB DAS COBAN RONDO KECAMATAN PUJON

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan laju infiltrasi pada berbagai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan laju infiltrasi pada berbagai 199 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan laju infiltrasi pada berbagai karakteristik lahan pada bab sebelumnya, maka penelitian Hubungan Karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam dunia pertanian, tanah mempunyai peranan yang penting, tanah sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam dunia pertanian, tanah mempunyai peranan yang penting, tanah sangat 1 II. TINJAUAN PUSTAKA Top of Form A. Klasifikasi Tanah Dalam dunia pertanian, tanah mempunyai peranan yang penting, tanah sangat dibutuhkan tanaman. Dengan bertambah majunya peradaban manusia yang sejalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

AGIHAN KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PADI SAWAH DI KECAMATAN JOGOROGO KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR

AGIHAN KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PADI SAWAH DI KECAMATAN JOGOROGO KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR AGIHAN KESUBURAN TANAH PADA LAHAN PADI SAWAH DI KECAMATAN JOGOROGO KABUPATEN NGAWI PROPINSI JAWA TIMUR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Fakultas Geografi Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG Elita Agus Manalu 1), Arsyad 2), dan Suryanto 2) Fakultas Pertanian Universitas Jambi elitamanalu115@gmail.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sampel tanah untuk analisis laboratorium yaitu meliputi sampel tanah terusik dan sampel tanah tidak terusik. 2.

METODE PENELITIAN. Sampel tanah untuk analisis laboratorium yaitu meliputi sampel tanah terusik dan sampel tanah tidak terusik. 2. III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di bagian timur Kabupaten Natuna, yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Tengah, Bunguran Selatan dan Bunguran Timur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI

KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI KONDISI BEBERAPA KOMPONEN HIDROLOGI PADA TEGAKAN SENGON WURI HANDAYANI DAN EDY JUNAIDI Pendahuluan Sengon merupakan jenis tanaman kayu yang banyak dijumpai di Jawa Barat. Sebagai jenis tanaman kayu fast

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci